28747214-hematopneumothoraks

33
LAPORAN KASUS Pembimbing : dr. Reza Musmarliansyah, sp.B Penyusun : Putri Yuliani 030.05.174 Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Otorita Batam Periode 11 Januari 2010 – 20 Maret 2010 1

Upload: anugerah

Post on 27-Sep-2015

9 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

ok

TRANSCRIPT

  • LAPORAN KASUS

    Pembimbing :

    dr. Reza Musmarliansyah, sp.B

    Penyusun :

    Putri Yuliani

    030.05.174

    Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak

    Rumah Sakit Otorita Batam

    Periode 11 Januari 2010 20 Maret 2010

    1

  • STATUS PASIENA. Identitas Pasien

    Nama : Nn. Ririn Damayanti

    Usia : 23 tahun

    Jenis kelamin : Perempuan

    Agama : Islam

    Pendidikan : SMA

    Alamat : Dormitory Blok P13/03

    Status : Lajang

    B. Anamnesis

    Dilakukan autoanamnesis pada tanggal 24 Januari 2010

    Keluhan Utama

    Kecelakaan lalu lintas 2 jam sebelum masuk Rumah Sakit (SMRS)

    Riwayat Penyakit Sekarang

    OS datang ke Rumah Sakit Otorita Batam karena kecelakaan lalu lintas 2 jam SMRS. OS jatuh dari motor, jatuh sendiri. OS mengenakan helm. Saat kejadian OS pingsan dan OS mengaku tidak dapat mengingat kejadian. OS mengaku merasa mual, tapi tidak muntah. OS juga mengeluh sesak napas dan nyeri pada punggung. OS mengeluh nyeri saat bernapas terutama saat menarik napas. Tangan-kaki OS tidak ada yang nyeri maupun sulit digerakkan.

    Riwayat Penyakit Dahulu

    Belum pernah dirawat di rumah sakit atau menjalani operasi sebelumnya

    2

  • Riwayat Penyakit Keluarga

    Riwayat penyakit keturunan pada keluarga seperti hipertensi, diabetes mellitus, asma, dan alergi disangkal

    Riwayat alergi obat disangkal

    C. Pemeriksaan Fisik

    Keadaan Umum : sakit sedang

    Kesadaran : compos mentis

    Tanda vital :

    Tek. Darah : 80/60

    Nadi : 96 kali/menit

    Laju Napas : 34 kali/menit

    Suhu : 36,8C

    Status Generalis

    Kepala : Normocephali, distribusi rambut merata, ubun-ubun besar datar terbuka, asimetri wajah (-)

    Mata : Conjunctiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor, RCL +/+, RCTL +/+, mata cekung (-), air mata (+)

    Telinga : normotia, membran tympani intak +/+, serumen (+), sekret (-)

    3

  • Hidung : deviasi septum (-), sekret (+), krusta (-), pernapasan cuping hidung (+)

    Mulut : bibir kering (-), sianosis perioral (-)

    Leher : tidak teraba pembesaran tiroid, tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening, retraksi suprasternal (-), kaku

    kuduk (-), krepitasi (+)

    Thoraks

    Paru

    Inspeksi : Kedua hemitoraks simetris dalam keadaan statis dan dinamis, retraksi sela iga (-)

    Palpasi : Vocal fremitus kanan sama dengan kiri, emfisema subkutis menyebar dari leher

    kiri, dada kiri depan-belakang

    Perkusi : Sonor di kedua lapang paru

    Auskultasi : Suara napas vesikuler kiri melemah, Rhonchi

    -/-, Wheezing -/-

    Jantung

    Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

    Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V

    Auskultasi : S1 S2 reguler, murmur (-), Gallop (-)

    Abdomen : supel, datar, bising usus (+), hepar/lien tak teraba, turgor baik

    Ekstremitas : akral hangat, sianosis akral (-) di keempat ekstremitas, oedem (-) di keempat ekstremitas

    Status Lokalis

    4

  • Jejas pada regio lumbalis sinistra, tidak ada luka terbuka

    Jejas pada regio scapula sinistra, tidak ada luka terbuka, nyeri tekan (+), pergerakan bahu terbatas karena nyeri, emfisema subkutis (+) menyebar dari leher kiri hingga dada kiri depan-belakang.

    Jejas pada labialis superior, hematom (+)

    D. Pemeriksaan Laboratorium

    Hb : 11,7 gr/dL

    Ht : 34,2 %

    Leukosit : 15.300/mm3

    Trombosit : 393.000/mm3

    Gol. Darah : O

    LED : 14/25

    GDS : 154

    E. Pemeriksaan Pencitraan

    a. Foto polos thoraks posisi AP

    Terlihat bayangan kesuraman pada hemithoraks kiri

    5

  • Kesan : Hematopneumothoraks sinistra

    b. Foto thoraks posisi PA

    6

  • Kesan : Hematopneumothoraks sinistra

    Fraktur costae IX posterior sinistra

    F. Resume

    OS, perempuan, 23 tahun, datang dengan keluhan kecelakaan lalu lintas 2 jam SMRS. OS jatuh dari motor, jatuh sendiri. Mengaku mengenakan helm, pingsan, mual tapi tidak muntah, dan tidak ingat kejadian. OS mengeluh sesak napas dari nyeri pada pinggang belakang sebelah kiri. Pada pemeriksaan fisik, pasien dalam keadaan compos mentis dan tampak sakit sedang, ditemukan tanda vital pasien hipotensi (80/60), takikardi (96x/menit), dan takipneu (34x/menit). Pada pemeriksaan thoraks, ditemukan emfisema subkutis menyebar dari leher kiri, dada kiri depan belakang, dinding dada simetris dalam keadaan statis dan dinamis, nyeri tekan dinding dada sebelah kiri, dan suara napas vesikuler kiri melemah. Pada pemeriksaan penunjang foto polos thoraks posisi AP ditemukan fraktur costae IX posterior dan kesan hematopneumothoraks sinistra dan paru kiri kollaps.

    G. Diagnosis

    Hematopneumothoraks sinistra

    Fraktur costae IX sinistra posterior

    H. Tata Laksana

    1. Oksigenasi dengan Nasal kanul 1-2 L/menit

    2. IVFD : Ringer Laktat per 6 jam

    3. Tindakan :

    a. WSD (Water Seal Drainage)

    b. Post WSD :

    i. Chest phisiotherapy untuk membantu pengembangan paru

    ii. Inhalasi per 8 jam , Barotech : Bisolvon : NaCl = 1 : 1 : 1

    7

  • iii. Rontgen thorax kontrol

    4. Medikamentosa :

    a. Ceftazidime 2 x 1gr

    b. Ketorolac 3 x 30 mg

    I. Laporan pemasangan WSD

    a. A dan antiseptik pada daerah insisi

    b. Insisi pada ICS VII, menembus kutis, subkutis, fasia, dan pleura parietal

    c. Ketika pleura parietal ditembus, udara keluas, darah (-)

    d. WSD dipasang :

    i. Initial bubble (+)

    ii. Force expiration bubble (+)

    iii. Continuous bubble (-)

    iv. Darah (-)

    J. Evaluasi Harian Pasien

    Tanggal 2 5 Januari 2010

    Tanda Vital

    TD : 90/60 mmHg

    Nadi : 96 kali/menit

    Suhu : 36,7C

    RR : 24 kali/menit

    Subjektif

    Sesak napas berkurang, BAK warna seperti darah, nyeri pada punggung kiri

    8

  • Objektif

    Kes/KU : CM, SS

    Thoraks : gerak dada simetris statis-dinamis, SN vesikuler kiri lebih lemah, wheezing -/-, rhonchi -/-

    WSD : undulasi (+), produksi 50 cc warna merah, force expiration bubble (+), continuous bubble (-)

    Assessment

    Hemopneumothoraks (KU perbaikan)

    Post pemasangan WSD H+1

    Planning

    Tirah baring

    IVFD RL/ 6 jam

    Obat : Ceftazidime 2 x 1gr (IV)

    Ketorolac 3 x 30 mg (IV)

    Ronde

    Terapi lanjut

    Tanggal 2 6 Januari 2010

    Tanda Vital

    TD : 100/60

    Nadi : 96 kali/menit

    Suhu : 36,9C

    9

  • RR : 20 kali/menit

    Subjektif

    Sesak sudah tidak ada, nyeri dada tidak ada, nyeri punggung kiri

    Objektif

    Kes/KU : CM, SS

    Thoraks : gerak dada simetris statis-dinamis, SN vesikuler +/+, wheezing -/-, rhonchi -/-

    WSD : undulasi (+), produksi 300 cc warna merah, force expiration bubble (+), continuous bubble (-)

    Assessment

    Hemopneumothorax

    Post pemasangan WSD H+2

    Planning

    Tirah baring

    IVFD RL/ 6 jam

    Obat : Ceftazidime 2 x 1gr (IV)

    Ketorolac 3 x 30 mg (IV)

    Ronde

    Rontgen thoraks PA kontrol

    Terapi lain lanjutkan

    10

  • Tanggal 2 7 Januari 2010

    Tanda Vital

    TD : 110/70

    Nadi : 84 kali/menit

    Suhu : 36,6C

    RR : 18 kali/menit

    Subjektif

    Sesak napas tidak ada, nyeri dada tidak ada, nyeri punggung kiri berkurang, OS merasa ada selang menusuk dada kiri

    Objektif

    Kes/KU : CM, SS

    Thoraks : gerak dada simetris statis-dinamis, SN vesikuler +/+, wheezing -/-, rhonchi -/-

    WSD : produksi (-), undulasi (-), force expiration bubble (-),

    continuous bubble (-)

    Assessment

    Hemopneumothorax

    Post Pemasangan WSD H+3

    Planning

    IVFD RL per 8 jam

    Obat : Ceftazidime 2 x 1 gr

    Ketorolac 3 x 30 mg

    11

  • Ronde

    Aff WSD

    Chest Phisiotherapy

    Tanggal 2 8 Januari 2010

    Tanda Vital

    TD : 110/70 mmHg

    Nadi : 92 kali/menit

    Suhu : 36,3C

    RR : 20 kali/menit

    Subjektif

    Tidak ada keluhan berarti

    Objektif

    Kes/KU : CM, SS

    Thoraks : gerak dada simetris statis-dinamis, SN vesikuler +/+, wheezing -/-, rhonchi -/-

    Assessment

    Hemopneumothorax (KU perbaikan)

    Planning

    OS boleh rawat jalan

    12

  • Ronde

    Terapi pulang :

    Cefixime 2 x1 tab

    As. Mefenamat 2 x 1 tab

    K. Catatan Fisioterapi

    Tanggal 27 Januari 2010

    KU sedang, WSD aff, luka bekas WSD (+), duduk (-), dahak (+), sesak (+), punggung sakit bila bergerak

    Terapi : Management paravertebra thorakal

    M. Trapezius sinistra

    TINJAUAN PUSTAKA

    ANATOMI THORAX

    Thorax adalah bagian atas batang tubuh yang terletak antara leher dan

    abdomen. Cavitas thoracis yang dibatasi oleh dinding thorax, berisi thymus, jantung,

    paru-paru, bagian distal trachea dan bagian besar oesophagus.

    Dinding Thorax

    Dinding thorax terdiri dari kulit, fascia, otot, saraf, dan tulang.

    Kerangka Dinding Tulang

    13

  • Kerangka dinding thorax membentuk sangkar dada osteokartilaginosa yang melindungi jantung, paru-paru, dan beberapa organ abdomen (misalnya hepar).

    kerangka thoraks terdiri dari

    - Vertebra thoracica (12) dan discus intervertebralis

    - Costa (12 pasang) dan cartilago costalis

    - Sternum

    Sifat khusus vertebra thoracica mencakup :

    Fovea costalis pada corpus vertebra untuk bersendi dengan caput costae

    Fovea costalis pada processus transversus untk bersendi dengan tuberculum

    costae, kecuali pada dua atau tiga costae terkaudal

    Processus spinosus yang panjang

    14

  • Gambar 1. Lapisan thoraks

    Costa

    Costa adalah tulang pipih yang sempit dan lengkung membatasi bagian terbesar

    sangkar dada.

    Ketujuh (kadang-kadang delapan) costae pertama disebut costa sejati

    (vertebrosternal) karena menghubungakn vertebra dengan sternum melalui

    cartilago costalisnya.

    Costa VIII sampai costa X adalah costa tak sejati (vertebrokondral) karena

    cartilafo masing-masing costa melekat kepada cartilago costalis tepat di atasnya.

    Costa XI dan XII adalah costa bebas atau costa melayang karena ujung cartilago

    costalis masing-masing costa berakhir dalam susunan otot abdomen dorsal.

    Cartilago costalis memperpanjang costa ke arah ventral dan turut menambah

    kelenturan dinding thorax. Cartilago costalis VII sampai cartilago costalis X terarah ke

    kranial dan bersatu untuk membentuk angulus infrasternalis dan arcus costarum pada

    kedua sisi. Costa berikut carilago costalisnya terpisah satu sama lain oleh spatium

    intercostalis yang berisi musculus intercostalis, arteria intercostalis, vena intercostalis,

    dan nervus intercostalis.

    15

  • Gambar 2. Fraktur costae

    Anatomi Permukaan Dinding Thoraks

    Kedua clavicula terletak subkutan pada pertemuan thorax dan leher. Kedua

    tulang itu teraba dengan mudah, terutama pada tempat persendian dengan manubrium

    sterni.

    Sternum juga terletak subkutan dan teraba seluruh panjangnya. Incisura jugularis

    pada manubrium mudah teraba antara ujung medial kedua clavicula yang menonjol.

    Angulus sterni Ludovici pada symphisis, manubriosternalis dapat diraba dan seringkali

    dapat diamati karena symphisis manubriosternalis antara manubrium sterni dan corpus

    sterni bergerak pada pernapasan. Angulus sterni yang merupakan patokan penting,

    terletak setinggi pasangan cartilago costalis II. Untuk menghitung costae dan spatia

    intercostalis, ikutilah angulus sterni dengan jari tangan ke arah lateral sampai pada

    cartilago costalis II, lalu hitunglah costae dan spatia intercostalis sambil menggeserkan

    jari ke arah laterokaudal. Spatium intercostale I terletak kaudal dari costa I, demikian

    pula spatia intercostalis yang lain terletak kaudal terhadap costa dengan nomor urut

    yang sama. Processus xyphoideus terdapat dalam lekuk yang dangkal, tempat bertau

    16

  • arcus costalis dexter dengan arcus costalis sinister untuk membentuk angulus

    infrasternalis. Angulus infrasternalis dimanfaatkan pada resusitasi kardiopulmoner untuk

    menempatkan tangan secara tepat pada corpus sterni. Kedua struktur ini terentang dari

    synchondrosis xiphosternalis ke arah sternokaudal. Bagian kranial arcus costae

    dibentuk oleh cartilago costalis VII, dan bagian kaudal oleh cartilago costalis VII sampai

    cartilago costalis X.

    Gambar 3. Topografi Paru-Paru

    Pleura dan Paru-Paru

    Pleura

    Paru-paru masing-masing diliputi oleh sebuah kantong pleura yang terdiri dari

    dua selaput serosa yang disebut pleura, yakni : pleura parietalis melapisi dinding

    thoraks, dan pleura visceralis meliputi paru-paru, termasuk permukaannya dalam fisura.

    17

  • Cavitas pleuralis adalah ruang potensial antara kedua lembar pleura dan berisi

    selapis kapiler cairan pleura serosa yang melumas permukaan pleura menggeser

    secara lancar satu terhadap yang lain pada pernapasan.

    Pleura parietalis melekat pada dinding thorax, mediastinum dan diaphragma.

    Pleura parietalis mencakup bagian-bagian berikut :

    Pleura kostal menutupi permukaan dalam dinding thoraks (sternum, cartilago

    costalis, costa, musculus intercostalis, dan sisi vertebra thoracica)

    Pleura mediastinal menutupi mediastinum

    Pleura diafragmatik menutupi permukaan torakal diafragma

    Pleura servikal (cupula pleurae) menjulang sekitar 3 cm ke dalam leher, dan

    puncaknya membentuk kubah seperti mangkuk di atas apex pulmonis.

    Pleura parietalis beralih menjadi pleura visceralis dengan membentuk sudut

    tajam menurut garis yang disebut garis refleksi pleural. Ini terjadi pada peralihan pleura

    kostal menjadi pleura mediastinal di sebelah ventral dan dorsal, dan pada peralihan

    pleura kostal menjadi pleura difragmatik di sebelah kaudal. Pada radix pulmonis terjadi

    peralihan pula antara lembar pleura visceralis dan pleura parietalis; sebuah duplikatur

    pleura parietalis yang dikenal sebagai ligamentum pulmonale tergantung ke arah kaudal

    di daerah ini.

    18

  • Gambar 4. Pleura dan Paru-paru

    Paru-Paru

    Paru-paru normal bersifat ringan, lunak, dan menyerupai spons. Paru-paru juga

    kenyal dan dapat mengisut sampai sekitar sepertiga besarnya, jika cavitas thoracis

    dibuka. Paru-paru kanan dan kiri terpisah oleh jantung dan pembuluh darah besar

    dalam mediastinum medius. Paru-paru berhubungan dengan jantung dan trachea

    melalui struktur dalam radix pulmonis. Radix pulmonis adalah daerah peralihan pelura

    visceralis ke pleura parietalis yang menguhubungkan fascies mediastinalis paru-paru

    dengan jantung dan trachea. Hilum pulmonis berisi brinchus principalis, pembuluh

    pulmonal, pembuluh bronkial, pembuluh limfe dan saraf yang menuju ke paru-paru atau

    sebaliknya.

    Fissura horizontalis dan fissura obliqua pada pleura visceralis membagi paru-

    paru menjadi lobus-lobus. Masing-masing paru-paru memiliki puncak (apex), tiga

    permukaan (fascies costalis, fascies mediastinalis, dan fascies diaphragmatica), dan

    19

  • tiga tepi (margo superior, margo inferior, dan margo anterior). Apex pulmonis ialah

    ujung kranial yang tumpul dan tertutup oleh pleura servikal. Apex pulmonis dan pleura

    servikal menonjol ke kranial (2-3 cm) melalui apertura thoracis superior ke dalam

    pangkal leher. Karenanya, bagian-bagian ini dapat mengalami cedera karena luka pada

    leher, sehingga terjadi pneumothorax.

    Pneumothoraks

    Definisi

    Pneumothoraks merupakan suatu keadaan dimana terdapat adanya koleksi

    gas/udara pada kavum pleura sehingga menyebabkan paru-paru terdesak dan kolaps.

    Pada pneumothoraks, udara memasuki kavitas pleuralis pada inspirasi dengan adanya

    tekanan intrapleura yang negatif, sedangkan selama ekspirasi kebocoran akan tersegel,

    yang menciptakan suatu mekanisme katup bola. Tension pneumothoraks timbul bila

    satu kavitas pleuralis telah terisi lengkap dengan udara dan udara terus memasuki

    kavitas ini, yang menyebabkan pergeseran mediastinum disertai perubahan vena kava,

    obstruksi sebagian aliran balik vena sistemik dan pengurangan curah jantung. Pasien

    pneumothoraks bisa asimtomatik atau bisa mengeluh akan adanya nyeri tajam seperti

    pisau atau bisa menderita gawat napas, hipoksemia, dan hiperresonansi pada sisi sakit.

    Deviasi trakea yang jelas, emfisema subkutis dan sianosis dapat ditemukan. Diagnosis

    biasanya dibuat dengan pemeriksaan fisik dan dikonfirmasi dengan foto toraks. Dengan

    pneumotoraks kecil yang jelas, foto ekspirasi dan inspirasi bisa bermanfaat dalam

    menggambarkan pneumotoraks akibat bula atau kista paru yang besar.

    Etiologi

    Berbagai kondisi yang dapat menyebabkan terjadinya pneumothoraks antara

    lain:

    a. Trauma

    20

  • - Tension pneumothorax akibat trauma tumpul dengan atau tanpa fraktur

    iga

    - Luka penetrasi yang menyebabkan masuknya udara dari lingkungan luar

    kedalam kavum pleura sehingga menyebabkan udara terperangkap di

    dalam kavum pleura

    b. Iatrogenik pneumothorax, misalnya prosedur pemasangan chest tube yang

    kurang tepat, terapi ventilasi mekanik, kanulasi vena sentral, resusitasi

    kardiopulmoner, terapi oksigen hiperbarik, operasi daerah leher, dan sebagainya.

    c. Tension pneumothorax sekunder dari kondisi medis yang sudad ada seperti :

    - Asthma, PPOK, pneumonia, pertussis, tuberculosis, abses paru, cystic

    fibrosis

    - Marfan sindrom

    Manifestasi Klinis

    Berdasarkan anamnesis, dapat ditemukan keluhan pasien adalah nyeri dada

    (90%), sesak napas (80%), gelisah, nyeri epigastrik akut (jarang) dan fatigue.

    Sedangkan pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda-tanda sebagai berikut :

    - distress pernapasan atau respiratory arrest

    - suara napas melemah pada sisi yang sakit

    - adanya suara napas tambahan seperi ronchi atau wheezing yang ipsilateral

    - tachypneu lalu kemudian menjadi bradipneu pada kondisi terminal

    - hiperresonansi dinding dada pada perkusi (bisa tidak ada pada stadium lanjut)

    - hiperekspansi dinding dada

    - sianosis

    - takikardia

    - hipotensi

    - pulsus paradoxus

    - distensi vena jugularis

    - deviasi trakea (tanda-tanda lanjut)

    - distensi abdominal (akibat peningkatan tekanan intratoraks sehingga

    menyebabkan deviasi ke kaudal dari diafragma)

    21

  • Pemeriksaan Pencitraan

    Foto polos thoraks

    - terlihat bayangan linear dari pleura visceralis tanpa adanya bayangan paru-paru

    di perifer bayangan tersebut, menandakan paru-paru kolaps

    - pada posisi berbaring, terlihat sulcus sign yang radiolusen sepanjang sulcus

    costophrenicus dapat membantu mengidentifikasi pneumothoraks.

    - Pergeseran mediastinum ke kontralateral

    - Efusi pleura minimal sering ditemukan

    - dapat ditemukan adanya diskontinuitas tulang iga sebagai tanda fraktur iga

    Penatalaksanaan

    - observasi tanpa oksigenasi : merupakan observasi sederhana, sesuai untuk

    pasien dengan pneumothoraks yang asimtomatik dengan pneumotoraks minimal

    dengan evaluasi ketat untuk memastikan bahwa pneumothoraks tidak

    bertambah. Udara biasanya direabsorbsi spontan sebanyak 1,25% dari ukuran

    pneumothorax per hari.

    - Oksigenasi : pemberian oksigen sebanyak 3L/menit dengan nasal kanul untuk

    mengatasi kemungkinan hipoksemia dan membantu absorpsi udara pada rongga

    pleural menjadi lebih cepat.

    - Pemasangan Water-Seal Drainage (WSD)

    - Dapat diberikan medikamentosa untuk membantu mengatasi keluhan pasien

    seperti nyeri dan anxietas.

    HemothoraksPenimbunan darah di dalam kavitas pleural disebut hemotoraks; bila disertai

    dengan pneumotorasks disebut hemothoraks. Penyebab hemotoraks mencakup

    trauma, efusi keganasan, pneumotoraks spontan, dimana terjadi perlekatan dan

    jaringan paru robek serta tindakan bedah toraks atau jantung.

    22

  • Pada pasien hemothoraks steril, darah bisa diabsorpsi dengan terapi konservatif.

    Tetapi pada hemotoraks terinfeksi atau disertai dengan udara, maka kesempatan

    reabsorpsi berkurang dan diperlukan tindakan bedah. Setelah tindakan bedah pada

    toraks, maka udara dan darah biasanya masuk ke kavum pleura sehingga chest tube

    dipasang semasa operasi. Komplikasi yang kadang-kadang mengikuti hemotoraks

    adalah fibrotoraks, yang merupakan hasil defibrinasi darah intrapleura dan distribusi

    fibrin di atas permukaan pleura, menyebabkan penyakit paru restriktif yang kemudian

    memerlukan intervensi bedah.

    Fraktur CostaeDinding dada melindungi struktur-struktur sensistif di bawahnya dengan

    mengelilingi organ-organ dalam dengan struktur-struktur tulang seperti costae,

    clavicula, sternum, dan scapula. Dinding dada yang intak penting dalam respirasi

    normal.

    Fraktur costae dapat mengganggu ventilasi melalui berbagai mekanisme. Nyeri

    dari fraktur costae dalam menyebabkan respiratory splinting, sehingga terjadi

    atelektasis dan pneumonia. Fraktur cistae multipel yang berurutan (flail chest) dapat

    mengakibatkan insufisiensi ventilasi. Fragmen dari fraktur dapat menembus pleura

    sehingga menimbulkan hemothorax dan pneumothoraks. Costae biasanya patah pada

    sudut posterior karena strukturnya paling lemah pada titik ini. Yang paling sering

    terkena adalah costae IV sampai IX.

    Presentasi Klinis

    Dari anamnesis bisa didapatkan adanya riwayat trauma pada thoraks, meskipun

    riwayat batuk yang lama dan parah bisa juga mencetuskan fraktur pada costae. Pasien

    juga sering mengeluhkan adanya sesak napas (dyspnea) dan nyeri pada saat inspirasi.

    Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan nyeri tekan pada palpasi, krepitus, dan

    deformitas dinding dada. Juga didapatkan gerakan dada paradoksikal khususnya pada

    kasus flail chest. Tanda-tanda spesifik dari insufisiensi ventilasi seperti tachypnea,

    sianosis, retraksi, dan penggunaan otot pernapasan tambahan.

    23

  • Penatalaksanaan

    Penatalaksanaan awal difokuskan pada pembebasan jalan napas dan

    suplementasi oksigen. Di unit gawat darurat, tujuan utamanya adalah stabilisasi

    keadaan umum pasien dan evaluasi trauma multisistem. Fokus utama pada pada

    tatalaksananya adalah mengatasi nyeri dan membersihkan jalan napas dari sekresi

    pulmonal. Fraktur costae yang terisolasi tanpa disertai cedera lain dapat berobat jalan

    dengan pemberian analgesia oral. Pilihan analgesia lainnya dapat diberikan golongan

    opioid secara parenteral dengan cara titrasi untuk mencegah depresi napas. Dapat pula

    dilakukan blok saraf intercostal ataupun kateter epidural,

    Pemakaian rib belt tidak lagi direkomdasikan karena meskipun dapat

    mengurangi nyeri tetapi dapat menyebabkan hipoventilasi, atelektasis, dan pneumonia

    pada penggunannya.

    Water Seal Drainage (WSD)

    Definisi

    WSD merupakan tindakan invasif yang dilakukan untuk mengeluarkan udara,

    cairan (darah,pus) dari rongga pleura, rongga thorax; dan mediastinum dengan

    menggunakan pipa penghubung.

    Indikasi

    a. Pneumothoraks :

    - Spontan > 20% oleh karena ruptur

    - Luka tusuk tembus

    - Klem dada yang terlalu lama

    - Kerusakan selang dada pada sistem drainase

    b. Hemothoraks :

    - Robekan pleura

    - Kelebihan antikoagulan

    - Pasca bedah thoraks

    c. Thorakotomy :

    24

  • - Lobektomy

    - Pneumoktomy

    d. Efusi pleura

    e. Empiema :

    - Penyakit paru serius

    - Kondisi inflamasi

    Tujuan

    Mengeluarkan cairan atau darah, dan udara dari rongga pleura dan rongga thorak

    Mengembalikan tekanan negatif pada rongga pleura

    Mengembangkan kembali paru yang kolaps

    Mencegah refluks drainage kembali ke dalam rongga dada

    Tempat Pemasangan WSD

    a. Bagian apex paru (apical)

    - anterolateral interkosta ke 1-2

    - fungsi : untuk mengeluarkan udara dari rongga pleura

    b. Bagian basal

    - postero lateral interkosta ke 8-9

    - fungsi : untuk mengeluarkan cairan (darah, pus) dari rongga pleura

    25

  • Gambar 5. Lokasi penusukan WSD

    Jenis-jenis WSD

    a. WSD dengan sistem satu botol

    - Sistem yang paling sederhana dan sering digunakan pada pasien simple

    pneumothoraks

    - Terdiri dari botol dengan penutup segel yang mempunyai 2 lubang selang

    yaitu 1 untuk ventilasi dan 1 lagi masuk ke dalam botol

    - Air steril dimasukan ke dalam botol sampai ujung selang terendam 2cm

    untuk mencegah masuknya udara ke dalam tabung yang menyebabkan

    kolaps paru

    - Selang untuk ventilasi dalam botol dibiarkan terbuka untuk memfasilitasi

    udara dari rongga pleura keluar

    - Drainage tergantung dari mekanisme pernafasan dan gravitasi

    - Undulasi pada selang cairan mengikuti irama pernafasan :

    Inspirasi akan meningkat

    Ekpirasi menurun

    b. WSD dengan sistem 2 botol

    26

  • - Digunakan 2 botol ; 1 botol mengumpulkan cairan drainage dan botol ke-2

    botol water seal

    - Botol 1 dihubungkan dengan selang drainage yang awalnya kosong dan

    hampa udara, selang pendek pada botol 1 dihubungkan dengan selang di

    botol 2 yang berisi water seal

    - Cairan drainase dari rongga pleura masuk ke botol 1 dan udara dari

    rongga pleura masuk ke water seal botol 2

    - Prinsip kerjasama dengan sistem 1 botol yaitu udara dan cairan mengalir

    dari rongga pleura ke botol WSD dan udara dipompakan keluar melalui

    selang masuk ke WSD

    - Bisasanya digunakan untuk mengatasi hemothoraks,

    hemopneumothoraks, efusi pleural

    c. WSD dengan sistem 3 botol

    - Sama dengan sistem 2 botol, ditambah 1 botol untuk mengontrol jumlah

    hisapan yang digunakan

    - Paling aman untuk mengatur jumlah hisapan

    - Yang terpenting adalah kedalaman selang di bawah air pada botol ke-3.

    Jumlah hisapan tergantung pada kedalaman ujung selang yang tertanam

    dalam air botol WSD

    - Drainage tergantung gravitasi dan jumlah hisapan yang ditambahkan

    - Botol ke-3 mempunyai 3 selang :

    Tube pendek diatas batas air dihubungkan dengan tube pada botol

    ke dua

    Tube pendek lain dihubungkan dengan suction

    Tube di tengah yang panjang sampai di batas permukaan air dan

    terbuka ke atmosfer

    27

  • Gambar 6. Macam-macam WSD

    Komplikasi Pemasangan WSD

    a. Komplikasi primer : perdarahan, edema paru, tension pneumothoraks, atrial aritmia

    b. Komplikasi sekunder : infeksi, empiema

    Prosedur pemasangan WSD

    a. Persiapan pasien

    - Siapkan pasien

    - Memberi penjelasan kepada pasien mencakup :

    Tujuan tindakan

    Posisi tubuh saat tindakan dan selama terpasang WSD. Posisi

    klien dapat duduk atau berbaring

    28

  • Upaya-upaya untuk mengurangi rangsangan nyeri seperti nafas

    dalam, distraksi

    Latihan rentang sendi (ROM) pada sendi bahu sisi yang terkena

    c. Persiapan alat

    - Sistem drainage tertutup

    - Motor suction

    - Slang penghubung steril

    - Botol berwarna putih/bening dengan kapasitas 2 liter, gas, pisau

    jaringan/silet, trokart, cairan antiseptic, benang catgut dan jarumnya, duk

    bolong, sarung tangan , spuit 10cc dan 50cc, kassa, NACl 0,9%, konektor,

    set balutan, obat anestesi (lidokain, xylokain), masker

    d. Pelaksanaan

    - Tentukan tempat pemasangan, biasanya pada sela iga ke IV dan V, di linea

    aksillaris anterior dan media.

    - Lakukan analgesia / anestesia pada tempat yang telah ditentukan.

    - Buat insisi kulit dan sub kutis searah dengan pinggir iga, perdalam sampai

    muskulus interkostalis.

    - Masukkan Kelly klemp melalui pleura parietalis kemudian dilebarkan.

    Masukkan jari melalui lubang tersebut untuk memastikan sudah sampai

    rongga pleura / menyentuh paru.

    - Masukkan selang ( chest tube ) melalui lubang yang telah dibuat dengan

    menggunakan Kelly forceps

    - Selang ( Chest tube ) yang telah terpasang, difiksasi dengan jahitan ke

    dinding dada

    - Selang ( chest tube ) disambung ke WSD yang telah disiapkan.

    - Foto X- rays dada untuk menilai posisi selang yang telah dimasukkan.

    29

  • Gambar 7. Pemasangan WSD

    e. Tindakan setelah prosedur

    - Perhatikan undulasi pada slang WSD

    - Bila undulasi tidak ada, berbagai kondisi dapat terjadi antara lain :

    o Motor suction tidak berjalano Slang tersumbato Slang terlipato Paru-paru telah mengembang

    - Oleh karena itu, yakinkan apa yang menjadi penyebab, segera periksa kondisi

    sistem drainage, amati tanda-tanda kesulitan bernafas

    - Cek ruang control suction untuk mengetahui jumlah cairan yang keluar

    30

  • - Cek batas cairan dari botol WSD, pertahankan dan tentukan batas yang telah

    ditetapkan serta pastikan ujung pipa berada 2cm di bawah air

    - Catat jumlah cairan yg keluar dari botol WSD tiap jam untuk mengetahui jumlah

    cairan yg keluar

    - Observasi pernafasan, nadi setiap 15 menit pada 1 jam pertama

    - Perhatikan balutan pada insisi, apakah ada perdarahan

    - Anjurkan pasien memilih posisi yang nyaman dengan memperhatikan jangan

    sampai slang terlipat

    - Anjurkan pasien untuk memegang slang apabila akan merubah posisi

    - Beri tanda pada batas cairan setiap hari, catat tanggal dan waktu

    - Ganti botol WSD setiap 3 hari dan bila sudah penuh. Catat jumlah cairan yang

    dibuang

    - Lakukan pemijatan pada slang untuk melancarkan aliran

    - Observasi dengan ketat tanda-tanda kesulitan bernafas, sianosis, emphysema

    subkutan

    Anjurkan pasien untuk menarik nafas dalam dan bimbing cara

    batuk efektif

    Botol WSD harus selalu lebih rendah dari tubuh

    Yakinkan bahwa selang tidak kaku dan menggantung di atas WSD

    Latih dan anjurkan pasien untuk secara rutin 2-3 kali sehari

    melakukan latihan gerak pada persendian bahu daerah

    pemasangan WSD

    Pencabutan selang WSD

    Indikasi pengangkatan WSD adalah bila :

    a. Paru-paru sudah reekspansi yang ditandai dengan :

    i. Tidak ada undulasi

    ii. Cairan yang keluar tidak ada

    iii. Tidak ada gelembung udara yang keluar

    iv. Kesulitan bernafas tidak ada

    31

  • v. Dari rontgen foto tidak ada cairan atau udara

    vi. Dari pemeriksaan tidak ada cairan atau udara

    b. Slang WSD tersumbat dan tidak dapat diatasi dengan spooling atau pengurutan

    pada slang

    32

  • DAFTAR PUSTAKA

    Bowman JG. Pneumothorax, Tension and Traumatic. February 5,2009. Cited on

    Febuary 20, 2010. Available at http://emedicine.medscape.com/article/827551-overview

    http://www.netterimages.com/image/10375.htm

    Kumpulan Kuliah Bedah. Jakarta : Bagian Bedah Staf Pengajar Fakultas Kedokteran

    Universitas Indonesia ; 1992

    Moore KL. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta : Penerbit Hipokrates ; 2002

    Sabiston, DC.Essentials of Surgery. Edisi ke -1.Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran

    EGC ; 1994

    33