bab 2 tinjauan pustakaeprints.umm.ac.id/41364/3/jiptummpp-gdl-caprisiati-46889-3-bab2.pdf ·...
Post on 25-Dec-2019
23 Views
Preview:
TRANSCRIPT
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Asap Sepeda Motor
Logam berat timbal (Pb) adalah salah satu bahan pencemar udara yang
berbahaya dan dapat menimbulkan masalah kesehatan manusia. Pb banyak
digunakan sebagai bahan pengemas, saluran air, alat-alat rumah tangga dan
terdapat pada asap kendaraan bermotor. Dalam bentuk oksida timbal digunakan
sebagai pigmen/zat warna dalam industri kosmetik dan glace serta indusri
keramik yang sebagian diantaranya digunakan dalam peralatan rumah tangga.
Dalam bentuk aerosol anorganik dapat masuk ke dalam tubuh melalui udara yang
dihirup atau makanan seperti sayuran dan buah-buahan. Pb tersebut dalam jangka
waktu panjang dapat terakumulasi dalam tubuh karena proses eliminasinya yang
lambat. Setiap liter bensin dalam angka oktan 87 dan 98 mengandung 0,70g
senyawa Pb Tetraetil dan 0,84g Tetrametil Pb. Setiap satu liter bensin yang
dibakar jika dikonversi akan mengemisikan 0,56g Pb yang dibuang ke udara
(Gusnita, 2012).
Logam Pb sebagai gas buang kendaraan bermotor dapat membahayakan
kesehatan yang berlangsung seumur hidup dan merusak lingkungan, karena logam
Pb yang terhirup oleh manusia setiap hari akan diserap, disimpan dan
berakumulasi dalam tubuh manusia. Dalam kasus paparan polusi timbal dalam
dosis rendah sekalipun ternyata dapat menimbulkan gangguan pada tubuh tanpa
menunjukkan gejala klinik (Muliyadi, dkk., 2015).
5
2.1.1 Bahaya Dan Dampak Asap Sepeda Motor Pada Kesehatan Manusia
Logam Pb yang terkandung dalam bensin ini sangatlah berbahaya, sebab
pembakaran bensin akan mengemisikan 0,09 gram timbal tiap 1 km. Dampak Pb terhadap
kesehatan adalah penurunan IQ, sakit perut, mual, muntah, konstipasi, anoreksia,
penurunan jumlah sperma dan meningkatkan jumlah sperma abnormal serta penurunan
Hb dan PCV dalam darah karena adanya gangguan hematopoesis yaitu Pb akan menekan
aktivitas suatu enzim di permulaan Amino Levulinic Acid Dehidrase (ALAD) dan
pertengahan (koproporfirinogen oksidase), serta pada akhir (ferokhelatase) biosintesis
heme sehingga akan mengakibatkan penurunan kadar Hb. Pb yang masuk ke dalam
sirkulasi darah kira-kira 90% menuju eritrosit. Pada eritrosit, Pb bersifat pro-oksidan
sehingga akan mengakibatkan stres oksidatif yang dapat menimbulkan kerusakan
membran eritrosit dan memperpendek umur eritrosit. Kerusakan membran dan pengaruh
umur akan menyebabkan jumlah dan volume eritrosit dalam darah mengalami penurunan.
Pb juga dapat menyebabkan defisiensi enzim glucose-6 phospate dehidrogenase (G-6PD)
yang dapat memperpendek umur dan pematangan eritrosit yang berakibat peningkatan
proses hematopoesis dan ditandai dengan peningkatan jumlah retikulosit dalam darah
tepi. Berbagai upaya perlu dilakukan untuk dapat menangani keracunan Pb, di antaranya
melalui bahan pengikat Pb. Bahan pengikat Pb tersebut berfungsi untuk mengikat Pb
membentuk ikatan kompleks yang bersifat polar (hidrofilik) dan dikeluarkan dari tubuh
melalui ginjal (Murray et al, 2006).
2.1.2 Efek Terjadinya Penurunan Hb dan PCV oleh Asap Sepeda Motor
Abnormalitas-abnormalitas yaitu : 1) adanya hambatan sintesis hemoglobin
dan 2) pemendekan masa hidup dari sirkulasi erythrocytes (jaringan sel darah
merah) yang dihasilkan dalam stimulasi erythropoiesis (pembentukan eritrosit).
Penyebab kekacauan Pb pada sintesis heme menyebabkan ekskresi tinggi yang
5
6
abnormal pada metabolisme dalam urine. Amino Levulinic Acid Dehidrase
(ALAD) dan corprophyrin III meningkat dalam keracunan Pb (Patrick, 2006).
Secara biokimiawi keracunan Pb dapat menyebabkan :
a. Peningkatan produksi ALAD
Pb akan menghambat enzim hemesintetase, yang mengakibatkan penurunan
produksi heme. Penurunan produksi heme ini akan meningkatkan aktivitas ALAD
sintetase, dan akhirnya produksi ALAD meningkat. Peningkatan produksi ALAD
ini dapat dilihat dari ekskresi ALAD di urine.
b. Peningkatan Protoporphirin
Perubahan protoporphirin IX menjadi heme, akan terhambat dengan adanya
timah hitam. Hal ini akan menyebabkan terjadinya akumulasi dari protoporphirin
IX yang dapat diketahui pada plasma dan feces.
c. Peningkatan koproporphirin
Akumulasi dari protoporphirin akan meningkatkan akumulasi dari
koproporphirin III. Hal ini diketahui dengan didapatkannya koproporphirin III
pada urine dan feces (Patrick, 2006).
2.2 Sel Darah Merah
2.2.1 Hemoglobin (Hb)
Hemoglobin adalah parameter yang digunakan secara luas untuk
menetapkan prevalensi anemia. Hb merupakan senyawa pembawa oksigen pada
sel darah merah. Hb dapat diukur secara kimia dalam jumlah Hb/100 ml gram
darah dapat digunakan sebagai indeks kapasitas pembawa oksigen pada darah.
Kandungan Hb yang rendah dengan demikian mengindikasi anemia. Nilai normal
yang paling sering dinyatakan adalah 14-18 gram/100 ml untuk laki-laki dan 12-
15
7
16 gram/ 100 ml untuk wanita (gram/100 ml sering disingkat dengan gr % atau
gr/dl) (Piovan, 2014).
2.2.2 Sintesis Haemoglobin dan Terjadinya Hematotoksisitas
Sel-sel darah merah merupakan suatu bentuk kompleks ikatan yang dibentuk
oleh logam Fe (besi) dengan gugus heme dan globin sintesa dari kompleks
tersebut melibatkan 2 enzim, yaitu enzim ALAD dan enzim ferrokhelatase. Enzim
ALAD akan dihambat apabila konsentrasi Pb yang terakumulasi dalam darah
tinggi. Enzim ini akan bereaksi secara aktif pada tahap awal sintesa dan selama
sirkulasi sel darah merah berlangsung. Efek hematotoksisitas Pb adalah
menghambat sebagian besar enzim yang berperan dalam biosintesa heme. Namun
efek yang paling berperan adalah hambatan pada reaksi enzimatik terakhir dalam
sintetis heme, dimana ferrochelatase mengkatalisis penggabungan besi ferro ke
dalam cincin heme. Inhibisi pada ferrochelatase mengakibatkan akumulasi free
erythrocyte protoporphyrin (FEP) atau zinc protoporphyrin (ZPP) dan
coproporphyrin dalam urine.
Selain melalui inhibisi pada sintesis heme, anemia yang terjadi pada
keracunan Pb juga disebabkan adanya destruksi eritrosit atau dikenal dengan
anemia hemolitik. Anemia hemolitik yang terjadi karena keracunan Pb disebabkan
oleh singkatnya masa hidup eritrosit. Patogenesis terjadinya hemolisis pada
keracunan Pb diperkirakan berhubungan dengan inhibisi pada pyrimidine-5'
nucleotidase. Defisiensi enzim ini secara herediter ditandai dengan basophilic
stippling pada eritosit, hemolisis kronik, dan akumulasi nukleotida pirimidin di
intraeritrosit. Nukleotida pirimidin ini berkompetensi dengan nukleotida adenin
pada sisi aktif kinase pada glycolitic pathway yang mengubah stabilitas membrane
8
sel darah merah. Defisiensi enzim yang disebabkan oleh Pb dan penemuan klinis
yang ditemukan sama dengan kelainan herediter karena defisiensi enzim
pyrimidine-5' nucleotidase, oleh karenanya keracunan Pb yang berat dihubungkan
dengan penyakit herediter ini (Patrick, 2006).
(Sumber : Patrick, 2006)
Gambar 2.1
Efek Logam Pb Terhadap Sintesis Hemoglobin
Reaksi enzimatik tidak terjadi oleh karena Pb yang menghambat enzim ALAD sehingga
ferrochelatase tidak dapat mengkatalisis penggabungan besi ferro ke dalam cincin heme.
Inhibisi pada ferrochelatase mengakibatkan akumulasi free erythrocyte protoporphyrin
(FEP) atau zinc protoporphyrin (ZPP) dan coproporphyrin dan mengakibatkan
penghambatan sintesis hemoglobin.
2.2.3 Penghancuran Hemoglobin
Ketika sel darah merah dihantarkan dari sumsum tulang masuk ke dalam
sistem sirkulasi, sel tersebut normalnya akan bersirkulasi rata-rata selama 120 hari
sebelum dihancurkan. Walaupun sel darah merah yang matang tidak mempunyai
inti, mitokondria atau reticulum endoplasma, sel tersebut mempunyai enzim-
enzim sitoplasma yang mampu melakukan metabolism glukosa dan membentuk
9
sejumlah kecil Adenosine Triphosphate (ATP). Enzim tersebut juga mampu
mempertahankan kelenturan membrane sel, mempertahankan transport ion
melalui membran, menjaga besi hemoglobin sel agar tetap dalam bentuk fero,
bukan dalam bentuk feri, serta mencegah oksidasi protein di dalam sel darah
merah. Begitu membran sel darah merah menjadi rapuh, sel tersebut bisa robek
sewaktu melewati tempat-tempat yang sempit di sirkulasi. Hemoglobin yang
dilepaskan dari sel sewaktu sel darah merah pecah, akan segera difagosit oleh sel-
sel makrofag di banyak bagian tubuh, namun terutama oleh sel-sel Kupffer hati,
makrofag limpa dan makrofag sumsum tulang. Selama beberapa jam atau
beberapa hari sesudahnya, makrofag akan melepaskan besi yang didapat dari
hemoglobin dan menghantarkannya kembali ke dalam darah dan diangkut oleh
transferin ke sumsum tulang untuk membentuk sel darah merah baru atau ke hati
dan jaringan lainnya untuk disimpan dalam bentuk ferritin (Guyton, 2014).
2.2.4 Packed Cell Volume (PCV)
Adalah volume eritrosit yang dipisahkan dari plasma dengan cara
memutarnya didalam tabung khusus yang nilainya dinyatakan dalam persen (%).
Persentase massa sel darah merah pada volume darah yang asli merupakan PCV.
PCV bergantung sebagian besar pada jumlah sel darah merah. PCV biasanya
hampir 3 kali nilai hemoglobin. Nilai normal adalah 40% - 54% untuk laki-laki
dan 37% - 47% untuk wanita. Kesalahan rata-rata pada prosedur PCV kira-kira
1% - 2% (Gnyba, 2011).
17
10
2.3 Tanaman Teh Hijau (Camellia sinensis)
2.3.1 Taksonomi
Sistematika tanaman teh hijau terdiri dari: Kingdom Plantae, divisio
Spermatophyta, sub divisio Angiospermae, class Dicotyledoneae, ordo
Guttiferales, famili Tehaceae, genus Camellia, spesies Camellia sinensis, varietas
Sinensis dan Asamika (Namita, 2012).
2.3.2 Morfologi
Tanaman teh berupa pohon, karena pemangkasan kerapkali seperti perdu,
tinggi 5-10 meter. Daun muda berambut halus, tersebar, tunggal, helaian daun
elliptis memanjang dengan ujung runcing, tepinya bergerigi, duduk daun secara
berselang-seling, tunas tumbuh dari ketiak daun tua. Besarnya daun berkisar
antara 2,5 cm – 25 cm, tergantung pada varietasnya. Daun tua bertekstur seperti
kulit, permukaan atasnya berkilap, dan berwarna hijau kelam (Piovan, 2014).
(Sumber: Namita, 2012)
Gambar 2.2
Tanaman Daun Teh Hijau
11
2.3.3 Jenis Teh
Berdasarkan proses fermentasinya, teh dapat dibedakan menjadi beberapa
macam, yaitu teh hitam, teh merah, teh hijau, dan teh putih. Teh yang benar-benar
baik, umumnya berasal dari pucuk daun atau daun teh muda yang belum mekar.
Teh hitam dihasilkan melalui proses fermentasi sempurna, teh merah melalui
proses semi fermentasi, sedangkan teh hijau diperoleh tanpa proses fermentasi,
demikian juga dengan teh putih. Teh hijau diproses dengan cara khusus. Setelah
dipetik, daun teh akan mengalami pengasapan. Proses ini akan mengeringkan
daun teh, namun tidak sampai mengubah warna daun. Kondisi inilah yang
menyebabkan air seduhan daun teh tetap terlihat berwarna hijau muda. Proses ini
kemudian terbukti dapat mempertahankan berbagai kandungan nutrisi, antara lain
zat antioksidan polyphenols pada daun teh, yang lebih besar dibandingkan teh
hitam maupun teh merah (Marie et al, 2005).
2.3.4 Kandungan Kimia Tanaman Teh
Teh mengandung komponen volatile sebanyak 404 macam dalam teh hitam
dan sekitar 230 macam dalam teh hijau. Komponen volatile tersebut berperan
dalam memberikan cita rasa yang khas pada teh. Komponen aktif yang
terkandung dalam teh, baik yang volatile maupun yang nonvolatile yaitu:
Polyphenols, Methylxanthines, Asam amino, Peptida, Komponen organik lain,
Tannic acids, Vitamin C, Vitamin E, Vitamin K, ß-carotene, Kalium, Magnesium,
Mangan, Fluor, Zinc, Selenium, Copper, Iron, Kalsium, Caffein (Pambudi, 2009).
2.3.5 Manfaat Teh Hijau
Teh hijau banyak disarankan untuk dikonsumsi karena manfaatnya berlipat.
Pengobatan tradisional China menganjurkan minum teh hijau untuk mencegah
12
berbagai penyakit atau tubuh terhindar dari permasalahan (Brannon, 2007). Hal
itu diperkuat dengan adanya penelitian terbaru pada manusia yang menyatakan
bahwa teh hijau mungkin ikut menyumbang pencegahan dan mengurangi risiko
penyakit kardiovaskular dan bentuk-bentuk kanker, kesehatan oral, dan fungsi
psikologis seperti hipertensi, berat badan, antibakteri, dan lainlain (Cabrera et al,
2006). Sebuah penelitian yang dilakukan di Universitas Tohoku Jepang pada
tahun 2006 dan dicantumkan di Journal of the American Medical Association
menyimpulkan bahwa teh hijau dapat mengurangi angka kematian akibat penyakit
kardiovaskular. Beberapa manfaat teh hijau adalah sebagai berikut: sebagai
antikanker, antimikroba dan antibakteri, menurunkan kolesterol dalam darah
sehingga terhindar dari aterosklerosis, meningkatkan kekebalan tubuh (Murase
dkk, 2009 dan Triarsari, 2010). Selain itu, teh hijau juga berfungsi sebagai
antidiabetes, mencegah pengembangan bakteri Helicobacter pylori penyebab
gastritis, mendukung pertumbuhan mikroflora di usus dan mengatasi diare,
melindungi fungsi ginjal dengan menekan efek peracunan uremik, mencegah gigi
berlubang dan penyakit gusi, menghilangkan bau mulut (deodorisasi) atau nafas
tak sedap, mencegah osteoporosis, mencegah oksidasi, memperlambat proses
terjadinya katarak, mempunyai sifat “chemoprevention” (mencegah kerusakan sel
melalui proses kimiawi), menghambat kerusakan paru-paru akibat tembakau,
memberi perlindungan terhadap pankreatitis akut, menjaga esofagus tetap sehat,
melindungi lapisan lambung, melindungi daya ingat, melindungi kulit dari
serangan radikal bebas dan kerusakan akibat sinar ultraviolet. Teh hijau berperan
dalam kecantikan (menghambat proses penuaan, langsing dengan minum teh
13
hijau, sebagai deodoran dan antialergi, serta sebagai bahan campuran kosmetik).
(Brannon, 2007)
2.3.6 Kandungan Kimia Teh Hijau
Beberapa zat yang terkandung di dalam teh hijau, yaitu:
1. Fluoride
Fluoride tergolong sebagai mineral yang dapat mencegah pertumbuhan karies
pada gigi, mencegah radang gusi, dan gigi berlubang.
2. Mangan
Kandungan mangan dapat membantu penguraian gula menjadi energi, sehingga
membantu menjaga kestabilan kadar gula dalam darah.
3. Caffein
Kadar caffein yang terkandung dalam teh hijau berbeda dengan caffein yang
terkandung dalam kopi. Pada teh hijau hanya terkandung caffein sebanyak 3%-
5%. Caffein berpengaruh positif pada aktivitas mental dan dapat memperbaiki
proses pencernaan makanan dalam lambung (Subhashini, 2010).
4. Vitamin C
Vitamin C dapat berperan meningkatkan absorbsi zat besi non heme menjadi
empat kali lipat. Vitamin C dan zat besi membentuk senyawa askorbat besi
kompleks yang mudah larut dan mudah diabsorbsi. Penelitian terdahulu juga
mengindikasikan bahwa ada hubungan yang bermakna antara peningkatan kadar
Hb dengan konsumsi vitamin C (Argana, dkk., 2004).
5. Tanin
Tanin dinamakan juga asam tanat dan asam galotanat, ada yang tidak berwarna
tetapi ada juga yang berwarna kuning atau coklat. Tanin mempunyai sifat sebagai
14
agen pengikat logam karena adanya pengaruh fenolik. Proses pengikatan logam
dapat terjadi karena adanya kesesuaian pola subtitusi dan pH senyawa fenolik
tersebut, dan dengan demikian tanin akan terhidrolisis. Ikatan dari senyawa tanin
akan membuat logam dapat stabil dan aman di dalam tubuh (Doss et al, 2009).
Tabel 2.1. Komposisi Senyawa Teh Hijau dan Teh Hitam
(Subhashini, 2010)
2.4 Sistem Hematologi Tikus Putih
Tikus wistar adalah salah satu hewan coba yang paling banyak digunakan
sebagai model penelitian biomedik karena memiliki sistem faal yang mirip dengan
manusia. Darah merupakan komponen penting dalam penilaian kondisi fisiologis
tubuh. Profil darah dapat dibedakan menjadi 2 yaitu profil hematologi atau profil
hitung lengkap (complete blood count, CBC) dan profil kimia darah (blood
clinical chemistry). Profil hematologi mengevaluasi komponen selular, sedangkan
profil kimia darah mengevaluasi komponen dalam cairan darah. Eritrosit berkaitan
dengan fungsi penyediaan oksigen untuk kebutuhan energi dalam rangka
Senyawa Teh Hijau (%) Teh Hitam (%)
Catechins 30-42 24-29
Flavonols 5-10 3-6
Other Flavonoids 2-4 1-2
Theogallin 2-3 1-2
Other Despsides 1 1
Ascorbic Acid 1-2 1-2
Gallic Acid 0.5 0.3
Quinic Acid 2 1
Other Organic Acid 4-5 1-2
Theanine 4-6 1-2
Other Amino Acid 4-6 1-3
Methylxanthine 7-9 5-6
Carbohydrates 10-15 7-11
Minerals 6-8 6-7
Volatiles 0.02 0.04
15
metabolisme. Selain itu eritrosit juga berkaitan dengan aktivitas dan stres. Tikus
yang dipuasakan selama 17-20 jam akan mengalami peningkatan jumlah eritrosit,
hemoglobin dan hematokrit, sebaliknya terjadi penurunan jumlah leukosit. Massa
tubuh hewan jantan yang lebih tinggi dibandingkan betina merupakan ekspresi
androgen (testosterone) yang berperan dalam mengendalikan pertumbuhan,
dimulai pada masa pubertas dengan target kulit, otot, tulang, serta metabolisme air
dan garam. Testosterone juga memiliki efek stimulasi terhadap eritropoiesis yang
berkolerasi dengan umur, yaitu melalui peningkatan kadar eritropoietin dan
bekerja langsung pada sumsum tulang (Coviello et al., 2008). Kisaran nilai
hematologi normal bervariasi pada individu jantan dan betina, serta perbedaan
umur. Pada umumnya eritrosit, hemoglobin dan hematokrit lebih tinggi pada
hewan jantan dibandingkan betina. Jumlah eritrosit meningkat seiring
pertambahan umur, demikian juga kadar hemoglobin (Fitria dan Sarto, 2014).
(Sumber : Fitria dan Sarto, 2014)
Gambar 2.3
Tikus Putih Jantan (Rattus novergicus strain wistar)
top related