e-book kumpulan cerpen stania fair 2011
Post on 18-Feb-2018
380 Views
Preview:
TRANSCRIPT
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 1/173
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 2/173
Kumpulan Cerpen
Karena wanita bergitu berarti, Lillahi… Family… untuk Negeri
15 cerita terbaik Lomba Menulis Cerpen
STANIA FAIR 2011
Dengan tema “IBU” Agar para wanita meyakini bahwa ...
Ibu rumah tangga, bukan sebuah pekerjaan yang perlu
didahului kata ‘hanya’
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 3/173
Kumpulan Cerpen
15 cerita terbaik Lomba Menulis Cerpen STANIA FAIR 2011
Ditulis oleh para pemenang Lomba Menulis Cerpen STANIA FAIR
2011 : Lelita Primadini, An Nisaa Gettar Sukma Sari, Niken Larasati,
Husnul Khotimah Aqiel, Novi Ahimsa Rosikha, Dian Meilinda, Ely
Rachmawati, Aprida Nur Riyanti, Miladani Iing Nadari, Sunarni,
Syadiidah, Viranita Purwidayani, Niken Utami, Wahyu Widayati dan
Erna Puji Rahayu.
Desainer Sampul : Saidi Alhady (blog: www.saidialhady.com)
Editor : Refita Putriana dan Hanifah Muslimah
Penata Letak : Yudha Pradana
Copyright ©2011 Panitia STANIA FAIR 2011
Website MBM STAN: www.mbmstan.org
Hak cipta dilindungi oleh Undang-Undang
Diterbitkan oleh Monanta Self Publishing
Contact Person: Yudha Pradana
Phone: 0852 696 62626// PIN: 27D974EF// Twitter: @monantasp//
Fanspage: Monanta Self Publishing// e-mail: monanta89@gmail.com
http://monantaselfpublishing.wordpress.com
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 4/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
iii
Ucapan Terima Kasih
Terima kasih kami ucapkan kepada para pihak yang telah
berkontribusi dalam penyusunan buku ini, Penulis cerpen (pastinya),
Editor dan Layouter , Cover Designer , Penerbit.
Terima kasih Allah, alhamdulillah, untuk setiap tarikan nafashari ini, untuk nikmat iman dan islam yang masih Kau semai di hati
kami.
Terima kasih Kau telah pertemukan kami: panitia, penulis,
pembaca Dalam bingkai ketaatan dan kenikmatan beribadah kepada-
Mu. Karena berbakti pada Ibu, adalah juga ibadah terindah yang
pernah Kau syariatkan.
Terakhir, kami ucapkan selamat untuk para pemenang. Teruslah
berkarya, teruslah menebar kebaikan dalam tiap karyamu…
Salam hangat dari kami,
Panitia STANIA FAIR 2011
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 5/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
iv
Daftar Isi
Ucapan Terima Kasih ............................................................................................. iii
Daftar Isi ....................................................................................................................... iv
Lelita Primadini
#1 Petualangan Si Surat Kecil ................................................................ 1
An Nisaa Gettar Sukma Sari
#2 Kau dan Hujan
......................................................................................... 16
Niken Larasati
#3 Antara Lukisan dan Perempuan Matahari ....................... 23
Husnul Khotimah Aqiel
#4 MUTIARA Laut Itu, Kau!
................................................................. 35
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 6/173
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 7/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
vi
Niken Utami
#13 Mamak, Terima Kasih atas Cintamu
............................... 118
Wahyu Widayati
#14 Elegi Kasih Seorang Ibu
.............................................................. 130
Erna Puji Rahayu
#15 Rinai Hujan di Sudut Kelam
................................................... 141
Jadi, apa itu STANIA FAIR? .............................................................................. 155
Profil Muslimah yang Menyejarah ............................................................... 158
Panitia STANIA FAIR .......................................................................................... 164
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 8/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
1
#1 Petualangan Si Surat Kecil
Desa Little Elm, Winchester, Inggris.
2 November 1910.
Wanita tua itu telah selesai menulisku, yang berarti dia hampir
selesai melahirkanku. Dia meletakkan pena bulunya, melipatku,
memasukkanku ke dalam sebuah amplop yang akan menjadi bajuku
dan menuliskan nama serta alamat tujuanku di depannya. Terakhir,
ia menempelkan sebuah prangko di pojok kanan amplop. Aku telah
lahir!
“Nah, Surat,” kata wanita itu. “Besok aku akan mengirimmu.
Sampaikanlah cinta ini untuk Mica putriku yang sedang menuntut
ilmu jauh di sana! Aku ingin sekali dia segera membacamu.”
Dalam hati aku mengiyakan. Akan kujalankan amanah ini sebaik
mungkin. Tidak akan kusia-siakan kesempatan untuk mengantarkan
cinta seorang Ibu untuk anaknya.
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 9/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#1 Petualangan Si Surat Kecil 2
***
Esoknya, pagi-pagi sekali wanita itu keluar dari rumahnya, lalu
berdiri di depan sambil mondar-mandir gelisah. Berkali-kali ia
menoleh ke kiri. Ia pasti sedang menunggu seseorang, dan aku tahu
siapa yang ditunggunya itu.
Ketika jendela-jendela rumah lain mulai dibuka, dari arah yang
terus diperhatikan wanita penulisku datanglah seseorang berjas
coklat dan bertopi bulu yang membawa tas hitam di pundaknya. Ia
berjalan sambil bersiul-siul. Penulisku menyambutnya gembira.
“Hanson! Akhirnya kau datang!”
Lelaki berjas cokelat yang dipanggil Hanson itu tersenyum
ramah.
“Selamat pagi, Nyonya Lopings. Pasti Anda ingin mengirim surat.
Sebelumnya Anda tak pernah menunggu saya,” sapa Hanson
setengah bercanda.
“Ya, ya, kau benar. Surat ini untuk putriku, Mica. Kau tahu kan,
sekarang dia sekolah di…” belum selesai wanita penulisku—yang
bernama Nyonya Lopings—bicara, Hanson menyelanya,
“Saya tahu, Nyonya Lopings! Di desa ini tidak ada yang tidak
tahu.”
Nyonya Lopings tersenyum. Diberikannya surat itu kepada
Hanson.
“Tolong kirimkan cintaku untuknya,” nada suara Nyonya
Lopings melembut. Getar dalam suaranya membuat perasaanku
berdesir.
“Tentu, Nyonya,” sahut Hanson, tersenyum lebar. “Baiklah, saya
permisi!”
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 10/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#1 Petualangan Si Surat Kecil 3
Lelaki itu pun meneruskan perjalanannya setelah
memasukkanku ke dalam tasnya. Di dalam sana, banyak surat lain
yang siap diantar.
“Halo,” sapaku. Mereka membalas salamku ramah.
“Hei. Kau surat yang akan dikirim, kan? Bukan yang akan
diantar?” tanya sebuah surat.
“Ya, benar,” jawabku.
“Kalau begitu, kau akan mengalami petualangan yang seru dan
menyenangkan! Kau akan dibawa menaiki kereta kuda, mengarungi
lautan… bahkan kalau sial, mungkin saja kau akan tercecer dan
diinjak-injak orang!” kata surat itu penuh semangat.
“Tercecer dan diinjak -injak orang?” ulangku ngeri. “Tidak
mungkin hal seperti itu bisa terjadi!”
“Kenapa tidak? Perjalanan sebuah surat untuk bisa sampai ke
penerimanya memang tidak bisa ditebak! Segala hal bisa terjadi. Tapi
semuanya sangat mendebarkan dan mengasyikkan!” sahut surat itu
lagi.
“Atau bisa jadi sangat membosankan…”
Aku menoleh pada surat yang mengucapkan kalimat kontras
tersebut. Surat itu nampak sangat bosan. Amplopnya kotor dan
tulisan yang tertera di sana seperti coretan cakar ayam.
Sepertinya surat bosan itu menyadari tatapan anehku padanya.
Dia mengeluarkan desah penuh keluh.
“Orang yang menulisku tidak niat mengirim surat ini,” jelasnya
tanpa kuminta. “Makanya aku menjadi surat yang bosan setengah
mati.”
“Begitu ya?” ujarku, tak punya ide harus berkomentar apa.
Sebuah surat beramplop merah jambu menatapku.
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 11/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#1 Petualangan Si Surat Kecil 4
“Jiwa setiap surat tergantung pada orang yang menulisnya.
Kalau penulismu ogah-ogahan, kau akan menjadi surat yang selalu
bosan. Kalau penulismu menggebu-gebu, kau akan semangat. Kalau
penulismu berduka, kau akan sedih. Dan kalau…” si Merah Jambu
tampak malu-malu, “kau ditulis dengan penuh cinta, kau akan jadi
surat yang cantik seperti aku!”
Surat-surat yang lain membenarkan.
“Menarik ya,” komentarku antusias.
“Ngomong-ngomong… siapa yang menulismu? Apa sih isimu?”
tanya si Merah Jambu.
“Yang menulisku adalah seorang Ibu. Dia menulisku untuk
putrinya yang sedang menuntut ilmu di perantauan. Seluruh tubuhku
penuh oleh luapan kasih sayangnya untuk putrinya itu,” aku
tersenyum. “Karena itulah, aku harus menyampaikan cintanya ini.
Takkan kubiarkan apa pun menghalangiku!”
Surat-surat yang lain memandangku kagum. Aku jadi malu
sendiri.
“Itu benar-benar keren!” kata si Merah Jambu.
“Terima kasih,” sahutku senang. Namun, mendadak tas tempat
kami berada tidak bergoyang-goyang lagi. Rupanya Hanson berhenti
berjalan. Lalu tutup tas terbuka, membuatku bisa melihat langit yang
cerah lagi.
“Surat untuk Tuan Weller… surat untuk Tuan Weller…” tangan
Hanson mengaduk-aduk kami. Ia mengambil beberapa surat sambil
bergumam-gumam sendiri, “Yang ini bukan… ini juga bukan…”
Ia belum juga menemukannya. Sekarang ia mengambilku.
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 12/173
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 13/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#1 Petualangan Si Surat Kecil 6
Keesokan harinya, kutunggu sampai Hanson memakai celana
panjang ini lagi. Tapi ternyata ia tidak memakainya! Malahan dia
mencuci, menjemur, menyetrika dan memasukkan celana panjang ini
ke lemari pakaiannya. Sungguh sial!
Akhirnya, setelah berada di kantong celana selama beberapa
hari yang membosankan, aku mulai khawatir, jangan-jangan aku
akan sampai ke tangan Mica Lopings dengan sangat terlambat. Yang
lebih buruk, jangan-jangan malah aku tidak akan pernah sampai
kepadanya! Bagaimana kalau itu benar terjadi? Aku telah gagal
mengantar amanah cinta ini… dan itu semua gara-gara Hanson!
Untunglah, kekhawatiranku tidak menjadi kenyataan. Suatu
pagi, Hanson mengambil celana tempatku tinggal selama berhari-
hari. Ia merogoh saku celana ini untuk memeriksa apakah ada barang
di dalamnya. Saking girangnya, aku nyaris berteriak saat ia
mengambilku.
“Eh? Ada surat di sini? Dari Nyonya Gwendoline Lopings untuk
Nona Mica Lopings… ya Tuhan!” wajah Hanson memucat. “Celaka!
Aku lupa mengeposkannya! Padahal Nyonya Lopings sudah
menitipkannya lima hari yang lalu!”
Hanson buru-buru berpakaian, keluar dari rumahnya dan lari ke
kantor pos. Aku tersenyum lebar. Sebentar lagi aku akan sampai ke
tangan Mica Lopings!
***
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 14/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#1 Petualangan Si Surat Kecil 7
Tapi ternyata tidak semudah itu. Aku harus menunggu cukup
lama di kantor pos bersama surat-surat lain sebelum kami dipilah-
pilah sesuai tujuan. Sungguh menyebalkan!
Kucoba mengisi waktu menunggu dengan mengobrol bersama
surat-surat yang juga akan dikirimkan. Benar kata si Merah Jambu,
jiwa sebuah surat tergantung dari suasana hati penulisnya. Sekarang
aku semakin memahami hal itu.
Akhirnya tibalah saat pemilahan surat-surat yang akan dikirim.
Saat petugas pemilah mengambilku, ia berkata pada petugas satunya
yang mencatat,
“Ini untuk Nona Mica Lopings dari Ibunya, Nyonya Gwendoline
Lopings. Dia hebat ya? Bisa mendapat beasiswa dari sekolah terkenal
di Swiss!”
“Dari dulu dia memang terkenal pintar, kan? Tapi kasihan sekali
Nyonya Lopings, sekarang dia hidup sendirian. Kau tahu? Kabarnya
sekarang dia sedang sakit.”
Apa? Sakit? Padahal aku sama sekali belum keluar dari kota ini,
bahkan dari desa ini! Aduh… ini semua gara-gara Hanson!
“Benarkah? Dia sakit? Yah, kalau begitu… semoga surat ini
segera sampai pada putrinya. Aku heran, bagaimana Hanson bisa
lupa mengeposkan surat ini.”
Petugas pemilah menaruhku di antara surat-surat yang lain.
Perasaanku semakin cemas saat menunggu pemilahan selesai. Hatiku
belum tenang saat aku dan dua belas surat lain yang sama-sama
bertujuan ke luar negeri dimasukkan ke dalam sebuah kantong. Aku
mulai lega saat kulihat kedua petugas itu selesai memasukkan semua
paket dan kantong surat-surat lain ke dalam muatan kereta kuda.
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 15/173
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 16/173
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 17/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#1 Petualangan Si Surat Kecil 10
Bern, Swiss.
12 November 1910.
Akhirnya aku tiba juga di negara tujuan.
Perasaanku berdebar-debar tidak karuan. Bukan, debaran itu
bukan hanya debaran rasa senang. Debar kegelisahan masih
tertinggal di situ. Aku sendiri tak mengerti kenapa. Padahal
seharusnya kecemasan itu sudah sirna, kan?
Tapi mungkin aku hanya resah karena harus menunggu lagi di
kantor pos pusat Bern. Kucoba sekuat tenaga untuk menenangkan
diri. Sebentar lagi… sebentar lagi. Bersabarlah sedikit lagi saja,
Nyonya Lopings!
Waktu aku sudah dibawa oleh tukang pos ke daerah tempat
tinggal Mica Lopings, barulah perasaanku berangsur melega. Apalagi
ketika kudengar tukang pos itu mengeluarkan aku sambil
mencocokkan tulisan tangan Nyonya Gwendoline Lopings dengan
alamat sebuah bangunan di depannya.
“Pfirsichstrasse nomor 33… ya, memang ini tempatnya.”
Si tukang pos memasukkanku ke dalam kotak surat di halaman
depan, lalu meninggalkanku. Tidak ada surat lain di sini—aku
sendirian. Saat ini debaran yang kurasakan sudah tak terkendali,
membuatku yakin aku bisa keburu meledak sebelum Mica Lopings
membacaku. Tapi syukurlah, tak lama kemudian, seorang wanita tua
bergaun merah marun membuka kotak pos itu dan mengeluarkanku.
“Untuk Nona Mica Lopings rupanya. Sayang sekali, dua hari yang
lalu dia pergi dan sekarang belum pulang. Biar kutaruh di kamarnya
saja.”
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 18/173
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 19/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#1 Petualangan Si Surat Kecil 12
Aku menatap gadis yang baru masuk itu. Amboi, wajahnya manis
sekali! Kulitnya putih, bibirnya merah, hidungnya mancung, dan
rambut cokelatnya ikal, dibiarkan tergerai sampai ke bahu. Ia
mengenakan gaun biru muda dipadu jas biru tua, dan di lehernya
melingkar sebuah kalung perak berbentuk hati.
Dan mata hijaunya itu… mengingatkanku pada Nyonya
Gwendoline Lopings.
“Hei, dia Mica Lopings kan?” tanyaku pada meja tempatku
berada.
“Tentu saja. Kalau bukan, untuk apa dia di sini?” jawab si meja.
Aku langsung berdebar-debar lagi. Ayo Mica, cepat lihat aku!
Buka dan baca aku!
Mica Lopings masih menghangatkan diri. Setelah merasa cukup
kering, ia merapikan barang-barangnya, kemudian—akhirnya!—
menoleh ke meja. Dan dia melihatku! Dia melihatku!
“Ada surat, ya?” dia mengambilku, lalu membalikku. “Dari Ibu…”
Dia membukaku dan membacaku.
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 20/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
13
Daisy Street 12
Little Elm
Winchester
2 November 1910
Mica Sayang,
Apa kabar? Bagaimana sekolahmu? Ibu sungguh senang kau bisa
menuntut ilmu di negara seperti Swiss. Ibu sangat bangga karena
kecerdasanmu itu, yang diturunkan oleh almarhum ayahmu. Ibu
sangat bahagia karena kau mendapat kesempatan untuk belajar ke
sana.
Putriku yang jelita,
Saat menulis surat ini, Ibu memandang ke luar jendela, dan
melihat dedaunan berguguran mengotori jalanan desa kita. Ibu
tersenyum, menatap masa lalu dalam otak Ibu yang memutar
kenangan bersamamu.
Waktu itu usiamu delapan tahun. Ibu menyapu helai-helai kuning
kecokelatan di depan rumah kita, diiringi suaramu yang bertanya, “Bu,
kenapa daun-daun bisa berguguran?” Dan Ibu menjawab, “Kalau tidak
berguguran, namanya bukan musim gugur, Mica.”
Keesokan harinya kau pasti menertawakan kebodohan Ibu itu,
ketika kau pulang dari sekolah dan berkata, “Bu, Ibu! Guruku bilang,
daun-daun berguguran karena memang sudah saatnya untuk gugur,
karena mereka sudah tua. Lalu daun-daun muda yang hijau akan
tumbuh menggantikan mereka. Dan kenapa gugurnya ke bawah
adalah karena pengaruh gaya gravitasi…”
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 21/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#1 Petualangan Si Surat Kecil 14
Permataku yang cerdas…
Mengapa dirimu selalu membuat Ibu terkejut? Mengapa kata-
kata dan buah pikiranmu kerap membuat mulut Ibu terkunci? Ibu
selalu mengagumi kepintaranmu, Sayang. Sifatmu yang seperti itu
benar-benar mirip ayahmu. Ibu juga selalu dibuat kagum olehnya,
bahkan sampai akhir hidupnya. Ibu selalu menyesal karena tak pernah
bisa menyamai kecerdasannya… dan kemudian penyesalan itu
bergeser karena Ibu tak pernah bisa memuaskan rasa ingin tahumu.
Karena itulah, Ibu sangat bersyukur karena kau bisa pergi ke
sana, Nak… walaupun Ibu harus membayarnya dengan kesendirian…
Anakku manis,
Kau adalah daun muda yang akan menggantikan dedaunan
kering yang akan berguguran. Kau adalah tunas yang kelak
menggantikan pohon besar di hutan yang telah tumbang. Kau adalah
penerus generasi Ibu. Belajarlah sungguh-sungguh di sana, Nak.
Belajarlah, reguk ilmu sebanyak-banyaknya. Dunia ini sangat luas. Ada
banyak orang yang bisa memuaskan dahagamu terhadap ilmu
pengetahuan, sesuatu yang tidak bisa Ibu berikan padamu.
Jangan lupa, ajarkanlah ilmu yang telah kaudapat. Ibu akan
menunggumu di sini sambil menguak memori-memori indah kita
seraya terus mendoakanmu… lalu, setelah kau pulang, Ibu akan
mendengarkan kisah kesuksesanmu di depan perapian seperti dulu
lagi.
Penuh rindu, cinta dan kebanggaan,
Gwendoline Lopings
Ibumu
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 22/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#1 Petualangan Si Surat Kecil 15
Kuperhatikan air mata Mica Lopings berjatuhan saat
membaca—mula-mula mengalir dari matanya, turun ke pipi, lalu
jatuh membasahiku, membuatku tak bisa menahan senyum.
Syukurlah. Tetesan zat cair itu hanya berarti satu hal: aku telah
berhasil menjalankan amanah ini. Aku telah berhasil menyampaikan
segenap cinta Nyonya Lopings yang terdapat dalam setiap huruf yang
kumiliki. Hal ini sungguh merupakan satu kebanggaan besar bagi
diriku sebagai sebuah surat… sebuah surat cinta dari seorang Ibu
untuk putrinya…
Mica Lopings mengusap air matanya.
“Kau sudah sampai, Surat,” ia mendekapku. “Tapi… Ibuku sudah
meninggal dua hari yang lalu setelah lama terbaring sakit. Sekarang
aku baru pulang dari pemakamannya…”
Cerpen berjudul “Petualangan Surat Kecil” ini adalah yang terbaik
dalam lomba menulis cerpen Stania Fair 2011. Penulisnya bernama
Lelita Primadani . Gadis kelahiran Jakarta, 24 Agustus 1992 ini sedang
menempuh studi di Universitas Diponegoro jurusan Ilmu
Perpustakaan. Lelita bisa dihubungi melalui
e-mail pypymy@gmx.com
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 23/173
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 24/173
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 25/173
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 26/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#Kau dan Hujan 19
Setahun setelah kejadian itu, pertengkaran yang lebih hebat
terjadi. Tetapi bukan antara aku dan Papa, melainkan antara kau dan
Papa. Aku mendengarkan pertengkaran kalian dari balik dinding
kamar. Aku mendengar kau menyatakan bahwa dirimu memang tak
lebih baik dari wanita sialan itu, tetapi kau berusaha menjelaskan
bahwa berpisah adalah tindakan yang salah. Terkadang suaramu
melembut memberikan pengertian, terkadang pula suaramu
terdengar geram. Seperti saat kau mengatakan, “tapi ingat Mas, kau
punya putri yang harus kau jaga sampai kapan pun!” Air mataku pun
langsung mengalir deras, seperti hujan di luar sana yang juga tak
kalah deras. Ya, lagi-lagi hujan menemani kisahmu dan kisahku.
Saat itu aku melihat kalian yang melanjutkan pertengkaran di
halaman rumah. Kau yang berusaha menahan Papa masuk mobil dan
Papa yang berusaha menghalau tanganmu yang menahannya.
Pengelihatanku tentu saja tak jelas karena air hujan dan air mataku
yang membatasi antara mataku dan kalian. Kau pun tak berhasil
menahan Papa, sehingga pria itu berhasil masuk ke dalam mobil dan
berlalu menembus guyuran hujan. Kau pun menangis di tempatmu
berdiri. “Mama…” Panggilku sambil terisak.
Tahun 2009. Suatu hari di bulan Agustus hujan turun tak begitu
deras. Aku tak tahu mengapa di bulan itu hujan sudah turun. Kau
memayungiku hingga ke teras asrama. Mulai saat itu aku tinggal jauh
darimu karena kebutuhan studiku. Aku sempat tak mau berpisah
denganmu, tapi kau selalu menguatkanku. “Kau harus jadi gadis yang
mandiri. Semangat ya Nak! Raihlah mimpi dan asamu.” Kemudian,
dari jendela kamar asramaku aku melihat kau berjalan mundur
sambil malambaikan tanganmu di antara tetes-tetes langit yang
masih turun. Senyum dan tawamu benar-benar menguatkanku.
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 27/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#Kau dan Hujan 20
***
Berita itu datang bagaikan petir yang menyambar di luar sana.
Kulihat dari balik jendela hujan turun dengan sangat deras. Tubuhku
terguncang menahan isak dan tangisku yang ingin kupecah. Tapi
suaramu di seberang sana menahanku untuk tidak melakukannya.
Dengan suara yang tenang kau menyampaikan bahwa kau divonis
kanker getah bening. Ya, kanker! Tapi seakan tak terjadi apapun
suaramu terdengar seperti biasa. “Ini namanya ujian dari Tuhan,
Sayang. Lagipula Mama baik-baik saja dan masih bisa menjaga diri,
jadi kamu tidak perlu cemas ya.” Set elah kau menutup telepon,
kupecahkan emosiku! Suara isak dan tangisku pun beradu dengan
suara gemuruh hujan di luar sana. Ingin sekali aku memelukmu, Ma!
Sehari kemudian aku langsung pulang menemuimu. Aku sudah
mengatakan bahwa kau tak perlu menjemputku. Tapi kau memaksa
dan akhirnya datang menjemputku di bandara. Kau melambaikan
tangan. Aku membalas lambaianmu sambil lekat memandangimu.
Ada yang berbeda darimu saat itu. Rambut hitammu yang tebal
bergelombang tak lagi kulihat. Sebuah kain berwarna cokelat muda
terpasang rapi di kepalamu. Kau pun tak lagi memakai short dress
favoritmu. Sebuah gamis bermotifkan bunga melekat anggun
menghilangkan bentuk tubuhmu.
“Mama?”
Kau hanya tersenyum dan menyambutku dengan pelukanmu.
Dalam pelukanmu kau membisikkan, “ini adalah anugerah, Sayang.”
Tak perlu kutanya kau menjawab kebingunganku.
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 28/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#Kau dan Hujan 21
Tahun 2011. Setahun sejak vonis itu, kau berulang kali
mengalami rawat inap. Tetapi aku heran. Kau sama sekali tidak
terlihat sedih dan putus asa. Kau tak pernah mengeluh atau
mengasihani diri. Kalimat yang sering kau ucapkan adalah, “Mama
dikasih sakit adalah tanda bahwa Tuhan masih menyayangi Mama.”
Lagi-lagi kau tersenyum. Kau memang selalu terlihat tenang, tetapi
sikapmu saat ini jauh lebih tenang bagiku. Kurasa sejak kau merasa
dekat dengan Tuhan. Ya, bukankah kau mengatakan bahwa Tuhan
sangat dekat?
Suara isak dan tangisku kembali beradu dengan suara gemuruh
hujan di luar sana. Bagaimana tidak? Saat itu kulihat tubuhmu lemah
dan sangat tak berdaya. Bermacam-macam selang dan peralatan
lainnya terpasang di seluruh tubuh dan wajahmu. Tubuhmu hampir
tak pernah bergerak. Hanya mata terpejammu yang sesekali bergerak
jika aku memanggilmu. Atau jemari tanganmu yang bergerak lemah
jika aku menyentuhmu. Sembilan hari kau tak sadarkan diri. Lalu, apa
kau masih bisa mendengar suara hujan di luar sana, Ma?
***
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 29/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#Kau dan Hujan 22
Dan pagi ini, hujan kembali turun. Aku ingat saat kau
mengatakan bahwa Tuhan itu sangat dekat. Dan hal ini kusadari saat
aku tahu bahwa kini Tuhan telah membawamu pergi. Tuhan telah
membawamu pergi untuk kembali pada-Nya. Melihat tubuhmu yang
terbujur kaku dan wajahmu yang pucat pasi, semakin mayakinkanku
akan perkataanmu. Kau telah pergi. Pagi tadi, sembilan jam yang lalu,
hujan pun turut mengantarkan kepergianmu. Lagi-lagi hujan tak
pernah tertinggal dalam episode kisah hidupmu. Ya! Kau dan hujan,
Ma.
An Nisaa Gettar Sukma Sari , seorang mahasiswi kelahiran Tegal, 6
April 1991. Saat ini ia sedang menempuh pendidikan di Universitas
Padjadjaran jurusan Agribisnis. Gettar bisa disapa di e-mail
gettar.chan@gmail.com
Cerpen ini menjadi cerpen terbaik ke-2 dalam lomba menulis cerpen
Stania Fair 2011
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 30/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
23
#3 Antara Lukisan dan
Perempuan Matahari
1
; kuingin peluk hangatmu, Ibu...
Di bawah langit, matahari menampakkan sinarnya. Matahari
telah menjelma menjadi sosok perempuan tangguh. Perempuan itu
tinggal di ujung bukit yang dikelilingi lebih banyak pohon yang
menjulang tinggi. Dan jika malam tiba, sekeliling bukit itu akan
tampak sepi dengan lampu penerang yang remang. Karena
pemukiman warga terbilang agak berjarak.
Ia hidup bersama seorang suami dan dua orang anaknya.
Menjadi perempuan memang mudah. Yang penting bisa memasak,
mengurus rumah, serta mengasuh suami dan anak. Itulah sosok Ibu
yang sebenarnya. Tapi bukan berarti menjadi seorang Ibu tidak bisa
melakukan pekerjaan kaum lelaki, tidak boleh bekerja.
Maka lima tahun silam, waktu telah menggubah sosok Ibu
bertangan lebih dari dua. Bukan hanya mengurus segalanya di rumah,
tapi juga bekerja di bawah terik matahari. Ialah, seorang penari
jalanan. Namanya, Sumi. Orang-orang menyebut Sumi sebagai
perempuan matahari. Tidak mudah menjadi perempuan yang
menyerupai matahari. Yang selalu menari dengan detak kaki rancak
di bawah terik matahari. Lalu bersinggahsana di riuh jalanan kota.
Tanpa alas kaki, tentunya.
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 31/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#3 Antara Lukisan dan Perempuan Matahari 24
Sumi berparas cantik dan lincah dalam menari. Dulu, sebelum
Sumi memiliki suami, kaum lelaki berlomba meminangnya. Namun
hanya satu lelaki yang ia pilih. Sura, begitulah orang-orang
memanggilnya. Lelaki miskin yang selalu menghabiskan waktu
dengan membuat topeng. Bahkan lelaki konglomerat pun ditolaknya
mentah-mentah. Padahal banyak kaum lelaki yang berani membayar
tinggi agar Sumi mau dipinang oleh mereka.
Hingga akhirnya, Sumi memilih menikah dengan Sura. Kabar
pernikahan itu membuat gencar sang Ibu dan warga sekitar.
Pernikahan itu terjadi tanpa restu. Sampai-sampai ibunya mengutuki
anaknya sendiri, Sumi.
“Kau tidak akan bahagia. Keluargamu akan hidup nelangsa,
Sumi.”
“Maafkan Sumi, Ibu. Ini sudah menjadi pilihan Sumi. Karena
Sumi hanya mencintai Kangmas Sura. Apapun yang terjadi nantinya,
Sumi siap. Sumi akan menjalani kehidupan ini bersama suami Sumi.”
Konon, Sumi tinggal di sebuah gubuk yang penuh dengan
topeng-topeng yang selalu dipakainya untuk menari. Topeng yang
menumpuk di sudut ruangan itu menyerupai wajah manusia.
Terkadang topeng-topeng itu selalu membisikkan suara-suara. Diam,
tapi seolah berbicara antara topeng satu sama lain.
Setelah menikah, kehidupan Sumi bukan malah jadi orang kaya
ataupun senang, tapi malah bertambah miskin dan sengsara. Sehari-
hari Sura lebih suka menghabiskan waktu dengan melamun, bermain
kartu, atau menyabung ayam. Terkadang membuat topeng-topeng
yang tak berguna seraya menghisap sepuntung rokok. Asap-asap
rokok itu acap kali berhambur memenuhi ruangan, menerpa wajah-
wajah topeng. Bahkan satu pun dari topeng-topeng itu tidak ada yang
terjual, justru hanya sebagai tumpukan sampah di sudut ruangan.
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 32/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#3 Antara Lukisan dan Perempuan Matahari 25
Sumi adalah tulang punggung keluarga. Ia bekerja meraup
selembar rupiah sebagai penari jalanan untuk menghidupi suami dan
kedua anaknya.
Begitulah yang diceritakan oleh Kakek.
“Lalu bagaimana kehidupan Sumi selanjutnya, Kek?” tanyaku
seraya memandang lukisan Kakek yang masih basah oleh cat minyak.
Sebuah lukisan yang menggambarkan perempuan matahari, Sumi.
“Kakek lelah. Besok akan Kakek lanjutkan lagi ceritanya.
Pergilah bermain bersama kawan-kawanmu! Bersenang-senanglah!”
Kemudian aku berjalan ke arah jendela. Dari balik jendela, aku
menatap kosong ke arah Nenek yang tengah berdiri di tepi telaga.
Aku menyaksikan Nenek sedang membersihkan debu-debu kecil
yang melekat di celah-celah tubuh batu. Ya, batu yang menyerupai
bentuk manusia. Terukir sosok perempuan berambut panjang.
Perlahan, saat kumemandang wajah batu itu, seolah batu itu seperti
hidup. Batu itu menampakkan wajah sedih.
“Kek, apa benar bahwa Ibuku telah dikutuk Nenek jadi batu? Apa
benar bahwa batu yang berdiri di samping Nenek adalah ibuku?”
“Ah, kata siapa?”
“Nenek sendiri yang bilang padaku.”
“Jangan percaya ucapan nenekmu! Itu tidak benar. Nenekmu itu
hanya mengada-ada. Mungkin saking rindunya nenekmu pada ibumu.
Kau tahu sendiri kan, bagaimana keadaan nenekmu sekarang. Orang-
orang selalu menganggap bahwa nenekmu itu gila.”
“Seperti apa sih wajah ibuku sebenarnya. Aku sangat
merindukannya, Kek. Kuingin peluk hangat seorang Ibu.”
Lalu Kakek menghampiriku, menepuk pundakku. “Jika tiba
saatnya, Kakek pasti akan ceritakan padamu tentang ibumu.”
“Kata Nenek, batu itu selalu menangis di malam hari.”
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 33/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#3 Antara Lukisan dan Perempuan Matahari 26
2
; kuingin peluk hangatmu, Ibu...
Malam. Di pinggir jalan, Sumi singgah di sebuah halte. Anak
perempuannya menangis dalam gendongan Sumi. Seraya mendekap
anak bungsunya, Sumi menyanyikan tembang Jawa untuk
menenangkan anaknya dari tangisan. Tangisan yang menjerit dari
rasa lapar.
Sekali-kali, saat ia pergi bekerja, ia tak pernah meninggalkan
anak perempuannya di rumah. Apalagi meninggalkannya bersama
Sura. Justru ia malah menitipkannya ke orang lain terdekat. Cukup
sekali ia kehilangan anak perempuannya. Anak sulungnya pernah
dibuang ke sungai oleh Sura. Karena Sura selalu menganggap bahwa
anak perempuan hanya membawa aib jika kelak sudah beranjak
remaja. Berbeda dengan anak lelaki yang bagi Sura lebih patut untuk
dibangga-banggakan. Ya, dulu Sumi mempunyai tiga orang anak. Dua
orang anak perempuan dan seorang anak lelaki.
Mengetahui anak sulungnya hilang karena dibuang Sura, Sumi
marah dan belum bisa melupakan perlakuan keji sang suami. Sengit
luka hati Sumi selalu terngiang dalam murka. Sungguh hina sekali
perlakuan Sura. Perlakuan Sura lebih kejam seperti halnya seekor
burung yang mempunyai anak cacat, lalu mendepaknya dari sarang.
Dan juga seperti halnya seekor binatang buas yang memangsa
anaknya sendiri ketika kelaparan mendera.
Kemudian Sumi beranjak pulang ke rumah, menanjak ke arah
bukit. Daun-daun yang menyeruak dari onggokan ranting-ranting
kering itu, menari-nari. Bagai hendak menjerat Sumi dan anaknya.
Serta bagai hendak membisikkan kata-kata petaka.
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 34/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#3 Antara Lukisan dan Perempuan Matahari 27
Dari sisi lain, ada sepasang mata yang mengamati dalam
kegelapan. Di antara bukit, pepohonan telah memunggungi
rembulan. Saat mendengar gemerisik langkah kaki seseorang, Sumi
berjalan mengendap-endap. Tak menoleh barang sekilas. Dan di
kegelapan itulah, Sumi menghilang bersama anaknya. Seseorang
lelaki berpakaian serba hitam membawa Sumi yang tengah pingsan
karena obat bius. Begitu halnya anak Sumi, menangis sejadi-jadinya.
Sejak kejadian malam itu, Sumi tak pernah kembali hingga detik
ini. Seiring rumor yang berkembang, hilangnya Sumi menjadi
perbincangan warga, terlebih kaum lelaki yang selalu menanti-nanti
tarian lincah Sumi. Tapi tak lama setelah hilangnya Sumi, muncul
penari lain dengan wajah berbeda, bukan Sumi.
Begitulah yang diceritakan oleh Kakek.
“Lanjutkan Kek, ceritanya! Kemana Sumi dan anaknya dibawa
pergi?” pintaku seraya memandang lukisan baru Kakek, lukisan
ilustrasi yang menggambarkan sosok Sumi dan anak bungsunya yang
dibawa pergi oleh seorang lelaki.
Dalam cerita pendek antara lukisan dan perempuan matahari,
Kakek selalu melukis sebuah lukisan baru. Agar aku bisa
membayangkan tentang kehidupan Sumi yang sebenarnya. Lalu
kuteguk teh hangat di atas meja.
“Entahlah, kemana lelaki itu membawa Sumi dan anaknya pergi.
Bahkan tak seorang pun yang mengetahui, siapa lelaki itu?”
Dan di sudut ruangan mataku mendarat, ada sebuah lukisan
yang entah berukiran apa. Lukisan yang tergantung di dinding itu
selalu tertutup oleh kain tebal. Sesekali Kakek tak pernah
memperlihatkan padaku tentang lukisan itu.
“Ah, sudahlah. Cerita tentang Sumi dilanjutkan besok lagi. Apa
kau tidak jualan? Hari sudah hampir siang,” lanjut Kakek.
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 35/173
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 36/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#3 Antara Lukisan dan Perempuan Matahari 29
Ya, seorang penari jalanan. Mungkinkah itu Sumi, ataukah penari
yang lain? Aku tak tahu betul, apakah cerita Kakek benar-benar nyata
atau fiktif? Kusir dan seorang perempuan di atas delman yang lewat
di sebelahku sekejap langsung mengalihkan pandangan ke arah
penari bertopeng rupa cantik itu. Namun, saat topeng itu dibuka,
rupa perempuan itu tak secantik topeng yang dikenakannya.
Lalu ada seseorang yang memanggil namaku, membuatku
tersentak. Pandanganku beralih ke arah lain, di seberang jalan.
Seorang lelaki sebaya denganku melambai-lambaikan tangannya, aku
membalas lambaiannya. Nambo, namanya. Dan ia pun
menghampiriku.
“Kau masih berjualan bendera?”
“Ya, beginilah. Kau tahu sendiri kan, aku lebih suka hidup
mandiri. Meskipun Kakek membiayai sekolahku dengan uang
pensiunan, tapi setidaknya aku ingin mencari uang jajan sendiri,”
katak u, mengumbar senyum. “Lalu, apa yang kaulakukan di sini?”
“Aku menemani ibuku bekerja. Penari itu adalah ibuku. Ibu yang
selalu bekerja untuk kehidupan dan sekolahku. Ibu yang hebat. Aku
biasa membantu bapakku membawa speaker untuk melodi tarian
Ibu. Hei, mampirlah ke rumahku! Kebetulan aku mau pulang.”
“Mmmh, oke. Baiklah!”
Di Jalan Pattimura, tempat berderet toko buku, toko busana
milik pedagang keturunan Arab, serta pusat oleh-oleh. Orang lebih
sering berlalu lalang di area ini, terlebih rombongan keluarga dari
ibukota provinsi. Sebuah rumah sederhana di pojok jalan, itulah
rumah Nambo. Kemudian Nambo mengajakku masuk ke rumahnya,
ke teras belakang.
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 37/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#3 Antara Lukisan dan Perempuan Matahari 30
Di rumah Nambo ada seorang anak perempuan sedang berlarian
di ruangan rumah seraya menggenggam sepasang boneka. Lalu anak
kecil itu duduk di dekatku, di atas lantai tanpa alas. Kemudian Nambo
datang dan memberikan sepiring nasi dengan sepotong ikan goreng
pada adiknya. Anak kecil itu melahap nasi yang menumpahkan
remahan nasi keluar dari piring.
“Kau mau minum apa? Akan kubuatkan,” tanya Nambo.
“Ah, tidak usah! O—iya, apa itu Adik perempuanmu? Anak kecil
yang manis.”
“Yeah, itu adikku. Adik tiriku. Aku tak tahu betul bagaimana
ceritanya aku bisa punya adik tiri. Dulu waktu aku kecil, aku sangat
ingin mempunyai seorang adik perempuan, tiba-tiba saja bapakku
membawa pulang Meila ke rumah ini. Nama adikku adalah Meila.
Meski ia bukan adik kandungku, tapi aku sangat menyayanginya.”
“Pasti enak ya punya adik. Bisa diajak bermain.”
“Ya, sangat menyenangkan. Mm, aku tinggal mandi dulu ya. Jaga
adikku!”
“Oke.”
Aku menatap anak kecil itu. Mungkin usianya sekitar lima tahun.
Anak manis bermata mungil. Aku bisa mendengar denyak
kunyahnya; nikmat. Ia melahap nasi seraya memainkan bola karet.
Saat bola itu menggelinding masuk ke dalam ruangan lain, ruangan
gelap dengan pintu agak terbuka sedikit. Lalu anak itu mengalihkan
pandangan ke arahku. Mungkin anak itu menginginkan agar aku
mengambilkannya bola itu, meski anak itu hanya diam dan tak
memintanya langsung padaku.
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 38/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#3 Antara Lukisan dan Perempuan Matahari 31
Oke! Aku akan mengambilkan bola itu. Perlahan, aku mendorong
gagang pintu itu. Begitu pintu dibuka, di dalam ruangan remang itu,
kulihat seorang perempuan mengenakan gaun putih seperti
pengantin. Perempuan itu tengah tertidur di atas meja besi, ah bukan,
tapi seperti setengah mati. Dan saat kulangkahkan kaki lebih dalam,
seseorang menepuk pundakku dari belakang. Aku langsung terkejut.
Ah! Ha-hh! Ternyata pembantu Nambo.
“Jangan masuk ke ruangan ini! Nanti Bapak bisa marah. Ruangan
ini memang lebih layak dikatakan sebagai tempat kenistaan. Keji.
Terkutuk.”
“Sekilas kumemandang, di ruangan itu banyak sekali topeng.
Dan seorang perempuan bergaun putih yang tengah tertidur.”
“Perempuan itu memang tengah tidur, tapi tidur panjang. Dalam
sebuah keabadian di alam lain. Itu adalah mayat. Dan perempuan itu
telah lama meninggal.”
“Astaga! Lalu, kenapa tubuhnya bisa tetap utuh dan masih
tampak cantik? Apa yang sebenarnya terjadi pada perempuan itu?”
“Bapak telah membunuh perempuan itu, lalu mengawetkan
tubuhnya. Yang kudengar, perempuan itu adalah simpanan Bapak.
Orang yang pernah dipinang oleh Bapak, tapi selalu ditolak. Malam
itu rumah sedang sepi, Bapak mengendap-endap menuju ruangan itu
dengan membawa karung besar. Ketika aku mengintipnya di balik
pintu, ternyata karung itu berisi mayat. Entah apa yang sudah terjadi
sebelumnya. Tak ada yang tahu tentang kejadian ini, kecuali aku.
Itulah sebabnya, anak istri bapak atau orang lain sesekali tidak
diperbolehkan masuk ke dalam ruangan ini. Dan sehari setelah
kejadian keji itu, Bapak pulang membawa seorang anak kecil, Meila.
Yang kemudian dijadikan anak angkat.”
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 39/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#3 Antara Lukisan dan Perempuan Matahari 32
“Kasihan sekali perempuan itu, Mbok. Ia meninggal karena
dibunuh, lalu mayatnya tidak dikuburkan. Benar-benar tragis.”
“Mmmh—”
3
; kuingin peluk hangatmu, Ibu...
Sepulang dari rumah Nambo, aku beranjak pulang ke rumah. Di
perjalanan, kudengar seekor anjing liar menggonggong. Lolong anjing
terdengar keras. Beriring dengan itu, Nenek berteriak-teriak. Aku
segera menghampiri Nenek. Kulihat Nenek tergeragap, melindungi
tubuh batu berbentuk manusia itu.
Kemudian Nenek mengambil ranting pohon kering yang berada
di bawah kakinya dan memukuli anjing itu. “Anjing keparat! Pergi
kau!” tapi anjing itu terus menggonggong galak. Lalu Nenek
memungut kerikil besar dan melemparkannya pada tubuh anjing.
“Pergi! Jangan ganggu Sumi!” tangannya bergerak meraih batu lebih
banyak. Akhirnya anjing itu pergi.
Sontak aku terkejut mendengar apa yang barusan dikatakan
oleh Nenek.
Sumi.
Aku langsung berlari ke dalam rumah, menghampiri Kakek yang
tengah melukis.
“Kek, apakah Sumi itu hanyalah cerita hayalan Kakek? Ataukah
sosok Sumi benar-benar ada di kehidupan kita? Kenapa Nenek
menyebut batu itu sebagai Sumi?”
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 40/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#3 Antara Lukisan dan Perempuan Matahari 33
Sejenak Kakek memandangku, lalu menghela napas. “Oke.
Mungkin sudah saatnya kau tahu. Nenekmu menjadi gila karena
mendengar kabar hilangnya ibumu. Sepanjang waktu nenekmu selalu
berdiam diri di tepi telaga untuk menunggu kedatangan cucunya.
Nenekmu selalu menganggap bahwa patung itu adalah anaknya.
Dulu, nenekmu memang pernah tidak mengakui ibumu sebagai anak.
Tapi sebenci-benci sang Ibu pada anak, masih ada rasa sayang dan
cinta dari dalam lubuk hati nenekmu. Betapa rindunya nenekmu
pada anaknya. Sumi.”
Aku terkejut mendengar perkataan Kakek. “Jadi, Sumi adalah
ibuku...”
“Ya, itu benar. Sumi adalah ibumu yang selalu kaurindukan. Sumi
yang telah lama menghilang dan hingga detik ini tak pernah kembali.
Ibumu adalah sosok yang sangat tegar. Ia menjadi seorang penari
jalanan hanya untuk anak-anaknya. Membeli sesuap nasi untuk
makan anak-anaknya. Malam itu, aku menemukanmu di gubuk Sumi,
di tengah api yang membara. Kau menangis kencang. Takut dengan
api yang seketika bisa melahapmu. Setelah aku berhasil
mengeluarkanmu dari kobaran api itu, perlahan dinding-dinding
gubuk itu runtuh, habis tertelan api. Dan roboh menimpa tubuh
bapakmu yang tergeletak pingsan.”
“Kenapa gubuk itu bisa terbakar, Kek?”
“Kakek tak tahu pasti. Kakek hanya melihat kerjapan di langit,
seperti kebakaran dari arah bukit tempat Sumi tinggal. Dan pada saat
itulah, aku sudah melihat gubuk Sumi dalam keadaan terbakar.
Untung saja kau menangis kencang, jadi aku bisa tahu kalau kau ada
di gubuk itu. Dan lukisan yang tertutup kain tebal itu adalah lukisan
wajah Sumi seutuhnya.”
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 41/173
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 42/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
35
#4 Mutiara Laut Itu, Kau!
Yang kutahu Allah Maha Pengasih, tak pernah memandang apa
agama hamba-Nya, bagaimana statusnya, apa jenis kelaminnya,
darimana keturunannya, hitam atau putih warna kulitnya, semua
Allah pukul rata, pasti mendapatkan rezeki.“Yang terpenting mau berikhtiar dan berdoa, itu saja!” Itulah
sederetan kalimat yang selalu menghantar langkahku setiap kali
memasang jala di tepi pantai, dari bibir seorang wanita yang
wajahnya sudah mulai menua. Dia, Ibu. Itulah nama yang setiap kali
kuucap, maka akan semakin bertambah rasa cintaku. Jala itu lalu
diikat di setiap batu pantai yang berukuran besar, selepas
menancapkan jala, dengan cekatan tangan Ibu mengumpulkan
sampah yang berserakan di tepian pantai, bau sampah yang
terkadang menyengat perih di hidungku tak kuhiraukan, begitupun
yang dilakukan Ibu, sepertinya kami sudah terlalu kebal dengan bau
itu, kembali aku membantu memasukkan sampah yang masih bisa
didaur ulang itu ke dalam karung goni.
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 43/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#4 Mutiara Laut Itu, Kau! 36
Malam semakin pekat, dingin pun semakin menggigit keras. Aku
dan Ibu masih menyisir tepian pantai yang airnya terlihat sedikit
hitam. Tubuh Ibu yang semakin menipis hampir tumbang tertiup
angin. Kain sarungnya pun melambai-lambai seperti memberi isyarat
untuk tetap semangat mengais sesuap nasi. Malam telah memanggil
tuk mengajak istirahat. Pukul sepuluh kami telah kembali ke rumah.
Sedikit lebih hangat walau hanya dibatasi dengan bilik bambu,
setidaknya terpaan angin tidak langsung menyentuh kulit. Itu
pikirku. Kurebahkan tubuh di atas bale. Ibu datang menghampiri,
memeluk hangat tubuhku.
“Tidur yang nyenyak ya, Sayang. Terima kasih hari ini kamu
menjadi orang yang sangat bermanfaat, Nak” kalimat teduh itu selalu
menjadi hadiah spesial di setiap aku hendak menutup hari. Dan
kecupan di keningku seperti memberi isyarat bahwa esok harus
kembali siap melangkahkan kaki dengan kuat dan semangat. Aku
tersenyum membatin, aku pun sangat menyayangimu Ibu.
Mataku sudah enggan untuk bertahan. Ngantuk! Namun Ibu
masih asyik menghabiskan harinya dengan membaca surat-surat
cinta-Nya. Suara letih itu menyisakan syahdu di qalbu. Ah, tenangnya
ketika ku dengar ayat-ayat suci itu terlantunkan. Andai Allah tidak
menciptakanku sebagai tuna wicara, mungkin aku takkan bosan
melantunkan ayat-ayat indah itu setiap hari. Tapi, Ibu bilang
walaupun aku belum diberi kesempatan untuk melantunkan ayat-
ayat cinta itu, aku tetap wajib bisa dan faham isi dari mushaf Al-
Qur’an. Dan kata Ibu jua walaupun aku hanya mendengarkan ia
membaca Al-Qur’an aku tetap mendapatkan pahala dari Allah. Lebih-
lebih kalau aku mau mengikuti dalam hati.
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 44/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#4 Mutiara Laut Itu, Kau! 37
“Allah selalu memberikan kado terindah untuk hamba-Nya,
terkadang kado indah itu tidak selamanya indah terasa. Tapi, tetaplah
berhusnudzhan kepada Allah, Nak” Ibu memberikan kekuatan
padaku di kala itu dengan mata teduhnya.
***
Matahari semakin menyengat membakar kota Jakarta Utara,
hembusan angin pun tak segar terasa. Suara bising kendaraan
menyempurnakan kerasnya kota yang dipenuhi dengan mobil
kontainer. Dua ember ikan berukuran kecil yang dijualkan di
Topekong tempat penjualan ikan, sejak jam lima pagi sudah hampir
habis terjual. Aku melihat muka teduh Ibu penuh syukur,
“Alhamdulillah Ya Rabb atas nikmat -Mu hari ini” kudengar suara lirih
itu. Kami mulai bergegas merapikan dagangan, sepuluh menit lagi
waktu dzuhur tiba, Ibu tak ingin ketika adzan berkumandang masih
ada di perjalanan.
***
Prak!
Suara pukulan meja itu membuat kakiku gemetar kuat.
“Serahin Bu duit itu!”
Agh! Lagi-lagi abangku mulai buat kerusuhan dan
mempermalukan Ibu di tempat umum.
“Loh untuk apa nak? Yang kemarin kan sudah kamu ambil
sebagian”
“Agh! Udah serahin aja Bu, cepat!”
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 45/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#4 Mutiara Laut Itu, Kau! 38
Ibu langsung mengeluarkan uang itu dari kresek dan
menyerahkan sebagiannya. Abang pun pergi meninggalkan kami
seperti tanpa dosa. Ingin rasanya aku berteriak dan merampas
kembali uang itu dari tangan Abang. Tapi, agh… aku tak mampu. “Nah
inilah rezeki yang Allah berikan untuk kita, Nak. Alhamdulillah.” Ibu
mengecup keningku, menyadarkanku untuk ikhlas menerima apa
yang Allah takdirkan.
Sesampai di rumah kami langsung sholat dzuhur berjamaah. Ibu
bergegas ke dapur untuk menyiapkan makan siang. Beberapa menit
kemudian hidangan sudah siap tertata di atas bale. Nasi putih, ikan
japu asin dan sambal terasi. Perutku sudah tak sabar untuk
melahapnya. Namun seperti biasa rasa lapar dan keinginanku untuk
bersegera makan harus ditunda beberapa menit. Ibu merangkulku
keluar mendatangi rumah-rumah tetangga dan mencari tetangga
yang belum makan. Ditemukanlah keluarga yang kelaparan sejak tadi
pagi belum memasukan makanan kedalam perut meraka. Ibu
mengajaknya datang ke rumah untuk makan bersama. Aku melihat
pancaran kekaguman dari ibu beranak tiga itu kepada ibuku.
“Subhanallah, tiadalah kehidupan yang indah kecuali kita mau
berbagi kepada mereka yang membutuhkan dalam situasi dan
kondisi seperti apapun yang kita alami. Berbagi jangan menunggu
kita kaya, Nak, tapi kita harus mampu mengayakan hati kita dalam
segala kondisi.” Kalimat itu diutarakan Ibu selepas sholat tahajud dua
tahun yang lalu.
***
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 46/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#4 Mutiara Laut Itu, Kau! 39
Sore masih mengantarkan kehangatan di pesisir pantai Cilincing
Jakarta Utara. Melukiskan gambaran yang kontras antara bangunan-
bangunan kokoh nan indah yang menjulang tinggi, dengan bangunan-
bangunan rumah yang hanya terbuat dari bambu. Rumah-rumah
yang berdiri di sepanjang pesisir pantai itu tak semua berdiri tegak,
sebagian sudah terlihat doyong. Mungkin karena rumah dari bambu
itu tak kuat lagi untuk menahan terpaan angin.
Adzan ashar berkumandang menegur semua insan yang
dimabukkan dengan kenikmatan dunia untuk segera bergegas
mengkhidmatkan hati kepada sang pencipta. Masih adakah insan
yang bersyukur atas segala nikmat yang telah mereka rengguk?
Para supir dan kondektur di terminal terlihat masih disibukkan
dengan permainan catur, karambol, kartu dan dibumbui dengan
gelak tawa serta saling menggunjing menjadi warna hidup mereka
tiap waktu. Tak ada keinginan bagi mereka untuk segera menyaut
panggilan Allah tuk bercengkrama sebentar saja dengan-Nya.
“Nak, sudah sholat ashar?” tanya lembut Ibu yang sore itu
sengaja menghampiri Abang di terminal.
“Agh! Sudahlah Bu, Ibu gak perlu repot -repot ngingetin aku
terus. Capek aku dengernya!”
“Ibu sayang kamu nak.”
“Kalau Ibu sayang aku, pergilah dari sini!”
Ibu bungkam, tak ada perlawanan. Entah apa yang sedang Ibu
pikirkan yang kulihat ada butiran air jatuh dari kedua bola matanya
yang sudah mulai keriput. Agh! Batinku menjerit. Ingin rasanya
membantu Ibu menasihati Abang, membela Ibu ketika dibentak,
menenangkan hati Ibu ketika merasa tersiksa. Rabb, beri hamba
kekuatan! Ibu merangkulku.
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 47/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#4 Mutiara Laut Itu, Kau! 40
“Kita balik ke rumah yuk, kasihan anak -anak sudah menunggu.”
Rangkulanmu selalu membuatku kuat atas segala kelemahan yang
membungkus hidupku. Kami bertolak dari tempat itu.
Sesampainya di rumah, anak-anak yang masih mempunyai
semangat untuk belajar agama sudah kumpul di teras rumah. Tak
banyak, hanya sepuluh orang dari puluhan anak-anak kecil yang
tinggal di tepian pantai. Bukan karena mereka enggan untuk mengaji,
aku yakin anak-anak itu memiliki semangat besar untuk belajar
apalagi melihat temannya belajar, hanya saja kebanyakan orang tua
mereka tidak mengizinkan anaknya mengaji. Katanya dengan
mengaji atau tidak toh sama saja, Allah tidak akan membuat
kehidupan sosial mereka berubah. Allah takkan membuat mereka
kaya dengan mengaji. Semakin miris hatiku melihat kenyataan yang
terjadi di kampungku.
Lima bulan yang lalu Ibu mengelilingi setiap rumah
menawarkan agar anak-anak mereka diizinkan mengikuti kegiatan
mengaji setiap sore. Ibu tak meminta bayaran sedikit pun, disamping
warga pesisir pantai yang ekonominya di bawah rata-rata, Ibu
melakukan semua ini semata-mata hanya ingin mendapatkan
bayaran dari Allah, cukup itu saja. Tapi, semangat dan kebaikan Ibu
tidak semua berbuah dengan keindahan. Ada bentakaan, cacian serta
tak menghiraukan ucapan Ibu. Ibu tak menyerah. Dua hari
berikutnya Ibu terus mempromosikan agar anak mereka ikut serta
mengaji, Ibu menjelaskan secara detail manfaat mengaji dan kerugian
bagi orang yang tidak mengaji. Alhamdulillah, perjuangan Ibu tidak
sia-sia, walaupun takkan pernah sia-sia di mata Allah. Hari itu ada
dua keluarga yang merespon baik tawaran Ibu. Seminggu, dua
minggu, tiga minggu dan sebulan, akhirnya sepuluh anak
terdaftarkan menjadi santri yang siap untuk menerima ilmu agama.
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 48/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#4 Mutiara Laut Itu, Kau! 41
***
Hari ini tak secerah biasanya. Langit menampakan wajah pucat.
Matahari pun seolah-olah marah dan enggan untuk menampakan
dirinya. Angin semakin kencang menggoyangkan puluhan tubuh
pohon kelapa. Deburan ombak semakin semangat menyanyikan lagu
yang tak dapat kupahami artinya. Aku masih terdiam menikmati
suasana yang tak biasanya terjadi. Mataku sesekali memandang Ibu
yang sejak tadi sibuk mengeringkan ikan, membolak balikan tubuh
mungil itu di atas terpal. Kudongakkan kepala berharap matahari
mau menampakan dirinya. Kapan bisa kering Bu kalau matahari
sudah siang begini belum jua tampak. Batinku menyanyi duka.
Sudah setua itu Ibu masih mempunyai semangat yang luar biasa.
Tak pernah kudengar sedikit pun keluh kesah Ibu atas perihnya
kehidupan ini. Sejak Abah dipanggil Yang Maha Kuasa, Ibu harus
menguras tenaganya sendiri. Selepas sholat isya, Ibu berangkat ke
perumahan POLRI mendatangi dua rumah untuk menjadi kuli cuci
piring di sana. Pukul setengah sembilan Ibu sudah kembali ke rumah.
Dan melangkah lagi ke tepian pantai untuk mengikat jala di setiap
bebatuan.
Abang yang mempunyai tubuh kuat seharusnya bisa membantu
Ibu mencari ikan. Tapi, ia tak acuh dan lebih senang dengan
dunianya. Lalu aku? Apa yang bisa ku lakukan untuk Ibu? Mungkin
aku hanya bisa menambah beban kehidupan Ibu, aku bukan manusia
yang bermanfaat. Bicara saja tak mampu, bagaimana mungkin aku
bisa merubah status sosial keluarga ini. Agh! Aku hanya benalu Bu
yang hinggap dikehidupanmu. Walaupun setiap hari kau selalu
menguatkan dan meyakinkanku bahwa aku manusia yang
bermanfaat.
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 49/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#4 Mutiara Laut Itu, Kau! 42
Belum saja usai bercengkrama dengan batin. Tiba-tiba ku lihat
dua orang lelaki menghampiri Ibu, wajah mereka menampakkan
kecemasaan. Kulihat wajah Ibu pucat dan bibirnya gemetar kencang.
Aku berlari menghampiri mencari tahu apa sebenarnya yang terjadi.
Teph! Ibu memeluku erat, detak jantungnya memukul-mukul keras,
air matanya pun tumpah. Ya Rabb, ada apa ini? Kenapa Ibu
menangis? Kenapa tubuh Ibu gemetar begitu kencang? Apa
sebenarnya yang terjadi Rabb? Batinku sibuk bertanya. Ku jabat
tangan Ibu mengajaknya berbicara bahasa isyarat atas segala rasa
penasaranku.
Ibu menatapku dalam, menyusuri setiap makna yang ada di
pancaran mataku.
“Abangmu nak, abangmu.” Ibu menangis sesenggukan.
Mataku menatap setiap garis bibir Ibu, menanti kalimat apa yang
akan terucap. Ada apa dengan Abang? Ada apa Bu? Batinku menjerit.
“Abangmu tertangkap pol…” ucapan Ibu tersekat sejenak,
menarik nafas dan “Abangmu tertangkap polisi karena mencuri
barang-barang.” Tangis Ibu pecah, air mataku pun meleleh. Ya Rabb,
Kau kembali uji Ibuku dengan berita buruk ini. Agh! Ingin rasanya ku
hambur-hamburkan tubuh Abang, menampar pipinya agar ia
tersadar bahwa Ibu begitu sangat terpukul atas perlakuannya.
***
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 50/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#4 Mutiara Laut Itu, Kau! 43
Gerimis menyapa daerah Cilincing, aroma gersang tanah
menyengat tajam di hidungku, sudah sepuluh bulan terakhir tanah
itu belum pernah terjamah hujan, semilir angin menggelitik tubuhku
lembut, menyempurnakan perasaan gundahku. Ku tarik nafas dalam-
dalam dan mengeluarkannya perlahan-lahan. Tak pernah kurasakan
sebelumnya perasaan tak nyaman ini. Kusapu halaman sekitar
berharap ada titik penyejuk untuk hatiku yang entah mengapa
berubah aneh tak karuan. Perih!
Sejak berita Abang tertangkap polisi, wajah Ibu terlihat sedikit
mendung. Aku tahu bahwa batinnya lebih mendung menerima
kenyataan itu. Ah, setegar itukah dirimu menawarkan wajah lembut
untukku? Ingin memelukmu agar rasa perih itu berkurang. Tapi, aku
tak mampu melakukannya, aku takut perihmu akan bertambah.
Kupandang postur tubuhnya yang tak lagi tegap. Pinggulnya tak lagi
seimbang, pinggul kananmu sudah lebih mencong Bu, tulang-
tulangnya sudah banyak yang menonjol, matamu lebih cekung Bu,
urat-urat nadinya begitu transparan menembus kulit. Wajahnya
sudah banyak garis-garis lekukan. Se-lelah itukah dirinya menjalani
kehidupan yang bagiku begitu keras dan pedih. Lagi-lagi ku pandang
tubuhnya. Tesh! Air mataku meleleh.
“Nak, makanlah ini, sedari tadi Ibu lihat kamu belum makan
sama sekali. Ibu tak ingin kamu sakit loh nak.” Tess! Air sejuk
membanjiri hatiku. Senyumnya mengembang, bekas cantik masa
mudanya masi tersisa di sana.
“Makan yah, Ibu yang suapin,” sambil mengecup keningku.
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 51/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#4 Mutiara Laut Itu, Kau! 44
Setiap kunyahan entah kenapa hatiku semakin teriris perih.
Bukankah aku harus bahagia ketika rasa sayang Ibu selalu
ditampakan? Mungkin aku terlalu bahagia hingga aku tak dapat
mendefinisikan perasaan ini. Fabiayyiaalaa irobbikumatukadzibaan
Nikmat Allah yang mana lagi yang harus kudustakan. Kalimat itu
mantap terucap di hatiku.
Seperti biasa menjelang tidur ayat-ayat cinta itu diperdengarkan
kembali olehnya. Tak terasa mataku basah ketika ia membaca surat
Al-hasyr. Wa yu-tsiruuna ‘alaa anfusihim, walau kaana bihim
khoshoosho, waAllahu fii ‘aunal ‘abdi maa ‘aana. Aku teringat dua
bulan yang lalu, saat penghasilan ikan tak sebaik hari-hari biasanya.
Hanya lima ekor ikan sepat yang didapat dan itu tak mungkin
dijualkan. Jadi hari itu Ibu tak berangkat ke Topekong, itu artinya tak
ada penghasilan yang masuk. Dalam kondisi yang kejepit itu, Ibu tak
pernah menutup mata hati. Ia masih mampu memberi, ketika
seorang lelaki dewasa datang ke rumah meminjam uang kepadanya.
Dengan sigap ia mengambil simpanan yang berada di bawah lipatan
baju dan memberikan semuanya kepada lelaki itu. Aku tertegun,
aneh. Kenapa dalam kondisi sulit Ibu masih memberikan uang itu
kepada orang lain, bukankah kita juga membutuhkan uang itu Bu?
Batinku bertanya ragu.
Keraguanku terjawab ketika ia menjelaskan bahwa orang yang
lebih mementingkan kepentingan orang lain walaupun dalam
keadaan susah, terjepit atau dalam keadaan yang bermasalah. Allah
akan menolong hambanya yang akan menolong orang lain.
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 52/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#4 Mutiara Laut Itu, Kau! 45
“Jangan ragu Nak, ketika kita ingin menolong orang lain. Allah
yang langsung menolong kita. Apakah kamu tak ingin Allah
menolongmu?” matanya melirikku centil.
“Itu janji Allah, Nak” tambahnya sambil mengelus pipiku lembut.
Malam pun semakin larut terasa, ingatan itu terhenti ketika Ibu
menyudahkan tilawahnya. Berbaring di sampingku sambil membelai
rambutku.
“Belum tidur, Sayang?”
Aku menggeleng. Ia tersenyum manis dan mengecup keningku.
“Sudah malam. Bobok yuk, Nak”
Beberapa menit kemudian ia tertidur pulas. Wajah teduhnya
menenteramkan jiwaku. Ingin kubisikan Isyqa sayang Ibu. Namun
suara itu tak dapat keluar indah dari lidahku. Kukecup pipinya dan
memeluk penuh kehangatan.
***
Deburan ombak begitu kencang bersautan di telinga. Aku
terbangun. Kupandang jam dinding yang sudah berdebu, menghiasi
rumah yang hampir roboh. Pukul tiga, aku masih melihat Ibu
berbaring. Tak biasanya Ibu belum terbangun di waktu ini. Biasanya
ia sudah melakukan empat rakaat sholat hajat dan empat rakaat
sholat tahajud. Tapi, kenapa belum terbangun. Terlalu lelahkah kau
hari ini? Atau kau merasakan sakit? Ku pandangi tubuhnya lekat-
lekat. Mata nya terpejam kuat. Agh! Ibu terlalu lelah.
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 53/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#4 Mutiara Laut Itu, Kau! 46
Selepas ku mengambil wudhu tak ada tanda kalau ia terbangun.
Ku dekati menggenggam tangannya. Drrrr! Tangannya begitu dingin,
wajahnya berubah pucat, garis senyum di bibirnya membuat tubuhku
lemas. Kuhadapkan pipiku tepat di hidungnya. Ya Rabb, tak kurasa
hembusan nafasnya. Innalillahi wa inna ilaihi raji’un. Air mataku
meleleh membanjiri pipinya. Tak mampu meyakini kenyataan ini.
Mampukah kulalui hari tanpa kokohnya tubuhmu, tanpa lembutnya
cintamu, tanpa manisnya kecupanmu, tanpa hangatnya pelukanmu,
tanpa indahnya suara ayat-ayat suci itu. Tanpa terangnya ilmumu.
Kau bagaikan mutiara indah di lautan yang mampu bersemayam di
hidupku.
Kembali aku mengguncangkan tubuhnya berharap masih ada
setitik harapan. Agh! Kaku! Seminggu yang lalu selepas sholat dhuha,
Ibu pernah memberitahukanku bahwa harus sering-sering
mengingat kematian. Karena keutamaan mengingat kematian dapat
menghindarkan diri dari tipu daya dunia, membongkar kehidupan
dunia, melembutkan hati dan menajamkan bashiroh serta
meringankan penderitaan dunia.
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 54/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#4 Mutiara Laut Itu, Kau! 47
Ibu pun melanjutkan penjelasannya dengan membaca surat Ali
Imran ayat 185.
“ Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan
sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan
pahalamu. Barang siapa yang dijauhkan dari neraka dan
dimasukkan ke dalam surga maka sungguh dia telah beruntung.
Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang
memperdayakan.”
“Kita harus bahagia menanti kematian, karena dengan kematian
pertanda perjumpaan kita kepada Allah. Jadi, lakukanlah segala hal
yang Allah perintahkan, Nak”
Tubuhku semakin kencang bergetar dan gelap!
Husnul Khotimah Aqiel , seorang mahasiswi Universitas Islam Negeri,
Jakarta. Gadis kelahiran Jakarta, 29 April 1989 ini bisa disapa di e-
mailnya noel9_cute@yahoo.co.id.
Untuk lebih dekat, silakan follow twitter Husnul @HusnulAqiel.
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 55/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
48
#5 Aku Bukan Tirani
Bandung, 25 Oktober 2011Bandung kembali bertemu dengan paginya. Masih sangat pagi,
belum ada semburat matahari muncul di kejauhan horizon
cakrawala. Daun-daun masih basah, berbekas embun sisa hujan tadi
malam. Bebatuan kecil di jalan sempit bahkan masih lincun. Bagian
atas bumi Siliwangi ini bermantel kabut. Temperatur suhu di
kamarku mengarah ke angka delapan belas derajat celcius. Dingin
sekali. Tapi ini lebih dingin dari AC. Lebih dingin lagi hatiku yang
tiba-tiba menggigil. Beku. Kelu.
Asap mengepul di dinding kamar kosku. Wanita berusia 35
tahun yang kusebut 'Mama' duduk bersila di ujung pintu. Mulutnya
memainkan asap rokok menjadi beberapa bentuk bulatan yang
sedikit lucu. Aku diam saja sambil menata barang-barang bawaan
Mama. Sesekali menarik nafas panjang, sesak. Entah ada angin dari
mana, hari ini Mama menjengukku ke Bandung. Menjenguk?
Entahlah.
Subuh tadi, saat aku baru saja menutup doaku, handphone-ku
berdering. Sebuah nama yang jarang sekali mewarnai dering telepongenggamku memanggil. Mama.
"Gue di luar. Bukain pintu cepet! Kedinginan gue."
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 56/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#5 Aku Bukan Tirani 49
Tanpa salam, tanpa pembuka apapun, suara itu langsung
menabrak gendang telingaku. Aku cepat-cepat menuju pintu,
membukanya. Wanita yang amat kurindukan itu tampak lesu.
Kalaulah boleh, maka aku ingin sekali memeluknya, lalu
mengalungkan tanganku di tubuhnya. Ah, belum juga terwujud,
Mama sudah menghalau tanganku.
"Lo mau ngapain? Bantuin bawa barang-barangnya. Nggak liat
orang bete?"
"Iya," jawabku singkat, sedikit sinis. Mama tak berubah.
Harapanku melihat senyum Mama atas kedatangannya ke Bandung
meleset total. Mama, aku bahkan hanya ingin mendengarnya
memanggilku dengan sapaan sayang seorang Ibu untuk anaknya,
bukan sapaan lo gue. Ah, sudahlah, mungkin memang itu panggilan
sayang Mama untukku.
Mama membuka jaketnya, membiarkan lengannya terbuka.
Sementara tangannya mengambil sebatang rokok, menyulutnya
dengan api, kemudian menghisapnya seakan nikmat sekali hingga
sekarang. Aku benci rokok, aku juga benci perokok. Tapi aku tak
pernah bisa membenci Mama. Aku hanya diam menahan sesak. Sesak
oleh asap rokok, juga perasaanku yang sebenarnya lebih sesak dari
itu.
Sahut-sahutan suara anak kecil mengaji yang biasanya
menghiasi cerah pagi tiba-tiba terasa miris bagiku. Sayup-sayup
indah lineria matahari pagi yang menyusup ke kamarku juga tiba-tiba
menjadi bias di mataku. Sedikit pun tak ada tanda-tanda Mama ingin
memelukku atau sekadar menanyakan kuliahku. Pikiran picikku
memaksaku membuat pertanyaan lagi. Inikah sosok Ibu?
***
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 57/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#5 Aku Bukan Tirani 50
“Tira, eta teh Mama kamu? ” bisik Aida pelan padaku saat kita
bertemu di dapur.
Aku mengangguk, “Maaf ya, kedatangan Mama menganggu pagi
kalian.”
“Nggak kok, mama kamu perempuan tangguh sepertinya.”
“Tapi tolong ya rokoknya, aku nggak kuat.” sahut Afra pelan
sambil mengibas-ibaskan telapak tangannya ke depan hidungnya. Ia
menahan batuknya.
Aku tersenyum saja, melihat mereka penuh tatapan maaf.
“Hati-hati ya, Ra, perokok pasif lebih rentan terkena kanker lho.”
Deg! Walaupun ada desir aneh di hatiku mendengarnya, aku
memilih untuk mendiamkannya saja, tersenyum sedikit, lalu
meninggalkan mereka. Bukankah kalimat itu sangat sering kudengar?
***
Mama tertidur. Kubenamkan selimut di tubuhnya. Bandung
masih dingin walaupun hari ini matahari kembali bersahabat dengan
langit. Kusapa lagi wajah lembutnya sebelum diriku membalikkan
badan, bersegera menyiapkan makan siang.
"Hei, Tirani, kenapa lo mau nerima gue di kosan lo?" tiba-tiba
suara Mama ada begitu saja, membuatku urung beranjak dan
menoleh.
"Karena Mama ibuku." jawabku singkat, walaupun hatiku
bergejolak.
"Tapi gue benci sama lo. Gue benci jadi Mama. Gue benci jadi
IBU!"
"Itu hanya kata tetangga-tetangga di Bogor, Ma. Merekalah yang
bilang Mama membenciku. Aku tahu Mama tidak pernah
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 58/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#5 Aku Bukan Tirani 51
membenciku." jawabku praktis. Tegas sekali kedengarannya. Padahal
hatiku terkoyak. Sakit sekali mendengar kalimat Mama. Aku berusaha
cepat pergi, menahan supaya air mata ini tidak jatuh.
"Tapi itu benar. Gue benci sama lo. Gue benci. Lo tirani dalam
hidup gue!"
"Mama ada keperluan apa ke Bandung? Nanti Tira antar."
Nuraniku membawaku lebih lembut, berusaha menutup telinga atas
kalimat menyakitkan itu dan mengalihkan topik.
"Tirani. Bukan hanya Tira. Lo itu TIRANI!" Mama tidak
menjawab pertanyaanku.
Aku diam saja. Tersenyum tipis. Lalu berjalan ke taman belakang
kamarku. Kubanjiri wajahku dengan air mata yang bergerimis tak
tertahan. Aku bahkan tak menyadari, tanganku yang kukatupkan di
mulutku sudah penuh oleh darah. Tiba-tiba terasa sesak sekali
nafasku, semua menggelap.
***
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 59/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#5 Aku Bukan Tirani 52
“Menikahlah denganku, Senja. Aku ingin membahagiakanmu.”
“Iya, Senja. Kamu pasti bahagia, Nak.”
“Umurku masih 15, Mak. Senja mau meraih cita-cita dulu. Senja
nggak mau jadi gadis kampung yang kolot. Senja mau jadi wanita
sukses dulu.”
“Saya akan membantumu, Senja. Menikahlah denganku. Aku
punya kehidupan yang menjanjikan di kota.”
Lelaki berusia dua puluh tujuh tahun itu begitu menenteramkan
dengan janji-janji kehidupan yang lebih baik untukku. Lelaki yang
umurnya sudah matang namun masih terlihat menawan. Aku memang
jatuh cinta padanya sejak pertemuan pertama di balik semak belukar.
Ia datang seperti Kakak bagi keluarga kecilku. Ia tidak memarahiku
seperti mandor-mandor di ladang pemerintahan ketika aku
tertangkap basah mencuri satu buah kelapa sawitnya yang teronggok
di pinggir pagar. Ia memanggilku pelan, mengajakku berbicara
tentang mimpi dan harapan. Oh Tuhan, bagaimana aku tidak jatuh
cinta padanya? Pemilik ladang kelapa sawit itu bahkan kemudian
melamarku, gadis lima belas tahun yang masih sangat polos. Ia datang
membawa janji kehidupan yang menenteramkan. Tapi mengapa justru
dialah yang menggerus perlahan mimpi-mimpiku?
***
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 60/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#5 Aku Bukan Tirani 53
"Ini seperti sinetron saja. Tapi Ibu ini benar-benar membunuh
anaknya pelan-pelan. Hasil diagnosis dokter mengatakan paru-paru
gadis ini sudah terinfeksi oleh asap rokok sejak lahir.”
"Malang sekali, dia harus jadi perokok pasif sejak kecil, tumbal
ibunya sendiri."
"Berita sakitnya gadis ini masuk koran nasional. Beritanya
melesat cepat melalui twitter . Rupanya teman-temannya
membicarakannya.”
“Iyakah? Lihat di mana?”
“Coba cari saja hastag perokok pasif, maka nama gadis ini akan
jadi bahasan. Banyak yang bersimpati padanya.”
Samar-samar suara itu terdengar di antara sesak nafasku. Ah,
ternyata sama saja, para perawat ini tak jauh berbeda dengan ibu-ibu
yang merumpi di tukang sayur. Mereka salah besar. Aku tahu, Mama
tidak mungkin membunuhku.
***
"Lo sakit." kata Mama getir, ketika pertama kalinya mataku
benar-benar bisa terbuka.
Aku hanya mengangguk. Wanita di sampingku ini menatapku
dengan tatapan kosong. Matanya menahan air mata.
"Sudah berapa lama?" tanyanya lagi, datar.
Kali ini aku menggeleng, "Aku tidak pernah periksa."
"Aku yang membunuhmu."
Aku menggeleng, " Tidak. Itu kata mereka. Mama ada apa ke
Bandung?"
"Bukan urusan lo."
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 61/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#5 Aku Bukan Tirani 54
Aku diam lagi, kemudian berbisik pelan, "Maafkan Tira, urusan
Mama tertunda karena menemaniku."
***
Aku bahagia menikah dengannya. Sebulan pernikahan kami
berjalan sangat indah, tak peduli umurku dan umurnya terpaut sangat
jauh. Orang-orang belum meributkan pernikahan di bawah umur kala
itu. Dia mengajariku banyak hal, juga memperkenalkanku pada kolega
bisnisnya. Aku memang masih terlalu polos untuk mengerti tentang
bisnis, tapi aku tertarik sekali dengan dunia ini. Sesuai janjinya, dia
kemudian memberikanku pendidikan privat di rumah, melanjutkan
masa sekolahku yang terputus. Sejenak, aku menemukan hidupku.
Namun semua berubah di akhir bulan kedua setelah kami
menikah. Ada sesuatu yang terjadi. Sesuatu yang membuat semua
pasangan bahagia dikarunianya, tapi aku tidak. Aku masih ingin
mengejar mimpi-mimpiku.
***
Dokter Isna kembali memeriksaku. Dokter cantik ini bahkan
memperlakukanku layaknya seorang Ibu pada anaknya. Satu hal yang
belum pernah kurasakan dari Mama dalam sembilan belas tahun
hidupku. Dokter Isna datang padaku setiap hari dengan senyumnya,
mengingatkanku meminum obat, melarangku ini itu, lalu pergi lagi
dengan masih meninggalkan senyum. Aku pun ikut tersenyum ketika
jilbabnya yang berpadu indah dengan jas putihnya meninggalkan
ruangan. Oh Tuhan, kapan aku merasakan sentuhan Mama seperti
sentuhan dokter Isna?
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 62/173
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 63/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#5 Aku Bukan Tirani 56
"Mama, boleh aku bertanya satu hal?"
Mama diam saja. "Hanya satu saja, Ma. Mama ada apa ke
Bandung?"
***
"Mulai sekarang, kamu berhenti belajar dulu ya?"
"Kenapa?"
"Karena kamu hamil."
Terang saja aku marah, sekali pun aku tidak pernah
menginginkan untuk menjadi Ibu di usia sedini ini. Bukankah dia
menikahiku untuk mewujudkan mimpi-mimpiku? Aku memang bodoh.
Tapi aku harus meraih mimpi-mimpiku.
"Tidak!! Kalau kamu tidak membantuku, aku akan berusaha
sendiri. Aku akan belajar sendiri. Mencari kenalan sendiri. Aku akan
meraih mimpiku."
"Itu tidak akan pernah terjadi. Kamu akan menjadi Ibu."
Benar saja. Setelah itu, dia benar-benar membatasi langkahku.
Dia memblokade rekan-rekan bisnisnya untuk bertemu denganku. Aku
tidak tahu apa mau laki-laki itu. Mungkin aku memang terlalu kecil
untuk mengerti. Tapi ini menyakitkan. Dia membatasi semua
langkahku hanya karena aku akan menjadi seorang Ibu. Aku benci
anak dalam kandunganku. Aku benci menjadi Ibu. Aku tidak pernah
menginginkannya. Oh Tuhan, bolehkah aku membunuhnya?
***
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 64/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#5 Aku Bukan Tirani 57
"Tira terkena kanker paru-paru stadium 4. Mendadak sekali
memang. Ia tidak pernah periksa karena gejalanya tidak pernah
tampak. Atau mungkin ia tahu tapi ia sengaja diam. Penyebabnya
rokok. Paru-parunya menghitam. Ia perokok pasif sejak lahir. Ibu
Senja, sungguh saya tidak tahu rahasia-Nya, tapi ini adalah suatu
keajaiban, seorang penderita kanker paru-paru bisa bertahan hidup
sampai usianya sembilan belas, padahal ia menjadi perokok pasif
sejak lahir."
"Ia memang tangguh, Dok."
"Ibunya lah yang lebih tangguh. Tolong, sayangi dia. Jangan
simpan rasa sayang itu dalam hati Ibu, setidaknya di saat sekarang,
saat-saat probabilitas waktu hidup Tirani di dunia ini sangatlah
kecil."
Mama menangis.
***
Aku tidak tahu lagi apa yang harus kulakukan. Laki-laki itu
sangat protektif. Sayangnya, dia tidak pernah ada di sisiku. Dia
beristrikan kelapa-kelapa sawitnya. Entah kapan pulangnya. Tapi dia
melarangku beraktivitas.
"Kamu akan menjadi Ibu. Pikirkan kesehatan anakmu."
Hanya itu yang dikatakannya ketika ia pulang. Tidak
mengertikah dia? Aku mencari mimpi di kota ini, aku mengejar cita.
Aku belum menginginkan kehadiran seorang anak. Entah kapan aku
akan menginginkan hadirnya. Dan lelaki itu semakin menambah
kebencianku pada makhluk bernyawa dalam kandunganku ini.
***
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 65/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#5 Aku Bukan Tirani 58
"Sejak saat itu, aku selalu berusaha untuk membunuhmu. Tapi
nuraniku tidak pernah bisa. Maka aku memutuskan untuk perlahan
mati bersamamu."
Aku hanya bisa diam mendengar semua cerita Mama. Benar,
wanita ini tangguh sekali. Ia masih bercerita, walaupun tatapan
matanya kosong, tak juga menatapku.
"Aku memilih rokok karena aku tahu, aku akan terbunuh dengan
cara seperti ini. Entah dengan kamu, aku tak peduli. Aku benar-benar
hilang kendali."
"Lalu Mama juga ingin membunuhku dengan rokok itu?"
Mama menggeleng. "Aku tidak pernah tahu sebegitu
membahayakannya efek rokok untuk perokok pasif. Aku memang
tidak pernah menginginkanmu, tapi aku tak pernah bisa
membunuhmu. Aku ingin mati saat mengandungmu, tapi Tuhan
masih mengizinkan kamu lahir." Mama terisak kembali, "dan hari ini
aku benar-benar tahu, aku seorang pembunuh."
"Mama bukan pembunuh." Kali ini aku memeluknya. Hangat
sekali.
"Jangan benci Papa ya, Ma. Papa baik sekali. Papa membiayai
hidup kita. Papa menjadikanku ada di dunia ini untuk merasakan
pelukan hangat Mama hari ini."
Mama diam saja, tangannya membalas pelukanku dan
mengangguk pelan. Wajahnya masih berurai air mata.
"Bolehkah aku mengatakan satu hal yang sangat ingin
kukatakan, Ma? Satu hal seperti anak-anak lain katakan kepada
ibunya? Satu hal seperti anak-anak lain rasakan kepada ibunya?"
Mama mengangguk lagi, semakin erat pelukannya.
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 66/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#5 Aku Bukan Tirani 59
"Aku sayang Mama. Aku merindukan Mama. Berat sekali hidup
di kota ini tanpa Mama. Walaupun untuk bisa bersama Mama,
terkadang aku harus merasakan sakit hati oleh kata-kata Mama.
Harus sesak oleh asap rokok Mama. Tapi aku ingin terus bersama
Mama, seperti seorang anak kepada ibunya."
Mama terisak, semakin jelas sekali isakannya. "Maafkan Tirani
karena telah menjadi tirani dalam hidup Mama, juga merebut semua
impian-impian masa muda Mama."
Mama menatapku tajam, ia tak peduli kalimat yang baru saja
kukatakan, "kamu tahu kenapa Mama datang ke Bandung?"
Aku menggeleng. "Mama juga tidak tahu, Mama hanya mengikuti
naluri. Mungkin ini yang disebut insting seorang Ibu kepada anaknya.
Aku hanya ingin melihatmu, karena aku seperti tahu ada hal buruk
yang menimpamu."
Dokter Isna mendekati kami. Rupanya sejak tadi ia berdiri
mendengarkan percakapan kami, yang mungkin sedikit dramatis.
Tapi bagiku ini suatu kewajaran. Bagaimana bisa kami hanya akan
diam ketika rindu dan sayang antara Ibu dan anak itu akhirnya
tercurahkan?
"Selamat Ibu Senja. Anda lebih sukses dari impian Ibu. Anda
melesat jauh melewati koridor impian untuk menjadi seorang wanita
sukses. Anda wanita yang sangat sukses, karena dari rahim Anda lah
terlahir seorang gadis jelita yang sangat berbakti pada ibunya."
Dokter Isna menyalami Mama, lalu memeluk Mama yang hanya
tertunduk diam.
***
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 67/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#5 Aku Bukan Tirani 60
Hari ini, saat aku menutup cerita ini, dokter memvonis umurku
hanya tinggal empat hari lagi. Aku tidak tahu lagi apa yang akan
terjadi padaku. Tapi aku tahu pasti, dokter bukan Tuhan. Kalaulah
benar umurku tinggal empat hari lagi, aku pasti akan meninggalkan
dunia ini dengan bahagia. Ada Mama di sampingku di hari terakhir
hidupku. Mama, juga Ibuku. Ibu. Ibu. Ibu.
Satu lagi, Kawan. Dia bukan penyebab kanker paru-paru ini.
Ibuku bukan pembunuh seperti yang kalian katakan. Ibuku lah yang
membiarkan aku ada di dunia ini. Ibuku yang sangat tangguh. Karena
kalau kalian tahu semua pengorbanan seorang Ibu, kalian tidak akan
mengatakan demikian. Dan bagiku, apapun alasan Mama menjadi
seperti itu, aku akan tetap menghormatinya. Segondok apapun
perasaanku. Sebenci apapun aku pada rokoknya. Mama tetap Ibu
yang membiarkanku lahir di dunia ini.
“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik
kepada dua orang Ibu bapaknya, Ibunya mengandungnya dengan
susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula).
Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan,
sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat
puluh tahun ia berdoa: "Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk
mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku
dan kepada Ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal
yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku
dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya
aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk
orang-orang yang berserah diri."
(QS. Al-Ahqaf: 15)
***
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 68/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#5 Aku Bukan Tirani 61
Ternyata Tirani meninggal lebih cepat dari vonis dokter.
Beberapa jam setelah dia menuliskan cerpennya, Tuhan sudah
mengambilnya dariku. Aku ingin memenuhi janji Tirani dalam
hidupnya, mengakhiri hidupnya dengan bahagia. Aku memang
menyesal. Tapi apa yang bisa kulakukan untuk membayar penyesalan
itu selain membiarkan Tirani pergi dengan bahagia?
Mama sayang kamu, Nak. Kamu benar, sekejam apapun Mama
selama ini, Mama sayang sama kamu. Setidakiinginnya Mama akan
kehadiran kamu, perasaan sayang ini ada. Kamu harus bahagia, kamu
memenuhi cita-cita hidupmu untuk membahagiakan Mama. Mama
bahagia sekali punya bidadari kecil yang bahkan kuberi nama Tirani.
Kamu bukan Tirani, Sayang. Kamu nafas dalam hidup Mama. Paru-
parumu yang sakit itu adalah nafas Mama. Jadi pergilah dengan
bahagia, nafasmu ada di sini.
Penulis bernama Novi Ahimsa Rosikha , seorang mahasiswi kelahiran
Pati, 25 November 1992. Saat ini Novi sedang menempuh pendidikan di
Institut Manajemen Telkom program studi Ilmu Komunikasi.
E-mail: azaleav.himz@yahoo.com
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 69/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
62
#6 Perempuan Bermata Surga
Menjelang masa-masa akhir kelas 3 SMA, perasaanku semakin
berkecamuk mendentum-dentumkan dilema. Bukan, bukan
sepenuhnya tentang ujian nasional yang akan datang, bahkan
mungkin kekhawatiranku tentang ujian hanya kurang dari separuh.
Ah, Allah, maafkan kesombongan hamba-Mu ini… Tapi Engkau Maha
Tahu, Engkau pasti telah mendengar dan mengetahui apa-apa yang
menggelisahkan hatiku, dari curahan-curahan perasaan di tiap sela
sajadahku.
Semenjak tahu tentang arti cita-cita, mimpi, dan begitu
banyaknya kesempatan bertualang di dunia luar, kegelisahan selalu
mengiringi tidurku seiring gairah yang meletup-letup. Sebagai anak
laki-laki normal, tentu aku tak ingin ketinggalan bertualang
menjelajah dunia, mungkin tak semuluk Columbus yang menemukan
benua baru, atau Indiana Jones yang menimba petualangan dalam
peradaban masyarakat primitif, atau Ibnu Sina yang kejeniusannya
menjadi anugerah bagi dunia kedokteran sampai saat ini.
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 70/173
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 71/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#6 Perempuan Bermata Surga 64
“Nur, kamu sudah memutuskan mau ikut tes beasiswa itu atau
tidak? Jangan terlalu lama berpikir, batas pengumpulan berkas-
berkas ini semakin dekat, lho.”
Seminggu setelah wisuda SMA ku – acara yang sederhana tapi
memberi kesan yang begitu mendalam di hati para siswa dan
orangtua – Pak Pandu, wali kelasku, bertandang ke rumah. Aku
merasa sangat berterima kasih sekaligus tak enak hati pada beliau,
karena sedari awal aku sudah berpikir untuk menolak tawaran itu
dan menggantung saja cita-citaku setinggi langit tanpa berusaha
melompat meraihnya.
“Sayang sek ali bila kau tolak, Nur, kecerdasanmu jangan disia-
siakan untuk mencari rumput saja di sini.” Pak Pandu menambahkan,
seolah bisa membaca pikiranku.
Rasa tak enak hatiku yang kedua, adalah alasan kenapa aku ingin
menolak kesempatan itu. Kalau aku mengikuti tes beasiswa masuk
fakultas kedokteran itu, tentu aku akan berusaha mati-matian dan
berdoa lebih keras dari apapun agar aku lulus. Dan bila aku lulus dan
masuk ke universitas di kota itu, aku harus meninggalkan Emak
sendirian di rumah ini. Membayangkan hal itu saja perutku langsung
bergolak tak karuan. Emak sedang duduk di sampingku, menyimak
kata-kata Pak Pandu. Tak mungkin aku mengungkapkan alasan itu
dengan gamblang disini, betapa durhakanya menyakiti hati Ibu
sendiri dengan mengatakan bahwa beliaulah penghalang mimpi ini!
Tidak, tidak, bahkan berpikir bahwa Emak yang menghalangiku
meraih cita-cita adalah sesuatu yang terlarang. Tak seharusnya aku
punya pikiran seperti itu.
“Nur, Pak Guru benar. Emak tahu kamu pintar, kalau buat
mencari rumput saja untuk apa belajarmu selama ini, Nak?”
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 72/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#6 Perempuan Bermata Surga 65
Emak menepuk-nepuk pundakku. Aku menatap matanya yang
berkabut, dan seketika menggenang pula airmataku. Kurasa Emak
juga sudah tahu perihal di balik kebimbanganku. Tapi aku tak ingin
Emak menjadi sedih karena itu. Aku selalu menghindar ketika Emak
bertanya tentang kelanjutan pendidikanku setelah SMA. Aku tak
ingin membebani beliau dengan pikiran yang macam-macam. Biarlah
aku hidup di desa ini saja, mencari rumput, merawat sapi milik
tetangga, bertani, apa saja asalkan aku tetap bisa merawat Emak dari
dekat.
Paham dengan kekacauan pikiran yang kualami, Pak Pandu
meminta izin Emak agar aku menemaninya berjalan-jalan di tepi
sungai di belakang desa.
“Mungkin Bapak bisa menebak apa yang sedang kamu pikirkan,
Nur,” Pak Pandu membuka percakapan. Aku menunduk lesu.
“Mungkin Emak juga sudah bisa menebak.”
“Iya Pak, saya juga merasa seperti itu. Ah, sangat sulit membuat
keputusan ini. Saya tak ingin meninggalkan Emak, saya bahkan tak
mau membayangkan Emak hidup sendirian, menjual anyaman ke
pasar kecamatan sendirian, memasak sendirian, menunggu petang
datang sendirian… kalau Emak kenapa-kenapa.. .”
“Hush, kamu jangan berpikir yang tidak -tidak, Nur, tidak baik
itu.” Pak Pandu mengingatkanku.
“Maaf, Pak…,” aku menunduk, memandang tanah k ering yang
belum tersapu hujan, memandang sandal jepitku yang sudah pernah
putus dua kali, memandang jemariku yang berkuku pendek-pendek
dan kecokelatan.
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 73/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#6 Perempuan Bermata Surga 66
Aku tak bisa tak memikirkan kekhawatiranku tentang Emak.
Bagaimana kalau nanti musim hujan tiba dan rumah bocor-bocor?
Bagaimana kalau sandal Emak putus? Siapa yang akan memotongkan
kuku kaki dan jari tangan Emak kalau aku sudah pergi kuliah di kota?
“Kamu masih punya Bude, kan? Emakmu bisa tinggal di rumah
budemu… kemarin malam budemu datang ke rumah Pak Guru,
meminta saya membujukmu dan memberitahumu agar tak khawatir
dengan Emak.”
Alternatif itu juga telah kupikirkan. Aku masih punya seorang
kerabat yang tinggal di kecamatan, dekat SMA-ku, dekat rumah Pak
Pandu. Bude Yati, Kakak almarhum bapakku. Tapi aku tak ingin
merepotkan Bude Yati, sementara di rumahnya beliau sibuk
mengurusi 5 cucunya yang masih kecil-kecil – bahkan diantaranya
kembar tiga – karena kedua orangtua anak-anak itu bekerja menjadi
TKI di negeri tetangga. Kondisi perekonomian Bude Yati juga tak
lebih baik dari kondisiku dan Emak, hal ini memperkuat alasanku
untuk tak merepotkan beliau. Tapi jika Bude sendiri yang
menawarkan diri membantuku dan Emak, mungkin pikiranku bisa
berubah… .
“Benar Bude Yati yang meminta seperti itu pada Pak Guru?”
tanyaku ragu-ragu.
Pak Pandu mengangguk, mencoba meyakinkanku dengan
senyum lebarnya yang khas.
“Iya, Nur. Kalau kamu mau ikut tes itu, besok kita akan
membicarakan ini dengan Emakmu dan Bude Yati. Bagaimana, Nur?”
“Mungkin lebih baik saya membicarakan hal ini dengan Emak
lebih dulu, kalau-kalau Emak memang bersedia tinggal dengan bude
Yati, Pak… Bapak tahu sendiri Emak saya tak suka merepotkan orang
lain.”
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 74/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#6 Perempuan Bermata Surga 67
“Ya, sama seperti kamu.”
Kami berdua berpandangan dan tersenyum.
Setelah membicarakan hal-hal remeh lainnya, kami kembali ke
rumah. Emak masih duduk di bangku rotan ruang depan, senyumnya
mengembang saat mendengar langkah kaki kami mendekati pintu.
“Assalamu’alaikum, Mak,” aku dan Pak Pandu berkata hampir
bersamaan.
“Wa’alaikumsalam… Bagaimana, Nur? Kau sudah berubah
pikiran? Berhasilkah Pak Guru menyadarkanmu, Nur?”
“Ah, Emak. Nur merasa seperti orang gila saja sehingga perlu
disadarkan, Mak.”
“Kau gila kalau tak mau ikut tes beasiswa itu, Nur. Tak maukah
kau membuat Emak bangga? Kalau kau berhasil jadi dokter, Emak tak
akan malu kalau bertemu bapakmu di akhirat nanti,” kelakar Emak.
“Betul itu, Nur, buatlah emakmu bangga,” Pak Pandu
menambahkan.
Entah kenapa, aku merasa ada sedikit kelegaan menyelusup.
Selama ini aku cenderung menghindar membicarakan masa depanku
dengan Emak, tak pernah kusadari bahwa salah satu cara
membahagiakan Emak adalah dengan membuatnya bangga, dengan
membuktikan pada dunia bahwa anak Emak bisa menjadi dokter.
“Insya Allah, Mak,” aku mengusap airmata. Duh, Gusti, inikah
jawaban istikharahku selama bermalam-malam?
Keesokan harinya, saat pak Pandu datang lagi ke rumah dengan
Bude Yati, Emak menyatakan persetujuannya untuk tinggal di rumah
bude jika aku kuliah di kota nanti. Kelegaanku bertambah, karena aku
telah mengira Emak akan tetap bersikeras tinggal sendirian di rumah
ini. Mungkin ini untuk pertama kali dalam hidupnya Emak mau
merepotkan orang lain dengan sengaja. Dan ini demi aku, anaknya.
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 75/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#6 Perempuan Bermata Surga 68
***
Tiga bulan berlalu sejak aku mengikuti tes beasiswa untuk
fakultas kedokteran Universitas X. Aku dan Emak tak putus-putus
berdoa untuk kelulusanku, begitu pula dengan Pak Pandu dan Bude
Yati. Aku pasrah dan sudah menyiapkan hati untuk seikhlas mungkin
menerima hasilnya, apapun nanti, kegagalan sekali pun. Meski begitu,
aku tak menyerah untuk terus berdoa. Emak juga tiap hari tak pernah
lupa mengingatkanku untuk terus berdoa.
Hingga suatu hari, Bude Yati tergopoh-gopoh turun dari ojek dan
memanggil-manggil namaku dan Emak.
“Ada apa, Bude, ada apa?” tanyaku panik, kupikir ada apa-apa
yang terjadi pada salah satu cucunya. Tapi setelah aku mengingat-
ingat kejadian ini di masa depan, pikiran panikku saat itu sungguh
lucu. Kalau memang ada apa-apa dengan cucunya, buat apa Bude
jauh-jauh mengojek ke rumahku? Toh kami juga tak bisa memberi
pertolongan medis atau uang.
Bude Yati melambai-lambaikan amplop cokelat besar sambil
terengah-engah.
“Ujianmu, Nur, ujianmu!”
Saat itu aku langsung beku, kakiku terasa lemas. Baru kuingat
kalau hari itu adalah tanggal diumumkannya hasil tes beasiswa.
Emak dan Bude Yati menunggu dengan tidak sabar ketika aku
membuka lipatan amplop itu dengan hati-hati. Bude Yati bisa
langsung tahu hanya dengan melihat ekspresiku setelah membaca isi
amplop itu, tapi Emak baru tahu setelah aku berbisik lirih,
“Alhamdulillah… .”
Emak mengucap syukur yang sama, dan kulihat mata
berkabutnya yang terang. Aku seperti melihat surga di mata Emak.
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 76/173
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 77/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#6 Perempuan Bermata Surga 70
Telah kuraih cita-citaku menjadi dokter spesialis mata, Emak.
Satu yang teramat kusesalkan, adalah ketika engkau meninggalkan
dunia ini terlebih dulu sebelum aku menyelesaikan kuliah. Aku
tersenyum menatap Pak Pandu yang menjadi pendamping wisudaku,
uban putihnya yang bertambah banyak menyadarkanku akan tahun-
tahun yang telah terlewati. Di waktu-waktu aku tertekan karena
kesibukan kuliah dan keharusan bekerja sambilan untuk bertahan
hidup, aku selalu mengingat orang-orang yang mendukungku dari
kampung halaman. Pak Pandu, Bude Yati, dan terutama Emak.
Ketiadaan Emak di dunia selama tahun-tahun aku menjalani kuliah
spesialisku pun tak menyurutkan semangatku untuk terus bekerja
dan belajar.
Ceritaku memang begitu sederhana, Kawan, tapi cinta Emak
kepadaku, dan cinta ibumu kepadamu, tak pernah begitu sederhana.
Cinta itu terjalin, berpaut-pautan dengan rahmat Allah, dan
menuntunmu pada kehidupan yang lebih baik, yang selalu didoakan
ibumu untukmu. Sudahkah kau mengucapkan cinta pada ibumu, pada
perempuan bermata surgamu?
Dian Meilinda , seorang mahasiswi di Sekolah Tinggi Akuntansi
Negara spesialisasi Kebendaharaan Negara. Gadis kelahiran Pasuruan,
14 Mei 1991 ini bisa disapa melalui e-mail meizhen.uchiha@gmail.com
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 78/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
71
#7 Perempuan Merah Jambu
Semilir maruta berhembus di pematang. Sayup-sayup suarasenda gurau terdengar tidak jauh dari sana, bocah-bocah yang sedang
mencari rumput semanggi untuk dimasak. Kau harus tahu bagaimana
rasanya rumput semanggi, semacam sayur-mayur yang acap kali
digunakan sebagai penganan pecel. Atau mereka berbondong
mencari spora, yang tumbuh subur di pematang untuk dijadikan
penganan yang sama.
Jika kau melihat ke galeng1 sawah, kau akan menemukan
beberapa petani sedang melepas lelah sembari memakan dan
meminum bekal yang sudah mereka persiapkan sebelum berangkat
ke sawah. Mereka menggunakan caping untuk menahan sinar
mentari yang menerpa wajah asri mereka.
1 Bidang tanah pembatas antara petakan sawah yang satu dengan yang lain.
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 79/173
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 80/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#7 Permpuan Merah Jambu 73
Gadis itu masih menerawang cemas sembari menyeka air
matanya yang tumpah ruah. Dalam otaknya bergumul segala
pemikiran yang menyesakkan hati. Ah, bisakah ia bertahan? Kita lihat
saja ya, Kawan.
“Puspa, kowe diceluk simbokmu, li ndang muleh! Wonge ngamuk -
ngamuk!” 4 teriak lelaki bertubuh gempal yang memandang gadis itu
dari kejauhan.
Puspa, baru saja nama gadis itu disebut. Bukankah Puspa itu
berarti bunga? Kau tahu juga kan, Kawan? Elok nian nama gadis itu.
Jika kau perhatikan dengan seksama, seandainya gadis itu sedang
tersenyum bahagia, ia akan merekah laiknya bunga. Entah itu bunga
matahari, mawar, bahkan melati. Kau setuju denganku kan, Kawan?
Puspa menghapus air matanya. Ia segera melempar pandangan
matanya pada sosok lelaki yang berteriak ke arahnya. “Nggih, Pak
Dhe, kulo wangsul sak niki.” 5
Puspa berlari kecil meninggalkan sawah. Jilbabnya yang
berwarna merah itu terlihat melambai-lambai diterpa angin. Ia buru-
buru pulang ke rumahnya karena panggilan orang tuanya sudah
menyapa.
Kau bisa mengikutinya, Kawan? Larinya cepat sekali kan? Meski
busana muslimah melekat dalam raganya, namun itu tidak
memengaruhi kecepatan larinya. Baginya, Ibu lebih penting dari pada
apa pun.
4 Puspa, kamu dipanggil Ibumu, cepatlah pulang! Dia marah-marah!
5 Iya, Paman, saya akan pulang sekarang.
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 81/173
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 82/173
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 83/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#7 Permpuan Merah Jambu 76
Ia tahu, pekerjaan Bu’e-nya tidak semulus yang selama ini orang
lain kira. Seperti stigmanya, seorang penari akan memerlihatkan
lekuk tubuhnya, melenggak-lenggok dengan cantik di atas panggung.
Ia tahu betul, tarian kretek itu memang untuk mengenalkan rokok
kretek pada masyarakat Kudus. Tapi tidak selamanya hal itu menjadi
tujuan utama seorang penari kretek, terkadang mereka hanya ingin
mendapat saweran dari penonton yang melihat aksi mereka. Dan kau
tahu, Kawan? Puspa disekolahkan di madrasah, tentu ia hapal kalau
hal yang demikian itu tidak diperkenankan dalam agamanya.
“Kowe pengen Bu’e mati, Nduk? Bu’e wis ra payu, saiki kudune
kowe sing gantikke Bu’e. Kowe arep mangan opo nek ora kerjo dadi
bocah tari?” 7 tanya perempuan itu sembari menatap lekat pada
Puspa.
Sejujurnya Puspa merasakan ngilu yang luar biasa pada hatinya.
Ia tidak ingin menjadi penari seperti apa yang Bu’e-nya lakukan. Ia
tidak ingin melanggar syari’at yang sudah ia pegang teguh dalam
agamanya. Akhirnya ia mengangguk ragu, titah Ibu tidak boleh ia
bantah.
Ingatan Puspa kembali menyembul. Saat itu ia berusia tujuh
belas tahun. Puspa yang sudah mengerti tetek bengek kehidupan
mulai bertanya-tanya. Siapa Bapaknya? Sejak ia kecil, tak sekali pun
ia melihat dan memanggil seseorang dengan sebutan Bapak.
“Bu’e, kenapa Bapak meninggalkan kita?” tanya Puspa.
7 Kamu ingin Ibu mati, Nak? Ibu sudah tidak seperti dulu, sekarang kamu harusmenggantikan Ibu. Kamu mau makan apa kalau tidak jadi penari?
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 84/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#7 Permpuan Merah Jambu 77
Perempuan itu terdiam. Ia tercenung sesaat. Sudah sejak lama ia
menyembunyikan siapa identitas Bapak Puspa. Dan ia tidak berminat
untuk mengungkapkannya kepada putri yang selama belasan tahun
ia jaga.
“Jangan menanyakannya.”
Perempuan itu pergi. Ia meninggalkan Puspa yang masih
bertanya-tanya. Sedangkan Puspa sendiri melanjutkan latihannya,
menjadi penari kretek, seperti apa yang diinginkan perempuan itu.
***
Puspa duduk bersila di serambi gubuk tuanya. Kau dapat
merasakan bagaimana gundah gulana ia sekarang kan, Kawan?
Lihatlah, dan tatap dengan hatimu. Kau akan menemukan wajah
berduka di sana.
Sudah setahun ia seperti ini, menangis dan menangis. Seolah
tidak ada lagi sisa senyuman dari wajah ayu itu. Ia melampiaskan
segalanya kepada cucuran air mata. Ia memikirkan semuanya
seorang diri. Kau bisa memahaminya kan? Bagaimana beban berat itu
mengganduli urat-urat syarafnya.
Bu’e-nya memang bukan salah seorang wanita terbaik yang ia
miliki. Bu’e-nya hanya seorang penari kretek yang pensiun. Bu’e-nya
bukan seorang Ibu yang baik baginya. Namun tetap saja, seburuk-
buruknya Ibu, Bu’e adalah sosok yang paling Puspa sayangi. Bu’e
adalah perempuan merah jambunya, mengapa demikian? Karena
Bu’e adalah orang ketiga, selain Allah Azza Wa Jalla dan Muhammad
Saw. yang amat ia cintai. Barangkali memang sudah tidak ada yang
dapat dibagi rasa sayang dan cinta itu selain kepada tiga sosok itu.
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 85/173
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 86/173
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 87/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#7 Permpuan Merah Jambu 80
“Puspa... Puspaku... hihihi. Eh, tahu tidak? Sekarang Bu’e bisa
menyanyi, bukan hanya menari saja. Lalala... begitu kan, Puspa?”
ceracau perempuan itu. “Lalala... Puspa bobok... oh Puspa bobok,
kalau tidak bobok digigit macan... hahaha.”
Bulir air mata itu kembali meranggas dari bola-bola bernoktah
coklat itu. Ujian paling berat yang sedang Tuhan berikan padanya
adalah Bu’e. Perempuan yang selalu bersanding dengannya kini
mengidap scizoverania, penyakit gila yang susah untuk disembuhkan.
Kau tahu Kawan? Tetes-tetes air mata itu selalu jatuh
membasahiku. Hiburlah ia, Kawan. Buat itu tersenyum agar aku tidak
lagi mendapat air mata yang jatuh dari mata beningnya. Aku tidak
sanggup harus menerima semua itu. Ia muslimah yang baik, Kawan.
Kau dapat menjaganya dan membuatnya tersenyum untukku kan?
Aku hanya tanah, si coklat yang selalu dilarung lara, karena
mendapatkan bulir butir air mata dari gadis bagai permata, Puspa.
Ely Rachmawati , kerap disapa El Eyra sebagai nama pena
sekaligus nama akun facebook-nya. Ia masih tercatat sebagai
mahasiswa semester I progdi Akuntansi, Universitas Muria Kudus.
Penggiat karya sastra yang tergabung dalam FLP Kudus ini dapat
dihubungi via e-mail el_eyra@yahoo.com.
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 88/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
81
#8 Tentang Ibu yang Kurindu
Pada apapun…
Sedang terhuyung ke kampus,
Laptop, paper, tugas, kuliah dan amanah menggelayutKarena panas sedang tak akur dengan hujan
dan dingin sedang senang berlarian
maka sudahlah, acuhkan saja…
berkaca pada bulan, dan kita pandang bersamaan
dipelatari sujud dalam, dan kuat bertahan
apapun Bu….
Apapun,
Pada setiap huruf di kata yang dibaca sekarang
Pada gerimis yang turun perlahan
Pada angin yang tak pernah diam
Pada ribuan mata malaikat di sepertiga malam
Aku selipkan rindu untukmu
Biarlah kita menangis bersama dikejauhan
Tersungkur dihadapanNYA
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 89/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#8 Tentang Ibu yang Kurindu 82
Kampus hari ini seperti biasanya. Ramai lalu lalang mahasiswa.
Pohon-pohon di kampus juga masih sama. Mereka sedang senang
menggugurkan daun-daunnya. Tidak mau kalah dengan pohon-
pohon di Jepang atau Korea yang mungkin sedang berdamai dengan
musin gugur. Lorong kampus di antara gedung-gedung kuliah yang
tua dipenuhi diskusi dan tawa mahasiswa. Menyenangkan sekali
duduk berkumpul sambil membicarakan tugas kuliah atau tentang
apapun. Lorong panjang dan hujan daun. Sejenak mengingatkanku
untuk duduk menyambut senja yang mulai datang. Sementara aku
duduk sendirian di depan salah satu gedung tua itu. Menatap daun-
daun yang jatuh ditiup angin. Sore itu aku duduk sendirian
menikmati angin dan langit yang mulai merah. Sengaja menyendiri.
Mengingat kembali tentangnya yang istimewa.
Sebelum subuh datang Ibu terkadang sudah bangun. Terkadang
juga belum. Mungkin karena lelah dihari sebelumnya. Lalu beliau
belum bangun. Tapi pasti karena rasa sayangnya pada keluarga,
lantas pagi sebelum subuh pun beliau sudah bangun. Berpikir dan
bersiap pada apa yang hendak dihidangkan untuk sarapan pagi itu.
Selalu begitu setiap pagi. Setelah jauh dari rumah, kita baru
menyadari bahwa kita sering mengacuhkan hal-hal sederhana dalam
hidup. Ibu sedang mempersiapkan makanan untuk anak dan
suaminya. Kepayahan yang terjadi hampir setiap hari. Tanpa jeda.
Mulai dari berebut dagangan di pasar. Perang harga dengan sang
penjual. Sama-sama tidak mau kalah. Sama-sama membawa misi
penting tentang keberpenuhan sebuah keluarga. Lebih dari itu. Ini
tentang pengabdian seorang Ibu kepada anak dan suaminya. Ia
sedang memperjuangkan kelegaan dalam hatinya.
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 90/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#8 Tentang Ibu yang Kurindu 83
Kalau hujan turun, aku akan sibuk dengan duniaku sendiri.
Jalan-jalan sendirian di bawah hujan. Menikmati dinginnya air hujan
yang turun membasahi wajahku. Daun-daun basah. Rumput di
halaman rumah, bunga di teras depan, jalan-jalan setapak, dan
apapun, totalitas basah. Rasanya menyenangkan saja bermain di
waktu dingin hujan. Lalu Ibu akan melihat ke jendela atau depan
rumah menantikanku pulang. Terkadang beliau melihat ke tempat
payung. Lengkap atau tidak.
Kalau memasak sesuatu, Ibu selalu membuat dua bumbu. Pedas
dan tidak pedas. Terlihat tidak praktis sebenarnya. Harus dua kali
kerja. Aku yang sukanya makan yang pedas-pedas. Adikku yang sama
sekali tidak bisa makan makanan yang pedas. Ibu selalu menyiapkan
apa yang kami butuhkan. Kalau sore, beliau akan membuat dua gelas
kecil kopi asli yang dipetik dari pekaranganku sendiri dan segelas
besar teh manis. Kopi untukku dan Bapak. Teh manis untuk adikku.
Lalu kami bertiga akan duduk bersama di depan rumah menatap
senja di balik Gunung Lawu. Sementara itu Ibu masih akan sibuk
dengan makanan yang pedas dan tidak pedas. Lantas saat makan
malam, beliau hanya akan makan dengan porsi yang sangat sedikit.
Kalau kusinggung tentang sedikit sekali makannya, beliau akan
menjawab ,” Sudahlah. Makan saja. Kalau di Jogja kan gak bisa
nambah kalau masih laper. Jadi…makan yang banyak sana”.
Suasana di rumah sebenarnya yang membuat kita nyaman.
Makan apapun jadi enak. Terkadang di rumah hanya sekedar makan
nasi dan sambel terasi saja, rasanya benar-benar enak. Beda dengan
kalau kita makan di Jogja, beli satu porsi makanan. Lalu dibawa
pulang. Kalau sudah habis kita tidak bisa tambah lagi. Kecuali kita
beli satu porsi lagi.
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 91/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#8 Tentang Ibu yang Kurindu 84
Di Jogja, ayam terasa seperti tempe. Di rumah, tempe justru
terasa ayam. Bahagia di rumahlah yang membuat kita selalu merasa
nyaman dengan apapun kondisi yang menimpa kita. Dan makanan
buatan Ibu selalu saja menjadi salah satu alasan kita rindu rumah.
Tetang Ibu. Tentang rumah. Tentang tempat seorang anak akan
kembali.
Suatu hari aku pulang dari Jogja. Salah satu tetanggaku baru saja
melahirkan. Aku dan Ibu bergegas pergi ke toko dan membeli
beberapa kebutuhan untuk bayi dan Ibu hamil. Kami berniat
berkunjung untuk menengok bagaimana keadaan bayi dan ibunya.
Kalau di desa, budaya yang seperti masih sangat kental. Saling
berkunjung ke tetangga kanan kiri rumah. Nenekku saja sampai hafal
nama-nama siapa saja yang tinggal di dusun tempat tinggalku.
Berbeda dengan di Jogja tempatku tinggal sekarang. Tetangga kanan
kiri rumah kos saja tidak kukenal.
Selesai menyiapkan barang-barang, kami segera pergi ke rumah
tetanggaku. Mbak Ika, begitu biasanya kupanggil dia. Rumahnya
sudah ramai dipenuhi kerabat dekat ataupun jauh dan tetangga-
tetangga. Bayinya masih merah dan ditidurkan di samping Ibu muda
itu. Kelahiran yang membahagiakan. Wajah kedua orang tua Mbak
Ika pun selalu dihiasi senyum. Keluarga ini sedang sangat berbahagia
menyambut cucu yang sudah dinanti. Aku dan Ibu masuk ke kamar
Mbak Ika. Ibuku langsung duduk di ranjang tempat Mbak Ika
berbaring. Diamatinya kondisi Ibu muda dan bayi merah yang
ditidurkan disampingnya. Pertanyaan-pertanyaan ringan yang sudah
ditanyakan oleh orang lain pun ditanyakan juga oleh ibuku. Tentang
berat badan saat lahir. Panjang badan saat lahir. Pertanyaan-
pertanyaan lain yang sangat standar pun tidak ada yang terlewat.
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 92/173
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 93/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#8 Tentang Ibu yang Kurindu 86
Batinnya bergejolak hebat. Keinginannya sudah benar-benar
memuncak. Dan aku hanya bisa mengatakan pada ibuku bahwa dia
punya kami. Aku dan adikku. Setelah Ibu kandungku meninggal,
beliaulah yang mengisi ruang kosong itu. Terutama untuk adikku
yang masih kecil. Delapan tahun sudah menjadi Ibu bagiku dan
adikku, tapi belum juga dipercaya Allah untuk mempunyai anak
kandung sendiri. Mungkin Allah masih ingin membelajarkannya
tentang makna menjadi Ibu. Di saat banyak perempuan lain yang
lebih beruntung lantas belum bisa memaknai secara tuntas
bagaimana menjadi seorang Ibu, beliau telah berhasil memaknai
menjadi Ibu untukku dan adikku. Aku yakin beliau selalu berusaha
menjadi yang terbaik bagi keluargaku, meskipun beliau hanya Ibu
tiriku.
Kampus sore itu sedang sepi. Sementara aku duduk sendirian
terkesima menatap daun-daun yang jatuh ditiup angin. Sore itu aku
duduk sendirian menikmati angin dan langit yang mulai merah.
Sengaja menyendiri. Mengingat kembali tentangnya yang istimewa.
Tentang dua orang Ibu yang kurindu. Yang di rumah dan di hatiku.
“ada yang dikomunikasikan, tapi tidak dikatakan_Pragmatics!”
Penulis bernama Aprida Nur Riya Susanti , seorang mahasiswi yang
lahir pada tanggal 12 Mei 1991. Saat ini Niken sedang menempuh
pendidikan di Universitas Negeri Yogyakarta jurusan Pendidikan
Bahasa Inggris. Penulis bisa dihubungi di e-mail
Aprida_nrs@yahoo.co.id
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 94/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
87
#9 Soal Terakhir Aiko
Satu soal lagi buat Aiko. Namun waktu rasanya semakin cepat.
Bahkan jika berlomba dengan Burung Onta pun sang waktu akan
lebih cepat. Satu soal itu bagi Aiko sebenarnya tidaklah sulit apalagi
ia adalah murid terpintar jika dibandingkan dengan teman-
temannya. Ia hanya lupa cara merumuskannya sehingga menjadi
sebuah alur yang jelas. Soal matematika kelas empat SD. Soal itu
hanya berbentuk hitungan campuran, antara perkalian, pembagian
dan penjumlahan. Tapi untuk sekarang, soal ini begitu kejam. Seolahingin menelan Ai bulat-bulat dan mengunyahnya sebelum masuk ke
kerongkongan.
Angka-angka itu masih menari-nari di benak Aiko. Ia hanya bisa
terpasung dalam lomba melawan waktu yang kian memburunya.
Lima belas menit terakhir di ujian matematika. Namun belum juga
setitik noda hitam yang tersketsa di nomor itu. Aiko hampir saja
menangis saat melihat jarum jam tetap memutar diri. Ingin sekali
rasanya menghentikan waktu. Biar dia bisa kembali belajar dan tidak
kesulitan seperti saat ini.
Aiko teringat akan nasihat Bunda tempo hari. Saat matahari
berada di puncak singgasananya.
“Sayang, mainnya udahan dulu ya. Nanti sore lagi.”
“Tapi, Bunda. Ai masih ingin main sama Adik. Sebentar saja ya
Bunda.”
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 95/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#9 Soal Terakhir Aiko 88
“Tidak Ai, kamu harus mengulang pelajaran matematika dulu.
Besok kan kamu ujian. Biar lancar pas mengerjakan soalnya. Trus
bisa dapat nilai 100 lagi.”
“Iya, Bunda. Tapi satu jam lagi ya. Ai janji deh.”
“Satu jam lagi ya, Sayang.”
“OK, Bunda. Ai janji.”
Kedua anak kecil itu masih saja bermain di ruang tengah. Akrab
sekali. Ai bermain boneka sedangkan Tyo tengah asyik dengan
mainan bongkar pasang barunya.
“Tyo, liat boneka Kakak. Cantik kan?” kata Ai sambil
menunjukkan bonekanya yang dikuncir kuda.
“Nggak cantik. Lebih bagus punya Iyo”, ucap Tyo dengan suara
cadelnya.
“Kalau gitu kita main rumah-rumahan aja, Dik. Begini, Iyo buat
rumahnya pakai mainan Iyo. Trus ntar kita pakai bonekanya Kakak.
Bagaimana?”
“Tlus ntal Iyo pake boneka yang mana, Kak?”
“Iyo pakai yang ini aja, boneka doraemon. Mau kan?”
“Nggak mau, Iyo mau pake yang ini aja. Robot Iyo.”
“Sayang, Bunda pergi dulu ya. Ada janji sama temen Bunda di
Jogja. Baik-baik di rumah ya, Nak.”
“Iya, Bun. Trus ntar pulang jam berapa?”
“Bunda belum tahu, Sayang. Moga aja nggak lama.”
“Minta oleh-oleh es klim ya, Bunda.”
“Iya, nanti Bunda beliin. Ai Sayang, jangan lupa belajar ya. Jangan
main terus. Tyo juga harus tidur siang nanti. OK, Sayang?”
“OK Bunda.”
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 96/173
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 97/173
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 98/173
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 99/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
92
#10 Fajar di Malam Hari
Hanya satu hal yang kuinginkan sekarang. Aku ingin Fajar diam
dan berhenti bertanya. Aku ingin dia menutup mulutnya dan tidak
membuatku tersiksa karena pertanyaan-pertanyaanya yang tak tahuharus kujawab dengan kata apa.
“Apa Ibu ak an datang malam ini? Aku tidak suka tinggal bersama
Bibi. Aku ingin pulang, kapan Ibu menjemput kita?” Dia terus
bertanya, bertanya dan bertanya. Sebenarnya aku ingin berteriak
atau membungkam mulutnya supaya dia diam, tapi aku tidak mau
menanggung risiko dia mengubah rentetan pertanyaannya dengan
tangisan tanpa henti lalu membuat Bibi Sofhie berlari masuk ke
kamar kami dan memarahiku. Tidak!
“Tidurlah Fajar. Ini sudah malam,” ujarku, berusaha sebisa
mungkin untuk meredam emosi membuncah dalam diriku.
Kuletakkan pena yang kugunakan untuk mengerjakan PR di atas meja
dan sejenak mengalihkan perhatian kepada Adik laki-lakiku yang kini
tengah memainkan bantal berbentuk strawberri kesayangannya di
atas ranjang di samping meja belajarku.
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 100/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#10 Fajar di Malam Hari 93
“Katakan dulu apakah Ibu akan menjemput kita,” sekali lagi dia
bertanya bahkan menatapku penuh arti. Bola mata hitamnya
memandangku penuh harap, menunggu kalimat jawaban dariku. Aku
tahu dia berharap “Iya” dari bibirku, tapi apa yang bisa kukatakan?
Aku juga tidak bisa menerima kenyataan untuk berkata “Ibu t idak
akan pernah menjemput kita.”
“Kak apakah Ibu,”
“Fajar harus berapa kali kubilang tidur!” akhirnya kesabaranku
habis, aku setengah berteriak padanya dan sukses utuk membuatnya
beringsut ke sudut ranjang. Kerja bagus Lail.
Kuhembuskan napasku singkat ketika kudapati wajah Fajar
mengerut, cuping hidungnya mengembang dan matanya mulai
merah, ditariknya bantal di dekat kakinya dan melemparkannya ke
wajahku dengan sukses.
“Kakak jahat!” jeritnya, suaranya melengking dan membuat
telingaku berdenging. Segera aku melompat dari kursi ke ranjang,
kudekati Fajar yang mulai menangis.
“Hei, ayolah jangan menangis,” kuraih tangannya tapi dia jusru
memukulku dengan bantal strawberrinya.
“Aku ingin bertemu Ibu,” akhirnya kini tangisnya pecah, dan aku
tidak mau semakin buruk dengan kehadiran Bibi, maka segera
kuraup wajah mungilnya dengan kedua telapak tanganku.
“Aku akan membelikanmu permen sepulang sekolah besok kalau
kau diam. Fajar kumohon jangan menangis. Bibi akan marah padaku
kalau kau menangis.” Aku berbicara dengan menatap penuh matanya
yang basah oleh air mata, entah caraku berhasil atau dia kasihan
padaku karena tak mau melihatku dimarahi Bibi lagi. Akhirnya dia
mulai tenang setidaknya dia tidak menjerit histeris seperti biasanya.
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 101/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#10 Fajar di Malam Hari 94
“Aku ingin bertemu Ibu.” Dalam isakannya dia kembali
menanyakan hal yang sama, “apa Kakak tidak merindukan Ibu?”
lanjutnya lagi, didekapnya bantal kesayangannya.
Pertanyaan macam apa yang ditanyakannya itu? Tentu saja aku
merindukan Ibu. Tapi apa yang harus kulakukan? Membongkar
makamnya?
“Aku juga merindukannya,”
“Lalu kenapa kau tidak mau pulang?” dia mengelap ingusnya
dengan punggung tangannya.
“Ibu tidak ada di rumah, tidak ada siapa-siapa disana. Aku tidak
bisa memasak, siapa yang akan menjagamu kalau aku sekolah?”
kucoba menjelaskan alasan yang mungkin bisa dipahami Fajar
kenapa aku dan dia tidak mungkin pulang ke rumah kami dan akan
tetap tinggal bersama Bibi Sofhie
“Kenapa Ibu matinya lama sekali?”
Mataku terbelalak mendengar pertanyaannya. Menyadarkanku
kenapa sampai sekarang, di hari keenam sejak kepergiaan Ibu, dia
masih tak juga memahami maksudku. Fajar masih belum genap tiga
tahun dan dia tidak tahu apa itu mati.
***
Hari itu sepulang sekolah kutemukan Fajar bermain-main di
pinggir jalan dengan bantal strawberrinya yang sudah kotor penuh
debu. Dia berlari memeluk kakiku, kebiasaannya yang benar-benar
tidak kusukai. Kuangkat dia dan menggendongnya ke dalam rumah.
Warung kelontong masih buka dan tak kutemukan Ibu yang biasanya
duduk di depan TV sambil membungkus kacang bawang.
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 102/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#10 Fajar di Malam Hari 95
“Mana Ibu?” tanyaku pada Fajar, menurunkan bocah yang
semakin gemuk itu. Dia menggeleng lalu melompat ke sofa, tiduran
disana, memainkan bantalnya.
“Jangan main keluar lagi Fajar, aku ganti baju dulu,”
kuperingatkan dia sebelum akhirnya aku melangkahkan kaki menuju
kamarku, melepas sepatu dan tasku lalu meletakkannya asal. Sore
telah jatuh tapi matahari masih bersinar terik, memicu gerah tak
tertahan. Kusibak tirai jendela kamar, mendengus dan terbatuk
ketika debu menghambur bersama udara masuk ke hidungku. Susah
payah kubuka jendela tua yang memang selalu merepotkanku, decit
engsel berkaratnya seolah mampu merusak gendang telingaku.
Bola mataku membulat seketika, bisa kurasakan darah mengalir
panas di sekujur pembuluhku, panas menjalar tulang punggungku.
Kekacauan diri merajai selama beberapa detik sampai akhirnya
kudapatkan lagi kesadaran diri.
“Ibu!” seruku sebelum akhirnya aku bergegas menuju pintu
kamar. Berlari tunggang langgang menerobos dapur, melompat
tangga kecil ke halaman belakang, tempat dimana ibuku terkapar
disana, di tanah lembab di bawah jemuran. Tempat dimana semua
diakhiri untuk awal baru yang tak kuketahui akan seperti apa.
Kugigit bibir bawahku, mengeratkan lenganku yang kugunakan
untuk menggendong Fajar. Semua berlalu begitu cepat. Sesuatu yang
tak pernah terpikir olehku akhirnya harus kualami. Ibu pergi untuk
selamanya. Dokter berkata kepada Bibi Sofhie dan sampai juga di
telingaku, dia berkata bahwa Ibu terkena serangan jantung. Kegilaan
macam apa ini? Ibu tidak punya penyakit jantung, satu-satunya
penyakit yang diderita Ibu dan menyebabkanku harus rela tidak
mengikuti piknik dua minggu yang lalu karena uang tabunganku
digunakan untuk membeli obatnya adalah diabetes.
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 103/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#10 Fajar di Malam Hari 96
“Kakak, meninggal itu apa?”
Fajar menatap mataku lekat-lekat, pertanyaannya membuatku
semakin merasa tidak baik. Ibu pergi, tersisa aku dan Fajar, apa yang
harus kulakukan? Sesak mendera dadaku, panas seolah akan
membakar diriku dari sana.
“Apa yang Ibu lakukan di dalam sana? Apa dia bisa makan
disana?”
Untuk kesekian kali Fajar semakin membuatku tak mengerti.
Apa yang harus kekatakan? Dia tidak tahu apa itu meninggal dan
terus bertanya kepadaku. Air mata mulai mendesak di pelupuk
mataku, tak bisa lagi kutahan semua ini. Di bawah tanah merah itu
terkubur ibuku, Ibu di dalam sana dan aku merasa bersalah karena
aku membentaknya. Dua minggu yang lalu sempat terpikir, “apa Ibu
tidak memikirkan kebahagiaanku? Tabunganku dipakainya untuk
membeli obat dan aku harus puas menikmati liburanku dengan
membantu menjaga warung makan milik Bibi Sofhie. Kenapa dia
tidak mati saja dan membiarkanku jadi anaknya Bibi Sofhie?”
“Kakak ? Apa kita bisa mati dan ikut Ibu?”
“Mati saja kau!” bentakku seraya menurunkan Fajar dari
gendonganku, membuat semua pelayat yang masih berada di
pemakaman terkejut dan langsung mengarahkan pandangan
kepadaku, “kau tahu? Ibu tidak akan kembali! Dia tidak akan
menemani kau tidur lagi, kau harus mandi dan makan sendiri, tidak
ada yang menjagamu kalau aku sekolah. Jadi masuklah kalau kau
ingin masuk. Ibu tidak akan kembali,”
“Lail!” kulihat Bibi Sofhie menghampiriku bersama suaminya,
Paman Ari yang berbadan besar, dia meraih Fajar yang menangis
karena takut sementara Paman Ari langsung meraih bahuku.
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 104/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#10 Fajar di Malam Hari 97
“Kita tidak pernah punya Ayah, dan Ibu mati! Jadi kalau kau mau
mati, mati saja!” seruku lagi, membuat tangis Fajar semakin menjadi.
Aku sendiri juga semakin gila, aku tidak tahu kata-kata macam
apalagi yang akan terlontar dari mulutku kalau Paman tak lekas
meraihku ke dalam pelukannya.
Bunga-bunga kamboja berguguran tertiup angin sore yang
semilir berhembus. Jatuh ke tanah, bercampur dengan tanah dan
menghilang. Ibuku seperti bunga itu, dia dimasukkan ke dalam tanah,
dimakan cacing dan akan hilang. Lalu siapa yang akan menjadi ibuku?
Menjadi ayahku? Dia Ayah dan ibuku, dia berkata begitu kepadaku
sejak Ayah pergi entah kemana. Aku seperti kehilangan segalanya
dalam satu waktu.
***
“Kak, kenapa Kakak diam?” Suara kecil Fajar membawaku
kembali ke dunia nyata tempatku bernapas. Fajar duduk manis di
depanku, lengannya berada dalam genggamanku dan aku tidak
menyadari bagaiaman dia bisa tenang dalam waktu secepat ini
padahal aku baru saja membentaknya.
“Bisakah kita tidur Fajar?”
“Aku mau Ibu,” dia menunduk, mungkin takut aku akan marah
karena dia kembali mengungkapkan keinginannya.
“Aku juga rindu Ibu, Fajar. Harus berapa kali kukatakan? Tapi ini
sudah malam, ada hantu diluar sana, mereka akan membawamu
pergi dan tidak akan kembali,” dan ide gila mulai kukatakan, aku
tidak tahu seperti apa kelanjutannya kalau cerita hantu ini membuat
Fajar tertarik.
“Apa Ibu akan menjadi hantu?”
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 105/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#10 Fajar di Malam Hari 98
Fajar mengangkat kepalanya lagi, kutemukan binar semangat
dari sorot matanya dan aku tidak mengerti kenapa dia bisa berpikir
seperti itu karena awalnya kukira dia akan meringkuk di pojokan
karena takut pada hantu.
“Dulu kau bilang orang yang mati akan menjadi hantu, apa Ibu
akan menjadi hantu? Ayo kita keluar dan mencari Ibu!” dia berdiri,
melompat-lompat di atas kasur dan membuatku pusing. Ya Allah,
kenapa adikku selalu membuatku kesulitan?
“Ibu tidak menjadi hantu, dia Ibu yang baik dia akan ke surga
hidup bersama Allah,”
“Kalau begitu kapan Ibu pulang?” Fajar kembali duduk di
depanku seperti bocah menunggu pembagian makanan di masjid
ketika kumandang adzan tanda berbuka datang.
“Dia tidak akan pulang,” lirih aku berbicara, ini untuk kali
pertama kukatakan kepada Fajar bahwa Ibu yang sangat kami
rindukan tidak akan pernah kembali. Kulihat sendiri perubahan
wajah Fajar, binar di matanya menghilang. Aku sendiri merasakan
betapa menyakitkannya kenyataan bahwa aku tidak memiliki Ibu
lagi. Ibuku meninggal dan dia tidak akan memasak untukku, tidak
akan menyuruhku makan di malam hari, tidak akan
membangunkanku setiap pagi, tidak akan marah. Faktanya, aku juga
baru menyadari betapa cara Ibu memarahiku adalah hal yang paling
kurindukan darinya.
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 106/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#10 Fajar di Malam Hari 99
“Aku ingin bertemu Ibu, Kak,” Fajar kembali merengek,
kudengar nada bicaranya bergetar dan itu pertanda bahwa dia akan
menangis. Aku lelah mendengarnya menangis dan selalu bertanya
kapan Ibu akan pulang. Apa dia tidak bisa memahamiku sebentar
saja? Dia membuatku terluka setiap kali dia menanyakannya dan aku
tidak bisa melakukan apapun karena yang dia inginkan adalah
bertemu Ibu dan aku tidak tahu bahkan tidak pernah mendengar ada
orang yang sudah dikubur kembali pulang dengan membawa oleh-
oleh. Setiap kali Fajar menangis, aku selalu berusaha
menenangkannya tapi aku tidak tahu cara bagaimana supaya aku
sendiri bisa merasa tenang tanpa Ibu di sisiku. Dia Ayah dan ibuku.
Aku masih lima belas tahun, apa yang bisa dilakukan anak laki-laki
berumur lima belas tahun yang bahkan belum pernah berkencan
dengan seorang gadis agar bisa menjadi Ibu sekaligus Ayah bagi
adiknya yang belum genap berumur tiga tahun? Aku ingin kau
kembali Ibu, kenapa kau tega meninggalkan kami, meninggalkanku
bersama Fajar yang tak pernah bisa tenang tanpamu di dekatnya. Aku
ingin kau memelukku disini. Aku rindu ketika kau mendongengkan
cerita wayang kepada Fajar sebelum dia tidur. Aku rindu kau Ibu.
“Apakah Ibu tidak lelah mati? kenapa dia terus mati dan tidak
bertemu kita? Kapan kita mati, Kak? Aku ingin mati saja dan bertemu
Ibu, bagaimana cara Ibu mati?”
Rentetan pertanyaan Fajar semakin mendesakku, aku tidak
tahan mendengarnya. Aku ingin dia memahamiku sebentar saja, tapi
apa yang dia ketahui? Dia ingin mati? Apa dia mau meninggalkanku?
Aku tidak mau semakin sendiri, hidup dengan Bibi Sofhie adalah
pilihan terburuk yang pernah kubayangkan. Panas mendesak
mataku, kabut air mata menggenang di pelupuk mata membuat
pandanganku mengabur.
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 107/173
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 108/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#10 Fajar di Malam Hari 101
“Kakak,” suara kecil Fajar kembali terdengar. Terserah dia mau
berbicara apa, aku lelah, mungkin dia akan berhenti dan langsung
tidur kalau sudah lelah juga. Dia berbicara di dekat telingaku,
napasnya menggelitik kulit ariku. Sejenak kemudian kualihkan
sedikit perhatianku padanya, meliriknya dari sudut mata. Ternyata
dia menengadah penuih arti padaku. Binar matanya yang begitu
mirip dengan mata Ibu itu, benar-benar meneduhkanku.
“Jangan menangis. Ibu pasti akan menjemput kita, jangan
menangis ya.”
Sunarni , lahir pada 5 Januari 1993. Gadis asal Klaten ini sedang
menempuh pendidikan di Universitas Negeri Yogyakarta jurusan
Psikologi Pendidikan dan Bimbingan/Bimbingan dan Konseling.
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 109/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
102
#11 Senandung Ayat Cinta
dari Emak
Suara merdu itu tak pernah terlupakan olehku. Senandung
merdu lantunan ayat suci yang selalu dibawakan oleh Emak. Kitab
suci yang kian lusuh terus dibacanya. Ia tak akan berhenti membaca
sebelum matanya yang sudah mulai lelah memaksanya untuk
beristirahat. Sedikitnya ia membaca satu juz dalam semalam. Emakku
wanita perkasa. Ia membanting tulang menghidupiku dengan
keringatnya. Bapak sudah lebih dulu menghadap Yang Kuasa.
Emakku bukanlah wanita anggun yang dihiasi dengan permata dan
intan, tapi Emak adalah wanita shalihah yang berhiaskan iman. Emak,wanita yang kuat, wanita mulia yang sempurna di mataku. Emak
yang selalu kubanggakan, meski kebanggaan itu terlambat kusadari,
Emak telah tiada, menghadap Yang Maha Kuasa.
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 110/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#11 Senandung Ayat Cinta dari Emak 103
***
“Seharusnya kamu malu pada telingamu, mengapa panggilan
solat tidak kamu kerjakan, azan berkumandang juga tak dihiraukan,
apa yang kamu lakukan?”
Aku selalu menggerutu setiap kali Emak mengatakan itu, bahkan
saking seringnya, aku tahu apa yang hendak dikatakannya. Sebelum
ia berceloteh panjang, biasanya aku mengambil langkah seribu dan
mengunci pintu kamarku, “Emak katrooo.”
Dini hari, saat azan subuh berkumandang. Aku biasanya
mendengar suara Emak membaca Al-Qur’an, tapi kali ini berbeda,
aku tak mendengar suaranya, yang terdengar adalah suara batuk di
balik tirai kamarnya. “Tumben banget Emak gak ngaji, baguslah biar
gak berisik,” pikirku tanpa menghiraukan Emak, kemudian
melanjutkan tidurku.
***
Emak orang yang pantang menyerah. Meskipun kami orang tak
punya dan hidup pas-pasan, tapi Emak selalu mengusahakan
kebutuhanku yang berkaitan dengan pendidikan. Aku
dimasukkannya ke sekolah favorit unggulan. Prestasiku pun lumayan
memuaskan. Mungkin itu yang menyebabkan aku menjadi manja.
Seolah meminta bayaran dari prestasiku di sekolah. Emak pun tak
pernah menolak permintaanku. Bahkan, aku sering memanfaatkan
kepolosan Emak, meminta uang dengan mengatasnamakan iuran
sekolah, dan uang itu aku gunakan untuk kesenanganku sendiri,
tanpa memikirkan keringat dan kerja keras Emak.
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 111/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#11 Senandung Ayat Cinta dari Emak 104
Pagi buta saat orang-orang belum terbangun dari tidurnya.
Emak sudah berangkat ke pasar induk untuk membeli sayur-sayuran,
kemudian sayuran itu ia jual lagi keliling kampung dengan bakul yang
dipikul. Aku tak bisa bayangkan, berapa kilogram beban yang
dipikulnya. Bahkan, aku sering melihat Emak pulang ke rumah sambil
mengelus punggung belakangnya, wajahnya amat kelelahan.
Kehidupan memang kejam. Keuntungan yang emak dapatkan tak
lebih dari sepuluh ribu perak. Hasil penjualan sayuran pun hanya
cukup untuk makan kami. Emak pun memutar otaknya. Setelah
dagangannya habis. Ia menjadi kuli cuci dari rumah ke rumah. Ia siap
bekerja apa saja agar kehidupan kami terus berjalan, agar sekolahku
tak putus, dan agar ia bisa memenuhi semua kebutuhanku,
kebutuhan sekolahku. Tak hanya menyelesaikan tugasnya sebagai
seorang Ibu, ia pun mengerjakan tugasnya sebagai hamba yang
beriman. Malamnya ia mengajari tetangga-tetangga yang belum bisa
membaca Al-Qur’an. Dengan sabar ia mengajari mereka dari iqro, juz
amma, sampai Al-Qur’an.
Muridnya pun semakin berkembang. Ia mengajari mereka tanpa
mengharapkan imbalan. Semua ia kerjakan dengan ikhlas. Emak tak
pernah duduk di bangku sekolah karena orang tuanya—kakekku—
tak punya cukup biaya untuk menyekolahkannya, tapi ia rajin
mengikuti pengajian yang diadakan di musala. Ia hanya mengajarkan
apa yang bisa ia ajarkan untuk orang lain, ia ingin ilmunya
bermanfaat, meskipun ilmu yang dimilikinya tak lebih banyak dari
ilmu mereka yang Emak ajarkan. Mungkin itu salah satu alasan
mengapa Emak berusaha keras agar aku bisa terus sekolah,
mengenyam pendidikan yang dulu tak pernah ia dapatkan.
***
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 112/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#11 Senandung Ayat Cinta dari Emak 105
“Kamu gak mau belajar Al-Qur’an, Na? Buat apa kamu pinter
pelajaran tapi gak bisa baca Al-Qur’an?” aku hanya diam, membisu.
“Emak tuh sebenernya malu, Na, emak kok bisa ngajarin orang
tapi anak Emak sendiri gak bisa baca Al-Qur’an. Kamu pasti bisa
cepet lancar, wong kamu pinter kok, kan anak Emak,” pintanya
dengan tetap membanggakanku.
“Kamu tuh pintar seperti bapakmu, Na. Kalo aja bapakmu masih
ada, dia pasti bangga sekali punya anak yang pinter kaya kamu. Emak
kan udah tua. Emak takut cita-cita Emak buat ngedidik kamu biar
pinter agama gak kesampean. Emak pengen kamu bisa berguna buat
masyarakat. Orang tua jaman sekarang, Na, suka bingung kalo
anaknya gak bisa baca-tulis, tapi mereka gak peduli kalo anak mereka
gak bisa baca Quran. Emak gak mau jadi orang tua kaya gitu, Na”
Sungguh aku bosan mendengarkan celoteh Emak yang tak
pernah berubah tapi selalu bertambah panjang. “Jadi guru ngaji gak
akan kaya, Mak. Liat aja diri Emak sendiri, coba Emak pinter baca-
tulis, Emak gak akan jadi tukang sayur dan kuli cuci,” jawabku
sekenanya. Emak cuma geleng-geleng kepala sambil mengelus dada.
***
Setelah aku lulus SMA, aku memutuskan untuk kuliah sambil
bekerja di kota. Aku meninggalkan Emak di kampung. “Kamu yakin
besok mau ke kota, Na? kehidupan di kota itu keras, mending kamu di
sini aja, kerja di kantor Kades. Kamu kan pinter, Na, sekali nglamar
juga pasti langsung diterima, gak usah kerja di kota pun kita masih
bisa makan,” pinta Emak dengan suara lemah.
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 113/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#11 Senandung Ayat Cinta dari Emak 106
“Nina yakin, Mak. Nina mau ke kota biar bisa kuliah sambil kerja.
Emak pengen Nina sukses, kan? lagian kalo Nina cuma tinggal di
kampung, mau jadi apa? Mau jadi penerus Emak jadi tukang sayur?”
Emak tak menjawab, ia langsung pergi ke kamarnya, menutup tirai,
dan terdengar lantunan ayat Al-Qur’an dengan suara yang bergetar.
***
Sudah satu tahun aku meninggalkan kampung, meninggalkan
Emak. Aku tak tahu bagaimana kabar Emak, aku pun tak pernah
memberikan kabar padanya. Di kota aku berusaha hidup mandiri.
Kehidupan di kota memang keras, persis seperti yang Emak katakan.
Gaji pekerja lulusan SMA sangat pas-pasan. Aku berusaha hidup
hemat agar bisa makan dan bisa membayar kuliah. Aku baru
merasakan susahnya mencari uang.
Siang hari sepulang kuliah, aku melihat seorang ibu tua—
seumuran Emak —sedang menyapu jalanan. Aku iba melihatnya.
Panas matahari sungguh terik, keringat ibu tua itu deras bercucuran.
Segera aku membelikannya minuman karena ia terlihat amat
kehausan.
“Cape ya, Bu?” Ibu itu tersenyum sambil menerima air dari
tanganku.
“Iya, Neng, abis kalo gak gini gak dapet uang, ntar anak saya gak
bisa makan dan gak bisa nerusin sekolah,” aku hanya tersenyum,
sontak aku teringat Emak.
“Saya pengen anak saya pada pinter , Neng. Biar gak kaya ibunya.
Saya dulu gak pernah makan bangku sekolahan, makanya jadi tukang
sapu jalanan.” Ibu itu melanjutkan ucapannya tanpa diminta.
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 114/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#11 Senandung Ayat Cinta dari Emak 107
Tak terasa air mataku berlinang. Aku teringat Emak. Emak juga
seperti Ibu itu, bekerja keras banting tulang agar aku bisa makan,
agar aku bisa meneruskan sekolah. Ya Allah, apa yang sudah aku
lakukan? Setelah selesai sekolah, aku malah meninggalkan Emak
sendirian. Di mana wujud baktiku sebagai seorang anak?
“Kok malah nangis, Neng?” ibu itu bertanya heran.
“Saya inget Emak saya di kampung, Bu, beliau kaya Ibu, bekerja
keras demi anaknya, biar bisa makan, biar bisa sekolah, tapi saya
malah ninggalin Emak sendirian di kampung.”
“Oalah, Neng. Kesian Ibunya si Neng, pasti kangen banget. Saya
aja kalo anak saya gak pulang seharian, perasaan saya bingung,
kawatir, malah gak enak makan. takut anak saya kenapa-kenapa,
mending Neng pulang ke kampung sekarang.”
Setelah mendengar ucapan Ibu itu, aku langsung memesan
karcis kereta untuk pulang ke kampung. Keberangkatan tercepat
baru ada besok pagi. Akhirnya, aku memutuskan untuk ke pasar. Aku
ingin membelikan oleh-oleh untuk Emak. Aku tahu yang dibutuhkan
Emak, Al-Qur’an. Pasti Emak senang.
Gubuk reyot satu-satunya peninggalan Bapak sudah terlihat. Aku
berlari, tak sabar ingin bertemu Emak, ingin memeluk Emak, ingin
mencium kaki Emak. Aku ingin meminta maaf atas semua
kesalahanku.
Rumahku terlihat sepi, amat sepi. Mungkin Emak masih nyuci di
rumah tetangga. Aku menunggu di bale depan rumahku. Tapi, sudah
satu jam aku menunggu, Emak belum juga terlihat batang hidungnya.
Aku dibangunkan oleh Mba Ina, tetangga sekaligus murid ngaji
Emak dulu,
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 115/173
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 116/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#11 Senandung Ayat Cinta dari Emak 109
Mba Ina membawaku ke rumah. Ia tak tega melihat aku terus
mengerang di pusara Emak. Ia menceritakan semuanya. Semua yang
aku tidak tahu, semua yang Emak sembunyikan dariku. Emak
meninggal sebulan setelah kepergianku. Emak telah
menyembunyikan penyakitnya dariku, ia mengidap kanker paru-paru
sejak aku kelas XIII. Ia pun tak mau berobat karena penghasilannya
hanya cukup untuk makan dan bayar iuran sekolah. Setelah
kepergianku, penyakit Emak bertambah parah, apalagi ia tak mau
makan. Ia selalu memanggil namaku, merindukanku. Tangisku makin
menjadi-jadi setelah mengetahui semuanya, semua yang ia
sembunyikan untuk menghidupiku. Ucapan Emak terngiang-ngiang
di kepalaku, Emak ingin aku bisa baca Al-Qur’an. Aku ambil Al-Qur’an
lusuh milik Emak. Ada fotoku yang terselip di sana, tangisku makin
menjadi-jadi. Aku tahu sekarang perasaan Emak saat aku
meninggalkannya sendirian. Seperti yang aku rasakan saat ini,
kesepian. Aku berteriak, mataku gelap.
***
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 117/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#11 Senandung Ayat Cinta dari Emak 110
Hari ini, tepat dua tahun kematian Emak. Setelah aku selesai
membaca surat yasin dan doa, aku terdiam memperhatikan pusara
Emak
“Mak, sekarang Nina udah lancar baca Al-Qur’an, Nina juga udah
pake jilbab. Nina juga gak mau pelit sama ilmu, walaupun ilmu Nina
masih sedikit dan mesti banyak belajar, tapi Nina mau manfaatin
ilmu Nina biar bermanfaat buat orang banyak. Sekarang rumah kita
selalu rame, Mak, bukan cuma ibu-ibu yang belajar ngaji sama Nina,
tapi Nina juga ikut bantu-bantu ngajar di musala. Nina nerusin
perjuangan Emak, berjuang di jalan Allah. Cuma ini yang bisa Nina
lakukan, Mak. Nina gak sempat berbakti sama Emak, tapi Nina ingin
berbakti sama agama. Maafin Nina ya, Mak. Nina belum bisa
ngebahagiain Emak. Terima kasih, Mak, untuk pelajaran berharganya.
Doa Nina gak pernah putus buat Emak.
***
Penulis bernama Syadiidah , seorang mahasiswi kelahiran Jakarta, 20
Mei 1991. Saat ini ia sedang menempuh pendidikan di Universitas
Indonesia.
Syadiidah bisa disapa di e-mail syadiidahdee@yahoo.com
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 118/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
111
#12 Surat Milad
“Selamat milad, Sayang…” sebuah bisikan lembut mengalir
hangat di telinga kiriku. Jam berapa ini? Aku membuka mata
perlahan, mencoba menangkap gambaran wajah di depanku. Bibi. Si
pemilik suara lembut.
Aku menggapai pipinya, mengecupnya pelan dan berbisik,
“Jazakillah, Bi.”
Wajahnya berseri. Wanita ini sudah sepenuhnya terbangun,
padahal sekarang baru pukul 2 dini hari.“Qiyamul lail, yuk…”
Aku tersenyum lebar. Siapa yang tidak ingin dibangunkan
seperti ini?
Wanita ini, satu-satunya adik kandung Bundaku. Wanita yang
merawatku sejak Bunda meninggal, tiga belas tahun yang lalu. Ibu
favorit semua anak. Manis, lembut, cantik. Terkadang dengan jahat
aku merasa, baguslah Bunda meninggal. Dengan begitu aku bisa
merasakan penuh keibuan Bibi.
Aku mencintai wanita ini seperti Bundaku sendiri. Ah, tidak.
Bahkan sebelum Bunda meninggal, aku sudah menyayanginya, lebih
dari Bundaku sendiri. Siapa anak yang tidak suka dimanja, sedang
ibunya keterlaluan disiplin?
Kami duduk berhadapan. Rasanya sudah lama tidak berduaan
dengan wanita ini. Cuma berdua, cuma berbincang.
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 119/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#12 Surat Milad 112
“Ahh, putriku sekarang sudah jadi wanita. Lihatlah, aku seperti
berhadapan dengan Bundamu saat remaja.”
Bundaku saat remaja? “Apakah dulu wajah Bibi dan Bunda mirip
juga?”
“Umm… kurasa iya. Tidakkah kamu merasa kita mirip?”
“Ahh, iya” aku tersipu. Siapa yang tidak senang disebut mirip
dengan wanita secantik dia?
“Gadisku…” wanita ini membelai wajahku, “Gadis kecilku
sekarang sudah dewasa. Coba orangtuamu masih hidup, mereka pasti
sangat bahagia melihatmu sekarang.”
“Ahh, Bunda pasti tidak menyangka aku bisa jadi dewasa.”
“Ah, kamu dulu sakit -sakitan. Kena dingin sedikit, rawat inap.
Kena pedas sedikit, rawat inap. Sampai-sampai dokter bilang, bisa
sampai usia 10 tahun saja sudah syukur.”
“Hahaha, nyatanya aku sekarang masih ada, dan sangat sehat!
Siapa yang tahu umur manusia?”
“Iya, iya…”
“Bi, ceritakan sedikit masa kecilku. Bukankah aku dulu sangat
nakal?”
“Waah, iya. Sangat. Ingat kucing yang dulu kamu masukkan
lelehan gamping?”
“Ahh, itu. Aku tidak tahu kalau lelehan itu panas, Bi.”
“Ih, anak ini dulu sangat kejam. Tidak heran Bundamu jadi
sangat disiplin.”
“Kucing itu, aku tidak bermaksud membunuhnya. Aku hanya
sebal melihat bulunya yang kotor.”
“Haha, iya, Bibi tahu. Ingat apa yang dilakukan Bundamu
kemudian?”
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 120/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#12 Surat Milad 113
“Ahh, aku dikejarnya dengan sapu di tangan. Kami kejar-kejaran
sampai berkilo-kilo. Sampai aku bertemu rumah Bibi.”
“Lalu Bundamu pura-pura mengalah. Begitu kamu
dijangkaunya…”
“Aku dicubit sampai memar-memar.”
“Ahahaha… aku sungguh ingin tertawa mengingat kejadian itu.”
“Ini justru menyebalkan, Bi. Beberapa minggu kemudian Bunda
menjumpai bekas memar di lengan dan pahaku, lalu menanyakan
sebabnya. Bagaimana bisa Bunda lupa sudah melakukan itu padaku?”
“Sayang, Bundamu tidak bermaksud menyakitimu. Dia takut
kamu jadi nakal.”
“Tapi aku senang karena pada akhirnya aku bisa bersama Bibi.”
“Apa?”
“Opps. Tidak.”
Sungguhkah? Ahh, kalau diingat-ingat, sejujurnya aku dulu
sungguh membenci Bunda. Kalau boleh memilih, aku sangat ingin
jadi anak Bibi.
“Bundamu… ia sangat -sangat menyayangimu. Kamu tidak tahu
betapa cemasnya ia memikirkanmu. Ahh, aku teringat kata-katanya
saat dokter bilang bahwa mungkin usiamu tidak lama lagi. Dia bilang,
‘Aku tidak percaya dengan dokter yang sok tahu. Tapi aku selalu
takut begitu melihat gadisku terbaring sakit. Aku perlu
membayangkan gadisku mencapai usia 11 tahun, 12 tahun, 13, lalu
jadi dewasa. Aku perlu membayangkannya agar aku punya kekuatan
untuk membesarkannya hingga dewasa. Air matanya meleleh saat
mengucapkan itu. Setelah bundamu meninggal, Bibi menemukan
tumpukan surat di dalam laci mejanya. Surat-surat yang kukirimkan
padamu tiap kali kamu ulang tahun.”
“Bibi, surat itu kan Bibi yang tulis…”
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 121/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#12 Surat Milad 114
“Bundamu. Sudah berkali-kali Bibi bilang.”
“Bundaku orangnya kasar, Bi. Dari bahasanya aku tahu kalau
surat itu ditulis orang yang lembut, seperti Bibi.”
Tapi Bibi mulai menangis.
***
Assalamu’alaykum warohmatullah wabarokatuh.
Anakku Tina, gadis manisku. Berapa usiamu sekarang, Nak? Dua
puluh tahun, ya…. Rasanya baru kemarin Bunda berusia segitu.
Sekarang Bunda pasti sudah tua.
Bulan Desember sangat dingin, jangan lupa membawa jaket
sekalipun kamu tidak kedinginan. Dulu saat kamu kecil, kamu
gampang sekali masuk angin. Sudah begitu, gadis bandel ini tidak mau
membawa jaketnya ke sekolah. Tapi itu dulu. Sekarang kamu sudah
jadi muslimah yang manis, kan? Bolehkah Bunda bercerita sedikit?
Kalau kamu ada waktu, sempatkanlah sebentar membaca cerita
Bunda. Kalau sibuk, lewatkan dulu tak mengapa. Kalau ada waktu,
sempatkan membaca cerita ini. Ya?
Nak, dua puluh tahun yang lalu, sepertiga malam terakhir, kita
berjumpa. Tidak ada yang bisa mengungkapkan betapa bahagianya
kami waktu itu. Gadis ini sangat merah, kecil, dan rapuh. Sesaat
kemudian Bunda jadi takut. Takut kamu tiba-tiba sakit. Takut tiba-tiba
tulangmu patah ketika Bunda menggendongmu. Takut kulitmu yang
lembut terluka karena tergesek kulit Bunda yang kasar. Lebih takut
lagi kalau tiba-tiba gadis manisku ini berhenti bernapas.
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 122/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#12 Surat Milad 115
Ketika kamu mulai bisa berjalan, Bunda takut kamu jatuh dan
terluka. Bunda takut kamu memakan mainanmu. Bunda takut kamu
menggapai piring hingga jatuh, pecah, dan melukai kakimu. Maafkan
Bunda karena sejak itu Bunda jadi sangat mengesalkan. Sudah tahu
kamu jatuh, malah Bunda cubit pahamu yang penuh daging. Sudah
begitu, bekasnya tidak hilang sampai dua minggu. Sakitkah, Nak?
Bunda juga sakit. Hati Bunda sangat sakit, ketika tangan Bunda
menyentuh pahamu.
Putri kecilku akhirnya masuk TK. Manis sekali wajahnya.
Walaupun Bunda sangat sibuk sehingga tidak bisa mengantarmu,
menungguimu, atau menjemputmu di sekolah, kamu tetap dengan
senang hati berangkat sekolah. Orang tua mana yang tidak bangga?
Sayangnya putri kecilku mulai bandel, mulai tidak suka disuruh-
suruh. Mulai sengaja meninggalkan payungnya agar tasnya tidak
berat. Mulai ogah membawa jaket ke sekolah. Tidak salah kalau
akhirnya kamu sakit.
Putriku sakit, lalu sembuh, lalu sakit lagi, sembuh lagi. Bunda
semakin takut, kalau-kalau ada yang tidak beres dengan tubuhmu.
Akhirnya dokter mengatakan hal yang sangat menyakitkan. Dia
bilang, kamu tidak bisa hidup lama dengan kondisi tubuh seperti itu.
Dengan yakinnya dokter itu bilang, lewat usia sepuluh tahun saja
sudah sangat beruntung. Dokter mungkin lupa, bahwa umur sudah
ada yang mengatur. Buktinya, sekarang kamu masih ada, iya kan??
Tapi Bunda yang penakut ini sedikit terpengaruh. Ah, tidak.
Sepertinya Bunda terpengaruh banyak. Bunda jadi lebih lebih lebih
menyebalkan. Ini tidak boleh, itu tidak boleh. Tina nakal sedikit,
cubit. Tina lupa bawa jaket, cubit. Tina lupa makan, marah besar.
Tidak heran kalau Tina jadi lebih suka Bibi daripada Bunda. Bunda
cemburu, Sayang.
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 123/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#12 Surat Milad 116
Tina pernah bilang kalau Bibi lebih baik cocok jadi Bundamu,
daripada Bunda. Kenapa, Sayang? Karena Bunda kasar? Karena
Bunda suka marah? Tapi sekarang kita sudah baikan, kan?
Tahun demi tahun berlalu, Bunda masih cemas. Tina-ku, bisakah
ia melewati 10 tahun? Ah, tidak. Bunda yakin kamu bisa. Buktinya,
kamu bisa membaca surat ini, kan? Berarti usiamu benar-benar dua
puluh tahun....
Nak, yang Bunda tahu usia dua puluh tahun itu berat. Kamu
mulai jauh dari Bunda dan kawan-kawanmu. Mulai punya batas
interpersonal. Boleh saja, asal jangan pernah jauh dari Allah, sayang.”
Bla. Bla. Bla.
Aku tidak sanggup meneruskan. Pandangan mataku kabur. Ahh,
Bunda. Bunda yang meninggal dalam kecelakaan itu. Bunda yang
melindungiku dengan tubuh kecilnya, hingga aku tidak terluka
sedikitpun. Bunda benar, aku bisa melewati sepuluh tahun. Tapi
Bunda tetap tidak bisa melihatku. Menyesalkah Bunda?
Ahh, bodohnya aku. Surat-surat itu, jelas-jelas ditulis di masa
lalu, bukan sekarang. Kenapa aku tidak pernah curiga? Kenapa aku
tidak percaya bahwa ini tulisan bundaku sendiri? Sebegitu burukkah
image Bunda dalam pikiranku? Putri macam apa aku?
“Surat -surat itu, Bi. Mengapa aku tidak mendapatkannya lagi
sejak aku berusia 15 tahun? Lalu kenapa tiba-tiba aku
mendapatkannya lagi?”
“Bundamu bilang, gadis berusia 15 tahun akan merasa surat
seperti ini terlalu kekanak-kanakan. Tapi dibilangnya lagi, gadis
berusia 20 tahun akan menganggap surat ini dewasa.”
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 124/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#12 Surat Milad 117
“Ahh, surat ini cheesy , tetap kanak-kanak…” tapi air mataku
mengalir deras.
Viranita Purwidayani lahir di Sidoarjo, 4 September 1992.
Mahasiswi Sekolah Tinggi Akuntansi Negara ini tergabung dalam
UKM Aktualisasi Seni dan Sastra di kampusnya. Vira bisa disapa di e-
mail: pviranitap@gmail.com.
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 125/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
118
#13 Mamak,
Terima Kasih atas Cintamu
Mentari telah bertengger di langit sejak tiga jam yang lalu. Pukul
08.00 pagi aku menunggu bus jurusan Jogja-Solo. Aku sudah
mematung 25 menit di pinggir jalan dekat Jalan Layang Janti.
Alhamdulillah, bus yang aku tunggu akhirnya datang juga. Satu
tujuanku ketika menapakkan kakiku dalam bus, kursi yang leluasa
dan tidak dekat dengan kaum adam. Subhanallah, Allah memang
selalu mendengar doa hambanya. Satu kursi kosong disamping kiri
langsung aku tuju.
Bus kembali melaju menuju kotaku, Klaten. Ah, rinduku pada
Mamak 1 akan segera terobati. Aku sudah sebulan tak pulang padahal
tinggal seminggu lagi lebaran tiba. Terakhir aku mendapat wejangan 2
dari Mamak delapan hari sebelum Ramadhan. “Jaga diri, jangan lupa
berdzikir setiap akan tidur,” nasihat Mamak saat aku pamitan. Aku
cium tangannya yang berwarna kuning karena memeras kunyitsetiap hari. Aku tersenyum dan mengangguk. “insyaalloh, Ma,”
ucapku waktu itu.
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 126/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#13 Mamak, Terima Kasih atas Cintamu 119
Sopir menghentikan bus didekat pasar Sambilegi. Lamunanku
terpecah. Ada beberapa ibu-ibu pasar naik kedalam bus. Beberapa tas
dan karung dinaikkan oleh kondektur bus, sepertinya barang
dagangan ibu-ibu itu. Salah seorang dari ibu-ibu pasar itu duduk
disampingku. Rambut ibu di sampingku ini sudah memutih, kantung
matanya terlihat turun dan menghitam. Wajah lelah kurang tidur
dimiliki ibu di sampingku ini.
Aku tersenyum padanya. “Darimana, Nduk?” tanya ibu ini. “Dari
Jogja, Bu.” Aku benarkan letak dudukku. “Kuliah?” tanyanya lagi.
Tangannya mengibas-ibaskan selendang yang ia gunakan untuk
menggendong tenggok 3 tadi, “Iya, Ibu saking pundi?” kuberanikan
diri untuk bertanya. “Belanja barang dagangan Nduk, apa-apa naik
harganya sekarang,” keluh ibu berselendang biru ini.
Seminggu lagi lebaran tiba sehingga sudah tradisi bila harga
barang-barang sembako naik. Para ibu tentu sudah gerah dengan
janji pemerintah, sembako murah untuk rakyat. Kenyataan di
lapangan, harga sembako tidak turun tapi justru naik setiap kali akan
hari raya. Sidak yang dilakukan pemerintah tidak terlalu membantu
penurunan harga. Sering sekali barang-barang kebutuhan sehari-hari
menjadi barang langka di hari raya lebaran misalnya saja air mineral,
minyak, gula dan beras. Ah, pikiranku melayang kemana-mana.
“Sudah mau lebaran, Bu. Jadi pedagang mulai menaikkan harga.”
“Iya, rakyat kecil seperti Ibu ini jadi tambah susah, penghasilan
tidak seberapa tapi pengeluarannya tidak karuan, akibatnya banyak
hutang sana-sini,” keluh ibu pasar ini.
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 127/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#13 Mamak, Terima Kasih atas Cintamu 120
“Anak Ibu ada enam, Nduk, Alhamdulillah semua bisa Ibu
sekolahkan, yang paling besar sudah lulus STM setahu yang lalu,
sekarang kerja di Bandung, anak Ibu yang nomor dua dan tiga
sekarang kelas 3 dan 1 SMA, yang keempat masih kelas dua SMP dan
yang kelima dan keenam masih kelas empat SD. Bapaknya anak-anak
cuma kerja jadi kuli di pasar tadi, hasilnya tidak seberapa makanya
Ibu bantu-bantu dengan jualan nasi di rumah. Kebetulan di depan
rumah Ibu ada SMP jadi hasilnya lumayan Nduk, syukur juga anak
Ibu yang SMA semuanya mendapat beasiswa jadi biaya sekolahnya
sudah ditanggung sekolah,” cerita ibu pasar ini lengkap. Aku tak
berkomentar apa-apa, hanya tersenyum melihatnya.
“ Jenengan kuliah wonten pundi?” 4 Tanya ibu pasar setelah lama
terdiam. “UNY, Ibu, anak Ibu yang terakhir kembar?” tanyaku. “Iya.”
Bila kulihat raut wajah Ibu ini, beliau lebih tua dari ibuku tetapi anak
sulungnya mungkin baru 18 tahun. Aku dua tahun lebih tua darinya.
“Sebenarnya Ibu tidak punya anak kandung, Nduk,” cerita Ibu ini lagi.
“Lalu mereka anak siapa?” aku mengernyit. “Mereka anak angkat Ibu
dan Bapak, anak yatim piatu di dekat rumah Ibu daripada mereka
terlantar lebih baik Ibu dan Bapak merawat mereka. Lagipula Ibu
tidak mempunyai anak. Usia Ibu sudah 35 tahun waktu mengangkat
Handi, anak sulung Ibu, saat itu sudah 15 tahun usia pernikahan kami
tetapi Ibu tak juga dikaruniai anak. Mungkin Alloh meminta Ibu
menjadi Ibu bagi mereka saja, tapi tidak apa asal Ibu ikhlas Ibu tetap
mendapat pahala kan, Nduk?”
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 128/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#13 Mamak, Terima Kasih atas Cintamu 121
“Insya Alloh, Bu.” Aku kagum pada Ibu Sri Atun ini, aku
beranikan diri bertanya banyak pada beliau. Beliau orang yang ramah
dan mudah akrab, khas ibu-ibu pasar. Ternyata beliau orang yang
sangat kuat, pernah beliau sekeluarga diusir dari rumah mereka
karena ulah saudara sepupu dari Bapak Burhan, suami Ibu Sri Atun.
Sertifikat rumah mereka dijual oleh sepupunya Pak Burhan karena
sepupunya itu hutang pada lintah darat. Ibu Sri Atun tidak membawa
masalah tersebut ke pengadilan, baginya itu adalah ujian kesabaran
dari Alloh. Alhamdulillah, setelah lima tahun mengontrak Ibu Sri
Atun akhirnya bisa menempati kembali rumahnya. Sedikit-sedikit
uang hasil jualan nasi beliau sisihkan dan ditambahi dengan kiriman
putra sulungnya, kini rumah peninggalan orangtua Bu Sri Atun dapat
kembali lagi.
“Alhamdulillah putra Ibu sudah bias membantu sekarang,”
ujarku. “Iyo, Nduk. Alhamdulillah, Ibu mudhun kene Nduk, ati-ati
muga-muga kuliahe lancar.”5 Ibu Sri Atun lanjut meminta sopir
menghentikan bus di pertigaan. “Amiin,” lirih kuucap doaku.
Aku kembali sendiri menatapi pohon-pohon di pinggir jalan,
terik mentari mulai terasa. Jalanan mulai ramai dengan kendaraan
yang melaju cepat. Langit membiru berbalut awan putih tetap tenang
tiada terganggu keramaian di bawah sini. Pemandangan di seberang
jalan hanya sawah-sawah yang mengering, sudah lama air hujan tiada
membasahi bumi. Petani tak satu pun terlihat mengolah tanah. Sepi
rasanya menatap di kejauhan dari sebalik jendela bus. Suara
pengamen melantunkan syair lagu Bunda, tak membuatku
mengalihkan pandangan.
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 129/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#13 Mamak, Terima Kasih atas Cintamu 122
Aku semakin tenggelam dalam dzikirku, cerita Bu Sri Atun tadi
mengingatkan aku pada Mamak. Alhamdulillah, aku bersyukur pada
Alloh telah membuatku menjadi manusia yang beruntung. Sangat-
sangat beruntung. Tak salah orangtuaku memberiku nama Faizah.
Aku masih mempunyai Bapak dan Mamak yang menyayangiku.
Merekalah orangtua kandung yang tak pernah lelah mencintaiku
dengan ikhlas. Aku tahu berat perjuangan mereka untuk
menguliahkanku. Mak, rindu nian anakmu ini padamu. Aku ingin
segera menatap wajah lembut nan tegar yang selalu engkau
tunjukkan padaku.
Aku ingat sepuluh hari yang lalu aku menelepon Mamak, aku
menangis mendengar suaranya. Rasanya aku ingin berlari, pulang,
saai itu juga. Letih tubuh dan jiwaku saat itu mengembun setelah
mendengar suara Mamak. “Sing sabar Nduk, Manawa oleh amanah iku
dilaksanake kanthi ikhlas, iku ujian. Berarti teman-temanmu percaya
pada kemampuanmu, jangan membuat kepercayaan mereka itu sia-
sia,” 6 teringat jelas olehku nasihat Mamak saat itu.
Beliaulah sosok yang selalu menginspirasiku. Wanita yang tegar
dan kuat. Aku tak pernah mendengar beliau mengeluh apalagi
menangis. Aku sangat paham prinsip orangtuaku dalam
mencurahkan kasih sayang mereka pada anak-anak. Apapun asalkan
itu demi kebaikan dan masa depan kami, anak-anak mereka, akan
mereka usahakan. Aku hampir tak pernah melihat mamakku libur
bekerja. Jika PNS saja libur tiap pekan, mamakku tidak. Setiap hari
beliau bangun pukul 03.00 pagi. Seusai sholat tahajud, beliau
memasak di dapur dan meracik jamu. Suara alu Mamak yang
menumbuk jamu menggantikan alarm jam untuk membangunkanku.
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 130/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#13 Mamak, Terima Kasih atas Cintamu 123
Seringkali aku duduk memandangi Mamak di samping pintu
kamarku. Tubuhnya kian kurus saja, semenjak aku masuk kuliah
badannya seperti tak terurus, sedih rasanya. Kaki-kakinya yang tak
muda lagi itu, setiap pagi mengayuh sepeda berkeliling desa
menjajakan jamu tradisional. Mulai pukul 07.00 pagi, setelah selesai
menyiapkan sarapan Mamak berangkat berkeliling. Nanti pukul
09.30 pagi, Mamak tiba dirumah.
Badan yang aku tahu menyimpan lelah itu tak langsung istirahat.
Beliau akan mulai menggantikan Bapak menjaga warung sementara
Bapak pergi ke sawah. Hampir setiap pagi beliau tidak sarapan. Pukul
10.00 atau bahkan siang hari setelah sholat dzuhur, Mamak baru
makan. Sarapan yang terlampau terlambat. Semenjak diketahui
mengidap diabetes, Mamak mengurangi porsi nasi dalam menu
makannya. Mamak mengganti nasi dengan kentang rebus. “Makmu
wis koyo wong londo, mangan kentang terus,” 7 gurau Bapak sekali
waktu. “Haist,wong sugih jare panganane kentang,“ 8 timpal Mamak.
Bapak tertawa mendengar jawaban mamak itu. Rumah tak pernah
sepi dengan canda dan tawa. Itulah yang selalu kurindukan.
Aku ingat saat pertama kali Mamak periksa ke rumah sakit. Aku
yang mengantar beliau. Aku disuruhnya menunggu di luar. Di
perjalanan pulang aku bertanya apa penyakitnya, apa yang dikatakan
dokter. Mamak tak menjawab tapi justru menyuruhku untuk
merahasiakan pemeriksaan hari ini dari Bapak. Meskipun Mamak tak
menjelaskan sakit yang ia hadapi, aku tahu apa yang ia alami lewat
resep obat yang beliau beli. Sedikit-sedikit aku belajar tentang obat
dari buku-buku kimia.
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 131/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#13 Mamak, Terima Kasih atas Cintamu 124
Aku paham mengapa Mamak menyuruhku diam pada Bapak.
Mamak tak mau membuat Bapak khawatir. Mamak tahu betul sifat
Bapak, beliau akan protektif sekali bila tahu Mamak sakit. Bisa-bisa
Mamak dilarang kerja. Aku pun paham benar, mamakku paling tidak
bias berdiam diri di rumah. Namun, akhirnya Bapak tahu penyakit
Mamak. Sebulan setelah pemeriksaan pertama itu, adikku diminta
Mamak membeli obat ke apotek. Bapak membaca resep obat Mamak
yang ditaruh adikku di meja dapur. Bapak pun menjadi ikut mengatur
pola makan Mamak.
Mamak tetap berjualan jamu setiap hari. Bapak tak melarang,
sebab dilarang pun Mamak akan tetap bekerja. Kayuhan sepeda
Mamak setiap pagi tak pernah henti. Meskipun sekarang bulan
Ramadhan, Mamak tidak libur berjualan. Setiap sore Mamak
berjualan jamu, sembari menunggu waktu berbuka.
Bapak sering mengatakan padaku, “jadilah seperti mamakmu,
kuat dan tegar.” Yah, aku tahu mengapa Bapak begitu sayang pada
Mamak. Walaupun aku tak pernah mendengar Bapak mengucapkan
sayang tetapi aku dapat melihatnya. Pernah suatu kali, ada tragedi
sandal jepit Mamak di rumah. Waktu itu Mamak mengatakan telapak
kakinya sering sakit untuk berjalan. Bapak mengatakan bahwa
sakitnya Mamak itu karena Mamak tak pernah membiarkan telapak
kakinya menyentuh tanah. Memang Mamak tak pernah melepas
sandal jepitnya kecuali saat masuk kamar. Kebiasaan Mamak ini
berkebalikan dengan Bapak. Bapak tidak pernah memakai sandal
kecuali bila pergi jauh atau ketika berwudhu. Namu, Mamak tak
percaya dengan diagnosa Bapak itu.
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 132/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#13 Mamak, Terima Kasih atas Cintamu 125
Saat itu Bapak dan adikku bersekutu menyembunyikan sandal
jepit Mamak ketika ia sedang sholat dzuhur. Hasilnya, Mamak
memakai sandal jepit Bapak yang nganggur didepan pintu. Aku
tertawa saat itu, sia-sia saja Bapak menyembunyikan sandal Mamak.
Menurutku, itu kejadian lucu dan cukup romantis.
Pukul 09.15 aku turun di belakang Stasiun Klaten. Aku duduk di
depan warung soto menunggu angkutan yang biasa mangkal disini.
Angkutan berkode H yang akan mengantarku pulang. Aku duduk
sendiri menatap lengang jalan di depanku. Tugu jam di pertigaan
jalan menunjuk pukul 09.35 ketika angkutan yang aku tunggu tiba.
Rasanya panas sekali, peluh menetes dari keningku. Sopir tak juga
melaju meninggalkan pertigaan ini. Dua puluh menit lewat sopir baru
berangkat, menunggu angkutan yang ia bawa penuh penumpg.
Benar-benar penuh memang, penuh barang belanjaan seorang
nenek dari pasar Klaten. Selain nenek tua di hadapanku ada tiga
penumpang lain disampingku. Ibu-ibu dengan anaknya masing-
masing. Sepertinya mereka baru pulang belanja baju lebaran untuk
anak mereka. Sumringah wajah anak-anak di sampingku ini.
Aku lupa kapan terakhir kali mamakku membeli baju lebaran
untuk dirinya. Bahkan, Mamak sudah lama tak membeli baju baru.
Bukan hal yang penting memang bagi mamakku. Bagi beliau asalkan
kebutuhan pendidikanku dan adikku tercukupi itu sudah cukup.
Ingin rasanya aku segera lulus kuliah dan membantu Mamak.
Sedih rasa hatiku. Airmataku tertahan. Kutoleh jauh pesawahan
dan bukit berjajar di sebelah selatan. Akan tetapi, pikiranku tak
tertuju pada keindahan bukit yang terlihat seperti barisan itu. Aku
mengagumi keindahan cinta mamakku. Cintanya yang sederhan
padaku, adikku dan bapakku.
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 133/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#13 Mamak, Terima Kasih atas Cintamu 126
Mamak tak pernah mengatakan ‘aku sayang kamu, Nduk’.
Mamakku menyelipkan seluruh ungkapan cintanya lewat
perhatiannya. Beliau selalu mengingatkanku untuk berdoa dan
berdzikir. Mamak selalu memasak makanan favoritku setiap aku
pulang dari Jogja. Adikku sering cemburu karenanya. Mamak sering
menggoda Adik bungsuku itu tiap dia manyun,
“Lha anakku bali yo dimasakku sing enak .”9
“Wahah, kasihan baget adikku ini,” candaku pula.
“Ah, aku mau wus ditumbasku lauk dewe karo mamak 10 ,” ledek
adikku. Mamakku tertawa mendengar adikku membalasku. Aku
benar-benar melihat curahan cinta sederhana, tapi dalam, dari
Mamak.
Seorang wanita diberi kesempatan oleh Alloh untuk merebut
derajat kemuliaan dihadapan Alloh dengan menjadi istri yang taat
pada suami dan menjadi ibu bagi anak-anak. Dalam suatu hadist
diriwayatkan bahwa,
“wanita yang paling baik yaitu yang dapat menyenangkan
suami jika melihatnya; menaati suami jika disuruh; tidak berbuat
sesuatu pada diri dan hartanya dengan apa yang tidak disukai
oleh suaminya.”
(H.R An-Nasa’i, dan Ahmad)
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 134/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#13 Mamak, Terima Kasih atas Cintamu 127
Sebuah kalimat yang indah bila benar-benar bisa terlaksana.
Menjadi seorang ibu bagi anak-anak, mendidik sepenuh hati dan
mencurahkan hari-harinya untuk keluarga. Aku dapat melihatnya
dalam wajah mamakku. Ketika Bapak sakit dulu hampir dua bulan
diopname di rumah sakit, Mamak setia mendampingi. Lalu ketika
bapak rawat jalan, Mamak setia memandikan Bapak, merawat luka
sisa operasi diperut bapak penuh hati-hati. Semua menu makanan
diubah demi kesehatan Bapak. Saat Bapak harus rawat jalan dan
seminggu dalam sebulan check-up dan menginap di rumah sakit,
Mamak tetap bekerja membuka warung mie Bapak. Sendiri. Ya
sendiri Mamak menggiling tepung lalu membuat gulungan-gulungan
mie. Setiap hari sepanjang hari Mamak tak henti bergerak. Mamak
bilang kalau tidak bekerja nanti untuk beli obat pakai apa dan untuk
membayar uang sekolahku dan adik-adikku apa? Yah, Mamak benar
memang tidak ada uang lagi, semenjak Bapak sakit semua terjual
untuk operasi tumor Bapak dan pengobatannya yang tidak sedikit.
Pilu rasanya mengingat kejadian enam tahun lalu itu.
Tiga puluh menit berteman udara perbukitan nan sejuk dan
mentari nan terik, akhirnya tiba juga aku didepan rumah mungil
milik bapakku. Kulihat Mamak sedang melayani pembeli di depan
gerobak tua buatan bapak ketika aku turun dari angkutan. Aku
tersenyum memandanginya.
“Assalamu’alaikum, Ma.” Kucium tangan kanannya yang tetap
segar meski usianya tak lagi muda.
“Wa’alaikumusalam, ndang wisuh terus maem kono11,” jawab
Mamak. Memandang wajah Mamak sudah membuat hatiku lega dan
tenang. Terima kasih, mamakku, ibuku...
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 135/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#13 Mamak, Terima Kasih atas Cintamu 128
Kasih sepanjang jalan
Lebih dari sinar mentari sepanjang hari
Lebih dari itu
Goresan sekuat apapun
Tak melukai
Kuat dan kokoh pundaknya
Lembut dan halus tutur dan sikanya
Sejauh apapun berlari
Ibu, engkaulah ikatan tak terganti
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 136/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#13 Mamak, Terima Kasih atas Cintamu 129
Mamak 1 : Ibu
Wejangan2 : nasihat
Tenggok 3 : keranjang dari bambu
Jenengan kuliah wonten pundi4 : anda kuliah dimana
mudhun kene Nduk, ati-ati muga-muga kuliahe lancar 5 : turun disini
nak, hati-hati semoga kuliahnya lancar.
“Sing sabar nduk, Manawa oleh amanah iku dilaksanake kanthi ikhlas,
iku ujian. 6: yang sabar nak, jika mendapat amanah itu dilaksanakan
dengan ikhlas, itu ujian.
Makmu wis koyo wong londo, mangan kentang terus,” 7 : Ibumu sudah
seperti orang belanda, makan kentang terus
Haist, wong sugih jare panganane kentang8: haist, orang kaya ini
makanannya kentang.
Lha anakku bali yo dimasakku sing enak .9: anakku pulang ya
dimasakkan yang enak.
aku mau wus ditumbasku lauk dewe karo mamak 10: aku tadi sudah
dibelikan lauk sendiri oleh Ibu
ndang wisuh terus maem kono11: ayo cuci tangan terus makan sana.
Cerpen ini ditulis oleh Niken Utami , seorang mahasiswi kelahiran
Klaten, 10 April 1991. Saat ini Niken sedang menempuh pendidikan di
Universitas Negeri Yogyakarta. Ia bisa disapa di e-mail
kenapril10@gmail.com
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 137/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
130
#14 Elegi Kasih Seorang Ibu
Ambar masih tertegun dengan satu lembar surat yang baru tadi
pagi mendarat ke depan pintu kos nya. Pak pos yang biasa
mendatanginya setiap bulan membuatnya semakin tersiksa. Surat
demi surat telah tertumpuk rapi di dalam kotak yang tersimpan di
almari bagian tengah. Lembaran-lembaran surat itu selalu ia terima
mulai semester dua sejak ia kuliah di universitas keguruan negeri di
Surabaya. Hampir tiap dua bulan sekali, satu lembar surat senantiasa
membuat wajahnya sumringah. Semangat , itu yang ditampakkannya
ketika mendapati amplop surat tergletak di bawah pintu kamar
kosnya. Selain isi surat yang membahagiakan dirinya tentang cerita
sanak keluarganya yang lucu dan menggemaskan, isi uang dari
amplop tadi pun tak luput dari faktor kebahagiaan yang tak mampu
ia utarakan dengan kata-kata.
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 138/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#14 Elegi Kasih Seorang Ibu 131
Namun semenjak sepuluh bulan terakhir, keberadaan surat-
surat itu membuatnya kian terhimpit. Kepulangan ayahnya ke
rahmatullah-lah yang menjadi titik awal rasa enggan itu. Setelah
ayahnya tiada, tiap surat yang dikirimkan ibunya selalu
menghadirkan rasa yang tak menyenangkan sedikit pun. Rasa
kecewa perlahan timbul kepada ibunya lantaran isi surat demi surat
yang selalu menghadirkan penyiksaan nafas untuk membacanya.
Isinya hanya berupa cerita tentang kehampaan yang terjadi pada
keluarganya di rumah. Salah satu adiknya malah semakin liar untuk
hadir di sekolah. Berangkat pagi dan pulang pun larut malam, entah
keberangkatannya menuju ke arah mana. Tak heran banyak cibiran
tetangga senantiasa membuat telinga ibunya terbakar tanpa api.
Apalagi Adik perempuannya tengah menginjak usia pubertas. Usia-
usia rawan jika pergaulan bebas memerangi jiwa mudanya. Dan dua
bulan kemudian, perut adiknya membesar. Lantas, surat tentang
itulah datang.
Dibacanya dengan terkejut bukan kepalang, isinya benar-benar
membuatnya seperti di ujung kehidupan. Tangisan bercampur penat
yang ia alami sesaat pasca UTS Statistika langsung pecah menghiasi
kesunyian kamarnya tanpa satu orang yang berada di situ. Menangis
dan menangis. Itu yang sering terjadi tanpa kesadaran matanya. Air
mata itu hadir selepas ingatannya berbelok ke wajah adiknya. Dan
setelah ayahnya meninggal, belum sekali pun ia pulang mengunjungi
Ibu dan adik-adiknya di rumah. Ia sungguh berat melihat keadaan
rumah yang penuh dengan masalah, polemik, dan kenyataan hidup
yang pahit. Apalagi melihat Ibu yang dengan mudahnya menuliskan
kabar-kabar pahit itu kepada Ambar. Meski niatnya hanya untuk
sebuah kabar keadaan tentang keluarga, tapi tetap saja perasaannya
tak terima.
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 139/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#14 Elegi Kasih Seorang Ibu 132
“Seharunya Ibu tak perlu mengirimkan surat sejenis itu.
Mengapa Ibu harus menuliskan itu. Biarkan itu sebagai rahasia kelam
yang tersimpan di rumah. Tak perlu dikatakan kepadaku yang tengah
kosentrasi studi di kota yang jauh dari Yogyakarta. Mengganggu saja.”
Egonya memuncak ketika membolak-balik beberapa surat yang
sangat ia benci semenjak kematian ayahnya. Egonya saat itu benar-
benar mengalahkan akal sehatnya.
Kekecewaan dan kesedihan itu pelan-pelan pudar semenjak ia
bekerja di sebuah resto milik artis kenamaan yang kerap tampil di
layar televisi. Dan cerita kelam keluarganya yang belum sempat ia
tengok itu hilang seakan-akan tak pernah ada dalam sejarah
hidupnya. Uang pun kini tak pernah lagi dikirim ibunya. Setiap
minggu selalu ada harapan untuk hidup dengan helai demi helai uang
hasil jerih payahnya ia bekerja menjadi kasir di resto tadi. Lantas,
kiriman surat dari ibunya selama tiga bulan terakhir tak pernah
mampir sekali pun. Banyak teman-teman kosnya yang sering
bertanya. Namun, jawabannya hanya sebuah senyuman tanpa arti
dari mimik wajah yang ia persembahkan.
Dan, satu lembar surat kembali hadir di tangannya. Genggaman
itu begitu kuat saat membaca satu paragraf dalam surat yang
menyatakan bahwa kondisi kesehatan ibunya saat ini sedang tidak
baik. Kekecewaan kepada ibunya yang dulu pernah tergores di
hatinya teringat kembali. Sempat ingin menangis dan meneteskan air
mata, namun suara dering handphone membuatnya terhenti dari
hanyutnya perasaan yang mendayu-dayu akibat bayangan tentang
ibunya yang terdampar sakit.
“Ambar, kamu dimana?” t anya manajer resto tempat dia bekerja.
“Di kos, Bu. Ada apa?” jawab Ambar seraya membasuh air mata
yang masih tersisa dengan punggung tangan kirinya.
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 140/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#14 Elegi Kasih Seorang Ibu 133
“Bisa kesini sekarang?”
Ambar terdiam sambil berpikir sepintas. “Iya, Bu.” singkat
Ambar yang seakan lupa dengan isi surat yang tadi baru ia serapi
kabar baru tentang ibunya.
Tanpa berpikir panjang, Ambar langsung bersiap-siap. Cuci
muka, ganti baju, an bermake-up spontan ia selesaikan dengan baik.
Dan tepat jam delapan seperti yang ia janjikan dengan manajernya
tadi, perempuan lincah itu sudah berada di tempat resto. Matanya
masih merah, hatinya tersisa kekalutan yang luar biasa. “Bagaimana
keadaan Ibu sekarang??” pertanyaan itu tetap membayangi benak
kecilnya.
Namun, pikirannya sekarang berganti kosentrasi. Ia mulai
beraksi dengan gerakan-gerakan tangkasnya menjadi kasir.
Tersenyum ketika ada pelanggan yang mendekat ke tempat kerjanya.
Menjadi pendengar setia saat pelanggan mengungkapkan apa yang
sudah dibelinya. Satu demi satu menu sebagai data dimasukkan ke
dalam komputer kasir. Saban nama menu itu dimasukkan, sebuah
harga langsung muncul dengan otomatis. Komputer dengan cepatnya
mengkalkulasi semua harga menu yang telah dinikmati setiap
pelanggan yang hadir. Pada waktu menanti uang itu hadir dari
pelanggan sejumlah yang tertera dalam komputer, senyum
simpulnya tak hilang-hilang dari lekuk bibirnya, menjaga kehangatan
yang ia persembahkan untuk tiap pelanggan yang menjadi jembatan
dari sumber penghasilan uang gaji yang tiap minggu ia terima.
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 141/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#14 Elegi Kasih Seorang Ibu 134
Hampir lima jam ia habiskan untuk berdiri-duduk-dan berdiri
lagi di tempat kasir. Kelelahan sangat tampak di raut mukanya. Ia
lirik sebentar jam tangannya, ternyata sudah jam satu siang.
Langkahnya langsung menuju ke tempat manajer untuk meminta izin
pulang. Dalam perjalanan meninggalkan resto, pikirannya kembali
teringat dengan wajah ibunya. Perasaan ingin pulang sangat kuat.
Kakinya berjalan cepat menuju kos setelah turun dari angkutan kota.
Ambar langsung menyiapkan beberapa pakaian untuk dimasukkan
ke dalam tas ranselnya. Sampai cukup penuh, nafasnya terasa berat.
Ia buka dompetnya, ternyata uang yang tersisa hanya tinggal
beberapa lembar. Dan, keinginan untuk membeli komputer yang
lama ia idamkan harus diabaikan terlebih dahulu demi pertemuan
dengan ibunya yang rasa rindunya hingga menyesakkan dada.
***
Terminal Bungurasih sudah menjadi pemandangan di matanya.
Banyak bus lengkap dengan orang-orang dengan kepentingan
berbeda ia lewati untuk mencari satu bus menuju kota Yogyakarta.
Kota asalnya cukup jauh untuk ia tempuh dari kota pahlawan ini. Bus
yang selama tadi ia cari-cari ternyata telah ia temukan
keberadaannya. Ternyata sudah banyak orang disana. “Huhhh….”
nafas berat ia rasakan saat memandang kerumunan orang yang
tengah berebutan duduk di bus yang ia incar dari tadi.
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 142/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#14 Elegi Kasih Seorang Ibu 135
Perasaan ikhlas harus ia terima ketika membiarkan satu bus tadi
berangkat dan meninggalkan keberadaannya yang masih berdiri
menanti satu bus lagi untuk mengangkut tubuhnya berpindah
beberapa hari ke kampung halamannya. Sekitar lima belas menit
Ambar menunggu tanpa henti memandang ke arah mana pun ada bus
dengan warna dan corak yang hampir sama dengan bus yang ia
nanti-nantikan. Perasaan lega begitu membuncah waktu satu bus
yang masih ada lima orang penumpang berhenti di depannya. Meski
bukan nama yang sama seperti di awal tadi, tapi ia harus cepat-cepat
masuk. Belum tentu selanjutnya akan mendapat bus yang menjadi
langganannya saban ia pulang kampung. Jadi, mau tak mau tubuhnya
harus masuk dan lekas-lekas mencari tempat duduk yang
menurutnya nyaman untuk menjadi lokasi strategis dalam perjalanan
pulang yang menghabiskan waktu hampir delapan jam-an itu.
Selepas perjalanan yang menelan aktivitas tidurnya, akhirnya
suasana malam yang terlampau larut memenuhi pandangan.
Sesampainya di depan rumah, perasaannya penuh tanya. Siapkah dia
melihat suasana berbeda? Ayah dan Adik keduanya mungkin tak ada
di rumah. Hanya tersisa Ibu dan Adik ketiganya yang masih duduk di
bangku sekolah dasar yang mungkin nanti akan menjadi obat dari
rindu akan kehangatan keluarga yang hilang semenjak sang
penopang nafkah telah tiada. Dia terdiam. Jam sepuluh malam seperti
ini telah membuat gang sempit rumahnya terlihat sepi.
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 143/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#14 Elegi Kasih Seorang Ibu 136
Diketuk-ketuk pintunya. Tak ada jawaban. Hampir sepuluh
menit ia menunggu dengan mata yang terasa panas hingga lembaran
kantuk membelai-belai kelopak matanya yang mulai kering. Ia pun
tertidur dengan menyandar pintu berdaun dua itu.
Paginya, seorang gadis remaja membangunkannya. “Mbak. Mbak
Ambar. Bangun mbak.” Ujar Sari, tetangga sebelah kanan rumahnya
yang pertama kali melihatnya tertidur pulas di depan pintu.
Dia pun terbangun dengan wajah kusut disertai garis-garis
kelelahan yang luar biasa dari kantong matanya yang terpaksa
membesar. Dia memandang Sari dengan tatapan aneh. Mengapa Sari
yang membangunkan. Di mana ibunya?
“Ibu di mana, Ri?”
Sari terpaku. Dia menatap Ambar dengan penuh keibaan.
“Ibu Mbak, pergi!” jawabnya begitu hati-hati.
Ambar terkejut. “Maksud kamu?”
Sari pun memulai bercerita. Mengatakan bahwa ibunya saat ini
memaksa mengajak Doni, adiknya pergi meninggalkan Yogyakarta
dan menuju Surabaya. “Baru tadi pagi Mbak mereka berangkat.” Sari
mengulas sedikit cerita yang didapat dari ibunya tadi siang.
“Untuk apa mereka kesana?” Tanya Ambar yang masih lemas
“Katanya, ibunya mbak ingin ketemu dengan Mbak Ambar.
Sampai-sampai, darah tinggi ibunya Mbak kemarin kambuh.
Sepertinya beliau banyak pikiran Mbak. Beliau begitu kangen dengan
Mbak. Temui mereka sekarang Mbak. Apalagi tak ada HP yang bisa
dihubungi. Semua HP sudah terjual Mbak.” Sari tahu betul apa yang
terjadi pada keluarganya, hingga mimik mukanya terkesan sayu
dengan tatapan iba. Air mata Ambar perlahan cair saat
membayangkan Ibu dan adiknya saat ini.
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 144/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#14 Elegi Kasih Seorang Ibu 137
Kemudian, energi Ambar terpulihkan dengan suguhan makanan
dari Sari beserta keluarganya. Dua jam kemudian langkahnya
kembali meninggalkan kota budaya ini. Kota tempat sejarah
kelahirannya. Hal ini begitu membuatnya rindu. Dan perjalanan
menuju kota pahlawan serasa begitu cepat. Laju bus yang
membawanya kembali ke Surabaya membuat adrenalinnya terpacu
ingin segera menemui Ibu dan adiknya yang masih belum tahu
keberadaannya tengah di mana. Pikirannya hanya terpusat ke satu
masalah itu saja, sampai-sampai ia benar-benar tak sadar kalau bus
yang dinaikinya sekarang sudah bertengger di kawasan Terminal
Bungurasih.
Sesampainya di Bungurasih, langkahnya tangkas untuk mencari
bus kota yang masih menepi bertujuan mencari penumpang menuju
Surabaya. Ia langsung masuk dengan membawa jinjingan tas kecil
yang sedari kemarin ia bawa. Ketika Ambar duduk di kursi belakang
sendiri, dimana tempat duduknya sejumlah lebih dari pada banjar di
depannya, matanya tiba-tiba melihat sosok wanita dengan busana
dan kerudung seperti yang pernah dipakai Ibunya ketika mengambil
rapor SD-nya dulu. Kerudung warna ungu muda dengan payet kecil-
kecil menempel menghiasi bagian kepala kerudung yang dipakai ibu-
ibu itu. Pikirannya mulai menjemput bayangan tentang ibunya,
tentang wajah polos ibunya yang terakhir ia lihat ketika kematian
ayahnya. Ibunya yang selalu membuatkan teh hangat saat kedinginan
menjalar ke tubuhnya dan adik-adiknya, itu memori ketika baju putih
biru SMP masih menjadi kebanggaannya. Ibu, yang selalu
memberikan kata-kata semangat berupa untaian seperti ini…..
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 145/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#14 Elegi Kasih Seorang Ibu 138
“Setiap manusia punya kekurangan, tapi jangan lupa bahwa dia
juga punya kelebihan. Optimalkan kelebihan itu selagi ada waktu dan
daya.” Kata-kata itu yang selalu membakar dirinya kala ia tengah
diguncang kegundahan dan keputusasaan. Dia sungguh merindukan
ibunya.
Kesalahan sempat ternoda dalam laku dan ucapnya ketika
niatnya untuk tidak lagi menyambangi kampung halamannya dan
tidak ada lagi balasan surat darinya atas surat-surat yang setia
menemani tiap bulan setelah melihat keadaan keluarganya yang
mulai tergoyahkan oleh konflik yang berkepanjangan. Sisa-sisa kasih
sayangnya masih membekas meski rasa kecewa kepada ibunya
timbul kembali karena tuduhan atas ketidak berdayaan beliau dalam
membuat kestabilan keluarganya meski ditinggal Ayah. Ibu
seharusnya tetap menjaga keharmonisan keluarga selayaknya ketika
Ayah ada, tapi itu tak pernah ada dalam fakta. Fakta malah berbalik
seratus delapan puluh derajat.
“Namun, itu bukanlah seratus persen kesalahan Ibu, Ibu hanya
manusia biasa yang hanya semampunya berlaku ganda yang juga
menjabat sebagai Ayah.” Suara hatinya seakan-akan membela ibunya
seorang. Dan kesalahsangkaan tak boleh berlaru-larut memenuhi
relung dadanya. Ibu tetaplah ibunya yang selalu penuh
menyayanginya dengan gaya dan bahasanya. Air mata itu perlahan
membendung kelopak matanya. Tak tertahan rasanya, akhirnya
tetesan demi tetesan itu turun dengan sendunya perasaan yang
menyesakkan. Perasaan sayang kepada ibunya tak boleh tercemar
oleh perasaan kecewa sedikit pun. Yang lalu biarlah berlalu. Selagi
ada waktu dan mampu untuk bisa menjemputnya dalam nuansa haru
biru kerinduan, kata maaf harus terucap dengan lirih tangisan
penyesalan.
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 146/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#14 Elegi Kasih Seorang Ibu 139
Pandangannya tetap pada sosok perempuan paruh baya itu.
Meski yang nampak dari matanya itu hanya punggung. Tapi yang
dibayangkan hanya wajah ibunya. Rindu pada ibunya bersemi karena
muncul atas kekesalan dan penyesalan dari rasa kecewa yang
berlebih. Di bus kota itu, ia habiskan untuk meluruhkan perasaan
kecewa yang dulu sempat berbuncah dengan kata maaf yang ia ucap
secara lirih. “Maaf Ibu.” Sambil menangis sendiri menunduk merasa
malu di tengah banyak orang dalam bis itu. Senggukan lama-
kelamaan terdengar oleh pemuda di sebelahnya. Ia menoleh ke
Ambar. Di terdiam seraya menatap kaget. Ambar langsung terhenti
menangis dan terdiam ketika batinnya sudah membaca kalau orang
di sebelah kanannya menatapnya aneh.
Ia usap air mata itu pelan-pelan. Sodoran tisu dari sesosok laki-
laki muda itu membuatnya sungguh malu dan salah tingkah. Dan
perjalanan pun akhirnya membawanya di depan Plaza Royal, sebuah
pusat perbelanjaan yang cukup tersohor di Surabaya. Ambar pun
turun. Kemudian, diikuti oleh kerumunan si tukang becak yang
menginginkan dirinya menjadi jalan penambah rezekinya. Salah
seorang yang bertopi putih pun yang menjadi pilihannya, dialah yang
dikirim Allah untuk mengantarkannya cepat-cepat ke rumah kos
tempat ia bernaung selama di Surabaya.
Wilayah Ketintang Baru Gang VB akhirnya menjadi lokasi
pemberhentiannya kali ini. Setelah uang diberikan, ia pun lekas
berjalan menuju kos-kosanya. Sontak, ia terpaku ketika melihat
sebuah wajah yang sudah lama tak ia temui. Wajah yang begitu ia
rindukan. Wajah seorang malaikat yang sekarang sudah beranjak tua.
Wajah ibunya yang dandanannya seperti pengemis bersama anaknya
meminta-minta.
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 147/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#14 Elegi Kasih Seorang Ibu 140
Tangisannya langsung pecah seketika langkahnya mulai maju
meraih tubuh ibunya yang sudah mulai renta. Bersama Adik laki-
lakinya, pelukannya pun disambut hangat dengan tangisan bahagia
mereka karena tak bertemu cukup lama sejak kejadian yang
menyedihkan itu. Wajah ibunya ia belai seakan-akan rasa kaget
memilukan sendi-sendinya. Kebahagiaan itu terbayar atas rindunya
yang mulai luntur.
“Maaf ya, Bu.”
“Kenapa, Nak?” jawab ibunya dengan lirih.
“Minta maaf karena tidak bersama Ibu ketika Ibu dan keluarga
lagi susah saat Dik Rani mengalami itu.”
Ibunya langsung meneteskan air mata. Senyuman ketegaran
menjadi penghibur atas kekalutan perasaan Ibu. Ibu selalu seperti itu.
Senyum ketegaran yang selalu saya nantikan. Rasa kecewaku telah
pupus dari senyuman tulus itu. Ohh…terima kasih Ibu.
Untuk Ibu di mana pun itu, Kau selalu menjadi jembatan pelita
dari keburaman aku memandang. Gerak lincah kasihmu senantiasa
terbaca atas kasih tulus dari derap-derap do’a yang terpanjatkan.
Semoga lindungan Allah selalu mengasihimu dalam tiap kesulitan
dengan benteng ketegaran yang kau luncurkan. Ibu, aku sayang Ibu.
Dan…terima kasih ya Allah, kau kirimkan malaikat dalam kehidupan
yang memiliki kesantunan hati yang berlebih. Terima kasih.
Wahyu Widayati .lahir di Gresik, 8 November 1990. Saat ini ia adalah
mahasiswi di Pendidikan Geografi Universitas Negeri Surabaya.
E-mail: wafuyu.haruslebihbaik@gmail.com
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 148/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
141
#15 Rinai Hujan di Sudut Kelam
Hujan kembali menemaniku malam ini. Dingin dan mencekam.
Aku tersudut di depan ruko yang kusam. Antara sadar dan tidak, aku
mulai merasakan sesuatu. Belaian kasih sayangnya, kelembutan
tangannya dan ketegarannya. Tanpa sadar, aliran hangat keluar dari
sudut mataku. Lebih deras dari hujan yang sebenarnya. Iya, aku
benar-benar merindukannya.
Sudah hampir 19 tahun, aku tidak pernah tahu, bagaimana rautwajah seorang wanita yang kebanyakan orang sering menyebutnya
dengan panggilan Ibu, Bunda, Mama, ataupun Emak. Aku hanya tahu,
kalau wanita itu adalah sosok yang melahirkan kita, hingga kita tahu
indahnya dunia. Walaupun sebenarnya, Aku merasakan dunia ini
kejam dan tak adil.
Kini bukan hanya hujan yang menemaniku, tapi juga kilat dan
guntur yang saling berkompetisi. Menunjukkan siapa yang paling
kuat, dan siapa yang paling berkuasa dalam malam yang kelam ini.
Ah, aku benar-benar ingin merasakan kehangatannya. Aku butuh
pelukan seorang Ibu, yang dapat menenangkanku dari segala
ketakutan dan kegalauan untuk menjalani hidup. Aku semakin
terisak, beradu dengan derasnya hujan.
***
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 149/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#15 Rinai Hujan di Sudut Kelam 142
“Kapan ya, kita bisa bertemu dengan Ibu?” tanya Sinta, teman
satu pantiku.
“Ntar juga ada waktunya kok Sin, masak sih Ibu kita nggak
kangen. Kita kan cuma dititipin di sini. Pasti nanti ada Ibu yang mau
ngambil kita, percaya deh..” jawabku menguatkan hatinya.
“Wahh, nggak sabar dijemput nih,” katanya berbinar-binar.
Sinta bernasib sama denganku. Dari kecil kami sudah berada di
panti asuhan. Ibu penjaga panti sering bilang, kalau kita cuma
dititipin di sini. Dan bakal banyak kemungkinan kalau kita akan di
jemput sama Ibu masing-masing. Dulu waktu umurku masih 5 tahun,
aku percaya-percaya saja. Tapi, semakin dewasa, aku mulai mengerti
dan mengambil kesimpulan kalau sebenarnya aku ini “dibuang”.
Kadang aku berfikir, apa salahku, sampai ibuku saja tak
menginginkan kehadiranku di dunia ini. Itulah sebabnya, aku sering
men judge kalau dunia sebenarnya kejam dan tak adil.
***
Sudah 3 tahun ini Sinta tak lagi di panti asuhan. Dia sudah
menemukan keluarga barunya. Ingin rasanya seperti Sinta. Berada
ditengah-tengah keluarga yang lengkap dan hangat. Ahh, ya sudahlah.
Mungkin takdir hidupku memang seperti ini.
***
Hari ini, aku berniat untuk mencari Ibu kandungku. Informasi
yang aku peroleh dari panti asuhan memang sedikit. Tapi, tak ada
salahnya untuk di coba. Toh, semua berawal dari niat. Niat aku kan
baik. Semoga semua barokah. Doaku dalam hati. Amiinn
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 150/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#15 Rinai Hujan di Sudut Kelam 143
Awalnya Ibu panti tidak mengizinkan. Alasannya karena aku
perempuan dan dunia luar itu keras. Tapi dengan tekad yang kuat,
dan keyakinan kalau Allah senantiasa melindungiku, Ibu panti
akhirnya luluh juga. Aku tidak membawa banyak perbekalan, hanya
sedikit uang tabunganku selama di pantia suhan, alat sholat, dan
beberapa lembar pakaian.
Dengan bermodalkan selembar kertas berisi coretan nama
seorang wanita di atasnya, aku semakin semangat untuk mencari tau
keberadaan Ibu. Sudah terbayang bagaimana wajah ibuku. Pasti
berwajah teduh, dan penuh kasih sayang. Semua terlihat jelas.
***
Ternyata, dunia luar memang kejam. Selama pencarian, aku
hanya bisa tidur di masjid, karena untuk menyewa penginapan, uang
sakuku tidaklah cukup. Sudah seminggu aku mencari keberadaan Ibu,
tapi belum juga memperlihatkan hasil. Sedangkan uang saku sudah
semakin menipis. Bagaimana kelanjutan hidupku nanti?
Keesokannya aku berniat mencari pekerjaan. Yah, buat nambah
uang saku, semangatku dalam hati. Pertama aku mencoba untuk
menjadi seorang SPG di suatu toko baju. Tapi, nihil. Toko itu tidak
membutuhkan karyawan. Lalu aku coba ke sebuah warung makan.
Tapi tetap saja, penolakan yang aku dapat. Aku hanya lulusan SD,
tidak mungkin aku melamar kerja di kantoran. Walau hanya sebagai
Office Girl , misalnya. Sudah hampir 3 hari mencari kerja, akhirnya aku
mendapatkan pekerjaan, sebagai tukang parkir. Ya, tukang parkir
memang identik sebagai pekerjaan pria, tapi apa salahnya kalau
perempuan bekerja menjadi tukang parkir, toh nggak ada undang-
undang yang melarang. Lagi pula, ini pekerjaan yang halal. InsyaAllah.
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 151/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#15 Rinai Hujan di Sudut Kelam 144
***
Tepat pukul 3 pagi, aku terbangun. Seperti biasa aku mengambil
air wudhu untuk melaksanakan sholat tahajud. Di setiap sujud, aku
selalu berdoa agar bisa dipertemukan dengan Ibu. Walau hanya
dalam mimpi.
Hari ini aku ijin tidak masuk kerja dan berniat untuk mencari
Ibu. Memang sedikit pesimis. Tetapi hati, tetap saja meyakinkan
kalau aku pasti bisa bertemu dengan Ibu.
Aku mulai menanyakan ke setiap rumah, mencari tahu apakah
para warga sekitar mengetahui keberadaan Ibu atau bahkan
mengenal sosok Ibu kandungku. Tapi memang sulit, mungkin karena
informasi yang aku bawa sangat minimalis. Bahkan aku belum
pernah tau bagaimana wajah ibuku. Ya Allah, begitu besar kuasamu.
Sampai-sampai aku begitu sulit untuk menemukan ibuku sendiri.
Lagi-lagi aku menangis.
***
Dari bekerja sebagai tukang parkir, sekarang aku bisa
mendapatkan modal untuk buka usaha sendiri, walaupun kecil-
kecilan. Aku menyewa sebuah rumah kontrakan sederhana. Dan aku
memulai bisnis menjual berbagai jenis kue.
“Mbak, mau beli brownies coklatnya satu dong,” seorang gadis
belia menyapaku ramah.
“Oh iya Mbak, tunggu sebentar ya.” Aku mulai mengambil
brownies pesanan si gadis. Agak lama aku di dapur, karena brownies
pesanannya baru saja matang.
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 152/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#15 Rinai Hujan di Sudut Kelam 145
Saat aku keluar untuk memberikan brownies, ternyata gadis tadi
sudah tidak berada di luar. Aku mulai bingung, perasaan baru
sebentar aku meninggalkannya di dapur. Ya sudahlah, mungkin
belum rezeki.
Pandanganku mulai terganggu dengan sebuah benda di sudut
etalase. Dompet siapa? Batinku. Dengan sedikit takut, aku mulai
membuka dompet. Di dalamnya ada beberapa kartu ATM dari
berbagai jenis bank, sejumlah uang, beberapa foto, kartu SIM, KTP
dan Kartu Tanda Mahasiswa (KTM). Ternyata dompet itu milik si
gadis yang memesan brownies tadi. Aku melongok keluar, semoga
saja dia masih dijalan dan aku bisa segera mengembalikan
dompetnya. Tapi hasilnya nihil. Sama sekali tidak ada jejak yang
tertinggal dari gadis belia itu.
Ya Allah, dompet mbaknya lupa. Terus, bagaimana Aku
mengembalikan dompet ini? Dari informasi di KTP, ternyata gadis itu
bukan warga Jakarta, tapi Semarang. Hmm, pasti lagi berlibur , batinku
lagi. Astaga kasian sekali dia.
Dari beberapa macam isi dompet, ada satu yang membuatku
tertarik, yaitu sebuah foto seorang wanita bersama dua anak
gadisnya yang masih kecil. Salah satu anak gadis Ibu itu memakai
baju berwarna biru dan tas bergambar bintang. Sepertinya, Aku
pernah lihat. Tapi dimana ya??? Hmmm
***
Adzan magrib berkumandang, aku menyiapkan diri untuk sholat
berjamaah di masjid. Sehabis sholat, aku tetap berada di masjid
sambil membaca Al-Qur’an sekalian menunggu waktu sholat isya
tiba.
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 153/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#15 Rinai Hujan di Sudut Kelam 146
Ya Allah, hamba sudah begitu lelah dengan semua ujianmu.
Hanya satu pinta hamba sekarang, hamba ingin bertemu dengan Ibu.
Hamba ingin merasakan belaian tangan Ibu. Ya, Allah pertemukanlah
hamba dengan Ibu, Engkau adalah Maha Pengasih, Maha Pengabul
doa, kasihanilah hamba, kuatkan hamba untuk menghadapi
semuanya, dan kabulkanlah doa hamba ya Allah, Amiinn Ya robbal
Alamiin. Dan untuk kesekian kalinya aku menangis.
“Eh, Mbak yang jualan kue di sudut jalan itu bukan? “ suara itu..
“Oh, kamu Rina kan?” tanyaku cepat
“Iya, kok Mbak tau?”
“Dari KTP kamu. Dompet kamu kan ketinggalan kemarin, waktu
beli brownies. Inget kan?”
“Iya Mbak, inget, ini juga mau nanyain dompet. Hehehe “
“Oh, ya sudah. Ayo mampir ke rumah dulu” jawabku ramah
Rina mengangguk. Sesampai di rumah, aku langsung
menyerahkan dompetnya. Dan menanyakan kenapa waktu itu, dia
langsung pergi. Sampai-sampai dompetnya ketinggalan di etalase.
“Iya Mbak, kemarin itu aku buru-buru Mbak. Soalnya Ayah sakit.
Beliau sekarang di rumah sakit.” Jelasnya
“Emm, kalau boleh tau Ayah Rina sakit apa?”
“Jantung Mbak. Sudah hampir seminggu Ayah di rumah sakit.”
“Innalillah, terus sekarang gimana keadaannya?”
“Masih koma, Mbak,” dan air mata Rina pun tak terbendung. Dia
mulai menangis.
“Sudah, Rin.. mari kita berdoa semoga Ayah kamu cepet sembuh.
Amiinn..“
Rina menyeka air matanya.
“Ini, titip buat Ayah kamu ya. Semoga Ayah kamu cepet sembuh.
Salam buat Beliau.” Aku menyerahkan dua plastik brownies ke Rina.
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 154/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#15 Rinai Hujan di Sudut Kelam 147
“Wah, makasih banget Mbak. Maaf ya Mbak, jadi merepotkan.”
“Nggak papa Rin, hati-hati ya”
“Iya, Mbak.” Jawabnya bersahabat
***
Subhanallah, hari ini cerah sekali. Aku menghirup udara pagi
yang segar. Masuk perlahan, membelai lembut di setiap rusukku. Aku
duduk di taman sudut kota. Sendiri, sepi sekali. Andai sekarang Ibu
berada di sampingku, aku pasti tak merasa sesepi ini. Setidaknya ada
yang menemaniku walau hanya menikmati pagi. Ya Allah, sampai
kapan aku hidup sebatang kara seperti ini?
Dari kejauhan aku melihat sosok gadis belia, yang sepertinya aku
kenal. Ya, itu Rina. Kenapa dia? Kelihatannya dia lebih sedih daripada
keadaanku yang sekarang.
Aku mendekatinya. “Assalamu’alaikum, Rina? Sendiri?” tanyaku
basa-basi.
“Wa’alaikumsalam, eh Mbak Dian. Aku…” belum sempat dia
meneruskan ucapannya, hanya isak tangis yang kudengar sekarang.
Aku menunggu sampai dia benar-benar merasa tenang.
“Mbak Dian, Ayah semakin parah saja keadaannya. Aku takut
Mbak”
“Takut kenapa Rin?”
“Takut kehilangan Ayah, Mbak, soalnya kata dokter sangat
sedikit kemungkinan untuk Ayah benar-benar sadar dan kembali
seperti dulu”
“Astaghfirullah, sabar ya Rin, Allah pasti sudah merencanakan
yang terbaik buat kamu. Kita berdoa saja. Semoga Ayah Rina cepat
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 155/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#15 Rinai Hujan di Sudut Kelam 148
sembuh. Dokter kan hanya perantara. Bisa saja Allah punya rencana
lain,” jelasku menenangkan.
Suasana taman semakin sepi. Tak ada orang lain lagi. Kecuali aku
dan Rina. Hening..
***
10 November 2011. Tanah merah yang lembek, dan beberapa
pohon kamboja yang masih basah oleh embun. Suasana ramai dengan
isak tangis. Hari ini, Ayah Rina tak tertolong lagi. Beliau
meninggalkan Rina dan menuju ke kehidupan yang sebenarnya.
Sangat menyedihkan, Rina tak bisa berbuat apa-apa, raganya
sangat lemah. Matanya sembab. Dia ditemani oleh seorang Ibu.
Sepertinya Ibu Rina, tapi kok sedikit berbeda dengan foto Ibu yang
ada di dompet Rina ya, Aku mulai menebak-nebak.
Aku mendekatinya, berusaha meyakinkan kalau ini lah yang
terbaik. Buat Rina, Ayah, dan Ibunya.
”Rin, yang sabar ya. Semua yang berasal dari Allah, pasti akan
kembali kepadanya. Tak ada yang kekal Rin, kecuali Allah.” Aku
mengelus-elus pundaknya dengan sabar. Aku menganggap Rina
sudah seperti adikku sendiri.
“Iya, makasih ya Mbak. Oh iya, brownies dari Mbak Dian masih
utuh, Ayah sama sekali belum merasakan bagaimana rasanya
brownies dari Mbak Dian,” jelasnya lagi
Ya Allah, kasian sekali Rina, batinku.
***
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 156/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#15 Rinai Hujan di Sudut Kelam 149
Seminggu semenjak meninggalnya almarhum Ayah Rina, kami
sempat bertemu di pengajian masjid dekat rumah. Setelah pengajian
selesai, kami sempat ngobrol banyak.
“Mbak, aku merasa kesepian,” obrolan dimulai.
“Sepi kenapa?”
“Setelah Ibu tiada, sekarang Ayah yang menyusul. Benar-benar
sepi. Dan aku merasa sebatangkara.” Tangisnya mulai pecah. Aku
sedikit kaget, ternyata Ibu Rina sudah lama tiada. Ya Allah, dia tidak
jauh beda denganku.
Aku ikut terhanyut dengan setiap alur ceritanya. Airmataku tak
tertahan. Rina bercerita kalau ibunya meninggal karena sakit stroke.
Sudah sekitar 3 tahun. Saat bercerita dia memperlihatkan foto yang
kemarin sempat aku lihat. Ternyata itu Ibu, dia, dan kakaknya.
“Rin, emang Kakak kamu sekarang dimana?” aku penasaran
dengan keberadaan gadis berbaju biru dan bertas bintang pada foto
itu.
“Oh, ini Kak Sari. Kakak hilang waktu masih berumur 1 tahun.
Ibu dan Ayah sudah berusaha mencari Kakak. Tapi tak juga
ketemu.dan sekarang Rina sebatang kara, Mbak.” Tangisnya tak juga
surut.
***
Tumben, malam ini aku tidak bisa tidur. Hati dan perasaanku tak
karuan. Aku mengambil air wudhu dan mengaji. Semoga bisa lebih
tenang. Habis ngaji, aku kembali di tempat tidur. Tiba-tiba aku
kepikiran Rina dan foto yang dia tunjukkan kemarin.
Ya, sangat jelas. Aku mengenali baju biru dan tas bergambar
bintang itu. Hari itu juga aku berniat untuk bertemu dengan Rina.
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 157/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#15 Rinai Hujan di Sudut Kelam 150
Kebetulan hari ini ada jadwal pengajian di masjid. Aku pasti bisa
bertemu dengan Rina di sana.
“Rin, boleh ngomong sebentar.”
“Iya, Mbak, kenapa? Kok kayaknya serius.”
“Masalah foto yang kemarin, sepertinya aku mengenali
k akakmu.”
“Yang bener, Mbak? Kok Mbak bisa kenal? Terus sekarang dia
dimana Mbak?” tanyanya memburu.
“Aku pernah lihat tas bergambar bintang dan baju biru yang
dikenakan k akakmu. Dan itu Aku lihat waktu di panti asuhanku dulu.”
“Oh ya, terus gimana, Mbak?”
“Setahu Aku namanya Sinta. Bukan Sari. Makanya aku sedikit
ragu.”
“Nama lengkap kakakku kan Sinta Mayasari, Mbak. Tapi Ayah
dan Ibu manggilnya Sari,” jawabnya berbinar.
Oh, jadi nama Sinta itu Sinta Mayasari. Ya Allah, dunia begitu
sempit. Tanpa sengaja aku bisa menemukan keluarga temanku yang
sudah aku anggap seperti keluargaku sendiri. Rina sangat terlihat
bahagia. Akhirnya dia bisa bertemu dengan kakaknya yang hampir 18
tahun dikabarkan hilang. Dengan menghubungi panti asuhan,
akhirnya aku bisa menemukan keberadaan Sinta sekarang. Dan
mengatur jadwal untuk mempertemukan kedua kakak beradik itu.
Biar lebih mudah, kami bertemu di masjid.
Gerimis lembut menemani pertemuan mereka. Sangat
mengharukan. Sinta ditemani dengan orangtua angkatnya. Sinta
pingsan, setelah mengetahui kalau Ayah dan ibunya telah tiada.
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 158/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#15 Rinai Hujan di Sudut Kelam 151
Ya Allah, pertemuan yang seharusnya bahagia ternyata harus
berakhir seperti ini. Sangat sedih dan mengharukan. Tapi, setidaknya
Sinta bisa bertemu dengan Rina, adiknya, walau dia tidak pernah tau
bagaimana kasih sayang yang sebenarnya dari Ibu dan Ayah
kandungnya. Setelah pertemuan itu, Rina ikut bersama Sinta dan
keluarga angkatnya.
Lega rasanya, aku juga bisa merasakan kebahagiaan mereka.
Sekarang, aku harus lebih berusaha lagi untuk dapat bertemu dengan
ibu kandungku. Dimana Beliau? Apa sekarang beliau baik-baik saja?
Ya Allah, kuserahkan semuanya pada-Mu. Engkaulah yang
mengatur semuanya. Dan aku yakin, ini pasti yang terbaik buat aku.
***
“Dian, baik -baik ya di situ. Di sini Ibu selalu mendoakan yang
terbaik untukmu. Maafkan Ibu yang sudah meninggalkanmu sendiri.
Ibu tidak bermaksud untuk membuangmu. Ibu hanya menitipkanmu
di panti asuhan, karena Ibu harus bekerja ke Arab untuk
meringankan biaya hidup. Ibu sangat menyayangimu, Nak, kamu
adalah harta terindah bagi Ibu. Jangan lupa sholat dan ngaji ya, Nak.
Banyak-banyak belajar, jangan cuma pelajaran dunia, tapi juga
pelajaran akhirat. Karena hidup yang sebenarnya itu di sini, tempat
Ibu sekarang. Ibu sudah bahagia disini, Nak, ini karena doa di setiap
sholat dan sujudmu.”
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 159/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#15 Rinai Hujan di Sudut Kelam 152
Suara itu benar-benar nyata, dan belaian tangannya yang lembut
membuatku terjaga. Ya Allah, hanya mimpi. Aku menangis, benar-
benar menangis. Dengan jelas Ibu menjelaskan kalau beliau sudah
meninggal. Itu tandanya, aku tidak mungkin lagi bertemu dengan
beliau. Di dalam mimpi, Ibu sangatlah cantik, wajahnya teduh, bersih
dan bersinar. Seperti bidadari penghuni surga.
Perjalananku begitu panjang untuk mencari keberadaan Ibu.
Tapi, baru sekarang Allah memberi tahuku kalau Ibu sudah bahagia
di sana, dan itu lewat mimpi. Ya Allah, begitu besar kuasamu.
***
Hujan kembali menemaniku malam ini. Semakin dingin dan
sangat mencekam. Aku merindukanmu Ibu. Aku ingin merasakan
bagaimana belaian kasih sayang seorang Ibu yang sebenarnya.
Menjabat dan mencium tangannya. Menceritakan semua yang aku
rasakan. Dari sedih, galau, sampai bahagia. Masak bareng dan buat
brownies bareng di dapur. Menemaninya belanja di pasar,
merawatnya apabila sakit, menemani hari tuanya, memijiti apabila
beliau capek dengan segala rutinitasnya.
Aku ingin melihat cerewetnya Ibu, yang kata orang-orang
menyebalkan. Tapi itu sebenarnya adalah kekhawatiran alami
seorang Ibu kepada anak gadisnya. Diamnya Ibu, ketika kita berbuat
salah, tapi itu sebenarnya proses supaya kita bisa berfikir lebih
dewasa.
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 160/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
#15 Rinai Hujan di Sudut Kelam 153
Sekarang, aku hanya bisa mendoakannya. Sebagai balasku
karena kasih sayangnya selama beliau mengandung, dan merawatku.
Saat beliau terbangun ketika aku mulai menangis hanya untuk
meminta susu, atau saat aku menangis karena popokku basah.
Menggendongku, dan menyanyikan lagu Nina Bobo agar aku tertidur
pulas..
Lagu Bunda-Melly Goeslaw mengalun merdu dan syahdu. Dan
aku hanya bisa menangis…
Penulis bernama Erna Puji Rahayu. Saat ini Erny sedang menempuh
studi di Politeknik Pos Indonesia. Gadis kelahiran Sukoharjo, 27
Desember 1991 ini bisa dihubungi di email ernaraha@yahoo.com
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 161/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
154
Selayaknya matahari,
menggantung tinggi ‘tuk hangatkan makhluk -makhluk illahi, nyalang
menantang manusia ‘tuk tetap kokoh berdiri, menyengat dengan terik
‘tuk kobarkan semangat pejuang di atas bumi,
menyinari semesta dengan cahaya jutaan energi.
Seperti itulah Stania Fair,
menghangatkan hati, menantang potensi diri, tegak berjuang di atas
kaki sendiri, saling menguatkandengan senyum penuh energi.
Ikhlas memberi.
Ikhlas berkontribusi.
Untuk wanita-wanita kuat di penjuru bumi.
STANIA FAIR 2011
Karena wanita begitu berarti, lillahi...family...untuk negeri
Shahfira Alif Asmia
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 162/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
155
Jadi, apa itu STANIA FAIR?
Let me give you some clues:
1.
Acara tahunan
2.
Diprakarsai oleh mahasiswi muslimah Sekolah Tinggi Akuntansi
Negara
***
Izinkan saya berkisah tentang STANIA FAIR 2011, sedikit saja.
Berkenan membaca? Terima kasih :)
All praises to Allah yang telah mengizinkan STANIA FAIR
terlaksana di tahun 2011, tanggal 12-18 Desember tepatnya.
Meskipun ini acara tahunan, kami tidak ingin ia sekadar menjadi
rutinitas ataupun hanya sebagai pelengkap LPJ tahunan Keputrian
Masjid Baitul Maal (MBM itu LDK-nya STAN).
Untuk itu, kami memulainya dengan observasi kecil-kecilan
tentang apa yang dibutuhkan seseorang untuk menjadi wanita
tangguh. Menurut temen-temen STAN, wanita itu butuh (beberapa di
antaranya):
Bisa masak. kemampuan team building. multi talenta.
kehormatan dan harga diri. confidence dan public speaking.
keberanian. persiapan menghadapi dunia kerja (buat yang mau)
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 163/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
Jadi, Apa itu STANIA FAIR? 156
Dari sana lah kami berangkat, mengonsep STANIA FAIR 2011
dan merealisasikannya dalam bentuk rangkaian acara sebagai
berikut:
-
Pameran profile muslimah yang menyejarah
-
Lomba: cerpen, tahfizhul qur’an, speech contest , badminton,
bakiak cermat, dan memasak
-
Seminar (acara puncak)
Ya... Mari menulis, karena dengan menulis berarti kita telah
“mengabadikan sejarah”. Mulailah menulis, dari bidang manapun
yang kamu senangi karena “tinta para ulama pun disandingkan
dengan darah para syuhada”. Menulislah, karena dengan menulis,
jiwamu bisa berekspresi dan menari lincah tanpa harus menari di
tengah lapangan. Menulislah, dan tebarlah kebaikan dalam tiap
tulisanmu.
Dan (juga) tulislah Al-Qur’an di dadamu, di memorimu. Karena ia
akan menjagamu dari perbuatan-perbuatan tiada manfaat. Hafalkan
bait-baitnya, maka hanya yang bermakna yang akan kau baitkan
dalam lisanmu. Ajak dirimu untuk memberi tempat Al-Qur’an di
ingatanmu, dari yang mudah saja. Juz 30, misalnya. Maka dengan
perlahan, ia akan menggeser tempat memori yang tak seharusnya
kau simpan.
Maka beranilah, beranilah untuk menyuarakan kebenaran.
Menyuarakan kebenaran di depan publik dengan cara yang baik,
yang diterima pendengar. Banyak yang pandai bicara, tapi bukan
untuk menyeru kebaikan. Namun banyak juga yang ingin menyeru
kebaikan, tapi tak pandai bicara. Maka di posisi apapun kita sekarang,
milikilah keduanya: menyeru kebaikan dan pandai
membahasakannya.
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 164/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
Jadi, Apa itu STANIA FAIR? 157
Dan kuingin wanita Indonesia sehat raganya. Karena banyak hal
yang bisa kita lakukan jika kita sehat. Banyak ibadah yang terlaksana
sempurna dengan fisik yang kuat. Karena takkan ada Nusaibah binti
Ka’ab Ansyariyah atau Khaulah binti Azur yang menarikan
pedangnya dengan tangguh di medan perang, tanpa fisik yang sehat.
Atau Fatimah yang menyelesaikan pekerjaan rumahnya sendiri
hingga dijanjikan padanya surga.
Dan yang ini tentang ilmu. Mari menambah ilmu. Kupikir tak apa
menjadi rakus dalam hal ilmu, apapun, asal bukan yang dilarang. Ilmu
membawa kita pada kebijakan, kepandaian memandang sesuatu dari
banyak sudut.
Bagaimana dengan ilmu masak? Haha. Para ibu sangat
memahami pentingnya hal yang satu ini. Ibu lebih senang memasak
sendiri untuk memastikan gizi dan kebersihan makanan suami dan
buah hatinya. Dengan masakan yang enak (rasa dan tampilan),
seorang ibu akan mendapat cinta yang bertambah-tambah dari
keluarganya.
Ya, itu sedikit cerita tentang STANIA FAIR 2011. Semoga
memberi inspirasi tersendiri buat kita untuk mempersiapkannya dari
sekarang.
Oia, terakhir kami ucapkan selamat untuk para pemenang
lomba. Juga kepada peserta lomba yang telah berpartisipasi, kami
sampaikan terima kasih. Semoga sukses selalu. Amin :)
Salam hangat (lagi) dari kami,
Panitia STANIA FAIR 2011
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 165/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
158
Profile muslimah yang
menyejarah
Ibunda Hajar (Istri Nabi Ibrahim a.s.) 1800 SM
Apa yang akan kamu perbuat jika ditinggal di tempat bersuhu
400C bersama bayi merahmu?
Ibunda Hajar mampu berbuat ini:
1.
Ia berkata, "Jika benar ini adalah perintah Allah, tinggalkanlah
kami di sini. Aku ridha ditinggalkan."
2.
Ia susui bayinya meski lemas dan dehidrasi
3.
Ia berlari sejauh +- 2800 m demi setetes air untuk bayinya
Dan karenanya, saat ini kita bisa meneguk murninya Zam-zam.
Terimakasih Bunda Hajar...
Asiyah (Istri Fir’aun) 1500SM
Apa yang kamu lakukan kalau suamimu kelak
melarangmu shalat? Ujian iman Asiyah dimulai dari
sosok terdekat yang seharusnya jadi pelabuhan rasa.
Bersuamikan seorang angkuh dan lalim, tapi Asiyah
bertahan pada imannya.
Ia pun memohon, "Ya Tuhanku, bangunlah untukku sebuah
rumah di sisi-Mu dalam surga”. Ia paham bahwa... Ketaatan pada
Allah di atas apapun.
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 166/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
Profle muslimah yang menyejarah 159
Ibunda Maryam (Sang Wanita Suci)1M
Ia mengandung seorang bayi tanpa pendamping. Namun ia
bukan seorang pendosa. Allah memuliakan rahimnya sebagai tempat
bertumbuh bayi suci, Nabi Isa a.s. Maryam kecil adalah seorang
shalihah dengan tumit membengkak karena ibadah-ibadahnya.
Sembilan bulan pun dilaluinya sendiri dalam pengasingan. Untuk
semua perjuangan dan keikhlasan Maryam, Allah memuliakannya
melalui satu surat spesial dalam Al-Quran
Ibunda Khadijah (Pengusaha sukses)600M
Pernah merasa bangga dengan harta ortu kita?
Terlahir sebagai seorang wanita dan di lingkungan kaya raya,
tidak membuat Khadijah manja. Ia seorang pedagang ulung.
Khadijah lembut lagi menenangkan. Saat Nabi pulang dengan tubuh
menggigil, bukan rentetan pertanyaan yang terlontar. Ia sambut
Muhammad dengan selimut, lembut tanpa tanya.
Sumayyah (Syahidah Pertama)600M
Pernahkah teman-teman menyembunyikan kebenaran karena
takut akan sesuatu? Sumayyah binti Khayyat adalah muslimah
pertama yang meninggal demi menggenggam erat apa yang
diyakininya benar. Suatu ketika Rasulullah menyaksikan Sumayyah
dan keluarganya tengah disiksa, maka beliau berdoa:
“Bersabarlah wahai keluarga Yasir, karena sesungguhnya tempat
kembali kalian adalah Jannah.”
Mendengar itu, dengan kewibawaan imannya Sumayyah mengulang-
ulang dengan berani, “Aku bersaksi bahwa Engkau adalah Rasulullah
dan aku bersaksi bahwa janjimu adalah benar.”
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 167/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
Profle muslimah yang menyejarah 160
Ibunda Aisyah (Humairah yang Cerdas)620M
Berapa banyak istilah dalam pelajaran biologi atau sejarah yang
mampu kita hafal selama masa SMA?
Ibunda Aisyah kita, mariwayatkan lebih dari 2000 hadist saat
usianya belum genap 18 tahun.
Menguasai ilmu kedokteran pada masanya, tempat bertanya
sahabat Nabi tentang fiqh, Al Quran, Hadist, hingga jalur
keturunan bangsa Arab.
Orasinya menggerakkan ribuan massa menuntut-bela kematian
Ustman.
Rumah kecilnya menjadi tempat sekolah berbagai macam ilmu.
Muridnya lintas genre dan usia.
Beliau bukan tokoh gadis khayalan sempurna dalam sinetron,
beliau nyata: Sholihah, cantik, cerdas, dan berani
Laksamana Malahayati (Komandan Perang)1599M
Laksamana perempuan pertama di dunia.
Petarung garis depan. Pemimpin laskar Inong
Balee yang disegani musuh dan kawan. Dialah
Laksamana Malahayati.
Malahayati adalah komandan dari ratusan kapal perang pada
Angkatan Laut Kerajaan Aceh saat Cornelis de Houtman
menginjakkan kakinya untuk menggoyang kekuasaan Aceh. Alih-alih
bisa meruntuhkan Aceh, armada Belanda itu malah porak poranda
digebuk armada Laksamana Malahayati.
Pahlawan wanita ini membunuh penjajah berangasan itu
dengan tangannya sendiri. Keberaniannya mengukir sejarah NKRI
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 168/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
Profle muslimah yang menyejarah 161
Cut Nyak Dien (Tentara Perang)1870M
Lihatlah wahai orang-orang Aceh!! Tempat
ibadat kita dirusak!! Mereka telah mencorengkan
nama Allah! Sampai kapan kita begini? Sampai
kapan kita akan menjadi budak Belanda?
Kutipan orasi Cut Nyak Dien untuk rakyat Aceh saat Kohler
membakar Masjid Raya Baiturrahman. Wanita ini berhadapan
langsung dengan Belanda di medan perang. Ia bergerilya keluar
masuk hutan dalam keadaan sakit parah. Mari tengok apa yang
dilakukannya ketika Cut Gambang, anak Cut Nyak Dien, menangis
karena kematian ayahnya, ia ditampar oleh ibunya yang lalu
memeluknya dan berkata:
“Sebagai perempuan Aceh, kita tidak boleh menumpahkan air
mata pada orang yang sudah syahid
Dewi Sartika (Perintis Ilmu)1900M
Cicalengka digemparkan oleh kemampuan baca-
tulis dan beberapa patah kata dalam bahasa Belanda
yang ditunjukkan oleh anak-anak pembantu kepatihan.
Dewi Sartika – gadis kecil berusia 10 thn – Ini yang
mengajarkannya. Di sebuah ruangan kecil, di belakang rumah ibunya
di Bandung, Dewi Sartika mengajar di hadapan anggota keluarganya
yang perempuan: merenda, memasak, jahit-menjahit, membaca,
menulis, dlsb.
Tahun 1904,wanita pejuang pendidikan ini membuka sekolah
perempuan pertama se-Hindia-Belanda, hingga menyebar keberbagai wilayah lain. Dewi Sartika berbuat sesuatu dengan apa yang
dimilikinya
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 169/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
Profle muslimah yang menyejarah 162
Yoyoh Yusroh (Shahabiyah abad 21)2011M
“Shahabiyah abad 21” – Neno Warisman
Satu petak kecil ini takkan cukup
menceritakan berbagai kehebatan wanita ini.
Almarhumah Yoyoh Yusroh, ibunda dari 13
anak. Seorang anggota DPR yang sederhana dan rendah hati. Tak
sedikitpun ia marah bahkan saat ‘ditinggal’ selama berjam-jam di
malam hari oleh supirnya di tempat istirahat jalan tol.
Berbagai memori tentangnya kecerdasannya mendidik anak,
memperlakukan pembantu, hingga memperjuangkan sampainya
uang titipan untuk Gaza dari Indonesia. Bunda, hari terakhirmu
menjadi hari mengembangnya senyum termanismu, sekaligus
tumpahnya air mata orang di sekitarmu.
Wirianingsih (Ibu 11 Bintang Qur’an)Abad-21
Wanita ini paham untuk apa ia tercipta...
‘’Untuk memperbaiki kondisi bangsa, kita
harus benahi di tingkat keluarga terlebih dahulu.
Kita harus menjaga ketahanan keluarga
berdasarkan nilai-nilai Alquran,’’ tegas ustazah
yang biasa berceramah hingga ke mancanegara itu.
Ke-11 putra putrinya adalah hafizh Al-Qur’an. Ibunda Wiwi
bukan seorang yang berdiam diri di rumah, ia peduli dan berjuang
membangun masyarakat di bidangnya, antara lain:
Anggota delegasi RI dalam siding UNCSW ke-51 di New York,
Presidium BMOWI 2007-2012
Pengurus besar PII dan HMI Unisba
Ketua PP Salimah
Ketua Aliansi Selamatkan Anak (ASA) Indonesia
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 170/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
Profle muslimah yang menyejarah 163
Siti Fadhilah Supari (Menteri Pemberani)Abad-21
Dr. dr. Siti Fadilah Supari, Sp.JP(K) menjabat
sebagai Menteri Kesehatan Indonesia dalam Kabinet
Indonesia Bersatu pimpinan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono.
Pada tanggal 6 Januari 2008, Siti Fadilah merilis buku “Saatnya
Dunia Berubah! Tangan Tuhan di Balik Virus Flu Burung” yang berisi
mengenai konspirasi Amerika Serikat dan WHO dalam
mengembangkan "senjata biologis" dengan menggunakan virus flu
burung. Siti Fadilah "membuka kedok" World Health Organization
(WHO) yang telah lebih dari 50 tahun mewajibkan virus sharing yang
ternyata banyak merugikan negara miskin dan berkembang tempat
asal virus tersebut. Buku ini menuai protes dari petinggi-petinggi
WHO dan AS.
Selain itu, Siti Fadilah memberanikan diri menjamin bahwa
Indonesia dapat memproduksi vaksin flu burung sendiri pada Mei
2008. Ia juga menyatakan bahwa industri vaksin Indonesia setara
dengan Republik Rakyat Cina.
Pada 12 Mei 2009, ia meminta kepada petinggi Universitas
Padjadjaran, Bandung agar penerimaan mahasiswa asing untuk
bidang kedokteran dihentikan secara bertahap. Alasannya, masih
banyak orang Indonesia yang ingin jadi dokter. Selain itu, fasilitas
rumah sakit yang dipakai untuk praktik mahasiswa kedokteran asing
dibiayai oleh uang rakyat.
Itulah sedikit cerita tentang Siti Fadilah Supari. Kecerdasan dan
keberaniannya menginspirasi.
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 171/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
164
Panitia STANIA FAIR 2011
“ Kerja kecil untuk sebuah bangsa yang bernama Indonesia”
Badan Pengurus Harian
Koordinator Pelaksana: Septrianis Hazra
Sekretaris I: Kartiyasa Arifta Putri
Sekretaris II: Ammalika Hawa Dimas
Bendahara I: Juliana Seftupani
Bendahara II: Fenny Herawati Yusuf
Bidang Hubungan Masyarakat dan Sponsorship:
//Asri Shaliha //Nafidzah Aulia //Hudaifah Umi Palasari
//Diah Lani Oktaviana //Gunis Isnaeni //Nopiyanti Sari
//Sekar Astari Maharani
Bidang Publikasi dan Registrasi:
//Lamia Firdaus Jarot //Dyah Resti Kurniasari //Marinda Isella
//Siti Armayani Ray //Triwik Utami //Tika Fitrianingrum
//Reni Safitri //Viranita Purwidayani
Bidang Acara:
//Refita Putriana //Agrevinna Beatrice //Prita Widi Utami
//Rani Tyas //Shahfira ALif Asmia //Widya Nova Syamita
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 172/173
Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
STANIA FAIR 2011 165
Bidang Dekorasi dan Dokumentasi:
//Desy Jayanti //Annisa Prita Hidayatillah //Novi Linawati
//Ika Dewi Puspitarini //Andita Wulandari Kusumaningtiyas
//Anggit Tika Aulia //Firmania Nuzul Ramadhani
Bidang Konsumsi:
//Alfiyatul Faiqoh //Agustin Indri Kurnia Sari //Elvina Handriyanti
//Ardian Wahyuning Pribadi //Hanifatul Fatima//Pradita Maharani
//Kartika Nurlaila //Dramanti Maharani
Bidang Perlengkapan:
//Nurul Laili //Rizky Ananda Lubis //Avianda Syalira
//Nur Fitriah Zahro //Atri Widi Rahayu
7/23/2019 E-Book Kumpulan Cerpen STANIA Fair 2011
http://slidepdf.com/reader/full/e-book-kumpulan-cerpen-stania-fair-2011 173/173
STANIA FAIR 2011 166
top related