agrobiodiversitas pada berbagai jenis...
TRANSCRIPT
AGROBIODIVERSITAS PADA BERBAGAI JENIS PENGGUNAAN LAHAN SISTEM PERTANIAN
Oleh: DIAN RIZKI AMALIA
UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS PERTANIAN
MALANG
2017
AGROBIODIVERSITAS PADA BERBAGAI JENIS
PENGGUNAAN LAHAN SISTEM PERTANIAN
Oleh:
DIAN RIZKI AMALIA
135040207113006
MINAT BUDIDAYA PERTANIAN
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
Gelar Sarjana Pertanian Strata Satu (S1)
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS PERTANIAN
JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
MALANG
2017
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang
pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi
dan sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam
naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Malang, September 2017
Dian Rizki Amalia
LEMBAR PERSETUJUAN
Judul : Agrobiodiversitas Pada Berbagai Jenis Penggunaan Lahan
Sistem Pertanian
Nama Mahasiswa : Dian Rizki Amalia
NIM : 135040207113006
Jurusan : Budidaya Pertanian
Program Studi : Agroekoteknologi
Menyetujui : Dosen Pembimbing
Mengetahui,
Pembimbing I,
Karuniawan Puji W., SP. MP. Ph. D
NIP. 19730823199702 1 001
Ketua Jurusan Budidaya Pertanian,
Dr. Ir. Nurul Aini, MS.
NIP. 19601012 198601 1 2 001
Pembimbing II,
Adi Setiawan, SP.,MP.
NIP. 201304870619 1 001
LEMBAR PENGESAHAN
Mengesahkan,
MAJELIS PENGUJI
Tanggal Lulus :
Penguji I,
Dr. Ir. Didik Hariyono, MS
NIP. 19561010198403 1 004
Penguji II,
Adi Setiawan, SP.,MP.
NIP. 201304870619 1 001
Penguji III,
Karuniawan Puji W., SP. MP. PhD
NIP. 19730823199702 1 002
Penguji IV,
Ir. Koesriharti, MS
NIP. 19580830 198303 2 002
RINGKASAN
Dian Rizki Amalia. NIM 135040207113006. Agrobiodiversitas Pada Berbagai
Jenis Penggunaan Lahan Sistem Pertanian. Dibawah bimbingan Karuniawan
Puji W., SP. MP. Ph. D sebagai dosen pembimbing utama dan Adi Setiawan,
SP. MP. sebagai pembimbing pendamping.
Agrobiodiversitas memiliki nilai ekologi sebagai penyedia komponen-
komponen yang mendukung dan mengatur proses yang berlangsung dalam
ekosistem. Secara umum agrobiodiversitas merupakan semua komponen yang
terdapat dilahan pertanian dan memberikan fungsinya pada proses yang terjadi
dilahan pertanian tersebut. Peranan vegetasi dalam suatu ekosistem terkait dengan
pengaturan keseimbangan karbon dioksida dan oksigen dalam udara, perbaikan
sifat fisik, kimia dan biologis tanah, pengaturan tata air tanah dan lain-lain.
Kehadiran vegetasi pada suatu lanskap akan memberikan dampak positif bagi
keseimbangan ekosistem dalam skala yang lebih luas. Secara umum, peranan
vegetasi dalam suatu ekosistem sebagai jasa lingkungan dengan pengaturan
keseimbangan karbon dioksida dan oksigen dalam udara, perbaikan sifat fisik,
kimia dan biologis tanah, pengaturan tata air tanah dan lain-lain. Kehadiran vegetasi
pada suatu area memberikan dampak positif, tetapi pengaruhnya bervariasi
tergantung pada struktur dan komposisi vegetasi yang tumbuh pada daerah itu
(Indriyanto, 2006). Tanaman herba memiliki manfaat yaitu mampu menahan aliran
permukaan sehingga tingkat erosi akan lebih rendah. Pada penelitian kali ini
bertujuan untuk mengetahui perbedaan agrobiodiversitas pada berbagai jenis
penggunaan lahan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mempelajari
tingkat keanekaragaman agrobiodiversitas sebagai jasa lingkungan dengan
pengelolaan lanskap.
Penelitian telah dilaksanakan di UB Forest pada bulan September 2016
sampai dengan Februari 2017, pada lahan kopi, tebu dan sawi di Malang. Metode
yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei. Pengambilan sampel
berdasarkan metode sampling kuadrat dengan petak 1 m x 1 m sebanyak 51 titik
sampel penelitian yang diambil secara sistematis pada setiap penggunaan lahan.
Kemudian dilakukan perhitungan jumlah dan identifikasi spesies yang ada pada
setiap petak contoh, lalu dilakukan analisa vegetasi dengan rumus perhitungan yang
mengacu pada perhitungan kerapatan, frekuensi, dominasi, serta indeks nilai
penting pada setiap spesies tanaman yang ada pada petak percobaan.
Dari hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan agrobiodiversitas pada
penggunaan lahan sistem pertanian. Diketahui pada lahan tebu terdapat 21 spesies,
pada lahan kopi 10 spesies, dan pada lahan sawi 5 spesies. Hal ini dapat dibuktikan
juga melalui perhitungan C pada ketiga lahan dengan nilai 5,72% yang artinya
terdapat perbedaan spesies sebesar 94,28%. Indeks keanekaragaan Shannon-
Wiener (H’) pada lahan tebu mempunyai nilai 2,89 yang artinya tergolong kategori
keragaman sedang. Keanekaragaman yang tergolong sedang artinya memiliki
produktivitas yang cukup, memiliki kondisi ekosistem yang cukup seimbang. Hal
ini dikarenakan agrobiodiversitas yang berperan sebagai jasa lingkungan yang
ditemukan pada lahan tebu sebanyak 21 spesies yang dapat membantu dalam
penyedia sumberdaya air walaupun dalam keadaan musim kemarau, sebagai
refugia dan trap plant sehingga hama tidak menyerang tanaman utama. Selain itu
dapat berperan juga sebagai penyerap karbon dan sebagai penghasil oksigen. Pada
analisis Indeks Sebaran Morisita (Id) pada lahan tebu didapatkan nilai antara 0,63-
11,89 yang berarti memiliki nilai Id>1 yang berarti pemancaran individu cenderung
berkelompok, hanya ada satu yang memiliki pola sebaran acak yaitu pada Elusine
indica. Pada lahan kopi mempunyai nilai (H’) 1,92 tergolong kategori sedang.
Keanekaragaman yang tergolong sedang artinya memiliki produktivitas yang
cukup, memiliki kondisi ekosistem yang cukup seimbang. Hal ini dikarenakan
agrobiodiversitas yang berperan sebagai jasa lingkungan yang ditemukan pada
lahan kopi sebanyak 10 spesies yang dapat membantu dalam penyedia sumberdaya
air walaupun dalam keadaan musim kemarau, sebagai refugia dan trap plant
sehingga hama tidak menyerang tanaman utama. Selain itu dapat berperan juga
sebagai penyerap karbon dan sebagai penghasil oksigen. Indeks Sebaran Morisita
(Id) pada lahan kopi memiliki nilai antara 1,85-15 yang berarti Id>1 memiliki pola
sebaran mengelompok. Lahan sawi mempunyai nilai (H’) 1,57 termasuk kategori
sedang. Indeks Sebaran Morisita (Id) lahan sawi memliki nilai antara 1,31-3,08
yang berarti Id>1 artinya memiliki pola sebaran mengelompok.
SUMMARY
Dian Rizki Amalia. NIM 135040207113006. Agrobiodiversity At Different
Types of Agricultural Land Use Systems. Under the Guidence of Karuniawan
Puji W., SP. MP. Ph. D as the Main Supervisor and Adi Setiawan, SP. MP. as
Co-Supervisor.
Agrobiodiversity has ecological value as a provider of components that
support and regulate the processes that take place in the ecosystem. In general,
agrobiodiversity is all the components contained in the field of agriculture and
provide its function on the processes that occur in the field of agriculture. The role
of vegetation in an ecosystem is related to the regulation of the balance of carbon
dioxide and oxygen in the air, the improvement of the physical, chemical and
biological properties of the soil, soil water management and others. The presence
of vegetation in a landscape will have a positive impact on the balance of
ecosystems on a wider scale. In general, the role of vegetation in an ecosystem as
an environmental service by regulating the balance of carbon dioxide and oxygen
in the air, improvements in physical, chemical and biological properties of the soil,
soil water regulation and others. The presence of vegetation in an area has a positive
impact, but the effect varies depending on the structure and composition of
vegetation growing in the area (Indriyanto, 2006). Herbaceous plants have the
benefit of being able to withstand the flow of the surface so that the erosion rate
will be lower. This study aims to determine the differences of agrobiodiversity in
various types of land use. This study aims to determine and study the level of
diversity of agrobiodiversity as an environmental service with landscape
management.
The research was conducted at UB Forest in September 2016 until February
2017, on coffee, sugarcane and mustard seeds in Malang. The method used in this
research is survey method. Sampling is based on quadratic sampling method with
1 m x 1 m plot of 51 research sample samples taken systematically on each land
use. Then calculated the number and identification of existing species in each
sample plot, then analyzed vegetation with the calculation formula that refers to the
calculation of density, frequency, dominance, as well as an important value index
on each plant species that exist in the experimental plot.
From the results of the study showed the difference of agrobiodiversity on
farm land use system. It is known on sugarcane farms there are 21 species, on 10
species of coffee plantations, and on the land of 5 species of mustard. This can be
proven also through the calculation of C on the three fields with a value of 5.72%
which means there are differences in species of 94.28%. Shannon-Wiener (H ')
diversity index on sugarcane field has a value of 2.89, which means classified as
medium diversity category. Medium diversity means to have sufficient
productivity, have a fairly balanced ecosystem conditions. This is because
agrobiodiversity that acts as environmental services found in sugar cane fields as
many as 21 species that can help in the provision of water resources even in the dry
season, as a refugia and trap plant so that pests do not attack the main plant. It can
also act as a carbon absorber and as an oxygen producer. In the analysis of Morisita
distribution Index (Id) on sugarcane field, the value between 0.63-11.89 means that
the value of Id> 1, which means that the transmission of individuals tend to group,
there is only one that has a pattern of random distribution that is on Elusine indica.
In the coffee field has a value (H ') 1.92 belonging to the medium category. Medium
diversity means to have sufficient productivity, have a fairly balanced ecosystem
conditions. This is because agrobiodiversity that acts as environmental services
found on coffee land as many as 10 species that can help in the provision of water
resources even in the dry season, as refugia and trap plant so that pests do not attack
the main plant. It can also act as a carbon absorber and as an oxygen producer.
Morisita distribution index (Id) on the coffee field has a value between 1.85-15
which means Id> 1 has a pattern of distribution in groups. The mustard land has a
value of (H ') 1.57 including the medium category. Morisita Distribution Index (Id)
of mustard land has a value between 1.31-3.08 which means Id> 1 means to have
the pattern of distribution in groups.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul
“Agrobiodiversitas Pada Berbagai Jenis Penggunaan Lahan Sistem Pertanian”.
Serta ucapan terima kasih disampaikan kepada seluruh pihak yang telah
memberikan dukungan moriil dan materi sehingga dapat terselesainya pembuatan
Skripsi ini. Ucapan terima kasih disampaikan kepada:
1. Bapak Karuniawan Puji Wicaksono, SP. MP. Ph.D., sebagai dosen
pembimbing utama dan Bapak Adi Setiawan, SP. MP., sebagai dosen
pembimbing pendamping.
2. Kepada orang tua tercinta Bapak M. Munginudin dan Ibu Gunarti yang selalu
memberikan dukungan serta doa.
3. Kepada adik-adik tercinta, Dinda Ayu Khairina dan Dimas Aryo Ihsanudin.
4. Keluarga besar di Tangerang, terutama tante tercinta (bulik Atun), yang selalu
memberi semangat dan dukungan yang membuat saya lebih baik.
5. Danny Hary Prasetyo yang selalu menjadi penyemangat dan memberi
motivasi.
6. Momo yang selalu jadi partner ke lapangan.
7. Sahabat-sahabat tercinta Syifa, Dita, Nani, Yudha, Rizkha, Sarah, Deka, Vani,
Wildan, Erwin, Marbie, Keke, Fadil, Herni. Yogi, Uci, Fitri, Dhilla, Nia, Cici,
dan lainnya yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.
8. Semua pihak yang membantu penulisan skripsi ini berjalan lancar.
Penulis menyadari banyak kekurangan dalam penulisan ini, oleh sebab itu
penulis sangat menerima kritik dan saran demi kebaikan bersama. Semoga
penelitian ini bermanfaat bagi kita semua.
Malang, Juli 2017
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis, Dian Rizki Amalia, dilahirkan di Jakarta pada tanggal 21 Desember
1994. Anak pertama dari tiga bersaudara dari Bapak M. Munginudin dan Ibu
Gunarti. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar diselesaikan di SDI Al-
Ashar pada tahun 2006. Pendidikan Sekolah Menengah Pertama diselesaikan di
SMPN 10 Tangerang pada tahun 2009 dan pendidikan Sekolah Menengah Atas di
SMA Budi Luhur, Tangerang pada tahun 2012. Penulis melanjutkan ke Pendidikan
Strata 1 (S1) Program Studi Agroekoteknologi Jurusan Budidaya Pertanian,
Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya melalui jalur SPMK pada tahun 2013.
Selama menjadi mahasiswa penulis pernah aktif mengikuti organisasi
Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) dan menjabat sebagai Staff Advokasi pada
tahun 2015. Penulis juga pernah aktif mengikuti organisasi Himpunan Mahasiswa
Budidaya Pertanian (HIMADATA) dan menjabat sebagai Staff Departemen PSDM
pada tahun 2016. Indonesian Future Leaders menjabat sebagai Staff Sekretaris
Umum pada tahun 2015 dan menjabat lagi sebagai Direktur Kesekretariatan pada
tahun 2016. Serta pernah aktif dalam kepanitiaan Aspirasi Maperta sebagai Co. Div.
Acara, Makrab HIMADATA sebagai MC dan Div. Acara, Legislator Training
sebagai Bendahara, PEMILWA sebagai Div. Keamanan, Panlok PEMIRA, We
Care Them sebagai Sekretaris, Beyond The Future sebagai Sekretaris, Festival
Sahabat IFL sebagai Div. Acara, Pasca Primordia sebagai SC Div. Acara, BPI
sebagai Div. Acara, IFL Communitalk sebagai SC, Mubes HIMADATA sebagai
SC PDD dan PRIMORDIA sebagai Co. Div. Acara pada tahun 2016.
DAFTAR ISI
RINGKASAN ....................................................................................................... i SUMMARY ........................................................................................................ iii KATA PENGANTAR ......................................................................................... v
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................ vi DAFTAR ISI ...................................................................................................... vii DAFTAR TABEL ............................................................................................ viii DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... ix 1. PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1 1.2 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 2 1.3 Hipotesis ..................................................................................................... 2
2. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 3 2.1 Biodiversitas ............................................................................................... 3 2.2 Agrobiodiversitas ....................................................................................... 5 2.3 Sistem Tiga Strata ..................................................................................... 7
2.4 Jasa Lingkungan ........................................................................................ 8 2.5 Pengukuran Biodiversitas ......................................................................... 9
3. BAHAN DAN METODE .............................................................................. 17 3.1 Tempat dan Waktu ................................................................................. 17 3.2 Alat dan Bahan ........................................................................................ 17
3.3 Metode Penelitian .................................................................................... 17
3.4 Pelaksanaan Penelitian ........................................................................... 17
3.5 Pengamatan Penelitian ............................................................................ 18 3.6 Analisis Data ............................................................................................ 19
4. HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................... 22 4.1 Hasil .......................................................................................................... 22 4.2 Pembahasan ............................................................................................. 31
5. KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 41 5.1 Kesimpulan .............................................................................................. 41 5.2 Saran ......................................................................................................... 42
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 43
DAFTAR TABEL
Nomor Teks Halaman
1. Nilai Tolak Ukur Indeks Keanekaragaman ............................................... 14
2. Agrobiodiversitas yang Terdapat pada Lahan Tebu .................................. 22
3. Nilai SDR pada Lahan Tebu ...................................................................... 23
4. Nilai Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener (H') Lahan Tebu ........... 24
5. Nilai Indeks Sebaran Morisita Lahan Tebu ............................................... 25
6. Hasil Produksi Lahan Tebu ....................................................................... 25
7. Agrobiodiversitas yang Terdapat pada Lahan Kopi .................................. 26
8. Nilai SDR pada Lahan Kopi ...................................................................... 27
9. Nilai Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener (H') Lahan Kopi............ 27
10. Sebaran Agrobiodiversitas Pada Lahan Kopi ............................................ 28
11. Hasil Produksi Lahan Kopi ........................................................................ 28
12. Agrobiodiversitas yang Terdapat pada Lahan Sawi .................................. 29
13. Nilai SDR pada Lahan Sawi ...................................................................... 29
14. Nilai Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener (H') Lahan Sawi............ 30
15. Sebaran Agrobiodiversitas Pada Lahan Sawi ............................................ 30
16. Hasil Produksi Lahan Sawi ........................................................................ 31
DAFTAR GAMBAR
Nomor Teks Halaman
1. Desain Metode Petak Tunggal dalam Analisis Vegetasi (Irwanto, 2012) .... 11
2. Desain Metode Petak Ganda dalam Analisis Vegetasi secara acak dan
sistematis ....................................................................................................... 11
3. Desain Metode Jalur dalam Analisis Vegetasi (Irwanto, 2012). ................... 12
4. Desain Metode Garis Berpetak dalam Analisis Vegetasi (Irwanto, 2012). .. 12
5. Tiga Pola Dasar Penyebaran Spasial dari Individu dalam Suatu Habitat ..... 16
6. Denah Lahan Penelitian dengan Petak Contoh yang disusun secara
sistematis ....................................................................................................... 21
7. Nilai SDR Lahan Tebu .................................................................................. 32
8. Nilai SDR Lahan Kopi .................................................................................. 34
9. Nilai SDR Lahan Sawi .................................................................................. 37
10. Lahan Tebu.................................................................................................... 46
11. Plot Pada Lahan Tebu ................................................................................... 46
12. Lahan Kopi .................................................................................................... 46
13. Plot Pada Lahan Kopi ................................................................................... 46
14. Lahan Sawi .................................................................................................... 46
15. Plot Pada Lahan Sawi.................................................................................... 46
16. Gewor, Jabung, Rumput Kebo, Daun Bungkuk, Tanaman Songgolangit,
Pada Lahan Tebu ........................................................................................... 47
17. Kaki Kuda, Gewor, Aur-aur, Jabung, Rumput Kebo, Rumput Bebek, Putri
Malu, Pada Lahan Tebu ................................................................................ 47
18. Rumput Teki, Wudelan, Rumput Paitan, Pada Lahan Kopi ......................... 47
19. Jarinagan, Wudelan, Rumput Teki, Putri Malu, Kasembukan Pada Lahan
Kopi ............................................................................................................... 47
20. Putri Malu, Ciplukan, Krokot Pada Lahan Sawi ........................................... 47
21. Putri Malu, Krokot Pada Lahan Sawi ........................................................... 47
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Teks Halaman
1. Dokumentasi Lahan Penelitian .................................................................... 46
2. Agrobiodiversitas Pada Lahan Penelitian .................................................... 47
3. Spesies Pada Lahan Tebu ............................................................................. 48
4. Species Pada Lahan Kopi ............................................................................. 56
5. Spesies Pada Lahan Sawi ............................................................................. 60
6. Analisa Vegetasi Lahan Tebu ...................................................................... 62
7. Analisa Vegetasi Lahan Kopi....................................................................... 63
8. Analisa Vegetasi Lahan Sawi....................................................................... 64
9. Perbandingan Nilai Koefisien Komunitas Lahan Penelitian ........................ 65
10. Data Iklim..................................................................................................... 67
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Biodiversitas ekosistem lahan pertanian yang lebih dikenal dengan
agrobiodiversitas, memiliki nilai ekologi sebagai penyedia komponen-komponen
yang mendukung dan mengatur proses yang berlangsung dalam ekosistem.
Komponen-komponen tersebut diantaranya adalah biota yang hidup didalam
ekosistem tersebut dan menjadikan sebagai habitatnya, disamping itu kesuburan
tanah juga menjadi bagian dari agroekosistem (Zamora et al, 2007). Dengan adanya
komponen tersebut maka akan terbentuk suatu interaksi sesuai dengan prinsip
keseimbangan ekologi sehingga servis ekosistem pada lahan pertanian dapat
berlangsung secara maksimal. Secara umum agrobiodiversitas merupakan semua
komponen yang terdapat dilahan pertanian dan memberikan fungsinya pada proses
yang terjadi dilahan pertanian tersebut.
Kehadiran vegetasi pada suatu landscape akan memberikan dampak positif
bagi keseimbangan ekosistem dalam skala yang lebih luas. Secara umum, peranan
vegetasi dalam suatu ekosistem sebagai jasa lingkungan dengan pengaturan
keseimbangan karbon dioksida dan oksigen dalam udara, perbaikan sifat fisik,
kimia dan biologis tanah, pengaturan tata air tanah dan lain-lain. Kehadiran vegetasi
pada suatu area memberikan dampak positif, tetapi pengaruhnya bervariasi
tergantung pada struktur dan komposisi vegetasi yang tumbuh pada daerah itu
(Indriyanto, 2006).
Pemanfaatan jasa lingkungan adalah upaya pemanfaatan potensi jasa yang
diberikan oleh fungsi ekosistem dengan tidak merusak dan tidak mengurangi fungsi
pokok ekosistem tersebut. Dengan demikian, jasa lingkungan adalah produk
sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya yang berupa manfaat langsung atau
manfaat tidak langsung yang meliputi antara lain kesuburan tanah, pengendalian
erosi dan banjir, keindahan alam, penyerapan karbon dan penyimpanan karbon
yang akan diserap oleh tanaman (Murni, 2012).
Tanaman dibagi menjadi 3 strata, diantaranya pohon yang termasuk kedalam
strata 1, tanaman utama seperti tebu, jagung, dan lain-lain yang termasuk kedalam
tanaman strata 2, dan tanaman herba yang termasuk kedalam strata 3. Penelitian ini
akan membahas tentang manfaat tanaman strata 3 yang orang lain lihat tanaman
2
tersebut adalah gulma. Tanaman strata 3 memiliki manfaat yaitu mampu menahan
aliran permukaan sehingga tingkat erosi akan lebih rendah. Oleh karena itu,
tanaman strata 3 salah satu faktor jasa lingkungan yang mempengaruhi pengelolaan
lahan pertanian terhadap agrobiodiversitas sebab dapat menggambarkan pengaruh
dari kondisi-kondisi faktor lingkungan yang mendukung.
1.2 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mempelajari tingkat
keanekaragaman agrobiodiversitas sebagai jasa lingkungan dengan pengelolaan
lanskap.
1.3 Hipotesis
Lahan tebu memiliki tingkat kelimpahan dan keanekaragaman
agrobiodiversitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan lahan kopi dan lahan sawi.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Biodiversitas
Biodiversitas atau kenanekaragaman hayati merupakan keanekaragaman
antara makhluk hidup baik yang ada di daratan ataupun perairan serta kompleks
ekologi dari bagian keanekaragaman yang mencakup spesies, antar spesies, dan
ekosistem (Sujatnika, Jepson, Soeharto, Crosby dan Mardiastuti, 1995)
Keanekaragaman tumbuhan merupakan keanekaragaman spesies tumbuhan
yang menempati suatu ekosistem. Komunitas tumbuhan senantiasa ditandai oleh
jenis-jenis yang dominannya. Sifat-sifat dasar yang dimiliki oleh suatu komunitas
tumbuhan adalah (1) mempunyai komposisi floristik yang tetap, (2) fisiognomi
(struktur, tinggi penutupan, tajuk daun, dan sebagainya) yang relatif seragam, dan
(3) mempunyai penyebaran yang karakteristik dalam lingkungan atau habitat
dengan ciri-ciri tertentu (Sastroutomo, 1990).
Ada lima karakteristik masa hidup tumbuhan dan masing-masing
karakteristik ini berhubungan dengan bentuk hidupnya, yaitu tumbuhan annual,
biannual, herbaceus perennial, sufrutescent shrub dan woody perennial.
Tumbuhan annual hidup selama satu tahun atau kurang. Rata-rata hidup mereka
adalah 1-8 bulan, bergantung pada spesies dan lingkungannya (spesies gurun
mungkin dapat melengkapi daur hidupnya selama 8 bulan setahun atau 1 bulan pada
daur berikutnya tergantung pada curah hujan). Tumbuhan annual biasanya
termasuk golongan herba. Tumbuhan biannual hidup selama 2 tahun, juga
merupakan herbaceus. Tahun pertama adalah masa pertumbuhan vegetatif dan
reproduksi terjadi pada tahun kedua kemudian diikuti kematian tumbuhan.
Tumbuhan herbaceus perennial dapat hidup selama 20-30 tahun meskipun
ada jenis pengecualian yang dapat hidup 400-800 tahun. Tumbuhan ini mati dan
kembali ke sistem perakaran pada akhir masa pertumbuhan. Sistem perakaran
menjadi berkayu tetapi bagian diatas tanah adalah herbaceus. Mereka memiliki
juvenil (anakan), masa vegetatif 2-8 tahun kemudian berkembang dan bereproduksi
secara periodik 2-3 tahun sekali atau hanya sekali pada akhir masa hidupnya.
Tumbuhan shrub sufrutescent (sub-shrub) adalah jenis perantara dari
perennial herbaceus dan shrub sejati. Mereka berkembang perennial, jaringan kayu
hanya pada daerah dekat pangkal batang dan sisa batang keatasnya merupakan
2
herbaceus yang kemudian kembali mati tiap tahun. Mereka umumnya berukuran
kecil kira-kira 25 cm dan hidupnya lebih singkat dibanding shrub sejati. Tumbuhan
perennial woody (berkayu: pohon dan shrub) memiliki hidup paling panjang: shrub
30-50 tahun, pohon angiosperm 200-300 tahun dan pohon conifer 500-1000 tahun.
Perennial berkayu menghabiskan 10% pertama dari masa hidupnya sebagai anakan
yang seluruhnya merupakan fase vegetatif, kemudian masuk fase kombinasi
vegetatif dan reproduksi dan mencapai puncak fase reproduksi beberapa tahun
sebelum kematiannya.
Tiap individu dalam populasi selama masa hidupnya dapat dibagi atas 8 fase
yaitu (1) benih yang mampu tumbuh, (2) semai, (3) anakan, (4) vegetatif remaja
(immature), (5) vegetatif dewasa (mature). (6) masa awal reproduksi, (7) vigor
maksimum (reproduksi dan vegetatif) dan (8) senescent. Jika suatu populasi hanya
memiliki 4-5 fase yang pertama menunjukkan populasi ini merupakan populasi
pengganti dan merupakan bagian dari komunitas seral. Jika populasi memiliki
kedelapan fase menunjukan populasi yang stabil dan merupakan bagian dari
komunitas klimaks dan jika populasi hanya memiliki 4 fase yang terakhir berarti
populasi tidak dapat memelihara diri sendiri dan merupakan bagian dari komunitas
seral (Mardiyanti, 2013).
Komponen tumbuh-tumbuhan penyusun suatu vegetasi umumnya terdiri dari
(Marpaung, 2009):
1) Belukar (Shrub): tumbuhan yang memiliki kayu yang cukup besar, dan
memiliki tangkai yang terbagi menjadi banyak subtangkai.
2) Epifit (Epiphyte): tumbuhan yang hidup dipermukaan tumbuhan lain (biasanya
pohon dan palma). Epifit mungkin hidup sebagai parasit atau hemi-parasit.
3) Paku-pakuan (Fern): tumbuhan tanpa bunga atau tangkai, biasanya memiliki
rhizoma seperti akar dan berkayu, dimana pada rhizoma tersebut keluar tangkai
daun.
4) Palma (Palm): tumbuhan yang tangkainya menyerupai kayu, lurus dan
biasanya tinggi; tidak bercabang sampai daun pertama. Daun lebih panjang dari
1 meter dan biasanya terbagi dalam banyak anak daun.
3
5) Pemanjat (Climber): tumbuhan seperti kayu atau berumput yang tidak berdiri
sendiri namun merambat atau memanjat untuk penyokongnya seperti kayu atau
belukar
6) Terna (Herb): tumbuhan yang merambat ditanah, namun tidak menyerupai
rumput. Daunnya tidak panjang dan lurus, biasanya memiliki bunga yang
menyolok, tingginya tidak lebih dari 2 meter dan memiliki tangkai lembut yang
kadang-kadang keras.
7) Pohon (Tree): tumbuhan yang memiliki kayu besar, tinggi dan memiliki satu
batang atau tangkai utama dengan ukuran diameter lebih dari 20 cm. Untuk
tingkat pohon dapat dibagi lagi menurut tingkat permudaannya, yaitu:
a. Semai (Seedling): permudaan mulai dari kecambah sampai anakan kurang
dari 1,5 m.
b. Pancang (Sapling): permudaan dengan tinggi 1,5 m sampai anakan
berdiameter kurang dari 10 cm.
c. Tiang (Poles): pohon muda berdiameter 10 cm sampai kurang dari 20 cm.
2.2 Agrobiodiversitas
Agrobiodiversitas merupakan hasil dari proses seleksi alam dan seleksi yang
seksama dan perkembangan inventif petani selama ribuan tahun. Agrobiodiversitas
adalah hal penting dari keanekaragaman hayati. Keanekaragaman hayati pertanian,
juga dikenal sebagai agrobiodiversitas atau sumber daya genetik untuk makanan
dan pertanian, termasuk tanaman yang sudah masuk waktu panen, hutan, dan
ekosistem perairan (Thrupp, 1997).
Agrobiodiversitas adalah hasil interaksi antara lingkungan, sumber daya
genetik, sistem manajemen dan praktek yang digunakan oleh masyarakat yang
beragam budaya oleh karena itu sumberdaya lahan dan air yang digunakan untuk
produksi dengan cara yang berbeda. Dengan demikian, agrobiodiversitas meliputi
variasi tumbuhan dan mikroorganisme yang diperlukan untuk mempertahankan
fungsi utama dari agroekosistem, termasuk struktur dan proses untuk mendukung
produksi pangan dan ketahanan pangan. Kearifan lokal dan budaya dapat dianggap
sebagai bagian integral dari agrobiodiversitas, karena merupakan aktivitas manusia
pertanian yang membentuk dan melestarikan keanekaragaman hayati. Berbagai dan
variabilitas dari tumbuhan dan mikroorganisme yang digunakan secara langsung
4
atau tidak langsung untuk pangan dan pertanian, termasuk tanaman dan kehutanan.
Ini terdiri keragaman sumber daya genetik (varietas, keturunan) dan spesies yang
digunakan untuk makanan dan obat-obatan (Thrupp, 1997).
Agrobiodiversitas adalah hasil dari ribuan tahun usaha oleh petani dalam
seleksi dan pemuliaan, dan dalam mengembangkan produksi sesuai sistem dan
metode. Sumber daya genetik tumbuhan adalah bahan sumber untuk
pengembangan lebih lanjut dari varietas tanaman oleh petani. Sumber tradisional
genetik dapat dimanfaatkan dengan minimum masukan pertanian, memiliki
karakteristik kualitas yang sesuai dengan kebutuhan dan di samping itu, sering
memainkan peran penting dalam budaya penduduk pedesaan. Keragaman genetik
yang lebih besar juga memberikan kontribusi untuk mengurangi iklim dan terkait
penyakit risiko (Weiskopf, 2001).
Agrobiodiversitas tidak hanya memiliki nilai yang dilihat dari sisi dalam
proses produksi pertanian atau sebagai komponen yang penting dalam servis
ekosistem, akan tetapi memiliki nilai sosial dalam kehidupan manusia, sehingga
perlu ditelaah adanya hubungan antara nilai ekologi dengan nilai sosial dari
agrobiodiversitas itu sendiri. Berdasarkan nilai ekologi dan sosial dari
agrobiodiversitas tersebut maka dapat dilakukan usaha konservasi terhadap
agrobiodiversitas (Jackson et al, 2007).
Agroforestri adalah salah satu sistem pengelolaan lahan yang mungkin dapat
ditawarkan untuk mengatasi masalah yang timbul akibat adanya alih-guna lahan
dan sekaligus juga untuk mengatasi masalah pangan. Secara umum agroforestri
berfungsi protektif (yang lebih mengarah kepada manfaat biofisik) dan produktif
(yang lebih mengarah kepada manfaat ekonomis). Maanfaat agroforestri secara
biofisik ini dibagi menjadi 2 level yaitu level bentang lahan atau global. Pada level
global meliputi fungsi agroforestri dalam konservasi tanah dan air, cadangan karbon
(C stok) didaratan, mempertahankan keanekaragaman hayati (Widianto, dkk. 2003)
Refugia ialah kawasan dengan vegetasi di dalam atau disekitar lahan pertanian yang
berfungsi sebagai sumber kehidupan musuh alami (Meiadi, 2015).
2.3 Sistem Tiga Strata
Tanaman penutup tanah atau yang lebih dikenal dengan sebutan cover crop
adalah tumbuhan atau tanaman yang khusus ditanam untuk melindungi tanah dari
5
ancaman kerusakan oleh erosi dan atau untuk memperbaiki sifat kimia dan sifat
fisik tanah. Cover crop atau tanaman penutup umumnya adalah tanaman yang
berasal dari famili legumineceae (tanaman legume/kacang-kacangan). Tanaman
rumput dan Leguminosa yang menjalar digolongkan strata I, leguminosa semak dan
perdu digolongkan strata II, dan leguminosa pohon digolongkan strata III. Penataan
setiap strata adalah sebagai berikut: strata I merupakan berupa pohon ditanam
paling luar dengan jarak sekitar 5 m, strata II berupa leguminosa semak perdu yang
ditanamadiantaranya, dan strata III, berupa rumput ditanam dibawahnya berdekatan
dengan bidang untuk tanaman pangan (BPTP, 2011) ha. Sistem tiga strata adalah
sistem penanaman dan pemotongan rumput, leguminosa, semak dan pohon
sehingga hijauan makanan ternak tersedia sepanjang tahun (Azmi et al., 2007).
Pada STS integrasikan tanaman legum diharapkan perbaikan kesuburan
lahan karena sumbangan nitrogen dari nodul pada akar (Nitis et al., 2000). Lahan
atau tanah merupakan sumberdaya alam fisik yang mempunyai peranan penting
dalam segala kehidupan manusia, karena lahan atau tanah diperlukan manusia
untuk tempat tinggal dan hidup, melakukan kegiatan pertanian, peternakan,
perikanan, kehutanan, pertambangan dan sebagainya. Pendayagunaan lahan atau
tanah memerlukan pengelolaan yang tepat dansejauh mungkin mencegah dan
mengurangi kerusakan dan dapat menjamin kelestarian sumber daya alam tersebut
untuk kepentingan generasi yang akan datang. Pada sistem lingkungan tanah,
usaha-usaha yang perlu dikerjakan ialah rehabilitasi, pengawetan, perencanaan dan
pendayagunaan tanah yang optimum (Hasnudi et al., 2004). Penerapan STS adalah
terpadu antar tanaman pangan, tanaman perkebunan dan ternak. Dengan integrasi
ini maka pengawasan STS lebih baik, karena petani setiap hari pergi ke ladang
untuk mengawasi tanaman palawijanya, tanaman palawija tidak diganggu oleh
ternak karena dipagari oleh STS, ternak tidak perlu digembalakan karena STS
menyediakan pakan, adanya pupuk kandang dan tanaman legum pada STS dan
kebutuhan petani sehari-hari dipenuhi oleh hasil palawija, sedangkan kebutuhan
mendadak dipenuhi dari penjualan ternak. Tanaman pada strata 1 dan 2 dibiarkan
tumbuh dan berkembang dan baru dipangkas pada akhir tahun 1, sedangkan
tanaman pada stratum 3 baru dipangkas pada akhir tahun ke 2. Erosi lahan 57%
lebih rendah, karena strata 2 dan 3 menahan batu dan kerikil, sedangkan strata 1
6
menahan tanah. Unsur hara dalam bentuk N 75% lebih tinggi, bahan organik 13%
lebih tinggi dan humus 23% lebih tinggi (Nitis et al., 2000). Erosi lahan dan
air hujan dapat dikurangi karena perakaran yang kuat dan dalam dari strata 2 dan 3,
daun rimbun dari strata 1, 2 dan 3 dapat menahan abrasi karena sinar matahari dan
angin dan ternak yang dikandangkan tidak merusak struktur tanah. STS
meningkatkan kesuburan lahan dengan bintil-bintil nitrogen dari tanaman legum,
humus dari akar dan daun yang melapuk dan pupuk kandang dari kotoran ternak.
2.4 Jasa Lingkungan
Jasa lingkungan adalah penyediaan, pengaturan, penyokong proses alami, dan
pelestarian nilai budaya oleh suksesi alamiah dan manusia yang bermanfaat bagi
keberlangsungan kehidupan. Jasa lingkungan pertanian pada dasarnya adalah
sumbangan yang diberikan kepada masyarakat luas oleh petani. Terdapat berbagai
disinsentif dalam berusahatani seperti kegagalan pasar (market failures), biasanya
kebijaksanaan pemerintah terhadap sektor penghasil devisa tinggi, tidak
tersedianya atau tidak sanggupnya petani memperoleh sarana pertanian, serta
berbagai masalah prasarana dan pemasaran. Petani juga sering mengalami kesulitan
disebabkan keadaan cuaca yang sulit diprediksi serta masalah hama dan penyakit
tanaman (Tampubolon, 2008).
Hal yang terpenting menyangkut kontribusi biodiversitas terhadap jasa
lingkungan yakni, bahwa biodiversitas memiliki fungsi secara biofisik dan secara
ekologi yang dapat memberikan dukungan terhadap kehidupan dan kesejahteraan
manusia. Diketahui bahwa biodiversitas dalam ekosistem lahan pertanian
memberikan peran yang sangat penting dalam proses-proses ekologi seperti
pengendalian hama, penyerbukan tanah, penyedia sumber daya air serta
meningkatkan kandungan nutrien dalam tanah (Alvarez et al, 2005).
Disisi lain adanya usaha untuk mencapai target meningkatnya produksi hasil
pertanian pada saat ini lebih banyak dilakukan dengan menggunakan teknik-teknik
yang lebih modern seperti rekayasa genetik untuk mendapatkan varietas yang
diharapkan unggul dan adanya penggunaan bahan kimia dalam hal pemberantasan
hama serta pembuatan pupuk. Hal ini dapat memberikan dampak yang negatif
terhadap keberadaan biodiversitas yang terdapat ekosistem lahan pertanian itu
sendiri. Lebih lanjut pengaruhnya akan menyebabkan terjadinya perubahan yang
7
besar proses ekologi yang berjalan sehingga jasa ekosistem yang ditentukan oleh
keberadaan biodiversitas dapat terganggu (Jackson et al, 2007).
Berdasarkan uraian diatas suatu strategi sangat diperlukan dalam proses atau
kegiatan pertanian sehingga eksistensi fungsi dari biodiversitas yang ada
didalamnya tidak menurun ataupun tidak hilang dan tetap memperhatikan hasil
produksi pertanian. Strategi yang dapat dikembangkan adalah dengan
menggunakan konsep ecoagriculture (pertanian yang berbasis pada ekologi).
Konsep ecoagriculture merupakan suatu sistem pengelolaan pertanian yang
memfokuskan peran biodiversitas dalam menyediakan jasa ekosistem (Storkey et
al, 2007). Dengan penerapan sistem ecoagriculture maka berbagai dampak negatif
dari penerapan pertanian modern dapat diminimalkan dan proses-proses alami yang
melibatkan peran dari biodiversitas yang ada akan lebih banyak mendominasi
didalam. Diharapkan pula akan terjadi suatu mekanisme kontrol yang alami dalam
hal pengendalian hama dengan memaksimalkan peran predator yang merupakan
salah satu komponen dari biodiversitas. Penggunaan obat pemberantas hama yang
mengandung bahan kimia yang dapat menyebabkan polusi juga dapat dikurangi
dengan penerapan sistem ini. Dari segi hasil, jumlah produksi pertanian akan tetap
dapat dipertahankan dengan sistem ini karena kegiatan pertanian yang dilakukan
adalah sistem pertanian yang berkelanjutan (sustainable agriculture). Untuk dapat
mengembalikan secara keseluruhan peran biodiversitas ini maka strategi konservasi
biodiversitas ekosistem lahan pertanian perlu dijalankan secara maksimal.
2.5 Pengukuran Biodiversitas
2.5.1 Metode Pada Analisis Vegetasi
a. Teknik Sampling Kuadrat
Teknik sampling kuadrat ini merupakan suatu teknik survey vegetasi yang
sering digunakan dalam semua tipe komunitas tumbuhan. Petak contoh yang dibuat
dalam teknik sampling ini bisa berupa petak tunggal atau beberapa petak. Petak
tunggal mungkin akan memberikan informasi yang baik bila komunitas vegetasi
yang diteliti bersifat homogen. Adapun petak-petak contoh yang dibuat dapat
diletakkan secara random atau beraturan.
Bentuk petak contoh yang dibuat tergantung pada bentuk morfologis vegetasi
dan efisiensi sampling pola penyebarannya. Misalnya, untuk vegetasi rendah, petak
8
contoh berbentuk lingkaran lebih menguntungkan karena pembuatan petaknya
dapat dilakukan secara mudah dengan mengaitkan seutas tali pada titik pusat petak.
Selain itu, petak contoh berbentuk lingkaran akan memberikan kesalahan sampling
yang lebih kecil daripada bentuk petak lainnya, karena perbandingan panjang tepi
dengan luasnya lebih kecil. Tetapi dari segi pola distribusi vegetasi, petak berbentuk
lingakaran ini kurang efisien dibanding bentuk segiempat. Sehubungan dengan
efisiensi sampling banyak studi yang dilakukan menunjukkan bahwa petak bentuk
segiempat memberikan data komposisi vegetasi yang lebih akurat dibanding petak
berbentuk bujur sangkar yang berukuran sama, terutama bila sumbu panjang dari
petak tersebut sejajar dengan arah perubahan keadaan lingkungan atau habitat.
Untuk memudahkan perisalahan vegetasi dan pengukuran parameternya,
petak contoh biasanya dibagi-bagi kedalam kuadrat-kuadrat berukuran kecil.
Ukuran kuadrat-kuadrat tersebut disesuaikan dengan bentuk morfologis jenis dan
lapisan distribusi vegetasi secara vertikal (stratifikasi). Penggunaan kuadrat
berukuran 10x10 m untuk lapisan pohon, 4x4 m untuk lapisan vegetasi berkayu
tingkat bawah (undergrowth) sampai tinggi 3 m, dan 1x1 m untuk vegetasi bawah
atau herba. Tetapi, umumnya para peneliti dibidang ekologi hutan membedakan
potion ke dalam beberapa tingkat pertumbuhan, yaitu: semai (permudaan tingkat
kecambah sampai setinggi < 1,5 m), pancang (permudaan dengan > 1,5 m sampai
pohon muda yang berdiameter < 10 cm), tiang (pohon muda berdiameter 10 s/d 20
cm), dan pohon dewasa (diameter > 20 cm) (Oosting, 1956 dalam Irwanto, 2012).
Untuk memudahkan pelaksanaannya ukuran kuadrat disesuaikan dengan tingkat
pertumbuhan tersebut, yaitu umumnya 20x20 cm (pohon dewasa), 10x10 m (tiang),
5x5 m (pancang), dan 1x1 m atau 2x2 m (semai dan tumbuhan bawah) (Irwanto,
2012).
1) Petak Tunggal
Didalam metode ini dibuat satu petak sampling dengan ukuran tertentu yang
mewakili suatu tegakan hutan. Ukuran petak ini dapat ditentukan dengan kurva
species-area.
9
Gambar 1. Desain Metode Petak Tunggal dalam Analisis Vegetasi (Irwanto,
2012)
Agar data vegetasi hasil survei lebih bersifat informatif, sebaiknya bila
waktu dan dana survei memungkinkan, setiap lokasi pohon beserta tajuknya
(termasuk pancang, semai, dan tiang) begitu pula pohon yang masih berdiri atau
pohon yang roboh dalam petak contoh, dipetakan. Hal ini akan sangat berguna
untuk mengetahui pola distribusi setiap jenis vegetasi, proporsi gap, menduga
luasan tajuk dari diameter. (Irwanto, 2012).
2) Petak Ganda
Didalam metode ini pengambilan contoh vegetasi dilakukan dengan
menggunakan banyak petak contoh yang letaknya tersebar merata (Irwanto, 2012).
Gambar 2. Desain Metode Petak Ganda dalam Analisis Vegetasi secara acak dan
sistematis
b. Metode Jalur (Garis)
Metode ini paling efektif untuk mempelajari perubahan keadaan vegetasi
menurut kondisi tanah, topografi dan elevasi. Jalur-jalur contoh ini harus dibuat
memotong garis-garis topografi, misal tegak lurus garis pantai, memotong sungai,
dan menari atau menurun lereng gunung (Irwanto, 2012).
10
Gambar 3. Desain Metode Jalur dalam Analisis Vegetasi (Irwanto, 2012).
c. Metode Garis Berpetak
Metode ini dapat dianggap sebagai modifikasi metode petak ganda atau
metode jalur, yakni dengan cara melompati satu atau lebih petak-petak dalam jalur
sehingga sepanjang garis rintis terdapat petak-petak pada jarak tertentu yang sama
(Irwanto, 2012).
Gambar 4. Desain Metode Garis Berpetak dalam Analisis Vegetasi (Irwanto,
2012).
2.5.2 Analisis Vegetasi
Analisis vegetasi adalah penarikan unit contoh atau sampel (Irwanto, 2012).
Ada dua jenis pengukuran untuk mendapatkan informasi atau data yang diinginkan
yaitu pengukuran yang bersifat merusak (destructive measures) dan pengukuran
yang bersifat tidak merusak (non-destructive measure).
a. Indeks Nilai Penting (INP)
Indeks Nilai Penting (INP) spesies merupakan besaran yang menunjukkan
kedudukan suatu spesies terhadap spesies lain dalam suatu komunitas. Besaran INP
diturunkan dari hasil penjumlahan nilai kerapatan relatif, frekuensi relatif, dan
dominasi relatif dari spesies-spesies yang menyusun tipe komunitas (Prasetyo,
2007). Semakin besar nilai indeks berarti spesies yang bersangkutan semakin besar
11
berperan didalam komunitas yang bersangkutan. Parameter-parameter yang
digunakan dalam analisis vegetasi adalah sebagai berikut (Marpaung, 2009):
a. Kerapatan adalah jumlah dari tiap – tiap spesies dalam tiap unit area.
Kerapatan Mutlak (KM) = plotjumlah
tersebutspesiesJumlah
Kerapatan Nisbi (KN) = 100% spesiesseluruh KMjumlah
tersebutspesies KM
b. Frekuensi ialah parameter yang menunjukkan perbandingan dari jumlah
kenampakannya dengan kemungkinannya pada suatu petak contoh yang
dibuat.
Frekuensi Mutlak (FM) = plotseluruh jumlah
tersebutspesies terdapatyangplot
Frekuensi Nisbi (FN) = 100% spesiesseluruh FMjumlah
tersebutspesies FM
c. Dominansi ialah parameter yang digunakan untuk menunjukkan luas suatu
area yang ditumbuhi suatu spesies atau area yang berada dalam pengaruh
komunitas suatu spesies.
Dominansi Mutlak (DM) = contoh areaseluruh luas
tersebutspesies area basal luas
Dominansi Nisbi (DN) = 100% spesiesseluruh DMjumlah
spesiessuatu DM
Luas basal area =
2
4
21 dd
d. Menentukan Nilai Penting (Importance Value = IV)
Importance Value (IV) = KN + FN + DN
e. Menentukan Summed Dominance Ratio (SDR)
Summed Dominance Ratio (SDR) = IV/3
b. Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener
Keanekaragaman spesies adalah parameter yang sangat berguna untuk
membandingkan dua komunitas, terutama untuk mempelajari pengaruh gangguan
biotik, untuk mengetahui tingkatan suksesi atau kestabilan suatu komunitas
(Marpaung, 2009). Keanekaragaman spesies ditentukan dengan menggunakan
rumus Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener (Prasetyo, 2007).
12
H’ = -∑ (𝑝𝑖)(ln 𝑝𝑖)𝑠𝑡=1
Dimana :
H’ = Indeks Diversitas Shannon-Wiener
pi = 𝑛𝑖
𝑁
Ni = Jumlah nilai penting satu jenis
N = Jumlah nilai penting seluruh jenis
ln = Logaritme natural (bilangan alami)
Jika komunitas hanya memiliki 1 spesies, maka H’=0. Semakin tinggi nilai
H’ mengindikasikan semakin tinggi jumlah spesies dan semakin tinggi kelimpahan
relatifnya. Nilai indeks Shannon biasanya berkisar antara 1,5-3,5 dan jarang sekali
mencapai 4,5 (Winarni, 2005). Besaran H’<1,5 menunjukan keanekaragaman
spesies tergolong rendah, H’=1,5-3,5 menunjukan keanekaragaman spesies
tergolong sedang dan H’>3,5, menunjukan keanekaragaman tergolong tinggi
(Marpaung, 2009). Sementara itu, tolak ukur indeks keanekaragaman tersaji pada
Tabel 1.
Tabel 1. Nilai Tolak Ukur Indeks Keanekaragaman
Nilai tolak ukur Keterangan
H’ < 1,0 Keanekaragaman rendah, miskin, produktivitas sangat
rendah sebagai indikasi adanya tekanan yang berat
dan ekosistem tidak stabil
1,0 < H’ < 3,322 Keanekaragaman sedang, produktivitas cukup,
kondisi ekosistem cukup seimbang, tekanan ekologis
sedang
H’ > 3,322 Keanekaragaman tinggi, stabilitas ekosistem mantap,
produktivitas tinggi, tahan terhadap tekanan ekologis
Sumber: Fitriana, 2006
c. Indeks Dominasi Simpson
Indeks dominasi digunakan untuk mengetahui kekayaan spesies serta
keseimbangan jumlah individu setiap spesies dalam ekosistem. Jika dominasi lebih
terkonsentrasi pada satu spesies, nilai indeks dominasi akan meningkat dan
sebaliknya jika beberapa jenis mendominasi secara bersama-sama maka nilai
indeks dominasi akan rendah. Untuk menentukan nilai indeks dominasi digunakan
rumus Simpson sebagai berikut (Marpaung, 2009).
∑[𝑛𝑖
𝑁]
𝑛
𝑡=1
13
Dimana :
C = Indeks dominasi
ni = Nilai penting masing-masing spesies ke-n
N = Total nilai penting dari seluruh spesies
Indeks dominasi berkisar antara 0-1. D=0, berarti tidak terdapat spesies yang
mendominasi spesies lainnya atau struktur komunitas dalam keadaan stabil. D=1,
berarti terdapat spesies yang mendominasi spesies lainnya, atau struktur komunitas
labil karena terjadi tekanan ekologis (Odum, 1971 dalam Fachrul et al., 2005).
d. Indeks Dispersi Morisita
Pola sebaran spasial suatu spesies dapat diidentifikasi dengan menggunakan
berbagai macam indeks sebaran, salah satunya adalah Indeks Morisita. Indeks
Morisita (Id) adalah yang paling sering digunakan untuk mengukur pola sebaran
suatu spesies karena hasil perhitungan dari indeks tersebut tidak dipengaruhi oleh
perbedaan nilai rataan dan ukuran unit sampling. Indeks Morisita dapat menunjukan
pola sebaran suatu spesies dengan sangat baik. Indeks ini bersifat independent
terhadap tipe-tipe distribusi, jumlah sampel dan nilai rataannya. Berapa pun
ukurannya contohnya, indeks Morisita akan memberikan hasil yang relatif stabil
(Anonymous, 2012 dalam Mardiyanti 2013)
Tumbuhan dalam beberapa area geografi menyebar kira-kira satu dari tiga
pola dasar spasial. Tiga pola dasar spasial yang telah diakui, yaitu acak (random),
mengelompok (clumped atau aggregated) dan seragam atau merata (uniform).
Gambar 5. Tiga Pola Dasar Penyebaran Spasial dari Individu dalam Suatu Habitat
(Ludwig dan Rehnold, 1984;Krebs, 1989 dalam Rani, 2012).
Indeks dispersi Morisita, dapat dihitung dengan persamaan :
14
𝐼𝑑 = 𝑛 [𝐸𝑥2 − Ʃx
(Ʃx)2 − Ʃx]
Dimana :
Id = Indeks dispersi Morisita
N = Ukuran contoh (jumlah kuadrat)
∑𝑥 = Total dari jumlah individu organisme dalam kuadrat (x1 + x2 +...)
Ʃx2 = Total dari kuadrat jumlah individu suatu organisme dalam kuadrat
(x12+x2
2+x32+...)
Nilai indeks morisita yang diperoleh diinterpretasikan sebagai berikut: Id<1
berarti sebaran individu cenderung acak, Id=1 berarti sebaran individu bersifat
merata, Id>1 berarti pemancaran individu cenderung berkelompok (Anonymous,
2012 dalam Mardiyanti 2013).
3. BAHAN DAN METODE
3.1 Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Hutan Universitas Brawijaya yang terletak di
Dusun Sumbersari, Desa Tawang Argo, Kecamatan Karangploso, Kabupaten
Malang. Memiliki luas ± 554 hektar yang berada diposisi ± 1.200 meter diatas
permukaan laut, dilereng Gunung Arjuna. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan
September 2016 sampai dengan Februari 2017.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah meteran, kayu, tali tambang
kecil, plastik, kamera, penggaris, kamera, alat tulis dan luxmeter.
3.3 Metode Penelitian
Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan metode survei. Pengambilan sampel
berdasarkan metode sampling kuadrat dengan petak 1 m x 1 m yang disusun secara
sistematis. Pemilihan lokasi dilakukan pada lahan tebu (Saccharum officinarum),
lahan sawi (Brassica juncea L.) dan lahan kopi (Coffea arabica). Penelitian ini
menggunakan 3 penggunaan lahan yang disesuaikan dengan searah lereng.
Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder, dimana data
primer adalah data yang diperoleh langsung dari subjek penelitian dengan
menggunakan alat pengukur atau alat pengambil langsung sebagai subjek sumber
informasi yang dicari. Data primer ini meliputi data hasil observasi yaitu data
spesies tumbuhan dan jumlah masing-masing spesies tumbuhan. Sedangkan, data
sekunder adalah data yang meliputi studi pustaka yaitu dilakukan melalui studi
kepustakan dibuku-buku, laporan ilmiah, makalah seminar dan internet yang
berhubungan dengan penelitian.
3.4 Pelaksanaan Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahapan yaitu sebagai
berikut:
a. Pemilihan dan penetapan lahan yang akan digunakan dalam penelitian yaitu
lahan tebu (Saccharum officinarum), lahan sawi (Brassica juncea L.) dan lahan
kopi (Coffea arabica) dengan mengamati tanaman strata 3 yaitu rerumputan.
2
b. Observasi terhadap luas lahan yang digunakan dengan mengukur panjang dan
lebar lahan dengan menggunakan meteran 1 m.
c. Setiap lahan atau lokasi dibagi menjadi 3 garis pengamatan atau petak contoh
yang terdiri dari 51 plot. Pada lahan tebu terdapat 18 plot, lahan kopi terdapat
15 plot dan pada lahan sawi terdapat 18 plot dengan masing-masing ukuran 1
m x 1 m yang diletakkan secara sistematis.
d. Pengamatan tumbuhan dilakukan pada masing-masing spesies tumbuhan yang
didalam plot sampling. Parameter pengamatan meliputi identifikasi jenis
vegetasi, menghitung jumlah spesies dan mengetahui jumlah produksi tanaman
dari masing-masing penggunaan lahan.
e. Dari data yang diperoleh, dilakukan perhitungan mengenai nilai kerapatan,
frekuensi, dominasi serta indeks nilai penting
f. Analisis data dengan menggunakan Indeks Keanekaragaman (Shannon-
Wiener) dan Indeks Dispersi Morisita.
g. Hasil meliputi adanya perbedaan tingkat keanekaragaman, dominasi, dan
sebaran tumbuhan pada masing-masing landuse.
3.5 Pengamatan Penelitian
Penelitian ini mengamati tingkat populasi dari tumbuhan yang hidup pada
tanaman tebu, kopi dan sawi. Paramater pengamatan berfokus pada jumlah populasi
dari tanaman strata 3. Menurut Widyarto (2010), data pengamatan yang diperoleh
dianalisis menggunakan analisis SDR, parameter-parameter untuk analisa vegetasi
dapat dihitung dengan rumus-rumus berikut ini :
A. Kerapatan adalah jumlah dari tiap-tiap spesies dalam tiap unit area.
Kerapatan Mutlak (KM) = plotjumlah
tersebutspesiesJumlah
Kerapatan Nisbi (KN) = 100% spesiesseluruh KMjumlah
tersebutspesies KM
B. Frekuensi ialah parameter yang menunjukkan perbandingan dari jumlah
kenampakannya dengan kemungkinannya pada suatu petak contoh yang
dibuat.
Frekuensi Mutlak (FM) = plotseluruh jumlah
tersebutspesies terdapatyangplot
3
Frekuensi Nisbi (FN) = 100% spesiesseluruh FMjumlah
tersebutspesies FM
C. Dominansi ialah parameter yang digunakan untuk menunjukkan luas suatu
area yang ditumbuhi suatu spesies atau area yang berada dalam pengaruh
komunitas suatu spesies.
Dominansi Mutlak (DM) = contoh areaseluruh luas
tersebutspesies area basal luas
Dominansi Nisbi (DN) = 100% spesiesseluruh DMjumlah
spesiessuatu DM
Luas basal area =
2
4
21 dd
D. Menentukan Nilai Penting (Importance Value = IV)
Importance Value (IV) = KN + FN + DN
E. Menentukan Summed Dominance Ratio (SDR)
Summed Dominance Ratio (SDR) = IV/3
3.6 Analisis Data
Analisis data pada penelitian ini dihitung berdasarkan analisis vegetasi,
diantaranya: indeks keragaman Shannon Wiener (H’), indeks dominasi Simpson
(C), serta indeks sebaran Morisita.
3.6.1 Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener
Keanekaragaman spesies ditentukan dengan menggunakan rumus Indeks
Keanekaragaman Shannon-Wiener sebagai berikut (Marpaung, 2009):
H’ = -∑ (𝑝𝑖)(ln 𝑝𝑖)𝑠𝑡=1
Dimana :
H’ = Indeks Diversitas Shannon-Wiener
pi = 𝑛𝑖
𝑁
Ni = Jumlah nilai penting satu jenis
N = Jumlah nilai penting seluruh jenis
ln = Logaritme natural (bilangan alami)
4
3.6.2 Indeks Dispersi Morisita
Indeks dispersi Morisita, dapat dihitung dengan persamaan :
𝐼𝑑 = 𝑛 [𝐸𝑥2 − Ʃx
(Ʃx)2 − Ʃx]
Dimana : Id = Indeks dispersi Morisita
N = Ukuran contoh (jumlah kuadrat)
∑𝑥 = Total dari jumlah individu organisme dalam kuadrat
Ʃx2 = Total dari kuadrat jumlah individu suaru organisme dalam kuadrat
(Marpaung, 2009)
5
Gambar 1. Denah Lahan Penelitian dengan Petak Contoh yang disusun secara
sistematis
Keterangan :
= Plot pengamatan yang berukuran 1m x 1m
Lahan Kopi Lahan Tebu
32 15 8 4 2 2 4 8 16 32 64
32 15 8 4 2 2 4 8 16 32 64
32 15 8 4 2 2 4 8 16 32 64
Lahan Sawi
2 4 8 16 32 64
2 4 8 16 32 64
2 4 8 16 32 64
32
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Lahan Tebu
Lahan penelitian yang diamati pertama yaitu lahan tebu. Data primer yang
diambil secara observasi langsung ke lahan yaitu menghitung jumlah masing-
masing spesies yang terdapat di lahan tebu pada umur 11 bulan. Analisis vegetasi
merupakan kegiatan yang sangat penting dilakukan agar mengetahui komposisi
vegetasi supaya dapat menentukan tindakan pengendalian pada lahan budidaya
tebu. Berikut ini adalah daftar nama tanaman yang dijumpai pada lahan budidaya
tebu :
Tabel 1. Agrobiodiversitas yang Terdapat pada Lahan Tebu
No. Spesies Nama Lokal
1. Centella asiatica Kaki Kuda
2. Comelina benghalensis Gewor
3. Comelina diffusa Burn F Aur Aur
4. Conyza sumatrensis Jabung
5. Crassocephalum crepidioides Junggul
6. Davallia denticulata
7. Echinochloa colonum Rumput Kebo
8. Desmodium intortum Rumput Bebek
9. Elusine indica Rumput Belulang
10. Pennisetum purpureum Rumput Gajah
11. Clidermia hirta Herendong
12. Mecardonia procumbens Daun Bungkuk
13. Digitaria ciliaris Rumput Kebo
14. Mimosa pudica Putri Malu
15. Oxalis latifolia Calincing
16. Tridax procumbens L. Songgolongit
17. Euphorbia geniculata Kacang Minyak
18. Phyllanthus niruri Meniran
19. Cyanthillium cinereum Herendong Bulu
20. Cynodon dactylon Rumput Grinting
21. Cyperus iria L Rumput Teki
Berdasarkan pada data primer pengamatan yang dilakukan dilahan tebu
didapati 21 spesies tanaman, diantaranya adalah Centella asiatica, Comeina
benghalensis, Comelina diffusa Burn F, Conyza sumatrensis, Crassocephalum
crepidioides, Davallia denticulata, Echinochloa colonum, Desmodium intortum,
Elusine indica, Pennisetum purpureum, Clidermia hirta, Mecardonia procumbens,
Digitaria ciliaris, Mimosa pudica, Oxalis latifolia, Tridax procumbens L.,
2
Euphorbia geniculata, Phyllanthus niruri, Cyanthillium cinereum, Cynodon
dactylon, Cyperus iria L.
Berdasarkan hasil dari penelitian pada lahan tebu didapatkan data primer yang
telah diolah berupa nilai SDR sebagai berikut :
Tabel 2. Nilai SDR pada Lahan Tebu
No. Spesies KM FM DM IV SDR
1. Centella asiatica 1,44 0,16 0,01 5,18 1,72
2. Comelina benghalensis 3,38 0,33 0,63 9,72 3,24
3. Comelina diffusa Burn F 11,72 0,55 0,02 25,63 8,54
4. Conyza sumatrensis 2,11 0,61 0,86 11,66 3,88
5. Crassocephalum crepidioides 0,83 0,22 0,07 8,14 2,71
6. Davallia denticulata 1,44 0,22 0,31 22,61 7,53
7. Echinochloa colonum 5,16 0,22 0,05 13,72 4,57
8. Desmodium intortum 1,22 0,27 0,02 6,89 2,29
9. Elusine indica 1,72 0,16 0,07 8,70 2,90
10. Pennisetum purpureum 1,27 0,27 0,28 21,47 7,15
11. Clidermia hirta 2,05 0,27 0,26 21,82 7,27
12. Mecardonia procumbens 3,5 0,77 0,78 15,85 5,28
13. Digitaria ciliaris 13,16 0,88 0,25 32,46 10,82
14. Mimosa pudica 2,16 0,61 0,11 11,89 3,96
15. Oxalis latifolia 1,55 0,38 0,28 7,58 2,52
16. Tridax procumbens L. 0,83 0,05 0,20 3,08 1,02
17. Euphorbia geniculata 2,94 0,22 0,04 9,79 3,26
18. Phyllanthus niruri 2,27 0,16 0,38 27,21 9,07
19. Cyanthillium cinereum 2,22 0,16 0,02 6,81 2,27
20. Cynodon dactylon 1,77 0,27 0,07 10,25 3,41
21. Cyperus iria L 5,5 0,66 0,04 19,42 6,47
TOTAL 68,33 7,55 1,77 300 100
Keterangan :
KM = Kerapatan Mutlak
FM = Frekuensi Mutlak
DM = Dominansi Mutlak
IV = Importance Value
SDR = Summed Dominance Ratio
Hasil pengamatan disajikan pada Tabel 3, Songgolangit (Tridax procumbens
L.) dengan nilai SDR yang terendah yaitu 1,02, sedangkan nilai SDR yang tertinggi
didapatkan pada Digitaria ciliaris dengan nilai SDR 10,82. Hasil tersebut
mengartikan bahwa semakin besar nilai indeks berarti spesies yang bersangkutan
semakin besar berperan didalam komunitas yang bersangkutan (Marpaung, 2009).
Keanekaragaman dan dominansi penting diamati untuk mengetahui tingkat
variasi dari spesies yang ada dalam suatu spesies yang ada dalam suatu ekosistem
3
dan juga mengetahui spesies yang mendominasi pada suatu ekosistem. Berikut
adalah hasil data primer yang telah diolah perhitungan Indeks Keanekaragaman
Shannon-Wiener (H’) pada lahan tebu :
Tabel 3. Nilai Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener (H') Lahan Tebu
Lahan H’
Tebu 2,89
Keterangan :
H’ = Indeks Shannon-Wiener
Hasil penelitian menunjukkan nilai Indeks Keanekaragaman (H’) memiliki
nilai 2,89 pada tabel 4, yang artinya keanekaragaman pada lahan tebu tergolong
sedang, produktivitas cukup, kondisi ekosistem cukup seimbang dan tekanan
ekologis sedang. Menurut Winarni (2005), jika komunitas hanya memiliki 1
spesies, maka H’=0. Semakin tinggi nilai H’ mengindikasikan semakin tinggi
jumlah spesies dan semakin tinggi kelimpahan relatifnya. Nilai indeks Shannon-
Wiener biasanya antara 1,5-3,5 dan jarang sekali mencapai 4,5.
Perhitungan dari nilai Indeks Sebaran Morisita (Id) dapat menggolongkan
bagaimana pola sebaran spesies dalam suatu ekosistem menjadi tiga golongan yaitu
berkelompok, acak dan seragam. Hasil dari data primer yang telah diolah
perhitungan Indeks Sebaran Morisita (Id) pada lahan tebu berdasarkan data sebaran
spesies pada lahan tebu hampir seluruh spesies bernilai Id>1, namun hanya terdapat
1 spesies yang bernilai Id<1 yaitu pada tanaman Elusine indica dengan nilai Id 0,63
(Tabel 3) yang memiliki pola sebaran acak.
4
Tabel 4. Nilai Indeks Sebaran Morisita Lahan Tebu
No. Spesies Id Keterangan
1. Centella asiatica 10,85 Berkelompok
2. Comelina benghalensis 6,52 Berkelompok
3. Comelina diffusa Burn F 2,81 Berkelompok
4. Conyza sumatrensis 1,68 Berkelompok
5. Crassocephalum crepidioides 6,51 Berkelompok
6. Davallia denticulata 4,76 Berkelompok
7. Echinochloa colonum 11,89 Berkelompok
8. Desmodium intortum 4,75 Berkelompok
9. Elusine indica 0,63 Acak
10. Pennisetum purpureum 3,34 Berkelompok
11. Clidermia hirta 6,13 Berkelompok
12. Mecardonia procumbens 3,38 Berkelompok
13. Digitaria ciliaris 1,52 Berkelompok
14. Mimosa pudica 1,62 Berkelompok
15. Oxalis latifolia 2,95 Berkelompok
16. Tridax procumbens L. 18 Berkelompok
17. Euphorbia geniculata 7,5 Berkelompok
18. Phyllanthus niruri 8,89 Berkelompok
19. Cyanthillium cinereum 9,62 Berkelompok
20. Cynodon dactylon 7,47 Berkelompok
21. Cyperus iria L 1,69 Berkelompok
Keterangan :
Id = Indeks Sebaran Morisita
Hasil produksi lahan adalah besaran yang menggambarkan banyaknya
produk panen usaha tani yang diperoleh dalam satu luasan lahan. Berikut adalah
data sekunder yang didapatkan dari hasil wawancara petani :
Tabel 5. Hasil Produksi Lahan Tebu
No. Lahan Hasil Produksi
1. Tebu 60 ton/ha
Berdasarkan hasil wawancara petani didapatkan hasil produksi pada lahan
tebu 60 ton/ha. Namun potensi pada lahan tebu tersebut bisa mencapai 125 ton/ha.
Pemanfaatan potensi agrobiodiversitas khususnya tanaman strata 3 adalah sebagai
jasa lingkungan dalam bentuk pengendalian daur air, penyedia sumberdaya air,
sebagai refugia pengalihan hama untuk tidak menyerang tanaman utama, sebagai
trap plant, penyerap karbon, dan penghasil oksigen.
5
4.1.2 Lahan Kopi
Lahan penelitian yang diamati kedua adalah lahan kopi pada umur 11 bulan.
Data primer yang diambil secara observasi langsung ke lahan yaitu menghitung
jumlah masing-masing spesies yang terdapat di lahan kopi. Analisis vegetasi
merupakan kegiatan yang sangat penting dilakukan agar mengetahui komposisi
vegetasi supaya dapat menentukan tindakan pengendalian pada lahan budidaya
kopi. Berikut ini adalah data primer berupa daftar nama tanaman yang dijumpai
pada lahan budidaya kopi :
Tabel 6. Agrobiodiversitas yang Terdapat pada Lahan Kopi
No. Spesies Nama Lokal
1 Ageratum conyzoides Wedusan
2 Bidens spilosa L Jarinagan
3 Colocasia esculanta Talas
4 Cyperus killingia Endl. Wudelan
5 Cyperus rotundus Rumput Teki
6 Manihot utilissima Daun Singkong
7 Mimosa pudica Putri Malu
8. Oxalis latifolia Calincing
9. Paederia scandens Kasembukan
10. Paspalum conjugatum Rumput Paitan
Pengamatan yang dilakukan pada lahan kopi didapati 10 spesies tanaman,
diantaranya adalah Ageratum conyzoides, Biden spilosa L., Colocasia esculanta,
Cyperus killingia Endl., Cyperus rotundus, Manihot utilissima, Mimosa pudica,
Oxalis latifolia, Paederia scandens, dan Paspalum conjugatum.
Berdasarkan hasil dari penelitian pada lahan kopi didapatkan data primer
yang telah diolah berupa nilai SDR (Tabel 8), Oxalis latifolia dengan nilai SDR
yang terendah yaitu 2,81, sedangkan nilai SDR yang tertinggi didapatkan pada
Colocasia esculanta dengan nilai SDR 26,85. Hasil tersebut mengartikan bahwa
semakin besar nilai indeks berarti spesies yang bersangkutan semakin besar
berperan didalam komunitas yang bersangkutan (Marpaung, 2009).
6
Tabel 7. Nilai SDR pada Lahan Kopi
No. Spesies KM FM DM IV SDR
1. Ageratum conyzoides 1,13 0,26 0,29 14,67 4,89
2. Bidens spilosa L 19,86 0,8 0,15 59,92 19,97
3. Colocasia esculanta 22,53 0,86 0,10 80,57 26,85
4. Cyperus killingia Endl. 0,66 0,06 0,35 8,69 2,89
5. Cyperus rotundus 2,13 0,26 2,36 12,07 4,02
6. Manihot Esculenta 2,46 0,26 0,15 14,72 4,90
7. Mimosa pudica 4,8 0,2 0,23 17,78 5,92
8. Oxalis latifolia 2,26 0,13 3,93 8,45 2,81
9. Paederia scandens 3,2 0,2 0,39 73,12 24,37
10. Paspalum conjugatum 1,2 0,2 0,11 9,96 3,32
TOTAL 60,26 3,26 0,63 300 100
Keterangan :
KM = Kerapatan Mutlak
FM = Frekuensi Mutlak
DM = Dominansi Mutlak
IV = Importance Value
SDR = Summed Dominance Ratio
Keanekaragaman dan dominansi penting diamati untuk mengetahui tingkat
variasi dari spesies yang ada dalam suatu spesies yang ada dalam suatu ekosistem
dan juga mengetahui spesies yang mendominasi pada suatu ekosistem. Berikut
adalah hasil data primer yang telah diolah dari perhitungan Indeks Keanekaragaman
Shannon-Wiener (H’) pada lahan kopi :
Tabel 8. Nilai Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener (H') Lahan Kopi
Lahan H’
Kopi 1,92
Keterangan :
H’ = Indeks Shannon-Wiener
Hasil penelitian menunjukkan nilai Indeks Keanekaragaman (H’) memiliki
nilai 1,92, yang artinya keanekaragaman pada lahan kopi tergolong sedang,
produktivitas cukup, kondisi ekosistem cukup seimbang dan tekanan ekologis
sedang. Menurut Winarni (2005), jika komunitas hanya memiliki 1 spesies, maka
H’=0. Semakin tinggi nilai H’ mengindikasikan semakin tinggi jumlah spesies dan
semakin tinggi kelimpahan relatifnya. Nilai indeks Shannon-Wiener biasanya
antara 1,5-3,5 dan jarang sekali mencapai 4,5.
Perhitungan dari nilai Indeks Sebaran Morisita (Id) dapat menggolongkan
bagaimana pola sebaran spesies dalam suatu ekosistem menjadi tiga golongan yaitu
7
berkelompok, acak dan seragam. Berikut adalah hasil data primer yang telah diolah
dari perhitungan Indeks Sebaran Morisita (Id) pada lahan kopi :
Tabel 9. Sebaran Agrobiodiversitas Pada Lahan Kopi
No. Spesies Id Keterangan
1. Ageratum conyzoides 4,52 Berkelompok
2. Bidens spilosa L 2,12 Berkelompok
3. Colocasia esculanta 1,85 Berkelompok
4. Cyperus killingia Endl. 15 Berkelompok
5. Cyperus rotundus 4,8 Berkelompok
6. Manihot Esculenta 4,07 Berkelompok
7. Mimosa pudica 5,07 Berkelompok
8. Oxalis latifolia 7,51 Berkelompok
9. Paederia scandens 6,47 Berkelompok
10. Paspalum conjugatum 5,68 Berkelompok
Keterangan :
Id = Indeks Sebaran Morisita
Berdasarkan data sebaran spesies pada lahan kopi menunjukkan keseluruhan
individu memiliki nilai Id>1, yang artinya seluruh individu pada lahan budidaya
kopi tersebut memiliki pola sebaran berkelompok.
Hasil produksi lahan adalah besaran yang menggambarkan banyaknya
produk panen usaha tani yang diperoleh dalam satu luasan lahan. Berikut adalah
data sekunder hasil produksi kopi yang didapatkan dari hasil wawancara petani :
Tabel 10. Hasil Produksi Lahan Kopi
No. Lahan Hasil Produksi
1. Kopi 25 kg/pohon
Berdasarkan hasil wawancara petani didapatkan hasil produksi pada lahan
kopi kira-kira mencapai 25-30 kg/pohon. Pemanfaatan potensi agrobiodiversitas
khususnya tanaman strata 3 adalah sebagai jasa lingkungan dalam bentuk
pengendalian daur air, penyedia sumberdaya air, sebagai refugia pengalihan hama
untuk tidak menyerang tanaman utama, sebagai trap plant, penyerap karbon, dan
penghasil oksigen.
4.1.3 Lahan Sawi
Lahan penelitian yang diamati ketiga adalah lahan sawi. Data primer yang
diambil secara observasi langsung ke lahan yaitu menghitung jumlah masing-
masing spesies yang terdapat di lahan sawi. Analisis vegetasi merupakan kegiatan
8
yang sangat penting dilakukan agar mengetahui komposisi vegetasi supaya dapat
menentukan tindakan pengendalian pada lahan budidaya sawi. Berikut ini adalah
data primer berupa daftar nama tanaman yang dijumpai pada lahan budidaya sawi:
Tabel 11. Agrobiodiversitas yang Terdapat pada Lahan Sawi
No. Spesies Nama Lokal
1 Cyperus rotundus Rumput Teki
2 Cynodon dactylon Grinting
3 Mimosa pudica Putri Malu
4 Portulaca oleracea Krokot
5 Physalis angulata L. Ciplukan
Pengamatan yang dilakukan pada lahan kopi didapati 5 spesies tanaman,
diantaranya adalah Cyperus rotundus, Cynodon dactylon, Mimosa pudica,
Portulaca oleracea, dan Physalis angulata L.
Berdasarkan hasil dari data primer yang telah diolah berupa nilai SDR pada
lahan budidaya sawi sebagai berikut :
Tabel 12. Nilai SDR pada Lahan Sawi
No. Spesies KM FM DM IV SDR
1. Cyperus rotundus 2,77 0,55 0,31 38,85 12,95
2. Cynodon dactylon 1,83 0,5 0,86 70,70 23,56
3. Mimosa pudica 4,11 0,72 0,12 59,89 19,96
4. Portulaca oleracea 4 0,61 0,17 50,21 16,73
5. Physalis angulata L. 1,44 0,5 0,11 80,34 26,78
TOTAL 14,16 2,88 0,21 300 100
Keterangan :
KM = Kerapatan Mutlak
FM = Frekuensi Mutlak
DM = Dominansi Mutlak
IV = Importance Value
SDR = Summed Dominance Ratio
Hasil pengamatan disajikan pada Tabel 13, Cyperus rotundus dengan nilai
SDR yang terendah yaitu 12,95, sedangkan nilai SDR yang tertinggi didapatkan
pada Physalis angulata L. dengan nilai SDR 26,78. Hasil tersebut mengartikan
bahwa semakin besar nilai indeks berarti spesies yang bersangkutan semakin besar
berperan didalam komunitas yang bersangkutan (Marpaung, 2009).
Keanekaragaman dan dominansi penting diamati untuk mengetahui tingkat
variasi dari spesies yang ada dalam suatu spesies yang ada dalam suatu ekosistem
dan juga mengetahui spesies yang mendominasi pada suatu ekosistem. Berikut
9
adalah data primer yang telah diolah berupa hasil perhitungan Indeks
Keanekaragaman Shannon-Wiener (H’) pada lahan sawi :
Tabel 13. Nilai Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener (H') Lahan Sawi
Lahan H’
Sawi 1,57
Keterangan :
H’ = Indeks Shannon-Wiener
Hasil penelitian menunjukkan nilai Indeks Keanekaragaman (H’) memiliki
nilai 1,57, yang artinya keanekaragaman pada lahan sawi tergolong sedang,
produktivitas cukup, kondisi ekosistem cukup seimbang dan tekanan ekologis
sedang. Menurut Marpaung (2009), besaran H’<1,5 menunjukan keanekaragaman
spesies yang tergolong rendah, H’=1,5-3,5 menunjukan keanekaragaman spesies
tergolong sedang dan H’>3,5 menunjukan keanekaragaman tergolong tinggi.
Perhitungan dari nilai Indeks Sebaran Morisita (Id) dapat menggolongkan
bagaimana pola sebaran spesies dalam suatu ekosistem menjadi tiga golongan yaitu
berkelompok, acak dan seragam. Berikut adalah hasil dari data primer yang telah
diolah berupa perhitungan Indeks Sebaran Morisita (Id) pada lahan sawi :
Tabel 14. Sebaran Agrobiodiversitas Pada Lahan Sawi
No. Spesies Id Keterangan
1. Cyperus rotundus 3,08 Berkelompok
2. Cynodon dactylon 2,07 Berkelompok
3. Mimosa pudica 1,31 Berkelompok
4. Portulaca oleracea 1,96 Berkelompok
5. Physalis angulata L. 2,82 Berkelompok
Keterangan :
Id = Indeks Sebaran Morisita
Berdasarkan data sebaran spesies pada lahan sawi menunjukkan keseluruhan
individu memiliki nilai Id>1, yang artinya seluruh individu pada lahan budidaya
sawi tersebut memiliki pola sebaran berkelompok.
Hasil produksi lahan adalah besaran yang menggambarkan banyaknya
produk panen usaha tani yang diperoleh dalam satu luasan lahan. Berikut adalah
data sekunder hasil yang diperoleh berdasarkan wawancara kepada petani :
10
Tabel 15. Hasil Produksi Lahan Sawi
No. Lahan Hasil Produksi
1. Sawi 2 ton/ha
Berdasarkan hasil wawancara petani didapatkan hasil produksi pada lahan
sawi 2 ton/ha. Potensi pada lahan sawi bisa mencapai 3 ton/ha. Pemanfaatan potensi
agrobiodiversitas khususnya pada tanaman strata 3 adalah sebagai jasa lingkungan
dalam bentuk pengendalian daur air, penyedia sumberdaya air, sebagai refugia
pengalihan hama untuk tidak menyerang tanaman utama, sebagai trap plant,
penyerap karbon, dan penghasil oksigen.
4.1.4 Perbedaan Komposisi Vegetasi
Perbedaan komposisi vegetasi pada penelitian dihitung dengan
menggunakan rumus koefisien komunitas, rumus ini berfungsi untuk
membandingkan perbedaan dan persamaan komposisi vegetasi pada lahan yang
berbeda. Berdasarkan hasil perhitungan (Lampiran 2), koefisien komunitas (C),
yang artinya ketiga lahan yaitu lahan tebu, kopi, dan sawi persamaan komposisi
vegetasi dimusim kemarau sebesar 5,72% atau perbedaan sebesar 94,28%.
Kondisi vegetasi dengan stratifikasi tegakan dan komposisi jenis yang
melimpah menunjukan bahwa jenis vegetasi masih cukup baik. Hal ini
mengindikasikan bahwa kegiatan pengrusakan lahan pertanian secara luas rendah
sehingga masih bisa dijumpai vegetasi yang rapat dan masih terjaga (Tulalessy,
2012).
4.2 Pembahasan
4.2.1 Lahan Tebu
Hasil penelitian pada lahan budidaya tebu 11 bulan memiliki 21 spesies.
Hasil tersebut termasuk hasil yang tertinggi diantara lahan budidaya yang lainnya.
Diketahui lahan tebu memiliki jumlah spesies tertinggi, hal itu dikarenakan adanya
seed bank didalam tanah sehingga tanaman strata 3 dapat mudah untuk tumbuh
dilahan tebu dan tanaman strata 3 pada lahan tebu rata-rata memiliki syarat tumbuh
yang membutuhkan sinar matahari lebih banyak. Menurut data BMKG pada bulan
September 2016 diketahui penyinaran matahari 57,9% sedangkan data intensitas
11
curah hujan 44,7 mm. Hasil tersebut membuktikan bahwa pada bulan September
2016 termasuk musim kemarau.
Gambar 1. Nilai SDR Lahan Tebu
Diketahui pada lahan tebu nilai SDR tertinggi yaitu pada tanaman Digitaria
ciliaris yaitu 10,82. Hasil tersebut mengartikan bahwa semakin besar nilai indeks
berarti spesies yang bersangkutan semakin besar berperan didalam komunitas yang
bersangkutan (Marpaung, 2009). Menurut Syarif, 2013 menyatakan bahwa
Digitaria ciliaris dapat mudah tumbuh pada segala macam keadaan tanah pada
ketinggian 1-1800 meter. Tumbuhan tahunan dalam bentuk lempengan, barang
yang menyangga bunga tingginya 50-11 cm.
Indeks keanekaragaman (H’) dapat diartikan sebagai suatu penggambaran
secara sistematik yang melukiskan struktur komunitas dan dapat memudahkan
proses analisa informasi-informasi mengenai macam dan jumlah organisme. Selain
itu keanekaragaan dan keseragaman biota dalam suatu lokasi sangat tergantung
pada banyaknya spesies dalam komunitasnya. Semakin banyak jenis yang
ditemukan maka keanekaragaman akan semakin besar, meskipun nilai ini sangat
tergantung dari jumlah individu masing-masing jenis (Insanfitri, 2010). Indeks
keanekaragaman Shannon-Wiener (H’), pada musim kemarau yang dihasilkan pada
lahan tebu menunjukan nilai keanekaragaman yaitu 2,89 yang tergolong sedang.
Hasil penelitian menunjukan adanya keanekaragaman yang tergolong sedang
namun memiliki produktivitas yang cukup, memiliki kondisi ekosistem yang cukup
seimbang. Hal ini dikarenakan agrobiodiversitas yang berperan sebagai jasa
0
2
4
6
8
10
12
12
lingkungan yang ditemukan pada lahan tebu sebanyak 21 spesies yang dapat
membantu dalam penyedia sumberdaya air walaupun dalam keadaan musim
kemarau, sebagai refugia dan trap plant sehingga hama tidak menyerang tanaman
utama. Selain itu dapat berperan juga sebagai penyerap karbon dan sebagai
penghasil oksigen.
Untuk mengetahui pola sebaran spesies tumbuhan, data dianalisis
menggunakan Indeks Morisita. Morisita (Id) adalah yang paling sering digunakan
untuk mengukur pola sebaran suatu spesies karena hasil perhitungan dari indeks
tersebut tidak dipengaruhi oleh perbedaan nilai rataan dan ukuran unit sampling
(Erlinda et al., 2013). Hasil pengamatan sebaran agrobiodiversitas pada lahan tebu
spesies yang memiliki sebaran acak adalah Elusine indica. Sedangkan spesies
lainnya tergolong memiliki sebaran berkelompok (Tabel 5). Penyebaran atau
distribusi individu dalam suatu populasi bisa bermacam-macam. Pada umumnya
memperlihatkan tiga pola penyebaran, yaitu: penyebaran secara acak, penyebaran
merata dan penyebaran berkelompok. Penyebaran secara acak jarang terdapat di
alam. Penyebaran semacam ini bisanya terjadi apabila faktor lingkungannya sangat
seragam untuk seluruh daerah dimana populasi berada. Elusine indica dapat
menghasilkan 140.000 biji tiap musimnya (Lee dan Ngim, 2000). Satu tanaman
dapat memproduksi benih sampai dengan 50.000 benih. Dengan keadaan demikian,
kegagalan dalam pengendalian gulma ini dapat meningkatkan kuantitas benih
gulma pada seed bank yang tersimpan dalam tanah (Breeden, 2010).
Pola distribusi spesies tumbuhan dapat dipengaruhi oleh perbedaan kondisi
tanah, sumberdaya, dan kompetisi. Keadaan yang relatif tidak terlalu berpengaruh
terhadap pola distribusi dan kehadiran spesies. Bila faktor yang mempengaruhi
kehadiran spesies pada suatu tempat relatif kecil, maka ini merupakan kesempatan
semata dan biasanya menghasilkan pola distribusi spesies secara acak (Djufri,
2012).
Hasil produksi pada lahan budidaya tebu diketahui 60 ton/ha. Pemanfaatan
potensi agrobiodiversitas adalah sebagai jasa lingkungan dalam bentuk
pengendalian daur air, penyedia sumberdaya air, menahan terjadinya erosi dan
banjir, sebagai refugia pengalihan hama untuk tidak menyerang tanaman utama,
sebagai trap plant, penyerap karbon, dan penghasil oksigen.
13
Jasa lingkungan adalah penyediaan, pengaturan, penyokong proses alami,
dan pelestarian nilai budaya oleh suksesi alamiah dan manusia yang bermanfaat
bagi keberlangsungan kehidupan. Peran jasa lingkungan menurut Tofani (2008),
diantaranya adalah sebagai pengendalian daur air, penyedia sumberdaya air, peran
dalam penyedia habitat bagi biodiversitas fauna, peran sebagai penyerap karbon
dan sebagai penghasil oksigen.
4.2.2 Lahan Kopi
Analisis vegetasi merupakan cara yang dilakukan untuk mengetahui seberapa
besar sebaran berbagai spesies dalam suatu area melalui pengamatan langsung.
Dilakukan dengan membuat plot dan mengemati morfologi serta identifikasi
vegetasi yang ada. Hasil penelitian pada lahan budidaya kopi memiliki 10 spesies
vegetasi yang ditemukan. Diketahui pada lahan kopi memiliki jumlah spesies yang
rendah dibandingkan dengan lahan tebu, hal itu dikarenakan lahan kopi memiliki
naungan sehingga tanaman strata 3 yang tumbuh dilahan kopi tidak mendapatkan
sinar matahari yang lebih banyak untuk tumbuh. Menurut data BMKG pada bulan
September 2016 diketahui penyinaran matahari 57,9% sedangkan data intensitas
curah hujan 44,7 mm. Hasil tersebut membuktikan bahwa pada bulan September
2016 termasuk musim kemarau.
Gambar 2. Nilai SDR Lahan Kopi
Hasil pengamatan disajikan pada Gambar 8, Oxalis latifolia dengan nilai SDR
yang terendah, sedangkan nilai SDR yang tertinggi didapatkan pada Colocasia
esculanta dengan nilai SDR 26,85. Hasil tersebuut mengartikan bahwa semakin
0
5
10
15
20
25
30
14
besar nilai indeks berarti spesies yang bersangkutan semakin besar berperan
didalam komunitas yang bersangkutan (Marpaung, 2009). Menurut Syekhfani
(2013), Colocasia esculanta dapat tumbuh pada daerah beriklim lembab (curah
hujan tinggi) dan daerah beriklim kering (curah hujan rendah), tetapi ada
kecenderungan bahwa produk akan lebih baik pada daerah yang beriklim rendah
atau iklim panas.
Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener (H’), pada musim kemarau pada
lahan kopi menunjukan nilai keanekaragaman yaitu 1,92 yang tergolong sedang.
Hasil penelitian menunjukan adanya keanekaragaman yang tergolong sedang
namun memiliki produktivitas yang cukup, memiliki kondisi ekosistem yang cukup
seimbang. Hal ini dikarenakan agrobiodiversitas yang berperan sebagai jasa
lingkungan yang ditemukan pada lahan kopi sebanyak 10 spesies yang dapat
membantu dalam penyedia sumberdaya air walaupun dalam keadaan musim
kemarau, sebagai refugia dan trap plant sehingga hama tidak menyerang tanaman
utama. Selain itu, agrobiodiversitas dapat berperan sebagai penyerap karbon dan
sebagai penghasil oksigen. Menurut Marpaung (2009), besaran H’<1,5 menunjukan
keanekaragaman spesies yang tergolong rendah, H’=1,5-3,5 menunjukan
keanekaragaman spesies tergolong sedang dan H’>3,5 menunjukan
keanekaragaman tergolong tinggi.
Untuk mengetahui pola sebaran spesies tumbuhan, data dianalisis
menggunakan Indeks Morisita. Morisita (Id) adalah yang paling sering digunakan
untuk mengukur pola sebaran suatu spesies karena hasil perhitungan dari indeks
tersebut tidak dipengaruhi oleh perbedaan nilai rataan dan ukuran unit sampling
(Erlinda et al., 2013). Hasil pengamatan sebaran agrobiodiversitas pada lahan kopi
seluruh spesies tergolong memiliki sebaran berkelompok (Tabel 10).
Kopi arabika merupakan kopi yang memiliki daya produksi rendah,
membutuhkan pemeliharaan yang rumit dan siklus pertumbuhan yang lebih lama
(Prastowo, Karmawati, Rubijo, Siswanto, Indrawanto, dan Munarso, 2010). Kopi
ini ditanam pada dataran tinggi yang memiliki musim kering dan penghujan dengan
ketinggian sekitar 1000-1750 mdpl (Najiyati dan Danarti, 2004). Masalah lainnya
adalah masalah-masalah yang dihadapi dalam praktek budidaya. Masalah yang juga
mempunyai peranan yang tidak kalah pentingnya dalam mempengaruhi
15
produktivitas dan produksi. Hasil produksi pada lahan budidaya kopi berkisar 20
sampai dengan 30 kg/pohon.
Tanaman penutup tanaman bertujuan untuk menunjang pertumbuhan dan
perkembangan kopi lebih optimal, khususnya dalam menciptakan lingkungan
mikro yang lebih baik. Lingkungan mikro mencakup keadaan tanah dan iklim di
sekitar tanaman. Fungsi tanaman penutup tanah sebagai tanaman konservasi tanah
dan air. Menurut Kartasapoetra et al (2000), tanaman penutup tanah berfungsi
sebagai pelindung permukaan tanah dari daya disperse dan daya penghancuran oleh
butir-butir hujan, memperlambat aliran permukaan, memperkaya bahan-bahan
organik tanah serta memperbesar porositas tanah. Hal ini juga didukung dengan
pernyataan Tofani (2008), yang menyatakan bahwa peran dalam pengendalian daur
air, lahan kopi dengan penyebarannya yang luas dengan struktur dan komposisinya
yang beragam diharapkan mampu menyediakan manfaat lingkungan yang amat
besar bagi kehidupan manusia diantaranya terhadap banjir, erosi, sedimentasi serta
jasa pengendalian daur air. Ketersediaan air dengan kualitas dan kuantitas yang
sesuai agar dapat dimanfaatkan oleh makhluk hidup dan lingkungan sekitarnya,
sebagai pengurang atau pembuang cadangan air di bumi, sebagai penghalang untuk
sampainya air dibumi melalui proses intersepsi. Pengendalian limpasan permukaan
yang dapat menyebabkan banjir dalam satuan lahan. Dari gambaran diatas, nampak
jelas bahwa peran hutan sebagai penyedia jasa lingkungan melalui kemampuannya
sebagai regulator air memiliki nilai arti yang sangat penting dalam mendukung hajat
hidup masyarakat disekitar lahan kopi.
4.2.3 Lahan Sawi
Hasil penelitian musim kemarau pada lahan budidaya sawi memiliki 5
spesies. Pada lahan sawi didapatkan hasil yang lebih rendah hal itu disebabkan
karena pada saat pengambilan sampel tanaman strata III lahan sawi dalam keadaan
baru selesai panen sehingga lahan sedang masuk dalam fase istirahat. Tumbuhnya
gulma pada lahan setelah panen disebabkan adanya seed bank (biji gulma). Menurut
Siahaan, et al (2014), seed bank adalah propagul dorman dari gulma yang berada
di dalam tanah yaitu berupa biji, stolon dan rimpang, yang akan berkembang
menjadi individu gulma jika kondisi lingkungan mendukung. Seed bank umumnya
16
paling banyak berada dipermukaan tanah, tetapi adanya retakan tanah dapat
menyebabkan perubahan ukuran seed bank menurut kedalaman tanah.
Gambar 3. Nilai SDR Lahan Sawi
Hasil pengamatan disajikan pada Gambar 9, Cyperus rotundus dengan nilai
SDR yang terendah, sedangkan nilai SDR yang tertinggi didapatkan pada Physalis
angulata L. dengan nilai SDR 26,78. Menurut Ratri 2016, Physalis angulata L.
diduga berasal dari daerah tropis. Di indonesia , ciplukan tumbuh secara alami di
semak-semak dekat pemukiman hingga pinggir hutan. Tanaman ini mampu hidup
hingga ketinggian 1.600 mdpl.
Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener (H’), pada musim kemarau pada
lahan sawi menunjukan nilai keanekaragaman yang rendah yaitu sebesar 1,57 yang
tergolong sedang. Hasil penelitian menunjukan adanya keanekaragaman yang
tergolong sedang namun memiliki produktivitas yang cukup dan memiliki kondisi
ekosistem yang cukup seimbang. Hal ini dikarenakan agrobiodiveritas yang
berperan sebagai jasa lingkungan yang ditemukan pada lahan sawi sebanyak 5
spesies yang dapat membantu dalam penyedia sumberdaya air walaupun dalam
keadaan musim kemarau, sebagai refugia dan trap plant sehingga hama tidak
menyerang tanaman utama. Selain itu dapat berperan sebagai penyerap karbon dan
sebagai penghasil oksigen. Menurut Winarni (2005), jika komunitas hanya
memiliki 1 spesies, maka H’=0. Semakin tinggi nilai H’ mengindikasikan semakin
tinggi jumlah spesies dan semakin tinggi kelimpahan relatifnya. Nilai indeks
Shannon-Wiener biasanya antara 1,5-3,5 dan jarang sekali mencapai 4,5.
0
5
10
15
20
25
30
Cyperus rotundus Cynodon dactylon Mimosa pudica Portulaca oleracea Physalis angulata
L.
17
Untuk mengetahui pola sebaran spesies tumbuhan, data dianalisis
menggunakan Indeks Morisita. Morisita (Id) adalah yang paling sering digunakan
untuk mengukur pola sebaran suatu spesies karena hasil perhitungan dari indeks
tersebut tidak dipengaruhi oleh perbedaan nilai rataan dan ukuran unit sampling
(Erlinda et al., 2013). Hasil pengamatan sebaran agrobiodiversitas pada lahan sawi
seluruh spesies tergolong memiliki sebaran berkelompok (Tabel 15). Penyebaran
atau distribusi individu dalam suatu populasi bisa bermacam-macam. Pada
umumnya memperlihatkan tiga pola penyebaran, yaitu: penyebaran secara acak,
penyebaran merata dan penyebaran berkelompok. Penyebaran secara acak jarang
terdapat di alam. Penyebaran semacam ini bisanya terjadi apabila faktor
lingkungannya sangat seragam untuk seluruh daerah dimana populasi berada.
Pada pengamatan pada lahan sawi, terjadinya adanya seed bank yaitu bank
gulma, dimana lahan memberikan ruang untuk gulma dapat tumbuh karena lahan
sawi pada saat itu telah mengalami masa panen, sehingga tidak adanya lagi
perebutan unsur hara untuk tanaman tumbuh. Hasil produksi pada lahan budidaya
sawi didapatkan 2 ton. Sedangkan hasil produksi lahan tebu tertinggi mencapai 3
ton/ha. Menurut Sukman dan Yakup (1999), menyatakan bahwa, persaingan atau
kompetisi adalah perjuangan dua organisasi atau lebih untuk memperebutkan obyek
yang sama. Gulma maupun tanaman budidaya mempunyai keperluan dasar yang
sama untuk pertumbuhan dan perkembangannya yaitu unsur hara, air, cahaya, ruang
tempat tumbuh dan CO2.
4.2.4 Perbedaan Komposisi Vegetasi
Hasil penelitian didapatkan nilai koefisien komunitas (C) antar ketiga lahan
menunjukan nilai C yaitu 5,72% (Lampiran 7). Nilai 5,72% menunjukan pada hasil
pengamatan terdapat kesamaan sebesar 5,72% pada ketiga lahan. Hasil ini
menunjukan adanya perbedaan sebesar 94,28% pada ketiga lahan budidaya. Hasil
penelitian menunjukan seluruh nilai C diatas 75% yang menunjukan ketiga lahan
yang dibandingkan memiliki perbedaan. Pada lokasi pengamatan perbandingan ini
menunjukan adanya penyusunan komunitas yang memiliki sedikit persamaan.
Menurut Widyarto (2010), apabila nilai koefisien komunitas ada kesamaan diatas
18
75% lazim diterima dan apabila nilai koefisien komunitas tanaman ada kesamaan
dibawah 75% tidak diterima atau komunitas spesies tanaman berbeda.
4.2.5 Analisis Cuaca
Cahaya matahari adalah sumber energi yang utama bagi semua kehidupan
yang ada di bumi. Keseimbangan energi dari tanaman ditentukan oleh radiasi,
karena fotosintesis adalah faktor penentu utama dari produksi biomassa. Hal ini
juga karena fotosintesis memiliki peranan yang besar dalam interaksi antar
tanaman.
Hasil data sekunder lamanya penyinaran matahari yang diperoleh
berdasarkan data di BMKG (Lampiran 9) menunjukan hasil pada bulan September
2016 sampai dengan bulan Maret 2017 berkisar 29,3% sampai dengan 57,9%.
Sedangkan jumlah curah hujan pada bulan September 2016 sampai dengan bulan
Maret 2017 tercatat 44,7 mm sampai dengan 433,7 mm. Waktu pengamatan dimulai
pada bulan September 2016 dan Februari 2017 pada pukul 08:00 WIB yang
berlokasi di UB Forest. Berdasarkan data sekunder yang tercatat pada bulan
September 2016 dan Februari 2017 memasuki musim kemarau.
Diketahui lahan tebu memililiki jumlah spesies tertinggi, hal itu dikarenakan
adaya seed bank didalam tanah sehingga tanaman strata 3 dapat mudah untuk
tumbuh dilahan tebu dan tanaman strata 3 pada lahan tebu rata-rata memiliki syarat
tumbuh yang membutuhkan sinar matahari lebih banyak. Menurut Dewi et al
(2014), ada beberapa faktor yang mempengaruhi intensitas radiasi matahari
dipermukaan tanah salah satunya ialah persentase tutupan permukaan. Pada banyak
sistem pertanaman dimana hara dan air disediakan, cahaya umumnya menjadi satu-
satunya faktor yang menjadi pembatas bagi pertumbuhan tanaman. Apabila
dibandingkan dengan data sekunder (Lampiran 9) lamanya penyinaran matahari
pada bulan September yaitu 57,9% sedangkan intensitas curah hujan pada bulan
September yaitu 44,7%. Hal ini membuktikan pada September termasuk musim
kemarau, dimana asupan air yang diterima tanaman berkurang. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Hendrival (2014), dimana air adalah salah satu faktor penting
yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Kebutuhan air tumbuhan atau jumlah
air yang hilang per berat kering tumbuhan yang dihasilkan berbeda-beda antara
19
jenis tanaman. Kompetisi terhadap air menjadi sangat penting dalam kondisi kering,
luas dan banyak terdapat tanaman. Faktor yang mempengaruhi ketersediaan air bagi
pertumbuhan tanaman yaitu jumlah air yang tersedia secara musiman, morfologi
tanaman, perkembangan akar, dan fisiologi tanaman. Kompetisi air terjadi antara
spesies dalam kondisi lingkungan pertanian apabila air dalam kondisi sangat
terbatas. Derajat kompetisi antara gulma dan tanaman budidaya terhadap air sangat
bergantung pada volume relatif perakaran dari masing-masing jenis yang
berkompetisi. Selain faktor-faktor yang disebut diatas, masih ada lagi faktor lainnya
yang mempengaruhi kompetisi akan air. Seperti yang telah dijelaskan tumbuhan C4
lebih efisien di dalam memanfaatkan air yang tersedia dibandingkan dengan C3.
Penelitian terhadap gulma yang tumbuh diantara tanaman pangan memperlihatkan
bahwa jenis gulma mampu menghasilkan bobot kering yang lebih besar per unit air
dibandingkan dengan jenis-jenis gulma lainnya atau tanaman pangannya sendiri.
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Hasil penelitian menujukkan adanya perbedaan komposisi vegetasi pada
lahan tebu, kopi dan sawi, dengan hasil sebagai berikut:
1. Terdapat perbedaan agrobiodiversitas pada penggunaan lahan sistem pertanian.
Diketahui pada lahan tebu terdapat 21 spesies, pada lahan kopi terdapat 10
spesies dan pada lahan sawi terdapat 5 spesies. Hal ini dapat dibuktikan juga
melalui perhitungan C pada ketiga lahan dengan nilai 5,72% yang artinya
terdapat perbedaan spesies sebesar 94,28%.
2. Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener (H’) pada lahan tebu mempunyai
nilai 2,89 yang artinya tergolong kategori keragaman sedang. Keanekaragaman
yang tergolong sedang artinya memiliki produktivitas yang cukup, memiliki
kondisi ekosistem yang cukup seimbang. Hal ini dikarenakan agrobiodiversitas
yang berperan sebagai jasa lingkungan yang ditemukan pada lahan tebu
sebanyak 21 spesies yang dapat membantu dalam penyedia sumberdaya air
walaupun dalam keadaan musim kemarau, sebagai refugia dan trap plant
sehingga hama tidak menyerang tanaman utama. Selain itu dapat berperan juga
sebagai penyerap karbon dan sebagai penghasil oksigen. Pada analisis Indeks
Sebaran Morisita (Id) pada lahan tebu didapatkan nilai antara 0,63-11,89 yang
berarti memiliki nilai Id>1 yang berarti pemancaran individu cenderung
berkelompok, hanya ada satu yang memiliki pola sebaran acak yaitu pada
Elusine indica.
3. Pada lahan kopi mempunyai nilai (H’) 1,92 tergolong kategori sedang.
Keanekaragaman yang tergolong sedang artinya memiliki produktivitas yang
cukup, memiliki kondisi ekosistem yang cukup seimbang. Hal ini dikarenakan
agrobiodiversitas yang berperan sebagai jasa lingkungan yang ditemukan pada
lahan kopi sebanyak 10 spesies yang dapat membantu dalam penyedia
sumberdaya air walaupun dalam keadaan musim kemarau, sebagai refugia dan
trap plant sehingga hama tidak menyerang tanaman utama. Selain itu dapat
berperan juga sebagai penyerap karbon dan sebagai penghasil oksigen. Indeks
Sebaran Morisita (Id) pada lahan kopi memiliki nilai antara 1,85-15 yang
berarti Id>1 memiliki pola sebaran mengelompok.
2
4. Lahan sawi mempunyai nilai (H’) 1,57 termasuk kategori sedang. Indeks
Sebaran Morisita (Id) lahan sawi memliki nilai antara 1,31-3,08 yang berarti
Id>1 artinya memiliki pola sebaran mengelompok.
5. Berdasarkan hasil perhitungan nilai SDR tertinggi terdapat pada tanaman
Physalis angulata L. pada lahan sawi, hal ini dimungkinkan tumbuhan tersebut
muncul karena adanya seed bank yang sudah tersebar didalam tanah dan
mampu bertahan dilahan.
5.2 Saran
Penelitian ini perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk melihat jasa
lingkungan dan mempelajari kestabilan ekosistem pada musim hujan mengenai
perubahan kondisi lingkungan dan untuk mengetahui struktur pertumbuhan
penyusun lahan.
DAFTAR PUSTAKA
Alvarez, N.., E. Garine, C. Khasah, E. Dounish, M. Hossaert-McKey and D.
McKey. 2005. Farmers Pratices, Metapopulation Dynamics and
Conservation of Agricultural Biodiversity on Farm: a Case Strudy of
Sorghum Among the Duupa in Sub-Sahelian Cameroon. Elsevier Science
Direct Biological Conservation. 121:533-543.
Azmi dan Gunawan. 2007. Usaha tanaman-ternak kambing melalui sistem
integrasi.Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, Bengkulu.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Hal: 523-531.
BPTP. 2011. Budidaya Hijauan Makanan Ternak. Lembang, Jawa Barat.
Breeden, G. 2010. Goosegrass (Eleusine indica). Turfgrass Weed Science at The
University of Tennessee, Tennessee. http://turfgrass.weedscience. Diakses
pada tanggal 2 September 2017.
Dewi, L.F., H.J. Seni., Tonglutut dan Raharjo. 2014. Analisa Intensitas Radiasi
Matahari di Manado dan Maros. J. MIPA Universitas Samratulangi. 3(1) : 49-
52
Djufri. 2012. Analisis Vegetasi Pada Savana Tanpa Tegakan Akasia (Acacia
BPTPnilotica L.). di Taman Nasional Baluran Jawa Timur. J. Ilmiah
Pendidikan Biol., Biol. Edukasi. 4 (2) : 104-111.
Erlinda, D.M., K.P. Wicaksono dan M. Baskara. 2013. Tumbuhan Pasca
Pertanaman Padi. J. Prod. Tan., Fakultas Pertanian Univ. Brawijaya. Malang.
1 (1) : 24-35.
Fitriana, Y. R. 2006. Keanekaragaman dan Kelimpahan Mokarozoobentos di Hutan
Mangrove Hasil Rehabilitasi Taman Hutan Raya Ngurah Rai Bali.
Biodiversitas 7(1): 67-72.
Hasnudi., S. Umar., dan I. Sembiring. 2004. Kumpulan Konsep Sumbang Saran
Untuk Kemajuan Dunia Peternakan Di Indonesia. Jurusan Peternakan,
Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. p. 18
Hendrival. 2014. Periode Kritis Tanaman Kedelai Terhadap Persaingan Gulma
pada Tegakan Tanaman Muda Eucalyptus spp. J, Kehutanan, Univ. Sumatera
Utara. 1(1) : 1-6
Indriyanto. 2006. Hutan dan Kehutanan. http:www.catchment.crc.org.au/pdfs/te
chnical199910.pdf. (16 Maret 2017).
Insanfitri. 2010. Keanekaragaman, Keseragaman dan Dominansi Bivalvia di Area
Buangan Lumpur Lapindo Muara Sungai Porong. J. Kelautan. Univ.
Trunojoyo, Madura. 3(1): 1-6
Irwanto. 2012. Metode Survey Vegetasi [Online]. Available at
http://www.irwantoshut.net/analisis_vegetasi_Teknik_Analisis_Vegetasi.ht
ml (Verified 20 September 2016).
2
Jackson, L.E. and U. Pascual, T. Hodgkin. 2007. Utilizing and Conservation
Agrobiodiversity in Agricultural Landscapes. Elsevier Science Direct
Agricultural Ecosystems & Environment. 121: 196-210
Kartasapoetra G., A.G. Kartasapoetra, dan M.M. Sutedjo. 2000. Teknologi
Konservasi Tanah dan Air. Edisi II. Rineka Cipta. Jakarta.
Lee, L. J. dan J. Ngim. 2000. A First Report of Glyphosate-Resistant Goosegrass
(Elusine indica (L.) Gaertn) in Malaysia. Melaka, Malaysia.
http://ag.udel.edu. Diakses tanggal 2 September 2017
Marpaung, A. 2009. Apa dan Bagaimana Mempelajari Analisa Vegetasi [Online]
Available at http://boymarpaung.worpress.com/2009/04/20apa-dan-
bagaimana-mempelajari-analisa-vegetasi/ (Verified 22 September 2016).
Meiadi, M.L.T., T. Himawan dan S. Karindah. 2015. Pengaruh Arachis pintoi Dan
Ageratum conyzoides Terhadap Tingkat Parasitasi Parasitoid Lalat Buah Pada
Pertanaman Belimbing. Universitas Brawijaya Malang. p. 45.
Murni, S. 2012. Jasa Lingkungan [Online] Available at http://sri-
murni.blogspot.co.id/2012/09/jasa-lingkungan.html (Verified 1 September
2017)
Najiyati, S dan Danarti. 2004. Kopi Budidaya dan Penanganan Lepas Panen Edisi
Revisi. Penebar Swadaya. Jakarta. p. 4
Nitis, I.M., K. Lana., dan A. W. Puger. 2000. Pengalaman pengembangan tanama
nternak berwawasan lingkungan di Bali. Jurusan Nutrisi dan Makanan
Ternak, Fakultas Peternakan. Universitas Udayana, Denpasar, Bali. Seminar
Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak. Hal: 44-52.
Prastowo, B., E. Karmawati, Rubijo, Siswanto, C. Indrawanto dan S.J. Munarso.
2010. Budidaya dan Pasca Panen Kopi. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Perkebunan. Bogor.
Rani, C. 2012. Metode Pengukuran dan Analisis Pola Spasial (Dispersi) Organisme
Bentik. Jurusan Ilmu Kelautan. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan.
Universitas Hasanuddin. Makassar. p. 2
Ratri, W., S. dan M. Darini. 2016. Peluang Ekonomi Tanaman Ciplukan (Physalis
angulata L.) Sebagai Abate Alami. Fakultas Pertanian. Universitas
Sarjanawiyata Tamansiswa. Yogyakarta. 2(1): 128-134
Sastroutomo, S. 1990. Ekologi Gulma. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
Siahaan, M. P., E. Purba, dan T. Irmansyah. 2014. Komposisi Dan Kepadatan Seed
Bank Gulma Pada Berbagai Kedalaman Tanah Pertanaman Palawija Balai
Benih Induk Tanjung Selamat. Universitas Sumatera Utara. Medan. 2(3) :
1181-1189
Storkey, J. and W. C. John. 2007. Reconciling the Conversation of in-Field
Biodiversity With Crop Production Using a Simulation Model of Weed
Growth and Competition. Elsevier Science Direct Agricultural Ecosystems &
Environment. 122: 173-182.
3
Sujatnika. J., P. Soeharto., M. Crosby. dan A. Mardiastuti. 1995. Melestarikan
Keanekaragaman Hayati Indonesia : Pendekatan Burung Endemik
(Conserving Indonesia Biodiversity : The Bird Area Approach). PHPA &
Bird Life International Program – Indonesia Program. Jakarta.
Sukman dan Yakup. 1999. Gulma dan Pengolahan Tanah Dan Teknik Pengendalian
Gulma Yang Berbeda. Jurnal. Akta Agrosia 8:62-69.
Syarif, A. 2013. Organisme Pengganggu Tanaman Identifikasi Dan Analisis
Vegetasi Gulma. Fakultas Pertanian. Universitas Jendral Soedirman.
Purwokerto.
Syekhfani. 2013. Talas (Colocasia esculanta (L.) Schott) [Online]. Available in
syekhfanismd.lecture.ub.ac.id/files/2013/02/Talas.pdf (Verified 22
September 2017)
Tampubolon, R. 2008. Studi Jasa Lingkungan Dikawasan Danau Toba. ITTO,
Yokohama. Japan. p. 38
Thrupp, L.A. 1997. Linking biodiversity and agriculture: Challenges and
opportunities for sustainable food security.World Resources Institute, USA.
Tofani, D. P. 2008. Keanekaragaman Serangga di Hutan Alam Resort Cibodas,
Gunung Gede Pangrango dan Hutan Tanaman Jati di Kph Cepu. Departemen
Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.
Tulalessy, A. H. 2012. Potensi Flora Di Kabupaten Seram Bagian Barat.
Universitas Pattimura. p. 1.
Weiskopf, B. 2001. Managing Agrobiodiversity in Rural Areas. Germany. P
Widyarto, E. 2010. Teknologi Pengendalian Gulma. Fakultas Pertanian.
Universitas Brawijaya. Malang. Hal 39-53.
Widianto, K. Hairiah, D. Suharjito, dan M.A. Sardjono. 2003. Fungsi dan Peran
Agroforestri. ICRAF. Fakultas Pertanian. Universitas Brawijaya.
Winarni, N. L. 2005. Analisa sederhana dalam ekologi hidupan liar. Pelatihan
survey biodiversitas, Way Canguk
Zamora, J., R. J. Verdu and G. Eduardo. 2007. Species Richness in Mediterranean
Agroecosystems: Spatial and Temporal Analysis for Biodiversity
Conservation. Elsevier Science Direct Biological Conservation. 134: 113-121