angkatan 20.docx
Post on 17-Jan-2016
254 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Sastra Indonesia berkembang dari waktu ke waktu, bahkan sebelum
bahasa Indonesia diresmikan pada 28 Oktober 1928. Pada zaman dahulu bahasa
Melayu dipakai sebagai bahasa kerajaan dan bahasa sastra, hasil-hasil sastra
berbahasa Melayu yang tidak tertulis juga sudah ditemukan sejak abad ke-19.
Sementara itu, pondasi pendirian sastra Indonesia baru tegak berdiri pada tahun
1920-an dengan munculnya Balai Poestaka. Sejak saat itu sastra berkembang
sampai saat ini, sastra Indonesia secara umum terbagi oleh beberapa periode,
yaitu angkatan Balai Pustaka, Pujangga Baru, angkatan 1945, angkatan 1950,
angkatan 1966, dan angkatan 1970—sekarang.
Sastra di Indonesia sudah ada sejak dulu sekali bahkan mungkin sudah
ada sejak zaman purbakala dimana manusia-manusia purba memulai untuk
menggambar dan menulis sesuatu di dalam gua-gua, sehingga menghasilkan
karya-karya sastra. Tetapi karya-karya tersebut kemudian menghilang karena
perkembangan zaman yang mungkin kurang maju. Lebih pastinya karya sastra di
Indonesia dimulai sejak zaman “Angkatan Pujangga Lama” sebelum abad ke-20.
Pada masa ini karya sastra Indonesia didominasi oleh karya-karya sastra
berbahasa akar (bahasa melayu), seperti syair, pantun, gurindam, dan hikayat.
Budaya melayu klasik dan pengaruh Islam yang kuat mempengaruhi sebagian
besar wilayah pesisir pantai Sumatera dan Semenanjung Malaya. Setelah adanya
“Angkatan Pujangga Lama”, muncul lah “Angkatan Sastra Melayu Lama” yang
muncul antara sekitar tahun 1870-1942. Setelah “Angkatan Sastra Melayu
Lama”, muncul lah “Angkatan Balai Pustaka” yang akan kami bahas dalam
makalah ini.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan yang telah diungkapkan dalam latar belakang
masalah, maka penulis ingin mengantarkan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa Pengertian Sastrawan Angkatan 20?
2. Mengapa disebut angkatan Balai Pustaka atau Angkatan 20?
1
3. Bagaimana ciri – ciri karya angkatan Balai Pustaka atau angkatan 20?
4. Siapa tokoh-tokoh angkatan Balai Pustaka atau Angakatan 20 dan apa
saja hasil karya yang dihasilkannya?
5. Apa contoh karya angkatan Balai Pustaka atau angkatan 20 ?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan
1. Untuk mendapatkan pengetahaun lebih tentang sastrawan angkatan 20
atau disebut juga angkatan Balai Pustaka.
2. Untuk Mengetahui Pengertian Sastrawan Angkatan 20 dan disebut
angkatan Balai Pustaka atau Angkatan 20
3. Untuk mengetahui ciri – ciri karya angkatan Balai Pustaka atau
angkatan 20
4. Untuk Mengetahui tokoh-tokoh angkatan Balai Pustaka atau
Angakatan 20 dan apa saja hasil karya yang dihasilkannya
5. Untuk mengetahui contoh karya angkatan Balai Pustaka atau angkatan
20
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Angkatan 20
Balai Pustaka didirikan pada tahun 1908, tetapi baru tahun 1920-an
kegiatannya dikenal banyak pembaca. Berawal ketika pemerintah Belanda
mendapat kekuasaan dari Raja untuk mempergunakan uang sebesar F.25.000
setiap tahun guna keperluan sekolah bumi putera yang ternyata justru
meningkatkan pendidikan masyarakat. Commissie voor de Inlandsche School-en
Volkslectuur, yang dalam perkembangannya berganti nama Balai Poestaka,
didirikan dengan tujuan utama menyediakan bahan bacaan yang “tepat” bagi
penduduk pribumi yang menamatkan sekolah dengan sistem pendidikan Barat.
Sebagai pusat produksi karya sastra, Balai Poestaka mempunyai beberapa strategi
signifikan, yaitu:
1. merekrut dewan redaksi secara selektif
2. membentuk jaringan distribusi buku secara sistematis
3. menentukan kriteria literer
4. mendominasi dunia kritik sastra
Pada masa ini bahasa Melayu Riau dipandang sebagai bahasa Melayu
standar yang yang lebih baik dari dialek-dialek Melayu lain seperti Betawi, Jawa,
atau Sumatera. Oleh karena itu, para lulusan sekolah asal Minangkabau, yang
diperkirakan lebih mampu mempelajari bahasa Melayu Riau, dipilih sebagai
dewan redaksi. Beberapa diantaranya adalah Armjin Pene dan Alisjahbana.
Angkatan Balai Poestaka baru mengeluarkan novel pertamanya yang
berjudul Azab dan Sengsara karya Merari Siregar pada tahun 1920-an. Novel
yang mengangkat fenomena kawin paksa pada masa itu menjadi tren baru bagi
dunia sastra. Novel-novel lain dengan tema serupa pun mulai bermunculan.
2.2 Mengapa Disebut Angkatan Balai Pustaka
Balai Pustaka disebut angkatan 20an atau populernya dengan sebutan
angkatan Siti Nurbaya. Nama Balai Pustaka menunjuk pada dua pengertian:
1. Sebagai nama penerbit
2. Sebagai nama suatu angkatan dalam sastra Indonesia
3
Balai Pustaka mempunyai pengaruh terhadap perkembangan sastra
Indonesia yaitu dengan keberadaanya maka sastrawan Indonesia dapat
melontarkan apa yang menjadi beban pikirannya melalui sebuah tulisan yang
dapat dinikmati oleh dirinya sendiri dan juga orang lain (penikmat sastra). Balai
Pustaka mempunyai tujuan untuk memberikan konsumsi berupa bacaan kepada
rakyat yang berisi tentang politik pemerintahan kolonial, sehingga dengan hal itu
Balai Pustaka telah memberikan informasi tentang ajaran politik kolonial.
Berdasarkan penyataan tersebut maka dengan didirikannya Balai Pustaka telah
memberikan manfaat kepada rakyat Indonesia karena sasrta Indonesia menjadi
berkembang.
2.3 Ciri-ciri Karya Sastra Angkatan Balai Pustaka
Adapun ciri-ciri karya sastra pada masa Balai Poestaka, yaitu:
1. Gaya Bahasa : Ungkapan klise pepatah/pribahasa.
2. Alur : Alur Lurus.
3. Tokoh : Plot karakter ( digambarkan langsung oleh
narator ).
4. Pusat Pengisahan : Terletak pada orang ketiga dan orang pertama.
5. Terdapat digresi : Penyelipan/sisipan yang tidak terlalu penting,
yang dapat menganggu kelancaran teks.
6. Corak : Romantis sentimental.
7. Sifat : Didaktis (pendidikan)
8. Latar belakang sosial: Pertentangan paham antara kaum muda dengan
kaum tua.
9. Peristiwa yang diceritakan saesuai dengan realitas kehidupan
masyarakat.
10. Puisinya berbentuk syair dan pantun.
11. Menggambarkan tema pertentangan paham antara kaum tua dan kaum
muda, soal pertentangan adat, soal kawin paksa, permaduan, dll.
12. Soal kebangsaan belum mengemuka, masih bersifat kedaerahan.
Selain mengambil latar belakang kehidupan masyarakat Minangkabau,
pada sebagian karya sastranya, masih terdapat beberapa ciri-ciri lainnya yang
cukup mencolok di antara karya sastra lainnya, di antaranya adalah:
4
1. Karya sastra angkatan balai pustaka pada umumnya hanya
berceritakan mengenai kejadian-kejadian yang berkaitan dengan
kehidupan masyarakat sehari-hari.
2. Karya-karya pada angkatan balai pustaka juga tidak berbicara
mengenai politik, kemiskinan, dan nilai-nilai sekularisasi.
3. Para penulisnya lebih bersifat kompromistis terhadap keadaan politik
pada masa itu, pengarang berusaha untuk bersikap ramah dan baik
terhadap pemerintah kolonial agar karya-karya yang mereka hasilkan
dapat diterbitkan.
Karya-karya yang ada pada angkatan balai pustaka memang dibuat
sedemikian rupa agar tidak menyinggung perpolitikan kaum kolonial. Karya-
karya dari balai pustaka disortir secara ketat untuk mengurangi kemungkinan ada
karya-karya yang berbau menentang pemerintahan kolonial. Contoh paling
dekatnya adalah karya Siti Nurbaya. Dalam karya tersebut kita dapat melihat
bahwa Syamsul Bahri yang diposisikan sebagai tokoh protagonis lebih memilih
untuk menjadi bagian dari tentara kolonial demi membalaskan amarahnya ke
Datuk Maringgih. Syamsul Bahri dalam roman tersebut terkesan tidak nasionalis,
sedangkan Datuk Maringgih berada pada pihak yang membangkang aturan-aturan
kolonial terlepas dari sifatnya yang buruk dan licik. Hal ini bukan dikarenakan
tidak adanya rasa nasionalisme pada diri bangsa Indonesia, namun lebih didasari
atas aturan ketat syarat pempublikasian karya sastra yang diatur oleh pihak
penerbit balai pustaka. Adapun aturan-aturan tersebut adalah sebagai berikut.
1. Netral dari visi dan misi yang berkaitan dengan ajaran agama.
2. Netral dari visi dan misi yang berkaitan dengan propaganda politik.
3. Karya yang akan diterbitkan adalah karya yang memiliki nilai
mendidik.
Karena syarat dan ketentuan yang ketat dari pihak penerbit balai pustaka,
maka tidak kita temukan karya-karya yang mengacu kepada kritikan terhadap
perpolitikan kaum kolonial pada masa itu. Karya-karya tersebut terlebih dahulu
disaring agar bisa lulus penyeleksian karya-karya yang akan dipublikasi.
2.4 Tokoh-Tokoh Angkatan Balai Pustaka Beserta Hasil Karyanya
Tokoh-tokoh yang termasuk dalam angkatan Balai Pustaka diantaranya
adalah:
5
1. Nur Sutan Iskandar
Nur Sutan Iskandar (lahir
di Sungai Batang, Sumatera
Barat, 3 November
1893 – meninggal di Jakarta, 28
November 1975 pada umur 82
tahun) adalah sastrawan
Angkatan Balai Pustaka.
Nur Sutan Iskandar memiliki nama asli Muhammad Nur. Seperti
umumnya lelaki Minangkabau lainnya Muhammad Nur mendapat
gelar ketika menikah. Gelar Sutan Iskandar yang diperolehnya
kemudian dipadukan dengan nama aslinya dan Muhammad Nur pun
lebih dikenal sebagai Nur Sutan Iskandar sampai sekarang.
Setelah menamatkan sekolah rakyat pada tahun 1909, Nur Sutan
Iskandar bekerja sebagai guru bantu. Pada tahun 1919 ia hijrah ke
Jakarta. Di sana ia bekerja di Balai Pustaka, pertama kali sebagai
korektor naskah karangan sampai akhirnya menjabat sebagai
Pemimpin Redaksi Balai Pustaka (1925-1942). Kemudian ia diangkat
menjadi Kepala Pengarang Balai Pustaka, yang dijabatnya 1942-
1945.
Nur Sutan Iskandar tercatat sebagai sastrawan terproduktif di
angkatannya. Selain mengarang karya asli ia juga menyadur dan
menerjemahkan buku-buku karya pengarang asing seperti Alexandre
Dumas, H. Rider Haggard dan Arthur Conan Doyle.
Karya – karya nya :
1. Apa Dayaku karena Aku Perempuan (Jakarta: Balai Pustaka, 1923)
2. Cinta yang Membawa Maut (Jakarta: Balai Pustaka, 1926)
3. Salah Pilih (Jakarta: Balai Pustaka, 1928)
4. Abu Nawas (Jakarta: Balai Pustaka, 1929)
5. Karena Mentua (Jakarta: Balai Pustaka, 1932)
6. Tuba Dibalas dengan Susu (Jakarta: Balai Pustaka, 1933)
7. Dewi Rimba (Jakarta: Balai Pustaka, 1935)
8. Hulubalang Raja (Jakarta: Balai Pustaka, 1934)
6
9. Katak Hendak Jadi Lembu (Jakarta: Balai Pustaka, 1935)
10. Neraka Dunia (Jakarta: Balai Pustaka, 1937)
11. Cinta dan Kewajiban (Jakarta: Balai Pustaka, 1941)
12. Jangir Bali (Jakarta: Balai Pustaka, 1942)
13. Cinta Tanah Air (Jakarta: Balai Pustaka, 1944)
14. Cobaan (Turun ke Desa) (Jakarta: Balai Pustaka, 1946)
15. Mutiara (Jakarta: Balai Pustaka, 1946)
16. Pengalaman Masa Kecil (Jakarta: Balai Pustaka, 1949)
17. Ujian Masa (Jakarta: JB Wolters, 1952, cetakan ulang)
18. Megah Cerah: Bacaan untuk Murid Sekolah Rakyat Kelas II
(Jakarta: JB Wolters, 1952)
19. Megah Cerah: Bacaan untuk Murid Sekolah Rakyat Kelas III
(Jakarta: JB Wolters, 1952)
20. Peribahasa (Karya bersama dengan K. Sutan Pamuncak dan Aman
Datuk Majoindo. Jakarta: JB Wolters, 1946)
21. Sesalam Kawin (t.t.)
2. Abdoel Moeis
Abdoel Moeis (lahir di Sungai Puar, Agam, Sumatera Barat, 3 Juli
1883 – meninggal di Bandung,
Jawa Barat, 17 Juni 1959 pada
umur 75 tahun adalah seorang
sastrawan, politikus, dan
wartawan Indonesia. Dia
merupakan pengurus besar
Sarekat Islam dan pernah menjadi anggota Volksraad mewakili
organisasi tersebut. Abdul Muis dikukuhkan sebagai Pahlawan
Nasional yang pertama oleh Presiden RI, Soekarno, pada 30 Agustus
1959.
Karya – karya :
1) Salah Asuhan (novel 1928, difilmkan Asrul Sani 1972),
diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Robin Susanto
dan diterbitkan dengan judul Never the Twain oleh Lontar
Foundation sebagai salah satu seri Modern Library of
Indonesia
7
2) Pertemuan Jodoh (novel 1933)
3) Surapati (novel 1950)
4) Robert Anak Surapati(novel 1953)
Hasil Terjemahan :
1) Don Kisot (karya Miguel de Cervantes, 1923)
2) Tom Sawyer Anak Amerika (karya Mark Twain, 1928)
3) Sebatang Kara (karya Hector Malot, 1922)
4) Tanah Airku (karya C. Swaan Koopman, 1950)
5)
3. Marah Roesli
Marah Roesli atau sering kali
dieja Marah Rusli (lahir di
Padang, Sumatera Barat, 7
Agustus 1889 – meninggal di
Bandung, Jawa Barat, 17
Januari 1968 pada umur 78
tahun) adalah sastrawan
Indonesia angkatan Balai Pustaka. Keterkenalannya karena karyanya
Siti Nurbaya (roman) yang diterbitkan pada tahun 1920 sangat banyak
dibicarakan orang, bahkan sampai kini. Siti Nurbaya telah melegenda,
wanita yang terpaksa kawin karena keadaan ekonomi orang tuanya,
dengan lelaki yang tidak diinginkannya.
Karya - karyanya :
1) Siti Nurbaya. Jakarta : Balai Pustaka. 1920 mendapat hadiah dari
Pemerintah RI tahun 1969.
2) Lasmi. Jakarta : Balai Pustaka. 1924.
3) Anak dan Kemenakan. Jakarta : Balai Pustaka. 1956.
4) Memang Jodoh (naskah roman dan otobiografis)
5) Tesna Zahera (naskah Roman)
Terjemahannya:
Gadis yang Malang (novel Charles Dickens, 1922).
4. Aman Datuk Madjoindo
8
Lahir di Supayang, Solok, Sumatera Barat, 5 Maret 1896. Meninggal
di Sirukam, Solok, Sumatera Barat, 5 September 1969 pada umur 73
tahun.
Karya-karyanya yaitu :
1) Si Doel Anak Betawi (1956)
2) Menebus Dosa (1932)
3) Rusmala Dewi (1932, bersama S. Hardjosoemarto)
4) Sebabnya Rafiah Tersesat (1934, bersama S. Hadjosoemarto)
5) Si Cebol Rindukan Bulan (1934)
6) Sampaikan Salamku Kepadanya (1935)
7) Syair Si Banto Urai (1931)
8) Syair Gul Bakawali (1936)
9) Cerita Malin Deman dan Putri Bungsu (1932)
10) Cindur Mata (1951)
11) Hikayat Si Miskin (1958)
12) Hikayat Lima Tumenggung (1958)
5. Muhammad Kasim
Lahir di Muara Sipongi, Sumatera Utara, 1886. Antara lain
bersama Suman Hs., M. Kasim termasuk pelopor penulisan cerita
pendek dalam jajaran sastra Indonesia baku. Ia semula mempunyai
pekerjaan tetap sebagai guru sekolah dasar. Tahun 1922, mulai dikenal
sebagai penulis melalui novelnya yang pertama terbitan Balai Pustaka,
yakni Moeda Teroena. Pada tahun 1924 ia memenangkan sayembara
menulis buku anak-anak. Karyanya kemudian diterbitkan dengan judul
Pemandangan dalam Doenia Kanak-kanak (Si Samin). Ia juga dikenai
sebagai penulis cerita pendek yang kemudian diterbitkan sebagai buku
Teman Doedoek (1936).
Novel maupun cerpennya bercerita tentang penduduk
perkampungan Sumatera dengan gaya sederhana dan penuh humor.
Namun Kasim sendiri lebih menunjukkan karya-karyanya itu kepada
para pembaca muda daripada orang dewasa. Karya terjemahannya
adalah Niki Bahtera (Dari In Woelige Dagen karya C.J. Kieviet) dan
9
Pangeran Hindi (dari De Vorstvan Indie karya Lew Wallace), masing-
masing tahun 1920 dan 1931
6. Tulis Sutan Sati
Tulis Sutan Sati lahir pada tahun 1898 di Bukittinggi dan meninggal
pada zaman Jepang. Beliau adalah
penyair dan sastrawan Indonesia
Angkatan Balai Pustaka. Karya-
karyanya terdiri atas asli dan
saduran, baik roman maupun syair.
Karya-karyanya yang asli berbentuk roman adalah Sengsara
Membawa Nikmat (1928), Tidak Tahu Membalas Guna (1932), Tak
Disangka (1932), dan Memutuskan Pertalian (1932), sedangkan karya-
karya sadurannya dalam bentuk syair adalah Siti Marhumah Yang
Saleh (saduran dari cerita Hasanah yang saleh), Syair Rosina (saduran
tentang hal yang sebenarnya terjadi di Betawi pada abad lampau),
Sabai nan Aluih (saduran dari sebuah kaba Minangkabau dalam
bentuk prosa beriman).
7. Selasih dan Sa’adah Alim
Selasih sering memakai nama samaran Seleguri atau Sinamin. Lahir
tahun 1909
Karya-karyanya: Kalau Tak Ujung (1933), Pengaruh Keadaan (1973).
Sa’adam Alim
Karya-karyanya: Pembalasannya (1941) – sebuah sandiwara, Taman
Penghibur Hati (1941) – kumpulan cerpen, Angin Timur angina Barat
(Preal S. Buck) – karya terjemahan.
8. Merari Siregar
Merari Siregar (lahir di
Sipirok, Sumatera Utara pada
13 Juli 1896 dan wafat di
Kalianget, Madura, Jawa Timur
10
pada 23 April 1941) adalah sastrawan Indonesia angkatan Balai
Pustaka.
Merari Siregar pernah bersekolah di Kweekschool Oost en West di
Gunung Sahari, Jakarta. Pada tahun 1923, dia bersekolah di
sekolah swasta yang didirikan oleh vereeniging tot van Oost en
West, yang pada masa itu merupakan organisasi yang aktif
memperakiekkan politik etis Belanda.
Setelah lulus sekolah Merari Siregar bekerja sebagai guru bantu di
Medan. Kemudian dia pindah ke Jakarta dan bekerja di Rumah
Sakit CBZ (sekarang Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo). Terakhir
dia pindah ke Kalianget, Madura, tempat ia bekerja di Opium end
Zouregie sampai akhir hayatnya.
Karya-karyanya :
Novel
1) Azab dan Sengsara. Jakarta: Balai Pustaka. Cet. 1 tahun
1920,Cet.4 1965.
2) Binasa Karena Gadis Priangan. Jakarta: Balai Pustaka 1931.
3) Cerita tentang Busuk dan Wanginya Kota Betawi. Jakarta:
Balai Pustaka 1924.
4) Cinta dan Hawa Nafsu. Jakarta: t.th.
Saduran
1) Si Jamin dan si Johan. Jakarta: Balai Pustaka 1918.
9. I Gusti Njoman Pandji Tisna
Anak Agung Pandji Tisna (lahir di Buleleng, 11 Februari
1908 – meninggal 2 Juni 1978 pada umur 70 tahun), dalam sumber
lain disebutkan meninggal tahun 1976 yang dikenal pula dengan
nama A.A. Pandji Tisna, Anak Agung Nyoman Pandji Tisna atau I
Gusti Nyoman Pandji Tisna, adalah keturunan ke-11 dari dinasti raja
Buleleng di Bali Utara, Anglurah Pandji Sakti. Nama Anak Agung
Pandji Tisna dipergunakan sejak tahun 1938, diubah dari nama I
Gusti Njoman Pandji Tisna.
11
Karya – Karyanya :
1) I Made Widiadi (Kembali Kepada Tuhan) (1955)
2) I Swasta Setahun di Bedahulu (1938)
3) Sukreni Gadis Bali (1936) (pertama-tama terbit dalam bahasa
Bali, kini sudah diterjemahkan ke berbagai bahasa lain)
4) "Bali Taruniyan Dedenekuge Kathawa", edisi bahasa Sinhala
terj. Dr. P. G. Punchihewa
5) "The Rape of Sukreni", edisi bahasa Inggris, terj. George
Quinn
6) Ni Rawit Ceti Penjual Orang (1935)
7) "Panglajar djadi tjoelik", (1940) terjemahan bahasa Sunda oleh
Soerjana
Buku tentang Anak Agung Pandji Tisna dan karyanya
1) The Last King of Singaraja, Bali, oleh Prof. I Gusti Ngurah
Gorda
2) Warna lokal Bali dalam novel Sukreni gadis Bali karya Anak
Agung Pandji Tisna oleh Made Pasek Parwatha
10. Paulus Supit
Paulus Supit seorang pengarang berasal dari Menado menulis sebuah
roman tentang perjuangan sebuah keluarga yang taat beragama dalam
menghadapi berbagai ranjau kehidupan, berjudul Kasih Ibu (1932).
Buku ini menarik karena daerah asal pengarangnya dan yang
dilukiskannya pun adalah kehidupan sebuah keluarga sederhana di
Tomoholon.
11. Soeman H.S
Soeman Hasibuan (lahir di
Bengkalis, Riau, 4 April
1904 – meninggal di
Pekanbaru, Riau, 8 Mei
1999 pada umur 95 tahun)
atau lebih di kenal dengan
nama Soeman Hs adalah
12
seorang Sastrawan dari Riau asal Tapanuli. Ia digolongkan sebagai
sastrawan dari Angkatan Balai Pustaka.
Karya-karyanya :
1) Kasih Tak Terlarai, terbitan Balai Pustaka, Jakarta tahun 1930.
2) Percobaan Setia, terbitan Balai Pustaka, Jakarta tahun 1931.
3) Mencari Pencuri Anak Perawan, terbitan Balai Pustaka, Jakarta,
tahun 1932.
4) Kasih Tersesat, terbitan Balai Pustaka, Jakarta, tahun 1932.
5) Kawan Bergelut (kumpulan cerpen), terbitan Balai Pustaka,
Jakarta, tahun 1938.
6) Tebusan Darah, terbitan Dunia Pengalaman, Medan tahun 1939.
7) "Pertjobaan Setia" (1940)
8) "Mentjari Pentjuri Anak Perawan" (1932)
9) "Kasih Ta' Terlarai" (1961)
10) "Kawan Bergelut" (kumpulan cerpen)
11) "Tebusan Darah"
12. H.S.D. Muntu
Haji Said Daeng Muntu atau lebih dikenal dengan H.S.D. Muntu
merupakan salah seorang pujangga dari angkatan Balai Pustaka.
Beliau lahir di Padang, Sumatera Barat sekitar pada awal abad ke-20.
Namun, ketika menginjak usia anak-anak, beliau pindah ke Makasar.
Kepindahannya tersebut dikarenakan mengikuti orang tuanya yang
dibawa paksa oleh Belanda.
Setelah dewasa beliau menjadi orang yang sangat berpengaruh di
daerah Makasar yaitu menjadi pemimpin Muhammadiyah se-
Sulawesi. Oleh karena itu, beliau mendapat tambahan gelar Daeng
yaitu suatu gelar kebangsawanan dari adat Bugis.
Semasa menjadi pemimpin Muhammadiyah, beliau juga ikut aktif
dalam menciptakan karya sastra dengan bergabung ke dalam
Angkatan Balai Pustaka. Karyanya berupa Roman antara lain berjudul
“Pembalasan” dan” Karena Kerendahan Budi”. Roman “Pembalasan”
dibuat pada tahun 1935 yang bercerita tentang pekhianatan seorang
pembantu yang mendapat kepercayaan dari tuannya. Roman ini
13
mengambil latar tempat di daerah Goa yang ketika itu daerah tersebut
sudah mulai dikuasai oleh Belanda. Sementara roman “Karena
Kerendahan Budi” dibuat pada tahun 1941 yang bercerita tentang
persoalan sosial dan pendidikan.
2.5 Contoh Karya Angkatan Balai Pustaka atau Angkatan 20
Ada banyak karya angkatan balai pustaka, namun disini penulis hanya
melampirkan salah satu karya dari angkatan Balai Pustaka.
Siti Nurbaya
Karya Marah Roesli
Alur
Di Kota Padang pada awal abad ke-20, Samsulbahri dan Sitti Nurbaya –
anak dari bangsawan Sutan Mahmud Syah dan Baginda Sulaiman – adalah
tetangga dan teman kelas yang masih remaja. Mereka mulai jatuh cinta, tetapi
hanya bisa mengakui hal tersebut setelah Samsu mengaku bahwa dia hendak ke
kota Batavia (sekarang Jakarta) untuk melanjutkan pendidikannya. Setelah
menghabiskan waktu bersama di daerah perbukitan, Samsu dan Nurbaya
berciuman di depan rumah. Ketika ditangkap basah oleh ayah Nurbaya serta para
tetangga, Samsu dikejar dari Padang dan pergi ke Batavia.
14
Sementara, Datuk Meringgih, yang iri atas kekayaan Sulaiman dan
mengkhawatirkan persaingan bisnis, berusaha untuk menjatuhkannya. Anak buah
Meringgih menghancurkan hak milik Sulaiman, yang membuatnya menjadi
bangkrut dan terpaksa meminjam uang dari Meringgih. Ketika Meringgih datang
untuk minta utang itu dilunasi, Nurbaya menawarkan diri sebagai istrinya, dengan
syarat utang ayahnya harus dianggap beres; Datuk Meringgih setuju.
Dalam suatu surat ke Samsu, Nurbaya menyatakan bahwa mereka tidak
dapat bersama lagi. Namun, setelah muak dengan watak Meringgih yang kasar
itu, Nurbaya melarikan diri ke Batavia supaya bisa bersama Samsu; mereka
akhirnya jatuh cinta kembali. Setelah dia menerima sepucuk surat yang
menyatakan bahwa ayahnya telah meninggal, Nurbaya kembali ke kota Padang,
di mana dia meninggal setelah makan kue yang ternyata telah diberi racun oleh
anak buah Meringgih. Setelah menerima kabar itu, Samsu berusaha bunuh diri di
taman umum, namun tak berhasil.
Sepuluh tahun kemudian, Meringgih memimpin suatu revolusi melawan
pemerintah Hindia Belanda sebagai protes atas kenaikan pajak. Dalam revolusi
ini, Samsu–yang ternyata menjadi prajurit di bawah pimpinan Belanda dan
dikenal dengan nama Letnan Mas–menemukan dan membunuh Meringgih, tetapi
dia sendiri terluka berat. Setelah bertemu dengan ayahnya dan memohon maaf,
dia meninggal.
15
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dengan munculnya angkatan Balai Pustaka maka telah membuka hati
para penulis untuk mau memperlihatkan hasil karyanya yang dulunya
menggunakan bahasa daerah kemudian beralih menggunakan bahasa Indonesia
sebagai ungkapan rasa bangga berbangsa Indonesia. Saelain itu, dengan
munculnya angkatan Balai Pustaka maka telah membuka semangat dan kesadaran
para penulis untuk mempersatukan daerah-daerahnya demi keutuhan bangsa
Indonesia.
Disisi lain Balai Pustaka juga dikenal sebagai nama suatu penerbit besar
yang berdiri pada sekitar tahun 1920an yang pada tahun tersebut beriringan
dengan munculnya angkatan Balai Pustaka. Munculnya angkatan Balai Pustaka
memang disesuaikan dengan karya-karya besar yang terkenal pada waktu itu
yang sebagian besar diterbitkan dari penerbit Balai Pustaka Jakarta.
3.2 Saran
Kekayaan Sastra Indonesia hendaknya dapat kita lestarikan. Sebagai
seorang pelajar mengetahui dan menambah wawasan dalam kesustraan tidaklah
salah. Hendaknya Pihak sekolah menambah literatur – literatur berkenaan dengan
sejarah kesustraan Indonesia
16
DAFTAR PUSTAKA
http://id.wikipedia.org/wiki/Nur_Sutan_Iskandar
http://id.wikipedia.org/wiki/Abdoel_Moeis
http://id.wikipedia.org/wiki/Marah_Roesli
http://vhichaphicha.blogspot.com/2010/10/biografi-aman-datuk-madjoindo.html
http://lukisanhati.blogspot.com/2014/01/sejarah-sastra.html
http://www.goodreads.com/author/show/2459164.Mohammad_Kasim
http://franswilly.blogspot.com/2010/09/tulis-sutan-sati.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Merari_Siregar
http://id.wikipedia.org/wiki/Anak_Agung_Pandji_Tisna
http://worldoftiwi.blogspot.com/2013/01/para-pengarang-balai-pustaka.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Soeman_Hs
http:// http://sastralife.wordpress.com/Karya-sastra-angkatan-balaipustaka/
http://jasapembuatanweb.co.id/bahasa/perkembangan-berbagai-bentuk-sastra-
indonesia#ixzz2NPdXZqxp
http://www.yadi82.com/2010/09/sinopsis-novel-sitti-nurbaya.html
17
top related