17. panduan mutu rsu sari mutiara medan
DESCRIPTION
jhrTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Tujuan Pembangunan Kesehatan adalah tercapainya kemampuan untuk hidup
sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang
optimal, sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum dari Tujuan Nasional. Untuk itu
perlu ditingkatkan upaya guna memperluas dan mendekatkan pelayanan kesehatan
kepada masyarakat dengan mutu yang baik dan biaya terjangkau.
Peningkatan mutu merupakan prioritas utama di semua rumah sakit. Upaya tersebut
dilaksanakan melalui pembangunan sarana, prasarana, pengadaan peralatan dan
ketenagaan serta perangkat lunak lainnya, sejalan dengan pembangunan rumah sakit pada
umumnya. Namun demikian, disadari pula masih banyak kendala yang dihadapi,
terutama yang berkaitan dengan standar kebutuhan dan tuntutan sistem pelayanan yang
masih belum selaras dengan perkembangan iptek kedokteran yang semakin pesat.
Dengan semakin meningkatnya pendidikan dan keadaan sosial ekonomi
masyarakat maka sistem nilai dan orientasi dalam masyarakatpun mulai berubah,
masyarakat mulai cenderung menuntut pelayanan umum yang lebih baik, lebih ramah dan
lebih bermutu termasuk pula pelayanan kesehatan.Dengan semakin meningkatnya
tuntutan masyarakat akan mutu pelayanan tadi maka fungsi pelayanan kesehatan
termasuk pelayanan dalam rumah sakit secara bertahap perlu terus ditingkatkan agar
menjadi lebih efektif dan efisien serta memberi kepuasan terhadap pasien, keluarga
maupun masyarakat.
Maka agar upaya peningkatan mutu rumah sakit dapat seperti yang diharapkan
maka dirasa perlu disusun buku Pedoman Upaya Peningkatan Mutu Rumah Sakit yang
merupakan konsep dan prinsip peningkatan mutu rumah sakit, buku pedoman ini
diharapkan dapat sebagai acuan bagi rumah sakit dalam melaksanakan upaya peningkatan
mutu pelayanan RSU Sari Mutiara Medan.
B. LANDASAN & REFERENSI
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28 H ayat
(1) yang menerangkan bahwa Setiap Orang Berhak Memperoleh Pelayanan
Kesehatan, dan pasal 34 ayat (3) yang menerangkan bahwa Negara
Bertanggungjawab atas Penyediaan Fasilitas Pelayanan Kesehatan dan Fasilitas
Pelayanan Umum Yang Layak.
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik
Kedokteran (Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 116,Tambahan Lembaran
Negara RI Nomor 4431)
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang kesehatan
(Lembaran Negara RI Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara RI
Nomor 5063).
4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah
Sakit
(Lembaran Negara RI Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara RI
Nomor 5072).
5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor Nomor 65 tahun 2005 tentang
Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal
6. Peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia Nomor
159b/Menkes/SK/Per/II/1988 tentang Rumah sakit.
7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1575/Menkes/per/XI/2005 tentang Organisasi dan Tata kerja Departemen
Kesehatan.
8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
986/Menkes/PER/VIII/2011, tentang Keselamatan Pasien Rumah sakit.
9. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit.
10. Petunjuk Pelaksanaan Indikator Mutu Pelayanan Rumah Sakit, Direktorat
Jenderal Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI tahun 1998.
11. Indikator Kinerja Rumah Sakit, Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Departemen
Kesehatan RI tahun 2005
2
12. Standar Pelayanan Minimal Rumah sakit, Direktorat Jenderal Bina Pelayanan
Medik Departemen Kesehatan RI tahun 2008
13. Foster Thomas, S, 2004, Managing Quality, 2 edn, Pearson Education, Inc., Upper
Saddle River, New Jersey.
14. Hanafi, M, 2012, Manajemen Resiko. Edisi 2, UPP STIM YKPN, Yogyakarta.
C. TUJUAN
1. TUJUAN UMUM
Agar buku pedoman yang merupakan konsep dasar dan prinsip upaya peningkatan
mutu ini dapat digunakan oleh pimpinan dan pelaksana RSU Sari Mutiara Medan
sebagai acuan dalam melaksanakan Upaya Peningkatan Mutu Rumah Sakit RSU Sari
Mutiara Medan.
2. TUJUAN KHUSUS:
a. Tercapainya satu pengertian tentang Upaya Peningkatan Mutu Rumah Sakit
di Rumah Sakit RSU Sari Mutiara Medan.
b. Mengetahui konsep dasar dan prinsip Upaya Peningkatan Mutu RSU Sari
Mutiara Medan.
c. Mengetahui cara-cara dan langkah-langkah dalam melaksanakan Upaya
Peningkatan Mutu Rumah Sakit RSU Sari Mutiara Medan.
3
BAB II
SEJARAH PERKEMBANGAN
UPAYA PENINGKATAN MUTU RUMAH SAKIT
Upaya peningkatan mutu sebenarnya bukanlah hal yang baru. Pada tahun 1820-
1910 Florence Nightingale seorang perawat dari Inggris menekankan aspek-aspek
keperawatan pada peningkatan mutu pelayanan. Salah satu ajarannya yang terkenal
sampai sekarang adalah “hospital should do the patient no harm“, rumah sakit jangan
sampai merugikan atau mencelakakan pasien.
Di Amerika Serikat, upaya peningkatan mutu pelayanan medik dimulai oleh
ahli bedah Dr. E.A Codman dari Boston dalam tahun 1917. Dr.E.A Codman dan
beberapa ahli bedah lain kecewa dengan hasil operasi yang seringkali buruk, karena
sering terjadinya penyulit. Mereka berkesimpulan bahwa penyulit itu terjadi karena
kondisi yang tidak memenuhi syarat di rumah sakit. Untuk itu perlu ada penilaian dan
penyempurnaan tentang segala sesuatu yang terkait dengan pembedahan. Ini adalah
upaya pertama yang berusaha mengidentifikasikan masalah klinis, dan kemudian mencari
jalan keluarnya.
Kelanjutan dari upaya ini, pada tahun 1918 The American College of Surgeons
(ACS) menyusun suatu Hospital Standardization Programe. Program standarisasi adalah
upaya pertama yang terkoordinasi dengan tujuan meningkatkan mutu medis. Program ini
ternyata sangat berhasil meningkatkan mutu medis sehingga banyak rumah sakit ikut
serta. Dengan berkembangnya ilmu dan teknologi maka spesialisasi ilmu kedokteran
diluar bedah cepat berkembang. Oleh karena itu program standarisasi perlu diperluas agar
dapat mencakup disiplin lain secara umum. Pada tahun 1951 American College of
Surgeon, American College of Physicians, American Hospital Association, American
Medical Association dan Canadian Medical Association bekerja sama membentuk suatu
Joint Commission on Accreditation of Hospital (JCAH), suatu badan gabungan untuk
menilai dan mengakreditasi rumah sakit.
Pada akhir tahun 1960 JCAH tidak lagi hanya menentukan syarat minimal dan
essential untuk mengatasi kelemahan-kelemahan yang ada di rumah sakit, namun telah
memacu rumah sakit agar memberikan mutu pelayanan yang setinggi-tingginya sesuai
4
dengan sumber daya yang ada. Untuk memenuhi tuntutan yang baru ini antara tahun
1953-1965 standar akreditasi di revisi enam kali, selanjutnya beberapa tahun sekali
diadakan revisi.
Atas keberhasilan JCAH dalam meningkatkan mutu pelayanan, Pemerintah
Federal memberi pengakuan tertinggi dalam mengundangkan “ Medicare ACT
“ .Undang-undang ini mengabsahkan akreditasi rumah sakit menurut standar yang
ditentukan oleh JCAH. Sejak saat itu rumah sakit yang tidak terakreditasi oleh JCAH
tidak dapat ikut program asuransi kesehatan pemerintah federal (medicare), padahal
asuransi di Amerika sangat menentukan utilisasi rumah sakit karena hanya 9,3% biaya
rumah sakit berasal dari pembayaran langsung oleh pasien.
Sejak tahun 1979 JCAH membuat standar tambahan, yaitu agar dapat lulus akreditasi
suatu rumah sakit harus juga membuat program pengendalian mutu yang dilaksanakan
dengan baik.
Di Australia, Australian Council on Hospital Standars (ACHS) didirikan dengan
susah payah pada tahun 1971, namun sampai tahun 1981 badan ini baru berhasil
beroperasi dalam 3 negara bagian. Tetapi lambat laun ACHS dapat diterima kehadirannya
dan diakui manfaatnya dalam upaya peningkatan mutu pelayanan sehingga sekarang
kegiatan ACHS telah mencakup semua negara bagian. Pelaksanaan peningkatan mutu di
Australia pada dasarnya hampir sama dengan di Amerika.
Di Eropa barat perhatian terhadap mutu pelayanan sangat tinggi, namun
masalah itu tetap merupakan hal baru dengan konsepsi yang masih sangat kabur bagi
kebanyakan tenaga profesi kesehatan. Sedangkan pendekatan secara Amerika sukar
diterapkan karena perbedaan sistem kesehatan di masing-masing negara di Eropa. Karena
itu kantor regional WHO untuk Eropa pada awal tahun 1980-an mengambil inisiatif
untuk membantu negara-negara Eropa mengembangkan pendekatan peningkatan mutu
pelayanan disesuaikan dengan sistem pelayanan kesehatan masing-masing.
Pada tahun 1982 kantor regional tersebut telah menerbitkan buku tentang upaya
meningkatkan mutu dan penyelenggaraan simposium di Utrecht, negeri Belanda tentang
Metodologi peningkatan mutu pelayanan. Dalam bulan Mei 1983 di Barcelona, Spanyol
suatu kelompok kerja yang dibentuk oleh WHO telah mengadakan pertemuan untuk
mempelajari peningkatan mutu khusus Eropa. Walaupun secara regional WHO telah
5
melakukan berbagai upaya, namun pada simposium peningkatan mutu pada bulan Mei
1989 terdapat kesan bahwa secara nasional upaya peningkatan mutu di berbagai Eropa
Barat masih pada perkembangan awal.
Di Asia, negara pertama yang mempunyai program peningkatan mutu dan
akreditasi rumah sakit secara nasional adalah Taiwan. Negara ini banyak menerapkan
metodologi dari Amerika. Sedangkan Malaysia mengembangkan mutu pelayanan dengan
bantuan konsultan ahli dari negeri Belanda.
Di Indonesia, langkah awal yang sangat mendasar dan terarah yang telah
dilakukan Departemen Kesehatan dalam rangka upaya peningkatan mutu yaitu penetapan
kelas rumah sakit pemerintah melalui Surat Keputusan Menteri Kesehatan No.
033/Birhup/1972. Secara umum telah ditetapkan beberapa kriteria untuk tiap kelas rumah
sakit A,B,C dan D. Kriteria ini kemudian berkembang menjadi standar-standar.Kemudian
dari tahun ke tahun disusun berbagai standar baik menyangkut pelayanan, ketenagaan,
sarana dan prasarana untuk masing-masing kelas rumah sakit. Disamping standar,
Departemen Kesehatan juga mengeluarkan berbagai pedoman dalam rangka
meningkatkan penampilan pelayanan rumah sakit. Untuk rumah sakit swasta telah keluar
Keputusan Menteri Kesehatan No. 806b/SK/XII/87 dimana selain menetapkan kelas
rumah sakit, juga dilengkapi dengan standar berdasarkan kemampuan pelayanan. Sejak
tahun 1984 Departemen Kesehatan telah mengembangkan berbagai indikator untuk
mengukur dan mengevaluasi penampilan rumah sakit pemerintah kelas C dan rumah sakit
swasta setara yaitu dalam rangka Hari Kesehatan Nasional. Indikator ini setiap dua tahun
ditinjau kembali dan disempurnakan.Evaluasi penampilan untuk tahun 1991 telah
dilengkapi dengan indikator kebersihan dan ketertiban rumah sakit dan yang di evaluasi
selain kelas C juga kelas D dan kelas B serta rumah sakit swasta setara. Sedangkan
evaluasi penampilan tahun 1992 telah dilengkapi pula dengan instrumen mengukur
kemampuan pelayanan. Evaluasi penampilan rumah sakit ini merupakan langkah awal
dari konsep Continuous Quality Improvement (CQI). Berbeda dengan konsep QA
tradisional dimana dalam monitor dan evaluasi dititikberatkan kepada pencapaian
standar, maka pada CQI fokus lebih diarahkan kepada penampilan organisasi melalui
penilaian pemilik, manajemen, klinik dan pelayanan penunjang. Perbedaan yang sangat
mendasar yaitu keterlibatan seluruh karyawan.
6
BAB III
KONSEP DASAR UPAYA PENINGKATAN MUTU
RSU SARI MUTIARA MEDAN
Agar upaya peningkatan mutu di RSU Sari Mutiara Medan dapat dilaksanakan
secara efektif dan efisien maka diperlukan adanya kesatuan bahasa tentang konsep dasar
upaya peningkatan mutu . Dalam membahas konsep dasar ini maka akan dibahas dulu
tentang konsep mutu baru kemudian dibahas tentang konsep upaya peningkatan mutu.
A. MUTU RSU SARI MUTIARA MEDAN
1. Pengertian Mutu
Pengertian mutu beraneka ragam dan di bawah ini ada beberapa pengertian yang
secara sederhana melukiskan apa hakekat mutu:
a. Mutu adalah tingkat kesempurnaan suatu produk atau jasa.
b. Mutu adalah expertise, atau keahlian dan keterikatan (commitment) yang
selalu dicurahkan pada pekerjaan.
c. Mutu adalah kegiatan tanpa salah dalam melakukan pekerjaan.
2. Definisi Mutu RSU Sari Mutiara Medan.
Adalah derajat kesempurnaan pelayanan RSU Sari Mutiara Medan untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat konsumen akan pelayanan kesehatan yang
sesuai dengan standar profesi dan standar pelayanan dengan menggunakan potensi
sumber daya yang tersedia di Rumah Sakit secara wajar, efisien, efektif serta
diberikan secara aman dan memuaskan sesuai dengan norma, etika, hukum dan
sosio budaya dengan memperhatikan keterbatasan dan kemampuan RSU Sari
Mutiara Medan dan masyarakat konsumen.
3. Pihak Yang Berkepentingan Dengan Mutu
Banyak pihak yang berkepentingan dengan mutu, pihak-pihak tersebut adalah:
a.Konsumen
b.Pembayar/ perusahaan/ asuransi.
c.Manajemen RSU Sari Mutiara Medan
d.Karyawan RSU Sari Mutiara Medan.
7
e.Masyarakat
f. Pemerintah
g.Ikatan Profesi
Setiap kepentingan yang disebut di atas berbeda sudut pandang dan
kepentingannya terhadap mutu, karena itu mutu adalah multi dimensional.
4. Dimensi Mutu:
Dimensi atau aspeknya adalah :
a.Keprofesian\nEfisiensi
b.Keamanan pasien
c.Kepuasan pasien
d.Aspek sosial budaya
2.Mutu Terkait Dengan Struktur, Proses dan Outcome
Mutu suatu rumah sakit adalah produk akhir dari interaksi dan ketergantungan
yang rumit antara berbagai komponen atau aspek rumah sakit sebagai suatu sistem.
Aspek tersebut terdiri dari struktur, proses dan outcome.
Struktur :
Adalah sumberdaya manusia, sumberdaya fisik, sumberdaya keuangan dan
sumberdaya lain-lain pada fasilitas pelayanan kesehatan. Baik tidaknya struktur dapat
diukur dari kewajaran, kuantitas, biaya dan mutu komponen-komponen struktur itu.
Proses :
Adalah apa yang dilakukan dokter dan tenaga profesi lain terhadap pasien : evaluasi,
diagnosa, perawatan, konseling, pengobatan, tindakan, penanganan jika terjadi
penyulit, follow up. Baik tidaknya proses dapat diukur dari relevansinya bagi pasien,
efektifitasnya dan mutu proses itu sendiri.\nPendekatan proses adalah pendekatan
paling langsung terhadap mutu asuhan.
Outcome :
Adalah hasil akhir kegiatan dan tindakan dokter dan tenaga profesi lain terhadap
pasien dalam arti perubahan derajat kesehatan dan kepuasannya serta kepuasan
provider. Outcome yang baik sebagian besar tergantung kepada mutu struktur dan
mutu proses yang baik. Sebaiknya outcome yang buruk adalah kelanjutan struktur
atau proses yang buruk.
8
RSU Sari Mutiara Medan adalah suatu institusi pelayanan kesehatan yang
kompleks, padat karya dan padat modal. Kompleksitas ini muncul karena pelayanan
di RSU Sari Mutiara Medan menyangkut berbagai fungsi pelayanan, pendidikan serta
mencakup berbagai tingkatan maupun jenis disiplin. Agar RSU Sari Mutiara Medan
mampu melaksanakan fungsi yang demikian kompleks, maka rumah sakit harus
memiliki sumber daya manusia yang profesional baik di bidang teknis medis maupun
administrasi. Untuk menjaga dan meningkatkan mutu, RSU Sari Mutiara Medan
harus mempunyai suatu ukuran yang menjamin peningkatan mutu di semua tingkatan.
Pengukuran mutu medis di RSU Sari Mutiara Medan sudah diawali dengan
penilaian akreditasi RSU Sari Mutiara Medan yang mengukur dan memecahkan
masalah pada tingkat struktur dan proses. Pada kegiatan ini RSU Sari Mutiara Medan
harus melakukan berbagai standar dan prosedur yang telah ditetapkan. RSU Sari
Mutiara Medan dipacu untuk dapat menilai diri (self assesment) dan memberikan
pelayanan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Sebagai kelanjutan untuk
mengukur hasil kerjanya perlu ada alat ukur yang lain yaitu instrumen mutu
pelayanan RSU Sari Mutiara Medan yang menilai dan memecahkan masalah pada
hasil (Outcome). Tanpa mengukur hasil kinerja RSU Sari Mutiara Medan tidak dapat
mengetahui apakah struktur dan proses yang baik telah menghasilkan outcome yang
baik pula. Pelaksanaan indikator mutu RSU Sari Mutiara Medan disusun dengan
mengacu pada Buku Petunjuk Pelaksanaan Indikator Mutu Rumah Sakit yang telah
diterbitkan oleh World Health Organization dan Direktorat Jenderal Pelayanan Medik
Departemen Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2001 dan Standar Pelayanan
Minimal Rumah Sakit Departemen Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2008.
B. UPAYA PENINGKATAN MUTU RSU SARI MUTIARA MEDAN
Upaya peningkatan mutu dapat diartikan keseluruhan upaya dan kegiatan
secara komprehensif dan integratif memantau dan menilai mutu pelayanan RSU Sari
Mutiara Medan, memecahkan masalah-masalah yang ada dan mencari jalan
keluarnya, sehingga mutu RSU Sari Mutiara Medan akan menjadi lebih baik.
Di RSU Sari Mutiara Medan upaya peningkatan mutu adalah kegiatan yang
bertujuan memberikan asuhan atau pelayanan sebaik-baiknya kepada pasien. Upaya
9
peningkatan mutu RSU Sari Mutiara Medan akan sangat berarti dan efektif bilamana
upaya peningkatan mutu menjadi tujuan sehari-hari dari setiap unsur di RSU Sari
Mutiara Medan termasuk pimpinan, pelaksana pelayanan dan staf penunjang.
Upaya peningkatan mutu termasuk kegiatan yang melibatkan mutu asuhan atau
pelayanan dengan penggunaan sumberdaya secara tepat dan efisien. Walaupun
disadari bahwa mutu memerlukan biaya, tetapi tidak berarti mutu yang lebih baik
selalu memerlukan biaya lebih banyak atau mutu rendah biayanya lebih rendah.
Berdasarkan hal tersebut diatas disusunlah definisi dan tujuan dari upaya
peningkatan mutu RSU Sari Mutiara Medan.
1. Definisi Upaya Peningkatan Mutu RSU Sari Mutiara Medan
Adalah keseluruhan upaya dan kegiatan yang komprehensif dan integratif yang
menyangkut struktur, proses dan outcome secara obyektif, sistematik dan
berlanjut memantau dan menilai mutu dan kewajaran pelayanan terhadap pasien,
dan memecahkan masalah-masalah yang terungkapkan sehingga pelayanan yang
diberikan RSU Sari Mutiara Medan berdaya guna dan berhasil guna.
2. Tujuan Upaya Peningkatan Mutu RSU Sari Mutiara Medan
Umum : Meningkatkan pelayanan kesehatan melalui upaya peningkatan mutu
RSU Sari Mutiara Medan secara efektif dan efisien agar tercapai derajat
kesehatan yang optimal.
Khusus : Tercapainya peningkatan mutu RSU Sari Mutiara Medan melalui :
a. Optimalisasi tenaga, sarana, dan prasarana.
b. Pemberian pelayanan sesuai dengan standar profesi dan standar pelayanan
yang dilaksanakan secara menyeluruh dan terpadu sesuai dengan kebutuhan
pasien.
c. Pemanfaatan teknologi tepat guna, hasil penelitian dan pengembangan
pelayanan kesehatan.
3. Indikator Mutu RSU Sari Mutiara Medan
Pengelompokan Indikator Mutu RSU Sari Mutiara Medan adalah sebagai berikut:
a) Pelayanan Gawat Darurat
1) Waktu tanggap pelayanan dokter di gawat darurat
2) Keterlambatan pelayanan ambulance di rumah sakit
10
b) Pelayanan Rawat Jalan
1) Waktu Tunggu Di Rawat Jalan
2) Pasien Rawat Jalan Tuberkulosis Yang Ditangani Dengan Strategi DOTS
(Directly Observed Treatment Shortcourse)
3) Kejadian Infeksi Pasca Operasi atau Surgical Site Infection (SSI)
c) Pelayanan Rawat Inap
1) Kejadian Infeksi Pasca Operasi
2) Kejadian Infeksi Aliran Darah Perifer (IADP)
3) Kejadian ISK
4) Kejadian Luka Dekubitus
5) Kejadian Penyulit Transfusi.
6) Kejadian Sepsis
7) Kematian Pasien > 48 Jam
8) Kejadian Pulang Paksa
9) Waktu Tunggu Operasi Elektif
10) Angka Perawatan Ulang
d) Kamar Operasi
1) Kejadian Kematian Di Kamar Operasi
2) Keterlambatan Waktu Operasi
3) Ketidaklengkapan Laporan Operasi
4) Ketidaklengkapan Laporan Anestesi
e) Persalinan dan Perinatologi
1) Kejadian Kematian Ibu Karena Eklampsia
2) Kejadian Kematian Ibu Melahirkan Karena Perdarahan
3) Kejadian Kematian Ibu Melahirkan Karena Sepsis
4) Kemampuan Menangani BBLR 1500 – 2500 gr
5) Pertolongan Persalinan Melalui Sectio Caesaria
6) Perpanjangan Masa Rawat Inap Ibu Melahirkan
f) Pelayanan Intensif
1) Rata-Rata Pasien Yang Kembali Ke Perawatan Intensif Dengan Kasus
Yang Sama < 72 Jam
11
2) Kejadian Pneumonia Akibat Pemakaian Ventilator (VAP)
g) Radiologi
1) Angka Keterlambatan Penerimaan Hasil Foto Pasien Rawat Jalan Lebih
Dari 3 Jam
2) Penolakan Expertise
3) Angka Pemeriksaan Ulang Radiologi
4) Angka Kesalahan Penyerahan Hasil Radiologi
h) Laboratorium Patologi Klinik
1) Kesalahan Penyerahan Hasil Pemeriksaan Laboratorium
2) Angka Ketidaktepatan Hasil Pemeriksaan Laboratorium
3) Kerusakan Sample Darah
i) Rehabilitasi Medis
1) Keterlambatan Jawaban Konsul Rehabilitasi Medis Pada Pasien Rawat
Inap
2) Kejadian Drop Out Pasien Terhadap Pelayanan Rehabilitasi Yang
Direncanakan
3) Kesalahan Tindakan Rehabilitasi Medis
j) Farmasi
1) Keterlambatan Waktu Penerimaan Obat Non Racikan
2) Keterlambatan Waktu Penerimaan Obat Racikan
3) Angka Kesalahan Penyerahan atau Pemberian Perbekalan Farmasi
k) Gizi
1) Konsumsi Makan Siang Pasien Non Diit
2) Ketidaksesuaian Makan Siang Pasien Diit
l) Rekam Medis
1) Penyerahan Berkas Rekam Medis Yang Lengkap < 24 Jam
2) Ketidaklengkapan Informed Consent Setelah Mendapatkan Informasi Yang
Jelas
3) Angka Ketidaklengkapan Pengisian Catatan Medis
m) Pengolahan Limbah
1) Keberhasilan Pengolahan Limbah Cair
12
2) Keberhasilan Pengolahan Limbah Padat Berbahaya
n) Administrasi dan Manajemen
1) Karyawan Yang Mendapat Pelatihan Minimal 20 Jam Pertahun
2) Keterlambatan Pelayanan Administrasi Keuangan
3) Angka Ketidaktepatan Pelayanan Administrasi
o) Pelayanan Pemeliharaan Sarana Rumah Sakit
1) Keterlambatan Waktu Menangani Kerusakan Alat
p) Pelayanan Linen
1) Kejadian Linen Yang Hilang
2) Ketersediaan APD
q) Sasaran Keselamatan Pasien
1) Sasaran I : Ketidaktepatan Identifikasi Pasien Rawat Inap
2) Sasaran II : Ketidaktepatan Identifikasi Pasien Rawat Jalan
3) Sasaran III : Komunikasi yang Kurang Efektif
4) Sasaran IV : Keamanan Obat yang kurang diwaspadai
5) Sasaran V : Kejadian Tidak Tepat Lokasi, Prosedur dan Pasien Operasi
6) Sasaran VI : Angka Ketidakpatuhan Cuci Tangan
7) Sasaran VII : Angka Kejadian Pasien Jatuh
4. Strategi
Untuk meningkatkan mutu RSU Sari Mutiara Medan maka disusunlah strategi
sebagai berikut :
1) Setiap petugas harus memahami dan menghayati konsep dasar dan prinsip
mutu pelayanan RSU Sari Mutiara Medan sehingga dapat menerapkan
langkah-langkah upaya peningkatan mutu di masing-masing unit kerjanya.
2) Memberi prioritas kepada peningkatan kompetensi sumber daya manusia dii
RSU Sari Mutiara Medan , serta upaya meningkatkan kesejahteraan
karyawan.
3) Menciptakan budaya mutu di RSU Sari Mutiara Medan , termasuk
didalamnya menyusun program mutu RSU Sari Mutiara Medan dengan
pendekatan PDCA cycle.
13
4) Membentuk Satuan Gugus Kendali Mutu RSU Sari Mutiara Medan di
masing-masing unit.
5. Pendekatan Pemecahan Masalah
Pendekatan pemecahan masalah merupakan suatu proses siklus yang
berkesinambungan. Langkah pertama dalam proses ini adalah identifikasi
masalah. Identifikasi masalah merupakan bagian yang sangat penting dari seluruh
proses siklus, karena akan menentukan kegiatan-kegiatan selanjutnya dari
pendekatan pemecahan masalah ini.
Masalah akan timbul apabila:
a) Hasil yang dicapai dibandingkan dengan standar yang ada terdapat
penyimpangan.
b) Merasa tidak puas dengan penyimpangan tersebut
c) Merasa bertanggung jawab atas penyimpangan tersebut
Dengan telah jelasnya cara memecahkan masalah maka bisa dilakukan tindakan
perbaikan. Namun agar pemecahan masalah bisa tuntas, setelah diadakan tindakan
perbaikan perlu dinilai kembali apakah masih ada yang tertinggal. Dari penilaian kembali
maka akan didapatkan masalah yang telah terpecahkan dan masalah yang masih tetap
merupakan masalah sehingga proses siklus akan berulang mulai tahap pertama.
14
BAB IV
PRINSIP DASAR UPAYA PENINGKATAN MUTU
RSU SARI MUTIARA MEDAN
Prinsip dasar upaya peningkatan mutu adalah pemilihan aspek yang akan ditingkatkan
dengan menetapkan indikator, kriteria serta standar yang digunakan untuk mengukur
mutu pelayanan RSU Sari Mutiara Medan
Indikator :
Adalah ukuran atau cara mengukur sehingga menunjukkan suatu indikasi. Indikator
merupakan suatu variabel yang digunakan untuk bisa melihat perubahan. Indikator yang
baik adalah yang sensitif tapi juga spesifik.
Kriteria :
Adalah spesifikasi dari indicator.
Standar :
a) Tingkat performance atau keadaan yang dapat diterima oleh seseorang yang
berwenang dalam situasi tersebut, atau oleh mereka yang bertanggungjawab untuk
mempertahankan tingkat performance atau kondisi tersebut.
b) Suatu norma atau persetujuan mengenai keadaan atau prestasi yang sangat baik.
c) Sesuatu ukuran atau patokan untuk mengukur kuantitas, berat, nilai atau mutu.
Dalam melaksanakan upaya peningkatan mutu maka harus memperhatikan prinsip dasar
sebagai berikut :
1. Aspek yang dipilih untuk ditingkatkan.
a.Keprofesian.
b. Efisiensi
c.Keamanan pasien
d. Kepuasan pasien
e.Sarana dan lingkungan fisik
15
2. Indikator yang dipilih.
a. Indikator lebih diutamakan untuk menilai outcome daripada struktur dan proses
b. Bersifat umum, yaitu lebih baik indikator untuk situasi dan kelompok daripada
untuk perorangan
c. Dapat digunakan untuk membandingkan antar daerah dan antar rumah sakit
d. Dapat mendorong intervensi sejak tahap awal pada aspek yang dipilih untuk
dimonitor
e. Didasarkan pada data yang ada
3. Kriteria yang digunakan.
Kriteria yang digunakan harus dapat diukur dan dihitung untuk dapat menilai
indikator, sehingga dapat sebagai batas yang memisahkan antara mutu baik dan
mutu yang tidak baik.
4. Standar yang digunakan
Standar yang digunakan ditetapkan berdasarkan :
a. Acuan dari berbagai sumber.
b. Benchmarking dengan rumah sakit yang setara
c. Berdasarkan tren yang menuju kebaikan.
16
BAB VINDIKATOR MUTU RUMAH SAKIT
Indikator Mutu RSU Sari Mutiara Medan meliputi Mutu di area Klinis, Manajemen,
Sasaran keselamatan Pasien Unit kerja, Surveilance Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi (PPI) sebagai berikut:
I. Pelayanan Gawat Darurat.
1. Waktu Tanggap Pelayanan Dokter Di Gawat DaruratRuang lingkup Waktu Tanggap Pelayanan Dokter Di Gawat Darurat
Dimensi mutu Keselamatan dan efektivitasTujuan Terselenggaranya pelayanan yang cepat, responsive
dan mampu menyelamatkan pasien gawat darurat
Definisi operasional Kecepatan pelayanan dokter di IGD adalah sejak pasien datang sampai mendapat pelayanan dokter
Kriteria inklusi Pasien true emergencyKriteria eksklusi Pasien non emergencyNumerator Jumlah pasien true emergency yang mendapat
pertolongan > 5 menitDenominator Jumlah seluruh pasien true emergency dalam bulan
tersebutStandar 1 %
Pasien True Emergency adalah pasien gawat darurat dengan ancaman kematian dan atau cacat tetap.
17
2. Keterlambatan Pelayanan Ambulans Di Rumah SakitRuang lingkup Kecepatan Memberikan Pelayanan Ambulans Di
Rumah SakitDimensi mutu Kenyamanan, keselamatanTujuan Tergambarnya ketanggapan rumah sakit dalam
menyediakan kebutuhan pasien akan ambulans
Definisi operasional Keterlambatan pelayanan ambulans adalah keterlambatan merespon permintaan ambulans lebih dari 15 menit. Keterlambatan dihitung mulai telepon permintaan ambulans diterima sampai dengan ambulans siap berangkat.
Kriteria inklusi Jumlah keterlambatan respon time ambulans dalam satu bulan
Kriteria eksklusi Jumlah permintaan penjemputan pasien dengan ambulans pada bulan tersebut
Numerator Jumlah keterlambatan pelayanan ambulans dalam satu bulan
Denominator Jumlah seluruh permintaan ambulans dalam bulan tersebut
Standar 3 %
II. Pelayanan Rawat Jalan
1. Waktu Tunggu Di Rawat JalanRuang lingkup Waktu Tunggu Di Rawat JalanDimensi mutu Efisiensi dan efektivitasTujuan Tersedianya pelayanan rawat jalan pada hari kerja.Definisi operasional Waktu tunggu adalah waktu yang diperlukan mulai
pasien mendaftar sampai dilayani oleh dokterKriteria inklusi -Kriteria eksklusi -Numerator Jumlah pasien rawat jalan yang menunggu lebih dari
15 menitDenominator Jumlah seluruh pasien rawat jalan dalam bulan
tersebutStandar 1 %
18
2. Pasien Rawat Jalan Tuberkulosis Yang Ditangani Dengan Strategi DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse)
Ruang lingkup Pasien Rawat Jalan Tuberkulosis Yang Ditangani Dengan Strategi DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse)
Dimensi mutu Akses, efisiensiTujuan Terselenggaranya pelayanan rawat jalan bagi pasien
tuberkulosis dengan strategi DOTSDefinisi operasional u001cPelayanan rawat jalan tuberkulosis dengan
strategi DOTS adalah pelayanan tuberkulosis dengan 5 strategi penanggulangan tuberkulosis nasional. Penegakan diagnosis dan follow up pengobatan pasien tuberkulosis harus melalui pemeriksaan mikroskopis tuberkulosis, pengobatan harus menggunakan paduan obat anti tuberkulosis yang sesuai dengan standar penanggulangan tuberkulosis nasional, dan semua pasien yang tuberkulosis yang diobati dievaluasi secara kohort sesuai dengan penanggulangan tuberkulosis nasional.
Kriteria inklusi Pasien tuberculosis yang diterapi dengan strategi DOTS
Kriteria eksklusi Pasien tuberculosis yang tidak diterapi dengan strategi DOTS
Numerator Jumlah semua pasien rawat jalan tuberkulosis yang ditangani dengan strategi DOTS
Denominator Jumlah seluruh pasien rawat jalan tuberculosis yang ditangani di rumah sakit dalam bulan tersebut.
Standar 100 %
19
III. Pelayanan Rawat Inap 1. Kejadian Infeksi Pasca Operasi.
Ruang lingkup Kejadian Infeksi Pasca Operasi
Dimensi mutu Keselamatan, kompetensiTujuan Tergambarnya pelaksanaan operasi dan perawatan
pasca operasi yang bersih sesuai standar
Definisi operasional Infeksi pasca operasi adalah adanya infeksi nosokomial pada semua kategori luka sayatan operasi yang dilaksanakan di rumah sakit dan ditandai oleh rasa panas (kalor), nyeri (dolor), kemerahan (color), pengerasan (tumor), gangguan fungsi (functiolaesa) dan keluarnya nanah (pus) dalam waktu lebih dari 3 X 24 jam.
Kriteria inklusi Semua infeksi yang terjadi minimal 3 X 24 jam pasca operasi sampai dengan 30 hari atau satu tahun jika dipasang implant,
Kriteria eksklusi Jejunostomy, Ileostomy, ColostomyNumerator Jumlah pasien yang mengalami infeksi pasca operasi
dalam satu bulanDenominator Jumlah seluruh pasien yang dioperasi di Rumah Sakit
dalam bulan tersebutStandar 2 %
2. Kejadian Infeksi Aliran Darah Perifer (IADP)Ruang lingkup Kejadian Infeksi Aliran Darah PeriferDimensi mutu Keselamatan, kompetensiTujuan Tergambarnya pelaksanaan pemasangan infus perifer
yang sesuai standar
Definisi operasional Keadaan Infeksi yang terjadi disekitar tusukan atau bekas tusukan jarum infus dan timbul minimal 3 kali 24 jam setelah pemasangan.
Kriteria inklusi Pada daerah bekas tusukan jarum infus ditandai dengan rasa panas, pengerasan dan kemerahan (kalor, dolor, tumor rubor dan functiolaesa) dengan atau tanpa nanah (pus)
Kriteria eksklusi Infeksi kulit karena sebab-sebab lainNumerator Jumlah kasus infeksi aliran darah perifer karena jarum
infus per bulanDenominator Jumlah hari pemasangan infus dalam bulan tersebutStandar 20 permil
20
3. Kejadian ISKRuang lingkup Kejadian Infeksi Saluran Kemih
Dimensi mutu Keselamatan, kompetensiTujuan Tergambarnya pelaksanaan pemasangan kateter urin
menetap yang bersih sesuai standar
Definisi operasional Keadaan infeksi yang terjadi disekitar uretra atau selang kateter dan timbul setelah 3 kali 24 jam dilakukan pemasangan kateter di rumah sakit
Kriteria inklusi Pada daerah uretra terjadi iritasi, gatal-gatal, rasa sakit atau panas, pus, dan urine berwarna merah atau keruh
Kriteria eksklusi Jika keadaan tersebut timbul oleh suatu tindakan lain atau oleh karena penyakitnya.
Numerator Jumlah kasus infeksi karena pemasangan kateter per bulan
Denominator Jumlah hari pemasangan kateter dalam bulan tersebutStandar 10 %
4. Kejadian Luka DekubitusRuang lingkup Kejadian Luka Dekubitus
Dimensi mutu Keselamatan dan kompetensiTujuan Terlaksananya perawatan tirah baring yang tidak
menimbulkan dekubitus
Definisi operasional Suatu daerah yang jaringan cutaneousnya mengalami kerusakan diakibatkan oleh tekanan yang terus menerus pada pasien tirah baring yang tidak dilakukan alih posisi.
Kriteria inklusi Jumlah Luka Dekubitus per bulanKriteria eksklusi Luka lecet yang terjadi diluar area pada pasien tirah
baringNumerator Jumlah kasus Dekubitus perbulanDenominator Jumlah pasien tirah baring pada bulan tersebutStandar 1 %
21
5. Kejadian Penyulit TransfusiRuang lingkup Kejadian Penyulit Transfusi
Dimensi mutu Keselamatan dan kompetensiTujuan Terselenggaranya transfusi darah sesuai standar
prosedur, sehingga tidak menimbulkan penyulit atau infeksi.
Definisi operasional Transfusi darah yang tidak dikerjakan sesuai dengan prosedur yang berlaku dapat menyebabkan terjadinya penyulit karena inkompatibilitas (golongan darah tidak cocok)
Kriteria inklusi Golongan darah pasien tidak cocokKriteria eksklusi Kelainan pada darah atau sepsis yang bukan
disebabkan oleh transfusi darah, suntikan apapun atau infeksi karena jarum infus
Numerator Jumlah kasus penyulit karena tranfusi darah per bulanDenominator Jumlah pemasangan transfusi darah (kantong darah)
dalam bulan tersebutStandar 0,5 %
KETERANGAN\t : Tidak termasuk reaksi alergi
6. Kejadian SepsisRuang lingkup Kejadian SepsisDimensi mutu Keselamatan dan kompetensiTujuan Terselenggaranya pelayanan keperawatan sesuai
standar prosedur sehingga tidak terjadi sepsis.
Definisi operasional Sepsis yang terjadi setelah pasien dirawat di rumah sakit
Kriteria inklusi Gejala yang timbul : panas, hiperventilasi, alkalosis respiratoris, perubahan status mental, hipotensi, shock (Sepsis ditentukan oleh dokter yang merawat)
Kriteria eksklusi Pasien masuk rumah sakit dengan sepsis
Numerator Jumlah pasien sepsis per bulanDenominator Jumlah pasien masuk rumah sakit pada bulan tersebutStandar 1 %
22
7. Kematian Pasien > 48 JamRuang lingkup Kematian Pasien > 48 Jam
Dimensi mutu Keselamatan dan efektifitasTujuan Tergambarnya pelayanan pasien rawat inap di rumah
sakit yang aman dan efektif
Definisi operasional Kematian > 48 jam adalah kematian yang terjadi sesudah periode 48 jam setelah pasien rawat inap masuk rumah sakit
Kriteria inklusi Kematian pasien > 48 jam di seluruh ruang rawat inap.
Kriteria eksklusi Kematian pasien < 48 jam, kematian pasien > 48 jam di Instalasi Pelayanan Intensif (IPI), Unit Stroke.
Numerator Jumlah kejadian kematian pasien rawat inap > 48 jam dalam satu bulan
Denominator Jumlah seluruh pasien rawat inap dalam satu bulanStandar 0,5 %
8. Kejadian Pulang PaksaRuang lingkup Kejadian Pulang Paksa
Dimensi mutu Efektifitas, kesinambungan pelayananTujuan Tergambarnya penilaian pasien terhadap efektifitas
pelayanan rumah sakit
Definisi operasional Pulang paksa adalah pulang atas permintaan pasien atau keluarga pasien sebelum diputuskan pulang oleh dokter
Kriteria inklusi Semua pasien pulang paksaKriteria eksklusi -Numerator Jumlah pasien pulang paksa dalam satu bulanDenominator Jumlah seluruh pasien yang dirawat dalam satu bulanStandar 3 %
23
9. Waktu Tunggu Operasi ElektifRuang lingkup Waktu Tunggu Operasi Elektif
Dimensi mutu Efektifitas, kesinambungan pelayanan dan efisiensiTujuan Tergambarnya kecepatan penanganan antrian
pelayanan bedah.
Definisi operasional Waktu tunggu operasi elektif adalah tenggang waktu mulai dokter memutuskan untuk operasi yang terencana sampai dengan operasi mulai dilaksanakan.
Kriteria inklusi Waktu tunggu operasi elektif tidak lebih dari 24 jamKriteria eksklusi Ada hal di pihak penderita yang mengharuskannya
menunggu, atau ada penyulit secara tiba-tibaNumerator Jumlah pasien operasi elektif dengan masa tunggu
lebih dari 24 jam per bulanDenominator Jumlah pasien operasi elektif dalam bulan tersebutStandar 2 %
10. Angka Perawatan UlangRuang lingkup Angka Perawatan Ulang
Dimensi mutu Efektifitas dan kompetensiTujuan Tergambarnya efektifitas pelayanan dan kompetensi
pelayanan rawat inap.
Definisi operasional Jumlah pasien rawat inap ulang dengan penyakit yang sama dalam kurun waktu kurang dari 7 hari setelah pasien pulang dari rumah sakit
Kriteria inklusi Semua pasien yang mengalami rawat ulang dengan masalah kesehatan yang sama
Kriteria eksklusi Pasien pulang paksa, rawat ulang yang direncanakan, kehamilan aterm, penyakit kronik
Numerator Jumlah pasien rawat ulang per bulanDenominator Jumlah pasien masuk rumah sakit dalam bulan
tersebutStandar 3 %
24
IV. Kamar Operasi
1. Kejadian Kematian di Kamar OperasiRuang lingkup Kejadian Kematian Di Kamar Operasi
Dimensi mutu Keselamatan, efektifitas dan kompetensiTujuan Tergambarkannya efektifitas pelayanan bedah dan
anestesi dan kepedulian terhadap keselamatan pasien
Definisi operasional Kematian di meja operasi adalah kematian yang terjadi di kamar operasi pada saat operasi berlangsung, atau selama pasien di ruang sadar pulih, yang diakibatkan oleh tindakan anestesi maupun tindakan pembedahan
Kriteria inklusi Semua pasien yang mengalami rawat ulang dengan masalah kesehatan yang sama
Kriteria eksklusi Ada hal di pihak penderita yang mengharuskannya menunggu, atau ada penyulit secara tiba-tiba
Numerator Jumlah pasien yang meninggal di kamar operasi dalam satu bulan
Denominator Jumlah pasien yang dilakukan tindakan pembedahan dalam satu bulan
Standar 0,5 %
2. Keterlambatan Waktu OperasiRuang lingkup Keterlambatan Waktu Operasi
Dimensi mutu EfektivitasTujuan Tergambarkannya efektifitas pelayanan bedahDefinisi operasional Angka Kejadian Tertundanya Operasi Lebih Dari 30
menitKriteria inklusi Semua pasien yang saat mulainya operasi tertunda
lebih dari 30 menit yang bukan disebabkan oleh karena faktor pasien atau keluarganya
Kriteria eksklusi Semua pasien yang saat mulainya operasi tertunda lebih dari 30 menit yang disebabkan oleh faktor pasien dan atau keluarganya
Numerator Jumlah pasien yang operasinya tertunda 30 menit per bulan
Denominator Jumlah pasien operasi dalam bulan tersebutStandar 2 %
25
3. Ketidaklengkapan Laporan OperasiRuang lingkup Ketidaklengkapan Laporan Operasi
Dimensi mutu EfektivitasTujuan Tergambarkannya efektifitas pelayanan bedahDefinisi operasional Ketidaklengkapan penulisan laporan operasi setelah
pasien keluar dari kamar operasi
Kriteria inklusi Semua laporan tindakan operasiKriteria eksklusi -Numerator Jumlah ketidaklengkapan laporan operasi pada bulan
tersebutDenominator Jumlah pasien operasi pada bulan tersebutStandar 1 %
4. Ketidaklengkapan Laporan AnestesiRuang lingkup Ketidaklengkapan Laporan Anestesi
Dimensi mutu EfektivitasTujuan Tergambarkannya efektifitas pelayanan anestesi dan
kepedulian terhadap keselamatan pasien
Definisi operasional Ketidaklengkapan penulisan laporan anestesi setelah pasien keluar dari kamar operasi
Kriteria inklusi Semua laporan tindakan anestesi di kamar operasiKriteria eksklusi -Numerator Jumlah ketidaklengkapan laporan anestesi pada bulan
tersebut Denominator Jumlah pasien anestesi pada bulan tersebutStandar 1 %
V. Persalinan dan Perinatologi
26
1. Kejadian Kematian Ibu Karena Eklampsia
Ruang lingkup Kejadian Kematian Ibu Karena Eklampsia
Dimensi mutu KeselamatanTujuan Mengetahui mutu pelayanan rumah sakit terhadap
kasus eklampsia
Definisi operasional Angka yang menunjukkan banyaknya ibu yang meninggal karena eklampsia
Kriteria inklusi Suatu kelainan akut yang terjadi pada wanita hamil, dalam persalinan atau nifas yang ditandai dengan timbulnya kejang-kejang atau komplikasi
Kriteria eksklusi Hipertensi menahun (kronik)
Numerator Jumlah ibu meninggal karena eklampsia per bulan Denominator Jumlah ibu dengan eklampsia pada bulan tersebutStandar 0,5 %
2. Kejadian Kematian Ibu Melahirkan Karena PerdarahanRuang lingkup Kejadian Kematian Ibu Melahirkan Karena
PerdarahanDimensi mutu Keselamatan dan kompetensiTujuan Mengetahui mutu pelayanan persalinan rumah sakitDefinisi operasional Angka yang menunjukkan banyaknya ibu yang
meninggal karena perdarahan yang dapat terjadi pada semua kala dalam persalinan
Kriteria inklusi Disebabkan antara lain APB, ruptur uteri, kegagalan uri (placenta) untuk keluar secara spontan (retentio placenta), tidak berkontraksinya rahim ibu (atonia uteri)
Kriteria eksklusi Perdarahan karena trauma pada perut atau karena tindakan fisik yang lain yang tidak berhubungan dengan proses persalinan
Numerator Jumlah ibu melahirkan yang meninggal karena perdarahan per bulan
Denominator Jumlah ibu melahirkan dengan perdarahan pada bulan tersebut
Standar 0,5 %
3. Kejadian Kematian Ibu Melahirkan Karena Sepsis
27
Ruang lingkup Kejadian Kematian Ibu Melahirkan Karena Sepsis
Dimensi mutu Keselamatan dan kompetensiTujuan Mengetahui mutu pelayanan persalinan rumah sakit.Definisi operasional Angka yang menunjukkan banyaknya ibu melahirkan
aterm yang meninggal karena sepsis
Kriteria inklusi Sepsis ditentukan oleh dokter yang merawat. Gejala yang timbul : panas, hiperventilasi, alkalosis respiratoris, perubahan status mental, hipotensi, shock setelah melahirkan
Kriteria eksklusi Pasien masuk rumah sakit dengan sepsisNumerator Jumlah Ibu melahirkan yang meninggal karena sepsis
per bulanDenominator Jumlah Ibu melahirkan dengan sepsis pada bulan
tersebut.Standar 0,2 %
4. Kemampuan Menangani BBLR 1500 – 2500 GrRuang lingkup Kemampuan Menangani BBLR 1500 – 2500 GrDimensi mutu Efektifitas dan keselamatanTujuan Tergambarnya kemampuan rumah sakit dalam
menangani BBLR
Definisi operasional BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat badan 1500 – 2500 gr
Kriteria inklusi Berat badan bayi ≤ 2000 gram dengan usia kehamilan ≥ 32 Minggu
Kriteria eksklusi -
Numerator Jumlah BBLR 1500 – 2500 gr yang berhasil ditanganiDenominator Jumlah seluruh BBLR 1500 – 2500 gr yang ditanganiStandar 100 %
5. Pertolongan Persalinan Melalui Sectio Caesaria
28
Ruang lingkup Pertolongan Persalinan Melalui Sectio Caesaria
Dimensi mutu Efektifitas, keselamatan dan efisiensiTujuan Tergambarnya pertolongan persalinan di rumah sakit
yang sesuai dengan indikasi dan efisiensi
Definisi operasional Sectio caesaria adalah tindakan persalinan melalui pembedahan abdominal baik elektif maupun emergensi
Kriteria inklusi Sectio caesaria yang dilakukan dengan indikasi maupun atas permintaan pasien sendiri
Kriteria eksklusi -
Numerator Jumlah persalinan dengan sectio caesaria dalam satu bulan
Denominator Jumlah seluruh persalinan dalam satu bulanStandar 15 %
6. Perpanjangan Masa Rawat Inap Ibu MelahirkanRuang lingkup Perpanjangan Masa Rawat Inap Ibu Melahirkan
Dimensi mutu KompetensiTujuan Tergambarnya mutu pertolongan persalinan di rumah
sakit yang sesuai dengan indikasi dan efisiensi
Definisi operasional Angka yang menunjukkan bertambahnya hari rawat ibu sehat (tanpa penyakit lain yang menyertai) yang melahirkan baik secara normal maupun dengan penyulit (Forceps, Decapitasi, Induksi, Sectio Caesaria)
Kriteria inklusi Untuk partus normal : tidak lebih dari 2 hariKriteria eksklusi Untuk partus dengan penyulit : tidak lebih dari 5 hari
Numerator Jumlah ibu sehat yang melahirkan dengan LOS > standar perbulan
Denominator Jumlah ibu yang melahirkan dalam bulan tersebutStandar 2 %
VI. Pelayanan Intensif
29
1. Rata-Rata Pasien Yang Kembali Ke Perawatan Intensif Dengan Kasus Yang Sama < 72 Jam
Ruang lingkup Rata-Rata Pasien Yang Kembali Ke Perawatan Intensif Dengan Kasus Yang Sama < 72 Jam
Dimensi mutu EfektifitasTujuan Tergambarnya keberhasilan perawatan intensifDefinisi operasional Pasien kembali ke perawatan intensif dari ruang rawat
inap dengan kasus yang sama dalam waktu < 72 jam
Kriteria inklusiKriteria eksklusi - Pasien kembali ke Instalasi Pelayanan Intensif
atas permintaan sendiri.- Pasien keluar dari Instalasi Pelayanan Intensif
atas permintaan sendiriNumerator Jumlah pasien yang kembali ke perawatan intensif
dengan kasus yang sama dalam waktu < 72 jamDenominator Jumlah seluruh pasien yang dirawat di ruang intensif
dalam 1 bulanStandar 2 %
2. Kejadian Pneumonia Akibat Pemakaian Ventilator (VAP)Ruang lingkup Kejadian Pneumonia Akibat Pemakaian Ventilator
Dimensi mutu Keselamatan, kompetensiTujuan Tergambarnya pemakaian ventilator sesuai standar
prosedur sehingga mampu mengurangi risiko pneumonia.
Definisi operasional Ventilator Associated Pneumonia adalah pneumonia yang terjadi akibat pemasangan ventilator mekanik di rumah sakit.
Kriteria inklusiKriteria eksklusi Pasien yang telah terpasang Endo Trakeal Tube
sebelum pasien masuk rumah sakitNumerator Jumlah nosokomial pneumonia per bulanDenominator Jumlah pasien yang menggunakan ventilator dalam
bulan tersebutStandar 5 %
VII. Radiologi
30
1. Angka Keterlambatan Penerimaan Hasil Foto Pasien Rawat Jalan Lebih Dari 3 Jam
Ruang lingkup Keterlambatan Penerimaan Hasil Foto Pasien Rawat Jalan Lebih Dari 3 Jam
Dimensi mutu EfektivitasTujuan Tergambarnya mutu pelayanan radiologi untuk pasien
rawat jalan.
Definisi operasional Angka yang menunjukkan keterlambatan penerimaan hasil foto oleh pasien rawat jalan lebih dari tiga jam.
Kriteria inklusi Hasil foto diterima 3 jam setelah dilakukan tindakan Radiografi
Kriteria eksklusi
Numerator Jumlah pasien rawat jalan yang menerima hasil foto lebih dari 3 jam per bulan
Denominator Jumlah seluruh pasien rawat jalan yang dilakukan tindakan foto rontgen pada bulan tersebut
Standar 3 %Keterangan: Tidak termasuk foto USG
2. Penolakan ExpertiseRuang lingkup Penolakan ExpertiseDimensi mutu Kompetensi teknisTujuan Tergambarnya kompetensi ahli radiologi di RSU Sari
Mutiara MedanDefinisi operasional Angka yang menunjukkan banyaknya penolakan
expertise oleh dokter pengirim
Kriteria inklusi Semua perbedaan pandangan baik verbal maupun tertulis mengenai hasil radiologi antara Dokter Pengirim dengan Radiolog
Kriteria eksklusiNumerator Jumlah penolakan expertise per bulanDenominator Jumlah seluruh pelayanan di radiologi pada bulan
tersebutStandar 3 %
31
3. Angka Pemeriksaan Ulang RadiologiRuang lingkup Pemeriksaan Ulang RadiologiDimensi mutu Kompetensi, efektivitasTujuan Tergambarnya kompetensi petugas dan efektivitas
pelayanan radiologi
Definisi operasional Terjadinya kesalahan pelaksanaan pemeriksaan radiologi
Kriteria inklusi Pemeriksaan radiologi di ulang karena salah posisi, kesalahan teknik fotografi, kesalahan teknik pencucian film, tidak sesuai dengan permintaan
Kriteria eksklusi Pemeriksaan Ulang karena faktor pasien
Numerator Jumlah pemeriksaan ulang radiologi per bulanDenominator Jumlah pasien yang dilakukan pemeriksaan radiologi
pada bulan tersebutStandar 3 %
4. Angka Kesalahan Penyerahan Hasil RadiologiRuang lingkup Kesalahan Penyerahan Hasil Radiologi
Dimensi mutu Efektivitas dan keselamatanTujuan Tergambarnya kompetensi petugas dan efektivitas
pelayanan radiologiDefinisi operasional Kesalahan penyerahan hasil radiologi
Kriteria inklusi Meliputi kesalahan memasukkan hasil pemeriksaan radiologi ke dalam sampul, kesalahan memberikan hasil kepada orang lain, kesalahan memberikan hasil ke unit lain
Kriteria eksklusiNumerator Jumlah kesalahan penyerahan hasil radiologi per
bulanDenominator Jumlah pemeriksaan radiologi pada bulan tersebutStandar 0 %
32
VIII. Laboratorium Patologi Klinik
1. Kesalahan Penyerahan Hasil Pemeriksaan LaboratoriumRuang lingkup Tidak Adanya Kesalahan Penyerahan Hasil
Pemeriksaan LaboratoriumDimensi mutu Keselamatan pasienTujuan Tergambarnya ketelitian pelayanan laboratoriumDefinisi operasional Kesalahan penyerahan hasil laboratorium adalah
kesalahan penyerahan hasil laboratorium pada orang lain.
Kriteria inklusi Meliputi kesalahan memasukkan hasil pemeriksaan laboratorium ke dalam sampul, kesalahan memberikan hasil kepada orang lain, kesalahan memberikan hasil ke unit lain
Kriteria eksklusiNumerator Jumlah pasien yang menerima hasil yang salahDenominator Jumlah pasien yang diperiksa di laboratorium dalam
bulan tersebutStandar 0 %
2. Angka Ketidaktepatan Hasil Pemeriksaan LaboratoriumRuang lingkup Ketidaktepatan Hasil Pemeriksaan LaboratoriumDimensi mutu Keselamatan dan efektivitasTujuan Tergambarnya ketelitian pelayanan laboratoriumDefinisi operasional Angka yang menunjukkan ketidaktepatan hasil
laboratorium berdasarkan jenis pemeriksaan
Kriteria inklusi Hasil laboratorium tidak sesuai dengan klinis dan setelah konfirmasi ulang di laboratorium yang sama didapatkan perbedaan hasil yang bermakna
Kriteria eksklusi Hasil pemeriksaan laboratorium tidak dilakukan pada hari yang sama
Numerator Jumlah ketidaktepatan hasil laboratorium berdasarkan jenis pemeriksaan per bulan
Denominator Jumlah jenis pemeriksaan laboratorium dalam bulan tersebut
Standar 0 %
3. Kerusakan Sample Darah
33
Ruang lingkup Kerusakan Sample DarahDimensi mutu EfektivitasTujuan Tergambarnya efektivitas pelayanan laboratoriumDefinisi operasional Terjadinya lisis atau pembekuan darah yang tidak
sesuai dengan syarat sample darah yang baik
Kriteria inklusi Semua darah yang lisis atau bekuKriteria eksklusi Sample pasien dengan kelainan darah yang
menyebabkan lisinya eritrosit, contoh : AIHA (Auto Imune Hemolitic Anemia ), PMN (Paroximal Nocturnal Hematuria), DIC, (Disseminated Intravascular Coagulation), perdarahan dengan obat anti koagulan, misalnya heparin post dialisa
Numerator Jumlah kerusakan sample darah pada bulan tersebutDenominator Jumlah sample darah pada bulan tersebutStandar 3 %
IX. Rehabilitasi Medis
1. Keterlambatan Jawaban Konsul Rehabilitasi Medis Pada Pasien Rawat Inap
Ruang lingkup Keterlambatan Jawaban Konsul Rehabilitasi Medis Pada Pasien Rawat Inap
Dimensi mutu EfektivitasTujuan Tergambarnya efektivitas pelayanan rehabilitasi
medis pada pasien rawat inap.Definisi operasional Angka yang menunjukkan keterlambatan jawaban
konsul Rehabilitasi Medis pada pasien rawat inap ≥ 12 jam
Kriteria inklusi Keterlambatan jawaban konsul oleh Dokter Spesialis Rehabiliasi Medis
Kriteria eksklusi
Numerator Jumlah keterlambatan jawaban konsul oleh rehabilitasi medis pada pasien rawat inap per bulan ≥ 12 jam
Denominator Jumlah pasien yang dikonsulkan ke rehabilitasi medis pada bulan tersebut
Standar 2 %
2. Kejadian Drop Out Pasien Terhadap Pelayanan Rehabilitasi Yang Direncanakan
34
Ruang lingkup Kejadian Drop Out Pasien Terhadap Pelayanan Rehabilitasi Yang Direncanakan
Dimensi mutu Kesinambungan pelayanan dan efektifitasTujuan Tergambarnya kesinambungan pelayanan rehabilitasi
sesuai yang direncanakan.
Definisi operasional Drop out pasien terhadap pelayanan rehabilitasi yang direncanakan adalah pasien tidak bersedia meneruskan program rehabilitasi yang direncanakan
Kriteria inklusi Keterlambatan jawaban konsul oleh Dokter Spesialis Rehabiliasi Medis
Kriteria eksklusi -
Numerator Jumlah seluruh pasien yang drop out dalam 1 bulanDenominator Jumlah seluruh pasien yang diprogram rehabilitasi
medis dalam bulan tersebutStandar 3 %
3. Kesalahan Tindakan Rehabilitasi MedisRuang lingkup Tidak Adanya Kejadian Kesalahan Tindakan
Rehabilitasi MedisDimensi mutu Keselamatan dan kenyamananTujuan Tergambarnya kejadian kesalahan klinis dalam
rehabilitasi medisDefinisi operasional Kesalahan tindakan rehabilitasi medis adalah
memberikan atau tidak memberikan tindakan rehabilitasi medis yang diperlukan yang tidak sesuai dengan rencana asuhan dan/atau tidak sesuai dengan pedoman standar pelayanan rehabilitasi medis
Kriteria inklusi Kesalahan tindakan oleh dokter spesialis rehabilitasi medis dan petugas rehabilitasi medis
Kriteria eksklusi -
Numerator Jumlah pasien yang mengalami kesalahan tindakan rehabilitasi medis dalam satu bulan
Denominator Jumlah seluruh pasien yang diprogram rehabilitasi medis dalam bulan tersebut
Standar 0 %
X. Farmasi
35
1. Keterlambatan Waktu Penerimaan Obat Non RacikanRuang lingkup Keterlambatan Waktu Penerimaan Obat Non RacikanDimensi mutu Efektifitas, kesinambungan pelayanan, efisiensiTujuan Tergambarnya kecepatan pelayanan farmasiDefinisi operasional Angka Keterlambatan Waktu penerimaan obat non
racikan pada pasien rawat jalan ≥ 20 menit setelah diterimanya resep oleh petugas Instalasi Farmasi
Kriteria inklusi Semua pasien rawat jalan yang menyerahkan resep obat non racikan kepada petugas Farmasi
Kriteria eksklusi
Numerator Jumlah pasien rawat jalan yang menerima obat non racikan ≥ 20 menit per bulan
Denominator Jumlah pasien rawat jalan yang menerima obat non racikan dalam bulan tersebut
Standar 3 %
2. Keterlambatan Waktu Penerimaan Obat RacikanRuang lingkup Keterlambatan Waktu Penerimaan Obat Racikan
Dimensi mutu Efektifitas, kesinambungan pelayanan, efisiensiTujuan Tergambarnya kecepatan pelayanan farmasiDefinisi operasional Angka Keterlambatan Waktu penerimaan obat non
racikan pada pasien rawat jalan ≥ 60 menit setelah diterimanya resep oleh petugas Instalasi Farmasi
Kriteria inklusi Semua pasien rawat jalan yang menyerahkan resep obat racikan kepada petugas Farmasi
Kriteria eksklusi
Numerator Jumlah pasien rawat jalan yang menerima obat racikan ≥ 60 menit per bulan
Denominator Jumlah pasien rawat jalan yang menerima obat racikan dalam bulan tersebut
Standar 3 %
3. Angka Kesalahan Penyerahan / Pemberian Perbekalan FarmasiRuang lingkup Angka Kesalahan / Pemberian Perbekalan FarmasiDimensi mutu Keselamatan dan kenyamanan
36
Tujuan Tergambarnya kejadian kesalahan dalam pemberian obat
Definisi operasional Kesalahan penyerahan perbekalan farmasi (obat, alat kesehatan, dsb.)
Kriteria inklusi Kesalahan penyerahan - Jenis obat,- Dosis- Tujuan/tempat- Jumlah
Kriteria eksklusi
Numerator Jumlah kesalahan penyerahan perbekalan per bulanDenominator Jumlah permintaan perbekalan dalam bentuk resep
dan formulir permintaan pada bulan tersebutStandar 0 %
XI. Gizi
1. Konsumsi Makan Siang Pasien Non DiitRuang lingkup Konsumsi Makan Siang Pasien Non Diit
Dimensi mutu EfektivitasTujuan Tergambarnya mutu dan efektivitas pelayanan gizi
Definisi operasional Jumlah pasien non diit yang menyisakan makan siangnya ≥ setengah porsi
Kriteria inklusi Pasien menolak makan siang karena tidak menyukai makanannya, makan tidak habis apapun alasannya
Kriteria eksklusi Pasien tidak makan siang karena indikasi medisNumerator Jumlah pasien non diit yang menyisakan makan
siangnya ≥ setengah porsiDenominator Jumlah pasien non diit rawat inap yang bisa makan
siang dalam bulan tersebutStandar 3 %
2. Ketidaksesuaian Makan Siang Pasien DiitRuang lingkup Ketidaksesuaian Makan Siang Pasien Diit
Dimensi mutu
37
Tujuan Tergambarnya mutu dan efektivitas pelayanan gizi
Definisi operasional Kesesuaian jenis diit antara yang diminta oleh dokter dengan yang disajikan pada saat makan siang
Kriteria inklusi Petugas diit menyajikan makanan yang tidak sesuai dengan jenis diet yang diminta pada saat makan siang
Kriteria eksklusi Diet bebas
Numerator Jumlah kejadian ketidaksesuaian jenis diit pada saat makan siang per bulan
Denominator Jumlah pasien diit pada saat makan siang dalam bulan tersebut
Standar 0 %Keterangan: Kesesuaian diit meliputi:Jumlah kalori, Jenis makanan, Volume diit cair
XII. Rekam Medis
1. Penyerahan Berkas Rekam Medis Yang Lengkap < 24 JamRuang lingkup Kelengkapan Pengisian Rekam Medis 24 Jam Setelah
Selesai PelayananDimensi mutu Kesinambungan pelayanan dan keselamatanTujuan Tergambarnya tanggung jawab dokter dalam
kelengkapan informasi rekam medis
Definisi operasional Rekam medis yang lengkap adalah, rekam medis yang telah diisi lengkap dalam waktu ≤ 24 jam setelah selesai pelayanan rawat jalan atau setelah pasien rawat inap diputuskan untuk pulang, yang meliputi identitas pasien, anamnesis, rencana asuhan, pelaksanaan asuhan, tindak lanjut, dan resume.
Kriteria inklusi -Kriteria eksklusi -
Numerator Jumlah rekam medis yang tidak lengkap dalam satu bulan
Denominator Jumlah seluruh rekam medis dalam satu bulanStandar 0 %
2. Ketidak Lengkapan Informed Consent Setelah Mendapatkan Informasi Yang JelasRuang lingkup Kelengkapan Informed Concent Setelah Mendapatkan
Informasi Yang JelasDimensi mutu Keselamatan
38
Tujuan Tergambarnya tanggung jawab dokter untuk memberikan informasi kepada pasien/ keluarga pasien atas dasar penjelasan mengenai tindakan medis yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut
Definisi operasional Informed Concent adalah persetujuan yang diberikan pasien atau keluarga pasien atas dasar penjelasan mengenai tindakan medis yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut
Kriteria inklusi -Kriteria eksklusi -Numerator Informed consent yang tidak lengkap dalam satu
bulanDenominator Jumlah pasien yang mendapat tindakan medis dalam
bulan tersebutStandar 0 %
3. Angka Ketidaklengkapan Pengisian Catatan MedisRuang lingkup Angka Ketidaklengkapan Pengisian Catatan Medis
Dimensi mutu Kesinambungan pelayanan dan keselamatanTujuan Tergambarnya mutu administrasi dokter dan perawat
yang merawat pasien pada periode tertentu dalam mengisi catatan medis
Definisi operasional Ketidaklengkapan pengisian catatan medis yang berisi seluruh informasi tentang pasien sesuai dengan formulir yang disediakan, khususnya resume medis dan resume keperawatan termasuk seluruh hasil pemeriksaan penunjang dalam waktu 14 hari setelah pasien keluar dari RS
Kriteria inklusi Identitas pasien, data perjalanan penyakit (anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, diagnosis, terapi, tindakan yang dilengkapi dengan informed consent, laporan), tanda tangan dokter atau perawat, nama dokter atau perawat, resume medis dan keperawatan
Kriteria eksklusi Kelengkapan adminstrasi dan keuangan, informed consent terhadap tindakan operasi dan anaesthesi
Numerator Jumlah catatan rekam medis yang belum lengkap dan benar dalam 14 hari per bulan
Denominator Jumlah catatan rekam medis pada bulan tersebutStandar 1 %
XIII. Pengolahan limbah
1. Keberhasilan Pengolahan Limbah Cair
39
Ruang lingkup Baku Mutu Limbah CairDimensi mutu KeselamatanTujuan Tergambarnya kepedulian rumah sakit terhadap
keamanan limbah cair rumah sakitDefinisi operasional Baku mutu adalah standar minimal pada limbah cair
yang dianggap aman bagi keselamatan, yang merupakan ambang batas yang ditolerir dan diukur dengan indikator :- BOD (Biological Oxygen Demand) : 30 mg/liter- COD (Chemical Oxygen Demand) : 80 mg/liter- TSS (Total Suspend Solid) 30 mg/liter- PH : 6 - 9
Kriteria inklusi -Kriteria eksklusi -Numerator Hasil laboratorium pemeriksaan limbah cair rumah
sakit yang sesuai dengan baku mutuDenominator Jumlah seluruh pemeriksaan limbah cairStandar 100 %
2. Keberhasilan Pengolahan Limbah Padat BerbahayaRuang lingkup Pengolahan Limbah Padat Berbahaya Sesuai Dengan
AturanDimensi mutu KeselamatanTujuan Tergambarnya mutu penanganan limbah padat
infeksius di rumah sakitDefinisi operasional Limbah padat berbahaya adalah sampah padat akibat
proses pelayanan yang mengandung bahan-bahan yang tercemar jasad renik yang dapat menularkan penyakit
Kriteria inklusi -Kriteria eksklusi -Numerator Jumlah limbah padat yang dikelola sesuai dengan
Standar Prosedur OperasionalDenominator Jumlah total proses pengolahan limbah padat dalam
bulan tersebut.Standar 100 %
XIV. Administrasi dan Manajemen
1. Karyawan Yang Mendapat Pelatihan Minimal 20 Jam PertahunRuang lingkup Karyawan Yang Mendapat Pelatihan Minimal 20 Jam
40
PertahunDimensi mutu Kompetensi tehnisTujuan Tergambarnya kepedulian rumah sakit terhadap
kualitas sumber daya manusiaDefinisi operasional Pelatihan adalah semua kegiatan peningkatan
kompetensi karyawan yang dilakukan baik di rumah sakit ataupun di luar rumah sakit yang bukan merupakan pendidikan formal. Minimal per karyawan 20 jam per tahun
Kriteria inklusi -Kriteria eksklusi -
Numerator Jumlah karyawan yang mendapat pelatihan minimal 20 jam per tahun
Denominator Jumlah seluruh karyawan rumah sakitStandar 90 %
2. Keterlambatan Pelayanan Administrasi KeuanganRuang lingkup Kecepatan Pelayanan Administrasi KeuanganDimensi mutu Efektifitas, kenyamananTujuan Tergambarnya kecepatan pelayanan administrasi
keuangan pasien rawat inapDefinisi operasional Informasi tagihan pasien rawat inap meliputi semua
tagihan pelayanan yang telah diberikan.Kecepatan pelayanan administrasi keuangan adalah waktu mulai pasien menyerahkan kitir tagihan administrasi keuangan sampai dengan mendapatkan bon pembayaran ke kasir.
Kriteria inklusi -Kriteria eksklusi -Numerator Jumlah Keterlambatan pelayanan administrasi
keuangan Rumah Sakit lebih dari 20 menit per bulanDenominator Jumlah pelayanan administrasi keuangan Rumah
Sakit dalam bulan tersebutStandar 3 %
3. Angka Ketidaktepatan Pelayanan AdministrasiRuang lingkup Kecepatan Waktu Menanggapi Kerusakan AlatDimensi mutu Efektifitas, efisiensi, kesinambungan pelayananTujuan Tergambarnya ketepatan pelayanan administrasi
41
keuangan pasien rawat inapDefinisi operasional Angka yang menunjukkan ketidaktepatan
pelayanan Administrasi Keuangan rumah sakit
Kriteria inklusi Semua laporan dari unit yang terkait dengan pasien rawat inap sudah dilaporkan
Kriteria eksklusi Laporan dari unit terkait belum lengkap; pasien tanggungan
Numerator Jumlah ketidaktepatan pelayanan administrasi keuangan Rumah Sakit per bulan
Denominator Jumlah pelayanan administrasi keuangan rs pada bulan tersebut
Standar 0 %
XV. Pelayanan Pemeliharaan Sarana Rumah Sakit
1. Keterlambatan Waktu Menangani Kerusakan AlatRuang lingkup Kecepatan Waktu Menanggapi Kerusakan AlatDimensi mutu Efektifitas, efisiensi, kesinambungan pelayananTujuan Tergambarnya kecepatan dan ketanggapan dalam
menangani kerusakan alat.Definisi operasional Keterlambatan waktu menangani kerusakan alat
adalah waktu yang dibutuhkan mulai laporan alat rusak diterima (lisan maupun tertulis) sampai dengan petugas melakukan pemeriksaan terhadap alat yang rusak untuk tindak lanjut perbaikan lebih dari 15 menit.
Kriteria inklusi Semua laporan dari unit yang terkait dengan pasien rawat inap sudah dilaporkan
Kriteria eksklusi Laporan dari unit terkait belum lengkap; pasien tanggungan
Numerator Jumlah keterlambatan waktu menangani kerusakan alat dalam satu bulan
Denominator Jumlah seluruh laporan kerusakan alat dalam bulan tersebut
Standar 5 %
XVI. Pelayanan Linen
1. Kejadian Linen Yang HilangRuang lingkup Kejadian Linen Yang Hilang
42
Dimensi mutu Efisiensi dan efektifitasTujuan Tergambarnya pengendalian dan mutu pelayanan
laundryDefinisi operasional Kejadian linen yang hilang di masing-masing unitKriteria inklusi -Kriteria eksklusi -Numerator Jumlah linen yang hilang dalam satu bulanDenominator Jumlah seluruh linen dalam bulan tersebutStandar 0 %
2. Ketersediaan APDRuang lingkup Tersedianya APD ( Alat Pelindung Diri )
Dimensi mutu Mutu pelayanan, keamanan pasien, petugas dan pengunjung
Tujuan Tersedianya APD di setiap instalasi Rumah Sakit
Definisi operasional Alat terstandar yang berguna untuk melindungi tubuh, tenaga kesehatan, pasien atau pengunjung dari penularan penyakit di Rumah Sakit seperti masker, sarung tangan karet, penutup kepala, sepatu boots dan gaun
Kriteria inklusi -Kriteria eksklusi -Numerator Jumlah APD di masing-masing unitDenominator Jumlah APD di seluruh Rumah SakitStandar 100 %
XVII. Sasaran Keselamatan Pasien
1. Sasaran I: Ketidaktepatan Identifikasi Pasien Rawat InapRuang lingkup Ketidaktepatan identifikasi pasien yang dirawat RS
43
Dimensi mutu Keselamatan pasienTujuan Tercapainya Keselamatan Pasien rawat inap
Definisi operasional Ketidaktepatan identifikasi pasien adalah kesalahan penentuan identitas pasien sejak awal pasien masuk sampai dengan pasien keluar terhadap semua pelayanan yang diterima oleh pasien.
Kriteria inklusi - Ketidaktepatan penulisan identitas (nama, tanggal lahir, alamat, nomor RM).
- Ketidaktepatan pemilihan gelang identitas.- Ketidaktepatan prosedur konfirmasi identitas
pasien (antara lain konfirmasi dengan pertanyaan terbuka)
Kriteria eksklusi -Numerator Jumlah ketidaktepatan identifikasi pasienDenominator Jumlah pasien yang menggunakan gelang identitasStandar 0 %
2. Sasaran II: Ketidaktepatan Identifikasi Pasien Rawat JalanRuang lingkup Ketidaktepatan identifikasi pasien rawat jalan di
Rumah SakitDimensi mutu Keselamatan pasienTujuan Tercapainya Keselamatan Pasien Rawat JalanDefinisi operasional Ketidaktepatan identifikasi pasien adalah penentuan
identitas pasien rawat jalan dengan tepat sejak awal pasien datang sampai dengan pasien pulang terhadap semua pelayanan yang diterima oleh pasien.
Kriteria inklusi - Ketidaktepatan penulisan identitas (nama, tanggal lahir, alamat, nomor RM) pada berkas Rekam Medis.
- Ketidaktepatan prosedur pemanggilan pasien (pemanggilan dengan dua nama).
- Ketidaktepatan prosedur konfirmasi identitas pasien (konfirmasi dengan pertanyaan terbuka)
Kriteria eksklusi -Numerator Jumlah ketidaktepatan identifikasi pasienDenominator Jumlah pasien rawat jalan pada bulan tersebutStandar 0 %
3. Sasaran III: Komunikasi Yang Kurang EfektifRuang lingkup Komunikasi lisan /melalui telepon yang kurang
efektif antar pemberi pelayanan tentang pelaporan kembali hasil pemeriksaan dan kondisi pasien.
44
Dimensi mutu Keselamatan pasienTujuan Tercapainya Keselamatan Pasien melalui komunikasi
lisan yang efektifDefinisi operasional Komunikasi yang kurang efektif adalah komunikasi
lisan yang tidak menggunakan prosedur: Write back, Read back dan Repeat Back (reconfirm)
Kriteria inklusi - Kesalahan Prosedur komunikasi lisan/via telepon: Write back, Read back dan Repeat Back (reconfirm)
- Pelaporan secara lisan yang tidak menggunakan prosedur SBAR
- Prosedur spelling /ejaan tidak digunakan untuk obat yang bersifat LASA/NORUM
Kriteria eksklusi Komunikasi non lisan / tertulis
Numerator Jumlah ketidaktepatan komunikasi lisan / via teleponDenominator -Standar 0 %(SBAR: Situation, Background, Assessment, Recommendation)
4. Sasaran IV: Keamanan Obat Yang Kurang DiwaspadaiRuang lingkup Kurangnya keamanan pengelolaan obat-obatan yang
bersifat NORUM/LASA dan elektrolit konsentratDimensi mutu Keselamatan pasien
45
Tujuan Tercapainya keselamatan pasien melalui peningkatan keamanan obat
Definisi operasional Obat yang perlu diwaspadai adalah obat yang sering menyebabkan KTD atau kejadian sentinel
Kriteria inklusi - Penyimpanan obat NORUM/LASA dan elektrolit konsentrat tidak sesuai prosedur (penyimpanan terpisah, elektrolit konsentrat diberi stiker orange, obat NORUM/LASA diberi stiker hijau)
- Pemberian obat NORUM/LASA dan elektrolit konsentrat tidak menggunakan prosedur 6 B
- Tidak ada daftar obat NORUM/LASA dan elektrolit konsentrat di masing-masing unit.
- Prosedur ejaan tidak digunakan untuk obat yang bersifat LASA / NORUM
Kriteria eksklusi Obat-obatan yang tidak tergolong elektrolit konsentrat dan NORUM/LASA
Numerator Angka kejadian kesalahan yang terkait dengan obat yang perlu diwaspadai (high alert medications)
Denominator -Standar 0
5. Sasaran V: Kejadian Tidak Tepat Lokasi, Prosedur dan Pasien OperasiRuang lingkup Kejadian tidak tepat lokasi, tidak tepat prosedur
operasi dan tidak tepat pasien pada tindakan operasiDimensi mutu Keselamatan pasien
46
Tujuan Tercapainya keselamatan pasien melalui prosedur tepat lokasi, prosedur dan pasien operasi.
Definisi operasional Kesalahan lokasi, kesalahan prosedur operasi dan kesalahan pasien pada tindakan operasi.
Kriteria inklusi - Tidak dilakukan penandaan lokasi operasi atau kesalahan penandaan lokasi operasin
- Tidak dilakukannya checklist keselamatan bedah pada pasien yang akan dilakukan tindakan operasi
- Tidak dilakukan TIME OUT pada pasien operasi sebelum dilakukan incisi
- Kesalahan pasien pada tindakan operasiKriteria eksklusi Pasien yang tidak dilakukan tindakan operasiNumerator Angka kejadian kesalahan yang terkait dengan lokasi,
prosedur dan pasien operasi pada bulan tersebut.Denominator Jumlah pasien operasi pada bulan tersebut.Standar 0 %
6. Ketidakpatuhan cuci tangan.Ruang lingkup Ketidakpatuhan cuci tangan oleh petugas kesehatan.
Dimensi mutu Keselamatan pasienTujuan Tercapainya Keselamatan Pasien melalui kegiatan
mencucitangan.Definisi operasional Ketidakpatuhan mencuci tangan meliputi
ketidakpatuhan waktu atau 5 moment cuci tangan dan ketidakpatuhan 6 langkah cuci tangan
Kriteria inklusi - Tidak melakukan cuci tangan pada 5 moment cuci tangan
- Tidak melakukan cuci tangan sesuai 6 langkah cuci tangan
Kriteria eksklusi -Numerator Angka kejadian ketidakpatuhan cuci tangan oleh
petugas kesehatanDenominator -Standar 0
7. Sasaran VII: Angka Kejadian Pasien JatuhRuang lingkup Terjadinya pasien jatuh di lingkungan rumah sakitDimensi mutu Keselamatan pasien
47
Tujuan Tercapainya keselamatan pasien melalui pengurangan risiko jatuh.
Definisi operasional Pasien jatuh di lingkungan rumah sakit oleh sebab apa pun.
Kriteria inklusi Tidak melakukan pengkajian Skala Morse Fall Risk pada pasien Rawat Inap
Kriteria eksklusi -Numerator Angka kejadian pasien jatuhDenominator -Standar 0
BAB VI
PENGENDALIAN KUALITAS MUTU
48
RSU SARI MUTIARA MEDAN
Pengendalian adalah keseluruhan fungsi atau kegiatan yang harus dilakukan
untuk menjamin tercapainya sasaran perusahaan dalam hal kualitas produk dan jasa
pelayanan yang diproduksi. Pengendalian kualitas mutu pada dasarnya adalah
pengendalian kualitas kerja dan proses kegiatan untuk menciptakan kepuasan pelanggan (
quality os customers satisfaction ) yang dilakukan setiap orang dari bagian di RSU Sari
Mutiara Medan.
Pengertian pengendalian kualitas mutu di atas mengacu pada siklus
pengendalian ( control cycle ) dengan memakai siklus “Plan-Do –Check-Action”, ( P-D–
C–A) = Relaksasi (rencanakan – laksanakan – periksa – aksi). Pola P-D-C-A ini dikenal
sebagai “siklus Shewart”, karena pertama kali dikemukakan oleh Walter Shewart
beberapa puluh tahun yang lalu. Namun dalam perkembangannya, metodologi analisis P-
D-C-A lebih sering disebut “siklus Deming”. Hal ini karena Deming adalah orang yang
mempopulerkan penggunaannya dan memperluas penerapannya. Dengan nama apapun
disebut, P-D-C-A adalah alat yang bermanfaat untuk melakukan perbaikan secara terus –
menerus (continous improvement) tanpa berhenti.\nKonsep P-D-C-A tersebut merupakan
pedoman bagi setiap manajer untuk proses perbaikan kualitas (quality improvement)
secara terus menerus tanpa berhenti tetapi meningkat ke keadaaan yang lebih baik dan
dijalankan di seluruh bagian organisasi, seperti tampak pada gambar 1.\n\tDalam gambar
1 tersebut, pengidentifikasian masalah yang akan dipecahkan dan pencarian sebab-
sebabnya serta penentuan tindakan koreksinya, harus selalu didasarkan pada fakta. Hal
ini dimaksudkan untuk menghindarkan adanya unsur subyektivitas dan pengambilan
keputusan yang terlalu cepat serta keputusan yang bersifat emosional. Selain itu, untuk
memudahkan identifikasi masalah yang akan dipecahkan dan sebagai patokan perbaikan
selanjutnya perusahaan harus menetapkan standar pelayanan
Hubungan pengendalian kualitas medis dengan peningkatan perbaikan
berdasarkan siklus P-D-C-A (Relationship between Control and Improvement under P-D-
C-A Cycle) diperlihatkan dalam gambar 2. Pengendalian kualitas berdasarkan siklus P-
D-C-A hanya dapat berfungsi jika sistem informasi berjalan dengan baik dan siklus
tersebut dapat dijabarkan dalam enam langkah seperti diperlihatkan dalam gambar 3.
49
50
(1)MenentukanTujuan dan sasaran
(2)MenetapkanMetode untuk Mencapai tujuan
Menyelenggarakan Pendidikan dan latihan
(3)(4)
Melaksanakan pekerjaan
(5)Memeriksa akibat pelaksanaan
(6)Mengambil tindakan yang tepat
Action
Check
Plan
Do
Gambar 3. Siklus PDCA
Check Action
Follow-up
Improvement
CorrectiveAction
DoPlan
Gambar 2. Relationship Between Control and Improvement Under P-D-C-A Cycle
Peningkatan
Pemecahan masalahdan peningkatanA P
C D
Standar
Pemecahan masalah dan peningkatan
A P C D
Standar
Gambar 1. Siklus dan Proses Peningkatan PDCA
Standar
Pemecahan masalah dan peningkatan
Standar
Keenam langkah P-D-C-A yang terdapat dalam gambar 3 di atas dapat
dijelaskan sebagai berikut :
Langkah 1. Menentukan tujuan dan sasaran → Plan
a. Tujuan dan sasaran yang akan dicapai didasarkan pada kebijakan yang ditetapkan.
Penetapan sasaran tersebut ditentukan oleh Direktur rumah sakit. Penetapan sasaran
didasarkan pada data pendukung dan analisis informasi.
Sasaran ditetapkan secara konkret dalam bentuk angka, harus pula diungkapkan
dengan maksud tertentu dan disebarkan kepada semua karyawan. Semakin rendah
tingkat karyawan yang hendak dicapai oleh penyebaran kebijakan dan tujuan,
semakin rinci informasi.
b. Langkah 2. Menentukan metode untuk mencapai tujuan →Plan
Penetapan tujuan dan sasaran dengan tepat belum tentu akan berhasil dicapai tanpa
disertai metode yang tepat untuk mencapainya. Metode yang ditetapkan harus
rasional, berlaku untuk semua karyawan dan tidak menyulitkan karyawan untuk
menggunakannya. Oleh karena itu dalam menetapkan metode yang kan digunakan
51
perlu pula diikuti dengan penetapan standar kerja yang dapat diterima dan dimengerti
oleh semua karyawan.
c. Langkah 3. Menyelenggarakan pendidikan dan latihan → Do
Metode untuk mencapai tujuan yang dibuat dalam bentuk standar kerja. Agar dapat
dipahami oleh petugas terkait, dilakukan program pelatihan para karyawan untuk
memahami standar kerja dan program yang ditetapkan.
d. Langkah 4. Melaksanakan pekerjaan →Do
Dalam pelaksanaan pekerjaan, selalu terkait dengan kondisi yang dihadapi dan
standar kerja mungkin tidak dapat mengikuti kondisi yang selalu dapat berubah. Oleh
karena itu, ketrampilan dan pengalaman para karyawan dapat dijadikan modal dasar
untuk mengatasi masalah yang timbul dalam pelaksanaan pekerjaan karena
ketidaksempurnaan standar kerja yang telah ditetapkan.
e. Langkah 5: Memeriksa akibat pelaksanaan →Check
Manajer atau atasan perlu memeriksa apakah pekerjaan dilaksanakan dengan baik
atau tidak. Jika segala sesuatu telah sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan dan
mengikuti standar kerja, tidak berarti pemeriksaan dapat diabaikan. Hal yang harus
disampaikan kepada karyawan adalah atas dasar apa pemeriksaan itu dilakukan. Agar
dapat dibedakan manakah penyimpangan dan manakah yang bukan penyimpangan,
maka kebijakan dasar, tujuan, metode (standar kerja) dan pendidikan harus dipahami
dengan jelas baik oleh karyawan maupun oleh manajer. Untuk mengetahui
penyimpangan, dapat dilihat dari akibat yang timbul dari pelaksanaan pekerjaan dan
setelah itu dapat dilihat dari penyebabnya.
f. Langkah 6 : Mengambil tindakan yang tepat →Action
Pemeriksaan melalui akibat yang ditimbulkan bertujuan untuk menemukan
penyimpangan. Jika penyimpangan telah ditemukan, maka penyebab timbulnya
penyimpangan harus ditemukan untuk mengambil tindakan yang tepat agar tidak
terulang lagi penyimpangan. Menyingkirkan faktor-faktor penyebab yang telah
mengakibatkan penyimpangan merupakan konsepsi yang penting dalam pengendalian
kualitas pelayanan.
Konsep PDCA dengan keenam langkah tersebut merupakan sistem yang efektif
untuk meningkatkan kualitas pelayanan. Untuk mencapai kualitas pelayanan yang akan
52
dicapai diperlukan partisipasi semua karyawan, semua bagian dan semua proses.
Partisipasi semua karyawan dalam pengendalian kualitas pelayanan diperlukan
kesungguhan (sincerety), yaitu sikap yang menolak adanya tujuan yang semata-mata
hanya berguna bagi diri sendiri atau menolak cara berfikir dan berbuat yang semata-mata
bersifat pragmatis. Dalam sikap kesungguhan tersebut yang dipentingkan bukan hanya
sasaran yang akan dicapai, melainkan juga cara bertindak seseorang untuk mencapai
sasaran tersebut.
Partisipasi semua pihak dalam pengendalian kualitas pelayanan mencakup
semua jenis kelompok karyawan yang secara bersama-sama merasa bertanggung jawab
atas kualitas pelayanan dalam kelompoknya. Partisipasi semua proses dalam
pengendalian kualitas pelayanan dimaksudkan adalah pengendalian tidak hanya terhadap
output, tetapi terhadap hasil setiap proses. Proses pelayanan akan menghasilkan suatu
pelayanan berkualitas tinggi, hanya mungkin dapat dicapai jikalau terdapat pengendalian
kualitas dalam setiap tahapan dari proses. Dimana dalam setiap tahapan proses dapat
dijamin adanya keterpaduan, kerjasama yang baik antara kelompok karyawan dengan
manajemen, sebagai tanggung jawab bersama untuk menghasilkan kualitas hasil kerja
dari kelompok, sebagai mata rantai dari suatu proses.
53