bab i disertasi - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/120430/2013/120130130010_1_6381.pdf ·...
Post on 03-Mar-2019
234 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian
Pasar modal memiliki peran besar bagi perekonomian suatu negara, karena
pasar modal menjalankan dua fungsi sekaligus, yaitu fungsi ekonomi dan fungsi
keuangan. Pasar modal dikatakan memiliki fungsi ekonomi karena menyediakan
fasilitas atau wahana yang mempertemukan dua kepentingan yaitu pihak yang
mempunyai dana (investor) dan pihak yang memerlukan dana (issuer). Dengan
adanya pasar modal maka pihak investor dapat menginvestasikan dana tersebut
dengan harapan memperoleh imbalan (return) dan pihak issuer (dalam hal ini
perusahaan) dapat memanfaatkan dana tersebut untuk kepentingan kegiatan
operasional tanpa harus menunggu tersedianya dana dari operasi perusahaan. Pasar
modal dikatakan memiliki fungsi keuangan karena pasar modal memberikan
kemungkinan dan kesempatan untuk memperoleh imbalan (return) bagi investor
sesuai dengan karakteristik investasi yang dipilih investor.
Pada saat perusahaan memanfaatkan sumber pendanaan saham melalui pasar
modal (go public) untuk meningkatkan ekuitasnya, berarti memberikan kesempatan
kepada semua pihak untuk dapat memiliki saham perusahaan. Hal ini menyebabkan
kepemilikan saham perusahaan tersebar pada berbagai pihak dan berdampak pada
struktur kepemilikan saham perusahaan.
Penyebaran struktur kepemilikan saham berdampak pula pada motif para
pemegang saham dalam investasinya. Investor yang bertujuan dalam jangka pendek
mempunyai motif memperoleh gain (keuntungan) atau terjadi kerugian dari
perbedaan harga ketika saham dibeli dan dijual kembali dalam jangka pendek.
2
Investor yang bertujuan jangka panjang mempunyai motif meningkatkan
kesejahteraannya melalui tujuan perusahaan. Struktur kepemilikan saham
di Indonesia memiliki karakteristik yang berbeda dari perusahaan di negara lain.
Sebagian besar perusahaan di Indonesia memiliki kecenderungan terkonsentrasi
sehingga pendiri juga dapat duduk sebagai dewan direksi atau komisaris, dan selain itu
konflik keagenan dapat terjadi antara manajer dan pemilik dan juga antara pemegang
saham mayoritas dan minoritas. Jensen & Meckling (1976) menyatakan bahwa Agency
conflict muncul akibat adanya pemisahan antara kepemilikan dan pengendalian
perusahaan.
Penelitian sebelumnya tentang struktur kepemilikan saham terhadap kinerja
perusahaan pernah dilakukan oleh Mc Connel dan Servaes (1990) hasilnya menemukan
bahwa struktur kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan
perusahaan. Sedangkan Pound (1988) menyatakan bahwa kepemilikan institusional
berdampak negative terhadap struktur modal dan nilai perusahaan. Penelitian Hermalin
dan Weisbach (1991) meneliti pengaruh kepemilikan manajerial, hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh positif terhadap kinerja
keuangan perusahaan. Sedangkan Hapsoro (2008), Darwis (2012), Larasati (2011),
Djabid (2009), dan Christiawan dan Tarigan (2007), Bayrakdaroglu et al.
(2012) menyatakankan bahwa tidak terdapat pengaruh kepemilikan manajerial
terhadap kinerja perusahaan manufaktur. Chibber dan Majumdar (1999), Patibandla
(2002) dan Douma et al., (2003) meneliti pengaruh kepemilikan asing terhadap kinerja
perusahaan, dalam penelitiannya menemukan bahwa kepemilikan asing berpengaruh
positif terhadap kinerja perusahaan. Berbeda dengan Setiawan (2006) yang menyatakan
bahwa kepemilikan asing berpengaruh negatif terhadap kinerja perusahaan. Silva dan
Majluf (2008), Giovannini (2010), Prabowo dan Simpson (2011), Claessens et al
(2010) menunjukkan bahwa terdapat pengaruh negatif kepemilikan keluarga terhadap
3
kinerja perusahaan di Asia termask Indonesia. Penelitian yang dilakukan oleh Anderson
and Reeb (2004) di Amerika Serikat menunjukkan hasil yang berbeda yakni kepemilikan
keluarga berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan, yang diukur dengan ROA dan
Tobins’Q. Penelitian mengenai kepemilikan pemerintah yang dilakukan oleh La Porta
et al (1999), Kusumawati (2007) dan Fauziah (2011) menemukan bahwa
kepemilikan pemerintah memiliki pengaruh negatif terhadap kinerja perusahaan.
Pasar modal Indonesia yang dikategorikan sebagai pasar modal yang sedang
tumbuh memiliki potensi yang sangat tinggi untuk memberikan kontribusi dalam
perekonomian di Indonesia, karena Bursa Efek Indonesia sebagai salah satu bursa
yang menjadi acuan pasar modal Indonesia yang memiliki 576 perusahaan yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia diantaranya sebanyak 154 perusahaan atau sekitar
26,74%nya adalah industri manufaktur. Seperti diketahui bahwa krisis ekonomi
Indonesia berdampak pada nilai fundamental perusahaan, khususnya perusahaan-
perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Krisis yang terjadi awal tahun
1997 pada dasarnya adalah gagalnya pengelolaan hutang (financing policy), yang
berimplikasi pada keputusan investasi (investment policy) dan pembagian laba
(dividend policy), karena ketiga keputusan tersebut saling berhubungan.
Hasil penelitian di atas berimplikasi pada kebijakan perusahaan, yaitu sulitnya
melakukan investasi baru karena perusahaan akan berkonsentrasi menekan jumlah
hutang, selain itu perusahaan akan sulit menerapkan kebijakan dividen karena laba
yang kecil.
Rozeff (1982) dan Easterbrook (1984) menyatakan bahwa dividen dapat
digunakan untuk mengurangi equity agency cost yang timbul dari adanya perbedaan
kepentingan di dalam perusahaan, maksudnya adalah perbedaan kepentingan antara
manajer sebagai pengelola perusahaan (agent) dengan pemegang saham sebagai
4
pemilik (owners). Tidak jarang pihak manajemen perusahaan mempunyai tujuan lain
yang mungkin bertentangan dengan tujuan utama perusahaan. Perbedaan kepentingan
inilah yang menyebabkan timbulnya konflik yang biasa disebut sebagai konflik
keagenan (agency conflict). Perbedaan tersebut terjadi karena manajer mengutamakan
kepentingan pribadi, sebaliknya pemegang saham tidak menyukai kepentingan pribadi
dari manajer karena apa yang dilakukan manajer tersebut akan menambah biaya bagi
perusahaan sehingga menyebabkan penurunan keuntungan perusahaan dan penurunan
dividen yang akan diterima pemegang saham. Pengaruh dari konflik antara pemilik
(owners) dan manajer ini akan menyebabkan menurunkan nilai perusahaan, kerugian
inilah yang merupakan agency cost equity bagi perusahaan (Jensen dan Meckling,
1976).
Pasar modal juga menyediakan leading indicator dalam perkembangan
perekonomian suatu negara. Pasar Modal merupakan tempat pemerataan pendapatan
bagi masyarakat, di mana masyarakat dapat menikmati investasi pada perusahaan
terbaik dan mendapatkan bagian pada pendapatan perusahaan. Pasar modal dapat
mendorong keterbukaan dan profesionalisme, sehingga menciptakan iklim berusaha
dan investasi yang sehat. Beroperasinya pasar modal juga dapat menampung tenaga
kerja, sehingga mengurangi pengangguran dan sebagai sumber pendapatan dalam
masyarakat (Tumanggor ; 2009 : 2-3).
Dengan adanya pasar modal diharapkan aktivitas perekonomian menjadi
meningkat karena memberikan alternatif sumber pendanaan bagi perusahaan.
Keberadaan pasar modal memberikan kesempatan bagi perusahaan untuk
meningkatkan sumber dana dan memperbaiki struktur modalnya sehingga perusahaan
dapat beroperasi dengan skala yang lebih besar dengan struktur modal lebih sehat,
5
yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan perusahaan, masyarakat,
dan perekonomian makro.
Ada dua sumber pembiayaan yang dapat digunakan oleh perusahaan untuk
melakukan kegiatan operasinya, yaitu sumber pembiayaan yang berasal dari dalam
perusahaan itu sendiri (internal financing) dan sumber pembiayaan yang berasal dari
luar perusahaan (external financing). Sumber dana ekternal antara lain melalui hutang
atau dengan cara menerbitkan saham dan obligasi, sedangkan sumber dana internal
terdiri dari modal sendiri yang berasal dari pemiliknya dan laba ditahan (retained
earning). Apabila perusahaan memilih hutang sebagai sumber pembiayaannya maka
perusahaan akan dikenakan beban bunga dari hutang tersebut. Dan apabila perusahaan
memilih untuk menerbitkan saham, baik saham biasa maupun saham preferen, maka
perusahaan mempunyai kewajiban untuk memberikan return kepada investor yang
menanamkan modalnya di perusahaan tersebut. Untuk itu perusahaan harus dapat
menentukan perbandingan proporsional sumber dana antara modal asing/hutang
dengan modal sendiri yang akan digunakan perusahaan untuk membiayai tambahan
investasinya, yang disebut dengan istilah struktur modal.
Masalah struktur modal perusahaan adalah salah satu masalah manajemen
keuangan yang paling diperdebatkan. Menurut teori ekonomi, struktur modal
menentukan nilai pasar saham perusahaan dan kelangsungan hidupnya, sementara
salah satu akibat negatif dari krisis tahun 2008 dan ketahanan krisis (excess supply
pada labor market dan money) adalah penurunan tajam pinjaman secara terus menerus
oleh lembaga kredit dan sumber-sumber lain (Arvanitis, 2011).
Dalam menentukan struktur modal perusahaan banyak faktor yang
mempengaruhinya, faktor-faktor fundamental atau faktor-faktor internal misalkan:
6
ukuran perusahaan, profitabilitas, risiko bisnis, kesempatan investasi, pertumbuhan
perusahaan. Menurut Brigham dan Houston (2011) faktor-faktor risiko bisnis,
posisi pajak, fleksibilitas keuangan, dan konservatisme atau agresivitas
manajemen merupakan faktor-faktor yang menentukan keputusan struktur modal
khususnya pada struktur modal yang ditargetkan (target capital structure). Secara
umum faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keputusan struktur modal adalah
stabilitas penjualan, struktur aktiva, leverage operasi, tingkat pertumbuhan,
profitabilitas, pajak, pengendalian, sikap manajemen, sikap pemberi pinjaman,
kondisi pasar, kondisi internal perusahaan, dan fleksibilitas keuangan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal menurut Voulgaris (2002)
adalah asset utilization, profitabilitas dan pertumbuhan. Menurut Fama and French
(2002), determinan struktur modal terdiri atas ukuran perusahaan, growth opportunity,
non-debt tax shield, profitabilitas dan target payout. Ozkan (2001) berpendapat,
determinan struktur modal terdiri atas modal kerja, ukuran perusahaan, growth
opportunity, non-debt tax shield, profitabilitas, likuiditas dan lag leverage.
Faktor leverage dalam hal penggunaan hutang perlu dipikirkan dampak
ekonomisnya bagi perusahaan, berupa beban biaya hutang (cost of debt) akan semakin
meningkat. Konsekuensinya adalah apabila cost of debt ini default maka peluang
potensi risiko kebangkrutan (bangkruptcy) akan semakin tinggi, sehingga perlu
menyeimbangkan tingkat keuntungan dan biaya penggunaan hutang.
Kouki dan Said (2012 : 214) menyimpulkan bahwa Variabel yang
berpengaruh positif terhadap struktur modal adalah tangibility, growth opportunities,
profitability, Non-Debt Tax Shields, Free Cash Flow, sedangkan yang berpengaruh
negative terhadap struktur modal adalah Firm size, bankruptcy risk, DEF dan timing
the market.
7
Penelitian mengenai struktur modal di Indonesia dilakukan oleh Utami
(2012), hasil penelitiannya menyatakan bahwa profitabilitas memiliki koefisien
regresi negatif yang signifikan pada leverage jangka pendek, leverage jangka panjang,
total leverage dan market leverage. Tangibility memiliki pengaruh negatif tetapi
signifikan pada leverage jangka pendek, sedangkan tangibility memiliki pengaruh
positif yang signifikan pada jangka panjang dan market leverage. Tangibility juga
memiliki pangaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap total leverage. Ukuran
perusahaan memiliki pengaruh positif namun tidak signifikan pada leverage jangka
pendek dan total leverage, sedangkan ukuran perusahaan memiliki pengaruh negatif
dan tidak signifikan pada leverage jangka panjang, dan ukuran perusahaan memiliki
pengaruh negatif yang signifikan pada market leverage. Risiko memiliki pengaruh
positif yang signifikan pada leverage jangka pendek dan total leverage sementara
risiko memiliki pengaruh negatif yang signifikan pada leverage jangka panjang.
Risiko juga memiliki pengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap market
leverage. Pertumbuhan memiliki pengaruh positif yang signifikan pada leverage
jangka pendek dan jangka panjang, pertumbuhan memiliki pengaruh negatif yang
signifikan pada market leverage.
Cortez dan Susanto (2012) menyimpulkan bahwa tangibility asset
berpengaruh positif dan significant terhadap leverage, profitability dan NDTS
berpengaruh negative dan signifikan terhadap leverage, namun growth dan size tidak
berpengaruh terhadap leverage.
Menurut trade off theory, manajer dapat memilih rasio utang untuk
memaksimalkan nilai perusahaan, Fama (1978) berpendapat bahwa nilai perusahaan
akan tercermin dari harga pasar saham. Jensen (2001) menjelaskan bahwa untuk
memaksimalkan nilai perusahaan tidak hanya dengan nilai ekuitas saja yang harus
8
diperhatikan, tetapi juga semua sumber keuangan seperti hutang, warrant maupun
saham preferen. Fama dan French (1998) berpendapat bahwa optimalisasi nilai
perusahaan yang merupakan tujuan perusahaan dapat dicapai melalui fungsi
manajemen keuangan, dimana satu keputusan keuangan yang diambil akan
mempengaruhi keputusan keuangan lainnya dan berdampak pada nilai perusahaan.
Nilai pasar perusahaan merupakan perbandingan antara harga saham saat ini
dengan nilai bukunya yang merupakan indikator kinerja keuangan perusahaan
(Brigham & Ehrhardit, 2005 : 456). Dengan demikian, penambahan dari jumlah
ekuitas perusahaan dengan hutang perusahaan dapat mencerminkan nilai perusahaan.
Berdasarkan penelitian terdahulu, ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi nilai
perusahaan, diantaranya : keputusan pendanaan, kebijakan deviden, keputusan
investasi, struktur modal, pertumbuhan perusahaan, ukuran perusahaan. Faktor-faktor
tersebut memiliki hubungan dan pengaruh terhadap nilai perusahaan yang tidak
konsisten. Para investor umumnya menginginkan dividen yang relatif stabil karena
stabilitas dividen dapat mengurangi ketidakpastian dalam menanamkan dana.
Kebijakan dividen pada hakikatnya adalah menentukan porsi keuntungan yang akan
dibagikan kepada pemegang saham dan yang akan ditahan sebagai laba ditahan. Pihak
manajemen akan membatasi arus kas keluar berupa dividen kas yang terlalu besar
dengan alasan mempertahankan kelangsungan perusahaan, menambah investasi atau
melunasi utang. Perusahaan perlu menentukan struktur modal yang optimal agar dapat
mempertahankan kelangsungan perusahaan dan memaksimalkan laba. Struktur modal
dapat diukur dengan tingkat Debt Equity Ratio (DER), yang diformulasikan oleh
besarnya pinjaman yang dibagi oleh modal sendiri. Rasio ini menunjukkan komposisi
atau struktur modal dari total pinjaman (utang) terhadap modal sendiri yang dimiliki
oleh perusahaan. Selain itu Debt Equity Ratio juga menunjukkan sejauh mana
9
perusahaan dapat menanggung kerugian tanpa harus merugikan krediturnya. Tingkat
DER yang aman biasanya kurang dari 50 persen (0,5). Semakin kecil DER maka akan
semakin baik bagi perusahaan, berarti sebagian struktur modal perusahaan terdiri dari
equity sehingga risiko finansial rendah, ini dapat meningkatkan harga saham di pasar
modal (Fakhruddin dan Hadianto, 2001:61).
Pertumbuhan (Growth) merupakan kemampuan perusahaan meningkatkan
size. Jika hal lain dianggap sama, maka perusahaan yang memiliki pertumbuhan lebih
cepat harus lebih mengandalkan diri pada modal eksternal. Selain itu, biaya emisi
yang berkaitan dengan penjualan saham biasa akan melebihi biaya emisi yang terjadi
ketika perusahaan menjual utang, mendorong perusahaan yang mengalami
pertumbuhan pesat untuk lebih mengandalkan diri pada utang, namun, pada waktu
yang bersamaan, perusahaan tersebut sering kali menghadapi ketidakpastian yang
lebih tinggi, cenderung akan menurunkan keinginan mereka untuk menggunakan
utang (Brigham Houston, 2011 ; 189). Leland dan Pyle (1977 : 371 - 387 ) dan Ross
(1977 : 23-40 ) mengusulkan bahwa manajer akan mengambil utang / rasio ekuitas
sebagai sinyal, namun faktanya bahwa leverage yang tinggi berarti risiko
kebangkrutan yang lebih tinggi untuk perusahaan yang berkualitas rendah. Karena
manajer selalu memiliki keunggulan informasi melalui outsider, struktur utang dapat
dianggap sebagai sinyal pasar.
Model Ross (1977 : 23-40) menunjukkan bahwa nilai perusahaan akan
meningkat dengan adanya leverage, sehingga peningkatkan leverage akan
meningkatkan persepsi nilai pasar. Misalkan tidak ada masalah keagenan, manajemen
bertindak demi kepentingan seluruh pemegang saham, manajer akan memaksimalkan
nilai perusahaan dengan memilih struktur modal yang optimal, rasio utang tertinggi.
Perusahaan yang berkualitas tinggi memerlukan kualitas sinyal mereka terhadap
10
pasar, menurut argumen ini, tingkat utang harus berhubungan positif dengan nilai
perusahaan. Perubahan komposisi struktur modal perusahaan dapat meningkatkan
nilai pasar (Chowdhury ; 2013 : 53-61).
Masalah struktur modal perusahaan merupakan isu yang paling diperdebatkan
dalam manajemen keuangan. Berdasarkan teori keuangan bahwa struktur modal
menentukan nilai pasar saham dan kelangsungan hidup perusahaan. Krisis keuangan
global yang terjadi pada tahun 2008 telah mengakibatkan penurunan tajam dan
berkelanjutan pemberian kredit perbankan dan sumber-sumber lainya (Arvanitis et al,
2012).
Myers (1984 : 217-248), mengusulkan Teori Pecking Order-nya, yang
menyatakan bahwa perusahaan tidak memiliki target rasio utang terhadap nilai (debt
to value) yang ditentukan dengan baik, dan bahwa perusahaan-perusahaan pada
umumnya lebih memilih pembiayaan internal (pertama), kemudian pembiayaan utang
eksternal (kedua), dan pembiayaan ekuitas eksternal (ketiga). Teori Pecking Order
dari Myer (1984 : 217-248) didukung oleh penelitian Ghosh dan Cai (2003 : 877–885)
yang menyatakan bahwa perusahaan-perusahaan lebih memilih menggunakan
pembiayaan internal daripada menggunakan pembiayaan eksternal. Selanjutnya,
ketika dana eksternal dibutuhkan, sebuah perusahaan lebih memilih pembiayaan
utang daripada pembiayaan ekuitas.
Fenomena struktur modal pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia
sebagaimana diperlihatkan pada Grafik 1.1 yang menjelaskan bahwa komposisi struktur
modal pada perusahaan manufaktur selama periode 2011-2015 menunjukkan komposisi
struktur modal yang tidak didominasi oleh hutang , yang ditunjukkan oleh tingkat
leverage yang nilainya rata-rata dibawah 50%. Tingkat leverage diukur berdasarkan rasio
hutang dan nilai pasar dari total asset. Fenomena ini mengindikasikan bahwa sumber
pendanaan pada perusahaan manufaktur selama periode penelitian dari tahun 2011-2015
11
tidak tergantung pada hutang. Dominasi hutang atas ekuitas perusahaan tidak sesuai
dengan prediksi Myers (1984 : 217-248), yang menyatakan bahwa perusahaan akan
melepas ekuitas untuk meningkatkan kapasitas hutang. Dengan tingkat leverage rata-rata
dibawah 50% menciptakan tingkat likuiditas yang baik bagi perusahaan yang dapat
meningkatkan kinerja perusahaan. Menurut Lasher (2003 : 431), struktur modal optimal
untuk perusahan bisnis mempunyai tingkat hutang pada kisaran antara 30%-50%. Walau
kriteria ini bukan merupakan peraturan yang baku, namun telah menjadi kebijakan yang
diterima sebagai pedoman umum dalam mengelola struktur modal perusahaan.
Sumber : Data yang diolah
Mengamati fenomena struktur modal perusahaan, akan lebih relevan jika
melihat perusahaan manufaktur, karena perusahaan manufaktur dibangun dari modal
ekuitas. Penggunaan hutang oleh perusahaan disesuaikan dengan perkembangan
usahanya dan kemampuan manajemen memperoleh akses dalam pasar keuangan.
Keputusan penggunaan hutang merupakan kebijakan internal perusahaan dan sifatnya
hanya sebagai penunjang modal ekuitas perusahaan. Untuk perusahaan pada industri
keuangan, bank dan non bank, komposisi hutang dengan ekuitas banyak diintervensi
-0.2-0.10
0.10.20.30.40.50.60.70.8
Semen
Keramik,Porselendan
Logam
Kimia
PlastikdanKem
asan
PakanTernak
Kayu
PulpdanKertas
MesindanAlatBerat
Otom
otif
TekstildanGarment
AlasKaki
Kabel
Elektronika
MakanandanMinum
an
Rokok
Farmasi
Kosmetik
PeralatanRumahTangga
Rata-rata
2011
2012
2013
2014
2015
12
oleh pemerintah melalui peraturan-peraturan yang sering berubah yang disesuaikan
dengan kondisi perekonomian saat ini.
Pada saat perusahaan memanfaatkan sumber pendanaan saham melalui pasar
modal (go public) untuk meningkatkan ekuitasnya, berarti memberikan kesempatan
kepada semua pihak untuk dapat memiliki saham perusahaan. Hal ini menyebabkan
kepemilikan saham perusahaan tersebar pada berbagai pihak dan berdampak pada
struktur kepemilikan saham perusahaan.
Pertumbuhan sektor industri manufaktur memiliki peran penting dalam
perekonomian di Indonesia, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), produksi
industri manufaktur besar dan sedang di kuartal I tahun 2017 naik 4,33 persen dalam
setahun. Adapun produksi industri manufaktur mikro kuartal I 2017 tumbuh 6,63
persen dalam setahun. Pertumbuhan produksi industri manufaktur besar dan sedang
antara lain disebabkan kenaikan produksi industri bahan kimia dan barang dari bahan
kimia sebesar 9,59 persen, industri makanan 8,20 persen, serta industri karet, barang
dari karet, dan plastik sebesar 7,80 persen.
Sektor manufaktur juga memberikan porsi yang cukup besar dalam jumlah
emiten saham di pasar modal Indonesia. Perusahaan manufaktur yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia (BEI) hingga tahun 2018 mencapai 154 perusahaan dari 576
perusahaan atau setara dengan 26,74 % dari seluruh perusahaan yang terdaftar di BEI,
hal ini menunjukkan bahwa industri manufaktur berperan cukup besar dalam
perekonomian Indonesia.
Pada perusahaan modern termasuk perusahaan publik, telah terjadi pemisahan
fungsi antara fungsi kepemilikan dengan fungsi pengendalian. Fungsi kepemilikan secara
otomatis dipegang oleh pemegang saham, sedangkan fungsi pengendalian dipegang oleh
13
manajer profesional yang digaji dan dikontrak untuk menjalankan operasional perusahaan
sesuai dengan tujuan pemegang saham. Pemisahan fungsi tersebut, merupakan awal
penyebab terjadinya masalah keagenan (agency problem) antara pemegang saham
(pemilik atau principal) dengan pengelola (agent). Masalah itu bersumber pada diri
individu manajemen sebagai agen juga sebagai manusia biasa, mempunyai dua
karakteristik dasar yaitu sifat rasionalitas dan menghindar dari risiko.
Secara rasional dan manusiawi, manajer (agent) selain menjalankan perannya
untuk kepentingan pemilik juga memiliki kepentingan pribadi, yaitu
memaksimumkan utilitas pribadinya dengan membebankan biayanya pada
perusahaan. Disisi lain pemisahan antara fungsi kepemilikan dan fungsi pengendalian
juga berdampak terhadap penyebaran informasi yang tidak merata antara berbagai
pihak. Pihak manajemen menguasai informasi perusahaan lebih superior
dibandingkan pihak lainnya, termasuk pemegang saham. Keadaan demikian
memberikan kesempatan lebih besar bagi manajemen untuk berperilaku oportunistik.
Perilaku oportunitik oleh manajemen dapat dilakukan melalui kebijakan jangka
pendek maupun adverse selection. Kebijakan jangka pendek dibuat untuk
kepentingan individu manajemen yang biayanya ditanggung oleh perusahaan, seperti
fasilitas yang mewah, perjalanan dengan kelas eksekutif, dan lain-lain. adverse
selection adalah kebijakan manajemen yang tidak untuk keuntungan individu
manajemen, tetapi merugikan perusahaan. Dilihat dari sisi risiko, pasar tenaga kerja
manajer mengandung risiko total yang tidak dapat diversifikasi, karena risiko yang
ditanggungnya itu, maka manajemen akan mengurangi risiko totalnya dengan
mengurangi hutang atau menggunakan hutang pada level dibawah optimal meskipun
hal ini dapat mengurangi nilai perusahaan.
14
Masalah keagenan antara pemilik dan manajemen dapat dikurangi dengan
melakukan monitoring terhadap kebijakan manajemen yang cenderung bersifat
oportunitistik. Kesejahteraan pemegang saham akan berkurang akibat perilaku
oportunistik pihak manajemen jika monitoring tidak dilakukan (disebut biaya
keagenan ekuitas). Monitoring juga diperlukan agar informasi perusahaan dapat
tersebar secara seimbang dan merata antara manajemen dengan pihak yang
berkepentingan lainnya (terutama stakeholders dan bondholders) sehingga tiap
keputusan manajemen dipersepsikan sama dengan semua pihak yang berkepentingan.
Sistem monitoring dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu monitoring internal
dan monitoring eksternal (Bathala, Moon, dan Rao, 1994 : 38-50). Monitoring
internal dapat dilakukan oleh pemegang saham manajemen (kepemilikan saham
manajerial), keberadaan auditor, dan penempatan anggota Dewan Direksi Independen.
Monitoring internal melalui kepemilikan saham manajerial dapat mengurangi biaya
keagenan, yang disebabkan oleh sikap oportunistik manajemen dapat dikendalikan
oleh dirinya sendiri, karena setiap hasil keputusan manajemen akan berdampak
langsung pada diri sendiri, sedangkan monitoring eksternal dapat dilakukan oleh
pemegang saham eksternal (non manajerial) dan kreditor.
Monitoring oleh pemegang saham managerial dan pemegang saham non
manajerial (eksternal) bersifat ambivalen, tergantung dari kekuatan hak suara (voting
power) antara dua pihak. Jika proporsi saham manajerial lebih kecil dari pada
proporsi saham non manajerial, maka monitoring oleh kedua pihak saling
menguatkan. Jika sebaliknya, pemegang saham manajerial dapat melakukan
pertahanan karena selain mempunyai voting power yang lebih besar, juga dapat
menguasai informasi superior daripada pihak lainnya. Peran pertahanan oleh
15
pemegang saham manajerial ini dapat bersifat positif atau negatif dalam aktifitas
monitoring.
Monitoring antara pemegang saham eksternal dan kreditor bersifat substitusi.
Ketika monitoring oleh pemegang saham berjalan efektif, maka monitoring oleh
kreditor tidak diperlukan karena akan menambah biaya monitoring akibat dari
aktivitas monitoring yang tumpang tindih untuk objek monitoring yang sama.
Monitoring eksternal oleh kreditor diperlukan ketika monitoring oleh pemegang
saham eksternal tidak efektif. Kepemilikan saham pada emiten yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia tersebar pada berbagai pihak dalam masyarakat. Pihak yang memiliki
saham perusahaan di Bursa Efek Indonesia dapat dikelompokkan menjadi tiga
kelompok pemegang saham, yaitu kelompok pendiri, kelompok institusi, dan
kelompok individu dari kalangan publik (klasifikasi ini berdasarkan laporan tahunan
yang diterbitkan oleh Indonesian Capital Market Directory). Dari tiga kelompok
pemegang saham itu, tidak semua kelompok tersebut dapat melakukan monitoring
secara efektif. Hanya kelompok pemegang saham institusi yang paling efektif dapat
melakukan monitoring dan mempengaruhi kebijakan manajemen, karena kelompok
ini memiliki mekanisme formal dan anggaran dan bersifat konsisten (Bathala, Moon,
dan Rao, 1994 : 38 -50).
Makin besar jumlah kepemilikan saham yang dimiliki investor, termasuk oleh
institusi, makin besar pula kekuatan untuk melakukan monitoring yang dimilikinya
melalui voting power (melalui hak suara dan veto). Efektifitas monitoring internal
oleh kepemilikan saham managerial ditentukan oleh berapa besar pemegang saham
manajerial mampu mempengaruhi kebijakan manajemen untuk kepentingan
pemegang saham. Besar kecilnya kemampuan pemegang saham manajerial
16
melakukan monitoring tergantung pada berapa besar kepemilikan saham yang
dimiliki oleh manajemen.
Ketika perusahaan makin tumbuh dan berkembang serta membutuhkan dana
yang lebih besar untuk pertumbuhan usaha, maka pemegang saham mempengaruhi
keputusan manajemen mengenai pilihan pendanaannya, apakah hutang atau ekuitas,
yang pada akhirnya akan mempengaruhi struktur modal perusahaan.
Kepemilikan saham oleh manajemen dan non manajemen (eksternal),
merupakan penerapan fungsi mekanisme kontrol internal oleh manajemen, dan
kontrol eksternal oleh pemegang saham non manajemen (eksternal). Efektifitas
monitoring ini dapat mempengaruhi kebijakan manajemen dalam penggunaan
sumber-sumber dana yang berarti berpengaruh terhadap struktur modal perusahaan.
Kepemilikan saham perusahaan publik tersebar pada berbagai kelompok
investor. Dengan makin tersebarnya pemusatan kepemilikan saham, maka manajemen
tidak lagi dapat secara bebas membuat kebijakan sendiri. Manajemen dihalangi oleh
pemegang saham eksternal dalam membuat perencanaan strategi perusahaan jika
dilakukan tidak transparan. Konsep ini merupakan kerangka dalam corporate
governance dalam cakupan hubungan harmonis antara manager, blockholders saham,
dan shareholders minoritas. Kerangka baru yang diperkenalkan ini mempunyai
hubungan yang kompleks dan berpengaruh terhadap struktur modal maupun kinerja
keuangan perusahaan. Tersebarnya konsentrasi kepemilikan menyebabkan kontrol
terhadap kebijakan manajemen menjadi lemah, sehingga memberikan kesempatan
bagi manajemen untuk memaksimumkan utilitas pribadinya yang biayanya
dibebankan pada perusahaan. Hal ini akan menimbulkan biaya, yaitu biaya keagenan
(agency cost).
17
Jensen dan Meckling (1976 : 305-360) menyatakan kepemilikan oleh manager
(managerial ownership) dapat mengurangi dorongan pihak managerial untuk
melakukan konsumsi tambahan, pengambilalihan kesejahteraan pemegang saham, dan
untuk melawan sikap lain yang tidak memaksimumkan perilaku manajemen. Perilaku
demikian mengurangi kesejahteraan pemegang saham. Hal ini menimbulkan konflik
antara manajemen dengan pemegang saham. Konflik ini dapat dikurangi melalui
kesejajaran kepentingan antara manajemen dengan pemegang saham, yaitu melalui
kepemilikan saham oleh pihak manajemen. Namun demikian, kepemilikan saham
oleh pihak manajemen yang jumlahnya di atas kepemilikan pihak eksternal akan
berdampak pada pengendalian terhadap manager menjadi rendah (sikap pertahanan
oleh manajemen), sehingga akan mendorong manajemen meningkatkan sikap
oportunistiknya. Pada level kepemilikan saham oleh manajemen yang tinggi akan
mengurangi tingkat hutang karena hutang merupakan suatu mekanisme kontrol
eksternal. Hutang dapat mengurangi kebebasan manajemen melakukan pengendalian
terhadap arus kas perusahaan dan aktivitas lain yang tidak optimal.
Konflik keagenan juga timbul akibat adanya kepemilikan saham blok
(blockholders) oleh pihak ekternal (External Block Ownership, EBO) dengan
manajemen. “EBO” akan melindungi dana yang diinvestasikannya pada perusahaan
dengan melakukan monitoring. Hal ini akan mempengaruhi perilaku manajemen yang
oportunistik. Jika kepemilikan saham oleh EBO meningkat di atas tingkat
kepemilikan saham shareholders lain, EBO akan melakukan pengendalian secara
aktif terhadap manager. Oleh karena itu, manager tidak dapat mengubah rasio
hutangnya berdasarkan kepentingan manager tanpa disetujui oleh EBO.
Jadi hubungan struktur kepemilikan saham dengan struktur modal dapat
disimpulkan sebagai berikut (Jensen dan Meckling, 1976 : 305-360):
18
1. Tingkat kepemilikan saham oleh manajemen mempunyai hubungan negatif
dengan tingkat hutang, pada tingkat kepemilikan saham yang tinggi oleh
manajemen maka tingkat hutang akan berkurang.
2. Pemegang saham blok (blockholders) melakukan aturan pengendalian secara aktif
dan mereka mendorong perusahaan pada level hutang yang rendah.
3. Kepemilikan saham oleh manajemen dan oleh blok eksternal menyebabkan
terjadinya interaksi. Pada level kepemilikan saham yang rendah oleh manajemen,
blockholders eksternal lebih efektif mengarah pada hubungan negatif dengan rasio
hutang. Namun demikian, pihak manajemen akan bertahan pada tingkat
kepemilikan sahamnya pada level yang tinggi. Hubungan antara kepemilikan
saham oleh blok dan rasio hutang menjadi lemah.
Disamping struktur kepemilikan saham, struktur modal perusahaan juga
dipengaruhi oleh variabel lainnya, yaitu variabel struktur asset perusahaan dan
pertumbuhan asset perusahaan. Struktur asset menunjukkan nilai jaminan hutang
dengan asset perusahaan (collateral value of assets). Makin tinggi asset perusahaan
yang dapat dijaminkan, makin besar hutang dengan jaminan (secured debt) yang
dapat diperoleh perusahaan. Perusahaan yang memiliki jaminan akan cenderung
menggunakan hutang lebih besar. Kreditor akan selalu memberikan pinjaman bila ada
jaminan (Titman dan Wessels, 1988 : 1 -19 ).
Brigham dan Gapenski (1996) menyatakan bahwa secara umum perusahaan
yang .memiliki jaminan terhadap hutang, akan lebih mudah mendapatkan pinjaman
dan pada perusahaan yang tidak memiliki jaminan terhadap hutang.
Myers dan Majluf (1984 : 187-221) menemukan keunggulan dari struktur
asset untuk menerbitkan hutang. Menurutnya, karena manajemen menguasai
informasi perusahaan lebih baik dari pada pemegang saham, maka penerbitan saham
19
baru akan menimbulkan biaya keagenan akibat informasi yang tidak seimbang. Salah
satu jalan keluar untuk menghindari biaya keagenan antara manajemen dan pemegang
saham adalah dengan menerbitkan hutang dengan jaminan (secured debt) properti.
Dengan alasan ini maka perusahaan yang memiliki asset yang dapat digunakan
sebagai jaminan (collateral assets) untuk memperoleh hutang (secured debt)
memungkinkan menerbitkan lebih banyak hutang untuk memperoleh kesempatan
investasi yang lebih baik. Ini berarti hutang sebagai kompromi antara pihak
manajemen dengan pemegang saham.
Brailsford, Oliver, dan Pua (2002 : 1-26), menggunakan variabel kontrol
pertumbuhan tahunan dari asset (growth) untuk mengukur struktur modal menurut
teori keagenan. Pertumbuhan asset (growth) adalah pertumbuhan rata-rata dari total
asset selama tiga tahun. Titman dan Wessels (1988 : 1 -19) berargumentasi bahwa
tingkat pertumbuhan yang tinggi menunjukkan fleksibilitas yang lebih tinggi dalam
investasi di masa yang akan datang dan menawarkan kesempatan yang lebih besar
untuk mengambil alih kesejahteraan dari debtholder. Jadi growth berhubungan
terbalik dengan debt ratio atau tingkat pertumbuhan yang tinggi menunjukkan
kemampuan laba suatu perusahaan. Jadi secara umum ada hubungan negatif antara
growth dan hutang. Terkait dengan informasi asimetris, jika manajer memiliki
informasi yang lebih rendah dibandingkan shareholders maka manajer cenderung
menerbitkan saham, sebaliknya jika manajer memiliki informasi yang superior, maka
mereka akan menerbitkan hutang.
Berdasarkan teori dan studi empiris yang telah dibahas, dapat disimpulkan
bahwa pada dasarnya penetapan struktur modal merupakan pilihan yang bersifat
kebijakan dari berbagai alternatif sumber pendanaan yang tersedia dan dapat
dimanfaatkan oleh perusahaan. Kebijakan manajemen dalam menetapkan komposisi
20
tiap komponen pada struktur modal untuk pendanaan perusahaan (financing decision)
yang tepat dapat menjadi salah satu isu penting dalam perkembangan ilmu
manajemen keuangan.
Tujuan utama perusahaan yang mencari keuntungan biasanya mengutamakan
keuntungan bagi pemiliknya atau pemegang saham. Pemegang saham dengan
membeli saham berarti mengharapkan return tertentu dengan risiko minimal. Pada
prinsipnya, perusahaan tidak akan terlepas dengan permasalahan seberapa besar
kemampuan perusahaan dalam memenuhi kebutuhan dana yang akan digunakan
untuk beroperasi dan mengembangkan usahanya. Sumber dana perusahaan bagi
perusahaan dapat diperoleh dari sumber dana internal dan eksternal perusahaan.
Sumber dana internal artinya dana yang diperoleh dari hasil kegiatan operasi
perusahaan, yang terdiri atas laba ditahan dan depresiasi. Sedangkan sumber dana
eksternal merupakan sumber dana yang berasal dari luar perusahaan, yang terdiri dari
hutang dan modal sendiri. Apabila perusahaan dalam pemenuan kebutuhan modalnya
semakin meningkat sedangkan dana yang dimiliki telah digunakan semua, maka
perusahaan tidak ada pilihan lain selain menggunakan dana yang berasal dari luar
yaitu dalam bentuk hutang maupun dengan mengeluarkan saham baru untuk
memenuhi kebutuhan modalnya. Kondisi perusahaan yang stabil cenderung
meningkatkan kinerja keuangan suatu perusahaan, sehingga tidak menimbulkan
kekhawatiran pada pemegang saham. Hal penting yang harus diperhatikan oleh
investor dalam melakukan investasi adalah fluktuasi harga sahamnya, karena fluktuasi
tersebut dapat menunjukkan kinerja yang sedang dilalui emiten.
Keputusan pemilihan komponen sumber dana yang akan dipilih perusahaan
secara ideal seharusnya mengacu pada tujuan perusahaan, yaitu memaksimumkan
kesejahteraan shareholders, yang dapat direalisasikan melalui peningkatan kinerja
21
perusahaan. Pemilihan komposisi struktur modal oleh perusahaan dalam aktivitas
pendanaan akan berdampak juga kepada kinerja perusahaan. Fenomena kinerja
perusahaan dapat diperlihatkan oleh nilai tambah ekonomi (economic value added
atau EVA).
Grafik 1.2 Perkembangan Rata-rata Economic Value Added Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di BEI Periode Tahun 2011-2015
Sumber : Data yang diolah (2018)
Stewart (1991 : 66) menyatakan bahwa EVA (nilai tambah ekonomis) adalah suatu
alat pengukur kinerja keuangan yang paling riil dibandingkan dengan alat pengukur lainnya
dalam melihat keuntungan ekonomis yang sebenarnya dari sebuah perusahaan. Nilai
tambah ekonomis merupakan laba operasi setelah pajak dikurangi dengan biaya modal atas
suatu investasi.
Jika EVA positif, perusahaan mampu menghasilkan kinerja yang positif dan
menciptakan kesejahteraan pemegang saham, jika EVA negatif menunjukan bahwa
22
perusahaan tersebut berkapasitas sebagai penghancur dari kesejahteraan pemegang saham.
Untuk jangka panjang, diharapkan perusahaan dapat memiliki nilai EVA positif, karena
perusahaan-perusahaan yang akan tetap bertahan hidup adalah perusahaan yang mampu
memiliki nilai EVA positif (Tully, 1993: 38).
Hubungan antara struktur modal dan kinerja perusahaan dapat dijelaskan dengan
teori Trade-off. Menurut teori trade-off perusahaan dipandang sebagai suatu setting dari
suatu target rasio hutang dengan nilai perusahaan, di mana perusahaan secara bertahap akan
menuju target tersebut (Myers, 1984 : 305-360 ). Teori trade-off menyatakan bahwa
perusahaan mempunyai struktur modal optimum. Dalam kebijakan struktur modalnya,
perusahaan secara gradual akan mengarah pada struktur modal optimum untuk
meningkatkan nilai perusahaan.
Hubungan struktur modal dengan kinerja perusahaan juga dapat dijelaskan melalui
beberapa hasil penelitian empiris. Ang, Cole, dan Lin (2000: 81-105) menyatakan bahwa
peningkatan monitoring oleh kreditur, akibat meningkatnya jumlah hutang (komposisi
struktur modal), menyebabkan kinerja perusahaan meningkat. Sedangkan Soliha dan
Taswan (2002 : 149-163) menemukan bukti bahwa terdapat hubungan positif yang tidak
signifikan antara kebijakan hutang dalam struktur modal perusahaan dengan nilai
perusahaan.
Hatfield, Cheng, dan Davidson (1994 : 115 ) menguji pengaruh struktur modal
berdasarkan klasifikasi industri terhadap nilai (kinerja) perusahaan. Klasifikasi industri
didasarkan pada “value line industrial classification”, yaitu perusahaan dikelompokkan
menjadi dua. Kelompok pertama adalah perusahaan yang struktur modal perusahaannya
(leverage) di atas rata-rata rasio leverage industri dan kelompok kedua adalah perusahaan
yang struktur modal perusahaannya (leverage) di bawah dari rata-rata rasio leverage
industri (rata-rata rasio leverage seluruh sampel). Kelompok perusahaan yang rasio
23
leverage di atas rata-rata rasio leverage industri dikatakan sebagai perusahaan dengan
hutang yang tinggi, sebaliknya, kelompok perusahaan yang rasio leverage di bawah rata-
rata rasio leverage industri dikatakan sebagai perusahaan dengan hutang yang rendah. Hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa kelompok perusahaan yang memiliki struktur modal
dengan hutang yang tinggi berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan.
Masulis (1983 : 126) menyatakan tentang pengaruh leverage perusahaan dengan
nilai perusahaan, sebagai berikut; (1) untuk perusahaan dengan hutang yang tinggi, struktur
modal berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan, dan (2) untuk perusahaan dengan
hutang yang rendah, struktur modal berpengaruh negatif terhadap nilai perusahaan.
Hubungan antara struktur kepemilikan saham dan kinerja keuangan perusahaan
dijelaskan oleh teori keagenan. Hubungan struktur kepemilikan saham dan kinerja
keuangan perusahaan menurut teori keagenan tergantung dari interaksi antara efek
kesejajaran dan efek pertahanan bagi pemegang saham manajerial (internal). Pada satu sisi,
kepemilikan saham oleh manajemen merupakan alat untuk mensejajarkan kepentingan
managerial dengan pemegang saham. Manajemen, selain diikat dengan kontrak, juga diberi
insentif moneter untuk memaksimumkan dan mengembangkan perusahaan. Kondisi ini
disebut efek pensejajaran. Pada sisi lain, Kepemilikan saham oleh manajemen dapat
meningkatkan pertahanan oleh pihak manajemen terhadap monitoring pihak eksternal
ketika manajemen mempunyai keahlian yang rendah dan menginginkan kehidupan yang
lebih mudah. Keadaan ini dapat terjadi jika kepemilikan saham oleh managerial lebih besar
dibandingkan kepemilikan saham pihak lainnya. Keadaan ini disebut efek pertahanan.
Secara keseluruhan dampak kepemilikan saham oleh manajemen terhadap kinerja
perusahaan tergantung dari kekuatan relatif melalui efek pensejajaran dan efek pertahanan
(Kuznetsov dan Muravyyev, 2001 : 1-57).
Hubungan antara struktur kepemilikan saham dengan kinerja perusahaan juga dapat
24
dijelaskan dengan bukti empiris. Kuznetsov dan Muravyyev (2001 : 1-57) menemukan
bukti bahwa ada hubungan positif antara konsentrasi kepemilikan saham tertinggi oleh
pihak eksternal terhadap kinerja yang diukur dengan produktivitas tenaga kerja. Soliha dan
Taswan (2002 : 149-163) menemukan hubungan positif yang signifikan antara insider
ownership dengan nilai perusahaan. Selanjutnya, Lemon dan Lins (2003) yang meneliti
hubungan struktur kepemilikan saham dan nilai perusahaan selama periode krisis di
delapan negara Asia Timur menjelaskan bahwa struktur kepemilikan saham oleh
manajemen hanya pada level kepemilikan yang tinggi saja mampu menaikkan kinerja
menjadi 20%.
Ang, Cole, dan Lin (2000 : 81-105) dengan menggunakan 1708 sampel perusahaan
kecil (small businesses) meneliti tentang pengaruh struktur kepemilikan saham dengan
kinerja perusahaan, dan menyimpulkan, yaitu: (1) berhubungan negatif jika saham
perusahaan yang dipegang oleh outside manager lebih besar dari pada inside managers (2)
berhubungan positif jika keadaan kepemilikannya terbalik, dan (3) berhubungan negatif
jika jumlah kepemilikan saham non manager meningkat.
Lauterbach dan Vaninsky (1999 : 189-201 ) memiliki pendapat berbeda tentang
variabel lain yang mempengaruhi tingkat kinerja perusahaan menurut teori keagenan.
Menurut mereka, kinerja keuangan perusahaan dibatasi oleh size dan risiko return saham
perusahaan. Perusahaan yang mempunyai ukuran besar (size) secara khas mempunyai net
income yang lebih besar dari pada perusahaan dengan ukuran kecil. Perusahaan dengan size
yang besar memberikan kompensasi bagi perusahaan itu untuk memilih anggota tim
manajemen yang baik dan berpengalaman. Manager yang berpengalaman akan meminta
gaji yang relatif tinggi. Perusahaan mempunyai kesempatan menyeleksi dalam input
manager. Pembayaran yang tinggi pada manager yang mempunyai keterampilan dan
kemampuan yang tinggi, diharapkan memberikan laba yang superior. Dengan demikian
25
ukuran perusahaan mempunyai hubungan positif dengan kinerja (Lauterbach dan
Vaninsky, 1999 : 189-201).
Hubungan risiko return saham, yang diukur dengan standar deviasi dan return
saham, dengan kinerja saham memiliki hubungan negatif dengan kinerja keuangan
perusahaan. Risiko return saham merupakan proksi dan total risiko (Lauterbach dan
Vaninsky, 1999 : 189-201).
Berdasarkan fenomena dan beberapa penelitian terdahulu, menunjukkan bahwa
struktur modal perusahaan dipengaruhi oleh struktur kepemilikan saham, struktur asset, dan
pertumbuhan asset, sedangkan kinerja keuangan perusahaan dipengaruhi oleh struktur
kepemilikan saham, struktur modal, ukuran perusahaan, dan risiko return saham,
berdasarkan hal tersebut maka peneliti ingin meneliti lebih lanjut tentang hal tersebut yang
selanjutnya dituangkan dalam Disertasi dengan judul: “Struktur Kepemilikan Saham,
Struktur Modal dan Kinerja Keuangan Perusahaan ” (Studi Empiris Pada
Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun
2011-2015).
1.2. Identifikasi Masalah dan Rumusan Masalah Penelitian
1.2.1. Identifikasi Masalah Penelitian
Agency conflict muncul akibat adanya pemisahan antara kepemilikan saham dan
pengendalian perusahaan. Masalah keagenan (agency problem) pada awalnya dieksplorasi
oleh Ross (1973), sedangkan eksplorasi teoritis secara mendetail dari teori keagenan
pertama kali dinyatakan oleh Jensen and Mecking (1976) menyebutkan manajer suatu
perusahaan sebagai agen dan pemegang saham principal. Pemegang saham yang
merupakan principal mendelegasikan pengambilan keputusan bisnis kepada manajer yang
merupakan perwakilan atau agen dari pemegang saham. Permasalahan yang muncul
26
sebagai akibat sistem kepemilikan perusahaan seperti ini bahwa adalah agen tidak selalu
membuat keputusan-keputusan yang bertujuan untuk memenuhi kepentingan terbaik
principal. Struktur modal merupakan masalah yang penting bagi perusahaan karena struktur
modal akan mempunyai efek langsung terhadap posisi finansial perusahaan, terutama
dengan adanya utang yang sangat besar akan memberikan beban kepada perusahaan.
Kurang optimalnya perusahaan dalam mengelola struktur modal dalam perusahaan,
diperlukan pengambilan keputusan yang tepat dari pihak perusahaan. Perusahaan perlu
memperhatikan penentuan stuktur modal terutama komposisi sumber pembelanjaan jangka
panjang. Penentuan komposisi pembelanjaan perusahaan yang tepat akan membentuk
struktur modal yang optimal sehingga dapat meminimumkan biaya modal (cost of capital)
dan memaksimumkan nilai perusahaan
Kinerja keuangan adalah prestasi yang dicapai oleh perusahaan dalam periode
tertentu yang mencerminkan tingkat kesehatan dari perusahaan tersebut. Kepemilikan
institusional merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perusahaan.
Adanya kepemilikan oleh investor institusional akan mendorong peningkatan pengawasan
yang lebih optimal terhadap kinerja manajemen, karena kepemilikan saham mewakili suatu
sumber kekuasaan yang dapat digunakan untuk mendukung atau sebaliknya terhadap
keberadaan manajemen.
1.2.2. Rumusan Masalah Penelitian 1. Bagaimanakah dampak kepemilikan saham (baik kepemilikan saham institusional maupun
kepemilikan saham manajerial ) kepada struktur modal perusahaan Manufaktur yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia periode tahun 2011-2015.
2. Bagaimanakah dampak struktur modal kepada kinerja keuangan perusahaan perusahaan Manufaktur
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode tahun 2011-2015.
3. Bagaimanakah dampak kepemilikan saham (baik kepemilikan saham institusional maupun
27
kepemilikan saham manajerial ) kepada kinerja keuangan perusahaan perusahaan Manufaktur yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode tahun 2011-2015.
1. 3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengaruh kepemilikan saham (baik kepemilikan saham
institusional maupun kepemilikan saham manajerial) terhadap struktur modal
perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode tahun 2011-
2015.
2. Untuk mengetahui pengaruh struktur modal terhadap kinerja keuangan perusahaan
manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode tahun 2011-2015.
3. Untuk mengetahui pengaruh kepemilikan saham (baik kepemilikan saham
institusional maupun kepemilikan saham manajerial) terhadap kinerja keuangan
perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode tahun 2011-
2015
1. 4. Kegunaan Penelitian
1.4.1. Kegunaan Praktis
Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat berguna bagi investor, manager, kreditor,
dan pemerintah, serta pihak terkait lainnya.
1. Bagi pemegang saham, dapat memberikan masukan bagaimana cara memberikan
insentif kepada manager agar mereka tetap dalam kendali untuk mencapai tujuan
perusahaan.
2. Bagi pemegang saham eksternal, dapat digunakan untuk menentukan bagaimana
pengendalian seharusnya secara proporsional dilakukan sehingga manager tetap
mempunyai kemampuan inisiatif dalam mencapai tujuan perusahaan.
28
3. Bagi Manager, dapat dijadikan masukan bagaimana seharusnya bekerja dan tetap
pada rambu-rambu yang telah disepakati, sehingga selalu berorientasi pada tujuan
perusahaan.
4. Bagi Kreditur, dapat dijadikan masukan bagaimana seharusnya kreditur dalam
membuat kesepakatan-kesepakatan dalam bond covenant sebelum kredit diberikan,
serta bagaimana seharusnya kreditur menjalankan fungsi monitoring secara efektif.
5. Bagi Pemerintah, dapat dijadikan sebagai masukan dalam membuat kebijakan atau
perubahan kebijakan mengenai aturan-aturan yang mengarah pada bentuk pelaporan
pihak siapa saja yang wajib memberikan laporan secara terbuka tentang
kepemilikan saham dan pelaporan struktur aset sehingga perusahaan lebih
transparan mengenai struktur kepemilikan sahamnya.
1. 4.2. Kegunaan Teoritis
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi penerapan teori
keagenan di Indonesia, terutama untuk memperjelas posisi masing-masing pihak, yaitu
antara agen (pihak manajemen) dan principle (pemegang saham), agen dan kreditur
(bondholders), serta principle dan bondholders.
2. Hasil Penelitian ini diharapkan berguna untuk memperkaya dan menambah temuan-
temuan baru tentang kepemilikan saham, struktur modal, dan variabel-variabel lainnya,
serta kaitannya dengan upaya meningkatkan kinerja keuangan perusahaan.
3. Hasil Penelitian dan keterbatasan yang dikemukakan dalam penelitian ini dapat menjadi
acuan bagi peneliti berikutnya untuk menguatkan sebuah model dan teori.
top related