adat kebudayaan indonesia.doc

13
Nama Kelompok : 1. Nur Jannah 2. Pramasysindra Putri Permata 3. Suci Tirnawati 4. Tanty Diana ADAT KEBUDAYAAN INDONESIA 1. Upacara Adat Tiwah Upacara Tiwah merupakan acara adat suku Dayak. Tiwah merupakan upacara yang dilaksanakan untuk pengantaran tulang orang yang sudah meninggal ke Sandung yang sudah di buat. Sandung adalah tempat yang semacam rumah kecil yang memang dibuat khusus untuk mereka yang sudah meninggal dunia. Upacara Tiwah adalah upacara kematian yang biasanya digelar atas seseorang yang telah meninggal dan dikubur sekian lama hingga yang tersisa dari jenazahnya dipekirakan hanya tinggal tulangnya saja. Ritual Tiwah bertujuan sebagai ritual untuk meluruskan perjalanan roh atau arwah yang bersangkutan menuju Lewu Tatau (Surga – dalam Bahasa Sangiang) sehingga bisa hidup tentram dan damai di alam Sang Kuasa. Selain itu, Tiwah Suku Dayak Kalteng juga dimaksudkan oleh masyarakat di Kalteng sebagai prosesi suku Dayak untuk melepas Rutas atau

Upload: salma-grafikom

Post on 06-Feb-2016

28 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ADAT KEBUDAYAAN INDONESIA.doc

Nama Kelompok :

1. Nur Jannah2. Pramasysindra Putri Permata3. Suci Tirnawati4. Tanty Diana

ADAT KEBUDAYAAN INDONESIA

1. Upacara Adat Tiwah

Upacara Tiwah merupakan acara adat suku Dayak. Tiwah merupakan

upacara yang dilaksanakan untuk pengantaran tulang orang yang sudah

meninggal ke Sandung yang sudah di buat. Sandung adalah tempat yang

semacam rumah kecil yang memang dibuat khusus untuk mereka yang sudah

meninggal dunia.

Upacara Tiwah adalah upacara kematian yang biasanya digelar atas

seseorang yang telah meninggal dan dikubur sekian lama hingga yang tersisa

dari jenazahnya dipekirakan hanya tinggal tulangnya saja. Ritual Tiwah

bertujuan sebagai ritual untuk meluruskan perjalanan roh atau arwah yang

bersangkutan menuju Lewu Tatau (Surga – dalam Bahasa Sangiang) sehingga

bisa hidup tentram dan damai di alam Sang Kuasa. Selain itu, Tiwah Suku

Dayak Kalteng juga dimaksudkan oleh masyarakat di Kalteng sebagai prosesi

suku Dayak untuk melepas Rutas atau kesialan bagi keluarga Almarhum yang

ditinggalkan dari pengaruh-pengaruh buruk yang menimpa.

Melaksanakan upacara tiwah bukan pekerjaan mudah. Diperlukan

persiapan panjang dan cukup rumit serta pendanaan yang tidak sedikit. Selain

itu, rangkaian prosesi tiwah ini sendiri memakan waktu hingga berhari-hari

nonstop, bahkan bisa sampai satu bulan lebih lamanya. Ritual ini sudah

dilaksanakan sejak ratusan tahun silam, jadi perlu dilestarikan. Mengangkat

kerangka orang yang sudah meninggal kemudian menaruhnya di dalam

sandung atau rumah kecil dengan tidak menyentuh tanah. Sebelum upacara

tiwah dilaksanakan, terlebih dahulu digelar ritual lain yang dinamakan upacara

tantulak. Menurut kepercayaan Agama Kaharingan, setelah kematian, orang

Page 2: ADAT KEBUDAYAAN INDONESIA.doc

yang meninggal dunia itu belum bisa langsung masuk ke dalam surga.

Kemudian digelarlah upacara tantulak untuk mengantar arwah yang

meninggal dunia tersebut menuju Bukit Malian, dan di sana menunggu

diberangkatkan bertemu dengan Ranying Hattala Langit, Tuhan umat

Kaharingan, sampai keluarga yang masih hidup menggelar upacara tiwah.

Puncak acara tiwah ini sendiri nantinya memasukkan tulang-belulang yang

digali dari kubur dan sudah disucikan melalui ritual khusus ke dalam sandung.

Namun, sebelumnya lebih dahulu digelar acara penombakan hewan-hewan

kurban, kerbau, sapi, dan babi.

Adat istiadat Suku Dayak. Suku dayak adalah suku asli Kalimantan

yang hidup berkelompok yang tinggal di pedalaman, di gunung, dan

sebagainya. Kata Dayak itu sendiri sebenarnya diberikan oleh orang-orang

Melayu yang datang ke Kalimantan. Sejarah suku dayak pada tahun (1977-

1978) saat itu, benua Asia dan pulau Kalimantan yang merupakan bagian

nusantara yang masih menyatu, yang memungkinkan ras mongoloid dari asia

mengembara melalui daratan dan sampai di Kalimantan dengan melintasi

pegunungan yang sekarang disebut pegunungan “Muller-Schwaner”. Suku

Dayak merupakan penduduk Kalimantan yang sejati. Namun setelah orang-

orang Melayu dari Sumatra dan Semenanjung Malaka datang, mereka makin

lama makin mundur ke dalam. Suku Dayak pernah membangun sebuah

kerajaan. Dalam tradisi lisan Dayak, sering disebut ”Nansarunai Usak Jawa”,

yakni sebuah kerajaan Dayak Nansarunai yang hancur oleh Majapahit, yang

diperkirakan terjadi antara tahun 1309-1389 (Fridolin Ukur,1971). Kejadian

tersebut mengakibatkan suku Dayak terdesak dan terpencar, sebagian masuk

daerah pedalaman. Arus besar berikutnya terjadi pada saat pengaruh Islam

yang berasala dari kerajaan Demak bersama masuknya para pedagang Melayu

(sekitar tahun 1608). Dibawah ini ada adat istiadat bagi suku dayak yang

masih terpelihara hingga kini, dan dunia supranatural Suku Dayak pada zaman

dahulu maupun zaman sekarang yang masih kuat sampai sekarang. Adat

istiadat ini merupakan salah satu kekayaan budaya yang dimiliki oleh Bangsa

Indonesia, karena pada awal mulanya Suku Dayak berasal dari pedalaman

Kalimantan.

Page 3: ADAT KEBUDAYAAN INDONESIA.doc

2. Upacara Tabuik Pariaman

Setiap memasuki bulan Muharam atau tahun baru Hijriyah, masyarakat

Kota Pariaman menggelar perayaan tabuik. Perayaan membuat dan membuang

ke laut keranda yang dihiasi menyerupai buraq (sejenis burung yang

membawa nabi Muhammad dalam perjalanan Isra’ Mikraj), ini menjadi iven

tahunan Pemko Pariaman yang disaksikan beramai-ramai oleh masyarakat dari

berbagai daerah, bahkan luar negeri.

Dalam berbagai literatur disebutkan, perayaan tabuik yang berlangsung

1-10 Muharam itu memperingati meninggalnya cucu nabi Muhammad yang

bernama Husein pada tahun 61 Hijriyah, yang bertepatan dengan 680 Masehi.

Makanya, muncul istilah Oyak Hosen dalam perayaan tabuik, untuk

menggelorakan semangat perjuangan umat Islam dalam menghadapi musuh-

musuhnya. Sekaligus ratapan atas kematian Husein yang dipenggal kepalanya

oleh tentara Muawiyah dalam perang Karbala di Irak.    

Tradisi mengenang kematian cucu Nabi ini menyebar ke berbagai

negara dengan cara yang berbeda. Di Indonesia, selain Pariaman, di Bengkulu

juga dikenal pesta tabuik atau tabot. Mengenai asal usul tabuik Pariaman, ada

beberapa versi.

Versi pertama mengatakan bahwa tabuik dibawa oleh orang-orang

Arab aliran Syiah yang datang ke Pulau Sumatera untuk berdagang.

Sedangkan, versi lain (diambil dari catatan Snouck Hurgronje), tradisi tabuik

masuk ke Indonesia melalui dua gelombang. Gelombang pertama sekitar abad

14 M, tatkala Hikayat Muhammad diterjemahkan ke dalam Bahasa Melayu.

Melalui buku itulah ritual tabuik dipelajari Anak Nagari.

Sedangkan, gelombang kedua tabuik dibawa oleh bangsa Cipei/Sepoy

(penganut Islam Syiah) yang dipimpin oleh Imam Kadar Ali. Bangsa

Cipei/Sepoy ini berasal dari India yang oleh Inggris dijadikan serdadu ketika

menguasai (mengambil alih) Bengkulu dari tangan Belanda (Traktat London,

1824).

Orang-orang Cipei/Sepoy ini setiap tahun selalu mengadakan ritual

untuk memperingati meninggalnya Husein. Lama-kelamaan ritual ini diikuti

Page 4: ADAT KEBUDAYAAN INDONESIA.doc

pula oleh masyarakat yang ada di Bengkulu dan meluas hingga ke Painan,

Padang, Pariaman, Maninjau, Pidi, Banda Aceh, Melauboh dan Singkil.

Dalam perkembangan berikutnya, ritual itu satu-persatu hilang dari

daerah-daerah tersebut dan akhirnya hanya tinggal di dua tempat yaitu

Bengkulu dengan sebutan Tabot dan Pariaman dengan sebutan Tabuik. Di

Pariaman, awalnya tabuik diselenggarakan oleh Anak Nagari dalam bentuk

Tabuik Adat.

3. Nadran Nelayan Pantai Utara

Tradisi Nadran yang digelar oleh para nelayan Indramayu adalah

sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rezeki yang

diberikan, baik berupa keselamatan ketika berlayar di laut maupun hasil ikan

yang melimpah sepanjang tahun yang lalu.

Tradisi nadran diawali dengan pemotongan kerbau sehari sebelum

acara puncak. Sesaji dan doa dipanjatkan sebelum kerbau disembelih agar

proses penyembelihan lancar. Kepala kerbau yang sudah dipotong kemudian

akan menjadi sesaji yang dilarung ke tengah laut dengan pendamping beragam

tumpeng, kembang, dan jajanan pasar.

 Tradisi nadran sendiri mula-mula diawali dengan diadakannya

pagelaran tari-tarian dan hiburan rakyat tradisional seperti reog, jaipong,

genjring, tari kerbau dan lain-lain. Semua warga nelayan indramayu yang

hadir hari itu tumplek blek menikmati pesta tahunan ini hingga pesta ini

menjadi begitumeriah.

 Kemeriahan pun tampak di dalam ruangan khusus di mana ibu-ibu

dan bapak-bapak nelayan yang dianggap kompeten menyiapkan meron yang

akan dilarung keesokan harinya. Meron sendiri merupakan sebuah miniatur

perahu yang didalamnya diisi dengan kepala kerbau, kulit kerbau, dan

berbagai macam sesaji yang nantinya akan diangkut kedalam perahu

sungguhan untuk kemudian dilarung ke tengah-tengah lautan (± 50 meter dari

pantai).

Ketika meron telah dimuat kedalam perahu, para nelayan dengan

perahunya masing-masing akan mengawal merahu yang membawa meron.

Page 5: ADAT KEBUDAYAAN INDONESIA.doc

Ketika tiba ditujuan, dan meron itu dilarungkan, para nelayan yang tadi

mengawal akan berbondong-bondong ikut terjun kelaut memperebutkan

segala sesaji dari meron yang dilarungkan tersebut. Mereka percaya bahwa

berbagai sesaji yang mereka dapat dari meron, dapat berkhasiat menjadi

penolak bala sekaligus mendatangkan rezeki yang melimpah ketika dibawa

berlayar untuk mencari ikan.

Setelah acara larungan meron, sang dukun yang bertugas sebagai

pembaca mantra dan doa-doa itu pun akan mengambil air laut yang nantinya

akan dipakai dalam acara ruwatan pada malam berikutnya. Upacara ruwatan

itu sendiri berupa upacara untuk meminta keselamatan yang ditandai dengan

digelarnya pertunjukan wayang kulit dengan lakon tertentu.

Air laut yang siang tadi diambil ketika upacara larung meron dan telah

dicampur dengan air-air lainnya oleh sang dukun, akan dibagikan kepada

warga setelah acara ruwatan selesai sebagai ajimat agar sentiasa diberikan

keselamatan.

Upacara ruwatan tersebut juga merupakan acara penutup pada acara

tradisi nadran. Usai acara ruwatan, para nelayan pun pulang kerumah masing-

masing untuk kembali menjalankan rutinitas sehari-hari mereka yang tak lepas

dari jaring dan perahu.

4. Upacara Ngaben

Untuk masyarakat Bali, hanya melalui pembakaran jenazahlah jiwa

dapat dilepaskan dari dunia sementara untuk mendapatkan kehidupan setelah

kematian. Dan untuk menjalani ini beberapa upacara dan ritual harus diikuti,

terutama ketika keturunan kerajaan meninggal. Pada kematian tubuh harus

dibakar oleh api karena jiwa harus kembali pada lima elemen yang dikenal

dengan Panca Maha Buta (bumi, angin, api, air dan eter)  hal ini bertujuan

untuk mengirim jiwa pada kehidupan setelah kematian.

Hanya dengan mengikuti upacara dan ritual yang layak dan tepat, jiwa

akan bebas dari tubuh untuk dilahirkan kembali dan akhirnya menggapai

Moksa, kelepasan atau kebebasan dari ikatan duniawi.

Page 6: ADAT KEBUDAYAAN INDONESIA.doc

Upacara pembakaran jenazah di Bali mewah dan mahal. Lebih tinggi

status seseorang, persiapan megah dan dekorasi yang dibutuhkan akan

semakin tinggi. Oleh karena itu, jenazah Almarhum harus dikubur untuk

beberapa saat sebelum keluarga dan masyarakat bisa mengumpulan dana yang

cukup. Ini merupakan adat yang umum bagi masyarakat biasa untuk

menunggu pembakaran jenazah seorang bangsawan atau pemuka agama yang

nantinya digabung dalam ritual ngiring untuk pembakaran jenazah keluarga

mereka jika diizinkan.

Beberapa hari sebelum hari pembakaran, jiwa Almarhum yang

mengembara dipanggil untuk bersatu dengan tubuhnya, biasanya disimbolkan

oleh patung orang, dibawa ke rumah untuk dimandikan berulang-ulang,

dipersiapkan oleh anggota keluarga.

Pada malam pembakaran, para pendeta mempersembahkan

persembahan pada kekuatan supranatural yang diminta untuk membuka jalan

bagi jiwa, sementara para anggota keluarga berdoa untuk membebaskan jiwa

Almarhum ke surga.

Hari berikutnya, jenazah dibawa ke alam terbuka dimana pembakaran

diadakan, yang biasanya setelah matahari melewati titik puncaknya. Ketika

semua tubuh sudah terbakar, anggota keluarga mengumpulkan debu-debu dan

tulang Almarhum, dan kemudian patung orang yang meninggal tersebut

dibawa dalam prosesi di laut atau sungai, kemudian debu dituangkan ke dalam

air, kedalam perlindungan dewa laut.

Bulan-bulan atau tahun-tahun berikutnya setelah pembakaran, ketika

dana sudah cukup terkumpul, akan ada upacara-upacara lagi untuk

meyakinkan pemisahan jiwa yang sempurna dari ikatan keduniawian,

bertujuan untuk melepaskan jiwa ke surga. Pada upacara terakhir disebut

upacara nyagara-gunung, keluarga mengekpresikan terima kasih mereka pada

dewa laut di candi-candi gunung dimana jiwa yang suci diabadikan di candi,

untuk menunggu kelahiran kembali atau kebebasan dari lingkaran kelahiran

kembali.

Page 7: ADAT KEBUDAYAAN INDONESIA.doc

5. Upacara Pasola

Menurut cerita rakyat Sumba yang berkembang secara turun temurun,

Tradisi Pasola berawal dari kisah seorang janda cantik bernama Rabu Kaba di

Kampung Waiwuang yang mempunyai seorang suami bernama Umbu Dulla,

salah satu pemimpin di kampung Waiwuang.

Pada suatu hari, Umbu Dulla pamit kepada isterinya untuk pergi

melaut bersama dua orang pemimpin adat lainnya yaitu Ngongo Tau Masusu

dan Yagi Waikareri. Namun dalam perjalanan, mereka bertiga berubah pikiran

dan akhirnya memutuskan untuk pergi ke selatan pantai Sumba untuk

bercocok tanam padi. Oleh karena itu, mereka tidak pulang dalam waktu lama

sehingga rakyat mereka menganggap mereka telah meninggal di laut. Rakyat

pun mengadakan upacara perkabungan. Dalam keadaan yang demikian itulah,

janda cantik dari almarhum Umbu Dula, Rabu Kaba terlibat asmara dengan

Teda Gaiparona, seorang laki-laki dari Kampung Kodi.

Teda Gaiparona bermaksud mempersunting Rabu Kaba namun

ditentang oleh keluarga kedua belah pihak sehingga merkea kawin lari.

Beberapa waktu berselang, Umbu Dula kembali ke rumah bersama kedua

pemimpin lainnya. Alangkah terkejutnya Umbu Dulla mendapatin isterinya

telah dipersunting oleh orang lain. Dia berusaha mengajak isterinya pulang

namun menolak karena sudah terlanjur cinta dengan Teda Gaiparano.

Untuk memuluskan perkawinan mereka, Teda Gaipora mengganti

kepada Umbu Dulla sejumlah belis [semacam mahar] yang dulu dibayarkan

kepada Rabu Kaba berupa kuda, sapi, kerbau, dan barang-barang berharga

lainnya.  Setelah seluruh belis dilunasi, barulah upacara perkawinan pasangan

Rabu Kaba dan Teda Gaiparona dapat dilangsungkan.  Pada akhir pesta

pernikahan, Umbu Dulla meinta warga Waiwuang untuk mengadakan pesta

penagkapan nyale [caicing laut] dengan melaksanakan tradisi  pasola untuk

melupakan kesedihannya yang talah kehilangan isteri.

Prosesi Upacara

Upacara pasola selalu diawali dengan serangkaian prosesi adat

penangkapan nyale sebagai wujud rasa syukur terhadap anugerah Tuhan yang

melimpah seperti suksesnya panen. Nyale adalah bahasa setempat untuk

Page 8: ADAT KEBUDAYAAN INDONESIA.doc

cacing laut yang apabila muncul dalam jumlah banyak di tepi pantai, maka ini

merupakan pertanda baik buat masyarakat setempat. Kemunculan nyale

merupakan lambang kemakmuran bagi masyarakat Sumba dan sekitarnya.

Upacara penangkapan nyale dilaksanakan pada malam bulan pernama dan

dipimpin oleh   Para Rato , pemuka adat Sumba.

Setelah upacara penangkapan nyale sukses yang ditandai dengan

banyaknya hasil tangkapan yang kemudian “disidangkan” di hadapan Majlis

Para Rato, maka setelah itulah upacara pasola dapat dilaksanakan. Pasola

dilaksanakan di lapangan yang luas sebagai “medan pertempuran” dan

disaksikan oleh seluruh warga dan wisatawan baik lokal maupun

internasional.

Setiap kelompok yang terlibat dalam pasola terdiri dari sekitari 100

orang pemuda bersenjatakan sola [tombak]  yang terbuat dari kayu berujung

tumpul dan berdiameter kira-kira 1,5 cm. Kedua keompok pemuda tersebut

saling berhadapa-hadapan dan saling menyerang layaknya sebuah peperangan

sungguhan antara dua kelompok kesatria Sumba. Dalam pelaksanaannya,

tradisi pasola tidak jarang memakan korban jiwa. Dalam kepercayaan Marapu,

korban yang terjatuh merupakn orang yang mendaoatkan hukuman dari para

Dewa karena telah melakukan dosa dan kesalahan dan darah yang tercucur

dianggap dapat menandakan kesuburan tanah dan tanaman pada musim tanam

mendatang.