06 petunjuk administrasi perwakafan
TRANSCRIPT
PETUNJUK DAN GAGASAN ADMINISTRASI PERWAKAFAN
Oleh HM. Cholil Nafis, Ph.D, Wakil Sekretaris Badan Wakaf Indonesia
Wakaf merupakan ibadah maliyah yang erat kaitannya dengan pembangunan
kesejahteraan umat. Peran wakaf sebagai pranata keagamaan sangat penting. Ia tidak
hanya bertujuan menyediakan berbagai sarana ibadah dan sosial, tetapi juga memiliki
potensi ekonomi yang sangat tinggi. Sehingga wakaf perlu ditingkatkan
kemanfaatannya sesuai dengan prinsip syariah. Sebagai sebuah ajaran Islam, wakaf
telah dikenal sejak masa Rasulullah saw. karena wakaf disyariatkan setelah
Rasulullah saw. hijrah ke Madinah, pada tahun kedua Hijriyah. Dalam hal ini terdapat
perbedaan pendapat mengenai siapa yang pertama kali melaksanakan wakaf. Pendapat
pertama menyatakan bahwa yang pertama kali melaksanakan wakaf adalah Rasulullah
saw., yaitu wakaf tanah Rasulullah saw. untuk dibangun masjid
Sedangkan pendapat yang kedua menyatakan bahwa yang pertama kali melaksanakan
wakaf adalah Umar ibn Khattab. Pendapat ini berdasarkan hadits yang meriwayatkan
bahwa Umar ibn Khattab memperoleh sebidang tanah di Khaibar, kemudian ia
menghadap kepada Rasulullah saw. untuk memohon petunjuk. Umar berkata: Ya
Rasulullah, saya mendapatkan sebidang tanah di Khaibar, saya belum pernah
mendapatkan harta sebaik itu, maka apakah yang engkau perintahkan kepadaku?
Rasulullah saw. menjawab: Bila kamu suka, kamu tahan pokoknya tanah itu dan
kamu sedekahkan hasilnnya. Kemudian Umar menyedekahkan tanahnya dan
mewasiatkan bahwa tanah tersebut tidak boleh dijual, tidak boleh dihibahkan dan
tidak boleh diwarisi. Umar menyalurkan hasil tanah tersebut kepada orang-orang
fakir, kaum kerabat, hamba sahaya, ibnu sabil dan tamu. (Nasa’i, Sunan Nasa’i, 1995,
h. 233).
Dalam perkembangan selanjutanya, dari masa ke masa, umat Islam telah menjabarkan
hadits tersebut dengan mewakafkan sebagian harta bendanya untuk kepentingan umat.
Harta benda wakaf dikelola sedemikian rupa sehingga hasilnya dapat digunakan untuk
pengembangan kegiatan-kegiatan sosial-keagamaan, seperti pendidikan, kesehatan
sarana publik lainnya. Keberadaan wakaf telah terbukti banyak membantu
pengembangan dalam berbagai ilmu, baik ilmu agama maupun ilmu pengetahuan
lainnya. Biasanya, hasil pengelolaan harta benda wakaf digunakan untuk membangun
fasilitas-fasilitas publik di bidang keagamaan, kesehatan dan pendidikan –
pembangunan masjid, rumah sakit, perpustakaan, gedung-gedung dan lainnya.
Sejarah telah mencatat bahwa di Mesir, pada masa pemerintahan Daulah Bani
Umayyah, perhatian terhadap wakaf nampak cukup tinggi sehingga masalah wakaf
diserahkan kepada sebuah lembaga khusus untuk menangani wakaf di bawah
pengawasan hakim. Menurut Abu Zahra, orang yang pertama kali melakukan hal
tersebut adalah Taubah ibn Numairi, seorang Qadli Mesir di masa pemerintahan
Hisyam ibn Abdul Malik. Taubah menegaskan bahwa tujuan utama dari peruntukan
sedekah/wakaf ini adalah untuk orang-orang fakir dan orang-orang miskin.
(Muhammad Abu Zahra, 1959, h. 11). Untuk itu, lembaga ini diorientasikan pada
pembelaan rakyat yang tidak mampu.
Menurut kesimpulan para ahli, lembaga wakaf inilah yang pertama kali dilakukan
dalam administrasi wakaf di Mesir dan bahkan di seluruh negera Islam. Pendirian
lembaga khusus yang serupa juga telah dilakukan oleh hakim Taubah di Basrah
sehingga sejak saat itu harta benda wakaf mulai dikelola dengan baik dan hasilnya
didistribusikan sebagaimana mestinya
Di Indonesia, praktek wakaf dikenal seiring dengan perkembangan dakwah Islam di
Nusantara. Di samping melakukan dakwah Islam, para ulama juga sekaligus
memperkenalkan ajaran wakaf. Hal ini terbukti dari banyaknya masjid-masjid
bersejarah yang dibangun di atas tanah wakaf. Ajaran wakaf ini terus berkembang di
bumi Nusantara, baik pada masa dakwah pra kolonial, masa kolonial maupun pasca-
kolonial (Indonesia merdeka). Sehingga harta benda wakaf sudah menyebar di negeri
ini, mulai dari Aceh, Gayo, Tapanuli, Gorontalo, Lombok, Jawa Timur, Jawa Tengah,
Jawa Barat dan lain-lain. Di antara beberapa daerah tersebut berbeda-beda dalam
menyebut harta benda wakaf. Di Aceh wakaf disebut dengan Wakeuh, di Gayo
disebut dengan Wakos, di Payakumbuh disebut dengan Ibah dan lain-lain. (Imam
Suhadi, 2002, h. 38).
Namun karena sejak semula tidak diiringi dengan kebijakan dan peraturan perundang-
undangan yang memadai, harta benda wakaf tersebut tidak teradministrasikan dengan
baik, dan bahkan tidak sedikit yang sering menimbulkan permasalahan (sengketa).Hal
inilah antara lain yang memunculkan kesadaran pemerintah Hindia Belanda untuk
menertibkan tanah wakaf di Indonesia. Pada waktu Priesterraad (Pengadilan Agama)
didirikan berdasarkan Staatsblad No. 152 Tahun 1882, salah satu yang menjadi
wewenangnya adalah menyelesaikan masalah wakaf.
Pasca-kemerdekaan, Pemerintah RI juga mengeluarkan peraturan-peraturan
perwakafan, namun kurang memadai. Karena itu, dalam rangka pembaharuan Hukum
Agraria di Indonesia, persoalan perwakafan tanah diberi perhatian khusus
sebagaimana terlihat dalam Undang-undang No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan
Dasar Pokok-pokok Agraria, Bab II, bagian XI, Pasal 49. Dalam pasal itu disebutkan
bahwa untuk melindungi berlangsungnya perwakafan tanah di Indonesia, pemerintah
akan memberikan pengaturan melalui Peraturan Pemerintah (PP). PP tersebut baru
dikeluarkan setelah 17 tahun berlakunya UU Pokok Agraria itu, yakni PP Nomer 28
Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik.
Di samping Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah
Milik, ada beberapa peraturan lain yang mengatur masalah perwakafan di Indonesia,
antara lain Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 6 Tahun 1977 tentang Tata
Pendaftaran Tanah mengenai Perwakafan tanah milik; Peraturan Menteri Agama No.
1 Tahun 1978 tentang Peraturan Pelaksanaan PP. No. 28 Tahun 1977 tentang
Perwakafan Tanah Milik; Peraturan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam
No. Kep/D/75/1978 tentang Formulir dan Pedoman Pelaksanaan Peraturan-peraturan
tentang Perwakafan Tanah Milik; Keputusan Menteri Agama No. 73 Tahun 1978
tentang Pendelegasian wewenang kepada Kepala Kanwil Departemen Agama
Propinsi/setingkat di seluruh Indonesia untuk mengangkat/memberhentikan setiap
kepala KUA Kecamatan sebagai Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf, dan lain-lain.
Perhatian pemerintah terhadap perwakafan di tanah air tampak lebih jelas lagi dengan
ditetapkannya UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. UU itu, dalam Bab III
tentang Kekuasaan Pengadilan, Pasal 49 ayat (1) menyebutkan bahwa Pengadilan
Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-
perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang: (a).
perkawinan; (b). kewarisan, wasiat, dan hibah, yang dilakukan berdasarkan hukum
Islam; (c). wakaf dan shadaqah. Dengan adanya berbagai peraturan itu, diharapkan
pelaksanaan perwakafan di Indonesia dapat berjalan tertib. Namun kenyataannya,
peraturan-peraturan yang berkenaan dengan wakaf tersebut sampai dengan tahun
1990 belum sepenuhnya mampu mengatasi masalah perwakafan.
pada tahun 2004, DPR dan pemerintah telah mengesahkan Undang Undang Nomor 41
Tahun 2004 Tentang Wakaf. UU ini secara komprehensif mengatur tentang
perwakafan, mulai dari pedaftaran dan pengumuman Harta Benda wakaf, perubahan
status harta benda wakaf, pengelolaan harta benda wakaf dan lain-lain. Namun
langkah yang lebih maju dari UU tersebut adalah merekomendasikan dibentuknya
Badan Wakaf Indoenasi (BWI). Dan saat ini BWI sudah terbentuk. Kemudian pada
tahun 2006, juga sudah kelaur Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 Tentang
Pelaksanaan UU Wakaf yang cukup detail menjelaskan mekanisme tertib administrasi
perwakafan yang dapat digunakan sebagai dasar hukumnya.
Untuk itu, menciptakan tertib hukum dan tertib administrasi sangatlah penting guna
melindungi harta benda wakaf. Upaya demikian, saat ini, akan menemui tantangan
yang lebih berat lagi, karena harta benda wakaf, sebagaimana dijelaskan dalan
Undang Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf tersebut, tidak hanya benda
tidak bergerak seperti tanah dan bangunan, tetapi juga benda bergerak seperti uang,
logam mulia, surat berharga, kendaraan dan lain sebagainya. Selain itu, dalam UU
tersebut juga mengamanatkan kepada Menteri Agama dan Badan Wakaf Indonesia
(BWI) untuk mengadministrasikan harta benda wakaf serta mengumumkan harta
benda wakaf yang telah terdaftar. Dengan adanya upaya demikian, tertib administrasi
perwakafan diharapkan dapat terwujud.
Mengenal Unsur Wakaf
Dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf dijelaskan bahwa
Wakaf adalah perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan
sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka
waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau
kesejahteraan umum menurut Syariah. Perbuatan untuk menyerahkan sebagian harta
benda tersebut memiliki beberapa unsur, yaitu;
a. Wakif adalah pihak yang mewakafkan harta benda miliknya.
b. Nazhir adalah pihak yang menerima harta benda wakaf dari Wakif untuk
dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya.
c. Harta benda Wakaf adalah harta benda yang memiliki daya tahan lama
dan/atau manfaat jangka panjang serta mempunyai nilai ekonomi menurut
syariah yang diwakafkan oleh Wakif
d. Ikrar Wakaf adalah pernyataan kehendak Wakif yang diucapkan secara lisan
dan/atau tulisan kepada Nazhir untuk mewakafkan harta benda miliknya.
e. Peruntukan harta benda wakaf adalah bagi: sarana dan kegiatan ibadah; sarana
dan kegiatan pendidikan serta kesehatan; bantuan kepada fakir miskin, anak
terlantar, yatim piatu, bea siswa; kemajuan kesejahteraan umum lainnya yang
tidak bertentangan dengan syariah dan peraturan perundang – undangan.
f. Jangka Waktu Wakaf adalah unsur wakaf yang khusus untuk wakaf uang,
karena wakaf uang dapat diwakafkan secara muabad (abadi) atau mu’aqad
(berjangka).
Kebijakan Tertib Administrasi Perwakafan
Dalam Peraturan Menteri Agama Nomor 1 tahun 1978 Tentang Pelaksanaan
Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang perwakafan tanah milik telah
diatur bahwa Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan ditunjuk sebagai
Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW), dan administrasi perwakafan
diselenggarakan di Kantor Urusan Agama Kecamatan.[1] Peraturan tersebut hanya
mengatur mengenai pendaftaran harta benda wakaf tanah, belum mengatur
pendaftaran harta benda wakaf bergerak seperti uang.
Sebagai langkah kongkrit pemerintah dalam menertibkan administrasi perwakafan,
telah disahkan Undang Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf. UU ini terdiri
atas sebelas bab dan 71 (tujuh puluh satu) pasal yang meliputi pengertian tentang
wakaf, syarat-syarat sahnya wakaf, fungsi wakaf, tata cara mewakafkan dan
pendaftaran wakaf, perubahan, penyelesaian sengketa, pembinaan dan pengawasan
wakaf, Badan Wakaf Indonesia (BWI), ketentuan pidana dan ketentuan peralihan.
Dalam BAB III Pendaftaran dan Pengumuman Harta Benda wakaf yang termuat
dalam pasal 32 sampai dengan pasal 39 sudah cukup rinci mengatur tentang tertib
administrasi perwakafan. Hal ini diperjelas lagi dengan keluarnya Peraturan
Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan Undang Undang Nomor 41
Tahun 2004 Tentang Wakaf.
Dalam BAB IV Peraturan Pemerintah tersebut telah menjabarkan bagaimana tata cara
pendaftaran harta benda wakaf, baik harta benda wakaf tidak bergerak maupun harta
benda wakaf bergerak. Hal ini termuat dalam pasal 38 sampai dengan pasal 43
Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang
Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf.
Semua peraturan tersebut dibuat hanya untuk menjaga dan melestarikan harta benda
wakaf di Indonesia. Jika harta benda wakaf tertata dengan apik, maka kita akan dapat
mengembangkan dan mengelola harta benda wakaf tersebut dengan baik. Sehingga
hasil pengelolaan tersebut dapat didistribusikan sebagaimana peruntukan harta benda
wakaf.
Dengan adanya peraturan dan perundang-undangan yang sudah memadai, diharapkan
perwakafan di Indonesia menjadi tertib dan dapat berkembang dengan maksimal
sehingga harta benda wakaf dapat membantu memperbaiki kondisi kesejahteraan
umat.
Jenis Harta Benda Wakaf
Undang Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf ini merupakan
pengembangan dan penyempurnaan terhadap materi peraturan dan perundang-
undangan yang mengatur tentang wakaf sebelumnya. Jika dalam peraturan atau
perundang-undangan yang lama hanya mengatur obyek wakaf yang meliputi harta
benda yang tidak bergerak (tanah dan bangunan) saja, tetapi dalam UU ini obyek
wakaf yang meliputi harta benda bergerak seperti uang dan surat berharga.
Obyek wakaf menurut UU No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf sebagaimana
disebutkan dalam pasal 1 point (5) yang menyatakan bahwa harta benda wakaf adalah
harta benda yang memiliki daya tahan lama dan/manfaat jangka panjang serta
mempunyai nilai ekonomi menurut syari’ah yang diwakafkan oleh wakif. Kemudian
dalam pasal 16 point (1) menjelaskan bahwa harta benda wakaf terdiri dari; harta
benda tidak bergerak dan harta benda bergerak.
a. Benda tidak bergerak
Jenis harta benda tidak bergerak yang dapat diwakafkan adalah meliputi
harta benda sebagai berikut:
1. Hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku baik yang sudah maupun yang belum terdaftar;
2. Bangunan atau bagian bangunan yang berdiri di atas tanah yang
sesuai ketentuan di atas;
3. Tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah;
4. Hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku;
5. Benda tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan
peraturan perundang – undangan yang berlaku.
b. Benda bergerak
Jenis harta benda bergerak yang dapat diwakafkan adalah harta benda yang
tidak habis karena dikonsumsi, yang meliputi:
1. Uang;
2. Logam mulia;
3. Surat berharga;
4. Kendaraan;
5. Hak atas kekayaan intelektual;
6. Benda bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ikrar Wakaf
Dalam rangka mengadministrasikan harta benda wakaf tidak akan lepas dari kategori
jenis harta benda wakaf bergerak dan tidak bergera, baik dalam hal proses Ikrar
Wakaf maupun pembuatan Akta Ikrar Wakaf (AIW).
Ikrar Wakaf dilakukan oleh wakif sebagai tanda penyerahan harta benda yang
diwakafkan. Ikrar wakaf ini dapat disampaikan secara lesan maupun tertulis, disertai
dengan menyerahkan surat dan/atau bukti kepemilikan atas harta benda wakaf kepada
Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW). Prosesnya, Ikrar wakaf dilaksanakan
oleh Wakif kepada Nazhir di hadapan PPAIW. Pernyataan kehendak Wakif
dituangkan dalam bentuk AIW sesuai dengan jenis harta benda yang diwakafkan,
diselenggarakan dalam Majelis Ikrar Wakaf yang dihadiri oleh Nazhir, Mauquf alaih,
dan sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi.
Mengingat jenis harta benda wakaf itu meliputi harta benda tidak bergerak dan harta
benda bergerak, maka proses pembuatan AIW-nya juga memiliki ketentuan-ketentuan
yang berbeda-beda.
a. Pembuatan AIW benda tidak bergerak
Pembuatan AIW benda tidak bergerak harus memenuhi persyaratan dengan
menyerahkan sertifikat hak atas tanah atau sertifikat satuan rumah susun yang
bersangkutan atau tanda bukti pemilikan tanah lainnya.
b. Pembuatan AIW benda bergerak
Pembuatan AIW benda bergerak selain uang harus memenuhi persyaratan dengan
menyerahkan bukti pemilikan benda bergerak selain uang tersebut.
Pendaftaran Harta Benda Wakaf
Setelah proses pembuatan AIW selesai, PPAIW atas nama Nazhir harus segera
mendaftarkan harta benda wakaf kepada instansi yang berwenang dengan
menyerahkan salinan AIW, surat-surat atau bukti kepemilikan, dan dokumen yang
terkait. Kemudian harta benda wakaf tersebut akan didaftar dan diadministrasikan
oleh Menteri Agama dan Badan Wakaf Indonesia (BWI) untuk kemudian diumumkan
kepada publik.
Karena jenis harta benda wakaf terdiri dari benda tidak bergerak dan benda bergerak,
maka cara pendaftarannya juga berbeda-beda sebagaimana akan dijelaskan berukut
ini.
Pendaftaran Harta Benda Wakaf Tidak Bergerak
Tata Cara Perwakafan Tanah Milik
Tata cara pembuatan Akta Ikrar Wakaf dan pendaftaran perwakafan tanah
milik adalah sebagai berikut;
a. Tanah milik yang sudah bersertifikat dengan status hak milik
1. syarat-syarat pembuatan Akta Ikrar Wakafnya ialah;
- Sertifikat hak atas tanah;
- Surat keterangan Kepala Desa/Lurah yang diketahui Camat bahwa
tanah tersebut tidak dalam sengketa;
- Surat keterangan pendaftaran tanah (SKPT) dari kantor pertanahan
Kabupaten/Kotamadya setempat;
- Harus ada calon wakif yang berkeinginan mewakafkan tanah
miliknya;
- Harus ada nazhir perorangan warga Negara Indonesia (WNI) dan
atau Badan Hukum Indonesia.
2. Proses Pembuatan Akta Ikrar Wakaf
- Calon wakif harus datang dihadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar
Wakaf (PPAIW) dengan membawa persyaratan pembuatan Akta Ikrar
Wakaf.
- PPAIW melakukan hal-hal sebagai berikut;
1. Meneliti kehendak calon wakif dan tanah yang akan diwakafkan;
2. Meneliti para nazhir, baik nazhir perorangan maupun nazhir badan
hukum;
3. Meneliti para saksi ikrar wakaf;
4. Menyaksikan pelaksanaan ikrar wakaf.
- Calon wakif mengikrarkan wakaf dengan lisan, jelas dan tegas
kepada nazhir kepada PPAIW dengan para saksi, kemudian dituangkan
dalam bentuk tulisan;
- Meneliti identitas calon wakif;
- Meneliti identitas nazhir perorangan dan/atau badan hukum
(anggaran dasarnya);
- Calon wakif yang tidak datang di hadapan PPAIW dapat
memberikan kuasa tertulis secara materik di hadapan notaris dan/atau
di hadapan Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kotamadya
dan dibacakan kepada nazhir di hadapan PPAIW dan para saksi.
- PPAIW membuat akta ikrar wakaf (AM rangkap 3 (tiga) menurut
bentuk formulir W.2 dan salinannya rangkap 4 (empat) menurut
formulir W.2a. dengan ketentuan sebagai berikut;
1. Lembaran pertama disimpan;
2. Lembaran kedua untuk keperluan pendaftaran di kantor pertanahan
kabupaten/kotamadya setempat;
3. Lembar ketiga dikirim kepada pengadilan agama setempat;
4. Salinan lembar pertama diserahkan kepada wakif;
5. Salinan lembar kedua diserahkan kepada nazhir;
6. Salinan lembar ketiga dikirim kepada Kandepag;
7. Salinan lembar keempat dikirim kepada kepala desa/lurah setempat.
3. Pendaftaran dan Pencatatan Akta Ikrar Wakaf
1. PPAIW atas nama nazhir dan/nazhir sendiri berkewajian untuk
mengajukan permohonan pendaftaran pada Kantor Pertanahan
Kabupaten /Kotamadya setempat dengan menyerahkan:
- Sertifikat tanah yang bersangkutan; Akta Ikrar Wakaf Tanah;
- Surat Pengesahan dari KUA Kecamatan setempat mengenai nazhir
yang bersangkutan
Catatan;
Nazhir juga berkewajiban mengurus pendaftaran/sertifikat tanah hibah karena;
- Nazhir adalah pengelola/pengurus tanah;
- PPAIW adalah pejabat pembuat akta ikrar wakaf, yaitu pejabat kantor
urusan agama yang mempunyai urusan admistrasi yang kepegawaian yang
banyak, sehingga tidak dapat mengurus sertifikat dengan cepat. Beda
halnya dengan nazhir sebagai pengelola dan pemilik tanah wakaf.
- Biaya juga tidak ditanggung sepenuhnya oleh PPAIW.
2. Kepala kantor pertanahan kabupaten/kotamadya setempat:
- Mencantumkan kata-kata “wakaf” dengan huruf besar dibelakang nomor
hak milik tanah yang bersangkutan pada buku tanah dan sertifikatnya.
- Mencantumkan kata-kata “diwakafkan untuk ……..berdasarkan akta ikrar
wakaf PPAIW Kecamatan ………No……..pada halaman 3 (tiga) kolom
sebab perubahan dalam buku tanah dan sertifikatnya.
- Mencantumkan kata nazhir disertai kedudukannya pada buku tanah dan
sertifikatnya.
b. Tanah Milik Yang Berstatus Hukum Hak Guna Bangunan Dan Hak Pakai
Persyaratan pembuatan Akta Ikrar Wakaf adalah adanya Surat keterangan dari
kepala kantor kabupaten/kotamadya bahwa tanah tersebut sesuai dengan
peraturan perundang-undangan dapat ditingkatkan status hak kepemilikan
menjadi hak milik.
Sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan tentang pertanahan yang
berlaku sekarang ini, maka atas tanah Negara yang diberikan dengan hak pakai
dan hak guna dapat ditingkatkan status kepemilikannya menjadi hak milik.
Sehingga peluang untuk pemberian wakaf atas tanah hak pakai dan hak guna
bangunanan yang sudah bersertifikat dapat juga diwakafkan dan merupakan
penyesuaian PP Nomor 28 Tahun 1977 yang dengan peraturan yang dibuat
setelah PP tersebut.
c. Tanah Hak Milik Yang Belum Bersertifikat (Bekas Tanah Hak Milik Adat)
1. Persyaratan pembuatan Akta Ikrar Wakaf
a. Surat pemilikan tanah (termasuk surat pemindahan hak, surat keterangan
warisan, girik dan lain-lain).
b. Surat Kepala Desa/Lurah yang diketahui Camat yang membenarkan tanah
tersebut tidak dalam sengketa.
c. Surat Keterangan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya
setempat yang menyatakan hak atas tanah itu belum mempunyai sertifikat
(pasal 25 ayat 4 PP No. 10 Tahun 61).
d. Harus ada nazhir perseorangan Warga Negara Indonesia atau Badan Hukum
Indonesia.
e. Harus ada calon wakif yang berkeinginan mewakafkan tanah miliknya.
2. Proses Pembuatan Akta Ikrar Wakaf
Proses pembuatan Akta Ikrar Wakaf tanah hak milik yang belum bersertifikat
sama dengan proses pembuatan akta ikrar wakaf tanah milik yang sudah
bersertifikat dengan status hak milik dengan keterangan bukti-bukti mengenai
tanahnya berupa Surat Keterangan dari Kepala Kantor Pertanahan
Kabupaten/Kotamadya bahwa tanah tersebut sesuai dengan peraturan
perundang-undangan dapat ditingkatkan status hak kepemilikan menjadi hak
milik. Proses tersebut adalah sebagai berikut;
- Calon wakif harus datang dihadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf
(PPAIW) dengan membawa; persyaratan pembuatan Akta Ikrar Wakaf.
- PPAIW melakukan hal-hal sebagai berikut;
1. Meneliti kehendak calon wakif dan tanah yang akan diwakafkan;
2. Meneliti para nazhir, baik nazhir perorangan maupun nazhir badan hukum;
3. Meneliti para saksi ikrar wakaf;
4. Menyaksikan pelaksanaan ikrar wakaf.
- Calon wakif mengikrarkan wakaf dengan lisan, jelas dan tegas kepada nazhir
kepada PPAIW dengan para saksi, kemudian dituangkan dalam bentuk
tulisan;
- Meneliti identitas calon wakif;
- Meneliti identitas nazhir perorangan dan/atau badan hukum (anggaran
dasarnya);
- Calon wakif yang tidak datang di hadapan PPAIW dapat memberikan kuasa
tertulis secara matreatik di hadapan notaris dan/atau di hadapan Kepala
Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kotamadya dan dibacakan kepada
nazhir di hadapan PPAIW dan para saksi.
- PPAIW membuat akta ikrar wakaf (AM rangkap 3 (tiga) menurut bentuk
formulir W.2 dan salinannya rangkap 4 (empat) menurut formulir W.2a.
dengan ketentuan sebagai berikut;
1. Lembaran pertama disimpan;
2. Lembaran kedua untuk keperluan pendaftaran di kantor Pertanahan
Kabupaten/Kotamadya setempat;
3. Lembar ketiga dikirim kepada Pengadilan Agama setempat;
4. Salinan lembar pertama diserahkan kepada wakif;
5. Salinan lembar kedua diserahkan kepada nazhir;
6. Salinan lembar ketiga dikirim kepada Kandepag;
7. Salinan lembar keempat dikirim kepada Kepala Desa/Lurah setempat.
3. Pendaftaran dan Pencatatan Akta Ikrar Wakaf
a. PPAIW atas nama nazhir dan/nazhir sendiri berkewajian untuk mengajukan
permohonan pendaftaran pada kantor Pertanahan Kabupaten /Kotamadya
setempat dengan menyerahkan:
- Surat pemilikan tanah (termasuk surat pemindahan hak, surat keterangan
warisan, girik dan lain-lain).
- Akta Ikrar Wakaf
- Surat Pengesahan nazhir
Catatan:
Nazhir juga diberikan kewajiban untuk mengajukan permohonan pendaftaran karena
pengurus tanah tersebut prinsipnya berada pada nazhir, sedangkan PPAIW hanya
pejabat pembuat akta. Kewajiban nazhir ini lebih disebabkan untuk mempercepat
pengurusan sertifikat.
b. Apabila memenuhi persyaratan untuk dikonversi, maka dapat dikonversi langsung
atas nama wakif (PMPA Nomor 2 Tahun jo SK Nomor 26/DDA tahun 1970)
c. Apabila persyaratan dikonversi tidak dipenuhi dapat diproses melalui prosedur
pengakuan hak atas nama wakif.
d. Berdasarkan Akta Ikrar Wakaf, nama adalah atas nama nazhir.
e. Bagi konversi yang dilaksanakan melalui prosedur pengakuan, hak penerbitan
sertifikat setelah diperoleh Surat Keterangan pengakuan hak atas nama wakif.
Selanjutnya dilaksanakan pencatatan sebagai berikut;
- Mencantumkan kata-kata “wakaf” dengan huruf besar dibelakang nomor hak
milik tanah yang bersangkutan pada buku tanah dan sertifikatnya.
- Mencantumkan kata-kata “diwakafkan untuk ……..berdasarkan akta ikrar
wakaf PPAIW Kecamatan ………No……..pada halaman 3 (tiga) kolom
sebab perubahan dalam buku tanah dan sertifikatnya.
- Mencantumkan kata nazhir disertai kedudukannya pada buku tanah dan
sertifikatnya.
d. Tanah Yang Belum Ada Haknya (Yang Dikuasai/Tanah Negara)
1. Tanah yang sudah berstatus tanah wakaf (tanah yang sudah berfungsi tanah
wakaf, masyarakat dan pemerintah desa setempat mengakui sebagai tanah
wakaf, sedang status tanahnya bukan milik adat tanah negara).
2. Tanah yang belum berstatus tanah wakaf tetapi hendak diwakafkan. Untuk
tanah-tanah ini diperlukan syarat-syarat sebagai berikut;
a. Wakif atau ahli warisnya masih ada dan mempunyai surat bukti
penguasaan/penggarapan, kartu kavling, surat penunjukan;
- Surat keterangan Kepala Desa/Lurah yang diketahui Camat di samping
menjelaskan mengenai penggunaan tanah yang telah diwakafkan.
- Bukti kepemilikan tanah lamanya berupa kartu kavling, akta-akta jual
beli/pengoper dan hak di bawah tangan atau outentik (akta notaries).
- Surat Keterangan BPN, tanah Negara tersebut dapat ditingkatkan menjadi
hak milik.
- urat keterangan pendaftaran tanah (SKPT) dari kantor Pertanahan
Kabupaten/Kotamadya setempat yang menerangkan status tanah Negara
tersebut apabila sudah pernah terdaftar atau menerangkan belum bersertifikat
apabila tanah negara tersebut belum pernah terdaftar.
- Calon wakif atau ahli waris datang menghadap PPAIW untuk melaksanakan
akta ikrar wakaf sebagai berikut;
1. Calon wakif harus datang dihadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf
(PPAIW) dengan membawa; persyaratan pembuatan Akta Ikrar Wakaf.
2. PPAIW melakukan hal-hal sebagai berikut;
- Meneliti kehendak calon wakif dan tanah yang akan diwakafkan;
- Meneliti para nazhir, baik nazhir perorangan maupun nazhir badan hukum;
- Meneliti para saksi ikrar wakaf;
- Menyaksikan pelaksanaan ikrar wakaf.
3. Calon wakif mengikrarkan wakaf dengan lisan, jelas dan tegas kepada
nazhir kepada PPAIW dengan para saksi, kemudian dituangkan dalam bentuk
tulisan;
4. Meneliti identitas calon wakif;
5. Meneliti identitas nazhir perorangan dan/atau badan hukum (anggaran
dasarnya);
6. Calon wakif yang tidak datang di hadapan PPAIW dapat memberikan
kuasa tertulis secara matreatik di hadapan notaris dan/atau di hadapan Kepala
Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kotamadya dan dibacakan kepada
nazhir di hadapan PPAIW dan para saksi.
7. PPAIW membuat Akta Ikrar Wakaf (AM rangkap 3 (tiga) menurut
bentuk formulir W.2 dan salinannya rangkap 4 (empat) menurut formulir
W.2a. dengan ketentuan sebagai berikut;
a. Lembaran pertama disimpan;
b. Lembaran kedua untuk keperluan pendaftaran di kantor Pertanahan
Kabupaten/Kotamadya setempat;
c. Lembar ketiga dikirim kepada Pengadilan Agama setempat;
d. Salinan lembar pertama diserahkan kepada wakif;
e. Salinan lembar kedua diserahkan kepada nazhir;
f. Salinan lembar ketiga dikirim kepada Kandepag;
g. Salinan lembar keempat dikirim kepada kepala desa/lurah setempat.
- PPAIW dan atau nazhir berkewajiban mengajukan permohonan atas nama
nazhir kepada Kakanwil Pertanahan Nasional melalui Kepala Kantor
Pertanahan Kabupaten/Kotamadya setempat, dengan menyerahkan surat-surat
bukti penguasaan/penggrapan atas nama wakif, surat keterangan Kepala
Desa, surat bukti kepemilikan tanah, dan surat keterangan BPN serta surat
pengesahan nazhir.
- Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya setempat memproses dan
meneruskan permohonan tersebut ke Kepala Wilayah Badan Pertanahan
Provinsi.
- Setelah diterbitkan surat keputusan pemberian hak atas tanah atas nama
nazhir, Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya tersebut
menerbitkan sertifikat tanah wakaf.
b. Wakif atau ahli warisnya masih ada tetapi tidak memiliki surat bukti
penguasaan/penggarapan dan atau tanah yang hendak diwakafkan tersebut
tidak memiliki kartu kavling atau surat penunjukan.
1. Surat Keterangan Kepala Desa/Lurah yang diketahui Camat di samping
menjelaskan tentang perwakafan tanah tersebut dan atau tanah yang hendak
diwakafkan tersebut tidak dalam sengketa, juga menjelskan kebenaran
penguasaan/penggarapan oleh calon wakif.
2. Bukti kepemilikan tanah lamanya berupa kartu kavling, akta-akta jual
beli/pengoper dan hak di bawah tangan atau outentik (akta notaries).
3. Surat keterangan BPN, tanah Negara tersebut dapat ditingkatkan menjadi
hak milik.
4. Surat keterangan pendaftaran tanah (SKPT) dari kantor Pertanahan
Kabupaten/Kotamadya setempat yang menerangkan status tanah Negara
tersebut apabila sudah pernah terdaftar atau menerangkan belum bersertifikat
apabila tanah negara tersebut belum pernah terdaftar.
5. Calon wakif atau ahli waris datang menghadap PPAIW untuk
melaksanakan pembuatan Akta Ikrar Wakaf sebagai berikut;
a. Calon wakif harus datang dihadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf
(PPAIW) dengan membawa; persyaratan pembuatan akta ikrar wakaf.
b. PPAIW melakukan hal-hal sebagai berikut;
- Meneliti kehendak calon wakif dan tanah yang akan diwakafkan;
- Meneliti para nazhir, baik nazhir perorangan maupun nazhir badan hukum;
- Meneliti para saksi ikrar wakaf;
- Menyaksikan pelaksanaan ikrar wakaf.
c. Calon wakif mengikrarkan wakaf dengan lisan, jelas dan tegas kepada
nazhir kepada PPAIW dengan para saksi, kemudian dituangkan dalam bentuk
tulisan;
d. Meneliti identitas calon wakif;
e. Meneliti identitas nazhir perorangan dan/atau badan hukum (anggaran
dasarnya);
f. Calon wakif yang tidak datang di hadapan PPAIW dapat memberikan
kuasa tertulis secara matreatik di hadapan notaris dan/atau di hadapan Kepala
Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kotamadya dan dibacakan kepada
nazhir di hadapan PPAIW dan para saksi.
g. PPAIW membuat akta ikrar wakaf (AM rangkap 3 (tiga) menurut bentuk
formulir W.2 dan salinannya rangkap 4 (empat) menurut formulir W.2a. dengan
ketentuan sebagai berikut;
- Lembaran pertama disimpan;
- Lembaran kedua untuk keperluan pendaftaran di Kantor Pertanahan
Kabupaten/Kotamadya setempat;
- Lembar ketiga dikirim Kepada Pengadilan Agama setempat;
- Salinan lembar pertama diserahkan kepada wakif;
- Salinan lembar kedua diserahkan kepada nazhir;
- Salinan lembar ketiga dikirim kepada Kandepag;
- Salinan lembar keempat dikirim kepada Kepala Desa/Lurah setempat.
6. PPAIW dan atau nazhir berkewajiban mengajukan permohonan atas nama
nazhir kepada Kakanwil pertanahan nasional melalui Kepala kantor
pertanahan kabupaten/kotamadya setempat, dengan menyerahkan surat-surat
bukti penguasaan/penggrapan atas nama wakif, surat keterangan kepala desa,
surat bukti kepemilikan tanah, dan surat keterangan BPN serta surat
pengesahan nazhir.
7. Kantor pertanahan kabupaten/kotamadya setempat memproses dan
meneruskan permohonan tersebut ke Kepala Wilayah Badan Pertanahan
Provinsi.
8. Setelah diterbitkan surat keputusan pemberian hak atas tanah atas nama
nazhir, Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya tersebut
menerbitkan sertifikat tanah wakaf.
c. Wakif atau ahli waris tidak ada
1. Surat Keterangan tentang tanah (kalau ada)
2. Surat Keterangan Kepala Desa/Lurah diketahui Camat yang menerangkan
tentang perwakafan tanah tersebut serta tidak dalam sengketa.
3. Surat pernyataan tentang perwakafan tanah dari orang-orang yang
bersebelahan dengan tanah tersebut.
4. Nazhir atau Kepala Desa/Lurah mendaftarkan kepada KUA kecamatan
setempat.
5. Kepala KUA meneliti dan mengesahkan nazhir.
6. Pembuatan akta pengganti AIW.
7. PPAIW atas nama nazhir dan/atau nazhir berkewajiban mengajukan
permohonan hak atas tanah.
8. Selanjutnya proses permohonan hak, SK pemberian hak atas tanah dan
penerbitasn sertifikat atas nama nazhir.
Tata Cara Perwakafan Harta Benda Bergerak
Kebanyakan wakif mewakafkan harta bendanya berupa harta benda tidak bergerak,
seperti tanah milik. Tetapi sesuai dengan perkembangan zaman, umat Islam mulai
berminat untuk mewakafkan harta bendanya yang berupa harta benda bergerak selain
tanah. Wakaf harta benda bergerak merupakan sebuah kebutuhan, demi
perkembangan wakaf di Indonesia.
Dalam UU Nomor 41 tahun 204 tentang wakaf dijelaskan bahwa harta benda wakaf
bergerak dikategorikan dalam dua jenis, yaitu harta benda bergerak berupa uang dan
harta benda bergarak selain uang. Karena itu, cara pendaftarannya pun juga melalui
prosedur yang berbeda, yang akan dijelaskan di bawah ini.
a. Benda Bergerak Selain Uang
PPAIW mendaftarkan AIW dari harta benda bergerak selain uang, baik yang terdaftar
pada instansi yang berwenang maupun harta benda bergerak selain uang yang tidak
terdaftar serta yang memiliki atau tidak memiliki tanda bukti pembelian atau bukti
pembayaran. Harta benda bergerak selain uang tersebut didaftarkan pada BWI, dan
selama di daerah tertentu belum dibentuk BWI, maka pcndaftaran tersebut dilakukan
di Kantor Departemen Agama setempat.
- Untuk benda bergerak yang sudah terdaftar, Wakif menyerahkan tanda bukti
kepemilikan benda bergerak kepada PPAIW dengan disertai surat keterangan
pendaftaran dari instansi yang berwenang yang tugas pokoknya terkait dengan
pendaftaran benda bergerak tersebut.
- Untuk benda bergerak yang tidak terdaftar, Wakif menyerahkan tanda bukti
pembelian atau tanda bukti pembayaran berupa faktur, kwitansi atau bukti
lainnya.
- Untuk benda bergerak yang tidak terdaftar dan tidak memiliki tanda bukti
pembelian atau tanda bukti pembayaran, Wakif membuat surat pernyataan
kepemilikan atas benda bergerak tersebut yang diketahui oleh 2 (dua) orang saksi
dan dikuatkan oleh instansi pemerintah setempat.
b. Harta Benda Wakaf Bergerak Berupa Uang
Dalam undang undang wakaf disebutkan bahwa setelah diterbitkan Sertifikat
Wakaf Uang, Lembaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf Uang (LKS-PWU)
atas nama Nazhir harus mendaftarkan kepada Menteri Agama dan
pendaftarannya ditembuskan kepada BWI untuk diadministrasikan.
Adapun pengadministrasian wakaf uang dijelaskan lebih rinci dalam PMA
Wakaf uang dalam bab VI pasal 23, yaitu;
- Pendaftaran Setoran Wakaf Uang oleh LKS PWU kepada Menteri dilakukan
selambat-lambatnya 7 hari kerja setelah diterbitkannya Sertifikat Wakaf Uang,
yang ditembuskan kepada BWI dengan melampirkan : Tembusan kedua AIW
dan Tembusan kedua Sertifikat Wakaf Uang.
- Nazhir wajib menyusun Laporan Investasi dan Hasil Investasi Wakaf Uang.
- Nazhir wajib menyampaikan Laporan investasi dan hasil investasi tersebut
kepada BWI dengan tembusan Menteri setiap 3 (tiga) bulan sekali untuk posisi
akhir bulan Maret, Juni, September dan Desember.
- Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat 3 wajib disampaikan
selambat-lambatnya pada akhir bulan berikut.
- Nazhir wajib melakukan administrasi dengan baik untuk mendukung
pengelolaan Wakaf Uang dan penyusunan laporan sebagaimana dimaksud di
atas.
Setelah harta benda wakaf terdaftar pada kantor Departemen Agama dan BWI,
harta benda wakaf tersebut harus dimuat dalam dalam register umum wakaf yang
tersedia pada kantor Departemen Agama dan BWI. Dan register umum wakaf
tersebut harus diumumkan dan masyarakat dapat mengetahui atau mengakses
informasi tentang wakaf benda bergerak selain uang yang termuat dalam register
umum yang tersedia pada kantor Departemen Agama dan BWI.