3202-3037-1-pb_2.pdf

4
 Surat Kabar Harian “SUARA KARYA”, terbit di  Jakarta, Edisi 4 Oktober 1999  __________________ ________ TENGGELAMNYA KAPAL PENDIDIKAN KITA Oleh : Ki Supriyoko Masalah pendidikan nasional kita tenggelam oleh hangatnya isu-isu politik seperti soal calon presiden, kasus Bank Bali, dan sebagainya. Padahal permasalahan di bidang pendidikan sangatlah urgen untuk dicarikan jalan keluar karena terkait langsung dengan usaha-usaha untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia itu sendiri. Demikian dinyatakan secara eksplisit oleh Prof. Dr. Ir. Hidayat Syarief, M.S. selaku Deputi Bidang SDM Bappenas dalam Semiloka Pembangunan Penididikan Nasional di Bandung baru-baru ini. Lebih lanjut Pak Hidayat menyatakan keprihatiannya bahwa sekarang ini ada fenomena yang menunjukkan para anggota legislatif maupun kandidat legislatif kurang memiliki komitmen yang kuat terhadap visi SDM. Keadaan ini tentu sangat memprihatinkan sebab dengan kurang dimilikinya komitmen yang kuat terhadap visi SDM maka mereka tidak akan mampu menciptakan kondisi untuk melajukan  jalannya kapal pendidikan nasional kita. Para anggota legislatif nantinya harus mampu menyuarakan permasalahan-  permasalahan pendidikan serta menghasilkan sejumlah perundang-undangan yang kondusif, dinamis dan berkualitas untuk memajukaan pendidikan nasional. Mereka  juga harus mampu memberi masukan yang berbobot kepada pemerintah sehingga nantinya lahir kebijakan pendidikan yang sesuai dengan harapan masyarakat. Masih menurut Pak Hidayat, siapapun presiden dan pejabat negara di masa yang akan datang hendaknya terdiri dari mereka yang memiliki jiwa amanah serta memiliki visi dan misi yang kuat terhadap pengembangan kualitas SDM. Hanyalah dengan SDM yang berkualitas maka pelaksanaan pembangunan nasional di masa-masa yang akan datang dapat berlangsung baik serta sesuai dengan apa yang diinginkan masyarakat. Bermakna Ganda Terminologi 'tenggelam' yang dipakai oleh Pak Hidayat untuk melukiskan situasi  pendidikan nasional kita saat ini kiranya sangat tepat. Istilah 'tenggelam' tersebut  juga bermaknakan ganda; yaitu yang pertama dalam konteks isu, sementara itu yang

Upload: fikri-faturrahman

Post on 05-Oct-2015

212 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • Surat Kabar Harian SUARA KARYA, terbit di Jakarta, Edisi 4 Oktober 1999

    _____________________________________________ TENGGELAMNYA KAPAL PENDIDIKAN KITA

    Oleh : Ki Supriyoko Masalah pendidikan nasional kita tenggelam oleh hangatnya isu-isu politik seperti soal calon presiden, kasus Bank Bali, dan sebagainya. Padahal permasalahan di bidang pendidikan sangatlah urgen untuk dicarikan jalan keluar karena terkait langsung dengan usaha-usaha untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia itu sendiri. Demikian dinyatakan secara eksplisit oleh Prof. Dr. Ir. Hidayat Syarief, M.S. selaku Deputi Bidang SDM Bappenas dalam Semiloka Pembangunan Penididikan Nasional di Bandung baru-baru ini. Lebih lanjut Pak Hidayat menyatakan keprihatiannya bahwa sekarang ini ada fenomena yang menunjukkan para anggota legislatif maupun kandidat legislatif kurang memiliki komitmen yang kuat terhadap visi SDM. Keadaan ini tentu sangat memprihatinkan sebab dengan kurang dimilikinya komitmen yang kuat terhadap visi SDM maka mereka tidak akan mampu menciptakan kondisi untuk melajukan jalannya kapal pendidikan nasional kita. Para anggota legislatif nantinya harus mampu menyuarakan permasalahan-permasalahan pendidikan serta menghasilkan sejumlah perundang-undangan yang kondusif, dinamis dan berkualitas untuk memajukaan pendidikan nasional. Mereka juga harus mampu memberi masukan yang berbobot kepada pemerintah sehingga nantinya lahir kebijakan pendidikan yang sesuai dengan harapan masyarakat. Masih menurut Pak Hidayat, siapapun presiden dan pejabat negara di masa yang akan datang hendaknya terdiri dari mereka yang memiliki jiwa amanah serta memiliki visi dan misi yang kuat terhadap pengembangan kualitas SDM. Hanyalah dengan SDM yang berkualitas maka pelaksanaan pembangunan nasional di masa-masa yang akan datang dapat berlangsung baik serta sesuai dengan apa yang diinginkan masyarakat. Bermakna Ganda Terminologi 'tenggelam' yang dipakai oleh Pak Hidayat untuk melukiskan situasi pendidikan nasional kita saat ini kiranya sangat tepat. Istilah 'tenggelam' tersebut juga bermaknakan ganda; yaitu yang pertama dalam konteks isu, sementara itu yang kedua dalam konteks mutu. Ternyata kedua konteks tersebut sama-sama relevan

  • 2

    untuk menggambarkan situasi pendidikan nasional yang sebenarnya sangat menantang kita semua. Dalam konteks isu maka masalah-masalah pendidikan nasional kita banyak yang tidak berkembang ke permukaan karena diteng-gelamkan oleh masalah-masalah lain yang sifatnya politis maupun ekonomis dan kriminal. Keadaan tersebut sangat gampang kita pahami. Koran-koran kita hampir setiap hari memasang berita politik di halaman satu dan menjadikannya "head line"; akan tetapi hampir tidak pernah berita pendidikan dipasang di halaman satu apalagi menjadi berita utama. Koran-koran kita lebih senang memajang berita mengenai hasil jajak pendapat di Timor Timur, tembak menembak di Dili dan Baucau, "perkelahian" di KPU, arogansi politikus jalanan kita, manuver po-litik para capres, atau demonstrasi mahasiswa. Jarang koran kita mau memuat temuan penelitian ilmiah di lapangan atau proses bela-jar mengajar di kelas karena hal semacam ini meskipun merupakan berita akan tetapi konon tidak mengandung "news". Majalah-majalah kita pun sama saja. Majalah kita lebih suka menghabiskan halaman untuk berita-berita ekonomi dan kriminal se-perti kasus Bank Bali, KKN dalam proyek jalan tol, bocornya dana JPS atau korupsi di departemen yang konon mengandung "attention catcher" daripada berita pendidikan yang konon hanya membawa kegemasan dan kecemasan melulu. Isu pendidikan tenggelam oleh isu-isu politik, ekonomi, dan kriminal. Sudah barang tentu keadaan seperti ini kurang kondusif untuk menciptakan iklim sosial yang mana masyarakat merasa ikut memiliki (sense of belonging) serta bertanggung jawab (sense of responsibility) atas kemajuan pendidikan nasional kita. Di dalam konteks mutu maka harus kita akui bahwa kualitas pendidikan nasional kita meskipun tak bisa dikatakan merosot akan tetapi kurang mampu bersaing dengan negara-negara di sekeliling kita. Dalam hal ini ada yang melukiskan kalau laju pendidikan kita bisa diibaratkan sebagai lajunya kereta lembu maka laju pendidikan di negara-negara lain bisa diibaratkan sebagai lajunya motor yang bermesin. Sudah barang tentu kereta pendidikan kita menjadi tertinggal dan kapal pendidikan kita menjadi tenggelam. Tentang indikator ketertinggalan dan ketenggelaman tersebut sudah banyak dipublikasi baik di tingkat nasional maupun di tingkat internasional. Mengenai kemampuan membaca anak-anak SD misalnya. Studi yang dilaksanakan oleh Bank Dunia mendapatkan kesimpulan bahwa kemampuan membaca anak-anak Indonesia berada di belakang anak-anak Jepang, Korea Selatan, Singapura, dan Malaysia. Kesimpulan ini nampaknya sulit terbantahkan; penelitian saya beberapa tahun lalu mendapatkan kesimpulan bahwa masih ada sekitar 1,5 persen tamatan SD di Ujung Pandang belum lancar membaca. Bukan main sedihnya; sudah tamat SD akan tetapi belum lancar membaca. Akhir Maret 1999 yang lalu 'AsiaWeek' kembali mempublikasi hasil studinya

  • 3

    mengenai perguruan tinggi yang bermutu di kawasan Asia dan Australia. Dari 79 perguruan tinggi (kategori umum) ter-nyata tidak ada satu pun perguruan tinggi di Indonesia yang dapat menembus Kelompok Lima Puluh Besar, apalagi menembus Kelompok Sepuluh Besar (The Big Ten). Semua negara tetangga seperti Ma-laysia, Singapura, Thailand, Korea Selatan, Jepang, Australia, dsb mampu menyabet peringkat tersebut. UGM Yogyakarta dari Indonesia hanya bisa menduduki peringkat ke-67; bahkan Unair Surabaya hanya berada di peringkat paling bontot, ke-79. Bagaimanakah dengan kualitas sekolah menengah kita kalau dibandingkan negara-negara manca? Dibanding dengan Phillippina misalnya. Di Phillippina tidak ada lulusan sekolah menengah yang tidak dapat berbahasa internasional (Inggris) secara aktif; sementara lulusan SMU dan SMK kita kebanyakan masih "kedodoran". Peringkat HDI Tenggelamnya kapal pendidikan kita ternyata telah berakibat fatal pada rendahnya kualitas SDM. Mengenai hal ini dapatlah kita lihar dari publikasi terbaru UNDP mengenai peringkat Human Deve-lopment Index (HDI) pada negara-negara yang distudi. Baik secara langsung maupun tidak langsung peringkat HDI mencerminkan kua-litas SDM di masing-masing negara; makin tinggi peringkat HDI di suatu negara maka semakin tinggi pula kualitas SDM-nya; demikian pula yang sebaliknya. Menurut publikasi terbaru UNDP maka peringkat HDI Indo-nesia untuk tahun ini relatif sangat rendah. Dari 174 negara yang dimuat di dalam daftar peringkat ternyata nama Indonesia tidak tertulis dalam urutan nomor pertama s/d keseratus. Nama Indonesia baru tercantum di nomor 105; jauh di bawah Singapura, Malaysia, Thailand, bahkan juga Vietnam serta negara-negara di Benua Asia pada umumnya. Apakah artinya itu? Kalau peringkat HDI kita masih berada jauh di bawah Singapura, Korea, dan Hong Kong itu mencerminkan kualitas SDM kita jauh di bawah negara-negara tersebut. Demikian pula kalau peringkat HDI kita hanya setara dengan Myanmar, Laos dan Kamboja, hal itu mencerminkan bahwa mutu SDM kita kira-kira hanya setara dengan kualitas SDM di negara-negara yang baru saja "standing-up" tersebut. Apakah kualitas SDM kita memang serendah itu? Apabila kita mengacu pada indikator-indikator yang dikembangkan oleh UNDP di dalam menentukan koefisien HDI memang demikianlah adanya. Kita harus mau mengakui masih rendahnya mutu SDM kita. Di dalam prosesinya, koefisien HDI itu ditentukan dari tiga komponen sekaligus; masing-masing adalah komponen demografi dan kesehatan khususnya menyangkut angka harapan hidup, komponen pendidikan khususnya menyangkut angka melek huruf dan lamanya bersekolah pada kelompok masyarakat, serta komponen ekonomi khususnya menyangkut kemampuan daya beli masyarakat. Rendah-nya mutu komponen berpengaruh pada peringkat HDI.

  • 4

    Jadi, kalau kereta pendidikan kita tertinggal dan kapal pen-didikan kita tenggelam maka akan sulit untuk mengangkat peringkat HDI di mata internasional. Memang untuk meningkatkan peringkat HDI sama sulitnya dengan meningkatkan kualitas SDM pada suatu negara; hal itu memerlukan waktu yang panjang, berkesinambungan dan tidak terputus. Kita harapkan supaya presiden beserta para pajabat negara nantinya benar-benar memiliki komitmen yang tinggi terhadap pe-laksanaan pendidikan nasional; demikian pula dengan para anggota legislatif kita. Tanpa dimilikinya komitmen tersebut dapat dipastikan kapal pendidikan kita akan makin tenggelam; kualitas SDM kita makin hancur; dan nasib bangsa kita makin terpuruk !!!***** ------------------------------------------------------------------- BIODATA SINGKAT; *: DR. Ki Supriyoko, M.Pd. *: Ketua Bidang Pendidikan dan Kebudayaan Majelis Luhur Tamansiswa; dan Anggota Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional (BPPN) *: Pengamat dan peneliti masalah-masalah pendidikan