10_186vitamindgagaljantung

3
TINJAUAN PUSTAKA 347 CDK 186/Vol.38 no.5/Juli-Agustus 2011 Pendahuluan Vitamin D dapat mengurangi risiko seseorang menderita penyakit kronis, seperti kanker, penyakit autoimun, penyakit infeksi, dan pe- nyakit kardiovaskular. Pada masa nifas dan masa kanak-kanak, defisiensi vitamin D dapat menyebabkan hambatan pertumbuhan dan deformitas tulang serta meningkatkan risiko patah tulang panggul di masa dewasa. Selain itu, pada dewasa, defisiensi vitamin D dapat mencetuskan osteopenia, osteoporosis, dan meningkatkan risiko osteomalacia serta ke- lemahan otot. 1 Akhir-akhir ini, vitamin D di- duga memiliki kaitan dengan terjadinya gagal jantung melalui beberapa mekanisme spesifik. 2 Gagal jantung merupakan salah satu masalah kesehatan utama di seluruh dunia. Prevalensi- nya di Amerika dan Eropa sekitar 1-2%. Pada tahun 1989, diperkirakan 3 juta warga Amerika menderita penyakit gagal jantung, dan akan terus bertambah sebanyak 400 ribu orang setiap tahunnya. Di Glasgow, menurut WHO MONICA Project tahun 1992, prevalensi gagal jantung pada pria usia 55-64 tahun 2,5%, usia 65-74 tahun 3,2%, sedangkan untuk wanita usia 55-64 tahun 2,0%, dan usia 65-74 tahun 3,6%. 3 Metabolisme vitamin D Vitamin D dibentuk melalui proses metabo- lisme yang kompleks. Vitamin tersebut ber- asal dari provitamin 7-dehydrocholesterol di permukaan kulit manusia, yang oleh sinar mata- hari (UV-B) diubah menjadi vitamin D3 (cholecal- cipherol), dan dari konsumsi makanan sehari- hari berupa vitamin D2 (ergocalcipherol). 4,5,6 Kedua jenis vitamin D tersebut mengalami proses hidroksilasi di hati dan ginjal, enzim- enzim hati akan menambahkan gugus hidroksil (OH) pada colecalcipherol maupun ergocalci- pherol menghasilkan 25-dihydroxyvitamin D3 (calcidiol). Calcidiol akan disintesis di ginjal dan menerima tambahan satu gugus hidroksil men- jadi 1,25-dihydroxyvitamin D3 (calcitriol), yang Hidroksilasi oleh ginjal tersebut terjadi karena aktifitas 1-alpha-hydroxylase yang dikontrol secara langsung oleh hormon paratiroid dan secara tidak langsung oleh kadar kalsium dalam darah. 4,5,6 Bentuk aktif vitamin D akan berikatan dengan protein sebelum diedarkan ke organ tubuh lain. Dalam sel tubuh, reseptor nuklear yang spesifik akan mengurai ikatan tersebut dan melepaskan protein ke dalam darah, sedang- kan vitamin D akan tetap berada di dalam sel. Organ yang memiliki reseptor nuklear spesifik di antaranya adalah tulang, kulit, otat lurik, kardiomiosit, sel endotelial vaskular, monosit, dan limfosit T dan B yang aktif. Fungsi vitamin D adalah meningkatkan re- absorbsi kalsium dalam usus, menurunkan ekskresi kalsium di ginjal, dan meregulasi per- kembangan, fungsi, dan diferensiasi beberapa sel tubuh. 4 Kadar normal vitamin D dalam serum Kadar calcidiol dalam darah dibagi menjadi tiga golongan: kadar >30 ng/mL (75 nmol/L) digolongkan normal; kadar 20-30 ng/mL (50- 75 nmol/L) digolongkan sebagai insufisiensi vitamin D; sedangkan kadar <20 ng/mL (<50 nmol/L) digolongkan sebagai defisiensi vitamin D. 7 Tes laboratorium terbaik untuk menilai kadar vitamin D dalam darah adalah dengan me- ngukur kadar 25-hydroxyvitamin D3 (calcidiol) Hubungan Vitamin D dengan Gagal Jantung Pramanta, Wisnu Pradana Mahardhika, Adrian Benediktus Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya, Jakarta, Indonesia Gambar 1. Metabolisme vitamin D 4 Synthesis and effects of vitamin D ultraviolet light Skin exposed to ultraviolet light 7-dehydrocholesterol (pre-vitamin D) Dietary intake Vitamin D3 (cholecalciferol) Liver 25-hydroxyvitamin D3 (calcidiol) Parathyroid hormone (PTH) Vitamin D2 (ergocalciferol) Cytokines 1, 25-dihydroxyvitamin D3 (calcitriol) Increased bone resorption (mediated via PTH) Increased intestinal absorption of calcium and phosphate Decreased renal excretion of calcium Regulates cellular growth, function, and differentiation Kidneys via 1-alpha hydroxylase Other organs via 1-alpha hydroxylase

Upload: sara-vigorousty-loppies

Post on 23-Oct-2015

10 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

vitamin dan gagal jantung

TRANSCRIPT

Page 1: 10_186Vitamindgagaljantung

TINJAUAN PUSTAKA

348 CDK 186/Vol.38 no.5/Jul i -Agustus 2011

TINJAUAN PUSTAKA

347CDK 186/Vol.38 no.5/Jul i -Agustus 2011

dalam darah. Konsentrasi calcidiol mencermin- kan jumlah vitamin D yang bersirkulasi dalam darah selama 15 hari setelah pembentukannya, baik diproduksi dari kulit maupun diperoleh dari makanan atau suplemen. Namun, kadar calcidiol tersebut tidak mencerminkan kadar vitamin D yang disimpan di dalam sel dan jaringan tubuh. Dibandingkan dengan calcidion, 1,25-dihydroxyvitamin D3 (calcitriol) hanya ada dalam sirkulasi darah selama 15 jam dan kon- sentrasinya sangat dipengaruhi oleh hormon paratiroid, kalsium, dan fosfat. Oleh karena itu, calcitriol tidak dapat dijadikan indikator kadar vitamin D dalam darah.8

Vitamin D dan aterosklerosis karena proses inflamasiInflamasi menjadi kunci utama mekanisme aterosklerosis, yang melalui proses pem- bentukan sel busa akhirnya menyebabkan terbentuknya lesi aterosklerosis pada dinding pembuluh darah. Proses tersebut diperantarai oleh makrofag dan set T, sebelum akhirnya terjadi respon inflamasi yang melepaskan ber- bagai sitokin seperti interleukin (IL)-1, IL-4, IL-6, interferon (INF)-c, dan tumor necrosis factor (TNF)-α. Faktor-faktor tersebut berkontribusi terhadap proliferasi otot polos dan pemben-tukan plak, serta meningkatkan sintesis serta pelepasan acute phase protein, seperti albumin dan transferin.9

Vitamin D berfungsi sebagai imunoregulator yang dimediasi oleh reseptor vitamin D yang terdapat pada sel-sel imun. Dalam peranannya sebagai imunomodulator, vitamin D meng-hambat maturasi antigen-presenting cell, angiogenesis, dan proliferasi sel-sel otot polos penbuluh darah. Selain itu, vitamin D juga menurunkan aktifitas NF-jB, produksi IL-6, IL-12, INF-c, dan TNF-α, yang akhirnya menu-runkan proses inflamasi. Sebagai proteksi terhadap aterosklerosis, vitamin D berperan menekan ekspresi matrix matalloproteinase (MMPs). MMPs merupakan enzim jaringan ikat yang disekresi oleh makrofag yang ter- aktivasi selama proses inflamasi, berperan dalam remodeling dinding pembuluh darah serta miokardium. Selain itu, MMPs juga akan merusak jaringan kolagen dalam lesi ateros- klerosis dan menyebabkan ruptur aterosklero-sis yang kemudian akan menjadi trombosis.9

Ada korelasi antara pemberian vitamin D pada orang dengan defisiensi vitamin D dengan

penurunan kadar MMP-9 dan faktor-faktor inflamasi lainnya, sehingga disimpulkan bahwa vitamin D dapat menghambat berbagai aspek respon inflamasi yang dapat mengacu ke pem- bentukan plak aterosklerosis dan trombosis akibat rupturnya plak aterosklerosis.10

Vitamin D dan hipertrofi jantungDefisiensi vitamin D dapat menginduksi hiper- trofi otot jantung, peningkatan rasio berat jan- tung: berat badan, dan produksi matrix ekstra- seluler pada dinding miokardium. Pemberian calcitriol dapat menghambat proliferasi sel miosit pada ventrikel jantung melalui penurunan re- gulasi c-MYC dan proliferasi antigen sel nuklear (PCNAs). Selain itu, calcitriol juga manghambat hipertrofi miosit yang diinduksi endotelin dan ekspresi aktin dan gen ANP.11,12,13

Penelitian korelasi kadar NT-proANP (prediktor gagal jantung dan tingkat keparahan hiper- trofi ventrikel kiri), vitamin D metabolit dengan parameter metabolisme kalsium mendapatkan kadar NT-proANP yang tinggi pada penurunan calcidiol dan calcitriol. Selain itu, beberapa pe- nelitian lain menunjukkan bahwa vitamin D me- reduksi hipertrofi pada penderita left ventricle hypertrophy (LVH) secara signifikan. 14,15

Regulasi vitamin D terhadap sistem Renin-AngiotensinLi, dkk. mengeksplorasi mekanisme hubungan vitamin D dengan RAAS pada binatang. Hipo- tesisnya adalah vitamin D memiliki fungsi regulasi endokrin pada biosintesis renin. Mereka menemukan peningkatan renin mRNA dan protein pada ginjal ketika reseptor viitamin D dan 25-hydroxyvitamin D3 1a-hydroxylase di- hambat, yang mengindikasikan bahwa vita- min D diperlukan dalam mengatur produksi renin; selain itu kadar angiotensin II juga me- ningkat pada penghambatan reseptor vita- min D, sementara kadar angiotensinogen di hati tidak berbeda dengan tikus normal, me- nandakan bahwa peningkatan kadar angio-tensin II disebabkan oleh peningkatan akti- vitas renin. Disregulasi RAAS dapat meng- akibatkan hipertensi serta hipertrofi jantung.9

Penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa 1,25-dihydroxyvitamin D3 secara langsung menghambat aktivasi gen renin dan supresi ini tidak tergantung pada metabolisme calcium. Selain itu vitamin D juga berperan penting pada hemostasis reno-kardiovaskular dengan bekerja sebagai regulator negatif RAAS.9

Vitamin D dan kalsifikasi pembuluh darahVascular smooth muscle cells (VSMCs) dan osteoblas berasal dari sel prekusor mesenki-mal yang sama. Core binding alpha-1 (CbfaI) diketahui sebagai kunci utama yang meng- ubah sel prekursor mesenkimal menjadi osteo- blas. Dalam suatu penelitian16 pada pasien transplantasi ginjal, CbfaI ditemukan dalam jumlah sangat kecil pada arteri yang tidak me- ngalami kalsifikasi. Selain itu, ekspresi marker osteogenik, seperti bone morphogenetic protein-2 (BMP-2) juga turut bertanggung jawab atas terjadinya akselerasi transformasi VSnCs menjadi osteoblast-like cell. Sel-sel ter- sebut kemudian akan memproduksi protein- protein dari matriks tulang, seperti: kolagen tipe 1, osteopontin, dan sialoprotein tulang, yang dapat meregulasi mineralisasi pembu-luh darah. Ketika mineralisasi dimulai, terjadi peningkatan produksi calcium x phosporus yang dapat memicu proses kalsifikasi dan kemudian akan menyebabkan kalsifikasi pem- buluh darah (Gambar 2).16

Gambar 2. Proses kalsifikasi pembuluh darah16

Akhir-akhir ini, matriks gla protein (MGP) di- ketahui dapat menginhibisi kalsifikasi pem- buluh darah dengan cara menginhibisi BMP-2. Kadar MGP yang rendah menyebabkan kal- sifikasi spontan pada pembuluh darah utama tikus. Selain itu, diduga protein dalam darah seperti: fetuin-A, PTH-related-peptide, dan C-natriuretic protein pada kadar tertentu dapat menginhibisi proses kalsifikasi pem- buluh darah.16

PendahuluanVitamin D dapat mengurangi risiko seseorang menderita penyakit kronis, seperti kanker, penyakit autoimun, penyakit infeksi, dan pe- nyakit kardiovaskular. Pada masa nifas dan masa kanak-kanak, defisiensi vitamin D dapat menyebabkan hambatan pertumbuhan dan deformitas tulang serta meningkatkan risiko patah tulang panggul di masa dewasa. Selain itu, pada dewasa, defisiensi vitamin D dapat mencetuskan osteopenia, osteoporosis, dan meningkatkan risiko osteomalacia serta ke- lemahan otot.1 Akhir-akhir ini, vitamin D di- duga memiliki kaitan dengan terjadinya gagal jantung melalui beberapa mekanisme spesifik.2

Gagal jantung merupakan salah satu masalah kesehatan utama di seluruh dunia. Prevalensi- nya di Amerika dan Eropa sekitar 1-2%. Pada tahun 1989, diperkirakan 3 juta warga Amerika menderita penyakit gagal jantung, dan akan terus bertambah sebanyak 400 ribu orang setiap tahunnya. Di Glasgow, menurut WHO MONICA Project tahun 1992, prevalensi gagal jantung pada pria usia 55-64 tahun 2,5%, usia 65-74 tahun 3,2%, sedangkan untuk wanita usia 55-64 tahun 2,0%, dan usia 65-74 tahun 3,6%.3

Metabolisme vitamin DVitamin D dibentuk melalui proses metabo-lisme yang kompleks. Vitamin tersebut ber- asal dari provitamin 7-dehydrocholesterol di permukaan kulit manusia, yang oleh sinar mata- hari (UV-B) diubah menjadi vitamin D3 (cholecal- cipherol), dan dari konsumsi makanan sehari- hari berupa vitamin D2 (ergocalcipherol).4,5,6

Kedua jenis vitamin D tersebut mengalami proses hidroksilasi di hati dan ginjal, enzim- enzim hati akan menambahkan gugus hidroksil (OH) pada colecalcipherol maupun ergocalci- pherol menghasilkan 25-dihydroxyvitamin D3 (calcidiol). Calcidiol akan disintesis di ginjal dan menerima tambahan satu gugus hidroksil men- jadi 1,25-dihydroxyvitamin D3 (calcitriol), yang

Hidroksilasi oleh ginjal tersebut terjadi karena aktifitas 1-alpha-hydroxylase yang dikontrol secara langsung oleh hormon paratiroid dan secara tidak langsung oleh kadar kalsium dalam darah.4,5,6

Bentuk aktif vitamin D akan berikatan dengan protein sebelum diedarkan ke organ tubuh lain. Dalam sel tubuh, reseptor nuklear yang spesifik akan mengurai ikatan tersebut dan melepaskan protein ke dalam darah, sedang-kan vitamin D akan tetap berada di dalam sel. Organ yang memiliki reseptor nuklear spesifik di antaranya adalah tulang, kulit, otat lurik, kardiomiosit, sel endotelial vaskular, monosit, dan limfosit T dan B yang aktif.

Fungsi vitamin D adalah meningkatkan re- absorbsi kalsium dalam usus, menurunkan ekskresi kalsium di ginjal, dan meregulasi per- kembangan, fungsi, dan diferensiasi beberapa sel tubuh.4

Kadar normal vitamin D dalam serumKadar calcidiol dalam darah dibagi menjadi tiga golongan: kadar >30 ng/mL (75 nmol/L) digolongkan normal; kadar 20-30 ng/mL (50- 75 nmol/L) digolongkan sebagai insufisiensi vitamin D; sedangkan kadar <20 ng/mL (<50 nmol/L) digolongkan sebagai defisiensi vitamin D.7 Tes laboratorium terbaik untuk menilai kadar vitamin D dalam darah adalah dengan me- ngukur kadar 25-hydroxyvitamin D3 (calcidiol)

Hubungan Vitamin D dengan Gagal JantungPramanta, Wisnu Pradana Mahardhika, Adrian Benediktus

Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya, Jakarta, Indonesia

Gambar 1. Metabolisme vitamin D 4

Synthesis and effects of vitamin Dultraviolet light

Skin exposed to ultraviolet light7-dehydrocholesterol

(pre-vitamin D)

Dietary intake

Vitamin D3(cholecalciferol)

Liver

25-hydroxyvitamin D3(calcidiol)

Parathyroidhormone

(PTH)

Vitamin D2(ergocalciferol)

Cytokines

1, 25-dihydroxyvitamin D3(calcitriol)

Increased bone resorption (mediated via PTH)Increased intestinal absorption of calcium and phosphateDecreased renal excretion of calciumRegulates cellular growth, function, and differentiation

Kidneysvia 1-alphahydroxylase

Other organsvia 1-alphahydroxylase

Page 2: 10_186Vitamindgagaljantung

TINJAUAN PUSTAKA

348 CDK 186/Vol.38 no.5/Jul i -Agustus 2011

TINJAUAN PUSTAKA

347CDK 186/Vol.38 no.5/Jul i -Agustus 2011

dalam darah. Konsentrasi calcidiol mencermin- kan jumlah vitamin D yang bersirkulasi dalam darah selama 15 hari setelah pembentukannya, baik diproduksi dari kulit maupun diperoleh dari makanan atau suplemen. Namun, kadar calcidiol tersebut tidak mencerminkan kadar vitamin D yang disimpan di dalam sel dan jaringan tubuh. Dibandingkan dengan calcidion, 1,25-dihydroxyvitamin D3 (calcitriol) hanya ada dalam sirkulasi darah selama 15 jam dan kon- sentrasinya sangat dipengaruhi oleh hormon paratiroid, kalsium, dan fosfat. Oleh karena itu, calcitriol tidak dapat dijadikan indikator kadar vitamin D dalam darah.8

Vitamin D dan aterosklerosis karena proses inflamasiInflamasi menjadi kunci utama mekanisme aterosklerosis, yang melalui proses pem- bentukan sel busa akhirnya menyebabkan terbentuknya lesi aterosklerosis pada dinding pembuluh darah. Proses tersebut diperantarai oleh makrofag dan set T, sebelum akhirnya terjadi respon inflamasi yang melepaskan ber- bagai sitokin seperti interleukin (IL)-1, IL-4, IL-6, interferon (INF)-c, dan tumor necrosis factor (TNF)-α. Faktor-faktor tersebut berkontribusi terhadap proliferasi otot polos dan pemben-tukan plak, serta meningkatkan sintesis serta pelepasan acute phase protein, seperti albumin dan transferin.9

Vitamin D berfungsi sebagai imunoregulator yang dimediasi oleh reseptor vitamin D yang terdapat pada sel-sel imun. Dalam peranannya sebagai imunomodulator, vitamin D meng-hambat maturasi antigen-presenting cell, angiogenesis, dan proliferasi sel-sel otot polos penbuluh darah. Selain itu, vitamin D juga menurunkan aktifitas NF-jB, produksi IL-6, IL-12, INF-c, dan TNF-α, yang akhirnya menu-runkan proses inflamasi. Sebagai proteksi terhadap aterosklerosis, vitamin D berperan menekan ekspresi matrix matalloproteinase (MMPs). MMPs merupakan enzim jaringan ikat yang disekresi oleh makrofag yang ter- aktivasi selama proses inflamasi, berperan dalam remodeling dinding pembuluh darah serta miokardium. Selain itu, MMPs juga akan merusak jaringan kolagen dalam lesi ateros- klerosis dan menyebabkan ruptur aterosklero-sis yang kemudian akan menjadi trombosis.9

Ada korelasi antara pemberian vitamin D pada orang dengan defisiensi vitamin D dengan

penurunan kadar MMP-9 dan faktor-faktor inflamasi lainnya, sehingga disimpulkan bahwa vitamin D dapat menghambat berbagai aspek respon inflamasi yang dapat mengacu ke pem- bentukan plak aterosklerosis dan trombosis akibat rupturnya plak aterosklerosis.10

Vitamin D dan hipertrofi jantungDefisiensi vitamin D dapat menginduksi hiper- trofi otot jantung, peningkatan rasio berat jan- tung: berat badan, dan produksi matrix ekstra- seluler pada dinding miokardium. Pemberian calcitriol dapat menghambat proliferasi sel miosit pada ventrikel jantung melalui penurunan re- gulasi c-MYC dan proliferasi antigen sel nuklear (PCNAs). Selain itu, calcitriol juga manghambat hipertrofi miosit yang diinduksi endotelin dan ekspresi aktin dan gen ANP.11,12,13

Penelitian korelasi kadar NT-proANP (prediktor gagal jantung dan tingkat keparahan hiper- trofi ventrikel kiri), vitamin D metabolit dengan parameter metabolisme kalsium mendapatkan kadar NT-proANP yang tinggi pada penurunan calcidiol dan calcitriol. Selain itu, beberapa pe- nelitian lain menunjukkan bahwa vitamin D me- reduksi hipertrofi pada penderita left ventricle hypertrophy (LVH) secara signifikan. 14,15

Regulasi vitamin D terhadap sistem Renin-AngiotensinLi, dkk. mengeksplorasi mekanisme hubungan vitamin D dengan RAAS pada binatang. Hipo- tesisnya adalah vitamin D memiliki fungsi regulasi endokrin pada biosintesis renin. Mereka menemukan peningkatan renin mRNA dan protein pada ginjal ketika reseptor viitamin D dan 25-hydroxyvitamin D3 1a-hydroxylase di- hambat, yang mengindikasikan bahwa vita- min D diperlukan dalam mengatur produksi renin; selain itu kadar angiotensin II juga me- ningkat pada penghambatan reseptor vita- min D, sementara kadar angiotensinogen di hati tidak berbeda dengan tikus normal, me- nandakan bahwa peningkatan kadar angio-tensin II disebabkan oleh peningkatan akti- vitas renin. Disregulasi RAAS dapat meng- akibatkan hipertensi serta hipertrofi jantung.9

Penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa 1,25-dihydroxyvitamin D3 secara langsung menghambat aktivasi gen renin dan supresi ini tidak tergantung pada metabolisme calcium. Selain itu vitamin D juga berperan penting pada hemostasis reno-kardiovaskular dengan bekerja sebagai regulator negatif RAAS.9

Vitamin D dan kalsifikasi pembuluh darahVascular smooth muscle cells (VSMCs) dan osteoblas berasal dari sel prekusor mesenki-mal yang sama. Core binding alpha-1 (CbfaI) diketahui sebagai kunci utama yang meng- ubah sel prekursor mesenkimal menjadi osteo- blas. Dalam suatu penelitian16 pada pasien transplantasi ginjal, CbfaI ditemukan dalam jumlah sangat kecil pada arteri yang tidak me- ngalami kalsifikasi. Selain itu, ekspresi marker osteogenik, seperti bone morphogenetic protein-2 (BMP-2) juga turut bertanggung jawab atas terjadinya akselerasi transformasi VSnCs menjadi osteoblast-like cell. Sel-sel ter- sebut kemudian akan memproduksi protein- protein dari matriks tulang, seperti: kolagen tipe 1, osteopontin, dan sialoprotein tulang, yang dapat meregulasi mineralisasi pembu-luh darah. Ketika mineralisasi dimulai, terjadi peningkatan produksi calcium x phosporus yang dapat memicu proses kalsifikasi dan kemudian akan menyebabkan kalsifikasi pem- buluh darah (Gambar 2).16

Gambar 2. Proses kalsifikasi pembuluh darah16

Akhir-akhir ini, matriks gla protein (MGP) di- ketahui dapat menginhibisi kalsifikasi pem- buluh darah dengan cara menginhibisi BMP-2. Kadar MGP yang rendah menyebabkan kal- sifikasi spontan pada pembuluh darah utama tikus. Selain itu, diduga protein dalam darah seperti: fetuin-A, PTH-related-peptide, dan C-natriuretic protein pada kadar tertentu dapat menginhibisi proses kalsifikasi pem- buluh darah.16

PendahuluanVitamin D dapat mengurangi risiko seseorang menderita penyakit kronis, seperti kanker, penyakit autoimun, penyakit infeksi, dan pe- nyakit kardiovaskular. Pada masa nifas dan masa kanak-kanak, defisiensi vitamin D dapat menyebabkan hambatan pertumbuhan dan deformitas tulang serta meningkatkan risiko patah tulang panggul di masa dewasa. Selain itu, pada dewasa, defisiensi vitamin D dapat mencetuskan osteopenia, osteoporosis, dan meningkatkan risiko osteomalacia serta ke- lemahan otot.1 Akhir-akhir ini, vitamin D di- duga memiliki kaitan dengan terjadinya gagal jantung melalui beberapa mekanisme spesifik.2

Gagal jantung merupakan salah satu masalah kesehatan utama di seluruh dunia. Prevalensi- nya di Amerika dan Eropa sekitar 1-2%. Pada tahun 1989, diperkirakan 3 juta warga Amerika menderita penyakit gagal jantung, dan akan terus bertambah sebanyak 400 ribu orang setiap tahunnya. Di Glasgow, menurut WHO MONICA Project tahun 1992, prevalensi gagal jantung pada pria usia 55-64 tahun 2,5%, usia 65-74 tahun 3,2%, sedangkan untuk wanita usia 55-64 tahun 2,0%, dan usia 65-74 tahun 3,6%.3

Metabolisme vitamin DVitamin D dibentuk melalui proses metabo-lisme yang kompleks. Vitamin tersebut ber- asal dari provitamin 7-dehydrocholesterol di permukaan kulit manusia, yang oleh sinar mata- hari (UV-B) diubah menjadi vitamin D3 (cholecal- cipherol), dan dari konsumsi makanan sehari- hari berupa vitamin D2 (ergocalcipherol).4,5,6

Kedua jenis vitamin D tersebut mengalami proses hidroksilasi di hati dan ginjal, enzim- enzim hati akan menambahkan gugus hidroksil (OH) pada colecalcipherol maupun ergocalci- pherol menghasilkan 25-dihydroxyvitamin D3 (calcidiol). Calcidiol akan disintesis di ginjal dan menerima tambahan satu gugus hidroksil men- jadi 1,25-dihydroxyvitamin D3 (calcitriol), yang

Hidroksilasi oleh ginjal tersebut terjadi karena aktifitas 1-alpha-hydroxylase yang dikontrol secara langsung oleh hormon paratiroid dan secara tidak langsung oleh kadar kalsium dalam darah.4,5,6

Bentuk aktif vitamin D akan berikatan dengan protein sebelum diedarkan ke organ tubuh lain. Dalam sel tubuh, reseptor nuklear yang spesifik akan mengurai ikatan tersebut dan melepaskan protein ke dalam darah, sedang-kan vitamin D akan tetap berada di dalam sel. Organ yang memiliki reseptor nuklear spesifik di antaranya adalah tulang, kulit, otat lurik, kardiomiosit, sel endotelial vaskular, monosit, dan limfosit T dan B yang aktif.

Fungsi vitamin D adalah meningkatkan re- absorbsi kalsium dalam usus, menurunkan ekskresi kalsium di ginjal, dan meregulasi per- kembangan, fungsi, dan diferensiasi beberapa sel tubuh.4

Kadar normal vitamin D dalam serumKadar calcidiol dalam darah dibagi menjadi tiga golongan: kadar >30 ng/mL (75 nmol/L) digolongkan normal; kadar 20-30 ng/mL (50- 75 nmol/L) digolongkan sebagai insufisiensi vitamin D; sedangkan kadar <20 ng/mL (<50 nmol/L) digolongkan sebagai defisiensi vitamin D.7 Tes laboratorium terbaik untuk menilai kadar vitamin D dalam darah adalah dengan me- ngukur kadar 25-hydroxyvitamin D3 (calcidiol)

Hubungan Vitamin D dengan Gagal JantungPramanta, Wisnu Pradana Mahardhika, Adrian Benediktus

Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya, Jakarta, Indonesia

Gambar 1. Metabolisme vitamin D 4

Synthesis and effects of vitamin Dultraviolet light

Skin exposed to ultraviolet light7-dehydrocholesterol

(pre-vitamin D)

Dietary intake

Vitamin D3(cholecalciferol)

Liver

25-hydroxyvitamin D3(calcidiol)

Parathyroidhormone

(PTH)

Vitamin D2(ergocalciferol)

Cytokines

1, 25-dihydroxyvitamin D3(calcitriol)

Increased bone resorption (mediated via PTH)Increased intestinal absorption of calcium and phosphateDecreased renal excretion of calciumRegulates cellular growth, function, and differentiation

Kidneysvia 1-alphahydroxylase

Other organsvia 1-alphahydroxylase

Page 3: 10_186Vitamindgagaljantung

TINJAUAN PUSTAKA

350 CDK 186/Vol.38 no.5/Jul i -Agustus 2011

TINJAUAN PUSTAKA

349CDK 186/Vol.38 no.5/Jul i -Agustus 2011

Aktivasi reseptor vitamin D yang terdapat pada VSMCs oleh pemberian vitamin D akan menginhibisi sintesis kolagen tipe 1 yang ber- peran aktif dalam proses pembentukan osteo- blast-like cells menjadi kalsifikasi dinding pem- buluh darah; selain itu vitamin D juga dapat mereduksi sintesis Cbfa-I, menstimulasi sintesis MGP, dan menginhibisi produksi BMP-2. Hal tersebut berdampak lebih besar pada meka-nisme kalsifikasi dinding pembuluh darah dibandingkan dengan efek vitamin D dalam meningkatkan kadar calcium dan phosphor darah yang berisiko kalsifikasi dinding pem- buluh darah.16

Pencegahan gagal jantung dengan asupan vitamin DKebutuhan vitamin D bervariasi tergantung usia dan paparan sinar matahari (sinar ultra- violet B) (tabel 1). Angka tersebut diperhi-tungkan sebagai dosis optimal vitamin D secara oral tanpa memperhitungkan sintesis vitamin D kulit dengan bantuan sinar ultra- violet B (UV B). Pemberian vitamin D oral tidak boleh lebih dari 2000 IU/hari pada semua golongan umur untuk menghindari efek samping.4,17,18

Tabel 1. Asupan vitamin D yang dianjurkan untuk pria dan wanita 4

Berger-Lux dkk. mengemukakan bahwa asupan vitamin D oral 400 IU/hari hanya me- naikkan kadar 25-hydroxyvitamin D3 darah sebesar 7-12 nmol/L. Untuk dapat meningkat- kan kadar 25-hydroxyvitamin D3 darah dari 50 nmol/L menjadi 80 nmol/L dibutuhkan asupan vitamin D sebesar 1700 IU/hari. Suplementasi vitamin D 1-400 IU/hari memberikan efek mini- mal, sedangkan dosis >400 IU/hari memberikan efek lebih baik terhadap penurunan angka kejadian penyakit kardiovaskular.18,20

Batas aman pemberian vitamin D oral harus tetap diperhatikan agar tidak menimbulkan efek samping; konsumsi makanan dengan kadar vitamin D tinggi sangat dianjurkan untuk mencegah defisiensi vitamin D yang dapat menimbulkan gagal jantung.4,7,17,19

SimpulanVitamin D dalam makanan sehari-hari pen- ting bagi berbagai organ tubuh selain tulang, salah satunya adalah jantung. Asupan oral vitamin D maupun pro-vitamin D yang ter-

dapat pada kulit manusia akan diubah di hati dan ginjal serta beberapa organ tubuh lain menjadi calcitriol, bentuk aktif vitamin D. Calcitriol berfungsi mencegah gagal jantung maupun memperingan tingkat keparahannya melalui empat mekanisme, berupa regulasi inflamasi, reduksi hipertrofi otot jantung, regulasi sistem RAA, dan mencegah kalsifi- kasi dinding pembuluh darah. Asupan vitamin D yang adekuat mengurangi risiko terjadinya gagal jantung yang disebabkan oleh meka- nisme tersebut.

DAFTAR PUSTAKA1. Holick MF. Resurrection of vitamin D deficiency and rickets. J Clin Invest 2006; 116:2062-72.

2. Holick MF, Garabedian M. Vitamin D: photobiology, metabolism, mechanism of action, and clinical applications.

In: Favus MJ, ed. Primer on the metabolic bone diseases and disorders of mineral metabolism. 6th ed. Washington,

DC: American Society for Bone and Mineral Research, 2006:129-37.

3. McDonagh TA, Morrison CE, Lawrence A, Ford I, Tunstall-Pedoe H, McMurray JJV. Symptomatic and asymptomatic

left ventricular systolic dysfunction in an urban population. Lancet 1997;350: 829-33.

4. Hajjar V, Depta JP, Mountis MM. Does vitamin D deficiency play a role in the pathogenesis of chronic heart failure?

Do supplements improve survival? Cleveland Clin. J. Med. 2010; 77(5):290-3.

5. Pilz S, et al. Vitamin D deficiency and myocardial diseases. Mol Nutr Food Res 2010; 54:1-11.

6. Holick MF. Vitamin D deficiency. N Engl J Med 2007; 357:266-81.

7. Kim DH, et al. Prevalence of hypovitaminosis D in cardiovascular diseases (from the National Health and Nutrition

Examination Survey 2001 to 2004). Am J Cardiol 2008;102:1540-4.

8. Van den Berg H. Bioavailability of vitamin D. Eur J Clin Nutr 1997; 51:S76-9.

9. Levin A, Li YC. Vitamin D and its analogues: Do they protect against cardiovascular disease in patients with kidney

disease? Kidney International 2005; 68:1973-81

10. Timms PM, Mannann N, Hitman GA, et al. Circulating MMP9, vitamin D and variation in the TIMP-1 response with

VDR genotype: mechanisms for inflammatory damage in chronic disorders? QJM 2002; 95:787-96.

11. Weishaar RE, Simpson RU. The involvement of the endocrine system in regulating cardiovascular function: emphasis

on vitamin D3. Endocr Rev 1989;10:351-65.

12. Weishaar RE, Kim SN, Saunders DE, et al. Involvement of vitamin D3 with cardiovascular function. III. Effects on

physical and morphological properties. Am J Physiol 1990;258:E134-42.

13. Wu J, Garamim, Cheng T, et al. 1,25(OH)2 vitaminD3, and retinoic acid antagonize endothelin-stimulated hypertrophy

of neonatal rat cardiac myocytes. J Clin Invest 1996;.97:1577-88.

14. Park CW, Oh YS, Shin YS, et al. Intravenous calcitriol regresses myocardial hypertrophy in hemodialysis patients

with secondary hyperparathyroidism. Am J Kidney Dis 1999; 33:73-81.

15. Mogonigle RJ, Fowler MB, Timmis AB, et al. Uremic cardiomyopathy: Potential role of vitamin D and parathyroid

hormone. Nephron 198;436:94-100

16. Verhave G, Siegert CEH. Role of vitamin D in cardiovascular disease. The Neth. J. Med. 2010; 68(3):113-8.

17. Vieth R, et al. The urgent need to recommend an intake of vitamin D that is effective. Am J Clin Nutr 2007; 85:649-50.

18. Wang L, et al. Systematic Review: Vitamin D and Calcium Supplementation in Prevention of Cardiovascular Events.

Ann Intern Med. 2010; 152:315-23.

19. Pilz S, et al. Association of vitamin D deficiency with heart failure and sudden cardiac death in a large cross-sectional

study of patients referred for coronary angiography. J Clin Endocrinol Metab 2008;93:3927-35.

20. Bostick RM, et al. Relation of calcium, vitamin D, and diary food intake to ischemic heart disease mortality among

postmenopausal women. Am J Epidemiol. 1999; 149:151-61.

Umur(tahun)

14-18

19-50

51-70

>70

Asupan yang

adekuat(IU/hari)

200

200

400

600

Batas maksimum

asupan(IU/hari)

2000

2000

2000

2000

PENDAHULUANDewasa ini, perhatian terhadap kanker kolo- rektal makin meningkat. Data statistik men- catat, angka kejadian kanker kolorektal di seluruh dunia meningkat tajam sejak tahun 1975.1 Sekitar 783.000 kasus baru kanker kolorektal didiagnosis pada tahun 1990. Data statistik juga menunjukkan bahwa di antara berbagai keganasan, kanker kolorektal men- duduki peringkat keempat teratas di seluruh dunia.1

Di Indonesia, kanker kolorektal merupakan jenis keganasan saluran cerna kedua ter- banyak setelah keganasan hepatoseluler.2

Indonesian Cancer mencatat, pada tahun 2002 ditemukan sebanyak 3.572 kasus baru kanker kolorektal di Indonesia.3 Hal ini sesuai dengan perubahan gaya hidup masyarakat Indonesia saat ini. Pola makan sehari-hari yang salah masih saja diterapkan. Sebagai contoh, makanan siap saji makin digemari, padahal jenis makanan tersebut umumnya mengan- dung kadar lemak dan karbohidrat tinggi. Daging merah juga makin digemari, padahal makanan yang diolah dari daging merah dan makanan tinggi lemak diketahui dapat me- ningkatkan risiko kanker kolorektal.1,4,5,6 Kondisi ini diperburuk dengan kurangnya aktivitas fisik sehingga terjadi ketidakseimbangan antara asupan energi dan penggunaan energi oleh tubuh.1,7 Aktivitas fisik yang kurang akan mengakibatkan menurunnya motilitas usus, sehingga akan memperpanjang waktu singgah zat-zat mutagen berbahaya di usus besar dan dapat meningkatkan risiko kanker kolorektal.8

Hasil penelitian dalam upaya pencegahan kanker kolorektal menunjukkan adanya hubu- ngan antara konsumsi asam asetil salisilat dosis rendah secara teratur dalam jangka lama dengan rendahnya kejadian kanker kolorektal.9,10 Asam asetil salisilat yang merupakan golongan obat anti-inflamasi non-steroid (OAINS) dapat meng- hambat aktivitas enzim cyclooxygenase (COX), yang diketahui memegang peranan pentinguntuk menginduksi pertumbuhan dan per- kembangan sel-sel kanker.9,10

EPIDEMIOLOGI Di negara berkembang, kanker kolorektal me- rupakan penyakit penyebab kematian kedua tertinggi di antara semua jenis keganasan.12 Insidens tertinggi kanker kolorektal dijumpai di Eropa dan Amerika, sedangkan insidens yang lebih rendah ditemukan di Asia.12 Prevalensi tinggi kanker kolorektal juga di- temukan pada populasi tingkat ekonomi menengah ke atas. Perbedaan ini boleh jadi disebabkan oleh pola diet dan gaya hidup sehari-hari.1, 4-7 Kebanyakan kasus kanker kolorektal ditemukan pada usia di atas 40 tahun dan puncaknya pada usia 70 tahun.12

Prevalensi kanker kolorektal yang makin meningkat di seluruh dunia menjadikannya sebagai salah satu masalah kesehatan global yang serius. Setiap tahun, diperkirakan sebanyak 550.000 penduduk dunia meninggal akibat kanker kolorektal.18 Penelitian terus dilakukan untuk menemukan agen non-toksik potensial yang dapat digunakan untuk mencegah kanker kolorektal.

KARAKTERISTIK KLINIS KANKER KOLO- REKTAL DI INDONESIAPrevalensi kanker kolorektal diperkirakan akan makin meningkat. Observasi Bagian Patologi Anatomi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta menunjukkan bahwa pada tahun 1986-1990, pengidap kanker kolorektal ber- jumlah 275 orang, meningkat menjadi 368 orang pada tahun 1991-1995, dan antara tahun 1999-2003, mencapai 584 orang.13

Data tahun 1991-2000 juga menunjukkan bahwa di antara 1.500 kasus keganasan saluran cerna, kanker kolon dan kanker rektum, atau biasa disebut kanker kolorektal, menduduki peringkat pertama, dengan histopatologi yang paling sering adalah tipe adenokarsinoma (Tabel 1).13

Kanker kolorektal di Indonesia banyak di- jumpai pada usia produktif. Data tahun 1996- 2000 menunjukkan bahwa puncak insidens kanker kolorektal di Jakarta didapatkan pada usia 40-49 tahun dan 50-69 tahun (Tabel 2).13

Pengaruh Asam Asetil Salisilatterhadap Penurunan Prevalensi Kanker Kolorektal

Anita Kurniawati, Riki TenggaraBagian Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UNIKA Atma Jaya, Jakarta, Indonesia

Tabel 1. Jumlah kasus keganasan saluran cerna di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta,1991-2000.

Sumber: Sudoyo AW, Gondhowiardjo S, Hutagalung EU, et al. The multidisciplinary cancer management ofsolid tumor: today & tomorrow. breast cancer, sarcomas, colorectal cancer. Jakarta: FKUI. 2004.S b S d AW G dh i dj S H t l EU t l Th ltidi i li t f

Lokasi

Esofagus

Lambung

Duodenum

Ileum

Kolon

Rektum

Jumlah

Limfoma

-

3

27

29

17

10

86

Lain-lain

35

17

11

20

33

136

252

Jumlah

60

98

68

85

308

867

1486

Adenokarsinoma

25

78

30

26

258

721

1138

Tabel 2. Profil kanker kolorektal berdasarkan umur dan jenis kelamin di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo,Jakarta, tahun 1996-2000.

Umur(tahun)

JenisKelamin

Wanita

Pria

Jumlah

0-9

-

-

-

10-19

1

1

2

20-29

21

12

33

30-39

30

28

58

40-49

30

38

68

50-59

23

28

51

60-69

32

38

70

70-79

10

10

20

80-89

1

-

1

Jumlah

148

155

303

Sumber: Sudoyo AW, Gondhowiardjo S, Hutagalung EU, et al. The multidisciplinary cancer management ofsolid tumor: today & tomorrow. breast cancer, sarcomas, colorectal cancer. Jakarta: FKUI. 2004.