77356300 laporan tuberculosis fix
DESCRIPTION
tbTRANSCRIPT
Laporan Presentasi Tugas Kuliah Farmakoterapi
TUBERCULOSIS
Disusun Oleh:
Indah Prihatin 11608006
Amalia Priscilla 11608017
Anita Suci W. 11608028
Dian Mayasari 11608039
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
SEKOLAH FARMASI
FARMASI KLINIK DAN KOMUNITAS
2011
TUBERCULOSIS
I. DEFINISI TB
Tuberkulosis adalah infeksi saluran napas bawah yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis, yang biasa ditularkan melalui inhalasi percikan ludah (droplet), orang-ke-orang, dan
mengkolonisasi bronkiolus atau alveolus. Kuman juga dapat masuk ke tubuh melalui saluran
cerna, melalui ingesti susu tercemar yang tidak dipasteurisasi, atau kadang-kadang melalui lesi
kulit.
Apabila bakteri tuberculin dalam jumlah yang bermakna berhasil menembus pertahanan
sistem pernapasan dan berhasil menempati saluran napas bawah, maka penjamu akan melakukan
respons imun dan peradangan yang kuat. Karena respons yang hebat ini, maka hanya sekitar 5 %
orang yang terpajan basil tersebut menderita tuberculosis aktif. Yang bersifat menular bagi orang
lain adalah mereka yang mengidap infeksi tuberculosis aktif dan hanya pada masa infeksi aktif.
II. SEJARAH TB
4000-2000 SM : Penyakit spinal yang disebabkan oleh TB ditemukan pada mumi di Mesir.
460-370 SM : Infeksi TB pada paru-paru disebut dengan phthisis oleh kaum Yunani yang
berarti konsumsi, karena menyebabkan pengeluaran yang besar.
Abad 17-18 : Insidensi TB meningkat secara signifikan di eropa pada masa industrialisasi
dan urbanisasi.
Abad 19 : Laju mortalitas di amerika serikat bagian barat rata-rata 400-100.000 populasi.
1882 : Robert Koch mengidentifikasi M.tuberculosis sebagai penyebab TB pada
manusia.
1882 : Pembangunan sanatorium di Eropa
1882 : Pembangunan sanatorium di Amerika Serikat
1940 : Penemuan obat anti-TB
III. EPIDEMIOLOGI TB
Berdasarkan sumber data dari Sub Direktorat TB Departemen Kesehatan RI dan World
Health Organization, situasi Global TB tahun 2006 adalah sebagai berikut:
- Terdapat sekitar 9.2 juta kasus baru TB dan kira-kira 1.7 juta kematian karena TB pada tahun
2006.
- India, Cina dan Indonesia berkontribusi lebih dari 50% dari seluruh kasus TB yang terjadi di
22 negara dengan beban berat TB: Indonesia menempati peringkat ke-3 setelah India dan
Cina (lihat gambar 1).
Penanggulangan Tuberculosis (TB) di Indonesia hingga tahun 2010 sudah lebih baik, hal
ini terlihat dari peringkat negara dengan kasus TB terbanyak yang menurun menjadi urutan ke-5,
sebelumnya urutan ke-3 (tahun 2007).
IV. INSIDENSI DAN PREVALENSI TB
Berdasarkan Global Tuberculosis Control Tahun 2009 (data tahun 2007) angka
prevalensi semua tipe kasus TB, insidensi semua tipa kasus TB dan Kasus baru TB Paru BTA
Positif dan kematian kasus TB dapat dilihat di tabel.
Tabel : Angka Prevalensi, Insidensi dan Kematian, Indonesia, 1990 dan 2009
Sumber: Global Report TB, WHO, 2009 (data tahun 2007)
Berdasarkan tabel 1 tersebut menunjukkan bahwa pada tahun 2007 prevalensi semua tipe
TB sebesar 244 per 100.000 penduduk atau sekitar 565.614 kasus semua tipe TB, insidensi semua
tipe TB sebesar 228 per 100.000 penduduk atau sekitar 528.063 kasus semua tipe TB, Insidensi
kasus baru TB BTA Positif sebesar 102 per 100.000 penduduk atau sekitar 236.029 kasus baru
TB Paru BTA Positif sedangkan kematian TB 39 per 100.000 penduduk atau 250 orang per hari.
Angka penjaringan suspek Adalah jumlah suspek yang diperiksa dahaknya di antara
100.000 penduduk pada suatu wilayah tertentu dalam satu tahun. Angka penjaringan suspek ini
digunakan untuk mengetahui upaya penemuan pasien dalam suatu wilayah tertentu, dengan
memperhatikan kecenderungannya dari waktu ke waktu (triwulan/tahunan). Berdasarkan grafik
angka penjaringan suspek tersebut di atas secara umum menunjukkan peningkatan dari tahun ke
tahun, khususnya mulai tahun 2003 sampai dengan tahun 2006 terjadi peningkatan secara
signifikan, meskipun pada tahun 2007 dan 2009 terjadi penurunan. Pada tahun 2007 terjadi
penurunan sebesar 82 per 100.000 penduduk dibandingkan dari tahun 2006 dan tahun 2009
terjadi penurunan sebesar sebesar 7 per 100.000 penduduk dibandingkan tahun 2008. Untuk tahun
2010 triwulan 1 dibandingkan dengan tahun 2009 triwulan 1 terjadi penurunan sebesar 7 per
100.000 penduduk.
Jumlah kasus baru TB Paru BTA Positif yang terbesar adalah kelompok umur 15-54
tahun sedangkan yang tertinggi pada kelompok umur 25-34 tahun. Untuk kelompok umur 0-4
tahun masih terdapat pasien baru TB Paru BTA positif.
Proporsi pasien baru TB Paru BTA positif menurut jenis kelamin dari tahun 2000 sampai
dengan tahun 2010 triwulan 1 yang terbesar adalah jenis kelamin laki-laki. Sedangkan bila
dibandingan antara tahun 2010 triwulan 1 dengan tahun 2009 triwulan 1 untuk jenis kelamin laki-
laki terjadi penurunan jumlah kasus baru TB paru BTA positif begitu juga untuk jensi kelamin
perempuan juga terjadi penurunan jumlah kasus baru TB paru BTA positif.
V. ETIOLOGI TB
M.tuberculosis adalah anggota dari genus Mycobacteriaceae, ordo actinomycetales.
Merupakan bagian dari Mycobacterium complex, anggota lainnya adalah M. ulcerans, yang juga
merupakan pathogen bagi manusia, dan M. bovis yang menyebabkan TB pada sapi dan binatang
lainnya. M. bovis juga dapat menyebabkan penyakit pada manusia melalui kontak secara ekstensif
dengan hewan yang terinfeksi atau dapat ditransmisikan melalui susu yang tidak terpasteurisasi.
Mycobacteria berbentuk batang, tidak membentuk spora, pertumbuhan lambat (4-6
minggu), aerobik. M.tuberculosis mengandung banyak substansi imunoreaktif, seperti permukaan
lipd dan komponen larut-air dari dinding sel peptidoglikan, yang berperan dalam interaksi dengan
makrofag. Mycobacteria mengandung beberapa protein dan antigen polisakarida yang berperan
dalam patogenitas TB.
PROSES TRANSMISI
Dari paparan ke infeksi
M.tuberculosis dapat terpapar dari inhalasi partikel udara yang terinfeksi, yang disebut
dengan droplet nuclei, yang berukuran cukup kecil (1-5 µm) untuk dapat meraih ruang udara
dalam alveolar. Pasien dengan TB aktif mengeluarkan droplet tersebut melalui batuk, bersin, atau
berbicara; partikel tersebut dapat bertahan di udara selama beberapa jam, sehingga orang lain
dapat terpapar melalui kontak udara. Faktor yang dapat menentukan kemungkinan infeksi adalah
keintiman dan durasi dari kontak, tingkat infeksi, dan perlawanan dari host. Tempat yang ramai
dan ventilasi yang buruk akan menyebabkan kemungkinan besar dalam transmisi TB karena
semakin besar intensitas bakteri dan kontak.
Dari infeksi ke penyakit
Resiko perkembangan menjadi penyakit setelah terinfeksi terutama bergantung pada
faktor endogen, seperti kemampuan imunitas individual. Infeksi kadang juga dapat menyebabkan
gejala klinik, yang disebut dengan TB primer, umumnya terjadi pada bayi dan anak-anak. TB
jenis ini pada umumnya berbahaya tetapi tidak dapat bertransmisi. Ketika terjadi infeksi di
kemudian hari, kemungkinan besar sistem imun sudah mengenalinya, setidaknya untuk
sementara. Mayoritas dari individu yang pernah terinfeksi dapat berkembang menjadi TB setelah
satu atau dua tahun setelah terinfeksi. Bacili dapat bersifat dorman, dapat bertahan selama
bertahun-tahun sebelum reaktivasi atau muncul tuberculosis sekunder, yang pada umumnya
menular.
VI. PATOFISIOLOGI TB
Setelah droplet nuclei terinhalasi dari individu yang terinfeksi, akan terjadi interaksi
antara M.tuberculosis dengan inang (manusia). Mayoritas mikroorganisme yang terinhalasi akan
ditangkap oleh mekanisme dari mucociliary pada bronchial dan kemudian akan dapat
dikeluarkan. Meskipun begitu, fraksi kecil (pada umumnya lebih kecil dari 10%) dapat mencapai
alveoli. Perkembangan dari infeksi akan bergantung pada tingkat virulensi dari bakteri dan
kemampuan dari makrofag inang untuk melawan bakteri. Bila bakeri dapat bertahan, mereka akan
membelah secara lambat, yaitu tiap sekitar 25-32 jam dalam makrofag alveolar, pertumbuhannya
akan membunuh makrofag, menyebabkan terjadinya lisis. Basil akan dikeluarkan dari makrofag
yang lisis dan akan dicerna oleh monosit yang distimulus oleh faktor kemotaktik. Pada umumnya,
tidak terdapat gejala klinik pada tahap ini.
Karena basil M.tuberculosis sangat sulit dimatikan apabila telah mengkolonisasi saluran
napas bawah, maka tujuan respons imun adalah lebih untuk mengepung dan mengisolasi basil
bukan untuk mematikannya. Respons melibatkan sel T serta makrofag. Makrofag, sel T, dan
jaringan fibrosa mengelillingi basil dan membentuk lesi granulomatous (yang disebut juga
sebagai tuberkel). Respon ini menyebabkan pembelahan mycobacterial menjadi terhambat dan
menyebabkan adanya pembentukan nekrosis pada pusat lesi tuberkel. Basil dapat bertahan dalam
lesi, tetapi tekanan O2 yang rendah dan pH yang rendah dalam nekrosis lesi akan menghambat
pertumbuhan bakteri.
Pada tahap ini, beberapa lesi akan berfibrosis, kalsifikasi, dan sembuh. Tuberkel tersebut
disebut kompleks Ghon, yang dapat dilihat pada pemeriksaan sinar-X toraks. Sedangkan beberapa
tuberkel, sebelum ingesti bakteri selesai, mengalami perlunakan “caseous necrosis”. Pada saat ini,
mikroorganisme hidup dapat memperoleh akses ke sistem trakeobronkus dan menyebar melalui
udara ke orang lain. Meskipun proses penyembuhan terjadi, mycobacteria dapat bertahan dalam
makrofag selama beberapa tahun. Diperkkirakan bahwa karena viabilitas ini, sekitar 5-10%
individu yang pada awalnya tidak menderita tuberculosis mungkin pada suatu saat dalam
hidupnya akan menderita penyakit tersebut.
Kerusakan paru akibat infeksi disebabkan oleh basil serta reaksi imun dan peradangan
yang hebat. Edema interstisium dan pembentukan jaringan parut permanen di alveolus
meningkatkan jarak untuk difusi oksigen dan karbon dioksida sehingga pertukaran gas menurun.
Pembentukan jaringan parut dan tuberkel juga mengurangi luas permukaan yang tersedia untuk
difusi gas sehingga kapasitas difusi paru menurun. Timbul kelainan V/Q yang, apabila
penyakitnya cukup luas, dapat menimbulkan vasokontriksi hipoksik arteriol paru dan hipertensi
paru. Jaringan parut dapat menyebabkan penurunan compliance paru.
Selama tahap infeksi awal ini hingga pencernaan tuberkel basil oleh makrofag, basil
dapat berpindah ke nodus limfa. Bila tidak terdistribusi ke nodus limfa, basil akan menyebar ke
beberapa bagian tubuh melalii aliran darah dan sistem limfatik. Basil terbagi dalam jaringan liver,
limpa, ginjal, tulang, otak, dan apeks paru-paru. Penyebarluasan dapat terjadi, begitu pula
pembentukan lesi. Mayoritas lesi dari TB yang tersebar dapat disembuhkan, meskipun tetap
berpotensi berbahaya atau kemungkinan reaktivasi.
Keterangan :
Rasio ventilasi-perfusi, V/Q, adalah rasio aliran udara masuk dan keluar paru dibagi oleh
aliran darah paru. Bila terjadi penimbunan mukosa atau aspirasi benda asing, dapat terjadi
penurunan ventilasi sehingga rasio V/Q berkurang dan menunjukkan aliran darah yang menuju
alveolus yang kurang mendapat vetilasi akan sia-sia. Sehingga arteriol-arteriol paru akan
mengalami vaskontriksi (vasokontriksi hipoksia) sebagai responnya agar mengurangi aliran darah
ke alveolus dan rasio V/Q kembali normal. Bila nilai V/Q tidak dapat dipulihkan akan terjadi
hipertensi paru. Konsekuensi dari hipertensi paru adalah:
- Dapat menyebabkan sisi kanan jantung semakin kesulitan memompa, sehingga dapat timbul
salah satu jenis gagal jantung yang disebut kor pulmonale.
- Dapat menyebabkan edema paru sehingga terjadi penurunan kecepatan difusi oksigen dari
alveolus ke kapiler akibat peningkatan jarak difusi.
Compliance adalah lawan dari elastisitas paru, mengacu kepada seberapa mudah paru
mengalami pengembangan atau peregangan.
VII. FAKTOR RESIKO TB
Pembagian faktor resiko TB antara lain sebagai berikut:
• Untuk terpajan basil
Yang tinggal berdekatan dengan orang yang terinfeksi aktif, misalnya para gelandangan
yang tinggal di tempat penampungan dimana terdapat tuberculosis, serta anggota keluarga
pasien, dan negara berkembang.
- Pekerja kesehatan yang merawat pasien tuberculosis
- Penggunaan fasilitas klinik perawatan atau rumah sakit yang juga digunakkan oleh para
penderita tuberculosis.
• Untuk terinfeksi
- Individu dengan sistem imun yang tidak kuat, misalnya yang kekurangan gizi, orang
berusia lanjut usia atau bayi, Individu yang mendapat obat imunosupresan dan mereka
yang mengidap virus imunodefisiensi manusia (HIV).
- Orang yang memiliki hasil uji tuberkulin positif dan hasil foto toraks yang abnormal.
- Orang yang memiliki hasil uji tuberkulin positif dan dalam kondisi penyakit lain, seperti :
Silikosis, Diabetes, Imunosupresi, Malignansi darah dan retikuloendotelial, dan penyakit
ginjal stadium akhir.
VIII. RESISTENSI TB
Timbul apabila individu tidak menyelesaikan program pengobatannya secara tuntas, dan
mutasi menyebabkan basil resisten terhadap obat-obat yang digunakan secara singkat tersebut,
basil tuberculosis bermutasi secara cepat dan sering. Tuberculosis-resisten juga dapat timbul
apabila individu tidak dapat melakukan respons imun yang efektif seperti yang terjadi pada pasien
AIDS. Dengan demikian, terapi antibiotik hanya efektif secara parsial. Apabila pekerja kesehatan
atau orang lain terpajan ke basil ini, mereka dapat mengidap tuberculosis yang resisten obat yang
dapat menyebabkan penyakit kronik atau bahkan kematian.
IX. TANDA DAN GEJALA
Tanda dan gejala utama tuberkulosis paru antara lain sebagai berikut:
- Batuk selama ± 3 minggu atau lebih, berdahak dan umumnya bercampur dengan darah
- Nyeri dada
- Mata memerah
- Kehilangan nafsu makan yang disertai dengan penurunan berat badan
- Sesak nafas
- Demam
- Badan lemah dan kurus
- Berkeringat pada malam hari
- Produksi sputum yang berlebihan
Pada tuberkulosis ekstra paru, bakteri sudah menginfeksi bagian-bagian lain selain paru.
Oleh karena itu gejala yang ada tergantung pada bagian yang terinfeksi oleh bakteri. Tanda dan
gejala tuberkulosis ekstra paru antara lain sebagai berikut :
Tuberkulosis nodus limfe
• Bengkak pada kelenjar limfe
• Rasa sakit pada tulang
Tuberkulosis milier
• Demam akut
• Penurunan berat badan
• Hepatosplenomegali
Tuberkulosis meninges
• Sakit kepala
• Demam
• Lemah
Tuberkulosis infeksi spinal
• Rasa sakit pada tulang belakang
• Defisit neurologi
• Demam
• Penurunan berat badan
Tuberkulosis arthritis
• Bengkak dan rasa sakit pada sendi
Tuberkulosis genitourinari
• Disuria
• Hematuria
X. DIAGNOSIS TB
Diagnosis TB Paru
Pada tuberkulosis paru, diagnosis yang umumnya dilakukan adalah pemeriksaan dahak
(sputum) secara mikroskopik. Individu suspek TB diperiksa spesimen sputumnya dalam dua hari,
sebanyak tiga kali ; sewaktu – pagi – sewaktu (SPS). Individu suspek TB yang memeriksakan diri
ke klinik atau rumah sakit akan diperiksa sputumnya tanpa memperhitungkan waktu (sewaktu).
Kemudian saat pulang, individu tersebut membawa pulang tabung untuk menyimpan sputumnya
yang akan diambil keesokan paginya (setelah bangun tidur). Lalu ketika individu tersebut akan
kembali ke klinik atau rumah sakit untuk memeriksakan sputum “waktu pagi” nya, ia akan
diminta memeriksakan kembali sputumnya saat itu (sewaktu). Pada pemeriksaan sputum, hasil
positif dikatakan apabila pada tiga kali pemeriksaan sputum (SPS), terdapat minimal dua sputum
BTA (basil tahan asam) positif. Bakteri tuberkulosis disebut sebagai BTA karena memiliki asam
mikolat pada dinding selnya yang bersifat tahan asam.
Namun diagnosis TB tidak dapat ditegakkan hanya melalui satu jenis diagnosis saja.
Selain diagnosis secara mikrobiologi, untuk menunjang dan memperkuat diagnosis TB harus
dilakukan pula :
pemeriksaan sejarah medis
pemeriksaan fisik
pemeriksaan radiologi ; dilakukan foto toraks untuk melihat keadaan paru-paru penderita
atau individu suspek TB
Terkadang pada penderita atau individu suspek TB, tidak selalu ditemukan bakteri pada
sputumnya. Selain itu ada penderita atau individu suspek TB yang sulit untuk mengeluarkan
cairan sputumnya. Oleh karena itu, terdapat diagnosis lain TB yaitu dengan tuberculosis skin test
(TST) dan tuberculosis blood test (TBT). Kedua pemeriksaan tersebut dilakukan pada pasien
yang telah terinfeksi TB. Penderita TB laten tidak bersifat menginfeksi dan tidak dapat
menyebarkan bakteri TB kepada orang lain. Namun bila bakteri TB menjadi aktif, maka orang
tersebut akan menderita penyakit TB aktif.
Tuberkulosis skin test (TST) adalah tes yang dilakukan untuk mendiagnosis apakah
seseorang terinfeksi TB atau tidak. Pada tes ini dilakukan uji tuberkulin atau tes mantoux. Tes
mantoux ini adalah tes yang dilakukan untuk menguji adanya infeksi bakteri TB. Tes dilakukan
dengan menyuntikkan tuberkulin secara intradermal (suatu komponen protein bakteri TB yang
memiliki sifat antigenik kuat) ke dalam lapisan kulit pada lengan bawah penderita.
Gambar : Penyuntikkan tuberkulin secara intradermal
Pembacaan uji tes mantoux dilakukan setelah 48 – 72 jam setelah penyuntikkan. Protein
tuberkulin yang telah disuntikkan akan menimbulkan reaksi pada kulit berupa bentol kemerahan
yang disebut indurasi.
Hasil negatif ditunjukkan dengan diameter indurasi sebesar 0 – 4 mm. Sedangkan hasil
positif ditunjukkan dengan diameter indurasi sebesar ≥ 5 mm, ≥ 10 mm dan ≥ 15 mm. Semakin
besar diameter indurasi, menunjukkan bahwa bakteri sedang aktif. Berikut adalah penggolongan
individu yang memiliki hasil tes mantoux positif, berdasarkan faktor resikonya :
Diameter indurasi ≥ 5 mm Diameter indurasi ≥ 10 mm Diameter indurasi ≥ 15 mm
Penderita HIV positif Orang yang bepergian ke negara
prevalensi tinggi TB ( < 5 tahun)
Orang yang tidak memiliki
faktor resiko TB
Orang yang berkontak
dengan penderita TB aktif
Pengguna obat injeksi
Pasien dengan transplantasi
organ dan pasien
imunosupresi
Orang yang bekerja atau berada pada
penjara, fasilitas perawatan dan fasilitas
kesehatan lain seperti untuk penderita
AIDS, dll
Personel laboratorium
mikrobakteriologi
Penderita yang memiliki situasi klinik :
silikosis, diabetes, kerusakan ginjal
kronik, gangguan hematologi
Anak berusia < 4 tahun atau bayi
Selain TST, dapat dilakukan pula TBT ; diagnosis TB menggunakan spesimen darah. Namun
sampai saat ini, pemeriksaan melalui darah masih jarang digunakan di Indonesia. Hal ini mungkin
disebabkan oleh mahalnya biaya tes tersebut. Prinsip ujinya adalah mengukur reaksi sistem imun
terhadap bakteri yang menyebabkan TB. Tes darah tersebut disebut IGRAs (Interferon-gamma
release arrays). Sel darah putih yang terdapat pada orang yang terinfeksi TB akan melepaskan
interferon-gamma (IFN-g) ketika bercampur dengan antigen. Jenis IGRAs yang dilakukan terbagi
menjadi dua, yaitu QuantiFERON® - TB Gold In - Tube Test (GFT-GIT) dan T-Spot®. Hasil tes
darah kemudian akan keluar pada 24-48 jam. Tes darah ini direkomendasikan pada orang yang
baru divaksin BCG karena pengujian ini tidak dipengaruhi oleh adanya vaksin BCG.
XI. TERAPI PENGOBATAN TBC
Adapun tujuan dari pengobatan TBC antara lain sebagai berikut:
• Mencegah penyebaran TB
• Mengembalikan kondisi pasien ke berat badan normal
• Menyembuhkan penderita
• Mencegah kematian
• Mencegah kekambuhan
• Menurunkan tingkat penularan
Terapi Non-farmakologi TBC
- Hal pertama merupakan langkah yang harus dilakukan oleh departemen kesehatan
masyarakat. Para doketr yang terlibat dalam pengobatan TB harus memastikan bahwa
departemen kesehatan setempat telah diberitahu semua kasus baru TB. Pekerja rumah sakit
dan lembaga lain juga harus mencegah penyebaran TB di lingkungannya. Semua karyawan
harus belajar dan mengikuti program pedoman pengendalian infeksi masing-masing lembaga.
- Pasien TB lemah memungkinkan untuk pengobatan masalah medis lainnya, termasuk
penyalahgunaan zat dan infeksi HIV dan beberapa memerlukan asupan gizi yang baik.
- Pembedahan juga mungkin dibutuhkan untuk mengangkat jaringan pasru-paru yang rusak,
lesi tuberkuloma dan lesi ekstrapulmoner.
Prinsip pengobatan TBC adalah :
a) Menghindari penggunaan monoterapi OAT. Obat Anti Tuberkulosis (OAT) diberikan dalam
bentuk kombinasi dari beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai
dengan kategori pengobatan. Hal ini untuk mencegah timbulnya resistensi terhadap OAT.
b) Menjamin kepatuhan penderita dalam meminum obat, pengobatan dilakukan dengan
pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas
Menelan Obat (PMO).
c) Pengobatan TBC diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
1. Tahap Intensif
Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi
secara langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan obat.
- Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya penderita
menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
- Sebagian besar penderita TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2
bulan.
2. Tahap Lanjutan
- Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka
waktu yang lebih lama.
- Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten (dormant) sehingga
mencegah terjadinya kekambuhan.
Strategi dalam pengobatan TBC yang diterapkan adalah DOTS (Direct Observed
Therapy Short-Course). Strategi DOTS diterapkan dengan alasan sebagai berikut:
• Secara ekonomis paling efektif (cost-efective). Strategi ini dikembangkan dari berbagi studi,
uji coba klinik (clinical trials), pengalaman (best practices), dan hasil implementasi program
penanggulangan TB selama lebih dari dua dekade. Penerapan strategi DOTS secara baik,
disamping secara cepat menekan penularan, juga mencegah berkembangnya MDR-TB.
• Fokus utama DOTS adalah penemuan dan penyembuhan pasien, prioritas diberikan kepada
pasien TB tipe menular. Strategi ini akan memutuskan penularan TB dan dengan demikian
menurunkan insidensi TB di masyarakat. Menemukan dan menyembuhkan pasien
merupakan cara terbaik dalam upaya pencegahan penularan TB.
Untuk penerapan strategi DOTS yang maksimal, maka WHO merekomendasikan 5
komponen yang harus telibat dalam pelaksanaan strategi DOTS yakni :
a. Komitmen pemerintah untuk menjalankan program TB nasional
b. Diagnosis TB dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis
c. Pengobatan dengan paduan Obat Antituberkulosis (OAT) jangka pendek dengan pengawasan
langsung Pengawas Menelan Obat (PMO).
d. Kesinambungan persediaan OAT jangka pendek dengan mutu terjamin
e. Pencatatan dan pelaporan yang dilakukan selama terapi untuk memudahkan pemantauan dan
evaluasi program penanggulangan TB.
Terapi Farmakologi TBC
• Obat primer : INH (isoniazid), Rifampisin, Etambutol, Streptomisin, dan Pirazinamid.
Memperlihatkan efektifitas tinggi dengan toksisitas yang masih dapat ditolerir, sebagian
besar penderita dapat disembuhkan dengan obat-obat ini.
• Obat sekunder : Ethionamid, sikloserin, Asam p-aminosalisilat, Amikasin,
Kapreomisin, Kanamisin, dan Fluorokuinolon (levofloksasin, gatifloksasin, ofloksasin,
moxifloksasin).
Pengobatan TBC pada Orang Dewasa dan Paduan OAT yang digunakan di Indonesia
• Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3
Selama 2 bulan minum INH, Rifampisin, Pirazinamid, dan Etambutol, setiap hari (tahap
intensif). Kemudian diteruskan tahap lanjutan, dengan minum INH, Rifampisin, diberikan
tiga kali dalam seminggu selama 4 bulan.
Diberikan untuk:
- Penderita baru TB Paru BTA Positif
- Penderita TB Ekstra Paru berat
• Kategori 2 : 2HRZES/HRZE/5H3R3E3
Tahap intensif diberikan selama 3 bulan, terdiri dari 2 bulan HRZES setiap hari.
Dilanjutkan 1 bulan HRZE setiap hari. Diteruskan tahap lanjutan selama 5 bulan dengan
HRE diberikan tiga kali seminggu.
Diberikan untuk penderita TB paru BTA (+) yang sebelumnya pernah diobati:
- Penderita kambuh (relaps)
- Penderita gagal (failure)
- Penderita dengan pengobatan setelah lalai minum obat
• Kategori 3: 2HRZ/4H3R3
Tahap intensif terdiri dari HRZ diberikan setiap hari selama 2 bulan, diteruskan tahap
lanjutan terdiri dari HR selama 4 bulan diberikan 3 kali seminggu.
Obat ini diberikan untuk:
- Penderita baru BTA negative
- Penderita TB ekstra paru ringan
Obat Sisipan anti-TB : HRZE
Diberikan apabila akhir pengobatan tahap intensif menunjukkan hasil pemeriksaan dahak
masih BTA positif, diberikan obat sisipan (HRZE) setiap hari selama 1 bulan.
Pengobatan TB Pada Anak
Prinsip dasar pengobatan:
• Pemberian obat pada tahap intensif maupun tahap lanjutan diberikan setiap hari.
• Dosis obat harus disesuaikan dengan berat badan anak.
• Pemantauan kemajuan pengobatan pada anak dilihat dari perbaikan klinis, naiknya berat
badan, dan anak menjadi lebih aktif dibanding sebelum pengobatan.
Susunan paduan obat TB anak
• Regimen 2HR/7H2R2
INH+Rifampisin setiap hari selama 2 bulan pertama, kemudian INH +Rifampisin setiap
hari atau 2 kali seminggu selama 7 bulan (ditambahkan Etambutol bila diduga ada resistensi
terhadap INH).
• Regimen 2HRZ/4H2R2
INH+Rifampisin+Pirazinamid setiap hari selama 2 bulan pertama, kemudian
INH+Rifampisin setiap hari atau 2 kali seminggu selama 4 bulan (ditambahkan Etambutol
bila diduga ada resistensi terhadap INH).
Obat Anti-TB Kombinasi Dosis Tetap (KDT)
• Obat ini pada dasarnya sama dengan obat kombipak, yaitu regimen dalam bentuk kombinasi,
namun didalam tablet yang ada sudah berisi 2, 3 atau 4 campuran OAT dalam satu kesatuan.
OAT dalam bentuk kombipak terdiri dari tablet dalam bentuk lepas.
• Penting untuk menyembuhkan pasien dan menghindari MDR TB (multidrug resistant
tuberculosis).
• International Union Against Tuberculosis and Lung Disease (IUALTD) dan WHO
menganjurkan KDT untuk pengobatan TB primer pada tahun 1998.
Keuntungan kombinasi dosis tetap antara lain:
1. Meminimalkan kesalahan pembuatan resep
2. Meningkatkan kepatuhan dan penerimaan pasien
3. Menurunkan kesalahan pengobatan yang tidak disengaja
4. Meningkatkan kepatuhan tenaga kesehatan terhadap penatalaksanaan yang benar dan standar
5. Perbaikan manajemen obat karena jenis obat lebih sedikit
6. Menurunkan MDR akibat penurunan penggunaan monoterapi
Tetapi, bila terjadi kesalahan peresepan, maka risiko toksisitas atau kekurangan dosis
memudahkan berkembangnya resistensi obat. Bila terjadi efek samping sulit menentukan OAT
mana yang merupakan penyebabnya.
OAT KDT TB Kategori 1 untuk Dewasa
Berat Badan (kg) Tahap Intensif Tiap Hari Selama 56 hari
RHZE (150/75/400/275)
Tahap Lanjutan 3x seminggu selama 16
minggu RH (150/150)
30-37 2 tab. 4KDT 2 tab. 2 KDT
38-54 3 tab. 4 KDT 3 tab. 2KDT
55-70 4 tab. 4 KDT 4 tab. 2 KDT
≥ 71 5 tab. 4 KDT 5 tab. 2 KDT
OAT KDT TB Kategori 2 untuk Dewasa
Pengobatan TBC Pasien pada keadaan khusus
1. Pasien TB Anak
Sulit didiagnosis dilakukan skor
Skor ≥ 6 dinyatakan pasien TB dan diberi OAT
Skor <6 secara klinis mencurigakan diagnostik lain
Berat Badan (kg) Tahap Intensif tiap hari
RHZE (150/75/400/275) + S
Tahap Lanjutan 3x seminggu
RH (150/150) + E (275)
Selama 56 hari Selama 28 hari
30-37 2 tab. 4 KDT 2 tab. 4 KDT
+ 500 mg S inj.
2 tab 2KDT + 2 tab E
38-54 3 tab 4KDT 3 tab 4 KDT
+ 750 mg S inj
3 tab 2KDT + 3 tab E
55-70 4 tab 4KDT 4 tab 4KDT
+ 1 g S inj.
4 tab 2KDT + 4 tab E
≥ 71 5 tab 4KDT 5 tab 4KDT
+ 1 g S inj.
5 tab 2KDT + 5 tab E
2. TB-Kehamilan & menyusui
- Pengobatan sama seperti pengobatan terhadap pasien biasa, namun tidak menggunakan
Streptomisin karena dapat menembus plasenta, menyebabkan ototoksik.
- Wanita menyusui yang mendapat pengobatan OAT dan bayinya juga mendapat
pengobatan OAT, dianjurkan tidak menyusui bayinya agar bayi tidak mendapat dosis
berlebihan.
- Jenis OAT yang dapat diberikan adalah INH, Rifampisin, Etambutol. Penggunaan obat
tersebut harus mendapat control terhadap fungsi hati. OAT Pirazinamid dan Streptomisin
tidak diberikan pada pasien TB yang sedang hamil atau menyusui.
3. Penderita TB pengguna kontrasepsi
Rifampisin berinteraksi dengan kontrasepsi hormonal (pil KB, suntikan KB, susuk
KB) efektivitas kontrasepsi turun.
4. Penderita TB yang sedang terinfeksi HIV/AIDS
- Prosedur pengobatan TB pada penderita HIV/AIDS sama seperti penderita TB lainnya
sama efektifnya.
- Prinsip pengobatan : kombinasi beberapa jenis obat dalam jumlah cukup dan dosis,
jangka waktu yang tepat.
- Paduan obat: 2RHZE/RH diberikan sampai 6-9 bulan. INH diberikan terus-menerus
seumur hidup.
Perhatian untuk TB-HIV/AIDS
• Pemberian tiasetazon sangat berbahaya menyebabkan efek toksik berat pada kulit.
• Injeksi streptomisin hanya boleh diberikan jika tersedia alat suntik sekali pakai yang
steril.
• Desensitisasi obat (INH,Rifampisin) tidak boleh dilakukan karena mengakibatkan toksik
yang serius pada hati.
• Pada pasien TB dengan HIV/AIDS yang tidak memberi respons terhadap pengobatan,
selain dipikirkan terdapat resistensi terhadap obat juga harus dipikirkan terdapatnya
malabsorpsi obat, sehingga konsentrasi obat rendah dalam serum.
• Pemakaian obat HIV/AIDS misalnya zidovudin akan meningkatkan kemungkinan
terjadinya efek toksik OAT.
• Tidak ada interaksi bermakna antara OAT dengan ARV golongan nukleosida, kecuali
Didanosin (ddI) diberikan selang 1 jam dengan OAT karena bersifat sebagai buffer
antasida
• Interaksi dengan OAT dgn ARV golongan non-nukleotida dan inhibitor protease.
• Rifampisin jangan diberikan bersama dengan nelfinavir karena rifampisin dapat
menurunkan kadar nelfinavir sampai 82%.
• Rifampisin dapat menurunkan kadar nevirapin sampai 37%, tetapi belum ada
peningkatan dosis nevirapin yang direkomendasikan.
5. Penderita TB yang menderita hepatitis akut
- Pemberian OAT pada pasien dengan hepatitis akut ditunda sampai hepatitis akutnya
sembuh.
- Apabila pengobatan TB sangat diperlukan sekali dapat diberikan 3 SE (max 3 bln)
sampai hepatitis sembuh dan dilanjutkan dengan 6RH.
6. Penderita TB yang menderita penyakit hati kronik
Bila ada kecurigaan gangguan fungsi hati, dianjurkan pemeriksaan faal hati sebelum
pengobatan TB. Kalau SGOT dan SGPT meningkat lebih dari 3 kali, maka OAT harus
dihentikan. Pirazinamid (Z) tidak boleh digunakan. Paduan obat yang dapat dianjurkan adalah
2RHES/6RH atau 2HES/10HE atau 9RE.
7. Penderita TB -Gangguan ginjal
- Isoniazid, Rifampisin dan Pirazinamid dapat diberikan dengan dosis normal.
- Hindari penggunaan Streptomisin dan Etambutol kecuali ada pengawasan fungsi
ginjal, dosis diturunkan atau interval pemberian yang lebih jarang waktu paruh
panjang dan terjadi akumulasi.
- Paduan OAT adalah 2RHZ/6H
8. TB- Diabetes mellitus
- Diabetes harus dikontrol.
- Penggunaan Rifampisin akan mengurangi efektifitas obat oral anti diabetes
(sulfonilurea) dosis anti-DM oral perlu ditingkatkan.
- Hati-hati penggunaan etambutol komplikasi terhadap mata
- Paduan obat: 2RHZ(E-S)/ 4RH.
- Perlu pengawasan sesudah pengobatan selesai, untuk mengontrol atau mendeteksi dini
terjadi kekambuhan.
9. TB (ekstrapulamonari) - Penggunaan kortikosteroid
- Kortikosteroid hanya digunakan pada keadaan khusus, seperti: TB meningitis, TB milier
dengan atau tanpa gejala-gejala meningitis, TB Pleuritis eksudatif, TB Perikarditis
konstriktif.
- Prednison diberikan dengan dosis 30-40 mg per hari, kemudian diturunkan secara
bertahap 5-10 mg.
- Lama pemberian disesuaikan dengan jenis penyakit dan kemajuan pengobatan.
Pengobatan TB Ekstrapulmonari
a. TB Milier
• Paduan obat: 2RHZE/4RH
• Pada keadaan khusus (sakit berat), tergantung keadaan klinik, radiologik dan
evaluasi pengobatan pengobatan lanjutan dapat diperpanjang.
• Pemberian kortikosteroid tidak rutin, hanya diberikan pada keadaan tanda/gejala
meningitis, sesak napas, gejala toksik, demam tinggi.
• Kortikosteroid: prednison 30-40 mg/hari, dosis diturunkan 5-10 mg setiap 5-7 hari,
lama pemberian 4-6 minggu.
b. TB Pleuritis Eksudatif (Efusi Pleura TB)
• Paduan obat: 2RHZE/4RH
• Cairan, dikeluarkan seoptimal mungkin, sesuai keadaan pasien dan berikan
kortikosteroid
• Dosis steroid : prednison 3 x 10 mg selama 3 minggu
• Hati-hati pemberian kortikosteroid pada TB dengan lesi luas dan DM.
• Evakuasi cairan dapat diulang bila diperlukan.
c. TB Ekstra Paru (selain TB milier dan pleuritis TB)
• Paduan obat: 2RHZE/10RH
• Pada TB diluar paru sering dilakukan bedah
• Pengobatan : perikarditis konstriktiva (kompresi medula spinalis pada penyakit
Pott's).
• Pemberian kortikosteroid pada perikarditis TB untuk mencegah konstriksi
jantung.
• Dosis yang dianjurkan ialah 0,5 mg/kg/hari selama 3-6 minggu.
Detail atau uraian OAT
Nama OAT Aktivitas MK KI Sediaan Beredar
Isoniazid Bakteriostatik
“resting” bacilli but
bactericidal for
dividingmicroorganiss.
Inhibisi biosintesis asam mikolat
untuk pembentukan dinding sel
mikobakterium, targetnya adalah
enoyl-ACP reductase of fatty acid
synthase II.
Gangguan
hati,
hipersensitif
isoniazid
INH generik,
Beniazide,
Decadoxin, INH
CIBA, Inoxin,
Suprazid
Rifampisin Bakterisid thd M.
Tuberculosis dan
beberapa jenis
mycobacterial, M. bovis
dan M. kansasii
Perintangan spesifik dari suatu
enzim bakteri
Ribose Nukleotida Acid (RNA)-
polimerase sehingga sintesis RNA
terganggu.
Gangguan hati Generik, Kombipak
generik, Rimactane,
Rifamtibi,
Rimactazid, Rifacin
Pirazinamid Bakterisid Target of pyrazinamide is the
mycobacterial fatty acid synthase I
gene involved in mycolic acid
biosynthesis.
Gangguan
hati berat,
porfiria,
hipersensitif
PNZ
Generik,
Corsazinamide,
Pezeta, Prazina,
Sanazet
Etambutol Bakteriostatik Inhibisi sintesis RNA, inhibition of
arabinosyl
transferases involved in cell wall
biosynthesis.
Anak < 6 th,
neuritis optik,
gangguan
visual
Generik, Arsitam,
Bacbutol,
Decanbutol, Santibi
Dosis OAT Primer
Data Farmakokinetik beberapa OAT
OAT Ikatan
Protein
T1/2 (jam) Metabolisme Ekskresi
Isoniazid (INH) 30% Bergantung kec. asetilasi Asetilasi di hati 50-70% melaui ginjal
Rifampisin 75-80% 3 jam setelah 600 mg oral; 5,1 jam
setelah 900 mg oral; pemberian
berulang t1/2 turun 2-3 jam
Deasetilasi Urin dan empedu
Pirazinamid 50% 9-10 jam Hati 70% melalui urin
Etambutol 10-20% 4-6 jam, 32 jam (pasien gagal
ginjal)
Sekitar 20%
metabolisme di
hati
80% melalui urin
Streptomisin Rendah 5-6 - Ekskresi melalui
filtrasi glomerolus
Rifapentin 93-97% 13,19 Hidrolisis oleh
enzim esterase
mbtuk 25-
desasetil
rifapentin yg
aktif
17% melalui urin,
70% melalui feses
Rifabutin 70% terminal half-life after long-term
use is 45 ± 16 hr.
Hati 10% melalui urin
OAT Sekunder
Efek Samping OAT
MDR TB (Multi Drug Resistace)
MDR TB adalah Resistensi yang menunjukkan bahwa M.tuberculosis resisten terhadap
rifampisin dan INH dengan atau tanpa OAT lainnya. Secara umum resistensi terhadap obat
tuberkulosis dibagi menjadi:
- Resistensi primer ialah apabila pasien sebelumnya tidak pernah mendapat pengobatan
TB.
- Resistensi inisial ialah apabila kita tidak tahu pasti apakah pasiennya sudah pernah ada
riwayat pengobatan sebelumnya atau tidak.
- Resistensi sekunder ialah apabila pasien telah punya riwayat pengobatan sebelumnya.
Ada beberapa penyebab terjadinya resitensi terhadap obat tuberkulosis, yaitu :
a) Pemakaian obat tunggal dalam pengobatan tuberkulosis
b) Penggunaan paduan obat yang tidak adekuat, yaitu karena jenis obatnya yang kurang atau
karena di lingkungan tersebut telah terdapat resistensi yang tinggi terhadap obat yang
digunakan, misalnya memberikan rifampisin dan INH saja pada daerah dengan resistensi
terhadap kedua obat tersebut sudah cukup tinggi.
c) Pemberian obat yang tidak teratur, misalnya hanya dimakan dua atau tiga minggu lalu
stop, setelah dua bulan berhenti kemudian berpindah dokter dan mendapat obat kembali
selama dua atau tiga bulan lalu stop lagi, demikian seterusnya.
d) Fenomena “ addition syndrome” (Crofton, 1987), yaitu suatu obat ditambahkan dalam
suatu paduan pengobatan yang tidak berhasil. Bila kegagalan itu terjadi karena kuman TB
telah resisten pada paduan yang pertama, maka “penambahan” (addition) satu macam
obat hanya akan menambah panjangnya daftar obat yang resisten.
e) Penggunaan obat kombinasi yang pencampurannya tidak dilakukan secara baik, sehingga
mengganggu bioavailabiliti obat.
f) Penyediaan obat yang tidak reguler, kadang obat datang ke suatu daerah kadang terhenti
pengirimannya sampai berbulan-bulan.
g) Pemakaian obat antituberkulosis cukup lama, sehingga kadang menimbulkan kebosanan.
h) Pengetahuan pasien kurang tentang penyakit TB.
Pengobatan MDR-TB hingga saat ini belum ada paduan pengobatan yang distandarisasi
untuk pasien MDR-TB. Pemberian pengobatan pada dasarnya bergantung dari hasil uji resistensi
dengan menggunakan minimal 2-3 OAT yang masih sensitif dan obat tambahan lain.
1. Obat tambahan yang dapat digunakan yaitu golongan fluorokuinolon (ofloksasin dan
siprofloksasin), aminoglikosida (amikasin, kanamisin dan kapreomisin), etionamid,
sikloserin, klofazimin, amoksilin + asam klavulanat.
2. Saat ini, paduan yang dianjurkan ialah OAT yang masih sensitif minimal 2-3 OAT lini 1
ditambah dengan obat lini 2, yaitu Siprofloksasin dengan dosis 1000-1500 mg atau ofloksasin
600-800 mg (obat dapat diberikan single dose atau 2 kali sehari).
3. Pengobatan terhadap tuberkulosis resisten ganda sangat sulit dan memerlukan waktu yang
lam, yaitu minimal 12 bulan, bahkan bisa sampai 24 bulan.
XDR TB
XDR (Extreme Drug Resistance atau Extensive Drug Resistance), yaitu bakteri penyebab
TB yang telah mengalami MDR dan juga resisten terhadap 3 atau lebih kelompok obat lini ke
dua. Pada bulan September 2006 ini dilaporkan di salah satu daerah di Afrika Selatan bahwa 52
dari 53 pasien XDR (yang juga HIV +) ternyata meninggal dalam waktu 25 hari, dan praktis tidak
ada obatnya. Pasien dengan HIV+ lebih mudah mengalami XDR TB, sehingga membutuhkan
kerjasama program pencegahan TB dan HIV. Peningkatan riset penemuan obat baru untuk
penanganan XDR TB sangat penting.
Dalam pengobatan TBC dapat terjadi resistensi terhadap obat-obatan anti-TB yang
diberikan. Berikut ini adalah alternatif pemilihan obat yang telah mengalami resistensi terhadap
bakteri penyebab TBC.
XII. INTERAKSI OBAT TB
Evaluasi Pengobatan
Evaluasi pasien meliputi evaluasi klinik, bakteriologik, radiologik, dan efek samping
obat, serta evaluasi keteraturan berobat. Evaluasi pengobatan meliputi:
1. Evaluasi klinik
- Pasien dievaluasi setiap 2 minggu pada 1 bulan pertama pengobatan selanjutnya setiap 1
bulan.
- Evaluasi : respons pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat serta ada tidaknya
komplikasi penyakit.
- Evaluasi klinik meliputi keluhan , berat badan, pemeriksaan fisik.
2. Evaluasi bakteriologik (0-2-6/9 bulan pengobatan)
- Tujuan untuk mendeteksi ada tidaknya konversi dahak
- Pemeriksaan & evaluasi pemeriksaan mikroskopik:
• Sebelum pengobatan dimulai
• Setelah 2 bulan pengobatan (setelah fase intensif)
• Pada akhir pengobatan
• Bila ada fasiliti biakan : dilakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi
3. Evaluasi radiologik (0-2-6/9 bulan pengobatan)
Pemeriksaan dan evaluasi foto toraks dilakukan pada: Sebelum pengobatan, setelah 2
bulan pengobatan (kecuali pada kasus yang juga dipikirkan kemungkinan keganasan dapat
dilakukan 1 bulan pengobatan), dan pada akhir pengobatan.
4. Evaluasi efek samping secara klinik
- Bila mungkin sebaiknya dari awal diperiksa fungsi hati, fungsi ginjal dan darah lengkap.
- Fungsi hati; SGOT,SGPT, bilirubin. fungsi ginjal : ureum, kreatinin, dan gula darah ,
serta asam urat untuk data dasar penyakit penyerta atau efek samping pengobatan.
- Asam urat diperiksa bila menggunakan pirazinamid.
- Pemeriksaan visual dan uji buta warna bila menggunakan etambutol (bila ada keluhan).
- Pasien yang mendapat streptomisin harus diperiksa uji keseimbangan dan audiometri
(bila ada keluhan).
- Pada anak dan dewasa muda umumnya tidak diperlukan pemeriksaan awal tersebut. Yang
paling penting adalah evaluasi klinik kemungkinan terjadi efek samping obat. Bila pada
evaluasi klinik dicurigai terdapat efek samping, maka dilakukan pemeriksaan
laboratorium untuk memastikannya dan penanganan efek samping obat sesuai pedoman.
5. Evalusi keteraturan berobat
Yang tidak kalah pentingnya adalah evaluasi keteraturan berobat dan diminum / tidaknya
obat tersebut. Dalam hal ini maka sangat penting penyuluhan atau pendidikan mengenai
penyakit dan keteraturan berobat. Penyuluhan atau pendidikan dapat diberikan kepada pasien,
keluarga dan lingkungannya. Ketidakteraturan berobat akan menyebabkan timbulnya masalah
resistensi.
6. Evaluasi pasien yang telah sembuh
Pasien TB yang telah dinyatakan sembuh tetap dievaluasi minimal dalam 2 tahun pertama
setelah sembuh, hal ini dimaksudkan untuk mengetahui kekambuhan. Hal yang dievaluasi
adalah mikroskopik BTA dahak dan foto toraks. Mikroskopik BTA dahak pada 3,6,12 dan 24
bulan (sesuai indikasi/bila ada gejala) setelah dinyatakan sembuh. Evaluasi foto toraks 6, 12,
24 bulan setelah dinyatakan sembuh.
XIII. DAFTAR PUSTAKA
Corwin, Elizabeth J. Buku Saku Patofisiologi. 2001. Jakarta : EGC. Hal 414-417
DiPiro, Joseph T., PharmD, FCCP., et al.., Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, Sixth Edition., The
McGraw-Hill Companies, Inc., 2005., p. 2021-2032
Yoga Aditama, Tjandra, Dr., Sp.P, dkk., Jurnal Tuberkulosis Indonesia, Vol. 3 No. 2, September 2006, Perkumpulan
Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia, halaman 1-32
Anonim, Pedoman diagnosis & Penatalaksanaan Tuberkulosis Di Indonesia, 2002, Perhimpunan Dokter
Paru Indonesia
Anderson, James Knoben, William Troutman., Handbook of clinical drug data., 10th
Edition., McGraw-
HillCompanies, Inc., 2002., p. 82-92
Laurence L. Brunton, PhD., et al., Goodman & Gilman's the pharmacological basis of therapeutics., 11th
Edition. The McGraw-Hill Companies, Inc, 2006., p. 786-797
Karen Baxter., BSc, MSc, MRPharmS., Stockley’s Drug Interactions., 8th
Edition., The Pharmaceutical
Press., 2008., p. 302-317; 322;
WHO., Treatment of Tuberculosis Guidelines for National Programmes., Second Edition., World Health
Organization., Geneva., 1997., page 19-38.
Cada , DJ , Drug Facts and Comparison 58th ed. St. Louis: Facts and Comparisons part of Wolters Kluwer
Health., 2004., p. 1599-1620
Pedoman Nasional Penanggulangan TBC DEpKes 2006
http://www.who.int/tb/publications/2010/factsheet_tb_2010.pdf
http://www.lungusa.org/assets/documents/publications/solddc-chapters/tb.pdf
http://www.bop.gov/news/PDFs/tuberculosis.pdf
http://www.health.qld.gov.au/ph/Documents/qtbcc/20861.pdf
http://www.cdc.gov/tb/topic/basics/default.htm
http://ajrccm.atsjournals.org/cgi/content/full/161/4/1376
(tanggal akses 23 September 2011 jam 22.08 WIB)
http://medicalzone.org/index.php?option=com_content&view=article&id=534:tb-kini-indonesia-
peringkat-ke-5&catid=11:info
http://members.fortunecity.com/bheru/referat/0012/gand1000.htm
http://www.tbindonesia.or.id/tbnew/situasi-epidemiologi-tb-indonesia/article/182
http://apps.who.int/tb/surveillanceworkshop/status_analysis/millennium_development_goals_stat
us_2004.htm
http://ethnomed.org/clinical/tuberculosis/firland/epidemiology-of-tb
http://dc147.4shared.com/doc/GXFWWM8J/preview.html
(tanggal akses 20 september 2011 jam 03.21 WIB)
XIV. LAMPIRAN
PERTANYAAN DAN JAWABAN
1. Sumayyah A.
Penjelasan lebih lanjut penderita TB karena mempunyai faktor resiko sistem imun yang tidak kuat
Jawab.
Awal pula TB adalah sistem imun yang tidak kuat, jika sistem imunnya lemah maka ia akan mudah
terserang, tetapi jika sistem imunnya baik maka ia akan sulit terpapar.
2. Hani Hasanah
a. Penjelasan lebih lanjut untuk guideline dengan skin test
Jawab.
Dalam guideline skin test untuk TB, hasil yang menunjukkan negatif adalah diameter indurasi
sebesar 0 – 4 mm. Hasil diameter indurasi sebesar ≥ 5 mm, ≥ 10 mm dan ≥ 15 mm, semuanya
menunjukkan hasil yang positif dengan individu suspek yang memiliki faktor resiko seperti pada
tabel yang telah dipresentasikan. Semakin tinggi diameter indurasi, menunjukkan bahwa bakteri
TB sedang aktif.
b. Penjelasan tentang salah satu gejala TB yaitu keluarnya keringat dingin
Jawab.
Benar, salah satu gejala TB adalah dengan keluarnya keringat pada malam hari. Gejala ada pada
gambar pemetaan gejala TB pada slide presentasi.
c. Cara minum rimpafisin untuk mengatasi mual, dikombinasi atau tidak?
Jawab.
Sebenarnya obat anti-TBC penggunaan atau pengonsumsiannya harus berbarengan. Hal tersebut
bertujuan agar pengobatan maksimal dan untuk menghindari terjadinya resistensi. Tetapi ada
pengecualian untuk beberapa kasus tertentu yang terkait dengan efek samping dan penyakit lain
yang menyertai sehingga penggunaan obat anti-TBC dapat dikonsumsi terpisah. Dengan catatan,
konsumsi obat harus teratur jangka waktu konsumsi 1 regimen dengan regimen berikutnya.
Untuk menghindari efek samping mual dan tidak nafsu makan akibat penggunaan rifampisin,
maka rifampisin bisa digunakan terpisah dengan obat kombinasinya. Tetapi, agar hasil terapi
maksimal, maka konsumsi obat seharusnya bersamaan, berarti dapat juga dikonsumsi rifampisin
dan kombinasinya pada waktu malam sebelum tidur. Tetapi yang harus diperhatikan, regimen
terapi tetap harus dipatuhi.
3. Gitta Fatima R.
Mengapa sebagian besar obat TB di etiketnya di tulis “diminum pagi sebelum makan”?
Jawab.
- Untuk menghindari lupa minum obat sehingga apabila di etiket tertulis jadwal minum obat
sebelum makan pagi, maka pasien akan jadi lebih ingat untuk konsumsi OAT secara teratur
dan patuh. Biasanya untuk pasien TBC, untuk melihat pasien patuh dan teratur mengonsumsi
obat, maka perlu seorang PMO dan diberikan kartu minum obat yang ditandatangani oleh
pasien setiap kali sudah mengonsumsi obat anti-TBC.
- Konsumsi OAT sebelum makan dapat juga bertujuan untuk menghindari terjadinya interaksi
obat dengan makanan karena sebagian besar obat-obatan yang digunakan untuk terapi TBC
memiliki interaksi dengan makanan yang cukup besar. Interaksi dengan makanan dapat
menyebabkan tertundanya waktu paro obat di dalam tubuh sehingga kemungkinan obat untuk
dapat memberikan efek lebih lama karena absorpsinya juga menjadi berkurang.
4. Fitria Muharini
Nenek menderita TB, tetapi bayi yang di asuh nenek ketika kecil apakah juga mungkin terserang
TB?
Jawab.
Hal ini kembali kepada sistem imun dari bayi tersebut, karena pada umumnya sebagian besar bayi
masih menerima sistem imu dari ibunya, sehingga cukup laten dan jarang terpapar oleh bakteri TB
jika terjadi penularan melalui droplet.
5. Larasati Arum
a. Benarkah semua orang mempunyai TB?
Jawab.
Dengan kondisi permukiman Indonesia yang padat, sistem fasilitas kesehatan yang kurang
terjamin, dan pemahaman masyarakat yang kurang tentang penderita TB aktif, diperikirakan
udara di indonesia memang sudah tercemar dengan bakteri tuberkulosis, mengingat bakteri ini
dapat bertahan hidup beberapa jam dalam droplet nuclei. Tetapi bila pertahanan tubuh kita
memang kuat, memberikan perhatian pada orang dengan faktor resiko tinggi, dan menghindari
adanya perkembangan transmisi, maka infeksi dan penyakit tuberkulosis dapat dihindari.
b. Apakah jika diberi obat sisipan tetap harus minum obat lanjutannya?
Jawab.
Ya, karena pemberian obat sisipan bertujuan untuk memaksimalkan terapi tahap intensif TBC
dimana pada tahap intensif diharapkan selama jangka waktu 2 bulan/3 bulan sudah terlihat
konversi BTA (BTA sputum yang awalnya + menjadi -). Apabila selama atau setelah jangka
waktu tahap intensif tersebut tidak terjadi konversi BTA, maka harus ditambahkan OAT sisipan
selama 1 bulan yang bertujuan agar terjadi konversi BTA + menjadi BTA -. Apabila setelah
pemberian OAT sisipan konversi BTA telah terjadi, maka dilanjutkan dengan terapi tahap
lanjutan dengan kombinasi OAT tertentu bergantung kategori TBC. Pemberian OAT pada tahap
lanjutan bertujuan untuk mencegah kekambuhan TBC dan mencegah terjadinya konversi balik
BTA (BTA – menjadi BTA + yang dapat menjadi TB aktif lagi).
c. Skin tes itu diperlukan saat apa saja? Apakah memang harus?
Jawab.
Benar, salah satu gejala TB adalah dengan keluarnya keringat pada malam hari. Gejala ada pada
gambar pemetaan gejala TB pada slide presentasi.
d. Lebih parah manakah antara TB paru dengan TB ekstra paru?
Jawab.
TB ekstra paru lebih parah dibandingkan TB paru karena TB ekstra paru merupakan perluasan
dari TB paru yang tidak mendapatkan treatment atau pengobatan yang baik.
e. Jika putus obat sehari, apakah akan langsung resisten? Lalu sebaiknya bagaimana?
Jawab.
Sebenarnya OAT harus digunakan secara teratur tanpa ada waktu konsumsi yang terlewat. Hal
tersebut bertujuan agar tidak terjadinya resistensi BTA. Apabila dalam kasus terjadi kelupaan
konsumsi OAT sehari, maka konsumsi OAT masih dapat dilanjutkan dengan regimen seperti
yang telah ditetapkan. Untuk memastikan apakah terajdi resistensi BTA atau tidak, maka selama
jangka waktu terapi pasien harus melakukan monitoring atau evaluasi klinik TBC untuk
memastikan tidak terjadinya resistensi BTA akibat lalai minum obat sehari.