72550686 sindrom nefrotik pbl 2011

193
SINDROM NEFROTIK Berliana Natalia Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna utara no.6 Kebon Jeruk, Jakarta Latar Belakang Sindrom nefrotik dikenal juga sebagai nephrosis adalah suatu kondisi yang ditandai adanya proteinuria dengan nilai dalam kisaran nefrotik, hiperlipidemia, dan hipoalbuminemia. Sindrom nefrotik adalah suatu konstelasi temuan klinis, sebagai hasil dari keluarnya protein melalui ginjal secara massif. Karenanya, sindrom nefrotik sendiri sebenarnya bukan penyakit, tetapi manifestasi berbagai penyakit glomerular berbeda. Sindrom nefrotik ini sering terjadi pada anak – anak. 1 Anak dengan sindrom nefrotik (NS, nephrotic syndrome) datang ke rumah sakit (RS) setelah orangtua memperhatikan perut anak yang semakin membesar atau wajah membengkak. Sementara itu, pada orang dewasa sering datang dengan hipertensi serta dengan atau tanpa gagal ginjal akut (ARF, acute renal failure). Pada anak yang mengalami sindroma nefrotik haruslah dapat didiagnosis dengan tepat dan cepat agar tidak terjadi berbagai komplikasi yang dapat memperburuk kondisi pada anak tersebut. 1

Upload: dante-ford

Post on 20-Jan-2016

58 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

SINDROM NEFROTIK

Berliana NataliaFakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna utara no.6 Kebon Jeruk, Jakarta

Latar Belakang

Sindrom nefrotik dikenal juga sebagai nephrosis adalah suatu kondisi yang

ditandai adanya proteinuria dengan nilai dalam kisaran nefrotik, hiperlipidemia, dan

hipoalbuminemia. Sindrom nefrotik adalah suatu konstelasi temuan klinis, sebagai hasil

dari keluarnya protein melalui ginjal secara massif. Karenanya, sindrom nefrotik sendiri

sebenarnya bukan penyakit, tetapi manifestasi berbagai penyakit glomerular berbeda.

Sindrom nefrotik ini sering terjadi pada anak –anak.1 Anak dengan sindrom nefrotik (NS,

nephrotic syndrome) datang ke rumah sakit (RS) setelah orangtua memperhatikan perut

anak yang semakin membesar atau wajah membengkak. Sementara itu, pada orang

dewasa sering datang dengan hipertensi serta dengan atau tanpa gagal ginjal akut (ARF,

acute renal failure). Pada anak yang mengalami sindroma nefrotik haruslah dapat

didiagnosis dengan tepat dan cepat agar tidak terjadi berbagai komplikasi yang dapat

memperburuk kondisi pada anak tersebut.

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaTelepon : 08170110057, Email : [email protected] : 10-2009-076; kelompok : D7

1

Page 2: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

ANAMNESIS

Hal yang perlu kita lakukan terlebih dahulu sebagai dokter sebelum mendiagnosis

suatu penyakit terhadap adanya temuan klinis pada pasien yaitu dengan anamnesis.

Anamnesis ini dapat dilakukan dalam 2 bentuk : alloanamnesis dan autoanamnesis.

Perbedaan antar kedua bentuk anamnesis tersebut, yaitu :

1. Alloanamnesis : melakukan anamnesis dengan kerabat pasien (seperti orang tua). Hal

ini dilakukan bila pasien dalam kondisi tidak sadar atau terjadi penurunan kesadaran

serta pasien dengan usia anak-anak.

2. Autoanamnesis : melakukan anamnesis langsung dengan pasien dengan keadaan

pasien yang masih baik kesadarannya.

Pertanyaan yang dapat diajukan dalam anamenesis kepada pasien :

Pendekatan umum : perkenalan diri anda,ciptakan hubungan yang baik,menanyakan

identitas pasien. (Nama pasien,umur ?)

Nilai keluhan utama dan riwayatnya : misalnya bengkak pada anggota badan (sejak

kapan bengkak dialami , lokasi bengkak, apakah menjalar ?)

Tanyakan riwayat penyakit dahulu :

- Riwayat si anak selama dalam kandungan sampai saat ini ? ( tumbuh kembang si

anak )

- Adanya infeksi (apakah si anak sebelumnya pernah mengalami sakit saat

menelan batuk,pilek, demam ?)

Apakah sudah pernah dibawa berobat sebelumnya ?

Tanyakan mengenai kebiasaan dalam pembuangan urin dan konsistensi urin :

- Apakah urin pasien terlihat mengandung darah ? dinamakan hematuria

makroskopik ( gross hematuria)

- Ada kesulitan dalam pembuangan urin ? , Ada rasa nyeri pada saat

kencing ?

- Berapa kali buang air kecilnya sehari ?, Berapa banyak air seni yang

dikeluarkan ?

2

Page 3: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

- Ada pola perubahan dalam pembuangan urin ? (seperti mengejan atau

tidak) , dan bagaimana pancaran urinnya ?

Keluhan tambahan lainnya dan pola makan pasien :

- Apakah ada rasa nyeri di daerah pinggang atau daerah lainnya, mual

muntah, keringat dingin, lemas ?

- Bagaimana pola makan anak teratur atau tidak ? nafsu makan si anak

meningkat atau menurun ?

- Apakah ada alergi pada si anak ?

Hasil anamnesis : Seorang anak laki-laki berusia 4 tahun datang dengan keluhan

bengkak pada mata dan kedua kakinya.

PEMERIKSAAN

Fisik

1. Pengukuran tanda vital : suhu, tekanan darah, frekuensi pernapasan, denyut nadi

2. Pemeriksaan fisik abdomen :

- Inspeksi :

A. Kulit; kemungkinan temuan jaringan parut, striae, vena

B. Umbilikus; kemungkinan temuan hernia, inflamasi

C. Kontur untuk bentuk, kesimetrisan, pembesaran organ, atau adanya massa;

kemungkinan temuan penonjolan pinggang, penonjolan suprapubik,

pembesaran hati, atau limpa, tumor 2

Ukuran dan bentuk perut 3

Perut anak kecil : “POT BELLY” perut yang sangat membucit sering

merupakan pertanda adanya malabsorpsi seperti celiac disease,cystic

fibrosis, konstipasi atau aerophagia.

D. Adanya gelombang peristaltik; kemungkinan temuan obstruksi GI

Gerakan dinding perut

- Pada pernapasan bayi & anak sampai umur 6 – 7 tahun : gerakan > dada

Bila < : peritonitis, appendisitis/ keadaan patologi lain

3

Page 4: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

- Pada anak > 6 – 7 tahun : bila gerakan mencolok : curiga kelainan paru

- Peristaltik usus tampak pada keadaan patologi : obstruksi traktus

gastrointestinalis (stenosis/ spasme pilorus, stenosis/ atresia duodenalis,

malrotasi usus)

- Lokasi peristaltik : 3

>Melintang di daerah epigastrium pada bayi < 2 bulan : spasme/ stenosis

pilorus

> Peristaltik dinding gambaran seperti tangga : obstruksi usus distal

E. Adanya pulsasi; kemungkinan temuan peningkatan aneurisma aorta 2

- Auskultasi : 3

A) Normal: suara peristaltik dengan intensitas rendah terdengar tiap 10 – 30

detik

B) Bila dinding perut diketuk : frekuensi dan intensitas bertambah

C) Nada tingi (nyaring) : obstruksi GIT (metalic sound)

D) Berkurang/ hilang : peritonitis/ ileus paralitik

E) Bising yang terdengar di seluruh permukaan perut : koarktasio aorta

abdomen

F) Suara abnormal lainnya :

- Bisisng usus; kemungkinan temuan peningkatan atau penurunan motilitas

- Bruit; kemungkinan temuan bruit stenosis arteri renalis

- Friction rub; kemungkinan temuan tumor hati, infak limpa

- Palpasi : 2

1. Kekakuan dinding abdomen, misalnya pada inflamasi peritoneum

2. Lakukan dengan tekanan ringan untuk mengetahui adanya nyeri otot, nyeri

lepas, dan nyeri tekan.

3. Palpasi lebih dalam untuk mengetahui adanya massa atau nyeri tekan.

A) Hepar 2

4

Page 5: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

Hepatomegali pada anak-anak jarang ditemukan, kalau ada biasanya

disebabkan karena cystic fibrosis, malabsorpsi protein, parasit atau tumor.

Bila hepatomegali disertai juga dengan splenomegali, pikirkan kemungkinan

adanya hipertensi portal,storage disease, infeksi kronis dan keganasan.

B) Spleen 2

Spleenomegali dapat disebabkan oleh beberapa penyakit, seperti infeksi,

gangguan hematogalis misalnya anemia hemolitik, gangguan infiltratif,

inflamasi atau penyakit autoimun dan juga bendungan akibat hipertensi.

C) Ginjal 4

Palpasi ginjal kiri. Berpindalah ke sisi kiri pasien. Tempatkan tangan kanan

anda di belakang tubuh pasien tepat dibawah iga ke-12 dan sejajar dengan

tulang iga ini sampai ujung jari-jari tangan kanan anda menjangkau angulus

kostovertebralis. Angkat tubuh pasien untuk mencoba mendorong ginjalnya ke

arah anterior. Tempatkan tangan kiri anda dengan hati-hati pada kuadran kiri

atas, disebelah lateral muskulus rektus dan sejajar dengan otot ini. Minta pasien

untuk menarik napas dalam. Pada puncak inspirasi, tekankan tangan kiri anada

dengan kuat dan dalam pada kuadran kiri atas tepat di bawah margo kostalis,

dan coba untuk menangkap ginjal di antara kedua tangan anda. Minta pasien

menghembus napasnya dan kemudian berhenti bernapas sejenak. Dengan

perlahan, lepaskan tekanan yang dihasilkan oleh tangan kiri anda, pada saat

yang sama rasakan gerakan ginjal yang menggelincir kembali ke posisi pada

saat ekspirasi. Jika ginjalnya dapat di raba, uraikan ukurannya, kontur, dan

setiap gejala nyeri tekan yang terdapat.

Sebagai alternatif lain, coba raba ginjal kiri dengan cara yang sama seperti

palpasi limpa. Dengan tangan kiri anda, jangkau serta lingkari tubuh pasien

untuk mengangkat daerah lipat paha kirinya dan dengan tangan kanan, lakukan

palpasi sampai dalam pada kuadran kiri atas. Minta pasien untuk menarik napas

dalam, dan coba raba suatu massa. Ginjal kiri yang normal jarang dapat di raba.

5

Page 6: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

Palpasi ginjal kanan. Untuk menangkap ginjal kanan, kembalilah ke sisi

sebalah kanan tubuh pasien. Gunakan tangan kiri anda untuk mengangkat

tubuhnya dari belakang, dan kemudian dengan tangan kanan,lakukan palpasi

sampai dalam pada kuadran kiri atas. Lanjutkan pemeriksaan seperti yang

dilakukan sebelumnya. Ginjal kanan yang normal dapat diraba khususnya pada

wanita yang kurus dan berada dalam keadaan benar-benar rileks. Mungkin

perabaan ginjal menimbulkan sedikit nyeri tekan atau tanpa disertai nyeri tekan.

Biasanya pasien merasakan ketika ginjalnya ditangkapa atau dilepas. Kadang-

kadang ginjal kanan terletaka lebih anterior daripada keadaan biasa dan karena

itu harus dibedakan dengan hati. Bagian tepi hati jika dapat diraba cendrung

lebih tajam dan membentang lebih jauh ke medial dan lateral. Bagian ini tidak

dapat ditangkap. Polus inferior ginjal berbentuk bulat.

Ciri yang lebih mendukung ke arah pembesaran ginjal daripada

pembesaran lien meliputi bunyi timpani yang tetap normal pada kuadran kiri

atas dan kemampuan jari-jari tangan kita untuk disisipkan di antara massa dan

margo kostalis tetapi tidak dapat meraba sampai dalam dan tepi medial

bawahnya. Penyebab pembesaran ginjal meliputi hidronefrosis, kista dan tumor

ginjal. Pembesaran ginjal yang bilateral menunjukkan penyakit polikistik.

Memeriksa nyeri tekan pada ginjal. Pemeriksaan ini di integrasikan pada

bagian punggung pasien. Mungkin anda menemukan gejala nyeri tekan pada

saat memeriksa abdomen, tetapi lakukan pula pemeriksaan untuk menemukan

gejala ini pada tiap sudut kostovertebralis. Tekanan yang ditimbulkan oleh

ujung jari tangan mungkin cukup untuk menghasilkan gejala nyeri tekan, tetapi

jika tidak gunakan perkusi dengan kepalan tangan. Tempatkan permukaan

ventral salah satu tangan anda pada sudut kostovertebralis dan pukul tangan ini

dengan permukaan ulnar tangan lain yang dikepalkan. Gunakan tenaga dengan

cukup kuat untuk menghasilkan pukulan yang bisa dirasakan, tetapi tidak

menimbulkan rasa nyeri pada orang yang normal.

6

Page 7: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

Nyeri pada penekanan atau perkusi dengan kepalan tangan menunjukkan

pielonefritis, tetapi dapat pula disebabkan oleh kelainan muskuloskletal.

D) Kandung kemih 4

Normalnya kandung kemih tidak dapat diperiksa kecuali jika terjdi

distensi kandung kemih hingga di atas simfisis pubis. Pada palpasi, kubah

kandungan kemih yang mengalami distensi akan teraba licin dan bulat. Periksa

adanya nyeri tekan. Lakukan perkusi untuk mengecek keredupan dan

menentukan berapa tinggi kandung kemih berada di atas simfisis pubis.

Distensi kandung kemih akibat obstruksi saluran keluar terjadi karena

striktur uretra, hiperplasia prostat; keadaan ini juga dapat terjadi karena

pemakaian obat dan kelainan neurologi seperti stroke, multiple sklerosis. Nyeri

tekan suprapubik ditemukan pada infeksi kandung kemih.

- Perkusi : perkusi abdomen untuk pola bunyi timpani dan pekak. Kemungkinan

temuan asites, obstruksi GI, tumor ovarium.

Lebarnya kepekaan hati pada perkusi dapat melebar atau mengecil. Liver dullness

meningkat bila hati membesar dan sebaliknya, atau adanya udara dibawah

diafragma yang berasal dari perforasi lambung. Liver dullness juga dapat bergeser

ke bawah, karena diafragma letak rendah pada penyakit obstruksi paru. Dullness

karena efusi pleura sebelah kanan sering kali mengacaukan, seolah-olah

meningkatkan dullness dari hati. Juga adanya gas dalam kolon menyebabkan

timpani pada perkusi daerah kuadran atas kanan abdomen, mengacaukan dullness

hepar. 2

TEKNIK KHUSUS 2,4

A) ASCITES

1. Bentuk

Abdomen yang buncit dengan bagian pinggang yang membenjol

menunjukkan kemungkinan adanya cairan asites. Karena cairan asites secara

khas akan mengendap akibat gaya tarik bumi sementara gelungan usus yang

7

Page 8: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

berisi gas akan mengapung di atas, perkusi akan menghasilkan bunyi tumpul

pada daerah abdomen yang di sebelah bawah (bergantung). Cari pola

tersebut dengan melakukan perkusi ke arah luar mengikuti beberapa arah

yang dimulai dari daerah sentral bunyi timpani. Buat peta yang

memperlihatkan batas antara bunyi timpani dan redup.

2. Tes untuk pekak pindah ( shifting dullness).

Setelah membuat peta yang memperlihatkan batas antara bunyi timpani

dan redup, minta pasien untuk memutar tubuhnya ke salah satu sisi.

Lakukanlah perkusi dan tandai batas tersebut sekali lagi. Pada pasien yang

tidak mengalami asites, biasanya batas antara bunyi timpani dan redup

relatif tidak berubah. Pada asites bunyi redup perkusi akan beralih ke bagian

yang bergantung sementara bunyi timpani berpindah ke bagian atas.

3. Tes untuk gelombang cairan (fluid wave) undulasi.

Minta pasien atau asisten untuk menekan dengan kuat ke arah bawah

pada garis tengah abdomen menggunakan permukaan ulnar ke dua tangan

mereka. Tekanan ini membantu menghentikan transmisi gelombang melalui

jaringan lemak. Sementara itu, anda menggunakan ujunh jari-jari tangan

untuk mengetuk dengan cepat pada salah satu pinggang pasien, raba sisi

pinggang yang lain untuk merasakan impuls yang ditransmisikan melalui

cairan asites. Sayangnya, tanda ini sering negatif sebelum terdapat cairan

asites dengan nyata, dan sering kali positif pada orang-orang yang tidak

memiliki asites. Impuls yang dapat diraba dengan mudah menunjukkan

asites.

4. Mengenali organ atau massa pada abdomen yang asites (Ballotement).

Coba periksa ballottement organ atau massa yang disini dicontohkan

oleh hati yang membesar. Ekstensikan dan tegakkan jari-jari salah satu

tangan anda yang disatukan, letakkan ujung jari-jari tangan tersebut pada

permukaan abdomen dan kemudian lakukan gerakan menekan yang tiba-tiba

8

Page 9: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

secara langsung pada struktur diantisipasi. Gerakan yang cepat ini seringkali

mendorong cairan agar berpindah sehingga ujung jari tangan anda dapat

menyentung secara singkat permukaan struktur tersebut melalui dinding

abdomen.

B) APENDISITIS 2

1. Nyeri

Nyeri pada apendisitis klasik dimulai di daerah disekitar umbilicus,

kemudian beralih ke kuadrant kanan bawah, serta rasa nyeri meningkat bila

pasien batuk.

2. Kekakuan Otot

Rabalah dinding perut dan rasakan adanya kekakuan

3. Rectal Touche

Rasa nyeri pada bagian kanan pada rectal touche dapat disebabkan oleh

inflamasi adneska, vesikular seminalis, dan apendisitis

4. Rebound Tenderness

Tekanlah dengan ujung jari anda pada daerah kuadrant kanan bawah, lalu

lepaskanlah tiba-tiba maka pasien akan merasakan nyeri (rebound

tenderness) yang menyatakan adanya inflamasi peritoneal.

5. Rovsing’ Sign

Tekanlah dalam-dalam pada bagian kuadran kiri bawah, kemudian tiba-tiba

lepaskan tekanan, maka penderita merasakan nyeri hebat pada daerah

kuadran kanan bawah

6. Psoas’ Sign

Mintalah pasien untuk berbaring ke arah kiri , luruskanlah tungkai

kanannya, hal ini akan merangsang otot psoas kontraksi, sehingga

menimbulkan rasa nyeri. Dapat juga dilakukan dengan meletakan tangan

anda tepat diatas lutut kanan pasien dan mintalah untuk menaikkan

tungkainnya, maka akan timbul rasa nyeri.

7. Obturator’ Sign

9

Page 10: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

Tekuk tungkai kanan pasien pada lututnya, dan lakukan rotasi kearah dalam

pada sendi pinggul, maka akan terasa nyeri di daerah hipogastrik

C) KOLESISTITIS 2

Murphy’ Sign. Letakan jari tangan kanan anda tepat dibawah arkus kosta

kanan, mintalah pasien untuk bernafas dalam, timbulnya nyeri tajam saat itu

menunjukkan kemungkinan adanya kolesistitis akut.

D) VENTRAL HERNIA 2

Dalam posisi pasien berbaring terlentang, mintalah untuk mengangkat kepala

dan bahu sekaligus, maka akan tampak benjolan pada garis tengah abdomen.

Penunjang

1) Pemeriksaan Laboratorium

Langkah pertama dalam mengevaluasi anak dengan edema adalah untuk

memastikan apakah anak tersebut menderita sindrom nefrotik atau tidak, karena

hipoalbuminemia dapat terjadi tanpa adanya proteinuria (pada protein-losing

enteropathy), dan edema dapat terjadi tanpa adanya hipoalbuminemia (seperti

pada  angioedema, insufisiensi venosa, gagal jantung kongestif, dan lain sebagainya).

Untuk memastikan diagnosis sindroma nefrotik, pada pemeriksaan laboratorium

didapatkan : proteinuria, hipoalbuminemia, dan hiperlipidemia. Pemeriksaan

laboratorium yang dibutuhkan diantaranya : 5

Urinalisis

- Hematuria mikroskopis ditemukan pada 20% kasus

- Hematuria makroskopik jarang ditemukan

Protein urin kuantitatif dengan menghitung protein/kreatinin urin pagi, atau

dengan protein urin 24 jam.

-  Protein/kreatinin urin pagi lebih mudah dilakukan dan dapat mengeksklusi

proteinuria orthostatic.

-   Nilai protein/kreatinin urin lebih dari 2-3mg/mg.

10

Page 11: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

-  Nilai protein urin 24 jam > 40mg/m2/jam atau nilai protein urin sewaktu

>100mg/dL, terkadang mencapai 1000mg/dL.

-   Sebagian besar protein yang diekskresi pada SN adalah albumin.

Albumin serum

-  Level albumin serum pada sindroma nefrotik secara umum kurang dari 2.5

g/dL.

-  Jarang mencapai 0.5 g/dL

Pemeriksaan lipid

-  Terjadi peningkatan kolesterol total dan kolesterol LDL (low density

lipoprotein).

-  Terjadi peningkatan trigliserid dengan hipoalbuminemia berat.

-  Kadar kolesterol HDL (high density lipoprotein) dapat normal atau menurun

Pemeriksaan elektrolit serum, BUN dan kreatinin, kalsium, dan fosfor.

- Pasien dengan SN idiopatik, dapat menjadi gagal ginjal akut oleh karena deplesi

volume intravascular dan/atau thrombosis vena renal bilateral.

-  Kadar Na serum rendah, oleh karena hiperlipidemia.

-  Kadar kalsium total rendah, oleh karena hipoalbuminemia.

Pemeriksaan Hitung Jenis Darah

-  Meningkatnya hemoglobin dan hematokrit mengindikasikan adanya

hemokonsentrasi dan deplesi volume intravascular.

-  Nilai platelet biasanya meningkat.

Tes HIV, hepatitis B dan C

-  Untuk menyingkirkan adanya kausa sekunder dari SN.

Pemeriksaan C3, C4

-  Level komplemen yang rendah dapat ditemukan pada nefritis post infeksi, SN

tipe membranoproliferatif, dan pada lupus nefritis.

Antinuklear antibodi (ANA)

-  Untuk skrining penyakit vaskular kolagen pada pasien dengan gejala sistemik

(demam, ruam, penurunan berat badan, dan nyeri sendi) ataupun bagi pasien

11

Page 12: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

sindroma nefrotik pada usia akhir sekolah atau dewasa muda dimana insidensi

lupus cukup tinggi.

2)   Biopsi Ginjal

Biopsi ginjal tidak diindikasikan bagi pasien SN primer dengan awitan pada

usia 1-8 tahun, kecuali jika riwayat klinis, temuan pada pemeriksaan fisik,

maupun hasil dari pemeriksaan laboratorium mengindikasikan adanya

kemungkinan SN sekunder atau SN primer selain tipe lesi minimal. Biopsi ginjal

diindikasikan bagi pasien usia < 1 tahun, dimana SN kongenital lebih sering

terjadi, dan pada pasien usia > 8 tahun dimana penyakit glomerular kronik

memiliki insidensi yang lebih tinggi. Biopsi ginjal hendaknya juga dilakukan bila

riwayat, pemeriksaan, dan hasil uji laboratorium mengindikasikan adanya SN

sekunder. 5

3)  Radiografi

Pemeriksaan ultrasonografi atau venografi ginjal sekiranya dicurigai adanya

trombosis vena ginjal. 5

DIAGNOSIS KERJA

Sindrom nefrotik

Sindrom nefrotik bukan suatu penyakit, tetapi manifestasi penyakit yang menyerang

glomerular. Banyak terjadi pada anak-anak. Sindroma nefrotik dibagi menjadi sindroma

nefrotik primer dan sekunder.6

A) Sindroma nefrotik primer/ idiopatik : 7

Sindrom ini merupakan sekitar 90% nefrosis pada anak. Penyebab sindrom ini tetap

belum diketahui.

Sindrom nefrotik primer/idiopatik terbagi menjadi 5 bentuk : 7

1) Sindroma nefrotik lesi minimal (MCNS= Minimum Change Nephrotic Sindrome)

Kondisi ini bertanggung jawab pada 85% kasus sindroma nefrotik pada masa

kanak-kanak. Dicirikan dengan kepekaan terhadap terapi kortikosteroid; tidak

ditemukannya lesi glomerulus yang bermakana pada pemeriksaan mikroskop cahaya;

12

Page 13: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

tidak adanya timbunan globulin imun glomerulus atau komplemen; dan dengan

proteinuria yang sangat selektif.

Etiologi. Tidak diketahui. Pada minoritas kasus ditemukan faktor genetik dan

familial.Dibandingkan dengan populasi umum, antigen HLA B12 lebih sering

ditemukan.

Insidens : Di Amerika Utara kasus baru sejak lahir sampai usia 16 tahun sekitar

2/100.000 anak/tahun. Anak laki-laki 2x lebih tingi dibanding anak perempuan.

Umumnya awitan timbul pada usia 2-7 tahun. Pada dewasa MCNS menyusun kurang

dari 20% penderita sindroma nefrotik. 7

Manifestasi klinis. Sama seperti gejala pada sindroma nefrotik umunya yakni

edem,proteinuria, pasien biasanya tidak tampak sakit berat, seringkali dengan asites

dan efusi pleura. Cairan edema berkumpul pada tempat-tempat dependen; setelah

tidur malam wajah dan kelopak mata atau daerah sakrum dapat mengalami edema,

sementara pada siang hari pembengkakan kaki dan abdomen lebih nyata. Kehilangan

proaktivator C3. 7

Diagnosis laboratorium. Sama seperti SN. Hematuria ditemukan pada kurang dari

10% kasus dan umumnuya mikroskopis dan bersifat sementara. Terlihat adanya jissm

lemak lonjong (oval fat bodies=silinder tubular yang mengandung lemak) dan silinder

hialin dalam sedimen. 7

Diagnosis. Didasarkan pada gambaran klinis dan laboratorium yang khas dan

kepekaan yang lazim terhadap terapi kortikosteroid. Juga tidak ditemukannya

hipertensi berat atau menetap, gross hematuria, azotemia,dan depresi C3 serum. 7

2) Sindroma nefrotik dengan poliferasi mesangial difus 8

Pada gambaran patolgi kelompok proliferatif mesangium (5%) ditandai dengan

peningkatan difus sel mesangium dan matriks. Dengan imunofluoresensi,frekuensi

endapan mesangium yang mengandung IgM dan C3 tidak berbeda pada lesi minimal.

3) Sindroma nefrotik glomerulosklerosis fokal 8

Pada biopsi penderita yang menderita lesi sklerosis setempat (10%), sebagian besar

glomerulus tampak normal atau menunjukkan proliferasi mesangium. Yang lain,

13

Page 14: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

terutama glomerulus yang dekat dengan medula (jukstamedulare), menunjukkan

jaringan parut segmental pada satu atau lebih lobus. Penyakitnya seringkali progresif,

akhirnya melibatkan semua glomerulus dan menyebabkan gagal ginjal stadium akhir

pada kebanyakan penderita. Sekitar 20% penderita demikian berespons terhadap

prednison atau terapi sitotoksik atau keduanya.

4) Glomerulonefritis membranoproliferatif (MPGN) tipe I dan II 8

Glomerulonefritis membranoproliferatif adalah penyebab tersering glomerulonefritis

kronis pada anak yang lebih tua dan dewasa muda.

Patologi dan Patogenesis. Pada awalnya glomerulonefritis membranoproliferatif

dibedakan dari bentuk glomerulonefritis kronis lainnya dengan ditemukannya

hipokomplementemia, pada beberapa penderita akibat adanya antibodi (disebut faktor

nefritis C3) yang mengaktifkan jalur komplemen alternatif. MPGN tipe I adalah

bentuk yang paling lazim; glomerulus menampakkan pola lobuler yang menonjol,

karena adanya pertambahan yang menyeluruh pada sel dan matriks mesangium.

Dinding kapiler glomerulus tampak menebal, dan pada beberapa daerah berduplikasi

atau membelah karena adanya interposisi sitoplasma dan matriks mesangium di

antara sel endotel dan GBM. Bulan sabit mungkin ada; bila terdeteksi pada sebagian

besar glomerulus, penyakit ini menunjukkan prognosis jelek. Pada MPGN yang tipe

II, perubahan mesangium kurang menonjol daripada tipe I. Dinding kapiler

memperlihatkan penebalan seperti pita tidak teratur, karena padatnya endapan. Jarang

adanya pembelahan membran, tetapi sering adanya bulan sabit.

Diagnosis. Diagnosis ditegakkan dengan biopsi ginjal. Indikasi biopsi meliputi

terjadinya sindrom nefrotik pada anak berumur lebih dari 8 tahun atau hematuria

mikroskopis dan proteinuria menetap.

5) Glomerulopati membranosa8

Glomerulopati membranosa adalah penyebab sindrom nefrotik tersering pada orang

dewasa, tetapi jarang pada anak-anak dan jarang menyebabkan hematuria.

Patologi. Dengan mikroskop cahaya, glomerulus menunjukkan penebalan membrana

basalis glomerulus (GBM) difus, tanpa perubahan proliferasi yang bermakna.

14

Page 15: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

Mikroskopi imunofluoresensi memperlihatkan adanya endapan granuler IgG dan C3,

yang melalui mikroskopi elektron tampak berlokasi di sisi epitel membran.

Patogenesis. Penelitian morfologi menunjukkan bahwa glomerulopati membranosa

adalah suatu penyakit yang diperantai-kompleks imun, tetapi mekanisme

pembentukan kompleks dan sifat antigen dalam kompleks tetap belum dapat

diketahui pada sebagian besar penderita.

Manifestasi klinis. Pada anak, glomerulopati membranosa paling lazim dijumpai

pada umur dekade kedua. Penyakitnya muncul seperti sindrom nefrotik. Namun,

hampir semua penderita menderita hematuria mikroskopis dan kadang-kadang

penderita menderita hematuria makroskopis. Tekanan darah dan kadar C3 normal.

Diagnosis. Diagnosisnya dikonfirmasikan dengan biopsi ginjal. Indikasi umum untuk

biopsi meliputi adanya sindrom nefrotik pada anak berumur lebih dari 8 tahun atau,

atau adanya hematuria atau proteinuria yang tidak terjelaskan. Glomerulopati

membranosa kadang-kadang dapat ditemukan bersama dengan SLE, kanker, terapi

emas atau penisilamin, dan sifilis serta infeksi virus hepatitis B. Penderita

glomerulopati membranosa menambah resiko trombosis vena renalis.

B) Bentuk-bentuk sindroma nefrotik sekunder berkembang pada perjalanan berbagai

penyakit yang berhubungan, di antaranya diabetes melitus, penyakit Alport, SLE,

sifilis, malaria, purpura anafilaktoid,amiloidosis, neoplasma limfoproloferatif,

glomerulonefritis poststreptokok, dan infeksi sistemik seperti endokarditis bakterialis

subakut.8

Gambaran klinis sindroma nefrotik secara umum

Pasien nefrotik biasanya datang dengan edema. Apapun tipe sindrom nefrotik,

manifestasi klinik utama adalah sembab, yang tampak pada sekitar 95% anak dengan

sindrom nefrotik. Seringkali sembab timbul secara lambat sehingga keluarga mengira

sang anak bertambah gemuk. Pada fase awal sembab sering bersifat intermiten;  biasanya

awalnya tampak pada daerah-daerah yang mempunyai resistensi jaringan yang rendah

(misal, daerah periorbita, skrotum atau labia). Akhirnya sembab bersifat menyeluruh,

15

Page 16: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

dependen dan pitting.  Asites umum dijumpai, dan sering menjadi anasarka. Anak-anak

dengan asites akan mengalami restriksi pernafasan, dengan kompensasi berupa

tachypnea. Akibat sembab kulit, anak tampak lebih pucat. Urin pasien ini dapat berbusa

karena mengandung banyak protein. 9

Gambaran klinis berupa edema umum, hipoproteinemia (kadar albumin serum

biasanya di bawah 2 g/M2/dl), hiperlipidemia (kadar kolestrol serum di atas 220 mg/dl),

dan proteinuria yang nyata ( 2 mg/M2/24 jam atau lebih). Keadaan protrombotik,

hipertensi, dan hiperlipidemia berkontribusi pada tingginya insidens penyakit jantung

iskemik pada pasien nefrotik. Diagnosis histologis ditegakkan dengan biopsi ginjal,

kecuali terdapat nefropatik diabetik yang jelas atau glomerulonefritis perubahan minimal

pada masa kanak-kanak yang khas secara klinis. 7

Berikut beberapa gambaran klinis sindrom nefrotik :

1. Proteinuria

2. Hipoproteinemia

3. Edema

4. Hiperlipidemia

DIAGNOSIS BANDING

1. Glomerulonefritis Akut

Pemeriksaan Pasien dengan Gejala Glomerulonefritis Akut

A. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisis anak harus selalu dimulai dengan penilaian keadaan umum, yang

mencakup kesan keadaan sakit, kesadaran, dan kesan status gizi. Dengan penilaian

keadaan umum ini akan diperoleh kesan apakah pasien distres akut yang memerlukan

pertolongan segera, atau pasien dalam keadaan yang relatif stabil sehingga pertolongan

dapat diberikan setelah dilakukan pemeriksaan fisis lengkap.10

Setelah keadaan umum, hal kedua yang dinilai adalah tanda vital, yang mencakup

nadi, tekanan darah, pernapasan dan suhu. Penilaian nadi harus mencakup frekuensi atau

laju nadi, irama nadi, isi atau kualitas serta ekualitas nadi. Normal laju nadi pada anak

berumur 2-10 tahun adalah 70-110/menit dalam keadaan bangun.

16

Page 17: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

Tekanan darah, idealnya diukur pada keempat ekstremitas. Pemeriksaan pada satu

ekstremitas dapat dibenarkan, apabila pada palpasi teraba denyut nadi yang normal pada

keempat ekstremitas (nadi pada ekstremitas dari a.brachialis atau a.radialis dan nadi

pada ekstremitas bawah a.femoralis atau a.dorsalis pedis). Pada pengukuran hendaknya

dicatat keadaan pasien saat tekanan darah diukur. Tekanan darah normal pada anak

berumur 5-10 tahun adalah 100/60 mmHg. Tekanan darah sistolik dan diastolik meninggi

pada pelbagai kelainan ginjal (hipertensi renal) baik kelainan reno-parenkim seperti,

glomerulonefritis, pielonefritis, kadang-kadang sindroma nefrotik, maupun kelainan reno-

vaskular, seperti penyempitan a.renalis. 11

Pemeriksaan pernapasan mencakup laju pernapasan, irama atau keteraturan,

kedalamam dan pola pernapasan. Laju pernapasan normal pada anak berusia 5-9 tahun

adalah 15-30/menit.

Hal yang ketiga adalah data antropometrik, mencakup berat badan, tinggi badan,

dan rasio berat badan menurut tinggi badan. Kemudian berlanjut pada pemeriksaan fisis

lengkap. Aspek penting pada pemeriksaan fisik anak dalam menduga penyakit ginjal

yaitu : 11

o Mengetahui tinggi dan berat badan anak

o Saat inspeksi terlihat adanya lesi pada kulit, kepucatan, edema dan kelainan

tulang

o Anomali pada organ telinga, mata dan genitalia externa mungkin saja terjadi pada

penyakit ginjal

o Pengukuran tanda vital Tekanan darah harus diukur dengan manset yang

berada pada 2/3 lengan atas anak, dan denyut perifer dapat diraba

o Palpasi abdomen dengan perhatian yang tertuju pada ginjal, massa abdomen, otot

abdomen, dan adanya asites

B. Pemeriksaan Penunjang

Pada penderita glomerulonefritis akut dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium

untuk menunjang diagnosis. Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut ini

: 11,12

17

Page 18: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

Pemeriksaan urinalisis dilihat dari segi makroskopis, mikroskopis dan kimia urin

pada glomerulonefritis poststreptococcal sering didapatkan hematuria

makroskopis, jumlah urin berkurang, berat jenis urin meninggi, ada proteinuria

(albuminuria +), eritrosit (+), leukosit (+), dan sedimen urin berupa silinder

leukosit, eritorsit, hialin, dan berbutir.

Leukosit PMN (Polymorphonuclear) dan sel epitel renal biasanya ditemukan pada

pasien glomerulonefritis post streptococcal pada fase awal.

Penentuan titer ASTO (Antibody terhadap Streptolisin O) mungkin kurang

membantu karena titer ini jarang meningkat beberapa hari pasca infeksi

streprococcus, terutama yang kena di kulit (impetigo). Penentuan titer antibody

tunggal yang paling baik untuk glomerulonefritis post streptococcal adalah

dengan Tes antideoksiribonuklease B, yakni mengukur titer terhadap antigen

DNAse B.

Uji Streptozime yang merupakan suatu prosedur agglutination slide yang

mendeteksi antibody terhadap streptolisin O, DNAse B, hialuronidase,

streptokinase dan NADase.

Darah lengkap untuk mengetahui kadar protein darah (albumin serum rendah),

kreatinin serum (meninggi), ureum serum, elektroilit (hiperkalemia,

hiperfosfatemia, hipokalsemia), pH darah (asidosis), eritrosit, leukosit, trombosit,

dan Hb (menurun).

Kadar LED meninggi.

Kadar komplemen C3, pada pasien glomerulonefritis pascastreptococcus

didapatkan 90% kadar komplemen C3 rendah. Kadar ini diperiksa sejak 2 minggu

pertama sakit.

Pemeriksaan Patologi

Informasi histologis sangat berharga untuk diagnosis, perawatan, dan prognosis.

Evaluasi memuaskan dari jaringan ginjal memerlukan pemeriksaan oleh cahaya,

immunofluorescence, dan mikroskop elektron. Ketika biopsi diantisipasi, konsultasi

kepada nefrologist anak harus dilakukan. Pada anak-anak, biopsi prercutaneous ginjal

dengan jarum merupakan prosedur biopsi yang berisiko rendah—menghindari risiko atau

18

Page 19: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

anestesi umum—ketika dilakukan oleh seorang dokter berpengalaman. Sebaiknya,

seorang ahli bedah yang melakukan prosedur biopsi jika operasi eksposur dari ginjal

diperlukan, jika terdapat faktor risiko yang meningkat (misalnya gangguan pendarahan),

atau jika biopsi "baji" lebih disukai.

Makroskopis ginjal tampak agak membesar, pucat dan terdapat titik-titik

perdarahan pada korteks. Mikroskopis tampak hampir semua glomerulus terkena,

sehingga dapat disebut glomerulonefritis difusa.

Tampak proliferasi sel endotel glomerulus yang keras sehingga mengakibatkan

lumen kapiler dan ruang simpai Bowman menutup. Di samping itu terdapat pula infiltrasi

sel epitel kapsul, infiltrasi sel polimorfonukleus dan monosit. Pada pemeriksaan

mikroskop elektron akan tampak membrana basalis menebal tidak teratur. Terdapat

gumpalan humps di subepitelium yang mungkin dibentuk oleh globulin-gama,

komplemen dan antigen Streptococcus.

Gambar 1. Histopatologi gelomerulonefritis dengan mikroskop cahaya pembesaran 20×

Keterangan gambar :Gambar diambil dengan menggunakan mikroskop cahaya

(hematosylin dan eosin dengan pembesaran 25×). Gambar menunjukkan pembearan

glomerular yang membuat pembesaran ruang urinary dan hiperselluler. Hiperselluler

terjadi karnea proliferasi dari sel endogen dan infiltasi lekosit PMN

19

Page 20: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

Gambar 2. Histopatologi glomerulonefritis dengan mikroskop cahaya pembesaran 40×

Working Diagnosis Pasien dengan Gejala Glomerulonefritis Akut

Glomerulonefritis akut juga disebut dengan glomerulonefritis akut post

sterptokokus  (GNAPS) adalah suatu proses radang non-supuratif yang mengenai

glomeruli, sebagai akibat infeksi kuman streptokokus beta hemolitikus grup A, tipe

nefritogenik di tempat lain. Penyakit ini sering mengenai anak-anak.

Glomerulonefritis akut (GNA) adalah suatu reaksi imunologis pada ginjal

terhadap bakteri atau virus tertentu.Yang sering terjadi ialah akibat infeksi kuman

streptococcus. Glomerulonefritis merupakan suatu istilah yang dipakai untuk

menjelaskan berbagai ragam penyakit ginjal yang mengalami proliferasi dan inflamasi

glomerulus yang disebabkan oleh suatu mekanisme imunologis. Sedangkan istilah akut

(glomerulonefritis akut) mencerminkan adanya korelasi klinik selain menunjukkan

adanya gambaran etiologi, patogenesis, perjalanan penyakit dan prognosis.

Differential Diagnosis Pasien dengan Gejala Glomerulonefritis Akut

I. NEFROPATI IMUNOGLOBULIN A (Nefropati Berger)

Pendahuluan

Glomerulonefritis (glomerulopati) dengan presentasi klinis kelainan urinalisis urin

(hematuria dengan atau tanpa proteinuria ) sering lolos dari pendekatan diagnosis.

Dahulu penyakit ini dikenal sebgai hematuria esensial karena etiologinya tidak

diketahui.13

PEMERIKSAAN 13

A. Uji Saring Laboratorium

Pemeriksaan sedimen urin untuk identifikasi silinder eritrosit

Albuminuria semikuantitatif atau kuantitatif

Faal ginjal ureum dan kreatinin

20

Page 21: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

Mikrobiologi urin terutama CFU/ mL urin

B. Uji Saring Pencitraan (imaging)

Tujuan : untuk mencari etiologi hematuria

Ginjal polikistik

TBC ginjal dan saluran kemih

Khusus kasus urologi

Ekskresi urogram dan USG

DIAGNOSIS KERJA13

Pendekatan diagnostik Nefropati IgA Idiopatik tergantung manifestasi klinis.

Kelainan urinalisis rutin (hematuria dengan atau tanpa proteinuria) yang merupakan salah

satu manifestasi klinis.

Diagnosis Nefropati IgA

1. Identifikasi faktor predisposisi. Nefropati IgA lebih sering pada pasien dengan BW35,

dan DR4 MHC

2. Pemeriksaan imunodiagnostik

- Glomeruli memperlihatkan proliferasi sel-sel mesangial difus dan mungkin dan

mungkin disertai gambaran proliferasi fokal dan segmental

- Imunofluoresensi memperlihatkan deposit granular IgA dan C3 pada semua

glomeruli. Pada beberapa glomeruli pasien mungkin mengandung deposit IgG dan

IgM.

- IgA dan C3 dapat ditemukan pada dinding kapiler di daerah perbatasan dermal

dan epidermal

- Electron-dense deposit sering ditemukan pada subendotelium dan matriks

mesangial

- Pada sebagian besar pasien ditemukan CICx yang mengandung IgA. Konsentrasi

komponen-komponen komplemen biasanya normal.

GAMBARAN KLINIS 13

21

Page 22: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

Nefropati IgA tidak mempunyai gejala subyektif atau obyektif khusus (spesifik). Pada

umumnya manifestasi klinis Nefropati IgA:

1) hematuria makroskopik. Hematuria makroskopik (gross) rekuren yang mengikuti

infeksi saluran napas bagian atas. Hematuria berlangsung beberapa hari sampai 1

minggu. 2) proteinuria dengan sindrom nefritik.

3) Hipertensi berat disertai penurunan faal ginjal (gagal ginjal kronik).

GAMBARAN LABORATORIK 14

Gambaran Laboratorik : Hematuria makroskopik merupakan kelainan utama yang

hilang timbul, tetapi hematuria mikroskopik menetap di antara saat terjadinya hematuria

makroskopik. Dismorfik eritrosit pada urin menunjukkan bahwa eritrosit berasal dari

glomerulus, walaupun mungkin ditemukan bentuk eritosit normomorfik dan dismorfik.

Proteinuria sering (60% dari kasus) dideteksi pada pemeriksaan urin rutin dengan

kadar <1 g/hari. Proteinuria yang berat (nephrotic range) ditemukan pada kira-kira 10%

penderita. Faal ginjal umumnya masih normal, tetapi gambaran gagal ginjal akut maupun

gagal ginjal kronik dapat dideteksi pada beberapa pasien.

Kadar komplemen juga normal, walaupun dapat dijumpai fragmen C3 yang

meningkat, karena proses nefropati IgA berjalan melalui alternate pathway.

GAMBARAN PATOLOGIK 14

Dengan mikroskop cahaya, kebanyakan biopsi ginjal menunjukkan proliferasi

setempat dan segmental serta penambahan matriks. Beberapa menujukkan proliferasi

mesangium menyeluruh, kadang-kadang disertai dengan pembentukan bulan-sabit dan

jaringan parut. IgA merupakan imunoglobulin utama yang diendapkan pada mesangium,

tetapi IgM, IgG,C3, dan properdin dalam jumlah yang lebih sedikit lazim dijumpai.

Penemuan ini diperkuat dengan pemeriksaan mikroskop elektron.

ETIOLOGI

Kelainan ini dikenal juga sebagai:

− penyakit Berger

− nefropati IgA–IgG

22

Page 23: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

Berger menamakannya sebagai deposisi IgA yang idioptik pada mesangium. Kelainan

ini adalah suatu bentuk glomerulonefritis yang ditandai oleh deposit, terutama IgA, pada

setiap glomerulus. Deposit yang difus ini disertai pula dengan kelainan fokal dan

segmental.

Penyakit sistematik yang juga disertai dengan deposit IgA perlu disingkirkan, seperti

kelainan hepato-bilier dan purpura Henoch–Schonlein.

Deposit IgA disertai komponen-komponen komplemen seperti C3, C4 atau CLq

ternyata ditemukan pada beberapa penyakit lain seperti HSP (Henoch Schonlein

purpura), SLE, dan penyakit sirosis hati. 14

Etiologi nefropati IgA idiopatik (primer atau isolated) tidak diketahui. Presentasi

klinis hematuria mikroskopik atau makroskopik berulang sering diikuti infeksi saluran

bagian atas (faringitis atau tonsilitis),

Hematuria yang mengikuti episode faringitis dinamakan syndrome pharyngitic

hematuria.13

T abel-1 Klasifikasi Nefropati IgA

A. Primer

1. Nefropati IgA primer (idiopatik) atau isolated

2. Berhubungan dengan HSP (Henoch-Schonlein purpura)

B. Sekunder

1. Penyakit hati alkoholik

2. IgA monoklonal garnopati

3. Mikosis fungoides

4. Lepra

5. Dermatitis hepertiformis

6. Hemosiderosis paru

7. Spondilosis ankilosing

8. Shunt sistem portal

EPIDEMIOLOGI

23

Page 24: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

Terdapat distibusi yang tidak merata dari nefropati IgA, misalnya di Eropa lebih

banyak dari pada di Amerika Serikat. (Eropa 20% dari jumlah biopsi untuk

glomerulonefritis primer sedangkan di Amerika Utara 10%)4. Di beberapa negara Asia,

nefropati IgA mulai nampak sebagai kelainan yang sering atau paling sering dijumpai.

(30% – 40% dari jumlah biopsi ginjal). Usaha untuk mencari nefropati IgA di Indonesia

pada saat munculnya laporan tentang kelainan ini pada beberapa Negara Asia, belum

berhasil. Tetapi kemudian tampaklah, kelainan ini menjadi penting pula bagi kita, karena

semakin banyaknya dilaporkan nefropati jenis ini.. Dilaporkan pada tahun 1985 bahwa

9.5% dari pasien glomerulonefritis. 14

PATOFISIOLOGI

Imunoglobulin A14

Imunoglobulin A (IgA) adalah protein yang dihasilkan oleh sel limfosit B. IgA

merupakan imunoglobulin utama yang ditemukan pada mukosa, sehingga disebut juga

sebagai secretory immunoglobulin (SIgA). Bila dilihat luasnya jaringan mukosa pada

badan kita, jelaslah, IgA memang peranan penting dalam mekanisme pertahanan tubuh

kita. IgA merupakan pertahanan primer tubuh, terdapat banyak pada air liur, air mata,

sekresi bonchus, mukosa hidung, cairan prostat, sekresi vagina dan mukus dari usus

halus.

Di dalam serum manusia, 85%–90% dari total IgA adalah monomer, sedangkan sisanya

berbentuk polimer. Tiap molekul SIgA terdiri atas 2 unit dasar berantai 4, di mana

terdapat komponen sekresi (secretory component) dan rantai J (J-chain). Jadi SIgA adalah

suatu bentuk dimer dari IgA, dengan berat molekul 400.000.

Deposisi kompleks imun–IgA pada mesangium 14

Nefropati IgA adalah suatu penyakit yang berdasarkan pembentukan kompleks

imun, yang diendapkan pada mesangium. Pendapat ini didukung oleh gambaran endapan

IgA yang tidak merata pada membrana basalis, yang terlihat pada pemeriksaan

imunoflouresens. Selain daripada itu, ginjal yang terkena nefropati IgA bila

ditransplantasikan kepada resipien yang sehat, maka gambaran nefropati IgA akan

menghilang. Kadar IgA pada plasma pasien didapatkan meninggi pada 50% pasien,

peningkatan kadar kompleks imun– IgA yang sejalan dengan aktifitas penyakit,

24

Page 25: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

peningkatan produksi IgA in vitro oleh limfosit, serta didapatkannya endapan IgA pada

kapiler kulit, merupakan data tambahan yang menyokong adanya kompleks imun sebagai

dasar nefropati IgA.

Namun demikian antigen yang merangsang pembentukan kompleks imun

tersebut masih belum dapat dikenal dengan jelas.

Beberapa hal yang dapat menjelaskan terjadinya nefropati IgA adalah:

1) Produksi IgA yang berlebihan

Hematuria pada nefropati IgA terjadi dalam 1–3 hari setelah infeksi saluran nafas

bagian atas. Hal ini jelas membedakan nefropati IgA dengan glomerulonefritis pasca

streptokokus. Infeksi virus yang berulang pada mukosa akan menyebabkan

pembentukan . IgA lokal yang berlebihan. Rangsangan oleh antigen dari makanan

dapat pula merangsang produksi IgA yang berlebihan pada mukosa usus. Selain

daripada itu, limfosit tonsil pasien juga menunjukkan kemampuan membentuk IgA

yang lebih banyak. Rangsangan kronis antigen ini memungkinkan dibentuk endapan

pada glomerulus. Diperkirakan kompeks imun terbentuk in situ.

2) Defek pada mukosa

Kerusakan mukosa, menyebabkan eliminasi antigen tidak sempurna. Antigen dapat

masuk ke dalam peredaran darah. Kemudian dapat terjadi reaksi peradangan yang

berdasarkan pembentukan kompleks imun. Contoh dari hal ini adalah hubungan

nefropati IgA dengan dermatitis herpetiformis dan enteropati gluten.

3). Eliminasi yang terganggu

Penyakit hati, akan menghambat eliminasi kompleks imun-IgA dari sirkulasi.

Kompleks imun ini dapat terlihat diendapkan pada sinusoid hati dan kapiler kulit.

Dijumpai adanya nefropati IgA pada pasien serosis, mendukungpendapat ini.

4). Peranan komplemen

Kompleks imun–IgA tidak mampu berikatan dengan Cl, sehingga tidak terjadi

pembentukan C3b. Padahal C3b ini berfungsi mencegah pembentukan kompleks

imun yang berukuran besar. Seperti dibicarakan sebelumnya, kompleks imun yang

berukuran besar lebih mudah diendapkan, sehingga timbul kerusakan jaringan. Selain

itu C3b ini dapat mengikatkan kompleks imun pada reseptor eritrosit , sehingga

25

Page 26: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

memudahkan pengangkutan kompleks imun ini ketempat penghancurannya pada

sistem retikuloendotelial.

5) Faktor genetik

Keluarga pasien penderita nefropati IgA terbukti mempunyai kemampuan sintesis

IgA poliklonal yang meninggi. Penelitian di Jepang menunjukkan kaitan antara

nefropati IgA dengan sistem HLA, yaitu HLA DR4, sedangkan di Eropa

menunjukkan golongan lain (HLA B35 dan HLA B12).

6) Faktor geografis

Perbedaan frekuensi nefropati IgA di beberapa negara belum dapat diterangkan

dengan jelas. Faktor antigen setempat, factor reaksi terhadap antigen dapat

dipertimbangkan. Seleksi dan pencariān kasus yang intensif, indikasi biopsi ginjal

yang lebih lunak, tentu akan menghasilkan penemuan kasus yang lebih banyak.

PENATALAKSANAAN 13

Terapi semata-mata bersifat simptomatik tergantung menifestasi klinis, tanpa keluhan

atau keluhan ringan atau keadaan darurat medis seperti SNA (sindrom nefrotik akut).

Prinsip terapi simptomatik yaitu intervensi terhadap patogenesis dan patofisiologi,

perjalanan penyakit atau komplikasi.

Intervensi terhadap Patogenesis dan Patofisiologi

1. Mengurangi kontak dengan antigen:

a. antibiotik bila berhubungan dengan infeksi bakteri

b. Tonsilektomi

2. Manipulasi diet dan asupan antigen : Sodium chromoglycate

3. Mengurangi pembentukan IgA : fenitoin

4. Imune-complex-mediated injury : kortikosteroid,siklosporin

5. Obat antiproteinuria : Proteinuria diduga sebagai marka sebagai progresivitas

kerusakan ginjal (glomerulosklerosis)

26

Page 27: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

- Pembatasan asupan protein hewani

- Penghamabat ACE dan Angiotensin Receptor Blocker

6. Hipertensi :

a. penghambat ACE

b. angiotensin receptor blocker

c. antagonis kalsium

7. Perubahan (kelainan) hemoreologi :

a. antikoagulan

b. obat antiplatelet (dipiridamol)

c. omega 3

KOMPLIKASI 13

1. Sindrom nefritik akut (SNA)

2. Sindrom Nefrotik

3. Sindrom gagal ginjal kronik/terminal

PROGNOSIS 13

Prognosis Nefropati IgA tergantung dari manifestasi klinis.

1. Hematuria makroskopis (gross) asimtomatik

- Pada anak biasanya mempunyai prognosis baik, faal ginjal normal, dan hipertensi

mudah dikendalikan

- Pada dewasa mempunyai prognosis lebih buruk hampir 5-10% terjadi gagal ginjal

kronik.

2. Nefrotik IgA idiopatik mempunyai prognosis buruk bila manifestasi klinis berupa

sindroma nefrotik disertai hipertensi.

3. Nefropati IgA dengan manifestasi klinis gagal ginjal kronik/ terminal harus

menjalani program dialisis dan transplantasi ginjal. Rekurensi nefrpati IgA pada

ginjal cangkok (graft kidney) setelah kira-kira 10 tahun.

II. NEFRITIS HEREDITER (SINDROM ALPORT)

Pendahuluan 13

27

Page 28: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

Nefritis herediter biasa disebut sebagai sindrom Alport merupakan penyakit glomerulus

yang progresif terutama pada laki-laki sering disertai gangguan saraf pendengaran dan

pengelihatan.

PEMERIKSAAN

1. urinalisis analisis air kemih

2. Pemeriksaan audiometri menunjukkan adanya ketulian

3. Biopsi ginjal meunjukkan glomeulonefritis kronis dengan gambaran yang khas untuk

sindroma alport

DIAGNOSIS KERJA 13

Adanya riwayat penyakit ginjal disertai gangguan pendengaran pada anggota

keluarga merupakan tuntutan untuk mencurigai sindrom Alport. Hal ini dihubungkan

dengan adanya hematuria glomerulus persisten. Pada biopsi ginjal ditemukan adanya

kelainan MBG. Perkembangan klinis menuju pada progresivitas penyakit ginjal kronis

serta bila mungkin tes genetika adanya mutasi gen COL4A5, COL4A3,COL4A4.

GAMBARAN KLINIK 13

Biasanya manifestasi klinis berupa hematuria asimtomatik, jarang terjadi gross

hematuri, terjadi pada usia muda, mikrohematuri persisten sering terjadi terutama pada

anak laki-laki. Pada tahap awal biasanya kreatinin serum dan tekanan darah tidak

mengalami perubahan, tetapi dengan berjalannya waktu fungsi ginjal mengalami

penurunan secara progresif yang ditandai dengan proteinuria yang semakin persisten dan

menjadi gagal ginjal tahap akhir pada usia 16 sampai 35 tahun. Variasi gambaran klinis

ditentukan oleh besarnya mutasi genetik.

Gangguan eksternal yang paling sering didapati adalah hilangnya pendengaran,

dimulai dengan hilangnya kemampuan mendengarkan nada-nada tinggi dan akhirnya

hilang kemampuan mendengar percakapan normal. Pada mata dijumpai gangguan berupa

kurangnya kemampuan lengkung lensa mata ( anterior lenticonus), bintik putih atau

kuning di daerah perimakular retina, kelainan kornea berupa distrofi polimorfis posterior

28

Page 29: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

dan erosi kornea, dan berakhir dengan mundurnya ketajaman penglihatan.

Megatrombsitopenia dapat ditemukan pada tipe autosomal dominant.

GAMBARAN PATOLOGI 8

Biopsi ginjal yang dilakukan selama usia dekade pertama dapat menunjukkan

sedikit perubahan bila dilihat dengan mikroskop cahaya. Nantinya, pada glomerulus

dapat terjadi proliferasi mesangium dan penebalan dinding kapiler, menimbulkan

sklerosis glomerulus progresif. Atrofi tubulus, radang dan fibrosis interstitial, dan sel

busa ( sel tubulus atau interstitial penuh-lipid nonspesifik) terjadi jika penyakitnya

menjelek. Pemeriksaan imunopatologi biasanya negatif.

Pada kebanyakan penderita, pemeriksaan mikroskop elektron menunjukkan

penebalan,penipisan, perobekan, dan pelapisan membrana basalis glomerulus dan

tubulus, tetapi lesi ini tidak spesifik untuk sindroma Alport dan mungkin tidak ditemukan

pada keluarga tertentu yang mempunyai manifestasi klinis khas sindrom ini.

ETIOLOGI 13

Ini adalah beberapa tipe nefritis herediter yang paling sering. Ada variabilitas yang

mencolok pada tanda klinis, riwayat alamiah, kelainan histologis, dan pola genetik. Sejak

tahun 1980 dapat dibuktikan bahwa kelainan Sindrom Alport terletak pada membrana

basalis glomerulus (MBG) akibat mutasi genetik pada collagen protein family tipe IV.

Secara genetik merupakan penyakit heterogenetik dengan x-linked inheritance, baik

autosomal dominant variants maupun autosmal recessive. Pada autosomal recessive

sindrom Alport, mutasi berasal dari gen COL4A3, COL4A4, atau COL4A6.

EPIDEMIOLOGI 13

Prevelensi penyakit ini diperkirakan 1 : 50.000 kelahiran hidup. Pada 80% pasien,

penyakit ini diturunkan melalui x-linked trait berasal dari mutasi gen COL4A5 pada

kromosom x sehingga dapat dijumpai keadaan yang spesifik tidak akan terjadi penurunan

dari seorang bapak ke anak laki-laki karena sifat genetik laki-laki hanya melalui

kromosom y, tetapi dapat memberikan kromosom x abnormal kepada anak

perempuannya. Perempuan dengan x-linked sindrom Alport merupakan karier

29

Page 30: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

heterogenik dari penyakit mutasi genetik ini dapat menurunkannya kepada anak laki-laki

maupun perempuan.

PATOFISIOLOGI 15

GBM adalah struktur sheetlike antara sel-sel endotel kapiler dan sel-sel epitel

viseral dari glomerulus ginjal. Kolagen tipe IV adalah konstituen utama dari GBM

itu.Setiap jenis molekul kolagen IV terdiri dari 3 subunit, disebut alpha (IV) rantai, yang

saling terkait menjadi struktur heliks tiga. Dua molekul berinteraksi pada akhir C-

terminal, dan 4 molekul berinteraksi pada ujung N-terminal untuk membentuk sebuah

"kawat ayam" jaringan. Enam isomer dari (IV) rantai alfa ada dan ditunjuk alpha-1 (IV)

untuk alpha-6 (IV). Gen-gen coding untuk 6 (IV) rantai alfa didistribusikan di pasang

pada 3 kromosom (lihat Tabel 1), sebagai berikut:

Alfa-1 (IV) dan alfa-2 (IV) rantai yang dikodekan oleh

gen COL4A1 danCOL4A2, masing-masing, dan terletak pada kromosom 13.

Alpha-3 (IV) dan alfa-4 (IV) rantai dikodekan oleh sepasang gen yang sama

(yaitu, COL4A3, COL4A4, masing-masing) dan terletak pada kromosom 2.

Gen COL4A5 dan COL4A6 pada kromosom X menyandikan alpha-5 (IV) dan alpha-6

(IV) rantai, masing-masing.

Tabel 1. Lokasi dan Mutasi Gen Coding untuk Alpha (IV) Jaringan Kolagen Tipe IV di Alport Syndrome.

Alpha (IV) Rantai Gen Kromosom Lokasi Mutasi

Alpha-1 (IV) COL4A1 13 Diketahui

Alpha-2 (IV) COL4A2 13 Diketahui

Alpha-3 (IV) COL4A3 2 Aras *

Alpha-4 (IV) COL4A4 2 Aras

Alpha-5 (IV) COL4A5 X XLAS †

Alpha-6 (IV) COL4A6 X Leiomyomatosis ‡

* Autosomal resesif sindrom Alport (mutasi daerah 5 'rentangan

30

Page 31: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

dariCOL4A5 dan COL4A6 gen) 

† terkait-X sindrom Alport 

‡ autosomal resesif sindrom Alport 

Alfa-1 (IV) dan alfa-2 (IV) rantai di mana-mana di semua membran basement (lihat

Tabel 2), namun jenis lainnya rantai kolagen IV memiliki jaringan distribusi lebih

terbatas. Membran basement dari glomerulus, koklea, paru-paru, kapsul lensa, dan dan

membran Bruch Descemet di mata mengandung alpha-3 (IV), alfa-4 (IV), dan alpha-5

(IV) rantai, selain alfa -1 (IV) dan alfa-2 (IV) rantai. Alpha-6 (IV) rantai yang hadir

dalam membran basalis epidermis (lihat Tabel 2).

Tabel 2. Jaringan Distribusi dari Alpha (IV) Jaringan 

Alpha (IV) Rantai

Jaringan Distribusi

Alpha-1 (IV) Ubiquitous

Alpha-2 (IV) Ubiquitous

Alpha-3 (IV) GBM, * TBM distal, Descemet membran, membran Bruch, kapsul lensa anterior, paru-paru, koklea

Alpha-4 (IV) GBM, TBM distal, Descemet membran, membran Bruch, kapsul lensa anterior, paru-paru, koklea

Alpha-5 (IV) GBM, TBM distal, Descemet membran, membran Bruch, kapsul lensa anterior, paru-paru, koklea

Alpha-6 (IV) Distal TBM, membran basal epidermis

* Membran basement Tubular

Sindrom Alport disebabkan oleh cacat pada gen yang mengkode alpha-3, alpha-4,

atau-5 alpha rantai kolagen IV membran jenis basement. Frekuensi gen diperkirakan rasio

Alport syndrome adalah 1:5000, dan gangguan secara genetik heterogen. Tiga bentuk

31

Page 32: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

genetik dari sindrom Alport ada: XLAS, yang hasil dari mutasi pada gen COL4A5 dan

account untuk 85% kasus; Aras, yang disebabkan oleh mutasi pada baik COL4A3 atau

gen COL4A4 dan bertanggung jawab untuk sekitar 10-15% kasus, dan, jarang, sindrom

Alport autosomal dominan (ADAS), yang disebabkan oleh mutasi pada

baik COL4A3 atau gen COL4A4 dalam setidaknya beberapa keluarga dan rekening untuk

sisa kasus (lihat Tabel 1).

Dalam COL4A5 gen dari keluarga dengan XLAS, lebih dari 300 mutasi gen telah

dilaporkan. Kebanyakan COL4A5 mutasi kecil dan termasuk mutasi missense, sambatan-

situs mutasi, dan kecil (yaitu, <10-pasangan basa [bp]) penghapusan.Sekitar 20% dari

penyusunan ulang mutasi pada lokus utama COL4A5 (yaitu, berukuran besar dan

menengah penghapusan). Sebuah jenis tertentu yang mencakup penghapusan berakhir 5

'dari COL4A5 dan COL4A6 gen dikaitkan dengan kombinasi langka XLAS dan

leiomyomatosis menyebar dari esophagus, pohon trakeobronkial, dan saluran kelamin

perempuan.

Pada pasien dengan sindrom Alport, tidak ada mutasi telah diidentifikasi hanya

dalam gen COL4A6. Untuk saat ini, hanya 6 mutasi pada gen COL4A3 dan 12 mutasi

pada gen COL4A4 telah diidentifikasi pada pasien dengan Aras. Pasien heterozigot baik

homozigot untuk mutasi atau senyawa mereka, dan orang tua mereka adalah pembawa

asimtomatik. Mutasi termasuk substitusi asam amino, penghapusan frameshift, mutasi

missense, penghapusan inframe, dan mutasi splicing. ADAS lebih jarang daripada XLAS

atau Aras. Baru-baru ini, sebuah situs sambatan mutasi sehingga melompat-lompat dari

ekson 21 pada gen COL4A3ditemukan di ADAS.

Meskipun kemajuan luar biasa dalam menggambarkan genetika molekular sindrom

Alport, patogenesis gagal ginjal pada pasien dengan penyakit ini masih kurang

dipahami. Kelainan utama pada pasien dengan sindrom Alport hasil dari penyimpangan

ekspresi basement membran alfa-3 (IV), alfa-4 (IV), dan alpha-5 (IV) rantai kolagen tipe

IV. Rantai ini biasanya underexpressed atau absen dari membran basement pasien dengan

sindrom Alport.

Kelainan primer pada pasien dengan sindrom Alport terletak dalam domain (NC1)

noncollagenous dari terminal C-dari rantai alpha-5 (IV) di XLAS dan bahwa alpha-3 (IV)

32

Page 33: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

atau alpha-4 (IV) rantai di Aras dan ADAS. Kebetulan, antigen yang terlibat dalam

patogenesis sindrom Goodpasture berada dalam domain NC1 dari rantai alpha-3 (IV).

Pada periode awal perkembangan ginjal, alpha-1 (IV) dan alfa-2 (IV) rantai mendominasi

di GBM itu. Dengan pematangan glomerulus, alpha-3 (IV), alfa-4 (IV), dan alpha-5 (IV)

menjadi lebih besar rantai oleh proses yang disebut beralih isotipe.Bukti menunjukkan

bahwa alpha-3 (IV), alfa-4 (IV), dan alpha-5 (IV) rantai bergabung untuk membentuk

jaringan kolagen yang unik. Kelainan salah satu rantai, seperti yang diamati pada pasien

dengan sindrom Alport, membatasi pembentukan jaringan kolagen dan mencegah

penggabungan rantai kolagen lainnya.

Bukti terbaru menunjukkan bahwa isoform switching jenis kolagen IV menjadi

perkembangan ditangkap pada pasien dengan XLAS. Hal ini menyebabkan distribusi

mempertahankan janin alfa-1 (IV) dan alfa-2 (IV) isoform dan tidak adanya alpha-3 (IV),

alfa-4 (IV), dan alpha-5 (IV) isoform. Kaya sistein-alpha-3 (IV), alfa-4 (IV), dan alpha-5

(IV) rantai diperkirakan untuk meningkatkan ketahanan terhadap degradasi proteolitik

GBM di lokasi filtrasi glomerulus, dengan demikian, ketekunan anomali dari alfa -1 (IV)

dan alfa-2 (IV) isoform menganugerahkan kenaikan tak terduga dalam kerentanan

terhadap enzim proteolitik, yang mengarah ke ruang bawah tanah membelah membran

dan kerusakan.

Bagaimana cacat hasil kolagen rantai di glomerulosklerosis masih belum

jelas.Bukti sekarang menunjukkan bahwa akumulasi jenis V dan VI kolagen (bersama

dengan alpha-1 [IV] dan alpha-2 [IV]) rantai di GBM terjadi sebagai respon kompensasi

untuk hilangnya alpha-3 (IV), alfa- 4 (IV), dan alpha-5 (IV) rantai.Protein ini menyebar

dari lokasi subendothelial normal dan menempati lebar penuh GBM, mengubah

homeostasis glomerulus dan mengakibatkan penebalan GBM dan gangguan

permselectivity makromolekul dengan sklerosis glomerulus berikutnya, fibrosis

interstisial, dan gagal ginjal.

Penelitian eksperimental melibatkan transformasi pertumbuhan beta faktor (TGF-

beta) dan matriks metalloproteinase dalam perkembangan penyakit ginjal pada sindrom

Alport. Studi lebih lanjut diperlukan untuk menentukan peran mereka patogenetik yang

tepat dan relevansi potensi mereka sebagai target terapi.

33

Page 34: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

PATOGENESIS 13

MBG awalnya normal lalu mengalami perubahan menjadi bilaminer lalu multiminer

dan akhirnya mendesak lengkung kapiler glomerulus, glomerulus menjadi sklerotik,

tubulus mengalami atrofi, interstisium mengalami fibrosis. Dengan pemeriksaan antibodi

monoklonal dapat diketahui bahwa COL4A3,4, dan 5 terdistribusi secara normal pada

MBG, kapsul bowman dan juga pada membran basalis distal collecting tubule, serta pada

membran-membran di koklea mata, dengan demikian kerusakan yng terjadi pada organ

tersebut mempunyai persamaan proses.

PENATALAKSANAAN 13

Saat ini belum ada terapi spesifik, terapi lebih banyak ditujukan pada pengendalian

keadaan sekunder akibat gangguan fungsi ginjal seperti pengendalian hipertensi dengan

menggunakan angiotensin coverting enzym inhibitors. Obat ini dapat menurunkan

tekanan intraglomerulus dan terbukti dapat menurunkan laju progresivitas penurunan

fungsi ginjal. Untuk pencegahan terhadap meluasnya ekspansi mesangial dapat diberikan

siklosporin A terutama pada pasien dengan proteinuria berat, sedangkan untuk

pengendalian fosfat digunakan pengikat fosfat, serta pengendalian dislipidemia

menggunakan statin. Gangguan fungsi pendengaran biasanya permanen sehingga pasien

dapat diberikan pelatihan keterampilan berkomunikasi dengan isyarat, gangguan pada

lensa mata dapat diatasi dengan penggantian lensa mata atau penggantian kornea. Dialisis

dilakukan pada penyakit ginjal kronik tahap akhir.

Transplantasi Ginjal 8

Dilakukan pada pasien yang sudah pada tahap akhir penyakit ginjal kronik.

Dilaporkan bahwa 3 sampai 4% dari pasien transplantasi ginjal tersebut mengalami anti-

GBM antibody disease dan umumnya terjadi pada tahun pertamapasca transplantasi,

terjadi glonerulonefritis kresentik dan berakhir dengan graft loss. Bila terjadi hal tersebut

maka plasmaferesis dan pemberian siklofosfamid merupakan pilihan pengobatan.

Berulangnya sindrom Alport pasca transplantasi tidak pernah dijumpai sampai saat ini.

34

Page 35: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

PENCEGAHAN

Pencegahan yang dapat dilakukan dengan menjalani konsultasi pra-nikah pada

seorang dengan riwayat penyakit ginjal dan ketulian dalam keluarganya. Keadaan

tersebut potensial mempunyai risiko terhadap sindrom Alport. Konsultasi dilakukan oleh

ahi genetika.

KOMPLIKASI 8

Jika fungsi ginjal memperburuk, hipertensi, infeksi saluran kencing, dan manifestasi

kegagalan ginjal kronis dapat muncul, ESRD.

PROGNOSIS 8

Wanita biasanya mempunyai harapan hidup normal (karenanya lebih banyak ibu

daripada bapak yang menurunkan penyakit ini pada anaknya) dan hanya kehilangan

pendengaran subklinis.

Sindrom Alport menyebabkan kerusakan progresif pada ginjal melalui penggantian

bertahap struktur ginjal normal (glomeruli dan tubulus) oleh jaringan parut. Proses ini

dikenal sebagai fibrosis. Semua anak laki-laki dengan X-sindrom Alport terkait akhirnya

mengembangkan gagal ginjal. Dialisis atau transplantasi sering menjadi diperlukan oleh

remaja atau dewasa muda, namun gagal ginjal mungkin tertunda hingga usia 40-50 tahun

pada beberapa pria dengan sindrom Alport. Kebanyakan gadis-gadis dengan X-sindrom

Alport terkait tidak mengembangkan gagal ginjal. Namun, sebagai perempuan dengan

usia yang sudah dewasa atau tua yang terkena sindrom Alport risiko gagal ginjal

meningkat.

Semua anak laki-laki dan perempuan dengan sindrom Alport resesif autosomal

mengembangkan gagal ginjal, biasanya oleh remaja atau dewasa muda. Orang dengan

sindrom Alport autosomal dominan biasanya juga memasuki usia paruh baya sebelum

kegagalan ginjal berkembang. 15

Etiologi Pasien dengan Gejala Glomerulonefritis Akut

Sebagian besar (75%) glomerulonefritis akut paska streptokokus timbul setelah

infeksi saluran pernapasan bagian atas, yang disebabkan oleh kuman Streptokokus beta

35

Page 36: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

hemolitikus grup A tipe 1, 4,12,18,25,49 dan 57. Jenis tertentu memang bersifat

nefritogenik. Penykit glomerulonefritis ini dapat timbul 3 minggu setelah infeksi kuman

streptokokus. Pada 23% dari anak-anak yang terkena infeksi kulit oleh streptokokus tipe

49 terkena nefritis dan hematuria. Infeksi kuman streptokokus beta hemolitikus ini

mempunyai resiko terjadinya glomerulonefritis akut paska streptokokus berkisar 10-15%.

Mungkin faktor iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan faktor alergi

mempengaruhi terjadinya GNA setelah infeksi dengan kuman Streptococcuss. Ada

beberapa penyebab glomerulonefritis akut, tetapi yang paling sering ditemukan

disebabkan karena infeksi dari streptokokus, penyebab lain diantaranya:

1. Bakteri  :    streptokokus grup C, meningococcocus, Sterptoccocus Viridans,

Gonococcus, Leptospira, Mycoplasma Pneumoniae, Staphylococcus

albus, Salmonella typhi

2. Virus    :    hepatitis B, varicella, vaccinia, echovirus, parvovirus, influenza, parotitis

epidemika dl

3.   Parasit      : malaria dan toksoplasma 16,17

Streptokokus

Streptokokus terdiri dari kokus yang berdiameter 0,5-1miro meter. Dalam bentuk rantai

yang khas, kokus agak memanjang pada arah sumbu rantai. Streptokokus pathogen jika

ditanam dalam perbenihna cair atau padat yang cocok sering membentuk rantai panjang

yang terdiri dari 8 buah kokus atau lebih.

Streptokokus yang menimbulkan infeksi pada manusia adalah positif gram, tetapi varietas

tertentu yang diasingkan dari tinja manusia dan jaringan binatang ada yang negative

gram. Pada perbenihan yang baru kuman ini positif gram, bila perbenihan telah berumur

beberapa hari dapat berubah menjadi negative gram. Tidak membentuk spora, kecuali

beberapa strain yang hidup saprofitik. Geraknya negative. Strain yang virulen membuat

selubung yang mengandung hyaluronic acid dan M type specific protein. Jika pada

36

Page 37: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

perbenihan biasa, kuman ini pertumbuhannya akan kurang subur jika tidak ditambahkan

darah atau serum. Kuman ini tumbuh baik pada pH 7,4-7,6, suhu optimum untuk

pertumbuhan adalah 37oC.10

Epidemologi Pasien dengan Gejala Glomerulonefritis Akut

Glomerulonefritis akut pasca streptokok yang klasik terutama menyerang anak

dan orang dewasa muda, dengan meningkatnya usia frekuensinya makin berkurang. Pria

lebih sering terkena daripada wanita. Dengan perbandingan pria dan wanita 2:1. Lebih

sering pada musim dingin dan puncaknya pada musim semi. Paling sering pada anak-

anak usia sekolah. Suku atau ras tidak berhubungan dengan prevelansi penyakit ini, tapi

kemungkinan prevalensi meningkat pada orang yang sosial ekonominya rendah, sehingga

lingkungan tempat tinggalnya tidak sehat.18

Faktor Risiko

Diabetes adalah penyakit dimana tubuh kita tidak memproduksi cukup insulin

atau tidak bisa menggunakan insulin secara normal dan memadai. Hal ini

meningkatkan kadar gula di dalam darah, yang bisa menyebabkan masalah pada

banyak organ tubuh Kita. Diabetes adalah penyebab yang terdepan dari penyakit

ginjal.

Tekanan darah tinggi adalah penyebab umum lain dari penyakit ginjal dan

komplikasi-komplikasi lain seperti serangan jantung dan stroke. Tekanan darah

tinggi terjadi ketika desakan darah pada dinding arteri bertambah. Ketika tekanan

darah tinggi terkontrol, resiko komplikasi seperti penyakit ginjal kronis dengan

sendirinya akan menurun.

Infeksi-infeksi saluran kemih terjadi ketika kuman-kuman memasuki saluran

kemih dan menimbulkan gejala-gejala seperti rasa sakit atau rasa terbakar ketika

buang air kecil dan keinginan berkemih yang lebih sering. Infeksi-infeksi ini

paling sering berakibat pada kandung kemih, tetapi kadang-kadang menyebar

keginjal-ginjal, dan bisa menyebabkan demam dan rasa sakit pada bagian

belakang.

37

Page 38: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

Penyakit-penyakit bawaan juga dapat mempengaruhi ginjal. Hal ini biasanya

berupa masalah yang terjadi dalam saluran kemih ketika bayi tumbuh dalam

kandungan ibunya. Satu hal yang paling umum terjadi ialah ketika mekanisme

seperti keran diantara kandung kemih dan saluran kencing gagal bekerja dengan

baik dan menyebabkan urine tertarik kembali keginjal. Hal ini menyebabkan

infeksi dan memungkinkan terjadinya kerusakan ginjal.

Toksin dan obat-obatan bisa juga menyebabkan masalah-masalah ginjal.

Penggunaan dalam jumlah besar obat penghilang rasa sakit dalam waktu yang

panjang dapat membahayakan ginjal. Pengobatan tertentu, toksin, pestisida dan

obat-obatan jalanan seperti heroin bisa juga mengakibatkan kerusakan ginjal.

Patogenesis Pasien dengan Gejala Glomerulonefritis Akut

Sebenarnya bukan sterptokokus yang menyebabkan kerusakan pada ginjal.

Diduga terdapat suatu antibodi yang ditujukan terhadap suatu antigen khsus yang

merupakan unsur membran plasma sterptokokal spesifik. Terbentuk kompleks antigen-

antibodi didalam darah dan bersirkulasi kedalam glomerulus tempat kompleks tersebut

secara mekanis terperangkap dalam membran basalis.selanjutnya komplomen akan

terfiksasi mengakibatkan lesi dan peradangan yang menarik leukosit polimorfonuklear

(PMN) dan trombosit menuju tempat lesi. Fagositosis dan pelepasan enzim lisosom juga

merusak endothel dan membran basalis glomerulus (IGBM). Sebagai respon terhadap lesi

yang terjadi, timbu proliferasi sel-sel endotel yang diikuti sel-sel mesangium dan

selanjutnya sel-sel epitel. Semakin meningkatnya kebocoran kapiler gromelurus

menyebabkan protein dan sel darah merah dapat keluar ke dalam urine yang sedang

dibentuk oleh ginjal, mengakibatkan proteinuria dan hematuria. Agaknya kompleks

komplomen antigen-antibodi inilah yang terlihat sebagai nodul-nodul subepitel pada

mikroskop elektron dan sebagai bentuk granular dan berbungkah-bungkah pada

mikroskop imunofluoresensi, pada pemeriksaan cahaya glomerulus tampak membengkak

dan hiperseluler disertai invasi PMN. Penyakit ini merupakan reaksi hypersensitivity

tipe3.

Manifestasi Klinik Pasien dengan Gejala Glomerulonefritis Akut

38

Page 39: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

Gejala klinis glomerulonefritis akut sangat bervariasi, dari keluhan-keluhan ringan atau

tanpa keluhan sampai timbul gejala-gejala berat dengan bendungan paru akut, gagal

ginjal akut, atau ensefalopati hipertensi.

Kumpulan gambaran klinis yang klasik dari glomerulonefritis akut dikenal dengan

sindrom nefritik akut. Bendungan paru akut dapat merupakan gambaran klinis dari

glomerulonefritis akut pada orang dewasa atau anak yang besar. Sebaliknya pada pasien

anak-anak, ensefalopati akut hipertensif sering merupakan gambaran klinis pertama.

1. Infeksi Streptokok

Riwayat klasik didahului (10-14 hari) oleh faringitis, tonsilitis atau infeksi kulit

(impetigo). Data-data epidemiologi membuktikan, bahwa prevalensi

glomerulonefritis meningkat mencapai 30% dari suatu epidemi infeksi saluran nafas.

Insiden glomerulonefritis akut pasca impetigo relatif rendah, sekitar 5-10%.

2. Gejala-gejala umum

Glomerulonefritis tidak memberikan keluhan dan ciri khusus. Keluhan-keluhan

seperti anoreksia, lemah badan, tidak jarang disertai panas badan, dapat ditemukan

pada setiap penyakit infeksi.

3. Keluhan saluran kemih

Hematuria makroskopis (gross) sering ditemukan, hampir 40% dari semua pasien.

Hematuria ini tidak jarang disertai keluhan-keluhan seperti infeksi saluran kemih

bawah walaupun tidak terbukti secara bakteriologis.

4. Hipertensi

Hipertensi sistolik dan atau diastolik sering ditemukan hampir pada semua pasien.

Hipertensi biasanya ringan atau sedang, dan kembali normotensi setelah terdapat

diuresis tanpa pemberian obat-obatan antihipertensi. Hipertensi berat dengan atau

tanpa esefalopati hanya dijumpai pada kira-kira 5-10% dari semua pasien.

5. Oedem dan bendungan paru akut

Hampir semua pasien dengan riwayat oedem pada kelopak mata atau pergelangan

kaki bawah, timbul pagi hari dan hilang siang hari. Bila perjalanan penyakit berat dan

39

Page 40: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

progresif, oedem ini akan menetap atau persisten, tidak jarang disertai dengan asites

dan efusi rongga pleura.

Penatalaksanaan Pasien dengan Gejala Glomerulonefritis Akut

Tidak ada pengobatan yang khusus yang mempengaruhi penyembuhan kelainan di

glomerulus.

Tatalaksana non-medikamentosa

1. Tirah baring mutlak selama 3-4 minggu. Dulu dianjurkan istirahat mutlah

selama 6-8 minggu untuk memberi kesempatan pada ginjal untuk menyembuh. Tetapi

penyelidikan terakhir menunjukkan bahwa mobilisasi penderita sesudah 3-4 minggu

dari mulai timbulnya penyakit tidak berakibat buruk terhadap perjalanan penyakitnya.

2. Pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1 g/kgbb/hari) dan rendah

garam (1 g/hari). Makanan lunak diberikan pada penderita dengan suhu tinggi dan

makanan biasa bila suhu telah normal kembali. Bila ada anuria atau muntah, maka

diberikan IVFD dengan larutan glukosa 10%. Pada penderita tanpa komplikasi

pemberian cairan disesuaikan dengan kebutuhan, sedangkan bila ada komplikasi

seperti gagal jantung, edema, hipertensi dan oliguria, maka jumlah cairan yang

diberikan harus dibatasi seperti natrium.

3. Bila anuria berlangsung lama (5-7 hari), maka ureum harus dikeluarkan dari

dalam darah dengan beberapa cara misalnya dialisis pertonium, hemodialisis, bilasan

lambung dan usus (tindakan ini kurang efektif dan tranfusi tukar). Bila prosedur di

atas tidak dapat dilakukan oleh karena kesulitan teknis, maka pengeluaran darah vena

pun dapat dikerjakan dan ada kalanya menolong juga.

4. Lakukan follow up pasien selama periode penyembuhan (konvalesens) 12

minggu. Jika setelah periode ini ternyata GFR masih rendah dan masih ada

proteinuria serta C3 tetap rendah maka diindikasikan untuk biopsy ginjal. 18,19

Tatalaksana medikamentosa

1. Pemberian penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotika ini tidak

mempengaruhi beratnya glomerulonefritis, melainkan mengurangi menyebarnya

40

Page 41: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

infeksi Streptococcus yang mungkin masih ada. Pemberian penisilin ini dianjurkan

hanya untuk 10 hari, sedangkan pemberian profilaksis yang lama sesudah nefritisnya

sembuh terhadap kuman penyebab tidak dianjurkan karena terdapat imunitas yang

menetap. Secara teoritis seorang anak dapat terinfeksi lagi dengan kuman nefritogen

lain, tetapi kemungkinan ini sangat kecil sekali. Pemberian penisilin dapat

dikombinasi dengan amoksislin 50 mg/kg BB dibagi 3 dosis selama 10 hari. Jika

alergi terhadap golongan penisilin, diganti dengan eritromisin 30 mg/kg BB/hari

dibagi 3 dosis.

2. Pengobatan terhadap hipertensi meliputi pemberian vasodilator

( hidralazine 0,1 – 3 mg/kgbb tiap 4-6 jam ), beta blocker ( propanolol dosis awal 0,5

mg/kgbb/hari ) converting enzyme inhibitor ( reserpin 0,02 mg/kgbb/hari ).

3. Pengobatan diuretika dengan hidrochlorotiazide 1-2 mg/kgbb/hari, dan

furosemide 1-5 mg/kgbb/hari 10,12

4. Penanganan hiperkalemia dapat diberikan diuretic (yang membuang kalium) atau Ca

gluconas 10% (100-200 mg/kg i.v selama 10-15 menit). Untuk Asidosisnya dapat

diterapi dengan pemberian Na-bicarbonat (2-3 mEq/kgBB) dan retriksi garam. Untuk

hipokalsemia dapat diberikan Ca gluconas 10% (100-200 mg/kg i.v selama 3-4 jam,

diteruskan dengan per oral 10-20 mg/kgBB/hari) dan untuk hiperfosfatemia dapat

dengan retriksi intake fosfat.

Komplikasi Pasien dengan Gejala Glomerulonefritis Akut

Oligouria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagai akibat

berkurangnya filtrasi glomerolus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal akut dengan

uremia, hiperfosfatemia, hiperkalemia, dan hidremia. Walaupun oligouria atau anuria

yang lama jarang terdapat pada anak, jika hal ini terjadi diperlukan peritoneum dialisis

(bila perlu).

Ensefalopati hipertensi merupakan gejala serebrum karena hipertensi. Terdapat

gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah, dan kejang-kejang. Hal ini

disebabkan karena spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia dan edema otak.

Gangguan sirkulasi berupa dispnea, ortopnea, terdapatnya ronkhi basah,

kardimegali, dan meningkatnya tekanan darah yang bukan saja disebabkan spasme

41

Page 42: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

pembuluh darah, tetapi juga disebabkan oleh bertambahnya volume plasma. Jantung

dapat membesar dan terjadi gagal jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di

miokardium.

Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia di samping eritropoetik yang menurun

Prognosis Pasien dengan Gejala Glomerulonefritis Akut

Glomerulonefritis akut pasca streptokok pada anak-anak mempunyai prognosis

baik, penyembuhan sempurna dapat mencapai 99% dan kematian kurang dari 1%.

Penyembuhan sempurna pada pasien dewasa mencapai 80-90%, meninggal selama fase

akut 0-5%, terjun menjadi sindrom RPGN 5-10%, dan menjadi kronis 5-10%.

Tanda-tanda prognosis buruk bila oliguria atau anuri berlangsung beberapa

minggu, penurunan LFG, hipokomplemenemi menetap, kenaikan konsentrasi circulating

fibrinogen-fibrin complexes, dan kenaikan konsentrasi Fibrin Degradation Product (FDP)

dalam urin.

42

Page 43: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

2. SIROSIS HATI

Pemeriksaan Fisik

Pada Sirosis Hepatis, pemeriksaan fisik dibagi antara pemeriksaan tanda-tanda

vital dan pemeriksaan lanjutan dimana diantaranya adalah inspeksi, auskultasi, perkusi,

palpasi.

Pada pemeriksaan tanda-tanda vital, yang dinilai adalah pemeriksaan tekanan

darah, suhu, frekuensi pernapasan, dan denyut nadi.

Pada Inspeksi, melihat warna kulit, biasa terdapat vena yang dilatasi pada kasus

sirosis hepatis seperti spider nevi, pembuluh darah kolateral. Juga melihat bentuk

abdomen, pada sirosis terlihat bengkak pada abdomen yaitu biasa disebut asites.

Pada perkusi untuk mengetahui apakah hati membesar atau mengecil.

Pada auskultasi untuk mendengar bising usus pada abdomen

Pada Palpasi : 4

TEKNIK KHUSUS

A) ASCITES

1. Bentuk Abdomen yang buncit dengan bagian pinggang yang membenjol

menunjukkan kemungkinan adanya cairan asites. Karena cairan asites secara khas

akan mengendap akibat gaya tarik bumi sementara gelungan usus yang berisi gas

akan mengapung di atas, perkusi akan menghasilkan bunyi tumpul pada daerah

abdomen yang di sebelah bawah (bergantung). Cari pola tersebut dengan

43

Page 44: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

melakukan perkusi ke arah luar mengikuti beberapa arah yang dimulai dari daerah

sentral bunyi timpani. Buat peta yang memperlihatkan batas antara bunyi timpani

dan redup.

2. Tes untuk pekak pindah ( shifting dullness). Setelah membuat peta yang

memperlihatkan batas antara bunyi timpani dan redup, minta pasien untuk

memutar tubuhnya ke salah satu sisi. Lakukanlah perkusi dan tandai batas tersebut

sekali lagi. Pada pasien yang tidak mengalami asites, biasanya batas antara bunyi

timpani dan redup relatif tidak berubah. Pada asites bunyi redup perkusi akan

beralih ke bagian yang bergantung sementara bunyi timpani berpindah ke bagian

atas.

3. Tes untuk gelombang cairan (fluid wave) undulasi.

Minta pasien atau asisten untuk menekan dengan kuat ke arah bawah pada garis

tengah abdomen menggunakan permukaan ulnar ke dua tangan mereka. Tekanan

ini membantu menghentikan transmisi gelombang melalui jaringan lemak.

Sementara itu, anda menggunakan ujunh jari-jari tangan untuk mengetuk dengan

cepat pada salah satu pinggang pasien, raba sisi pinggang yang lain untuk

merasakan impuls yang ditransmisikan melalui cairan asites. Sayangnya, tanda ini

sering negatif sebelum terdapat cairan asites dengan nyata, dan sering kali positif

pada orang-orang yang tidak memiliki asites. Impuls yang dapat diraba dengan

mudah menunjukkan asites.

4. Mengenali organ atau massa pada abdomen yang asites (Ballotement).

Coba periksa ballottement organ atau massa yang disini dicontohkan oleh hati

yang membesar. Ekstensikan dan tegakkan jari-jari salah satu tangan anda yang

disatukan, letakkan ujung jari-jari tangan tersebut pada permukaan abdomen dan

kemudian lakukan gerakan menekan yang tiba-tiba secara langsung pada struktur

diantisipasi. Gerakan yang cepat ini seringkali mendorong cairan agar berpindah

sehingga ujung jari tangan anda dapat menyentung secara singkat permukaan

struktur tersebut melalui dinding abdomen.

Pemeriksaan Penunjang

44

Page 45: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

Pemeriksaan laboraturium pada sirosis hati meliputi hal-hal berikut.

1. Kadar Hb yang rendah (anemia), jumlah sel darah putih menurun (leukopenia),

dan trombositopenia.

2. Kenaikan SGOT, SGPT dan gamma GT akibat kebocoran dari sel-sel yang

rusak. Namun, tidak meningkat pada sirosis inaktif.

3. Kadar albumin rendah. Terjadi bila kemampuan sel hati menurun.

4. Kadar kolinesterase (CHE) yang menurun kalau terjadi kerusakan sel hati.

5. masa protrombin yang memanjang menandakan penurunan fungsi hati.

6. pada sirosis fase lanjut, glukosa darah yang tinggi menandakan ketidakmampuan

sel hati membentuk glikogen.

7. Pemeriksaan marker serologi petanda virus untuk menentukan penyebab sirosis

hati seperti HBsAg, HBeAg, HBV-DNA, HCV-RNA, dan sebagainya.

8. Pemeriksaan alfa feto protein (AFP). Bila ininya terus meninggi atau >500-1.000

berarti telah terjadi transformasi ke arah keganasan yaitu terjadinya kanker hati

primer (hepatoma).

Pemeriksaan penunjang lainnya yang dapat dilakukan antara lain ultrasonografi (USG),

pemeriksaan radiologi dengan menelan bubur barium untuk melihat varises esofagus,

pemeriksaan esofagoskopi untuk melihat besar dan panjang varises serta sumber

pendarahan, pemeriksaan sidikan hati dengan penyuntikan zat kontras, CT scan,

angografi, dan endoscopic retrograde chlangiopancreatography (ERCP).

Diagnosis Kerja Sirosis Hepatis

Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang mengenai seluruh organ hati, ditandai

dengan pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Keadaan tersebut terjadi karena infeksi

akut dengan virus hepatitis dimana terjadi peradangan sel hati yang luas dan

menyebabkan banyak kematian sel. Kondisi ini menyebabkan terbentuknya banyak

jaringan ikat dan regenerasi noduler dengan berbagai ukuran yang dibentuk oleh sel

parenkim hati yang masih sehat. Akibatnya bentuk hati yang normal akan berubah

disertai terjadinya penekanan pada pembuluh darah dan terganggunya aliran darah vena

porta yang akhirnya menyebabkan hipertensi portal. Pada sirosis dini biasanya hati

membesar, teraba kenyal, tepi tumpul, dan terasa nyeri bila ditekan.

45

Page 46: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

Penyebab sirosis hati beragam. Selain disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B ataupun

C, juga dapat diakibatkan oleh konsumsi alkohol yang berlebihan, berbagai macam

penyakit metabolik, adanya gangguan imunologis , dan sebagainya. Di Indonesia, sirosis

hati lebih sering dijumpai pada laki-laki daripada perempuan.

Keluhan yang timbul umumnya tergantung apakah sirosisnya masih dini atau sudah fase

dekompensasi. Selain itu apakah timbul kegagalan fungsi hati akibat proses hepatitis

kronik aktif atau telah terjadi hipertensi portal. Bila masih dalam fase kompensasi

sempurna maka sirosis kadangkala ditemukan pada waktu orang melakukan pemeriksaan

kesehatan menyeluruh (general check-up) karena memang tidak ada keluhan sama sekali.

Namun, bisa juga timbul keluhan yang tidak khas seperti merasa badan tidak sehat,

kurang semangat untuk bekerja, rasa kembung, mual, mencret kadang sembelit, tidak

selera makan, berat badan menurun, otot-otot melemah, dan rasa cepat lelah. Banyak atau

sedikitnya keluhan yang timbul tergantung dari luasnya kerusakan parenkim hati. Bila

timbul ikterus maka berhenti sedang  terjadi kerusakan sel hati. Namun, jika sudah masuk

ke dalam fase dekompensasi maka gejala yang timbul bertambah dengan gejala dari

kegagalan fungsi hati dan adanya hipertensi portal.

Kegagalan fungsi hati menimbulkan keluhan seperti rasa lemah, turunya barat badan,

kembung, dan mual. Kulit tubuh di bagian  atas, muka, dan lengan atas akan bisa timbul

bercak mirip laba-laba (*spider nevi). Telapak tangan bewarna merah (eritema palmaris),

perut membuncit akibat penimbunan cairan secara abnormal di rongga perut (asites),

rambut ketiak dan kemaluan yang jarang atau berkurang, buah zakar mengecil (atrofi

testis), dan pembesaran payudara pada laki-laki. Bisa pula timbul hipoalbuminemia,

pembengkakan pada tungkai bawah sekitar tulang (edema pretibial), dan gangguan

pembekuan darah yang bermanifestasi sebagai peradangan gusi, mimisan, atau gangguan

siklus haid. Kegagalan hati pada sirosis hati fase lanjut dapat menyebabkan gangguan

kesadaran akibatencephalopathy hepatic atau koma hepatik.

Etiologi

Ada banyak penyebab sirosis. Penyebab paling umum adalah kebiasaan meminum

alkohol dan infeksi virus hepatitis C. Sel-sel hati Anda berfungsi mengurai alkohol, tetapi

terlalu banyak alkohol dapat merusak sel-sel hati. Infeksi kronis virus hepatitis C

46

Page 47: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

menyebabkan peradangan jangka panjang dalam hati yang dapat mengakibatkan sirosis.

Sekitar 1 dari 5 penderita hepatitis C kronis mengembangkan sirosis. Tetapi hal ini

biasanya terjadi setelah sekitar 20 tahun atau lebih dari infeksi awal.

Penyebab umum sirosis lainnya meliputi:

Infeksi kronis virus hepatitis B.

Hepatitis autoimun. Sistem kekebalan tubuh biasanya membuat antibodi untuk

menyerang bakteri, virus, dan kuman lainnya. Pada hepatitis autoimun,sistem

kekebalan tubuh membuat antibodi terhadap sel-sel hati yang dapat menyebabkan

kerusakan dan sirosis.

Penyakit yang menyebabkan penyumbatan saluran empedu sehingga tekanan darah

terhambat dan merusak sel-sel hati. Sebagai contoh, sirosis bilier primer, primary

sclerosing, dan masalah bawaan pada saluran empedu.

Non-alcohol steato-hepatitis (NASH). Ini adalah kondisi  di mana lemak menumpuk

di hati sehingga menciptakan jaringan parut dan sirosis. Kelebihan berat badan

(obesitas) meningkatkan risiko Anda mengembangkan non-alcohol steato-hepatitis.

Reaksi parah terhadap obat tertentu.

Beberapa racun dan polusi lingkungan.

Infeksi tertentu yang disebabkan bakteri dan parasit.

Gagal jantung parah yang dapat menyebabkan tekanan balik darah dan kemacetan di

hati.

Beberapa penyakit warisan langka yang dapat menyebabkan kerusakan pada sel-sel

hati, seperti hemokromatosis (kondisi yang menyebabkan timbunan abnormal zat besi

di hati dan bagian lain tubuh) dan penyakit Wilson (kondisi yang

menyebabkan penumpukan abnormal zat tembaga di hati dan bagian lain tubuh).

Epidemiologi

47

Page 48: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada laki-laki jika dibandingkan dengan

wanita sekitar 1,6:1, dengan umur rata-rata terbanyak antara golongan umur 30-59 tahun,

dengan puncaknya sekitar umur 40-49 tahun.

Keseluruhan insiden sirosis di Amerika ditemukan 360 per 100.000 penduduk.

Penyebabnya terutama penyakit hati alkoholik maupun infeksi virus kronik. Di Indonesia

sendiri prevalensi sirosis hati belum ada hanya ada laporan dari beberapa pusat

pendidikan saja. Di RS Sardjito Yogyakarta jumlah pasien yang dirawat di bagian

Penyakit Dalam dalam kurun waktu 1 tahun berkisar 4,1%. Di Medan dalam kurun waktu

4 tahun dijumpai 819 (4 %) dari seluruh pasien di bagian Penyakit Dalam.

Patofisiologi

Hati dapat terlukai oleh berbagai macam sebab dan kejadian, kejadian tersebut dapat

terjadi dalam waktu yang singkat atau dalam keadaan yang kronis atau perlukaan hati

yang terus menerus yang terjadi pada peminum alcohol aktif. Hati kemudian merespon

kerusakan sel tersebut dengan membentuk ekstraselular matriks yang mengandung

kolagen, glikoprotein, dan proteoglikans. Sel stellata berperan dalam membentuk

ekstraselular matriks ini. Pada cedera yang akut sel stellata membentuk kembali

ekstraselular matriks ini sehingga ditemukan pembengkakan pada hati. Namun, ada

beberapa parakrine faktor yang menyebabkan sel stellata menjadi sel penghasil kolagen.

Faktor parakrine ini mungkin dilepaskan oleh hepatocytes, sel Kupffer, dan endotel

sinusoid sebagai respon terhadap cedera berkepanjangan. Sebagai contoh peningkatan

kadar sitokin transforming growth facto beta 1 (TGF-beta1) ditemukan pada pasien

dengan Hepatitis C kronis dan pasien sirosis. TGF-beta1 kemudian mengaktivasi sel

stellata untuk memproduksi kolagen tipe 1 dan pada akhirnya ukuran hati menyusut

Peningkatan deposisi kolagen pada perisinusoidal dan berkurangnya ukuran dari fenestra

endotel hepatic menyebabkan kapilerisasi (ukuran pori seperti endotel kapiler) dari

sinusoid. Sel stellata dalam memproduksi kolagen mengalami kontraksi yang cukup besar

untuk menekan daerah perisinusoidal Adanya kapilarisasi dan kontraktilitas sel stellata

inilah yang menyebabkan penekanan pada banyak vena di hati sehingga mengganggu

48

Page 49: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

proses aliran darah ke sel hati dan pada akhirnya sel hati mati, kematian hepatocytes

dalam jumlah yang besar akan menyebabkan banyaknya fungsi hati yang rusak sehingga

menyebabkan banyak gejala klinis. Kompresi dari vena pada hati akan dapat

menyebabkan hipertensi portal yang merupakan keadaan utama penyebab terjadinya

manifestasi klinis.

Terapi

Etiologi sirosis mempengaruhi penanganan sirosis. Terapi ditunjukan mengurangi

progresi penyakit, menghindarkan bahan – bahan yang bisa menambah kerusakan hati,

pencegahan dan penanganan komplikasi. Bilamana tidak ada koma hepatic diberikan diet

yang mengandung protein 1 g/kgBB dan kalori sebanyak 2000-3000kkal/hari.

Tatalaksana pasien sirosis yang masih kompensata ditunjukan untuk mengurangi

progresi kerusakan hati. Terapi pasien ditunjukan untuk menghilangkan etiologi

diantaranya alkohol dan bahan – bahan lain yang toksik dan dapat mencederai hati

dihentikan penggunannya. Pemberian asetaminofen, kolkisin, dan obat herbal bisa

menghambat kolagenik.

Pada hepatitis autoimun, bisa diberikan steroid atau imunosupresif.

Pada hemokromatosis flebotomi, setiap minggu sampai konsentrasi besi menjadi

normal dan diulang sesuai kebutuhan.

Pada penyakit hati noonalkoholik, menurnkan berat badan akan mencegah terjadinya

sirosis.

Pada hepatitis B, interferon alfa dan lamivudin (analog nukleotida) merupakan terapi

utama. Lamivudin sebagai terapi lini pertama diberikan 100 mg secara oral setiap hari

selama satu tahun. Namun pemberian lamivudin setelah9 – 12 bulan menimbulkan

mutasi sehingga terjadi resistensi obat. Interferon alfa diberikan secara suntikan

subkutan 3 MIU, tiga kali seminggu selama 4 – 6 bulan, namun ternyata juga banyak

yang kambuh,

49

Page 50: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

Pada hepatitis C kronik kombinasi interferon dengan ribavirin merupakan terapi

standar. Interferon diberikan secara suntikan subkutan dengan dosis 5 MIU tiga kali

seminggu dan dikombinasi ribavirin 800-1000 mg/hari selama 6 bulan.

Pada pengobatan fibrosis hati pengobatan antifibrotik pada saat ini lebih mengarah

kepada peradangan dan tidak terhadap fibrosis. Di masa dating, menempatkan sel

stelata sebagai target pengobatan dan mediator fibrogenik akan merupakan terapi

utama. Pengobatan untuk mengurangi aktifasi dari sel stelata bisa merupakan salah

satu pilihan. Interferon mempunyai aktivitas antifibrotik yang dihubungkan dengan

pengurangan aktivitas sel stelata. Kolkisin memiliki efek anti peradangan dan

mencegah pembentukan kolagen, namun belum terbukti dalam penelitian sebagai anti

fibrosis dan sirosis. Metotreksat dan vitamin A juga dicobakan sebagai anti fibrosis.

Selain itu, obat – obatan herbal juga sedang dalam penelitian.

Tatalaksana pengobatan sirosis dekompensata

Asites : tirah baring dan diawali diet rndah garam, konsumsi garam sebayak 5,2 gram

atau 90 mmol/hari. Diet rendah garam dikombinasi dengan obat – obatan diuretik.

Awalnya dengan pemberian spironolakton dengan dosis 100 – 200 mg sekali sehari.

Respons diuretic bisa dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5 kh/hari, tanpa

adanya edema kaki atau 1 kg/hari dengan adanya edema kaki. Bilamana pemberian

spironolaktontidak adekuat bisa dikombinasi dengan furosemid dengan dosis 20 – 40

mg/hari. Pemberianfurosemid bisa ditambah dosisnya bila tidak ada respons,

maksimal dosisnya 160 mg/hari. Parasentesis dilakukan bila asites sangat besar.

Pengeluaran asites bisa hingga 4-6 liter dan dilindungi dengan pemberian albumin.

Ensefalopati hepatik : Laktulosa membantu pasien untuk mengeluarkan ammonia.

Neomisin bisadigunakan untuk mengurangi bakteri usus penghasil ammonia, diet

proteindikurangi sampai 0,5gr/kg berat badan per hari, terutama diberikan yang kaya

asam amino rantai cabang.

Varises esophagus : sebelum berdarah dan sesudah berdarah bisa diberikan obat

penyekat beta (propranolol). Waktu perdarahanan akut, bisa diberikan preparat

50

Page 51: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

somatostatin atau oktreotid, diteruskan dengan tindakan skleroterapi atau ligasi

endoskopi.

Peritonitis bacterial spontan : diberikan antibiotika seperti sefotaksim intravena,

amoksilin atau aminoglikosida.

Sindrom hepatorenal : mengatasi perubahan sirkulasi darah di hati, mengatur

keseimbangan garam dan air.

Transplantasi hati : terapi definitive pada pasien sirosis dekompensata. Namun sebelum

dilakukan transplantasi ada beberapa criteria yang harus dipenuhi resipien dahulu.

Komplikasi

Morbiditas dan mortalitas sirosis tinggi akibat komplikasinya. Kualitas hidup pasien

sirosis diperbaiki dengan pencegahan dan penanganan komplikasinya.

Komplikasi yang sering dijumpai antara lain Peritonitis Bacterial Spontan, yaitu infeksi

cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa ada bukti infeksi sekunder intra abdominal.

Biasanya pasien ini tanpa gejala, namun dapat timbul demam dan nyeri abdomen.

Pada Sindrom Hepatorenal, terjadi gangguan fungsi ginjal akut berupa oliguri,

peningkatan ureum, kreatinin tanpa adanya kelainan organik ginjal. Kerusakan hati lanjut

menyebabkan penurunan perfusi ginjal yang berakibat pada penurunan filtrasi

glomerulus.

Salah satu manifestasi hipertensi porta adalah varises esophagus. 20-40% pasien sirosis

dengan varises esofagus pecah yang menimbulkan perdarahan. Angka kematiannya

sangat tinggi, sebanyak dua pertiganya akan meninggal dalam waktu 1 tahun walaupun

dilakukan tindakan untuk menanggulangi varises ini dengan berbagai cara.

Ensefalopati hepatik, merupakan kelainan neuropsikiatrik akibat disfungsi hati. Mula-

mula ada gangguan tidur (insomnia dan hipersomnia), selanjutnya dapat timbul gangguan

kesadaran yang berlanjut sampai koma.

Pada sindrom hepatopulmonal terdapat hidrotoraks dan hipertensi portopulmonal.

51

Page 52: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

Pencegahan

Angka kejadian sirosis hati cukup banyak. Sirosis hati merupakan

penyakit sangat berbahaya. Bila tidak segera tertangani bisa

mengancam jiwa penderita. Untuk itu keberadaannya perlu dicegah.

Ada 6 cara yang patut dilakukan untuk mencegah sirosis hati.14

1.   Senantiasa menjaga kebersihan diri dan lingkungan

Jagalah kebersihan diri. Mandilah sebersih mungkin menggunakan

sabun. Baju juga harus bersih. Cuci tangan sehabis mengerjakan

sesuatu. Perhatikan pula kebersihan lingkungan. Hal itu untuk

menghindari berkembangnya berbagai virus yang sewaktu-waktu

bisa masuk kedalam tubuh kita

2.   Hindari penularan virus hepatitis

Hindari penularan virus hepatitis sebagai salah satu penyebab

sirosis hati. Caranya tidak mengkonsumsi makanan dan minuman

yang terkontaminasi virus. Juga tidak melakukan hubungan seks

dengan penderita hepatitis.

3.   Gunakan jarum suntik sekali pakai.

Jangan memakai jarum suntik bekas orang lain. Bila jarum bekas

pakai penderita hepatitis kemudian digunakan kembali untuk

menyuntik orang lain, maka orang itu bisa tertular virus.

4.   Pemeriksaan darah donor

Ketika akan menerima transfusi darah harus hati hati. Permriksaan

darah donor perlu dilakukan utnuk memastiikan darah tidak

tercemar virus hepatitis.bila darah mengandung virus hepatitis

penerima donor akan tertular dan berisiko terkena sirosis.

5.   Tidak mengkonsumsi alkohol

Hindari mengkonsumsi alkohol, barang haram ini terbukti merusak

fungsi organ tubuh, termasuk hati. Bila sudah terlanjur sering

mengkonsumsi minuman beralkohol, hentikan kebiasaan itu.

52

Page 53: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

6.   Melakukan vaksin hepatitis

Lakukan vaksin hepatitis. Vaksin dapat mencegah penularan virus

hepatitis sehingga dapat juga terhindar dari sirosis hati.

Prognosis

Prognosis buruk atau tergantung pada luasnya kerusakan hati/kegagalan hepatoselular,

beratnya hipertensi portal dan timbulnya komplikasi lain. Klasifikasi Child Pugh, juga

dapat digunakan untuk menilai prognosis pasien sirosis yang akan menjalani operasi dan

juga dipakai sebagai petunjuk prognosis yang tidak baik dari pasien sirosis.

3. GAGAL GINJAL AKUT

Definisi

Gagal ginjal akut (GGA) adalah penurunan fungsi ginjal mendadak dengan akibat

hilangnya kemampuan ginjal untuk mempertahankan homeostasis tubuh.(1,5,10) Adapula

yang mendefinisikan gagal ginjal akut sebagai suatu sindrom yang ditandai dengan

penurunan fungsi ginjal yang mendadak dengan akibat terjadinya penimbunan hasil

metabolit persenyawaan nitrogen seperti ureum dan kreatinin. Fine menambahkan dalam

kriteria diagnosis GGA yaitu terjadinya peningkatan kadar kreatinin darah secara

progresif 0,5 mg/dL per hari. Peningkatan kadar ureum darah adalah sekitar 10-20 mg/dL

per hari, kecuali bila terjadi keadaan hiperkatabolisme dapat mencapai 100 mg/dL per

hari.

Secara klinis, istilah nekrosis tubulus akut (NTA) sering dipakai bergantian dengan istilah

gagal ginjal akut. Pemakaian istilah ini tidak sepenuhnya benar, karena NTA mengacu

pada temuan histologik yang sering terdapat pada GGA, meskipun gagal ginjal akut dapat

saja terjadi pada banyak pasien tanpa disertai nekrosis tubulus.

Manifestasi klinik GGA dapat bersifat;

1. oligurik

2. Non oligurik

53

Page 54: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

Kriteria oligurik sendiri bervariasi antara penulis satu dengan yang lainnya, Nelson

mendefinisikan oliguria sebagai produksi urin <400 ml/m2/hari,menggunakan definisi

oliguria pada anak adalah <240 ml/m2/hari atau 8-10 ml/kg BB/hari. Pada neonatus

dipakai kriteria <1,0 ml/kgBB/jam, Ingelfinger memberi batasan <0,5 ml/kgBB/hari,

sedangkan Gaudio dan Siegel berpendapat bahwa setiap anak dapat dipakai definisi

<0,8cc/kgBB/jam untuk semua usia. Pada GGA non-oligurik ditemukan diuresis >1-

2ml/kgBB/jam disertai peningkatan kadar ureum dan kreatinin darah. Keadaan ini sering

dijumpai pada GGA akibat pemakaian obat-obatan nefrotoksik antara lain

aminoglikosida.

Insidens dan Prevalensi

Cukup sulit untuk menentukan insidens sesungguhnya akan Gagal Ginjal Akut pada

anak, karena variasi dalam definisinya dari penelitian satu ke penelitian lainnya. Di

Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM Jakarta, dari 38 pasien GGA yang

dilaporkan, 13 pasien (34,2%) disebabkan oleh intoksikasi jengkol, 11 (28%) oleh

sepsis, 5 (13,2%) oleh gastroenteritis berat, 2 (5,2%) oleh syok dan 2 (5,2%) oleh

bronkopneumonia berat. Glomerulonefritis akut hanya ditemukan pada 3 anak

(7,9%).(1) Pada dua penelitian di negara barat telah dilaporkan prevalensi terbanyak

kasus GGA pada neonatus dikarenakan oleh asfiksia perinatal dan syok. Insidens

GGA pada anak dengan umur lebih tua diperkirakan sekitar 4/100000 populasi. Pada

anak pra-sekolah, diare yang diikuti oleh sindrom hemolitik-uremik adalah penyebab

terbanyak dari GGA intrinsik/renal, terhitung 50% pada semua kasus di kelompok ini.

Glomerulonefritis adalah penyebab terbanyak GGA pada usia sekolah.

Klasifikasi dan etiologi GGA

Dahulu GGA dikategorikan sebagai anurik, oligurik, dan nonoligurik. Namun

penggolongan yang lebih praktis kini didasarkan pada lokasi yang menunjukkan

lokasi abnormalitas, yaitu pra-renal, renal/intrinsik, dan post-renal/pasca renal. GGA

pra-renal disebabkan oleh sebab-sebab sistemik, seperti dehidrasi berat, perdarahan

masif, dimana kedaan-keadaan ini sangat menurunkan aliran darah ke ginjal dan

tekanan perfusi kapiler glomerulus yang mengakibatkan penurunan laju filtrasi

54

Page 55: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

glomerulus (GFR). GGA renal atau intrinsik terjadi apabila ada jejas pada parenkim

ginjal, sebagai contoh glomerulonefritis akut (GNA), atau nekrosis tubular akut

(NTA/ATN). GGA pascarenal disebabkan oleh uropati obstruktif. Riwayat penyakit

dan pemeriksaan fisik disertai dengan pemeriksaan laboratoris dapat mengklasifikasi

serta mendiagnosa GGA.

Patogenesis dan patofisiologi

Patogenesis GGA tergantung pada etiologinya, apakah prarenal, renal, atau

pascarenal, karena ketiganya memiliki patogenesis yang berbeda.

GGA prarenal

Karena berbagai sebab pra-renal, volume sirkulasi darah total atau efektif menurun,

curah jantung menurun, dengan akibat darah ke korteks ginjal menurun dan laju

filtrasi glomerulus menurun. Tetapi fungsi reabsorbsi tubulus terhadap air dan garam

terus berlangsung. Oleh karena itu pada GGA prarenal ditemukan hasil pemeriksaan

osmolalitas urin yang tinggi >300 mOsm/kg dan konsentrasi natrium urin yang

rendah <20 mmol/L serta fraksi ekskresi natrium (FENa) yang rendah (<1%).

Sebaliknya bila telah terjadi nekrosis tubulus (GGA renal) maka daya reabsorbsi

tubulus tidak berfungsi lagi. Ditemukan kadar osmolalitas urin yang rendah <300

mOsm/kg sedangkan kadar natrium urin tinggi >20 mmol/L dan FENa urin juga

tinggi (>1%). Pemeriksaan ini dapat digunakan untuk membedakan apakah pasien

GGA prarenal yang terjadi sudah menjadi renal. GGA renal terjadi apabila

hipoperfusi prarenal tidak cepat ditanggulangi sehingga terjadi kerusakan parenkim

ginjal.

Beberapa mekanisme terjadi pada hipoperfusi. Peningkatan pelepasan renin dari

aparatus jukstaglomerularis menyebabkan peningkatan produksi aldosteron, dimana

terjadi peningkatan resorbsi natrium di tubulus kolektivus. Sebagai tambahan,

penurunan volume cairan ekstraseluler menstimulasi pelepasan hormon antidiuretik

(ADH), terjadilah peningkatan absorbsi air di medulla. Hasil akhirnya adalah

penurunan volume urin, penurunan kadar natrium urin, dimana semua ini adalah

55

Page 56: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

karakteristik dari GGA prarenal.

Pembedaan ini penting karena GGA prarenal memberi respons diuresis pada

pemberian cairan adekuat dengan atau tanpa diuretika. Sedangkan pada GGA renal

tidak. Penyebab tersering pada anak adalah dehidrasi berat karena muntah dan diare,

perdarahan, luka bakar, syok septik, sindrom nefrotik, pembedahan jantung, dan

gagal jantung.

GGA renal

Berdasarkan etiologi penyakit, penyebab GGA renal dapat dibagi menjadi beberapa

kelompok; kelainan vaskular, glomerulus, tubulus, interstisial, dan anomali

kongenital. Tubulus ginjal karena merupakan tempat utama penggunaan energi pada

ginjal, mudah mengalami kerusakan bila terjadi iskemia atau oleh obat nefrotoksik

oleh karena itu kelainan tubulus berupa nekrosis tubular akut adalah penyebab

tersering dari GGA renal.

1 Kelainan tubulus (Nekrosis tubular akut)

Bentuk nekrosis tubulus ada 2 tipe. Tipe pertama terjadi akibat zat nefrotoksik

misalnya merkuriklorida; terjadi kerusakan sel-sel tubulus yang luas (tubulolisis)

tetapi membran basal tubulus tetap utuh. Sel-sel tubulus yang mengalami nekrosis

masuk ke lumen tubulus dan dapat menyumbat lumen. Tipe kedua akibat iskemia,

kerusakan terjadi lebih distal dan setempat dengan kerusakan fokal pada membran

basal tubulus (tubuloreksis). NTA tipe iskemik ditemukan akibat gastroenteritis

dehidrasi, sindrom nefrotik, luka bakar, septisemia gram negatif dan asfiksia

perinatal. Sedangkan tipe nefrotoksik ditemukan akibat karbon tetraklorida,

hemoglobin, atau mioglobinuria, obat aminoglikosida. Mekanisme terjadinya gagal

ginjal pada NTA masih belum jelas. Beberapa mekanisme yang dianggap berperan

adalah perubahan hemodinamik intrarenal, obstruksi tubulus oleh sel dan jaringan

yang rusak dan perembesan pasif filtrat tubulus melalui dinding tubulus yang rusak

masuk ke jaringan interstisial dan peritubular. Beberapa mediator diduga berperan

sebagai penyebab vasokonstriksi ginjal yaitu angiotensin II, menurunnya vasodilator

56

Page 57: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

prostaglandin, stimulasi saraf simpatis, vasopresin, dan endotelin.

2. Kelainan vaskular

Kelainan vaskular sebagai penyebab GGA dapat berupa trombosis atau vaskulitis.

Trombosis arteri atau vena renalis dapat terjadi: pada neonatus yang mengalami

kateterisasi arteri umbilikalis, diabetes melitus maternal, asfiksia dan kelainan jantung

bawaan sianotik. Pada anak besar kelainan vaskular yang menyebabkan GGA

ditemukan pada pasien sindrom hemolitik uremik (SHU). SHU adalah penyebab

GGA intrinsik tersering yang dikarenakan kerusakan kapiler glomerulus, penyakit ini

paling sering menyertai suatu episode gastroenteritis yang disebabkan oleh strain

enteropatogen Escherichia coli (0157:H7), organisme ini menyebarkan toksin yang

disebut verotoksin yang tampaknya diabsorbsi dari usus dan memulai kerusakan sel

endotel.(21) Pada SHU terjadi kerusakan sel endotel glomerulus yang mengakibatkan

terjadinya deposisi trombus trombosit-fibrin. Selanjutnya terjadi konsumsi trombosit,

kerusakan sel darah merah eritrosit yang melalui jaring-jaring fibrin dan obliterasi

kapiler glomerulus, kelainan ini disebut mikroangiopati. Kelainan vaskuler yang lain

yang dapat terjadi adalah vaskulitis.

3. Kelainan glomerulus

GGA karena kelainan glomerulus dapat ditemukan pada:

1. Glomerulonefritis akut pasca streptokok (GNAPS)

2. Glomerulonefritis membranoproliferatif tipe 2 (dense deposit)

3. Glomerulonefritis kresentik idiopatik

4. Sindrom Goodpasture

Pada GNAPS terjadi pada <1% pasien dan disebabkan karena menyempitnya kapiler-

kapiler glomerulus, terhimpit oleh proliferasi sel mesangial dan sel endotel kapiler

sendiri.

4 Kelainan interstisial

Ditemukan pada:

57

Page 58: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

1. Nefritis interstisial akut misalnya pada pasien artritis reumatoid juvenil atau

pemakaian obat-obat

2. Pielonefritis akut. Lebih sering ditemukan pada neonatus dan sering disertai sepsis.

5 Anomali kongenital

Anomali kongenital yang dapat menyebabkan GGA ialah:

Agenesis ginjal bilateral

Ginjal hipoplastik

Ginjal polikistik infantil

Terjadinya GGA karena jumlah populasi nefron yang sedikit atau tidak ada sama

sekali.

GGA pasca renal

Hambatan aliran urin dapat terjadi pada berbagai tingkat, dari pelvis renalis hingga uretra

dan dapat merupakan manifestasi dari malformasi kongenital, obstruksi intrinsik atau

kompresi ekstrinsik dari traktus urinarius, dan neurogenic bladder. GGA pasca renal

terjadi ketika obstruksi melibatkan kedua ginjal atau satu ginjal pada orang dengan satu

ginjal. Patofisiologi GGA pasca renal adalah multifaktor, melibatkan peningkatan

tekanan hidrostatik pada ruang bowman, diikuti oleh perubahan aliran darah kapiler.

Hasil akhir adalah penurunan filtrasi glomerulus. Mirip dengan GGA prarenal, kerusakan

parenkim ginjal dapat minimal, dan tergantung dari lamanya obstruksi berlangsung serta

sifat kepenuhan obstruksi. GGA pasca renal biasanya reversibel apabila dikenali dan

dikoreksi secara dini.

Adaptasi fungsional ginjal terhadap obstruksi terjadi sejalan dengan waktu. Pada stadium

awal, aliran darah ginjal biasanya meningkat walaupun GFR dan volume urin menurun.

Osmolalitas urin dapat tinggi dengan konsentrasi natrium urin yang rendah seperti yang

terlihat pada GGA prarenal. Stadium ini berlangsung cepat dan sering tidak dikenali.

Stadium akhir ditandai dengan penurunan aliran darah ke ginjal dan disfungsi tubular

sehingga menghasilkan urin yang encer dengan peningkatan konsentrasi natrium.

Hilangnya obstruksi pada fase awal GGA dapat mengakibatkan diuresis yang berlebihan,

58

Page 59: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

disini berperan faktor intrinsik dalam ginjal dan juga akibat penumpukan cairan pada saat

oligo/anuria. Makin lama obstruksi makin sedikit kemungkinan GFR untuk pulih

kembali. Obstruksi kurang dari 7 hari sangat mungkin dapat mengalami perbaikan GFR

secara penuh, tetapi lebih lama kemungkinan ini bertambah sedikit. Bukti yang ada saat

ini menunjukkan bahwa obstruksi jagka pendek (72 jam) ternyata sudah menimbulkan

kerusakan permanen pada nefron, dan pulihnya GFR kembali normal adalah akibat dari

hiperfiltrasi nefron yang masih sehat. Tergantung pada derajat dan durasi obstruksi,

pengeluaran urin dapat bervariasi dari tidak sama sekali sampai beberapa liter per hari.

Tetapi pengeluaran urin saja tidak dapat dipakai untuk membedakan GGA pascarenal

dari GGA prarenal dan renal/intrinsik.

Di Indonesia GGA pascarenal didapat biasanya adalah akibat dari kristal jengkol

(intoksikasi jengkol).

Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala yang disajikan mungkin didominasi atau dimodifikasi oleh penyakit

pencetus. Temuan-temuan klinis yang terkait dengan gagal ginjal meliputi pucat

(anemia), penurunan curah urin, edema (garam dan air berlebihan), hipertensi, muntah

dan letargi (ensefalopati uremik). Komplikasi GGA meliputi kelebihan beban volume

dengan gagal jantung kongestif dan edema paru, aritmia, perdarahan saluran cerna yang

disebabkan oleh ulkus stres atau gastritis, kejang-kejang, koma, dan perubahan perilaku.

GGA prarenal tipe iskemik yang tidak ditanggulangi dengan segera akan menyebabkan

kerusakan epitel tubulus. Mula-mula terjadi nekrosis tubular akut dengan lesi yang tidak

merata patchy yang bersifat reversibel. Bila berlangsung lebih lama dapat terjadi nekrosis

korteks ginjal (renal cortical necrosis) yang bersifat irreversibel.

Untuk membedakan apakah GGA yang terjadi masih bersifat prarenal (belum ada

kerusakan sel tubulus) atau sudah bersifat renal (nekrosis tubular akut) dapat dilakukan

beberapa pemeriksaan. Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk melihat apakah sel-sel

tubulus masih bisa berfungsi baik atau tidak yaitu dalam penyerapan air dan garam.

Pemeriksaan ini harus dilakukan sebelum pemberian diuretika.

59

Page 60: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

Tabel 4. Indeks Urin pada gagal ginjal akut

Pemeriksaan Prerenal Intrinsik

BUN/Kreatinin

BJ urin

Osmolalitas urin

Natrium urin (mEq/L)

Fraksi ekskresi Na

Indeks gagal ginjal

U/P Ureum

U/P Kreatinin

U/P Osmolalitas >20

4. Menyingkirkan GGA pasca renal

Kemungkinan adanya GGA pasca renal perlu disingkirkan sejak awal, selain dari

riwayat penyakit misal makan jengkol, keluhan adanya batu kemih maka pemeriksaan

ultrasonografi (USG) ginjal dan saluran kemih sangat membantu menegakkan

diagnosis. Dengan USG dapat dilihat dilatasi sistem pelviokalises. Pada beberapa

penderita intoksikasi jengkol yang disertai GGA dan sempat dilakukan pemeriksaan

USG jelas terlihat adanya pelebaran kalises yang kemudian menghilang setelah GGA

dapat diatasi.

Dahulu dianjurkan pemeriksaan pielografi intravena (PIV) dengan kontras ganda

untuk melihat adanya obstruksi, tetapi dengan adanya USG pemeriksaan ini sudah

tidak lagi dianjurkan karena bahan kontras tersebut dapat menyebabkan GGA.

Diagnosis

1. Anamnesa

Dalam anamnesis perlu dicari faktor-faktor yang menyebabkan GGA prarenal, renal dan

pasca renal. Riwayat muntah-berak 1-2 hari sebelumnya menunjukkan kearah GGA

60

Page 61: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

prarenal atau sindrom hemolitik uremik. Sakit tenggorok 1-2 minggu sebelumnya, atau

ada koreng-koreng di kulit disertai kencing merah menunjukkan kearah GNA pasca

streptokok. Adanya riwayat sering panas, ruam kulit, artritis menunjukan kearah lupus

eritematosus sistemik (SLE) atau vaskulitis. Pemakaian obat-obatan sebelumnya perlu

diteliti untuk mencari adanya obat nefrotoksik sebagai penyebab GGA. Di Indonesia

perlu ditanyakan apakah makan jengkol beberapa hari sebelumnya yang disusul dengan

kencing berdarah dan sangat nyeri, untuk mencari kemungkinan GGA pascarenal oleh

karena keracunan jengkol. Demikian pula riwayat infeksi saluran kemih dan keluarnya

batu memikirkan kearah GGA pascarenal.

Pada GGA perlu diperhatikan betul banyaknya asupan cairan (input), kehilangan cairan

(output) melalui urin, muntah, diare, keringat berlebihan, dan lain-lain, serta pencatatan

berat badan pasien. Defisit (keluar lebih banyak dari masuk) menunjukkan kehilangan

cairan, yang apabila berlebihan dapat mengurangi volume cairan tubuh. Perlu

diperhatikan kemungkinan kehilangan cairan ke ekstravaskular (redistribusi) seperti pada

peritonitis, asites, ileus paralitik, edema anasarka, trauma luas (kerusakan otot atau crush

syndrome). Riwayat penyakit jantung, gangguan hemodinamik, adanya penyakit sirosis

hati, hipoalbuminemia, alergi yang mengakibatkan penurunan volume efektif perlu selalu

ditanyakan. Pada neonatus GGA dicurigai bila bayi tidak kencing dalam 24-48 jam pasca

lahir.

GGA pascarenal sering terjadi pada neonatus dengan maformasi kongenital seperti

striktur uretra, katup uretra posterior, atau neurogenic bladder. Riwayat ibu dengan

oligohidramnion terkadang ada. Neonatus dengan obstruksi saluran kemih dapat tampak

normal dengan pengurangan atau bahkan peningkatan jumlah urin. Pemeriksaan fisik

dapat dijumpai kandung kemih yang teraba atau ginjal yang membesar. Derajat

penyembuhan tergantung dari luasnya kerusakan parenkim dan derajat obstruksi yang

telah terjadi in utero.

2. Pemeriksaan fisis

Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan kesadaran menurun sampai koma bila GGA

61

Page 62: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

telah berlangsung lama. Pasien umumnya menunjukkan pernafasan yang cepat dan dalam

(Kussmaul) karena adanya asidosis metabolik. Pada pasien GGA berat dapat ditemukan

sesak nafas yang hebat karena menderita gagal jantung atau edema paru. Hipertensi

sering ditemukan akibat adanya overload cairan.

Tanda-tanda dehidrasi perlu dicari karena merupakan penyebab GGA pra-renal. Bila ada

pasien ditemukan oliguria, takikardia, mulut kering, hipotensi ortostatik kemungkinan

menyebabkan GGA prarenal. Pada pemeriksaan fisik perlu dicari tanda-tanda penyakit

sistemik multiorgan seperti lupus eritematosus sistemik yaitu dengan memeriksa kulit,

sendi, kelenjar getah bening. Pembesaran ginjal dapat ditemukan bila penyebabnya ginjal

polikistik atau multikistik displastik atau hidronefrosis (uropati obstruktif). Retensi urin

dengan gejala vesika urinaria yang teraba membesar menunjukkan adanya sumbatan

dibawah vesika urinaria antara lain katup uretra posterior.

Penatalaksanaan gagal ginjal akut

GGA pra-renal

Pada GGA pra-renal terapi tergantung etiologinya. Pada keadaan tertentu perlu dilakukan

pengukuran tekanan vena sentral (CVP=Central Venous Pressure) untuk evaluasi

hipovolemia.

CVP normal = 6-20 cmH2O. Bila CVP <5cmH2O menunjukkan adanya hipovolemia.

CVP juga dipakai untuk memantau hasil pengobatan, apakah cairan yang telah diberikan

telah mencukupi.

Jenis cairan tergantung etiologi hipovolemia. Pada gastroenteritis diberikan Ringer Laktat

atau Darrew glukosa sesuai protokol. Pada syok hemoragik diberikan transfusi darah.

Pada syok yang terjadi pada sindrom nefrotik akibat hipoalbuminemia diberikan infus

albumin atau plasma. Pada dehidrasi yang tidak jelas sebabnya sebaiknya diberikan

Ringer Laktat 20 ml/kgBB dalam waktu 1 jam. Biasanya terjadi diuresis setelah 2-4 jam

pemberian terapi rehidrasi.

GGA pasca renal

Bila ditemukan GGA pasca renal pada USG maka perlu ditentukan lokalisasi obstruksi

62

Page 63: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

dengan pielografi antegrad atau retrograd. Tindakan bedah tergantung pada situasi, dapat

bertahap dengan melakukan nefrostomi dulu untuk mengeluarkan urin dan memperbaiki

keadaan umum atau segera melakukan pembedahan definitif dengan menghilangkan

obstruksinya.

GGA renal

Tujuan pengobatan pada GGA renal adalah mempertahankan homeostasis tubuh sambil

menunggu ginjal berfungsi kembali.

Pemantauan yang perlu dilakukan adalah:

1. Tanda-tanda vital: tensi, nadi, pernafasan, ritme jantung

2. pemeriksaan darah; Hb, Ht, trombosit

3. darah ureum dan kreatinin

4. elektrolit : K, Na, Cl, Ca, P dan asam urat

5. analisis gas darah

6. pengukuran diuresis

Terapi GGA renal dapat dibagi dua yaitu:

1. Terapi konservatif

2. Tindakan dialisis

Terapi Konservatif 21-26

1. Terapi cairan dan kalori

Pemberian cairan diperhitungkan berdasarkan insensible water loss (IWL)+ jumlah

urin 1 hari sebelumnya ditambah dengan cairan yang keluar bersama muntah, feses,

selang nasogastrik, dll. dan dikoreksi dengan kenaikan suhu tubuh setiap 1oC

sebanyak 12% berat badan.

Perhitungan IWL didasarkan pada caloric expenditure yaitu sebagai berikut;

Berat badan 0-10 kg: 100 kal/kgBB/hari

12-20kg: 1000 kal + 50 kal/kgBB/hari diatas 10 kgBB

20 kg : 1500 kal + 20 kal/kgBB/hari diatas 20 kgBB

Jumlah IWL = 25 ml per 100 kal

63

Page 64: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

Secara praktis dapat dipakai perkiraan perhitungan sebagai berikut:

Neonatus = 50 ml/kgBB/hari

Bayi <1 tahun = 40 ml/kgBB/hari

Anak <5 tahun = 30 ml/kgBB/hari

Anak >5 tahun = 20 ml/kgBB/hari

Cairan sebaiknya diberikan per oral kecuali bila penderita sering muntah diberikan

infus.

Jenis cairan yang dipakai ialah:

Pada penderita anuria glukosa 10-20%

Pada penderita oligouria glukosa (10%)-NaCl = 3:1

Bila dipakai vena sentral dapat diberikan larutan glukosa 30-40%. Jumlah kalori

minimal yang harus diberikan untuk mencegah katabolisme ialah 400 kal/m2/hari.

2. Asidosis

Bila hasil pemeriksaan analisis gas darah menunjukkan hasil asidosis metabolik,

dikoreksi dengan cairan natrium bikarbonat sesuai dengan hasil analisis gas darah

yaitu:

BE x BB x 0,3 (mEq)

Atau kalau hal ini tidak memungkinkan maka dapat diberikan koreksi buta 2-3

mEq/kgBB/hari. Bila terapi konservatif tetap berlangsung lebih dari 3 hari harus

dipertimbangkan pemberian emulsi lemak dan protein 0,5-1 g/kgBB/hari. Pemberian

protein kemudian dinaikkan sesuai dengan jumlah diuresis.

3. Hiperkalemia

Hiperkalemia perlu segera ditanggulangi karena bisa membahayakan jiwa penderita.

Bila kadar K serum 5,5-7,0 mEq/L perlu diberi kayexalat yaitu suatu kation exchange

resin (Resonium A) 1 g/kgBB per oral atau per rektal 4x sehari. Bila kadar K >7

mg/L atau ada kelainan EKG (berupa gelombang T yang meruncing, pemanjangan

64

Page 65: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

interval PR dan pelebaran kompleks QRS),atau aritmia jantung perlu diberikan:

• Glukonas kalsikus 10% 0,5 ml/kgBB i.v. dalam 5-10 menit

• Natrium bikarbonat 7,5% 2,5 mEq/kgBB i.v. dalam 10-15 menit

Bila hiperkalemia tetap ada diberi glukosa 20% per infus ditambah insulin 0,5

unit/gram glukosa sambil menyiapkan dialisis.

4. Hiponatremia

Hiponatremia <130 mEq/L sering ditemukan karena pemberian cairan yang

berlebihan sebelumnya dan cukup dikoreksi dengan restriksi cairan. Bila disertai

dengan gejala serebral maka perlu dikoreksi dengan cairan NaCl hipertonik 3% (0,5

mmol/ml). Pemberian Natrium dihitung dengan rumus;

Na (mmol) = (140 – Na) x 0,6 x BB

Diberikan hanya separuhnya untuk mencegah terjadinya hipertensi dan overload

cairan. Pendapat lain menganjurkan koreksi natrium cuku sampai natrium serum 125

mEq/L sehingga pemberian Na = (125 – Na serum) x 0,6 x BB.

5. Tetani

Bila timbul gejala tetani akibat hipokalsemia perlu diberikan glukonas kalsikus 10%

i.v. 0,5 ml/kgBB pelan-pelan 5-10 menit, dilanjutkan dengan dosis rumat kalsium oral

1-4 gram/hari. Untuk mencegah terjadinya tetani akibat koreksi asidosis dengan

bikarbonas natrikus, maka sebaiknya diberikan glukonas kalsikus i.v. segera sebelum

diberikan pemberian alkali.

6. Kejang

Bila terjadi kejang dapat diberikan Diazepam 0,3-0,5 mg/kgBB i.v. dan dilanjutkan

dengan dosis rumat luminal 4-8 mg/kgBB/hari atau difenilhidantoin 8 mg/kgBB.

Kejang pada GGA dapat disebabkan oleh gangguan elektrolit hipokalemia,

hipomagnesemia, hiponatremia atau karena hipertensi/uremia.

7. Anemia

65

Page 66: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

Transfusi dilakukan bila kadar Hb < 6 g/dL atau Ht < 20%, sebaiknya diberikan

packed red cell (10 ml/kgBB) untuk mengurangi penambahan volume darah dengan

tetesan lambat 4-6 jam (lebih kurang 10 tetes/menit). Pemberian transfusi darah yang

terlalu cepat dapat menambah beban volume dengan cepat dan menimbulkan

hipertensi, gagal jantung kongestif, dan edema paru.

8. Hipertensi

Hipertensi ditanggulangi dengan diuretika, bila perlu dikombinasi dengan kaptopril

0,3 mg/kgBB/kali. Pada hipertensi krisis dapat diberikan klonidin drip atau nifedipin

sublingual (0,3 mg/kgBB/kali) atau nitroprusid natrium 0,5 mg/kgBB/menit.

9. Edema paru

Edema paru merupakan hal yang sangat berbahaya dan dapat menimbulkan kematian

dalam waktu singkat, sebagai tindakan percobaan dapat diberikan furosemid i.v. 1

mg/kgBB disertai dengan torniket dan flebotomi. Disamping itu dapat diberikan

morfin 0,1 mg/kgBB.

Bila tindakan tersebut tidak memberi hasil yang efektif, dalam waktu 20 menit, maka

dialisis harus segera dilakukan.

10. Asam urat serum

Asam urat serum dapat meningkat sampai 10-25 mg%, kadang-kadang sampai 50 mg

%, untuk itu perlu diberi alupurinol dengan dosis 100-200 mg/hari pada anak umur

<8 tahun dan 200-300 mg/hari diatas 8 tahun.

Terapi dialisis

Indikasi dialisis pada anak dengan GGA ialah:

1) Kadar ureum darah >200 mg%

2) Hiperkalemia >7,5 mEq/L

3) Bikarbonas serum <12 mEq/L

4) Adanya gejala-gejala overhidrasi: edema paru, dekompensasi jantung dan

hipertensi yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan.

66

Page 67: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

5) Perburukan keadaan umum dengan gejala uremia berat: perdarahan, kesadaran

menurun sampai koma.

Dialisis dapat dilakukan dengan dialisis peritoneal atau hemodialisis. Dialisis

Peritoneal (DP) mudah dilakukan pada anak terutama bayi kecil, tidak memerlukan

alat yang canggih dan dapat dilakukan didaerah terpencil. Karena itu DP lebih banyak

dipakai pada anak. Hemodialisis (HD) mempunyai keuntungan dapat lebih cepat

memperbaiki kelainan biokimia dalam darah. Pada pasien yang baru saja mengalami

operasi intra abdomen, HD dapat dipakai sedangkan PD tidak.

Prognosis

Angka kematian pada gagal ginjal akut tergantung pada penyebabnya, umur pasien

dan luas kerusakan ginjal yang terjadi. Pada GGA yang disebabkan oleh sepsis, syok

kardiogenik, operasi jantung terbuka angka kematiannya diatas 50%. Tetapi pada

GGA yang disebabkan oleh glomerulonefritis, sindrom hemolitik uremik, nefrotoksik

berkisar antara 10-20%.

Pasien GGA non oligurik mempunyai laju filtrasi glomerulus dan volume urin yang

lebih tinggi daripada GGA oligurik, sehingga air, metabolit nitrogen, dan elektrolit

lebih banyak dikeluarkan melalui urin. Komplikasi yang ditemukan lebih sedikit,

periode azotemia lebih singkat, lebih jarang memerlukan dialisis dan mortalitas lebih

rendah.

Bila ditinjau dari pulihnya fungsi ginjal maka bila penyebabnya prarenal, nekrosis

tubular akut, nefropati asam urat dan intoksikasi jengkol umumnya fungsi ginjal akan

kembali normal. Tetapi bila penyebabnya glomerulonefritis progresif cepat, trombosis

vena renalis bilateral atau nekrosis korteks bilateral, fungsi ginjal biasanya tidak dapat

pulih kembali dan dapat berakhir menjadi gagal ginjal terminal.

67

Page 68: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

4. STEVEN JOHNSON

Etiologi

Etiologi SSJ sukar ditentukan dengan pasti karena dapat disebabkan oleh berbagai

faktor, walaupun pada umumnya sering dikaitkan dengan respons imun terhadap obat.

Beberapa faktor penyebab timbulnya SSJ diantaranya : infeksi (virus, jamur, bakteri,

parasit),

obat (salisilat, sulfa, penisilin, etambutol, tegretol, tetrasiklin, digitalis, kontraseptif),

makanan (coklat),

fisik (udara dingin, sinar matahari, sinar X),

lain-lain (penyakit polagen, keganasan, kehamilan).

Iodiopatik pada 25%- 50% kasus.

  Keterlibatan kausal obat tersebut ditujukan terhadap obat yang diberikan sebelum

masa awitan setiap gejala klinis yang dicurigai (dapat sampai 21 hari). Bila pemberian

obat diteruskan dan geja]a klinis membaik maka hubungan kausal dinyatakan negatif.

Bila obat yang diberikan lebih dari satu macam maka semua obat tersebut harus dicurigai

mempunyai hubungan kausal. Obat tersering yang dilaporkan sebagai penyebab adalah

golongan salisilat, sulfa, penisilin, antikonvulsan dan obat antiinflamasi non-steroid.

Sindrom ini dapat muncul dengan episode tunggal namun dapat terjadi berulang dengan

keadaan yang lebih buruk setelah paparan ulang terhadap obat-obatan penyebab.

Epidemiologi

Sinonimnya antara lain : sindrom de Friessinger-Rendu, eritema eksudativum

multiform mayor, eritema poliform bulosa, sindrom muko-kutaneo-okular,

68

Page 69: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

dermatostomatitis, dll. Istilah eritema multiforme yang sering dipakai sebetulnya hanya

merujuk pada kelainan kulitnya saja.

Bentuk klinis SSJ berat jarang terdapat pada bayi, anak kecil atau orang tua. Lelaki

dilaporkan lebih sering menderita SSJ daripada perempuan.Tidak terdapat kecenderungan

rasial terhadap SSJ walaupun terdapat laporan yang menghubungkan kekerapan yang

lebih tinggi pada jenis HLA tertentu.Sindrom Stevens-Johnson adalah suatu kondisi yang

jarang, dengan insiden dilaporkan sekitar 2,6 untuk 6,1 kasus per juta orang per tahun. Di

Amerika Serikat, ada sekitar 300 diagnosa baru per tahun. Kondisi ini lebih umum pada

orang dewasa dibandingkan pada anak-anak. Wanita lebih sering terkena daripada pria,

dengan kasus yang terjadi pada rasio 0:58 (2:1) Insiden diperkirakan 2-3 kasus / juta

penduduk / tahun di Europe. Lebih umum di Kaukasia. Lebih umum pada wanita

dibandingkan males. Kebanyakan pasien berusia 10-30 tapi kasus telah dilaporkan pada

anak-anak semuda 3 bulan. Cenderung lebih umum pada musim dingin dan awal musim

semi.

Gejala Klinis:

Gejala prodromal berkisar antara 1-14 hari berupa demam, malaise, batuk,

korizal, sakit menelan, nyeri dada, muntah, pegal otot dan atralgia yang sangat

bervariasi dalam derajat berat dan kombinasi gejala tersebut.

 Kulit berupa eritema, papel, vesikel, atau bula secara simetris pada hampir

seluruh tubuh.

Mukosa berupa vesikel, bula, erosi, ekskoriasi, perdarahan dan kusta berwarna

merah. Bula terjadi mendadak dalam 1-14 hari gejala prodormal, muncul pada

membran mukosa, membran hidung, mulut, anorektal, daerah vulvovaginal, dan

meatus uretra. Stomatitis ulseratif dan krusta hemoragis merupakan gambaran

utama.  

 Mata : konjungtivitas kataralis, blefarokonjungtivitis, iritis, iridosiklitis, kelopak

mata edema dan sulit dibuka, pada kasus berat terjadi erosi dan perforasi kornea

yang dapat menyebabkan kebutaan. Cedera mukosa okuler merupakan faktor

pencetus yang menyebabkan terjadinya ocular cicatricial pemphigoid, merupakan

inflamasi kronik dari mukosa okuler yang menyebabkan kebutaan. Waktu yang

69

Page 70: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

diperlukan mulai onset sampai terjadinya ocular cicatricial pemphigoid bervariasi

mulai dari beberapa bulan sampai 31 tahun.

Sering dimulai dengan infeksi non-spesifik saluran pernapasan bagian atas, yang

mungkin berhubungan dengan demam, sakit tenggorokan, menggigil, sakit kepala,

arthralgia, muntah dan diare, dan malaise. Lesi mukokutan berkembang tiba-tiba dan

kelompok wabah terakhir dari 2-4 minggu. Lesi biasanya tidak pruritus. Keterlibatan

mulut mungkin cukup parah sehingga pasien tidak dapat makan atau minum. Keterlibatan

pernapasan dapat menyebabkan batuk produktif dari sputum purulen tebal. Pasien dengan

keterlibatan genitourinari mungkin mengeluh disuria atau ketidakmampuan untuk buang

air kecil.

Pemeriksaan umum: demam, takikardi, hipotensi. Perubahan tingkat kesadaran, kejang,

koma.

Kulit: Lesi dapat terjadi di mana saja, tapi paling umum mempengaruhi telapak tangan,

telapak, punggung tangan dan permukaan ekstensor. Ruam bisa berawal sebagai makula

yang berkembang menjadi papula, vesikel, bula, plak urtikaria, atau eritema konfluen.

Pusat lesi dapat vesikular, purpura, atau nekrotik. Lesi khas memiliki penampilan dari

target, yang dianggap patognomonik. Lesi dapat menjadi pecah dan kemudian bulosa.

Kulit menjadi rentan terhadap infeksi sekunder. Lesi urtikaria biasanya tidak pruritus.

Keterlibatan mukosa: eritema, edema, peluruhan, terik, ulserasi dan nekrosis.

Mata: konjungtivitis, ulserasi kornea.     

Genital: vulvovaginitis erosif atau balanitis.

Patofisiologi:

Patogenesis SSJ sampai saat ini belum  jelas walaupun sering dihubungkan

dengan reaksi hipersensitivitas tipe III (reaksi kompleks imun) yang disebabkan

oleh kompleks soluble dari antigen atau metabolitnya dengan antibodi IgM dan

IgG dan reaksi hipersensitivitas lambat (delayed-type hypersensitivity reactions,

tipe IV) adalah reaksi yang dimediasi oleh limfosit T yang spesifik.

Pada beberapa kasus yang dilakukan biopsi kulit dapat ditemukan endapan IgM,

IgA, C3, dan fibrin, serta kompleks imun beredar dalam sirkulasi.

70

Page 71: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

Antigen penyebab berupa hapten akan berikatan dengan karier yang dapat

merangsang respons imun spesifik sehingga terbentuk kompleks imun beredar.

Hapten atau karier tersebut dapat berupa faktor penyebab (misalnya virus, partikel

obat atau metabolitnya) atau produk yang timbul akibat aktivitas faktor penyebab

tersebut (struktur sel atau jaringan sel yang rusak dan terbebas akibat infeksi,

inflamasi, atau proses metabolik). Kompleks imun beredar dapat mengendap di

daerah kulit dan mukosa, serta menimbulkan kerusakan jaringan akibat aktivasi

komplemen dan reaksi inflamasi yang terjadi.

Kerusakan jaringan dapat pula terjadi akibat aktivitas sel T serta mediator yang

dihasilkannya. Kerusakan jaringan yang terlihat sebagai kelainan klinis lokal di

kulit dan mukosa dapat pula disertai gejala sistemik akibat aktivitas mediator serta

produk inflamasi lainnya.

Adanya reaksi imun sitotoksik juga mengakibatkan apoptosis keratinosit yang

akhirnya menyebabkan kerusakan epidermis.

Penatalaksanaan

Pada umumnya penderita SSJ datang dengan keadan umum berat sehingga terapi yang

diberikan biasanya adalah :

Cairan dan elektrolit, serta kalori dan protein secara parenteral.

Antibiotik spektrum luas, selanjutnya berdasarkan hasil biakan dan uji resistensi

kuman dari sediaan lesi kulit dan darah.

Kotikosteroid parenteral: deksamentason dosis awal 1mg/kg BB bolus, kemudian

selama 3 hari 0,2-0,5 mg/kg BB tiap 6 jam. Penggunaan steroid sistemik masih

kontroversi, ada yang mengganggap bahwa penggunaan steroid sistemik pada

anak bisa menyebabkan penyembuhan yang lambat dan efek samping yang

signifikan, namun ada juga yang menganggap steroid menguntungkan dan

menyelamatkan nyawa.

Antihistamin bila perlu. Terutama bila ada rasa gatal. Feniramin hidrogen maleat

(Avil) dapat diberikan dengan dosis untuk usia 1-3 tahun 7,5 mg/dosis, untuk usia

71

Page 72: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

3-12 tahun 15 mg/dosis, diberikan 3 kali/hari. Sedangkan untuk setirizin dapat

diberikan dosis untuk usia anak 2-5 tahun : 2.5 mg/dosis,1 kali/hari; > 6 tahun : 5-

10 mg/dosis, 1 kali/hari. Perawatan kulit dan mata serta pemberian antibiotik

topikal.

Bula di kulit dirawat dengan kompres basah larutan Burowi.

Tidak diperbolehkan menggunakan steroid topikal pada lesi kulit.

Lesi mulut diberi kenalog in orabase.

Terapi infeksi sekunder dengan antibiotika yang jarang menimbulkan alergi,

berspektrum luas, bersifat bakterisidal dan tidak bersifat nefrotoksik, misalnya

klindamisin intravena 8-16 mg/kg/hari intravena, diberikan 2 kali/hari.

Pencegahan:

Mencegah penyebab yang mungkin mendasari. Sulit untuk mencegah serangan awal

sindrom Stevens-Johnson karena Anda tidak tahu apa yang akan memicu itu. Namun, jika

Anda memiliki sindrom Stevens-Johnson sekali, dan dokter Anda menentukan bahwa itu

disebabkan oleh obat, pastikan untuk menghindari bahwa obat dan orang lain dalam kelas

yang sama untuk mencegah serangan lain. Jika virus herpes menyebabkan reaksi Anda,

Anda mungkin perlu untuk mengambil obat antivirus setiap hari untuk mencegah

kekambuhan.

Komplikasi:

1. Secondary skin infeksi (selulitis). Ini infeksi akut pada kulit Anda dapat menyebabkan

komplikasi yang mengancam jiwa, termasuk meningitis - infeksi pada selaput dan

cairan di sekitar otak dan sumsum tulang belakang - dan sepsis.

2. Sepsis. Sepsis terjadi ketika bakteri dari infeksi besar memasuki aliran darah dan

menyebar ke seluruh tubuh Anda. Sepsis adalah, cepat berkembang mengancam

kehidupan kondisi yang dapat menyebabkan shock dan kegagalan organ.

72

Page 73: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

3. Masalah mata. Ruam disebabkan oleh sindrom Stevens-Johnson dapat menyebabkan

peradangan pada mata Anda. Pada kasus ringan, hal ini dapat menyebabkan iritasi

dan mata kering. Pada kasus yang parah, dapat mengakibatkan kerusakan jaringan

yang luas dan jaringan parut di dalam mata Anda yang dapat mengakibatkan

kebutaan.

 4. Kerusakan pada organ internal. Sindrom Stevens-Johnson dapat menyebabkan lesi

pada organ internal Anda, yang dapat mengakibatkan radang paru-paru Anda

(pneumonitis), jantung (miokarditis), ginjal (nefritis) dan hati (hepatitis).

 5. Kerusakan kulit secara permanen. Ketika kulit Anda tumbuh kembali berikut sindrom

Stevens-Johnson, mungkin memiliki benjolan abnormal dan pewarnaan (pigmentasi).

Bekas luka mungkin tetap pada kulit Anda, juga. Masalah kulit yang langgeng dapat

menyebabkan rambut Anda rontok, dan kuku kuku kaki Anda dan mungkin tidak

tumbuh normal.

Prognosis

Pada kasus yang tidak berat, prognosisnya baik, dan penyembuhan terjadi dalam

waktu 2-3 minggu. Kematian berkisar antara 5-15% pada kasus berat dengan berbagai

komplikasi atau pengobatan terlambat dan tidak memadai. Prognosis lebih berat bila

terjadi purpura yang lebih luas. Kematian biasanya disebabkan oleh gangguan

keseimbangan cairan dan elektrolit, bronkopneumonia, serta sepsis. SJS yang tepat

(dengan kurang dari 10% dari luas permukaan tubuh terlibat) memiliki angka kematian

sekitar 5%. Risiko kematian dapat diperkirakan dengan menggunakan skala SCORTEN,

yang membutuhkan sejumlah indikator prognostik ke dalam jumlah. Hasil lainnya

termasuk kerusakan organ / kegagalan, kornea menggaruk, dan kebutaan.

73

Page 74: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

5. URTIKARIA

Definisi

Urtikaria atau dikenal juga dengan “hives” adalah kondisi kelainan kulit berupa

reaksi vaskular terhadap bermacam-macam sebab, biasanya disebabkan oleh suatu reaksi

alergi, yang mempunyai karakteristik gambaran kulit kemerahan (eritema) dengan sedikit

oedem atau penonjolan (elevasi) kulit berbatas tegas yang timbul secara cepat setelah

dicetuskan oleh faktor presipitasi dan menghilang perlahan-lahan. Dalam istilah awam

lebih dikenal dengan istilah “kaligata” atau “biduran”. Meskipun pada umumnya

penyebab urtikaria diketahui karena rekasi alergi terhadap alergen tertentu, tetapi pada

kondisi lain dimana tidak diketahui penyebabnya secara signifikan, maka dikenal istilah

urtikaria idiopatik. 20

Anamnesis

- Tanyakan tentang faktor presipitan, seperti panas, dingin, tekanan, aktivitas berat,

cahaya matahari, stres emosional, atau penyakit kronik

(misalnya, hipertiroidisme, rheumatoid arthritis, SLE,

polimiositis, amiloidosis, polisitemia vera, karsinoma, limfoma).

- Tanyakan tentang penyakit lain yang dapat menyebabkan pruritus, seperti

diabetes mellitus (DM), insufisiensi ginjal kronik, sirosis bilier primer, atau

kelainan kulit nonurtikaria lainnya (misalnya, eczema, dermatitis kontak).

74

Page 75: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

- Tanyakan tentang riwayat angioedema pada keluarga dan pribadi, dimana

urtikaria pada jaringan yang lebih dalam dan dapat mengancam nyawa jika

mengenai laring dan pita suara.

Untuk urtikaria akut, tanyakan tentang kemungkinan pencetus/presipitan, seperti di

bawah ini: 

- Penyakit sekarang (misalnya, demam, nyeri tenggorokan, batuk, pilek, muntah,

diare, nyeri kepala)

- Pemakaian obat-obatan meliputi penisilin, sefalosporin, sulfa, diuretik,

nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDs), iodida, bromida, quinidin,

chloroquin, vancomycin, isoniazid, antiepileptic agents, dll.

- Intravenous media radiokontras

- Riwayat bepergian (amebiasis, ascariasis, strongyloidiasis, trichinosis, malaria)

- Makanan (eg, kerang, ikan, telur, keju, cokelat, kacang, tomat)

- Pemakaian parfum, pengering rambut, detergen, lotion, krim, atau pakaian

- Kontak dengan hewan peliharaan, debu, bahan kimia, atau tanaman

- Kehamilan (biasanya terjadi pda trimester ketiga dan biasanya sembuh spontan

segera setelah melahirkan)

- Kontak dengan bahan nikel (ex, perhiasan, kancing celana jeans), karet (ex,

sarung tangan karet, elastic band), latex, dan bahan-bahan industri

- Paparan panas atau sinar matahari

- Aktivitas berat

Pemeriksaan Fisik

Urtikaria mempunyai karakteristik ruam kulit pucat kemerahan dengan elevasi

kulit, dapat linier, annular (circular), atau arcuate (serpiginous). Lesi ini dapat terjadi

pada daerah kulit manapun dan biasanya sementara dan dapat berpindah.

- Pemeriksaan fisik sebaiknya terfokus pada keadaan yang memungkinkan menjadi

presipitasi urtikaria atau dapat berpotensi mengancam nyawa. Di antaranya :  

o Faringitis atau infeksi saluran nafas atas, khususnya pada anak-anak

75

Page 76: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

o Angioedema pada bibir, lidah, atau laring 

o Skleral ikterik, pembesaran hati, atau nyeri yang mengindikasikan adanya

hepatitis atau penyakit kolestatik hati

o Pembesaran kelenjar tiroid

o Lymphadenopati atau splenomegali yang dicurigai limfoma

o Pemeriksaan sendi untuk mencari bukti adanya penyakit jaringan

penyambung, rheumatoid arthritis, atau systemic lupus erythematosus

(SLE)

o Pemeriksaan pulmonal untuk mencari pneumonia atau bronchospasm

(asthma)

o Extremitias untuk mencari adanya infeksi kulit bakteri atau jamur

Manifestasi Klinis 21

Manifestasi klinis urtikaria yaitu

1. berupa munculnya ruam atau lesi kulit berupa biduran yaitu kulit kemerahan dengan

penonjolan atau elevasi berbatas tegas dengan batas tepi yang pucat disertai dengan

rasa gatal (pruritus) sedang sampai berat, pedih, dan atau sensasi panas seperti

terbakar.

2. Lesi dari urtikaria dapat tampak pada bagian tubuh manapun, termasuk wajah, bibir,

lidah, tenggorokan, dan telinga. Diameter lesi dapat bervariasi dari sekitar 5 mm (0,2

inchi) sampai dapat sebesar satu piring makan. Ketika proses oedematous meluas

sampai ke dalam dermis dan atau subkutaneus dan lapisan submukosa, maka ia

disebut angioedema.

3. Angioedema umumnya mengenai wajah atau bagian dari ekstremitas, dapat disertai

nyeri tetapi jarang pruritus, dan dapat berlangsung sampai beberapa hari. Keterlibatan

bibir, pipi, dan daerah periorbita sering dijumpai, tetapi angioedema juga dapat

mengenai lidah dan faring. Lesi individual urtikaria timbul mendadak, jarang

persisten melebihi 24-48 jam, dan dapat berulang untuk periode yang tidak tentu.

ANGIOEDEMA HEREDITER DAN DIDAPAT

76

Page 77: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

Angioedema herediter merupakan kelainan yang diturunkan secara dominan yang

ditandai dengan serangan berulang/rekuren angioedema yang melibatkan kulit dan

membran mucus saluran respirasi dan gastrointestinal. Terdapat defisiensi fungsional dari

inhibitor komponen first activated dari sistem komplemen (C1INH). Angioedema didapat

dengan deplesi C1INH mempunyai dua bentuk. Satu berhubungan dengan keganasan,

yaitu limfoma sel B dan autoantibodi terhadap protein. Bentuk yang lain berhubungan

dengan autoantibodi secara langsung melawan molekul C1INH. Kompleks gejala klinis

yang mirip dengan angioedema herediter dan mempunyai gambaran X-linked inheritance

telah dilaporkan pada banyak wanita dengan angioedema tanpa urtikaria dan dengan

oedem laring dan nyeri abdomen. Kadar dan fungsi C4 dan C1INH adalah normal.

Bentuk estrogen-dependent dari angioedema yang mirip dengan angioedema herediter

telah dilaporkan pada satu keluarga dengan tujuh anggota keluarga yang terkena dalam

tiga generasi, menunjukkan gambaran autosomal dominant inheritance. Gambaran klinis

diantaranya angioedema tanpa urtikaria, oedem laring, dan nyeri abdomen dengan

muntah-muntah. Serangan dapat terjadi selama kehamilan dan dengan pemberian

estrogen eksogen. 21

Faktor-faktor Presipitan 22

Urtikaria umumnya sering dicetuskan oleh beberapa faktor presipitan di bawah ini :

1. Obat-obatan atau Bahan kimia.

Penisilin dan derivatnya kemungkinan merupakan penyebab obat paling sering

dari urtikaria akut.

2. Makanan.

Makanan merupakan penyebab yang umum dari urtikaria akut. Terutama adalah

makanan seafood, sedangkan makanan lainnya yang sering dilaporkan adalah

strawberry, cokelat, kacang, keju, telur, gandum, dan susu.

3. Gigitan dan sengatan serangga.

Gigitan serangga, sengatan nyamuk, kutu, atau laba-laba, dan kontak dengan

ngengat, lintah, dan ubur-ubur dapat menyebabkan timbulnya urtikaria.

4. Agen Fisik.

77

Page 78: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

Urtikaria juga dapat merupakan akibat dari paparan panas, dingin, radiasi, dan

cidera fisik.

5. Inhalan.

Nasal spray, insect spray, inhalasi dari debu, bulu-bulu binatang atau karpet, dan

serbuk merupakan beberapa faktor pencetus melalui inhalasi.

6. Infeksi.

Adanya fokus infeksi sering dipertimbangkan, cepat atau lambat, pada kasus

kronik, dan pada penyebab yang tidak biasa. Sinus, gigi geligi, tonsil, kandung

empedu, dan saluran genitourinaria sebaiknya diperiksa.

7. Penyakit dalam.

Urtikaria dapat timbul pada penyakit hati, parasit usus, kanker, demam rematik,

dan lainnya.

8. Psikis.

Setelah semua penyebab urtikaria kronik telah disingkirkan, masih terdapat

sejumlah kasus yang muncul berhubungan dengan stress atau nervous, cemas,

atau kelelahan.

9. Sindroma Urtikaria Kontak.

Respon yang tidak lazim ini dapat diakibatkan karena kontak antara kulit dengan

obat-obatan, bahan kimia, makanan, serangga, hewan, dan tanaman.

Epidemiologi

Urtikaria merupakan penyakit kulit yang sering dijumpai. Usia, ras, jenis kelamin,

pekerjaan, lokasi geografik, dan musim dapat menjadi agen predisposisi bagi urtikaria.

Berdasarkan data dari National Ambulatory Medical Care Survey dari tahun 1990 sampai

dengan 1997 di USA, wanita terhitung 69% dari semua pasien urtikaria yang datang

berobat ke pusat kesehatan. Distribusi usia paling sering adalah 0-9 tahun dan 30-40

tahun. Urtikaria disebut akut jika berlangsung kurang dari 6 minggu. Paling sering

episode akut pada anak-anak adalah karena reaksi merugikan atau efek samping dari

makanan atau karena penyakit-penyakit virus. Episode urtikaria yang persisten melebihi

78

Page 79: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

6 minggu disebut kronik dan paling sering adalah urtikaria idiopatik atau urtikaria yang

disebabkan karena autoimun. Sekitar 50% pasien dengan urtiakria sendirian tanpa lesi

kulit lainnya dapat bebas dari lesi dalam 1 tahun, 65% dalam 3 tahun, dan 85% dalam 5

tahun; kurang dari 5% lesi hilang lebih dari 10 tahun.

Pemeriksaan Penunjang

. Serum hypocomplementemia tidak tampak dalam urtikaria kronik idiopatik, dan

berarti kadar serum IgE normal.

Cryoprotein sebaiknya dilihat pada pasien dengan acquired cold urticaria. Tes

antinuclear antibody sebaiknya dilakukan pada pasien-pasien dengan solar urticaria.

Autoantibodi terhadap thyroglobulin dan peroxidase dapat ditemukan pada individu

dengan penyakit tiroid autoimun dan urtikaria/angioedema; skrining rutin pada pasien-

pasien dengan urtikaria kronik untuk autoimunitas tiroid dianjurkan oleh beberapa

peneliti tetapi tidak oleh lainnya. Penilaian serum complement protein dapat membantu

dalam mengidentifikasi pasien-pasien dengan urticarial venulitis, juga pada mereka yang

dengan bentuk defisiensi C1INH herediter dan didapat.

Biopsi kulit dari lesi urtikaria kronik sebaiknya dilakukan hanya untuk

mengidentifikasi urticarial venulitis. Terdapat sedikit peran untuk prick skin tes rutin atau

radioallergosorbent test (RAST) dalam diagnosis dari specific IgE-mediated antigen

sensitivity pada urtikaria kronik. Bahan-bahan inhalan jarang menyebabkan urtikaria, dan

food skin test mungkin sulit untuk menginterpretasikan. Tes-tes untuk obat-obatan

terbatas pada penisilin tetapi tidak dapat dilakukan pada pasien-pasien dengan

dermographism. RAST sebaiknya disediakan bagi mereka yang memiliki kontraindikasi

terhadap tes kulit atau tidak tersedia. Penggunaan serum autologus skin tes untuk melihat

autoantibodi terhadap FceRIa atau IgE masih merupakan teknik yang diteliti.

Pelepasan histamin dari basofil perifer telah mendukung diagnosis anaphylactic

sensitivity terhadap beberapa antigen, dimana di antaranya pollen dan racun serangga,

dan mungkin mengindikasikan adanya autoantibody FceRIa, tetapi teknik ini juga masih

diteliti.

Patogénesis 23

79

Page 80: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

Sel mast adalah sel efektor utama pada kebanyakan bentuk urtikaria, meskipun

tipe-tipe sel lainnya juga dapat terlibat. Sel mast kutaneus melepaskan histamin dalam

respon terhadap C5a, morfin, dan kodein. Neuropeptida substansi P (SP), vasoactive

intestinal peptide (VIP), dan somatostatin, neurokinin A dan B, bradikinin, dan calcitonin

gene–related peptide (CGRP), kesemuanya dapat mengaktivasi sel-sel mast untuk

mensekresi histamin. Tidak semua produk biologik potensial tersebut diproduksi ketika

sel mast kutaneus terstimulasi. Permeabilitas vaskuler di kulit diakibatkan secara

predominan oleh reseptor histamin H 1, meskipun reseptor histamin H 2 juga dapat

berperan. Urtikaria disebabkan karena pelepasan histamin, bradikinin, leuketrien C4,

prostaglandin D2, dan substansi vasoaktif lainnya lainnya dari sel mast dan basofil di

kulit. Substansi-substansi tersebut menyebabkan ekstravasasi cairan ke kulit,

mengakibatkan timbulnya lesi urtikaria. Intensitas pruritus dari urtikaria adalah hasil dari

pelepasan histamin ke kulit. Aktivasi reseptor histamin H1 pada sel-sel endotel dan otot

polos menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler. Sedangkan aktivasi reseptor

histaminH2 menyebabkan vasodilatasi arteriol dan venula.

Proses ini disebabkan oleh beberapa mekanisme. Respon alergi tipe I IgE

diinisiasi oleh kompleks imun antigen-mediated IgE yang mengikat dan cross-link

reseptor Fc pada permukaan sel-sel mast dan basofil, hal tersebut menyebabkan

pelepasan histamin. Respon alergi tipe II dimediasi oleh sel-sel T sitotoksik,

menyebabkan deposit Ig, komplemen, dan fibrin di sekitar pembuluh darah. Hal ini

menyebabkan vaskulitis urtikaria. Penyakit kompleks imun tipe III berhubungan dengan

SLE dan penyakit autoimun lainnya yang dapat menyebabkan urtikaria.

Komplemen-mediated urtikaria disebabkan oleh infeksi bakteri dan virus, serum

sickness, dan reaksi transfusi. Reaksi transfusi urtikaria terjadi ketika substansi alergenik

dalam plasma dari produk darah donor bereaksi dengan antibodi Ig E resipien. Beberapa

obat-obatan (opioids, vecuronium, succinylcholine, vancomycin, dan lain-lain) juga agen-

agen radiokontras menyebabkan urtikaria karena degranulasi sel mast melalui mekanisme

mediasi non-Ig E. Urtikaria fisik pada beberapa stimulus fisik yang menyebabkan

urtikaria meliputi immediate pressure urticaria, delayed pressure urticaria, cold urticaria,

80

Page 81: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

dan cholinergic urticaria. Terakhir, urtikaria kronik dimana penyebabnya tidak dapat

ditemukan secara signifikan, merupakan idiopatik.

Penatalaksanaan 22

Perawatan pre-hospital

Saat ibawa ke IGD untuk setiap pasien dengan tanda atau gejala reaksi alergi,

termasuk urtikaria, angioedema, atau syok anafilaksis adalah penting. Urtikaria

akut dapat progresif mengancam nyawa menjadi angioedema dan atau syok

anafilaksis dalam periode waktu yang sangan singkat, meskipun demikian

biasanya syok rapid-onset tanpa disertai urtikaria atau angioedema.

Jika angioedema tampak menyertai urtikaria, pemberian 0.3-0.5 mg epinefrin i.m

dapat diperlukan.

Jika bronkospasme muncul, nebulisasi bronkodilator seperti albuterol diperlukan.

Penilaian lainnya mungkin diperlukan, seperti EKG serial, monitoring tekanan

darah dan pulse oximetry; berikan kristaloid i.v jika pasien hipotensi; dan berikan

oksigen.

Diphenhydramine (25 mg IV atau 50 mg IM or PO) atau hydroxyzine (50 mg IM

atau PO) sebaiknya diberikan

Emergency Department Care

Prinsip terapi utama urtikaria adalah mengindari pajanan antigen.

Antihistamin, terutama yang menghambat reseptor H1, merupakan terapi lini pertama

urtikaria.  

Diphenhydramin dan hydroxyzin adalah H1 blocker yang paling sering digunakan. Ia

beraksi lebih cepat daripada H1 blocker minimal sedatif. Obat-obatan ini berpotensi

sedative, dan pasien sebaiknya tidak diperbolehkan mengendarai kendaraan dalam 6

jam dari pemberian obat.

H1 blocker efektif dalam meredakan pruritus dan rash dari urtikaria akut.

H1 blocker sedative minimal yang lebih baru seperti fexofenadine, loratadine,

desloratadine, cetirizine, dan levocetirizine digunakan terutama dalam manajemen

urtikaria kronik dari pada akut. Akan tetapi, jika urtikaria akut persisten selama > 24-

81

Page 82: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

48 jam, antihistamin dengan sedative minimal sebaiknya diberikan, dengan

suplementasi antihistamin sedative jika pruritus dan urtikaria sukar disembuhkan.

Antihistamin H2, seperti cimetidine, famotidine, dan ranitidine, dapat berperan ketika

dikombinasikan dengan antihistamin H1 pada beberapa kasus urtikaria. Antihistamin

H1 dan H2 diduga mempunyai efek sinergis dan sering memberikan hasil yang lebih

cepat dan resolusi lengkap urtikaria daripada pemberian H1 blocker sendirian,

terutama jika diberikan secara simultan secara i.v.

Doxepin adalah antidepressant dan antihistamin yang menghambat reseptor H1 dan

H2 dan mungkin efektif pada kasus yang sulit disembuhkan dalam dosis 25-50 mg

saat tidur atau 10-25 mg 3-4 kali per hari.

Glukokortikoid dapat menstabilisasi membran sel mast dan menghambat pelepasan

histamin lebih lanjut. Ia juga mengurangi efek inflamasi dari histamin dan mediator

lainnya.  

o Keefektifan dari glukokortikoid pada urtikaria akut masih kontroversial.

Dalam satu kasus, urtikaria akut membaik lebih cepat pada kelompok yang

diterapi dengan prednisone daripada dengan kelompok yang diterapi dengan

placebo.

o Pada dewasa, prednisone 40-60 mg/hari selama 5 hari. Pada anak-anak, terapi

1 mg/kg/hari selama 5 hari. Tapering off dosis kortikosteroid tidak diperlukan

pada kebenyakan kasus urtikaria akut.

Keefektifan epinefrin pada urtikaria akut adalah kontroversial. Jika angioedema tampak

disertai dengan urtikaria, epinefrin 0.3-0.5 mg dapat diberikan secara i.m. Tetapi harus

diingat bahwa ACE-inhibitor–induced angioedema biasanya tidak berespon terhadap

epinefrin atau pada terapi umum lainnya, karena ia tidak dimediasi IgE.

Penggunaan methotrexate, colchicine, dapsone, indomethacin, dan hydroxychloroquine

dapat efektif dalam manajemen vasculitic urticaria. Pasien-pasien dengan urtikaria kronik

atau rekuren sebaiknya dirujuk ke ahli kulit untuk evaluasi dan manajemen lebih lanjut.

82

Page 83: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

6. SLE

Pemeriksaan

Pemeriksaan labotarium yang dapat dilakukan :

Pada pasien dengan kecurigaan klinis tinggi atau titer ANA yang tinggi, pengujian

tambahan ditunjukkan. Hal ini biasanya meliputi evaluasi antibodi terhadap dsDNA,

melengkapi, dan ANA subtipe seperti Sm, SSA, SSB, dan ribonucleoprotein (RNP)

(sering disebut panel ENA).24

Etiologi

Lupus eritematosis sistemik atau SLE merupakan penyakit inflamasi multi sistem

yang tidak diketahui penyebabnya penyakit akut atau kronik dengan remisi dan

eksaserbasi disertai oleh terdapatnya berbagai macam autoantibodi.25 Atas dasar yang

belum jelas, pasien SLE membentuk imunoglobulin terhadap beberapa komponen badan

misalnya DNA. Hal ini merupakan tanda utama dari SLE. SLE merupakan prototipe

kelainan autoimun sistemik yang ditandai oleh sejumlah autoantibodi, khususnya antibodi

antinukleus (ANA).26 Faktor genetik ada kaitannya sekitar 10% diantaranya HCA, B8,

DR2,DR3,DRW52,DQ101,DQWL, dan DQW2, NULL untuk C4- banyak ditemui pada

pasien dan keluarganya. Faktor lingkungan seperti obat kontrasepsi oral diduga penyebab

83

Page 84: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

timbulnya penyakit ini serta paparan sinar matahari juga mempengaruhi serangan

pendahuluan SLE, pada sekitar 1/3 penderita.

Epidemiologi

Prevalensi antara 50,8 per 100.000 orang umur diatas 17 tahun. Prevalensi pada

wanita kulit putih umur antara 18-65 tahun sekitar 1/1000 dan pada wanita kulit hitam

adalah 1/250. Pada antara umur tersebut diatas, wanita 10 kali lebih banyak dari pria. Di

antara anak-anak dan orang tua, penyakit tersebut pada laki-laki 2 kali daripada wanita.

Patofisiologi

Lupus eritematosus sistemik (SLE) dimasukan dalam golongan penyakit

autoimun.27 Penyakit autoimun ini terjadi karena gangguan pada toleransi terhadap diri

sendiri (self-tolerance)−yaitu suatu keadaan nonresponsif yang normal terhadap antigen-

diri sendiri. Karena set T-helper mengendalikan imunitas seluler maupun

humoral,toleransi sel T-helper dianggap sangat penting bagi pencegahan penyakit

autoimun.28

Berdasarkan profil sitokin sel T dibagi menjadi 2 yaitu Th1 dan Th2. Sel Th1

berfungsi mendukung cell-mediated immunity, sedangkan Th2 menekan sel tersebut dan

membantu sel B untuk memproduksi antibodi. Pada pasien SLE ditemukan adanya IL-10

yaitu sitokin yang diproduksi oleh sel Th2  yang berfungsi menekan sel Th1 sehingga

mengganggu cell-mediated immunity.

Sel T pada SLE juga mengalami gangguan berupa berkurangnya  produksi IL-2

dan hilangnya respon terhadap rangsangan pembentukan IL-2 yang dapat membantu

meningkatkan ekspresi sel T. Abnormalitas dan disregulasi sistem imun pada tingkat

seluler dapat berupa gangguan fungsi limfosit T dan B, NKC, dan APCs. Hiperaktivitas

sel B terjadi seiring dengan limfositopenia sel T karena antibodi antilimfosit T.

Peningkatan sel B yang teraktivasi menyebabkan terjadinya hipergamaglobulinemia yang

berhubungan dengan reaktivitas self-antigen. Pada sel B, reseptor sitokin, IL-2,

mengalami peningkatan sedangkan CR1 menurun. Hal ini juga meningkatkan heat shock

protein 90  (hsp 90) pada sel B dan CD4+. Kelebihan hsp 90 akan terlokalisasi pada

permukaan sel limfosit dan akan menyebabkan terjadinya respon imun.

84

Page 85: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

Sel T mempunyai 2 subset yaitu CD8+ (supresor/sitotoksik) dan CD4+

(inducer/helper). SLE ditandai dengan peningkatan sel B terutama berhubungan dengan 

subset CD4+ dan CD45R+. CD4+ membantu menginduksi terjadinya  supresi  dengan

menyediakan signal bagi CD8+). Berkurang jumlah total sel T juga menyebabkan

berkurangnya subset tersebut sehingga signal yang sampai ke CD8+ juga berkurang dan

menyebabkan kegagalan sel T dalam menekan sel B yang hiperaktif. Berkurangnya

kedua subset sel T ini yang umum disebut double negative (CD4-,CD8-) mengaktifkan

sintesis dan sekresi autoantibodi. Ciri khas autoantibodi ini adalah bahwa mereka tidak

spesifik pada satu jaringan tertentu dan merupakan komponen integral dari semua jenis

sel sehingga menyebabkan inflamasi dan kerusakan organ secara luas melalui 3

mekanisme yaitu pertama kompleks imun (misalnya DNA-anti DNA) terjebak dalam

membran jaringan dan mengaktifkan komplemen yang menyebabkan kerusakan jaringan.

Kedua, autoantibodi tersebut mengikat komponen jaringan atau antigen yang terjebak di

dalam jaringan, komplemen akan teraktivasi dan terjadi kerusakan jaringan. Mekanisme

yang terakhir adalah autoantibodi menempel pada membran dan menyebabkan aktivasi

komplemen yang berperan dalan kematian sel atau autoantibodi masuk ke dalam sel dan

berikatan dengan inti sel dan menyebabkan menurunnya fungsi sel tetapi belum diketahui

mekanismenya terhadap kerusakan jaringan.

Gangguan sistem imun pada SLE dapat berupa gangguan klirens kompleks imun,

gangguan pemrosesan kompleks imun dalam hati, dan penurunan up-take kompleks imun

pada limpa. Gangguan klirens kompleks imun dapat disebabkan berkurangnya CR1 dan

juga fagositosis yang inadekuat pada IgG2 dan IgG3 karena  lemahnya ikatan reseptor

FcγRIIA dan FcγRIIIA. Hal ini juga berhubungan dengan defisiensi komponen

komplemen C1, C2, C4. Adanya gangguan tersebut menyebabkan meningkatnya paparan

antigen terhadap sistem imun dan terjadinya deposisi kompleks imun pada berbagai

macam organ sehingga terjadi fiksasi komplemen pada organ tersebut. Peristiwa ini

menyebabkan aktivasi komplemen yang menghasilkan  mediator-mediator inflamasi yang

menimbulkan reaksi radang. Reaksi radang inilah yang menyebabkan timbulnya

keluhan/gejala pada organ atau tempat yang bersangkutan seperti ginjal, sendi, pleura,

pleksus koroideus, kulit, dan sebagainya.

85

Page 86: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

Pada pasien SLE, adanya rangsangan berupa UVB (yang dapat menginduksi

apoptosis sel keratonosit) atau beberapa obat  (seperti klorpromazin yang menginduksi

apoptosis sel limfoblas) dapat meningkatkan jumlah apoptosis sel yang dilakukan oleh

makrofag. Sel dapat mengalami apoptosis melalui kondensasi dan fragmentasi inti serta

kontraksi sitoplasma. Phosphatidylserine (PS) yang secara normal berada di dalam

membran sel, pada saat apoptosis berada di bagian luar membran sel. Selanjutnya terjadi

ikatan dengan CRP, TSP, SAP, dan  komponen komplemen yang akan berinteraksi

dengan sel fagosit melalui reseptor membran seperti transporter ABC1, complement

receptor (CR1, 3, 4), reseptor αVβ3, CD36, CD14, lektin, dan mannose receptor (MR)

yang menghasilkan  sitokin  antiinflamasi.  Sedangkan  pada  SLE  yang  terjadi  adalah

ikatan dengan autoantibodi  yang kemudian akan berinteraksi dengan reseptor FcγR yang

akan menghasilkan sitokin proinflamasi. Selain gangguan apoptosis yang dilakukan oleh

makrofag, pada pasien SLE juga terjadi gangguan apoptosis yang disebabkan oleh

gangguan Fas dan bcl-2.

Work Diagnosis

Kriteria diagnosis laboratorium SLE menurut the American Rheumatology

Association (ARA) antara lain adanya beberapa autoantibodi yaitu ANA, anti ds-DNA,

anti Sm dan antifosfolipid seperti ACA, LA, atau VDRL positif palsu. ANA sangat

sensitif untuk SLE karena dijumpai pada 90-100% penderita sehingga merupakan

pemeriksaan pertama pada penderita yang diduga SLE.29

ANA umumnya terdeteksi lewat imunofluoresensi tak langsung. Pola

imunofluoresensi ( misalnya bersifat homogen, perifer, bercak nukleoler)− walaupun

tidak spesifik− dapat menunjukan tipe antibodi yang beredar. ANA dapat pula ditemukan

pada kelainan autoimun (terdapat hingga 10% dari orang-orang normal) tetapi adanya

antibodi-antiDNA benang rangkap dan antibodi antigen anti-Smith merupakan petunjuk

kuat ke arah SLE.

Sebagian lainnya mempengaruhi pemeriksaan assay koagulasi in vitro

(memperpanjang masa pembekuan). Antibodi yang disebut antikoagulan lupus ini

sebenarnya menimbulkan efek prokoagulan in vivo sehingga terjadi trombosis vaskuler

rekuren, keguguran dan iskemia seberal (sindrom antibodi antifosfolipid sekunder). 26

86

Page 87: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

Tabel 1 Kriteria American Rheumatism Association untuk penggolongan

Lupus Eritematosus Sistemik 25٭

No. Keterangan

1. Ruam malar

2. Ruam diskoid

3. Fotosensitivitas

4. Ulkus pada mulut

5. Artritis : nyeri membengkak, mengenai sendi perifer, tidak

erosif

6. Serositis : pleuritis, perikarditis

7. Gangguan ginjal : proteinuria (+3) atau 0,5 g/hari proteinuria

persisten atau silinder sel khas

8. Gangguan neurologi : kejang atau psikosis tanpa adanya

penyebab lain

9. Gangguan hematologi : anemia hemolitik, leukopenia,

limfopenia, atau trombositopenia

10. Preparat sel lupus eritematosus positif, titer antibodi anti-

DNA, titer antibodi anti-Smith abnormal, atau hasil uji

serologi sifilis positif palsu

11. Titer antibodi antinukleus abnormal tanpa berkaitan dengan

obat yang menyebabkan lupus eritematosus akibat obat

Ditemukan empat kriteria atau lebih secara berurutan atau secara simultan konsisten ٭

dengan diagnosis lupus eritematosus sistemik.

Diagnosis Banding

1. Dermatomiosis, karena sering ditemukan sklerosis pada jaringan-jaringan

ikat dan subkutis

2. Purpura trombositpenia oleh karena sering ditemukan lesi-lesi petekie dan

ekimosis di daerah lengan bawah

87

Page 88: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

3. Artritis reumatika, oleh karena sering terjadi artritis dan artralgia 27

Atritis reumatoid pengertian penyakit inflamasi sistemik kronik yang terutama

mengenai sendi diartrodial. Termasuk penyakit autoimun dengan etiologi yang tidak

diketahui. Penyakit ini merupakan suatu penyakit autoimun yang ditandai dengan

terdapatnya sinovitis erosif simetrik yang walaupun terutama mengenai jaringan

persendian, seringkali juga melibatkan organ tubuh lainnya

Sebagian besar penderita menunjukkan gejala penyakit kronik yang hilang timbul,

yang jika tidak diobati akan menyebabkan terjadinya kerusakan persendian dan

deformitas sendi yang progresif yang menyebabkan disabilitas bahkan kematian dini.

Walaupun faktor genetik, hormon sex, infeksi dan umur telah diketahui berpengaruh

kuat dalam menentukan pola morbiditas penyakit ini hingga etiologi AR yang

sebenarnya tetap belum dapat diketahui dengan pasti.

Gejala klinis utama AR adalah poliartritis yang mengakibatkan terjadinya

kerusakan pada rawan sendi dan tulang disekitarnya. Kerusakan ini terutama

mengenai sendi perifer pada tangan dan kaki yang umum nya bersifat simetris. Pada

kasus AR yang jelas diagnosis tidak begitu sulit untuk ditegakkan. Akan tetapi pada

masa permulaan penyakit, seringkali gejala AR tidak bermanifestasi dengan jelas,

sehingga kadang kadang timbul kesulitan dalam menegakkan diagnosis.

Kriteria Diagnosis

Susunan kriteria tersebut berdasarkan 1987 Revised A.R.A. Criteria for Rheumatoid

Arthritis sebagai berikut :

1. Kaku pagi hari 5. Nodul reumatoid

2. Artritis pada 3 daerah persendian atau lebih 6. Faktor reumatoid serum positif

3. Artritis pada persendian tangan 7. Perubahan gambaran radiologi

4. Artritis simetris

Penderita dikatakan menderita AR jika memenuhi sekurang kurangnya kriteria 1

sampai 4 yang diderita sekurang kurangnya 6 minggu.

Penatalaksanaan

88

Page 89: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

Penderita dengan SLE membutuhkan pengobatan dan perawatan yang tepat dan

benar. Pengobatan pada penderita SLE ditujukan untuk mengatasi gejala dan induksi 

remisi serta mempertahankan remisi selama mungkin pada perkembangan penyakit.

Karena manifestasi klinis yang sangat bervariasi maka pengobatan didasarkan pada

manifestasi yang muncul pada masing-masing individu.

Medical Mentosa 30

Tabel 2. : Obat-obat yang sering digunakan pada penderita LESAntimalaria     

Hidroksiklorokin 3-7 mg/kg/hari PO sebagai garam sulfat (maksimal 400 mg/hari)Kortiko-steroid           

PrednisonDosis harian(1 mg/kg/hari); prednison dosis alternate yang lebih tinggi (5 mg/kg/hari, tak lebih 150-250 mg); prednison dosis rendah harian (0.5 mg/kg)/hari yg digunakan bersamamethylprednisolone dosis tinggi intermitten  (30 mg/kg/dosis, maksimum mg) per minggu

Obat imuno-supresif   Siklofosfamid 500-750 mg/m2 IV 3 kali sehari selama 3 minggu.  maksimal 1 g/m2. Harus diberikan IV dengan infus terpasang, dan dimonitor. Monitor lekosit pada 8-14 hari mengikuti setiap dosis (lekosit dimaintenance > 2000-3000/mm3)Azathioprine  1-3 mg/kg/hari PO 4 kali sehari

Non-steroidal anti-inflam-matory drugs (NSAIDs)Naproxen7-20 mg/kg/hari PO dibagi 2-3 dosis maksimal 500-1000 mg/hariTolmetin15-30 mg/kg/hari PO dibagi 2-3 dosis maksimal 1200-1800 mg/hariDiclofenac< 12 tahun : tak dianjurkan> 12 tahun : 2-3 mg/kg/hari PO digagi 2 dosis maksimal 100-200 mg/hari

Suplemen Kalsium dan vitamin D        Kalsium karbonat      < 6 bulan : 360 mg/hari6-12 bulan : 540 mg/hari1-10 bulan : 800 mg/hari11-18 bulan : 1200 mg/hariCalcifediol< 30 kilogram : 20 mcg PO 3 kali/minggu > 30 kilogram : 50 mcg PO 3 kali/minggu

Anti-hipertensiNifedipin        0.25-0.5 mg/kg/dosis PO dosis awal, tak lebih dari 10 mg, diulang tiap 4-8 jam.Enalapril        0.1 mg/kg/hari PO 4 kali sehari atau 2 kali sehari bisa ditingkatkan bila perlu, maksimum 0.5 mg/kg/hari

89

Page 90: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

Propranolol    0.5-1 mg/kg/hari PO dibagi 2-3 dosis, dapat ditingkatkan bertahap dalam 3-7 hari dengan dosis biasa 1-5 mg/kg/hari

Non-Medical Mentosa

1. Hindari sinar ultraviolet dan paparan sinar matahari untuk meminimalkan gejala

memburuk akibat photosensitivity.

2. Terapi Estrogen yang biasanya dihindari untuk mencegah flare penyakit;

kontrasepsi progesteron telah didorong. Namun, studi terbaru menyarankan

bahwa kontrasepsi oral tidak dapat dikaitkan dengan flare penyakit atau risiko

trombosis pada pasien dengan lupus ringan tanpa antifosfolipid antibodies.

3. Penggunaan minyak ikan pada pasien SLE yang mengandung vitamin E

75 IU and 500 IU/kg diet dapat menurunkan produksi sitokin proinflamasi seperti

IL-4, IL-6, TNF-a, IL-10, dan menurunkan kadar antibodi anti-DNA.

4. Terapi antimalaria (hydroxychloroquine) telah ditunjukkan untuk

mencegah relaps dan meningkatkan mortality.

5. Angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor dan / atau angiotensin

reseptor blockers mungkin berguna pada pasien dengan penyakit ginjal.

6. Kalsium, vitamin D, dan bifosfonat profilaksis dapat mengurangi risiko

osteoporosis yang diinduksi glukokortikoid.

Pencegahan

Gejala yang sering muncul pada penderita SLE adalah lemah sehingga diperlukan

keseimbangan antara istirahat dan kerja, dan hindari kerja yang terlalu berlebihan.

Penderita SLE sebaiknya menghindari merokok karena hidrasin dalam tembakau diduga

juga merupakan faktor lingkungan yang dapat memicu terjadinya SLE. Tidak ada diet

yang spesifik untuk penderita SLE.Penggunaan sunblock (SPF 15) dan menggunakan

pakaian tertutup untuk penderita SLE  sangat disarankan untuk mengurangi paparan sinar

UV yang terdapat pada sinar matahari ketika akan beraktivitas di luar rumah.

Komplikasi

90

Page 91: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

Infeksi oportunistik dapat terjadi, paling sering pada pasien yang menerima terapi

imunosupresif kronis. Komplikasi lain yang kurang umum adalah osteonekrosis, terutama

bagian pinggul dan lutut setelah penggunaan dosis tinggi kortikosteroid berkepanjangan.

Lebih umum, penyakit aterosklerosis prematur dan infark miokard adalah komplikasi

indolen peradangan kronis.

Yang paling sering ditakutkan adalah jika pada ginjal dan jantung terjadi kelainan

sistemik. Penyebab mortalitas paling tinggi terjadi pada awal perjalanan penyakit SLE

adalah infeksi yang disebabkan oleh pemakaian imunosupresan. Sedangkan mortalitas

pada penderita SLE dengan komplikasi nefritis paling banyak ditemukan dalam 5 tahun

pertama ketika dimulainya gejala. Penyakit jantung dan kanker yang berkaitan dengan

inflamasi kronik dan terapi sitotoksik juga merupakan penyebab mortalitas.Penyebab

peningkatan penyakit coronary artery disease (CAD) merupakan multifaktor termasuk

disfungsi endotelial, mediator inflamasi, kortikosteroid yang menginduksi arterogenesis,

dan dislipidemia yang berkaitan dengan penyakit ginjal (salah satu manifestasi klinis dari

SLE).

Prognosis

Kurang baik

Penyebab kematian dapat langsung akibat penyakit lupus, yaitu karena gagal

ginjal, hipertensi maligna, kerusakan SSP, perikarditis, sitopenia autoimun. Data dari

beberapa penelitian tahun 1950-1960, menunjukkan 5-year survival rates sebesar 17.5%-

69%. Sedangkan tahun 1980-1990, 5-year survival ratessebesar 83%-93%. Beberapa

peneliti melaporkan bahwa 76%-85% pasien LES dapat hidup selama 10 tahun sebesar

88% dari pasien mengalami sedikitnya cacat dalam beberapa organ tubuhnya secara

jangka panjang dan menetap.30

91

Page 92: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

7. HIPERKOLESTROLEMIA

Kolesterol merupakan komponen penting dalam dinding sel sebagai prekursor

asam empedu dan hormon steroid. Hati mensintesis kolesterol. Síntesis kolesterol

terutama berasal dari asetil koenzim A. Pada kasus síndrome nefrotik, gejala

hiperkolesterolemia terjadi sekunder akibat síndrome nefrotik itu sendiri. Kadar albumin

yang rendah di dalam darah serta tekanan onkotik rendah menyebabkan peningkatan

síntesis lipoprotein lipid di hati. Seterusnya menyebabkan terjadi manifestasi peningkatan

kolesterol dalam darah yang disebut hiperkolesterolemia pada sindrom nefrotik.

Kebanyakan orang tidak mempunyai apa-apa gejala kolesterol tinggi. Ujian darah

adalah satu-satunya cara untuk memeriksa tahap kolesterol dalam darah. Jika tahap

kolesterol anda melebihi 200 mg/dL atau HDL di bawah 40, doktor mungkin akan

melakukan profil lipid puasa (uji yang dijalankan selepas berpuasa selama 12 jam).

Walaupun tahap kolesterol melebihi 200 mg/dl secara amnya dianggap tinggi, apa yang

dianggap selamat bagi setiap orang bergantung kepada sama ada seseorang individu itu

berisiko untuk dapat penyakit jantung atau telah menderita penyakit jantung.

Total cholesterol levels:

Desirable: di bawah 200 mg/dL

Borderline high: 200 – 239mg/dL

High: di atas 240mg/dL

92

Page 93: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

LDL cholesterol levels:

Optimal untuk individu dengan penyakit jantung atau yang beresiko tinggi: < 70

mg/dL

Optimal untuk individu dengan risiko penyakit jantung: < 100mg/dL

Optimal: 100 – 129mg/dL

Borderline high: 130 – 159mg/dL

High: 160 – 189mg/dL

HDL cholesterol levels:

Poor: < 40 mg/dL

Acceptable: 40 - 59

Optimal: 60 atau lebih

PEMERIKSAAN LABORATORIUM: Pemeriksaan kadar kolesterol

Pemeriksaan kadar kolesterol dan lipoprotein dapat mengidentifikasi anak-anak

yang berada dalam kategori acceptable, borderline atau high. Pemeriksaan ini dianjurkan

pada anak-anak yang:

Memiliki orang tua atau kakek/nenek yang pada usia dibawah 55 tahun menderita

penyakit jantung koroner, menjalani pemeriksaan arteriografi koroner atau

didiagnosa menderita kelainan aterosklerosis koroner. Ini termasuk mereka yang

menjalani balon angioplasti atau coronary artery bypass surgery.

Memilki orang tua atau kakek/nenek yang pada usia dibawah dari 55 tahun

didiagnosa menderita infark miokard, angina pektoris, peripheral vascular

diseases, penyakit serebro vaskuler dan sudden death.

Memiliki orang tua dengan kadar kolesterol total melebihi 240 mg/dl.

Keluarga dengan kelainan kadar lipid.

Berada dalam kondisi medis yang mengarah kepada kemungkinan menderita

penyakit jantung koroner seperti obesitas, aktivitas fisik yang kurang, merokok,

diabetes, peningkatan tekanan darah, penyakit ginjal dan aktivitas tyroid yang

kurang.

Riwayat keluarga yang tidak diketahui

93

Page 94: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

Pemeriksaan total kolesterol dapat dilakukan setiap 5 tahun pada anak dengan total

kolesterol kurang dari 170 mg/dl; sedangkan anak dengan total kolesterol antara 170-

199/100ml perlu dilakukan analisa lipoprotein yang difollow up secara reguler sesuai

dengan hasil analisa tersebut.15 Pemeriksaan yang dilakukan harus didasarkan pada

alasan mengapa pemeriksaan dikerjakan. Misalnya jika pemeriksaan pada anak dilakukan

karena orang tuanya memiliki kadar kolesterol total melebihi 240 mg/dl, maka

pemeriksaan awal yang dilakukan adalah kadar kolesterol total anak. Bila kadar ini

melebihi 200 mg/dl, barulah pemeriksaan analisa lipoprotein puasa dilakukan.

Sebaliknya, bila anak memiliki orang tua dengan diagnosa kelainan kardiovaskular

premature, pemeriksaan analisa lipoprotein puasa perlu dilakukan secara lengkap.

METABOLISME LIPID DAN PATOFISIOLOGI

Lipid plasma utama terdiri atas kolesterol, trigliserida, phosfolipid dan free fatty

acid. Namun karena lipid ini bersifat hidrofobik maka sirkulasinya dalam darah adalah

dalam bentuk kompleks lipid-protein atau lipoprotein. Plasma lipoprotein sendiri,

berdasarkan densitasnya, terdiri atas: kilomikron, VLDL, LDL dan HDL. Komposisi dan

fungsi dari tiap lipoprotein ini berbeda-beda. Kandungan terbanyak dari LDL, misalnya,

adalah kolesterol (50%) dan phospolipid (25%), sedangkan kandungan terbanyak dari

HDL adalah protein (50%).

Metabolisme lipid dan lipoprotein pada dasarnya terbagi atas:

1. Extrahepatic pathway

Kolesterol dan free fatty acid yang masuk kedalam tubuh lewat asupan akan

diserap di intestinal mikrovili dimana mereka akan diubah menjadi kolesterol

ester dan trigliserida. Kedua zat ini kemudian dikemas dalam bentuk kilomikron

dan disekresi kedalam sistem limfatik dan memasuki sirkulasi sistemik. Dikapiler

jaringan lemak dan otot, trigliserida mengalami hidrolisis menjadi mono dan

diglyserida. Akibatnya, ukuran kilomikron menjadi berkurang dan karenanya

ditransfer menjadi HDL. Kilomikron yang tersisa, meskipun mengalami

penurunan volume, masih tetap mengandung kolesterol dan trigliserida yang

94

Page 95: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

berpotensi menimbulkan atherogenik. Kilomikron ini kemudian dikeluarkan dari

sistem sirkulasi oleh hepar, meskipun sebagian kolesterol disekresi sebagai asam

empedu kedalam kantung empedu.

2. Endogenous pathway

Jalan ini dimulai dengan sintesa VLDL oleh hepar yang kemudian disirkulasikan

ke jaringan lemak dan otot. Trigliserida yang ada pada zat ini kemudian diambil

oleh lemak dan otot sekitar, sedangkan komponen permukaannya ditransfer

kebentuk HDL. Sekitar 50% dari VLDL dikeluarkan oleh hepar melalui LDL

reseptor. Selain itu, hepar juga dapat mengeluarkan LDL (suatu lipoprotein yang

mengandung cholesterol ester dan apoprotein B-100). HDL sendiri merupakan

suatu lipoprotein yang disintesa di hepar dan intestinum dan terdiri atas 50%

protein dan 20% kolesterol. HDL ini bersifat protektif terhadap aterosklerosis.

Figure 1

95

Page 96: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

Sesaat setelah terjadinya peningkatan kadar LDL dan atau kolesterol, sejumlah

monosit akan melekat pada permukaan endotel arteri dan selanjutnya melakukan migrasi

kedalam ruangan subendotel. Setelah berbulan-bulan akan terjadi penumpukan kolesterol

dan makrofag dalam ruangan subendotel ini dan disebut foam cell. Foam sell yang

bertumpuk kemudian akan menimbulkan fatty streak. Sejalan dengan peningkatan kadar

kolesterol, sejumlah sel otot halus muncul pada permukaan subendotel. Sel otot halus ini

kemudian secara progresif memproduksi kolagen dan membentuk fibrous cap di atas inti

lemak dari lesi. Kolagen yang terbentuk secara terus menerus kemudian menimbulkan

bentuk athresclerotik yang disebut fibrous plaque.

Kestabilan plaque sangat menentukan apakah lesi aterosklerosis ini akan

menimbulkan kelainan kardiovaskuler. Plaque yang stabil merupakan hasil langsung dari

kemampuan sel otot halus untuk memproduksi kolagen dan membentuk fibrous cap.

Plaque yang stabil adalah plaque yang memiliki fibrous cap yang tebal yang

menghalangi inti lemak kontak dengan darah. Sedangkan plaque yang tidak stabil adalah

plaque yang mengandung inti lemak yang tebal atau banyak ditutupi oleh fibrous cap

yang tipis. Adanya flow shear stress, hipertensi dan hiperlipidemia akan mengiritasi atau

menimbulkan fissura/rupture dari plaque yang ada dan selanjutnya menimbulkan kondisi

aterogenik berupa aggregasi platelet dan trombus. Keadaaan ini menimbulkan sumbatan

atau obstruksi yang signifikan terhadap vaskularisasi koroner dan menimbulkan

manifestasi klinis penyakit kardiovaskuler.

ETIOLOGI

Secara umum, kadar kolesterol darah anak usia 2-19 tahun dapat dibagi atas:

1. Acceptable; yakni kadar total kolesterol kurang dari 170 mg/dl dan atau kadar LDL

kolesterol kurang dari 110 mg/dl.

2. Borderline; yaitu kadar total kolesterol antara 170-199 mg/dl dan atau kadar LDL

kolesterol antara 110-129 mg/dl.

3. High; yaitu kadar total kolesterol lebih 200 mg/dl dan atau kadar LDL kolesterol

lebih dari 130 mg/dl.

Anak-anak yang kadar kolesterolnya dikategorikan sebagai ‘high’ dapat diklassifikasikan

atas 2 jenis:

96

Page 97: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

1. Hiperkolesterolemia sekunder.

Kadar hiperkolesterolemia yang terjadi pada kelainan ini disebabkan oleh

berbagai kelainan organik dan fungsional yang terjadi pada anak. Faktor-faktor

penyebab kelainan ini adalah:

a. Faktor eksogen: obat-obatan seperti kortikosteroid, antikonvulsan, beta bloker,

alkohol dan obesitas.

b. Gangguan endokrin dan metabolik: hipotiroidisme, diabetes mellitus,

hiperkalsemia idiopatik.

c. Penyakit obstruktif hepar: atresia biliaris dan sirosis hati.

d. Penyakit ginjal kronik : sindroma nefrotik.

e. Lain-lain: anoreksia nervosa, penyakit kolagen dan Klinifelter syndrome.

2. Hiperkolesterolemia primer.

Kriteria hiperkolesterolemia primer dapat ditegakkan apabila semua faktor

penyebab dari hiperkolesterolemia sekunder dapat disingkirkan. Kelainan ini

umumnya bersifat familiar dan karena itu skrining terhadap anggota keluarga perlu

dilakukan. Berdasarkan gambaran klinik dan penyebab kelainan ini, Fredrickson dan

Lees membagi jenis kelainan ini atas type I, IIa, IIb, III, IV dan V. Type IIa, yakni

terdapatnya peningkatan kadar LDL dan kolesterol, merupakan type yang paling

sering didapatkan pada anak. Type ini dapat dibedakan lagi menjadi:

a. Hiperkolesterolemia familial. Kelainan yang disebabkan oleh kekurangan reseptor

LDL ini dapat bersifat heterozigot dan homozigot. Pada jenis heterozigot, kadar

total kolesterol dan LDL biasanya mencapai 2-3 kali nilai normal dengan rata-rata

300 mg/100ml; sedangkan kadar LDL-nya lebih 160 mg/100 ml dengan rata-rata

240 mg/100ml. Pada jenis homozigot, kadar rata-rata kolesterol total dapat

mencapai 700-1000 mg/100 ml. Hal ini disebabkan oleh terdapatnya mutasi gen

hiperkolesterolemia familial.

b. Familial combined hyperlipidemia. Pada kelainan ini terjadi produksi berlebihan

dari apo B-100 oleh hepar dan karenanya terdapat peningkatan kadar trigliserida

pada anak (120-130 mg/dl) disertai kadar kolesterol total dan LDL yang lebih

rendah dari jenis hiperkolesterolemia familial atau bahkan normal. Kadar LDL

97

Page 98: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

dapat bervariasi dari waktu ke waktu; demikian pula dengan kadar trigliserida

yang berfluktuasi berlawanan.

FAKTOR RESIKO

Terdapat beberapa faktor yang meningkatkan risiko seseorang untuk mempunyai

kolesterol yang tinggi. Walaupun sebahagian dari orang-orang tidak boleh diubah, ramai

yang boleh. Faktor-faktor risiko yang paling penting untuk kolesterol tinggi adalah

seperti berikut :

Berat badan berlebihan atau obese

Makan diet yang tinggi dalam asam lemak dan trans lemak tepu (yang terdapat

dalam makanan diproses dan goreng).

Kurang bersenaman

Mempunyai riwayat keluarga penyakit jantung

Tekanan darah tinggi

kencing manis

merokok

MANIFESTASI KLINIS

Biasanya kolesterol tinggi dalam darah tidak menunjukkan sebarang gejala atau

symptom, terutama pada fase awal. Satu-satunya cara untuk mengetahui bahwa tubuh

mengandung kadar kolesterol yang tinggi adalah melalui uji darah.

PENATALAKSANAAN

Anak-anak dengan kadar kolesterol-LDL acceptable hendaknya diberikan pendidikan

atau pemahaman mengenai pola makan yang baik yang dapat menghindari terjadinya

hiperlipidemia. Bagi mereka dengan kadar kolesterol-LDL yang dikategorikan sebagai

borderline, hendaknya diinformasikan mengenai risiko menderita kelainan

kardiovaskuler serta dapat dimulai diet yang diikuti oleh penatalaksanaan terhadap

faktor-faktor risiko. Bagi mereka yang digolongkan sebagai kolesterol-LDL high,

hendaknya dilakukan pemeriksaan terhadap kemungkinan penyakit lain (kelainan tiroid,

ginjal dan hati) serta dilakukan diet yang diikuti oleh skrening terhadap anggota keluarga

98

Page 99: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

Diet: Pengaturan diet ditujukan untuk mengurangi asupan kolesterol dan asam

lemak jenuh dan hal ini dibagi atas dua tahap. Tahap pertama adalah memberikan

diet sesuai dengan rekomendasi diet pada populasi umum yakni:

o asam lemak jenuh harus kurang 10% dari kalori total,

o total lemak tidak boleh melebihi 30% dari total kalori,

o kadar kolesterol harus kurang dari 300 mg perhari.

Karena dengan diet ini anak memperoleh sedikit kalori dari lemak maka mereka

harus memperoleh kalori yang cukup dengan mengkonsumsi buah-buahan, sayur-

sayuran, susu rendah lemak atau makanan kaya kalsium. Anak harus diberikan makanan

yang bervariasi luas untuk menjamin tercukupinya zat gizi yang diperlukan bagi proses

pertumbuhan dan perkembangan mereka.

Bila dalam waktu 3 bulan diet tahap pertama tidak memberikan hasil, maka diet

tahap kedua harus dilakukan. Diet ini terdiri atas pengurangan kadar asam lemak jenuh

hingga kurang 7% dari kalori dan pengurangan asupan kolesterol hingga kurang dari 200

mg perhari. Secara bersamaan, zat gizi, vitamin dan mineral harus ditambahkan dalam

jumlah yang cukup guna untuk memperbaiki proses metabolisme dan pertumbuhan

tubuh.

Terapi medikamentosa:

Lovastatin

Indikasi: menurunkan kadar kolesterol total dan LDL pada pasien dengan

hiperkolesterolemia primer yang tidak dapat diatasi dengan diet atau tindakan non-

farmakologi lain, serta menurunkan kadar kolesterol pada pasien

hiperkolesterolemia dan hipertrigliseridemia.

Kontraindikasi: pasien dengan penyakit hati aktif atau peningkatan serum

transaminase yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.

Dosis: Awal 20 mg/hari, diberikan bersamaan makan malam. Dapat ditingkatkan

sampai maksimal 80 mg 2x/hari dengan interval 4 minggu.

Efek samping: pusing, sakit kepala, konstipasi, diare, dispepsia, mual, ruam kulit,

nyeri abdomen, nyeri dada, gangguan penglihatan.

99

Page 100: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

PROGNOSISJika penatalaksanaan cara hidup sihat dilakukan serta pengobatan pada pasien yang

familial hiperkolesterolemia dilakukan dengan baik, maka dapat mengurangi resiko

penyakit kardiovaskular.

100

Page 101: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

8. GAGAL JANTUNG

I. Definisi

Gagal jantung ialah keadaan jantung yang tidak sanggup dipompakan darah secara

adekuat untuk memenuhi kebutuhan tubuh, sedangkan venousfilling pressure cukup baik.

II. Anamnesis

Dari anamnesis dapat ditanyakan mengenai adanya sesak napas, kesulitan minum/makan,

bengkak pada kelopak mata dan/atau tungkai, gangguan pertumbuhan dan perkembangan

(pada kasus kronis), penurunan toleransi latihan, maupun keringat berlebihan di dahi.

III. Pemeriksaan fisik

Dari pemeriksaan fisik, akibat respons kompensasi karena fungsi jantung yang menurun

maka akan tampak takikardia, irama galop, peningkatan rangsangan simpatis, keringat

dan kulit dingin/lembab, kardiomegali serta gagal tumbuh. Akibat bendungan pada vena

pulmonalis akan tampak takipnea, ortopnea, wheezing dan ronki pada auskultasi paru.

Akibat bendungan vena sistemik akan tampak peningkatan tekanan vena jugularis,

palpebra udem pada bayi, hepatomegali, udem tungkai pada anak.

IV. Epidemiologi 31

Pada penderita kelainan jantung bawaan, komplikasi gagal jantung terjadi 90% sebelum

umur 1 tahun, sedangkan sisanya antara umur 1-5 tahun. Penyebab gagal jantung pada

umur 5-15 tahun umunya kelainan jantung didapat.

V. Etiologi 8

Penyebab gagal jantung dapat digolongkan berdasarkan pada gangguan myocardial

performance akibat beban yang berlebihan pada jantung dan gangguan primer pada otot

jantung. Kedua penyebab ini dapat berdiri sendiri atau dalam kombinasi

101

Page 102: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

VI. Patofisiologi 32

Walaupun patofisiologi gagal jantun belum jelas diketahui seluruhnya, tetapi penampilan

miokard (myocard performance) memegang peran yang paling penting. Penampilan

miolard tersebut bergantung pada akitvitas kontraktilitas miokard. Unsure dasar

kontraktilitas adaalah sarkomer. Tenaga kimiawi dapat diubah oleh otot jantung melalui

mekanisme yang rumit menjadi tnaga mekanik oleh pompa kalsium, troponin,

tropomiosin, adenosine trifosfatase, dan lain-lain.

Miokard bayi mempunyai tegangan otot yang lebih tinggi pada waktu istirahat pada

waktu istirahat daripada miokard orang dewasa, karena relative lebih sedikit mengandung

sarkomer dan relative lebih banyak air. Sebaliknya bila dirangsang, tegangan otot jantung

pada bayi kurang meningkat dibandingkan pada orang dewasa. Karena penampilan

miokard bayi dan orang dewasa sama, maka dapat dimengerti kalau kontraksi ventrikel

pada orang dewasa memberikan tenaga lebih pada perm “unit area” . terdapat 4 faktor

yang menentukan penampilan miokard, yaitu preload, afterload, kontraktilitas otot

jantung, serta frekuensi jantung.

Preload. Factor ini mempunyai hubungan yang erat dengan pengisian ventrikel, yang

dapat diketahui dengan mengukur isi diastolic akhir. Apabila terjadi peninggian alir balik,

berarti terjadi peninggian preload. Sesuai dengan mekanisme Frank Starling, maka akan

terjadi penambahan kekuatan denyut jantung untuk meningkatkan pengosongan ventrikel.

Pada keadaan beban volume yang meningkat ini, maka akan terjadi peninggian fraksi

ejeksi, curah jantung dan peak dp/dt (keepatan peningkatan tekanan ventrikel waktu

kontraksi).

Afterload. Yang dimaksud di sini adalah factor pembebanan pada daya pemendekan

serabut otot jantung. Beban tekanan pada ventrikel kiri pada anak besar dan orang dewasa

akan meninggikan fraksi ejeksi dan menyebabkan terjadinya hipertrofi ventrikel untuk

melawan beban tekanan. Tetapi pada bayi yang menderita stenosis aorta yang disertai

gagal jantung, terjadi penurunan fraksi ejeksi dan tidak terjadi peninggian isi diastolic

akhir ventrikel kiri.

Kontraktilitas miokardium. Kontraktilitas miokardium menggambarkan kecepatan dan

kekuatan kontraksi otot jantung untuk mengatasi preload. Penururnan kontraktilitas akan

102

Page 103: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

menyebabkan penurunan dp/dt, fraksi ejeksi dan curah jantung; sebaliknya isi diastolic-

akhir akan tetap normal atau meningkat.

Frekuensi jantung. Pada peninggian frekuensi denyut jantung akan terjadi penurunan isi

diastolic-akhir. Umumnya takidisritmia akan menyebabkan penururnan fraksi ejeksi dan

curah jantung dan peninggian dp/dt.

VII. Mekanisme Adaptasi

Gejala klinis yang timbul ada kaitannya dengan beberapa mekanisme adaptasi yang

terkait pada gagal jantung, berupa:

Factor mekanis. Perubahan terjadi pada jantung sendiri untuk mengatasi beban volume

maupun beban tekanan, berupa hipertrofi dan dilatasi ventrikel. Hipertrofi ventrikel lebih

banyak disebabkan oleh pembesaran sel daripada hyperplasia sel. Terdapat

ketidakseimbangan antara oksigen dan jumlah kapiler yang ada, sehingga mengakibatkan

insufisiensi koroner relative. Hipertrofi ventrikel yang disebabkan oleh beban tekanan

akan lebih menunjukkan penambahan kontraktilitas dan tenaga pompa dibandingkan

dengan hipertrofi oleh beban volume. Dilatasi ventrikel yang timbul seseuai dengan

mekanisme Frank Starling untuk menambah isi diastolic, hingga menghasilkan isi

sekuncup yang lebih besar.

Factor biokimia. Gagal jantung akan menimbulkan perubahan produksi, penyimpanan

dan penggunaan energy. Mekanisme kontraksi miokard akan terganggu karena ada

perubahan pada aktivitas adenosine-trifosfatase (ATP-ase) miofibrilar, serta gangguan

pada pompa kalsium.

Mekanisme adrenergic. System saraf autonom berperan pula pada gagal jantung. Pada

orang dewasa terjadi penurunan cadangan norepinefrin karena terdapat pengurangan

tirosin hidroksilase, suatu enzim untuk sintesis norepinefrin. Peningkatan ekskresi hasil

metabolism katekolamin ditemukan pada bayi yang menderita gagal jantung.

Peran eritrosit. Terdapat pergeseran kurve disosiasi oksihemoglobin ke kanan, sehingga

memungkinkan pemanfaatan oksigen pada saturasi O2 yang relative rendah seperti

halnya pada keadaan sianosis pada umumnya, pada anemia, di daerah dataran tinggi dan

hipoksia.

103

Page 104: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

Perubahan paru. Edema paru timbul karena terdapat ketidakseimbangan cairan dalam

paru. Sebelum terjadi edema alveoli akan timbul dulu eema jaringan intestisial. Terjadi

takipne akibat rangsangan pada reseptor yukstakapiler yang letaknya dalam ruang

interstisial paru, sehingga memungkinkan pengeluaran cairan lebih banyak melalui

saluran limfe. Pada keadaan yang lebih lanjut akan terjadi edema alveoli, yang

selanjutnya akan menurunkan Pa O2 arterial dan meninggikan PCO2 arterial. Pada

stadium ini akan terdengar ronki dan wheezing. Permeabilitas membrane alveolar-kapiler

pada bayi lebih tinggi daripada pada orang dewasa, sehingga lebih mudah terjadi

kebocoran pada peninggian tekanan diastolic akhir ventrikel yang relative lebih rendah.

Mekanisme ginjal. Pada gagal jantung akan terjadi pengrangan aliran darah ke ginjal,

yang akan menimbulkan peninggian rangsangan saraf simpatik sehingga terjadi

vasokonstriksi pembuluh arteri ginjal. GFR akan menurun, dan terdapat penurunan

penyediaan natrium pada macula densa distal yang akan merangsang pengeluaran rennin

dan aldosteron sehingga akhirnya terjadi retensi natrium dan air.

Perubahan sirkulasidarah tepi. Penurunan curah jantung pada gagal jantung akan

menimbulkan reflex vasokonstriksi untuk meninggikan tekanan darah yang sangat

berguna untuk perfusi yang adekuat. Vasokonstriksi terjadi terutama pada organ-organ

yang kurang vitasl, seperti kulit dan otot skelet, yang ditandai oleh warna kebiruan pada

ujung ekstremitas

Perubahan metabolism. Perubahan metabolism terjadi akibat adanya hipoksia selular

pada gagal jantung yang menimbulkan gangguan gizi, dan dapat diperberat oleh adanya

hipermetabolisme, protein losing enteropathy serta sindrom malabsorbsi lemak.

VIII. Manifestasi klinis 8

Perubahan pada jantung

Takikardia. Terjadi akibat rangsangan saraf simpatis, pada bayi mencapai 200 kali

permenit, pada anak 100-150 kali permenit. Takikardi ini merupakan mekanisme adabtasi

untuk menambah suplai oksigen ke jaringan pada keadaan perfusi yang rendah.

Kardiomegali. Secara prraktis, gagal jantung berarti kardiomegali, dengan sedikit

pengecualian, misalnya pada miokarditis stadium permulaan, takidisritmia, atau obstruksi

pada vena pulmonalis. Pada keadaan tanpa kardiomegali ini, terdapatnya kongesti paru

104

Page 105: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

pada pemeriksaan kardiologik sangat penting artinya, walaupun pada bayi sukar untuk

membedakan antara pembuluh arteri dan vena.

Irama derap. Adanya triple rhythm pada bayi selalu patologik dan menandakan adanya

gagal jantung.

Gangguan pulsasi arteri perifer. Pada gagal jantung pulsasi arteri tepi menjadi lemah

disertai tekanan nadi yang menurun akibat menururnnya curah jantung. Tetapi hal ini

tidak didapatkan pada high output failure. Kadng didapatkan pulsus alternans, yaitu isi

nadi yang berselang-seling kuat dan lemah akibat gangguan penampilan miokard. Juga

dapat ditemukan pulsus paradoksus yang menunjukkan perbedaan yang mencolok antara

tekanan sistolik waktu inspirasi dan waktu ekspirasi. Hali ini dapat dijumpai pada pirau

kiri ke kanan yang besar dan tamponade jantung.

Gangguan pertumbuhan. Terjadi karena turunnya curah jantung, diperberat oleh

gangguan pernapasan, kesukaran masukan kalori dan terdapatnya hipermetabolisme

sekunder akibat rangsangan saraf simpatis.

IX. Manifestasi kongesti paru

Gangguan pernafasan. Mula-mula timbul takipne sebagai terangsangnya beberapa

reseptor pada paru dan jantung untuk menambah pengeluaran cairan melalui saluran

limfe. Pada bayi yang tidur frekuensi pernapasan dangkal dan cepat, mencapai 50-100

kali permenit. Pada keadaan yang lebih lanjut terjadi edema alveoli disertai gangguan

ventilasi, timbul air hunger dan merintih pada bayi. Pada anak yang lebih besar timbul

ortopne.

Wheezing dan ronki. Akibat penekananjalan napas oleh pembesaran pembulh darah paru,

atrium kiri, dan edema paru. Apabila sudah terdengar ronki basah halus tidak nyaring

terutama pada kedua basal paru, berarti tidak hanya terdapat edema jaringan intersisial,

melainkan sudah timbul edema alveoli.

Batuk. Batuk yang kronik timbul akibat kongesti mukosa bronkus, diperberat oleh

adanya infeksi sekunder, sputum dapat bercampur darah.

105

Page 106: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

X. Manifestasi bendungan vena sistemik

Bila gejala bendungan vena sistemik tidak disertai gejala bendungan paru, maka keadaan

yang terjadi disebut gagal jantung kanan murni, seperti misalnya pada stenosis katup

pulmonal yang berat. Bila disertai gagal jantung kiri maka disebut gagal jantung

kongestif.

Hepatomegali. Ditemukan pada gagal jantung kanan maupun kiri. Hepatomegali

menggambarkan perubahan volume darah dan peninggian tonus pembuluh darah.

Berbeda dengan hepatomegali yang ditemukan pada penyakit hati dan gangguan gizi,

bendungan vena menyebabkan pinggir hati pada gagal jantung menjadi tumpul. Pulsasi

hati ditemukan bila ada insufisiensi tricuspid baik fungsional maupun organic. Juga dapat

ditemukan refluks hepatojugular.

Peningkatan tekanan vena jugularis. Dapat dilihat pada anak yang sudah besar,

sedangkan pada bayi karena lehernya pendek hal ini sukar diperiksa. Sebagai petunjuk

lain dapat dilihat adanya pengisian vena di tangan yang akan menghilang bila diangkat

setinggi angulus sternum.

Edema. Terjadi akibat terganggunay keseimbangan tekanan kapiler dan resistensi

jaringan. Pada bayi edema jarang terjadi; pembengkakan dapat dilihat di daerah

punggung, punggung tangan dan tungkai dan sekitar mata. Bila hal ini terjadi

menunjukkan prognosis yang buruk

Sianosis tepi. Sianosis terjadi akibat meningkatnya ambilan oksigen jaringan karena

lambatnya aliran darah. Dapat pula diperberat oleh adanya sianosis sentral akibat

terjadinya gangguan oksigen paru dan pirau kanan ke kiri yang mungkin sudah ada

sebelumnya.

XI. Pemeriksaan penunjang 8

Darah. Hemoglobin dan eritrosit biasanya sedikit menurun karena terjadi hemodilusi.

Bila hemoglobin dibawah 5 g %, sewaktu-waktu dapat terjadi gagal jantung kiri akut.

Adanya leukositosis ringan bukan berarti terdapat infeksi. Sebaliknya dapatjuga terjadi

leucopenia misalnya pada miokarditis virus. Laju endap darah pada umumnya menurun.

Peninggian laju endap darah pada penyakit jantung reumatik dengan gagal jantun

106

Page 107: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

menandakan adanya proses rumatik aktif. Kadar gula darah dapat menurun akibat

berkurangnya cadadngan glikogen hati. Kadar gula yang sangat rendah pada bayi dapat

menimbulkan gagal jantung, yang sangat rendah pada bayi dapt menimbulkan gagal

jantung, yang segera dapat diatasi dengan pemberikan glucose. Demikian pula bila

terdapt hipokalsemia, maka pemberian kalsium segera memperbaiki fungsi jantung.

Terjadi pula hiponatrremia karena retensi cairan lebih besar daripada retensi natrium.

Kadar kalium darah meningkat sebagai akibat keluarnya kalum intrasel karena gangguan

perfusi jaringan. Akibat hipoksia, juga terdapat peninggian asam laktat dalam darah.

Gangguan asam basa yang terjadi bergantung pada masukan kalori, keadaan paru,

besarnya pintasan dan faal ginjal. Pada beban volume dengan pirau kiri ke kanan yang

besar yang mengakibatkan bendungan paru, terjadi sedikit penurunan PaO2 dan terjadi

sedikit kenaikan PaCO2 yang mengakibatkan asidosis resiratorik ringan. Sedangkan pada

beban tekanan dengan PaO2 arteri yang rendah akan timbul asidosis metabolic karena

meningkatnya metabolism anaerob.

Urin. Terdapat oliguria, disertai peninggian berat jenis, albumninuria ringan, dan

hematuria mikroskopik.

Foto rontgen dada. Terdapat kardiomegali disertai bendungan paru. Pada paru

didapatkan bendungan vena yang sangat berat sehingga terjadi edema paru.

EKG. Tidak khas, kadang ditemukan perubahan ST-T dan perubahan gelombang P.

gelombang QRS bervoltase rendah dijumpai pada miokarditis. Pemeriksaan EKG

berguna untuk menentukan apakah disritmia yang ada berasal dari ventrikel atau

atrium,yang mungkin menjadi penyebab gagal jantung. Juga adanya hipertrofi dapat

membantu menentukan latar belakang penyakit sebelumnya.

Ekokardiografi dan Doppler. Adanya dilatasi dan hipertrofi, perubahan fraksi ejeksi

dan interval waktu systole dapat diketahui dengan pemeriksaan ekokardiografi. Curah

jantung dapat pula diperkirakan dengan teknik eko-doppler.

Pemeriksaan kardiologik invasif. Pada kateterisasi jantung terdapat peninggian

tekanana diastolic-akhir ventrikel kiri, kemudian atrium kiri baru tekanan vena

pulmonalis. Pada bayi peninggian tekanan atrium kanan baru timbul pada keadaan yang

lanjut, karena system vena sistemik dapat menampung relative lebih banyak kongesti

daripada orang dewasa. Juga dapat diukur besarnya curah jantung pada peak dp/dt.

107

Page 108: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

XII. Penatalaksanaan

Tujuan terapi pada penderita gagal jantung adalah menghilangkan gejala kongesti pada

paru maupun sistemik, memperbaiki penampilan miokard, menghilangkan faktor

pencetus, dan yang paling ideal adalah memperbaiki kelainan anatomi jantung.

Penatalaksanaan umum:

1. Tirah baring, posisi setengah duduk. Sedasi kadang diperlukan : Luminal 2-3

mg/kgBB/dosis tiap 8 jam selama 1-2 hari.

2. Oksigen. Diberikan oksigen 30-50% dengan kelembaban tinggi supaya jalan nafas

tidak kering dan memudahkan sekresi saluran nafas keluar.

3. Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit.

4. Pembatasan cairan dan garam. Dianjurkan pemberian cairan sekitar 70-80% dari

kebutuhan. Restriksi gram jangan terlalu ketat, pada anak garam <0,5 g/hari.

5. Pemantauan hemodinamik yang ketat. Pengamatan dan pencatatan secara teratur pada

berat badan, kesadran, tekanan darah, frekuensi denyut jantung, pernafasan, nadi perifer,

keseimbangan asam basa.

6. Hilangkan faktor yang memperberat : atasi demam, anemia, infeksi jika ada.

7. Penatalaksanaan diit pada penderita yang disertai malnutrisi, memberikan gambaran

perbaikan pertumbuhan tanpa memperburuk gagal jantung kongestif bila diberikan

makanan pipa yang terus-menerus.

Penatalaksanaan secara medikamentosa dapat dengan pemberian obat anti gagal jantung

seperti diuretik, vasodilator, dan digitalis.

Diuretik dipergunakan untuk mengurangi preload, karena bersifat menahan kalium,

perlu diperhatikan kadar kalium dalam darah. Obat yang dapai digunakan diantaranya

Furosemid 0,5-2 mg/kgBB/dosis i.v. (2-4 kali per hari), atau 1-2 mg/kgBB/dosis oral

(1-3 dosis terbagi). Dapat pula diberikan diuretik hemat kalium Spironolakton 2-3

mg/kgBB/hari (oral) dalam 2-3 dosis terbagi. Kombinasi Furosemid dan

Spironolakton biasa digunakan.

Vasodilator bekerja dengan cara mengurangi preload (golongan venodilator) dan/atau

afterload (golongan arteriodilator). Pemberian vasodilator memerlukan pengamatan

108

Page 109: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

yang ketat terhadap pengisian jantung dan tekanan darah arteri. Vasodilator terdiri

dari vasodilator arterioral (hidralazin), venodilator (nitrogliserin, isosorbid dinitrat),

dan gabungan (kaptopril, enalapril).

Digitalis merupakan obat anti gagal jantung yang paling banyak dipakai pada bayi

dan anak. Bersifat inotropik positif dan kronotropik negatif yang akan meningkatkan

curah jantung. Preparat yang sering diuganak adalah Digoxin dengan dosis pada anak

0,04 – 0,05 mg/kgBB/hari.

Pengaturan diit pada penderita penyakit jantung tidak kalah pentingnya dari

penatalaksanaan secara medikamentosa. Tujuan memberikan diit pada penderita

penyakit jantung adalah :

1. Untuk memberikan cukup makanan agar anak tumbuh dan berkembang optimal,

tanpa memberatkan beban jantung.

2. Mengurangi dan mencegah retensi garam / air dalam jaringan tubuh dan

menurunkan tekanan darah bila ada hipertensi.

3. Menyiapkan anak dengan kelainan jantung bawaan sehingga kondisinya

memungkinkan untuk tindakan operasi.

109

Page 110: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

9. GLOMERULUSNEFRITIS KRONIK

ANAMNESIS

Pertanyaan yang dapat diajukan kepada pasien :

Pendekatan umum : perkenalan diri anda,ciptakan hubungan yang baik,menanyakan

identitas pasien. (Nama pasien,umur ?)

Nilai keluhan utama dan riwayatnya : misalnya bengkak pada anggota badan (sejak

kapan bengkak dialami , lokasi bengkak, apakah menjalar ?)

Tanyakan riwayat penyakit dahulu :

Informasi riwayat GN dalam keluarga, penggunaan obat anti-inflamasi non-steroid,

dan riwayat infeksi seperti streptococcus, endokarditis, atau virus yang dapat

menyebabkan GN. Keganasan paru, payudara, gastointestinal, ginjal, penyakit

Hodgkin, limfoma non-hodgkin, serta penyakit multi sistem seperti DM, amiloidosis,

SLE, vaskulitis.

Tanyakan riwayat penyakit dahulu : seperti hipertensi

Tanyakan mengenai kebiasaan dalam pembuangan urin dan konsistensi urin :

Apakah urin pasien terlihat mengandung darah ? dinamakan hematuria

makroskopik ( gross hematuria)

Ada kesulitan dalam pembuangan urin ? , Ada rasa nyeri pada saat kencing ?

Berapa kali buang air kecilnya sehari ?, Berapa banyak air seni yang

dikeluarkan ?

Ada pola perubahan dalam pembuangan urin ? (seperti mengejan atau tidak) , dan

bagaimana pancaran urinnya ?

Keluhan tambahan lainnya : seperti mual, muntah, kejang, serta pola makan

Apakah ada rasa nyeri di daerah pinggang atau daerah lainnya, mual muntah,

keringat dingin, lemas ?

Bagaimana pola makan anak teratur atau tidak ? nafsu makan si anak

meningkat atau menurun ?

Apakah ada alergi pada si anak ?

PEMERIKSAAN FISIK

110

Page 111: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

Fisik

1. Pengukuran tanda vital : suhu, tekanan darah, frekuensi pernapasan, denyut nadi

2. Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi ( sama pada pemeriksaan abdomen pada

umumnya)

PATOFISIOLOGI

Kejadian glomerulonefritis telah dikenali selama perjalanan berbagai infeksi

kronis, termasuk endokarditis bakterialis subakut ( S. varidans dan organisme lainnya),

pirau ventrikuloatrium yang terinfeksi pada hidrosefalus (Staphylococcus epidermidis),

sifilis, hepatitis B, hepatitis C, kandidiasis, dan malaria. Pada setiap keadaan, organisme

penginfeksi mempunyai virulensi yang rendah, dan hospesnya secara kronis ditempati

antigen asing. Bila kadar antigen yang tinggi di dalam sirkulasi, respons antibodi

menimbulkan pembentukan kompleks imun yang mengendap dalam ginjal dan

mengawali glomerulonefritis.

Temuan-temuan histopatologi dapat menyerupai glomerulonefritis pasca

streptococcus, membranosa, atau membranoproliperatif. Manifestasi klinis nefritis akut

atau sindrom nefrotik. Kadar C3 seringkali menurun.

Pemusnahan infeksi sebelum kerusakan glomerulus berat terjadi biasanya

mengakibatkan penyembuhan glomerulonefritisnya.8

Glomerulonefritis kronik merupakan penyakit parenkim gagal progresif dan difus, sering 

kali  berakhir  dengan  penyakit  ginjal  kronik.  Glomerulonefritis  mungkin berhubungan

dengan 

penyakit  penyakit  sistemik  (glomerulonefritis  sekunder)  seperti  SLE,  poliartritis  nod

osa, granulomatosus  Wagener.  Glomerulonefritis  yang  berhubungan  dengan  diabetes  

mellitus 

(glomerulosklerosis)  tidak  jarang  dijumpai  dan  dapat  berakhir  dengan  penyakit  ginj

al  kronik.  Glomerulonefritis  yang  berhubungan  dengan 

amiloidosis  sering  dijumpai  pada  pasien  dengan 

penyakit menahun seperti tuberculosis, lepra, osteomielitis, arthritis rheumatoid dan miel

oma. Penyakit ginjal hipertensif (arteriolar nephrosclerosis) merupakan salah satu penyeb

111

Page 112: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

ab penyakit ginjal kronik. Insiden hipertensi

esensial berat yang berakhir dengan gagal ginjal kronik  <10 %.33

Trade off (Intake nefron)

Epidemiologi

Glomerulonefritis kronis jarang terjadi dan mempengaruhi hanya 4 dari setiap 100.000

orang. Dua puluh lima persen individu dengan glomerulonefritis akut akhirnya akan

mengembangkan glomerulonefritis kronis. Sekitar 25% dari individu dengan

glomerulonefritis kronis sebelumnya tidak memiliki riwayat penyakit ginjal, dan dalam

kasus ini, gangguan yang pertama muncul sebagai gagal ginjal kronis. Di AS,

glomerulonefritis kronis bertanggung jawab untuk 10% dari semua pasien pada dialisis

(Salifu).

Faktor-faktor Penyebab   

Glomerulonefritis kronis dapat disebabkan oleh berbagai factor, antara lain penyakit ini

merupakan penyakit keturunan, didapatkan informasi riwayat golmerulonefritis kronik

dalam keluarga. Di samping itu, penggunaan obat antiinflamasi non-steroid, preparat

emas organic, heroin, imunosupresif seperti siklosporin atau takrolimus, dan riwayat

infeksi streptococcus, endokarditis dan virus juga menjadi faktor penyebab penyakit ini.

Keganasan paru, payudara, gastrointestinal, ginjal, penyakit Hodgkin dan limfoma non-

112

Page 113: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

Hodgkin, serta penyakit multisystem seperti diabetes mellitus, amiloidosis, lupus dan

vaskulitis juga diasosiakan dengan glomerulonefritis kronik.

Gejala Klinis

Kadang-kadang tidak memberi keluhan sama sekali sampai terjadi gagal ginjal yang

menyebabkan anak menjadi lemah, lesu, mengeluh nyeri kepala, gelisah, mual, koma dan

kejang pada stadium akhir. Edema sedikit, suhu subfebril. Bila penderita memasuki fase

nefrotik dari pada glomerulonefrits kronis, maka edema bertambah jelas perbandingan

albumin dan globulin terbalik dan kolesterol darah meninggi, fungsi ginjal menurun,

ureum meningkat dan anemia bertambah berat diikuti oleh tekanan darah yang mendadak

meninggi. Kadang-kadang anak mendapat serangan enselofati hipertensi dan gagal

jantung yang berakhir dengan kematian.

Pemeriksaan laboratorium

Pada urin ditemukan albumin (+), silinder, eritrosit, leukosit hilang timbul, berat jenis

urin menetap pada 1.008-1.012. Pada darah ditemukan laju endap darah yang tetap

meninggi, ureum darah meningkat, demikian juga fosfor serum, sedangkan kalsium

serum menurun.

Pada stadium akhir serum natrium dan klorida menurun, sedangkan kalium meningkat.

Anemia tetap ada. Uji fungsi ginjal menunjukan kelainan ginjal yang progresif.

Patologi anatomi

Makroskopik tampak ginjal mengecil dan mengerut, permukaannya berbutir kecil-kecil.

Mikroskopik tampak banyak glomerulus berdegenerasi hialin dan tubulus menjadi

atrofik. Nefron yang hilang diganti oleh jaringan ikat dengan infiltrasi limfosit.

Pengobatan

Pengobatan ditujukan untuk mengatasi gejala klinis, gangguan elektrolit. Anak

diperkenankan melakukan kehidupan sehari-hari sebagai mana biasa dalam batas

kemampuannya. Pengawasan hipertensi dengan obat anti hipertensi, anemia dikoreksi

serta infeksi di obati dengan pemberian antibiotika. Dialisisatau

113

Page 114: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

transplantasiginjalmungkin diperlukanuntuk mengontrolgejala gagalginjal danuntuk

mempertahankan kehidupan.

Komplikasi

Sindromnefrotik

Gagal ginjal kronis

Penyakitginjal stadium akhir

Hipertensi

hipertensimaligna

Cairanyang berlebihan-gagal jantungkongestif, edema paru

Infeksi kronisatauberulangsaluran kemih

Peningkatankerentanan terhadapinfeksi lain

Prognosis

Menurunnya fungsi ginjal dapat berlangsung perlahan-lahan, tetapi kadang-kadang dapat

berlangsung cepat dan berakhir dengan kematian akibat uremiadaam beberapa bulan.

Sering kematian terjadi dalam waktu 5-10 tahun bergantung pada kerusakan ginjal.

Pencegahan

Tidak ada pencegahankhusus untukkebanyakan kasusglomerulonefritiskronis.Beberapa

kasusdapat dicegahdengan menghindariataumembatasipaparanpelarutorganik, merkuri,

dan non-steroidanti-inflamasi analgesik.

114

Page 115: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

ETIOLOGI

Sindrom nefrotik dapat merupakan manifestasi sejumlah kondisi klinis berbeda

dimana terjadi peningkatan permeabilitas membrana basalis glomerulus terhadap protein,

menimbulkan proteinuria yang nyata. Proteinuria merupakan ciri penting dari sindrom

ini.

Pada anak-anak dengan sindroma nefrotik, ginjal tampaknya merupakan satu-satunya

organ utama yang terlibat dan dapat disebut sebagai sindroma nefrotik primer. Sindroma

nefrotik dapat pula berkembang dalam perjalanan suatu penyakit sistemik disini sindroma

nefrotik dianggap sekunder. 1

Etiologi sindrom nefrotik secara garis besar dapat dibagi menjadi 3, yaitu :

A) Sindrom Nefrotik Kongenital

Sindrom nefrotik pada tahun pertama kehidupan, terlebih pada bayi berusia kurang

dari 6 bulan merupakan kelainan kongenital (umumnya herediter) dan mempunyai

prognosis buruk. Resisten terhadap semua pengobatan. Gejalanya adalah edema pada

masa neonatus. Selain itu, penyebabnya bisa karena infeksi kongenital (sifilis,

toksoplasmosis, sitomegalovirus) dan sklerosis mesangium difus yang tidak diketahui

sebabnya (sindrom drash yang terdiri dari nefropati, tumor wilms, kelainan

kongenital). 8

B) Sindrom Nefrotik Primer/Idiopatik

Faktor etiologinya tidak diketahui. Dikatakan sindrom nefrotik primer oleh karena

sindrom nefrotik ini secara primer terjadi akibat kelainan pada glomerulus itu sendiri

tanpa ada penyebab lain. Golongan ini paling sering dijumpai pada anak. Kelainan

glomerulus ini sebagian besar ditegakkan melalui pemeriksaan mikroskop cahaya,

dan apabila diperlukan, disempurnakan dengan pemeriksaan mikroskop elektron dan

imunofluoresensi.

Yang termasuk golongan primer : 7

1) sindrom nefrotik lesi minimal (MCNS = minimal change nephrotic syndrome),

sejauh ini MCNS sebanyak 75% yang menyebabkan sindrom nefrotik pada anak

115

Page 116: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

2) sindroma nefrotik dengan poliferasi mesangial difus

3) sindroma nefrotik dengan glomerulosklerosis fokal

4) Glomerulonefritis membranoproliferatif (MPGN) tipe I dan II

5) Glomerulopati membranosa

C) Bentuk-bentuk sindroma nefrotik sekunder berkembang pada perjalanan berbagai

penyakit yang berhubungan, di antaranya diabetes melitus, penyakit Alport, SLE,

sifilis, malaria, purpura anafilaktoid,amiloidosis, neoplasma limfoproloferatif,

glomerulonefritis poststreptokok, dan infeksi sistemik seperti endokarditis bakterialis

subakut.6

EPIDEMIOLOGI

Sindrom nefrotik terbanyak terbanyak pada anak berumur 3-4 tahun dengan

perbandingan wanita : pria= 1: 2. Kebanyakan 90% anak yang menderita sindrom

nefrotik yang idiopatik yakni 85 % lesi minimal, 5% proliferasi mesangium, dan sklerosis

setempat 10%. Dan sisanya 10% oleh karena glomerulonefritis membranosa dan

membranoproliferatif. 8

PATOFISIOLOGI 7,34

Ekskresi sejumlah besar protein di urine, terutama albumin degan berat molekul

rendah adalah kelainan primer pada NS. Derajat proteinuria dari satu anak ke anak

lainnya bervariasi. Anak dengan NS aktif yang mempunyai konsentrasi albumin serum 2

g/dl akan menyekresikan albumin dalam jumlah lebih besar daripada anak yang sama

dengan konsentrasi albumin serum 0,5 g/dl. Ekskresi minimal yang cocok dengan

diagnosis adalah sekitar 1 g/m2/hari.

Kejadian awal yang mengakibatkan proteinuria belum diketahui. Permeabilitas

kapiler glomerulus terhadap albumin meningkat, dan peningkatan pada beban hasil

filtrasi ini akan melebihi kemampuan sederhana tubulus untuk menyerap protein kembali.

Permeabilitas berubah secara selektif sedemikian rupa untuk meningkatkan pengangkutan

partikel yang bermuatan anion, seperti albumin di kapiler. Protein plasma yang sangat

kationik yang mungkin dapat menetralisasi muatan anionic di dinding kapiler glomerulus

telah ditemukan pada anak nefrotik. Pada nefrosis eksperimental serta pada beberapa

116

Page 117: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

anak dengan NS primer terjadi pengurangan kandungan normal asam sialat dari membran

basalis. Defisiensi ini memungkinkan meningkatnya pengangkutan komponen-komponen

anionic. Peran system klinin juga sedang diteliti karena ekskresi klinin urine meningkat

dalam masa eksaserbasi penyakit. Selain itu, terdapat beberapa bukti yang menunjukkan

bahwa pasien MCNS mempunyai kelainan fungsi sel T.

Hipoalbuminemia terjadi akibat meningkatnya kehilangan protein melalui urine.

Meskipun demikian, factor lain dapat turut menyebabkan hipoalbuminemia dengan di

antaranya adalah penurunan sintesis, peningkatan katabolisme, serta peningkatan

kehilangan melalui saluran cerna.

Berikut merupakan patofisiologi dari manifestasi klinis yang terjadi : 34

a. Proteinuria dan hipoalbuminemia

Proteinuria merupakan tanda utama dari SN idiopatik. Proteinuria juga

menyebabkan penurunan kadar albumin. Penyebab proteinuria yang pasti belum

diketahui. Tetapi SN idiopatik diyakini memiliki patogenesis yang dikaitkan dengan

system kekebalan. Berbagai penelitian menunjukkan regulasi abnormal subset sel T

dan ekspresi factor permeabilitas glomerular.

Bukti-bukti yang menunjukkan bahwa SN idiopatik dimediasi oleh system

kekebalan ditunjukkan oleh kenyataan bahwa agen imunosupresif seperti

kortikosteroid dan agen alkylating dapat meremisi sindrom nefrotik.

Permeabilitas kapiler glomerulus terhadap albumin meningkat dan peningkatan

pada beban hasil filtrasi ini akan melebihi kemampuan sederhana tubulus untuk

menyerap protein kembali. Permeabilitas berubah secara selektif sedemikian rupa

untuk meningkatkan pengangkutan partikel yang bermuatan anion.

Hipoalbuminemia terjadi akibat meningkatnya kehilangan protein melalui urine.

Meskipun demikian, factor lain dapat turut menyebabkan hipoalbuminemia dengan di

antaranya adalah penurunan sintesis, peningkatan katabolisme, serta peningkatan

kehilangan melalui saluran cerna.

b. Edema

117

Page 118: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

Hipoalbuminemia menghasikkan temuan klinis lain berupa edema : penurunan

onkotik plasma dan akibatnya pengurangan volume plasma yang menghasilkan

akumulasi airan interstisial serta penurunan perfusi ginjal, yang terakhir ini

merangsang aktivitas system renin-angiotensin aldosteron. Walaupun GFR biasanya

sedikit menurun, factor ginjal utama yang turut menyebabkan produksi dan

mempertahankan edema adalah penambahan reabsorpsi natrium serta air oleh tubulus

ginjal. Sebuah hubungan yang rumit antara sejumlah factor fisiologi seperti

penurunan tekanan onkotik, peningkatan aktivitas aldosteron serta vasopressin,

penyusutan hormone natriuretik atrium dan factor fisik dalam vasa rekti turut

berperan dalam menyebabkan akumulasi serta bertahannya edema.

Penelitian lain mengatakan bahwa model lain terbentuknya edema adalah overfill

hypothesis, yaitu edema terjadi akibat defek dalam proses pengelolaan sodium di

ginjal. Suatu penyerapan ulang sodium di ginjal, menyebabkan retensi garam dan air.

Sedangkan teori terbaru pembentukan edema mengatakan, proteinuria massif

menyebabkan peradangan tubulointerstitial dan pelepasan local vasokonstriktor dan

penghambatan vasodilatasi. Ini menyebabkan penurunan single nephron glomerular

filtration rate dan retensi sodium dan air.

Edema berlangsung dalam beberapa minggu kadang-kadang dengan riwayat

edema beberapa bulan sebelumnya. Kadang-kadang episode edema awal dan tak

jarang pada fase relaps yang mungkin disebabkan karena infeksi virus pada saluran

pernafasan atas, timbul letargi, anoreksia, pertambahan berat badan akibat edema,

serta terjadi penurunan volume dengan peningkatan kepekatan kemih.

Pasien biasanya tidak tampak sakit berat, tampilan yang paling nyata adalah

edema umum, seringkali dengan asites dan efusi pleura. Cairan edema berkumpul

pada tempat-tempat dependen, setelah tidur malam, wajah dan kelopak mata atau

daerah sacrum dapat mengalami edema, sementara pada siang hari pembengkakan

kaki dan abdomen menjadi lebih nyata. Tekanan darah biasanya normal atau sedikit

menurun. Pada 5-10% kasus terjadi peningkatan tekanan darah.

c. Hiperlipidemia

118

Page 119: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

Mekanisme terjadinya hiperlipidemia belum jelas sepenuhnya. Albumin yang

rendah atau tekanan onkotik yang rendah diduga dapat menstimulasi hati untuk

meningkatkan sintesis lipoprotein yang mengikat kolesterol. Teori lain mengatakan

bahwa adanya proteinuria pada SN menyebabkan terjadinya reaksi balik yang

mengakibatkan produksi lipoprotein di hati yang meningkat.

Walaupun hati pada SN dapat menghasilkan lebih banyak lipoprotein, tetapi HDL

tidak meningkat. Kadar dari HDL yang merupakan factor protektif terhadap

terjadinya aterosklerosis ternyata rendah. Hal ini disebabkan karena HDL merupakan

molekul yang kecil, sehingga lebih mudah keluar melalui urine. Lipoprotein lain yang

dihasilkan hati pada SN adalah cholesterol ester transfer protein yang juga memegang

peranan terjadinya hiperlipidemia. Peran dari protein ini adalah transfer kolesterol

ester dari HDL ke lipoprotein LDL. Pasien SN yang tidak diobati mempunyai kadar

cholesterol ester transfer protein yang sangat tinggi bila dibandingkan dengan pasien

lain yang mendapat terapi.

Penjelasan tradisional untuk hiperlipidemia pada SN adalah peningkatan sintesis

lipoprotein yang menyertai peningkatan sintesis albumin hepatic karena

hipoalbuminemia. Meski demikian, kadar kolesterol serum tidak terpengaruh dengan

kecepatan sintesis albumin. Penurunan tekanan onkotik plasma, berperan penting

dalam meningkatkaan sintesis lipoprotein hepatic, sebagaimana ditunjukkan oleh

penurunan hiperlipidemia pada pasien dengan SN yang mendapatkan infuse albumin

atau dextran.

d. Hematuria mikroskopik

Hematuria mikroskopik ditemukan pada 20-30% anak. Sekitar 4% hematuria

mikroskopik akan berubah menjadi hematuria makroskopik.

PENATALAKSANAAN 6

Bila diagnosis sindrom nefrotik telah ditegakkan, sebaiknya janganlah tergesa-

gesa memulai terapi kortikosteroid, karena remisi spontan dapat terjadi pada 5-10%

kasus. Steroid dimulai apabila gejala menetap atau memburuk dalam waktu 10-14 hari.

119

Page 120: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

            Untuk menggambarkan respons terapi terhadap steroid pada anak dengan sindrom

nefrotik digunakan istilah-istilah seperti tercantum pada tabel 2 berikut :  

Tabel 2.  Istilah yang menggambarkan respons terapi steroid pada anak dengan sindrom nefrotik

Remisi

 

Kambuh

Kambuh tidak sering

Kambuh sering

Responsif-steroid

Dependen-steroid

Resisten-steroid

Responder lambat

 

Proteinuria negatif atau seangin, atau proteinuria < 4 mg/m2/jam selama 3 hari berturut-turut.

Proteinuria 2 + atau proteinuria > 40 mg/m2/jam selama 3 hari berturut-turut, dimana sebelumnya pernah mengalami remisi.

Kambuh < 2 kali dalam masa 6 bulan, atau < 4 kali dalam periode 12 bulan.

Kambuh 2 kali dalam 6 bulan pertama setelah respons awal,  atau  4 kali kambuh pada setiap periode 12 bulan.

Remisi tercapai hanya dengan terapi steroid saja.

Terjadi 2 kali kambuh berturut-turut selama masa tapering terapi steroid, atau dalam waktu 14 hari setelah terapi steroid dihentikan.

Gagal mencapai remisi meskipun telah diberikan terapi prednison 60 mg/m2/hari selama 4 minggu.

Remisi terjadi setelah 4 minggu terapi prednison 60 mg/m2/hari tanpa tambahan terapi lain.

Nonresponder awalNonresponder lambat

Resisten-steroid sejak terapi awalResisten-steroid terjadi pada pasien yang sebelumnya responsif-steroid

PROTOKOL PENGOBATAN

            International Study of Kidney Disease in Children (ISKDC) menganjurkan untuk

memulai dengan pemberian prednison oral (induksi) sebesar 60 mg/m2/hari dengan dosis

maksimal 80 mg/hari selama 4 minggu, kemudian dilanjutkan dengan dosis rumatan

120

Page 121: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

sebesar 40 mg/m2/hari secara selang sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4

minggu, lalu setelah itu pengobatan dihentikan.

A. Sindrom nefrotik serangan pertama 3

1.  Perbaiki keadaan umum penderita :

a.  Diet tinggi kalori, tinggi protein, rendah garam, rendah lemak. Rujukan ke

bagian gizi diperlukan untuk pengaturan diet terutama pada pasien dengan

penurunan fungsi ginjal.

b.  Tingkatkan kadar albumin serum, kalau perlu dengan transfusi plasma atau

albumin konsentrat.

c.   Berantas infeksi dengan antibiotik

d.  Lakukan work-up untuk diagnostik dan untuk mencari komplikasi.

 e.  Berikan terapi suportif yang diperlukan: Tirah baring bila ada edema anasarka.

Diuretik diberikan bila ada edema anasarka atau mengganggu aktivitas. Jika

ada hipertensi, dapat ditambahkan obat antihipertensi.

2. Terapi prednison sebaiknya baru diberikan selambat-lambatnya 14 hari setelah

diagnosis sindrom nefrotik ditegakkan untuk memastikan apakah penderita

mengalami remisi spontan atau tidak. Bila dalam waktu 14 hari terjadi remisi

spontan, prednison tidak perlu diberikan, tetapi bila dalam waktu 14 hari atau

kurang terjadi pemburukan keadaan, segera berikan prednison tanpa menunggu

waktu  14 hari.

B. Sindrom nefrotik kambuh (relapse) 3

1.   Berikan prednison sesuai protokol relapse, segera setelah diagnosis relapse

ditegakkan.

2.   Perbaiki keadaan umum penderita.

a. Sindrom nefrotik kambuh tidak sering

Adalah sindrom nefrotik yang kambuh < 2 kali dalam masa 6 bulan atau < 4

kali dalam masa 12 bulan.

1.   Induksi

121

Page 122: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

Prednison dengan dosis 60 mg/m2/hari (2 mg/kg BB/hari) maksimal 80

mg/hari, diberikan dalam 3 dosis terbagi setiap hari selama 3 minggu.

2.   Rumatan

Setelah 3 minggu, prednison dengan dosis 40 mg/m2/48 jam, diberikan

selang sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu. Setelah 4

minggu, prednison dihentikan.

b. Sindrom nefrotik kambuh sering

adalah sindrom nefrotik yang kambuh > 2 kali dalam masa 6 bulan atau > 4

kali dalam masa 12 bulan.

1.   Induksi

Prednison dengan dosis 60 mg/m2/hari (2 mg/kg BB/hari) maksimal 80

mg/hari, diberikan dalam 3 dosis terbagi setiap hari selama 3 minggu.

2.   Rumatan

Setelah 3 minggu, prednison dengan dosis 60 mg/m2/48 jam, diberikan

selang sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu. Setelah 4

minggu, dosis prednison diturunkan menjadi 40 mg/m2/48 jam diberikan

selama 1 minggu, kemudian 30 mg/m2/48 jam selama 1 minggu,

kemudian 20 mg/m2/48 jam selama 1 minggu, akhirnya 10 mg/m2/48 jam

selama 6 minggu, kemudian prednison dihentikan.

Pada saat prednison mulai diberikan selang sehari, siklofosfamid oral 2-3 mg/kg/hari

diberikan setiap pagi hari selama 8 minggu. Setelah 8 minggu siklofosfamid dihentikan.

Indikasi untuk merujuk ke dokter spesialis nefrologi anak adalah bila pasien tidak respons

terhadap pengobatan awal, relapse frekuen, terdapat komplikasi, terdapat indikasi kontra

steroid,  atau untuk biopsi ginjal. 3

KOMPLIKASI 1,35

1. Sindrom nefrotik akut dihubungkan dengan mortalitas substansial, kemungkinan

disebabkan oleh sepsis, penyakit tromboembolik, aterosklerosis, dan gagal ginjal.

2. Torsi testikular (TT) yang disebabkan oleh edema skrotum dan terhentinya

pertumbuhan pada anak-anak

122

Page 123: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

3. Infeksi sekunder terutama infeksi kulit yang disebabkan oleh Streptococcus,

Staphylococcus, bronkopneumonia dan tuberkulosis.

4. Penyakit ginjal kronis, gagal jantung kongestif, edema paru, malnutrisi

5. Hipovolemia, hipertensi, hiperlipidemia,hiperkoagulapati, anemia

6. Asites kronis jika tidak diobati dapat menimbulkan umbilical hernia, rectal

prolapse,kesulitan bernafas, nyeri skrotum atau labia, dan anasarca.

PENCEGAHAN

Beberapa pencegahan yang dapat dilakukan untuk mengurangi timbulnya relaps SN :

- Edukasi kepada pasien. Keluarga harus memahami bahwa NS merupakan penyakit

menahun. Mungkin akan sulit bagi keluarga pasien untuk menerimanya, maka boleh

dikonsultasikan dengan ahli nefrologi pediatric agar penyakit ini lebih bisa diterima

oleh seluruh keluarga pasien.

- Imunisasi dan aktivitas. Pasien dengan SN akan mudah sekali terkena infeksi.

Sehingga disarankan untuk diimunisasi 6 minggu setelah obat dihentikan. Aktivitas

pasien dapat tetap dilakukan seperti biasanya apabila pasien tidak menunjukkan

gejala yang signifikan.

PROGNOSIS

Prognosis umumnya baik, kecuali pada keadaan-keadaan sebagai berikut :

1. Menderita untuk pertama kalinya pada umur di bawah 2 tahun atau di atas 6 tahun.

2. Disertai oleh hipertensi.

3. Disertai hematuria.

4. Termasuk jenis sindrom nefrotik sekunder.

5. Gambaran histopatologik bukan kelainan minimal.

Pada umumnya sebagian besar (+ 80%) sindrom nefrotik primer memberi respons

yang baik terhadap pengobatan awal dengan steroid, tetapi kira-kira 50% di antaranya

akan relapse berulang dan sekitar 10%  tidak memberi respons lagi dengan pengobatan

steroid. 3

123

Page 124: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

DAFTAR PUSTAKA

1. Sindrom Nefrotik pada Anak. Semijurnal Farmasi dan Kedokteran: Ethical Digest no.67.Jakarta : september 2009.hal.25-28.

2. Yasavati K, Mardi S, Johanna S P, Gracia W, et al. Buku Panduan Keterampilan Medik.Jakarta : FK UKRIDA;2010.

3. Sri. Ilmu Kesehatan Anak : Pemeriksaan Fisik pada Anak. Diunduh dari : ikextx.weebly.com. 20 Oktober 2011.

4. Lynn S, Bates B. Buku ajar pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;2009.hal.333-353.

5. Shinta Pratiwi. Sindrom Nefrotik dengan Komplikasi Hiperlipidemia. Di unduh dari : www.fkumyecase.net.04 September 2011.

6. Muhammad SN, Ninik S. Sindrom Nefrotik. Diunduh dari : www.pediatrik.com. 13 Oktober 2011.

7. Waldo E.Nelson.Neloson : Ilmu Kesehatan Anak vol.3. Edisi ke-12.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;1998.

8. Waldo E.Nelson.Neloson : Ilmu Kesehatan Anak vol.3. Edisi ke-15.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;2000.

9. Chris Callaghan. Proteinuria dan Sindrom Nefrotik. At a Glance Sistem Ginjal. Edisi ke-2. Jakarta: Erlangga; 2006.hal.76-77.

10. Jawetz, Melnick, & Adelberg. Mikrobiologi Kedokteran. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Ed ; 23. Jakarta. 2007.

11. Latief A, Tumbelaka AR, Matondang CS, Chair I, Bisanto J, Abdoerrachman MH.[et al]. Diagnosis Fisis pada Anak. Edisi ke-2. Jakarta: CV Sagung Seto; 2003.h.270-89.

12. Markum. M.S, Wiguno .P, Siregar.P. Glomerulonefritis, Ilmu Penyakit Dalam II. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2009.h.274-81.

13. Nefropati IgA Idiopatik. Buku ajar Ilmu penyakit dalam jilid II. Edisi ke-5.Jakarta:Interna Publishing;2009.hal 992-995; 997-998.

14. Dr. M.S. Markum, Dr. Suhardjono, Dr. Endang Susalit, Dr. Jose Roesma. Nefropati Imunoglobulin A. Majalah Cermin Dunia Kedokteran. Jakarta: PT. Kalbe Farma; 2000.

15. Pediatric Nephrology.Diunduh dari : http://www.mwd.umn.edu. 21 Oktober 2011.16. Abdoerrachman MH, Affandi MB, Agusman S, et al. Glomerulonefritis akut. In:

Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: FKUI;2007.h.835-9.17. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Glomerulonefritis

akut.Jakarta:infomedika; 2006.h.835-3918. Wilson LM. Glomerulonefritis. In: Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses

Penyakit. 6th ed, 2nd vol. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2006.19. Noer MS . Glomerulonefritis. In Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede SO.

Buku Ajar Nefrologi Anak. 2nd Ed. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;2002.p.323-61.

124

Page 125: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

20. Soter, Allen. Urticaria and Angioedema. Dalam : Freedberg, Eisen, Wolff, Austen. Fitzpatrick’s Dermatology In Genereal Medicine. Edisi 6. New York : McGraw-Hill Inc. 2003: 122-45.

21. Aisah. Urtikaria. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 2. Jakarta : FKUI. 2005: 169-76.

22. Linscott. Urticaria. www.emedicine.com. Diunduh pada tanggal 21 Agustus 2008.23. Hall. Vascular Dermatoses. Dalam : Hall. Gordon. Sauer’s Manual of Skin Disease.

Edisi 8. London : Lippincott William & Wilkins. 2000 : 19-41.24. Elkon KB. Systemic lupus erythematosus: autoantibodies in SLE.edisi ke-2.St.

Louis:Mosby;1998.25 Goldstan BG, Goldstein A. Dermatologi praktis. Jakarta:Hipokrates;2001.p.267-

270.26. Robins, Gotron. Buku saku dasar patologis penyakit.edisi ke-7. Jakarta:Penerbit

Buku Kedokteran EGC;2008.p.146-148.27. R S Siregar. Saripati penyakit kulit.edisi ke-2. Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran

EGC;2004.p.232-234.28. Marwali H. Ilmu penyakit kulit. Jakarta:Hipokrates;2000.p.191-196.29. Alida RH, Oesman F. Pendidikan berkesinambungan patologi klinik. Jakarta:

Fakultas Kedokteran UI; 2003.p.67-68.30. Klein G, Miller ML. Systemic Lupus Erythematosus. In : Behrman RE, Kliegman

RM, Jenson HB. Textbook of Pediatrics.edisi ke-17. Philadelphia:WB Saunders;2004.p. 809-812.

31. Sukman Tulus Putra, dkk. Gagal Jantung pada Bayi dan Anak dalam Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak, Edisi I, Jakarta, Badan Penerbit IDAI, 2005. hal : 143 – 146.

32. Bambang Madiyono, dkk. Gagal Jantung dalam Penanganan Penyakit Jantung pada Bayi dan Anak, Jakarta, Balai Penerbit FKUI, 2005. hal : 55 – 61.

33. ASKEP-Glomerulonefritis.Di unduh dari : www.scribd.com/doc. 21 Oktober 2011.34. Rudolph AM, Hoffman JIE, Rudolph CD. Buku Ajar Pediatri edisi 20 volume 2.

Jakarta : EGC; 2007.35. Greenberg. Sindrom Nefrotik.Teks-Atlas Kedokteran Kedaruratan. Jakarta:

Erlangga; 2005.hal.347.

125

Page 126: 72550686 Sindrom Nefrotik Pbl 2011

126