neurorsaugm.files.wordpress.com … · web view, os kemudian dibawa ke igd rsa dengan nyeri...
TRANSCRIPT
REFLEKSI KASUS
NYERI KANKER
Dosen Pembimbing :
dr. Farida Niken Astari N.H, M.Sc, Sp.S
Disusun oleh :
Devina Rossita Hapsari 14/363115/KU/17030
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF
RUMAH SAKIT AKADEMIK UNIVERSITAS GADJAH
MADA
FAKULTAS KEDOKTERAN, KESEHATAN MASYARAKAT, DAN
KEPERAWATAN UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2019
2
DESKRIPSI KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. P
Usia : 60 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Sleman, Yogyakarta
Pekerjaan : Pensiunan
Agama : Islam
Status : Sudah menikah
No. RM : 01-03-xx
Masuk RS : 21/12/2019
KELUHAN UTAMA
Nyeri seluruh tubuh
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
• 2TSMRS, Os menyatakan nyeri seluruh tubuh, terutama bagian lutut, paha, bokong,
pinggul, dan punggung, nyeri dirasakan seperti tertusuk-tusuk, nyeri dirasakan terus
menerus, nyeri dirasakan ringan - sedang dan masih bisa ditahan. Os rutin konsumsi
MST dan tramadol, nyeri sedikit membaik dengan obat, lalu kembali nyeri. Nyeri
memberat ketika bergerak.
• 1BSMRS, Os menyatakan nyeri memberat di seluruh tubuh dan menjalar ke seluruh
bagian tubuh, nyeri dirasakan seperti ditusuk dan panas, nyeri dirasakan terus menerus,
dan mulai tidak dapat ditahan. Os menyatakan nyeri tidak berkurang walaupun diberi
MST maupun tramadol. Os juga mengeluhkan sulit tidur dan sering terbangun karena
nyeri memberat jika bergerak atau berubah posisi.
• HSMRS, Os kemudian dibawa ke IGD RSA dengan nyeri seluruh tubuh, nyeri
dirasakan berat tidak dapat ditahan seperti ditusuk-tusuk, serta dirasakan terus-menerus.
Nyeri tidak membaik dengan pemberian MST dan tramadol. Os juga mengeluhkan
batuk (+) dengan lendir banyak, pilek (-), mual (-), muntah (-), namun masih mau
makan/minum, BAB (+) normal, flatus (+), BAK (+) inkontinensia, urgency (+),
nocturia (+), frekuensi (+), kelemahan kedua anggota gerak bawah (+) tidak mampu
berjalan, demam (-).
3
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Didapatkan:
● Riwayat keluhan serupa (+) tahun 2017 berobat ke Sp.S
● Riwayat keganasan (+) tahun 2017 disarankan cek PSA ke Sp.U (tinggi), didiagnosis sebagai BPH, tetapi tidak pernah biopsi, sehingga tidak diketahui ganas/jinak.
● Riwayat penyakit neurologis (+) HNP terdiagnosis tahun 2017, tidak dilakukan tidakan , hanya diberi obat antinyeri (tramadol, MST)
● Riwayat mondok (+) thn 2008 karena batu ginjal (dextra); thn 2017, karena BPH dan batu ginjal (sinistra) , HNP
● Riwayat pembedahan (+) thn 2008 URS batu ginjal (dextra) ; thn 2017 TURP BPH dan URS batu ginjal (sinistra)
Disangkal : Hipertensi, penyakit jantung, alergi, asthma, DM, stroke
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
• Didapatkan:
• Riwayat infeksi (+) anak dan istri TB dalam terapi
• Riwayat keganasan (+) Ca paru pada ibu pasien (meninggal), Ca payudara pada kakak dan adik pasien.
• Disangkal
• Riwayat keluhan serupa (-)
• Riwayat hipertensi, diabetes mellitus, alergi dan stroke pada keluarga (-).
RIWAYAT PSIKOSOSIAL
Saat ini pasien tidak bekerja, tinggal bersama istri dan anak berasal dari golongan
ekonomi menengah atas dan terdaftar sebagai anggota BPJS kelas I. Pasien tidak memiliki
perilaku berisiko, tidak ada riwayat konsumsi rokok maupun alkohol, tetapi rutin konsumsi
tramadol dan MST sejak 2 tahun yang lalu.
4
ANAMNESIS SISTEM
• Sistem Serebrospinal : nyeri kepala (-), nyeri seluruh tubuh (+), kelemahan anggota gerak bawah (+) sejak 2 tahun yang lalu gangguan berjalan.
• Sistem Visual : tidak ada keluhan
• Sistem Kardiovaskular : tidak ada keluhan
• Sistem Respirasi : batuk (+) lendir banyak
• Sistem Gastrointestinal : tidak ada keluhan
• Sistem Muskuloskeletal : nyeri seluruh tubuh (+), kelemahan anggota gerak bawah (+) gangguan berjalan (+)
• Sistem Integumental : tidak ada keluhan
• Sistem Urogenital : inkontinensia urin (+), frekuensi (+), urgency (+), nocturia (+)
RESUME ANAMNESIS
Pasien laki-laki usia 60 tahun datang ke IGD RSA UGM dengan keluhan nyeri seluruh
tubuh bersifat kronis, progresif, nyeri dirasakan seperti tertusuk-tusuk, tidak membaik
dengan pemberian MST dan tramadol. Keluhan lain berupa batuk (+) banyak lendir, dengan
riwayat TB on therapy pada anak dan istri pasien. Adapula keluhan kelemahan pada kedua
anggota gerak bawah dan inkontinensia urin, serta riwayat operasi batu ginjal (2x) sejak
2008, BPH (+), dan HNP pada tahun 2017. Riwayat keganasan pada keluarga (+) ca paru
pada ibu pasien dan ca payudara pada kakak dan adik pasien.
DIAGNOSIS SEMENTARA
Diagnosis klinis : cancer pain cum paraparese flaccid
Diagnosis topis : visceral organ dd os vertebra thoracal et lumbar dd nervus perifer cum cauda equina medulla spinalis
Diagnosis etiologis : susp bone metastasis vertebra cum susp HNP
Diagnosis lain :
• Susp Tuberculosis dd metastasis Ca di pulmo dextra dd Ca paru dextra
5
PEMERIKSAAN FISIK (27/12/2019)
Status Generalis
Keadaan umum : cukup
Kesadaran : compos mentis, E4V5M6
Tanda vital :
• Tekanan Darah : 136/72 mmHg
• Nadi : 89x/min, Isi dan tegangan kuat, reguler
• RR : 22x/min, tipe abdominothoracal
• Suhu : 36,5o C
• SPO2 : 95%
• NPS : 4/10
Kepala : Normosefal
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Hidung : nasal flare (-), discharge (-)
Mulut : dalam batas normal
Leher : limfonodi tidak teraba pembesaran
Toraks : bentuk dada normal, luka (-)
● Paru :
Inspeksi : simetris, retraksi (-), pelebaran sela iga (-)
Palpasi : nyeri tekan (+) terutama dada kanan menjalar hingga bahu kanan, taktil fremitus (menurun/normal)
Perkusi : redup/sonor
Auskultasi : SDV (+/+), Rhonki (+/+), Wheezing (-), RBB (-/-), pleural friction rub (+/-)
● Jantung :
● Inspeksi : tidak tampak ictus cordis
● Palpasi : teraba ictus cordis di LMCS SIC 5
● Perkusi : konfigurasi jantung dalam batas normal
● Auskultasi : S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen :
Inspeksi : sejajar dinding dada, distensi (-), luka (-), bekas operasi (-)
Auskultasi : bising usus (+)
Perkusi : timpani di seluruh lapang perut
6
Palpasi : nyeri tekan abdomen (-), nyeri tekan SIAS kanan dan kiri (+), hepatomegaly (+) splenomegaly (-)
Ekstremitas : Pitting Edema (-/-/-/-), atrofi otot (-), tampak benjolan pada tibia kiri
multiple ukuran ±2x2 cm sewarna kulit, hiperemis (-), akral hangat, nadi kuat, wpk <2 detik
Status Mental
a. Tingkah laku dan keadaan umum
● Tingkah laku : Normal
● Pakaian : Rapi (perawatan di RS)
● Cara berpakaian : Sesuai usia
b. Alur pembicaraan
● Percakapan : Normal
● Bicara lemah dan miskin spontanitas : Tidak
● Pembicaraan tidak berkesinambungan : Tidak
c. Mood dan afek
● Mengalami euforia : Tidak
● Mood sesuai isi pembicaraan : Sesuai
● Emosi labil, meluap-luap : Tidak
d. Isi pikiran Merasakan ilusi, halusinasi, delusi : Tidak
Mengeluhkan sakit seluruh tubuh : Tidak
Delusi tentang penyiksaan, merasa diawasi : Tidak
e. Kapasitas intelektual : Tidak
f. Sensorium
● Kesadaran : Compos mentis
● Atensi : Normal
● Orientasi :
- Waktu : Normal
- Tempat : Normal
- Orang : Normal
● Memori :
- Jangka pendek : Normal
- Jangka panjang : Normal
● Kalkulasi : Normal
7
● Simpanan informasi : Normal
● Tilikan, pengambilan keputusan, dan perencanaan : Normal
Status Neurologis
Kesadaran : Compos mentis, GCS : E4V5M6
Kepala : Pupil isokor ∅ 3 mm/3 mm, reflek cahaya (+/+), reflek kornea tdp,
Doll’s eye phenomenone (tdp)
Leher : Kaku kuduk (tdp), kekakuan pada leher (tdp)
Reflek primitif : glabellar (-), palmomental (-), palmar grasp (-)
Pemeriksaan khusus : lasegue (tdp), patrick (+), contrapatrick (+)
Nistagmus : horizontal (--), vertical (-), rotatoar (-)
Nervus cranialis :
NERVUS PEMERIKSAAN KANAN KIRI
N. I. Olfaktorius Daya penghidu Tdp Tdp
N. II. Optikus
Daya penglihatan Normal Normal
Pengenalan warna Tdp Tdp
Lapang pandang Normal Normal
Ptosis - -
Gerakan mata ke medial Normal Normal
8
N. III. Okulomotor
Gerakan mata ke atas Normal Normal
Gerakan mata ke bawah Normal Normal
Ukuran pupil 3 mm 3 mm
Bentuk pupil Bulat Bulat
Refleks cahaya langsung + +
N. IV. Troklearis
Strabismus divergen - -
Gerakan mata ke lat-bwh Normal Normal
Strabismus konvergen - -
N. V. Trigeminus
Menggigit Normal Normal
Membuka mulut Normal Normal
Sensibilitas muka Normal Normal
Refleks kornea tdp Tdp
Trismus - -
N. VI. Abdusen Gerakan mata ke lateral Normal Normal
Strabismus konvergen - -
N. VII. Fasialis
Kedipan mata Normal Normal
Lipatan nasolabial Normal Normal
Sudut mulut Normal Normal
Mengerutkan dahi Normal Normal
Menutup mata Normal Normal
Meringis Normal Normal
Menggembungkan pipi Normal Normal
N. VIII.
VestibulokoklearisMendengar suara bisik
Normal Normal
N.IX. Glossofaringeus Keterangan
Arkus Faring tdp
N. X. Vagus Keterangan
Arkus faring tdp
Bersuara Normal
Menelan Normal
N. XI. Aksesorius Keterangan
Memalingkan Kepala +
Sikap Bahu Normal
Mengangkat Bahu Normal
9
Trofi Otot Bahu Eutrofi
N. XII. Hipoglosus Keterangan
Sikap lidah Normal
Artikulasi Normal
Tremor lidah Normal
Menjulurkan lidah Normal
Kekuatan lidah Normal
Trofi otot lidah Normal
Fasikulasi lidah Normal
10
Ekstremitas :
GERAKAN KEKUATAN
REFLEKS
FISIOLO
GIS
REFLEKS
PATOLO
GISKLONUS TROFI TONUS
T B 5/5/sdn (nyeri)
5/5/5 +2 +2 (-) (-)(-) (-)
Eu Eu N N
T T 4+/3/3 3/3/4+ +2 +2 (-) (-) Eu Eu N N
Sensibilitas : Hipoesthesia cruris bilateral
Vegetasi : BAK (Terpasang DC), BAB baik
RESUME PEMERIKSAAN FISIK
11
• Kesadaran : Compos mentis, E4V5M6
• Pulmo : nyeri tekan (+) terutama dada kanan menjalar hingga bahu kanan, taktil fremitus (menurun/normal), SDV (+/+), Rh (+/+), Wh (-), RBB (-/-), pleural friction rub (+/-)
• Abdomen : nyeri tekan SIAS kanan dan kiri (+), hepatomegaly (+)
• Extremitas : tampak benjolan pada tibia kiri multiple ukuran ±2x2 cm sewarna kulit.
• Status neurologis : kelemahan pada anggota gerak bawah, hipoestesi cruris bilateral
PEMERIKSAAN PENUNJANG (23/12/2019)Hasil Nilai Normal Satuan
Darah Rutin (21/12/2019)AL 10.8 4.50 - 11.50 10^3/uLAE 4.0 4.00 - 5.40 10^6/uLHb 10.8 12.0 - 15.0 g/dlHct 33.4 35.0 - 49.0 %AT 400 150 - 450 10^3/uL
Neutrofil 66.8 40 – 75 %Limfosit 20.9 20 – 45 %
Ureum 48.9(meningkat) 10.7-42.8 mg/dlCr 1.56
(meningkat)0.6-1.20 mg/dl
Na 132 135-145 mmol/LK 4.8 3.5-5.1 mmol/LCl 103 95-115 mmol/L
GDS 98 60-199 mg/dl
Hasil Nilai Normal SatuanAnalisis cairan pleura (24/12/2019)
Warna Kuning tidak berwarna
Kekeruhan JernihJml sel 163 T (<500)
E (>500)/ul
Poli 15 21 - 25 %Mono 85 -2.5 - +2.5 %
Glukosa 82 T = plasmaE > plasma
mg/dl
Protein 2.3 T <3E ≥3
g/dl
RivaltaBTA
(-)(-)
ADA Test 5 ≤ 30 U/L
12
LDH 156 240-480 U/L
USG vascular per regio Doppler (26/12/2019)
• Hasil : Extremitas inferior dextra et sinistra: vena femoralis dextra et sinistra , vena poplitea dextra et sinistra, vena tibialis anterior dextra et sinistra, vena tibialis anterior dextra et sinistra: kaliber normal, dinding licin, tak tampak filling defect maupun additional filling, compressable
• Kesan : tak tampak gambaran trombus pada vena extremitas inferior dextra et sinistra
MSCT Thorax (22/12/2019)
Hasil :
• dilakukan MSCT 128 slice, thorax tanpa kontras, potongan axial, coronal, dan sagital.
• Letak trachea midline, diameter normal
• Apex pulmo tidak tampak kelainan
• Opasitas bentuk memanjang tidak teratur dipulmo kiri inferior, air bronchogram positif
• Tidak tampak massa di pulmo, hilus, dan mediastinum
• Cor ukuran dan bentuk dbn
• Tampak lesi titik lusen bentuk bulat pada beberapa kosta dan corpus vertebra thoracal dan lumbal. Di hemithorax kanan tampak menonjol arah rongga thorax
Kesan :
• Gambaran multiple bone metastasis bentuk litik
• Pleural effusion kanan dan kiri
• Atelektasis dan plate atelectasis di lobus inferior kiri
Rontgen Thorax PA/AP/Lateral (21/12/2019)
Hasil :
Thorax : AP, supine, simetris, kondisi dan inspirasi cukup
Corakan bronchovascular kasar
Sinus costophrenicus lancip terbuka
Diafragma normal, lici, tak mendatar
Cor : CTR <0,56
Tampak multiple lesi sklerotik dan litik pada costae dan clavicula serta os humerus
Kesan :
13
Besar cor normal
Bronchitis
Bone metastasis
Rontgen Vertebra cervicalis (21/12/2019)
Hasil :
• Densitas menurun
• Struktur tulang tak jelas
• Pedikel tampak ada yang mengabur
• DIV (discus intervertebra) normal
Kesan :
• Bone metastasis
Rontgen Vertebra thoraco-lumbal (21/12/2019)
Hasil :
• Kelengkungan melurus
• Pedikel ada yang mengabur
• Tampak lesi sklerotik pada corpus vertebra
• DIV (discus intervertebra) normal
Kesan :
• Paraspinal muscle spasm
• Bone metastasis
Rontgen Vertebra lumbo-sacral (21/12/2019)
Hasil :
• Kelengkungan hiperlordotik
• Pedikel ada yang mengabur
• Tampak lesi sklerotik pada corpus vertebra
• DIV (discus intervertebra) normal
• Tampak lesi sklerotik pada pelvis
Kesan :
• Anterior weight bearing
• Bone metastasis
MRI Thoracal (24/12/2019)
14
Hasil :
• dilakukan MRI thoracal tanpa kontras IV dengan menggunakan spinal surface coil sequence T1, TSE, T2 TSE, PD tirm fs, potongan axial, coronal, dan sagital
• Tak tampak penebalan soft tissue
• Tampak kelengkungan Vertebra thoracal normal
• Tampak osteofit di corpus vertebra thoracal
• Tampak lesi di corpus VT7, pas T1 tampak hipointens, pada T2 tampak hiperintens, pada PD tirm fs tampak hiperintens
• DIV dengan intensitas normal tak tampak ada penyempitan maupun herniai ke intraspinal
• Tak tampak adanya stenosis pada medulla spinalis
• Tampak kaliber spinal cord normal
Kesan :
• Metastasis vertebra di corpus VT7
• Spondilosis thoracalis
15
16
MRI Lumbal (24/12/2019)
Hasil :
• dilakukan MRI lumbal tanpa kontras IV dengan menggunakan spinal surface coil sequence T1, TSE, T2 TSE, PD tirm fs, potongan axial, coronal, dan sagital
• Tak tampak penebalan soft tissue
• Tampak kelengkungan vertebra lumbal normal
• Tampak osteofit di corpus vertebra lumbal 1-5
• Tampak multiple bulging DIV VL3-4, VL4-5, VL5-S1
• Tampak lesi di corpus VL3, pas T1 tampak iso-hiperintens, pada T2 tampak iso-hiperintens, pada PD tirm fs tampak hipointens
• Tampak lesi di S1-4, pas T1 tampak hipointens, pada T2 tampak iso-hipointens, pada PD tirm fs tampak iso-hiperintens
Kesan :
17
• Mengarah gambran metastasis vertebra di corpus VL3 dan regio S1-4
• Multiple bulging DIV VL3-4, VL4-5, VL5-S1
• Spondilosis lumbalis
• Penyempitan DIV VL4-5
18
DIAGNOSIS AKHIR
• Diagnosis klinis : cancer pain cum paraparese flaccid
• Diagnosis topis : Os vertebra thoracal (VT7) et lumbar (VL3, S1-4) dd nervus perifer cum cauda equina medulla spinalis
• Diagnosis etiologis : bone metastasis VT 7, VL3, S1-4 cum spondilosis thoracal et lumbal
• Diagnosis lain :
• Susp metastasis Ca di pulmo dextra dd Ca paru dextra
• Pleuropneumonia bilateral dd mixed bronchiectasis
19
TATA LAKSANA
Bangsal:
• Farmakologi Sp.P
• Inj levofloxacin 500 mg/24 jam
• Inj Fentanyl 300 mg/8jam (diencerkan 10 cc NS bolus pelan)
• Inj N-acetylcystein 300mg
• Farmakologi Sp. S
• Inj drip tramadol 1A + NaCl 100cc/8 jam
• Infus NaCl (20tpm)
• Paracetamol 3 x 1000 mg po
• Clobazam 2 x 5 mg
• Inj. Omeprazole 40mg/12 jam
• MST 1 X 15 mg (Malam)
• Tramadol 2 x 50 mg po
• Non Farmakologi
• O2 NK 4lpm
• Monitor KU/VS
• Medikasi luka tiap pagi dengan NaCl
• Konsul rehab medik ukur korset
• Rujuk
PROGNOSIS
o Death : dubia ad malam
o Disease : dubia ad malam
o Disability : dubia ad malam
o Discomfort : dubia ad malam
o Dissatisfaction: dubia ad malam
o Destitution : ad malam
20
DISKUSI : CANCER PAIN
DEFINISI
• The International Study of Pain mendefinisikan nyeri sebagai perasaan sensorik dan
emosional tidak menyenangkan yang dihubungkan dengan kerusakan jaringan yang telah
atau akan terjadi atau digambarkan seperti mengalami kerusakan jaringan.
• Nyeri bersifat subyektif karena ambang nyeri setiap individu berbeda-beda. Ambang
nyeri akan turun pada saat merasa lelah, cemas, sedih, marah, depresi, bosan, takut, dan
terisolasi. Keadaan tidur, istirahat, rasa empati, dan pengertian akan meningkatkan
ambang nyeri.
• Nyeri kanker adalah suatu gejala nyeri yang bersifat kompleks dan senantiasa berubah.
Merupakan hasil akhir dari berbagai mekanisme nyeri yang meliputi mekanisme nyeri
inflamasi, nyeri neuropatik, iskemik dan mekanisme kompresi pada berbagai lokasi
(PPK Neurologi Perdossi, 2016)
• Nyeri kanker dapat ditetapkan sebagai nosiseptif, neuropatik, atau psikogenik; gangguan
campuran sangat umum. Gangguan yang tidak dapat dikategorikan berdasarkan
informasi yang tersedia harus disebut idiopatik.
TIPE NYERI
1. Nyeri nosiseptif
Berhubungan dengan cedera jaringan yang sedang berlangsung, yang mungkin
mengaktifkan sistem somatosensori yang mengingatkan organisme terhadap kejadian
berbahaya (sistem nosiseptif) dan akhirnya mengarah pada persepsi nyeri.
Peradangan biasanya hadir ketika cedera jaringan terjadi, dan beberapa klasifikasi
menggunakan istilah "nyeri inflamasi" alih-alih nyeri nosiseptif; yang lain menyatakan
bahwa nyeri inflamasi adalah subtipe dari nyeri nosiseptif yang ditandai dengan aktivasi
sistem nosiseptif oleh radang jaringan perifer.
Apakah label inflamasi digunakan atau tidak, nyeri nosiseptif dapat dibagi menjadi yang
mengalami cedera pada jaringan somatik dan yang diderita oleh cedera pada jaringan
visceral:
Nyeri nosiseptif somatik melibatkan cedera pada struktur somatik, seperti tulang,
sendi, atau otot. Ini sering digambarkan oleh pasien sebagai "sakit," "menusuk,"
21
"berdenyut," atau "seperti tekanan" dalam kualitas.
Nyeri nosiseptif viseral meliputi cedera visera. Biasanya ditandai sebagai
"menggerogoti" atau "kram" ketika timbul dari sumbatan organ berongga
(misalnya, lumen usus), dan sebagai "sakit" atau "menusuk" ketika timbul dari
struktur visceral lain, seperti kapsul organ, miokardium, atau pleura.
2. Nyeri neuropatik
Nyeri dilabeli sebagai neuropatik jika hasil evaluasi menunjukkan bahwa itu
ditopang oleh pemrosesan somatosensori abnormal yang disebabkan oleh lesi
atau penyakit yang mempengaruhi sistem somatosensori perifer atau sentral.
Mekanisme neuropatik terlibat dalam sekitar 40 persen sindrom nyeri kanker, dan
mereka dapat disebabkan oleh penyakit atau pengobatannya.
Dysesthesias, sensasi tidak nyaman yang dianggap abnormal dan dijelaskan
dengan menggunakan istilah seperti "terbakar," atau "listrik/tersetrum,"
menunjukkan mekanisme neuropatik yang mendasari rasa sakit.
Meskipun tidak ada disestesia, tetap dapat dikatakan neuropati apabila pasien
dengan cedera saraf menggambarkan rasa sakit sebagai "sakit“ (aching) atau
"berdenyut."
22
Pemeriksaan fisik mengidentifikasi temuan allodynia (yaitu, nyeri diinduksi
oleh rangsangan non-nyeri), hiperalgesia (yaitu, peningkatan persepsi rangsangan
yang menyakitkan), atau temuan sensorik lainnya.
Pasien mungkin memiliki temuan neurologis lainnya, seperti kelemahan atau
perubahan refleks, dan beberapa pasien memiliki disfungsi otonom dalam
distribusi anatomi nyeri.
3. Nyeri psikogenik
Nntuk menggambarkan nyeri yang diyakini dipertahankan terutama oleh faktor
psikologis.
Nyeri sebagai hasil dari proses psikologis. Nyeri ini terkait dengan gangguan lain
yang ditandai dengan gejala somatik yang menonjol yang terkait dengan tekanan
dan gangguan yang signifikan.
Manual Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental, edisi ke-5 (DSM-5), oleh
American Psychiatric Association, mengklasifikasikan gangguan seperti ini
sebagai "gangguan gejala somatik dengan rasa sakit yang menonjol," yang
didiagnosis berdasarkan pemikiran yang berlebihan, perasaan, atau perilaku yang
berkaitan dengan rasa nyeri yang menyusahkan, gangguan fungsi, dan muncul
23
tidak sesuai dengan temuan fisik
Jarang terjadi pada populasi kanker, kecuali penilaian mengungkapkan bukti
psikopatologi yang diyakini secara spesifik terkait dengan pengalaman rasa nyeri.
Nyeri jenis ini diasumsikan benar-benar dialami; itu bukan tipuan. Ini
membedakan gangguan nyeri ini dari gangguan tiruan, yang mencerminkan
gangguan mental serius di mana laporan nyeri mungkin tidak menunjukkan
APABILA PASIEN DATANG DENGAN KELUHAN NYERI ??
1. Intensitas nyeri
Dalam setting klinis, intensitas nyeri sering
diukur hanya dengan menggunakan skala
penilaian verbal (misalnya, "ringan," "sedang,"
atau "berat") atau skala numerik (misalnya,
"Seberapa parah rasa sakit Anda, rata-rata ,
selama seminggu terakhir, pada skala 0 hingga
10, di mana 0 tidak ada rasa sakit dan 10 adalah
rasa sakit terburuk yang dapat Anda bayangkan?
".
Skala analog visual (VAS) juga dapat digunakan. Intensitas nyeri harus dilacak dari
waktu ke waktu menggunakan skala peringkat yang sama dan kerangka waktu tertentu
(misalnya, "nyeri sekarang," "selama hari terakhir," atau "selama seminggu yang lalu")
2. Lokasi Nyeri
Secara anatomis, kanker dapat menyerang jaringan tubuh mana pun, termasuk
viscera, otot, tulang, soft tissue, dan jaringan saraf.
Tidak jarang bagi pasien kanker, terutama ketika nyeri berhubungan dengan
metastasis kanker, memiliki lebih dari satu lokasi nyeri.
3. Variasi timing dan temporal
Sebagian besar pasien dengan nyeri kanker kronis juga mengalami flare of pain
secara berkala, sering disebut sebagai “breakthrough pain”.
Salah satu subtipe penting dari “breakthrough pain” adalah "insiden nyeri," yang
merupakan pain flare yang dipicu oleh aktivitas volunter. “breakthrough pain”
merupakan masalah yang signifikan pada pasien kanker menyebabkan konsep
apa yang disebut dosis “rescue" (yaitu, dosis opioid kerja pendek yang diberikan
24
atas dasar yang diperlukan untuk mengelola flare nyeri selama opioid jangka
panjang).
4. Sindrom Nyeri.
Mempertimbangkan karakteristik klinis nyeri pada pasien kanker, berdasarkan
tanda dan gejala yang berulang dan hubungan nyeri dengan kanker.
Identifikasi sindrom dapat membantu mengidentifikasi etiologi, prognosis, dan
memandu intervensi terapeutik.
Sindrom nyeri akut dapat berhubungan langsung dengan kanker atau terapi
antineoplastik, atau intervensi diagnostik atau terapeutik.
Fraktur patologis
Paling mungkin terjadi pada pasien dengan kanker payudara, paru-
paru, atau prostat dan pada pasien dengan multiple myeloma.
Karakteristik : onset tiba-tiba, lokasi nyeri punggung atau tungkai
(fokal), dengan atau tanpa trauma sebelumnya
Obstruksi atau perforasi organ berongga
Karakteristik nyeri obstruksi atau perforasi organ berongga oleh
massa tumor dan fitur terkait bervariasi dengan lokasi (misalnya,
saluran empedu, ureter, usus, atau usus)
Sebagai contoh, pasien dengan kanker lambung nyeri
epigastrium yang memburuk dari hari ke hari dan dikaitkan
dengan rasa kenyang dan muntah postprandial dapat dengan cepat
dikenali sebagai memiliki sumbatan outlet lambung yang
berkembang.
25
26
27
Sindrom nyeri kronis
Metastasis tulang
1. Metastasis tulang adalah penyebab paling umum dari nyeri kronis pada
pasien kanker, sebagai manifestasi umum dari penyebaran penyakit jauh
dari berbagai jenis kanker terutama paru-paru, payudara, dan prostat.
2. Karakteristik dan intensitas nyeri dapat bervariasi tergantung pada ada
atau tidaknya neuroma sebagai bagian dari remodeling tulang yang
diinduksi tumor, kompresi saraf endosteal oleh tumor, cedera saraf akibat
perluasan metastasis tulang keluar dari tulang, dan lokasi metastasis di
dalam tulang.
3. Karakter nyeri dapat somatik (yaitu, pegal, tajam, terlokalisasi dengan
baik), neuropatik (yaitu, terbakar, menembak, memancar), atau keduanya.
4. Mungkin konstan atau diperburuk oleh pergerakan sendi atau tulang yang
terlibat (disebut nyeri "insiden"). Nyeri insiden sangat sulit diobati pada
pasien-pasien ini karena nyeri datang dan mendadak dan mungkin sangat
parah.
5. Nyeri neuropatik seringkali lebih buruk di malam hari.
6. Komplikasi, seperti invasi struktur yang berdekatan, biasanya
menghasilkan nyeri yang terus - menerus dan semakin memburuk.
7. Jika strukturnya adalah ruang epidural, menghasilkan kompresi sumsum
tulang belakang, rasa sakitnya kemungkinan akan lebih buruk di malam
hari dan sangat intens.
28
8. Nyeri hebat yang tiba-tiba dapat disebabkan oleh fraktur patologis, dan
evaluasi yang cepat, terutama pada pasien dengan riwayat kanker,
diperlukan. Fraktur patologis lebih mungkin terjadi pada osteolitik
dibandingkan dengan metastasis osteoblastik
Sindrom nyeri vertebral
1. Lokasi yang paling umum dari metastasis tulang.
2. Sindrom spesifik dapat berkembang dari lesi yang melibatkan tingkat
tulang belakang yang berbeda
3. Nyeri punggung yang berkembang pada level apa pun dari metastasis
vertebra mungkin menandakan ekstensi epidural, yang berhubungan
dengan komplikasi serius dari medula spinalis atau kompresi cauda
equina.
29
DIAGNOSIS
30
31
TATALAKSANA
Prinsip Umum Manajemen Nyeri
Strategi yang efektif untuk manajemen nyeri kanker didasarkan pada beberapa prinsip umum:
• Penilaian rinci nyeri mencakup riwayat dan pemeriksaan, dan seringkali
membutuhkan pencitraan atau tes laboratorium.
• Sindrom nyeri spesifik (mis., Nyeri tulang multifokal atau pleksopati brakialis ganas)
• Patofisiologi nyeri yang disimpulkan (mis., Nyeri neuropatik terkait dengan disfungsi
sistem saraf, atau nyeri nosiseptif terkait cedera jaringan yang sedang berlangsung).
• Etiologi nyeri (yaitu, hubungannya dengan penyakit atau faktor lain)
• Grading/staging kanker dan rencana untuk perawatan kanker lebih lanjut
• "Masalah perawatan paliatif" lainnya, termasuk penatalaksanaan gejala selain nyeri.
Beban gejala somatik cenderung tinggi pada pasien dengan nyeri terkait kanker,
sehingga mengenali dan mengelola gejala somatik dapat meningkatkan kualitas hidup
dan status fungsional
Prinsip Lanjutan Manajemen Nyeri
nyeri dapat diatasi dengan terapi antineoplastik pemodifikasi penyakit dan intervensi lain
yang diarahkan terhadap etiologi nyeri.
Perawatan yang membahas etiologi dasar rasa sakit, seperti terapi radiasi, pembedahan,
atau dalam beberapa kasus, kemoterapi, dapat diintegrasikan ke dalam rencana
perawatan yang lebih luas untuk pengendalian gejala.
Perawatan nyeri yang berhubungan dengan kanker biasanya memerlukan konsultasi yang
erat dengan spesialis onkologi, yang dapat memberikan informasi yang diperlukan
tentang ketersediaan terapi antineoplastik.
Prinsip dasar :
Step ladder analgesik WHO berlaku
untuk pasien kanker dengan penyakit aktif, baik
pasien tersebut kandidat terapi modifikasi
penyakit atau tidak. Selama pasien melaporkan
nyeri, titik awalnya bisa menjadi strategi
farmakoterapi yang didasarkan pada pendekatan
bertahap yang ditentukan oleh tingkat keparahan
nyeri.
32
Keterbatasan : perbedaan antara opioid yang lemah dan opioid kuat secara farmakologis
dan tidak boleh digunakan untuk membenarkan pemilihan satu atau beberapa obat lain.
Selain itu, setidaknya satu percobaan acak kontemporer menemukan bahwa morfin dosis
rendah (hingga 30 mg setiap hari) mengurangi rasa sakit secara signifikan dibandingkan
dengan kodein (atau tramadol) dengan atau tanpa asetaminofen pada pasien dengan nyeri
kanker sedang dengan toleransi yang sama dan efek sebelumnya.
33
OBAT OPIOID
• Mekanisme kerja dengan cara mengikat reseptor spesifik, yang ditandai dengan
paling baik adalah reseptor mu, kappa, dan delta. Reseptor ini hadir dalam jaringan di
seluruh tubuh, termasuk sistem saraf.
34
35
REFERENSI
• Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. (2016) Panduan Praktik Klinis
Neurologi.
• Portenoy, R., et al (2018). Cancer Pain. UpToDate, Waltham, MA (Diakses 25
Desember 2019) dari https://www.uptodate.com/contents/cancerpain
• WHO Technical Note. (2010). Current recommendations for treatment of tetanus
during humanitarian emergencies.