hepatotoxicity of antituberculosis therapy

Post on 18-Feb-2015

82 Views

Category:

Documents

9 Downloads

Preview:

Click to see full reader

TRANSCRIPT

WINDI PERTIWI20070310128

ANTITUBERCULOSIS DRUG-INDUCED HEPATOXICITY

(ATDH)

Peceptor : dr. Waisul Sp.PD

PENDAHULUAN

Tuberkulosis (TB) adalah salah satu penyebab utama kematian pada penyakit infeksi.

9 juta kasus TB terjadi tahun 2004 dan 1,7 juta orang meninggal karena TB tahun 2004.

Pengobatan stantard yang dianjurkan WHO pada TB pada dewasa adalah pemberian isoniazid, rifampisin, pirazinamid dan etambutol selama sekitar 6 bulan.

Efek samping dari obat anti tuberkulosis (OAT) yang sering muncul adalah hepatotoksik, reaksi pada kulit, dan gangguan pada gastrointestinal maupun neurologis.

antituberculosis drug-induced hepatoxicity (ATDH) adalah efek samping yang menyebabkan morbiditas dan mortalitas paling besar.

hal tersebut karena hati adalah organ yang melakukan metabolisme terhadap berbagai jenis obat termasuk OAT.

DEFINITION

ATDH adalah diagnosis klinis yang berasal dari proses eksklusi.

ATDH terjadi pada 2-28% pada pasien yang mendapat terapi OAT

Tidak ada pengertian yang pasti tentang ATDH.Namun menurut jurnal Antituberculosis

Drug-induced Hepatotoxicity , ATDH terjadi jika terjadi peningkatan alanine aminotranferase (ALT) 3-4 kali dari kadar normal.

OBAT ANTI TUBERCULOSIS (OAT)

Pada terapi TB terdapat 2 macam lini obat, namun pemakaian obat lini pertama lebih diutamakan.

METABOLISME DAN MEKANISME HEPATOTOKSIK

ISONIAZID

Metabolisme isoniazid

RIFAMPISIN

Mekanisme dari rifampisin menyebabkan hepatotoksik belum diketahui.

Namun, ketika rifampisin dikombinasikan dengan isoniazid, dapat meningkatkat resiko hepatotoksik.

rifampisin menginduksi hidrolisis dari isoniazid dan memacu peningkatan produksi hidrazine.

PIRAZINAMID

Mekanisme tentang bagaimana pirazinamid mengakibatkan hepatotoksik belum diketahui.

Beberapa hipotesis menyatakan bahwa pirazinamid mempengaruhi enzim yang bertugas pada konjugasi pada metabolisme di hati.

FAKTOR RESIKO

UmurJenis kelaminBody mass index (malnutrisi)Infeksi HIV/AIDSPenyakit hati sebelumnyaFaktor genetik

MONITORING PENGGUNAAN OAT

Menurut WHO, berdasarkan guidelines TREATMENT OF TUBERCULOSIS edisi 4, pemeriksaan laborat rutin tidak dianjurkan.

Namun edukasi pasien tentang gejala dari efek samping OAT lebih penting.

Dan mengobservasi pasien selama pasien kontrol tentang gejala gejala dari efek samping OAT.

Gejala yang mungkin muncul dari hepatotoksik karena OAT adalah jaundice, nyeri abdomen, mual, muntah, dan ashtenia.

Namun gejala tersebut tidak spesifik untuk menunjukan gangguan hati.

Sehingga ketika gejala muncul, konfirmasi tes laborat hati diperlukan.

Laboratory monitoring

pemeriksaan laboratorium yang diperlukan pada monitoring pemakaian obat OAT adalah

SGPT/ ALT : enzim ini lebih spesifik digunakan untuk penanda kerusakan hati dibandingkan dengan enzim lainnya.

SGOT/ AST : enzim ini juga meningkat ketika terdapat kerusakan hati, namun juga dapat meningkat ketika terdapat kerusakan otot, jantung dan hepar.

Bilirubin.

MANAGEMENT ANTITUBERCULOSIS DRUG-INDUCED

HEPATOXICITY (ATDH)

MENURUT WHO

Jika muncul gejala hepatotoksik karena OAT, pemberian OAT dihentikan

lakukan pemeriksaan tes fungsi hati, dan tunggu hingga menjadi normal. Jika pemeriksaan tes fungsi hati dalam batas normal, hingga gejala klinis menghilang.

Setelah itu mulailah pemberian rifampisin, setelah 3-7 hari, jika gejala hepatotoksik tidak muncul dan hasil tes fungsi hati normal, mulai lah dengan pemberian isoniazid.

Hindari penggunaan pirazinamid.

Jika rifampisin tidak dapat digunakan, maka disarankan pemberian isoniazid, etambutol dan streptomisin diikuti dengan 10 bulan isoniazid dan etambutol.

Jika isoniazid tidak dapat digunakan, maka diberikan 6-9 bulan rifampisin, pirazinamid dan etambutol.

Jika baik isoniazid atau rifampicin tidak dapat digunakan, maka berikan streptomisin, etambutol dan fluorokuinolon harus dilanjutkan untuk total 18-24 bulan.

ANJURAN LAIN WHO

Bila hepatitis karena OAT terjadi selama fase intensif pengobatan TB dengan isoniazid, rifampisin, pirazinamid dan etambutol: ketika hepatitis telah diatasi , mulai obat yang sama KECUALI menggantikan pirazinamid dengan streptomisin untuk 2 bulan terapi awal, diikuti dengan rifampisin dan isoniazid untuk tahap kelanjutan 6 bulan.

Bila hepatitis karena OAT terjadi selama fase lanjutan: ketika hepatitis telah diatasi, mulai kembali pemberian isoniazid dan rifampisin untuk menyelesaikan fase 4 bulan kelanjutan terapi.

Menurut American Thoracic Society Documents ( Hepatotoxicity of Antituberculosis Therapy)

Menurut jurnal Antituberculosis Drug-induced Hepatotoxicity : concise up-to-date review

M enurut PPDI

Bila Klinis (+) (Ikterik, gejala mual, muntah), maka OAT distop

Bila gejala (+) dan SGOT, SGPT > 3 kali, maka OAT distop

Bila gejala klinis (-), laboratorium terdapat kelainan (Bilirubin>2), maka OAT distop

SGOT dan SGPT >5 kali nilai normal, maka OAT distop

SGOT dan SGPT> 3 kali, maka teruskan pengobatan dengan pengawasan

Stop OAT yang bersifat hepatotoksik (RHZ)Setelah itu monitor klinis dan laboratorium,

bila klinis dan laboratorium kembali normal (bilirubin, SGOT dan SGPT), maka tambahkkan Isoniazid (H) desensitisasi sampai dengan dosis penuh 300 mg. selama itu perhatikan klinis dan periksa laboratorium saat Isoniazid dosis penuh. Bila klinis dan laboratorium kembali normal, tambahkan Rifampicin, desensitisasi sampai dengan dosis penuh (sesuai berat badan). Sehingga paduan obat menjadi RHES.

Pirazinamid tidak boleh diberikan lagi

top related