amir skripsi

42
ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI LADA DI KECAMATAN PALANGGA KABUPATEN KONAWE SELATAN O L E H : AMIRUDDIN STB. 960 221 091 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Strategi pembangunan pertanian pada PELITA VI diarahkan untuk mewujudkan pertanian modern, tangguh dan efisien yang dicirikan oleh kemampuan menciptakan peluang ekonomi bagi pengembangan agribisnis dan ekonomi pedesaan dalam upaya meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi serta penganekaragaman hasil pertanian untuk memenuhi kebutuhan pangan, bahan baku industri, pendapatan dan taraf hidup petani, memperluas lapangan pekerjaan, kesempatan berusaha dan menambah devisa negara. Perkembangan di sektor pertanian menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun sehingga sektor pertanian masih merupakan salah satu kekuatan ekonomi nasional yang telah menjadi dasar dan tumpuan bagi perkembangan dan pembangunan bangsa menuju masyarakat yang adil dan makmur. Karena tumpuan perekonomian berada pada sektor pertanian ini maka para pelaku ekonomi berupaya untuk meningkatkan sektor pertanian dengan melaksanakan berbagai kegiatan pengembangan usahatani guna menciptakan lapangan kerja dan kesempatan berusaha bagi petani. Perkembangan tersebut diperlukan juga pada sub sektor perkebunan yang meliputi pengembangan sejumlah komoditi unggulan dan prospektif sebagai upaya pengelolaan dan peningkatan sumber daya perkebunan yang diharapkan dapat meningkatkan pendapatan serta membantu dalam memenuhi kebutuhan dasar maupun kebutuhan sekunder masyarakat tani.

Upload: jacob-breemer

Post on 12-Jun-2015

804 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Amir Skripsi

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI LADA

DI KECAMATAN PALANGGA KABUPATEN KONAWE SELATANO L E H :

AMIRUDDIN

STB. 960 221 091

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Strategi pembangunan pertanian pada PELITA VI diarahkan untuk mewujudkan pertanian modern,

tangguh dan efisien yang dicirikan oleh kemampuan menciptakan peluang ekonomi bagi pengembangan

agribisnis dan ekonomi pedesaan dalam upaya meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi serta

penganekaragaman hasil pertanian untuk memenuhi kebutuhan pangan, bahan baku industri, pendapatan dan

taraf hidup petani, memperluas lapangan pekerjaan, kesempatan berusaha dan menambah devisa negara.

Perkembangan di sektor pertanian menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun sehingga sektor

pertanian masih merupakan salah satu kekuatan ekonomi nasional yang telah menjadi dasar dan tumpuan bagi

perkembangan dan pembangunan bangsa menuju masyarakat yang adil dan makmur.

Karena tumpuan perekonomian berada pada sektor pertanian ini maka para pelaku ekonomi berupaya

untuk meningkatkan sektor pertanian dengan melaksanakan berbagai kegiatan pengembangan usahatani guna

menciptakan lapangan kerja dan kesempatan berusaha bagi petani.

Perkembangan tersebut diperlukan juga pada sub sektor perkebunan yang meliputi pengembangan

sejumlah komoditi unggulan dan prospektif sebagai upaya pengelolaan dan peningkatan sumber daya

perkebunan yang diharapkan dapat meningkatkan pendapatan serta membantu dalam memenuhi kebutuhan

dasar maupun kebutuhan sekunder masyarakat tani.

Lada sebagai salah satu komoditi ekspor yang dapat dijadikan sebagai perasa makanan, yang telah

banyak dibudidayakan di Indonesia dan diharapkan dapat menjadi nilai tambah dalam rangka peningkatan

pendapatan petani serta menciptakan lapangan kerja yang produtif sehingga mampu memberikan peningkatan

pendapatan bagi masyarakat tani.

Berbagai komoditi perkebunan yang dikembangkan di Sulawesi Tenggara salah satu diantaranya

adalah komoditi lada. Kalau melihat perkembangan komoditi lada di Sulawesi Tenggara masih dalam kategori

prospektif. Namun demikian lada yang dibudidayakan selama ini telah mengalami peningkatan dari tahun ke

tahun (Sultra, 2002).

Perkembangan Kabupaten Kendari merupakan integral dari pembangunan nasional dengan luas

wilayah ± 16,319 km2, sangat potensial dan memiliki sumber daya alam yang cukup tersedia untuk

pengembangan sektor pertanian dan juga di sektor perkebunan (Kab. Kendari, 2002).

Page 2: Amir Skripsi

Berdasarkan data statistik perkebunan tingkat I Sulawesi Tenggara, secara regional memperlihatkan

perkembangan areal komoditi lada tidak begitu besar dibandingkan komoditi lain, tetapi bila dilihat dari

tingkat produksi dalam kurun waktu 5 (lima) tahun (1998 – 2002). Tetapi mengalami peningkatan rata-rata

2,83 % per tahun yaitu dari tahun 1998 sebesar 1.742 ton. Pada tahun 2002 meningkat menjadi 2.595 ton.

Perkembangan tanaman lada yang ada pada kecamatan lain di Kabupaten Kendari cenderung

mengalami penurunan, namun pada wilayah Kecamatan Palangga justru memperlihatkan peningkatan yang

dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini.

Tabel 1.

Perkembangan Lada di Kecamatan Palangga

Pada Tahun 1998 – 2002

TahunKategori

TanamanLuas Lahan (Ha)

Jumlah Produksi

(Ton)

Jumlah KK Petani

Lada

1998

1999

2002

2001

2002

TM

TM

TM

TM

TM

27,72

28,58

29,39

30,30

31,24

8,295

8,552

8,817

9,090

9,372

1.573

1.681

1.770

1.826

1.875

Sumber : Kantor Camat Palangga, 2002.

Dari tabel di atas memperlihatkan perkembangan komoditi lada pada tahun 1998 untuk kategori

tanaman memproduksi TM dengan luas kurang lebih 27,72 Ha, jumlah produksinya sebesar 8,295 ton yang

terdiri dari 1.573 kepala keluarga petani lada. Pada tahun 1999 untuk kategori tanaman memproduksi TM

dengan luas kurang lebih 28,58 Ha, jumlah produksinya sebesar 8,552 ton yang terdiri dari 1.681 kepala

keluarga petani lada. Pada tahun 2002 untuk kategori tanaman memproduksi TM dengan luas kurang lebih

29,39 Ha, jumlah produksinya sebesar 8,817 ton yang terdiri dari 1.770 kepala keluarga petani lada. Pada

tahun 2001 untuk kategori tanaman memproduksi TM dengan luas kurang lebih 30,30 Ha, jumlah produksinya

sebesar 9,090 ton yang terdiri dari 1.826 kepala keluarga petani lada. Pada tahun 2002 untuk kategori tanaman

memproduksi TM dengan luas kurang lebih 31,24 Ha, jumlah produksinya sebesar 9,372 ton yang terdiri dari

1.875 kepala keluarga petani lada, turun naiknya produksi lada ini disebabkan oleh faktor alam dan hama

tanaman lada yang kian menjalar. Kegiatan usahatani lada di Kabupaten Kendari telah berkembang sejak dulu,

terutama di Kecamatan Palangga yang mana dalam pembudidayaannya telah banyak ditanam oleh masyarakat

pada tahun perkebunan yang mereka miliki.

Produksi lada yang dihasilkan oleh para petani di Kecamatan Palangga adalah jenis lada. Untuk

memperoleh pendapatan yang maksimal, petani harus melakukan kegiatan pemasaran artinya memasarkan

hasil usahataninya kepada pedagang pengumpul guna memperoleh pendapatan tersebut. Harga lada yang dijual

kepada pedagang berkisar antara Rp. 20.000,- s/d Rp. 60.000,- per kilogram dalam bentuk biji. Berdasarkan

uraian tersebut di atas, maka penulis tertarik mengadakan penelitian dengan mengangkat judul skripsi

“Analisis Pendapatan Usahatani Lada di Kecamatan Palangga Kabupaten Konawe Selatan

2

Page 3: Amir Skripsi

1.2. Permasalahan

Berdasarkan uraian di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah :

Berapa besar pendapatan petani usahatani lada di Kecamatan Palangga Kabupaten Konawe Selatan

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1. Tujuan Penelitian

Yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah :

Untuk mengetahui besarnya pendapatan petani usahatani lada di Kecamatan Palangga.

1.3.2. Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan bagi petani lada dalam upaya peningkatan pendapatan usahatani lada di

Kecamatan Palangga.

2. Sebagai bahan perbandingan bagi peneliti yang lain yang berhubungan dengan penelitian ini.

1.4. Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian ini meliputi kajian tentang pendapatan usahatani lada di Kecamatan

Palangga Kabupaten Konawe Selatan yang meliputi tingkat produksi, harga jual lada, biaya usahatani lada, dan

jumlah petani lada yang ada di Kecamatan Palangga.

3

Page 4: Amir Skripsi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Terdahulu

Penelitian yang dilakukan oleh Syahrir A (2001) dengan judul skripsi Analisis Pendapatan Usahatani

Lada Robusta di Kecamatan Palanggan Kabupaten Konawe Selatan.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan analisis pendapatan dengan rumus :

NI = TR – TC

TR = P x Q

TC = VC + FC

Dimana :

NI = Net Income (Total Pendapatan Bersih)

NR= Total revenue (Penerimaan Kotor dari Kegaitan Usahatani)

TC= Total biaya usahatani

Hasil perhitungan pendapatan bersih (net income) usahatani diketahui bahwa pendapatan usahatani

lada robusta memiliki peluang untuk meningkatkan taraf hidup petani lada robusta dimana untuk petani dengan

luas lahan kurang dari 0,5 ha dapat memperoleh pendapatan bersih rata-rata sebesar Rp. 574.300,- untuk petani

dengan luas lahan antara 0,5 – 1,0 ha dapat memperoleh pendapatan bersih rata-rata sebesar rata-rata Rp.

1.307,875,- dan untuk petani yang memiliki luas lebih dari 1,0 ha dapat memperoleh keuntungan bersih rata-

rata sebesar Rp. 2.633.000,-

Disimpulkan juga bahwa lada robusta diperoduksikan untuk memenuhi permintaan pasar lada di

Sulawesi Tenggara, walaupun tingkat produksi lada yang diharapkan sampai saat ini belum dapat memenuhi

permintaan lada. Hal ini yang menyebabkan petani lada di Kecamatan Palanggan terus melakukan kegiatan

usahatani lada robusta guna memenuhi permintaan komoditi lada tersebut.

Lada robusta yang diproduksikan di Kecamatan Palanggan dipasarkan ke berbagai daerah dan kota.

Pemasaran lada robusta yang dilakukan di Kecamatan Palangga merupakan pemasaran langsung kepada

konsumen dan pedagang sehingga petani tidak mendapat kesulitan dalam memasarkan hasil produksi lada.

2.2. Pengertian Petani dan Pertanian

Petani adalah orang yang pekerjaannya bercocok tanam pada tanah pertanian. Definisi petani menurut

Anwas Adiwilaga ( 1982 : 34) mengemukakan bahwa petani adalah orang yang melakukan bercocok tanam

dari lahan pertaniannya atau memelihara ternak dengan tujuan untuk memperoleh kegiatan dari kegiatan itu.

Pergertian petani yang dikemukakan tersebut di atas tidak terlepas dari pengertian petani. Pertanian

menurut Anwas Adiwilaga (1982 : 34 ) mengemukakan bahwa pertanian adalah kegiatan manusia

mengusahakan terus dengan maksud memperoleh hasil-hasil tanaman ataupun hasil hewan, tanpa

4

8

Page 5: Amir Skripsi

mengakibatkan kerusakan alam, sedangkan yang dimaksud dengan petani adalah orang yang melakukan

bercocok tanam dari lahan pertaniannya atau memelihara ternak dengan tujuan untuk memperoleh kehidupan

dari kegiatannya itu.

Bertolak dari kegiatan diatas, dapat dikatakan bahwa antara petani dan pertanian tidak dapat

dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Oleh karenaitu perbedaannya hanya terletak pada obyek saja.

2.3. Pengertian Usahatani

Kegiatan ekonomi yang dapat menghasilkan barang dan jasa disebut berproduksi,begitu pula dalam

kegiatan usahatani yang meliputi sub sektor kegiatan ekonomi pertanian tanaman pangan, perkebunan tanaman

keras, perikana dan peternakan adalah merupakan usahatani yang menghasilkan produksi. Untuk lebih

menjelaskan pengertian uahatani dapat diikuti dari definisi yang dikemukakan oleh Mubyarto (1981 : 41 )yaitu

usahatani adalah himpunan sumber-sumber alam yang terdapat pada sektor pertanian itu diperlukan untuk

produksi pertanian, tanah dan air, perbaikan-perbaikan yang telah dilakukan atas tanah dan sebagainya, atau

dapat dikatakan bahwa pemanfaatan tanah untuk kebutuhan hidup.

Pengertian diatas dapat dijelaskan bahwa pada mulanya usahatani bertujuan untuk memenuhi

kebutuhan keluarga petani, segala jenis tanaman dicoba, dibudidayakan. Segala jenis ternak dicoba,

dipopulasikan, sehingga ditemukan jenis yang cocok dengan kondisi alam setempat, kemudian disesuaikan

dengan prasarana yang harus disiapkan guna menunjang keberhasilan produk usahatani.

Menurut Mosher (1985 : 38 ) mengemukakan usahatani adalah bagian dari permukaan bumi dimana

seorang petani dan keluarganya atau badan hukum lainnya bercocok tanam atau memelihara ternak.

Menurut Soekartawi (1986 : 39 ) mendefinisikan usahatani sebagai ilmu yang mempelajari bagaiman

seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh

keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu.

Mubyarto (9186 : 41 ) mengemukakan bahwa usahatani adalah himpunan dari sumber-sumber alam

yang terdapat ditempat itu yang dilakukan untuk produksi pertanian. Jadi usahatani yang sesungguhnya tidak

sekedar hanya terbatas pada pengambilan hasil, melainkan benar-benar usaha produksi, sehingga disini

berlangsung pendayagunaan tanah, investasi, tenaga kerja dan manajemen. Tingkat keberhasilan dalam

pengelolaan usahatani sangat ditentukan oleh keempat faktor diatas.

Menurut Soekartawi (1986 :24 )menyatakan bahwa berhasil di dalam suatu kegiatan usahatani

tergantung pada pengelolaannya karena walaupun ketiga faktor yang lain tersedia, tetapi tidak adanya

manajemen yang baik. Maka penggunaan dari faktor-faktor produksi yang lain tidak akan memperoleh hasil

yang optimal.

Bagi seorang petani, analisa pendapatan merupakan ukuran keberhasilan dari suatu usahatani yang

dikelola dan pendapatan ini digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan bahkan dapat dijadikan

sebagai modal untuk memperluas usahataninya. Hal ini sejalan dengan pernyataan Patong (1985 : 14 ) bahwa

bentuk jumlah pendapatan mempunyai fungsi yang sama yaitu memenuhi kebutuhan sehari-hari dan

memberikan kepuasan kepada petani agar dapat melanjutkan usahanya.

5

Page 6: Amir Skripsi

Lebih lanjut dikatakan oleh Hermanto (1995 : 50 ) bahwa besarnya pendapatan petani dan usahatani

dapat menggambarkan kemajuan ekonomi usahatani dan besarnya tingkat pendapatan ini juga digunakan untuk

membandingkan keberhasilan petani satu dengan petani lainnya.

Soeharjo dan Patong (1984 : 16 ) menyatakan bahwa analisis pendapatan usahatani memerlukan dua

hitungan pokok, yaitu keadaan penerimaan dan keadaan pengeluaran selama jangka waktu yang ditetapkan.

Penerimaan usahatani berwujud tiga hal, yaitu :

1. Hasil penjualan tanaman, ternak, dan hasil ternak

2. Produksi yang dikonsumsikan keluarga

3. Kenaikan nilai industri

2.4. Prinsip Biaya Dalam Produksi Usahatani

Prinsip-prinsip ekonomi dalam usahatani perlu diperhatikan dengan tujuan menetapkan alternatif

tentang pengeluaran biaya yang bagaimana dapat memberikan keuntungan.

Prinsip-prinsip tersebut antara lain :

a. Prinsip biaya berimbang ( principle of opportunity cost )

b. Prinsip keuntungan komparatif (Principle of comparative advantage)

c. Prinsip kenaikan hasil yang berkurang (Principle of diminishing return )

d. Prinsip kombinasi usaha (Principle of combining enterprises )

Dalam pengembangan usahatani secara umum tidak terlepas dari persoalan biaya, sehingga seorang

petani bila ingin memperoleh keuntungan yang sesuai, mak diperlukan suatu perencanaan yang matang dalam

pengambilan keputusan untuk memilih jenis usahatani yang cocok dan sesuai dengan kondisi lahan. Dengan

perhitungan yang matang, maka peluang untuk menutupi biaya-biaya yang dikeluarkan tentu akan dapat

ditutupi. Dengan tertutupinya biaya-biaya tersebut, tentu peluang untuk memperoleh keuntungan dari hasil

pendapatan usahataninya dapat diperoleh.

Kartasapoetra (1988 : 65 ) menempatkan biaya sebagai tempat yang penting dalam berproduksi

sehingga tersedianya sejumlah biaya benar-benar harus diperhitungkan sedemikian rupa agar produksinya

dapat berlangsung dengan baik dan benar, karena biaya sangat berkaitan erat dengan produksi dan selalu

muncul dalam setiap kegiatan ekonomi. Adapun besar kecilnya biaya tergantung pada nilai input atau

pengeluaran yang digunakan dalam kegiatan produksi.

Menurut Soeharjo dan Patong (1984 : 17) mengatakan bahwa biaya mempunyai peranan penting

dalam pengambilan keputusan pada kegiatan usahatani. Besarnya biaya usahatani yang dikeluarkan untuk

memproduksi sangat ditentukan oleh besarnya biaya pokok dari produksi yang dihasilkan.

Pengeluaran usahatani secara umum meliputi biaya tetap dan biaya variabel. Menurut Soekartawi

(1986 : 76 ) mengemukakan bahwa biaya tetap meliputi pajak dan sewa tanah. Sedangkan yang termaksud

biaya variabel seperti pembelian pupuk, bibit, obat-obatan, dan upah tenaga kerja.

2.5. Konsep Produksi

6

Page 7: Amir Skripsi

Secara umum produksi diartikan sebagai aktivitas untuk menciptakan barang dan jasa untuk

memenuhi kebutuhan manusia, Jadi produksi adalah aktivitas yang menciptakan atau menambahkan utility

suatu barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan manusia.

Sofyan Assauri (1993 : 54 ) mengemukakan bahwa produksi adalah kegiatan menciptakan atau

menambah kegunaan ( utulity ) sesuatu barang atau jasa dengan menggunakan sumber – sumber (tenaga kerja,

mesin, bahan-bahan, dan modal ) yang ada.

Sedangkan Wasis ( 1992 : 40 ) menjelaskan bahwa produksi adalah perubahan bahan atau komponen

( produksi ) menjadi barang jadi. I gusti (1994 : 19 ) mengemukakan bahwa produksi adalah sebagai hasil

dari proses aktivitas ekonomi dengan memanfaatkan sumberdaya yang tersedia serta yang memiliki potensi

sebagai faktor produksi.

Di dalam Fadholi Hermanto ( 1986 : 32 ) dikemukakan bahwa produksi adalah suatu proses untuk

memenuhi kebutuhan untuk menyelenggarakan jasa- jasa lain yang dapat memenuhi kebutuhan manusia. Oleh

karena itu produksi merupakan tindakan manusia untuk menciptakan atau menambah nilai guna barang sesuai

dengan yang dikehendaki.

Menurut Mubyarto (1989 : 25 ) produksi petani adalah hal yang diperoleh sebagai akibat bekerjanya

faktor produksi tanah, modal, dan tenaga kerja secara silmutan.

Dalam melakukan usahatani, seorang pengusaha atau katakanlah seorang petani akan selalu berpikir

bagaimana mengalokasikan input seefisien mungkin untuk memperoleh produksi yang maksimal. Cara

pemikiran yang demikian adalah wajar, mengingat petani melakukan konsep bagaimana memaksimumkan

keuntungan. Dalam ilmu ekonomi cara berpikir demikian sering disebut dengan pendekatan maksimum

keuntungan atau profit maximization. Dalam kaitan itu Kartasapoetra (1988 : 43 ) mengemukakan bahwa

produksi merupakan hasil yang diperoleh yang berkaitan dengan berlangsungnya proses produksi. Kuantitas

dan kualitas hasil (output) tersebut tergantung pada keadaan input yang telah diberikan. Jadi antara input dan

output terdapat kaitan yang jelas dan tertentu.

Dalam bidang pertanian istilah yang dimaksud yaitu hasil dari pekerjaan beberapa faktor produksi

secara sekaligus (Mubyarto, 1989 : 30 ). Oleh karena itu faktor-faktor ekonomi yang berpengaruh terhadap

produksi khususnya lahan, dan modal. Dimana istilah lahan yang dimaksud mengandung dimensi luas lahan,

tingkat kesuburan dan faktor-faktor lain yang melekat dalam faktor lahan itu sendiri.

Soekartawi dkk (1986 : 78 ) mengemukakan bahwa dalam menghitung produksi usahatani biasanya

dibedakan antara konsep produksi per unit uasahatani (cabang uasahatani ) oleh produksi total usahatani.

Produksi per unit usahatani adalahkuantitas hasil yang dipergunakan di suatu jenis usahatani selama satu

periode tertentu.

2.6. Konsep Pendapatan Usahatani

7

Page 8: Amir Skripsi

Dalam pengertian umum pendapatan dapat diartikan sebagai hasil pencaharian (usaha dan

sebagainya ). Jadi yang dimaksud dengan pengertian ini adalah hasil usaha yang diperoleh seorang anggota

masyarakat.

Dari sudut pandang ekonomi, pembagian hasil kepada seluruh faktor produksi yang digunakan dalam

faktor produksi. Dengan kata lain proses produksi akan menciptakan pendapatan kepada berbagai faktor

produksi yang digunakan.

Menurut Budiono (1987 : 32) mengemukakan bahwa hasil pendapatan dari seorang warga masyarakat

adalah hasil penjualan dari faktor-faktor yang dimiliknya kepada sektor produksi. Jadi pendapatan adalah hasil

penjualan faktor produksi atau aset yang dimilikinya. Hal ini mengandung pengertian bahwa besar kecilnya

pendapatan yang diperoleh secara individu ditentukan oleh dua faktor yaitu :

1. Jumlah faktor-faktor yang dimiliki

2. Harga per unit dari masing-masing sumber atau faktor yang dimiliki

Dalam pengertian sederhana pendapatan dapat diartikan sebagai modal penerimaan produksi setelah

dikurangi dengan jumlah biaya. Balas jasa yang diterima sebagai jumlah produksi yang dihitung untuk jangka

waktu tertentu. Di samping itu jumlah pendapatan mempunyai fungsi untuk memenuhi keperluan sehari-hari

dan memberikan kepuasan kepada petani agar dapat melanjutkan produksinya.

Selanjutnya pendapatan usahatani dikenal pula istilah pendapatan kotor (gross farm income).

Pendapatan usahatani adalah nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu baik yang dijual maupun

yang tidak dijual (Soekartawi, 1986 : 82). Oleh karena itu komponen pendapatan kotor usahatani adalah

mencakup semua produksi yang :

a. Dijual

b. Dikonsumsi

c. Digunakan untuk bibit, dan makanan ternak

d. Disimpan di gudang

Apabila total pendapatan kotor tersebut dikurangi dengan biaya usahatani (biaya produksi) dan biaya-

biaya penjualan, maka diperoleh pendapatan bersih usahatani. Dengan demikian pendapatan bersih (Net Farm

Income) usahatani berlaku formula ekonomi sebagai berikut :

NET FARM INCOME = TOTAL PENDAPATAN KOTOR PERUSAHAAN – TOTAL BIAYA

PRODUKSI DAN BIAYA PEMASARAN.

(Brown, 1977 :35)

atau :

NI = TR – TC

TR = P X Q

TC = Biaya Produksi + Biaya Pemasaran

Dimana :

NI = Net Income

TR = Total Revenue

8

Page 9: Amir Skripsi

TC = Total Cost

P = Price (Harga)

Q = Quantitas Produksi

2.7. Konsep Lahan

Menurut pengertiannya, lahan adalah luas tanah yang mempunyai potensi untuk dapat dipakai sebagai

usaha pertanian (Soekartawi, 1986 :84). Oleh karena itu luas lahan dalam usaha pertanian akan mempengaruhi

usahatani, dan usaha ini pada akhirnya akan mempengaruhi efisiensi atau tidaknya suatu usaha pertanian.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, kebutuhan lahan pertanian juga menentukan produktivitas

tanaman. Lahan yang subur akan menghasilkan produksi yang lebih tinggi dari lahan yang tingkat

kesuburannya rendah.

Tingginya produksi tanaman pada lahan tertentu secara otomatis akan mempengaruhi nilai lahan dari

suatu usahatani. Nilai lahan ini akan nampak setelah seluruh produksi telah dibayarkan.

Menurut John M. Harwik, dan Nancy D. Olewiler (1986 :89) mengemukakan bahwa nilai lahan

adalah sewa rata-rata yang diterima oleh lahan yang luas tertentu.

Dari pengertian nilai lahan tersebut diketahui bahwa untuk memperoleh nilai lahan yang dimasukkan

dalam usahatani, dibutuhkan pemanfaatan lahan seefesien mungkin yang berarti lahan tersebut harus

mendapatkan sewa yang tinggi.

Berdasarkan beberapa pengertian lahan yang dimaksudkan, maka nilai produksi lahan adalah total

nilai ekonomi yang diperoleh dari pemanfaatan luas lahan tertentu selama satu periode yang biasanya selama

satu tahun.

2.8. Kerangka Pikir

Kegiatan usahatani lada merupakan kegiatan usaha perkebunan yang sangat banyak dikelola oleh

petani lada sebagai salah satu mata pencaharian, sehingga upaya untuk meningkatkan produksi hasil

perkebunan lada terus diupayakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan kebutuhan pasar akan komoditi

tersebut.

Produksi lada merupakan salah satu hasil produksi dari sub sektor perkebunan yang sangat potensial,

oleh karena jumlah permintaan masyarakat dan permintaan pasar akan lada memberikan kesempatan bagi

petani lada untuk berusaha lebih giat lagi dalam menghasilkan produksi lada.

Pemenuhan kebutuhan yang dimaksud pada tingkat permintaan masyarakat akan komoditi yang terus

bertambah, yang mana secara langsung mempengaruhi tingkat penawaran dari petani lada sebagai produsen,

maka untuk dapat memenuhi permintaan masyarakat tersebut diupayakan adanya peningkatan jumlah produksi

komoditi lada. Faktor permintaan meliputi konsumen, pasar lokal dan pasar regional sedangkan penawaran

meliputi biaya produksi yang terdiri dari biaya tenaga kerja, biaya pupuk, dan biaya obat-obatan. Hal ini tidak

terlepas dari kegiatan petani lada yang dalam melakukan pengembangan usahatani lada selalu berupaya untuk

memperoleh hasil yang diharapkan.

Kegiatan usahatani lada akan menghasilkan jumlah produksi lada yang dikehendaki untuk memenuhi

permintaan dari konsumen dan pasar lokal maupun pasar regional serta petani juga berusaha untuk

9

Page 10: Amir Skripsi

menawarkan lada dengan tingkat harga yang sesuai guna memperoleh keuntungan dan memperhitungkan biaya

produksi yang meliputi biaya tenaga kerja, biaya pupuk dan biaya obat-obatan sebagai biaya modal usahatani.

Sistem pengelolaan usahatani dan perlakuan pasca panen yang baik serta adanya sistem pemasaran

yang mendukung, maka harga jual produksi lada para petani dapat diperoleh harga yang layak sehingga

mampu meningkatkan pendapatan petani di Kecamatan Palangga melalui usahatani lada, guna memenuhi

kebutuhan dasar dan sekunder dari masyarakat dan juga meningkatkan taraf hidup petani.

Dengan demikan akan menghasilkan rekomendasi yang mengarah kepada tujuan meningkatkan

pendapatan usahatani lada untuk memperoleh pendapatan maksimal sehingga kegiatan petani lada tersebut

dapat terus dikembangkan dalam meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat petani lada di

Kecamatan Palangga Kabupaten Konawe Selatan

Skema 1.

KERANGKA PIKIR

10

PETANI LADA

PRODUKSI LADA

Berapa besar pendapatan petani dari Usahatani Lada

ANALISIS PENDAPATAN BERSIH

NI = TR - TC

KESIMPULAN DAN SARAN

Page 11: Amir Skripsi

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Palangga Kabupaten Konawe Selatan. Dasar pertimbangan

memilih lokasi ini adalah :

1. Sebagian besar petani di Kecamatan Palangga melakukan kegiatan usahatani lada..

2. Kecamatan Palangga memiliki potensi untuk pengembangan usahatani lada pada masa yang akan datang.

3.2. Jenis dan Sumber Data

3.2.1. Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

a. Data Primer meliputi data tentang jumlah permintaan, jumlah produksi (penawaran), jumlah

penjualan, jumlah biaya produksi, data yang lain yang berhubungan dengan penelitian ini.

b. Data sekunder meliputi data harga jual komoditi lada, data penjualan, dan data lain yang relevan

dengan penelitian ini.

3.2.2. Sumber Data

Data primer yang dikumpulkan, bersumber dari obyek penelitian dalam hal ini petani lada yang

terpilih sebagai responden di Kecamatan Palangga.

Data sekunder merupakan data yang bersumber dari instansi terkait dalam hal ini Kantor Dinas

Perkebunan dan Balai Penyuluhan Pertanian.

3.3. Populasi dan Sampel

3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan petani di Kecamatan Palangga yang

melakukan kegiatan usahatani lada

3.3.2. Sampel

Untuk memudahkan penelitian ini, penentuan sampel dilakukan secara purposive sampling

(pengambilan sampel secara sengaja) yaitu sebanyak 21 responden yang mewakili 3 Desa, selanjutnya

dibagi dalam tiga kelompok (cluster) berdasarkan pemilikan lahan pada masing-masing desa dengan

ketentuan sebagai berikut :

a. Pemilikan luas lahan 0,5 Ha .

b. Pemilikan luas lahan antara 0,5 – 1 Ha

c. Pemilikan luas lahan 1 Ha

3.4. Tehnik Pengumpulan Data

1. Observasi, yaitu mengadakan pengamatan langsung terhadap aktivitas petani lada di Kecamatan

Palangga.

11

25

Page 12: Amir Skripsi

2. Wawancara, yakni mengadakan wawancara langsung dengan petani lada (responden) di Kecamatan

Palangga, mengenai tingkat pendapatan usahatani lada.

3. Dokumentasi yakni pengumpulan data yang telah di dokumentasikan di Kantor Kecamatan Palangga,

Biro Statistik, dan Instansi yang terkait dengan penelitian ini.

3.5. Peralatan Analisis

Dalam membahas penelitian ini digunakan analisa sebagai berikut :

3.5.1. Untuk mengetahui besarnya pendapatan usahatani lada digunakan pendekatan sebagai berikut :

NI = TR – TC

TR = P x Q

TC = VC + FC

Dimana :

NI = Net Income ( total pendapatan bersih )

TR = Total Revenua ( Penerimaan kotor dari kegiatan usahatani )

TC = Total Biaya Usahatani

P = Harga

Q = Quantitas jumlah produksi

VC = Variabel Cost (Biaya Variabel)

FC = Fixed Cost (Biaya Tetap)

3.6. Definisi Opersional

Definisi operasional merupakan batasan atau pengertian dari istilah yang digunakan dalam penulisan

ini, untuk memperjelas ruang lingkup dari penelitian :

a. Pendapatan yaitu pendapatan bersih yang diperoleh petani dari pengunaan lahan kebun setiap tahun

(dihitung dalam rupiah).

b. Pendapatan kotor yaitu nilai pasar yang diperoleh dari hasil pengelolaan lahan kebun lada (dihitung dalam

satuan rupiah).

c. Total biaya yaitu keseluruhan biaya yang dikeluarkan melalui proses pengelolaan lahan sampai pemasaran

/ penjualan hasil produksi selama 1 (satu) tahun (dihitung dalam satuan rupiah).

d. Nilai produksi adalah keseluruhan kuantitas produksi yang diperoleh penggunaan lahan perkebunan

(dihitung dalam satuan kg).

12

Page 13: Amir Skripsi

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Profil Lokasi Penelitian

4.1.1. Letak Wilayah

Kecamatan Palangga adalah salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten Konawe Selatan dan

mempunyai batas-batas wilayah sebagaii berikut :

Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Landono

Sebelah Timur berbatasan dengan Selat Tiworo

Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Lainea

Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Andolo

Wilayah Kecamatan Palangga pada umumnya merupakan wlayah dataran rendah dengan ketinggian lebih

kurang 85 meter di atas permukaan laut (dpl) dengan tingkat kemasaman tanah pH sebesar 6,2. Lahan pertanian

yang dimiliki oleh masyarakat di Kecamatan Palangga telah dikembangkan dan dibudidayakan aneka ragam

komoditas, yang salah satunya adalah tanaman lada. Kecamatan Palangga mempunyai luas wilayah secara

keseluruhan seluas 77.538 ha. Dari luas wilayah tersebut secara tata guna tanah Kecamatan Palangga terbagi atas

perladangan, perkebunan, persawahan dan pemukiman. Untuk mengetahui dengan jelas masing-masing

pemanfaatan wilayah Kecamatan Palangga dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Luas Wilayah Kecamatan Palangga Berdasarkan Pemanfaatannya

No. Luasan Wilayah

Luas

( Ha )

Persentase ( %

)

1

2

3

4

5

6

7

8

Pemukiman Penduduk

Persawahan

Tambak dan Empang

Perladangan

Perkebunan

Kayu-kayuan

Tanah Yang Belum diolah

Lain-lain

2.562,19

2.621

118,59

10.698,5

4.898

47.397,11

8.451,11

809,5

3,30

3,38

0,15

13,98

6,32

61,13

10,90

1,04

Jumlah 77.538 100,00

Sumber : Kantor Camat Palangga

Dari tabel tersebut di atas menunjukkan bahwa Kecamatan Palangga memiliki lahan yang cukup potensial

untuk pengembangan produksi pertanian, tetapi belum dimanfaatkan secara optimal. Dalam hal ini baru 4.898 Ha

yang terolah sebagai areal perkebunan, perladangan seluas 10.698,5 Ha dan persawahan seluas 2.621 Ha.

Sedangkan yang terluas adalah masih berstatus hutan / belum diusahakan yakni seluas 52.277,22 ha atau 75,67 %

dari luas wilayah Kecamatan Palangga.

13

Page 14: Amir Skripsi

4.1.2. Keadaan Iklim

Berdasarkan data yang diperoleh, Kecamatan Palangga beriklim tropis yang pada umumnya sama

dengan di daerah lain yang ada di Kabupaten Konawe Selatan, yang beriklim tropis dengan peluang musim

hujan selama 7 bulan dan musim kemarau selama 5 bulan, sedangkan curah hujan dalam kurun waktu 5 tahun

terakhir rata-rata adalah 170 mm perbulan.

Keadaan iklim kadangkala berubah-ubah tapi sesuai kondisi di Kecamatan Palangga pada umumnya

sama dengan di daerah lain yang ada di Kabupaten Konawe Selatan yaitu pada bulan Oktober sampai bulan

Maret berlangsung musim kemarau dan dari bulan April sampai dengan bulan September berlangsung musim

penghujanan. Namun demikian, kondisi iklim tersebut ada kalanya tidak menentu, tetapi sesuai tipe iklim yang

dimiliki pada Kecamatan Palangga peluang musim penghujan lebih besar ketimbang musim kemarau dalam

setiap tahunnya.

4.1.3. Kondisi Kependudukan

Berdasarkan hasil regristrasi penduduk sampai dengan bulan Juni 2002 penduduk Kecamatan

Palangga berjumlah 19.800 Jiwa yang terdiri dari 4.527 kepala keluarga. Dari jumlah penduduk tersebut terdiri

dari 10.113 laki-laki dan 9.697 perempuan.

Struktur umur penduduk, sebagian besar penduduknya masih tergalong usia produktif. Untuk lebih

jelasnya tentang hal tersebut dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Jumlah Penduduk Kecamatan Palangga Menurut Umur Produktif Dirinci Perjenis

Kelamin Tahun 2002

Kelompok

Umur

Jenis Kelamin

Jumlah

Jiwa

( % )Laki-2

(Jiwa)

Perempuan

(Jiwa)

0 - 15

16 - 55

56 - 65

66 Keatas

2.504

2.685

2.072

2.852

2.513

2.764

2.459

2.061

5.017

5.449

4.531

4.913

25,3

27,5

22,9

24,8

Jumlah 10.113 9.697 19.800 100.,00

Sumber : Kantor Camat Palangga

Dari tabel 3 tersebut, dapat dijelaskan bahwa kelompok umur yang belum produktif (0 - 15 tahun)

berjumlah 5.017 jiwa atau 25,3 % dan penduduk yang tidak produktif lagi adalah berjumlah 4.913 Jiwa atau 24,8

14

Page 15: Amir Skripsi

%. Sedangkan penduduk yang umur produktif (16 - 55 tahun) berjumlah 5.447 Jiwa atau 27,5 % dari

19.800 Jiwa penduduk Kecamatan Palangga.

Dengan demikian jumlah penduduk umur produktif lebih banyak dibandingkan kelompok umur yang

belum produktif. Hal ini dapat memberikan gambaran bahwa bila sejumlah umur produktif tersebut rata-rata

petani, maka memungkinkan bagi mereka untuk selalu berusaha tani dengan baik dalam arti meningkatkan

produksi pertanian melalui cara-cara ekstensifikasi, intensifikasiserta diversifikasi lahan pertanian.

Demikian pula struktur mata pencaharian penduduk, sebagian besar atau 53.68 % adalah petani dan

selebihnya 46,32% bermata pencaharian utama sebagai pegawai, pedagang dan lain sebagainya. Untuk lebih

jelasnya mengenai mata pencaharian penduduk Kecamatan Palangga dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Penduduk Kecamatan Palangga Berdasarkan Struktur Mata Pencaharian Tahun 2002

No. Jenis Mata Pencaharian Jumlah

(Orang)

Persentase

( % )

1.

2.

3.

4.

5.

6.

Petani

Pegawai

Pedagang

Manteri/Bidan

Tukang

Dukun Bayi

6.041

1.356

865

184

2.754

53

53,68

12,05

7,69

1,63

24,47

0,48

Jumlah 11.253 100,00

Sumber : Kantor Camat Palangga

Berdasarkan tabel 4 tersebut diatas nampak bahwa jenis mata pencaharian masyarakat Kecamatan

Palangga yang berjumlah penduduk 11.253 orang atau 56,83 % dari jumlah penduduk yang bermata

pencaharian tetap. Penduduk Kecamatan Palangga yang bermata pencaharian sebagai pegawai yakni berjumlah

1.356 Orang atau 12,05.%, pedagang berjumlah 865 oarang atau 7,69 %, Bidan / Mantri berjumlah 184 Orang

atau 1,63 %, tukang berjumlah 2.754 atau 24,47 %serta masih ditemukan diantara penduduk yang berstatus

sebagai dukun bayi yaitu berjumlah 53 oarang atau 0,48 %.

Apabila kualitas penduduk dilihat dari tingkat pendidikan, maka sebagian besar atau 50,79 %

penduduk Kecamatan Palangga hanya berpendidikan SD. Untuk lebih jelasnya mengenai struktur pendidikan

dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5. Komposisi Penduduk Kecamatan Palangga Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2002

No Tingkat Pendidikan Jumlah

Orang

Prosentase

(%)

15

Page 16: Amir Skripsi

1.

2.

3.

4.

5.

6.

Belum Tamat SD

Tamat SD

Tamat SLTP

Tamat SLTA

Sarjana Muda

Sarjana

9.831

5.154

2.598

1.622

82

71

50,79

26,62

13,24

8,56

0,42

0,37

Jumlah 19.358 100,00

Sumber : Kantor Camat Palangga,2002

Dari tabel 5 diketahui bahwa tingkat pendidikan masyarakat Kecamatan Palangga masih sangat

rendah, dimana jumlah angkatan belajar yang masih menduduki bangku sekolah dasar sebanyak 9.831 orang

atau sebesar 50,79 %. Sedangkan sarjana berjumlah 71 orang atau sebesar 0,37 %.

4.1.4. Produksi Pertanian

Petani di Kecamatan Palangga sebagian besar terdiri dari petani musiman atau petani yang tergantung

pada keadaan musim. Disamping kegiatan persawahan yang selama ini dikelolah secara swadaya masyarakat

terdapat juga hasil perkebunan seperti lada, jambu mente, lada, dan coklat. Keadaan produksi tanaman

perkebunan tahun 2002 dapat dilihat pada tabel 6.

Tabel 6. Keadaan Produksi Tanaman Perkebunan di Kecamatan Palangga Tahun 2002

No. Jenis Tanaman Luas (Ha) Produksi (Ton)

1.

2.

3.

4

Lada

Coklat

Lada

Jambu Mente

399

665

31,24

2.409

69,89

106,04

9,37

41,27

3.508 223,2

Sumber : Kantor Camat Palangga

Dari Tabel 6 di atas menjelaskan bahwa hasil produksi tanaman perkebunan pada tahun 2002 untuk

lada mancapai 69,89 ton dengan luas area seluas 399 ha, tanaman coklat 106,04 ton dengan luas

area seluas 665 ha, tanaman lada 9,37 ton dengan luas area seluas 31,24 ha dan tanaman jambu mente

41,27 ton dengan luas area seluas 2,409.ha. Tingkat produksi tersebut merupakan hasil yang ada

pada Kecamatan Palangga Kabupaten Konawe Selatan

4.2. Aspek Produksi Usahatani

Untuk mengetahui tentang tingkat produksi tanaman lada yang ada di Kecamatan Palangga, pada

kajian ini, diuraikan aspek produksi yang mendukung produksi lada. Dalam kegiatan usahatani yang dilakukan

oleh para petani selama ini memang mengalami kemajuan, tetapi ada juga yang mengalami kegagalan panen

akibat dari kurangnya perhatian yang serius dari petani terhadap tanaman lada.

Tanaman lada memang sejak dulu telah menjadi salah satu komoditi ekspor yang telah dibudidayakan

di Indonesia. Jenis lada yang sangat unggul adalah lada putih, dan lada hitam merupakan jenis lada unggulan.

16

Page 17: Amir Skripsi

Dengan kondisinya sebagai lada unggulan kedua, jenis lada banyak ditanami didaratan Sulawesi, khususnya di

Sulawesi Tanggara, dan dalam kajian ini komoditi lada dibudidayakan di Kecamatan Palangga Kabupaten

Konawe Selatan.

Kegiatan usahatani lada telah menjadi salah satu sumber penghasilan walaupun harus menunggu hasil

panennya, petani lada tidak pernah meninggalkan pekerjaannya sebagai petani lada di Kecamatan Palangga.

Tingkat produksi lada sangat tergantung dari luas lahan dan biaya produksi yang digunakan untuk

memperoleh hasil produksi usahatani laha yang baik.

4.2.1. Lahan

Lahan yang digunakan dalam usahatani lada merupakan lahan perkebunan yang disiapkan untuk

mengelola dan membudidayakan tanaman lada dengan baik. Lahan tersebut terdiri dari tanah yang memilik

ciri-ciri sebagai berikut :

1. Subur dan banyak mengandung bahan organik.

2. Tidak tergenang air bila musim hujan dan tidak terlalu kering dimusim kemarau

3. Kadar keasaman (pH) tanah berkisar 5,5 – 7,0

4. Warna tanah, merah sampai merah kuning (podsolik, lateritic, latosol, dan utisol),

5. Lapisan tanah mengadung humus sekitas 1 – 2,5 meter

6. Tanah gambut, tanah yang hampir seluruhnya berasal dari endapan sisa-sisa tumbuhan yang telah, sedang,

dan belum melapuk.

Selain ciri di atas, perlu juga diperhatikan kandungan tanah yang mampu mengoptimalkan

pertumbuhan tanaman, produksi buah, dan mempertahankan keremajaan vegetatif, seperti :

a. Bahan organiknya banyak

b. Struktur tanahnya baik dan remah

c. Drainase, sirkulasi udara dan air dalam tanah cukup baik

Dalam kajian ini luas lahan dibagi dalam strata-strata berdasarkan luas yang dijelaskan sebagai

berikut :

a. Luas lahan kurang dari 0.5 ha

b. Luas lahan antara 0,5 ha sampai dengan 1,0 ha

c. Luas lahan lebih dari 1,0 ha

Strata luas lahan tersebut di atas, digunakan untuk menjelaskan tingkat produksi petani lada

responden di Kecamatan Palangga yang masing-masing strata diwakili oleh 7 responden sehingga keseluruhan

renponden berjumlah 21 orang untuk 3 strata tersebut.

4.2.2. Biaya Produksi

Untuk memperoleh hasil yang memadai, setiap kegiatan produksi harus mengalokasikan sejumlah

biaya, sehingga output yang diharapkan dapat dicapai dengan baik. Biaya produksi terdiri dua kelompok biaya

yaitu biaya tetap dan biaya variabel.

17

Page 18: Amir Skripsi

Biaya tetap (Fixed Cost) merupakan biaya yang tidak tergantung pada tinggi rendahnya proses

produksi. Dalam kajian usahatani lada ini, biaya tetap meliputi biaya peralatan seperti cangkul, sabit,

kerangjang, petik, dan termasuk Pajak (PBB) . Sedangkan Besarnya biaya variabel yang digunakan dalam

kegiatan produksi usahatani lada merupakan biaya variabel yang digunakan untuk membiayai :

a. Tenaga Kerja

Dalam kegiatan usahatani lada, tenaga kerja yang digunakan diukur dengan menggunakan Hari Orang

Kerja (HOK) dapat dijelaskan bahwa untuk 1 HOK sama dengan 1 HKP (Hari Kerja Pria) yaitu satuan jam

kerja antara 7 sampai 8 jam perhari, untuk tenaga kerja wanita 1 HKW sama dengan 0,75 HKP dan untuk

anak-anak petani yang ikut bekerja dihitungan 1 HKA sama dengan 0,5 HKP di samping itu HOK tergantung

dari luas lahan, untuk lahan kurang dari 0,5 ha, tenaga kerja yang digunakan sebanyak 2 orang, untuk lahan 0,5

ha – 1,0 ha, tenaga kerja yang digunakan sebanyak 2-3 orang, untuk lahan lebih dari 1,0 ha, tenaga kerja yang

digunakan sebanyak 3 orang atau lebih, biaya tenaga kerja yang digunakan adalah sebanyak Rp. 1.250 perjam

kerja sehinga dalam 1 hari 1 HOK memperoleh Rp. 10.000, per hari kerja atau Rp. 300.000 Perbulan.

b. Pupuk dan Obat-obatan pemberantas hama

Dalam pengembangan dan budidaya tanaman lada, variabel pupuk dan obat-obatan pemberantas hama

merupakan faktor penting yang mana sangat menentukan jumlah produksi yang diinginkan. Besarnya biaya

produksi yang dikeluarkan untuk membiayai pupuk dan obat-obatan sangat bervariasi dan dilihat dari jumlah

kebutuhan akan pupuk dan obat-obatan tersebut oleh petani.

Variabel tersebut di atas merupakan variabel yang digunakan dalam meningkatkan produksi lada. Jika

dari varibel tersebut ada yang tidak digunakan dengan baik, maka akan memberikan pengaruh terhadap jumlah

produksi yang diperoleh petani pada saat panen.

4.3. Tingkat Produksi

Keberadaan jumlah produksi untuk lima tahun terakhir sejak tahun 1998 sampai dengan tahun 2002

sebagaimana yang telah dijelaskan pada tabel 1, menunjukkan bahwa pada tahun 1998-2002 luas lahan lada,

jumlah tanaman memproduksi, jumlah produksi dan jumlah Kepala Keluarga Petani lada menunjukkan

peningkatan dari tahun ke tahun, hal ini dapat dilihat pada tabel 7

Tabel 7. Perkembangan komoditi Lada di Kecamatan Palangga Pada Tahun 1998 – 2002

Tahun Kategori

Tanaman

Memproduksi

Luas Lahan

(Ha)

Jumlah

Produksi

(Ton)

Jumlah KK

Petani Lada

1998 TM 22,72 8,295 1,573

1999 TM 28,58 8,552 1,681

2000 TM 29,39 8,817 1,770

18

Page 19: Amir Skripsi

2001 TM 30,30 9,090 1,826

2002 TM 31,24 9,372 1,875

Sumber : Data Primer diolah (2002)

Berdasarkan data tersebut di atas, meunjukkan bahwa perkembangan tingkat produksi dari tahun 1998

sampai tahun 2002 mengalami kenaikan, dimana pada tahun 1998 jumlah produksi yang diperoleh sebanyak

8,295 ton dengan luas lahan 27,72 ha , dan petani lada sebanyak 1.573 KK. Pada tahun 1999 jumlah produksi

yang diperoleh sebanyak 8,552 ton dengan luas lahan 28,58 ha , dan petani lada sebanyak 1.681 KK. Pada

tahun 2000 jumlah produksi yang diperoleh sebanyak 8,817 ton dengan luas lahan 29,39 ha , dan petani lada

sebanyak 1.770 KK. Pada tahun 2001 jumlah produksi yang diperoleh sebanyak 9,090 ton dengan luas lahan

30,30 ha , dan petani lada sebanyak 1.826 KK. Pada tahun 2002 jumlah produksi yang diperoleh sebanyak

9,372 ton dengan luas lahan 31,24 ha , dan petani lada sebanyak 1.875 KK.

Dari data tersebut di atas dapat dilihat bahwa tingkat produksi petani lada di Kecamatan Palangga

mengalami peningkatan sehingga para petani terdorong untuk terus melakukan usahatani khususnya tanaman

lada.

Tingkat produksi lada yang diperoleh petani di Kecamatan Palangga, merupakan tingkat produksi

lada yang sangat potensial dan mampu meningkatkan penghasilan bagi petani.

4.4. Aspek Pemasaran

Kegiatan pemasaran yang dilakukan oleh petani lada yaitu penjualan langsung kepada pedagang

pengumpul. Tingkat produksi yang diperoleh petani lada dengan frekwensi pemetikan 2 –3 kali sebulan untuk

satu kali musim panen setiap tahun sehingga jumlah produksi yang dipasarkan tidak begitu besar dan cara

pemasarannya tidak sekaligus melainkan bertahap tergantung dari banyak buah lada yang masak.

Adanya aktivitas pedangan pengumpul yang secara rutin mendatangi rumah-rumah petani dilokasi

untuk membeli hasil produksinya, maka secara tidak langsung biaya pemasaran menjadi tanggungan pedagang

pengumpul. Disamping dari sisi harga, harga jual lada di pasar lokal relatif sama dengan tingkat harga jual

pada pasaran regional sehingga petani lada lebih cenderung menjual kepada pedagang pengumpul.

4.5. Analisis Pendapatan Usahatani Lada

4.4.1 Analisis Produksi

Produksi merupakan hasil akhir dari suatu kegiatan. Di dalam kegiatan usahatani hasil produksi akan

diperoleh pada masa panen. Keadaan produksi petani dapat dilihat pada tabel 8.

Tabel 8. Tingkat Produksi Petani Responden Dengan Luas Lahan kurang dari 0,5 ha.

No. Nomor

Responden

Luas

Lahan

(Ha.)

Jumlah

Pohon

Produksi

Yang

Dijual

Konsumsi

(Kg)

Jumlah

Produksi

(Kg)

19

Page 20: Amir Skripsi

(Kg)

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

001

021

003

014

017

011

010

0,20

0,25

0,25

0,20

0,35

0,30

0,35

60

68

69

58

75

70

78

180

204

207

174

225

210

234

2

2

3

2

5

4

5

178

202

205

172

220

206

229

Jumlah 1,9 478 1.434 23 1.412

Rata-Rata 0,27 68,28 205 3,3 202

Sumber : Data Primer Diolah

Berdasarkan tabel 8 tersebut di atas, menunjukkan bahwa dengan luas lahan yang kurang dari 0,5 ha,

hasil produksi untuk lahan seluas 0,20 ha dengan jumlah tanaman yang memproduksi sebanyak 60 pohon,

produksi lada dapat mencapai 180 kg, produksi yang dijual sebanyak 178 Kg , sedangkan untuk lahan seluas,

0,35 ha, dengan jumlah tanaman memproduksi sebanyak lebih kurang 78 pohon, produksi ladanya dapat

mencapai 234 kg produksi yang dijual sebanyak 229 Kg.

Berdasarkan tingkat produksi yang dihasilkan dapat dijelaskan bahwa dari rata-rata luas lahan sebesar

0,27 ha yang diolah dengan jumlah pohon rata-rata 68 pohon, dapat diperoleh peroleh produksi rata-rata

sebanyak 205 kg lada yang di jual sedangkan yang dikonsumsi rata-rata sebanyak 3,3 kg dari jumlah produksi

rata-rata 202 kg.

Untuk petani dengan luas lahan antara 0,5 sampai 1,0 ha, hasil produksinya dapat dilihat pada tabel 9.

Tabel 9. Tingkat Produksi Petani Responden Dengan Luas Lahan Antara 0,5 – 1,0 ha.

No. Nomor

Responden

Luas

Lahan

(Ha.)

Jumlah

Pohon

Produksi

Yang

Dijual

(Kg)

Konsumsi

(Kg)

Jumlah

Produksi

(Kg)

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

005

004

013

020

016

009

012

0,5

0,5

0,5

1,0

1,0

1,0

1,0

150

150

150

300

300

300

300

450

450

450

900

900

900

900

15

15

15

15

15

15

15

435

435

435

885

885

.885

885

Jumlah 5,5 1.600 4.950 105 4.845

Rata-rata 0,9 229 707 15 692

Sumber : Data Primer Diolah

20

Page 21: Amir Skripsi

Berdasarkan tabel 9 tersebut di atas, menunjukkan bahwa dengan luas lahan dari 0,5 ha sampai

dengan 1,0 ha, hasil produksi untuk lahan seluas 0,5 ha dengan jumlah tanaman memproduksi sebanyak 150

pohon, produksi lada dapat mencapai 450 kg, produksi yang dijual sebanyak 435 Kg sedangkan untuk lahan

seluas, 1,0 ha, dengan jumlah tanaman memproduksi sebanyak 300 pohon, produksi lada dapat mencapai 900

kg. Produksi yang dijual sebanyak 885 Kg.

Rata-rata luas lahan yang digunakan untuk kegiatan usahatani mencapai 0,9 ha dengan jumlah pohon

rata-rata 229 pohon, produksi yang dijual rata-rata 707 kg, lada yang dikonsumsi rata-rata 15 kg dan dari

jumlah produksi rata-rata 692 kg.

Selain itu untuk lahan dengan luas lebih dari 1 ha, hasil produksi yang diperoleh petani responden

dapat dilihat pada tabel 10.

Tabel 10. Tingkat Produksi Petani Responden Dengan Luas Lahan lebh dari 1 ha.

No. Nomor

Responden

Luas

Lahan

(Ha.)

Jumlah

Pohon

Produksi

yang dijual

(Kg)

Konsumsi

(Kg)

Jumlah

Produksi

(Kg)

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

002

006

007

008

015

019

019

3,5

2,0

2,5

1,5

1,5

2,0

2,5

1500

600

750

450

450

600

750

4.500

1.800

2.250

1.350

1.350

1.800

2.250

50

50

50

50

50

50

50

4.450

1.750

2.200

1.300

1.300

1.750

2.200

Jumlah 15,5 5100 15.300 350 14.950

Rata-rata 2,2 726 2.186 50 2.136

Sumber : Data Primer Diolah

Berdasarkan tabel 10 tersebut di atas, menunjukkan bahwa dengan luas lahan lebih dari 1,0 ha, hasil

produksi untuk lahan seluas 1,5 ha, tanaman memproduksi sebanyak 450 pohon, produksi lada dapat

mencapai 1.350 kg, dengan produksi yang dijual sebanyak 1.300 Kg, untuk lahan seluas 2,0 ha dengan

tanaman memproduksi sebanyak 600 pohon, produksi lada dapat mencapai 1.800 kg, untuk lahan seluas 2,5

ha dengan jumlah tanaman memproduksi sebanyak 750 pohon, produksi lada dapat mencapai 2.250

kg,sedangkan untuk lahan seluas, 3,5 ha, dengan tanaman memproduksi sebanyak 1.500 pohon lebih, produksi

lada dapat mencapai 4.500 kg.dengan produksi yang dijual sebanyak 4.450 Kg.

Rata-rata luas lahan yang digunakan untuk kegiatan usahatani mencapai 2,2 ha dengan jumlah pohon rata-

rata 726 pohon, produksi yang dijual rata-rata 2.186 kg, lada yang dikonsumsi rata-rata 50 kg dan dari jumlah

produksi rata-rata 2.136 kg

Berdasarkan data tersebut di atas menunjukkan bahwa luas lahan dan jumlah pohon merupakan

variabel yang sangat erat hubunganya dengan jumlah produksi, disamping variabel-variabel produksi lainnya.

21

Page 22: Amir Skripsi

4.4.2. Analisis Biaya Produksi Usahatani Lada

Biaya produksi usahatani merupakan biaya-biaya yang digunakan dalam proses produksi yaitu biaya

tetap yang meliputi biaya peralatan yang digunakan dalam proses produksi dan biaya variabel meliputi biaya

tenaga kerja, biaya pupuk dan biaya obat-obatan . Penggunaan biaya tetap dan biaya variabel dapat dilihat

dalam tabel 11.

Tabel 11Biaya Produksi Rata-Rata

No Uraian Luas Lahan

< 0,5 Ha

Luas Lahan

0,5 – 1,0 Ha

Luas Lahan

1,0 Ha >

1.

2.

Biaya Tetap

1. Cangkul

2. Sabit

3. Kerangjang Petik

4. Pajak (PBB)

Biaya Variabel

1. Tenaga Kerja

2. Pupuk

3. Obat-Obatan

50.000

30.000

40.000

2.500

600.000

400.000

50.000

75.000

45.000

60.000

5.000

1.350.000

675.500

75.000

100.000

60.000

80.000

10.000

1.850.000

1.450.000

100.000

Jumlah 1.172.500 2.285.500 3.650.000

Ratar 586.250 1.142.750 1.825.000

Sumber : Data Primer Diolah

Berdasarkan tabel 11 di atas, nampak bahwa jumlah biaya produksi untuk masing-masing luas lahan

berbeda-beda dan biaya tersebut digunakan untuk satu kali masa panen. Dimana total biaya produksi untuk

lahan yang kurang dari 0,5 ha adalah sebesar Rp.1.172.500,- Untuk lahan dengan luas 0,5 ha sampai 1 ha

menggunakan biaya produksi sebesar Rp. 2.285.500,- dan untuk lahan yang luas lebih dari 1 ha menggunakan

biaya produksi mencapai Rp.3.650.000,- Biaya produksi tersebut akan berubah-ubah sesuai kondisi

perekonomian petani responden. Dengan demikian rata-rata biaya yang digunakan oleh petani dengan luas

lahan kurang dari 0,5 ha adalah sebesar Rp.568.250, biaya rata-rata yang dikeluarkan oleh petani dengan luas

lahan antara 0,5 – 1,0 ha sebesar Rp.1.142.750, sedangkan biaya yang dikeluarkan oleh petani dengan lahan

yang luas lebih dari 1,0 ha adalah sebesar Rp.1.825.000,-

Dalam kajian ini, pendapatan usahatani diperoleh dengan mengalokasikan sejumlah biaya untuk

mengolah suatu komoditas unggul sehingga menghasilkan keuntungan. Komoditas tersebut adalah tanaman

lada.

Pendapatan yang diterima dari hasil penjualan tersebut merupakan pendapatan kotor yang belum

dikurang dengan berbagai biaya yang digunakan dalam faktor produksi tersebut. Faktor-faktor produksi yang

telah dijelaskan di atas, merupakan faktor-faktor yang dibiayai sehingga biaya faktor produksi menjadi biaya

produksi yang terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel.

22

Page 23: Amir Skripsi

Besarnya biaya produksi yang secara rata-rata diperoleh pada tabel 11 di atas, maka untuk masing-

masing responden besarnya biaya produksi yang tergantung dari jumlah pohon dan luas lahan yang digunakan

dalam penelitian yang dapat dilihat pada tabel 12 sebagai berikut :

Tabel 12. Komposis Biaya Produksi Berdasarkan Luas Lahan dan Jumlah Pohon Untuk Luas Lahan Kurang

dari 0,5 ha

No. Luas Lahan

(Ha)

Jumlah Pohon Biaya Produksi

(Rp)

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

0,20

0,25

0,25

0,20

0,35

0,30

0,35

60

68

69

58

75

70

78

1.172.500

1.172.500

1.172.500

1.172.500

1.172.500

1.172.500

1.172.500

Sumber : Tabel 8 diolah

Berdasarkan tabel 12 di atas, menunjukkan bahwa jumlah biaya produksi yang digunakan untuk kegiatan

produksi tanaman lada, untuk luas lahan 0,25 – 0,35 ha menggunakan biaya produksi rata-rata mencapai Rp.

1.172.500,-

Untuk Lahan dengan luas antara 0,5 sampai dengan 1,0 ha memerlukan biaya produksi yang dapat dilihat

pada tabel 13 sebagai berikut :

Tabel 13. Komposis Biaya Produksi Berdasarkan Luas Lahan dan Jumlah Pohon Untuk Luas Lahan Antara 0,5

sampai dengan 1,0 ha

No. Luas Lahan

(Ha)

Jumlah Pohon Biaya Produksi

(Rp)

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

0,5

0,5

0,5

1,0

1,0

1,0

1,0

150

150

150

300

300

300

300

2.285.500

2.285.500

2.285.500

2.285.500

2.285.500

2.285.500

2.285.500

Sumber : Tabel 9 diolah

23

Page 24: Amir Skripsi

Berdasarkan tabel 13 di atas, menunjukkan bahwa jumlah biaya produksi yang digunakan untuk kegiatan

produksi tanaman lada, untuk luas lahan 0,5 – 1,0 ha dengan jumlah pohon sebanyak 150 –300 pohon,

memerlukan biaya produksi sebesar Rp2.285.500,-

Untuk Lahan dengan luas lebih dari 1 ha, memerlukan biaya produksi yang dapat dilihat pada tabel 14

sebagai berikut :

Tabel 14. Komposis Biaya Produksi Berdasarkan Luas Lahan dan Jumlah Pohon Untuk Luas Lahan lebih dari

1 ha.

No. Luas Lahan

(Ha)

Jumlah Pohon Biaya Produksi

(Rp)

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

3,5

2,0

2,5

1,5

1,5

2,0

2,5

1500

600

750

450

450

600

750

3.650.000

3.650.000

3.650.000

3.650.000

3.650.000

3.650.000

3.650.000

Sumber : Tabel 10 Diolah

Berdasarkan tabel 14 di atas, menunjukkan bahwa jumlah biaya produksi yang digunakan untuk

kegiatan produksi tanaman lada, untuk luas lahan 1,5 – 3,5 ha dengan jumlah pohon sebanyak 450-

1500 pohon, memerlukan biaya sebesar Rp.3.650.000,-

4.4.2. Analisis Pendapatan Kotor

Berdasarkan hasil penelitian, dapat dijelaskan bahwa panen lada dalam 1 (satu) tahun

sebanyak 1 (satu) panen dengan frekwensi pemetikan buah lada sebanyak 2 -3 kali dalam sebulan

selama 3 (tiga) bulan berturut-turut dalam setiap tahunnya diperoleh pendapatan kotor (TR) dari

jumlah produksi yang dijual dengan harga rata-rata Rp. 40.000 perkilogram . Hasil penjualan produksi

untuk luas yang kurang dari 0,5 ha dapat tabel 15.

Tabel 15. Tabel Pendapatan Kotor Untuk Luas Lahan kurang dari 0,5 ha..

No. Luas Lahan

(Ha)

Jumlah Produksi

(Kg)

Harga

(Rp.)

Pendapatan Kotor (Rp)

1.

2.

3.

4.

5.

0,20

0,25

0,25

0,20

0,35

178

202

205

172

220

40.000

40.000

40.000

40.000

40.000

7.120.000

8.080.000

8.200.000

6.880.000

8.800.000

24

Page 25: Amir Skripsi

6.

7.

0,30

0,35

206

229

40.000

40.000

8.240.000

9.160.000

Sumber : Data Primer Diolah

Berdasarkan tabel 15 di atas, menunjukkan bahwa. Usahatani lada pada luas lahan kurang dari 0,5 ha,

pendapatannya dapat mencapai Rp. 6.880.000 sampai dengan Rp.9.160.000, hal ini tertentu dapat diperoleh

pada tingkat harga jual sebesar Rp.40.000 per kilogram, namun bila harga jual lada berubah naik atau turun,

pendapatan tersebut juga akan mengikuti perkembangan harga jual yang berlaku.

Untuk petani dengan luas lahan 05 – 1,0 ha pendapatam kotornya dapat dilihat dalam tabel 16.

Tabel 16. Tabel Pendapatan Kotor Untuk Luas Lahan 0,5 - 1,0 ha..

No. Luas Lahan

(Ha)

Jumlah Produksi

(Kg)

Harga

(Rp.)

Pendapatan Kotor (Rp)

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

0,50

0,50

0,50

1.00

1.00

1.00

1.00

435

435

435

885

885

885

885

40.000

40.000

40.000

40.000

40.000

40.000

40.000

17.400.000

17.400.000

17.400.000

35.400.000

35.400.000

35.400.000

35.400.000

Sumber : Data Primer Diolah

Berdasarkan tabel 16 di atas, menunjukkan bahwa Usahatani lada pada luas lahan kurang dari 0,5 ha,

pendapatannya dapat mencapai Rp.17.400.000, sedangkan pada lahan seluas 1 ha pendapatan yang diperoleh

petani mencapai Rp.35.400.000,- hal ini tertentu dapat diperoleh pada tingkat harga jual sebesar Rp.40.000 per

kilogram, namun bila harga jual lada berubah naik atau turun, pendapatan tersebut juga akan mengikuti

perkembangan harga jual yang berlaku.

Sedangkan pendapatan kotor untuk lahan dengan luas lebih dari 1 ha dapat dilihat dalam tabel 17

Tabel 17. Tabel Pendapatan Kotor Untuk Luas Lahan Lebih dari 1,0 ha..

No.

Luas Lahan

(Ha)

Jumlah Produksi

(Kg)

Harga

(Rp.)

Pendapatan Kotor (Rp)

1.

2.

3.

4.

5.

6.

3,5

2,0

2,5

1,5

1,5

2,0

4.450

1.750

2.200

1.300

1.300

1.750

40.000

40.000

40.000

40.000

40.000

40.000

178.000.000

70.000.000

88.000.000

52.000.000

52.000.000

70.000.000

25

Page 26: Amir Skripsi

7. 2,5 2.200 40.000 88.000.000

Sumber : Data Primer Diolah

Berdasarkan tabel 17 di atas, menunjukkan bahwa pendapatan petani dalam usahatani lada, petani

memperoleh pendapatan mencapai Rp.178.000.000, pendapatan ini tidak serentak dapat diperoleh dari luas

lahan 3,5 ha, namun diperoleh secara bertahap dari jumlah produksi lada yang ada, begitu pula dengan petani

yang memperoleh pendapatan mencapai Rp.52.000.000, Rp.70.000.000 dan Rp.88.000.000. Pendapatan

tersebut merupakan keseluruhan dari hasil penjualan lada bila dikumpulkan dan didalam perhitungan ini

penulis mengambil perhitungan pendapatan secara keseluruhan hasil produksi dari petani lada tersebut guna

memudahkan penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.

4.2.3. Analisis Pendapatan Usaha Tani Lada

Tingkat pendapatan yang diperoleh petani di atas merupakan pendapatan kotor yang masih

harus dikurangi dengan jumlah biaya produksi yang digunakan untuk memperoleh produksi lada.

Untuk menganalisis pendapatan bersih hasil usahatani lada digunakan formulasi :

NI = TR – TC

NI = Net Income (Pendapatan Bersih)

TR = Total Revenue (Pendapatan Kotor)

TC = Total Cost (Keseluruhan biaya yang digunakan dalam proses produksi.

Dengan demikian, hasil perhitungan pendapatan bersih untuk petani responden dengan luas

lahan kurang dari 0,5 ha dapat dilihat pada tabel 18.

Tabel 18. Hasil Perhitungan Pendapatan Bersih Untuk Petani Responden Dengan Luas Lahan Kurang Dari 0,5

Ha

No.

Jumlah

Produksi

(Kg)

Pendapatan

Kotor (TR)

(Rp.)

Biaya Produksi

(TC)

(Rp.)

Pendapatan Bersih

(NI)

(Rp.)

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

0,20

0,25

0,25

0,20

0,35

0,30

0,35

7.120.000

8.080.000

8.200.000

6.880.000

8.800.000

8.240.000

9.160.000

1.172.500

1.172.500

1.172.500

1.172.500

1.172.500

1.172.500

1.172.500

5.947.500

6.907.500

7.027.500

5.707.500

7.627.500

7.067.500

7.987.500

Sumber : Data Primer Diolah

26

Page 27: Amir Skripsi

Berdasarkan tabel 18 di atas, dari hasil perhitungan pendapatan bersih untuk petani responden dengan

luas lahan kurang dari 0,5 ha pendapatan bersih dapat mencapai Rp.5.707.500-7.987.500,-

Kemudian untuk petani responden dengan luas lahan 0,5–1,0 ha pendapatan bersih yang diperoleh

dapat dilihat pada tabel 19.

Tabel 19. Hasil Perhitungan Pendapatan Bersih Untuk Petani Responden Dengan Luas Lahan 0,5 – 1,0 Ha

No. Jumlah

Produksi

(Kg)

Pendapatan

Kotor (TR)

(Rp.)

Biaya Produksi

(TC)

(Rp.)

Pendapatan Bersih

(NI)

(Rp.)

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

0,5

0,5

0,5

1,0

1,0

1,0

1,0

17.400.000

17.400.000

17.400.000

35.400.000

35.400.000

35.400.000

35.400.000

2.285.500

2.285.500

2.285.500

2.285.500

2.285.500

2.285.500

2.285.500

15.114.500

15.114.500

15.114.500

33.114.500

33.114.500

33.114.500

33.114.500

Sumber : Data Primer Diolah

Berdasarkan tabel 19 di atas, dari hasil perhitungan pendapatan bersih untuk petani responden dengan

luas lahan 0,5 – 1,0 ha pendapatan bersih dapat mencapai Rp.15.114.000 – 33.114.500,-

Untuk petani responden dengan luas lahan lebih dari 1,0 ha pendapatan bersih yang diperoleh

dapat dilihat pada tabel 20.

Tabel 20. Hasil Perhitungan Pendapatan Bersih Untuk Petani Responden Dengan Luas Lahan Lebih Dari 1,0

Ha

No. Jumlah

Produksi

(Kg)

Pendapatan

Kotor (TR)

(Rp.)

Biaya Produksi

(TC)

(Rp.)

Pendapatan Bersih

(NI)

(Rp.)

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

4.450

1.750

2.200

1.300

1.300

1.750

2.200

178.000.000

70.000.000

88.000.000

52.000.000

52.000.000

70.000.000

88.000.000

3.650.000

3.650.000

3.650.000

3.650.000

3.650.000

3.650.000

3.650.000

174.350.000

66.350.000

84.350.000

48.350.000

48.350.000

66.350.000

84.350.000

Sumber : Data Primer Diolah

Berdasarkan tabel 20 di atas, dari hasil perhitungan pendapatan bersih untuk petani responden dengan

luas lahan lebih dari 1,0 ha pendapatan bersih dapat mencapai Rp. 48.350.000- 84.350.000,- sedangkan

27

Page 28: Amir Skripsi

terdapat pendapatan petani lada yang mencapai Rp.174.350.000, hal ini diperoleh karena jumlah lahan dan

pohon lada yang ditanaminya berada pada berbagai lokasi di dalam wilayah Kecamatan Palangga, sehingga

hasil panennya mencapai jumlah tersebut di atas.

Menurut teori Sajogyo (1986) menyatakan bahwa kriteria pengukuran untuk kategori kemiskinan di

Indonesia pada daerah pedesaan yaitu 240 – 320 kg beras pertahun perkapita, jika dikaitkan dengan tingkat

pendapatan yang diperoleh dari hasil analisis di atas, dimana harga beras Rp. 2.000 per kg, maka petani

responden yang mempunyai lahan kurang dari 0,5 ha termasuk kategori miskin, dimana tanaman lada dijadikan

sebagai usahatani sampingan, untuk petani dengan luas lahan antara 0,5 – 1,0 ha termasuk kategori petani

sedang, dimana tanaman lada diusahakan sebagai tanaman sela diantara tanaman perkebunan lainnya.

sedangkan petani dengan luas lahan lebih dari 1,0 ha termasuk kategori mampu, tanaman lada diusahakan

secara komersil.

BAB V.

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai

berikut :

1. Lada merupakan salah satu komoditi hasil perkebunan yang memiliki potensi untuk dikembangkan pada

masa yang akan datang di Sulawesi Tenggara, khususnya di Kecamatan Palangga Kabupaten Konawe

Selatan dalam rangka peningkatan pendapatan petani.

2. Hasil perhitungan pendapatan bersih (Net Income) usahatani diketahui bahwa pendapatan usahatani lada

memiliki peluang untuk meningkatkan taraf hidup petani lada, dimana untuk petani dengan luas lahan

kurang dari 0,5 ha dapat memperoleh pendapatan bersih rata-rata sebesar Rp.6.896.100,-, untuk petani

dengan luas lahan antara 05 – 1,0 ha dapat memperoleh pendapatan bersih rata-rata sebesar Rp.

25.400.200, dan untuk petani yang memiliki luas lebih dari 1,0 ha dapat memperoleh keuntungan

bersih rata-rata sebesar Rp. 81.778.600,-

3. Rendahnya tingkat produktivitas usahatani lada akibat dari cara pengelolaannya belum optimal karena

adanya keengganan sebagian petani memelihara dan merawat tanamannya secara berkala sebab ada

keterkaitan dengan modal/biaya yang dialokasikan pada usahatani.

5.2. Saran

Berdasarkan kesimpulan sebelumnya, maka dapat diberikan saran sebagai berikut :

1. Pengembangan lada di Kecamatan Palanggan harus lebih diintesifkan karena merupakan tanaman yang

potensial, selain itu tanaman lada merupakan komoditi perkebunan yang prospektif, untuk itu

pengembangannya memerlukan perhatian dari berbagai pihak, bukan hanya dari petani, tetapi perhatian

pemerintah juga guna kelangsungan hidup petani lada.

2. Pengelolaan usahatani lada harus ditingkatkan guna memperoleh hasil produksi yang optimal, dengan

demikian petani akan memperoleh hasil dan pendapatan yang sesuai dengan hasil keringatnya.

28

Page 29: Amir Skripsi

3. Harga jual lada untuk setiap desa dan kelurahan harus diseragamkan guna mengantisipasi lonjakan harga

jual lada dan para pedagang yang memanfaatkan kelemahan petani sehingga kegiatan mereka

menjaditerhalang.

29