0hgld) du pdvl -...
TRANSCRIPT
MediaFarmasi
Poltekkes Kemenkes MakassarJurusan Farmasi
ISSN : 0216-2083
Vol. XII. No. 2, November 2016
Diterbitkan Oleh:
ii
MEDIA FARMASI
POLITEKNIK KESEHATAN MAKASSAR
Penasehat : Direktur Politeknik Kesehatan Kemenkes Makassar
Penanggung Jawab : Ketua Jurusan Farmasi Politeknik Kesehatan
Kemenkes Makassar
Dewan Redaksi
Ketua : Drs. Jumain, M.Kes, Apt
Anggota : Muhammad Saud, SH, S.Farm, M.Kes
Drs. H. Tahir Ahmad, M.Kes, Apt
Drs. H. Ismail Ibrahim, M.Kes, Apt
Drs. Rusli, Sp.FRS, Apt
Mitra Bestari : DR. Suharjono, MS, Apt (Fak. Farmasi Univ. Airlangga)
DR. Hj. Nurisyah, M.Si, Apt (Poltekkes Makassar)
DR. Sesilia Rante Pakadang, M.Si, Apt (Poltekkes Makassar)
DR. H. Asyhari Asyikin, S.Farm, M.Kes (Poltekkes Makassar)
Redaksi Pelaksana
Ketua : Santi Sinala, S.Si, M.Si, Apt
Wakil Ketua : Raimundus Chaliks, S.Si, M.Sc, Apt
Sekretaris : Rusdiaman, S.Si, M.Kes, Apt
Anggota : Tajuddin Abdullah, ST, M.Kes
Dra. Hiany Salim, M.MKes, Apt
Djuniasti Karim, S.Si, M.Si, Apt
H. Sultan, S.Farm, M.MKes
Humas : Mispari, SH, S.Farm, M.Kes
Arisanty, S.Si, M.Si, Apt
Ratnasari Dewi, S.Si, M.Kes
Ida Adhayanti, S.Si, M.Sc, Apt
Sirkulasi : St. Ratnah, S.Si, M.Kes
Hendra Stevani, S.Si, M.Kes, Apt
Alfrida Monica S, S.Si, M.Kes
Dwi Rachmawaty Daswi, S.Farm, M.Kes
Alamat Redaksi : Jurusan Farmasi Politeknik Kesehatan Makassar
Jl. Baji Gau No.10 Makassar
Telp. 0411-854021, 830883 Fax. 0411-830883
e-mail : [email protected]
website : http//www.farmasi.poltekkes-mks.ac.id
Kode pos 90134
ISSN No. 0216-2083
iii
EDITORIAL
Pembaca yang budiman, ucapan syukur Alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan
Yang Maha Kuasa karena berkat rahmat dan anugerahNya sehingga penerbitan Vol. XII No.2,
November 2016 MEDIA FARMASI POLITEKNIK KESEHATAN MAKASSAR dapat
terlaksana dan telah mendapat legalitas sebagai media resmi dari Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI) dengan nomor penerbitan ISSN No. 0216-2083.
Media Farmasi Politeknik Kesehatan Makassar merupakan suatu wadah dalam
menampung aspirasi ilmiah sehingga dapat menggugah motivasi dan inovasi dari dosen di
lingkup Jurusan Farmasi Politeknik Kesehatan Makassar serta artikel dari simpatisan untuk
melakukan kajian ilmiah.
Media Farmasi Politeknik Kesehatan Makassar diterbitkan 2 kali dalam setahun yaitu
pada bulan April dan November. Sebagai majalah ilmiah, Media Farmasi mengembangkan
misi dalam memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan khususnya di bidang
farmasi
Akhirnya redaksi sangat berharap bahwa semua artikel yang disajikan dalam edisi ini
dapat memberi apresiasi keilmuan di bidang kesehatan bagi kita semua. Oleh karena itu
kritikan dan saran sangat kami harapkan demi kesempurnaan edisi-edisi selanjutnya.
Selamat membaca
Makassar , November 2016
Redaksi
iv
Studi Interaksi Obat Hipertensi pada Pasien Usia Lanjut Rawat Jalan di
RSUD Labuang Baji Makassar
H. Asyhari Asyikin ............................................................................ 1
Aktivitas Antibakteri Infusa Daun Jamblang (Eugenia cumini Merr.) terhadap
Pertumbuhan Streptococcs pyogenes dan Escherichia coli
Darwis, Sesilia R.Pakadang, Suherman B ............................................. 10
Pola Penggunaan Antibiotik pada Ibu Hamil di Rumah Sakit Khusus Daerah Ibu
Dan Anak Pertiwi (RSKDIA) Makassar
Rusli, Raimundus Chaliks, Nurul Putri Sakinah ...................................... 19
Perbandingan Daya Hambat Beberapa Sediaan Obat Kumur Terhadap
Pertumbuhan Mikroba dalam Rongga Mulut
Hiany Salim .................................................................................... 25
Uji Efek Rebusan Daun Ubi Jalar (Ipomea batatas L) sebagai Antidiare
Pada Mencit (Mus musculus)
H. Sultan, Alwardhatullatifah .............................................................. 31
Uji Efektivitas Antibakteri Sediaan Obat Kumur Ekstrak Daun Lenglengan
(Leucas lavandulifolia Smith) terhadap Streptococcus mutans
Jumain, Asmawati, Iin Idayati ............................................................. 36
Pengaruh Ektrak Daun Miana (Coleus scutellarioides (L) Benth)
Terhadap Peningkatan Berat Badan, Kwalitas Leukosit Dan Eritrosit Pada
Tikus Putih (Rattus norvegicus)
Dwi Rachmawaty Daswi, Sesilia R. Pakadang, Hiany Salim ..................... 43
Penentuan Total Polifenol Dan Total Flavonoid Serta Uji Aktivitas Daya
Hambat Ekstrak Etanol Propolis Terhadap Bakteri Propionibacterium acnes
Santi Sinala .................................................................................... 50
Evaluasi Terapi Sulih Antibiotik Pasien Pneumonia Komunitas Rawat Inap
DAFTAR ISI
v
Di RSUP Dr. Wahidin Sudiro Husodo Makassar
Estherina Allo Pajung ........................................................................ 56
Uji Cemaran Escherichia coli Pada Beberapa Makanan Yang dijual Oleh
Penjual Makanan di Sekitar Kampus Farmasi Poltekkes Kemenkes RI Makassar
St. Ratnah ...................................................................................... 66
Uji Kestabilan Fisik Sediaan Krim Perasan Buah Mentimun (Cucumis sativus L. )
Dwi Rachmawaty Daswi .................................................................... 72
Formulasi Masker Krim Wajah Ekstrak Etanol Kulit Buah Manggis
(Garcinia mangostana L.)
Rusmin .......................................................................................... 77
Analisis Logam Timbal (Pb) Pada Kopi Robusta Bubuk Yang Beredar Di
Kabupaten Toraja Utara secara Spektrofotometri Serapan Atom
Hj. Nurisyah .................................................................................... 85
Aktivitas Ekstrak Etanol Kulit Buah Rambutan (Nephelium lappaceum L)
Terhadap Pertumbuhan Pseudomonas aeruginosa dan Propionibacterium acnes
Alfrida Monica Salasa ....................................................................... 91
Uji Efek Hemostatik Perasan Daun Andong Merah (Cordyline fruticosa L.)
terhadap Mencit (Mus musculus)
Agust Dwi Djajanti, Arief Azis, Akbar .................................................... 96
Formulasi Sediaan Pasta Gigi Ekstrak Buah Sawo Manila (Achras zapota L)
Asal Maros
Arisanty, Muhammad Saud, Amelia Karmila .......................................... 100
Pembuatan Dan Uji Daya Desinfeksi Ekoenzim Hasil Pengolahan Sampah
Dapur Organik
Ida Adhayanti .................................................................................. 108
Identifikasi Kelengkapan Resep Narkotika Di Apotek Rawat Inap
RSUD Syekh Yusuf Kabupaten Gowa
Ratnasari Dewi ................................................................................ 115
vi
Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Daun Mengkudu (Morinda citrifolia L)
Menggunakan Metode DPPH (1,1-Difenil-2-Pikrilhidrazil)
Syarifuddin KA, Yusriyani .................................................................. 121
Faktor Dominan Yang Mempengaruhi Penggunaan Antibiotik Secara Swamedikasi
Pada Masyarakat Di Desa Mangeloreng Kecamatan Bantimurung Kabupaten Maros
Raimundus Chaliks, Rusli, Syamsinar .................................................. 128
Pengaruh Kombinasi Perasan Buah Pare (Momordica charantia L.) Dan Buah
Labu Siam (Sechium edule) Terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah Mencit
Jantan (Mus musculus)
Sisilia Teresia Rosmala Dewi ............................................................. 133
Uji Daya Hambat Perasan Daun Pandan Wangi (Pandanus amrylliolius Roxb)
Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus
Hendra Stevani, Irmawati, Adriani Kadir. ............................................... 141
MEDIA FARMASI POLITEKNIK KESEHATAN
7
MAKASSAR
Sekretariat : Politeknik Kesehatan Makassar Jurusan Farmasi Jl. Baji Gau No. 10 Makassar Telp. (0411) 854021 Fax (0411) 830883
Media Farmasi Politeknik Kesehatan Makassar menerima tulisan hasil penelitian, survey, kajian pustaka yang erat kaitannya dengan bidang kesehatan. Media Kesehatan Politeknik Kesehatan Makassar terbit setiap dua kali setahun. Naskah dikirim ke alamat sekretariat redaksi.
PEDOMAN PENULISAN
1. Naskah ditulis dengan program pengolah kata
Microsoft Word, dengan jenis huruf Times New Roman , 10 pt, satu spasi. Untuk rumus struktur kimia dapat digunakan program chemdraw ultra. Untuk foto dan gambar dapat digunakan format jpg/jpeg dan untuk grafik dapat digunakan excel.
2. Naskah dikirim dalam bentuk file CD, disket atau e-mail dan satu exsampler hasil cetakan pada kertas putih ukuran kwarto (21,59 X 27,94 cm), dengan margin 2 cm kanan, 2.5 cm bawah, 3 cm atas, dan 4 cm kiri.
3. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia disusun dengan urutan sebagai berikut : a. JUDUL ditulis dengan huruf kapital ( maksimum
12 kata) b. Nama penulis tanpa gelar, nama depan ditulis
dengan huruf kecil semua kecuali huruf pertama ditulis sedangkan nama akhir huruf besar, ditulis dengan huruf besar semua, ditulis di bawah judul, beserta nama lengkap instansi penulis. Jika para penulis berasal dari instansi yang berbeda, maka gunakan tanda *),**),***) dan seterusnya di belakang nama masing-masing penulis. Kontak person penulis yang menjadi alamat korespondensi dan alamat instansi harus tercantum dengan lengkap beserta alamat e-mail (jika ada).
c. ABSTRAK dalam bahasa Indonesia atau dan
bahasa Iggris, maksimal 200 kata. d. Key words; 1 – 4 kata e. PENDAHULUAN, Berisi latar belakang, tinjauan
pustaka/ teori yang mendasari penelitian, masalah, tempat, metode, tujuan dan manfaat penelitian.
f. METODE DAN BAHAN
Disain penelitian instrumen dan metodologi yang digunakan bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian.
g. HASIL DAN PEMBAHASAN h. UCAPAN TERIMA KASIH
Kepada pihak-pihak yang berperan dalam penelitian tetapi tidak masuk sebagai penulis
i. DAFTAR PUSTAKA
(Lihat cara penulisan daftar pustaka) 4. Tabel dan keterangan tabel ditulis di bagian atas
tabel dengan nomor urut angka arab. 5. Gambar termasuk grafik serta keterangan ditulis di
bagian bawah dengan nomor urut angka arab. 6. Pustaka dalam naskah ditunjukkan dengan nama
akhir penulis diikuti tahun. Bila pustaka lebih dari satu penulis ditulis nama akhir penulis utama diikuti dengan et. al., (dkk.,), tahun. Contoh sebagai berikut : Chi-Hua Sun, Hui-Po Wang, 1998, Methods in
Preparation of Diphennylglycine-Containing Cefotaxime Double Esters, J. Food and Drug Analysis, School of
Pharmacy, National Taiwan University, Taiwan, 447 -484
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1979,
Materia Medika Indonesia, Jilid III,
Jakarta, 6 – 8 ............. 1992, Farmakope Indonesia , Edisi IV,
Direktoral Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta, 23 -29
Gennaro, A.R, 2000, Remington : The Science
and Practice of Pharmacy, 20th edition,
Mack Publishing Co, Easton, Pensylvania, U.S.A, 986 – 994.
Katzung, B.G., 1989, Farmakologi Dasar dan
Klinik, edisi ketiga, Ahli bahasa Binawati
Kotualubun dkk, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 47 – 484.
Morey,S.S, 2000, Guidelines on Migraine: Part 3.
Recommendations for Individual Drug,- http://www.aafp.org/clinical/migraine
Tjay H.T, Rahardja, K, 2002, Obat-obat Penting,
Khasiat Penggunaan dan Efek-efak Sampingnya, Edisi Kelima, Elex Media
Komputindo, Jakarta, 231 -244.
Media Farmasi Vol. XII. No. 2. November 2016 1
STUDI INTERAKSI OBAT ANTIHIPERTENSI PADA PASIEN USIA LANJUT RAWAT JALAN
DI RSUD LABUANG BAJI MAKASSAR
H. Asyhari Asyikin *)
*) Jurusan Farmasi Politeknik Kesehatan Kemenkes Makassar
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian mengenai Studi interaksi obat antihipertensi pada pasien usia lanjut
rawat jalan di RSUD Labuang Baji Makassar pada bulan Agustus 2016. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahu pola mekanisme interaksi obat yang terjadi pada pasien usia lanjut rawat jalan.
Pengumpulan data dilakukan secara retrospektif dengan melihat catatan rekam medik dari pasien
rawat jalan yang menderita hipertensi periode Januari-Maret 2016. Selanjutnya dilakukan
deskripsi mengenai penggunaan antihipertensi. Jumlah sampel yang diperoleh sebanyak 25 pasien
yang telah memenuhi kriteia inklusi. Instrumen yang digunakan untuk mengidentifikasi potensi
interaksi obat yaitu Drug Interaction Fact book 4th edition. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa dari 25 pasien hipertensi, terdapat 13 kasus interaksi obat dengan penyakit penyerta
lainnya. Dari 13 pasien usia lanjut rawat jalan ditemukan 7 kejadian interaksi secara
farmakodinamik dan 6 kejadian interaksi farmakokinetik.Ditemukan 5 jenis obat yang saling
berinteraksi yaitu Antasida dengan captopril, Furosemid dengan paracetamol, furosemid dengan
captopril, captopril dengan aspilet, dan Captopril dengan Glibenclamid. Penggunaan antihipertensi
yang terbanyak adalah golongan Lantagonis Kalsium yaitu sebanyak 13 (41,93%), kemudian ACE
Inhibitor sebesar 10 (32,25%), dan Loop Diuretiksebesar 8 (2425,80%).
Kata kunci : Interaksi Obat, Antihipertensi, Usia Lanjut
PENDAHULUAN
Rumah Sakit adalah institusi
pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat
jalan, gawat darurat serta pelayanan
kefarmasian. Pelayanan kefarmasian
merupakan bagian yang tidak dapat
dipisahkan dari sistem pelayanan di rumah
sakit yang berorientasi kepada pelayanan
pasien, penyediaan obat yang bermutu,
termasuk harga obat yang terjangkau bagi
semua lapisan masyarakat. (Susyanti dan
Muktinigsih, 2009).
Tuntutan pasien dan masyarakat akan
mutu pelayanan farmasi, mengharuskan
adanya perubahan pelayanan dari paradigma
lama (drug oriented) ke paradigma baru
(drug and patient oriented) dengan filosofi
pharmaceutical care (pelayanan
kefarmasian). Pemilihan obat merupakan
salah satu masalah yang paling vital di
rumah sakit. Obat yang beredar di rumah
sakit sangat banyak walaupun sudah dibatasi
dengan adanya formularium rumah
sakit.Semakin banyak obat yang beredar
tentu saja memerlukan perhatian khusus
untuk dapat menggunakannya dengan benar.
Salah satu penyakit degeneratif yang
mempunyai tingkat morbiditas dan
mortalitas tinggi adalah hipertensi.
Hipertensi menjadi penyakit penyebab
kematian nomor tiga setelah stroke dan
tuberculosis di Indonesia (Swandari, 2012).
Pria maupun wanita yang berusia
diatas 60 tahun, 50% dari mereka akan
menderita hipertensi. Hipertensi pada lanjut
usia menjadi lebih penting lagi mengingat
bahwa patogenesis, perjalanan penyakit dan
penatalaksanaannya tidak seluruhnya sama
dengan hipertensi pada usia dewasa. Pada
umumnya tekanan darah akan bertambah
tinggi dengan bertambahnya usia pasien,
dimana tekanan darah diastolik akan sedikit
menurun sedangkan tekanan sistolik akan
terus meningkat (Kemenkes, 2013)
Pasien lanjut usia dengan hipertensi
memiliki resiko terjadi komplikasi lebih
besar dibandingkan usia lain, sehingga
Media Farmasi Vol. XII. No. 2. November 2016 2
pemberian terapi untuk mengontrol tekanan
darah perlu dilakukan. Adanya perubahan
fisiologis, farmakokinetika,
farmakodinamika, serta kecenderungan
komplikasi penyakit dan berkembangnya
polifarmasi pada usia lanjut menyebabkan
populasi ini rentan mengalami masalah
terkait penggunaan obat (drug related
problems/DRPs) yang dapat memperberat
efek samping dan menurunkan efektifitas
pengobatan (Setiawati, 2007).
Beberapa penelitian tentang tingkat
penggunaan obat telah dilakukan baik di
negara-negara Barat maupun di Asia
termasuk Indonesia. Menurut Desi, (2011)
tentang perilaku lansia dalam upaya
mencegah dan mengobati hipertensi di
RSUD Prof. Dr.W.Z.Yohannes Kupang
menunjukkan bahwa pengetahuan lansia
dalam upaya mencegah dan mengobati
hipertensi tergolong kurang baik (49,3%),
RSUD Labuang Baji Makassar
adalah salah satu rumah sakit umum tipe B
yang juga merupakan rumah sakit
pendidikan, serta pusat rujukan dimana hasil
observasi awal yang dilakukan,
menunjukkan bahwa penyakit hipertensi
merupakan salah satu penyakit dengan
angka kejadian yang cukup tinggi, Sesuai
standar yang diharapkan penyakit hipertensi
pada lansia memegang peranan besar
sebagai faktor risiko baik untuk jantung
maupun otak yang berakibat pada
munculnya stroke dan penyakit jantung
koroner. Maka dari itu peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian tentang studi interaksi
obat antihipertensi pada pasien usia lanjut
rawat jalan di RSUD Labuang Baji
Makassar.
Berdasarkan uraian latar belakang di
atas, maka ditetapkan rumusan masalahnya
yaitu: Bagaimana pola mekanisme interaksi
obat yang terjadi pada pasien usia lanjut
rawat jalan di RSUD Labuang Baji
Makassar ?. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui pola mekanisme interaksi
obat yang terjadi pada pasien usia lanjut
rawat jalan di RSUD Labuang Baji
Makassar dan manfaat dari penelitian ini
adalah memberikan gambaran tentang
interaksi obat antihipertensi pada pasien usia
lanjut rawat jalan di RSUD Labuang Baji
Makassar.
METODE DAN BAHAN
Jenis Penelitian
Jenis penelitian adalah analitik
observasional. Pengumpulan data dilakukan
secara retrospektif pada pasien usia lanjut
penyakit hipertensi rawat jalan di RSUD
Labuang Baji Makassar.
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan
Agustus 2016 di RSUD Labuang Baji
Makassar.
Populasi
1. Populasi yang digunakan yaitu semua
data rekam medik pasien usia lanjut di
RSUD LabuangBajiMakassar pada
bulan Januari hingga Maret 2016.
2. Sampel yang digunakan yaitu semua
data rekam medik pasien usia lanjut
yang menderita penyakit hipertensi pada
bulan Januari hingga Maret 2016.
Sampel
Sampel yang menjadi responden
harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
1. Kriteria inklusi :Pasien dengan penyakit
hipertensi yang tercatat dalam rekam
medic,Umur pasien ≥ 46 tahun, Pasien
dengan terapi obat ≥ 2 macam,
Merupakan pasien rawat jalan
2. Kriteria eksklusi :Pasien yang memiliki
pencatatan riwayat pengobatan yang
tidak lengkap pada dokumen rekam
mediknya, Pasien rawat inap.
Tekhnik Pengumpulan Data
Data yang diambil berupa data
sekunder dengan cara mengumpulkan hasil
pencatatan profil pengobatan pasien yang
diperoleh dari rekam medik pasien usia
lanjut dengan penyakit hipertensi di RSUD
Labuang Baji Makassar periode Januari-
Maret 2016. Pengambilan data dilakukan
melalui pencatatan rekam medik di RSUD
Labuang Baji Makassar meliputi data
kualitatif dan kuantitatif serta kelengkapan
data pasien (seperti usia, jenis kelamin, jenis
obat dan jumlah obat yang diberikan).
Teknik Analisis Data
Pengolahan dan analisis data yaitu
data yang diperoleh dari rekam medik yang
dianalisis berdasarkan teori dan dikelolah
dalam lembar pengumpulan data . Analisis
Media Farmasi Vol. XII. No. 2. November 2016 3
data dilakukan dengan cara melihat hasil
rekam medik berupa riwayat pengobatan,
kemudian dianalisis apakah ada obat yang
dapat berinteraksi sesuai dengan literatur
Drug Interaction Fact Book 4th edition
dengan melihat interval pemberian obat.
Defenisi Operasional
1. Pasien usia lanjut yang dimaksud adalah
pasien yang berumur ≥ 46 tahun yang
mendapatkan resep dengan obat
antihipertensi
2. Pasien hipertensi yang dimaksud adalah
pasien dengan penyakit hipertensi yang
tercatat terdiagnosa dalam rekam medik
yang menjalani rawat jalan di RSUD
Labuang Baji Makassar.
3. Studi Interaksi Obat adalah interaksi obat
pada kasus hipertensi dengan studi
literatur yang mengacu pada rekam
medik dan resep di RSUD Labuang Baji
Makassar.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Hasil penelitian studi interaksi obat
antihipertensi pada pasien usia lanjut rawat
jalan di RSUD Labaung Baji Makassar pada
bulan April 2015 menggunakan 34 sampel
yang telah memenuhi kriteria pada rekam
medik yang didalamnya memuat obat-obat
antihipertensi. Dari 25 catatan rekam medik
yang telah didata, didapatkan distribusi
survei jumlah pasien seperti tabel berikut:
Tabel 1. Distribusi Jumlah Pasien Hipertensi Usia Lanjut Rawat Jalan Berdasarkan Jenis
Kelamin di RSUD Labuang Baji Makassar
No Jenis kelamin N Persentase (%)
1 Laki-laki 14 56
2 perempuan 11 44
Jumlah 25 100
Sumber : Data Primer Tahun 2016
Setelah data dianalisis jumlah
pasien berdasarkan jenis kelamin yang
ditemukan pada RSUD Labuang Baji
Makassar yaitu jenis kelamin laki-laki
sebanyak 14 pasien (56 %), sedangkan jenis
kelamin perempuan sebanyak 11 pasien (44
%).
Tabel 2. Distribusi Jumlah Pasien Hipertensi Usia Lanjut Rawat Jalan Berdasarkan Usia di
RSUD Labuang Baji Makassar
No Umur N Persentase (%)
1 46-55 19 76
2 56-65 6 34
Jumlah 25 100
Sumber : Data Primer Tahun 2016
Setelah dianalisis jumlah pasien
berdasarkan usia, dapat diketahui bahwa
memasuki usia lanjut awal yaitu 46-55
tahun, pasien mulai banyak mengidap
penyakit hipertensi sebesar 76%
Media Farmasi Vol. XII. No. 2. November 2016 4
Tabel 3. Distribusi Jumlah Pasien Hipertensi Usia Lanjut Rawat Jalan Berdasarkan
Komorbid di RSUD Labuang Baji Makassar
No Komorbid N Persentase (%)
1 Tanpa komorbid 10 40
2 1 14 54
3 2 1 4
Jumlah 25 100
Sumber : Data Primer Tahun 2016
Setelah dianalisis berdasarkan
komorbid/penyakit penyerta, menunjukkan
bahwa jumlah komorbid yang paling banyak
terjadi yaitu 1 komorbid yaitu sebesar 14
pasien ( 54%).
Tabel 4. Distribusi Penyakit Penyerta Penderita Hipertensi Rawat Jalan Di RSUD Labuang
Baji Makassar Periode Januari-Maret 2016
No Penyakit Penyerta N
1 Diabetes Melitus 2
2 Dispepsia 6
3 Dislipidemia 2
4 CKD 2
Sumber : Data primer Tahun 2016
Setelah dianalisis berdasarkan
penyakit penyerta, menunjukkan bahwa
penyakit penyerta yang paling sering terjadi
adalah Dispepsia, yaitu sebanyak 6 kasus
kemudian diikuti oleh diabetes, CKD, dan
dislipidemia masing-masing 2 kasus.
Tabel 5. Distribusi Jumlah Pasien Hipertensi Usia Lanjut Rawat Jalan Berdasarkan
Jumlah Obat Yang Digunakan di RSUD Labuang Baji Makassar
No Jumlah obat yang digunakan N Persentase (%)
1 2 4 16
2 3-4 16 64
3 ≥5 5 20
Jumlah 25 100
Sumber : Data Primer Tahun 2016
Setelah dianalisis pasien yang paling
banyak mendapatkan 3-4 macam obat
sebanyak 16 pasien (64%), 2 macam obat
sebanyak 4 pasien (16%), dan yang
mendapatkan pengobatan ≥5 macam obat
sebanyak 5 pasien (20%)
Tabel 6. Distribusi Kejadian Interaksi Obat Antihipertensi Pada Pasien
Usia Lanjut Rawat Jalan Di RSUD Labuang Baji Makassar
No Kejadian interaksi N Persentase (%)
1 Berinteraksi 13 44
2 Tidak berinteraksi 12 56
Jumlah 25 100
Sumber : Data Primer Tahun 2016
Media Farmasi Vol. XII. No. 2. November 2016 5
Setelah dianalisis kejadian interaksi
obat, ditemukan 13(56%) kasus interaksi
obat, dan yang tidak berinteraksi sebanyak
12 (44%).
Tabel 7. Distribusi Obat yang berinteraksi Pada Pasien Usia Lanjut Rawat
Jalan Di RSUD Labuang Baji Makassar
No Obat Yang Berinteraksi N Persentase (%)
1 Antasida - Captopril 4 33,33
2 Furosemid - Paracetamol 2 16,66
3 Furosemid - Captopril 3 25
4 Captopril - Aspilet 2 16,66
5 Captopril - Glibenclamide 1 8,33
Jumlah 12 100
Sumber : Data Primer Tahun 2016
Setelah dianalisis didapatkan 5
macam obat yang saling berinteraksi,
dimana yang paling sering ditemukan
berinteraksi adalah Antasida dan Captopril.
Tabel 8. Distribusi Kejadian Interaksi Obat Pada Pasien Usia Lanjut Rawat
Jalan Di RSUD Labuang Baji Makassar Menurut Jenis Interaksinya
Berdasarkan Jumlah Pasien
No Jenis interaksi N Persentase (%)
1 Farmakodinamik 6 50
2 Farmakokinetik 6 50
Jumlah 12 100
Sumber : Data Primer Tahun 2016
Tabel 9. Distribusi Tingkat Penggunaan Obat Antihipertensi Pada Pasien
Usia Lanjut Rawat Jalan Di RSUD Labuang Baji Makassar
No Golongan Obat
Antihipertensi
Jenis obat N Persentase (%)
1 Loop Diuretik Furosemide 8 25,80
2 ACE Inhibitor Captopril 10 32,25
3 Antagonis Kalsium Amlodipine 13 41,93
Jumlah 34 100
Sumber : Data Primer Tahun 2016
Setelah dianalisis tingkat penggunaan obat,
tingkat penggunaan obat tertinggi adalah
obatgolongan antagonis kalsium atau
Amlodipine sebesar 13 (32,25%), ACE
Inhibitor atau captopril sebesar 10 (32,25%).
Loop diuretik atau furosemide yaitu sebesar
8 (25,80%)
Pembahasan
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui adanya interaksi obat yang
terjadi pada pasien usia lanjut hipertensi dan
mekanisme interaksi obat yang terjadi di
instalasi rawat jalan RSUD Labuang Baji
Makassar. Adapun salah satu penyebabnya
adalah adanya penggunaan obat lebih dari
Media Farmasi Vol. XII. No. 2. November 2016 6
satu atau dalam sekali pengobatan sekaligus
terhadap pasien. Kejadian interaksi obat ini
sendiri dapat berdampak buruk dan
berbahaya bagi pasien. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa berdasarkan
karakteristik pasien, dimana berdasarkan
jenis kelamin pada tabel 1, penderita
hipertensi terbanyak adalah laki-laki
sebanyak 14 (56%), sedangkan perempuan
sebanyak 11 (44%), hal ini sesuai dengan
penelitian Ekawati di RSUD Wahidin
Sudirohusodon (2013) yaitu penderita
hipertensi terbanyak yaitu laki-laki, hal ini
disebabkan oleh obesitas atau kegemukan,
aktivitas yang berlebihan, kebiasaan
merokok, pikiran atau stress. Adapun sebab
hipertensi secara umum diantaranya faktor
usia, riwayat keluarga, stress/ketenangan jia,
dan alkohol. Hasil selanjutnya dapat dilihat
pada tabel 2 berdasarkan karakteristik umur.
Dari 25 pasien yang menjalani rawat jalan,
pasien yang berumur 46-55 tahun mulai
menunjukkan banyaknya kejadian hipertensi
yaitu sebesar 19 pasien karena hal ini
berkaitan dengan meningkatnya usia,
jantung dan pembuluh darah mengalami
perubahan baik struktural maupun
fungsional. Secara umum, perubahan yang
disebabkan oleh penuaan berlangsung
lambat dan dengan awitan yang tidak
disadari. Penurunan yang terjadi secara
berangsur – angsur ini sering terjadi ditandai
dengan penurunan tingkat aktivitas, yang
mengakibatkan penurunan kebutuhan darah
yang teroksigenasi.
Berdasarkan distribusi jumlah pasien
hipertensi berdasarkan komorbid/penyakit
penyerta pada tabel 3 menunjukkan bahwa
jumlah penyakit penyerta yang paling
banyak terjadi yaitu 1 penyakit penyerta
yaitu sebanyak 14 pasien ( 54%). Pada tabel
4, penderita hipertensi yang disertai dengan
penyakit penyerta di RSUD Labuang Baji
Makassar meliputi, Dispepsia, CKD,
Dislipidemia, dan Diabetes Melitus.
Pemilihan antihipertensi pada pasien ini
harus dipertimbangkan karakteristik
antihipertensi yang digunakan apakah
antihipertensi tersebut kontraindikasi dengan
patofisiologi pasien. Hubungan antara
hipertensi dengan diabetes mellitus sangat
kuat karena beberapa kriteria yang sering
ada pada pasien hipertensi yaitu peningkatan
tekanan darah, obesitas, dislipidemia dan
peningkatan glukosa darah (Saseen and
Carter, 2005). Pada orang dengan diabetes
mellitus, hipertensi berhubungan dengan
resistensi insulin dan abnormalitas pada
sistem renin-angiotensin dan konsekuensi
metabolik yang meningkatkan morbiditas.
Abnormalitas metabolik berhubungan
dengan peningkatan diabetes mellitus pada
kelainan fungsi tubuh/ disfungsi endotelial.
Sel endotelial mensintesis beberapa
substansi bioaktif kuat yang mengatur
struktur fungsi pembuluh darah. Hipertensi
merupakan salah satu faktor sekunder yang
berperan pada progresi penurunan fungsi
ginjal pada penyakit ginjal kronik. Faktor
lain seperti hiperglikemia, hiperlipidemia,
hiperfosfatemia, asupan protein yang
berlebih, dan asidosis metabolik juga
berpengaruh pada progresi penyakit ginjal
kronik. Berbagai studi eksperimental dan
studi klinik menunjukkan bahwa hipertensi
berperan mempercepat terjadinya kerusakan
glomerular pada penyakit ginjal kronik.
Dalam upaya menghambat progresi gagal
ginjal akibat hipertensi pada penyakit ginjal
kronik, tersedianya berbagai obat anti-
hipertensi merupakan modal penting.
Hipertensi tergantung pada kecepatan
denyut jantung, volume sekuncup dan Total
Peripheral Resistence (TPR). Peningkatan
kecepatan denyut jantung dapat terjadi
akibat rangsangan abnormal saraf atau
hormon pada nodus SA. Dislipidemia sering
dikaitkan dengan hipertensi yang akan
mempengaruhi kerja jantung. Hipertensi dan
dislipidemia dapat menimbulkan masalah
fisiologis, emosional, sosial dan psikologi.
Dampak fisiologis yang ditimbulkan adalah
meningkatnya resiko berbagai penyakit.
Pengaturan diet khusus yaitu diet energi
rendah tinggi serat dan diet garam rendah.
Garam mempunyai sifat menahan air
Media Farmasi Vol. XII. No. 2. November 2016 7
sehingga mengkonsumsi garam lebih atau
makanan yang diasingkan dengan sendirinya
akan menaikkan tekanan darah
Pada tabel 5 dapat dilihat bahwa
pasien lebih banyak menggunakan 3-4 jenis
obat (64%). Hal ini berkaitan dengan
komorbid pasien. Kejadian interaksi obat
berdasarkan jumlah pasien sebagaimana
terlihat pada tabel 6, pasien mengalami
interaksi obat lebih banyak dibanding yang
tidak berinteraksi, hampir sama dengan hasil
penelitian yang dilakukan di RSU PKU
Muhammadiyah Yogyakarta dan RSU
Pemerintah Semarang. Hal ini menunjukkan
pasien usia lanjut rawat jalan mengalami
interaksi obat masih tinggi.
Dilihat pada tabel 7 ditemukan 5
macam obat yang saling berinteraksi yaitu
Antasida dengan Captopril, Furosemid
dengan Paracetamol, Furosemide dengan
Captopril, Captopril dengan Aspilet, dan
Captopril dengan Glibenclamid. Diketahui
bahwa antasida dapat, mengurangi
absorbsi/penyerapan captopril hingga 45%
sehingga jika diminum secara bersamaan
efek antihipertensi captopril menurun. Pada
pemakaian furosemid bersamaan dengan
paracetamol akan mengakibatkan efek
diuretik akan menurun. Paracetamol bersifat
basa sedangkan furosemid bersifat asam,
dimana jika ada obat yang bersifat basa
masuk dengan obat yang bersifat asam maka
zat yang bersifat asam akan berinteraksi
dengan zat yang bersifat basa, sehinmgga
obat akan lebih cenderung dalam bentuk ion
bukan molekulnya, sementara yang kita tahu
bahwa obat dalam bentuk ion tidak dapat
diabsorbsi oleh usus. Pemberian furosemid
dan captopril akan berefek penghambatan
produksi angiotensi II sehingga
meningkatkan efek hipotensi. Secara teoritis,
captopril merupakan obat antibipertensi
yang menghambat angiotensin converting
enzyme (ACE) dan furosemid merupakan
obat antihipertensi yang bekerja dengan cara
mengurangi retensi air dan garam sehingga
mengurangi volume ekstraseluler (Nafrialdi,
2007). Selain itu penggunaan bersamaan
keduanya juga dapat memperburuk fungsi
ginjal pasien (Baxter, 2008)
Pemberian secara bersamaan
Captopril dan aspilet akan mengakibatkan
khasiat captopril akan menurun. Aspilet
menghambat pembentukan prostacyclin
yang berperan di pembuluh darah, berperan
sebagai vasodilatasi jalur yang paling
dipengaruhi oleh prostacyclin, salah satunya
jalur darah ke ginjal. Artinya jika
prostacyclin dihambat maka laju darah
keginjal akan berkurang karena terjadi
vasokontriksi. Captopril sebagai ACE
Inhibitor menyebabkan vasodilatsi dan juga
menjadi pemicu efek samping pada ginjal
jika dalam glumerolus terjadi vasodilatasi
maka akan menyebabkab turunnya tekanan
darah pada pasien. Pemberian bersamaan
Captopril dengan glibenclamid akan berefek
terjadinya peningkatan sensitivitas insulin
oleh ACE Inhibitor, sehingga resiko
hipoglikemia meningkat. Beberapa alternatif
penatalaksanaan interaksi obat adalah
menghindari kombinasi obat dengan
memilih obat pengganti yang tidak
berinteraksi, penyesuaian dosis obat,
pemantauan pasien atau meneruskan
pengobatan seperti sebelumnya jika
kombinasi obat yang berinteraksi tersebut
merupakan pengobatan yang optimal atau
bila interaksi tersebut tidak bermakna secara
klinis (Fradgley, 2003).
Setekah dianalisis menggunakan drug
interaction fact 4th, didapatkan hasil yang
sama kejadian interaksi berdasarkan jenis
interaksi obat yaitu 50%. Berdasarkan
mekanisme kerja obat secara
farmakodinamik, efek obat umumnya timbul
kaena interaksi obat dengan reseptor pada
sel suatu organisme. Interaksi obat dengan
reseptornya ini mencetuskan perubahan
biokimiawi dan fisiologi yang merupakan
respon khas untuk obat tersebut. Sedangkan
Farmakokinetik, obat yang masuk kedalam
tubuh melalui berbagai cara pemberian
umumnya mengalami absorbsi, disribusi,
dan pengikatan untuk sampai ditempat kerja
dan menimbulkan efek. Kemudian dengan
atau tanpa biotranformasi, obat diekskresi
dari dalam tubuh.
Pada tabel 8, dapat dilihat bahwa
pemakaian obat tertinggi pada pengobatan
antihipertensi pada pasien usia lanjut yaitu
amlodipin (41,93%). Amlodipin merupakan
obat antihipertensi golongan penghambat
kalsium (CCB). Amlodipin memiliki
mekanisme kerja di dinding pembuluh
darah. Amlodipin akan mereleksasikan
dinding otot pembuluh darah sehingga
Media Farmasi Vol. XII. No. 2. November 2016 8
tekanan perifer berkurang. Dengan
berkurangnya tahanan perifer, darah akan
lebih mudah mengalir sehingga jantung
tidak perlu memompa lebih keras maka
otomatis tekanan darah juga akan berkurang.
Amlodipin sering digunakan bagi mereka
yang menderita hipertensi yang memiliki
gangguan jantung akibat vasospasme
pembuluh darah koroner. Vasospasme akan
megakibatkan pasien mengeluh sakit dada
hebat disertai dengan jantung berdebar, dan
keringat dingin. Penggunaan amlodipin
secara teratur dapat mencegah terjadinya
vasospasme pada dinding pembuluh darah.
Interaksi yang sering terjadi adalah
interaksi pada penggunaan obat captopril
dan antasida, hal ini dapat dilihat pada tabel
9. Hal tersebut dikarenakan kaptopril adalah
obat antihipertensi first line untuk gagal
ginjal karena kaptopril terdialisis oleh proses
hemodialisis sehingga monitoring perlu pada
penggunaan captopril pertama kali pada
dosis inisial. Penggunaan captopril dan
antasida akan menyebabkan efektivitas
antihipertensi captopril akan menurun, untuk
itu direkomendasikan perlu pertimbangan
dalam pemberian dosis kaptopril agar
dipisahkan dan pemberian antasida, 1 atau
sampai 2 jam sebelum makan karena
antasida akan mengurangi absorbsi captopril
hingga 45%. Pada penggunaan furosemid
dan paracetamol mengakibatkan efek
diuretik akan berkurang, maka penggunaan
ini harus hati-hati.
Pengetahuan jenis obat yang sering
berinteraksi dapat mempermudah dalam
mengidentifikasi adanya interaksi obat pada
pengobatan pasien. Mengetahui adanya
mekanisme interaksi dan level
signifikasinya, farmasis dapat berperan aktif
dalam mencegah terjadinya interaksi obat
pada pasien usia lanjut rawat jalan. Farmasis
dapat berdiskusi dengan dokter/klinisi untuk
mencegah terjadinya interaksi obat dan
dapat menentukan pengatasannya apabila
telah terjadi pada pasien. Beberapa alternatif
penatalaksanaan interaksi obat adalah
menghindari kombinasi obat dengan
memilih obat pengganti yang tidak
berinteraksi, penyesuaian dosis obat,
pemberian informasi yang tepat bedasarkan
waktu pemberian obat. Dengan adanya
pemberian informasi obat kepada pasien,
dan tenaga kesehatan lain seperti dokter dan
perawat, farmasis diharapkan mampu
memegang peranan penting dalam mencegah
terjadinya interaksi obat.
PENUTUP
Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah
dilakukan dapat disimpulkan :
1. Dari 25 pasien usia lanjut rawat jalan
yang mendrita hipertensi, ditemukan 12
pasien yang mengalami interaksi obat.
2. Dari 12 pasien juga terjadi 12 kejadian
interaksi obat, dengan mekanisme
interaksi farmakokinetik dan
farmakodinamik masing-masing 6 kasus
(50%).
3. Dari 12 pasien ditemukan 5 macam obat
yang saling berinteraksi yaituAntasida-
Captopril, Furosemid-Paracetamol,
Furosemide-Captopril, Captopril-
Aspilet, dan Captopril-Glibenclamid.
Saran
1. Untuk penelitian selanjutnya, sebaiknya
dilakukan kajian mengenai relevansi
atau signifikasi klinis dari interaksi obat
untuk menentukan tingkat keparahan
dari interaksi yang terjadi.
2. Perlu ditingkatkan komunikasi antara
farmasis dan dokter dalam menentukan
terapi untuk mencegah terjadinya
interaksi.
3. Sebaiknya dalam penulisan data di
rekam medik dilakukan selengkap
mungkin.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2013, Defenisi Rumah Sakit, http
://pendidikankesehatanku.blogspot.
com /2013/05/ pengertian-definisi-
rumah-sakit.html(diakses pada
tanggal 10 Maret 2016)
Media Farmasi Vol. XII. No. 2. November 2016 9
Ardilla, nike, 2014, Studi Interaksi Obat
Pada Pasien Gagal Jantung
Kongestif Di Instalasi Rawat Inap
RSUD Haji Makassar, Politeknik
Kesehatan Kementrian Kesehatan,
2014
Desi, 2012, Analisis Perilaku Lansia Dalam
Upaya Mencegah Dan Mengobati
Hipertensi Di RSUD Prof. DR.W.Z.
Yohannes Kupang, Skripsi,
Fakultas Farmasi, Universitas
Indonesia Timur.
Departemen kesehatan, 2006,
Pharmaceutical Care Untuk Penyakit
Hipertensi,
Direktorat Bina Farmasi Komunitas
Dan Klinik Ditjen Bina
Kefarmasian Dan Alat Kesehatan.
Fitriani, N., 2010, Hipertensi Pada Lansia,
www.hipertensi.pada.lansia.blogspo
t.com Diakses pada 10 Maret 2016
Ilma,d.l., 2014, Evaluasi Penggunaan
Obat Antihipertensi Pada Pasien
Hipertensi Rawat Inap Di Rumah
Sakit Pku Muhammadiyah
Yogyakarta Periode Januari-
Desember 2013,Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta.
Irmawati,S.H., 2013, Analisis Faktor Yang
Berpengaruh Terhadap Kejadian
Interaksi Obat Pada Pasien
Geriatric Penyakit Kardiovaskuler
Rawat Inap Di RSUD Labuang Baji
Makassar, Politeknik Kesehatan
Kementrian Kesehatan, 2013
KatzungBetram.G , 1994,
FarmakologiDasardanKlinik,
Jakarta : Kedokteran ECG
KementrianKesehatan RI, 2013, Hipertensi,
Pusat data
dan informasi Kementrian
Kesehatan RI, Jakarta
Kusnandar, 2008, ISO Farmakoterapi,
Jakarta : PT.ISFI
Putri, R.F., 2011, Penggunaan Obat
Antihipertensi Pada Pasien Gagal Ginjal
Kronik Di RSUP Prof. Dr. M. Jamil
Padang, Universitas Andalas
Kedjajaan, Padang
Rahmiati, Siti,dkk, 2010, Kajian Interaksi
Obat Antihipertensi Pada Pasien
Hemodialisis Di Bangsal Rawat
Inap RSU PKU Muhammadiyah
Yogyakarta Periode Tahun 2010,
Fakultas Farmasi, Universita
Ahmad Dahlan, 2012
Quinn D.I and Day R.O., 1997, Clinically
Important Drug Interactions, In
Avery’s Drug Treatment, 4 Th
Edition, Adis International
Limited, Aucland New Zealand,
p. 301.
Setiawan, Tonny, 2011, Studi Retrospktif
Interaksi Obat Pada Pasien
Jamkesmas Di RSUD Hasanuddin
Damrah Manna BengkuluSelatan,
Fakultas Farmasi-Universitas
Sumatera Utara, Sumatera Utara
Setiawati A, 1995, Interaksi obat, dalam
Farmakologi dan Terapi
(Ganiswara SG, Ed), Edisi 4,
Bagian Farmakologi Fakultas
Kedokteran-Universitas
Indonesia, Jakarta
.............., 2007, Interaksi Obat, Dalam
Farmakologi Dan Terapi, Edisi 5.
Departemen Farmakologi dan
Terapeutik Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta,
Setyani, Wahyuning,dkk 2006, Evaluasi
Drug Related Problems (DRPs)
Pada Pasien Hipertensi Rawat
Jalan Di Instalasi Farmasi Rumah
Sakit Umum Pemerintah Kota
Semarang Peroide Maret-Oktober
2006, Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi
“Yayasan Pharmasi” Semarang,
UGM, Yogyakarta 2008
Stockley IH, 2008, Drug Interaction, 8 th
edition, The pharmaceutical Press,
London , UK
Suprapti B et.al , 2014.Permasalahan
Terkait Obat Antihipertensi Pada
Pasien Usia Lanjut DiPoli Geriatri
RSUD Dr.Soetomo, Jurnal Farmasi
dan Ilmu Kefarmasian Indonesia,
Vol.1 No.2, Surabaya
Tatro DS, 1996, Drug Interaction Fact, 5th
ed., Facts and Comparisons A
WoltersKluwer Company