5 ii. tinjauan pustaka -...
TRANSCRIPT
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pupuk Hayati (Biofertilizer)
Pupuk hayati dapat diartikan sebagai inokulan berbahan aktif organisme
hidup yang berfungsi untuk menambah hara tertentu atau memfasilitasi
tersedianya hara tanah bagi tanaman. Pupuk hayati digunakan sebagai kolektif
untuk semua kelompok fungsional mikroba tanah. Kelompok fungsional mikroba
tanah terdiri dari bakteri, fungi, hingga alga yang berfungsi sebagai penyedia hara
dalam tanah sehingga dapat tersedia bagi tanaman (Saraswati, 2012).
Kualitas pupuk hayati dapat dipengaruhi oleh berbagai sebab. Menurut
(Waluyo, 2007) ini dibagi dua faktor yakni faktor abiotik (alam dan kimia) dan
faktor biotik (biologi). Selanjutnya menurut (Yuwono, 2006) kualitas pupuk
hayati dipengaruhi oleh faktor lingkungan misalnya suhu, pH, dan kontaminan.
Selain itu faktor eksternal juga sangat berpengaruh yakni: terhadap masa simpan,
viabilitas, dan efektivitas induksinya terhadap tanaman.
2.2 Bradyrhizobium japonicum
Bradyrhizobium japonicum adalah bakteri gram negatif, berbentuk batang
berukuran 0,5-0,9 x 1,2 x 3,0 µm, bersifat aerobik, serta tidak membentuk spora.
Rhizobia penghasil basa ini membutuhkan waktu 3-5 hari untuk pertumbuhannya
dalam medium cair dengan doubling time 6-7 jam. Genus ini termasuk anggota
famili Rhizobiaceae, mampu mengikat nitrogen bebas dari udara melalui
simbiosisnya dengan tanaman kedelai (Glycine max (L.) Merill). Selnya memiliki
flagella pada bagian kutub atau subkutub (Jordan, 1984). Bradyrhizobium
5
6
japonicum sebagai mikroba kemoorganotrof, pada dasarnya dapat menggunakan
berbagai karbohidrat, garam-garam mineral dan asam-asam organik (Allen and
Allen, 1981).
Kirchner, (1896) dan Jordan, (1982) menyatakan bahwa Bradyrhizobium
japonicum memiliki kemampuan untuk menginfeksi akar tanaman kedelai dengan
membentuk suatu organ yang disebut nodul infeksi tersebut diatur oleh
serangkaian gen nodulasi yang akan menginduksi tanaman membentuk nodul.
Selanjutnya, bakteri ini menginvasi tanaman lewat rambut akar dan berpenetrasi
ke dalam jaringan. Simbiosis mutualisme terjadi di mana tanaman akan mendapat
asupan nitrogen yang mampu ditambat oleh Bradyrhizobium japonicum.
Sementara itu, tanaman menyediakan lingkungan yang kaya makanan berupa
mineral, gula/karbohidrat untuk energi bagi kelangsungan hidup bakteri. Oleh
karena itu Bradyrhizobium japonicum kini banyak dipakai sebagai pupuk hayati
untuk mengurangi penggunaan pupuk sintetik.
Menurut Kircner (1982), klasifikasi Bradyrhizobum japonicum adalah
sebagai berikut :
Kingdom : Bacteria
Philum : Proteobacteria
Klas : Alphaproteobacteria
Ordo : Rhizobiales
Famili : Bradyrizhobiaceae
Genus : Bradyrhizobium
Spesies : Bradyrhizobium japonicum
7
2.3 Peranan Bradyrhizobium japonicum Terhadap Tanaman Kedelai
Bradyrhizobium japonicum merupakan kelompok bakteri berkemampuan
sebagai penyedia hara bagi tanaman. Bila bersimbiosis dengan tanaman legum,
kelompok bakteri ini menginfeksi akar tanaman dan membentuk bintil akar.
Bintil akar berfungsi mengambil nitrogen di atmosfer dan menyalurkannya
sebagai unsur hara yang diperlukan tanaman inang, pada bintil akar bagian yang
paling berperan adalah pigmen merah leghemoglobin. Pigmen tersebut dijumpai
dalam bintil akar antara bakteroid dan selubung membran yang mengelilinginya.
Leghemoglobin berfungsi sebagai tempat absorbsi dan reduksi nitrogen, pembawa
elektron khusus dalam fiksasi nitrogen, dan pembawa dari oksigen (Rao, 1994).
Jumlah leghemoglobin di dalam bintil akar memiliki hubungan langsung
dengan jumlah nitrogen yang difiksasi. Korelasinya positif, semakin banyak
jumlah pigmen, semakin banyak nitrogen yang diikat. Bradyrhizobium japonicum
bersosiasi dengan tanaman legum biasanya memfiksasi 100-300 kg N/ha dalam
satu musim tanam. Nitrogen sebanyak itu tidak habis dimanfaatkan tanaman
dalam satu periode tanam, sehingga dapat digunakan untuk masa tanam
berkutnya. Bradyrhizobium japonicum mampu hidup pada tanah dengan pH 5
dan efektivitasnya mengikat nitrogen dari udara sangat tinggi pada tanaman
kedelai (Rao, 1994).
Untuk kacang kedelai, Bradyrhizobium japonicum diketahui dapat
memberikan sumbangan N2 terbesar dalam bentuk asam amino. Rahmawati
(2005) menyatakan bahwa Bradyrhizobium japonicum yang berasosiasi dengan
8
legum mampu mencukupi 80 % kebutuhan nitrogen tanaman legum dan
meningkatkan produksi antara 10 % - 25 %.
Secara umum inokulasi dilakukan ke dalam tanah agar bakteri dapat
berasosiasi dengan tanaman kedelai mengikat N2 bebas diudara. Seringkali tanah-
tanah bekas inokulasi ataupun tidak bekas inokulasi dijadikan sumber inokulan,
hal ini karena adanya anggapan bahwa didalam setiap tanah yang ditanami kedelai
akan hidup bakteri Bradyrhizobium japonicum yang dapat dijadikan sumber
inokulan (Freire et al., 1984).
Keberhasilan penambatan N2 udara oleh Bradyrhizobium japonicum
tergantung pada interaksi antara faktor berikut :
1. Keserasian strain Bradyrhizobium japonicum dengan tanaman inang.
2. Kemampuan berkompetisi dengan Bradyrhizobium japonicum indigen.
3. Kemampuan tanaman inang untuk menyediakan nutrisi bagi
Bradyrhizobium japonicum yang bersimbiosis dengannya.
2.4 Fiksasi Nitrogen Biologis
Fiksasi nitrogen biologis merupakan proses simbiosis yang rumit antara
tanaman legum dengan bakteri Bradyrhizobium japonicum. Proses fiksasi
nitrogen yang berlangsung dalam bntil akar dapat terlaksana apabila tersedia
energi yang dihasilkan oleh fotosintetis. Sebaliknya bintil akar kemudian
mengirim senyawa nitrogen keseluruh jaringan tanaman (Gandanegara, 1987).
Legum dengan bintil akar dapat memanfaatkan baik gas nitrogen dari udara
maupun nitrogen anorganik dari dalam tanah, dalam ion amonium dan nitrat (Taiz
and Zeiger, 1998).
9
Didalam tanah, bakteri Bradyrhizobium japonicum bersifat organotrof,
aerob, bentuk batang ploemorfi, gram negatif, tidak berspora dan berflagella (1-6).
Bakteri ini mudah tumbuh dalam media biakan khususnya yang mengandung ragi
atau kentang. Suhu optimum 25-30ᵒC dengan pH optimum 7,0. Bakteri
Bradyrhizobium japonicum bila masuk ke dalam sistem perakaran legum
menyebabkan pembentukan bintil akar. Dalam bintil akar bakteri berubah bentuk
menjadi bakteroid (bentuk L,V,Y,T,X). Bakteri dalam bentuk bakteroid dapat
menambat nitrogen dari udara dengan bantuan enzim nitrogenase yang dibentuk
bakteri. Bradyrhizobium japonicum yang tumbuh dalam bintil akar legum
mengambil langsung nitrogen dari udara. Penyediaan hara nitrogen oleh
Bradyrhizobium japonicum dapat mencapai 60-75% dari jumlah yang dibutuhkan
tumbuhan (Handayanto, 2007).
Penambatan nitrogen secara biologis diperkirakan lebih dari 170 juta ton
nitrogen ke biosfer per tahun, 80 % di antaranya merupakan hasil simbiosis antara
bakteri Bradyrhizobium japonicum dengan tanaman leguminosa. Simbiosis yang
terjadi mampu memenuhi 50 % atau bahkan seluruh kebutuhan nitrogen tanaman
yang bersangkutan dengan cara menambat nitrogen bebas. Di samping itu,
bakteri Bradyrhizobium japonicum mempunyai dampak yang positif baik
langsung maupun tidak langsung terhadap sifat fisik dan kimia tanah, sehingga
mampu meningkatkan kesuburan tanah. Namun demikian, dalam kehidupannya
bakteri Bradyrhizobium japonicum tersebut sangat dipengaruhi oleh kondisi
tanah, terutama pH tanah, kondisi fisik, kimia serta biologi tanah (Purwaningsih,
2008).
10
Ada beberapa mekanisme masuknya Bradyrhizobium japonicum pada akar
legum, mekasnisme tersebut adalah :
1. masuk ke dalam akar legum salah satunya melalui rambut akar sel korteks
akar tanaman legum hal ini dikarenakan sel korteks mempunyai lubang
yang berukuran besar dan mempunyai banyak makanan untuk
Bradyrhizobium japonicum berupa pati.
2. Bradyrhizobium japonicum melempar sinyal berupa flavonoid, jika
Bradyrhizobium japonicum cocok dengan jenis tanaman yang akan
diinfeksi sesuai jenis tanaman simbiosisnya tanaman akan mengeluarkan
sinyalnya berupa pusvol vinos peropad (PVP).
3. Infeksi benang masuk dan berpenetrasi ke dalam akar dari sel ke sel. Sel
ini terbagi membentuk jaringan nodula dimana bakteria ini terbagi dan
menggandakan diri. Batas pemisah berkembang, lokasi pusat dimana
bakteria berada, jaringannya dinamakan zona bakteria yang ditandai
dengan nodula dari bakteria yang menyerangnya, jaringan bebas
dinamakan korteks nodula. Ukuran dan bentuknya bergantung pada
spesies dan tanaman legumnya.
4. Bradyrhizobium japonicum berkembang didalam sel korteks akar tanaman
dan mengakibatkan pembesaran sel korteks, pembesaran sel korteks
tersebut dinamakan nodul (bintil akar)(Handayanto, 2007).
Bintil akar adalah hasil simbiosis tanaman dari jenis leguminosa dengan
Bradyrhizobium japonicum yang mampu melakukan penambatan N2. Bintil akar
terbentuk melalui serangkaian proses yang diawali kolonisasi bakteri
11
Bradyrhizobium japonicum pada rambut akar tanaman polong. Kolonisasi bakteri
Bradyrhizobium japonicum ini diduga bisa terjadi karena adanya suatu protein
tanaman yang disebut "lektin" yang rnungkin berinteraksi dengan Bradyrhizobium
japonicum spesifik sehingga memungkinkan tanaman untuk mengenal dan
menerima tipe Bradyrhizobium japonicum yang cocok. Bradyrhizobium
japonicum masuk tumbuhan inang melalui rambut akar yang kemudian berubah
bentuk karena substansi seperti hormon yang dihasilkan oleh bakteri. Kemudian
bakteri bermigrasi kedalam struktur seperti benang, memperbanyak diri yang pada
akhirnya bakteri tersebut tersebar di sepanjang rambut akar sampai ke jaringan
akar. Kolonisasi sel-sel akar dalam jaringan tanaman inang terjadi apabila bakteri
dibebaskan dari benang infeksi dan hal ini melibatkan enzim pektinase dari
Bradyrhizobium japonicum dan selulase dari sel tanaman. Dalam
perkembangannya bakteri secara terus menerus mengalami modifikasi baik
struktur maupun fungsi dan menjadi bakteroid yang kaya enzim nitrogenase, suatu
enzim yang mampu mengikat/menambat nitrogen. Satu atau beberapa bakteroid
dilindungi oleh struktur bermembran yang mungkin merupakan tempat
terbentuknya pigmen merah, leghaemoglobin. Pigmen ini menentukan ciri warna
bintil akar yang aktif menambat nitrogen (Kirchner, 1896 and Jordan, 1982).
2.5 Inokulasi
Inokulasi dengan Bradyrhizobium japonicum merupakan upaya yang
bertujuan untuk menyediakan strain Bradyrhizobium japonicum yang paling serasi
pada penanaman sesuai jenis leguminosa. Kehadiran strain Bradyrhizobium
japonicum yang serasi merupakan syarat utama untuk menjamin terbentuknya
12
bintil akar yang efektif. Hal ini akan tercapai jika faktor-faktor dalam tanah dan
lingkungan turut mendukung. Inokulasi dengan Bradyrhizobium japonicum pada
umumnya diperlukan untuk penanaman suatu jenis leguminosa (kedelai) ditanah
yang baru untuk pertama kali ditanami tanaman tersebut, penanaman suatu jenis
(varietas) leguminosa (kedelai) baru disuatu daerah sebagai inokulan digunakan
strain-strain Bradyrhizobium japonicum yang paling serasi untuk jenis varietas
tanaman tersebut, penanaman suatu jenis leguminosa pada tanah yang
mengandung faktor-faktor yang menganggu perkembangan Bradyrhizobium
japonicum dan bintil akar. Dalam hal ini, inolulasi merupakan upaya yang khusus
yaitu berupa kombinasi yang terdiri dari pemberian inokulum Rhizobium dan
penambahan bahan-bahan yang berpengaruh positif terhadap perkembangan
Bradyrhizobium japonicum dalam rhizosfer (Yutono, 1985).
Pemakaian Bradyrhizobium japonicum merupakan usaha untuk
menambahkan bakteri Rhizobium ke dalam tanah yang sesuai untuk tanaman
kedelai agar mampu menambah N2 secara maksimal dari udara untuk memenuhi
kebutuhan N tanaman dan selanjutnya dapat meningkatkan hasil biji kedelai.
Keberhasilan pembentukan bintil akar serta kemampuan penembatan N2 dari
udara antara lain dipengaruhi oleh strain Bradyrhizobium japonicum, varietas
yang digunakan keadaan fisik dan kimiawi tanah serta kondisi iklim (Freire et al,.
1977).
Nasikah, (2007) menyatakan bahwa inokulasi Bradyrhizobium japonicum
merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan efektifitas nitrogen pada kacang-
kacangan. Tujuan dilakukanya inokulasi Bradyrhizobium japonicum pada biji
13
adalah karena tidak adanya spesies Bradyrhizobium japonicum, atau kalau
terdapat sedikit jumlahnya sehingga tidak efektif. Inokulasi Bradyrhizobium
japonicum pada kedelai juga bertujuan untuk menempatkan populasi
Bradyrhizobium japonicum ke dalam tanah dalam jumlah cukup besar dan
bertahan hidup sebagai sumber inokulum tanaman berikutnya.
2.6 Penyimpanan Mikroba Bradyrhizobium japonicum
Penentuan teknik penyimpanan atau pengawetan mikroba memerlukan
penelitian yang rumit, jangka waktu lama, dan pemantauan, serta dana yang besar.
Hal ini berkaitan dengan tujuan utama preservasi, yaitu (1) mereduksi atau
mengurangi laju metabolisme dari mikroorganisme hingga sekecil mungkin
dengan tetap mempertahankan viabilitas (daya hidupnya) dan (2) memelihara
sebaik mungkin biakan, sehingga diperoleh angka perolehan (recovery) dan
kehidupan (survival) yang tinggi dengan perubahan ciri-ciri yang minimum
(Surtiningsih et al., 2009).
Namun demikian, saat ini berbagai teknik preservasi untuk berbagai
mikroba telah tersedia dalam berbagai buku acuan, sehingga penggunanya tinggal
mengadopsi teknologi tersebut sesuai dengan kebutuhannya. Penyimpanan
jangka pendek mikroba dilakukan dengan memindahkan secara berkala jangka
pendek misalnya sebulan sekali dari media lama ke media baru. Teknik ini
memerlukan waktu dan tenaga yang banyak. Beberapa teknik penyimpanan
sederhana yang efektif untuk penyimpanan isolat jangka pendek atau menengah,
dan biasanya tidak sesuai untuk penyimpanan jangka panjang. Di antara teknik
14
tersebut ialah penyimpanan dalam minyak mineral, parafin cair, tanah steril, air
steril, manik-manik porse (Surtiningsih et al., 2009).
2.7 Bahan Organik
Bahan organik merupakan bahan dasar yang diambil dari alam dengan
jumlah dan unsur hara yang bervariasi. Penggunaan bahan organik sebagai
pupuk hayati dapat meningkatkan efisiensi pemakaian pupuk anorganik, karena
pupuk hayati tersebut dapat meningkatkan air dan hara di dalam tanah,
meningkatkan aktivitas mikroorganisme, mempertinggi kadar humus dan
memperbaiki struktur tanah (Musnawar, 2005).
Bahan organik berperan sebagai pengikat butiran primer menjadi butiran
sekunder yang bertujuan membentuk agregat tanah yang baik. Hal ini berkaitan
dalam penyimpanan air, aerasi tanah dan suhu tanah. Sehingga dapat mendukung
kehidupan mikroba sebagai tempat berkembangbiak secara maksimal
(Simanungkalit, 2006).
Oleh sebab itu metode yang dikembangkan akhir-akhir ini untuk
menyediakan kebutuhan hara bagi tanaman (khususnya legum) pada tanah adalah
dengan menginokulasi benih dengan strain Bradyrhizobium japonicum yang tepat
dan membentuk gentel atau pelapisan (bahan pembawa). Benih dilapisi dengan
inokulum dari bahan pelapis atau bahan pembawa yang sudah ada jadi isolat
Bradyrhizobium japonicum nya. Hal ini memacu pembentukan bintil akar,
melindungi benih dan inokulum terhadap keasaman tanah. Sehingga mikroba
tanah akan tetap hidup dan akan mempercepat pertumbuhan tanaman tersebut.
Pengolesan biji yang diinokulasikan dengan bahan organik sebagai pelapis atau
15
bahan pembawa dapat meningkatkan kelestarian Bradyrhizobium japonicum pada
biji (Rao, 2007).
Moss Merupakan bahan organik sering digunakan sebagai media tanam untuk
penyemaian yang berasal dari sisa akar tumbuhan. Media ini mempunyai banyak
rongga sehingga memungkinkan akar tanaman tumbuh dan berkembang dengan
leluasa. Menurut sifatnya, media moss mampu mengikat air dengan baik serta
memiliki sistem drainase dan aerasi yang lancar sehingga cocok digunakan
sebagai bahan pembawa untuk tempat bakteri berkembang (Marsono, 2005).
Pupuk Kandang Merupakan bahan organik yang berasal dari kotoran hewan.
Kandungan unsur haranya yang lengkap seperti natrium (N), fosfor (P), dan
kalium (K) membuat pupuk kandang cocok untuk dijadikan sebagai media
pembawa dalam menumbuhkan bakteri. Unsur-unsur tersebut penting untuk
pertumbuhan dan perkembangan bakteri selama penyimpanan. Selain itu, pupuk
kandang memiliki kandungan mikroorganisme yang diyakini mampu merombak
bahan organik yang sulit dicerna tanaman menjadi komponen yang lebih mudah
untuk diserap oleh tanaman. Pupuk kandang yang akan digunakan sebagai media
pembawa harus yang sudah matang dan steril. Hal itu ditandai dengan warna
pupuk yang hitam pekat. Pemilihan pupuk kandang yang sudah matang bertujuan
untuk mencegah munculnya bakteri atau cendawan yang dapat merusak
(Marsono, 2005).
2.8 Suhu Pertumbuhan Mikroba
Pertumbuhan adalah pertambahan secara teratur semua komponen dari
dalam sel hidup. Pada organisme multiseluler pertumbuhan adalah peningkatan
16
jumlah sel pada organisme. Pada organisme uniseluler pertumbuhan adalah
pertambahan jumlah sel, yang berarti juga pertambahan jumlah mikroorganisme.
Ukuran sel tergantung dari kecepatan pertumbuhan. Semakin baik zat nutrisi
didalam substratnya mengakibatkan pertumbuhan sel semakin cepat dan ukuran
sel semakin besar. Bakteri adalah sel prokariotik yang tumbuh dengan cara
pembelahan biner. Kecepatan pertumbuhan mikroorganisme dipengaruhi nutrisi
dalam medium, suhu, pengaruh aktifitas air, pH, dan oksigen (Suprihatin, 2010).
Menurut Hajoeningtijas (2012), semua proses pertumbuhan bergantung
pada reaksi kimiawi dan arena laju reaksi-reaksi ini dipengaruhi oleh suhu maka
pola pertumbuhan bakteri dipengaruhi oleh suhu. Suhu juga mempengaruhi laju
pertumbuhan dan jumlah total pertumbuhan organisme. Keragaman suhu dapat
juga mengubah proses-proses metabolik tertentu serta morfologi sel.
Mikroba dapat tumbuh pada kisaran suhu tertentu. Suhu merupakan faktor
penting dalam kehidupan mikroba. Suhu pertumbuhan mikroba yaitu suhu
minimum, maksimum, dan optimum. Suhu optimum adalah suhu yang paling
baik untuk kehidupan mikroba. Suhu maksimum adalah suhu tertinggi. Suhu
minimum adalah suhu yang paling rendah yang masih dapat menumbuhkan
mikroba tetapi pada tingkat kegiatan fisiologi yang paling rendah (Hidayat et al.,
2006).
Suhu minimum pertumbuhan Rhizobium sekitar 30C, sedangkan suhu
optimal bagi kehidupan Rhizobium berkisar antara 18-260C, dan suhu maksimal
untuk pertumbuhannya adalah 450C (Mahsunah, 2008).