02 epistimologi
TRANSCRIPT
POKOK-POKOK EPISTEMOLOGI
DALAM FILSAFAT ILMU
Disusun Oleh:
Ady Setiawan
111714043
Kelas 2011 A
Dosen:
Bapak Muhammad Sholeh M.Pd.
Universitas Negeri Surabaya (UNESA)
Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP)
Program Studi Manajemen Pendidikan
2011
POKOK-POKOK EPISTEMOLOGI DALAM FILSAFAT ILMU
A. Pemahaman Awal Epistemologi
- Kata “Epistemologi” berasal dari bahasa Yunani “Episteme” artinya pengetahuan, dan “Logos”
berarti ilmu atau teori. Jadi, Epistemologi berarti Ilmu pengetahuan, yakni ilmu yang membahas
tentang pengetahuan.
- Epistemologi merupakan salah satu cabang dari filsafat, yang konsentrasinya membahas tentang
metode dan dasar-dasar pengetahuan.
- Langevelg membagi masalah pengetahuan meliputi: a). Kebenaran, b). Logika, dan c). teori
pengetahuan.
- Tujuan Epistemologi adalah untuk memperoleh realitas dan kebenaran ilmiah yang hakiki, sehingga
mampu mempertanggung jawabkan secara material (objektifitas), formal (ketepatan penyidikan)
dan moral (daya guna untuk kesejahteraan).
B. Konsep Dasar Ilmu Pengetahuan
1. Fungsi Panca Indera Bagi Pengembangan Ilmu Pengetahuan
Secara singkat, dapat dirumuskan bahwa fungsi dari ke-lima panca indera manusia adalah
sebagai alat penghubung antara dunia luar dengan jiwa yang menangkap dan mengatur kesannya.
Dengan system yang saling berkesinambungan tersebut, ilmu pengetahuan diolah dan terus
dikembangkan, Karena sifat penasaran manusia memang telah terpatri ketika mereka menemukan
hal-hal baru yang mereka temukan melalui efek dunia luar dan kemudian diproses diotak serta
diimplementasikan melalui pemikiran dan perbuatan.
2. Fungsi Akal Bagi Pengembangan Ilmu Pengetahuan
Akal merupakan salah satu pusat yang sangat penting didalam otak, dan berkedudukan sebagai
sumber kekuasaan jiwa yang mempunyai kemampuan untuk mencapai relitas alam. Melalui
definisi singkat diatas, kita tahu bahwa begitu centralnya fungsi akal bagi pengembangan ilmu
pengetahuan, karena akal sebagai mesin pengolah data yang dapat memproses serta meng-out
put-kan kesimpulan dan ilmu pengetahuan.
Menurut Dewey, ada lima tingkatan berfikir ilmiah yang berhubungan dengan metode berfikir
reflektif, yaitu: (1) The Felt need, (2) the problem, (3) The Hypothesis, (4) Collection of data as
evidence, dan (5) Concluding belief
3. Peranan Budi Dalam Menemukan Hakikat Kenyataan
“Buddhi” adalah bahasa sansekerta yang berarti Azaz-Hikmah, yang mengetahui segala
kenyataan tidak dengan pandangan, melainkan dengan keinsyafan batin yang murni. Jika manusia
mampu berfikir logis dengan menggunakan akalnya, maka dengan menggunakan budi, mereka
memiliki kekuasaan yang lebih dalam, yakni kekuasaan untuk berfikir intuitif guna menjelajah
keadaan-keadaan metafisis yang berada diluar jangkauan panca indera dan akal.
C. Hukum Sebab Akibat
Perhubungan sebab-akibat ini disebut juga istilah kausalitas, sehingga hokum sebab-akibat lebih dikenal dengan hokum kausalitas. Dimana seseorang mendapat pengetahuan tentang sesuatu masalah dengan jalan menyusun fikiran untuk mengetahui sebab kejadiannya dan akibatnya, maka disanalah terdapat ilmu. Dimana ilmu merupakan suatu rangkaian hokum sebab-akibat yang disusun secara teratur dan sistematis sehingga merupakan suatu kebulatan.
Terdapat beberapa motif perkembangan ilmu pengetahuan, diantaranya: a). Curriosity motive (dorongan ingin tahu), b). Practicality Motive (dorongan kegunaan praktis), dan c). intrinsic orderliness motive (dorongan mencari hokum-hukum dari alam semesta.
D. Sumber Pengetahuan
Terdapat beberapa perbedaan mengenai sumber pengetahuan ini, diantaranya:
a. Empirisme; merupakan aliran yang berpendapat bahwa pengetahuan bersumber pada
pengalaman, beberapa tokoh pencetus aliran ini yakni Francis Bacon, David Hume, dll.
b. Rasionalisme; merupakan golongan yang berpendapat bahwa pengetahuan tersebut bersumber
pada akal atau rasio, Tokoh-tokoh aliran ini antara lain Descartes (1596-1650), Spinoza (1632-
1677), dan Leibniz (1646-1716).
c. Kritisme; yakni aliran yang berpendapat bahwa pengetahuan bersumber pada akal dan juga
pengalaman manusia. Tokoh yang paling dikenal sebagai cikal teori ini adalah Immanuel Kant
(1724-1804), seorang ahli fikir berkebangsaan Jerman.
E. Batas-Batas Pengetahuan
Sebagaimana sember pengetahuan, pembahasan tentang batas-batas pengetahuan ini juga
memunculkan beberapa pendapat yang berbeda-beda, diantaranya:
a. Skeptisisme; berpendapat bahwa pengetahuan ini hanyalah merupakan kumpulan ingatan, dan
akan berakhir dalam waktu tertentu, serta tidak mungkin ada pengetahuan tanpa sekedar percaya
adanya. Beberapa aliran pendukungnya yaitu aliran subjektivisme, relativisme, pragmatisme, dan
fiksionalisme.
b. Objektivisme; merupakan aliran yang menerima adanya kebenaran objektif, terlepas dari subjek-
subjek yang mengetahuinya. Subjek yang memperoleh pengetahuan dapat mengalami kekhilafan
dalam merumuskan pengetahuan, tetapi realita diluar tetap tidak terpengaruh karenanya.
c. Fenomenologisme; berpendapat bahwa, dalam penuturan tentang suatu hal yang sesuai dengan
fakta dari hal tersebut, maka pengetahuan akan menunjukkan kebenarannya. Dan kebenaran itu
tersusun atas pengamatan dan pemikiran sehingga menghasilkan sebuah kebenaran secara umum.
F. Objek Pengetahuan
Merupakan masalah yang diselidiki oleh pengetahuan, hal ini tidak dapat lepas dari pendirian
sumber ilmu (pendirian relisme atau idealism). Ditinjau dari jenis sifatnya, maka kita dapat
membedakan tiga macam objek pengetahuan, diantaranya:
a. Objek Empirisme (Objek-objek rasa), yakni objek lahir/fisis dan objek batin/psikis.
b. Objek Idiil (bukan rasa), objek yang tidak timbul melalui rasa (lahir atau batin), melainkan
diciptakan oleh jiwa (sukma) sebagai hasil pemikiran, perasaan dan sebagainya. Misalnya objek
logika, matematik, etika, dan nilai-nilai agama.
c. Objek Luar Rasa, sebuah objek yang terletak diluar jangkauan rasa sekalipun pada dasarnya
terletak dalam dunia rasa (dunia objek keinderaan)
G. Metode Pengetahuan
Merupakan suatu rencana kerja untuk menyusun suatu system pengetahuan tentang suatu
masalah. Dalam hal ini, terdapat dua metode pokok dalam penyelidikan pengetahuan, yakni:
a. Metode Induksi; metode ini berangkat dari fakta-fakta khusus, peristiwa kongkrit yang kemudian
ditarik generalisasi yang bersifat umum. Dan metode ini dapat pula dibedakan lagi menjadi tiga,
yaitu Induksi Komplit, Induksi Sistem Bacon dan Induksi Tidak Kompli
Selanjutnya, terdapat beberapa teori mengenai langkah-langkah perjalanan pengetahuan menuju
pengertian secara umum, diantaranya:
Komparasi (Metode Perbandingan); dengan langkah-langkah: a) Pengumpulan bahan, b)
penganalisaan, c) pengkomparasian, d) pengabstraksian, e) perumusan hokum
Eksperimen (Metode Percobaan); langkah-langkahnya: a) penimbulan gejala yang akan
diselidiki dengan sengaja, b) pencatatan dan perbandingan gejala, c) perumusan hokum
berdasar kesamaan sifat.
b. Metode Deduksi; merupakan metode penyelidikan pengetahuan yang berangkat dari suatu
pengetahuan yang bersifat umum dan ditarik kesimpulan yang bersifat khusus. Metode ini memiliki
beberapa langkah, diantarnya:
Penginsyafan adanya kebenaran umum dalam satu golongan gejala,
Pembuktian gejala di lingkungan kelompok gejala tersebut,
Pernyataan kebenaran yang diinsyafi berlaku pada gejala khusus tersebut
H. Hakikat Kebenaran
a. Pendapat Kuno
Plato; kebenaran merupakan sumber kenyataan yang sejati dan dititikberatkan pada akal,
sedangkan realitas luar yang dapat ditangkap panca indera ialah palsu belaka.
Aristoteles; kebenaran dititikberatkan pada objek dalam usaha mencapai kebenaran,
menurutnya pengertian kita mengenai suatu hal merupakan gambaran daripada objek-
objek yang kita kenal atau kita ketahui.
b. Pendapat modern (Vormings theorie)
Menyatakan bahwa subjek tidak menangkap gambaran layaknya pendapat Aristoteles, akan
tetapi justru memberi bentuk. Dan Kebenaran tergantung pada subjek yang memberi bentuk pada
objek yang diselidiki.
c. Pendapat Immanuel Kant
Untuk menyelidiki sesuatu, maka objek yang kita kenal itu harus sudah ada dan objek yang ada
itu diberi bentuk tertentu okel akal subjek yang mengenal objek. Sehingga disimpulkan bahwa
kebenaran adalah persesuaian antara pendapat sebagai keputusan akal dengan objek yang sedang
diselidiki.
Kemudian, terdapat beberapa criteria-kriteria untuk menetapkan kebenaran pengetahuan yang
dapat diambil dari beberapa sumber, diantaranya: lingkungan metafisika, objek yang diselidiki,
keyakinan subjek, pengalaman subjek, dan melalui pihak yang berwenang.
I. Berbagai Macam Pendirian Tentang Kebenaran
Tidak dibenarkan jika kita harus melakukan pengeneralisasian satu ukuran dalam memecahkan
segala persoalan yang kita hadapi guna menemukan kebenaran ilmu pengetahuan. Melalui
pengeneralisasian satu ukuran tersebut, maka akan menimbulkan berbagai macam aliran yang dalam
menguraikan segala persoalan bertitik tolak pada sudut pandangnya masing-masing. Diantaranya:
Pengutamaan pada lingkungan metafisika, akan melahirkan aliran-aliran filsafat, antara lain:
Suprarasionalisme (diatas akal), intuitionisme (intuisi/ilham), dan tasawuf atau mistik.
Pengutamaan pada sumber kenyataan, akan melahirkan aliran-aliran filsafat, antara lain:
realisme (terdapat benda-benda yang tidak tergantung pada pengertian kita), Materialisme
(zat/anasir), dan fenomenologisme (penyelidikan).
Pengutamaan subjek sebagai sumber kenyataan, yang berpendapat bahwa ketiga kekuatan
manusia (panca indera, akal dan rasa) menyebabkan lahirnya beberapa aliran filsafat, yakni:
sensualisme (panca indera), rasionalisme (akal), dan irasionalisme (rasa/kehendak).
Pengutamaan pengalaman sebagai seumber kenyataan, hal ini menimbulkan beberapa aliran,
diantaranya: empirisme (pengalaman), dan positivisme (manusia memilki tiga tingkatan:
teologi, metafisika dan tingkatan positi).
Pengutamaan pada pihak yang berwewenang, pendirian ini melahirkan aliran filsafat
tradisionalisme atau social dogmatisme.
J. Teori-Teori Kebenaran
Terdapat beberapa teori tentang teori-teori kebenaran ini, antara lain:
1. Teori kesesuaian (correspondence theory); menyatakan bahwa pengetahuan kita bernilai
benar, bilamana sesuai dengan kenyataan.
2. Teori ketetapan (consistency theory); berpendapat bahwa manusia tidak mungkin dapat
mencapai kesesuain secara pasti antara kesan yang dimiliki dengan kenyataan.
3. Teori pragmatis (teori eksperimentalis); teori yang menguji kebenaran pengetahuan melalui
pertanyaan.