abstract - president university
TRANSCRIPT
26
DIAGRAM ‘PROSES KEBUTUHAN – KEPUASAN KONSUMEN’
Jajat Kristanto1
Abstract
Many authors of marketing textbooks explain concepts of need, want, demand, customer
value, customer value migration, buyer or buying decision process, and customer
satisfaction. However, and to my best knowledge, none of them describe the concepts in an
integrated diagram. This paper tries to answer the challenge by offering an integrated
diagram namely ‘Consumer Need – Satisfaction Process’ which explain the process starting
from need recognition by consumers, become want and then demand for certain product
category; the roles of marketers in persuading consumers to buy their products in order to
satisfy their need; and, the satisfaction/dissatisfaction process experienced by consumers and
its impact on others who demand the same product category. The paper also explains about
value migration and how marketers must do in facing it
Keywords: Need, wants, demand, expected value, actual value, consumer satisfaction,
migration value
Abstrak
Banyak penulis buku-buku pemasaran menjelaskan konsep-konsep kebutuhan, keinginan,
permintaan, nilai pelanggan, migrasi nilai pelanggan, proses keputusan pembelian konsumen,
dan kepuasan pelanggan. Namun demikian, dan sepanjang pengetahuan penulis, tidak ada
satupun dari mereka yang menggambarkan konsep-konsep tersebut dalam sebuah diagram
yang terintegrasi. Makalah ini mencoba menjawab tantangan tersebut dengan menawarkan
sebuah diagram yang terintergrasi yang diberi nama „Proses Kebutuhan – Kepuasan
Konsumen‟ yang menjelaskan proses yang dimulai dari konsumen menyadari akan
kebutuhannya yang kemudian berubah menjadi keinginan dan lalu kebutuhan akan sebuah
kategori produk tertentu; peranan pemasaran dalam mengubah permintaan tersebut menjadi
pembelian produk mereka oleh konsumen; dan, selanjutnya proses terjadinya
kepuasan/ketidakpuasan yang dialami oleh konsumen dalam dan/atau setelah menggunakan
atau mengonsumsi produk tersebut serta dampaknya kepada orang lain yang memiliki
permintaan akan kategori produk yang sama. Makalah ini juga membahas mengenai migrasi
nilai dan bagaimana pemasar menyikapinya.
Kata kunci: Kebutuhan, keinginan, permintaan, nilai harapan, nilai aktual, kepuasan
pelanggan, migrasi nilai.
1 Program Studi Manajemen, Fakultas Bisnis, President University, Email: [email protected]
27
1. Pendahuluan
Perilaku manusia senantiasa menarik
untuk dicermati dan demikian juga bagi
para pelaku maupun akademisi pemasaran.
Telah cukup banyak buku-buku teks
mengenai perilaku konsumen yang telah
diterbitkan antara lain: Schiffman &
Kanuk (2010); Hanna & Wozniak (2001);
Blackwell, et. Al. (2001); dan Peter &
Olson (2005). Dan demikian juga buku-
buku teks pemasaran maupun manajemen
pemasaran yang membahas mengenai
perilaku konsumen seperti Kotler & Keller
(2006), Kotler & Armstrong (2016), Lamb
et. Al. (2002), Stanton (1994) dan Boone
& Kurtz (2005). Dalam mata kuliah
pemasaran dibahas anatar lain mengenai
proses keputusan pembeli (buyer decision
process), pengertian mengenai kebutuhan
(need), Keinginan (want), permintaan
(demand), nilai pelanggan (customer
value), kepuasan pelanggan (customer
satisfaction). Bahkan kampanye mengenai
kepuasan pelanggan digulirkan. Namun
konsep-konsep yang telah disebutkan
tersebut dibahas secara terpisah baik dalam
buku-buku teks maupun dalam
perkuliahan-perkuliahan. Sepanjang
pengalaman dalam memberikan kuliah
mengenai mata-mata kuliah pemasaran –
baik Dasar-dasar Pemasaran, Manajemen
Pemasaran, Manajemen Pemasaran
Global, Perilaku Konsumen maupun
Pemasaran Strategik, terasa adanya
kebutuhan akan sebuah konsep atau
diagram yang dapat menggambarkan
proses yang terjadi dalam diri seorang
konsumen mulai dari adanya kebutuhan
sampai kepada terjadinya penjualan
sebuah produk, dan bahkan
kepuasan/ketidak-puasan dalam diri
individu konsumen tersebut dalam
menggunakan produk yang dipakainya.
Atas dasar kebutuhan inilah maka lahir
sebuah upaya untuk mencoba
menggambarkan proses tersebut secara
komprehensif dalam sebuah diagram yang
saya namakan ‟DIAGRAM
KEBUTUHAN - KEPUASAN
PELANGGAN‟.
2. Kajian Pustaka
Kotler & Armstrong (2016: 30-2)
membahas beberapa konsep-konsep inti
pemasaran (core marketing concepts)
seperti kebutuhan (need), keinginan
(want), dan permintaan (demand);
penawaran-penawaran pemasaran
(marketing offers), nilai (value) dan
kepuasan (satisfaction); pertukaran
(exchange) dan hubungan-hubungan
(relationships); dan pasar (market). Pada
Kotler & Armstrong (2004: 6), konsep-
konsep inti pemasaran tersebut
digambarkan sebagai sebuah lingkaran.
28
3.1 Konsep-konsep Inti Pemasaran
Menurut Kotler & Armstrong (2016: 30),
kebutuhan (need) adalah keadaan-
keadaan merasa kehilangan (states of felt
deprivation). Dalam perkuliahan, penulis
menambahkan dengan pengertian lain
yaitu suatu keadaan merasa kekurangan (a
state of felt deficiency). Kotler & Keller
(2006: 24) juga memberikan pengertian
lain yaitu kebutuhan-kebutuhan adalah
keperluan-keperluan mendasar manusia
(needs are the basic human requirements).
Selanjutnya, Kotler & Armstrong (2016:
30) mengartikan keinginan (want) sebagai
bentuk kebutuhan manusia yang
dipertajam oleh budaya dan kepribadian
individual (the form human needs take as
shaped by culture and individual
personality), dan permintaan (demand)
adalah keinginan manusia yang didukung
oleh kemampuan membeli (human wants
that are backed by buying power).
Pengertian-pengertian lain yang penting
dari konsep-konsep inti pemasaran
diberikan oleh Kotler & Armstrong (2016)
adalah:
a. Tawaran-tawaran pemasaran
(marketing offerings)
Kotler & Armstrong (2016: 31)
mendefinisikan tawaran-tawaran
pemasaran sebagai beberapa kombinasi
produk-produk, jasa-jasa, informasi
atau pengalaman-pengalaman yang
ditawarkan kepada sebuah pasar untuk
memuaskan sebuah kebutuhan atau
keinginan (some combination of
products, services, information, or
experiences offered to a market to
satisfy a need or want).
b. Nilai pelanggan (customer value) atau
Persepsi nilai (bagi) pelanggan
(customer-perceived value)
Kotler & Armstrong (2016) tidak
memberikan definisi yang konkrit
mengenai nilai pelanggan. Kotler &
Keller (2006: 25) mengatakan bahwa
nilai merefleksikan persepsi atas
manfaat-manfaat baik yang berwujud
(tangible) maupun tidak berwujud
(intangible) dan biaya-biaya bagi para
pelanggan. Namun bila mengacu
kepada Kotler & Armstrong (2004),
nilai pelanggan adalah perbedaan nilai-
nilai yang diperoleh pelanggan dari
memiliki dan menggunakan sebuah
produk dan biaya-biaya untuk
memperoleh produk tersebut (the
difference between the values the
customer gains from owning and using
a product and the costs of obtaining
the product). Kotler & Armstrong
(2016: 692) mendefinisikan persepsi
nilai (bagi) pelanggan (customer-
perceived value) sebagai evaluasi
pelanggan terhadap perbedaan antara
semua manfaat dan semua biaya
29
(pengorbanan) dari sebuah penawaran
pemasaran relatif terhadap penawaran-
penawaran bersaing (the customer’s
evaluation of the difference between all
the benefits and all the costs of a
marketing offer relative to those of
competing offers).
c. Kepuasan pelanggan (customer
satisfaction)
Kotler & Armstrong (2016: 692)
mendefinisikan kepuasan pelanggan
adalah sejauh mana persepsi kinerja
sebuah produk sesuai dengan harapan-
harapan seorang pembeli (the extent to
which a product’s perceived
performance matches a buyer’s
expectation).
d. Hubungan-hubungan dengan
pelanggan (customer relationships)
Baik Kotler & Armstrong (2016)
maupun Kolter & Keller (2006) tidak
memberikan definisi yang konkrit
mengenai hubungan-hubungan dengan
pelanggan (customer relationships),
namun saya mencoba menawarkan
pengertian customer relationships
sebagai hubungan-hubungan bisnis
yang saling menguntungkan dan
berjangka panjang antara perusahaan
dengan para pelanggannya.
e. Pasar (market). Kotler & Armstrong
(2016: 32) mendefinisikan pasar
sebagai kumpulan para pembeli actual
dan potensial dari sebuah produk atau
jasa (the set of actual and potential
buyers of a product or service).
Berbicara mengenai proses yang terjadi
dalam diri seorang pembeli atau konsumen
dalam melakukan pembelian suatu produk,
Kotler dan Armstrong (2016: 183-6)
mengemukakan proses keputusan pembeli
oleh seorang konsumen (consumer buying
decision process) yang terdiri dari 5 (lima)
tahap yaitu: (1) menyadari adanya
kebutuhan (need recognition), (2)
pencarian informasi (information search),
(3) evaluasi pilihan-pilihan (evaluation of
alternatives), (4) keputusan pembelian
(purchase decision), dan (5) perilaku
pasca-pembelian (postpurchase behavior).
Sedangkan untuk proses pembelian sebuah
produk baru, Kotler dan Armstrong (2016:
186) menawarkan konsep proses adopsi
(adoption process) yang didefinisikan
sebagai ”proses mental yang dilalui oleh
seorang individu dari pembelajaran
pertama tentang sebuah inovasi sampai
kepada adopsi akhir” (the mental process
through which an individual passes from
first learning about an innovation to final
adoption) dan adopsi didefinisikan
sebagai keputusan oleh seorang individu
untuk menjadi seorang pemakai produk
secara teratur (the decision by an
individual to become a regular user of the
product). Pada dasarnya, proses adopsi
tidak terlalu berbeda dari proses keputusan
30
pembeli: proses adopsi dimulai dengan
menyadari (awareness) adanya produk
baru, berminat (interest) untuk mencari
mencari informasi mengenai produk
tersebut, melakukan evaluasi (evaluation)
atas informasi yang telah diperolehnya
untuk memutuskan apakah layak untuk
mencoba produk baru tersebut, lalu
mencoba (trial) produk baru tersebut
dalam skala kecil untuk membuktikan
apakah nilai yang diperkirakan akan
diperolehnya benar atau tidak, dan baru
pada akhirnya melakukan adopsi
(adoption) produk baru tersebut.
a. Jenjang Nilai (Value Hierarchy)
Dalam rangka memahami kebutuhan
pelanggan, Woodruff dan Gardial
(2000: 64-80) menawarkan konsep
hirarki nilai pelanggan (customer value
hierarchy). Mereka mengemukakan
bahwa terdapat 2 (tiga) jenjang nilai
pelanggan berturut-turut dari yang
paling bawah sampai yang tertinggi,
yaitu: (1) atribut-atribut produk, (2)
konsekuensi konsekuensi
(consequences), dan keadaan-keadaan
akhir yang diinginkan (desired end-
states).
Untuk memahami konsep jenjang nilai
pelanggan ini, kita perlu
memperhatikan definisi mereka
mengenai nilai pelanggan yang agak
berbeda dari definisi yang
dikemukakan oleh Kotler dan
Armstrong. Woodruff dan Gardial
mendefinisikan nilai pelanggan sebagai
persepsi pelanggan akan apa yang
mereka inginkan untuk terjadi (yaitu
konsekuensi-konsekuensi) dalam suatu
situasi penggunaan yang spesifik,
dengan bantuan sebuah penawaran
produk atau jasa, agar supaya tercapai
sebuah maksud atau tujuan yang
dikehendaki (customer value is the
customer‟s perception of what they
want to have happen – i.e. the
consequences – in a specific use
situation, with the help of a product or
service offering, in order to accomplish
a desired purpose or goal). Lebih
lanjut, mereka menjelaskan pengertian
mengenai konsekunsi sebagai
hasil/keluaran yang dialami oleh
pelanggan sebagai sebuah akibat dari
penggunaan produk. Konsekuensi-
konsekuensi dapat bersifat positif
dalam arti memberikan hasil/keluaran
yang menunjang pencapaian maksud
atau tujuan, dan dapat pula bersifat
negatif dalam arti justru menghambat
pencapaian tersebut. Baik
konsekuensi-konsekuensi yang positif
maupun yang negatif dapat bersifat
objektif maupun subjektif.
Konsekuensi positif yang objektif
misalnya mempercepat waktu tempuh,
penggunaan bahan bakar yang irit dan
31
sebagainya. Sedangkan contoh
konsekuensi positif yang subjektif
adalah mengurangi stress,
meningkatkan kepercayaan diri dan
sebagainya. Contoh konsekuensi
negatif yang objektif adalah
harga/biaya meningkat, waktu lebih
lama; sedangkan contoh konsekuensi
negatif yang subjektif adalah sukar
dalam penggunaan, kehilangan harga
diri.
b. Migrasi Nilai (Value Migration)
Proses perubahan dari kebutuhan
sampai kepada timbulnya perasaan
puas / tidak puas bersifat dinamis:
Perubahan lingkungan budaya akan
menimbulkan perubahan keinginan;
perubahan daya beli seseorang akan
mengubah permintaan individu
tersebut terhadap sekumpulan produk
yang diyakininya dapat memenuhi
kebutuhannya; demikian juga dengan
teknologi. Arus informasi dan
kegiatan-kegiatan perusahaan-
perusahaan juga bersifat dinamis.
Dalam permintaan seseorang akan
sekumpulan produk, secara tersirat
mengandung nilai-nilai yang
diharapkan (expected values) oleh
individu tersebut dari kumpulan
produk tersebut yang diharapkan dapat
memuaskan kebutuhannya. Perubahan
permintaan akan secara otomatis
merubah nilai-nilai harapan dari
permintaan tersebut. Perubahan nilai-
nilai harapan inilah yang disebut
migrasi nilai (value migration).
Cravens & Piercy (2006: 73)
mendefinisikan migrasi nilai sebagai
proses perpindahan pembelian-
pembelian para pelanggan menjauhi
produk-produk yang dihasilkan oleh
rancangan-rancangan bisnis yang
sudah ketinggalan mode kepada
produk-produk baru yang menawarkan
nilai yang lebih unggul (the process of
customers shifting their purchases
away from products generated by
outmoded business designs to new
ones that offer superior value). Definisi
ini harus dipahami secara hati-hati
karena kita bisa terjebak kepada
pemahaman yang sempit dan
cenderung keliru bahwa penekanan
pengertian migrasi nilai adalah pada
proses perpindahan pembelian dari
suatu produk ke produk ke produk lain
walaupun ditambahkan dengan
penjelasan aspek desain yang sudah
ketinggalan zaman. Menurut
pemahaman saya, penekanan dari
pengertian migrasi nilai hendaklah, dan
sesuai dengan namanya, pada
pergeseran nilai harapan dalam diri
seorang individu konsumen.
Sedangkan perpindahan pembelian dari
suatu produk yang inferior ke produk
lain yang menawarkan nilai superior
32
adalah dampak dari pergeseran nilai
harapan. Perpindahan pembelian dari
suatu produk ke produk lain bisa
terjadi tanpa disertai dengan terjadinya
pergeseran nilai; dalam hal ini
seseorang berpindah dari pembelian
suatu produk ke produk lain hanya
karena ia merasa tidak puas dengan
produk pertama tersebut. Memang
migrasi nilai dapat menyebabkan
seseorang yang semula merasa puas
terhadap suatu produk dapat berubah
menjadi tidak puas karena nilai
harapan orang tersebut bergeser ke
atas, artinya ia menuntut nilai produk
yang lebih tinggi namun disisi lain
produk tersebut tidak mengikuti
tuntutan yang meningkat dari orang
tersebut atau dengan kata lain, produk
tersebut tidak mengikuti pergeseran
keatas dari nilai harapan pelanggan.
Keadaan ini menyebabkan nilai aktual
yang diberikan oleh produk tersebut
pada awalnya lebih tinggi dari nilai
harapan pelanggan, lambat lain akan
semakin mendekati nilai harapan
pelanggan dan kemudian malah
berbalik menjadi lebih rendah dari nilai
harapan pelanggan, sehingga
pelanggan yang semula sangat puas
akan semakin berkurang tingkat
kepuasannya yang kemudian berbalik
menjadi tidak puas. Keadaan ini dapat
dilukiskan seperti pada peraga 1.
Peraga 1. Pengaruh reaksi perusahaan terhadap migrasi nilai dan dampaknya kepada
kepuasan pelanggan
Nilai Pelanggan Nilai Pelanggan
Nilai Aktual 1
Nilai Harapan
Nilai Harapan
Nilai Aktual 1
Nilai Aktual 2
Puas
Tidak Puas
Puas
Tidak Puas
Waktu Waktu
(a) Yang terjadi (b) Seharusnya
33
Peraga 1a tersebut diatas menggambarkan
pemasar yang tidak waspada akan terjadi
migrasi nilai pelanggan yang bergerak naik
ke atas namun tidak diimbangi dengan
nilai pelanggan yang ditawarkan juga juga
meningkat sehingga pelanggan yang
semula merasa puas dengan produk
tersebut lambat laun akan berkurang rasa
puasnya dan kemudian berubah menjadi
tidak puas. Pada peraga 1b,
menggambarkan pemasar adalah seorang
pemasar yang mengerti konsep migrasi
nilai pelanggan dan cara mengatasinya,
sehingga dalam merespons nilai harapan
pelanggan yang bergerak keatas, ia juga
meningkatkan nilai produk yang
ditawarkannya sehingga ia dapat tetap
menjaga kepuasan pelanggannya.
Craven & Piercy (2006: 73) hanya
mengemukakan satu penyebab timbulnya
migrasi nilai yaitu teknologi yang usang.
Saya berpendapat bahwa penyebab
timbulnya migrasi nilai tidak hanya karena
perkembangan teknologi, tetapi juga
perkembangan budaya dan perekonomian.
Perkembangan budaya akan menyebabkan
perubahan dalam gaya hidup yang akan
berdampak kepada nilai-nilai harapan para
konsumen akan produk-produk yang
diharapkan dapat memuaskan kebutuhan
mereka. Perkembangan perekonomian
akan menyebabkan perubahan dalam daya
beli masyarakat konsumen yang kemudian
akan berdampak juga kepada nilai-nilai
harapan para konsumen.
Dalam keadaan normal, artinya tidak
terjadi musibah yang amat dasyat kepada
umat manusia, perkembangan teknologi
dan budaya akan selalu menyebabkan
timbulnya migrasi nilai yang bergerak ke
atas – artinya, nilai harapan konsumen
semakin meningkat dengan perkembangan
teknologi dan budaya seiring dengan
berjalannya waktu. Sedangkan
perkembangan perekonomian bisa positif
(dalam arti bertumbuh) dan bisa negatif
(dalam arti terjadi resesi). Pada
pertumbuhan perekonomian yang positif
dan laju inflasi lebih rendah daripada laju
pertumbuhan perekonomian, maka daya
beli konsumen akan meningkat dan seiring
dengan meningkatnya daya beli mereka,
maka nilai harapan mereka juga akan
meningkat. Namun bila laju pertumbuhan
perekonomian lebih rendah daripada laju
inflasi dan bahkan mengalami stagnasi
atau lebih parah lagi, resesi, maka daya
beli konsumen akan menurun sehingga
dengan terpaksa mereka juga, secara
realistis, harus menurunkan nilai harapan
mereka – berarti terjadi migrasi nilai
harapan konsumen yang negatif dalam arti
menurun. Khususnya untuk produk-produk
impor atau bahan bakunya sebagian besar
harus diimpor, maka penurunan daya beli
konsumen dapat terjadi karena nilai tukar
34
mata uang rupiah kini menurun secara
tajam terhadap mata uang asing terutama
dollar Amerika Serikat - ini pernah terjadi
pada saat kita mengalami krisis moneter
pada akhir dekade 90an. Jadi, migrasi nilai
yang disebabkan oleh perkembangan
perekonomian dapat bergerak keatas (bila
daya beli konsumen meningkat) atau
kebawah (bila daya beli konsumen
menurun).
3. Pembahasan
Konsep-konsep tersebut diatas dibahas
secara terpisah (parsial) antara satu dengan
yang lainnya dan tidak secara jelas
(eksplisit) menggambarkan hubungan
antara konsep-konsep tersebut. Misalnya,
kita hanya diberitahu mengenai pengertian
kebutuhan, keinginan dan permintaaan;
nilai dan kepuasan pelanggan; serta proses
keputusan pembeli, namun tidak dijelaskan
mengenai hubungan antara konsep-konsep
tersebut secara eksplisit. Oleh karena itu,
makalah ini mencoba meramu konsep-
konsep tersebut ke dalam sebuah konsep
yang saling berkaitan yang diberi nama
”Proses Kebutuhan – Kepuasan
Pelanggan” (Customer Need –
Satisfaction Process).
Proses Kebutuhan – Kepuasan
Pelanggan
Diagram ”Proses Kebutuhan – Kepuasan
Pelanggan” secara komprehensif
menggambarkan keterkaitan antara
berbagai konsep yang telah dibahas
tersebut dan dapat
dilihat pada peraga 2.
26
Peraga 2. Diagram ”Proses Kebutuhan – Kepuasan Pelanggan”
Diagram ”Proses Kebutuhan – Kepuasan
Pelanggan” terdiri dari 3 (tiga) bagian,
yaitu: (1) proses perubahan kebutuhan
sampai menjadi pelanggan, (2) proses
terjadinya penjualan atas produk tertentu,
dan (3) proses timbulnya kepuasan
pelanggan beserta dengan pengaruhnya
terhadap proses keputusan pembelian yang
terjadi pada diri individu konsumen yang
mengalami kepuasan/ketidak-puasan
tersebut maupun terhadap individu
konsumen lainnya. Marilah kita tinjau
Konsumsi Nilai Aktual
Membeli produk
pesaing
Membeli
produk
tertentu
Permintaan
Keinginan
Kebutuhan
Daya Beli
Budaya &
Teknologi
Kepribadian
I
n
f
o
r
m
KEGIATAN-KEGIATAN
PEMASARAN
Proses
Keputusan
Pembeli
Nilai Harapan
Puas Tidak Puas
( 3 )
( 2 )
( 1 )
Sosial
27
bersama-sama ketiga bagian tersebut
secara lebih mendalam.
3.1 Proses perubahan kebutuhan
menjadi permintaan
Pada dasarnya, proses ini mengacu kepada
konsep inti dari pemasaran seperti yang
dikemukakan oleh Kotler & Armstrong
(2016: 30-2) maupun Kotler & Keller
(2006: 24), hanya saja dalam malakah ini
disajikan dalam bentuk diagram dan
disamping faktor budaya dan kepribadian,
saya berpendapat bahwa kedua faktor
tersebut harus dibaca sebagai ”antara lain”
sehingga ada faktor-faktor lain selain
kedua faktor tersebut yang mempengaruhi
perubahan dari kebutuhan menjadi
keinginan dan faktor-faktor lain tersebut
(juga) antara lain adalah faktor-faktor
sosial dan teknologi. Peranan dari faktor-
faktor sosial dan teknologi dapat
digambarkan dengan ilustrasi berikut ini:
3.2 Pengaruh faktor teknologi
Produk telepon nirkabel seperti misalnya
telepon genggam (handphone) telah di
kenal secara luas di kebanyakan daerah-
daerah di Indonesia dan hanya di beberapa
daerah pedesaan tertentu yang belum
mengenal telepon genggam dan mungkin
juga bahkan telepon yang tersambung
dengan kabel (sebut saja, pesawat telepon).
Maka kebutuhan akan alat komunikasi di
daerah-daerah yang sudah mengenal
pesawat telepon dan bahkan telepon
nirkabel, keinginan akan sesuatu guna
memenuhi kebutuhan berkomunikasi tanpa
tatap muka antara lain adalah pesawat
telepon dan/atau telepon nirkabel.
Sedangkan penduduk di daerah-daerah
yang belum mengenai pesawat telepon dan
apalagi telepon genggam, keinginan akan
sesuatu guna memenuhi kebutuhan
berkomunikasi tanpa tatap muka pasti
berbeda dengan para penduduk di daerah-
daerah yang sudah mengenal pesawat
telepon (dan bahkan telepon nirkabel).
3.3 Pengaruh faktor sosial
Tuti dan Kemala adalah dua remaja warga
DKI Jakarta Raya, namun dengan latar
belakang lingkungan sosial yang berbeda.
Tuti tinggal di Kampung Melayu di daerah
yang dapat dikategorikan sebagai daerah
hunian kelas sosial menengah-bawah
(lower-middle), sedangkan Kemala tinggal
di Kompleks Menteri (sama-sama
berakronim ‟KM”) yang tidak perlu
diperjelas lagi kelas sosialnya. Kedua-
duanya membutuhkan sesuatu untuk
mempermudah merekja dalam
berkomunikasi dengan relasi mereka di
luar rumah. Dari sekian banyak pilihan alat
komunikasi yang tersedia dan mereka
ketahui, kedua-duanya berkeinginan untuk
menggunakan handphone (HP). Kedua-
duanya dipengaruhi oleh budaya
metropolitan dan juga teknologi yang sama
28
serta memiliki karakter kepribadian yang
relatif sama. Namun, karena masing-
masing hidup dalam lingkungan kelompok
sosial yang berbeda, maka permintaan
akan jenis HP sebagai wujud keinginan
mereka terpaksa berbeda: Bagi Tuti tidak
masalah bila HP yang dibeli dan
dipakainya hanyalah HP biasa yang
harganya sekitar Rp. 600 ribuan. Berbeda
dengan Kemala, walaupun tidaklah
masalah bagi dirinya pribadi bila ia hanya
membeli dan menggunakan HP seperti
yang digunakan oleh Tuti, namun karena
tuntutan lingkungan sosial terutama
lingkungan terdekatnya, yaitu keluarga,
memaksanya untuk membeli dan
menggunakan HP yang ”berkelas”. Jadi
dalam ilustrasi ini, permintaan akan HP
yang ”berkelas” bukan terutama
disebabkan oleh karena daya beli tetapi
lebih disebabkan oleh karena tuntutan
kelas sosial di mana Kemala berada.
3.4 Penjelasan mengenai pengaruh
faktor informasi
Proses perubahan dari kebutuhan menjadi
keinginan dan lalu menjadi permintaan
dipengaruhi oleh arus informasi yang
diterima oleh seorang individu. Informasi
tersebut terutama berasal dari mass media
dan kegiatan-kegiatan pemasaran yang
dilakukan oleh perusahaan-perusahaan
yang beroperasi di daerah tempat tinggal
individu tersebut. Infromasi yang berasal
dari mass media dapat berupa tayangan
iklan, film, reportase, dan sebagainya.
Sedangkan informasi dari kegiatan
pemasaran perusahaan-perusahaan dapat
berupa pajangan produk yang dilihat oleh
individu tersebut, iklan maupun hubungan-
hubungan masyarakat, dan kegiatan-
kegiatan pemasaran lainnya.
3.5 Proses perubahan dari permintaan
menjadi penjualan sebuah item
produk tertentu
Permintaan yang timbul sebagai hasil dari
proses perubahan kebutuhan menjadi
permintaan ditujukan kepada sekumpulan
produk-produk sejenis (mungkin juga
tidak sejenis) dan saling bersubstitusi. Dari
kumpulan produk-produk tersebut akan
muncul beberapa item produk yang masuk
dalam daftar pertimbangan (pilihan atau
alternatif) seorang individu konsumen.
Jadi, pertarungan tahap pertama antara
para pemasar kumpulan produk tersebut
adalah mengupayakan agar item atau
beberapa item produk mereka masuk
dalam daftar pertimbangan individu
konsumen tersebut. Tahap berikutnya
adalah perlombaan atau pertarungan agar
item produknya dipilih sebagai produk
yang akan dibeli oleh individu konsumen
tersebut yang kita sebut sebagai nilai
membeli (buying intention). Akhir dari
kedua tahap pertarungan tersebut sangat
ditentukan oleh mutu kegiatan-kegiatan
29
pemasaran si pemasar dan mutu tersebut
sangat ditentukan oleh mutu strategi dan
program-program pemasaran yang
direncanakan oleh masing-masing
pemasar. Kalau kita menggunakan konsep
“4-P” berarti mutu manajemen “4-P” dari
masing-masing pemasar, sedangkan kalau
kita meninjaunya dari konsep nilai
pelanggan berarti mutu nilai pelanggan
yang ditawarkan oleh masing-masing
pemasar dan yang sesungguhnya
diperoleh individu konsumen. Pengertian
mutu hendaklah diartikan secara strategik
adalah bukan menurut pendapat kita selaku
pemasar tetapi hendaklah berdasarkan
pendapat atau persepsi individu konsumen
tersebut. “Pertarungan” tersebut
berpengaruh kepada “kotak hitam” (black
box) individu konsumen yang kita kenal
sebagai Proses Keputusan Pembeli (Buyer
Decision Process). Seorang pembeli
sebuah produk belum tentu juga pengguna
dari produk tersebut dan juga seorang
pengguna sebuah produk belum tentu
adalah pembeli dari produk tersebut.
Sebagai contoh: Seoarng ibu yang
membeli produk susu bayi, maka ia adalah
peembeli produk tersebut tetapi bukan
sekaligus pemakai atau konsumen produk
tersebut karena konsumennya adalah bayi
dari ibu tersebut.
3.6 Proses Kepuasan Konsumen
(Consumer Satisfaction Process)
Pada saat dalam diri seorang individu
konsumen timbul permintaan akan
sekumpulan produk-produk sejenis dan
saling bersubstitusi (dikenal sebagai
kategori atau lini produk), maka dalam
dirinya juga timbul nilai harapan (expected
value). Pada saat dan setelah seorang
konsumen memakai sebuah produk, baik
yang dibelinya atau dibelikan oleh orang
lain, maka ia akan merasakan nilai
sesungguhnya (actual value) dari produk
yang dipakainya. Kemudian ia
memperbandingkan antara nilai aktual
dengan nilai harapan: Bila nilai aktual
sama dengan atau bahkan lebih besar
daripada nilai harapan, maka ia akan
merasa puas, dan sebaliknya, bila nilai
aktual lebih rendah daripada nilai
harapannya, maka ia akan merasa tidak
puas. Kepuasan dan ketidak-puasan
seorang konsumen akan mempengaruhi
keputusan pembelian yang akan dilakukan
selanjutnya dan juga mempengaruhi
keputusan orang-orang lain dalam proses
keputusan pembelian mereka. Jadi,
kepuasan dan ketidak-puasan seorang
konsumen dapat mempengaruhi keputusan
pembelian individu konsumen lainnya
melalui pendapat atau rekomendasinya
secara pribadi.
30
4. Manfaat Diagram ‘Proses
Kebutuhan – Kepuasan Konsumen’
Minimal ada 3 (tiga) manfaat dari diagram
ini yaitu:
1. Diagram ini dapat menggambarkan
secara komprehensif mengenai proses
yang terjadi dalam diri seorang
individu konsumen mulai dari
kesadaran akan adanya kebutuhan
sampai kepada timbulnya perasaan
puas / tidak puas, faktor-faktor yang
mempengaruhinya serta pengaruh
kepuasan / ketidak-puasannya atas
proses keputusan pembelian individu
konsumen lainnya.
2. Diagram ini dapat menjelaskan proses
yang terjadi dalam migrasi nilai serta
dampaknya terhadap perubahan
tingkat kepuasan konsumen.
3. Diagram ini dapat digunakan baik
sebagai alat analisis suatu masalah;
penyebab-penyebab masalah dan
alternatif-alternatif pemecahannya.
Manfaat diaggram „Proses Kebutuhan –
Kepuasan Konsumen‟ sebagai alat analisis
masalah dan alternatif pemecahannya
dapat dijelaskan dengan ilustrasi berikut
ini:
Kasus 1
Pihak manajemen PT Asuransi Aman
Tenteram mengeluh penerimaan
penjualan (sales revenue) mereka
sampai dengan saat ini masih rendah
padahal perusahaan ini merupakan
pemimpin pasar (market leader)
dengan pangsa pasar (market share)
sebesar 48% pada tahun 2002.
InfoBisnsis dalam artikel berjudul
„HARUS BESAR DALAM ARTI
SEBENARNYA‟ pada edisi 108
tahun ke VII bulan April 2003
menyebutkan bahwa dari 120 juta
jiwa baru 10% yang berasuransi.
Komentar: Kasus ini
menggambarkan proses perubahan
dari kebutuhan akan rasa aman
menjadi permintaan akan produk-
produk asuransi tidak berjalan
dengan lancar dan penyebab
utamanya adalah tidak adanya
budaya berasuransi yang mendukung
kelancaran proses perubahan
tersebut, sehingga alternatif
pemecahannya adalah para
perusahaan-perusahaan asurasi harus
secara bersama-sama melakukan
kampanye berasuransi seperti yang
dilakukan oleh pemerintah dalam
kampanye „Ayo Menabung‟ yang
telah berhasil membangun budaya
menabung di kalangan masyarakat.
31
Kasus 2
Keluhan yang hampir mirip
dilontarkan juga oleh manajemen PT
Perkutut Sakti, sebuah perusahaan
penerbangan nasional yang lahir
pada akhir tahun 2000, yang baru
berhasil menggaet jumlah
penumpang sebanyak kurang lebih 3
juta orang penumpang pada tahun
2004 – padahal jumlah tempat duduk
yang tersedia adalah sebanyak 16
juta penumpang. Data INACA
menyebutkan bahwa volume
penumpang pesawat udara domestik
tahun 2004 adalah sebesar
25.647.000 penumpang;
pertumbuhan penumpang kelas
menengah-bawah dan menengah-atas
masing-masing rata-rata sebesar 70%
dan 10% per tahun (SWA
10/XXI/12-25 Mei 2005 hal. 62).
Komentar: Pada kasus ini, proses
perubahan dari kebutuhan akan jasa
transportasi menjadi permintaan akan
produk-produk jasa penerbangan
telah berjalan dengan cukup lancar.
Kemungkinan penyebab adalah dari
masalah yang dihadapi oleh
perusahaan tersebut adalah mutu
kegiatan-kegiatan pemasaran yang
dilakukan oleh perusahaan tersebut
kalah dibandingkan dengan mutu
kegiatan-kegiatan pemasaran yang
dilakukan oleh para pesaing sehingga
keputusan pembelian yang dilakukan
oleh para konsumen jasa
penerbangan tidak jatuh kepada
produk perusahaan tersebut
melainkan kepada produk-produk
para pesaing. Jadi kasus ini
menggambarkan proses perubahan
permintaan menjadi pembelian suatu
produk tertentu yang merupakan
hasil dari proses keputusan pembeli
dan dipengaruhi oleh informasi yang
diperoleh individu calon pembeli
tersebut dan mutu pemasaran suatu
perusahaan. Maka, kalau
kemungkinan penyebab tersebut
adalah benar, maka alternatif
pemecahannya adalah memperbaiki
mutu strategi dan program-program
pemasaran perusahaan tersebut.
5. PENUTUP
Mudah-mudahan diagram „Proses
Kebutuhan – Kepuasan Pelanggan‟
bermanfaat baik bagi para pengajar
dalam menjelaskan maupun para praktisi
pemasaran dalam memahami dan juga
bagi para mahasiswa yang mempelajari
disiplin ilmu pemasaran mengenai proses
yang terjadi dalam diri seorang individu
konsumen secara komprehensif mulai
dari kebutuhan yang ada dalam diri
32
individu konsumen tersebut sampai
kepada timbulnya rasa puas / ketidak-
puasan dalam diri individu konsumen
tersebut serta faktor-faktor yang
mempengaruhinya dan dampak dari
kepuasan / ketidak-puasan baik bagi diri
individu konsumen tersebut dalam
proses keputusan pembelian berikutnya
untuk produk yang sama maupun bagi
individu konsumen lainnya dalam proses
keputusan pembeliannya. Diagram ini
juga bermanfaat untuk dampak migrasi
nilai pelanggan dalam diri seorang
individu konsumen terhadap perubahan
tingkat kepuasan / ketidak-puasan
individu konsumen tersebut. Diagram ini
dapat digunakan sebagai kerangka
pemikiran dalam analisis masalah
pemasaran serta pilihan-pilihan
pemecahan dari masalah tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Blackwell, R.D., Miniard, P.W., & Engel, J.F.,
2001, Consumer Behavior, USA:
Hartcourt, Inc.
Boone, L.G. & Kurtz, D.L., 2005,
Contemporary Marketing 2005, USA:
South-Western
Craven, D.W. & Piercy, N.F., 2006, Strategic
Marketing, New York: McGraw-
Hill/Irwin, International Edition.
Hanna, N. & Wozniak, R., 2001, Consumer
Behavior: An Applied Approach, New
Jersey: Prentice-Hall, Inc.
Kotler, P. & Armstrong, G., 2004, Principles
of Marketing, New Jersey: Pearson
Education, Inc.
-----------------, 2016, Principles of Marketing,
Global Edition, USA: Pearson Education,
Inc.
Kotler, P. & Keller, K.L., 2006, Marketing
Management, New Jersey: Pearson
Education, Inc.
Peter, J.P. & Olson, J.C., 1999, Consumer
Behavior and Marketing Strategy,
Singapore: McGraw-Hill Book Co.
Schiffman, L.G. & Kanuk, L.L., 2010,
Consumer Behavior, New Jersey: Pearson
Education, Inc.
Stanton, W.J., 1994, Fundamentals of
Marketing, New York: McGraw-Hill
Companies, Inc.
Woodruff, R. & Gardial, S.F., 2000, Latest
Approaches To Understanding Customer
Values & Satisfaction, New Delhi:
Infinity Books