20060220-js9khg-pkb

14
HIPERBILIRUBINEMIA PADA NEONATUS (HYPERBILIRUBINEMIA IN NEONATE) Risa Etika, Agus Harianto, Fatimah Indarso, Sylviati M. Damanik Divisi Neonatologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK Unair/RSU Dr. Soetomo - Surabaya Korespondensi: Risa Etika, dr. SpA. Divisi Neonatologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK Unair/RSU Dr. Soetomo – Surabaya Jl. Mayjen.Prof.Dr.Moestopo 6-8 Surabaya. Telepon: 031-5501689, 031-3810380, 031-70583524, 081235 25920. Fax.: +62 31 550 1748 (IDAI Cab. Jatim). E-mail :risa_etika@pediatrik. ABSTRACT Neonatal jaundice is the yellowish discoloration of the skin and/or sclerae of newborn infants caused by tissue deposition of bilirubin. Physiologic jaundice is mild uncojugated (indirect-reacting) bilirubinemia and affects nearly all newborns. The peak level in physiologic jaundice typically is 5 to 6 mg/dL (86 to 103 µmol/L), occurs at 48 to 120 hours of age. The peak may not be reached until seven days of age in Asian infants or infants who are born at 35 to 37 weeks gestation. Higher level of unconjugated hyperbilirubinemia are pathologic and occur in variety of conditions. Unconjugated bilirubin that is not bound to albumin (free bilirubin) can enter the brain and cause focal necrosis of neurons and glia, either acutely (acute bilirubin encephalopathy) or chronically with permanent sequelae (kern icterus). Term infants are at risk for bilirubin toxity when Total Serum Bilirubin (TSB) concentration exceed 25 to 30 mg/dL (428 to 513 µmol/L). Phototherapy contist of exposing the infant’s skin to light. It is a safe and efficient method to reduce the toxicity of bilirubin and increase it’s elimination. Exchange transfusion is used to remove bilirubin from the circulation when intensive phototherapy fails. Pharmacologics agents including IVIG (Intra Venous Immuno Globulin), phenobarbital and mettaloporphyrins can be used to inhibit hemolysis, increase conjugation and excretion of bilirubin, or inhibit the formation of bilirubin. Key word: Neonatal Jaundice, hyperbilirubinemia, acute bilirubin encephalopathy/kernicterus. ABSTRAK Ikterus terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah. Pada orang dewasa, ikterus akan tampak apabila serum bilirubin > 2 mg/dL (> 17 µmol/L, sedangkan pada neonatus baru tampak apabila serum bilirubin sudah > 5 mg/dL (> 86 µmol/L). Pada sebagian besar neonatus, ikterus akan ditemukan dalam minggu pertama kehidupannya (60% pada bayi cukup bulan dan 80% pada bayi kurang bulan). Oleh karenanya harus selalu waspada, khususnya terhadap bilirubin indirek karena sifatnya yang toksik dan merusak jaringan (ensefalopati bilirubin/kernikterus). Serum bilirubin pada ikterus fisiologis berkisar 5-6 mg/dL (86-103 µmol/L), timbul 48-120 jam setelah bayi lahir, dan pada bayi-bayi Asia atau bayi-bayi dengan usia kehamilan 35-37 minggu, level serum bilirubin tidak meningkat sampai bayi berusia 7 hari. Peningkatan level bilirubin indirek yang lebih tinggi lagi tergolong patologis yang dapat disebabkan oleh berbagai keadaan. Bayi cukup bulan dengan bilirubin total 25-30 mg/dL (428-513 µmol/L) mempunyai risiko tinggi terserang toksisitas bilirubin. Terapi sinar di mana kulit bayi terpapar sinar terbukti aman dan efektif menurunkan toksitas bilirubin dengan cara meningkatkan ekskresi bilirubin. Transfusi tukar ditujukan untuk menghilangkan bilirubin dari sirkulasi, apabila dengan terapi sinar gagal. Beberapa obat-obatan (IVIG = Intra Venous Immuno Globulin, phenobarbital, metalloporphyrins) dipakai untuk menghambat hemolisis, meningkatkan konjugasi dan ekskresi bilirubin serta menghambat pembentukan bilirubin. Kata kunci: Ikterus Neonatorum, hiperbilirubinemia, ensefalopati bilirubin/ kernikterus PENDAHULUAN Ikterus terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah. Pada sebagian besar neonatus, ikterus akan ditemukan dalam minggu pertama kehidupannya. Dikemukakan bahwa angka kejadian ikterus terdapat pada 60% bayi cukup bulan dan 80% bayi kurang bulan. Di 1

Upload: irawatifahmi2053

Post on 14-Jun-2015

491 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: 20060220-js9khg-pkb

HIPERBILIRUBINEMIA PADA NEONATUS

(HYPERBILIRUBINEMIA IN NEONATE)

Risa Etika, Agus Harianto, Fatimah Indarso, Sylviati M. Damanik

Divisi Neonatologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak

FK Unair/RSU Dr. Soetomo - Surabaya

Korespondensi: Risa Etika, dr. SpA. Divisi Neonatologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK Unair/RSU Dr. Soetomo – Surabaya Jl. Mayjen.Prof.Dr.Moestopo 6-8 Surabaya. Telepon: 031-5501689, 031-3810380, 031-70583524, 081235 25920. Fax.: +62 31 550 1748 (IDAI Cab. Jatim). E-mail :risa_etika@pediatrik. ABSTRACT Neonatal jaundice is the yellowish discoloration of the skin and/or sclerae of newborn infants caused by tissue deposition of bilirubin. Physiologic jaundice is mild uncojugated (indirect-reacting) bilirubinemia and affects nearly all newborns. The peak level in physiologic jaundice typically is 5 to 6 mg/dL (86 to 103 µmol/L), occurs at 48 to 120 hours of age. The peak may not be reached until seven days of age in Asian infants or infants who are born at 35 to 37 weeks gestation. Higher level of unconjugated hyperbilirubinemia are pathologic and occur in variety of conditions. Unconjugated bilirubin that is not bound to albumin (free bilirubin) can enter the brain and cause focal necrosis of neurons and glia, either acutely (acute bilirubin encephalopathy) or chronically with permanent sequelae (kern icterus). Term infants are at risk for bilirubin toxity when Total Serum Bilirubin (TSB) concentration exceed 25 to 30 mg/dL (428 to 513 µmol/L). Phototherapy contist of exposing the infant’s skin to light. It is a safe and efficient method to reduce the toxicity of bilirubin and increase it’s elimination. Exchange transfusion is used to remove bilirubin from the circulation when intensive phototherapy fails. Pharmacologics agents including IVIG (Intra Venous Immuno Globulin), phenobarbital and mettaloporphyrins can be used to inhibit hemolysis, increase conjugation and excretion of bilirubin, or inhibit the formation of bilirubin. Key word: Neonatal Jaundice, hyperbilirubinemia, acute bilirubin encephalopathy/kernicterus.

ABSTRAK Ikterus terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah. Pada orang dewasa, ikterus akan tampak apabila serum bilirubin > 2 mg/dL (> 17 µmol/L, sedangkan pada neonatus baru tampak apabila serum bilirubin sudah > 5 mg/dL (> 86 µmol/L). Pada sebagian besar neonatus, ikterus akan ditemukan dalam minggu pertama kehidupannya (60% pada bayi cukup bulan dan 80% pada bayi kurang bulan). Oleh karenanya harus selalu waspada, khususnya terhadap bilirubin indirek karena sifatnya yang toksik dan merusak jaringan (ensefalopati bilirubin/kernikterus). Serum bilirubin pada ikterus fisiologis berkisar 5-6 mg/dL (86-103 µmol/L), timbul 48-120 jam setelah bayi lahir, dan pada bayi-bayi Asia atau bayi-bayi dengan usia kehamilan 35-37 minggu, level serum bilirubin tidak meningkat sampai bayi berusia 7 hari. Peningkatan level bilirubin indirek yang lebih tinggi lagi tergolong patologis yang dapat disebabkan oleh berbagai keadaan. Bayi cukup bulan dengan bilirubin total 25-30 mg/dL (428-513 µmol/L) mempunyai risiko tinggi terserang toksisitas bilirubin. Terapi sinar di mana kulit bayi terpapar sinar terbukti aman dan efektif menurunkan toksitas bilirubin dengan cara meningkatkan ekskresi bilirubin. Transfusi tukar ditujukan untuk menghilangkan bilirubin dari sirkulasi, apabila dengan terapi sinar gagal. Beberapa obat-obatan (IVIG = Intra Venous Immuno Globulin, phenobarbital, metalloporphyrins) dipakai untuk menghambat hemolisis, meningkatkan konjugasi dan ekskresi bilirubin serta menghambat pembentukan bilirubin. Kata kunci: Ikterus Neonatorum, hiperbilirubinemia, ensefalopati bilirubin/ kernikterus

PENDAHULUAN

Ikterus terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah. Pada sebagian besar

neonatus, ikterus akan ditemukan dalam minggu pertama kehidupannya. Dikemukakan bahwa

angka kejadian ikterus terdapat pada 60% bayi cukup bulan dan 80% bayi kurang bulan. Di

1

Page 2: 20060220-js9khg-pkb

RSU Dr. Soetomo Surabaya ikterus patologis 9,8% (tahun 2002) dan 15,66% (tahun 2003).

RSAB Harapan Kita Jakarta melakukan transfusi tukar 14 kali/bulan (tahun 2002). Di Hospital

Bersalin Kualalumpur dengan ‘tripple phototherapy’ tidak ada lagi kasus yang memerlukan

tindakan transfusi tukar (tahun 2004), demikian pula di Vrije Universitiet Medisch Centrum

Amsterdam dengan ’double phototherapy’ (tahun 2003).

Ikterus ini pada sebagian penderita dapat bersifat fisiologis dan pada sebagian lagi mungkin

bersifat patologis yang dapat menimbulkan gangguan yang menetap atau menyebabkan

kematian. Oleh karena itu, setiap bayi dengan ikterus harus mendapatkan perhatian, terutama

apabila ikterus ditemukan dalam 24 jam pertama kehidupan bayi atau bila kadar bilirubin

meningkat > 5 mg/dL (> 86µmol/L) dalam 24 jam. Proses hemolisis darah, infeksi berat, ikterus

yang berlangsung lebih dari 1 minggu serta bilirubin direk >1 mg/dL juga merupakan keadaan

yang menunjukkan kemungkinan adanya ikterus patologis. Dalam keadaan tersebut

penatalaksanaan ikterus harus dilakukan sebaik-baiknya agar akibat buruk ikterus dapat

dihindarkan. Walaupun pada tahun 1970-an kasus kernikterus sudah tidak ditemukan lagi di

Washington, namun pada tahun 1990-an ditemukan 31 kasus kernikterus (data Georgetown

University Medical Centre Washington D.C. tahun 2002). 1

Tujuan membahas topik ini adalah agar dapat menyikapi kasus-kasus ikterus secara

maksimal sehingga kasus kernikterus, gangguan otak yang sifat menetap serta terjadinya

kematian dapat dihindarkan.

DEFINISI

Ikterus (‘jaundice’) terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah,

sehingga kulit (terutama) dan atau sklera bayi (neonatus) tampak kekuningan. 1-4 Pada

orang dewasa, ikterus akan tampak apabila serum bilirubin > 2 mg/dL (> 17 µmol/L),

sedangkan pada neonatus baru tampak apabila serum bilirubin > 5 mg/dL ( >86µmol/L).

Hiperbilirubinemia adalah istilah yang dipakai untuk ikterus neonatorum setelah

ada hasil laboratorium yang menunjukkan peningkatan kadar serum bilirubin.

Hiperbilirubinemia fisiologis yang memerlukan terapi sinar, tetap tergolong non

patologis sehingga disebut ‘Excessive Physiological Jaundice’.1-4 Digolongkan sebagai

hiperbilirubinemia patologis (‘Non Physiological Jaundice’) apabila kadar serum bilirubin

terhadap usia neonatus > 95 0/00 menurut Normogram Bhutani. 5,6

2

Page 3: 20060220-js9khg-pkb

Gambar 1. Normogram Bhutani (di kutip dari Rennie J.M and Roberton NRC. Neonatal Jaundice In : A Manual of Neonatal Intensive Care 4th Ed, Arnold, 2002 : 414-432)

METABOLISME BILIRUBIN

Bilirubin merupakan produk yang bersifat toksik dan harus dikeluarkan oleh tubuh.

Sebagian besar bilirubin tersebut berasal dari degradasi hemoglobin darah dan sebagian lagi dari

hem bebas atau proses eritropoesis yang tidak efektif. Pembentukan bilirubin tadi dimulai

dengan proses oksidasi yang menghasilkan biliverdin serta beberapa zat lain. Biliverdin inilah

yang mengalami reduksi dan menjadi bilirubin bebas atau bilirubin IX α (Gbr. 2). Zat ini sulit

larut dalam air tetapi larut dalam lemak, karenanya mempunyai sifat lipofilik yang sulit

diekskresi dan mudah melalui membran biologik seperti plasenta dan sawar darah otak. 1,4,6,7

Bilirubin bebas tersebut kemudian bersenyawa dengan albumin dan dibawa ke hepar.

Dalam hepar terjadi mekanisme ambilan, sehingga bilirubin terikat oleh reseptor membran sel

hepar dan masuk ke dalam hepar. Segera setelah ada dalam sel hepar terjadi persenyawaan

ligandin (protein Y), protein Z dan glutation hepar lain yang membawanya ke retikulum

endoplasma hepar, tempat terjadinya konjugasi. Proses ini timbul berkat adanya enzim

glukoronil transferase yang kemudian menghasilkan bentuk bilirubin direk. Jenis bilirubin ini

dapat larut dalam air dan pada kadar tertentu dapat diekskresi melalui ginjal. Sebagian besar

bilirubin yang terkonjugasi ini diekskresi melalui duktus hepatikus ke dalam saluran pencernaan

dan selanjutnya menjadi urubilinogen dan keluar dengan tinja sebagai sterkobilin. Dalam usus,

sebagian di absorpsi kembali oleh mukosa usus dan terbentuklah proses absorpsi entero hepatik. 1,4,6,7

3

Page 4: 20060220-js9khg-pkb

Gambar 2. Metabolisme Bilirubin pada Neonatus. (Dikutip dari Rennie J.M and Roberton NRC. Neonatal Jaundice In : A Manual of Neonatal Intensive Care 4th Ed, Arnold, 2002 : 414-432)

IKTERUS FISIOLOGIS vs IKTERUS PATOLOGIS

Sebagian besar neonatus mengalami peninggian kadar bilirubin indirek pada hari-hari

pertama kehidupan. Hal ini terjadi karena terdapatnya proses fisiologis tertentu pada neonatus.

Proses tersebut antara lain karena tingginya kadar eritrosit neonatus, masa hidup eritrosit yang

lebih pendek (80-90 hari) dan belum matangnya fungsi hepar.

Peninggian kadar bilirubin ini terjadi pada hari ke 2 – 3 dan mencapai puncaknya pada hari

ke 5 – 7, kemudian akan menurun kembali pada hari ke 10 – 14. Kadar bilirubinpun biasanya

tidak > 10 mg/dL (171 µmol/L) pada bayi kurang bulan dan < 12 mg/dL (205 µmol/L) pada

bayi cukup bulan. 5,6,7

Masalah timbul apabila produksi bilirubin ini terlalu berlebihan atau konjungasi hepar

menurun sehingga terjadi kumulasi di dalam darah. Peningkatan kadar bilirubin yang berlebihan

dapat menimbulkan kerusakan sel tubuh tertentu, misalnya kerusakan sel otak yang akan

mengakibatkan gejala sisa dikemudian hari, bahkan terjadinya kematian 5,6,7. Karena itu bayi

ikterus sebaiknya baru dianggap fisiologis apabila telah dibuktikan bukan suatu keadaan

patologis. Sehubungan dengan hal tersebut, maka pada hiperbilirubinemia, pemeriksaan lengkap

harus dilakukan untuk mengetahui penyebabnya, sehingga pengobatanpun dapat dilaksanakan

dini. Tingginya kadar bilirubin yang dapat menimbulkan efek patologis tersebut tidak selalu

sama pada tiap bayi. Di RS Dr. Soetomo Surabaya, bayi dinyatakan menderita bilirubinemia

4

Page 5: 20060220-js9khg-pkb

apabila kadar bilirubin total > 12 mg/dL (> 205 µmol/L) pada bayi cukup bulan, sedangkan

pada bayi kurang bulan bila kadarnya > 10 mg/dL (>171 µmol/L). 8

ETIOLOGI

Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh berbagai keadaan:

A. Penyebab yang sering:

1. Hiperbilirubinemia fisiologis

2. Inkompatibilitas golongan darah ABO

3. ‘Breast Milk Jaundice’

4. Inkompatibilitas golongan darah rhesus

5. Infeksi

6. Hematoma sefal, hematoma subdural, ‘excessive bruising’

7. IDM (‘Infant of Diabetic Mother’)

8. Polisitemia / hiperviskositas

9. Prematuritas / BBLR

10. Asfiksia (hipoksia, anoksia), dehidrasi – asidosis, hipoglikemia

11. Lain-lain

B. Penyebab yang jarang:

1. Defisiensi G6PD (Glucose 6 – Phosphat Dehydrogenase)

2. Defisiensi piruvat kinase

3. Sferositosis kongenital

4. Lucey – Driscoll syndrome (ikterus neonatorum familial)

5. Hipotiroidism

6. Hemoglobinopathy 2,3,4,6

DIAGNOSIS

Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium terdapat beberapa faktor

risiko terjadinya hiperbilirubinemia berat.

1. Ikterus yang timbul dalam 24 jam pertama (usia bayi < 24 jam)

2. Inkompatibilitas golongan darah (dengan ‘Coombs test’ positip)

3. Usia kehamilan < 38 minggu

4. Penyakit-penyakit hemolitik (G6PD, ‘end tidal’ CO )

5. Ikterus / terapi sinar / transfusi tukar pada bayi sebelumnya

6. Hematoma sefal, ‘bruising’

7. ASI eksklusif (bila berat badan turun > 12 % BB lahir)

5

Page 6: 20060220-js9khg-pkb

8. Ras Asia Timur, jenis kelamin laki-laki, usia ibu < 25 tahun

9. Ikterus sebelum bayi dipulangkan

10. ‘Infant Diabetic Mother’, makrosomia

11. Polisitemia

Anamnesis

1. Riwayat kehamilan dengan komplikasi (obat-obatan, ibu DM, gawat janin, malnutrisi

intra uterin, infeksi intranatal)

2. Riwayat persalinan dengan tindakan / komplikasi

3. Riwayat ikterus / terapi sinar / transfusi tukar pada bayi sebelumnya

4. Riwayat inkompatibilitas darah

5. Riwayat keluarga yang menderita anemia, pembesaran hepar dan limpa. 4,5,7,9

Pemeriksaan Fisik

Secara klinis ikterus pada neonatus dapat dilihat segera setelah lahir atau beberapa hari

kemudian. Amati ikterus pada siang hari dengan lampu sinar yang cukup. Ikterus akan terlihat

lebih jelas dengan sinar lampu dan bisa tidak terlihat dengan penerangan yang kurang, terutama

pada neonatus yang kulitnya gelap. Penilaian ikterus akan lebih sulit lagi apabila penderita

sedang mendapatkan terapi sinar.

Tekan kulit secara ringan memakai jari tangan untuk memastikan warna kulit dan jaringan

subkutan. Waktu timbulnya ikterus mempunyai arti penting pula dalam diagnosis dan

penatalaksanaan penderita karena saat timbulnya ikterus mempunyai kaitan erat dengan

kemungkinan penyebab ikterus tersebut. 5,9

Tabel 1. Perkiraan klinis derajat ikterus

Usia Ikterus terlihat pada Klasifikasi Hari 1 Hari 2 Hari 3 dst.

Setiap ikterus yang terlihat Lengan dan tungkai Tangan dan kaki

Ikterus berat

(Dikutip dari Peter Cooper, A.Suryono, Indarso F, et al. Jaundice. In : Managing Newborn Problems : a guide for doctor, nurses and midwives, WHO, 2003 : F-77-F-89)

Tabel 2. Klasifikasi Ikterus

Tanya dan Lihat Tanda / Gejala Klasifikasi Mulai kapan ikterus ? Daerah mana yang ikterus ? Bayinya kurang bulan ? Warna tinja ?

Ikterus segera setelah lahir Ikterus pada 2 hari pertama Ikterus pada usia > 14 hari Ikterus lutut/ siku/ lebih Bayi kurang bulan Tinja pucat

Ikterus patologis

Ikterus usia 3-13 hari Tanda patologis (-)

Ikterus fisiologis

(Dikutip dari Depkes RI. Klasifikasi Ikterus Fisiologis dan Ikterus Patologis. Dalam : Buku Bagan MTBM (Manajemen Terpadu Bayi Muda Sakit). Metode Tepat Guna untuk Paramedis, Bidan dan Dokter. Depkes RI, 2001)

6

Page 7: 20060220-js9khg-pkb

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan serumbilirubin (bilirubin total dan direk) harus dilakukan pada neonatus yang

mengalami ikterus. Terutama pada bayi yang tampak sakit atau bayi-bayi yang tergolong risiko

tinggi terserang hiperbilirubinemia berat (lihat ‘point-point’ faktor risiko pada bab

DIAGNOSIS). Namun pada bayi yang mengalami ikterus berat, lakukan terapi sinar sesegera

mungkin, jangan menunda terapi sinar dengan menunggu hasil pemeriksaan kadar

serumbilirubin.4,5,9

‘Transcutaneous bilirubin (TcB)’ dapat digunakan untuk menentukan kadar serum bilirubin

total, tanpa harus mengambil sampel darah. Namun alat ini hanya valid untuk kadar bilirubin

total < 15 mg/dL (<257 µmol/L), dan tidak ‘reliable’ pada kasus ikterus yang sedang mendapat

terapi sinar. 5,11

Pemeriksaan tambahan yang sering dilakukan untuk evaluasi menentukan penyebab ikterus

antara lain :

• Golongan darah dan ‘Coombs test’

• Darah lengkap dan hapusan darah

• Hitung retikulosit, skrining G6PD atau ETCOc

• Bilirubin direk

Pemeriksaan serum bilirubin total harus diulang setiap 4-24 jam tergantung usia bayi dan

tingginya kadar bilirubin. Kadar serum albumin juga perlu diukur untuk menentukan pilihan

terapi sinar ataukah tranfusi tukar.4,5,9

Algoritme ikterus neonatorum dapat dilihat dalam lampiran.

PENATALAKSANAAN

Tujuan utama dalam penatalaksanaan ikterus neonatorum adalah untuk mengendalikan agar

kadar bilirubin serum tidak mencapai nilai yang dapat menbimbulkan kern-ikterus/ensefalopati

bilirubin, serta mengobati penyebab langsung ikterus tadi. Pengendalian kadar bilirubin dapat

dilakukan dengan mengusahakan agar konjugasi bilirubin dapat lebih cepat berlangsung. Hal ini

dapat dilakukan dengan merangsang terbentuknya glukoronil transferase dengan pemberian

obat-obatan (luminal).

Pemberian substrat yang dapat menghambat metabolisme bilirubin (plasma atau albumin),

mengurangi sirkulasi enterohepatik (pemberian kolesteramin), terapi sinar atau transfusi tukar,

merupakan tindakan yang juga dapat mengendalikan kenaikan kadar bilirubin. Dikemukakan

pula bahwa obat-obatan (IVIG : Intra Venous Immuno Globulin dan Metalloporphyrins) dipakai

dengan maksud menghambat hemolisis, meningkatkan konjugasi dan ekskresi bilirubin. 4,5

7

Page 8: 20060220-js9khg-pkb

Tabel 3. Penanganan ikterus berdasarkan kadar serum bilirubin

Terapi sinar Transfusi tukar Bayi sehat Faktor Risiko* Bayi sehat Faktor Risiko* Usia

mg/dL µmol/L mg/dL µmol/L mg/dL µmol/L mg/dL µmol/L Hari 1 Setiap ikterus yang terlihat 15 260 13 220 Hari 2 15 260 13 220 25 425 15 260 Hari 3 18 310 16 270 30 510 20 340 Hari 4 dst

20 340 17 290 30 510 20 340

(Dikutip dari American Academy of Pediatrics. Subcommittee on Hyperbilirubinemia. Management of hyperbilirubinemia in the newborn infant 35 or more weeks of gestation. Pediatrics 2004 ; 114 : 294) Terapi Sinar

Pengaruh sinar terhadap ikterus telah diperkenalkan oleh Cremer sejak 1958. Banyak teori

yang dikemukakan mengenai pengaruh sinar tersebut. Teori terbaru mengemukakan bahwa

terapi sinar menyebabkan terjadinya isomerisasi bilirubin. Energi sinar mengubah senyawa yang

berbentuk 4Z, 15Z-bilirubin menjadi senyawa berbentuk 4Z, 15E-bilirubin yang merupakan

bentuk isomernya. Bentuk isomer ini mudah larut dalam plasma dan lebih mudah diekskresi

oleh hepar ke dalam saluran empedu. Peningkatan bilirubin isomer dalam empedu menyebabkan

bertambahnya pengeluaran cairan empedu ke dalam usus, sehingga peristaltik usus meningkat

dan bilirubin akan lebih cepat meninggalkan usus halus. 9,12,13

Di RSU Dr. Soetomo Surabaya terapi sinar dilakukan pada semua penderita dengan kadar

bilirubin indirek >12 mg/dL dan pada bayi-bayi dengan proses hemolisis yang ditandai dengan

adanya ikterus pada hari pertama kelahiran. Pada penderita yang direncanakan transfusi tukar,

terapi sinar dilakukan pula sebelum dan sesudah transfusi dikerjakan. 9,12,13

Peralatan yang digunakan dalam terapi sinar terdiri dari beberapa buah lampu neon yang

diletakkan secara pararel dan dipasang dalam kotak yang berfentilasi. Agar bayi mendapatkan

energi cahaya yang optimal (380-470 nm) lampu diletakkan pada jarak tertentu dan bagian

bawah kotak lampu dipasang pleksiglass biru yang berfungsi untuk menahan sinar ultraviolet

yang tidak bermanfaat untuk penyinaran. Gantilah lampu setiap 2000 jam atau setelah

penggunaan 3 bulan walau lampu masih menyala. Gunakan kain pada boks bayi atau inkubator

dan pasang tirai mengelilingi area sekeliling alat tersebut berada untuk memantulkan kembali

sinar sebanyak mungkin ke arah bayi. 9,12,13

Pada saat penyinaran diusahakan agar bagian tubuh yang terpapar dapat seluas-luasnya,

yaitu dengan membuka pakaian bayi. Posisi bayi sebaiknya diubah-ubah setiap 6-8 jam agar

8

Page 9: 20060220-js9khg-pkb

bagian tubuh yang terkena cahaya dapat menyeluruh. Kedua mata ditutup namun gonad tidak

perlu ditutup lagi, selama penyinaran kadar bilirubin dan hemoglobin bayi di pantau secara

berkala dan terapi dihentikan apabila kadar bilirubin <10 mg/dL (<171 µmol/L). Lamanya

penyinaran biasanya tidak melebihi 100 jam. 9,12,13

Penghentian atau peninjauan kembali penyinaran juga dilakukan apabila ditemukan efek

samping terapi sinar. Beberapa efek samping yang perlu diperhatikan antara lain : enteritis,

hipertermia, dehidrasi, kelainan kulit, gangguan minum, letargi dan iritabilitas. Efek samping ini

biasanya bersifat sementara dan kadang-kadang penyinaran dapat diteruskan sementara keadaan

yang menyertainya diperbaiki. 9,12,3

Transfusi Tukar

Transfusi tukar merupakan tindakan utama yang dapat menurunkan dengan cepat bilirubin

indirek dalam tubuh selain itu juga bermanfaat dalam mengganti eritrosit yang telah

terhemolisis dan membuang pula antibodi yang menimbulkan hemolisis. Walaupun transfusi

tukar ini sangat bermanfaat, tetapi efek samping dan komplikasinya yang mungkin timbul perlu

di perhatikan dan karenanya tindakan hanya dilakukan bila ada indikasi (lihat tabel 3). Kriteria

melakukan transfusi tukar selain melihat kadar bilirubin, juga dapat memakai rasio bilirubin

terhadap albumin (Tabel 4)

9

Page 10: 20060220-js9khg-pkb

Tabel 4. Kriteria Transfusi Tukar Berdasarkan Berat Bayi dan Komplikasi

Berat Bayi (gram)

Tidak Komplikasi (mg/dL)

Rasio Bili/Alb

Ada Komplikasi (mg/dL)

Rasio Bili/Alb

< 1250 13 5.2 10 4 1250 – 1499 15 6 13 5.2 1500 – 1999 17 6.8 15 6 2000 – 2499 18 7.2 17 6.8 ≥ 2500 20 8 18 7.2 Konversi mg/dL menjadi mmol/L dengan mengalikan 17.1 (Dikutip dari American Academy of Pediatrics. Subcommittee on Hyperbilirubinemia. Management of hyperbilirubinemia in the newborn infant 35 or more weeks of gestation. Pediatrics 2004 ; 114 : 294)

Yang dimaksud ada komplikasi apabila :

1. Nilai APGAR < 3 pada menit ke 5

2. PaO2 < 40 torr selama 1 jam

3. pH < 7,15 selama 1 jam

4. Suhu rektal ≤ 35 O C

5. Serum Albumin < 2,5 g/dL

6. Gejala neurologis yang memburuk terbukti

7. Terbukti sepsis atau terbukti meningitis

8. Anemia hemolitik

9. Berat bayi ≤1000 g 12,15

Dalam melakukan transfusi tukar perlu pula diperhatikan macam darah yang akan diberikan

dan teknik serta penatalaksanaan pemberian. Apabila hiperbilirubinemia yang terjadi

disebabkan oleh inkompatibilitas golongan darah ABO, darah yang dipakai adalah darah

golongan O rhesus positip. Pada keadaan lain yang tidak berkaitan dengan proses aloimunisasi,

sebaiknya digunakan darah yang bergolongan sama dengan bayi. Bila keadaan ini tidak

memungkinkan, dapat dipakai darah golongan O yang kompatibel dengan serum ibu. Apabila

hal inipun tidak ada, maka dapat dimintakan darah O dengan titer anti A atau anti B yang

rendah. Jumlah darah yang dipakai untuk transfusi tukar berkisar antara 140-180 cc/kgBB.12,13,14

Macam Transfusi Tukar:

1. ‘Double Volume’ artinya dibutuhkan dua kali volume darah, diharapkan dapat mengganti

kurang lebih 90 % dari sirkulasi darah bayi dan 88 % mengganti Hb bayi.

2. ‘Iso Volume’ artinya hanya dibutuhkan sebanyak volume darah bayi, dapat mengganti 65

% Hb bayi.

3. ‘Partial Exchange’ artinya memberikan cairan koloid atau kristaloid pada kasus polisitemia

atau darah pada anemia. 10,15

10

Page 11: 20060220-js9khg-pkb

Tabel 5. Volume Darah pada Transfusi Tukar

Kebutuhan Rumus*

‘Double Volume’ BB x volume darah x 2

‘Single Volume’ BB x volume darah

Polisitemia BB x volume darah x (Hct sekarang – Hct yang diinginkan)

Hct sekarang

BB x volume darah x (Hb yang diinginkan – Hb sekarang)

(Hb donor – Hb sekarang)

Anemia

BB x volume darah x (PCV yang diinginkan – PCV sekarang)

(PCV donor)

* Volume darah bayi cukup bulan 85 cc / kg BB * Volume darah bayi kurang bulan 100 cc /kg BB

(Dikutip dari American Academy of Pediatrics. Subcommittee on Hyperbilirubinemia. Management of hyperbilirubinemia in the newborn infant 35 or more weeks of gestation. Pediatrics 2004; 114 : 294)

Dalam melaksanakan transfusi tukar tempat dan peralatan yang diperlukan harus

dipersiapkan dengan teliti. Sebaiknya transfusi dilakukan di ruangan yang aseptik yang

dilengkapi peralatan yang dapat memantau tanda vital bayi disertai dengan alat yang dapat

mengatur suhu lingkungan. Perlu diperhatikan pula kemungkinan terjadinya komplikasi

transfusi tukar seperti asidosis, bradikardia, aritmia, ataupun henti jantung. 12,13,14

Untuk penatalaksanaan hiperbilirubinemia berat dimana fasilitas sarana dan tenaga tidak

memungkinkan dilakukan terapi sinar atau transfusi tukar, penderita dapat dirujuk ke pusat

rujukan neonatal setelah kondisi bayi stabil (‘transportable’) dengan memperhatikan syarat-

syarat rujukan bayi baru lahir risiko tinggi. 15

UCAPAN TERIMA KASIH

1. Dr. Lusyati Setyadewi, SpA. Staf Perinatologi RSAB Harapan Kita Jakarta (Sedang studi di

Beatrix Hospital-Academische Ziekenhuis Groningen).

2. Prof. W. Fetter, PhD. Neonatologie Unit-Vrije Universitiet Medisch Centrum Amsterdam.

3. Dr. Ferdy P. Harahap, SpA. Staf Perinatologi RSAB Harapan Kita Jakarta.

Untuk konstribusinya dalam penyusunan makalah ini. .

KEPUSTAKAAN 1. Jayashree Ramasethu (Division of Neonatology Georgetown University MC. Washington DC). Neonatal

Hyperbilirubinemia. Dalam: Neonatal Intensive Care Workshop, RSAB Harapan Kita Jakarta, 2002. 2. Camilia R.M, Cloherty J.P. Neonatal hyperbilirubinemia. Dalam: Cloherty J.P et al Manual of Neonatal Care 5th

Ed., Lippincott Williams & Wilkins, 2004 : 185-221.

11

Page 12: 20060220-js9khg-pkb

3. Gomella T.L. Hyperbilirubinemia Direct (Conjugated) & Indirect (Unconjugated). Dalam: Neonatology, Management, Procedures, On call Problems, Diseases & Drugs 4th Ed, A Lange clinical manual/Mc Graw-Hill, 1999 : 230-6.

4. Maisels MJ. Neonatal Hyperbilirubinemia. Dalam: Klaus MH and Fanaroff AA. Care of the High-Risk Neonate 5th Ed, WB Saunders Co. 2001 : 324-62.

5. Madam A., Wong R.J and Stevenson D.K. Clinical features and management of unconjugated hyperbilirubinemia in term and near term infants. https://store.utdol.com/app/index.asp.uptodate, Sept 7, 2004.

6. Rennie J.M, Roberton NRC. Neonatal Jaundice Dalam: A Manual of Neonatal Intensive Care 4th Ed, Arnold, 2002 : 414-32.

7. Nelson textbook of Pediatric. Hyperbilirubinemia Dalam: Nelson textbook of Pediatric , 17th Ed, Philadelphia WB Saunders, Co, 2004.

8. Sylviati MD, Fatimah I, Agus H, Risa E. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian / SMF. Ilmu Kes. Anak FK UNAIR-RSU Dr. Soetomo Surabaya, 2004 (Sedang dicetak)

9. Peter Cooper, A.Suryono, Indarso F, et al. Jaundice. In : Managing Newborn Problems : a guide for doctor, nurses and midwives, WHO, 2003 : F-77-F-89.

10. Depkes RI. Klasifikasi Ikterus Fisiologis dan Ikterus Patologis. Dalam : Buku Bagan MTBM (Manajemen Terpadu Bayi Muda Sakit). Metode Tepat Guna untuk Paramedis, Bidan dan Dokter. Depkes RI, 2001.

11. Maisels M.J, Ostrea E.W, Touch S., et al. Evaluation of a new transcutaneous bilirubinometer. Pediatrics 2004 ; 113 : 1628.

12. American Academy of Pediatrics. Subcommittee on Hyperbilirubinemia. Management of hyperbilirubinemia in the newborn infant 35 or more weeks of gestation. Pediatrics 2004 ; 114 : 294.

13. Ebbesen F, Agati G and Pratesi R. Phototherapy with turquoise vs blue light. Arch Dis Child Fetal-Neonatal 2003; 88 : 430-1.

14. Jayashree Ramasethu. Exchange Transfusions. In : Mac Donald MG, et. al. Atlas of Procedures in Neonatology 3th Ed, Lippincott Williams & Wilkins, 2002 : 348-56.

15. Sylviati MD, Fatimah I, Agus H, Risa E. Manajemen Rujukan Bayi Baru Lahir Risiko Tinggi, Pertemuan Koordinasi RS dan Depkes Kab. Dalam Rangka Pemantapan Sistem Rujukan Maternal dan Neonatal Tahun 2003, Surabaya, November 2003 : 1-6.

ANJURAN 1. A list of frequently asked questions and answers for parents is available in English & Spanish through the AAP.

www.aap.org/familiy/jaundice fag.htm. 2. Sendut H and Zulkifli I. Jaundice In: A New Handbook for Parents. Asian Ed. 1999 : 12-17.

12

Page 13: 20060220-js9khg-pkb

Lampiran

13

Page 14: 20060220-js9khg-pkb

14