episiotomi fix
Post on 12-Aug-2015
248 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PHANTOM EPISIOTOMI
Kelompok B
Dekta Mufhizah 04114705081
Richard Togi Lumban Tobing 04114705030
Philosophia Ramadhan
Sugianto Mukmin 04114708060
Atika Meilandari 04108705036
Muhammad Tomy Edwardo 04091001074
Lia Purnasari 04091001073
Aditya Fresno Dwi Wardhana 04091401044
Pembimbing: dr.Iskandar Zulkarnain, Sp.OG(K)
2013
BAB 1
PENDAHULUAN
Episiotomi yang dikenal masyarakat pedesaan dengan istilah “digunting” merupakan
tindakan untuk memperlebar jalan lahir untuk mencegah terjadinya ruptura perineum yang
sering kali menjadi penyebab kesakitan pada ibu bersalin dan tingginya angka kesakitan pada
ibu nifas.
Episiotomi dikembangkan di Inggris pada tahun 1970 dan awal tahun 1980-an, dimana
saat itu tindakan episiotomi dipakai sekitar 50%. Tindakan episiotomi umumnya dilakukan
pada wanita yang baru pertama kali melahirkan. Namun kadang - kadang episiotomi
dilakukan juga pada persalinan berikutnya, tergantung situasinya. Bila akan terjadi robekan
maka dilakukan episiotomi
Prinsip tindakan episiotomi adalah pencegahan kerusakan yang lebih hebat pada
jaringan lunak akibat daya regang yang melebihi kapasitas adaptasi atau elastisitas jaringan
tersebut. Oleh sebab itu, pertimbangan untuk melakukan episiotomi harus mengacu pada
pertimbangan klinik yang tepat dan tehnik yang paling sesuai dengan kondisi yang sedang
dihadapi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Episiotomi adalah suatu tindakan insisi pada perineum yang menyebabkan
terpotongnya selaput lendir vagina, cincin selaput dara, jaringan pada septum
rektovaginal, otot-otot dan fasia perineum dan kulit sebelah depan perineum. 1
Episiotomi dalam arti sempit adalah insisi pudenda. Insisi ini dapat dibuat di
linea mediana (episiotomi mediana) atau dapat mulai di linea mediana tetapi
diarahkan ke lateral dan kebawah menjauhi rektum (episiotomi mediolateralis).
B. Tujuan
Tujuan episiotomi, yaitu membentuk insisi bedah yang lurus, sebagai pengganti
robekan tak teratur yang mungkin terjadi. Episiotomi dapat mencegah vagina robek
secara spontan, karena jika robekanya tidak teratur maka menjahitnya tidak rapi,
tujuan lain dari episiotomi adalah mempersingkat waktu ibu dalam mendorong
bayinya keluar. 2
Tindakan upaya episiotomi memiliki tujuan, berupa :
1. Mempercepat persalinan dengan memperlebar jalan lahir lunak
2. Mengendalikan robekan perineum untuk memudahkan menjahit
3. Menghindari robekan perineum spontan
4. Memperlebar jalan lahir pada operasi persalinan pervaginam.
C. Jenis Episiotomi3
Macam-macam Episiotomi
1. Episiotomi Medialis
Pada teknik ini insisi dimulai dari ujung terbawah introitus vagina sampai batas
atas otot-otot sfingter ani.
Cara anestesi yang dipakai adalah cara anestesi infiltrasi antara lain dengan
larutan procain 1%-2%; atau larutan lidonest 1%-2%; atau larutan xylocain 1%-
2%. Setelah pemberian anestesi, dilakukan insisi dengan mempergunakan gunting
yang tajam dimulai dari bagian terbawah introitus vagina menuju anus, tetapi tidak
sampai memotong pinggir atas sfingter ani, hingga kepala dapat dilahirkan. Bila
kurang lebar disambung ke lateral (episiotomi mediolateralis).
Untuk menjahit luka episiotomi medialis mula-mula otot perineum kiri dan
kanan dirapatkan dengan beberapa jahitan. Kemudian fasia dijahit dengan
beberapa jahitan. Lalu selaput lendir vagina dijahit pula dengan beberapa
jahitan. Terakhir kulit perineum dijahit dengan empat atau lima jahitan. Jahitan
dapat dilakukan secara terputus-putus (interrupted suture) atau secara jelujur
(continuous suture). Benang yang dipakai untuk menjahit otot, fasia, dan
selaput lendir adalah catgut khromik, sedang untuk kulit perineum dipakai
benang sutera.
a. Perineum digunting mulai dari ujung paling bawah introitus vagina menuju anus melalui kulit, selaput lender vagina, fasia dan otot perineum.
b. Otot perineum kiri dan kanan dijahit dan dirapatkan.c. Pinggir fasia kiri dan kanan dijahit dan dirapatkan.d. Selaput lendir vagina dan kulit perineum dijahit dengan benang sutera.
2. Episiotomi Mediolateralis
a. Pada teknik ini insisi dimulai dari bagian belakang introitus vagina menuju ke
arah belakang dan samping. Arah insisi dapat dilakukan ke arah kanan ataupun
kiri, tergantung pada kebiasaan orang yang melakukannya. Panjang insisi kira-
kira 4 cm.
b. Teknik menjahit luka pada episiotomi mediolateralis hampir sama dengan
teknik menjahit episiotomi medialis. Penjahitan dilakukan sedemikian rupa
sehingga setelah penjahitan selesai hasilnya lurus simetris.
a. Menjahit jaringan otot-otot dengan jahitan terputus-putusb. Benang jahitan pada otot-otot ditarikc. Selaput lendir vagina dijahitd. Jahitan otot-otot dikaitkane. Fasia dijahitf. Penutupan fasia selesaig. Kulit dijahit
3. Episiotomi Lateralis.
a. Pada teknik ini insisi dilakukan ke arah lateral mulai dari kira-kira pada jam 3
atau 9 menurut arah jarum jam.
b. Teknik ini sekarang tidak dilakukan lagi oleh karena banyak menimbulkan
komplikasi. Luka insisi dapat melebar ke arah dimana terdapat pembuluh darah
pudendeal interna, sehingga dapat menimbulkan perdarahan yang banyak.
Selain itu parut yang terjadi dapat menimbulkan rasa nyeri yang mengganggu
penderita.
4. Insisi Schuchardt.
Jenis ini merupakan variasi dari episiotomi mediolateralis, tetapi sayatannya
melengkung ke arah bawah lateral, melingkari rektum, serta sayatannya lebih
lebar.
D. Indikasi dan Kontraindikasi4
Indikasi
Indikasi episiotomi dapat berasal dari faktor ibu maupun faktor janin.
Indikasi ibu antara lain adalah:
a. Primigravida umumnya
b. Perineum kaku dan riwayat robekan perineum pada persalinan yang lalu
c. Apabila terjadi peregangan perineum yang berlebihan misalnya
padapersalinan sungsang, persalinan dengan cunam, ekstraksi vakum
dan anak besar
d. Arkus pubis yang sempit
Indikasi janin antara lain adalah:
a. Sewaktu melahirkan janin prematur. Tujuannya untuk mencegah
terjadinya trauma yang berlebihan pada kepala janin.
b. Sewaktu melahirkan janin letak sungsang, letak defleksi, janin besar.
c. Pada keadaan dimana ada indikasi untuk mempersingkat kala II seperti
pada gawat janin, tali pusat menumbung.
Kontraindikasi
a. Bila persalinan tidak berlangsung pervaginam
b. Bila terdapat kondisi untuk terjadinya perdarahan yang banyak seperti
penyakit kelainan darah maupun terdapatnya varises yang luas pada vulva dan
vagina.
E. Saat Melakukan Episiotomi
1. Episiotomi sebaiknya dilakukan ketika kepala bayi meregang perineum pada
janin matur, sebelum kepala sampai pada otot-otot perineum pada janin matur.
Bila episiotomi dilakukan terlalu cepat, maka perdarahan yang timbul dari luka
episiotomi bisa terlalu banyak, sedangkan bila episiotomi dilakukan terlalu
lambat maka laserasi tidak dapat dicegah. sehingga salah satu tujuan episiotomi
itu sendiri tidak akan tercapai.
2. Episiotomi biasanya dilakukan pada saat perineum menipis dan pucat serta kepala
janin sudah terlihat dengan diameter 3 - 4 cm pada saat kontraksi . Jika dilakukan
bersama dengan penggunaan ekstraksi forsep, sebagian besar dokter melakukan
episiotomi setelah pemasangan sendok atau bilah forsep.
3. Pertama pegang gunting tajam disinfeksi tingkat tinggi atau steril dengan satu
tangan, kemudian letakkan jari telunjuk dan jari tengah di antara kepala bayi dan
perineum searah dengan rencana sayatan. Hal ini akan melindungi kepala bayi
dari gunting dan meratakan perineum sehingga membuatnya lebih mudah di
episiotomi.
4. Setelah itu, tunggu fase acme (puncak his). Kemudian selipkan gunting dalam
keadaan terbuka di antara jari telunjuk dan tengah. Gunting perineum mengarah
ke sudut yang diinginkan untuk melakukan episiotomi, misalnya episiotomi
mediolateral dimulai dari fourchet (komissura posterior) 45 derajat ke lateral kiri
atau kanan. Pastikan untuk melakukan palpasi/ mengidentifikasi sfingter ani
eksternal dan mengarahkan gunting cukup jauh kearah samping untuk
rnenghindari sfingter.
5. Gunting perineum sekitar 3-4 cm dengan arah mediolateral menggunakan satu
atau dua guntingan yang mantap. Hindari “menggunting” jaringan sedikit
demi sedikit karena akan menimbulkan tepi yang tidak rata sehingga akan
menyulitkan penjahitan dan waktu penyembuhannya lebih lama.
6. Jika kepala bayi belum juga lahir, lakukan tekanan pada luka episiotomi dengan
di lapisi kain atau kasa disinfeksi tingkat tinggi atau steril di antara kontraksi
untuk membantu mengurangi perdarahan. Karena dengan melakukan tekanan
pada luka episiotomi akan menurunkan perdarahan.
7. Kendalikan kelahiran kepala, bahu dan badan bayi untuk mencegah perluasan
episiotomi.
8. Setelah bayi dan plasenta lahir, periksa dengan hati-hati apakah episiotomi,
perineum dan vagina mengalami perluasan atau laserasi, lakukan penjahitan jika
terjadi perluasan episiotomi atau laserasi tambahan.
F. Penjahitan Luka Episiotomi
Tujuan menjahit laserasi atau episiotomi adalah untuk menyatukan kembali
jaringan tubuh (mendekatkan) dan mencegah kehilangan darah yang tidak perlu
(memastikan hemostasis). Ingat bahwa setiap kali jarum masuk ke dalam jaringan
tubuh, jaringan akan terluka dan menjadi tempat yang potensial untuk timbulnya
infeksi. Oleh sebab itu pada saat menjahit laserasi atau episiotomi gunakan benang
yang cukup panjang dan gunakan sesedikit mungkin jahitan untuk mencapai tujuan
pendekatan dan hemostasis.
Keuntungan-keuntungan teknik penjahitan jelujur:
1. Mudah dipelajari (hanya perlu belajar satu jenis penjahitan dan satu atau dua
jenis simpul)
2. Tidak terlalu nyeri karena lebih sedikit benang yang digunakan
3. Menggunakan lebih sedikit jahitan
Mempersiapkan penjahitan :
1. Bantu ibu mengambil posisi litotomi sehingga bokongnya berada di tepi
tempat tidur atau meja. Topang kakinya dengan alat penopang atau minta
anggota keluarga untuk memegang kaki ibu sehingga ibu tetap berada dalam
posisi litotomi.
2. Tempatkan handuk atau kain bersih di bawah bokong ibu.
3. Jika mungkin, tempatkan lampu sedemikian rupa sehingga perineum bisa
dilihat dengan jelas.
4. Gunakan teknik aseptik pada saat memeriksa robekan atau episiotomi,
memberikan anestesi lokal dan menjahit luka.
5. Cuci tangan menggunakan sabun dan air bersih yang mengalir.
6. Pakai sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau yang steril.
7. Dengan menggunakan teknik aseptik, persiapkan peralatan dan bahan-bahan
disinfeksi tingkat tinggi untuk penjahitan.
8. Duduk dengan posisi santai dan nyaman sehingga luka bisa dengan mudah
dilihat dan penjahitan bisa dilakukan tanpa kesulitan.
9. Gunakan kain/kasa disinfeksi tingkat tinggi atau bersih untuk menyeka vulva,
vagina dan perineum ibu dengan lembut, bersihkan darah atau bekuan darah
yang ada sambil menilai dalam dan luasnya luka.
10. Periksa vagina, serviks dan perineum secara lengkap. Pastikan bahwa
laserasi/sayatan perineum hanya merupakan derajat satu atau dua. Jika
laserasinya dalam atau episiotomi telah meluas, periksa lebih jauh untuk
memeriksa bahwa tidak terjadi robekan derajat tiga atau empat. Masukkan
jari yang bersarung tangan ke dalam anus dengan hati-hati dan angkat jari
tersebut perlahan-lahan untuk mengidentifikasi sfingter ani. Raba tonus atau
ketegangan sfingter. Jika sfingter terluka, ibu mengalami laserasi derajat tiga
atau empat dan harus dirujuk segera. Ibu juga dirujuk jika mengalami laserasi
serviks.
11. Ganti sarung tangan dengan sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril
yang baru setelah melakukan pemeriksaan rektum.
12. Berikan anestesia lokal.
13. Siapkan jarum (pilih jarum yang batangnya bulat, tidak pipih) dan benang.
Gunakan benang kromik 2-0 atau 3-0. Benang kromik bersifat lentur, kuat,
tahan lama dan paling sedikit menimbulkan reaksi jaringan.
14. Tempatkan jarum pada pemegang jarum dengan sudut 90 derajat, jepit dan
jepit jarum tersebut.
Dalam penjahitan episiotomi, penting menggunakan benang yang dapat diserap
untuk menutup robekan. Benang poliglikolik lebih dipilih dibandingkan catgut
kromik karena kekuatan regangannya, bersifat non alergenik, kemungkinan
komplikasi infeksi dan kerusakan episiotominya lebih rendah. Catgut kromik dapat
digunakan sebagai alternative, tetapi bukan benang yang ideal.
G. Penyembuhan Luka Episiotomi
Proses penyembuhan sangat dihubungi oleh usia, berat badan, status nutrisi,
dehidrasi, aliran darah yang adekuat ke area luka, dan status imunologinya.
Penyembuhan luka sayatan episiotomi yang sempurna tergantung kepada beberapa
hal. Tidak adanya infeksi pada vagina sangat mempermudah penyembuhan.
Keterampilan menjahit juga sangat diperlukan agar otot-otot yang tersayat diatur
kembali sesuai dengan fungsinya atau jalurnya dan juga dihindari sedikit mungkin
pembuluh darah agar tidak tersayat. Jika sel saraf terpotong, pembuluh darah tidak
akan terbentuk lagi.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Penyembuhan Luka
1. Status nutrisi yang tidak tercukupi memperlambat penyembuhan luka
2. Kebiasaan merokok dapat memperlambat penyembuhan luka
3. Penambahan usia memperlambat penyembuhan luka
4. Peningkatan kortikosteroid akibat stress dapat memperlambat penyembuhan
luka
5. Ganguan oksigenisasi dapat mengganggu sintesis kolagen dan menghambat
epitelisasi sehingga memperlambat penyembuhan luka
6. Infeksi dapat memperlambat penyembuhan luka
Menurut Walsh (2008) proses penyembuhan terjadi dalam tiga fase, yaitu:
1. Fase 1: Segera setelah cedera, respons peradangan menyebabkan peningkatan
aliran darah ke area luka, meningkatkan cairan dalam jaringan,serta
akumulasi leukosit dan fibrosit. Leukosit akan memproduksi enzim
proteolitik yang memakan jaringan yang mengalami cedera.
2. Fase 2: Setelah beberapa hari kemudian, fibroblast akan membentuk benang
– benang kolagen pada tempat cedera.
3. Fase 3: Pada akhirnya jumlah kolagen yang cukup akan melapisi jaringan
yang rusak kemudian menutup luka.
H. Anastesi Lokal Pada Episiotomi4
Obat anastesi disuntikkan disekitar daerah operasi dengan cara infiltrasi. Pada
episiotomi, infiltrasi obat anastesi harus mengenai mukosa vagina dan kulit perineum.
I. Prosedur Tindakan Episiotomi
PROSEDUR/LANGKAH KLINIK
1 PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIK
1.1 Memperkenalkan diri selaku petugas yang akan menolong pasien
1.2 Menjelaskan diagnosis dan penanganan luka episiotomi dan robekan perineum
1.3 Menjelaskan pula bahwa setiap tindakan medik mempunyai risiko
1.4 Memastikan bahwa pasien dan keluarganya telah mengerti semua aspek diatas
1.4 Memberi kesempatan pasien dan keluarganya mendapat penjelasan ulang
1.6 Membuat Persetujuan Tindakan Medik tertulis dan memasukkan kedalam catatan medik pasien
2 PERSIAPAN SEBELUM TINDAKAN
2.1 Memeriksa dan menyiapkan peralatan
2.2 Menjelaskan pada ibu untuk tidur terlentang dengan posisi kaki ½ flexi
3 PENCEGAHAN INFEKSI SEBELUM TINDAKAN
3.1 Mencuci tangan dan lengan sampai siku dan keringkan dengan handuk DTT
3.2 Memakai baju dan perlengkapan kamar tindakan dan sarung tangan tindakan DTT/ steril
4 EPISIOTOMI
4.1 Anestesi Lokal
4.1.1 Jelaskan pada ibu tentang apa yang akan dilakukan dan bantulah agar ibu merasa tenang
4.1.2 Pasanglah jarum no.22 pada semprit 10 ml, kemudian isi semprit dengan bahan anestesi (lidokain HCl 1% atau Xilokain 10 mg/ml)
4.1.3 Letakkan 2 jari (telunjuk dan jari tengah) di antara kepala dan janin daN perineum. Masuknya bahan anestesi (secara tidak sengaja) ke dalam sirkulasi bayi, dapat menimbulkan akibat fatal, oleh sebab itu gunakan jari-jari penolong sebagai pelindung kepala bayi.
4.1.4 Tusukkan jarum tepat di bawah kulit perineum pada daerah comissura posterior (fourchette) yaitu bagian sudut bawah vulva
4.1.5 Arahkan jarum dengan membuat sudut 450 ke sebelah kiri(atau kanan) garis tengah perineum. Lakukan aspirasi untuk memastikan bahwa ujung jarum tidak
memasuki pembuluh darah (terlihat cairan darah dalam semprit). (Intravasasi
bahan anestesi lokal kedalam pembuluh darah, dapat menyebabkan syok pada
ibu)
4.1.6 Sambil menarik mundur jarum suntik, infiltrasikan 5-10 ml lidokain 1%
4.1.7 Tunggu 1-2 menit agar efek anestesi bekerja maksimal, sebelum episiotomy dilakukan.
-Penipisan dan peregangan perineum berperan sebagai anestesi alamiah.
-Apabila kepala bayi menjelang ke luar, lakukan episiotomi dengan segera.
* Jika kepala janin tidak segera lahir, tekan insisi episiotomi di antara his sebagai upaya untuk mengurangi perdarahan
* Jika selama melakukan penjahitan robekan vagina dan perineum, ibu masih merasakan nyeri, tambahkan 10 ml lidokain 1% pada daerah nyeri
* Penyuntikan sambil menarik mundur, bertujuan untuk mencegah akumulasi
bahan anestesi hanya pada satu tempat dan mengurangi kemungkinan penyuntikan ke dalam pembuluh darah.
4.2 Tindakan Episiotomi
4.2.1 Pegang gunting yang tajam dengan satu tangan.
4.2.2 Letakkan jari telunjuk dan tengah di antara kepala bayi dan perineum, searah dengan rencana sayatan
4.2.3 Tunggu fase acme (Puncak His) kemudian selipkan gunting dalam keadaan terbuka di antara telunjuk dan tengah
4.2.4 Gunting perineum, dimulai dari fourchet (comissura posterior) 45O ke lateral (kiri atau kanan)
4.2.5 Lanjutkan pimpinan persalinan
4.3 Penjahitan Luka Episiotomi
4.3.1 Atur posisi ibu menjadi posisi litotomi dan arahkan cahaya lampu sorot pada daerah yang benar
4.3.2 Keluarkan sisa darah dari dalam lumen vagina, bersihkan daerah vulva dan perineum
4.3.3 Kenakan sarung tangan yang bersih/DTT. Bila diperlukan pasanglah tampon atau kasa ke dalam vagina untuk mencegah darah mengalir ke daerah yang akan dijahit
4.3.4 Letakkan handuk atau kain bersih di bawah bokong ibu
4.3.5 Uji efektifitas anestesi lokal yang diberikan sebelum episiotomi masih bekerja (sentuhkan ujung jarum pada kulit tepi luka). Jika terasa sakit, tambahkan anestesi lokal sebelum penjahitan dilakukan
4.3.6 Atur posisi penolong sehingga dapat bekerja dengan leluasa dan aman dari cemaran
4.3.7 Telusuri daerah luka menggunakan jari tangan dan tentukan secara jelas batas luka. Lakukan jahitan pertama kira-kira 1 cm di atas ujung luka di dalam vagina. Ikat dan potong salah satu ujung dari benang dengan menyisakan benang kurang lebih 0,5 cm
4.3.8 Jahitlah mukosa vagina dengan menggunakan jahitan jelujur dengan jerat ke bawah sampai lingkaran sisa himen
4.3.9 Kemudian tusukkan jarum menembus mukosa vagina di depan himen dan keluarkan pada sisi dalam luka perineum. Periksa jarak tempat keluarnya jarum di perineum dengan batas atas irisan episiotomi
4.3.10 Lanjutkan jahitan jelujur dengan jerat pada lapisan subkutis dan otot sampai ujung luar luka (pastikan setiap jahitan pada ke dua sisi memiliki ukuran yang sama dan lapisan otot tertutup dengan baik)
4.3.11 Setelah mencapai ujung luka, balikkan arah jarum ke lumen vagina dan mulailah merapatkan kulit perineum dengan jaitan subkutikuler
4.3.12 Bila telah mencapai lingkaran himen, tembuskan jarum keluar mukosa vagina
pada sisi yang berlawanan dari tusukkan terakhir subkutikuler
4.3.13 Tahan benang (sepanjang 2 cm) dengan klem, kemudian tusukkan kembali jarum pada mukosa vagina dengan jarak 2 mm dari tempat keluarnya benang dan silangkan ke sisi berlawanan hingga menembus mukosa pada sisi berlawanan
4.3.15 Ikat benang yang dikeluarkan dengan benang pada klem dengan simpul kunci
4.3.16 Lakukan kontrol jahitan dengan pemeriksaan colok dubur (lakukan tindakan yang sesuai bila diperlukan)
4.3.17 Tutup jahitan luka episiotomi dengan kasa yang dibubuhi cairan antiseptik
5 PENCEGAHAN INFEKSI PASCA TINDAKAN
5.1 Kumpulkan dan masukkan instrumen kedalam wadah yang berisi khlorin 0,5%
5.2 Kumpulkan bahan habis pakai dan masukkan ke tempat sampah medis
5.3 Bubuhilah benda-benda didalam kamar tindakan yang terkena darah atau
cairan tubuh pasien dengan khlorin 0,5%
5.4 Bersihkanlah sarung tangan, dilepaskan dan direndam dalam khlorin 0,5%
5.5 Cuci tangan dengan sabun dalam air mengalir
5.6 Keringkan tangan dengan handuk/kertas tissue yang bersih
6 PERAWATAN PASCA TINDAKAN
6.1 Periksa tanda vital pasien
6.2 Catat kondisi pasien dan buat laporan tindakan dalam status pasien
6.3 Buat insruksi pengobatan lanjutan dan pemantauan kondisi pasien
6.4 Memberitahu pasien dan keluarganya bahwa tindakan telah selesai
6.5 Tegaskan kepada perawat untuk menjalankan instruksi dan pengobatan serta melaporkan segera apabila ditemukan perubahan pascatindakan
J. Anatomi dan Fisiologi
1. Anatomi Organ Genetalia Eksterna
Gambar 2: Organ Genetalia Eksterna Pada Wanita
( Sumber: Wiknjo Sastro, 2002)
Keterangan :
Mons Veneris
Mons veneris adalah bagian menonjol diatas simfisis. Pada wanita dewasa
ditutupi oleh rambut kemaluan.pada wanita umumnya batas atasnya melintang
sampai pinggir atas simfisis,sedangkan ke bawah sampai sekitar anus dan
paha.
Labia Mayora (bibir-bibir besar)
Terdiri atas bagian kanan dan kiri, lonjong mengecil ke bawah,terisi jaringan
lemak serupa dengan yang ada di monsveneris.Ke bawah dan belakang kedua
labia mayora bertemu dan membentuk kommisura posterior.
Labia Minora (bibir-bibir kecil)
Labia Minora adalah suatu lipatan tipis dari kulit sebelah dalam bibir besar.Ke
depan kedua bibir kecil bertemu dan membentuk diatas klitoris preputium
klitoridis dan dibawah klitoris frenulum klitoridis.Ke belakang kedua bibir
kecil bersatu dan membentuk fossa navikulare. Kulit yang meliputi bibir kecil
mengandung banyak glandula sebasea dan urat saraf yang menyebabkan bibir
kecil sangat sensitif dan dapat mengembang.
Klitoris
Kira-kira sebesar kacang ijo tertutup oleh preputium klitoridis, terdiri atas
glans klitoridis ,korpus klitoridis, dan dua krura yang menggantungkan klitoris
ke os pubis. Glans klitoridis terdiri atas jaringan yang dapat
mengembang ,penuh urat saraf dan amat sensitif.
Vulva
Bentuk lonjong dengan ukuran panjang dari muka ke belakang dan dibatasi
dimuka oleh klitoris, kanan dan kiri oleh kedua bibir kecil dan dibelakang oleh
perineum; embriologik sesuai sinus urogenitalis.Di vulva 1-1,5 cm di bawah
klitoris ditemukan orifisium uretra eksternum (lubang kemih) berbentuk
membujur 4-5 mm dan .tidak jauh dari lubang kemih di kiri dan kanan
bawahnya dapat dilihat dua ostia skene.Sedangkan di kiri dan bawah dekat
fossa navikular terdapat kelenjar bartholin, dengan ukuran diameter ± 1 cm
terletak dibawah otot konstriktor kunni dan mempunyai saluran kecil panjang
1,5-2 cm yang bermuara di vulva.Pada koitus kelenjar bartolin mengeluarkan
getah lendir.
Bulbus Vestibuli Sinistra et Dekstra
Terletak di bawah selaput lendir vulva dekat ramus os pubis, panjang 3-4
cm ,lebar 1-2 cm dan tebal 0,51- 1cm; mengandung pembuluh darah, sebagian
tertutup oleh muskulus iskio kavernosus dan muskulus konstriktor vagina.Saat
persalinan kedua bulbus tertarik ke atas ke bawah arkus pubis, tetapi bagian
bawahnya yang melingkari vagina sering mengalami cedera dan timbul
hamatoma vulva atau perdarahan.
Introitus Vagina
Mempunyai bentuk dan ukuran berbeda , ditutupi selaput dara (hymen).
Himen mempunyai bentuk berbeda – beda.dari yang semilunar (bulan sabit)
sampai yang berlubang- lubang atau yang ada pemisahnya(septum);
konsistensinya dari yang kaku sampai yang lunak sekali. Hiatus himenalis
(lubang selaput dara) berukuran dari yang seujung jari sampai yang mudah
dilalui oleh 2 jari. Umumnya himen robek pada koitus. Robekan terjadi pada
tempat jam 5 atau jam 7 dan sampai dasar selaput dara. Sesudah persalinan
himen robek pada beberapa tempat.
Perineum
Terletak antara vulva dan anus , panjangnya rata-rata 4 cm.
2. Fisiologi Organ Reproduksi Wanita
Adaptasi Fisiologis Pada Post Partum :
Proses Involusi
Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah melahirkan
disebutinvolusi. Proses dimulai setelah plasenta keluar akibat konstraksi otot-
otot polos uterus. Pada akhir persalinan tahap III, uterus berada digaris
tengah, kira-kira 2 cm dibawah umbilikus dengan fundus bersandar pada
promontorium sakralis. Ukuran uterus saat kehamilan enam minggu beratnya
kira15 kira 1000 gr. Dalam waktu 12 jam, tinggi fundus kurang lebih 1 cm
diatas umbilikus. Fundus turun kira-kira 1-2 cm setiap 24 jam. Pada hari
keenam fundus normal berada dipertengahan antara umbilikus dan simfisis
fubis. Seminggu setelah melahirkan uterus berada didalam panggul sejati
lagi, beratnya kira-kira 500 gr, dua minggu beratnya 350 gr, enam minggu
berikutnya mencapai 60 gr (Bobak, 2004: 493).
Konstraksi Uterus
Intensitas kontraksi uterus meningkat segera setelah bayi lahir, diduga
adanya penurunan volume intrauterin yang sangat besar. Hemostatis
pascapartum dicapai akibat kompresi pembuluh darah intramiometrium,
bukan oleh agregasi trombosit dan pembentukan pembekuan. Hormon
desigen dilepas dari kelenjar hipofisis untuk memperkuat dan mengatur
konstraksi. Selama 1-2 jam I pascapartumintensitas konstraksi uterus bisa
berkurang dan menjadi tidak teratur, karena untuk mempertahankan
kontraksi uterus biasanya disuntikkan aksitosan secara intravena atau
intramuscular diberikan setelah plasenta lahir (Bobak, 2004: 493).
Tempat Plasenta
Setelah plasenta dan ketuban dikeluarkan, kontriksi vaskuler dan trombosis
menurunkan tempat plasenta ke suatu area yang meninggi dan bernodul tidak
teratur. Pertumbuhan endometrium menyebabkan pelepasan jaringan
nekrotik dan mencegah pembentukan jaringan parut yang menjadi
karakteristik penyembuhan luka. Proses penyembuhan memampukan
endometrium menjalankan siklusnya seperti biasa dan memungkinkan
implantasi untuk kehamilan dimasa yang akan datang. Regenerasi
endometrium selesai pada akhir minggu ketiga pascapartum, kecuali bekas
tempat plasenta (Bobak, 2004: 493).
Lochea
Lochea adalah rabas uterus yang keluar setelah bayi lahir, mula-mula
berwarna merah lalu menjadi merah tua atau merah coklat. Rabas
mengandung bekuan darah kecil. Selama 2 jam pertama setelah lahir, jumlah
cairan yang keluar dari uterus tidak boleh lebih dari jumlah maksimal yang
keluar selama menstruasi.Lochea rubra mengandung darah dan debris
desidua dan debris trofoblastik.Aliran menyembur menjadi merah muda dan
coklat setelah 3-4 hari (lochea serosa). lochea serosa terdiri dari darah lama
(old blood), serum, leukosit dan debris jaringan. Sekitar 10 hari setelah bayi
lahir, warna cairan ini menjadi kuning sampai putih (lochea alba). Lochea
alba mengandung leukosit, desidua, sel epitel, mucus, serum dan bakteri.
Lochea alba bertahan selama 2-6 minggu setelah bayi lahir (Bobak, 2004:
494).
Serviks
Serviks menjadi lunak setelah ibu malahirkan. 18 jam pascapartum, serviks
memendek dan konsistensinya lebih padat kembali kebentuk semula. Muara
serviks berdilatasi 10 cm, sewaktu melahirkan, menutup bertahap 2 jari
masih dapat dimasukkan Muara serviks hari keempat dan keenam
pascapartum (Bobak, 2004: 495).
Vagina dan Perinium
Estrogen pascapartum yang menurun berperan dalam penipisan mucosa
vagina dan hilangnya rugae. Vagina yang semula sangat teregang akan
kembali secara bertahap keukuran sebelum hamil, 6-8 minggu setelah bayi
lahir . Rugae akan kembali terlihat pada sekitar minggu keempat (Bobak,
2004:495).
K. ROBEKAN JALAN LAHIR5
Robekan Perineum
Ada beberapa penyebab robekan pada perineum, antara lain :
1. Kepala janin terlalu cepat lahir
2. Persalinan tidak dipimpin sebagaimana mestinya
3. Sebelumnya pada perineum terdapat banyak jaringan parut
4. Pada persalinan dengan distosia bahu.
Laserasi vagina dan perineum diklasifikasikan menjadi derajat I-IV, yaitu :
1. Laserasi derajat I melibatkan fourchette, kulit perineum, dan membran
mukosa vagina tapi tidak mengenai fascia dan otot. Penjahitan robekan
perineum derajat I dapat dilakukan hanya dengan catgut yang dijahitkan
secara kontinu atau dengan cara angka delapan.
Gambar 2. Laserasi Derajat I
2. Laserasi derajat II melibatkan fascia dan otot (muskulus perinei transversalis)
dari badan perineum tapi tidak mengenai sfinkter anus. Robekan ini biasanya
melebar ke atas pada salah satu atau kedua sisi vagina, membentu luka
segitiga yang ireguler. Sebelum dilakukan penjahitan pada robekan perineum
tingkat II atau III, jika dijumpai pinggir robekan yang tidak rata atau
bergerigi, maka pinggir yang bergerigi tersebut harus diratakan terlebih
dahulu. Pinggir robekan sebelah kiri dan kanan masing-masing diklem
terlebih dahulu, kemudian digunting. Setelah pinggir robekan rata, baru
dilakukan penjahitan luka robekan. Mula-mula otot dijahit dengan catgut.
Kemudian selaput lendir vagina dijahit dengan catgut secara interuptus atau
kontinu. Penjahitan selaput lendir vagina dimulai dari puncak robekan.
Terakhir kulit perineum dijahit dengan benang secara interuptus.
Gambar 3. Laserasi Derajat II
3. Laserasi derajat III meluas melewati kulit, membran mukosa, dan badan
perineum, dan melibatkan sfinkter anus. Sama seperti teknik menjadi pada
laserasi derajat 2, namun otot-otot levator ani dijahit terlebih dahulu dengan
jahitan interuptus.
Gambar 4. Laserasi Derajat III
4. Laserasi derajat IV meluas sampai mukosa rektum sampai ke lumen rektum.
Robekan di daerah uretra dengan perdarahan hebat bisa menyertai laserasi
tipe ini. Teknik menjahit : Mula-mula dinding depan rektum yang robek
dijahit. Kemudian fasia perirektal dan fasia septum rektovaginal dijahit
dengan catgut kromik, sehingga bertemu kembali. Ujung-ujung otot sfingter
ani yang terpisah oleh karena robekan dikelm dengan klem Pean lurus,
kemudian dijahit dengan 2-3 jahitan catgut kromik sehingga bertemu
kembali. Selanjutnya robekan dijahit lapis demi lapis seperti menjahit
robekan perineum tingkat II.
Gambar 5. Laserasi Derajat IV
Robekan Vulva
Perlukaan vulva sering terjadi pada waktu persalinan. Jika diperiksa dengan cermat, akan sering terlihat robekan-robekan kecil pada labium minus, vestibulum, atau bagian belakang vulva. Jika robekan atau lecet hanya kecil dan tidakmenimbulkan perdarahan banyak, tidak perlu dilakukan tindakan apa-apa. Tetapi jika luka robek agak besar dan banyak berdarah, lebih-lebih jika robekan terjadi pada pembuluh darah di daerah klitoris, perlu dilakukan penghentian perdarahan dan penjahitan luka robekan. Luka robekan dijahit dengan catgut secara interuptus ataupun kontinu. Jika luka robekan terdapat di sekitar orifisium uretra atau diduga mengenai vesika urinaria, sebaiknya sebelum dilakukan penjahitan, dipasang dulu kateter tetap.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Episiotomi adalah suatu tindakan insisi pada perineum yang menyebabkan
terpotongnya selaput lendir vagina, cincin selaput dara, jaringan pada septum
rektovaginal, otot-otot dan fasia perineum dan kulit sebelah depan perineum.
Episiotomi bertujuan untuk membentuk insisi bedah yang lurus, sebagai pengganti
robekan tak teratur yang mungkin terjadi. Episiotomi terdiri atas beberapa macam,
antara lain episiotomi medial, mediolateralis, lateral dan Insisi Schuchardt. Tujuan
menjahit laserasi atau episiotomi adalah untuk menyatukan kembali jaringan tubuh
(mendekatkan) dan mencegah kehilangan darah yang tidak perlu (memastikan
hemostasis). Ingat bahwa setiap kali jarum masuk ke dalam jaringan tubuh, jaringan
akan terluka dan menjadi tempat yang potensial untuk timbulnya infeksi. Proses
penyembuhan sangat dihubungi oleh usia, berat badan, status nutrisi, dehidrasi, aliran
darah yang adekuat ke area luka, dan status imunologinya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Prawirohardjo S. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
2. Cunningham FG, et al. 2010. Williams Obstetrics, ed. 23. Appleton and Lange.3. Wiknjosastro,Hanifa. 2007. Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawiroharjo.4. Rusda,Muammad. 2004. Anastesi Infiltrasi pada Episiotomi. USU Digital Library.5. Bonica, John J. Principles and Practice of Obstetric Analgesia and Anesthesia, FA
Davis Co. Philadelphia, 2nd ed, 1995;501-5136. Sastrawinata S. Obstetri Patologi : Ilmu Kesehatan Reproduksi, ed. 2. Bandung :
EGC, hal. 179-186.
top related