a. tinjauan umum notaris 1. sejarah notarisrepository.uph.edu/3566/5/chapter 2.pdf19 bab ii tinjauan...
TRANSCRIPT
19
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Notaris
1. Sejarah Notaris
Lembaga Notaris di Indonesia berasal dari zaman Belanda, karena Peraturan
Jabatan Notaris Indonesia berasal Notaris Reglement (Stbl. 1660-3) bahkan jauh
sebelumnya yakni dalam tahun 1620. Notaris pertama di Hindia Belanda adalah
Melchoir Kerchem dan tugasnya adalah melayani semua surat, surat wasiat
dibawah tangan (codicil), persiapan penerangan, akta kontrak perdagangan,
perjanjian: kawin, surat wasiat (testament), dan akta-akta lainnya dan ketentuan-
ketentuan yang perlu dari kota praja dan sebagainya. Lima tahun kemudian
jumlah Notaris menjadi bertambah terus-menerus. Pengangkatan-pengangkatan
Notaris di prioritaskan bagi kandidat-kandidat yang telah pernah menjalani masa
magang pada seorang Notaris.1
Lembaga Notariat di Negara Belanda pada masanya berdasarkan Dekrit-
Dekrit Kaisar tanggal 8 November dan tanggal 6 November 1811, dinyatakan
berlaku di Belanda dengan suatu peraturan yang berlaku umum yang pertama di
bidang Notariat, yang mana sebelumnya belum ada ketentuan umum yang
mengatur, Perundang-Undangan Notariat di Belanda diundangkan pada tanggal 9
Juli 1842 (Ned. Stbl. No.20) Tentang Jabatan Notaris. Undang-undang ini
kemudian banyak mengalami perubahan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan
1 Supriadi, Etika & Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, (Jakarta, Sinar Garfika,2006)
hal.28.
20
perkembangan zaman pada waktu itu dan perubahan terjadi pada tanggal 24
Desember 1970 Stbl. No. 612 dan terakhir tanggal 1 Juli 1999 Stbl. No. 190
Tanggal 03 April 1999.2
Keberadaan lembaga Notariat ini dapat dibagi menjadi 3 (tiga) zaman
pemerintahan yang pernah menguasai (menjajah) Bumi Nusantara ini, yaitu:
1. Zaman pemerintahan penjajahan Belanda dikenal juga dengan Pemerintahan
Hindia Belanda;
2. Zaman pemerintahan penjajahan Jepang;
3. Zaman pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia; ini terbagi lagi
dalam 2 masa atau periode, yaitu:
a. Masa sebelum reformasi (orde lama dan orde baru); dan
b. Masa reformasi.3
Pada zaman pemerintahan Hindia Belanda, untuk pertama kalinya di
Indonesia tepatnya di Ibukota Jakarta yang baru didirikan pada tanggal 4 Maret
1621 dinamakan Batavia sebagai pusat kota pemerintahan dan sentra bisnis pada
waktu itu diangkatlah oleh pemerintah Belanda seorang “Notarium Publicum”
ditulis juga “Notarius Publicus” pada tanggal 27 Agustus 1620 yang bernama
Melchoir Kerchem, seorang sekretaris College Van Schenpe untuk membuat
dokumen-dokumen legal di bidang keperdataan.4
Pengangkatan Notaris di Indonesia yang pada waktu itu disebut Kepulauan
Hindia Belanda bertujuan untuk mengatur persaingan dagang yang berlatar
belakang penjajahan dengan menguasai bidang perdagangan secara monopoli dan
2 Andi Prajitno, Pengetahuan Praktis Tentang Apa dan Siapa Notaris Di Indonesia sesuai UUJN
Nomor 2 Tahun 2014, (Surabaya, Perwira Media Nusantara,2015) hal.14 3 Ibid,.
4 Ibid,. hal 16.
21
sekaligus merupakan pengukuhan penguasaan wilayah jajahan pemerintah
Belanda di Bumi Nusantara.5
Pada zaman penjajahan Jepang, sama sekali tidak ada perubahan yang
mendasar terhadap profesi maupun lembaga ini, baik fungsi maupun
peraturannya. Ini dikarenakan masa penjajahan Jepang tidak terlalu lama dan
sangat singkat.6
Zaman pemerintahan Republik Indonesia merdeka terbagi menjadi 3 (tiga)
periode atau masa, berdasarkan pemberlakuan Undang-Undang tentang Notaris,
yaitu:
1. PJN (Peraturan Jabatan Notaris). Sejak merdeka sampai diberlakukannya
UUJN (Orde Lama, Orde Baru, sebelum Orde Reformasi sebelum Juni
2004);
2. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris sejak ada
reformasi yang diundangkan tanggal 6 Oktober 2004; dan
3. Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, yang merupakan
penyempurnaan dari UUJN Nomor 30 Tahun 2004.7
Perjalanan notaris Indonesia mengalami perkembangan sesuai dengan
perkembangan negara dan Bangsa Indonesia. Hal ini ditandai dengan berhasilnya
pemerintahan Orde Reformasi mengundangkan UU Nomor 30 Tahun 2004
tentang Jabatan Notaris. Peraturan UU ini merupakan pengganti Peraturan Jabatan
Notariat (Stb. 1660-3) dan Reglement op Het Notaris Ambt in Indonesie (Stb
5 Ibid,.
6 Ibid,.
7 Ibid,.
22
1860 : 3) yang merupakan peraturan Pemerintah Kolonial Belanda. Lalu yang
terakhir UUJN tersebut mengalami perubahan sehingga yang terakhir saat ini
adalah Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.8
2. Memahami Jabatan Notaris
Notaris adalah suatu profesi kepercayaan dan berlainan dengan profesi
pengacara, dimana Notaris dalam menjalankan kewajibannya tidak memihak.
Oleh karena itu dalam jabatannya kepada yang bersangkutan di percaya untuk
membuat alat bukti yang mempunyai kekuatan otentik.9
Lembaga Notaris timbul karena adanya kebutuhan masyarakat di dalam
mengatur pergaulan hidup sesama individu yang membutuhkan suatu alat bukti
mengenai hubungan keperdataan mereka. Oleh karenanya kekuasaan umum
berdasarkan perundang-undangan memberikan tugas kepada yang bersangkutan
oleh para pihak yang melakukan yang mempunyai kekuatan otentik.10
Pasal 1 angka 1 UUJN menjelaskan bahwa Notaris adalah pejabat umum
yang berwenang untuk membuat akta otentik dan memiliki kewenangan lainnya
sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini atau berdasarkan undang-
undang lainnya.
Pasal 15 ayat (1) UUJN, dijelaskan yaitu :
“Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan
perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-
8 Ibid,.
9 Wiratni Ahmadi, Sari Wahyuni, Ahmad S. Djoyosugito, Tehnik Pembuatan Akta Notaris,
(Bandung, Logoz Publishing,2016), hal. 1. 10
Ibid., hal. 2.
23
undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk
dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan
akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta,
semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan oleh
undang-undang."
Tentang akta otentik, pasal 1 angka 7 UUJN menjelaskan bahwa akta notaris
yang selanjutnya disebut akta otentik adalah akta yang dibuat oleh atau dihadapan
notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini.
Akta otentik menurut Pasal 1868 KUHPerdata yaitu :
“Suatu Akta otentik ialah suatu akta yang di dalam bentuk yang di tentukan
oleh undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum
yang berkuasa untuk itu ditempat dimana akta dibuatnya”
Kode Etik Notaris Tahun 2015 pada pasal 1 angka 4 menjelaskan bahwa
Notaris adalah setiap orang yang memangku dan menjalankan tugas jabatan
sebagai pejabat umum, sebagaimana yang dimaksud dan dijelaskan di dalam
Undang-Undang tentang Jabatan Notaris.
Maka yang dimaksud dengan pejabat umum dalam sistem hukum di Negara
Republik Indonesia satu-satunya adalah orang yang menjabat sebagai Notaris.
Dengan demikian yang dinamakan Notaris, juga termasuk semua pegawai yang
24
ditugaskan oleh pemerintah untuk melakukan segala pekerjaan yang berhubungan
dengan pekerjaan Notaris.11
Notaris adalah pejabat umum yang independent (mandiri), berhak mengatur,
menentukan kantor, baik berupa letak maupun bentuk gedung dan karyawan dari
jumlah maupun gaji, tidak tergantung kepada pejabat maupun lembaga lain. Bila
ada istilah “Publik” dalam Jabatan Notaris, maka publik disini mempunyai arti
pejabat ini melayani masyarakat umum dalam hal pembuatan beragam atau
banyak macam dari akta otentik yang berhubungan dengan bidang hukum
keperdataan dan kewenangan ini belum di limpahkan kepada pejabat lain serta di
minta oleh masyarakat umum yang membutuhkan atau berkepentingan agar
perbuatan hukum mereka dinyatakan dalam bentuk akta otentik dan undang-
undang mengharuskan dalam bentuk akta otentik yang kewenangannya ada pada
Notaris.12
Berdasarkan uraian bunyi pasal-pasal yang masih berlaku tersebut, maka
dapat disimpulkan pejabat yang dimaksud KUHPerdata Pasal 1868 satu-satunya
adalah NOTARIS, walaupun Pasal 1868 hanya menerangkan apa yang dinamakan
“akta otentik”, akan tetapi tidak menerangkan apa itu “pegawai umum”, juga tidak
di terangkan tempat dimana dia berhak atau batas kewenangannya sedemikian,
sampai dimana batas-batas haknya dan bagaimana bentuk menurut hukum yang
dimaksud. KUHPerdata Pasal 1868 bertalian dengan UUJN Nomor 2 Tahun 2014
Pasal 1 ayat 1 dan ayat 7, serta Pasal 15 ayat 1 dapat disimpulkan bahwa pegawai
11
Ibid., hal. 33. 12
Ibid., hal. 34.
25
umum adalah pejabat umum dan akta otentik tersebut merupakan akta Notaris
tersebut.13
3. Dasar Hukum Notaris
Jaman pemerintahan Republik Indonesia merdeka terbagi menjadi 3 (tiga)
periode atau masa, berdasarkan pemberlakuan undang-undang tentang Notaris,
yaitu :
- PJN (Peraturan Jabatan Notaris), sejak merdeka sampai diberlakukannya
UUJN (Orde Lama, Orde Baru, sebelum Orde Reformasi sebelum Juni
2004);
- UUJN Nomor 30 Tahun 2004 (Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004
tentang Jabatan Notaris) sejak orde reformasi yang diundangkan tanggal 6
Oktober 2004; dan
- UUJN Nomor 2 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris yang merupakan
penyempurnaan.14
Dalam menjalankan profesinya, Notaris diharuskan mematuhi Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. Notaris pun
memiliki Kode Etik Notaris yang harus ditaati selama masih menjalankan profesi
sebagai Notaris. Kode Etik Notaris yang di tetapkan dalam Kongres Luar Biasa
13
Op.Cit, hal.33. 14
Ibid, hal. 19.
26
Ikatan Notaris Indonesia di Banten, 29-30 Mei 2015. Kode etik pun tertuang di
dalam UUJN Pasal 83 ayat (1), Pasal tersebut menjelaskan bahwa Organisasi
Notaris dalam hal ini adalah Ikatan Notaris Indonesia (I.N.I) menetapkan dan
menegakkan Kode Etik Notaris.
4. Tugas Dan Kewenangan Notaris
Tugas dan wewenang Notaris diatur dalam Pasal 1 angka 1 UUJN tahun 2014,
yaitu membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud
dalam UUJN. Kewenangan lain sebagaimana dimaksud dalam UUJN merujuk
kepada Pasal 15 ayat (1), (2) dan ayat (3) UUJN tahun 2014.
Jadi, untuk dapat membuat akta-akta otentik berdasarkan Pasal 1 Peraturan
Jabatan Notaris harus mempunyai kedudukan sebagai “pejabat umum”. Tanpa
adanya kedudukan itu maka ia tidak mempunyai wewenang untuk membuat akta
otentik.15
Kata berwenang dalam Pasal 1 Peraturan Jabatan Notaris berhubungan
dengan ketentuan dalam pasal 1868 KUHPerdata yang mengatakan bahwa “suatu
akta otentik adalah yang sedemikian, yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan
undang-undang oleh atau di hadapan pejabat umum yang berwenang itu, ditempat
dimana itu dibuat”.
Otentisitas akta terkait dengan kewenangan notaris dalam membuat akta
dimana wewenang notaris bersifat umum sedangkan wewenang pejabat lain
merupakan pengecualian, maksud perkataan “uitsluitend” (satu-satunya) dalam
pasal 1 PJN dimaksudkan untuk memberikan penegasan bahwa notaris adalah
15
R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia, (Jakarta : Penerbit CV. Rajawali
1982), hal.13.
27
satu-satunya mempunyai wewenang “tertentu”, artinya wewenang mereka tidak
lebih daripada pembuatan akta otentik yang secara tegas ditugaskan kepada
mereka oleh undang-undang.16
Salah satu syarat yang harus dipenuhi agar suatu akta memperoleh
otentisitas adalah kewenangan notaris yang bersangkutan untuk membuat akta,
kewenangan notaris meliputi 4 (empat) hal yaitu :17
a. Notaris berwenang sepanjang menyangkut akta yang dibuat itu.
Tidak semua pejabat umum berwenang membuat akta, akan tetapi
seorang pejabat umum hanya dapat membuat akta-akta tertentu, yakni
yang ditugaskan atau dikecualikan kepadanya berdasarkan peraturan
perundang-undangan.
b. Notaris berwenang sepanjang mengenai orang untuk kepentingan siapa
akta itu dibuat.
Notaris tidak berwenang untuk membuat akta untuk kepentingan setiap
orang. Dalam Pasal 52 ayat 1 UUJN, di tentukan notaris tidak
diperkenankan membuat akta untuk diri sendiri, suami/isteri, atau orang
lain yang mempunyai hubungan kekeluargaan dengan notaris baik karena
perkawinan maupun hubungan darah dalam garis keturunan lurus ke
bawah dan/atau ke atas tanpa pembatasan derajat, serta dalam garis ke
samping sampai dengan derajat ketiga, serta menjadi pihak untuk diri
perantara kuasa. Maksud dan tujuan dari ketentuan ini ialah untuk
mencegah terjadinya tindakan memihak dan penyalahgunaan jabatan.
16
Yurike Goldania ,TESIS KEABSAHAN PERUBAHAN ISI AKTA PERJANJIAN JUAL BELI
TERKAIT DENGAN UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS NOMOR 30 TAHUN 2014,(
Salemba : Universitas Indonesia,2014), hal.17. 17
GHS Lumban Tobing, Op.Cit., hal. 36.
28
c. Notaris berwenang sepanjang mengenai tempat dimana akta itu dibuat.
Bahwa akta itu dibuat oleh atau dihadapan pejabat yang berwenang untuk
membuatnya di tempat dimana akta itu dibuat. Jadi akta itu harus dibuat
di tempat wewenang pejabat yang membuatnya. Setiap notaris sudah
ditentukan daerah hukumnya (daerah jabatannya) dan hanya di dalam
daerah yang ditentukan baginya itu ia berwenang untuk membuat akta
otentik. Akta yang dibuat diluar jabatannya adalah tidak sah.
d. Notaris berwenang sepanjang mengenai waktu pembuatan akta itu.
Notaris tidak boleh membuat akta selama ia masih cuti atau dipecat dari
jabatannya, demikian juga notaris tidak boleh membuat akta sebelum ia
memangku jabatannya (sebelum diambil sumpahnya).
Jika salah satu persyaratan di atas tidak dipenuhi, maka akta yang
dibuatnya itu adalah tidak otentik dan hanya mempunyai kekuatan seperti
akta yang dibuat di bawah tangan, apabila akta itu ditandatangani oleh
para penghadap.
Berdasakan bunyi dari Pasal 1870 KUHPerdata tentang kekuatan
dari akta otentik sebagai alat pembuktian, yaitu :
“Suatu akta otentik memberikan diantara para pihak beserta ahli-ahli
waris-ahli warisnya atau orang-orang yang mendapatkan hak dari pada
mereka, suatu bukti yang sempurna tenang apa yang dimuat di
dalamnya.”
Ketentuan Pasal 1870 KUHPerdata tersebut dapat disimpulkan
bahwa akta otentik itu mempunyai kekuatan pembuktian yang mutlak,
apalagi apabila akta itu membuat perjanjian yang mengikat kedua belah
29
pihak yang membuat perjanjian itu. Jadi apabila antara pihak-pihak yang
membuat perjanjian itu merupakan bukti yang sempurna, sehingga tidak
perlu lagi di buktikan dengan alat-alat pembuktian lain. Akta otentik
memiliki kemudahan dalam pembuktian dan memberikan kepastian
hukum yang lebih kuat. Lain halnya dengan akta dibawah tangan yang
masih dapat di sangkal dan baru mempunyai kekuatan pembuktian yang
sempurna apabila diakui oleh kedua belah pihak, atau dikuatkan lagi
dengan alat-alat pembuktian lainnya. Karena itu dikatakan bahwa akta
dibawah tangan itu merupakan permulaan bukti tertulis (begin van
schriftelijk bewijs).18
Seorang Notaris itu tentu bukan hanya pembuat akta-akta belaka,
akan tetapi dia harus dan wajib menyusun redaksi serta menjelaskan
kepada kedua pihak yang berkepentingan tentang peraturan-peraturan
berasal dari undang-undang.19
Notaris dalam menjalankan fungsi dan
wewenangnya juga harus senantiasa mengikuti perkembangan ilmu
pengetahuan agar dapat melayani masyarakat dengan baik, berkaitan
dengan itu para notaris membentuk sebuah wadah yaitu Ikatan Notaris
Indonesia.20
Apabila dikemudian hari dari akta tersebut timbul suatu sengketa
diantara para pihak, maka hal itu bukan lagi menjadi wewenang Notaris.
Dalam hal ini Notaris hanya menjadi saksi dan hanya sebatas apakah
18
R. Soegondo Notodisoerjo, Op.Cit, hal.14. 19
R.Soesanto, Tugas, Kewajiban dan hak-hak notaris wakil notaris (sementara), (Jakarta : Pradnya
Paramita,1982),cetakan kedua, hal.35. 20
Muchlis Tatahna dan Joko Purwanto, Notaris Bicara Soal Kenegaraan, (Jakarta : Watampone
Press,2003), hal.271.
30
benar akta itu dibuat oleh atau dihadapan notaris atau tidak bukan
mengenai isi dari aktanya. Mengenai pelaksanannya dari isi akta yang
menjadi sengketa itu bukanlah menjadi tanggung jawab notaris.21
Kewenangan Notaris sebagai pejabat umum diatur dalam Undang-Undang
Jabatan Notaris Pasal 15 ayat 1, Pasal 15 ayat 2 dan Pasal 15 ayat 3 yaitu sebagai
berikut :
a) Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan,
perjanjian dan penetapan yang di haruskan oleh peraturan perundang-
undangan dan atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk
dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan
akta, menyimpan akta, memberikan grosse akta, salinan dan kutipan akta,
semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan
atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetaapkan
oleh undang-undang.
b) Notaris berwenang pula mengesahkan tanda tangan dan menetapkan
kepastian tanggal surat dibawah tangan dengan mendaftar dalam buku
khusus; membuat kopi dari asli surat-surat dibawah tangan berupa
salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam
surat aslinya; memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan
pembuatan akta; membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan atau
membuat akta risalah lelang.
21
Ibid,.
31
c) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat diatas, Notaris
mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-
undangan.
Hal di atas dapat di uraikan sebagai berikut :22
1. Memberikan surat keterangan sesuai dengan kewenangan dan keahlian;
2. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat
dibawah tangan dengan jalan pendaftaran (Legalisasi), yaitu akta di
bawah tangan telah selesai dibuat oleh pihak-pihak tetapi belum
ditandatangani oleh para pihak, kemudian dengan segera dibawa dan
ditandatangani di hadapan Notaris yang sebelumnya harus dinilai oleh
Notaris tentang syarat keabsahannya apakah telah terpenuhi lalu
dibacakan, diterangkan termasuk akibat hukumnya oleh Notaris dan
tanggal akta harus sama dengan tanggal pengesahan tanda tangan.
3. Mendaftar akta di bawah tangan yang telah sempurna (Waarmerking),
yaitu akta telah selesai dan telah ditandatangani para pihak tidak di
hadapan Notaris. Jadi merupakan akta di bawah tangan lalu dibawa dan
dicatatkan/didaftarkan kepada Notaris dalam protokolnya. Notaris hanya
membaca dan menilai sudah memenuhi syarat sahnya perjanjian,
kemudian membubuhkan nomor pendaftaran serta membubuhkan tanda
tangan dan cap jabatannya. Hal ini dimungkinkan dapat terjadi tanggal
akta tidak sama dengan tanggal pendaftaran/pencatatan pada kantor
Notaris.
22
A.A.Andi Prajitno, Op.Cit., hal 89-90.
32
4. Melegalisir fotokopi sesuai asli (Legalisir), sebelum melegalisir, Notaris
harus melihat akta aslinya, bila telah sesuai, cocok mengenai bentuk
blanko, huruf, stempel, tanda tangan dan lain-lain, baru Notaris
membubuhkan cap/stempel dan tanda tangan pada fotokopi dari akta
tersebut.
5. Informasi dan pendapat tentang akta yang akan dibuat (Legal advisor
acta), setelah Notaris mendengar kehendak pihak, Notaris wajib
memberikan penjelasan akta yang dibuat itu layak atau perlu perbaikan
atau agar tidak melanggar hukum, ideology, social dan budaya.
Tugas dan wewenang Notaris sebagai pejabat umum sangat penting
dalam membuat akta otentik. Tugas dan kewenangannya tidak hanya
membuat akta otentik saja, pada saat para pihak hadir dihadapan Notaris
untuk membuat akta otentik seperti perjanjian jual-beli, perjanjian sewa-
menyewa, perjanjian kawin, dan lain-lain, maka setelah akta itu selesai
dibuat, notaris harus membacakan akta tersebut kepada para penghadap
dengan dihadiri oleh saksi-saksi yang kemudian ditandatangani oleh para
penghadap, saksi-saksi dan Notaris.
Notaris sebagai pejabat umum memiliki kewenangan dalam membuat
akta otentik berdasarkan Pasal 15 UUJN tersebut, termasuk juga Notaris
yang telah diangkat oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia dengan Surat Keputusan, tetapi belum disumpah
adalah telah cakap sebagai Notaris tetapi belum berwenang membuat
33
akta otentik, demikian hanya dengan Notaris yang sedang menjalani cuti,
tidak berwenang membuat akta otentik.
5. Kewajiban Notaris
Notaris sebagai seorang pejabat umum yang diangkat oleh negara memiliki
kewajiban yang diatur secara khusus dalam Pasal 16 UUJN, yaitu :
(1) Dalam menjalankan jabatannya, Notaris berkewajiban :
a. Bertindak jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga
kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum;
b. Membuat akta dalam bentuk Minuta Akta dan menyimpannya
sebagai bagian dari Protokol Notaris;
c. Mengeluarkan Grosse Akta, Salinan Akta, atau Kutipan Akta
berdasarkan Minuta Akta;
d. Memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-
Undang ini, kecuali ada alasan untuk menolaknya;
e. Merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan
segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta sesuai
dengan sumpah/janji jabatan, kecuali undang-undang menentukan
lain;
f. Menjilid akta yang dibuatnya dalam 1 (satu) bulan menjadi buku
yang memuat tidak lebih dari 50 (lima puluh) akta, dan jika jumlah
akta tidak dapat dimuat dalam satu buku, akta tersebut dapat dijilid
menjadi lebih dari satu buku, dan mencatat jumlah Minuta Akta,
bulan, dan tahun pembuatanya pada sampul setiap buku;
34
g. Membuat daftar dari akta protes terhadap tidak dibayar atau tidak
diterimanya surat berharga;
h. Membuat daftar akta yang berkenan dengan wasiat menurut urutan
waktu pembuatan akta setiap bulan;
i. Mengirimkan daftar akta sebagaimana dimaksud dalam huruf h
atau daftar nihil yang berkenan dengan wasiat ke Daftar Pusat
Wasiat Departemen yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang
kenotariatan dalam waktu 5 (lima) hari pada minggu pertama setiap
bulan berikutnya;
j. Mencatat dalam repertorium tanggal pengiriman daftar wasiat pada
setiap akhir bulan;
k. Mempunya cap/stempel yang memuat lambang Negara Republik
Indonesia dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama,
jabatan, dan tempat kedudukan yang bersangkutan;
l. Membacakan akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh
paling sedikit 2 (dua) orang saksi dan ditanda tangani pada saat itu
juga oleh penghadap, saksi, dan Notaris;
m. Menerima magang calon Notaris.
(2) Menyimpan Minuta Akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b tidak berlaku, dalam hal Notaris mengeluarkan akta dalam bentuk
originali.
(3) Akta originali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah akta:
a. Pembayaran uang sewa, bunga, dan pensiun;
(1) Dalam menjalankan jabatannya, Notaris wajib:
35
a. Bertindak amanah, jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan
menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum;
b. Membuat Akta dalam bentuk Minuta Akta dan menyimpannya
sebagai bagian dari Protokol Notaris;
c. Melekatkan surat dan dokumen serta sidik jari penghadap pada
Minuta Akta;
d. Mengeluarkan Grosse Akta, Salinan Akta, atau Kutipan Akta
berdasarkan Minuta Akta;
e. Memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-
Undang ini, kecuali ada alasan untuk menolaknya;
f. Merahasiakan segala sesuatu mengenai Akta yang dibuatnya dan
segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan Akta sesuai
dengan sumpah/janji jabatan, kecuali undang-undang menentukan
lain;
g. Menjilid akta yang dibuatnya dalam 1 (satu) bulan menjadi buku
yang memuat tidak lebih dari 50 (lima puluh) Akta dan jika jumlah
Akta tidak dapat dimuat dalam satu buku, Akta tersebut dapat
dijilid menjadi lebih dari satu buku, dan mencatat jumlah Minuta
Akta, bulan, dan tahun pembuatannya pada sampul setiap buku;
h. Membuat daftar Akta protes terhadap tidak dibayar atau tidak
diterimanya surat berharga;
i. Membuat daftar Akta yang berkenaan dengan wasiat menurut
urutan waktu pembuatan Akta setiap bulan;
36
j. Mengirimkan daftar Akta sebagaimana dimaksud dalam huruf I
atau daftar nihil yang berkenaan dengan wasiat pada kementrian
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum
dalam waktu 5 (lima) hari pada minggu pertama setiap bulannya;
k. Mencatat dalam repertorium tanggal pengiriman daftar wasiat pada
setiap akhir bulan;
l. Mempunyai cap atau stempel yang membuat lambing negara
Republik Indonesia dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan
nama, jabatan, dan tempat kedudukan yang bersangkutan;
m. Membacakan Akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh
paling sedikit 2 (dua) orang saksi, atau 4 (empat) orang saksi
khusus untuk pembuatan Akta wasiat di bawah tangan, dan
ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi, dan
Notaris; dan
n. Menerima magang calon Notaris.
(2) Kewajiban menyimpan Minuta Akta sebagaimana dimaksud pada ayat
huruf b tidak berlaku, dalam hal Notaris mengeluarkan Akta in
originali.
(3) Akta in originali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi :
a. Akta pembayaran uang sewa, bunga, dan pensiun;
b. Akta penawaran pembayaran tunai;
c. Akta protes terhadap tidak dibayarnya atau tidak diterimanya surat
berharga;
d. Akta kuasa
37
e. Akta keterangan kepemilikan; dan
f. Akta lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(4) Akta in originali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dibuat
lebih dari 1 (satu) rangkap, ditandatangani pada waktu, bentuk, da nisi
yang sama, dengan ketentuan pada setiap Akta tertulis kata-kata
“BERLAKU SEBAGAI DAN SATU BERLAKU UNTUK SEMUA”.
(5) Akta in originali yang berisi kuasa yang belum diisi nama penerima
kuasa hanya dapat dibuat dalam 1 (satu) rangkap.
(6) Bentuk dan ukuran cap atau stempel sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf I ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
(7) Pembacaan Akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf m tidak
wajib dilakukan, jika penghadap menghendaki agar Akta tidak
dibacakan karena penghadap telah membaca sendiri, mengetahui, dan
memahami isinya, dengan ketentuan bahwa hal tersebut dinyatakan
dalam penutup Akta serta pada setiap halaman Minuta Akta diparaf
oleh penghadap, saksi, dan Notaris
(8) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dikecualikan terhadap
pembacaan kepala Akta, komparasi, penjelasan pokok Akta secara
singkat dan jelas, serta penutupan Akta.
(9) Jika salah satu syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf m
dan ayat (7) tidak dipenuhi, Akta yang bersangkutan hanya
mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan.
38
(10) Ketentuan sebagimana dimaksud pada ayat (9) tidak berlaku untuk
pembuatan Akta wasiat.
(11) Notaris yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a sampai dengan huruf I dapat dikenai sanksi berupa :
a. Peringatan tertulis;
b. Pemberhentian sementara;
c. Pemberhentian dengan hormat; atau
d. Pemberhentian dengan tidak hormat.
(12) Selain dikenai sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (11),
pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 16 ayat (1) huruf j dapat
menjadi alasan bagi pihak yang menderita kerugian untuk menuntut
penggantian biaya, ganti rugi, dan bunga kepada Notaris.
(13) Notaris yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf n dapat dikenai sanksi berupa peringatan tertulis.
6. Produk Hukum Notaris
Eksistensi dan wewenang Notaris diatur dalam Undang-Undang Jabatan
Notaris. Menurut Herlian Budiono, dalam lalu lintas hubungan-hubungan
hukum privat, Notaris memiliki kewenangan eksklusif untuk membuat akta-
akta otentik.23
Akta otentik diberikan kekuatan bukti yang kuat dalam perkara-
perkara perdata, sehingga Notaris yang berwenang membuat akta-akta otentik
menempati kedudukan sangat penting dalam kehidupan hukum.
23
Herlian Budiono, Asas Keseimbangan Bagi Hukum Perjanjian Indonesia, (Bandung:Citra
Aditya Bakti,2006), hal.257.
39
Notaris berkedudukan sebagai penasehat terpercaya bagi orang-orang yang
membutuhkan bantuan hukum, karena dapat berperan sebagai penunjuk arah
dalam segala tindakan hukum. Fungsi dan peran Notaris akan semakin luas dan
berkembang, sebab kelancaran dan kepastian hukum bagi para pihak, tidak
terlepas dari pelayan dan produk hukum yang berupa akta otentik yang
dihasilkan oleh Notaris.24
Dalam Pasal 1868 KUHPerdata dinyatakan bahwa, suatu akta otentik ialah akta
yang dibuat dalam bentuk yang telah ditentukan oleh undang-undang, dibuat
oleh atau dihadapan pejabat umum yang berkuasa untuk itu di tempat dimana
akta dibuat. Pengertian tersebut sekaligus merupakan syarat suatu akta untuk
dapat disebut sebagai akta otentik. Penjelasan tersebut, dapat dilihat beberapa
unsur akta otentik, yaitu :
- Akta itu dibuat dan diresmikan oleh dalam bentuk menurut hukum;
- Akta itu dibuat atau dihadapan pejabat umum;
- Akta itu dibuat dihadapan pejabat yang berwenang untuk membuatnya di
tempat dimana akta itu dibuat, jadi akta itu harus dibuat di tempat yang
termasuk kewenangan pejabat yang membuat.
Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan tentang penggolongan akta
otentik, yaitu : pertama, akta otentik yang dibuat di hadapan pejabat umum (akta
relaas) dan kedua, akta otentik yang dibuat di hadapan pejabat umum (akta
partij). Akta Notaris yang dibuat oleh pejabat umum disebut akta pejabat/akta
relaas (ambtelijke acte), merupakan akta Notaris yang hanya memuat apa yang
24
I Gusti Agung Oka Diatmika, TESIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP JABATAN
NOTARIS Berkaitan Dengan ADANYA DUGAAN MALPRAKTEK DALAM PROSES
PEMBUATAN AKTA OTENTIK, (Denpasar : Univ Udayana,2014), hal.58
40
dialami, didengar dan disaksikan oleh Notaris sebagai pejabat umum25
contohnya,
Berita Acara yang dibuat oleh Notaris dari suatu Rapat Umum Pemegang Saham
dari suatu Perseroan Terbatas. Akta Notaris yang dibuat di hadapan pejabat umum
atau yang disebut juga dengan akta partij (akta pihak-pihak), merupakan akta
yang selain memuat catatan tentang apa yang dialami dan disaksikan oleh Notaris,
tetapi juga memuat apa yang diperjanjikan atau ditentukan oleh pihak-pihak yang
menghadap pada Notaris, contohnya, akta perjanjian jual beli, perjanjian sewa
menyewa dan lain sebagainya.
Perbedaan dari akta pejabat (relaas) dengan akta pihak (partij) dapat
dijabarkan sebagai berikut, yaitu :26
a) Akta relaas oleh pejabat, sedangkan akta partij (para pihak) dibuat oleh para
pihak di hadapan pejabat, atau para pihak meminta bantuan pejabat untuk
memformulasikan keinginan para pihak tersebut ke dalam sebuah akta;
b) Dalam akta relaas, Pejabat Pembuat Akta itu kadang-kadang yang memulai
inisiatif untuk membuat akta itu sedangkan akta partij (para pihak), para
pejabat pembuat akta sama sekali tidak pernah memulai inisiatif;
c) Akta relaas berisi keterangan tertulis dari pejabat yang membuat atau
menyuruh membuat akta itu;
d) Kebenaran dari isi akta relaas tidak dapat diganggu gugat, kecuali dengan
menuduh bahwa akta itu palsu, sedangkan kebenaran isi akta partij (para pihak)
dapat diganggu gugat tanpa menuduh kepalsuan akta tersebut.
25
Mulyoto, Kriminalisasi Notaris Dalam Pembuatan Akta Perseroan
Terbatas(Yogyakarta:Cakrawala,2010), Hal.43. 26
Herry Susanto, 2010, Peranan Notaris Dalam Menciptakan Kepatutan Dalam Kontrak, Cet 1,
UI Press, Yogyakarta, Hal.12.
41
Pembuatan akta Notaris baik akta relaas maupun akta partij (para pihak) yang
menjadi dasar utama atau inti dalam pembuatan akta Notaris yaitu harus ada
keinginan atau kehendak dan permintaan dari para pihak. Jika tidak ada keinginan
atau kehendak dari para pihak, maka Notaris tidak akan membuat akta yang
dimaksud untuk memnuhi keinginan dan permintaan para pihak. Notaris dapat
memberikan saran dengan tetap berpihak kepada aturan hukum, dan ketika saran
Notaris diikuti oleh pihak dan dituangkan ke dalam bentuk akta Notaris, hal
tersebut tetap merupakan keinginan dan permintaan para pihak, bukan kehendak
Notaris, atau isi akta merupakan perbuatan para pihak, bukan perbuatan atau
tindakan Notaris.27
B. Kode Etik Profesi Notaris
1. Kode Etik Profesi Notaris Sebagai Pedoman Kaedah Moral Dalam
Menjalankan Tugas Jabatan
Kode etik profesi menurut Bertens K. (1995) bahwa kode etik profesi
merupakan norma yang telah ditetapkan dan diterima oleh kelompok profesi dan
untuk mengarahkan atau memberikan petunjuk kepada para anggotanya, yaitu
bagaimana “seharusnya” (das sollen) berbuat dan sekaligus menjamin kualitas
moral profesi yang bersangkutan di mata masyarakat untuk memperoleh
tanggapan yang positif. Kode etik profesi merupakan bagian dari moral etika
terapan (professional ethic application) karena dihasilkan berdasarkan penerapan
dari pemikiran etis yang berkaitan dengan suatu perilaku atau aplikasi profesi
27
TESIS I Gusti Agung Oka Diatmika, Op.Cit., hal. 60.
42
tertentu yang berpedoman dengan tindakan etik, yaitu “mana yang seharusnya
dapat dilakukan dan mana yang semestinya tidak dilakukan”. Hal itu berdasarkan
pertimbangan secara etik moral yang tepat sebagai seorang professional dan
sekaligus proposional dalam melakukan profesi terhormatnya.28
Kode etik profesi merupakan kriteria prinsip profesional yang telah digariskan,
sehingga dapat diketahui dengan pasti kewajiban professional anggota lama, baru
ataupun calon anggota profesi. Dengan demikian dapat dicegah kemungkinan
terjadi konflik kepentingan antara sesama anggota kelompok profesi atau anggota
masyarakat dapat melakukan control melalui rumusan kode etik profesi.29
Kode etik profesi adalah norma yang ditetapkan dan diterima oleh kelompok
profesi, yang mengarahkan dan memberi petunjuk kepada anggota bagaimana
seharusnya berbuat dan sekaligus menjamin mutu moral profesi itu dimata
masyarakat. Kode etik profesi merupakan produk etika terapan dihasilkan
berdasarkan penerapan pemikiran etis atas suatu profesi. Kode etik profesi adalah
rumusan norma moral manusia yang mengemban profesi dan menjadi tolak ukur
perbuatan anggota kelompok profesi. Kode etik merupakan pencegahan berbuat
yang tidak etis bagi anggota.30
Kode etik Notaris ini berlaku dan wajib ditaati oleh setiap anggota perkumpulan
dan semua yang menjalankan tugas dan jabatan sebagai Notaris. Notaris, yang
menjalankan profesi, wajib tunduk pada ssuatu peraturan yang bersifat internal
28
http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/464/jbptunikompp-gdl-isniarbudi-23168-3-4kodee-i.pdf di
akses pada tanggal 17 Juli 2017 Pukul 08.29. 29
Lieke Lianadevi Tukgali, Bahan Ajar Kode Etik Profesi Hukum, (Jakarta:Universitas Pelita
Harapan,2016), hal.14. 30
Ibid., hal.15.
43
yang berlaku dalam suatu organisasi profesi tertentu, selain itu, Kode Etik Notaris
juga berperan penting sebagai sarana kontrol sosial.31
Ketentuan dalam Pasal 1 ayat 2 Kode Etik Notaris, menyatakan bahwa Kode Etik
adalah seluruh kaedah moral yang di tentukan olen perkumpulan I.N.I yang
selanjutnya akan disebut “perkumpulan” berdasarkan Keputusan Kongres
Perkumpulan dan/atau yang ditentukan oleh dan diatur dalam peraturan
perundang-undangan yang mengatur tentang hal itu dan yang berlaku bagi serta
wajib ditaati oleh setiap dan semua anggota perkumpulan dan semua orang yang
menjalankan tugas jabatan sebagai Notaris, termasuk di dalamnya para Pejabat
Sementara Notaris Pengganti. Penegakan kode etik dalah usaha melaksanakan
kode etik sebagaimana mestinya, mengawasi pelaksaannya supaya tidak terjadi
pelanggaran, Jika terjadi pelanggaran maka sanksi yang diberikan diharapkan
dapat menegakkan kembali kode etik yang dilanggar tersebut.
Kode Etik Notaris dilandasi oleh kenyataan bahwa Notaris sebagai pengemban
profesi adalah orang yang memiliki keahlian dan keilmuan dalam bidang
kenotariatan, sehingga mampu memenuhi kebutuhan masyarakat yang
memerlukan pelayanan dalam bidang kenotariatan, berdasarkan hal tersebut,
seorang Notaris harus mempunyai professional dengan unsur-unsur sebagai
berikut :32
a) Harus menunjuk pada keahlian yang didukung oleh pengetahuan dan
pengalaman yang tinggi;
31
Abdul Kadir Mohammad, Etika Profesi Hukum, (Bandung:Citra Aditya Bakti,2006), hal.56. 32
E. Sumaryono, Etika Profesi Hukum Norma-Norma Bagi Penegak Hukum,
(Yogyakarta:Kanisius, 1995), hal.159.
44
b) Memiliki integritas moral yang tinggi, bahwa segala pertimbangan moral
harus melandasi tugas-tugas professional. Pertimbangan moral professional
harus diselaraskan dengan nilai-nilai kemasyarakatan, sopan santun dan
agama;
c) Menunjukkan kejujuran terhadap para pihak dan diri sendiri;
d) Dalam menjalankan tugas jabatan sebagai Notaris, tidak boleh bersikap
materialistis dan diskriminatif.
2. Kewajiban, Larangan Dan Pengecualian Bagi Notaris
Dalam bidang kenotariatan, upaya konkrit sebagai perwujudan dari prinsip
kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum tersebut diaplikasikan dalam
bentuk pembuatan akta yang memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna
karena dibuat oleh pejabat yang berwenang yaitu Notaris. Notaris dan produk
hukumnya yang berupa akta otentik dapat dimaknai sebagai upaya negara untuk
menciptakan kepastian hukum bagi anggota masyarakat. Mengingat dalam
wilayah hukum perdata, negara menempatkan Notaris pejabat umum yang
berwenang dalam hal pembuatan akta otentik, untuk kepentingan pembuktian
atau alat bukti.33
Sebagai pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik, Notaris
memiliki peraturan yang harus dipatuhi yang tidak hanya bertujuan untuk
melindungi otentisitas akta yang dibuatnya tetapi juga untuk menjaga kehormatan
kedudukan Notaris sebagai profesi yang mulia. Peraturan tersebut antara lain
merangkum tentang kewajiban yang harus dijalankan oleh Notaris dan larangan
33
Munir Fuady, Hukum Bisnis Dalam Teori Dan Praktek, ( Bandung : Citra Aditya Bakti, 2002),
hal. 77.
45
yang harus dihindari oleh Notaris dalam melaksanakan jabatannya. Hal tersebut
tidak hanya di atur dalam UUJN sebagai ketentuan pokok yang dijadikan
pedoman bagi Notaris dalam menjalankan jabatannya tetapi juga termuat dalam
Kode Etik Notaris yang dibuat oleh I.N.I.
I.N.I sebagai kaedah moral yang berlaku mengikat bagi perkumpulan
Notaris di Indonesia sehingga wajib ditaati oleh semua anggota perkumpulan
Notaris di Indonesia sehingga wajib ditaati oleh semua anggota perkumpulan dan
semua orang yang menjalankan tugas sebagai Notaris termasuk di dalamnya
Pejabat Sementara Notaris, Notaris Pengganti dan Notaris Pengganti Khusus.34
Berkaitan dengan kewajiban dan larangan Notaris dalam menjalankan
jabatannya, UUJN mengatur ketentuan tersebut pada Pasal 16 dan Pasal 17.
Dalam Kode Etik Notaris kewajiban Notaris diatur pada Pasal 3 yaitu Notaris
wajib :
1. Seorang Notaris harus memiliki moral, akhlak serta kepribadian yang
baik;
2. Menghormati dan menjunjung tinggi harkat dan martabat Jabatan
Notaris;
3. Seorang Notaris harus mampu menjaga dan membela kehormatan
perkumpulan;
4. Berperilaku jujur, mandiri, tidak berpihak, amanah, seksama, penuh
rasa tanggung jawab, berdasarkan peraturan perundang-undangan da
nisi sumpah jabatan notaris;
34
Hartanti Sulihandari & Nisya Rifiani, Prinsip-Prinsip Dasar Profesi Notaris Berdasarkan
Peraturan Perundang-Undangan Terbaru, (Jakarta : Dunia Cerdas,2013), hal. 159.
46
5. Meningkatkan ilmu pengetahuan hukum dan kenotariatan;
6. Mengutamakan pengabdian kepada kepentingan masyarakat dan
negara;
7. Memberikan jasa pembuatan akta dan kewenangan lainnya untuk
masyarakat yang tidak mampu tanpa memungut honorarium;
8. Menetapkan satu kantor di tempat kedudukan dan kantor tersebut
merupakan satu-satunya kantor bagi notaris yang bersangkutan dalam
melaksanakan tugas jabatan sehari-hari.
9. Memasang 1 (satu) papan nama di depan/di lingkungan kantornya
dengan pilihan ukuran yaitu 100 cm X 40 cm, 150 cm X 60 cm atau
200 cm X 80 cm, yang memuat :
a. Nama lengkap dan gelar yang sah;
b. Tanggal dan nomor Surat Keputusan pengangkatan yang terakhir
sebagai Notaris;
c. Tempat kedudukan;
d. Alamat kantor dan nomor telepon/fax.
Dasar papan nama berwarna putih dengan huruf berwarna hitam dan
tulisan di atas papan nama harus jelas dan mudah dibaca. Kecuali di
lingkungan kantor tersebut tidak dimungkinkan untuk pemasangan
papan nama dimaksud;
10. Hadir, mengikuti dan berpartisipasi aktif dalam kegiatan yang di
selenggarakan oleh perkumpulan;
11. Menghormati, mematuhi, melaksanakan peraturan-peraturan dan
keputusan-keputusan perkumpulan;
47
12. Membayar uang iuran perkumpulan secara tertib;
13. Membayar uang duka untuk membantu ahli teman sejawat yang
meninggal dunia;
14. Melaksanakan dan mematuhi semua ketentuan tentang honorarium
yang ditetapkan perkumpulan;
15. Menjalankan jabatan notaris di kantornya, kecuali karena alasan-
alasan tertentu;
16. Menciptakan suasana kekeluargaan dan kebersamaan dalam
melaksanakan tugas dan kewajiban dan kegiatan seharai-hari serta
saling memperlakukan rekan sejawat secara baik, saling menghormati,
saling menghargai, saling membantu serta selalu berusaha menjalin
komunikasi dan tali silaturahim;
17. Memperlakukan setiap klien yang datang dengan baik, tidak
membedakan status ekonomi dan/atau status sosialnya;
18. Membuat akta dalam jumlah batas kewajaran untuk menjalankan
peraturan perundang-undangan, khusus Undang-Undang tentang
Jabatan Notaris dan Kode Etik.
Larangan bagi Notaris diatur dalam Kode Etik Profesi Notaris, yaitu seperti
yang disebutkan dalam Pasal 4 Kode Etik I.N.I Tahun 2015, dimana dalam
pasal tersebut dijelaskan bahwa Notaris maupun orang lain (selama yang
bersangkungtan menjalankan jabatan Notaris) dilarang :
1. Mempunyai lebih dari 1 (satu) kantor, baik kantor cabang ataupun
kantor perwakilan;
48
2. Memasang papan nama dan/atau tulisan yang berbunyi
“Notaris/Kantor Notaris” di luar lingkungan kantor;
3. Melakukan publikasi atau promosi diri, baik diri sendiri maupun
secara bersama-sama, dengan mencantumkan nama dan jabatannya,
menggunakan saran media cetak dan/atau elektronik, dalam bentuk:
a. Iklan;
b. Ucapan selamat;
c. Ucapan belasungkawa;
d. Ucapan terimakasih;
e. Kegiatan pemasaran;
f. Kegiatan sponsor, baik dalam bidang social, keagamaan, maupun
olahraga.
4. Bekerja sama dengan biro jasa/orang/badan hukum yang pada
hakekatnya bertindak sebagai perantara untuk mencari atau
mendapatkan klien;
5. Menandatangani akta yang proses pembuatannya telah dipersiapkan
oleh pihak lain;
6. Mengirimkan minuta kepada klien untuk ditandatangani;
7. Berusaha atau berupaya dengan jalan apapun agar seseorang
berpindah dari Notaris lain kepadanya, baik upaya itu ditujukan
langsung kepada klien yang bersangkutan maupun melalui
perantaraan orang lain;
49
8. Melakukan pemaksaan kepada klien dengan cara menahan dokumen-
dokumen yang telah diserahkan dan/atau melakukan tekanan
psikologis dengan maksud agar klien tetap membuat akta padanya;
9. Melakukan usaha-usaha, baik langsung maupun tidak langsung yang
menjurus ke arah timbulnya persaingan yang tidak sehat dnegan
sesame rekan Notaris;
10. Menetapkan honorarium yang harus dibayar oleh klien dalam jumlah
yang lebih rendah dari honorarium yang telah ditetapkan
perkumpulan;
11. Memperkerjakan dengan sengaja orang yang masih berstatus
karyawan kantor Notaris lain tanpa persetujuan terlebih dahulu dari
Notaris yang bersangkutan, termasuk menerima pekerjaan dari
karyawan kantor Notaris lain;
12. Menjelaskan dan/atau mempersalahkan rekan Notaris atau akta yang
dibuat olehnya. Dalam hal seorang Notaris menghadapi dan/atau
menemukan suatu akta yang dibuat oleh rekan sejawat yang ternyata
di dalamnya terdapat kesalahan-kesalahan yang serius dan/atau
membahayakan klien, maka Notaris tersebut wajib memberitahukan
kepada rekan sejawat yang bersangkutan atas kesalahan yang
dibuatnya dengan cara yang tidak bersifat menggurui, melainkan
mencegah timbunya hal-hal yang tidak diinginkan terhadap klien yang
bersangkutan ataupun rekan sejawat tersebut;
13. Tidak melakukan kewajiban dan melakukan pelanggaran terhadap
larangan sebagaimana dimaksud dalam Kode Etik dengan
50
menggunakan media elektronik, termasuk namun tidak terbatas
dengan menggunakan internet atau media sosial;
14. Membentuk kelompok sesama rekan sejawat yang bersifat eksklusif
dengan tujuan untuk melayani kepentingan suatu instansi atau
lembaga, apalagi menutup kemungkinan bagi Notaris lain untuk
berpartisipasi;
15. Menggunakan dan mencantumkan gelar yang tidak sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku;
16. Mebuat akta melebihi batas kewajaran yang batas jumlahnya di
tentukan oleh Dewan Kehormatan;
17. Mengikuti pelelangan untuk mendapatkan pekerjaan/pembuatan akta.
Berdasarkan butir-butir Perundang-undangan diatas, seorang Notaris
harus memperhatikan segala bentuk tindakan yang merupakan larangan-
larangan sebagaimana yang diatur dalam UUJN maupun dalam Kode Etik
Profesi. Apabila Notaris mengabaikan keluhuran dari martabat jabatannya
selain dapat dikenai sanksi moril, teguran atau dipecat dari keanggotaan
profesinya, juga dapat diberhentikan dari jabatannya sebagai Notaris.
Dari uraian di atas telah dijelaskan kewajiban serta larangan dari jabatan
Notaris akan tetapi atas larangan tersebut terdapat pula pengecualian yang
diatur dalam Pasal 5 Kode Etik. Adapun pengecualian tersebut adalah :
1. Memberikan ucapan selamat, ucapan berdukacita dengan
mempergunakan kartu ucapan, surat, karangan bunga ataupun media
lainnya dengan tidak mencantumkan Notaris, tetapi hanya nama saja;
51
2. Pemuatan nama dan alamat Notaris dalam buku panduan nomor telepon,
fax dan telex yang di terbitkan secara resmi oleh PT. Telkom dan/atau
instansi-instansi dan/atau lembaga-lembaga resmi lainnya;
3. Memasang 1(satu) tanda penunjuk jalan dengan ukuran tidak melebihi 20
cm X 50 cm, dasar berwarna putih, huruf berwarna hitam, tanpa
mencantumkan nama Notaris serta dipasang dalam radius maksimum 100
meter dari kantor Notaris.
4. Memperkenalkan diri tetapi tidak melakukan promosi diri selaku Notaris.
Berdasarkan uraian tentang tindakan pengecualian bagi seorang Notaris
dalam menjalankan jabatannya senantiasa selalu memperhatikan aturan
hukum yang berlaku serta selain itu seorang Notaris juga harus selalu
bercermin pada etika moral profesi yang dijalankannya, taat asas, serta
tunduk pada setiap peraturan jabatannya sehingga semua kalangan
masyarakat dapat memaknai profesi Notaris adalah profesi yang mulia
dan bermartabat.
3. Sanksi Atas Pelanggaran Kode Etik Notaris
Uraian mengenai Kode Etik Notaris meliputi etika kepribadian Notaris,
etika melakukan tugas jabatan, etika pelayanan terhadap klien, etika hubungan
sesama rekan Notaris dan etika pengawasan terhadap Notaris. Jika dianalisis
hubungannya dengan ketentuan undang-undang, maka akan diketahui Kode Etik
Notaris memiliki upaya paksaan yang berasal dari undang-undang.35
35
Abdulkadir Muhammad, Op.Cit., hal.89.
52
Pasal 1 angka 9 Kode Etik Notaris menjelaskan tentang pelanggaran.
Pelanggaran adalah perbuatan atau tindakan yang dilakukan oleh :
- Anggota perkumpulan yang bertentangan dengan Kode Etik dan/atau
Disiplin Organisasi;
- Orang lain yang memangku dan menjelaskan Jabatan Notaris yang
bertentangan dengan ketentuan Kode Etik.
Pasal 1 angka 12 Kode Etik Notaris berisi bahwa sanksi adalah suatu
hukuman yang dijatuhkan oleh Dewan Kehormatan yang di maksudkan sebagai
sarana, upaya, dan alat pemaksa ketaatan dan disiplin anggota Perkumpulan
maupun orang lain yang memangku dan menjalankan jabatan Notaris.
Kode Etik Notaris mengatur tentang sanksi yang diberikan jika ada yang
melakukan pelanggaran. Pasal 6 Kode Etik Notaris berisi :
1. Sanksi yang dikenakan terhadap anggota yang melakukan pelanggaran Kode
Etik berupa:
a. Teguran;
b. Peringatan;
c. Pemberhentian sementara dari keanggotaan perkumpulan;
d. Pemberhentian dengan hormat dari keanggotaan perkumpulan;
e. Pemberhentian dengan tidak hormat dari keanggotaan perkumpulan;
2. Penjatuhan sanksi sebagaimana terurai di atas terhadap anggota yang
melanggar Kode Etik disesuaikan dengan kuantitas dan kualitas pelanggaran
yang dilakukan anggota tersebut.
3. Dewan Kehormatan Pusat berwenang untuk memutuskan dan menjatuhkan
sanksi terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh anggota biasa (dari
53
Notaris aktif) Perkumpulan, terhadap pelanggaran norma susila atau
perilaku yang merendahkan harkat dan martabat Notaris, atau perbuatann
yang dapat mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap Notaris.
4. Pelanggaran Kode Etik yang dilakukan oleh orang lain (yang sedang dalam
menjalankan jabatan Notaris), dapat dijatuhkan sanksi teguran dan/atau
peringatan.
5. Keputusan Dewan Kehormatan berupa teguran atau peringatan tidak dapat
diajukan banding.
6. Keputusan Dewan Kehormatan Daerah/Dewan Kehormatan Wilayah berupa
pemberhentian sementara atau pemberhentian dengan hormat atau
pemberhentian dengan tidak hormat dari keanggotaan perkumpulan dapat
diajukan danding ke Dewan Kehormatan Pusat.
7. Keputusan Dewan Kehormatan Pusat tingkat pertama berupa pemberhentian
sementara atau pemberhentian dengan hormat atau pemberhentian dengan
tidak hormat dari keanggotaan perkumpulan dapat diajukan banding ke
Kongres.
8. Dewan Kehormatan Pusat berwenang pula untuk memberikan rekomendasi
disertai usulan pemecatan sebagai Notaris kepada Menteri Hukum dan Hak
Asasi Manusia Republik Indonesia.
Penjatuhan sanksi-sanksi sebagaimana terurai di atas terhadap anggota yang
melanggar kode etik disesuaikan dengan kualitas pelanggaran yang dilakukan
anggota.
54
C. Organisasi Notaris
Sebelum zaman reformasi, profesi Notaris di Indonesia mempunyai satu
wadah untuk berhimpun yaitu Ikatan Notaris Indonesia (INI). Hal ini wajar dan
benar apabila hanya satu wadah karena organisasi ini bukan organisasi politik
maupun organisasi massa sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1985. INI merupakan organisasi yang bertujuan meningkatkan kualitas
keprofesionalan yang berlatar belakang dalam bidang intelektual keilmuan untuk
mencapai visi dan misi.36
INI secara resmi didirikan sejak tanggal 1 juli 1908 dan berkedudukan di
Jakarta diakui sebagai Badan Hukum (rechtspersoon) berdasarkan Gourverments
Besluit (Keputusan Pemerintah) tertanggal 5 September 1908 Nomor 9 dikenal
dengan nama Nederlands Indische Notarieele Vereeniging dan dipertegas dengan
Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Nomor:
AHU-03.AH.01.07. Tahun 2009, tanggal 12 Januari 2009 tentang Persetujuan
Perubahan Anggaran Dasar Perkumpulan INI hasil Kongres XIX INI di Jakarta
tanggal 27-28 Januari 2006.37
Tahun 1997, tepatnya pada tanggal 28-31 Mei, di Santo Domingo Republik
Dominika, organisasi INI secara resmi dilantik menjadi anggot Organisasi Latin
Dunia (Union Internacional del Notariado Latino-UINL) sebagai anggota ke-66.38
Perkumpulan INI merupakan wadah paguyuban untuk mengontrol perilaku
Notaris yang menjadi anggota INI, baik dalam menjalankan jabatannya maupun
perilaku pribadi, yang berpedoman pada Etika dan Estetika yang diatur dengan
36
A. A. Prajitno., Op.Cit, hal. 116. 37
Ibid., hal.117. 38
Ibid., hal.177.
55
Anggaran Dasa, Anggaran Rumah Tangga dan Kode Etik Notaris yang
pelaksanaannya di emban oleh Majelis Pengawas Notaris bersama dengan Dewan
Kehormatan Notaris yang dipilih oleh para anggota INI.39
D. Pengawasan dan Pembinaan Terhadap Notaris Dalam Menjalankan
Tugas Jabatannya
1. Pengawasan Terhadap Notaris
Pengawasan adalah proses pengamatan dari pelaksaan seluruh kegiatan
organisasi untuk menjamin agar supaya semua pekerjaan yang sedang
dilaksanakan berjalan sesuai dengan rencana yang telah di tentukan
sebelumnya.40
Pengawasan dalam penjelasan Pasal demi Pasal, Pasal 67 ayat (1) UUJN,
yaitu meliputi juga pembinaan yang dilakukan Menteri kepada Notaris,
sedangkan untuk pengawasan menurut Pasal 67 ayat (1) dan ayat (2) UUJN
dilakukan oleh Menteri namun dalam pelaksanaannya dilakukan oleh
Majelis Pengawas Notaris yang dibentuk oleh Menteri.41
Pengawasan terhadap Notaris dilakukan oleh Majelis Pengawas Notaris dan
oleh INI, melalui Dewan Kehormatan. Pengawasan Notaris oleh Dewan
Kehormatan tersebut meliputi pengawasan Kode Etik Notaris dilakukan
oleh Dewan Kehormatan Daerah. Dalam rangka menjalankan tugas dan
kewajiban memberikan bimbingan dan melakukan pengawasan dalam
39
Ibid., hal. 118. 40
Sujamto, Aspek-Aspek Pengawasan di Indonesia, (Jakarta:Sinar Grafika,1987), hal.53. 41
Indonesia, Undang-Undang Jabatan Notaris, UU No.30 Tahun 2004, penjelasan Pasal 67 ayat
(1).
56
pelaksanaan serta pentaatan kode etik oleh para anggota Organisasi Notaris
di daerah masing-masing. Dewan Kehormatan Daerah berwenang:42
1) Memberikan dan menyampaikan usul dan saran yang ada hubungannya
dengan kode etik dan pembinaan rasa kebersamaan profesi (corpgessi)
kepada pengurus daerah.
2) Memberikan peringatan, baik secara tertulis maupun dengan lisan secara
langsung kepada para anggota di daerah masing-masing yang melakukan
pelanggaran atau perbuatan yang tidak sesuai dengan kode etik atau
bertentangan denga rasa kebersamaan profesi.
3) Memberitahu tentang pelanggaran tersebut kepada Pengurus Daerah,
Pengurus Wilayah, Dewan Kehormatan Wilayah, Pengurus Pusat dan
Dewan Kehormatan Pusat.
4) Mengusulkan kepada Pengurus Pusat melalui Dewan Kehormatan Wilayah
dan Dewan Kehormatan Pusat untuk pemberhentian sementara (schorsing)
anggota INI yang melakukan pelanggaran terhadap kode etik.
Dewan Kehormatan Daerah dapat mencari fakta pelanggaran atas prakarsa sendiri
ataupun setelah menerima pengaduan secara tertulis dari anggota INI atau orang
lain dengan bukti-bukti yang meyakinkan bahwa telah terjadi pelanggaran
terhadap kode etik.
Majelis Pengawas sebagaimana yang dimaksud di atas, terdiri atas Majelis
Pengawas Daerah (MPD), Majelis Pengawas Wilayah (MPW), dan Majelis
42
Tesis PELAKSANAAN PEMBINAAN DAN PENGAWASAN NOTARIS OLEH MAJELIS
PENGAWAS DAERAH NOTARIS DI KABUPATEN TANGERANG,
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20298467-T29974-Bayu%20Nirwana%20Sari.pdf, Diakses pada
tanggal 18 Juli 2017.
57
Pengawas Pusat (MPP), yang dalam hal ini masing-masing mempunyai
wewenang yang berbeda, yaitu :
- Dalam Pasal 70 UUJN Nomor 2 Tahun 2014 menjelaskan wewenang
Majelis Pengawas Daerah (MPD), yaitu :
a. Menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaan pelanggaran
Kode Etik Notaris atau pelanggaran pelaksanaan jabatan Notaris;
b. Melakukan pemeriksaan terhadap Protokol Notaris secara berkala 1(satu)
kali dalam 1 (satu) tahun atau setiap waktu yang dianggap perlu;
c. Memberikan izin cuti untuk waktu sampai dengan 6 (enam) bulan;
d. Menetapkan Notaris Pengganti dengan memperhatikan usul Notaris yang
bersangkutan;
e. Menentukan tempat penyimpanan Protokol Notaris yang pada saat serah
terima Protokol Notaris telah berumur 25 (dua puluh lima) tahun atau
lebih;
f. Menunjuk Notaris yang akan bertindak sebagai pemegang sementara
Protokol Notaris yang diangkat sebagai pejabat negara sebagaimana
dimaksud dalam pasal 11 ayat (4)
g. Menerima laporan dari masyarakat mengenai adanya alasan dugaan
pelanggaran Kode Etik Notaris atau pelanggaran ketentuan dalam
undang-undang ini; dan
h. Membuat dan menyampaikan laporan dimaksud pada huruf a, huruf b,
huruf c, huruf f, dan huruf g kepada Majelis Pengawas Daerah.
- Pasal 73 ayat (1) UUJN Nomor 2 Tahun 2014 menjelaskan wewenang
Majelis Pengawas Wilayah (MPW), yaitu:
58
a. Menyelengarakan sidang untuk memeriksa dan mengambil keputusan
atas laporan masyarakat yang dapat disampaikan melalui Majelis
Pengawas Daerah;
b. Memanggil Notaris terlapor untuk dilakukan pemeriksaan atas laporan
sebagaimana dimaksud pada huruf a;
c. Memberikan izin cuti lebih dari 6 (enam) bulan sampai 1(satu) tahun;
d. Memeriksa dan memutus atas keputusan Majelis Pengawas Daerah
menolak cuti yang diajukan oleh Notaris Pelapor;
e. Memberikan sanksi baik peringatan lisan maupun peringatan tertulis;
f. Mengusulkan pemberian sanksi terhadap Notaris kepada Majelis
Pengawas Pusat berupa :
1) Pemberhentian sementara 3 (tiga) bulan sampai dengan 6 (enam)
bulan; atau
2) Pemberhentian dengan tidak hormat
g. Dihapus.
- Pasal 77 UUJN Nomor 2 Tahun 2014 menjelaskan wewenang Majelis
Pengawas Pusat (MPP), yaitu :
a. Menyelenggarakan sidang untuk memeriksa dan mengambil keputusan
dalam tingkat banding terhadap penjatuhan sanksi dan penolakan cuti;
b. Memanggil Notaris terlapor untuk dilakukan pemeriksaan sebagaimana
dimaksud pada huruf a;
c. Menjatuhkan sanksi pemberhentian sementara; dan
d. Mengusulkan pemberian sanksi berupa pemberhentian dengan tidak
hormat kepada Menteri.
59
2. Keberadaan Majelis Kehormatan Notaris sebagai institusi yang melakukan
pembinaan terhadap Notaris
Sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang
Perubahan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris
(UUJN), dibentuk lembaga Majelis Kehormatan Notaris (MKN). Tugas dan
fungsi, syarat dan tata cara pengangkatan, pemberhentian, struktur
organisasi, tata kerja, dan anggaran Majelis Kehormatan Notaris diatur
dengan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 7 Tahun
2016 tentang Majelis Kehormatan Notaris.43
Dalam melaksanakan pembinaan, Menteri membentuk MKN yang terdiri
atas Notaris, Pemerintah dan ahli atau akademisi. Dalam menjalankan
fungsinya sebagai lembaga perlindungan hukum. MKN memiliki wewenang
sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 66 ayat (1) UUJN yang
menentukan bahwa untuk kepentingan peradilan, penyidik, penuntut umum
atau hakim dengan persetujuan Majelis Kehormatan Notaris berwenang :
a. Mengambil fotokopi Minuta Akta dan/atau surat-surat yang dilekatkan
pada Minuta Akta atau Protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris; dan
b. Memanggil Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan
dengan Akta atau Protokol Notaris yang berada dalam penyimpanan
Notaris.
43
http://www.indonesianotarycommunity.com/majelis-kehormatan-notaris-catatan-diskusi-inc/
Diakses pada tanggal 19 Juli 2017.
60
Terkait dengan wewenang ini, sebelumnya adalah wewenang Majelis
Pengawas Daerah, sebagaimana diatur dalam Pasal 66 UUJN, yang
menyatakan bahwa untuk kepentingan proses peradilan, penyidik,
penuntut umum atau hakim dengan persetujuan Majelis Pengawas Daerah.
Dengan adanya pengalihan sebagian wewenang dari MPD lembaga MKN,
bukan berarti lembaga MPD tidak berfungsi lagi. Karena masih banyak
wewenang lain yang masih merupakan wewenang MPD.44
Keberadaan lembaga MKN ini adalah “menggantikan” peran MPD dalam
menyetujui atau menolak pemanggilan Notaris dan pengambilan fotokopi
protokol Notaris oleh penyidik, penuntut umum dan hakim. MKN ini
merupakan badan yang bersifat independen dalam mengambil keputusan
yang mempunyai tugas dan kewajiban untuk memberikan bimbingan atau
pembinaan dalam rangka memperkuat institusi Notaris dalam menegakkan
UUJN bagi setiap orang yang menjalankan jabatan sebagai Notaris.45
Dalam melaksanakan tugasnya tersebut, MKN dapat melakukan
pemeriksaan terhadap Notaris yang diduga melakukan pelanggaran terkait
dengan adanya dugaan pidana dalam proses pembuatan akta otentik.
Apabila ditemukan adanya bukti pelanggaran yang dilakukan oleh Notaris
yang menyebabkan kerugian bagi para pihak, maka dalam hal ini MKN
dapat memberikan persetujuan kepada penyidik untuk diperiksa dalam
44
http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/kanun/article/viewFile/5917/4871 Diakses pada tanggal 19 Juli
2017. 45
Ibid,.
61
proses peradilan. Jika tidak, maka MKN tidak dapat memberikan
persetujuan.46
Peran MKN sangat diperlukan untuk memberikan suatu pembinaan dan
perlindungan hukum bagi Notaris agar dapat terhindar dari permasalahan
hukum yang dapat menjatuhkan institusi Notaris sebagai lembaga
kepercayaan bagi masyarakat. Kehadiran MKN ini diharapkan dapat
memberikan suatu bentuk perlindungan hukum yang optimal bagi Notaris
serta dapat memberikan pembinaan secara preventif amupun kuratif dalam
penegakan UUJN dalam menjalankan tugas dan jabatannya sebagai pejabat
umum.47
Menurut Permen Nomor 7/2016 bahwa Majelis Kehormatan Notaris terdiri
atas Majelis Kehormatan Notaris Pusat dan Majelis Kehormatan Notaris
Wilayah. MKNP dibentuk oleh Menteri dan berkedudukan di ibukota
Negara Republik Indonesia, sedangkan MKNW dibentuk oleh Direktur
Jenderal atas nama Menteri dan berkedudukan di Ibukota Provinsi. Unsur
MKNP dan MKNW terdiri atas unsur pemerintah, Notaris, dan ahli atau
akademisi, yang keanggotaannya terdiri dari 7 (tujuh) orang anggota terdiri
atas satu orang ketua, satu orang wakil ketua dan lima orang anggota.
E. Pelanggaran Notaris Pasal 17 butir (a) Undang-Undang Jabatan
Notaris
46
Ibid,. 47
Ibid., hal. 46.
62
Menurut Pasal 18 ayat (1) UUJN Notaris mempunyai tempat kedudukan di
daerah kabupaten atau kota. Kedudukan Notaris di daerah kota atau kabupaten
sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas
propinsi dan daerah propinsi dibagi atas kabupaten dan kota. Bahwa pada tempat
kedudukan Notaris berarti Notaris berkantor di daerah kota atau kabupaten dan
hanya mempunyai 1 (satu) kantor pada daerah kota atau kabupaten (Pasal 19 ayat
1 UUJN).
Notaris yang membuat akta di luar wilayah jabatannya, akan tetapi Notaris
yang bersangkutan mencantumkan dalam akta tersebut seolah-olah dilangsungkan
dalam wilayah hukum kewenangannya atau seolah-olah dilakukan ditempat
kedudukan notaris tersebut, hal tersebut tentu melanggar Pasal 17 huruf (a) UUJN,
bahwa Notaris dilarang untuk menjalankan jabatan di luar daerah jabatannya.
Larangan tersebut di maksudkan untuk menjamin kepentingan masyarakat dan
sekaligus mencegah terjadinya persaingan tidak sehat antar Notaris dalam
menjalankan jabatannya. Salah satunya upaya dalam mencegah persaingan
tersebut, Notaris hendaknya memperhatikan ketentuan mengenai honorarium
yang merupakan hak Notaris atas jasa hukum yang diberikan sesuai Pasal 36
UUJN dengan tidak memungut biaya terlampau murah dibanding rekan-rekan
Notaris lainnya, namun dengan tetap melaksanakan kewajiban dalam memberikan
jasa hukum dibidang kenotariatan secara cuma-cuma kepada orang yang tidak
mampu, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 37 UUJN.
Notaris mempunyai wilayah jabatan meliputi seluruh wilayah propinsi dari
tempat kedudukannya (Pasal 19 ayat 2 UUJN). Pengertian pasal-pasal tersebut
63
bahwa Notaris dalam menjalankan jabatannya tidak hanya harus berada di tempat
kedudukannya, karena Notaris memiliki wilayah jabatan seluruh Propinsi,
misalnya Notaris yang berkedudukan di Kota Surabaya, maka dapat membuat akta
di kabupaten atau kota lain dalam wilayah Propinsi Jawa Timur. Hal ini dapat
dijalankan dengan ketentuan :48
a. Notaris ketika menjalankan tugas jabatannya (membuat akta) di luar tempat
kedudukannya, maka Notaris tersebut harus berada d tempat akta akan
dibuat. Contoh Notaris yang berkedudukan di Mojokerto, maka Notaris
yang bersangkutan harus membuat dan menyelesaikan akta tersebut di
Mojokerto.
b. Pada akhir akta harus disebutkan tempat (kota/kabupaten) pembuatan dan
penyelesaian akta.
c. Menjalankan tugas jabatan di luar tempat kedudukan Notaris dalam wilayah
jabatan satu propinsi tidak merupakan suatu keteraturan atau tidak terus-
menerus (Pasal 19 ayat 2 UUJN).
Ketentuan tersebut dalam praktik memberikan peluang kepada Notaris
untuk merambah dan melintasi batas tempat kedudukan dalam pembuatan akta,
meskipun bukan suatu hal yang dilarang untuk dilakukan, karena yang dilarang
menjalankan tugas jabatannya di luar wilayah jabatannya atau di luar propinsi
(Pasal 17 huruf a UUJN), tapi untuk saling menghormati sesama Notaris di
kabupaten atau kota lain lebih baik hal seperti itu untuk tidak dilakukan, berikan
penjelasan kepada para pihak untuk membuat akta yang diinginkannya untuk
48
Dr. Habib Adjie., HUKUM NOTARIS DI INDONESIA, (Surabaya:PT. Refika Anditama,2011).,
hal. 133.
64
datang menghadap Notaris di kabupaten atau kota yang bersangkutan. Dalam
keadaan tertentu dapat saja dilakukan, jika di kabupaten atau kota tersebut tidak
ada Notaris.49
F. Pelanggaran Kode Etik Notaris Pasal 4 ayat 1 Kongres Luar Biasa INI
Yang Diselenggarakan Di Banten Tanggal 29-30 Mei 2015
Ketentuan mengenai etika profesi jabatan Notaris sebagaimana yang
dirumuskan, sebagian besar berisi tindak perbuatan yang sangat konkrit. Misalnya
harus hadir, mengikuti dan berpartisipasi aktif dalam kegiatan perkumpulan,
membayar iuran perkumpulan secara tertib, mempunyai hanya 1 (satu) kantor
Notaris dan menjalankan semua kegiatan notaris di kantor sendiri dan lain-lain,
semua bersifat konkrit dan sangat terukur. Yang termasuk kategori abstrak dan
bersifat umum, hanya pada ketentuan butir keempat, yaitu harus “berperilaku
jujur, mandiri, tidak berpihak, amanah, seksama, penuh rasa tanggung jawab
berdasarkan peraturan perundang-undangan, dan isi sumpah jabatan notaris”.
Kaedah etika dan perilaku jujur, mandiri, tidak berpihak atau imparsial, amanah,
seksama dan sikap bertanggungjawab dapat dikatakan bersifat umum dan abstrak
yang biasanya dikategorikan sebagai kode etik (code of ethics) yang masih perlu
dijabarkan dalam bentuk kode perilaku (code of conducts). Sanksi jika melakukan
pelanggaran Kode Etik Notaris terdapat pada Pasal 6 ayat 1 maka anggota dapat
dikenakan sanksi berupa teguran, peringatan, pemberhentian sementara,
pemberhentian dengan hormat ataupun pemberhentian dengan tidak hormat dari
keanggotaan perkumpulan.
49
Dr. Habib Adjie., Ibid., hal.134.