amir skripsi
TRANSCRIPT
ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI LADA
DI KECAMATAN PALANGGA KABUPATEN KONAWE SELATANO L E H :
AMIRUDDIN
STB. 960 221 091
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Strategi pembangunan pertanian pada PELITA VI diarahkan untuk mewujudkan pertanian modern,
tangguh dan efisien yang dicirikan oleh kemampuan menciptakan peluang ekonomi bagi pengembangan
agribisnis dan ekonomi pedesaan dalam upaya meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi serta
penganekaragaman hasil pertanian untuk memenuhi kebutuhan pangan, bahan baku industri, pendapatan dan
taraf hidup petani, memperluas lapangan pekerjaan, kesempatan berusaha dan menambah devisa negara.
Perkembangan di sektor pertanian menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun sehingga sektor
pertanian masih merupakan salah satu kekuatan ekonomi nasional yang telah menjadi dasar dan tumpuan bagi
perkembangan dan pembangunan bangsa menuju masyarakat yang adil dan makmur.
Karena tumpuan perekonomian berada pada sektor pertanian ini maka para pelaku ekonomi berupaya
untuk meningkatkan sektor pertanian dengan melaksanakan berbagai kegiatan pengembangan usahatani guna
menciptakan lapangan kerja dan kesempatan berusaha bagi petani.
Perkembangan tersebut diperlukan juga pada sub sektor perkebunan yang meliputi pengembangan
sejumlah komoditi unggulan dan prospektif sebagai upaya pengelolaan dan peningkatan sumber daya
perkebunan yang diharapkan dapat meningkatkan pendapatan serta membantu dalam memenuhi kebutuhan
dasar maupun kebutuhan sekunder masyarakat tani.
Lada sebagai salah satu komoditi ekspor yang dapat dijadikan sebagai perasa makanan, yang telah
banyak dibudidayakan di Indonesia dan diharapkan dapat menjadi nilai tambah dalam rangka peningkatan
pendapatan petani serta menciptakan lapangan kerja yang produtif sehingga mampu memberikan peningkatan
pendapatan bagi masyarakat tani.
Berbagai komoditi perkebunan yang dikembangkan di Sulawesi Tenggara salah satu diantaranya
adalah komoditi lada. Kalau melihat perkembangan komoditi lada di Sulawesi Tenggara masih dalam kategori
prospektif. Namun demikian lada yang dibudidayakan selama ini telah mengalami peningkatan dari tahun ke
tahun (Sultra, 2002).
Perkembangan Kabupaten Kendari merupakan integral dari pembangunan nasional dengan luas
wilayah ± 16,319 km2, sangat potensial dan memiliki sumber daya alam yang cukup tersedia untuk
pengembangan sektor pertanian dan juga di sektor perkebunan (Kab. Kendari, 2002).
Berdasarkan data statistik perkebunan tingkat I Sulawesi Tenggara, secara regional memperlihatkan
perkembangan areal komoditi lada tidak begitu besar dibandingkan komoditi lain, tetapi bila dilihat dari
tingkat produksi dalam kurun waktu 5 (lima) tahun (1998 – 2002). Tetapi mengalami peningkatan rata-rata
2,83 % per tahun yaitu dari tahun 1998 sebesar 1.742 ton. Pada tahun 2002 meningkat menjadi 2.595 ton.
Perkembangan tanaman lada yang ada pada kecamatan lain di Kabupaten Kendari cenderung
mengalami penurunan, namun pada wilayah Kecamatan Palangga justru memperlihatkan peningkatan yang
dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini.
Tabel 1.
Perkembangan Lada di Kecamatan Palangga
Pada Tahun 1998 – 2002
TahunKategori
TanamanLuas Lahan (Ha)
Jumlah Produksi
(Ton)
Jumlah KK Petani
Lada
1998
1999
2002
2001
2002
TM
TM
TM
TM
TM
27,72
28,58
29,39
30,30
31,24
8,295
8,552
8,817
9,090
9,372
1.573
1.681
1.770
1.826
1.875
Sumber : Kantor Camat Palangga, 2002.
Dari tabel di atas memperlihatkan perkembangan komoditi lada pada tahun 1998 untuk kategori
tanaman memproduksi TM dengan luas kurang lebih 27,72 Ha, jumlah produksinya sebesar 8,295 ton yang
terdiri dari 1.573 kepala keluarga petani lada. Pada tahun 1999 untuk kategori tanaman memproduksi TM
dengan luas kurang lebih 28,58 Ha, jumlah produksinya sebesar 8,552 ton yang terdiri dari 1.681 kepala
keluarga petani lada. Pada tahun 2002 untuk kategori tanaman memproduksi TM dengan luas kurang lebih
29,39 Ha, jumlah produksinya sebesar 8,817 ton yang terdiri dari 1.770 kepala keluarga petani lada. Pada
tahun 2001 untuk kategori tanaman memproduksi TM dengan luas kurang lebih 30,30 Ha, jumlah produksinya
sebesar 9,090 ton yang terdiri dari 1.826 kepala keluarga petani lada. Pada tahun 2002 untuk kategori tanaman
memproduksi TM dengan luas kurang lebih 31,24 Ha, jumlah produksinya sebesar 9,372 ton yang terdiri dari
1.875 kepala keluarga petani lada, turun naiknya produksi lada ini disebabkan oleh faktor alam dan hama
tanaman lada yang kian menjalar. Kegiatan usahatani lada di Kabupaten Kendari telah berkembang sejak dulu,
terutama di Kecamatan Palangga yang mana dalam pembudidayaannya telah banyak ditanam oleh masyarakat
pada tahun perkebunan yang mereka miliki.
Produksi lada yang dihasilkan oleh para petani di Kecamatan Palangga adalah jenis lada. Untuk
memperoleh pendapatan yang maksimal, petani harus melakukan kegiatan pemasaran artinya memasarkan
hasil usahataninya kepada pedagang pengumpul guna memperoleh pendapatan tersebut. Harga lada yang dijual
kepada pedagang berkisar antara Rp. 20.000,- s/d Rp. 60.000,- per kilogram dalam bentuk biji. Berdasarkan
uraian tersebut di atas, maka penulis tertarik mengadakan penelitian dengan mengangkat judul skripsi
“Analisis Pendapatan Usahatani Lada di Kecamatan Palangga Kabupaten Konawe Selatan
2
1.2. Permasalahan
Berdasarkan uraian di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah :
Berapa besar pendapatan petani usahatani lada di Kecamatan Palangga Kabupaten Konawe Selatan
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1. Tujuan Penelitian
Yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah :
Untuk mengetahui besarnya pendapatan petani usahatani lada di Kecamatan Palangga.
1.3.2. Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan masukan bagi petani lada dalam upaya peningkatan pendapatan usahatani lada di
Kecamatan Palangga.
2. Sebagai bahan perbandingan bagi peneliti yang lain yang berhubungan dengan penelitian ini.
1.4. Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian ini meliputi kajian tentang pendapatan usahatani lada di Kecamatan
Palangga Kabupaten Konawe Selatan yang meliputi tingkat produksi, harga jual lada, biaya usahatani lada, dan
jumlah petani lada yang ada di Kecamatan Palangga.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penelitian Terdahulu
Penelitian yang dilakukan oleh Syahrir A (2001) dengan judul skripsi Analisis Pendapatan Usahatani
Lada Robusta di Kecamatan Palanggan Kabupaten Konawe Selatan.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan analisis pendapatan dengan rumus :
NI = TR – TC
TR = P x Q
TC = VC + FC
Dimana :
NI = Net Income (Total Pendapatan Bersih)
NR= Total revenue (Penerimaan Kotor dari Kegaitan Usahatani)
TC= Total biaya usahatani
Hasil perhitungan pendapatan bersih (net income) usahatani diketahui bahwa pendapatan usahatani
lada robusta memiliki peluang untuk meningkatkan taraf hidup petani lada robusta dimana untuk petani dengan
luas lahan kurang dari 0,5 ha dapat memperoleh pendapatan bersih rata-rata sebesar Rp. 574.300,- untuk petani
dengan luas lahan antara 0,5 – 1,0 ha dapat memperoleh pendapatan bersih rata-rata sebesar rata-rata Rp.
1.307,875,- dan untuk petani yang memiliki luas lebih dari 1,0 ha dapat memperoleh keuntungan bersih rata-
rata sebesar Rp. 2.633.000,-
Disimpulkan juga bahwa lada robusta diperoduksikan untuk memenuhi permintaan pasar lada di
Sulawesi Tenggara, walaupun tingkat produksi lada yang diharapkan sampai saat ini belum dapat memenuhi
permintaan lada. Hal ini yang menyebabkan petani lada di Kecamatan Palanggan terus melakukan kegiatan
usahatani lada robusta guna memenuhi permintaan komoditi lada tersebut.
Lada robusta yang diproduksikan di Kecamatan Palanggan dipasarkan ke berbagai daerah dan kota.
Pemasaran lada robusta yang dilakukan di Kecamatan Palangga merupakan pemasaran langsung kepada
konsumen dan pedagang sehingga petani tidak mendapat kesulitan dalam memasarkan hasil produksi lada.
2.2. Pengertian Petani dan Pertanian
Petani adalah orang yang pekerjaannya bercocok tanam pada tanah pertanian. Definisi petani menurut
Anwas Adiwilaga ( 1982 : 34) mengemukakan bahwa petani adalah orang yang melakukan bercocok tanam
dari lahan pertaniannya atau memelihara ternak dengan tujuan untuk memperoleh kegiatan dari kegiatan itu.
Pergertian petani yang dikemukakan tersebut di atas tidak terlepas dari pengertian petani. Pertanian
menurut Anwas Adiwilaga (1982 : 34 ) mengemukakan bahwa pertanian adalah kegiatan manusia
mengusahakan terus dengan maksud memperoleh hasil-hasil tanaman ataupun hasil hewan, tanpa
4
8
mengakibatkan kerusakan alam, sedangkan yang dimaksud dengan petani adalah orang yang melakukan
bercocok tanam dari lahan pertaniannya atau memelihara ternak dengan tujuan untuk memperoleh kehidupan
dari kegiatannya itu.
Bertolak dari kegiatan diatas, dapat dikatakan bahwa antara petani dan pertanian tidak dapat
dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Oleh karenaitu perbedaannya hanya terletak pada obyek saja.
2.3. Pengertian Usahatani
Kegiatan ekonomi yang dapat menghasilkan barang dan jasa disebut berproduksi,begitu pula dalam
kegiatan usahatani yang meliputi sub sektor kegiatan ekonomi pertanian tanaman pangan, perkebunan tanaman
keras, perikana dan peternakan adalah merupakan usahatani yang menghasilkan produksi. Untuk lebih
menjelaskan pengertian uahatani dapat diikuti dari definisi yang dikemukakan oleh Mubyarto (1981 : 41 )yaitu
usahatani adalah himpunan sumber-sumber alam yang terdapat pada sektor pertanian itu diperlukan untuk
produksi pertanian, tanah dan air, perbaikan-perbaikan yang telah dilakukan atas tanah dan sebagainya, atau
dapat dikatakan bahwa pemanfaatan tanah untuk kebutuhan hidup.
Pengertian diatas dapat dijelaskan bahwa pada mulanya usahatani bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan keluarga petani, segala jenis tanaman dicoba, dibudidayakan. Segala jenis ternak dicoba,
dipopulasikan, sehingga ditemukan jenis yang cocok dengan kondisi alam setempat, kemudian disesuaikan
dengan prasarana yang harus disiapkan guna menunjang keberhasilan produk usahatani.
Menurut Mosher (1985 : 38 ) mengemukakan usahatani adalah bagian dari permukaan bumi dimana
seorang petani dan keluarganya atau badan hukum lainnya bercocok tanam atau memelihara ternak.
Menurut Soekartawi (1986 : 39 ) mendefinisikan usahatani sebagai ilmu yang mempelajari bagaiman
seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh
keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu.
Mubyarto (9186 : 41 ) mengemukakan bahwa usahatani adalah himpunan dari sumber-sumber alam
yang terdapat ditempat itu yang dilakukan untuk produksi pertanian. Jadi usahatani yang sesungguhnya tidak
sekedar hanya terbatas pada pengambilan hasil, melainkan benar-benar usaha produksi, sehingga disini
berlangsung pendayagunaan tanah, investasi, tenaga kerja dan manajemen. Tingkat keberhasilan dalam
pengelolaan usahatani sangat ditentukan oleh keempat faktor diatas.
Menurut Soekartawi (1986 :24 )menyatakan bahwa berhasil di dalam suatu kegiatan usahatani
tergantung pada pengelolaannya karena walaupun ketiga faktor yang lain tersedia, tetapi tidak adanya
manajemen yang baik. Maka penggunaan dari faktor-faktor produksi yang lain tidak akan memperoleh hasil
yang optimal.
Bagi seorang petani, analisa pendapatan merupakan ukuran keberhasilan dari suatu usahatani yang
dikelola dan pendapatan ini digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan bahkan dapat dijadikan
sebagai modal untuk memperluas usahataninya. Hal ini sejalan dengan pernyataan Patong (1985 : 14 ) bahwa
bentuk jumlah pendapatan mempunyai fungsi yang sama yaitu memenuhi kebutuhan sehari-hari dan
memberikan kepuasan kepada petani agar dapat melanjutkan usahanya.
5
Lebih lanjut dikatakan oleh Hermanto (1995 : 50 ) bahwa besarnya pendapatan petani dan usahatani
dapat menggambarkan kemajuan ekonomi usahatani dan besarnya tingkat pendapatan ini juga digunakan untuk
membandingkan keberhasilan petani satu dengan petani lainnya.
Soeharjo dan Patong (1984 : 16 ) menyatakan bahwa analisis pendapatan usahatani memerlukan dua
hitungan pokok, yaitu keadaan penerimaan dan keadaan pengeluaran selama jangka waktu yang ditetapkan.
Penerimaan usahatani berwujud tiga hal, yaitu :
1. Hasil penjualan tanaman, ternak, dan hasil ternak
2. Produksi yang dikonsumsikan keluarga
3. Kenaikan nilai industri
2.4. Prinsip Biaya Dalam Produksi Usahatani
Prinsip-prinsip ekonomi dalam usahatani perlu diperhatikan dengan tujuan menetapkan alternatif
tentang pengeluaran biaya yang bagaimana dapat memberikan keuntungan.
Prinsip-prinsip tersebut antara lain :
a. Prinsip biaya berimbang ( principle of opportunity cost )
b. Prinsip keuntungan komparatif (Principle of comparative advantage)
c. Prinsip kenaikan hasil yang berkurang (Principle of diminishing return )
d. Prinsip kombinasi usaha (Principle of combining enterprises )
Dalam pengembangan usahatani secara umum tidak terlepas dari persoalan biaya, sehingga seorang
petani bila ingin memperoleh keuntungan yang sesuai, mak diperlukan suatu perencanaan yang matang dalam
pengambilan keputusan untuk memilih jenis usahatani yang cocok dan sesuai dengan kondisi lahan. Dengan
perhitungan yang matang, maka peluang untuk menutupi biaya-biaya yang dikeluarkan tentu akan dapat
ditutupi. Dengan tertutupinya biaya-biaya tersebut, tentu peluang untuk memperoleh keuntungan dari hasil
pendapatan usahataninya dapat diperoleh.
Kartasapoetra (1988 : 65 ) menempatkan biaya sebagai tempat yang penting dalam berproduksi
sehingga tersedianya sejumlah biaya benar-benar harus diperhitungkan sedemikian rupa agar produksinya
dapat berlangsung dengan baik dan benar, karena biaya sangat berkaitan erat dengan produksi dan selalu
muncul dalam setiap kegiatan ekonomi. Adapun besar kecilnya biaya tergantung pada nilai input atau
pengeluaran yang digunakan dalam kegiatan produksi.
Menurut Soeharjo dan Patong (1984 : 17) mengatakan bahwa biaya mempunyai peranan penting
dalam pengambilan keputusan pada kegiatan usahatani. Besarnya biaya usahatani yang dikeluarkan untuk
memproduksi sangat ditentukan oleh besarnya biaya pokok dari produksi yang dihasilkan.
Pengeluaran usahatani secara umum meliputi biaya tetap dan biaya variabel. Menurut Soekartawi
(1986 : 76 ) mengemukakan bahwa biaya tetap meliputi pajak dan sewa tanah. Sedangkan yang termaksud
biaya variabel seperti pembelian pupuk, bibit, obat-obatan, dan upah tenaga kerja.
2.5. Konsep Produksi
6
Secara umum produksi diartikan sebagai aktivitas untuk menciptakan barang dan jasa untuk
memenuhi kebutuhan manusia, Jadi produksi adalah aktivitas yang menciptakan atau menambahkan utility
suatu barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan manusia.
Sofyan Assauri (1993 : 54 ) mengemukakan bahwa produksi adalah kegiatan menciptakan atau
menambah kegunaan ( utulity ) sesuatu barang atau jasa dengan menggunakan sumber – sumber (tenaga kerja,
mesin, bahan-bahan, dan modal ) yang ada.
Sedangkan Wasis ( 1992 : 40 ) menjelaskan bahwa produksi adalah perubahan bahan atau komponen
( produksi ) menjadi barang jadi. I gusti (1994 : 19 ) mengemukakan bahwa produksi adalah sebagai hasil
dari proses aktivitas ekonomi dengan memanfaatkan sumberdaya yang tersedia serta yang memiliki potensi
sebagai faktor produksi.
Di dalam Fadholi Hermanto ( 1986 : 32 ) dikemukakan bahwa produksi adalah suatu proses untuk
memenuhi kebutuhan untuk menyelenggarakan jasa- jasa lain yang dapat memenuhi kebutuhan manusia. Oleh
karena itu produksi merupakan tindakan manusia untuk menciptakan atau menambah nilai guna barang sesuai
dengan yang dikehendaki.
Menurut Mubyarto (1989 : 25 ) produksi petani adalah hal yang diperoleh sebagai akibat bekerjanya
faktor produksi tanah, modal, dan tenaga kerja secara silmutan.
Dalam melakukan usahatani, seorang pengusaha atau katakanlah seorang petani akan selalu berpikir
bagaimana mengalokasikan input seefisien mungkin untuk memperoleh produksi yang maksimal. Cara
pemikiran yang demikian adalah wajar, mengingat petani melakukan konsep bagaimana memaksimumkan
keuntungan. Dalam ilmu ekonomi cara berpikir demikian sering disebut dengan pendekatan maksimum
keuntungan atau profit maximization. Dalam kaitan itu Kartasapoetra (1988 : 43 ) mengemukakan bahwa
produksi merupakan hasil yang diperoleh yang berkaitan dengan berlangsungnya proses produksi. Kuantitas
dan kualitas hasil (output) tersebut tergantung pada keadaan input yang telah diberikan. Jadi antara input dan
output terdapat kaitan yang jelas dan tertentu.
Dalam bidang pertanian istilah yang dimaksud yaitu hasil dari pekerjaan beberapa faktor produksi
secara sekaligus (Mubyarto, 1989 : 30 ). Oleh karena itu faktor-faktor ekonomi yang berpengaruh terhadap
produksi khususnya lahan, dan modal. Dimana istilah lahan yang dimaksud mengandung dimensi luas lahan,
tingkat kesuburan dan faktor-faktor lain yang melekat dalam faktor lahan itu sendiri.
Soekartawi dkk (1986 : 78 ) mengemukakan bahwa dalam menghitung produksi usahatani biasanya
dibedakan antara konsep produksi per unit uasahatani (cabang uasahatani ) oleh produksi total usahatani.
Produksi per unit usahatani adalahkuantitas hasil yang dipergunakan di suatu jenis usahatani selama satu
periode tertentu.
2.6. Konsep Pendapatan Usahatani
7
Dalam pengertian umum pendapatan dapat diartikan sebagai hasil pencaharian (usaha dan
sebagainya ). Jadi yang dimaksud dengan pengertian ini adalah hasil usaha yang diperoleh seorang anggota
masyarakat.
Dari sudut pandang ekonomi, pembagian hasil kepada seluruh faktor produksi yang digunakan dalam
faktor produksi. Dengan kata lain proses produksi akan menciptakan pendapatan kepada berbagai faktor
produksi yang digunakan.
Menurut Budiono (1987 : 32) mengemukakan bahwa hasil pendapatan dari seorang warga masyarakat
adalah hasil penjualan dari faktor-faktor yang dimiliknya kepada sektor produksi. Jadi pendapatan adalah hasil
penjualan faktor produksi atau aset yang dimilikinya. Hal ini mengandung pengertian bahwa besar kecilnya
pendapatan yang diperoleh secara individu ditentukan oleh dua faktor yaitu :
1. Jumlah faktor-faktor yang dimiliki
2. Harga per unit dari masing-masing sumber atau faktor yang dimiliki
Dalam pengertian sederhana pendapatan dapat diartikan sebagai modal penerimaan produksi setelah
dikurangi dengan jumlah biaya. Balas jasa yang diterima sebagai jumlah produksi yang dihitung untuk jangka
waktu tertentu. Di samping itu jumlah pendapatan mempunyai fungsi untuk memenuhi keperluan sehari-hari
dan memberikan kepuasan kepada petani agar dapat melanjutkan produksinya.
Selanjutnya pendapatan usahatani dikenal pula istilah pendapatan kotor (gross farm income).
Pendapatan usahatani adalah nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu baik yang dijual maupun
yang tidak dijual (Soekartawi, 1986 : 82). Oleh karena itu komponen pendapatan kotor usahatani adalah
mencakup semua produksi yang :
a. Dijual
b. Dikonsumsi
c. Digunakan untuk bibit, dan makanan ternak
d. Disimpan di gudang
Apabila total pendapatan kotor tersebut dikurangi dengan biaya usahatani (biaya produksi) dan biaya-
biaya penjualan, maka diperoleh pendapatan bersih usahatani. Dengan demikian pendapatan bersih (Net Farm
Income) usahatani berlaku formula ekonomi sebagai berikut :
NET FARM INCOME = TOTAL PENDAPATAN KOTOR PERUSAHAAN – TOTAL BIAYA
PRODUKSI DAN BIAYA PEMASARAN.
(Brown, 1977 :35)
atau :
NI = TR – TC
TR = P X Q
TC = Biaya Produksi + Biaya Pemasaran
Dimana :
NI = Net Income
TR = Total Revenue
8
TC = Total Cost
P = Price (Harga)
Q = Quantitas Produksi
2.7. Konsep Lahan
Menurut pengertiannya, lahan adalah luas tanah yang mempunyai potensi untuk dapat dipakai sebagai
usaha pertanian (Soekartawi, 1986 :84). Oleh karena itu luas lahan dalam usaha pertanian akan mempengaruhi
usahatani, dan usaha ini pada akhirnya akan mempengaruhi efisiensi atau tidaknya suatu usaha pertanian.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, kebutuhan lahan pertanian juga menentukan produktivitas
tanaman. Lahan yang subur akan menghasilkan produksi yang lebih tinggi dari lahan yang tingkat
kesuburannya rendah.
Tingginya produksi tanaman pada lahan tertentu secara otomatis akan mempengaruhi nilai lahan dari
suatu usahatani. Nilai lahan ini akan nampak setelah seluruh produksi telah dibayarkan.
Menurut John M. Harwik, dan Nancy D. Olewiler (1986 :89) mengemukakan bahwa nilai lahan
adalah sewa rata-rata yang diterima oleh lahan yang luas tertentu.
Dari pengertian nilai lahan tersebut diketahui bahwa untuk memperoleh nilai lahan yang dimasukkan
dalam usahatani, dibutuhkan pemanfaatan lahan seefesien mungkin yang berarti lahan tersebut harus
mendapatkan sewa yang tinggi.
Berdasarkan beberapa pengertian lahan yang dimaksudkan, maka nilai produksi lahan adalah total
nilai ekonomi yang diperoleh dari pemanfaatan luas lahan tertentu selama satu periode yang biasanya selama
satu tahun.
2.8. Kerangka Pikir
Kegiatan usahatani lada merupakan kegiatan usaha perkebunan yang sangat banyak dikelola oleh
petani lada sebagai salah satu mata pencaharian, sehingga upaya untuk meningkatkan produksi hasil
perkebunan lada terus diupayakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan kebutuhan pasar akan komoditi
tersebut.
Produksi lada merupakan salah satu hasil produksi dari sub sektor perkebunan yang sangat potensial,
oleh karena jumlah permintaan masyarakat dan permintaan pasar akan lada memberikan kesempatan bagi
petani lada untuk berusaha lebih giat lagi dalam menghasilkan produksi lada.
Pemenuhan kebutuhan yang dimaksud pada tingkat permintaan masyarakat akan komoditi yang terus
bertambah, yang mana secara langsung mempengaruhi tingkat penawaran dari petani lada sebagai produsen,
maka untuk dapat memenuhi permintaan masyarakat tersebut diupayakan adanya peningkatan jumlah produksi
komoditi lada. Faktor permintaan meliputi konsumen, pasar lokal dan pasar regional sedangkan penawaran
meliputi biaya produksi yang terdiri dari biaya tenaga kerja, biaya pupuk, dan biaya obat-obatan. Hal ini tidak
terlepas dari kegiatan petani lada yang dalam melakukan pengembangan usahatani lada selalu berupaya untuk
memperoleh hasil yang diharapkan.
Kegiatan usahatani lada akan menghasilkan jumlah produksi lada yang dikehendaki untuk memenuhi
permintaan dari konsumen dan pasar lokal maupun pasar regional serta petani juga berusaha untuk
9
menawarkan lada dengan tingkat harga yang sesuai guna memperoleh keuntungan dan memperhitungkan biaya
produksi yang meliputi biaya tenaga kerja, biaya pupuk dan biaya obat-obatan sebagai biaya modal usahatani.
Sistem pengelolaan usahatani dan perlakuan pasca panen yang baik serta adanya sistem pemasaran
yang mendukung, maka harga jual produksi lada para petani dapat diperoleh harga yang layak sehingga
mampu meningkatkan pendapatan petani di Kecamatan Palangga melalui usahatani lada, guna memenuhi
kebutuhan dasar dan sekunder dari masyarakat dan juga meningkatkan taraf hidup petani.
Dengan demikan akan menghasilkan rekomendasi yang mengarah kepada tujuan meningkatkan
pendapatan usahatani lada untuk memperoleh pendapatan maksimal sehingga kegiatan petani lada tersebut
dapat terus dikembangkan dalam meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat petani lada di
Kecamatan Palangga Kabupaten Konawe Selatan
Skema 1.
KERANGKA PIKIR
10
PETANI LADA
PRODUKSI LADA
Berapa besar pendapatan petani dari Usahatani Lada
ANALISIS PENDAPATAN BERSIH
NI = TR - TC
KESIMPULAN DAN SARAN
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Palangga Kabupaten Konawe Selatan. Dasar pertimbangan
memilih lokasi ini adalah :
1. Sebagian besar petani di Kecamatan Palangga melakukan kegiatan usahatani lada..
2. Kecamatan Palangga memiliki potensi untuk pengembangan usahatani lada pada masa yang akan datang.
3.2. Jenis dan Sumber Data
3.2.1. Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
a. Data Primer meliputi data tentang jumlah permintaan, jumlah produksi (penawaran), jumlah
penjualan, jumlah biaya produksi, data yang lain yang berhubungan dengan penelitian ini.
b. Data sekunder meliputi data harga jual komoditi lada, data penjualan, dan data lain yang relevan
dengan penelitian ini.
3.2.2. Sumber Data
Data primer yang dikumpulkan, bersumber dari obyek penelitian dalam hal ini petani lada yang
terpilih sebagai responden di Kecamatan Palangga.
Data sekunder merupakan data yang bersumber dari instansi terkait dalam hal ini Kantor Dinas
Perkebunan dan Balai Penyuluhan Pertanian.
3.3. Populasi dan Sampel
3.3.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan petani di Kecamatan Palangga yang
melakukan kegiatan usahatani lada
3.3.2. Sampel
Untuk memudahkan penelitian ini, penentuan sampel dilakukan secara purposive sampling
(pengambilan sampel secara sengaja) yaitu sebanyak 21 responden yang mewakili 3 Desa, selanjutnya
dibagi dalam tiga kelompok (cluster) berdasarkan pemilikan lahan pada masing-masing desa dengan
ketentuan sebagai berikut :
a. Pemilikan luas lahan 0,5 Ha .
b. Pemilikan luas lahan antara 0,5 – 1 Ha
c. Pemilikan luas lahan 1 Ha
3.4. Tehnik Pengumpulan Data
1. Observasi, yaitu mengadakan pengamatan langsung terhadap aktivitas petani lada di Kecamatan
Palangga.
11
25
2. Wawancara, yakni mengadakan wawancara langsung dengan petani lada (responden) di Kecamatan
Palangga, mengenai tingkat pendapatan usahatani lada.
3. Dokumentasi yakni pengumpulan data yang telah di dokumentasikan di Kantor Kecamatan Palangga,
Biro Statistik, dan Instansi yang terkait dengan penelitian ini.
3.5. Peralatan Analisis
Dalam membahas penelitian ini digunakan analisa sebagai berikut :
3.5.1. Untuk mengetahui besarnya pendapatan usahatani lada digunakan pendekatan sebagai berikut :
NI = TR – TC
TR = P x Q
TC = VC + FC
Dimana :
NI = Net Income ( total pendapatan bersih )
TR = Total Revenua ( Penerimaan kotor dari kegiatan usahatani )
TC = Total Biaya Usahatani
P = Harga
Q = Quantitas jumlah produksi
VC = Variabel Cost (Biaya Variabel)
FC = Fixed Cost (Biaya Tetap)
3.6. Definisi Opersional
Definisi operasional merupakan batasan atau pengertian dari istilah yang digunakan dalam penulisan
ini, untuk memperjelas ruang lingkup dari penelitian :
a. Pendapatan yaitu pendapatan bersih yang diperoleh petani dari pengunaan lahan kebun setiap tahun
(dihitung dalam rupiah).
b. Pendapatan kotor yaitu nilai pasar yang diperoleh dari hasil pengelolaan lahan kebun lada (dihitung dalam
satuan rupiah).
c. Total biaya yaitu keseluruhan biaya yang dikeluarkan melalui proses pengelolaan lahan sampai pemasaran
/ penjualan hasil produksi selama 1 (satu) tahun (dihitung dalam satuan rupiah).
d. Nilai produksi adalah keseluruhan kuantitas produksi yang diperoleh penggunaan lahan perkebunan
(dihitung dalam satuan kg).
12
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Profil Lokasi Penelitian
4.1.1. Letak Wilayah
Kecamatan Palangga adalah salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten Konawe Selatan dan
mempunyai batas-batas wilayah sebagaii berikut :
Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Landono
Sebelah Timur berbatasan dengan Selat Tiworo
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Lainea
Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Andolo
Wilayah Kecamatan Palangga pada umumnya merupakan wlayah dataran rendah dengan ketinggian lebih
kurang 85 meter di atas permukaan laut (dpl) dengan tingkat kemasaman tanah pH sebesar 6,2. Lahan pertanian
yang dimiliki oleh masyarakat di Kecamatan Palangga telah dikembangkan dan dibudidayakan aneka ragam
komoditas, yang salah satunya adalah tanaman lada. Kecamatan Palangga mempunyai luas wilayah secara
keseluruhan seluas 77.538 ha. Dari luas wilayah tersebut secara tata guna tanah Kecamatan Palangga terbagi atas
perladangan, perkebunan, persawahan dan pemukiman. Untuk mengetahui dengan jelas masing-masing
pemanfaatan wilayah Kecamatan Palangga dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Luas Wilayah Kecamatan Palangga Berdasarkan Pemanfaatannya
No. Luasan Wilayah
Luas
( Ha )
Persentase ( %
)
1
2
3
4
5
6
7
8
Pemukiman Penduduk
Persawahan
Tambak dan Empang
Perladangan
Perkebunan
Kayu-kayuan
Tanah Yang Belum diolah
Lain-lain
2.562,19
2.621
118,59
10.698,5
4.898
47.397,11
8.451,11
809,5
3,30
3,38
0,15
13,98
6,32
61,13
10,90
1,04
Jumlah 77.538 100,00
Sumber : Kantor Camat Palangga
Dari tabel tersebut di atas menunjukkan bahwa Kecamatan Palangga memiliki lahan yang cukup potensial
untuk pengembangan produksi pertanian, tetapi belum dimanfaatkan secara optimal. Dalam hal ini baru 4.898 Ha
yang terolah sebagai areal perkebunan, perladangan seluas 10.698,5 Ha dan persawahan seluas 2.621 Ha.
Sedangkan yang terluas adalah masih berstatus hutan / belum diusahakan yakni seluas 52.277,22 ha atau 75,67 %
dari luas wilayah Kecamatan Palangga.
13
4.1.2. Keadaan Iklim
Berdasarkan data yang diperoleh, Kecamatan Palangga beriklim tropis yang pada umumnya sama
dengan di daerah lain yang ada di Kabupaten Konawe Selatan, yang beriklim tropis dengan peluang musim
hujan selama 7 bulan dan musim kemarau selama 5 bulan, sedangkan curah hujan dalam kurun waktu 5 tahun
terakhir rata-rata adalah 170 mm perbulan.
Keadaan iklim kadangkala berubah-ubah tapi sesuai kondisi di Kecamatan Palangga pada umumnya
sama dengan di daerah lain yang ada di Kabupaten Konawe Selatan yaitu pada bulan Oktober sampai bulan
Maret berlangsung musim kemarau dan dari bulan April sampai dengan bulan September berlangsung musim
penghujanan. Namun demikian, kondisi iklim tersebut ada kalanya tidak menentu, tetapi sesuai tipe iklim yang
dimiliki pada Kecamatan Palangga peluang musim penghujan lebih besar ketimbang musim kemarau dalam
setiap tahunnya.
4.1.3. Kondisi Kependudukan
Berdasarkan hasil regristrasi penduduk sampai dengan bulan Juni 2002 penduduk Kecamatan
Palangga berjumlah 19.800 Jiwa yang terdiri dari 4.527 kepala keluarga. Dari jumlah penduduk tersebut terdiri
dari 10.113 laki-laki dan 9.697 perempuan.
Struktur umur penduduk, sebagian besar penduduknya masih tergalong usia produktif. Untuk lebih
jelasnya tentang hal tersebut dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Jumlah Penduduk Kecamatan Palangga Menurut Umur Produktif Dirinci Perjenis
Kelamin Tahun 2002
Kelompok
Umur
Jenis Kelamin
Jumlah
Jiwa
( % )Laki-2
(Jiwa)
Perempuan
(Jiwa)
0 - 15
16 - 55
56 - 65
66 Keatas
2.504
2.685
2.072
2.852
2.513
2.764
2.459
2.061
5.017
5.449
4.531
4.913
25,3
27,5
22,9
24,8
Jumlah 10.113 9.697 19.800 100.,00
Sumber : Kantor Camat Palangga
Dari tabel 3 tersebut, dapat dijelaskan bahwa kelompok umur yang belum produktif (0 - 15 tahun)
berjumlah 5.017 jiwa atau 25,3 % dan penduduk yang tidak produktif lagi adalah berjumlah 4.913 Jiwa atau 24,8
14
%. Sedangkan penduduk yang umur produktif (16 - 55 tahun) berjumlah 5.447 Jiwa atau 27,5 % dari
19.800 Jiwa penduduk Kecamatan Palangga.
Dengan demikian jumlah penduduk umur produktif lebih banyak dibandingkan kelompok umur yang
belum produktif. Hal ini dapat memberikan gambaran bahwa bila sejumlah umur produktif tersebut rata-rata
petani, maka memungkinkan bagi mereka untuk selalu berusaha tani dengan baik dalam arti meningkatkan
produksi pertanian melalui cara-cara ekstensifikasi, intensifikasiserta diversifikasi lahan pertanian.
Demikian pula struktur mata pencaharian penduduk, sebagian besar atau 53.68 % adalah petani dan
selebihnya 46,32% bermata pencaharian utama sebagai pegawai, pedagang dan lain sebagainya. Untuk lebih
jelasnya mengenai mata pencaharian penduduk Kecamatan Palangga dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4. Penduduk Kecamatan Palangga Berdasarkan Struktur Mata Pencaharian Tahun 2002
No. Jenis Mata Pencaharian Jumlah
(Orang)
Persentase
( % )
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Petani
Pegawai
Pedagang
Manteri/Bidan
Tukang
Dukun Bayi
6.041
1.356
865
184
2.754
53
53,68
12,05
7,69
1,63
24,47
0,48
Jumlah 11.253 100,00
Sumber : Kantor Camat Palangga
Berdasarkan tabel 4 tersebut diatas nampak bahwa jenis mata pencaharian masyarakat Kecamatan
Palangga yang berjumlah penduduk 11.253 orang atau 56,83 % dari jumlah penduduk yang bermata
pencaharian tetap. Penduduk Kecamatan Palangga yang bermata pencaharian sebagai pegawai yakni berjumlah
1.356 Orang atau 12,05.%, pedagang berjumlah 865 oarang atau 7,69 %, Bidan / Mantri berjumlah 184 Orang
atau 1,63 %, tukang berjumlah 2.754 atau 24,47 %serta masih ditemukan diantara penduduk yang berstatus
sebagai dukun bayi yaitu berjumlah 53 oarang atau 0,48 %.
Apabila kualitas penduduk dilihat dari tingkat pendidikan, maka sebagian besar atau 50,79 %
penduduk Kecamatan Palangga hanya berpendidikan SD. Untuk lebih jelasnya mengenai struktur pendidikan
dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 5. Komposisi Penduduk Kecamatan Palangga Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2002
No Tingkat Pendidikan Jumlah
Orang
Prosentase
(%)
15
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Belum Tamat SD
Tamat SD
Tamat SLTP
Tamat SLTA
Sarjana Muda
Sarjana
9.831
5.154
2.598
1.622
82
71
50,79
26,62
13,24
8,56
0,42
0,37
Jumlah 19.358 100,00
Sumber : Kantor Camat Palangga,2002
Dari tabel 5 diketahui bahwa tingkat pendidikan masyarakat Kecamatan Palangga masih sangat
rendah, dimana jumlah angkatan belajar yang masih menduduki bangku sekolah dasar sebanyak 9.831 orang
atau sebesar 50,79 %. Sedangkan sarjana berjumlah 71 orang atau sebesar 0,37 %.
4.1.4. Produksi Pertanian
Petani di Kecamatan Palangga sebagian besar terdiri dari petani musiman atau petani yang tergantung
pada keadaan musim. Disamping kegiatan persawahan yang selama ini dikelolah secara swadaya masyarakat
terdapat juga hasil perkebunan seperti lada, jambu mente, lada, dan coklat. Keadaan produksi tanaman
perkebunan tahun 2002 dapat dilihat pada tabel 6.
Tabel 6. Keadaan Produksi Tanaman Perkebunan di Kecamatan Palangga Tahun 2002
No. Jenis Tanaman Luas (Ha) Produksi (Ton)
1.
2.
3.
4
Lada
Coklat
Lada
Jambu Mente
399
665
31,24
2.409
69,89
106,04
9,37
41,27
3.508 223,2
Sumber : Kantor Camat Palangga
Dari Tabel 6 di atas menjelaskan bahwa hasil produksi tanaman perkebunan pada tahun 2002 untuk
lada mancapai 69,89 ton dengan luas area seluas 399 ha, tanaman coklat 106,04 ton dengan luas
area seluas 665 ha, tanaman lada 9,37 ton dengan luas area seluas 31,24 ha dan tanaman jambu mente
41,27 ton dengan luas area seluas 2,409.ha. Tingkat produksi tersebut merupakan hasil yang ada
pada Kecamatan Palangga Kabupaten Konawe Selatan
4.2. Aspek Produksi Usahatani
Untuk mengetahui tentang tingkat produksi tanaman lada yang ada di Kecamatan Palangga, pada
kajian ini, diuraikan aspek produksi yang mendukung produksi lada. Dalam kegiatan usahatani yang dilakukan
oleh para petani selama ini memang mengalami kemajuan, tetapi ada juga yang mengalami kegagalan panen
akibat dari kurangnya perhatian yang serius dari petani terhadap tanaman lada.
Tanaman lada memang sejak dulu telah menjadi salah satu komoditi ekspor yang telah dibudidayakan
di Indonesia. Jenis lada yang sangat unggul adalah lada putih, dan lada hitam merupakan jenis lada unggulan.
16
Dengan kondisinya sebagai lada unggulan kedua, jenis lada banyak ditanami didaratan Sulawesi, khususnya di
Sulawesi Tanggara, dan dalam kajian ini komoditi lada dibudidayakan di Kecamatan Palangga Kabupaten
Konawe Selatan.
Kegiatan usahatani lada telah menjadi salah satu sumber penghasilan walaupun harus menunggu hasil
panennya, petani lada tidak pernah meninggalkan pekerjaannya sebagai petani lada di Kecamatan Palangga.
Tingkat produksi lada sangat tergantung dari luas lahan dan biaya produksi yang digunakan untuk
memperoleh hasil produksi usahatani laha yang baik.
4.2.1. Lahan
Lahan yang digunakan dalam usahatani lada merupakan lahan perkebunan yang disiapkan untuk
mengelola dan membudidayakan tanaman lada dengan baik. Lahan tersebut terdiri dari tanah yang memilik
ciri-ciri sebagai berikut :
1. Subur dan banyak mengandung bahan organik.
2. Tidak tergenang air bila musim hujan dan tidak terlalu kering dimusim kemarau
3. Kadar keasaman (pH) tanah berkisar 5,5 – 7,0
4. Warna tanah, merah sampai merah kuning (podsolik, lateritic, latosol, dan utisol),
5. Lapisan tanah mengadung humus sekitas 1 – 2,5 meter
6. Tanah gambut, tanah yang hampir seluruhnya berasal dari endapan sisa-sisa tumbuhan yang telah, sedang,
dan belum melapuk.
Selain ciri di atas, perlu juga diperhatikan kandungan tanah yang mampu mengoptimalkan
pertumbuhan tanaman, produksi buah, dan mempertahankan keremajaan vegetatif, seperti :
a. Bahan organiknya banyak
b. Struktur tanahnya baik dan remah
c. Drainase, sirkulasi udara dan air dalam tanah cukup baik
Dalam kajian ini luas lahan dibagi dalam strata-strata berdasarkan luas yang dijelaskan sebagai
berikut :
a. Luas lahan kurang dari 0.5 ha
b. Luas lahan antara 0,5 ha sampai dengan 1,0 ha
c. Luas lahan lebih dari 1,0 ha
Strata luas lahan tersebut di atas, digunakan untuk menjelaskan tingkat produksi petani lada
responden di Kecamatan Palangga yang masing-masing strata diwakili oleh 7 responden sehingga keseluruhan
renponden berjumlah 21 orang untuk 3 strata tersebut.
4.2.2. Biaya Produksi
Untuk memperoleh hasil yang memadai, setiap kegiatan produksi harus mengalokasikan sejumlah
biaya, sehingga output yang diharapkan dapat dicapai dengan baik. Biaya produksi terdiri dua kelompok biaya
yaitu biaya tetap dan biaya variabel.
17
Biaya tetap (Fixed Cost) merupakan biaya yang tidak tergantung pada tinggi rendahnya proses
produksi. Dalam kajian usahatani lada ini, biaya tetap meliputi biaya peralatan seperti cangkul, sabit,
kerangjang, petik, dan termasuk Pajak (PBB) . Sedangkan Besarnya biaya variabel yang digunakan dalam
kegiatan produksi usahatani lada merupakan biaya variabel yang digunakan untuk membiayai :
a. Tenaga Kerja
Dalam kegiatan usahatani lada, tenaga kerja yang digunakan diukur dengan menggunakan Hari Orang
Kerja (HOK) dapat dijelaskan bahwa untuk 1 HOK sama dengan 1 HKP (Hari Kerja Pria) yaitu satuan jam
kerja antara 7 sampai 8 jam perhari, untuk tenaga kerja wanita 1 HKW sama dengan 0,75 HKP dan untuk
anak-anak petani yang ikut bekerja dihitungan 1 HKA sama dengan 0,5 HKP di samping itu HOK tergantung
dari luas lahan, untuk lahan kurang dari 0,5 ha, tenaga kerja yang digunakan sebanyak 2 orang, untuk lahan 0,5
ha – 1,0 ha, tenaga kerja yang digunakan sebanyak 2-3 orang, untuk lahan lebih dari 1,0 ha, tenaga kerja yang
digunakan sebanyak 3 orang atau lebih, biaya tenaga kerja yang digunakan adalah sebanyak Rp. 1.250 perjam
kerja sehinga dalam 1 hari 1 HOK memperoleh Rp. 10.000, per hari kerja atau Rp. 300.000 Perbulan.
b. Pupuk dan Obat-obatan pemberantas hama
Dalam pengembangan dan budidaya tanaman lada, variabel pupuk dan obat-obatan pemberantas hama
merupakan faktor penting yang mana sangat menentukan jumlah produksi yang diinginkan. Besarnya biaya
produksi yang dikeluarkan untuk membiayai pupuk dan obat-obatan sangat bervariasi dan dilihat dari jumlah
kebutuhan akan pupuk dan obat-obatan tersebut oleh petani.
Variabel tersebut di atas merupakan variabel yang digunakan dalam meningkatkan produksi lada. Jika
dari varibel tersebut ada yang tidak digunakan dengan baik, maka akan memberikan pengaruh terhadap jumlah
produksi yang diperoleh petani pada saat panen.
4.3. Tingkat Produksi
Keberadaan jumlah produksi untuk lima tahun terakhir sejak tahun 1998 sampai dengan tahun 2002
sebagaimana yang telah dijelaskan pada tabel 1, menunjukkan bahwa pada tahun 1998-2002 luas lahan lada,
jumlah tanaman memproduksi, jumlah produksi dan jumlah Kepala Keluarga Petani lada menunjukkan
peningkatan dari tahun ke tahun, hal ini dapat dilihat pada tabel 7
Tabel 7. Perkembangan komoditi Lada di Kecamatan Palangga Pada Tahun 1998 – 2002
Tahun Kategori
Tanaman
Memproduksi
Luas Lahan
(Ha)
Jumlah
Produksi
(Ton)
Jumlah KK
Petani Lada
1998 TM 22,72 8,295 1,573
1999 TM 28,58 8,552 1,681
2000 TM 29,39 8,817 1,770
18
2001 TM 30,30 9,090 1,826
2002 TM 31,24 9,372 1,875
Sumber : Data Primer diolah (2002)
Berdasarkan data tersebut di atas, meunjukkan bahwa perkembangan tingkat produksi dari tahun 1998
sampai tahun 2002 mengalami kenaikan, dimana pada tahun 1998 jumlah produksi yang diperoleh sebanyak
8,295 ton dengan luas lahan 27,72 ha , dan petani lada sebanyak 1.573 KK. Pada tahun 1999 jumlah produksi
yang diperoleh sebanyak 8,552 ton dengan luas lahan 28,58 ha , dan petani lada sebanyak 1.681 KK. Pada
tahun 2000 jumlah produksi yang diperoleh sebanyak 8,817 ton dengan luas lahan 29,39 ha , dan petani lada
sebanyak 1.770 KK. Pada tahun 2001 jumlah produksi yang diperoleh sebanyak 9,090 ton dengan luas lahan
30,30 ha , dan petani lada sebanyak 1.826 KK. Pada tahun 2002 jumlah produksi yang diperoleh sebanyak
9,372 ton dengan luas lahan 31,24 ha , dan petani lada sebanyak 1.875 KK.
Dari data tersebut di atas dapat dilihat bahwa tingkat produksi petani lada di Kecamatan Palangga
mengalami peningkatan sehingga para petani terdorong untuk terus melakukan usahatani khususnya tanaman
lada.
Tingkat produksi lada yang diperoleh petani di Kecamatan Palangga, merupakan tingkat produksi
lada yang sangat potensial dan mampu meningkatkan penghasilan bagi petani.
4.4. Aspek Pemasaran
Kegiatan pemasaran yang dilakukan oleh petani lada yaitu penjualan langsung kepada pedagang
pengumpul. Tingkat produksi yang diperoleh petani lada dengan frekwensi pemetikan 2 –3 kali sebulan untuk
satu kali musim panen setiap tahun sehingga jumlah produksi yang dipasarkan tidak begitu besar dan cara
pemasarannya tidak sekaligus melainkan bertahap tergantung dari banyak buah lada yang masak.
Adanya aktivitas pedangan pengumpul yang secara rutin mendatangi rumah-rumah petani dilokasi
untuk membeli hasil produksinya, maka secara tidak langsung biaya pemasaran menjadi tanggungan pedagang
pengumpul. Disamping dari sisi harga, harga jual lada di pasar lokal relatif sama dengan tingkat harga jual
pada pasaran regional sehingga petani lada lebih cenderung menjual kepada pedagang pengumpul.
4.5. Analisis Pendapatan Usahatani Lada
4.4.1 Analisis Produksi
Produksi merupakan hasil akhir dari suatu kegiatan. Di dalam kegiatan usahatani hasil produksi akan
diperoleh pada masa panen. Keadaan produksi petani dapat dilihat pada tabel 8.
Tabel 8. Tingkat Produksi Petani Responden Dengan Luas Lahan kurang dari 0,5 ha.
No. Nomor
Responden
Luas
Lahan
(Ha.)
Jumlah
Pohon
Produksi
Yang
Dijual
Konsumsi
(Kg)
Jumlah
Produksi
(Kg)
19
(Kg)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
001
021
003
014
017
011
010
0,20
0,25
0,25
0,20
0,35
0,30
0,35
60
68
69
58
75
70
78
180
204
207
174
225
210
234
2
2
3
2
5
4
5
178
202
205
172
220
206
229
Jumlah 1,9 478 1.434 23 1.412
Rata-Rata 0,27 68,28 205 3,3 202
Sumber : Data Primer Diolah
Berdasarkan tabel 8 tersebut di atas, menunjukkan bahwa dengan luas lahan yang kurang dari 0,5 ha,
hasil produksi untuk lahan seluas 0,20 ha dengan jumlah tanaman yang memproduksi sebanyak 60 pohon,
produksi lada dapat mencapai 180 kg, produksi yang dijual sebanyak 178 Kg , sedangkan untuk lahan seluas,
0,35 ha, dengan jumlah tanaman memproduksi sebanyak lebih kurang 78 pohon, produksi ladanya dapat
mencapai 234 kg produksi yang dijual sebanyak 229 Kg.
Berdasarkan tingkat produksi yang dihasilkan dapat dijelaskan bahwa dari rata-rata luas lahan sebesar
0,27 ha yang diolah dengan jumlah pohon rata-rata 68 pohon, dapat diperoleh peroleh produksi rata-rata
sebanyak 205 kg lada yang di jual sedangkan yang dikonsumsi rata-rata sebanyak 3,3 kg dari jumlah produksi
rata-rata 202 kg.
Untuk petani dengan luas lahan antara 0,5 sampai 1,0 ha, hasil produksinya dapat dilihat pada tabel 9.
Tabel 9. Tingkat Produksi Petani Responden Dengan Luas Lahan Antara 0,5 – 1,0 ha.
No. Nomor
Responden
Luas
Lahan
(Ha.)
Jumlah
Pohon
Produksi
Yang
Dijual
(Kg)
Konsumsi
(Kg)
Jumlah
Produksi
(Kg)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
005
004
013
020
016
009
012
0,5
0,5
0,5
1,0
1,0
1,0
1,0
150
150
150
300
300
300
300
450
450
450
900
900
900
900
15
15
15
15
15
15
15
435
435
435
885
885
.885
885
Jumlah 5,5 1.600 4.950 105 4.845
Rata-rata 0,9 229 707 15 692
Sumber : Data Primer Diolah
20
Berdasarkan tabel 9 tersebut di atas, menunjukkan bahwa dengan luas lahan dari 0,5 ha sampai
dengan 1,0 ha, hasil produksi untuk lahan seluas 0,5 ha dengan jumlah tanaman memproduksi sebanyak 150
pohon, produksi lada dapat mencapai 450 kg, produksi yang dijual sebanyak 435 Kg sedangkan untuk lahan
seluas, 1,0 ha, dengan jumlah tanaman memproduksi sebanyak 300 pohon, produksi lada dapat mencapai 900
kg. Produksi yang dijual sebanyak 885 Kg.
Rata-rata luas lahan yang digunakan untuk kegiatan usahatani mencapai 0,9 ha dengan jumlah pohon
rata-rata 229 pohon, produksi yang dijual rata-rata 707 kg, lada yang dikonsumsi rata-rata 15 kg dan dari
jumlah produksi rata-rata 692 kg.
Selain itu untuk lahan dengan luas lebih dari 1 ha, hasil produksi yang diperoleh petani responden
dapat dilihat pada tabel 10.
Tabel 10. Tingkat Produksi Petani Responden Dengan Luas Lahan lebh dari 1 ha.
No. Nomor
Responden
Luas
Lahan
(Ha.)
Jumlah
Pohon
Produksi
yang dijual
(Kg)
Konsumsi
(Kg)
Jumlah
Produksi
(Kg)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
002
006
007
008
015
019
019
3,5
2,0
2,5
1,5
1,5
2,0
2,5
1500
600
750
450
450
600
750
4.500
1.800
2.250
1.350
1.350
1.800
2.250
50
50
50
50
50
50
50
4.450
1.750
2.200
1.300
1.300
1.750
2.200
Jumlah 15,5 5100 15.300 350 14.950
Rata-rata 2,2 726 2.186 50 2.136
Sumber : Data Primer Diolah
Berdasarkan tabel 10 tersebut di atas, menunjukkan bahwa dengan luas lahan lebih dari 1,0 ha, hasil
produksi untuk lahan seluas 1,5 ha, tanaman memproduksi sebanyak 450 pohon, produksi lada dapat
mencapai 1.350 kg, dengan produksi yang dijual sebanyak 1.300 Kg, untuk lahan seluas 2,0 ha dengan
tanaman memproduksi sebanyak 600 pohon, produksi lada dapat mencapai 1.800 kg, untuk lahan seluas 2,5
ha dengan jumlah tanaman memproduksi sebanyak 750 pohon, produksi lada dapat mencapai 2.250
kg,sedangkan untuk lahan seluas, 3,5 ha, dengan tanaman memproduksi sebanyak 1.500 pohon lebih, produksi
lada dapat mencapai 4.500 kg.dengan produksi yang dijual sebanyak 4.450 Kg.
Rata-rata luas lahan yang digunakan untuk kegiatan usahatani mencapai 2,2 ha dengan jumlah pohon rata-
rata 726 pohon, produksi yang dijual rata-rata 2.186 kg, lada yang dikonsumsi rata-rata 50 kg dan dari jumlah
produksi rata-rata 2.136 kg
Berdasarkan data tersebut di atas menunjukkan bahwa luas lahan dan jumlah pohon merupakan
variabel yang sangat erat hubunganya dengan jumlah produksi, disamping variabel-variabel produksi lainnya.
21
4.4.2. Analisis Biaya Produksi Usahatani Lada
Biaya produksi usahatani merupakan biaya-biaya yang digunakan dalam proses produksi yaitu biaya
tetap yang meliputi biaya peralatan yang digunakan dalam proses produksi dan biaya variabel meliputi biaya
tenaga kerja, biaya pupuk dan biaya obat-obatan . Penggunaan biaya tetap dan biaya variabel dapat dilihat
dalam tabel 11.
Tabel 11Biaya Produksi Rata-Rata
No Uraian Luas Lahan
< 0,5 Ha
Luas Lahan
0,5 – 1,0 Ha
Luas Lahan
1,0 Ha >
1.
2.
Biaya Tetap
1. Cangkul
2. Sabit
3. Kerangjang Petik
4. Pajak (PBB)
Biaya Variabel
1. Tenaga Kerja
2. Pupuk
3. Obat-Obatan
50.000
30.000
40.000
2.500
600.000
400.000
50.000
75.000
45.000
60.000
5.000
1.350.000
675.500
75.000
100.000
60.000
80.000
10.000
1.850.000
1.450.000
100.000
Jumlah 1.172.500 2.285.500 3.650.000
Ratar 586.250 1.142.750 1.825.000
Sumber : Data Primer Diolah
Berdasarkan tabel 11 di atas, nampak bahwa jumlah biaya produksi untuk masing-masing luas lahan
berbeda-beda dan biaya tersebut digunakan untuk satu kali masa panen. Dimana total biaya produksi untuk
lahan yang kurang dari 0,5 ha adalah sebesar Rp.1.172.500,- Untuk lahan dengan luas 0,5 ha sampai 1 ha
menggunakan biaya produksi sebesar Rp. 2.285.500,- dan untuk lahan yang luas lebih dari 1 ha menggunakan
biaya produksi mencapai Rp.3.650.000,- Biaya produksi tersebut akan berubah-ubah sesuai kondisi
perekonomian petani responden. Dengan demikian rata-rata biaya yang digunakan oleh petani dengan luas
lahan kurang dari 0,5 ha adalah sebesar Rp.568.250, biaya rata-rata yang dikeluarkan oleh petani dengan luas
lahan antara 0,5 – 1,0 ha sebesar Rp.1.142.750, sedangkan biaya yang dikeluarkan oleh petani dengan lahan
yang luas lebih dari 1,0 ha adalah sebesar Rp.1.825.000,-
Dalam kajian ini, pendapatan usahatani diperoleh dengan mengalokasikan sejumlah biaya untuk
mengolah suatu komoditas unggul sehingga menghasilkan keuntungan. Komoditas tersebut adalah tanaman
lada.
Pendapatan yang diterima dari hasil penjualan tersebut merupakan pendapatan kotor yang belum
dikurang dengan berbagai biaya yang digunakan dalam faktor produksi tersebut. Faktor-faktor produksi yang
telah dijelaskan di atas, merupakan faktor-faktor yang dibiayai sehingga biaya faktor produksi menjadi biaya
produksi yang terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel.
22
Besarnya biaya produksi yang secara rata-rata diperoleh pada tabel 11 di atas, maka untuk masing-
masing responden besarnya biaya produksi yang tergantung dari jumlah pohon dan luas lahan yang digunakan
dalam penelitian yang dapat dilihat pada tabel 12 sebagai berikut :
Tabel 12. Komposis Biaya Produksi Berdasarkan Luas Lahan dan Jumlah Pohon Untuk Luas Lahan Kurang
dari 0,5 ha
No. Luas Lahan
(Ha)
Jumlah Pohon Biaya Produksi
(Rp)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
0,20
0,25
0,25
0,20
0,35
0,30
0,35
60
68
69
58
75
70
78
1.172.500
1.172.500
1.172.500
1.172.500
1.172.500
1.172.500
1.172.500
Sumber : Tabel 8 diolah
Berdasarkan tabel 12 di atas, menunjukkan bahwa jumlah biaya produksi yang digunakan untuk kegiatan
produksi tanaman lada, untuk luas lahan 0,25 – 0,35 ha menggunakan biaya produksi rata-rata mencapai Rp.
1.172.500,-
Untuk Lahan dengan luas antara 0,5 sampai dengan 1,0 ha memerlukan biaya produksi yang dapat dilihat
pada tabel 13 sebagai berikut :
Tabel 13. Komposis Biaya Produksi Berdasarkan Luas Lahan dan Jumlah Pohon Untuk Luas Lahan Antara 0,5
sampai dengan 1,0 ha
No. Luas Lahan
(Ha)
Jumlah Pohon Biaya Produksi
(Rp)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
0,5
0,5
0,5
1,0
1,0
1,0
1,0
150
150
150
300
300
300
300
2.285.500
2.285.500
2.285.500
2.285.500
2.285.500
2.285.500
2.285.500
Sumber : Tabel 9 diolah
23
Berdasarkan tabel 13 di atas, menunjukkan bahwa jumlah biaya produksi yang digunakan untuk kegiatan
produksi tanaman lada, untuk luas lahan 0,5 – 1,0 ha dengan jumlah pohon sebanyak 150 –300 pohon,
memerlukan biaya produksi sebesar Rp2.285.500,-
Untuk Lahan dengan luas lebih dari 1 ha, memerlukan biaya produksi yang dapat dilihat pada tabel 14
sebagai berikut :
Tabel 14. Komposis Biaya Produksi Berdasarkan Luas Lahan dan Jumlah Pohon Untuk Luas Lahan lebih dari
1 ha.
No. Luas Lahan
(Ha)
Jumlah Pohon Biaya Produksi
(Rp)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
3,5
2,0
2,5
1,5
1,5
2,0
2,5
1500
600
750
450
450
600
750
3.650.000
3.650.000
3.650.000
3.650.000
3.650.000
3.650.000
3.650.000
Sumber : Tabel 10 Diolah
Berdasarkan tabel 14 di atas, menunjukkan bahwa jumlah biaya produksi yang digunakan untuk
kegiatan produksi tanaman lada, untuk luas lahan 1,5 – 3,5 ha dengan jumlah pohon sebanyak 450-
1500 pohon, memerlukan biaya sebesar Rp.3.650.000,-
4.4.2. Analisis Pendapatan Kotor
Berdasarkan hasil penelitian, dapat dijelaskan bahwa panen lada dalam 1 (satu) tahun
sebanyak 1 (satu) panen dengan frekwensi pemetikan buah lada sebanyak 2 -3 kali dalam sebulan
selama 3 (tiga) bulan berturut-turut dalam setiap tahunnya diperoleh pendapatan kotor (TR) dari
jumlah produksi yang dijual dengan harga rata-rata Rp. 40.000 perkilogram . Hasil penjualan produksi
untuk luas yang kurang dari 0,5 ha dapat tabel 15.
Tabel 15. Tabel Pendapatan Kotor Untuk Luas Lahan kurang dari 0,5 ha..
No. Luas Lahan
(Ha)
Jumlah Produksi
(Kg)
Harga
(Rp.)
Pendapatan Kotor (Rp)
1.
2.
3.
4.
5.
0,20
0,25
0,25
0,20
0,35
178
202
205
172
220
40.000
40.000
40.000
40.000
40.000
7.120.000
8.080.000
8.200.000
6.880.000
8.800.000
24
6.
7.
0,30
0,35
206
229
40.000
40.000
8.240.000
9.160.000
Sumber : Data Primer Diolah
Berdasarkan tabel 15 di atas, menunjukkan bahwa. Usahatani lada pada luas lahan kurang dari 0,5 ha,
pendapatannya dapat mencapai Rp. 6.880.000 sampai dengan Rp.9.160.000, hal ini tertentu dapat diperoleh
pada tingkat harga jual sebesar Rp.40.000 per kilogram, namun bila harga jual lada berubah naik atau turun,
pendapatan tersebut juga akan mengikuti perkembangan harga jual yang berlaku.
Untuk petani dengan luas lahan 05 – 1,0 ha pendapatam kotornya dapat dilihat dalam tabel 16.
Tabel 16. Tabel Pendapatan Kotor Untuk Luas Lahan 0,5 - 1,0 ha..
No. Luas Lahan
(Ha)
Jumlah Produksi
(Kg)
Harga
(Rp.)
Pendapatan Kotor (Rp)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
0,50
0,50
0,50
1.00
1.00
1.00
1.00
435
435
435
885
885
885
885
40.000
40.000
40.000
40.000
40.000
40.000
40.000
17.400.000
17.400.000
17.400.000
35.400.000
35.400.000
35.400.000
35.400.000
Sumber : Data Primer Diolah
Berdasarkan tabel 16 di atas, menunjukkan bahwa Usahatani lada pada luas lahan kurang dari 0,5 ha,
pendapatannya dapat mencapai Rp.17.400.000, sedangkan pada lahan seluas 1 ha pendapatan yang diperoleh
petani mencapai Rp.35.400.000,- hal ini tertentu dapat diperoleh pada tingkat harga jual sebesar Rp.40.000 per
kilogram, namun bila harga jual lada berubah naik atau turun, pendapatan tersebut juga akan mengikuti
perkembangan harga jual yang berlaku.
Sedangkan pendapatan kotor untuk lahan dengan luas lebih dari 1 ha dapat dilihat dalam tabel 17
Tabel 17. Tabel Pendapatan Kotor Untuk Luas Lahan Lebih dari 1,0 ha..
No.
Luas Lahan
(Ha)
Jumlah Produksi
(Kg)
Harga
(Rp.)
Pendapatan Kotor (Rp)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
3,5
2,0
2,5
1,5
1,5
2,0
4.450
1.750
2.200
1.300
1.300
1.750
40.000
40.000
40.000
40.000
40.000
40.000
178.000.000
70.000.000
88.000.000
52.000.000
52.000.000
70.000.000
25
7. 2,5 2.200 40.000 88.000.000
Sumber : Data Primer Diolah
Berdasarkan tabel 17 di atas, menunjukkan bahwa pendapatan petani dalam usahatani lada, petani
memperoleh pendapatan mencapai Rp.178.000.000, pendapatan ini tidak serentak dapat diperoleh dari luas
lahan 3,5 ha, namun diperoleh secara bertahap dari jumlah produksi lada yang ada, begitu pula dengan petani
yang memperoleh pendapatan mencapai Rp.52.000.000, Rp.70.000.000 dan Rp.88.000.000. Pendapatan
tersebut merupakan keseluruhan dari hasil penjualan lada bila dikumpulkan dan didalam perhitungan ini
penulis mengambil perhitungan pendapatan secara keseluruhan hasil produksi dari petani lada tersebut guna
memudahkan penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.
4.2.3. Analisis Pendapatan Usaha Tani Lada
Tingkat pendapatan yang diperoleh petani di atas merupakan pendapatan kotor yang masih
harus dikurangi dengan jumlah biaya produksi yang digunakan untuk memperoleh produksi lada.
Untuk menganalisis pendapatan bersih hasil usahatani lada digunakan formulasi :
NI = TR – TC
NI = Net Income (Pendapatan Bersih)
TR = Total Revenue (Pendapatan Kotor)
TC = Total Cost (Keseluruhan biaya yang digunakan dalam proses produksi.
Dengan demikian, hasil perhitungan pendapatan bersih untuk petani responden dengan luas
lahan kurang dari 0,5 ha dapat dilihat pada tabel 18.
Tabel 18. Hasil Perhitungan Pendapatan Bersih Untuk Petani Responden Dengan Luas Lahan Kurang Dari 0,5
Ha
No.
Jumlah
Produksi
(Kg)
Pendapatan
Kotor (TR)
(Rp.)
Biaya Produksi
(TC)
(Rp.)
Pendapatan Bersih
(NI)
(Rp.)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
0,20
0,25
0,25
0,20
0,35
0,30
0,35
7.120.000
8.080.000
8.200.000
6.880.000
8.800.000
8.240.000
9.160.000
1.172.500
1.172.500
1.172.500
1.172.500
1.172.500
1.172.500
1.172.500
5.947.500
6.907.500
7.027.500
5.707.500
7.627.500
7.067.500
7.987.500
Sumber : Data Primer Diolah
26
Berdasarkan tabel 18 di atas, dari hasil perhitungan pendapatan bersih untuk petani responden dengan
luas lahan kurang dari 0,5 ha pendapatan bersih dapat mencapai Rp.5.707.500-7.987.500,-
Kemudian untuk petani responden dengan luas lahan 0,5–1,0 ha pendapatan bersih yang diperoleh
dapat dilihat pada tabel 19.
Tabel 19. Hasil Perhitungan Pendapatan Bersih Untuk Petani Responden Dengan Luas Lahan 0,5 – 1,0 Ha
No. Jumlah
Produksi
(Kg)
Pendapatan
Kotor (TR)
(Rp.)
Biaya Produksi
(TC)
(Rp.)
Pendapatan Bersih
(NI)
(Rp.)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
0,5
0,5
0,5
1,0
1,0
1,0
1,0
17.400.000
17.400.000
17.400.000
35.400.000
35.400.000
35.400.000
35.400.000
2.285.500
2.285.500
2.285.500
2.285.500
2.285.500
2.285.500
2.285.500
15.114.500
15.114.500
15.114.500
33.114.500
33.114.500
33.114.500
33.114.500
Sumber : Data Primer Diolah
Berdasarkan tabel 19 di atas, dari hasil perhitungan pendapatan bersih untuk petani responden dengan
luas lahan 0,5 – 1,0 ha pendapatan bersih dapat mencapai Rp.15.114.000 – 33.114.500,-
Untuk petani responden dengan luas lahan lebih dari 1,0 ha pendapatan bersih yang diperoleh
dapat dilihat pada tabel 20.
Tabel 20. Hasil Perhitungan Pendapatan Bersih Untuk Petani Responden Dengan Luas Lahan Lebih Dari 1,0
Ha
No. Jumlah
Produksi
(Kg)
Pendapatan
Kotor (TR)
(Rp.)
Biaya Produksi
(TC)
(Rp.)
Pendapatan Bersih
(NI)
(Rp.)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
4.450
1.750
2.200
1.300
1.300
1.750
2.200
178.000.000
70.000.000
88.000.000
52.000.000
52.000.000
70.000.000
88.000.000
3.650.000
3.650.000
3.650.000
3.650.000
3.650.000
3.650.000
3.650.000
174.350.000
66.350.000
84.350.000
48.350.000
48.350.000
66.350.000
84.350.000
Sumber : Data Primer Diolah
Berdasarkan tabel 20 di atas, dari hasil perhitungan pendapatan bersih untuk petani responden dengan
luas lahan lebih dari 1,0 ha pendapatan bersih dapat mencapai Rp. 48.350.000- 84.350.000,- sedangkan
27
terdapat pendapatan petani lada yang mencapai Rp.174.350.000, hal ini diperoleh karena jumlah lahan dan
pohon lada yang ditanaminya berada pada berbagai lokasi di dalam wilayah Kecamatan Palangga, sehingga
hasil panennya mencapai jumlah tersebut di atas.
Menurut teori Sajogyo (1986) menyatakan bahwa kriteria pengukuran untuk kategori kemiskinan di
Indonesia pada daerah pedesaan yaitu 240 – 320 kg beras pertahun perkapita, jika dikaitkan dengan tingkat
pendapatan yang diperoleh dari hasil analisis di atas, dimana harga beras Rp. 2.000 per kg, maka petani
responden yang mempunyai lahan kurang dari 0,5 ha termasuk kategori miskin, dimana tanaman lada dijadikan
sebagai usahatani sampingan, untuk petani dengan luas lahan antara 0,5 – 1,0 ha termasuk kategori petani
sedang, dimana tanaman lada diusahakan sebagai tanaman sela diantara tanaman perkebunan lainnya.
sedangkan petani dengan luas lahan lebih dari 1,0 ha termasuk kategori mampu, tanaman lada diusahakan
secara komersil.
BAB V.
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut :
1. Lada merupakan salah satu komoditi hasil perkebunan yang memiliki potensi untuk dikembangkan pada
masa yang akan datang di Sulawesi Tenggara, khususnya di Kecamatan Palangga Kabupaten Konawe
Selatan dalam rangka peningkatan pendapatan petani.
2. Hasil perhitungan pendapatan bersih (Net Income) usahatani diketahui bahwa pendapatan usahatani lada
memiliki peluang untuk meningkatkan taraf hidup petani lada, dimana untuk petani dengan luas lahan
kurang dari 0,5 ha dapat memperoleh pendapatan bersih rata-rata sebesar Rp.6.896.100,-, untuk petani
dengan luas lahan antara 05 – 1,0 ha dapat memperoleh pendapatan bersih rata-rata sebesar Rp.
25.400.200, dan untuk petani yang memiliki luas lebih dari 1,0 ha dapat memperoleh keuntungan
bersih rata-rata sebesar Rp. 81.778.600,-
3. Rendahnya tingkat produktivitas usahatani lada akibat dari cara pengelolaannya belum optimal karena
adanya keengganan sebagian petani memelihara dan merawat tanamannya secara berkala sebab ada
keterkaitan dengan modal/biaya yang dialokasikan pada usahatani.
5.2. Saran
Berdasarkan kesimpulan sebelumnya, maka dapat diberikan saran sebagai berikut :
1. Pengembangan lada di Kecamatan Palanggan harus lebih diintesifkan karena merupakan tanaman yang
potensial, selain itu tanaman lada merupakan komoditi perkebunan yang prospektif, untuk itu
pengembangannya memerlukan perhatian dari berbagai pihak, bukan hanya dari petani, tetapi perhatian
pemerintah juga guna kelangsungan hidup petani lada.
2. Pengelolaan usahatani lada harus ditingkatkan guna memperoleh hasil produksi yang optimal, dengan
demikian petani akan memperoleh hasil dan pendapatan yang sesuai dengan hasil keringatnya.
28
3. Harga jual lada untuk setiap desa dan kelurahan harus diseragamkan guna mengantisipasi lonjakan harga
jual lada dan para pedagang yang memanfaatkan kelemahan petani sehingga kegiatan mereka
menjaditerhalang.
29