efektifitas pertanggung jawaban pidana penjara bagi pelaku tindak pidana kekerasan geng motor...
Post on 29-Jul-2015
307 Views
Preview:
TRANSCRIPT
EFEKTIFITAS PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA PENJARA BAGI
PELAKU TINDAK PIDANA KEKERASAN GENG MOTOR
DIHUBUNGKAN DENGAN
USAHA-USAHA PERLINDUNGAN ANAK DI INDONESIA
Anak adalah tulang punggung bangsa dan anak adalah generasi penerus
bangsa. Kata-kata tersebut adalah suatu hal yang terus direproduksi dalam usaha-
usaha untuk melindungi kepentingan dan hak-hak anak yang terjerat kasus hukum
khususnya ditujukan pada criteria anak dengan usia di bawah 18 tahun yang
terjerat kasus tindak pidana kekerasan geng motor yang telah mengakibatkan
korban jiwa. Betapa sakralnya hak-hak anak ini dalam kata-kata di kalimat
pembuka di atas sehingga anak terus diagungkan untuk menjadi tumpuan dan
harapan dalam menyongsong hari esok Indonesia yang lebih baik .
Ketika seorang anak ditempatkan dalam posisi yang bersifat sentral
terlepas dari tindak pidana yang telah dilakukannya, sejatinya pula terhadap anak
ini perlu adanya perlindungan akan hak-hak dasarnya. Termasuk hak untuk
memajukan pola pikirnya serta khususnya memajukan hak seorang anak dalam
pemenuhan akan standar pendidikan di Indonesia.
Umumnya yang terjadi di masyarakat yang berbuat kejahatan dan
melanggar aturan maka akan dikenai hukuman yang biasa dipakai yakni penjara.
Dan menjadi ironis jika hal tersebut terjadi pada anak-anak dengan usia di bawah
18 tahun dengan mengacu pada Undang-undang Perlindungan Anak harus
merasakan penjara atas perbuatan pidana yang telah dilakukan yang tentunya
1
mereka akan kehilangan hak-haknya yang terpenting yakni pendidikan. Hal
tersebut akan terjadi pada pelaku tindak pidana kekerasan geng motor yang para
pelakunya masih berusia belasan tahun dan masih duduk di bangku SMU
sehingga apabila pidana penjara diberlakukan baginya maka tentu haknya untuk
mendapatkan pendidikan akan berkurang bahkan tidak akan terpenuhi.
BAB I
POSISI KASUS DAN PERMASALAHAN HUKUM
1. Posisi Kasus
Melihat fenomena yang terjadi belakangan ini mengenai aksi ulah para
Geng Motor yang dalam salah satu ulahnya telah menewaskan salah seorang
anggota TNI AL dan masih banyak ulah-ulah geng motor ini dalam
mengganggu ketertiban masyarakat, selain melukai atau membahayakan nyawa
dan keselamatan orang lain juga mereka merusak fungsi dari fasilitas umum.
Kepolisian yang merupakan salah satu sub sistem dari keseluruhan sistem
peradilan pidana Pihak aparat peneggak hukum (polisi) harus bertindak ekstra
cepat dalam menanggulangi masalah geng motor ini, karena kepolisian
merupakan salah satu sub sistem dari keseluruhan sistem peradilan pidana.1
Setidaknya setelah ditangkapnya para pelaku geng motor yang
melakukan tindakan kekerasan terhadap orang yang tak bersalah tersebut diatas
dapat pula sedikit terkuak mengenai seluk beluk geng motor. Geng motor
1IS.Heru Permana, Politik Kriminal, (Yogyakarta, 2007).
2
adalah sebagai sebuah kumpulan orang dalam masyarakat yang memiliki hobi
yang sama dalam hal motor hingga hal apa atau perbuatan apa saja yang telah
dilakukannya sengaja diatur untuk suatu tujuan tertentu.2 Geng motor yang
beberapa waktu lalu melakukan aksi yang sangat kontroversial karena aksinya
tersebut dengan melakukan kekerasan berupa penganiayaan terhadap orang lain
hingga meninggal dunia dapat mempermudah pihak Kepolisian. Kepolisian
sebagai penegak hukum melalui kebijakannya dapat menegakkan norma-norma
hukum dalam masyarakat.3 Kepolisian sebagai penegak hukum melalui
kebijakannya dalam menegakkan norma-norma sentral dalam masyarakat
dapat terwujud hingga ketertiban, perlindungan, pengayoman serta pelayanan
kepada masyarakat dapat terlaksanakan tanpa kecuali..4
Setelah adanya pelaku kekerasan yang yang dilakukan oleh anggota
geng motor ditangkap polisi, maka dapat diketahui bahwa sebenarnya anggota
geng motor atau para pelaku yang melakukan aksi kekerasan dengan cara
penganiayaan terhadap orang lain hingga meninggal dunia tersebut, ternyata
kebanyakan dari usia mereka yang terlibat adalah masih berusia belasan tahun
dan kebanyakan pula dari mereka masih tercatat sebagai siswa Sekolah
Menengah Umum (SMU).
2CST, Kansil, Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia,
(Jakarta, 1989).
3Barda Nawawi Arif, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, (Bandung, 2005).
4Bunyi Pasal 2 Undang-undang No.2 tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
3
Dengan mengingat usia anggota geng motor serta para pelaku
kekerasan yang menamakan dirinya sebagai anggota geng motor tersebut yang
masih relatife berusia belasan tahun dan masih duduk di bangku SMU, tak
pelak lagi usaha berbagai pihak tertentu yang dalam hal ini para sub-sub sistem
khususnya pihak kepolisian, mulai mengembangkan penyelidikanya sebagai
upaya dalam mencegah agar hal serupa tidak terjadi lagi di kemudian hari
maka pihak kepolisian dengan langkah preventifnya mengadakan kerja sama
dengan semua sekolah di semua wilayah yang terjangkit aksi kekerasan geng
motor ini termasuk dengan instansi pemerintah yaitu Departemen Pendidikan
Nasional.
2. Permasalahan Hukum
Dari kasus posisi yang telah diurakaikan diatas, penulis mencoba
mengkaji beberapa permasalahan hukum yang dinilai menarik dalam fenomena
aksi kekerasan yang dilakukan oleh geng motor beberapa waktu lalu atau
bahkan hingga saat ini yang nyata-nyata telah merugikan masyarakat bahkan
telah menimbulkan korban jiwa. Adapun permasalahan-permasalahan hukum
yang menjadi objek kajian penulis diantaranya :
1. Jika para pelaku aksi kekerasan yang menamakan dirinya geng motor ini
kebanyakan berusia belasan tahun, ancaman pidana seperti apa yang patut
dan pantas untuk mereka mengingat bahwa mereka masih duduk di bangku
SMU ?
4
2. Apakah batasan usia 8 tahun menurut Undang-Undang No.3 tahun 1997
tentang Pengadilan Anak dapat berlaku mutlak terhadap pelaku tindak
pidana geng motor dengan usia lebih dari 8 tahun ?
BAB III
TINJAUAN TEORITIK
Memang bisa dikatakan sangat dramatis jika kita mengingat bahwa para
pelaku aksi kekerasan yang dilakukan oleh geng motor ini kebanyakan berusia
belasan tahun atau masih duduk di bangku SMU yang rata-rata diantara mereka
yang masih duduk di bangku SMU tersebut usianya berkisar antara 15 hingga
17 tahun dan tidak menutup kemungkinan usia SMU sekarang mencapai usia
18 tahun. Ceritanya akan menjadi lain lagi jika usia seorang pelaku aksi
kekerasan geng motor tersebut telah melewati usia 16 tahun yang berarti hal
tersebut secara ketentuan undang-undang hukum pidana dapat dikenai ancaman
pidana itu sendiri. Dan ceritanya pula akan berlainan lagi jika usia pelaku
berumur 16 tahun dan tentunya pula jika melihat ketentuan mengenai batasan
usia tersebut belum dapat dikenai pertanggungjawaban pidana. Dan diantara
kedua cerita batasan umur menurut KUH Pidana, maka penulis setidaknya
melihat kondisi pelaku yang katakanlah telah berusia lebih dari 16 tahun yang
berarti tentunya dapat dikenai ancaman pidana, akan tetapi melihat segi lain
dengan mengingat bahwa pelaku tersebut masih duduk di bangku SMU yang
dilihat dari kondisi psikologisnya masih labil dan bahkan ketika dia sedang
berada dalam pemenuhan hak-haknya dalam hal pendidikan mereka harus
5
terpaksa meninggalkannya dengan alasan harus mempertanggungjawabkan
secara pidana terhadap apa yang telah dilakukannya.
Undang-undang No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang
mengatur bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 Tahun dan
belum kawin5. Selain itu dalam ketentuan lain yang membahas tentang anak
yakni dalam Undang-undang No.3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak
bahwa batasan usia anak adalah belum berumur 18 tahun dan belum pernah
kawin.6
Melihat dari kedua batasan dewasa menurut kedua ketentuan undang-
undang tersebut diatas, maka batasan usia yang pasti menurut Dadang
Sukmawijaya untuk tindak pidana anak adalah 8 tahun.7
Batasan usia 8 tahun tersebut dalam hal tindak pidana anak
di Indonesia memang sangat rendah dan kurang memperhatikan kondisi
mengenai hal pemenuhan hak dasarnya sebagai warga Negara dalam
pendidikan. Dalam hal ini lebih diperparah lagi dengan bentuk ancaman pidana
berupa pemenjaraan bagi pelaku tindak pidana yang berusia di bawah 18 tahun,
padahal kebanyakan pelaku kekerasan geng motor ini berusia 18 tahun ke
5
Bunyi pasal 1 ayat (1) Undang-undang No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.
6 Bunyi Pasal 1 ayat (1) Undang-undang No.3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak.
7Dadang Sukmawijaya dalam jurnal media perlindungan anak RESTORATIVE.edisi VIII Volume III 2007.
6
bawah dan pula masih mengenyam bangku pendidikan yang bukan merupakan
solusi untuk membuat anak menjadi sadar atau lebih baik, justru dengan
banyaknya anak yang ditahan, maka semakin banyak pula kejahatan-kejahatan
yang akan terjadi di kemudian hari setelah si anak tersebut keluar.8
Pendapat lain mengemukakan bahwa solusi pemenjaraan bagi pelaku
tindak pidana di bawah 18 tahun dapat menimbulkan stigma atau cap jahat bagi
para pelakunya. Selain itu pidana penjara tidak dapat dijatuhkan terhadap anak
sebagai pelaku tindak pidana dan lebih tepat adalah ancaman-ancaman pidana
yang tidak menimbulkan stigmatisasi, pidana denda dan pidana dengan syarat,
akan tetapi ancaman pidana tersebut bersifat mengfungsionalisasikan pada
suatu hal yang memiliki dampak positif bagi anak sebagai pelaku tindak
pidana.9
Di sisi lain jika melihat fenomena geng motor dengan usia belasan
tahun dengan pendapat tentang pertanggung jawaban pidana sebagai dasar dari
adanya suatu kesalahan,10 maka pelaku kekerasan yang dilakukan oleh anggota
geng motor tadi yang terbukti bersalah oleh putusan pengadilan atas suatu
perbuatan yang telah dilakukannya itu, tentunya pidana akan diberikan kepada
si pelaku yang bersalah tadi, selain itu pidana tersebut pun harus disesuaikan
dengan karakteristik dan kondisi si pelaku, ini berarti harus ada
8
Ibid.
9 Dwidja Priyatno Loc.Cit.
10Sofjan Sastrawidjaja, Hukum Pidana I, (Bandung, 1990).
7
kelonggaran/fleksibilitas bagi hakim dalam memilih sanksi pidana apa yang
tepat bagi si terdakwa.11
Mengenai solusi pemenjaraan bagi pelaku di bawah usia 18 tahun
tersebut jika dilihat dari segi politik kriminal yang tentunya dengan
mempertimbangkan perkembangan zaman, maka solusi pidana penjara bagi
pelaku tindak pidana dengan usia di bawah 18 tahun tersebut bersifat
pembangunan terhadap hukum nasional, akan tetapi pembangunan hukum itu
sendiri dapat bersifat kriminogen.
BAB IV
PENDAPAT HUKUM
Pada bab ini penulis akan mencoba membahas beberapa hal terkait
dalam permasalahan hukum yang telah disusun di atas tentunya dengan
mengacu pada asas-asas, teori-teori dan pendapat-pendapat dalam ilmu hukum
tentang permasalahan hukum yang pada intinya mempermasalahkan tentang
hilangnya hak seorang warga Negara dalam pemenuhan pendidikan dan
efektivitasnya pidana penjara bagi pelaku tindak pidana dengan usia di bawah
18 tahun.
11
Arief, Barda Nawawi, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, (Bandung,
2005).
8
Seperti yang telah diketahui bahwa pelaku tindak pidana kekerasan
oleh geng motor ini rata-rata usianya masih belasan tahun dan kebanyakan pula
dari mereka masih duduk di bangku sekolah, maka setidaknya ancaman
hukuman pidana yang akan diterapkan bagi pelaku tindak pidana kekerasan
oleh geng motor ini yang masih berusia di bawah 18 tahun tidak mengurangi
bahkan tidak menghilangkan hak-haknya dalam pemenuhan standar pendidikan
di Indonesia sebagaimana yang telah diatur oleh konstitusi Negara Republik
Indonesia yaitu UUD 1945.
Apabila dilihat dari segi penegakkan hukum (Law Enforcement) maka
hukum harus tetap harus ditegakkan oleh para penegak hukum tanpa
pengecualian. Adapun anggapan bahwa sanksi pidana yang diterima oleh
pelaku itu hanya merupakan suatu segmen dalam pencegahan kejahatan di
masyarakan juga sebagai upaya yang menekankan pada usaha mengurangi
kesempatan melakukan kejahatan yang serupa.
Meskipun demikian bahwa kebijakan integral dari masing-masing sub-
sub system tentunya harus memperhitungkan dengan keadaan di sekitar pelaku
tindak pidana geng motor. Meskipun seorang pelaku tindak pidana dalam hal
ini anggota geng motor dinyatakan telah bersalah maka harus pula diperhatikan
mengenai hak-haknya yang telah diatur oleh Negara terutama dalam hal
pendidikan. Jadi meskipun seorang pelaku geng motor yang masih duduk di
bangku SMU dinyatakan bersalah, bukan berarti hak-haknya dalam pemenuhan
standar pendidikan dapat dikurangi atau bahkan hilang begitu saja.
9
Di lain hal mengingat bahwa meskipun berlaku pidana penjara bagi
pelaku tindak pidana kekerasan oleh geng motor tersebut, maka harus
dipertanyakan apakah efektif pidana penjara bagi para pelaku tindak pidana
dengan usia belasan tahun yang sebenarnya masih membutuhkan pembinaan
dan pendidikan.
Istilah penjara dari segi hakikat pengertiannya memanglah sangat
matang akan tetapi sesuai dengan keadaan sekarang dimana istilah pidana
penjara bagi anak yang terlibat dalam suatu tindak pidana hanya akan
menimbulkan suatu stigmatisasi yang sangat kuat di masyarakat sebagai anak
yang nakal, kriminal dan stigma yang negatif lainnya.
Meskipun pidana penjara harus diberlakukan bagi mereka tetapi harus
ada alternatif lain bagi pelaku tindak kekerasan oleh geng motor maupun
pelaku tindak pidana anak lainnya. Alternatif tersebut tentunya harus mengarah
pada restorative justice bagi si anak dimana hukuman tidak melulu bersifat
keadilan pembalasan (retributive) akan tetapi harus bersifat hukuman yang
bersifat pemulihan.
BAB V
KESIMPULAN
10
Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa kebijakan pidana
dalam hal ancaman pidana penjara bagi pelaku tindak pidana geng motor
yang masih berusia belasan tahun yang masih duduk di bangku sekolah
setidaknya tidak bersifat mengurangi atau bahkan menghilangkan hak-haknya
akan pemenuhan standar pendidikan nasional di Indonesia.
Selain itu meskipun pidana penjara harus berlaku bagi mereka ( pelaku
kekerasan geng motor), maka pidana penjara yang memang harus berlaku
adalah pidana penjara yang memang dibuat secara khusus untuk usia di
bawaha 18 tahun dan pidana penjara yang berlaku ini harus juga berupa
pidana penjara yang bersifat pemulihan secara mutlak terhadap kondisi si
pelaku tindak pidana khususnya pelaku tindak pidana geng motor.
Dengan maraknya aksi kekerasan geng motor ini setidaknya pemerintah
dapat memikirkan tentang bagaimana caranya menanggulangi permasalahan
geng motor tanpa harus membubarkan geng motor, karena pada dasarnya
geng motor ini dapat bersikap sebagaimana mestinya dan pula sesuai dengan
hobinya jika pemerintah menyediakan sarana dan prasarana untuk
menyalurkan hobi para anggota geng motor.
Istilah penjara dari segi hakikat pengertiannya memanglah sangat
matang akan tetapi sesuai dengan keadaan sekarang dimana istilah pidana
penjara bagi anak yang terlibat dalam suatu tindak pidana hanya akan
menimbulkan suatu stigmatisasi negatif yang sangat kuat di masyarakat
sehingga usaha pembinaan terhadap anak tersebut yang seharusnya
11
dilanjutkan kembali setelah masa pidananya selesai akan terhambat karena
stigmatisasi tersebut.
Dan meskipun hal tersebut harus berlaku dalam artian pidana penjara
maka harus pula disertai dengan adanya alternative treatment bagi pelaku
tindak kekerasan oleh geng motor maupun pelaku tindak pidana anak lainnya.
Alternatif tersebut tentunya harus mengarah pada restorative justice bagi si
anak dimana hukuman tidak melulu bersifat keadilan
pembalasan (retributive) akan tetapi harus bersifat hukuman yang bersifat
pemulihan.
Kesimpulannya adalah bahwa pidana penjara bagi pelaku tindak pidana
yang masih berusia di bawah 18 tahun dilakukan oleh geng motor akan
dirasakan kurang efektif karena justru akan menghentikan proses
perkembangan pola pikir mereka terhadap pembinaan pendidikan mereka
sendiri.
12
13
top related