10. bab i pendahuluan -...
TRANSCRIPT
1 Evaluasi Potensi Batuan Induk pada Shale Formasi Nanggulan di Kulon Progo, Yogyakarta Berdasarkan Karakteristik Geokimia dan Petrologi Organik
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Kegiatan eksplorasi migas untuk mengetahui potensi sumber daya
energi di Indonesia terus dilakukan seiring bertambahnya kebutuhan energi
yang semakin meningkat. Berbagai penelitian mengenai aspek dari sistem
petroleum yang umumnya terdiri atas 5 bagian penting yaitu source rock,
reservoir, seal, trap, dan proper time of migation terus dikembangkan. Salah
satu aspek penting dalam sistem petroleum adalah batuan induk atau biasa
disebut sebagai ”source rock”. Batuan induk didefinisikan sebagai batuan
sedimen berukuran butir halus yang mampu menghasilkan dan mengeluarkan
hidrokarbon yang cukup untuk membentuk akumulasi minyak dan gas (Hunt,
1996).
Pentingnya batuan induk dalam suatu sistem petroleum menjadi daya
tarik peneliti untuk meneliti komponen material organik dan analisis
geokimia dalam evaluasi potensi batuan induk sebagai penghasil senyawa
hidrokarbon. Jumlah hidrokarbon yang dihasilkan oleh material organik
dipengaruhi oleh kuantitas, kualitas dan tingkat kematangan material
organik. Tingkat kematangan material organik dipengaruhi oleh suhu dan
tekanan yang cukup untuk memicu proses pelepasan senyawa hidrokarbon
dari batuan induk (Hunt, 1996).
Batuan induk berupa shale yang kaya material organik umumnya
terendapkan pada fase awal pengisian cekungan, sementara cekungan di
2
Evaluasi Potensi Batuan Induk pada Shale Formasi Nanggulan di Kulon Progo, Yogyakarta Berdasarkan Karakteristik Geokimia dan Petrologi Organik
Indonesia bagian barat umumnya terbentuk pada Eosen Awal akibat proses
tektonik di Indonesia yang cukup intensif (Satyana, 2007).
Shale Formasi Nanggulan merupakan salah satu batuan berumur Eosen
yang banyak tersingkap dan paling banyak diteliti. Berbagai penelitian terus
dikembangkan mulai dari penelitian mengenai variasi litologi, kandungan
foraminifera, kandungan nannofossil dan potensi shale sebagai batuan
penghasil hidrokarbon. Winardi, dkk (2013) mengkategorikan shale Formasi
Nanggulan sebagai batuan induk yang memiliki potensi antara buruk-sangat
bagus dengan beberapa limitasi pada tingkat kematangannya. Evaluasi ini
berdasarkan data sampel yang diambil dari singkapan di sekitar Kalisongo
dan sekitarnya yang di kombinasikan dengan pemodelan menggunakan kurva
Time Temperature Indeks (TTI). Data ini menunjukkan bahwa shale Formasi
Nanggulan bisa menghasilkan hidrokarbon yang dapat mengalami migrasi
dan membentuk akumulasi pada cekungan di sekitar Kulon Progo. Penelitian
lebih lanjut pada shale Formasi Nanggulan ini perlu dilakukan untuk
mendukung penelitian sebelumnya. Penelitian ini mengevaluasi potensi
batuan induk dengan metode analisis geokimia dan petrografi organik pada
shale Formasi Nanggulan berdasarkan data bawah permukaan yang diambil
dari proses pengeboran untuk mengambil data inti batuan (core).
I.2 Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
kemungkinan adanya potensi dari shale Formasi Nanggulan sebagai batuan
sumber dalam membentuk akumulasi hidrokarbon.
3
Evaluasi Potensi Batuan Induk pada Shale Formasi Nanggulan di Kulon Progo, Yogyakarta Berdasarkan Karakteristik Geokimia dan Petrologi Organik
Sementara tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui:
1. kuantitas material organik dalam shale Formasi Nanggulan dari
perhitungan TOC,
2. kualitas material organik dalam shale Formasi Nanggulan dari tipe
material organik dan jenis produk hidrokarbon yang dihasilkan,
3. kematangan termal material organik dalam shale Formasi Nanggulan,
I.3 Batasan Penelitian
Penelitian ini terbatas hanya meliputi penentuan potensi shale dalam
menghasilkan hidrokarbon dengan menggunakan metode geokimia seperti
penentuan TOC untuk mengetahui kuantitas material organik dan Rock Eval
Pyroliysis untuk mengetahui kualitas dan kematangan termal dari material
organik di daerah penelitian. Sampel yang digunakan untuk penelitian
terbatas dari data core yang diperoleh dari pemboran.
1.4 Lokasi Penelitian
Lokasi pengambilan data core berada pada Formasi Nanggulan di Desa
Pendoworejo, Kecamatan Girimulyo dan Desa Banjararum, Kecamatan
Nanggulan, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakara (Gambar 1.1).
1.5 Peneliti Terdahulu
Beberapa penelitian yang pernah dilakukan pada Formasi Nanggulan
Kulon Progo yaitu :
1. Van Bemmelen, 1945
Van Bemmelen (1945) meneliti dan memetakan geologi Kulon Pogo.
4
Evaluasi Potensi Batuan Induk pada Shale Formasi Nanggulan di Kulon Progo, Yogyakarta Berdasarkan Karakteristik Geokimia dan Petrologi Organik
Gambar.1.1. Lokasi Penelitian
5
Evaluasi Potensi Batuan Induk pada Shale Formasi Nanggulan di Kulon Progo, Yogyakarta Berdasarkan Karakteristik Geokimia dan Petrologi Organik
Pegunungan Kulon Progo yang merupakan bentukan dome yang
berarah timur laut – barat daya. Inti dari kubah dome merupakan 3 gunung
andesit tua yaitu Gunung Gadjah yang berada di bagian tengah, Gunung Idjo
pada bagian selatan, dan Gunung Menoreh pada bagian utara. Sebelum
terendapkan material vulkanik dari 3 gunung tersebut, terdapat endapan
berumur Eosen yang dikenal sebagai Formasi Nanggulan yang terdiri atas
batupasir, shale dengan sisipan batubara. Endapan post vulkanik terdiri atas
Formasi Djonggrangan yang tersusun atas napal tuffan dan batugamping dan
Formasi Sentolo yang didominasi napal dan batugamping koral. Aktivitas
vulkanik pasca pengendapan Formasi Nanggulan berhubungan dengan tingkat
kematangan shale Nanggulan. Adanya intrusi pada umur Oligosen menurut
Winardi, dkk (2013) mempengaruhi proses pematangan material organik.
2. Lunt dan Sugiatno, 2003
Peneliti meneliti litologi penyusun Formasi Nanggulan dan membagi
formasi ini menjadi 6 sub-satuan berdasarkan data biostratigrafi foram-
plankton dan nannofosil. Sub-satuan dari Formasi Nanggulan menurut Lunt
dan Sugiatno (2003) yaitu Songo Beds, Watu Puru Beds, Jetis Beds,
Pellatispira transgression Beds, Cunialensis clay, dan Tegalsari marls.
Songo Beds tersusun atas batupasir kuarsa dengan sisipan batupasir
lempungan, lapisan batubara, dan konglomerat. Watu Puru Beds tersusun atas
napal dan batulanau yang mengandung Ortophragmina dan tuf. Jetis Beds
tersusun atas batulempung tuffan dengan sisipan batupasir. Pellatispira
Transgression Beds tersusun atas batugamping kaya foram besar Pellatispira.
Cunialensis clay tersusun atas lapisan tipis batulempung kaya fosil foram
6
Evaluasi Potensi Batuan Induk pada Shale Formasi Nanggulan di Kulon Progo, Yogyakarta Berdasarkan Karakteristik Geokimia dan Petrologi Organik
plankton Turborotalia sp yang mencirikan umur Eosen Akhir. Sementara itu
sub-satuan paling atas yaitu Tegalsari marls yang tersusun atas napal yang
banyak mengandung fosil Globigerina. Berdasarkan komponen litologi yang
menyusun Formasi Nanggulan, batuan yang berpotensi sebagai lapisan yang
kaya akan material organik merupakan batuan yang berukuran butir halus.
3. Heidrick & Marliyani, 2006
Peneliti melakukan penelitian tektonostratigrafi daerah Nanggulan.
Berdasarkan prinsip biokronostratigrafi dan lithostratigrafi, Heidrick &
Marliyani (2006) membagi Formasi Nanggulan dalam konsep kronostratigrafi
meliputi Te1 (anggota “a” dan “b”), Te2, Te3, top Eocene/base Oligocene
nonconformity, Oligocene Nanggulan, dan base Early Miocene Menoreh
nonconformity. Kondisi geologi pada Eosen Tengah – Akhir di daerah
Nanggulan dicirikan oleh lingkungan pengendapan aggrading fluvio-alluvial,
delta plain, dan swamp (Te1a), shallow marine – open marine – platform
(Te1b), deep marine (Te2,Te3). Menurut peneliti, data litologi yang memiliki
potensi untuk dikembangkan yaitu batupasir kuarsa anggota Te1 b yang baik
untuk reservoir dan deep marine anoxic mudstone dan shale anggota Te3b
sebagai batuan induk.
4. Winardi dkk, 2013
Penelitian dilakukan untuk mengetahui potensi batuserpih Formasi
Nanggulan sebagai batuan sumber hidrokarbon. Peneliti melakukan analisis
terhadap kandungan bahan organik, tipe kerogen, dan tingkat kematangan
batuan induk berdasarkan sampel yang diambil dari singkapan batuan di
sekitar sungai Kalisongo. Hasil analisis menunjukkan 7 dari 11 sampel yang
7
Evaluasi Potensi Batuan Induk pada Shale Formasi Nanggulan di Kulon Progo, Yogyakarta Berdasarkan Karakteristik Geokimia dan Petrologi Organik
dianalisa menunjukkkan level baik-istimewa (>1%). Tipe kerogen yang
dihasilkan dari hasil analisa menunjukkan kerogen tipe III. Terdapat 1 sampel
yang mengindikasikan potensi mampu menghasilkan hidrokarbon dari nilai
S1 = 1,38 dan S2 = 7,62mgHC/g batuan, namun tingkat kematangannya
belum matang yang diketahui dari nilai Ro 0,39, Tmaks 422oC, dan TAI
menunjukkan nilai 2. Berdasarkan hasil pemodelan menggunakan TTI (Time
Temperature Index) dari sejarah penimbunan menunjukkan bahwa beberapa
tempat telah matang dan mencapai gas window sejak 0,4 jtl, terutama pada
daerah yang terpengaruh oleh intrusi pada Oligosen (28,5 jtl).
5. Ansori, 2014
Penelitian dilakukan untuk mengetahui proses pengendapan dan
lingkungan pengendapan dari shale Formasi Nanggulan menggunakan
analisis litofasies dan asosiasi litofasies dari data batuan inti. Menurur Ansori
(2014), suksesi litofasies serpih Formasi Nanggulan terdiri atas : 1.
Laminated sandstone facies, 2. Massive sandstone facies, 3. Wavy-flaser
sandstone facies, 4. Massive claystone facies, 5. Massive mudstone facies, 6.
Mollusca rich mudstone facies, 7. Floatstone facies, 8. Crystalline carbonate
facies, 9. Coal facies, 10. Claystone and sandstone interbedded facies,11.
Lenticular mudstone facies. Lingkungan pengendapan berdasarkan asosiasi
fasies menunjukkan lingkungan pengendapan dari estuary dominasi pasang
surut – laut dangkal. Lingkungan pengendapan estuary bagian mangrove
swamp dan offtsore merupakan lingkunagan yang berpotensi menghasilkan
endapan sedimen yang kaya akan material organik.