analisis kesesuaian lahan untuk rehabilitasi …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity... ·...
Post on 18-Jul-2020
15 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK REHABILITASI
MANGROVE DI DESA BUSUNG KECAMATAN SERI KUALA
LOBAM KABUPATEN BINTAN
ASWAN BASRI
JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
TANJUNGPINANG
2017
1
ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK REHABILITASI
MANGROVE DI DESA BUSUNG KECAMATAN SERI KUALA
LOBAM KABUPATEN BINTAN
ASWAN BASRI
JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
TANJUNGPINANG
2017
2
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Analisis Kesesuaian
Lahan Untuk Rehabilitasi Mangrove di Desa Busung Kecamatan Seri Kuala
Lobam Kabupaten Bintan adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun. Kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau kutipan dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain selain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar
Pustaka dibagian akhir skripsi ini.
Tanjungpinang, Agustus 2017
Aswan Basri
3
ABSTRAK
BASRI, ASWAN. Analisis Kesesuaian Lahan untuk Rehabilitasi Mangrove di
Desa Busung Kecamatan Seri Kuala Lobam Kabupaten Bintan. Jurusan
Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan.
Universitas Maritim Raja Ali Haji. Pembimbing I: Dr. Febrianti Lestari, S.Si.,
M.Si. dan Pembimbing II: Yales Veva Jaya, S.Pi., M.Si.
Penelitian ini dilakukan untuk menganalisa kesesuaian lahan untuk Rehabilitasi
Mangrove di Desa Busung Kecamatan Seri Kuala Lobam Kabupaten Bintan yang
dilakukan pada bulan Januari 2017 sampai dengan Maret 2017. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini yakni metode acak. Nilai kesesuaian lahan
rehabiliasi mangrove menunjukkan adanya dominan kesesuaian antara S2 (Sesuai)
dan S3 (Sesuai bersyarat) dengan kisaran kesesuaian antara 40 – 80%. Namun
secara keseluruhan rata-rata nilai kesesuaian diperoleh sebesar 52,43% yang
menunjukkan nilai kesesuaian S2 (Sesuai), sehingga dapat dikatakan cukup
mendukung jika akan dijadikan sebagai kawasan rehabilitasi mangrove meskipun
dalam pelaksanaannya perlu memperhatikan titik mana yang memang layak untuk
direhabilitasi.
Kata kunci : kesesuaian lahan, rehabilitasi mangrove, desa busung
4
ABSTRACT
BASRI, ASWAN. Analysis of Land Suitability for Mangrove Rehabilitation at
Desa Busung, Seri Kuala Lobam, Bintan. Department of Water Resources
Management. Faculty of Marine Science and Fisheries. Raja Ali Haji Maritime
University. Supervisor I: Dr. Febrianti Lestari, S.Si., M.Si. and Supervisor II:
Yales Veva Jaya, S.Pi., M.Si.
This research was conducted to analyze the suitability of land for Mangrove
Rehabilitation in Desa Busung, Seri Kuala Lobam, Bintan was conducted in
January 2017 until March 2017. The method used in this research is random
method. The value of land conformity of mangrove rehabiliation shows the
dominant conformity between S2 (Sesuai) and S3 (Conditional on condition) with
the range of conformity between 40 - 80%. But overall, the average value of
conformity is 52.43% which indicates the suitability of S2, which can be said to
be quite supportive if it will be used as a mangrove rehabilitation area although in
its implementation it is necessary to consider which point is indeed feasible to be
rehabilitated.
Keywords : land suitability, mangrove rehabilitation, desa busung
5
© Hak cipta milik Universitas Maritim Raja Ali Haji, Tahun 2017
Hak Cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari
Universitas Maritim Raja Ali Haji, sebagian atau seluruhnya dalam
bentuk apapun, fotokopi, microfilm, dan sebagainya
6
ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK REHABILITASI
MANGROVE DI DESA BUSUNG KECAMATAN SERI KUALA
LOBAM KABUPATEN BINTAN
ASWAN BASRI
NIM. 100254242109
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan pada
Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan
JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
TANJUNGPINANG
2017
7
8
PRAKATA
Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT karena atas berkah
dan rahmat-Nya lah skripsi yang berjudul “Analisis Kesesuaian Lahan Untuk
Rehabilitasi Mangrove di Desa Busung Kecamatan Seri Kuala Lobam Kabupaten
Bintan” ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya. Tak lupa
pula Shalawat dan Salam penulis haturkan kepada Yang Mulia Nabi Besar
Muhammad SAW.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada
semua pihak yang telah memberikan masukan dalam menyelesaikan Tugas Akhir
(Skripsi) dengan lancar. Penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:
1. Orang tua terkasih, tercinta, dan tersayang Bapak Basri, Ibu Syawanis,
Kakakku Ahmadi Basri serta adikku Betri Warlina, A.Md yang telah
memberikan dukungan kepada penulis dengan tulus untuk menyelesaikan
skripsi ini.
2. Dekan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Bapak Dr. Agung Dhamar
Syakti, S.Pi, DEA yang mengizinkan peneliti untuk menjalani studi di
Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan.
3. Pembimbing skripsi Ibu Dr. Febrianti Lestari, S.Si., M.Si. dan Bapak
Yales Veva Jaya, S.Pi., M.Si. yang telah membimbing penulis hingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
4. Penguji skripsi Bapak Dedy Kurniawan, S.Pi, M.Si. dan Ibu Diana Azizah,
S.Pi., M.Si. yang telah memberikan masukan sehingga skripsi ini lebih
sempurna.
9
5. Pimpinan dan staf Balai Pengelolaan DAS dan Hutan Lindung Sei Jang
Duriangkang di Tanjungpinang yang telah memberi ijin, fasilitas dan
banyak membantu peneliti dalam melaksanakan penelitian dan
penyelesaian skripsi ini.
6. Istriku tercinta Laraswati yang selalu mendampingi dengan penuh kesabaran
dan kasih sayang, anakku Calysta Lovsha yang selalui menemani, menjadi
obat penawar, sumber energi dan motivasi dalam menghadapi ujian dan
masalah apapun.
7. Saudara-saudaraku keluarga besar IKA SKMA Pekanbaru yang selalu
bergantian memberi semangat dan dorongan serta membantu penelitian ini,
sahabatku Hendra Saputra, S.P, Budi Mulyono,S.Hut, Indra Kirana, Zubri
Niandi dengan persaudaraan kalianlah yang meyakinkan bahwa peneliti tidak
sendiri menjalankan pendidikan ini.
8. Sahabatku yang tidak dilupakan MSP 2010 dan 2011 yang juga menjadi
pendorong peneliti dalam menyelesaikan tugas akhir skripsi.
9. M. Isnen, M. Nugraha, Padillah, Riki Reza, Rinto Hariyanto, Ari
Ardiansaah, Teguh Imanda, Azuwan, Bernat dan teman-teman yang juga
telah mendorong dan mensupport peneliti untuk menyelesaikan tugas akhir
Skripsi ini.
10. Para Staf laboratorium M. Suhud S.Pi dan M. Firdaus S.Pi dan Imam
Pangestiansyah, S.Pi, yang menuntun peneliti untuk analisis data dan
pengolahan data penelitian di laboratorium.
10
11. Para staf tata usaha yang membantu peneliti dalam menyelesaikan segala
bentuk administrasi skripsi.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun dari
pembaca sangat diperlukan, Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Tanjungpinang, Juli 2017
Aswan Basri
11
RIWAYAT HIDUP
Aswan Basri, lahir di Koto Lubuk Jambi pada tanggal 20 Oktober 1983.
Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara, putra dari Bapak Basri dan
Ibu Syawanis. Pendidikan formal ditempuh di SD Negeri 001 Pasar Lubuk Jambi
(1991 - 1996), SMP Negeri 1 Kuantan Mudik (1996 - 1999), SKMA Pekanbaru
(2000 - 2003). Pada tahun 2010 penulis diterima di Universitas Maritim Raja Ali
Haji (UMRAH) melalui jalur Seleksi Bersama. Penulis diterima pada Jurusan
Manajemen Sumberdaya Perairan (MSP), Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan
(FIKP), Universitas Martim Raja Ali Haji. Sebagai salah satu syarat memperoleh
gelar sarjana pada program studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Ilmu
Kelautan dan Perikanan, Universitas Maritim Raja Ali Haji, Penulis menyusun
dan menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Kesesuaian Lahan Untuk
Rehabilitasi Mangrove di Desa Busung Kecamatan Seri Kuala Lobam Kabupaten
Bintan”.
12
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ............................................................................................. i
DAFTAR TABEL ..................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................ iv
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ v
BAB I. PENDAHULUAN ........................................................................ 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................. 1
1.2. Perumusan Masalah ..................................................................... 2
1.3. Tujuan Penelitian .......................................................................... 3
1.4. Manfaat Penelitian ........................................................................ 3
1.5. Kerangka Pemikiran...................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................. 4
2.1. Ekosistem Mangrove ................................................................... 4
2.1.1 Fungsi Mangrove ......................................................................... 4
2.1.2 Jenis-jenis Mangrove ................................................................... 6
2.1.3 Penyebaran dan Zonasi Mangrove ............................................... 6
2.1.4 Kerusakan Lahan Mangrove ........................................................ 6
2.2. Rehabilitasi Mangrove ................................................................. 7
2.3. Parameter Kesesuaian Lahan Rehabilitasi Mangrove................... 9
2.3.1 Elevasi Lahan ............................................................................... 9
2.3.2 Jenis Mangrove ............................................................................ 9
2.3.3 Substrat Dasar .............................................................................. 10
2.3.4 Suhu ............................................................................................. 10
2.3.5 Salinitas ........................................................................................ 10
2.4. Aplikasi SIG dalam Analisis Kesesuaian Lahan .......................... 11
BAB III METODE PENELITIAN .......................................................... 12
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................ 12
3.2. Metode ......................................................................................... 12
3.2.1 Alat dan Bahan Penelitian ............................................................ 12
3.2.2 Tahap Persiapan ........................................................................... 12
3.2.3 Tahap Penentuan Titik Sampling ................................................. 12
3.2.4 Tahap Pengukuran dan Pengambilan Data .................................. 13
3.2.4.1 Elevasi lahan ................................................................................ 13
3.2.4.2 Jenis Vegetasi Mangrove ............................................................. 14
3.2.4.3 Salinitas ........................................................................................ 14
3.2.4.4 Suhu ............................................................................................. 15
3.2.4.5 Salinitas ........................................................................................ 15
3.3. Analisis Data ................................................................................ 16
3.3.1 Overlay ......................................................................................... 18 3.3.2 Editing data atribut ....................................................................... 18
13
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................. 19
4.1. Kondisi Umum Perairan Desa Busung ........................................ 19
4.2. Parameter Kesesuaian Kawasan Rehabilitasi Mangrove Desa
Busung .......................................................................................... 20
4.2.1 Elevasi Lahan ............................................................................... 20
4.2.2 Jenis Mangrove ............................................................................ 22
4.2.3 Suhu Perairan ............................................................................... 23
4.2.4 Salinitas Perairan ......................................................................... 24
4.2.5 Karakteristik Substrat ................................................................... 26
4.2.6 Nilai Kesesuaian Kawasan Rehabilitasi Mangrove Desa Busung 27
4.2.7 Aspek Pengelolaan Kawasan Mangrove Desa Busung ............... 29
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................... 32
5.1. Kesimpulan .................................................................................. 32
5.2. Saran ............................................................................................ 32
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 33
LAMPIRAN .............................................................................................. 36
14
DAFTAR TABEL
1. Alat dan Bahan yang digunakan dalam penelitian ........................... 12
2. Skala Wenwort klasifikasi partikel sedimen ..................................... 16
3. Kriteria parameter kesesuaian............................................................ 17
4. Nilai Kesesuaian Lahan ..................................................................... 17
15
DAFTAR GAMBAR
1. Kerangka Berfikir ............................................................................. 3
2. Gambaran Fungsi Ekosistem Mangrove ........................................... 5
3. Peta Lokasi Penelitian ....................................................................... 10
4. Skema sampling jenis mangrove ....................................................... 11
5. Elevasi Lahan Rencana Rehabilitasi Mangrove Desa Busung .......... 20
6. Jenis mangrove di perairan Desa Busung .......................................... 22
7. Suhu Permukaan Perairan Desa Busung............................................ 24
8. Salinitas Perairan Desa Busung ......................................................... 25
9. Substrat dasar Perairan Desa Busung ................................................ 26
10. Kesesuaian Rehabilitasi mangrove di Perairan Desa Busung ........... 28
16
DAFTAR LAMPIRAN
1. Hasil Pengukuran Parameter Kesesuaian ......................................... 37
2. Skor Nilai Elevasi .............................................................................. 38
3. Skor Nilai Jenis Mangrove ................................................................ 39
4. Skor Nilai Substrat ............................................................................. 40
5. Skor Nilai Salinitas ............................................................................ 41
6. Skor Nilai Suhu ................................................................................. 42
7. Nilai Kesesuaian ................................................................................ 43
8. Dokumentasi jenis Mangrove ............................................................ 44
9. Dokumentasi Pengambilan Data Lapangan ....................................... 46
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mangrove merupakan karakteristik dari bentuk tanaman yang hidup di pantai,
estuari atau muara sungai dan delta di tempat yang terlindung pada daerah tropis
dan subtropis. Hutan mangrove alami membentuk zonasi tertentu. Jenis mangrove
yang berbeda berdasarkan zonasi disebabkan sifat fisiologis mangrove yang
berbeda-beda untuk beradaptasi dengan lingkungannya. Keanekaragaman
mangrove bukan hanya karena kemampuan untuk beradaptasi dengan
lingkungannya tetapi tidak terlepas juga adanya campur tangan manusia untuk
memelihara (Nybakken, 1992).
Fungsi ekosistem mangrove dari aspek kimia yaitu memiliki kemampuan
dalam proses kimia dan pemulihan (self purification) dan secara rinci memiliki
beberapa fungsi, yaitu sebagai penyerap bahan pencemar (environmental service),
khususnya bahan-bahan organik, kemudian sebagai sumber energi bagi
lingkungan sekitarnya. Selain itu ketersediaan berbagai jenis makanan yang
terdapat pada ekosistem mangrove telah manjadikannya sebagai sumber penyedia
makanan (feeding grounds), penyedia nutrien dan tempat pemijahan (spawning
grounds), serta tempat pengasuhan (nursery grounds) bagi berbagai jenis biota
yang berasiosiasi di dalamnya (Supriharyono, 2007).
Beberapa daerah wilayah pesisir di Indonesia sudah terlihat adanya degradasi
dari hutan mangrove. Hal ini dikarenakan adanya tekanan akibat pemanfaatan dan
pengelolaannya yang kurang memperhatikan aspek kelestarian. Tuntutan dan
pembangunan yang lebih menekankan pada tujuan ekonomi dengan
mengutamakan pembangunan infrastruktur fisik, seperti konversi hutan mangrove
untuk pengembangan kota pantai (pemukiman), perluasan tambak dan lahan
pertanian serta adanya penebangan yang tidak terkendali. Telah terbukti bahwa
penggunaan lahan tersebut tidak sesuai dengan peruntukannya dan melampaui
daya dukungnya, sehingga terjadi kerusakan ekosistem hutan mangrove. Akibat
penebangan hutan mangrove yang melampaui batas kelestariannya. Kondisi ini
2
diperberat lagi dengan terjadinya pencemaran air sungai/air laut dan eksploitasi
sumberdaya laut yang tak ramah lingkungan (Bengen, 2001).
Total luas mangrove Indonesia sebesar 24% dari luas mangrove dunia. Namun
demikian, besarnya total luas mangrove ini berbanding lurus dengan laju
rehabilitasinya. Hal ini merupakan permasalahan utama rusaknya hutan mangrove
yang terjadi pada saat ini. Kondisi kerusakan hutan mangrove di Indonesia dapat
dibedakan menjadi hutan mangrove rusak berat mencapai luas 42%, hutan
mangrove rusak seluas 29%, hutan mangrove dalam kondisi baik seluas kurang
dari 23% dan hutan mangrove dalam kondisi sangat baik hanya seluas 6% dari
keseluruhan luas mangrove (Umayah, 2016)
Terjadinya degradasi dan perubahan faktor lingkungan yang ada, mendorong
dilakukannya kegiatan reboisasi mangrove melalui kegiatan pembibitan dan
penanaman bibit mangrove. Namun kendala yang mungkin terjadi adalah
kegagalan dan persentase keberhasilan penanaman yang kecil, disebabkan karena
belum kuatnya data mengenai kondisi lahan awal untuk penanaman mangrove
sehingga perlu adanya data awal mengenai kesesuaian kondisi lingkungan
perairan untuk penanaman mangrove. Berdasarkan kondisi diatas maka
mendorong peneliti untuk mengkaji kesesuaian lahan untuk rehabilitasi mangrove
di Desa Busung, Kabupaten Bintan.
1.2 Perumusan Masalah
Ekosistem mangrove merupakan ekosistem penting untuk menjaga kestabilan
pesisir berupa penyedia habitat biota, penahan abrasi, penahan gelombang, serta
sebagai penunjang pendapatan ekonomi masyarakat yang dapat memanfaatkan
biota yang berasosiasi di ekosistem mangrove. Akan tetapi, semakin
berkembangnya permukiman pesisir yang merubah fungsi lahan mangrove
menjadi kawasan permukiman, resort, rumah makan mengakibatkan kerusakan
terhadap ekosistem mangrove. Berdasarkan pernyataan diatas, maka dapat
disimpulkan rumusan masalah bagaimana kesesuaian lahan rehabilitasi mangrove
di Desa Busung.
3
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini yakni untuk melihat kesesuaian lahan rehabilitasi
mangrove melalui pendekatan parameter-parameter yang mempengaruhi
kehidupan mangrove.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun kegunaan dari penelitian ini yaitu memberikan informasi dasar tentang
kesesuaian lahan untuk perencanaan rehabilitasi mangrove sehingga dapat
dijadikan bahan acuan dalam kegiatan penanaman mangrove di desa busung,
Kabupaten Bintan.
1.5 Kerangka Pemikiran
Dari latar belakang penelitian maka dapat disusun kerangka pemikiran seperti
pada Gambar 1.
Perairan Desa Busung
Ekosistem Mangrove
Parameter Biologi Parameter Fisika
- Elevasi lahan
- Substrat
- Salinitas
- Suhu
Jenis Mangrove
Kriteria Kesesuaian
Mangrove
Nilai Kesesuaian Mangrove
Aspek Pengelolaan Mangrove
Gambar 1 kerangka pemikiran
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ekosistem Mangrove
Ekosistem ini adalah salah satu bentuk tanaman yang hidup di pantai, estuari
atau muara sungai dan delta di tempat yang terlindung pada daerah tropis dan
subtropis. Hutan mangrove alami membentuk zonasi tertentu. Jenis mangrove
yang berbeda berdasarkan zonasi disebabkan sifat fisiologis mangrove yang
berbeda-beda untuk beradaptasi dengan lingkungannya. Keanekaragaman
mangrove bukan hanya karena kemampuan untuk beradaptasi dengan
lingkungannya tetapi tidak terlepas juga adanya campur tangan manusia untuk
memelihara (Nybakken, 1992).
Ekosistem mangrove merupakan ekosistem interface antara ekosistem daratan
dengan ekosistem lautan. Oleh karena itu, ekosistem ini mempunyai fungsi
spesifik yang keberkelangsungannya bergantung pada dinamika yang terjadi di
ekosistem daratan dan lautan. Dalam hal ini, mangrove sendiri merupakan
sumberdaya yang dapat dipulihkan (renewable resources) yang menyediakan
berbagai jenis produk (produk langsung dan produk tidak langsung) dan
pelayanan lindungan lingkungan seperti proteksi terhadap abrasi, pengendali
intrusi air laut, mengurangi tiupan angin kencang, mengurangi tinggi dan
kecepatan arus gelombang, rekreasi, dan pembersih air dari polutan. Kesemua
sumberdaya dan jasa lingkungan tersebut disediakan secara gratis oleh ekosistem
mangrove (Kusmana, 2003).
2.1.1 Fungsi Mangrove
Hutan mangrove sebagai sumberdaya alam khas daerah pantai tropik,
mempunyai fungsi strategis bagi ekosistem pantai, yaitu: sebagai penyambung
dan penyeimbang ekosistem darat dan laut. Tumbuh-tumbuhan, hewan dan
berbagai nutrisi ditransfer ke arah darat atau laut melalui mangrove. Secara
ekologis mangrove berperan sebagai daerah pemijahan (spawning grounds) dan
daerah pembesaran (nursery grounds) berbagai jenis ikan, kerang dan spesies
5
lainnya (Zamroni, 2008). Adapun fungsi ekosistem mangrove digambarkan
kedalam Gambar 2 berikut.
Gambar 2 Gambaran Fungsi Ekosistem Mangrove (Zamroni, 2008).
Selain itu, serasah mangrove berupa daun, ranting dan biomassa lainnya yang
jatuh menjadi sumber pakan biota perairan dan unsur hara yang sangat
menentukan produktifitas perikanan laut. Produksi serasah merupakan bagian
yang penting dalam transfer bahan organik dari vegetasi ke dalam tanah. Unsur
hara yang dihasilkan dari proses dekomposisi serasah di dalam tanah sangat
penting dalam pertumbuhan mangrove dan sebagai sumber detritus bagi ekosistem
laut dan estuari dalam menyokong kehidupan berbagai organisme akuatik
(Zamroni, 2008).
Menurut Bengen (2001) mangrove juga memiliki fungsi secara ekologis antara
lain:
1) Sebagai peredam gelombang, angin badai, pelindung pantai dari abrasi,
penahan lumpur dan penangkap sedimen yang diangkut oleh aliran air permukaan.
2) Dimanfaatkan sebagai ekowisata dan tempat kunjungan untuk kegiatan
wisata berbasis ekologi.
3) Penghasil kayu dan bahan bangunan, konstruksi, kayu bakar, kayu arang,
serta pemanfaatan menjadi kertas, dan dimanfaatkan untuk area tambak.
6
2.1.2 Jenis – jenis Mangrove
Di Indonesia, jenis-jenis mangrove yang umum dijumpai adalah Rhizophora
mucronata dan Avicennia marina. Jenis-jenis lain seperti R. stylosa tumbuh
dengan baik pada substrat berpasir, bahkan pada pulau karang yang memiliki
substrat berupa pecahan karang, kerang dan bagian-bagian dari Halimeda.
Avicennia merupakan marga yang memiliki kemampuan toleransi terhadap
kisaran salinitas yang luas dibandingkan dengan marga lainnya. A. marina mampu
tumbuh dengan baik pada salinitas yang mendekati tawar sampai dengan 90 ‰
(Hafizh 2013).
2.1.3 Penyebaran dan Zonasi Mangrove
Berbagai penelitian di berbagai daerah menunjukkan zonasi yang berbeda
disetiap daerah atau pulau dilihat berdasarkan karakteristik perairan yang
mendukung terbentuknya zonasi seperti substrat, salinitas dan pasang surut.
Hafizh (2013), menyatakan bahwa hal tersebut berkaitan erat dengan tipe tanah
(lumpur, pasir atau gambut), keterbukaan (terhadap hempasan gelombang),
salinitas serta pengaruh pasang surut.
Pasang surut dan arus yang membawa material sedimen dan substrat yang
terjadi secara priodik menyebabkan perbedaaan dalam pembentukan zonasi
mangrove. Berdasarkan penelitian, sebaran mangrove pada zsona dekat dengan
laut ditumbuhi oleh R. apiculata dengan kisaran salinitas 25 - 30‰, zona tengah
ditumbuhi oleh jenis Scyphiphora hydropillaceae dengan kisaran salinitas 23 -
27‰ dan pada zona belakang atau zona lebih dekat ke arah daratan ditumbuhi
oleh jenis Lumnitzera litorea dengan kisaran salinitas 21 - 27‰ (Hafizh, 2013).
2.1.4 Kerusakan Lahan Mangrove
Berdasarkan hasil pendataan oleh Kusmana (2003), potensi sumberdaya
mangrove di Indonesia mencapai 3,64 juta hektar di dalam kawasan hutan dan
sekitar 5,46 juta hektar di luar kawasan hutan. Tetapi kondisi hutan mangrove
saat ini mengalami kerusakan (terdegradasi) dan penyusutan luas yang cukup
tinggi. Kerusakan sumberdaya mangrove saat ini diperhitungkan mencapai 70%.
Hutan mangrove yang merupakan bahan baku untuk pembuatan arang
(sebagian untuk di ekspor) telah menyebabkan terjadinya kerusakan ekosistem
7
hutan mangrove secara berkala. Kegiatan konversi hutan mangrove menjadi areal
budidaya tambak udang yang diusahakan secara intensif juga turut merusak
ekosistem mangrove (Fitri, 2010).
Menurut Muhaerin (2008) faktor-faktor yang dapat menyebabkan kerusakan
ekosistem mangrove adalah sebagai berikut :
1. Gangguan fisik – mekanis, seperti abrasi pantai atau pinggir sungai,
sedimentasi dengan laju yang tidak terkendali, banjir yang menyebabkan
melimpahnya air tawar, gempa bumi (tsunami), dan konversi mangrove
untuk kepentingan pemukiman, industri, pertanian, pertambangan, sarana
angkutan dan penggunaan lahan non kehutanan.
2. Gangguan kimia, seperti pencemaran air, tanah dan udara
3. Gangguan biologis, seperti invasi Acrostichum aureum (piay) dan jenis
semak belukar lainnya.
2.2 Rehabilitasi Mangrove
Rehabilitasi merupakan kegiatan/upaya, termasuk didalamnya pemulihan dan
penciptaan habitat dengan mengubah sistem yang rusak menjadi yang lebih stabil.
Pemulihan merupakan suatu kegiatan untuk menciptakan suatu ekositem atau
memperbaharuinya untuk kembali pada fungsi alamiahnya. Namun demikian,
rehabilitasi mangrove sering diartikan secara sederhana, yaitu menanam mangrove
atau membenihkan mangrove lalu menanamnya tanpa adanya penilaian yang
memadai dan evaluasi terhadap keberhasilan penanaman dan level ekosistem
(Rusdianti dan Sunito, 2012).
Menurut Sambah (2010), hutan mangrove merupakan suatu ekosistem pesisir
yang komplek dan khas, memiliki daya dukung tinggi bagi kehidupan. Oleh
karena itu kawasan pesisir pantai menjadi bagian yang sangat penting dalam
kegiatan pembangunan dan perekonomian. Pemanfaatan wilayah pesisir
mempunyai banyak tujuan dengan berbagai macam aktivitas ekonomi yang ada
(antara lain:pemukiman, tambak, industri). Dengan demikian perencanaan
pengelolaan wilayah pesisir dengan berbagai macam tujuan dan prioritas harus
dapat ditentukan dengan baik agar tercapai pembangunan keberlanjutan. Dasar
penentuan tersebut adalah keselarasan dari sebuah system lingkungan dan
ekonomi, yaitu keterpaduan antara kepentingan ekonomi dan ekologi.
8
Rehabilitasi lingkungan terutama kegiatan rehabilitasi mangrove seperti yang
diakukan di pesisir Aceh Timur pada umumnya dilakukan dengan penanaman
mangrove jenis Rhizophora sp. Pengamatan lapangan menunjukkan bahwa jenis
Rhizophora yang ditanam berasal dari jenis R. mucronata. Pemilihan jenis ini
selain ketersediaan bibit yang relatif mudah juga didasarkan pada kondisi substrat
pasir berlumpur dan kemampuan tumbuh jenis ini yang tinggi. Tanpa disadari
kegiatan rehabilitasi mangrove telah mengarah kepada monospecies. Kondisi ini
dalam jangka pendek dapat memberikan keuntungan terhadap ekosistem
mengingat pertumbuhan mangrove jenis Rhizopora sp. lebih cepat dan daya
adaptasi yang tinggi terhadap lingkungan dibandingkan dengan mangrove jenis
lainya. Dalam jangka panjang dikhawatirkan terjadi pengurangan spesies
mangrove alami akibat dominansi satu jenis tanaman. Kekhawatiran lainnya
adalah rentannya mangrove rehabilitasi terhadap serangan hama akibat sistem
monospecies. Disarankan kepada pelaku rehabilitasi untuk menanam mangrove
dari berbagai jenis sesuai dengan kesesuaian lahan untuk lokasi penanaman.
Kegiatan penghijauan pesisir diharapkan dapat menahan laju abrasi, intrusi air
laut, dan sebagai pelindung kawasan pemukiman dari hembusan angin laut (Fitri,
2010).
Menurut Davinsy et al., (2015) Pengelolaan hutan mangrove berkelanjutan
adalah kegiatan yang tepat dalam pemanfaatan lahan dan hasil hutan di daerah
pesisir. Kegiatan ini merupakan langkah baik untuk mengurangi kerusakan
ekosistem mangrove dan mempertahankannya. Keadaan dan faktor yang
menunjang dalam pengelolaan hutan mangrove sangat perlu diketahui untuk
pengembangan selanjutnya. Kegiatan rehabilitasi mangrove juga dilakukan
dengan pendekatan sosial kepada masyarakat yang juga berasosiasi dan
berkehidupan pada area mangrove. Strategi-strategi pengembangan prioritas yang
dapat dilakukan adalah pemberian materi penyuluhan tentang pengelolaannya
terutama planning, organizing, actuating, and controlling.
Menurut Umayah (2016) Kerusakan ekosistem hutan mangrove umumnya
disebabkan oleh berbagai aktivitas manusia seperti aktivitas industri, penebangan
pohon dan abrasi pantai. Upaya rehabilitasi perlu dilakukan untuk menjaga
9
kelestarian hutan mangrove. Keterlibatan masyarakat lokal memiliki peranan
penting dalam keberhasilan rehabilitasi mangrove.
2.3 Parameter Kesesuaian Lahan Rehabilitasi Mangrove
2.3.1 Elevasi Lahan
Kemiringan lereng/elevasi dapat difahami sebagai suatu permukaan tanah yang
miring dan yang membentuk sudut tertentu terhadap suatu bidang horizontal.
Lereng secara umum dibagi menjadi dua kategori, yaitu lereng alami dan lereng
buatan. Lereng alami terbentuk secara alamiah yang biasanya terdapat di daerah
pegunungan, sedangkan lereng buatan dibentuk oleh manusia dan biasanya untuk
keperluan konstruksi, seperti tanggul sungai, bendungan tanah, tanggul jalan
kereta api, dan sebagainya. Dalam aplikasinya, faktor lereng sering digunakan
sebagai faktor penentu dalam analisis (Afwilla, 2015).
Sebagai contoh dalam Kep Pres No 32 tahun 1990 tentang Pengelolaan
Kawasan Lindung, kemiringan lereng digunakan sebagai salah satu penentu
kriteria kawasan lindung, yaitu jika kemiringan lereng >40% maka kawasan
tersebut layak di jadikan kawasan lidung. Kemiringan lereng juga dianggap
sebagai faktor yang paling besar pengaruhnya terhadap proses longsor, hal ini
dikarenakan kestabilan lereng terletak pada kemiringannya (kendali utama proses
longsor adalah gaya gravitasi).
2.3.2 Jenis Mangrove
Komposisi jenis mangrove dengan zonasi yang paling ideal adalah Pada daerah
yang paling dekat dengan laut ditanami Avicennia sp. dan Sonneratia sp. Lebih ke
arah darat, ditanami dengan Rhizophora sp. dan Xylocarpus sp. zona berikutnya
ditanami Bruguiera sp. Sedangkan pada zona transisi antara hutan mangrove
dengan daratan dekat pantai sebaiknya ditanami Nypa fruticans dan beberapa
spesies palem lainnya (Martuti, 2013).
2.3.3 Substrat Dasar
Karakteristik substrat diketahui menentukan kehidupan mangrove. Substrat
sedimen yang ada pada daerah mangrove mempunyai ciri-ciri selalu basah,
mengandung garam, memiliki oksigen yang sedikit, berbutir-butir dan kaya akan
10
bahan organik. Substrat yang ada pada vegetasi mangrove mulai dari jenis lumpur,
pasir, hingga bebatuan, sesuai pertumbuhan mangrove di suatu perairan serta
menunjang tingginya tingkat kerapatan dalam jangka waktu sesuai pertumbuhan
masing-masing jenis mangrove (Susiana, 2011). Peranan kedalaman substrat
dalam stabilitas sedimen mencakup 2 hal, yaitu: (1) pelindung tanaman dari arus
laut, (2) tempat pengolahan dan pemasok nutrien (Dahuri, 2001).
2.3.4 Suhu
Suhu merupakan faktor penting bagi kehidupan organisme di perairan
khususnya lautan, karena pengaruhnya terhadap aktivitas metabolisme ataupun
perkembangbiakan dari organisme tersebut. Suhu mempengaruhi proses fisiologi
yaitu fotosintesis, laju respirasi, dan pertumbuhan. Suhu merupakan salah satu
faktor yang sangat penting dalam mengatur proses kehidupan dan penyebaran
organisme (Effendi, 2003). Menurut Zamroni (2008) tumbuhan mangrove akan
mengugurkan daun segarnya di bawah suhu optimum dan menghentikan produksi
daun baru apabila suhu lingkungan di atas suhu optimum.
Perubahan suhu terhadap kehidupan vegetasi pesisir, antara lain dapat
mempengaruhi metabolisme, penyerapan unsur hara dan kelangsungan hidup
mangrove. Susiana (2011), bahwa mangrove dapat tumbuh dengan baik pada
daerah tropis dengan temperatur diatas 20oC. Perbedaan temperatur pada kawasan
magrove antara pagi, siang maupun sore hari di pengaruhi oleh kerapatan
magrove yang menyebabkan penetrasi cahaya matahari yang dipancarkan
terhambat.
2.3.5 Salinitas
Salinitas adalah total kosentrasi ion-ion terlarut yang terdapat di perairan.
Salinitas dinyatakan dalam satuan ppt (‰). Nilai salinitas perairan tawar biasanya
kurang dari 0,5‰, perairan payau antara 0,5‰ - 30‰, dan perairan laut 30‰ -
40‰. Pada perairan pesisir, nilai salinitas sangat dipengaruhi oleh masukan air
tawar dari sungai (Effendi, 2003). Susiana (2011), yang menyatakan bahwa
tumbuhan magrove tumbuh subur diarea estuaria dengan salinitas 10-30 ‰ jika
salinitas yang sangat tinggi melebihi salinitas pada umumnya yaitu di atas 35 ‰
maka dapat berpengaruh buruk terhadap vegetasi mnagrove tersebut.
11
2.4 Aplikasi SIG dalam Analisis Kesesuaian Lahan
Menurut Mokodompit et al., (2015) Sistem Informasi Geografis (SIG)
merupakan suatu sistem berbasis komputer untuk menangkap (capture),
menyimpan (store), memanggil kembali (retrieve), menganalisis dan mendisplay
data spasial, sehingga efektif dalam menangani permasalahan yang kompleks baik
untuk kepentingan penelitian, perencanaan, pelaporan maupun untuk pengelolaan
sumber daya dan lingkungan. Salah satu fungsi SIG yang menonjol, dan sekaligus
yang membedakannya dari kartografi komputer adalah fungsi analisis dan
manipulasinya yang handal, baik secara grafis (spasial) maupun tabular (data
berbasis tabel).
Menurut Mokodompit et al., (2015), ada dua jenis model dalam kerangka
analisis spasial, yaitu: (1) model berbasis representasi yakni model yang
merepresentasikan objek di permukaan bumi (landscape). dan (2) model berbasis
proses yakni model yang mensimulasikan proses yang ada di permukaan bumi.
Model berbasis representasi mendeskripsikan objek-objek di permukaan bumi
(seperti bangunan, sungai, jalan, dan hutan) melalui layer data di dalam SIG.
Model berbasis proses digunakan untuk menggambarkan interaksi antar objek
yang dimodelkan pada model representatif. Hubungan tersebut dimodelkan
menggunakan berbagai alat/tool/metode analisis spasial. Analisis spasial dapat
dilakukan pada data yang terformat dalam bentuk layer data raster ataupun layer
data yang berisi data vektor. Ada berbagai jenis analisis spasial untuk penanganan
data vektor yang dibagi menjadi tiga (3) yaitu: (1) ekstraksi, (2) overlay, dan (3)
proximity.
12
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari 2017 sampai dengan Maret
2017 yang bertempat di perairan Desa Busung Kecamatan Seri Kuala Lobam,
Kabupaten Bintan.
3.2 Metode
3.2.1 Alat dan Bahan Penelitian
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian adalah alat penunjang
pengambilan data lapangan yang akan diolah. Alat dan bahan yang dipakai pada
penelitian ini dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1 Alat dan Bahan yang digunakan dalam penelitian No. Alat Kegunaan
1. Buku Identifikasi Identifikasi Mangrove
2. Buku dan pena Pencatatan data
3. Kamera Dokumentasi
4. GPS Penentu posisi titik sampling
5. Sekop Kecil Pengambilan Substrat
6. Refractometer Mengukur Salinitas
7. Oven dan sieve net Analisis butiran Sedimen
No. Bahan Kegunaan
1. Substrat Fraksi Ukuran Butiran
2. Plastik sampel Wadah sampel
3. Kertas label Penenda sampel
3.2.2 Tahap Persiapan
Tahap ini merupakan tahap awal penelitian yaitu studi literatur, kegiatan
observasi lapangan dengan cara mengumpulkan informasi dari masyarakat
setempat tentang kondisi lokasi lahan sasaran rehabilitasi. Kawasan sasaran
rehabilitasi ini dimanfaatkan sebagai lahan tambak dengan mengurangi luasan
area mangrove.
3.2.3 Tahap Penentuan Titik Sampling
Penentuan titik sampling dilakukan secara purposive sampling dengan
pertimbangan lokasi mangrove yang memungkinkan untuk direhabiltasi. Pada
13
area tersebut akan dianslisis kondisi kesesuaian lahannya untuk rehabilitasi
mangrove. Ditentukan titik pengamatan sebanyak 41 titik berdasarkan analisis
pemetaan awal. Denah lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3 Peta Lokasi Penelitian
3.2.4 Tahap Pengukuran dan Pengambilan Data
Untuk tahap ini meliputi pengukuran elevasi lahan, jenis vegetasi, substrat,
salinitas, suhu, pengukuran pasang surut dan kecepatan arus perairan di sekitar
lokasi penelitian. Adapun prosedur untuk pengambilan data sebagai berikut :
3.2.4.1 Elevasi lahan
Pengukuran kemiringan/elevasi dengan menggunakan Citra peta RBI (Rupa
Bumi Indonesia) pada wilayah titik sampling Desa Busung. Untuk menentukan
kemiringan lahan yang akan direhabilitasi maka digunakan peta kontur wilayah
Desa Busung.
14
3.2.4.2 Jenis Vegetasi Mangrove
Pengambilan data jenis mangrove, dilakukan dengan membuat luas petakan
sampling seluas 10 x 10 meter pada setiap titiknya. Untuk lebih jelasnya skema
sampling jenis mangrove dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4 Skema sampling jenis mangrove
Pengamatan jenis mangrove hanya dilakukan pada jenis mangrove sejati,
sedangkan mangrove ikutan tidak diambil sebagai data inti penelitian dengan
pertimbangan bahwa jenis-jenis mangrove yang akan direhabilitasi nantinya
adalah jenis mangrove sejati, bukan mangrove ikutan. Pengambilan data vegetasi
dengan cara mengamati dan mencatat langsung jenis mangrove yang tumbuh
dalam cakupan area sampling. Pengamatan jenis mangrove dilakukan dengan
melihat tunas, daun, batang, akar, serta buah untuk mengidentifikasi jenis-jenis
lamun yang dijumpai pada area penelitian. Sumber identifikasi menggunakan
Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. Ditjen PKA dan Wetlands
International. Indonesia Programme (Noor, Y. R., Khazali M. dan Suryadiputra I.
N. N., 2006).
3.2.4.3 Salinitas
Salinitas diukur dengan menggunakan Handrefraktrometer. Prosedur
penggunaan alat adalah lakukan kalibrasi terlebih dahulu, kemudian mengambil
Kearah Darat
Kearah aliran
pantai
Bibir pantai
10 meter
10 meter
15
sampel perairan dan simpan di atas wadah kaca, selanjutnya lihat hasil salinitas
pada papan skala dan catat salintas yang tertera pada skala refraktometer.
3.2.4.4 Suhu
Pengukuran suhu dilakukan dengan menggunakan thermometer yang
dicelupkan langsung ke dalam perairan dengan mencatat waktu dan lokasi
pengambilan data.
3.2.4.5 Substrat
Sedimen diambil pada tiap titik pengamatan sebanyak 41 titik. Sampel sedimen
diambil menggunakan Ekman Grab dan dimasukan ke dalam kantong sampel
yang diberi label serta disimpan dalam cool box. Sampel sedimen selanjutnya
dianalisis di Laboratoriun Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan (FIKP)
Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH).
Analisis sampel sedimen dilakukan dengan metode pengayakan kering yang
selanjutnya diklasifiksikan menurut kriteria Wenthwort untuk mengetahui ukuran
butir sedimen. Prosedur metode pengayakan kering adalah sebagai berikut
(Nurzahraeni, 2014) :
1. Sampel substrat dibersihkan dari kotoran dan lamun yang menempel pada
sedimen.
2. Sampel sedimen dikeringkan dengan membungkus sampel menggunakan
aluminium foil dan dimasukkan kedalam oven dengan suhu 100°C dalam
waktu 24 jam.
3. Sampel sedimen ditimbang seberat 100 gram sebagai berat awal, kemudian diayak
menggunakan Sieve net yang tersusun secara berurutan dengan ukuran 2 mm; 1 mm;
0,5 mm; 0,25 mm; 0,0125 mm; 0,063 mm dan < 0,063 mm.
4. Sampel diayak secara kontinyu selama 15 menit sehingga didapatkan
pemisahan masing-masing partikel sedimen. Sampel sedimen dipisahkan
dari ayakan, selanjutnya dimasukkan ke dalam cawan petri untuk ditimbang
5. Untuk menghitung % berat sedimen pada metode ayakan kering dapat
digunakan rumus sebagai berikut:
16
6. Sampel yang dianalisa diklasifikan dengan Skala Wentworth dan
diinterpretasikan ke bentuk tabel. Tabel skala Wentworth dapat dilihat pada
Tabel 2 berikut.
Tabe1 2 Skala Wenwort klasifikasi partikel sedimen
Diameter Butir (mm) Kelas Ukuran/Butir
1–2 Very Coarse Sand (Pasir sangat kasar)
0,5–1 Coarse sand (Pasir Kasar)
0,25–0,5 Medium sand (Pasir sedang)
0,125–0,25 Fine sand (Pasir halus)
0,625–0,125 Very fine sand (Pasir sangat halus)
0,002–0,00625 Silt (Debu/lanau)
Setelah ditimbang dan diketahui persentase butiran sedimen (kerikil, pasir,
lumpur), selanjutnya dianalisis menggunakan segitiga Shepard untuk mengetahui
jenis sedimen yang terdapat pada tiap titik pengamatan.
3.3 Analisis Data
Setelah mengetahui kriteria parameter kesesuaian untuk pertumbuhan
mangrove, maka dilakukan dengan metode pengharkatan (scoring) sehingga dapat
mengevaluasi lahan mangrove di setiap stasiun penelitian. Dalam penelitian ini
setiap parameter di bagi dalam 4 klas yaitu sangat sesuai, sesuai, sesuai bersyarat
dan tidak sesuai. Klas sangat sesuai diberi nilai 4, klas sesuai diberi nilai 3, klas
sesuai bersyarat diberi nilai 2 dan tidak sesuai diberi nilai 1. Selanjutnya setiap
parameter dilakukan pembobotan berdasarkan studi pustaka untuk digunakan
dalam penelitian atau penentuan tingkat kesesuaian lahan. Untuk tebal kesesuaian
lahan dapat dilihat pada tabel 3.
17
Tabel 3 Kriteria parameter kesesuaian
No Parameter Batas Nilai Kriteria Bobot Nilai
Maks.
1 Elevasi (m) 0 – 0,05 4 Sangat Sesuai
0,33
0,05 – 0,55 3 Sesuai
0,55 – 0,78 2 Sesuai Bersyarat 1,32
< 0 atau > 0,78 1 Tidak Sesuai
2 Jenis mangrove > 5 Jenis 4 Sangat Sesuai
0,27
2-4 Jenis 3 Sesuai
1 Jenis 2 Sesuai Bersyarat 1,08
0 1 Tidak Sesuai
3 Substrat Lumpur 4 Sangat Sesuai
0,20
Pasir berlumpur 3 Sesuai
Pasir – Pasir
Kerikil 2 Sesuai Bersyarat 0,80
Kerikil 1 Tidak Sesuai
4 Salinitas (o/oo) 20 – 30 4 Sangat Sesuai
0,13
10 – 20 3 Sesuai
30 – 37 2 Sesuai Bersyarat 0,52
< 9 atau >38 1 Tidak Sesuai
5 Suhu (oC) 26 – 28 4 Sangat Sesuai
0,07
21 – 26 3 Sesuai
18 – 20 2 Sesuai Bersyarat 0,28
<18 dan >28 1 Tidak Sesuai
Sumber: Iman (2014)
Berdasarkan nilai skor setiap parameter maka dilakukan penilaian untuk
menentukan apakah lahan tersebut sesuai untuk perencanaan rehabilitasi
mangrove dengan menggunakan formulasi yang dikemukakan oleh Iman (2014)
sebagai berikut:
Sehingga diperoleh penentuan kategori berdasarkan persentase interval
kesesuaian seperti yang terlihat pada tabel 4.
Tabel 4 Nilai Kesesuaian Lahan Interval Nilai Kesesuaian Kategori % Interval Kesesuaian
1. S1 (Sangat Sesuai) 75 – 100
2. S2 (Sesuai) 50 – 75
3. S3 (Sesuai Bersyarat) 25 – 50
4. N (Tidak Sesuai) < 25
18
Data peta kesesuaian yang diperoleh dari pengumpulan data berupa peta analog
dengan format jpg dikonversi menjadi peta digital dalam software ArcGIS
sehingga dapat digunakan sesuai dengan kebutuhan analisis. Proses olah data
spasial meliputi registrasi peta dan digitasi.
3.3.1 Overlay
Tumpang susun (Overlay) dengan menggunakan bantuan perangkat lunak
Sistem Informasi Geografis (SIG) ArcGIS dapat dilakukan overlay dengan
mudah. Data kelerengan, jenis mangrove, substrat, suhu dan, salinitas dengan skor
dan kriteria masing-masing yang sebelumnya terpisah digabungkan menjadi satu
dengan menggunakan tools union.
3.3.2 Editing data atribut
Editing data attribut pada intinya adalah mengolah data yang telah
digabungkan sehingga menjadi satu data yang menghasilkan informasi baru. Ada
2 proses yang dilakukan pada tahap ini: (1) menggunakan rumus pada Select By
Attributes; dan (2) membuat kolombaru pada AddField. Tujuannya untuk
mengetahui tingkat kelerengan, jenis tanah, dan intensitas curah hujan dan
mengklasifikasikannya kedalam kelas unit lahan. Kemudian menjumlahkan
masing masing skor sehingga dapat menentukan kriteria fungsi kawasan.
19
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Kondisi Umum Perairan Desa Busung
Desa Busung secara administrasi terletak di wilayah Kabupaten Bintan,
Kecamatan Bintan Utara, Provinsi Kepulauan Riau dengan koordinat geografis
104º 17ʹ 13,919″ BT dan 1º 1ʹ 44,757″ LS - 104º 22ʹ 28,465″ BT dan 1º 2ʹ 47,461″
LS. Desa Busung dibatasi oleh wilayah kelurahan tetangga serta laut. Desa
Busung berbatasan dengan :
Sebelah Utara : Desa Kuala Sempang
Sebelah Selatan : Laut
Sebelah Barat : Laut
Sebelah Timur : Kelurahan Teluk Lobam
Luas wilayah Desa Busung adalah lebih kurang 1.913 Ha. Luas lahan yang ada
terbagi dalam beberapa peruntukan seperti untuk fasilitas umum,pemukiman,
perkebunan, pertanian, kegiatan sekolah, hutan ,dan lain-lain. Jumlah penduduk
Desa Busung mencapai 1.406 Jiwa dan 392 kepala keluarga (KK).
Berdasarkan data yang diperoleh dari Kantor Desa Busung, kepala keluarga di
Desa Busung pada tahun 2015 yaitu berjumlah 392 KK. Jumlah total
penduduknya yaitu 1.406 jiwa dengan jumlah penduduk laki-laki 721 jiwa dan
perempuan 685 jiwa.
Tingkat pendidikan akan mempengaruhi pola pikir masyarakat baik yang
diperoleh melalui jenjang pendidikan formal maupun nonformal. Perkembangan
dan kemajuan dunia berawal dari pendidikan. Pendidikan merupakan modal dasar
dalam meningkatkan pola berpikir masyarakat dan salah satu faktor yang
menunjang kemajuan suatu daerah, dimana untuk dapat memajukan daerahnya
maka penduduk setempat harus bisa melihat perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi yaitu dengan cara banyaknya masyarakat yang mengenyam pendidikan
minimal wajib belajar 9 tahun yang dicanangkan pemerintah.
Mata pencaharian masyarakat sangat mempengaruhi kelangsungan hidup
keluarga. Mata pencaharian penduduk di Desa Busung dominasi oleh nelayan.
20
Terdiri dari nelayan tangkap nelayan budidaya dan ada juga penduduk yang
profesi nelayan sebagai pekerjaan sampingan. Karyawan swasta ada di peringkat
ke dua di daerah ini.
Kehidupan penduduk di Desa Busung sangat bergantung pada hasil tangkapan
di laut. Selain melaut penduduk Desa Busung juga mencari pemasukan dari
petani, buruh, dan sebagainya. Selain itu angka pengangguran di wilayah ini
cukup tinggi. Kaum perempuan dewasa di Desa Busung umumnya berprofesi
sebagai ibu rumah tangga. Sebagian besar dari mereka membantu pekerjaan suami
dalam melaut dan lainya.
4.2 Parameter Kesesuaian Kawasan Rehabilitasi Mangrove Desa Busung
4.2.1 Elevasi Lahan
Elevasi tanah berhubungan dengan tingkat kemiringan kawasan mangrove
yang akan berpengaruh pada kondisi abrasi dan perubahan struktur substrat.
Elavasi atau kemiringan lereng dianalisis dengan menggunakan parameter satuan
kemiringan yakni derajat (o). Hasil analisa kemiringan lereng elevasi lahan
mangrove Desa Busung dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5 Elevasi Lahan Rencana Rehabilitasi Mangrove Desa Busung
Sumber Peta: Data lapangan
21
Hasil kemiringan lereng, diketahui bahwa rata-rata kemiringan lereng sebesar
4,23o dengan dengan kisaran kemiringan lereng antara 1 – 9
o. Kemiringan lereng
sangat mempengaruhi tingkat keberhasilan penanaman mangrove karena erat
kaitannya dengan penyebaran nutrien dan aliran air dari daratan menuju ke
perairan laut. Elevasi berpengaruh juga terhadap peluang terjadinya abrasi dan
penurunan permukaan tanah yang membuat tanah tidak stabil dan mengalami
perubahan letak sehingga berpengaruh terhadap bibit-bibit rehabilitasi mangrove
yang akan ditanam.
Jika dilihat secara menyeluruh terhadap data kemiringan lereng lahan
mangrove Desa Busung, masih dikategorikan sesuai bagi pengembangan kawasan
rehabilitasi mangrove. Dengan demikian, kondisi lahan yang dikaji berdasarkan
hasil analisa data tergolong tidak terlampau curam sehingga masih cukup
mendukung bibit-bibit mangrove yang tertanam secara alami maupun hasil
rehabilitasi skala masyarakat yang pernah dilaksanakan. Kondisi kemiringan
lereng yang tidak terlampau curam akan memberikan pengaruh yang baik
terhadap daya tumbuh bibit mangrove karena aliran air ataupun abrasi pantai tidak
terlampau besar.
Kemiringan lahan akan sangat berpengaruh terhadap dampak lain berupa
terjadinya abrasi pantai karena kemiringan lahan yang terlalu curam. Dampak
abrasi tersebut akan mengganggu kelestarian ekosistem pesisir dan berkurangnya
luasan mangrove akibat dari sedimentasi yang menutupi akar mangrove. Jika
sudah terjadi abrasi akibat dari lahan yang terlalu curam, maka terjadi perubahan
komposisi sedimen dasarnya yang akan berimbas pada gangguan kestabilan
kandungan unsur hara yang akan tertutupi oleh partikel sedimentasi sehingga
merusak sistem pengayaan unsur hara di sedimen dan mengganggu kehidupan
bibit mangrove.
Sesuai dengan pendapat Azkia (2013) Tingginya abrasi dan eksploitasi hutan
mangrove untuk pembangunan infrastruktur, pemukiman dan industri berdampak
pada penurunan kualitas lingkungan ekosistem pesisir yang mengakibatkan
sejumlah kawasan hutan mangrove semakin berkurang bahkan rusak.
22
4.2.2 Jenis Mangrove
Jenis mangrove yang ditemui di lokasi penelitian di perairan Desa Busung
hanya terdiri dari 4 jenis dominan saja yakni Rhizopora apiculata (RA),
Rhizopora mucronata (RM), Xylocarpus garanatum (XG), serta Nypa fruticant
(NF). Lebih jelas terkait dengan sebaran jenis mangrove di lokasi penelitian Desa
Busung disajikan pada Gambar 6.
Gambar 6 Jenis mangrove di perairan Desa Busung
Sumber Peta: Data lapangan
Jenis mangrove yang dijumpai pada setiap titik berbeda-beda sesuai dengan
kondisinya. Namu secara keseluruhan ditemukan sebanyak 4 jenis mangrove
yakni R. apiculata (RA), R. mucronata (RM), X. garanatum (XG), serta N.
fruticant (NF). Jika ditelaah secara keseluruhan dalam satu titik sampling
dijumpai antara 1-4 jenis mangrove. Gambar 5 menjelaskan bahwa dominan jenis
bakau pada area penelitian perairan Desa Busung oleh jenis R. apiculata (RA),
sedangkan jenis yang terlihat memiliki jumlah sebaran yang sedikit yakni N.
fruticant (NF).
23
Berdasarkan jenis mangrove yang dijumpai merupakan jenis mangrove yang
umumnya ditemukan di pulau-pulau kecil. Membandingkan dari pernyataan Noor,
et al., (2006) Jenis-jenis mangrove di Indonesia merupakan yang tertinggi di
dunia, seluruhnya tercatat 89 spesies yang terbagi menjadi 35 jenis pohon, 5 jenis
terna, 9 jenis perdu, 9 jenis liana, 29 jenis efifit, dan 2 jenis parasit. Beberapa jenis
mangrove yang dijumpai di pesisir Indonesia adalah bakau (Rhizophora sp.), api-
api (Avicennia sp.), bogem (Sonneratia sp.), tancang (Bruguiera sp.), nyirih
(Xylocarpus sp.), tengar (Ceriops sp.), dan buta-buta (Excoecaria sp.). Menurut
Noor, et al., (2006) eksistensi dan dominansi jenis mangrove Rhizophora
apiculata terletak pada sistem perakarannya yang kokoh yang khas yang
termasuk akar tongkat, serta dalam kondisi tertentu memiliki akar udara yang
keluar dari cabang berfungsi untuk mengokohkan tumbuhan serta menambah
sitem dalam pengambilan nutrien di substrat.
Lebih lanjut Bengen (2000), bahwa di dalam hutan mangrove terdapat salah
satu jenis tumbuhan sejati penting/dominan yang termasuk kedalam 4 famili yakni
Rhizophoraceae (Rhizophora sp., Bruguiera sp. dan Ceriops sp.), Sonneratiaceae
(Sonneratia sp.), Avicenniaceae (Avicennia sp.) dan Meliaceae (Xylocarpus sp.).
4.2.3 Suhu Perairan
Suhu perairan sangat mempengaruhi kehidupan mangrove yang hidup pada
suatu perairan. Suhu perairan dapat berubah-ubah dan berfluktuasi sesuai dengan
konsisi iklim dan curah hujan. Suhu juga dapat dipengaruhi oleh intensitas cahaya
matahari yang masuk ke area ekosistem mangrove. Suhu adalah faktor penting
bagi kehidupan organisme di perairan. Suhu mempengaruhi proses fisiologi yaitu
fotosintesis, laju respirasi, dan pertumbuhan. Suhu merupakan salah satu faktor
yang sangat penting dalam mengatur proses kehidupan dan penyebaran organisme
(Effendi, 2003). Pengukuran suhu analisis kesesuain untuk rehabilitasi mangrove
di Desa Busung menggunakan pendekatan pada setiap titik sampling, dikarenakan
pengukuran dilakukan pada perairan pada waktu surut dengan sistematis dengan
menggunakan alat pH elmetron. Suhu sekitar area mangrove di lokasi penelitian
Desa Busung secara lengkap disajikan seperti pada Gambar 7.
24
Gambar 7 Suhu Permukaan Perairan Desa Busung
Sumber Peta: Data lapangan
Hasil pengukuran suhu sekitar kawasan mangrove Desa Busung berkisar antara
27,00C - 30,2
0C dengan rata-rata suhu pada nilai 29,0
0C menunjukkan suhu untuk
kehidupan mangrove masih sangat baik karena masih dalam batas baku mutu
yaitu 280C – 31
0C (Kep Men LH No. 51 tahun 2004). Hasil ini dibuktikan dengan
kehidupan mangrove yang ditemukan di perairan Desa Busung terdiri dari 4 jenis
yaitu ; (R. apiculata , R. mucronata, X. garanatum , serta N. fruticant) dengan
kerapatan mangrove sedang.
Mengacu pada sumber lain menurut Nontji, (2007) bahwa suhu perairan
disekitar hutan mangrove umumnya memiliki nilai yang berkisaran antara 28 0C –
31 0C. Dari hasil data lapangan pengukuran suhu di perairan Desa Busung
disekitar hutan mangrove masih layak dengan rata-rata suhu yang sesuai.
4.2.4 Salinitas Perairan
Hasil pengukuran salinitas sekitar area mangrove di lokasi penelitian Desa
Busung secara lengkap disajikan seperti pada Gambar 8.
25
Gambar 8 Salinitas Perairan Desa Busung
Sumber Peta: Data lapangan
Hasil pengukuran Salinitas di perairan Desa Busung berkisar antara 280/00 -
320/00 dengan rata-rata salinitas pada nilai 30,2
0/00, kisaran ini masih dalam batas
toleransi untuk pertumbuhan mangrove yang secara umum salinitas berkisar
antara 100/00 - 30
0/00 (Noor, et all., 2006). Kondisi tersebut masih dibawah baku
mutu kehidupan mangrove di perairan menurut Kep Men LH No. 51 (2004) yaitu
mangrove mampu hidup hingga salinitas 340/00.
Berdasarkan pernyataan dan sumber literatur diatas, menunjukkan bahwa nilai
pengukuran salinitas di perairan Desa Busung masih baik bagi kehidupan
mangrove. Rata-rata salinitas di perairan tersebut masih layak dan masuk pada
kisaran baku mutu salinitas yang di tentukan.
Menurut Dahuri (2003) Ketersediaan air tawar dan konsentrasi kadar garam
(salinitas) mengendalikan efisiensi matabolik (metabolic efficiency) vegetasi hutan
mangrove. Walaupun spesies vegetasi mangrove memiliki mekanisme adaptasi
yang tinggi terhadap salinitas, namun bila suplai air tawar tidak tersedia, hal ini
akan menyebabkan kadar garam tanah dan air mencapai kondisi ekstrem sehingga
mengancam kelangsungan hidupnya. Perubahan penggunaan lahan darat
26
mengakibatkan terjadinya modifikasi masukan air tawar, yang tidak hanya
menyebabkan perubahan kadar garam, tetapi juga dapat mengubah aliran nutrien
dan sedimen ke ekosistem mangrove.
Pernyataan tersebut, maka disebutkan mangrove mampu hidup pada area
dengan salinitas yang rendah maupun tinggi (air payau dan air asin) namun pada
lokasi tersebut tetap harus ada pasokan air tawar sebagai penyeimbang kehidupan
mangrove sehingga sistem metabolisme pertumbuhanya dapat terus berlangsung.
4.2.5 Karakteristik Substrat
Hasil analisa subsrat dengan metoda pengayakan kering, ditemukan 3
karakteristik substrat dari titik sampling yang diambil, yakni pasir campuran
kerikil, pasir, serta pasir campuran lumpur. Secara lengkap hasil amatan substrat
pada setiap titik sampling disajikan pada Gambar 9.
Gambar 9 Substrat dasar Perairan Desa Busung
Sumber Peta: Data lapangan
Secara umum jika dilihat dari peta sebaran substrat di perairan Desa Busung
dominan pada jenis substrat pasir, sedangkan yang paling sedikit dijumpai adalah
27
jenis substrat pasir campuran kerikil. Pada lokasi dengan substrat yang kasar
yakni pada area yang lebih dekat dengan perairan laut sehingga substrat yang
kasar merupakan akibat dari penggerusan oleh arus laut yang cukup kuat pada saat
air surut sehingga partikel yang lebih halus akan terangkut. Namun secara
keseluruhan, kondisi substrat di lokasi Desa Busung kurang baik karena umumnya
jenis substrat yang baik adalah pasir berlumpur.
Menurut Bengen (2004), menyatakan bahwa bakau dapat tumbuh dengan baik
pada substrat tanah lumpur dan dapat mentoleransi tanah lumpur berpasir. Lebih
lanjut dikatakan bahwa jenis Api-api (Avicennia sp) lebih cocok ditanam pada
substrat (tanah) pasir berlumpur terutama di bagian terdepan pantai. Jika melihat
dari lokasi penelitian yang dominan pasir, sehingga kurang baik bagi kehidupan
mangrove, akan tetapi masih ada jenis mangrove yang bisa bertahan hidup dengan
sistem perakarannya yang kokoh.
Dahuri (2003) menyebutkan bahwa kestabilan substrat, rasio antara erosi dan
perubahan letak sedimen diatur oleh pergerakan angin, sirkulasi pasang surut,
partikel tersuspensi, dan kecepatan aliran air tawar. Gerakan air yang lamban
menyebabkan partikel sedimen halus cenderung mengendap dan berkumpul di
dasar. Gerakan awal air yang lambat pada ekosistem mangrove selanjutnya
ditingkatkan oleh adanya sistem perakaran mangrove sendiri (misalnya akar
tunjang; dan akar lutut). Adanya sistem akar yang sangat rapat ini menyebabkan
partikel yang sangat halus dengan kadar organik tinggi akan cepat mengendap di
sekeliling akar bakau dan memebentuk kumpulan lapisan sedimen. Sekali
mengendap, sedimen biasanya tidak dialirkan keluar sistem hutan mangrove
sehingga proses pembentukan substrat terbentuk secara lambat.
4.2.6 Nilai Kesesuaian Kawasan Rehabilitasi Mangrove Desa Busung
Setalah mengkaji beberapa aspek parameter kesesuaian lahan rehabilitasi
mangrove di perairan Desa Busung, maka disusun peta kesesuaian yang secara
lengkap tersaji pada Gambar 10.
28
Gambar 10 Kesesuaian Rehabilitasi mangrove di Perairan Desa Busung
Sumber Peta: Data lapangan
Sebaran nilai kesesuaian lahan rehabiliasi mangrove seperti tersaji pada
gambar 10, menunjukkan adanya dominan kesesuaian antara S2 (Sesuai) dan S3
(Sesuai bersyarat) dengan kisaran kesesuaian antara 40 – 80%. Pada titik sampling
7 memiliki nilai kesesuaian sempurna yakni S1 (Sangat sesuai) yang ditandai
dengan kesesuaian parameter-parameter inti seperti substrat yang halus serta jenis
mangrove yang dijumpai lebih banyak. Dari luasan aral 35,65 Ha dapat diperoleh
untuk S1 (Sangat sesuai) seluas 0,68 Ha, S2 (Sesuai) seluas 18,10 Ha dan S3
(Sesuai bersyarat) seluas 16,87 Ha. Secara keseluruhan rata-rata nilai kesesuaian
diperoleh sebesar 52,43% yang menunjukkan nilai kesesuaian S2 (Sesuai),
sehingga dapat dikatakan cukup mendukung jika akan dijadikan sebagai kawasan
rehabilitasi mangrove meskipun dalam pelaksanaannya perlu memperhatikan titik
mana yang memang layak untuk direhabilitasi.
Namun jika dibandingkan dengan hasil kajian Farhana (2016) terkait
dengan analisa lahan mangrove untuk kawasan rehabilitasi di Desa Temburun,
Anambas, hasil penelitian menunjukkan bahwa analisis kesesuaian lahan untuk
rehabilitasi mangrove di Desa Temburun, Kabupaten Kepulauan Anambas
29
termasuk dalam kategori S1 yaitu sangat sesuai dengan nilai persentase
kesesuaian 88,25 %. Membandingkan hasil yang diperoleh tersebut maka nilai
keseuaian mangrove di Desa Busung masing tergolong rendah. Ini dapat saja
terjadi mengingat karakteristik mangrove serta lokasi yang berbeda dan parameter
lingkungan perairan yang berbeda pula.
4.2.7 Aspek Pengelolaan Kawasan Mangrove Desa Busung
Menurut Wardhani (2011) Ekosistem mangrove merupakan daerah ekoton
yang menghubungkan antara ekosistem pesisir dengan daratan yang bersifat
dinamis memiliki fungsi dan peranan penting bagi penunjang sistem penyangga
kehidupan. Mengingat pentingnya fungsi dan peranan hutan mangrove tersebut,
maka hutan mangrove mendesak untuk segera dikelola sesuai dengan fungsi dan
peruntukan lahannya melalui upaya-upaya rehabilitasi bagi hutan mangrove yang
telah mengalami penurunan kualitas lingkungan maupun yang telah mengalami
kerusakan. Program pengelolaan mangrove dilakukan dengan metode
pengembangan Mangrove-resort yang memiliki peran wisata dalam kegiatan
konservasi dan pemeliharaan ekosistem mangrove.
Konsep pengelolaan yang disampaikan diatas dirasa cukup sesuai untuk
menjaga kelestarian mangove di Desa Busung. Dalam hal ini dibutuhkan
partisipasi pemerintah dengan swasta dan masyarakat untuk meng-komparasikan
antara mangrove dan resort yang berbau alami yang menyuguhkan pemandangan
mangrove dari segi wisata tour yang menjanjikan. Sehingga dalam hal ini
sebagian masyarakat yang pada dasarnya sebagai pengambil kayu mangrove dapat
beralih pekerjaan menjadi penyedia jasa wisata di lokasi tersebut.
Strategi pengelolaan yang dipaparkan oleh Davinsy, et al., (2015) yakni
strategi-strategi pengembangan prioritas yang dapat dilakukan pada pengelolaan
kawasan mangrove adalah dengan pemberian materi penyuluhan tentang
pengelolaannya di terutama planning, organizing, actuating, and controling
(POAC), karena masyarakatnya banyak belum faham akan pengelolaan seperti
apa yang ingin dilakukan di wilayah mereka.
Strategi diatas lebih menitikberatkan pada pengembangan
manusia/masyarakat melalui pemberian pemahaman dalam bentuk sosialisasi.
30
Dalam hal ini yang dibangun adalah pemahaman, karakter, ataupun sikap
masyarakat melalui edukasi yang sesuai dengan daya nalar masyarakat itu sendiri.
Sehingga luaran dari strategi ini adalah terciptanya pemahaman masyarakat
terhadap pentingnya hutan mangrove dan timbul keinginan masyarakat untuk
terus menjaga kelestariannya. Konsep ini juga dirasa sesuai bagi pengambangan
pengeolaan mangrove di Desa Busung.
Konsep pengelolaan mangrove yang dipaparkan oleh Azkia (2013) terdapat 5
prioritas strategi untuk pengembangan mangrove diantaranya :
1. koordinasi antar masyarakat sekitar dengan stakeholder yang dimulai dari
sosialisasi, perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan konsep
pengembangan ekowisata mangrove;
2. penataan ruang untuk kegiatan ekowisata, perbaikan insfrastruktur jalan,
jaringan drainase, distribusi air bersih, pembangunan MCK umum, sistem
pembuangan sampah, serta unit usaha penunjang kebutuhan wisatawan;
3. peningkatan pengetahuan masyarakat mengenai pengelolaan dan pelatihan
manajemen pemasaran ekowisata mangrove yang produktif;
4. adanya studi mengenai analisis dampak kegiatan wisata terhadap kondisi
lingkungan dan pertumbuhan vegetasi mangrove dengan pemantauan
secara berkala dan berkelanjutan; dan
5. menggali potensi atraksi wisata alam, bahari dan budaya dengan pembinaan
atraksi wisata kepada masyarakat dan melengkapi pengadaan sarana atraksi
wisata.
Menurut Pramudji (2000) bahwa adanya berbagai fungsi dan peranan hutan
mangrove serta banyaknya permasalahan yang timbul sebagai akibat pemanfaatan
lahan mangrove, maka dalam pengelolaan mangrove sebagai berikut:
1. Demi mempertahankan fungsi dan peranan hutan mangrove terhadap
ekosistem perairan disekitarnya, maka konversi areal hutan mangrove yang
diperuntukkan sebagai usaha budidaya, hendaknya dipertimbangkan atau
dilakukan studi kelayakan secara seksama, untuk memperoleh kepastian
bahwa areal hutan mangrove tersebut cocok untuk budidaya.
31
2. Untuk menjaga kelangsungan dinamika kehidupan biota laut yang
bersasosiasi dengan hutan mangrove dan sebagai perwujudan strategi
konservasi ekosistem hutan mangrove, maka areal mangrove yang sudah
mengalami kerusakan seyogyanya dijadikan daerah suaka alam.
3. Dalam rangka menjaga berlangsungnya suksesi alami, tanah-tanah timbul
seperti delta didaerah muara sungai yang ditumbuhi tumbuhan mangrove,
hendaknya dibiarkan berkembang menjadi hutan mangrove.
4. Hutan mangrove hendaknya diberi status peruntukan berdasarkan urutan
prioritas, misalnya hutan lidung, hutan produksi atau hutan wisata sesuai
dengan potensi ekosistem setempat.
5. Seluruh kebijaksanaan yang menyangkut pemanfaatan areal hutan
mangrove untuk kegiatan budidaya yang telah disepakati, harus didukung
dengan perundangundangan yang memadai dan sejalan dengan sektor yang
terkait.
6. Perlu dilakukan reboisasi terhadap kawasan hutan mangrove yang sudah
rusak, sekaligus memberikan lapangan kepada para nelayan.
7. Perlu meningkatkan pengetahuan dan kesadaran kepada masyarakat akan
nilai ekologis, ekonomis dan sosial serta manfaat dan fungsi dari hutan
mangrove.
8. Mengelola hutan mangrove secara ekologis dan berkelanjutan.
32
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Sebaran nilai kesesuaian lahan rehabiliasi mangrove menunjukkan adanya
dominan kesesuaian antara S2 (Sesuai) dan S3 (Sesuai bersyarat) dengan kisaran
kesesuaian antara 40 – 80%. Dari luasan aral 35,65 Ha dapat diperoleh untuk S1
(Sangat sesuai) seluas 0,68 Ha, S2 (Sesuai) seluas 18,10 Ha dan S3 (Sesuai
bersyarat) seluas 16,87 Ha. Secara keseluruhan rata-rata nilai kesesuaian diperoleh
sebesar 52,43% yang menunjukkan nilai kesesuaian S2 (Sesuai), sehingga dapat
dikatakan cukup mendukung jika akan dijadikan sebagai kawasan rehabilitasi
mangrove meskipun dalam pelaksanaannya perlu memperhatikan titik mana yang
memang layak untuk direhabilitasi.
5.2 Saran
Saran yang ingin disampaikan pada penelitian ini meliputi:
1. Perlu dilakukan kajian mendukung untuk menelaah aspek sosial masyarakat
terkait dengan dukungannya terhadap kawasan rehabilitasi mangrove di
Desa Busung,
2. Dilakukan pelaksanaan rencana pengelolaan kawasan rehabilitasi mangrove
di Desa Busung untuk realisasi pengelolaan.
33
DAFTAR PUSTAKA
Afwilla, S. H. 2015. Pemetaan Kemiringan Lereng Berbasis Data Elevasi Dan
Analisis Hubungan Antara Kemiringan Lereng Dengan Bentuk lahan.
[Skripsi]. Departemen Ilmu Tanah Dan Sumberdaya Lahan Fakultas
Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Azkia, F. A. 2013. Kesesuaian Ekosistem Mangrove dan Strategi Pengembangan
Ekowisata di Dukuh Tambaksari Desa Bedono, Kecamatan Sayung Kabupaten
Demak. [Tesis]. Program Pasca Sarjana. Universitas Diponegoro, Semarang.
Bengen. D.G.2001. Sinopsis Ekosistem Sumber Daya Alam Pesisir Dan Laut.
Dicetak: Pusat Kajian Sumber Daya Pesisir Dan Lautan Institut Pertanian
Bogor.
Danuri. R, J. Rais, S.P Ginting, M.J. Sitepu. 2003. Pengelolaan Sumberdaya
Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Pradnya Paramita: Jakarta.
Davinsy, R. Asihing, K. dan Rudi, H. 2015. Kajian Pengelolaan Hutan Mangrove
Di Desa Pulau Pahawang Kecamatan Marga Punduh Kabupaten Pesawaran.
Jurnal Sylva Lestari, 3 (3): 95-106.
Effendi. H.2003.Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan
Lingkungan Perairan.Kanisius: Yogyakarta.
Fitri. R. 2010. Evaluasi Kekritisan Lahan Hutan Mangrove Di Kabupaten Aceh
Timur. Jurnal Hidrolitan, 1 (2): 1-9.
Hafizh. I. 2013. Studi Zonasi Mangrove Di Kampung Gisi Desa Tembeling
Kecamatan Teluk Bintan Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau. Skripsi.
Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Universitas Maritim Raja Ali Haji:
Tanjungpinang.
Iman, A. N. 2014 . Kesesuaian Lahan Untuk Perencanaan Rehabilitasi Mangrove
dengan Pendekatan Analisis Elevasi Di Kuri Caddi, Kabupaten Maros.
Skripsi, Universitas Hasanuddin.
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004. Baku Mutu Air
Laut Untuk Biota Laut.
Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990. Tentang Pengelolaan Kawasan Lindung.
Kusmana. W. 2003 , Teknik Rehabilitasi Mangrove , Bogor : Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor.
34
Martuti. 2013. Keanekaragam Mangrove Di Wilayah Tapak, Tugurejo, Semarang.
Jurnal MIPA 36 (2): 123-130.
Mokodompit, S. Sonny, T. dan Raymond, T. 2015. Analisis Spasial Kesesuaian
Lahan Wilayah Pesisir Kabupaten Bolaang Mongondow Timur Dengan Sig
(Studi Kasus: Kecamatan Tutuyan). Jurnal Program Studi Perencanaan
Wilayah& Kota Universitas Sam Ratulangi; Manado.
Muhaerin, M. 2008. Kajian Sumberdaya Ekosistem Mangrove Untuk
Pengelolaan Ekowisata Di Estuari Perancak, Jembrana, Bali [Skripsi].
Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan.
Institut Pertanian Bogor.
Nontji. A. 2007. Laut Nusantara. Djambatan: Jakarta.
Noor, Y. R., Khazali M. dan Suryadiputra I. N. N., 2006. Panduan Pengenalan
Mangrove di Indonesia. Ditjen PKA dan Wetlands International. Indonesia
Programme.
Nurzahraeni. (2014). Keragaman Jenis dan Kondisi Padang Lamun di Perairan
Pulau Panjang Kepulauan Derawan Kalimantan Timur [Skripsi]. Universitas
Hasanuddin: Tidak diterbitakan.
Nybakken ,J.W. 1992. Bologi Laut : Suatu Pendekatan Ekologis. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Pramudji. 2000. Hutan mangrove di Indonesia: Peranan permasalahan dan
pengelolaannya. Jurnal Oseana, 25 (1): 13-20.
Rusdianti, K. dan Sunito, S. 2012. Konversi Lahan Hutan Mangrove Serta Upaya
Penduduk Lokal Dalam Merehabilitasi Ekosistem Mangrove. Jurnal
Sosialisasi Perdesaan, 6 (1): 1-17.
Sambah, A. 2010. Analisis Ekonomi-Ekologi Sumberdaya Hutan Mangrove
Sebagai Dasar Perencanaan Wilayah Pesisir (Tahun II). Laporan Hasil
Penelitian Hibah Bersaing Tahun II. Universitas Brawijaya.
Susiana. 2011. Diversitas dan Kerapatan Mangrove, Gastropoda dan Bivalvia di
Estuari Perancak, Bali. [Skripsi]. Universitas Hasanuddin.
Supriharyono. 2007. Konservasi Ekosistem Sumber Daya Hayati di Wilayah
Pesisir dan Laut Tropis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Umayah, S. Haris, G. dan Mayta, N. 2016. Tingkat Kerusakan Ekosistem
Mangrove di Desa Teluk Belitung Kecamatan Merbau Kabupaten Kepulauan
Meranti. Jurnal Riau Biologia 1 (4). Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Riau; Pekabaaru, 1 (4): 24-30.
35
Wardhani. M. K. 2011. Analisis Kesesuaian Lahan Konservasi Hutan Mangrove
Di Pesisir Selatan Kabupaten Bangkalan. Jurnal Kelautan, 7 (2): 1-6.
Zamroni. Y.2008. Produksi Serasah Hutan Mangrove di Perairan Pantai Teluk
Sepi, Lombok Barat. Jurnal Biodiversitas.
36
LAMPIRAN
37
Lampiran 1 Hasil Pengukuran Parameter Kesesuaian
Sampling Elevasi Jenis Mangrove Substrat Suhu Salinitas
S1 2 0 RA 0 0 Pasir 27.3 30
S2 3 0 RA 0 0 Pasir 27.3 31
S3 6 0 RA 0 0 Pasir 28.1 31
S4 5 0 RA 0 0 Pasir berlumpur 27.1 31
S5 2 0 RA 0 0 Pasir 27.1 31
S6 5 0 RA 0 0 Pasir 27.7 29
S7 2 0 RA XG 0 Pasir 27 30
S8 3 0 RA 0 0 Pasir berlumpur 27.3 29
S9 2 0 RA 0 NF Pasir berlumpur 27.1 30
S10 3 0 RA 0 0 Pasir 28.1 30
S11 4 0 RA 0 0 Pasir berkerikil 27.9 31
S12 2 0 RA 0 0 Pasir berlumpur 27.8 31
S13 4 RM RA 0 0 Pasir berkerikil 27.8 31
S14 2 RM RA 0 0 Pasir 29.9 29
S15 3 RM RA XG 0 Pasir 29.8 31
S16 2 RM RA 0 0 Pasir berlumpur 28.7 31
S17 3 RM RA 0 0 Pasir berlumpur 29.1 30
S18 5 RM RA 0 0 Pasir berlumpur 30.1 29
S19 3 RM RA 0 0 Pasir 29.8 30
S20 4 0 RA 0 0 Pasir 29.7 31
S21 7 RM RA XG 0 Pasir berlumpur 29.2 30
S22 3 RM RA 0 0 Pasir 28.9 29
S23 6 RM RA 0 0 Pasir 29.7 31
S24 9 0 RA 0 0 Pasir berkerikil 29.8 31
S25 6 RM RA 0 0 Pasir 29.9 30
S26 7 0 RA 0 0 Pasir 29.7 31
S27 5 RM RA 0 0 Pasir 29.8 32
S28 6 RM RA 0 0 Pasir 28.7 31
S29 6 RM RA 0 0 Pasir 29.7 30
S30 4 RM RA 0 0 Pasir 30.1 30
S31 7 RM RA 0 0 Pasir 30.2 29
S32 4 0 RA 0 0 Pasir berkerikil 30.1 30
S33 6 0 RA XG 0 Pasir 30.1 31
S34 5 0 RA XG 0 Pasir 30.2 30
S35 9 0 RA 0 0 Pasir 30.1 31
S36 3 0 RA 0 0 Pasir berlumpur 29.1 31
S37 6 0 RA 0 0 Pasir 29.8 30
S38 4 0 RA 0 NF Pasir berlumpur 29.3 29
S39 6 0 RA XG 0 Pasir berlumpur 29.8 28
S40 1 0 RA 0 0 Pasir 30.1 29
S41 2 0 RA 0 0 Pasir 29.9 29
Rata-rata 4.3 - - - - - 29.0 30.2
MINIMUM 1.0 - - - - - 27.0 28.0
MAKSIMUM 9.0 - - - - - 30.2 32.0
Keterangan RA (Rhizopora apiculata )
RM (Rhizopora mucronata)
XG (Xylocarpus garanatum )
NF (Nypa fruticant)
38
Lampiran 2 Skor Nilai Elevasi
Sampling Elevasi
Nilai Skor Bobot
S1 3 0.33 0.99
S2 3 0.33 0.99
S3 2 0.33 0.66
S4 3 0.33 0.99
S5 3 0.33 0.99
S6 2 0.33 0.66
S7 3 0.33 0.99
S8 1 0.33 0.33
S9 1 0.33 0.33
S10 1 0.33 0.33
S11 1 0.33 0.33
S12 1 0.33 0.33
S13 1 0.33 0.33
S14 1 0.33 0.33
S15 1 0.33 0.33
S16 1 0.33 0.33
S17 1 0.33 0.33
S18 1 0.33 0.33
S19 1 0.33 0.33
S20 1 0.33 0.33
S21 1 0.33 0.33
S22 1 0.33 0.33
S23 1 0.33 0.33
S24 1 0.33 0.33
S25 1 0.33 0.33
S26 1 0.33 0.33
S27 1 0.33 0.33
S28 1 0.33 0.33
S29 1 0.33 0.33
S30 1 0.33 0.33
S31 1 0.33 0.33
S32 1 0.33 0.33
S33 1 0.33 0.33
S34 1 0.33 0.33
S35 1 0.33 0.33
S36 1 0.33 0.33
S37 1 0.33 0.33
S38 1 0.33 0.33
S39 1 0.33 0.33
S40 1 0.33 0.33
S41 1 0.33 0.33
39
Lampiran 3 Skor Nilai Jenis Mangrove
Sampling Jenis Mangrove
Nilai Skor Bobot
S1 2 0.27 0.54
S2 2 0.27 0.54
S3 2 0.27 0.54
S4 2 0.27 0.54
S5 2 0.27 0.54
S6 2 0.27 0.54
S7 3 0.27 0.81
S8 2 0.27 0.54
S9 3 0.27 0.81
S10 2 0.27 0.54
S11 2 0.27 0.54
S12 2 0.27 0.54
S13 3 0.27 0.81
S14 3 0.27 0.81
S15 3 0.27 0.81
S16 3 0.27 0.81
S17 3 0.27 0.81
S18 3 0.27 0.81
S19 3 0.27 0.81
S20 2 0.27 0.54
S21 3 0.27 0.81
S22 3 0.27 0.81
S23 3 0.27 0.81
S24 2 0.27 0.54
S25 3 0.27 0.81
S26 2 0.27 0.54
S27 3 0.27 0.81
S28 3 0.27 0.81
S29 3 0.27 0.81
S30 3 0.27 0.81
S31 3 0.27 0.81
S32 2 0.27 0.54
S33 3 0.27 0.81
S34 3 0.27 0.81
S35 2 0.27 0.54
S36 2 0.27 0.54
S37 2 0.27 0.54
S38 3 0.27 0.81
S39 3 0.27 0.81
S40 2 0.27 0.54
S41 2 0.27 0.54
40
Lampiran 4 Skor Nilai Substrat
Sampling Substrat
Nilai Skor Bobot
S1 2 0.2 0.4
S2 2 0.2 0.4
S3 2 0.2 0.4
S4 3 0.2 0.6
S5 2 0.2 0.4
S6 2 0.2 0.4
S7 3 0.2 0.6
S8 3 0.2 0.6
S9 2 0.2 0.4
S10 2 0.2 0.4
S11 3 0.2 0.6
S12 2 0.2 0.4
S13 2 0.2 0.4
S14 2 0.2 0.4
S15 2 0.2 0.4
S16 3 0.2 0.6
S17 3 0.2 0.6
S18 3 0.2 0.6
S19 2 0.2 0.4
S20 2 0.2 0.4
S21 3 0.2 0.6
S22 2 0.2 0.4
S23 2 0.2 0.4
S24 2 0.2 0.4
S25 2 0.2 0.4
S26 2 0.2 0.4
S27 2 0.2 0.4
S28 2 0.2 0.4
S29 2 0.2 0.4
S30 2 0.2 0.4
S31 2 0.2 0.4
S32 2 0.2 0.4
S33 2 0.2 0.4
S34 2 0.2 0.4
S35 2 0.2 0.4
S36 3 0.2 0.6
S37 2 0.2 0.4
S38 3 0.2 0.6
S39 3 0.2 0.6
S40 2 0.2 0.4
S41 2 0.2 0.4
41
Lampiran 5 Skor Nilai Salinitas
Sampling Salinitas
Nilai Skor Bobot
S1 4 0.13 0.52
S2 2 0.13 0.26
S3 2 0.13 0.26
S4 2 0.13 0.26
S5 2 0.13 0.26
S6 4 0.13 0.52
S7 4 0.13 0.52
S8 4 0.13 0.52
S9 4 0.13 0.52
S10 4 0.13 0.52
S11 2 0.13 0.26
S12 2 0.13 0.26
S13 2 0.13 0.26
S14 4 0.13 0.52
S15 2 0.13 0.26
S16 2 0.13 0.26
S17 4 0.13 0.52
S18 4 0.13 0.52
S19 4 0.13 0.52
S20 2 0.13 0.26
S21 4 0.13 0.52
S22 4 0.13 0.52
S23 2 0.13 0.26
S24 2 0.13 0.26
S25 4 0.13 0.52
S26 2 0.13 0.26
S27 2 0.13 0.26
S28 2 0.13 0.26
S29 4 0.13 0.52
S30 4 0.13 0.52
S31 4 0.13 0.52
S32 4 0.13 0.52
S33 2 0.13 0.26
S34 4 0.13 0.52
S35 2 0.13 0.26
S36 2 0.13 0.26
S37 4 0.13 0.52
S38 4 0.13 0.52
S39 4 0.13 0.52
S40 4 0.13 0.52
S41 4 0.13 0.52
42
Lampiran 6 Skor Nilai Suhu
Sampling Suhu
Nilai Skor Bobot
S1 4 0.07 0.28
S2 4 0.07 0.28
S3 1 0.07 0.07
S4 4 0.07 0.28
S5 4 0.07 0.28
S6 4 0.07 0.28
S7 4 0.07 0.28
S8 4 0.07 0.28
S9 4 0.07 0.28
S10 1 0.07 0.07
S11 4 0.07 0.28
S12 4 0.07 0.28
S13 4 0.07 0.28
S14 1 0.07 0.07
S15 1 0.07 0.07
S16 1 0.07 0.07
S17 1 0.07 0.07
S18 1 0.07 0.07
S19 1 0.07 0.07
S20 1 0.07 0.07
S21 1 0.07 0.07
S22 1 0.07 0.07
S23 1 0.07 0.07
S24 1 0.07 0.07
S25 1 0.07 0.07
S26 1 0.07 0.07
S27 1 0.07 0.07
S28 1 0.07 0.07
S29 1 0.07 0.07
S30 1 0.07 0.07
S31 1 0.07 0.07
S32 1 0.07 0.07
S33 1 0.07 0.07
S34 1 0.07 0.07
S35 1 0.07 0.07
S36 1 0.07 0.07
S37 1 0.07 0.07
S38 1 0.07 0.07
S39 1 0.07 0.07
S40 1 0.07 0.07
S41 1 0.07 0.07
43
Lampiran 7 Nilai Kesesuaian
Sampling Total Kesesuaian Kategori
S1 2.73 68.25 S2 (Sesuai)
S2 2.47 61.75 S2 (Sesuai)
S3 1.93 48.25 S3 (Sesuai Bersyarat)
S4 2.67 66.75 S2 (Sesuai)
S5 2.47 61.75 S2 (Sesuai)
S6 2.4 60 S2 (Sesuai)
S7 3.2 80 S1 (Sangat Sesuai)
S8 2.27 56.75 S2 (Sesuai)
S9 2.34 58.5 S2 (Sesuai)
S10 1.86 46.5 S3 (Sesuai Bersyarat)
S11 2.01 50.25 S2 (Sesuai)
S12 1.81 45.25 S3 (Sesuai Bersyarat)
S13 2.08 52 S2 (Sesuai)
S14 2.13 53.25 S2 (Sesuai)
S15 1.87 46.75 S3 (Sesuai Bersyarat)
S16 2.07 51.75 S2 (Sesuai)
S17 2.33 58.25 S2 (Sesuai)
S18 2.33 58.25 S2 (Sesuai)
S19 2.13 53.25 S2 (Sesuai)
S20 1.6 40 S3 (Sesuai Bersyarat)
S21 2.33 58.25 S2 (Sesuai)
S22 2.13 53.25 S2 (Sesuai)
S23 1.87 46.75 S3 (Sesuai Bersyarat)
S24 1.6 40 S3 (Sesuai Bersyarat)
S25 2.13 53.25 S2 (Sesuai)
S26 1.6 40 S3 (Sesuai Bersyarat)
S27 1.87 46.75 S3 (Sesuai Bersyarat)
S28 1.87 46.75 S3 (Sesuai Bersyarat)
S29 2.13 53.25 S2 (Sesuai)
S30 2.13 53.25 S2 (Sesuai)
S31 2.13 53.25 S2 (Sesuai)
S32 1.86 46.5 S3 (Sesuai Bersyarat)
S33 1.87 46.75 S3 (Sesuai Bersyarat)
S34 2.13 53.25 S2 (Sesuai)
S35 1.6 40 S3 (Sesuai Bersyarat)
S36 1.8 45 S3 (Sesuai Bersyarat)
S37 1.86 46.5 S3 (Sesuai Bersyarat)
S38 2.33 58.25 S2 (Sesuai)
S39 2.33 58.25 S2 (Sesuai)
S40 1.86 46.5 S3 (Sesuai Bersyarat)
S41 1.86 46.5 S3 (Sesuai Bersyarat)
44
Lampiran 8 Dokumentasi jenis Mangrove
a. Rhizopora mucronata
b. Rhizopora apiculata
c. Nypa fruticant
d. Xylocarpus garanatum
45
46
Lampiran 9 Dokumentasi Pengambilan Data Lapangan
Lokasi sampling mangrove desa
Busung
Pelacakan Titik koordinat
Pengamatan jenis mangrove Pencatatan data jenis mangrove
Penarikan garis transek
Pelabelan jenis mangrove untuk
diamati lebih lanjut
47
Pengambilan sampel substrat Pengambilan sampel substrat
Pengukuran Suhu Perairan Alat pH elmetron untuk pengukuran
suhu
top related