pbl blok 21 sk6 sindrom nefrotik-linda

24
Sindrom Nefrotik Idiopatik pada Anak Oktaviana Linda Fermina 102013133 Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana. Jl. Arjuna Utara No. 06 Jakarta 11510. No Telp ( 021) 5694-2051 Email: [email protected] Pendahuluan Sindrom nefrotik adalah salah satu penyakit ginjal yang sering dijumpai pada anak. Penyakit ini merupakan suatu kumpulan gejala-gejala klinis yang terdiri dari proteinuria masif, hipoalbuminemia, hiperkolesteronemia serta edema. Sindrom nefrotik dapat dibagi menjadi Sindrom nefrotik primer (idiopatik) yang berhubungan dengan kelainan primer glomerulus dengan sebab tidak diketahui dan Sindrom nefrotik sekunder yang disebabkan oleh penyakit tertentu. Pada anak penyebab Sindrom nefrotik tidak jelas sehingga disebut Sindrom Nefrotik Idiopatik ( SNI ). Kelainan histologis SNI menunjukkan kelainan-kelainan yang tidak jelas atau sangat sedikit perubahan yang terjadi sehingga disebut Minimal Change Nephrotic Syndrome atau Sindrom Nefrotik Kelainan Minimal (SNKM). Anamnesis Anamnesis pada pasien anak yang diduga mempunyai gangguan pada ginjal dan saluran kemih dilakukan secara alloanamnesis. Perlu ditanyakan pula pertanyaan-pertanyaan yang menyangkut 1

Upload: celine-surya

Post on 01-Feb-2016

258 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Makalah PBL Blok 21 Sk6 Sindrom Nefrotik

TRANSCRIPT

Page 1: PBL Blok 21 Sk6 Sindrom Nefrotik-Linda

Sindrom Nefrotik Idiopatik pada Anak

Oktaviana Linda Fermina

102013133

Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana.

Jl. Arjuna Utara No. 06 Jakarta 11510. No Telp ( 021) 5694-2051

Email: [email protected]

Pendahuluan

Sindrom nefrotik adalah salah satu penyakit ginjal yang sering dijumpai pada anak. Penyakit ini merupakan suatu kumpulan gejala-gejala klinis yang terdiri dari proteinuria masif, hipoalbuminemia, hiperkolesteronemia serta edema. Sindrom nefrotik dapat dibagi menjadi Sindrom nefrotik primer (idiopatik) yang berhubungan dengan kelainan primer glomerulus dengan sebab tidak diketahui dan Sindrom nefrotik sekunder yang disebabkan oleh penyakit tertentu.

Pada anak penyebab Sindrom nefrotik tidak jelas sehingga disebut Sindrom Nefrotik Idiopatik ( SNI ). Kelainan histologis SNI menunjukkan kelainan-kelainan yang tidak jelas atau sangat sedikit perubahan yang terjadi sehingga disebut Minimal Change Nephrotic Syndrome atau Sindrom Nefrotik Kelainan Minimal (SNKM).

Anamnesis

Anamnesis pada pasien anak yang diduga mempunyai gangguan pada ginjal dan

saluran kemih dilakukan secara alloanamnesis. Perlu ditanyakan pula pertanyaan-pertanyaan

yang menyangkut identitas anak, riwayat imunisasi, riwayat perinatal, dan riwayat tumbuh

kembang.1,2

Pertanyaan-pertanyaan terkait yang dapat diajukan dalam anamenesis kepada pasien

antara lain:1,2

Pendekatan umum

Identitas pasien (nama, umur, alamat).

Keluhan utama dan riwayat penyakit sekarang

Keluhan yang sering ditemukan adalah bengkak di kedua kelopak mata, perut,

tungkai, atau seluruh tubuh dan dapat disertai jumlah urin yang berkurang. Keluhan

lain juga dapat ditemukan seperti urin berwarna kemerahan.

1

Page 2: PBL Blok 21 Sk6 Sindrom Nefrotik-Linda

Riwayat penyakit dahulu

Dapat ditanyakan apakah sebelumnya anak pernah menderita gejala seperti yang

dikeluhkan dan penyakit-penyakit yang pernah diderita anak sebelumnya.

Riwayat pengobatan

Tanyakan mengenai kebiasaan dalam pembuangan urin dan konsistensi urin :

Air seni yang berwarna merah atau keruh, rasa nyeri yang menyertai saat buang air

kecil, frekuensi pembuangan air seni serta jumlahnya, dan tanyakan pancaran air seni

yang terbuang.

Keluhan tambahan lainnya dan pola makan pasien

Rasa nyeri pada daerah pinggang atau daerah lain, gejala konstitusi (mual, muntah,

keringat dingin, lemas), pola makan anak, dan alergi.

Riwayat imunisasi dan tumbuh kembang

Imunisasi apa saja yang sudah diberikan kepada anak dan bagaimana riwayat tumbuh

kembangnya, untuk mengetahui adanya gagal tumbuh atau tidak.

Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan Umum2. Pengukuran tanda vital: suhu, tekanan darah, frekuensi pernapasan, denyut nadi.3. Pemeriksaan fisik abdomen:

Inspeksi:

Melihat bentuk abdomen, kesimetrisan, pembesaran organ, atau adanya massa; kemungkinan temuan penonjolan pinggang, penonjolan suprapubik, pembesaran hati, atau limpa, tumor.2

Palpasi:

Kekakuan dinding abdomen, misalnya pada inflamasi peritoneum. Lakukan dengan tekanan ringan untuk mengetahui adanya nyeri otot, nyeri

lepas, dan nyeri tekan. Palpasi lebih dalam untuk mengetahui adanya massa atau nyeri tekan.2

Perkusi:

Perkusi abdomen untuk pola bunyi timpani dan pekak. Kemungkinan temuan

asites, obstruksi GI, tumor ovarium.

Auskultasi:

Normal: suara peristaltik dengan intensitas rendah terdengar tiap 10 – 30 detik

2

Page 3: PBL Blok 21 Sk6 Sindrom Nefrotik-Linda

Bila dinding perut diketuk : frekuensi dan intensitas bertambah

Nada tingi (nyaring) : obstruksi GIT (metalic sound)

Berkurang/ hilang : peritonitis/ ileus paralitik.

Pada pemeriksaan fisik untuk Sindrom Nefrotik biasa dapat ditemukan edema. Edema pitting biasanya ditemukan di wajah, ekstremitas bawah dan daerah periorbital, skrotum atau labia dan perut (asites). Pada anak-anak dengan asites, kesulitan bernapas dapat terjadi, dan sebagai kompensasi terjadilah takipneu. Edema paru dan efusi juga dapat menyebabkan gangguan pernapasan. Nyeri tekan pada abdomen mungkin menunjukan peritonitis.2

Pemeriksaan Penunjang

Langkah pertama dalam mengevaluasi anak dengan edema adalah untuk memastikan

apakah anak tersebut menderita sindrom nefrotik atau tidak, karena hipoalbuminemia dapat

terjadi tanpa adanya proteinuria (pada protein-losing enteropathy), dan edema dapat terjadi

tanpa adanya hipoalbuminemia (sepserti pada angioedema, insufisiensi venosa, gagal jantung

kongestif, dan lain sebagainya). Untuk memastikan diagnosis sindroma nefrotik, pada

pemeriksaan laboratorium didapatkan : proteinuria, hipoalbuminemia, dan hiperlipidemia.

Pemeriksaan laboratorium yang dibutuhkan diantaranya :1-3

Urinalisis.

Pada hasil urinalisis pasien dengan syndrome nefrotik dapat ditemukan

hematuria. Hasil tersering adalah hematuria mikroskopis. Hematuria makrsokopis

jarang ditemukan pada kasus syndrome nefrotik. Proteinuria dapat ditemukan antara

3+ atau 4+, yang menunjukkan kandungan protein urin sekitar 300 mg/dL.1-3

Protein urin kuantitatif dengan menghitung protein/kreatinin urin pagi, atau dengan

protein urin 24 jam.1-3

1. Protein/kreatinin urin pagi lebih mudah dilakukan dan dapat mengeksklusi

proteinuria orthostatik.

2. Nilai protein/kreatinin urin lebih dari 2-3 mg/mg.

3. Nilai protein urin 24 jam > 40 mg/m2/jam atau nilai protein urin sewaktu

>100mg/dL, terkadang mencapai 1000mg/dL.

4. Sebagian besar protein yang diekskresi pada SN adalah albumin.

Pemeriksaan darah1-3

1. Darah tepi lengkap (hemoglobin, leukosit, hitung jenis leukosit, trombosit,

hematocrit, LED)

3

Page 4: PBL Blok 21 Sk6 Sindrom Nefrotik-Linda

2. Albumin dan kolesterol serum

3. Ureum, kreatinin serta bersihan kreatinin dengan cara klasik atau dengan rumus

Schwartz

4. Kadar komplemen C3; bila dicurigai lupus eritematosus sistemik pemeriksaan

ditambah dengan komplemen C4, ANA (anti nuclear antibody), dan anti ds-DNA

Biopsi Ginjal

Biopsi ginjal tidak diindikasikan bagi pasien SN primer dengan awitan pada usia 1-8

tahun, kecuali jika riwayat klinis, temuan pada pemeriksaan fisik, maupun hasil dari

pemeriksaan laboratorium mengindikasikan adanya kemungkinan SN sekunder atau SN

primer selain tipe lesi minimal. Biopsi ginjal diindikasikan bagi pasien usia < 1 tahun, dimana

SN kongenital lebih sering terjadi, dan pada pasien usia > 8 tahun dimana penyakit

glomerular kronik memiliki insidensi yang lebih tinggi. Biopsi ginjal hendaknya juga

dilakukan bila riwayat, pemeriksaan, dan hasil uji laboratorium mengindikasikan adanya SN

sekunder.1-3

Radiografi

Pemeriksaan ultrasonografi atau venografi ginjal sekiranya dicurigai adanya

trombosis vena ginjal. Gambaran USG pada thrombosis vena ginjal yaitu:1-3

Pembesaran ginjal dengan korteks hipoekoik dari edema pada fase awal.

Pengurangan ukuran dan meningkatnya ekogenesitas.

Pada Doppler ditemukan aliran arterial diastolic terbalik, absennya aliran vena,

visualisasi thrombus dengan lumen, resistensi tinggi pada arteri renalis dengan

peningkatan indeks resistif.

Diagnosis

4

Page 5: PBL Blok 21 Sk6 Sindrom Nefrotik-Linda

Working Diagnosis

Sindrom Nefrotik Idiopatik

Sindrom nefrotik idiopatik merupakan penyakit ginjal dengan gejala proteinuria masif

>3 g/hari, hipoalbuminemia < 3 g/dl, edema, hiperlipidemia, lipiduria dan hiperkoagulabilitas

terkait kelainan glomerulus akibat penyakit tertentu atau tidak diketahui.3

Untuk menegakkan diagnosis anak dengan sindrom nefrotik, ada beberapa keadaan

yang dapat ditemukan. Analisis urin menunjukkan proteinuria +3 atau +4; mungkin ada

hematuria mikroskopis, tetapi jarang ada hematuria makroskopis. Fungsi ginjal mungkin

normal atau menurun. Bersihan kreatinin rendah karena terjadi penurunan perfusi ginjal

akibat penyusutan volume intravaskuler dan akan kembali ke normal bila volume

intravaskuler membaik. Ekskresi protein melebihi 2 g/24 jam, kadar kolesterol dan trigliserid

serum naik, kadar albumin serum biasanya kurang dari 2 g/dL, dan kadar kalsium serum total

menurun, karena penurunan fraksi terikat-albumin. Kadar C3 normal.3

Anak dengan awitan sindrom nefrotik antara usia 1 sampai 8 tahun agaknya menderita

penyakit lesi-minimal yang berespons terhadap steroid, dan terapi kortikosteroid harus

dimulai tanpa biopsi ginjal. Penyakit lesi-minimal tetap lazim pada anak di atas usia 8 tahun

yang datang dengan sindrom nefrotik, tetapi glomerulonephritis membranosa dan

membranoproliferatif menjadi semakin sering; biopsi ginjal dianjurkan pada kelompok ini

untuk menegakkan diagnosis pasti sebelum mempertimbangkan terapi.3

Differential Diagnosis

Sindrom Nefrotik Primer

Di klinik (75%-80%) kasus SN merupakan SN primer (idiopatik). Pada anak-anak (<

16 tahun) paling sering ditemukan nefropati lesi minimal (75%-85%) dengan umur rata-rata

2,5 tahun, 80% < 6tahun saat diagnosis dibuat dan laki-laki dua kali lebih banyak dari pada

wanita. Pada orang dewasa paling banyak nefropati membranosa (30%-50%), umur rata-rata

30-50 tahun dan perbandingan laki-laki dan wanita 2 : 1.3

Kejadian SN idiopatik 2-3 kasus per 100.000 anak pertahun sedangkan pada dewasa 3

per 1000.000 pertahun. Sindrom nefrotik sekunder pada orang dewasa terbanyak disebabkan

oleh diabetes mellitus.3

5

Page 6: PBL Blok 21 Sk6 Sindrom Nefrotik-Linda

Pada sindrom nefrotik primer ada pilihan untuk memberikan terapi empiris atau

melakukan biopsi ginjal untuk mengidentifikasi lesi penyebab sebelum memulai terapi.

Selain itu terdapat perbedaan dalam regimen pengobatan sindrom nefrotik dengan respon

terapi yang bervariasi dan sering terjadi kekambuhan setelah terapi dihentikan.3

Pada anak-anak dengan sindrom nefrotik, ginjal tampaknya merupakan satu-satunya

organ utama yang terlibat dan dapat disebut sebagai sindroma nefrotik primer. Sindroma

nefrotik dapat pula berkembang dalam perjalanan suatu penyakit sistemik disini sindroma

nefrotik dianggap sekunder.3

Yang termasuk golongan primer :3

Sindrom nefrotik lesi minimal (MCNS = minimal change nephrotic syndrome)

Pada sindrom nefrotik kelainan minimal (SNKM) (85% dari kasus sindrom

nefrotik pada anak), glomerulus terlihat normal atau memperlihatkan peningkatan

minimal pada sel mesangial dan matrixnya. Penemuan pada mikroskop

immunofluorescence biasanya negative, dan mikroskop electron hanya

memperlihatkan hilangnya epithelial cell foot processes (podosit) pada glomerulus.

Lebih dari 95% anak dengan SNKM berespon dengan terapi kortikosteroid.

Sindroma nefrotik dengan proliferasi mesangial difus

Ditandai dengan adanya peningkatan sel mesangial yang difus dan matriks

pada pemeriksaan mikroskop biasa. Mikroskop immunofluoroscence dapat

memperlihatkan jejak 1+ IgM mesangial dan/atau IgA. Mikroskop electron

memperlihatkan peningkatan dari sel mesangial dan matriks diikuti dengan

menghilangnya sel podosit. Sekitar 50% pasien dengan lesi histologis ini berespon

dengan terapi kortikosteroid.

Sindroma nefrotik dengan glomerulosklerosis fokal

Glomerulus memperlihatkan proliferasi mesangial dan jaringan parut

segmental pada pemeriksaan dengan mikroskop biasa. Mikroskop

immunofluorescence menunjukkan adanya IgM dan C3 pada area yang mengalami

sklerosis. Pada pemeriksaan dengan mikroskop electron, dapat dilihat jaringan parut

segmental pada glomerular tuft disertai dengan kerusakan pada lumen kapiler

glomerulus. Lesi serupa dapat terlihat pula pada reflux vesicoureteral, dan

penyalahgunaan heroin intravena. Hanya 20% pasien dengan FSGS yang berespon

dengan terapi prednison. Penyakit ini biasanya bersifat progresif, pada akhirnya dapat

6

Page 7: PBL Blok 21 Sk6 Sindrom Nefrotik-Linda

melibatkan semua glomeruli, dan menyebabkan penyakit ginjal stadium akhir (end

stage renal disease) pada kebanyakan pasien.

Sindrom Nefrotik Sekunder

Sindrom nefrotik sekunder adalah sindrom nefrotik yang berhubungan dengan

penyakit/kelainan sistemik, atau disebabkan oleh obat, alergen, maupun toksin. Secara

histopatologis sindrom nefrotik sekunder dapat berupa kelainan minimal, glomerulosklerosis

fokal segmental, glomerulonefritis membranosa maupun glomerulonefritis

membranoproliferatif. Penyakit sistemik yang sering menyebabkan sindrom nefrotik

sekunder adalah purpura Henoch-Schonlein, lupus eritematosus sistemik, infeksi sistemik

seperti hepatitis B, penyakit sickle cell, diabetes melitus, ataupun keganasan.4

Glomerulonefritis Akut Pada glomerulonefritis akut terdapat edema pada tungkai dan tidak disertai asites

karena albuminuria pada Glomerulonefritis akut tidak semasif pada sindrom nefrotik. Selain itu glomerulonefritis akut lebih cenderung mengalami hipertensi dibandingkan sindrom nefrotik. Pada sindrom nefrotik biasanya normotensi/ hipotensi. Hematuria makroskopik juga lebih sering ditemukan pada Glomerulonefritis akut. Pada pemeriksaan lab dapat ditemukan penurunan komplemen dan tidak terjadi peningkatan kolesterol, hal ini penting untuk membedakan Glomerulonefritis akut dan sindrom nefrotik.4

Etiologi

Berdasarkan etiologi, sindrom ini dapat dibagi menjadi sindrom nefrotik primer

(idiopatik) dan sindrom nefrotik sekunder.4

Sindrom nefrotik primer tetap belum diketahui penyebabnya. Keberhasilan awal

dalam mengendalikan sindrom nefrotik dengan obat-obat “imunosupresif” memberi kesan

bahwa penyakitnya diperantarai oleh mekanisme imunologis yang klasik belum ada, dan

sekarang agaknya jelas bahwa obat-obat “imunosupresif” mempunyai banyak pengaruh

selain dari penekanan pembentukan antibody. Sebagian kecil penderita mempunyai bukti

bahwa penyakit ini diperantarai oleh IgE, tetapi bukti semakin banyak mengesankan bahwa

sindrom ini mungkin diakibatkan dari kelainan fungsi limfosit yang berasal dari timus (sel-

T), mungkin melalui produksi faktor yang meningkatkan permeabilitas vaskuler.4

Berlainan dengan sindrom nefrotik primer, sindrom nefrotik sekunder jelas diketahui

penyebabnya, biasanya merupakan komplikasi dari penyakit berat. Beberapa penyakit atau

kelainan yang dapat menyebabkan sindrom nefrotik antara lain penyakit infeksi, keganasan,

7

Page 8: PBL Blok 21 Sk6 Sindrom Nefrotik-Linda

obat-obatan, penyakit multisistem dan jaringan ikat, reaksi alergi, penyakit metabolik,

penyakit familial, toksin, transplantasi ginjal, thrombosis vena renalis, stenosis arteri renalis,

serta obesitas masif.4

Sindrom nefrotik dengan proteinuria berat yang diakibatkan oleh glomerulonephritis,

diabetes mellitus ataupun amyloidosis merupakan penyakit dengan prognosis buruk. Pada

kasus berat, sebagian pasien akan masuk dalam kondisi end-stage renal failure (ESRD)

dimana terjadi kegagalan fungsi ginjal.4

Epidemiologi

Insiden terjadinya sindrom nefrotik bervariasi dari umur, ras, dan letak geografis.

Insidens SN pada anak di Amerika Serikat dan Inggris adalah 2-7 kasus baru per 100.000

anak per tahun, dengan prevalensi berkisar 12 – 16 kasus per 100.000 anak. Di negara

berkembang insidensnya lebih tinggi. Di Indonesia dilaporkan 6 per 100.000 per tahun pada

anak berusia kurang dari 14 tahun. Perbandingan anak laki-laki dan perempuan 2:1.1-3

Perbedaan geografis dan/atau etnik juga mempengaruhi insidensi dari sindrom

nefrotik. Contohnya, insiden sindrom nefrotik 6 kali lipat lebih besar pada anak-anak di Asia

daripada di Eropa. Sindrom nefrotik jarang terjadi di daerah Afrika.1-3

Patofisiologi

Kelainan patogenetik yang mendasari sindrom nefrotik adalah proteinuria, akibat dari

kenaikan permeabilitas dinding kapiler glomerulus. Mekanisme dari keniakan permeabilitas

ini belum diketahui tetapi mungkin terkait, setidak-tidaknya sebagian, dengan hilangnya

muatan negatif glikoprotein dalam dinding kapiler. Pada status nefrosis, protein yang hilang

biasanya melebihi 2 g/24 jam dan terutama terdiri dari albumin; hipoproteinemianya pada

dasanya adalah “hipoalbuminemia”. Umumnya, edema muncul bila kadar albumin serum

turun dibawah 2,5 g/dL (25 g/L).5

Mekanisme pembentukan edema pada nefrosis tidak dimengerti sepenuhnya.

Kemungkinannya adalah bahwa edema didahului oleh timbulnya hipoalbuminemia.

Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik plasma, yang memungkinkan

transudasi cairan dari ruang intravaskuler menurunkan tekanan perfusi ginjal; mengaktifkan

sistem renin-angiotensin-aldosteron, yang merangsang reabsorbsi natrium di tubulus distal.

Penurunan volume intravaskuler juga mereangsang pelepasan hormon antidiuretic, yang

8

Page 9: PBL Blok 21 Sk6 Sindrom Nefrotik-Linda

mempertinggi reabsorbsi air dalam duktus kolektivus. Karena tekanan onkotik plasma

berkurang, natrium dan air yang telah direabsorbsi masuk ke ruang interstisial, mamperberat

edema. Adanya faktor-faktor lain yang juga memainkan peran pada pembentukan edema

dapat ditunjukkan melalui observasi bahwa beberapa penderita sindrom nefrotik mempunyai

volume intravaskuler yang normal atau meningkat, dan kadar renin serta aldosterone plasma

normal atau menurun. Penjelasan secara hipotesis meliputi defek intrarenal dalam eksresi

natrium da air atau adanya agen dalam sirkulasi yang menaikkan permeabilitas dinding

kapiler di seluruh tubuh, serta dalam ginjal.5

Pada status nefrosis, hampir semua kadar lemak (kolesterol, trigliserida) dan

lipoprotein serum meningkat. Sekurang-kurangnya ada dua faktor yang memberikan sebagian

penjelasan: 1. Hipoproteinemia merangsang sintesis protein menyeluruh dalam hati, termasuk

lipoprotein; dan 2. Katabolisme lemak menurun, karena penurunan kadar lipoprotein lipase

plasma, sistem enzim utama yang mengambil lemak dari plasma.5

Sindrom nefrotik idiopatik terjadi pada 3 pola morfologi. Pada lesi-minimal (85%),

glomerulus tampak normal atau menunjukkan penambahan minimal pada sel mesangial dan

matriks. Temuan-temuan mikroskop imunofluoresens khas negatif. Mikroskop electron

menampakkan retraksi tonjolan kaki sel epitel. Lebih dari 90% anak dengan penyakit lesi-

minimal berespons terhadap terapi kortikosteroid.5

Kelompok proliferative mesangium (5%) ditandai dengan peningkatan difus sel

mesangial dan matriks. Dengan imunofluoresens, frekuensi endapan mesangium yang

mengandung IgM dan C3 tidak berbeda dengan frekuensi yang diamati pada penyakit lesi-

minimal. Sekitra 50-60% penderita lesi histologis ini akan berespons terhadap terapi

kortikosteroid.5

Pada biopsi penderita yang menderita lesi sclerosis setempat (10%), sebagian besar

glomerulus tampak normal atau menunjukkan proliferasi mesangium. Yang lain, terutama

glomerulus yang dekat dengan medulla (jukstamedulare), menunjukkan jaringan parut

segmental pada satu atau lebih lobulus. Penyakitnya seringkali progresif, akhirnya melibatkan

semua glomerulus, dan menyebabkan gagal ginjal stadium-akhir pada kebanyakan penderita.

Sekitar 20% penderita demikian berespons terhadap kortikosterois atau terapi sitotoksik

ataupun keduanya. Penyakit ini dapat berulang pada ginjal yang ditransplantasikan.5

Manifestasi Klinik

9

Page 10: PBL Blok 21 Sk6 Sindrom Nefrotik-Linda

Sindrom nefrotik idiopatik paling lazim muncul antara usia 2 dan 6 tahun. Sindrom

terdini telah dilaporkan pada setengah tahun terakhir dan usia satu tahun dan lazim pada

orang dewasa. Episode awal dan kekambuhan berikutnya dapat terjadi pasca-infeksi virus

saluran pernapasan atas yang nyata. Penyakit ini biasanya muncul sebagai edema, yang pada

mulanya ditemukan di sekitar mata dan pada tungkai bawah, dimana edemanya bersifat

pitting edema. Semakin lama, edema menjadi menyeluruh dan mungkin disertai kenaikan

berat badan, timbul asites dan/atau efusi pleura, penurunan curah urin. Edemanya berkumpul

pada tempat-tempat tergantung dari hari-ke hari tampak berpindah dari muka dan punggung

ke perut, perineum, dan kaki. Anoreksia, nyeri perut, dan diare lazim terjadi; jarang ada

hipertensi.1-3

Penatalaksanaan

Medika Mentosa

Anak dengan manifestasi klinis SN pertama kali, sebaiknya dirawat di rumah sakit

dengan tujuan untuk mempercepat pemeriksaan dan evaluasi pengaturan diet,

penanggulangan edema, memulai pengobatan steroid, dan edukasi orangtua.1-3,6

Sebelum pengobatan steroid dimulai, dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan berikut: 1-3,5

1. Pengukuran berat badan dan tinggi badan

2. Pengukuran tekanan darah

3. Pemeriksaan fisis untuk mencari tanda atau gejala penyakit sistemik, seperti lupus

eritematosus sistemik, purpura Henoch-Schonlein.

4. Mencari fokus infeksi di gigi-geligi, telinga, ataupun kecacingan. Setiap infeksi

perlu dieradikasi lebih dahulu sebelum terapi steroid dimulai.

5. Melakukan uji Mantoux. Bila hasilnya positif diberikan profilaksis INH selama 6

bulan bersama steroid, dan bila ditemukan tuberkulosis diberikan obat

antituberkulosis (OAT).

Pada SN idiopatik, kortikosteroid merupakan pengobatan awal, kecuali bila ada

kontraindikasi. Jenis steroid yang diberikan adalah prednison atau prednisolon. 1-3,5

Terapi pada anak dengan sindrom nefrotik idiopatik tanpa kontraindikasi steroid

sesuai dengan anjuran ISKDC adalah diberikan prednison 60 mg/m2 LPB/hari atau 2

mg/kgbb/hari (maksimal 80 mg/hari) dalam dosis terbagi, untuk menginduksi remisi. Dosis

10

Page 11: PBL Blok 21 Sk6 Sindrom Nefrotik-Linda

prednison dihitung sesuai dengan berat badan ideal (berat badan terhadap tinggi badan).

Prednison dosis penuh (full dose) inisial diberikan selama 4 minggu. Bila terjadi remisi dalam

4 minggu pertama, dilanjutkan dengan 4 minggu kedua dengan dosis 40 mg/m2 LPB (2/3

dosis awal) atau 1,5 mg/kgbb/hari, secara alternating (selang sehari), 1 x sehari setelah makan

pagi. Bila setelah 4 minggu pengobatan steroid dosis penuh, tidak terjadi remisi, pasien

dinyatakan sebagai resisten steroid. 1-3,6

Bila didapatkan gejala atau tanda yang merupakan kontraindikasi steroid, seperti

tekanan darah tinggi, peningkatan ureum dan atau kreatinin, infeksi berat, maka dapat

diberikan sitostatik siklofosfamid (CPA) oral maupun siklofosfamid puls. Siklofosfamid

dapat diberikan per oral dengan dosis 2-3 mg/kg bb/hari dosis tunggal, maupun secara

intravena (CPA puls). CPA oral diberikan selama 8 minggu. CPA puls diberikan dengan

dosis 500 – 750 mg/m2 LPB, yang dilarutkan dalam 250 ml larutan NaCL 0,9%, diberikan

selama 2 jam. CPA puls diberikan sebanyak 7 dosis, dengan interval 1 bulan (total durasi

pemberian CPA puls adalah 6 bulan). 1-3,6

Pengobatan sindrom nefrotik resisten steroid (SNRS) sampai sekarang belum

memuaskan. Pada pasien SNRS sebelum dimulai pengobatan sebaiknya dilakukan biopsi

ginjal untuk melihat gambaran patologi anatomi, karena gambaran patologi anatomi

mempengaruhi prognosis. 1-3,5

Siklofosfamid (CPA)

Pemberian CPA oral pada SN resisten steroid dilaporkan dapat menimbulkan remisi.

Pada SN resisten steroid yang mengalami remisi dengan pemberian CPA, bila terjadi relaps

dapat dicoba pemberian prednison lagi karena SN yang resisten steroid dapat menjadi sensitif

kembali. Namun bila pada pemberian steroid dosis penuh tidak terjadi remisi (terjadi resisten

steroid) atau menjadi dependen steroid kembali, dapat diberikan siklosporin.1-3,6

Siklosporin (CyA)

Pada SN resisten steroid, CyA dilaporkan dapat menimbulkan remisi total sebanyak

20% pada 60 pasien dan remisi parsial pada 13%.1-3,6

11

Page 12: PBL Blok 21 Sk6 Sindrom Nefrotik-Linda

Efek samping CyA adalah hipertensi, hiperkalemia, hipertrikosis, hipertrofi gingiva,

dan juga bersifat nefrotoksik yaitu menimbulkan lesi tubulointerstisial. Oleh karena itu pada

pemakaian CyA perlu pemantauan terhadap: 1-3,6

1. Kadar CyA dalam darah: dipertahankan antara 150-250 nanogram/mL

2. Kadar kreatinin darah berkala

3. Biopsi ginjal setiap 2 tahun

Penggunaan CyA pada SN resisten steroid telah banyak dilaporkan dalam literatur, tetapi

karena harga obat yang mahal maka pemakaian CyA jarang atau sangat selektif. 1-3,6

Metilprednisolon puls

Mendoza dkk. (1990) melaporkan pengobatan SNRS dengan metil prednisolon puls

selama 82 minggu + prednison oral dan siklofosfamid atau klorambusil 8-12 minggu.

Metilprednisolon dosis 30 mg/kgbb (maksimum 1000 mg) dilarutkan dalam 50-100 mL

glukosa 5%, diberikan dalam 2-4 jam. 1-3,6

Obat imunosupresif lain

Obat imunosupresif lain yang dilaporkan telah digunakan pada SNRS adalah

vinkristin, takrolimus, dan mikofenolat mofetil. Karena laporan dalam literatur yang masih

sporadik dan tidak dilakukan dengan studi kontrol, maka obat ini belum direkomendasi di

Indonesia. 1-3,6

Untuk mengurangi proteinuria yang terjadi pada sindrom nefrotik, dapat digunakan

regimen untuk mengurangi pengeluaran protein di ginjal dengan mempengaruhi tekanan

osmotik maupun tekanan onkotik. 1-3,6

Angiotensin converting enzyme inhibitor (ACE-I) dan angiotensin receptor blocker

(ARB) telah banyak digunakan untuk mengurangi proteinuria. Cara kerja kedua obat ini

dalam menurunkan ekskresi protein di urin melalui penurunan tekanan hidrostatik dan

mengubah permeabilitas glomerulus. ACE-I juga mempunyai efek renoprotektor melalui

penurunan sintesis transforming growth factor (TGF)-β1 dan plasminogen activator inhibitor

(PAI)-1, keduanya merupakan sitokin penting yang berperan dalam terjadinya

glomerulosklerosis. Pada SNSS relaps, kadar TGF-β1 urin sama tinggi dengan kadarnya pada

SNRS, berarti anak dengan SNSS relaps sering maupun dependen steroid mempunyai risiko

untuk terjadi glomerulosklerosis yang sama dengan SNRS. Dalam kepustakaan dilaporkan

12

Page 13: PBL Blok 21 Sk6 Sindrom Nefrotik-Linda

bahwa pemberian kombinasi ACE-I dan ARB memberikan hasil penurunan proteinuria lebih

banyak. 1-3,6

Pada anak dengan SNSS relaps sering, dependen steroid dan SNRS dianjurkan untuk

diberikan ACE-I saja atau dikombinasikan dengan ARB, bersamaan dengan steroid atau

imunosupresan lain. Jenis obat ini yang bisa digunakan adalah: 1-3,6

1. Golongan ACE-I: kaptopril 0.3 mg/kgbb diberikan 3 x sehari, enalapril 0.5

mg/kgbb/hari dibagi 2 dosis, lisinopril 0,1 mg/kgbb dosis tunggal.

2. Golongan ARB: losartan 0,75 mg/kgbb dosis tunggal.

Non-Medika Mentosa

Perawatan di rumah sakit pada SN relaps hanya dilakukan bila terdapat edema

anasarka yang berat atau disertai komplikasi muntah, infeksi berat, gagal ginjal, atau syok.

Tirah baring tidak perlu dipaksakan dan aktivitas fisik disesuaikan dengan kemampuan

pasien. Bila edema tidak berat, anak boleh sekolah. 1-3,6

Pemberian diet tinggi protein dianggap merupakan kontraindikasi karena akan

menambah beban glomerulus untuk mengeluarkan sisa metabolisme protein (hiperfiltrasi)

dan menyebabkan sklerosis glomerulus. Bila diberi diet rendah protein akan terjadi malnutrisi

energi protein (MEP) dan menyebabkan hambatan pertumbuhan anak. Jadi cukup diberikan

diet protein normal sesuai dengan RDA (recommended daily allowances) yaitu 1,5-2

g/kgbb/hari. Diet rendah garam (1-2 g/hari) hanya diperlukan selama anak menderita edema. 1-3,6

Restriksi cairan dianjurkan selama ada edema berat. Biasanya diberikan loop diuretic

seperti furosemid 1-3 mg/kgbb/hari, bila perlu dikombinasikan dengan spironolakton

(antagonis aldosteron, diuretik hemat kalium) 2-4 mg/kgbb/hari. Sebelum pemberian diuretik,

perlu disingkirkan kemungkinan hipovolemia. Pada pemakaian diuretik lebih dari 1-2 minggu

perlu dilakukan pemantauan elektrolit kalium dan natrium darah.1-3,6

Bila pemberian diuretik tidak berhasil (edema refrakter), biasanya terjadi karena

hipovolemia atau hipoalbuminemia berat (≤ 1 g/dL), dapat diberikan infus albumin 20-25%

dengan dosis 1 g/kgbb selama 2-4 jam untuk menarik cairan dari jaringan interstisial dan

diakhiri dengan pemberian furosemid intravena 1-2 mg/kgbb. Bila pasien tidak mampu dari

segi biaya, dapat diberikan plasma 20 ml/kgbb/hari secara pelan-pelan 10 tetes/menit untuk

13

Page 14: PBL Blok 21 Sk6 Sindrom Nefrotik-Linda

mencegah terjadinya komplikasi dekompensasi jantung. Bila diperlukan, suspensi albumin

dapat diberikan selang-sehari untuk memberi kesempatan pergeseran cairan dan mencegah

overload cairan. Bila asites sedemikian berat sehingga mengganggu pernapasan dapat

dilakukan pungsi asites berulang.1-3,6

Pasien sindrom nefrotik yang sedang mendapat pengobatan kortikosteroid >2

mg/kgbb/ hari atau total >20 mg/hari, selama lebih dari 14 hari, merupakan pasien

imunokompromais. Pasien SN dalam keadaan ini dan dalam 6 minggu setelah obat

dihentikan hanya boleh diberikan vaksin virus mati, seperti IPV (inactivated polio vaccine).

Setelah penghentian prednison selama 6 minggu dapat diberikan vaksin virus hidup, seperti

polio oral, campak, MMR, varisela. Semua anak dengan sindrom nefrotik sangat dianjurkan

untuk mendapat imunisasi terhadap infeksi pneumokokus dan varisela.1-3,6

Komplikasi

Komplikasi-komplikasi yang dapat terjadi pada anak dengan sindrom nefrotik antara

lain infeksi dan thrombosis arteri dan vena.7

Infeksi adalah komplikasi sindrom nefrotik utama, komplikasi ini akibat dari

meningkatnya kerentanan terhadap infeksi bakteriselama kambuh. Penjelasan yang diusulkan

meliputi penurunan kadar immunoglobulin, cairan edema yang berperan sebagai media

perbiakan, defisiensi protein, penurunan aktivitas bakterisid leukosit, terapi “imunosupresif”,

penurunan perfusi limpa karena hipovolemia, kehilangan faktor komplemen (faktor properdin

B) dalam urin yang mengopsonisasi bakteri tertentu. Belum jelas, mengapa peritonitis

spontan merupakan tipe infeksi yang paling sering; sepsis, pneumonia, selulitis, dan infeksi

saluran kemih juga dapat ditemukan. Organisme penyebab peritonitis yang paling lazim

adalah S. pneumoniae; bakteri gram-negatif juga ditemukan. Demam dan temuan-temuan

fisik mungkin minimal bila ada terapi kortikosteroid. Oleh karenanya, kecurigaan yang

tinggi, pemeriksaan segera (termasuk biakan darah dan cairan peritoneum), dan memulai

terapi awal yang mencakup organisme gram-positif maupun gram-negatif adalah penting

untuk mencegah terjadinya penyakit yang mengancam jiwa. Bila dalam perbaikan, semua

penderita yang sedang menderita nefrosis harus mendapatkan vaksin pneumokokus

polivalen.7

Komplikasi lain dapat meliputi kenaikan kecenderungan terjadinya thrombosis arteri

dan vena (setidak-tidaknya sebagian karena kenaikan kadar faktor koagulasi tertentu dan

14

Page 15: PBL Blok 21 Sk6 Sindrom Nefrotik-Linda

inhibitor fibrinolisis plasma, penurunan kadar anti-trombin III plasma, dan kenaikan agregasi

trombosit); defisiensi faktor koagulasi IX, XI, dan XII; dan penurunan kadar vitamin D

serum.7

Prognosis

Sebagian besar anak dengan sindrom nefrotik yang berespons terhadap steroid akan

mengalami kekambuhan berkali-kali sampai penyakitnya menyembuh sendiri secara spontan

menjelang usia akhir dekade kedua. Yang penting adalah, menunjukkan pada keluarganya

bahwa anak tersebut tidak akan menderita disfungsi ginjal, bahwa penyakitnya biasanya tidak

herediter, dan bahwa anak akan tetap fertil (bila tidak ada terapi siklofosfamid atau

klorambusil). Untuk memperkecil efek psikologis sindrom nefrotik, ditekankan bahwa

selama masa remisi anak tersebut normal serta tidak perlu pembatasan diet dan aktivitas.

Pada anak yang sedang berada dalam masa remisi pemeriksaan protein urin biasanya tidak

diperlukan.7

Kesimpulan

Sindrom nefrotik merupakan kumpulan gejala yang ditandai dengan proteinuria

massif disertai dengan hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan pitting edema. Berdasarkan

etiologi dibagi menjadi dua, yaitu sindrom nefrotik primer dan sindrom nefrotik sekunder.

Secara epidemiologi, anak berumur kurang dari 14 tahun sering mengalami sindrom ini dan

anak laki-laki lebih sering terkena daripada anak perempuan. Oleh karena diduga oleh reaksi

autoimun, pemberian obat-obat imunosupresif dapat mengendalikan kekambuhan dari

sindrom ini sampai sembuh sempurna secara spontan. Prognosis dari penyakit ini cukup baik

dan komplikasi yang dapat menyertai sindrom nefrotik yaitu infeksi dan thrombosis.

Daftar Pustaka

1. Kliegman RM, Emerson NW. Nelson textbook of pediatrics. 19 th ed. Philadephia: Elsevier Saunders. 2011. p.1801-6.

2. Avner ED, Harmon WE, Niaudet P. Pediatric nephrology. Springer. 2009. p. 667-91

15

Page 16: PBL Blok 21 Sk6 Sindrom Nefrotik-Linda

3. Markum AH, Ismael S, Alatas H, et al. Buku ajar ilmu kesehatan anak. Jilid I. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2004.h.528-67.

4. Bergstein JM. Nefrologi. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM, penyunting. Ilmu kesehatan anak Nelson. Vol.II. Edisi 15. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2000. hal. 1828-32.

5. Gunawan CA. Sindroma nefrotik patogenesis dan penatalaksanaan. Jakarta: Cermin Dunia Kedokteran; 2006.h.50-3, 150.

6. Kumar V, Abbas AK, Fausto N, Mitchell RN. Robbins basic pathology. 8th ed. USA:

Saunders Elsevier. 2007. p. 517-50.

7. Trihon PP, Alatas H, Tambunan T, Pardede SO. Konsensus tata laksana sindrom

nefrotik idiopatik pada anak. Ed. 2. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak

Indonesia. 2012. h. 2-15

16