berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puskajiakn/buku/public-file/buku-public-3.pdf · desain sampul dan...
TRANSCRIPT
Sanksi Pelanggaran Pasal 72
Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002
Tentang Hak Cipta.
1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan
perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing – masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
KAJIAN DANA DESA DI PROVINSI JAWA TENGAH
TAHUN 2015-2017
i-viii, 1-121 hlm: 17x25 cm
ISBN 978-602-50017-2-7
Hak Cipta @ 2018
Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara, Badan Keahlian DPR RI
Penanggungjawab/Ketua
Helmizar
Koordinator
Sukmalalana, S.E, S.S, M.A.P.
Kiki Zakiah, S.E, M.A.P.
Editor :
Ageng Wardoyo, S.H.
Sarjiyanto, S.E., M.B.A.
Anggota :
M. Aaqil Imama, S.I.Kom.
Nur Muhamad Ridwan, S.E.
Sindi Meida Rizkiana, S.E.
Syandi Negara, S.Sos.
Maryani, S.AB.
Desain Sampul dan Layout
Eri Fareza, S.I.Kom.
Diterbitkan:
PUSAT KAJIAN AKUNTABILITAS KEUANGAN NEGARA
BADAN KEAHLIAN DPR RI
Jl. Jenderal Gatot
Subroto Lt 6 R 605, Jakarta 10270
Tlp. 021 – 5715 99
KATA PENGANTAR Drs. Helmizar
Kepala Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara
Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR RI
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena atas izin nya Buku
Kajian Dana Desa di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015-2016 dapat
diterbitkan. Buku ini mengacu pada Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI atas
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Tahun Anggaran 2015-2016. Buku
kajian yang disusun oleh Pusat Akuntabilitas Keuangan Negara Sekretariat
Jenderal dan Badan Keahlian DPR RI ini merupakan salah satu upaya dalam
optimalisasi pelaksanaan unsur pendukung keahlian, khususnya dalam
pelaksanaan fungsi pengawasan.
Sebagaimana diketahui bahwa, sejak tahun 2015 Pemerintah telah
berkomitmen untuk melaksanakan Undang-Undang Desa dengan
mengalokasikan dana dari APBN yang khusus untuk transfer ke Desa
melalui kabupaten/kota se-Indonesia. Adapun alokasi anggaran Dana Desa
setiap tahun selalu meningkat. Melihat besaran anggaran Dana Desa yang
ditetapkan dalam APBN tersebut, maka penting untuk mengetahui
implementasi dan dinamika pengelolaan Dana Desa selama 3 (tiga) tahun
(2015 s.d 2017) dengan menggunakan Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI
sebagai basis datanya.
Buku ini berisi mengenai gambaran umum Dana Desa di Provinsi
Jawa Tengah, yang disusun berdasarkan dari 35 (tiga puluh lima) kab/kota
mengingat penyaluran Dana Desa hanya pada kabupaten, maka objek yang
dikaji dalam buku ini hanya berjumlah 29 (dua puluh sembilan) kabupaten.
Penyusunan kajian dikelompokan berdasarkan dapil ini, adalah untuk
mempermudah Anggota Dewan dalam melaksanakan fungsi pengawasan
sesuai daerah pemilihan masing-masing.
Selain itu, kajian ini juga disajikan secara informatif dalam bentuk
infografis dengan dilengkapi informasi dan kajian terhadap temuan hasil
pemeriksaan BPK terkait Dana Desa dan hasil kajian KPK terhadap
penggunaan Dana Desa di Provinsi Jawa Tengah. Meskipun masih dirasa
kurang sempurna, diharapkan buku ini dapat dijadikan referensi dan
memenuhi kebutuhan Anggota Dewan dalam melakukan pengawasan
implementasi Dana Desa yang merupakan amanat Undang-undang Nomor 6
Tahun 2014 tentang Desa.
Akhirnya kami ucapkan terimakasih atas terbitnya buku ini dan
semoga buku ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua. Kritik dan
perbaikan yang bersifat konstruktif sangan kami harapkan untuk perbaikan
di masa yang akan datang.
Jakarta, Februari 2018
Drs. Helmizar
NIP. 19640719 199103 1 003
iii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar................................................................... i
Daftar Isi............................................................................ iii
Bab I Pendahuluan..................................................................... 1
Bab II Gambaran Umum Dana Desa......................................... 3
A Filosofi Implementasi Otonomi Desa di Indonesia. 3
B A. Dana Desa sebagai Komitmen Pemerintah............. 6
C B. Pengalokasian dan Penyaluran Dana Desa.............. 7
D C. Pertanggungjawaban Dana Desa............................. 10
E Kondisi Pengawasan Dana Desa Sampai Saat Ini... 11
F Metode Penulisan.................................................... 16
Bab III Kajian Dana Desa Di Provinsi Jawa Tengah................ 17
A Gambaran Umum Dana Desa di Provinsi Jawa
Tengah..................................................................... 17
B A. Kajian Dana Desa di Jawa Tengah berdasarkan
Daerah Pemilihan.................................................... 23
1 Daerah Pemilihan Jateng I................................... 23
a Kabupaten Semarang.................................... 25
b Kabupaten Kendal ........................................ 26
2 Daerah Pemilihan Jateng II.................................. 29
a Kabupaten Demak......................................... 31
b Kabupaten Jepara......................................... 32
c Kabupaten Kudus......................................... 34
3 Daerah Pemilihan Jateng III................................ 37
a Kabupaten Blora........................................... 39
b Kabupaten Grobogan.................................... 41
c Kabupaten Pati.............................................. 42
d Kabupaten Rembang..................................... 44
4 Daerah Pemilihan Jateng IV................................ 47
a Kabupaten Sragen......................................... 49
b Kabupaten Karanganyar............................... 50
c Kabupaten Wonogiri.................................... 52
5 Daerah Pemilihan Jateng V.................................. 55
a Kabupaten Sukoharjo.................................... 57
b Kabupaten Boyolali...................................... 58
c Kabupaten Klaten......................................... 59
6 Daerah Pemilihan Jateng VI................................ 63
a Kabupaten Magelang.................................... 65
b Kabupaten Purworejo................................... 67
c Kabupaten Temanggung............................... 69
d Kabupaten Wonosobo................................... 70
iv
7 Daerah Pemilihan Jateng VII............................... 73
a Kabupaten Kebumen.................................... 75
b Kabupaten Banjarnegara............................... 76
c Kabupaten Purbalingga................................. 79
8 Daerah Pemilihan Jateng VIII............................. 81
a Kabupaten Banyumas................................... 83
b Kabupaten Cilacap........................................ 85
9 Daerah Pemilihan Jateng IX................................ 87
a Kabupaten Tegal........................................... 89
b Kabupaten Brebes......................................... 91
10 Daerah Pemilihan Jateng X................................. 93
a Kabupaten Pekalongan................................. 95
b Kabupaten Pemalang.................................... 97
c Kabupaten Batang......................................... 99
BAB IV Kesimpulan dan Saran.................................................... 101
Daftar Pustaka................................................................... 105
Daftar Singkatan dan Akronim.......................................... 111
Lampiran........................................................................ 113
a Opini BPK atas LKPD............................................... 113
b Temuan BPK atas Kelemahan dalam sistem
pengendalian intern dan ketidakpatuhan terhadap
ketentuan peraturan perundang undangan Dapil 1 -
10............................................................................. 115
c Dana Desa Nasional.................................................... 117
d Dana Desa per Dapil................................................... 118
e Dana Perimbangan Jawa Tengah............................... 119
v
DAFTAR GAMBAR
BAB II
Gambar 1. Kronologi Perumusan UU Desa........................................... 3
Gambar 2. Persebaran Jumlah Desa di Indonesia.................................. 5
Gambar 3. Mekanisme Pengalokasian Dana Desa................................. 8
Gambar 4. D. Mekanisme Teknis Penyaluran Dana Desa.......................... 9
Gambar 5. E. Penyaluran Dana Desa Tahun 2015-2016............................ 10
Gambar 6. F. Alur umum pelaporan Dana Desa........................................ 10
Gambar 7. Pihak-pihak Pengawas Pelaksana Dana Desa...................... 12
vi
DAFTAR GRAFIK
BAB II
Grafik 1. Alokasi Dana yang masuk ke Desa dari tahun 2015-
2017................................................................................ 7
BAB III
Grafik 2. Perkembangan Realisasi Alokasi Dana Desa................. 17
Grafik 3. Perkembangan Dana Desa di Kab. Semarang................ 25
Grafik 4. Porsi Dana Desa Kab. Semarang .................................. 26
Grafik 5. G. Perkembangan Dana Desa di Kab. Kendal..................... 27
Grafik 6. H. Porsi Dana Desa Kab. Kendal........................................ 27
Grafik 7. I. Perkembangan Dana Desa di Kab. Demak..................... 31
Grafik 8. Porsi Dana Desa Kab. Demak........................................ 32
Grafik 9. Perkembangan Dana Desa di Kab. Jepara...................... 33
Grafik 10. Porsi Dana Desa Kab. Jepara.......................................... 33
Grafik 11. Perkembangan Dana Desa di Kab. Kudus...................... 34
Grafik 12. Porsi Dana Desa Kab. Kudus.......................................... 35
Grafik 13. Perkembangan Dana Desa di Kab. Blora....................... 39
Grafik 14. Porsi Dana Desa Kab. Blora........................................... 40
Grafik 15. Perkembangan Dana Desa di Kab. Grobogan................ 41
Grafik 16. Porsi Dana Desa Kab. Grobogan................................... 42
Grafik 17. Perkembangan Dana Desa di Kab. Pati.......................... 43
Grafik 18. Porsi Dana Desa Kab. Pati.............................................. 43
Grafik 19. Perkembangan Dana Desa di Kab. Rembang................. 44
Grafik 20. Porsi Dana Desa Kab. Rembang..................................... 45
Grafik 21. Perkembangan Dana Desa di Kab. Sragen..................... 49
Grafik 22. Porsi Dana Desa Kab. Sragen......................................... 50
Grafik 23. Perkembangan Dana Desa di Kab. Karanganyar............ 51
Grafik 24. Porsi Dana Desa Kab. Karanganyar............................... 51
Grafik 25. Perkembangan Dana Desa di Kab. Wonogiri................. 52
Grafik 26. Porsi Dana Desa Kab. Wonogiri..................................... 53
Grafik 27. Perkembangan Dana Desa di Kab. Sukoharjo................ 57
Grafik 28. Porsi Dana Desa Kab. Sukoharjo.................................... 58
Grafik 29. Perkembangan Dana Desa di Kab. Boyolali................... 58
Grafik 30. Porsi Dana Desa Kab. Boyolali...................................... 59
Grafik 31. Perkembangan Dana Desa di Kab. Klaten...................... 60
Grafik 32. Porsi Dana Desa Kab. Klaten......................................... 60
Grafik 33. Perkembangan Dana Desa di Kab. Magelang................ 65
Grafik 34. Porsi Dana Desa Kab. Magelang.................................... 66
Grafik 35. Perkembangan Dana Desa di Kab. Purworejo................ 67
Grafik 36. Porsi Dana Desa Kab. Purworejo................................... 68
Grafik 37. Perkembangan Dana Desa di Kab. Temanggung........... 69
vii
Grafik 38. Porsi Dana Desa Kab. Temanggung............................... 70
Grafik 39. Perkembangan Dana Desa di Kab. Wonosobo............... 71
Grafik 40. Porsi Dana Desa Kab. Wonosobo................................... 72
Grafik 41. Perkembangan Dana Desa di Kab. Kebumen................. 75
Grafik 42. Porsi Dana Desa Kab. Kebumen.................................... 76
Grafik 43. Perkembangan Dana Desa di Kab. Banjarnegara........... 77
Grafik 44. Porsi Dana Desa Kab. Banjarnegara............................... 78
Grafik 45. Perkembangan Dana Desa di Kab. Purbalingga............. 79
Grafik 46. Porsi Dana Desa Kab. Purbalingga................................. 80
Grafik 47. Perkembangan Dana Desa di Kab. Banyumas............... 83
Grafik 48. Porsi Dana Desa Kab. Banyumas................................... 84
Grafik 49. Perkembangan Dana Desa di Kab. Cilacap.................... 85
Grafik 50. Porsi Dana Desa Kab. Cilacap........................................ 86
Grafik 51. Perkembangan Dana Desa di Kab. Tegal....................... 89
Grafik 52. Porsi Dana Desa Kab. Tegal........................................... 90
Grafik 53. Perkembangan Dana Desa di Kab. Brebes..................... 91
Grafik 54. Porsi Dana Desa Kab. Brebes......................................... 92
Grafik 55. Perkembangan Dana Desa di Kab. Pekalongan.............. 95
Grafik 56. Porsi Dana Desa Kab. Pekalongan................................. 96
Grafik 57. Perkembangan Dana Desa di Kab. Pemalang................. 97
Grafik 58. Porsi Dana Desa Kab. Pemalang.................................... 98
Grafik 59. Perkembangan Dana Desa di Kab. Batang..................... 100
Grafik 60. Porsi Dana Desa Kab. Batang......................................... 100
viii
DAFTAR TABEL
BAB II
Tabel 1. Permasalahan Utama Sistem Pengendalian Intern
Atas Pengelolaan Keuangan Desa Pada Beberapa
Pemerintah Daerah di Jawa Tengah............................. 18
Tabel 2. Permasalahan Utama Ketidakpatuhan Terhadap
Peraturan Perundang-undangan Atas Pengelolaan
Keuangan Desa Pada Beberapa Pemerintah Daerah di
Jawa Tengah................................................................. 19
Tabel 3. Jumlah Dana Desa ke Kab/ Kota se-Jawa Tengah....... 20
BAB III J.
Tabel 4. Porsi Dana Desa di Kecamatan Pakis, Kab.
Magelang...................................................................... 66
Tabel 5. Anggaran dan Belanja Bantuan Keuangan ke Desa.... 90
Tabel 6. Anggaran dan Belanja Bantuan Keuangan ke Desa.... 96
Tabel 7. Anggaran dan Belanja Bantuan Keuangan ke Desa.... 98
1
BAB I
PENDAHULUAN
Hasil pemeriksaan BPK semester II Tahun 2016 oleh BPK RI
Menurut laporan hasil pemeriksaan BPK terkait pengelolaan
keuangan desa di atas, pada umumnya entitas setuju dengan temuan BPK
dan menyatakan akan menindaklanjuti dengan memberikan sanksi berupa
teguran tertulis kepada penanggungjawab dan pelaksana kegiatan menarik
dan menyetorkan kelebihan pembayaran/denda keterlambatan serta
kekurangan penerimaan kas negara daerah serta akan memperhitungkan
kelebihan pembayaran pada pembayaran termin berikutnya. BPK juga
memberikan rekomendasi kepada kepala daerah agar:
1. Menarik dan menyetorkan ke kas desa atas kelebihan pembayaran
yang tengah terjadi kerena volume perkerjaan, selisih harga dan
karena hal lainnya.
2. PPN dan PPh yang telah dipungut segera disetorkan ke kas negara.
3. Melakukan bimbingan teknis/ pelatihan dan pengarahan kepada para
kepala desa dan perangkat desa dalam rangka pengelolaan keuangan
desa termasuk penyusunan RAB kegiatan.
4. Menyusun petunjuk teknis dan meningkatkan pembinaan,
pemantauan dan evaluasi atas pelaksanaan pengelolaan keuangan
desa.
Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Dana Desa oleh BPK, kajian ini
akan difokuskan pada alokasi dana ke desa di Jawa Tengah. Kajian ini
bersifat deskriptif dengan menyajikan data dan analisis secara singkat. Data
menyimpulkan bahwa pengelolaan keuangan desa yang berasal dari APBN
dan/atau APBD pada 6 pemda masih terdapat kelemahan dalam Sistem
Pengendalian Intern (SPI) dan masih terdapat ketidakpatuhan terhadap
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Secara keseluruhan,
hasil pemeriksaan pengelolaan keuangan desa pada 6 objek pemeriksaan
yaitu Pemkab Karangasem, Pemkab Brebes, Pemkab Grobogan Pemkab
Jepara, Pemkab Temanggung dan Pemkab Situbondo mengungkapkan 48
temuan yang memuat 84 permasalahan. Permasalahan tersebut meliputi 41
kelemahan SPI dan 43 ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan
perundang-undangan senilai Rp4,46 miliar. Selama proses pemeriksaan
berlangsung, pemda telah menindaklanjuti rekomendasi BPK dengan
melakukan penyetoran ke kas daerah sebesar Rp1,05 miliar.
2
kajian diperoleh dari berbagai sumber yang berkaitan dengan transfer dana
desa, tetapi sumber utama adalah telaah Laporan Keuangan Pemerintah
Daerah (LKPD) yang telah diaudit oleh BPK RI. Karena tujuan utamanya
adalah untuk memberikan dukungan data kepada Dewan, maka penyajian
kajian Dana Desa ini diklasifikasikan berdasarkan Daerah Pemilihan
(Dapil). Jawa Tengah dipilih menjadi lokus dan fokus kajian ini, karena
jumlah desa dan jumlah alokasi Dana Desa yang masuk ke Jawa Tengah
tergolong besar.
Penyusun menyadari Kajian ini masih jauh dari kesempurnaan,
saran dan kritik yang konstruktif sangat kami harapkan. Dan akhirnya,
semoga kajian ini dapat menjadi bahan referensi dan masukan dalam
melakukan pengawasan implementasi Dana Desa di Jawa Tengah, sehingga
pada implementasi Dana Desa di Indonesia dapat mencapai tujuan utamanya
yaitu pembangunan masyarakat dari pinggiran yang dicanangkan oleh
Pemerintah Pusat. Melalui fungsi pengawasan yang dimiliki anggota dewan
diharapkan pertanggungjawaban terutama Dana Desa yang bersumber dari
APBN sebagaimana pelaksanaan amanat Undang-Undang No. 6 Tahun
2014 dapat berjalan dengan optimal.
3
BAB II
GAMBARAN UMUM DANA DESA
A. Filosofi Implementasi Otonomi Desa di Indonesia
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 Tentang
Desa merupakan Undang-Undang (UU) yang spesifik memberikan
keleluasaan dan pengakuan negara terhadap eksistensi Desa dalam
melakukan pembangunannya di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Urgensi keberadaan UU Desa ini adalah karena Desa memiliki hak usul dan
hak tradisional dalam mengatur kepentingan masyarakat. Selain itu desa di
Indonesia telah berkembang dalam berbagai bentuk sehingga perlu
dilindungi dan diberdayakan untuk mewujudkan masyarakat desa yang adil,
makmur, dan sejahtera. Pelaksanaan UU Desa menjadi momentum untuk
meningkatkan kesejahteraan dan pembangunan daerah di wilayah pinggiran
serta meningkatkan otonomi desa secara nyata. Maka bukan hal yang
mustahil jika masyarakat desa yang berada di garis kemiskinan dapat
berkurang dan mungkin saja dapat bersaing dengan masyarakat desa lainnya
atau bahkan masyarakat global secara umumnya. Secara filosofis tujuan
dana desa adalah untuk meningkatkan kesejahteraan dan pemerataan
pembangunan desa melalui peningkatan pelayanan publik di desa,
memajukan perekonomian desa, mengatasi kesenjangan pembangunan antar
desa serta memperkuat masyarakat desa sebagai subjek dari pembangunan
nasional, mengingat hampir seluruh wilayah Indonesia terdiri dari
keragaman desa dan asal-usul terbentuknya.
Gambar 1. Kronologi Perumusan UU Desa
Sumber: Pellini et al.2014, diolah.
4
Terkait dengan perumusannya, UU Desa bukanlah undang-undang
yang dibuat dalam waktu yang cepat. Undang-undang ini merupakan buah
dari proses riset dan dinamika politik di parlemen dan pemerintah yang
berlangsung bertahun-tahun. Gambar 1 menunjukkan proses dinamika
perumusan UU Desa yang telah berlangsung sejak berakhirnya orde baru
hingga disahkannya UU Desa pada Tahun 2013. Proses reformasi tahun
1998 membawa angin segar perubahan pemerintahan di Indonesia dari
sentralisasi menjadi desentralisasi. Hal ini semakin jelas dengan disahkannya
UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang pemerintah daerah. Pellini et al. (2014)
menyebutkan bahwa setelah disahkannya UU Nomor 22 Tahun 1999 ini,
beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) terkemuka di Indonesia
meminta untuk dibuatkan undang-undang baru yang mengakui otonomi
desa. Revisi UU Nomor 22 Tahun 1999 yaitu UU Nomor 32 Tahun 2004
juga dirasa belum mengakomodir otonomi desa, sehingga pada tahun 2007
proses reviu UU Nomor 32 Tahun 2004 dimulai oleh DPR dan Direktorat
Jenderal Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) Kementerian Dalam
Negeri. Reviu UU Nomor 32 Tahun 2004 menumbuhkan keyakinan bahwa
diperlukan studi mendalam mengenai pembangunan dan masyarakat desa
untuk dibuatkan naskah akademik undang-undang baru mengenai desa.
Dalam pembuatan naskah akademis UU Desa, pada Tahun 2007 Institute for
Research and Empowerment (IRE) dilibatkan untuk melakukan studi
mengenai desa (Eko, 2008).
Pellini et al. (2014) menyebutkan bahwa naskah akademis UU Desa
telah selesai dan dipresentasikan pada medio 2008, namun proses
pembahasan RUU Desa berlangsung lambat karena walaupun UU Desa
bukanlah undang-undang yang kontroversial, jumlah bab dan Pasal yang
cukup banyak (terdiri dari 16 bab dan 122 Pasal) memakan waktu dalam
masa pembahasan. Selain itu kelambatan ini juga terjadi karena pada tahun
2010 Rancangan Undang-Undang (RUU) Desa gagal masuk Program
Legislasi Nasional (Prolegnas). Setelah pembentukan pansus UU Desa pada
Tahun 2012, UU Desa disahkan pada tanggal 18 Desember 2013. DPR RI
terutama Komisi II dan Pansus UU Desa memiliki peran yang sangat vital
dalam penyusunan dan percepatan pembahasan UU Desa.
Menurut Pasal 4 UU Desa, salah satu tujuan pengaturan desa adalah
memajukan perekonomian masyarakat desa serta mengatasi kesenjangan
pembangunan nasional. Senada dengan tujuan ini, Asian Development Bank
(2016) menjelaskan bahwa pengaturan desa menurut UU Desa memenuhi
konsep Community Driven-Development (CDD). CDD ini adalah
pendekatan pembangunan yang memberikan pengendalian atas keputusan
perencanaan dan investasi (investasi dan keuangan yang langsung
5
dibayarkan kepada komunitas) untuk pembangunan kepada kelompok
komunitas dan pemerintah daerah. Konsep CDD memiliki 5 ciri-ciri yaitu: 1)
Fokus kepada komunitas, 2) Perencanaan dan desain yang sifatnya
partisipatif, 3) Kontrol komunitas atas sumberdaya, 4) Keterlibatan
komunitas dalam implementasi, dan 5) Pengawasan dan Evaluasi berbasis
komunitas. Berdasarkan UU Desa dan studi yang dilakukan Asian
Development Bank (2016), implementasi UU Desa menjadikan pelaksanaan
CDD di Indonesia berkelanjutan dan memiliki kepastian kelembagaan dan
hukum yang jelas. Asian Development Bank (2016) menyebutkan bahwa
tahun-tahun awal pelaksanaan UU Desa akan penuh dengan tantangan,
namun model pelaksanaan CDD di Indonesia telah menjadi salah satu
contoh yang baik dan menjadi acuan implementasi CDD bagi negara-negara
berkembang anggota Asian Development Bank.
Gambar 2 menunjukkan jumlah desa di indonesia pada Tahun 2015-
2017. Secara umum terlihat bahwa jumlah desa mengalami tren peningkatan
dari tahun 2015-2017. Apabila dianalisis menurut pulau besar di Indonesia,
Pulau Sumatera merupakan pulau dengan jumlah desa terbanyak yaitu
sebesar 22.778 desa. Urutan kedua jumlah desa terbanyak adalah Pulau Jawa
dengan jumlah desa sebanyak 22.475 desa. Data pada gambar 2 juga
menunjukkan bahwa pada tahun 2017 provinsi dengan jumlah desa
terbanyak adalah Provinsi Jawa Tengah dengan jumlah desa sebanyak 7.909
desa, disusul Provinsi Jawa Timur (7724 desa), dan Provinsi Aceh (6497
desa). Data jumlah desa di Indonesia pada tahun 2017 secara jelas
menunjukkan bahwa jumlah desa lebih banyak berada pada Kawasan Barat
Indonesia.
Gambar 2. Jumlah Desa di Indonesia
Sumber: Joni Agung, 2017.
6
B. Dana Desa sebagai Komitmen Pemerintah
Terkait dengan Dana Desa, pada UU Desa secara tegas disebutkan
adanya mandat bahwa setiap desa mendapatkan dana alokasi dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) paling sedikit 10 persen diluar dana
transfer daerah setiap tahunnya. Maka, dapat diperkirakan setiap desa akan
mendapatkan dana sekitar Rp1,2 miliar hingga Rp1,4 miliar setiap tahunnya.
Berdasarkan perhitungan dalam penjelasan UU Desa yaitu, 10 persen dari
transfer daerah menurut APBN untuk perangkat desa sebesar Rp59,2 triliun,
ditambah dengan dana dari APBD sebesar 10 persen sekitar Rp45,4 triliun.
Total dana untuk desa adalah Rp104,6 triliun yang akan dibagi ke 72 ribu
desa se-Indonesia. Dengan alokasi Dana Desa yang besar, tentu diharapkan
pembangunan di desa semakin baik dan mampu menyejahterakan
masyarakat desa dengan pemanfaatan dana alokasi secara maksimal melalui
pengelolaan yang baik, bijaksana, transparan dan akuntabel.
Berdasarkan Pasal 72 UU Desa, terdapat 4 komponen utama
pendapatan desa yaitu: 1) Pendapatan asli desa yang terdiri atas hasil usaha
dan hal-hal lain yang sifatnya asli dari desa, 2) Alokasi Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), 3) Bagian dari hasil pajak daerah
dan retribusi daerah kabupaten/kota, 4) Alokasi Dana Desa yang merupakan
bagian dari dana perimbangan yang diterima kabupaten/kota. Menurut UU
Nomor 6 Tahun 2014, Dana Desa yang bersumber dari APBN adalah
Belanja Pemerintah Pusat yang bertujuan untuk mengefektifkan program
berbasis Desa secara merata dan berkeadilan. Secara teknis, Peraturan
Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 dalam Pasal 1 ayat 2 menjelaskan bahwa
Dana Desa adalah Dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara yang diperuntukkan bagi Desa yang ditransfer melalui
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) kabupaten/kota dan
digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan
pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat.
Selanjutnya dalam Pasal 6 disebutkan bahwa Dana Desa tersebut ditransfer
melalui APBD kabupaten/kota untuk selanjutnya ditransfer ke APB Desa.
7
Grafik 1 .
Alokasi Dana yang masuk ke Desa dari tahun 2015-2017
Sumber: Data Kementerian Keuangan, 2015-2017, diolah
Realisasi besaran Dana Desa ditentukan 10% dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan di luar dana Transfer ke
Daerah secara bertahap pada Tahun Anggaran 2015 sebesar 3% (Rp20,7
trilliun), Tahun Anggaran 2016 sebesar 6% (Rp46,9 trilliun) dan pada Tahun
Anggaran 2017 sebesar 10% (sekitar /± Rp100 trilliun). Berdasarkan data
Kementerian Keuangan, besaran alokasi Dana Desa yang sudah ditransfer ke
Desa melalui Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) kabupaten/kota telah
mengalami peningkatan yang signifikan. Besar Dana Desa dan peningkatan
besarnya alokasi Dana Desa dan Dana Pembangunan Desa lainnya selama 3
tahun terakhir dapat terlihat pada gambar 3 diatas.
C. Pengalokasian dan Penyaluran Dana Desa
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 49/PMK.07/2016
adalah PMK yang menjadi dasar hukum acuan pengalokasian Dana Desa.
Berdasarkan PMK Nomor 49/PMK.07/2016, alokasi Dana Desa terdiri atas 2
komponen yaitu Alokasi Dasar dan Alokasi Formula (lihat gambar 4).
Secara spesifik, alokasi dasar adalah alokasi minimal Dana Desa yang
diterima tiap desa dengan jumlah sebesar 90 persen total Dana Desa
Nasional dibagi jumlah desa secara nasional. Sementara alokasi formula
Dana Desa adalah besaran alokasi Dana Desa yang ditentukan berdasarkan
bobot 4 variabel yaitu: 1) Jumlah Penduduk (25 persen), 2) Angka
Kemiskinan (35 persen), 3) Luas Wilayah (10 persen), dan 4) Tingkat
kesulitan geografis (30 persen). Berdasarkan rumus jumlah dana desa yang
diterima sebuah desa adalah penjumlahan alokasi dasar dan alokasi formula,
dapat disimpulkan bahwa alokasi dasar merupakan komponen terbesar dana
desa yang diterima suatu desa karena mencakup 90 persen dari total dana
desa yang diterima oleh desa. Dapat disimpulkan juga bahwa 90 persen dari
8
total dana desa yang diterima oleh desa setiap tahunnya, jumlahnya sama
antara satu desa dengan desa lainnya di Indonesia.
Gambar 4. Mekanisme Pengalokasian Dana Desa
Sumber: Paramita,Rastri, et al.2017
Berdasarkan PMK Nomor 49/PMK.07/2016, secara umum
Penyaluran Dana Desa dilakukan melalui mekanisme transfer dari rekening
pemerintah pusat ke APBD kabupaten/kota untuk selanjutnya ditransfer ke
rekening kas desa secara bertahap (lihat gambar 5). Tahap 1 sampai dengan
tahap 5 pada gambar 5, menunjukkan proses penyaluran dana desa dari
Rekening Kas Umum Negara (RKUN) ke Rekening Kas Umum Daerah
(RKUD), hingga ke Rekening Kas Desa. Penyaluran Dana Desa dimulai dari
tahap 1, yaitu Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK)
Kementerian Keuangan RI sebagai Kuasa Pengguna Anggaran
mengeluarkan Surat Perintah Membayar (SPM) kepada Kantor Pelayanan
Perbendaharaan Negara (KPPN) Jakarta II. Selanjutnya KPPN Jakarta II
menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) kepada Bank
Operasional untuk memulai pelaksanaan transfer dana desa dari RKUN ke
RKUD. Terkait penyaluran Dana Desa dari RKUN ke RKUD, sejak tahun
2015 hingga 2017 terdapat catatan historis tahapan penyaluran dana desa
dari RKUN ke RKUD yang dapat dilihat pada bagian selanjutnya dan
gambar 6. Berdasarkan PMK Nomor 49/PMK.07/2016, penyaluran dana
desa dari RKUD ke RKD paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah Dana
Desa diterima di RKUD.
9
Gambar 5.
Mekanisme Teknis Penyaluran Dana Desa
Sumber: Kementerian Keuangan, 2017
Terkait penyaluran Dana Desa, secara historis, gambar 6 di bawah
menunjukkan bahwa pada tahun 2015 penyaluran Dana Desa dilakukan
dalam tiga tahap penyaluran. Tahap I dan II disalurkan pada bulan April dan
Agustus masing-masing sebesar 40%, dan tahap ke III sebesar 20% pada
bulan November. Penyalurannya tidak berdasarkan kinerja
penyaluran/penggunaan Dana Desa pada tahap sebelumnya. Pada tahun
2016, penyaluran Dana Desa dilaksanakan hanya dalam dua tahap
penyaluran. Tahap I disalurkan pada bulan Maret sebesar 60%. Tahap II
disalurkan pada bulan Agustus sebesar 40%. Penyaluran tahap kedua
dilakukan berdasarkan kinerja penyaluran/penggunaan Dana Desa pada
tahap pertama. Dalam rangka optimalisasi pembangunan, pencapaian
prioritas nasional, serta efektifitas pengelolaan Dana Desa, pemerintah
melakukan pendampingan serta penguatan kelembagaan dan SDM di tingkat
desa. Pada tahun 2017, penyaluran Dana Desa tetap dilaksanakan pada dua
tahap penyaluran. Tahap I disalurkan pada bulan Maret dan paling lambat
pada bulan Juli sebesar 60%. Tahap II disalurkan pada bulan Agustus
sebesar 40%. Penyaluran pada RKUD ke RKD dilakukan paling lambat 7
(tujuh) hari kerja setelah Dana Desa diterima di RKUD. Berdasarkan PP
Nomor 8 Tahun 2016 penyaluran Dana Desa melalui Rekening Kas Umum
Negara (RKUN) kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota melalui
Rekening Kas Umum Daerah (RKUD). Kemudian Pemerintah Daerah
Kabupaten juga melakukan penyaluran kepada desa melalui Rekening Kas
Desa (RKD).
10
Gambar 6. Penyaluran Dana Desa 2015-2016
Sumber: Paramita,Rastri, et al. 2017
D. Pertanggungjawaban Dana Desa
Terkait pertanggungjawaban Dana Desa, terdapat 3 dasar hukum utama
yang menjelaskan pelaporan Dana Desa yaitu Peraturan Pemerintah (PP)
No.8 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua PP Nomor 60 Tahun 2014,
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 50/PMK.07/2017 tentang
pengelolaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa, dan PMK Nomor
49/PMK.07/2016 tentang Pengalokasian, Penyaluran, Penggunaan,
Pemantauan, dan Evaluasi Dana Desa. Secara umum, tahapan pelaporan
penggunaan Dana Desa adalah sebagai berikut:
Gambar 7. Alur umum pelaporan Dana Desa
Sumber: PMK Nomor 49/PMK.07/2016 tentang Pengalokasian, Penyaluran,
Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi Dana Desa
11
Tahap pelaporan penggunaan dana desa diawali dengan penyampaian
Laporan Realisasi Penggunaan Dana Desa oleh Kepala Desa kepada
Bupati/Walikota. Laporan Realisasi Penggunaan Dana Desa yang dimaksud
dapat berupa Laporan Realisasi Penggunaan Dana Desa tahun anggaran
sebelumnya atau Laporan Realisasi Penggunaan Dana Desa tahap I. Jangka
waktu penyerahan Laporan Realisasi Penggunaan Dana Desa tiap jenisnya
adalah sebagai berikut:
1) Laporan Realisasi Penggunaan Dana Desa tahun sebelumnya: paling
lambat diserahkan minggu kedua bulan Februari tahun berjalan
2) Laporan Realisasi Penggunaan Dana Desa tahap I: disampaikan paling
lambat minggu kedua bulan Juli tahun berjalan.
Atas Laporan Realisasi Penggunaan Dana Desa yang telah disampaikan
kepada Bupati/Walikota, Bupati/Walikota harus menyusun dan menyerahkan
Laporan Realisasi Penyaluran dan Konsolidasi Penggunaan Dana Desa
kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan
dengan tembusan kepada gubernur, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri
Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi. Laporan Realisasi
dan Konsolidasi Penggunaan Dana Desa yang dimaksud dapat berupa
Laporan Realisasi Penyaluran dan Konsolidasi penggunaan Dana Desa tahun
anggaran sebelumnya atau Laporan Realisasi Penyaluran dan Konsolidasi
Penggunaan Dana Desa Tahap I. Jangka waktu penyerahan Laporan
Realisasi Penyaluran dan Konsolidasi Penggunaan Dana Desa tiap jenisnya
adalah sebagai berikut:
1) Laporan Realisasi Penyaluran dan Konsolidasi Penggunaan Dana Desa
tahun anggaran sebelumnya: paling lambat diserahkan minggu keempat
bulan Februari tahun anggaran berjalan.
2) Laporan Realisasi Penyaluran dan Konsolidasi Penggunaan Dana Desa
Tahap I: paling lambat diserahkan minggu keempat bulan Juli tahun
anggaran berjalan.
E. Kondisi Pengawasan Dana Desa Sampai Saat Ini
Berdasarkan UU Desa disebutkan bahwa Badan Permusyawaratan Desa
(BPD) memiliki fungsi pengawasan kinerja Kepala Desa. Selain BPD,
masyarakat juga memiliki hak untuk mendapatkan informasi dan melakukan
pengawasan atas pembangunan desa. Secara spesifik, UU Desa juga
memberikan mandat pengawasan kepada pemerintah daerah provinsi dan
pemerintah daerah kabupaten/kota. Pengawasan yang dilakukan pemerintah
daerah provinsi adalah pengawasan tidak langsung yang mencakup
pengawasan atas Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah
12
(RAPBD) Kabupaten/Kota dalam pembiayaan desa. Sementara pengawasan
yang dilakukan pemerintah daerah kabupaten/kota adalah pengawasan atas
peraturan desa dan pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan desa.
Secara umum dapat disimpulkan bahwa terdapat 4 elemen pengawas
utama atas penggunaan dana desa seperti yang terlihat pada gambar 8.
Sesuai UU Desa dan aturan-aturan turunan mengenai penggunaan dana desa,
3 elemen pengawas utama penggunaan dana desa adalah BPD, Masyarakat,
dan Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP). APIP yang dimaksud
pada gambar 8 merupakan APIP pada pemerintah provinsi dan
kabupaten/kota yang secara khusus diberikan mandat untuk membina dan
mengawasi penggunaan dana desa. Sementara untuk pihak eksternal yang
dimaksud pada gambar 8 adalah pihak-pihak di luar UU Desa dan peraturan
turunan yang juga melakukan pengawasan atas penggunaan dana desa sejak
2015-2017 seperti BPK, KPK, Kepolisian, dan lain-lain.
Gambar 8. Pihak-pihak Pengawas Pelaksana Dana Desa
Sumber: Berbagai sumber,diolah,2017.
Walaupun pada skema pengawasan dana desa pada gambar 8
menunjukkan skema pengawasan yang cukup baik dan terintegrasi, tidak
dapat dipungkiri bahwa hingga saat ini pengawasan dana desa masih lemah.
Hal ini terbukti dengan masih ditemukannya permasalahan terkait
penggunaan dana desa yang dijelaskan pada Ikhtisar Hasil Pemeriksaan
Semester (IHPS) II BPK tahun 2016, laporan kajian pengelolaan keuangan
desa oleh KPK dan kajian dari Indonesia Corruption Watch (ICW). Menurut
13
kajian yang dilakukan KPK (2015), terdapat 14 permasalahan pengelolaan
keuangan dana desa yang mencakup 4 aspek yaitu: 1) Aspek regulasi dan
kelembagaan, 2) Aspek tata laksana, 3) Aspek Pengawasan, dan 4) Aspek
sumber daya manusia. Pada aspek pengawasan, terdapat permasalahan yang
terkait dengan gambar 8, yaitu masih lemahnya pengawasan yang dilakukan
oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP). Dalam kajiannya,
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) (2015) memaparkan bahwa tidak
semua desa diperiksa secara reguler oleh inspektorat daerah karena
keterbatasan waktu, anggaran, dan sumber daya manusia pemeriksa. Selain
itu terhadap pemeriksaan yang dilakukan oleh inspektorat daerah atas
penggunaan dana desa, belum terdapat mekanisme reward dan punishment
yang jelas. Kondisi ini menyebabkan perbaikan pengelolaan keuangan desa
belum optimal.
Mengacu pada gambar 8, KPK (2015) juga menyatakan bahwa saluran
pengaduan masyarakat terkait pelaksanaan kebijakan dana desa belum
dikelola dengan baik oleh pemerintah daerah. Kondisi ini sangat kontradiktif
dengan mandat UU Desa yang secara jelas menyebutkan bahwa partisipasi
masyarakat merupakan salah satu komponen penting dalam pengawasan
pelaksanaan kebijakan dana desa.
Pengawasan kebijakan dana desa tidak terlepas dari konsep akuntabilitas
publik. Akuntabilitas sektor publik adalah faktor-faktor yang menentukan
kriteria untuk mengevaluasi kinerja lembaga-lembaga sektor publik (PBB,
2007 dalam Ramadhan, 2016). Smyth (2007) menjelaskan bahwa secara
tradisional, akuntabilitas publik terdiri dari 2 elemen besar yaitu Political
Accountability dan Managerial Accountability. Political Accountability
adalah tanggung jawab yang dilakukan pada forum-forum politik kepada
perwakilan politik, sementara managerial accountability adalah tanggung
jawab yang dilakukan berdasarkan rantai komando pada birokrasi sebuah
organisasi (Bovens et al. 2014). Terkait dengan pelaksanaan kebijakan dana
desa, Political Accountability pelaksanaan kebijakan dana desa terletak pada
pertanggungjawaban yang dilakukan kepala desa kepada Badan Perwakilan
Desa (BPD) pada saat Musyawarah Desa. Hal ini karena menurut Broadbent
dan Laughlin (2003), political accountability adalah bentuk akuntabilitas
yang terkait dengan proses demokrasi berupa proses pengambilan suara
(voting) dan proses tanya jawab yang melibatkan politisi. Sementara terkait
aspek managerial accountability pelaksanaan dana desa, terletak pada
kepatuhan administrasi pelaksanaan dana desa yang dilaksanakan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pelaksanaan
managerial accountability yang baik adalah terwujudnya sebuah kondisi
bahwa pelaksana kebijakan melaksanakan kebijakan sesuai dengan peraturan
14
yang berlaku, baik jangka pendek maupun jangka panjang (Broadbent dan
Laughlin, 2003).
Menurut Australasian Council of Auditors-General (2005), terdapat 6
prinsip dasar dalam mengidentifikasi akuntabilitas publik, yaitu :
1. Partisipan (pemangku kepentingan) harus dapat diidentifikasi
peranannya: Maksud prinsip ini adalah bahwa setiap elemen
pemangku kepentingan dari suatu organisasi publik harus memiliki
pemahaman yang jelas mengenai peranan, hubungan, dan
pertanggungjawabannya.
2. Objektif (tujuan) tiap pemangku kepentingan harus
terspesifikasi: dalam mencapai tujuan, harus jelas ditentukan
prioritas aktivitas, cara mengorganisasi sumberdaya, dan lain-lain.
Tingkat spesifikasi objektif dapat beragam tergantung formulasi
objektif.
3. Harus terdapat pendelegasian otoritas dan sumberdaya:
pendelegasian otoritas dan sumberdaya oleh tiap pemangku
kepentingan bertujuan untuk tercapainya objektivitas organisasi
dengan cara yang efektif dan efisien.
4. Harus terdapat spesifikasi pelaporan yang sesuai: pendelegasian
kekuasaan dan sumberdaya harus taat kepada sistem pelaporan yang
telah ditetapkan. Hal ini karena informasi adalah aspek yang penting
untuk dipertanggungjawabkan dalam konsep akuntabilitas.
5. Pemangku kepentingan mempunyai hak untuk memverifikasi
informasi: verifikasi kebenaran informasi yang telah dilaporkan
dilakukan untuk memastikan keandalan dan kredibilitas pelaporan.
Dalam konteks Indonesia, lembaga yang melakukan verifikasi
keandalan pelaporan adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
6. Setiap pemangku kepentingan dapat menilai performa dari
pihak yang bertanggungjawab dan terdapat delegasi kepada
otoritas yang dapat memberikan sanksi: atas hasil verifikasi
kebenaran pelaporan, harus ada tindak lanjut dari suatu otoritas
untuk memberlakukan sanksi dan imbalan atas kinerja pihak yang
bertanggungjawab. Tanpa adanya sanksi yang ditegakkan, maka
prinsip akuntabilitas tidak dapat terlaksana.
Atas fenomena lemahnya partisipasi masyarakat dalam pengawasan
kebijakan dana desa, Salim et al.(2017) membenarkan bahwa tidak terdapat
“akuntabilitas sosial” atas pelaksanaan kebijakan dana desa. Hal ini karena
walaupun UU Desa memberikan hak kepada masyarakat untuk memantau
pelaksanaan pemerintahan desa, tetapi tidak ada transparansi informasi yang
15
diberikan kepala desa kepada publik. Pada Salim et al.(2017) diketahui
bahwa kepala desa hanya menyerahkan laporan pelaksanaan pemerintahan
desa kepada BPD dan pemerintah daerah, tidak kepada masyarakat umum.
Kondisi ini menyebabkan prinsip akuntabilitas yang diterapkan hanyalah
prinsip political accountability kepala desa kepada BPD (saat Musyawarah
Desa) dan responsibilitas kepada pemerintah daerah dan pemerintah pusat.
Partisipasi masyarakat yang rendah dalam pengawasan pelaksanaan dana
desa menjadikan dana desa sebagai kebijakan yang rentan terjadi korupsi.
Terkait dengan aspek sumber daya manusia (SDM), berdasarkan konsep
managerial accountability, pelaksanaan kebijakan dana desa tidak terlepas
dari salah satu unsur yang cukup penting yaitu SDM pelaksana kebijakan
dana desa. Kualitas SDM menjadi hal yang penting karena dengan SDM
yang kompeten, dapat memastikan kebijakan dana desa dilaksanakan
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Untuk
meningkatkan kapasitas SDM aparatur pelaksana dana desa Lembaga
Administrasi Negara (2008) menjelaskan bahwa terdapat 6 kegiatan yang
dapat mengembangkan SDM dalam suatu organisasi yaitu: 1) Pembekalan,
2) Pelatihan di tempat kerja, 3) Tugas Belajar, 4) Magang, 5) Pelatihan di
luar tempat kerja, dan 6) Seminar dan Lokakarya. Salah satu atau paduan
dari 6 kegiatan ini dapat digunakan oleh pemerintah pusat dan daerah untuk
meningkatkan kapasitas SDM aparatur pelaksana kebijakan dana desa.
Dengan masih ditemukannya kelemahan pengawasan yang dilakukan
oleh masyarakat dan APIP tingkat daerah, pihak eksternal pada gambar 8
harus menguatkan unsur-unsur pengawas yang masih lemah dan
mengintensifkan pengawasan atas pelaksanaan dana desa. Pihak-pihak
eksternal seperti KPK dan BPK yang telah melakukan kajian atas
pelaksanaan dana desa harus memastikan bahwa rekomendasi kajian
dilaksanakan oleh pihak-pihak terkait. Kementerian Desa dan Pembangunan
Daerah Tertinggal sebagai penyedia sumberdaya pendamping pelaksanaan
dana desa juga harus turun tangan melalui penyediaan sumberdaya
pendamping dana desa yang kompeten dan kredibel untuk memastikan
pelaksanaan kebijakan dana desa bebas dari korupsi. Kementerian Keuangan
juga harus menciptakan sistem pelaporan kebijakan dana desa yang
akuntabel tapi tidak berbelit. Sanur (2017) menyebutkan bahwa kebutuhan
sistem pelaporan yang sederhana dan mudah diawasi agar
pertanggungjawaban aparatur desa riil dan tidak membebani pemerintah
daerah.
16
F. Metode Penulisan
Buku ini ditulis dengan pendekatan deskriptif analisis yang
menyajikan data dan analisis secara singkat. Data kajian diperoleh dari
berbagai sumber yang berkaitan dengan transfer dana desa, tetapi sumber
utama adalah telaah Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) yang
telah diaudit oleh BPK RI dan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan (IHPS) Semester
II Tahun 2016. Pada IHPS Semester II tersebut, BPK telah melakukan
pemeriksaan pengelolaan dana desa pada 6 entitas dimana 4 entitas terletak
di Provinsi Jawa Tengah. Pembahasan dalam buku ini dibatasi pada dana
desa yang bersumber dari APBN dan difokuskan pada alokasi dana ke desa
di Jawa Tengah melalui pendekatan Daerah Pemilihan kabupaten/kota.
Pembahasan dalam buku ini akan dibagi dalam 4 (empat) bagian.
Bagian pertama menjelaskan pendahuluan dan latar belakang penulisan buku
ini. Bagian kedua menjelaskan secara konseptual mengenai filosofi lahirnya
undang-undang desa dan perkembangan kebijakan dana desa. Bagian ketiga
mengkaji pelaksanaan dana desa di Provinsi Jawa Tengah. Dan bagian
keempat yaitu kesimpulan.
17
BAB III
KAJIAN DANA DESA
DI PROVINSI JAWA TENGAH
A. Gambaran Umum Dana Desa di Provinsi Jawa Tengah
Provinsi Jawa Tengah adalah sebuah provinsi yang terletak di bagian
tengah Pulau Jawa, dengan ibukotanya adalah Semarang. Provinsi Jawa
Tengah terdiri dari 29 kabupaten, dan 6 kota. Administrasi pemerintahan
kabupaten dan kota terdiri atas 545 kecamatan dan 8.490 desa/kelurahan.
Perkembangan dana desa di Provinsi Jawa Tengah mengalami kenaikan
yang cukup signifikan dari tahun sebelumnya yaitu Rp2.228.889.296.000 di
tahun 2015 sebesar menjadi Rp5.002.426.341.000 di tahun 2016, atau
sebesar 124%, dan dapat dilihat dari grafik proporsi dana desa sebagai
berikut.
Grafik 2.
Sumber: Berbagai sumber, diolah, 2017.
Bahkan Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2017 merupakan salah
satu provinsi dengan alokasi dana desa paling besar dibanding daerah
lainnya di Indonesia yaitu sebesar Rp6,3 triliun. Saat ini, terdapat 7.809
desa dari 527 kecamatan dan 29 kabupaten di Jawa Tengah. Jika dirata-rata,
kucuran dana untuk satu desa saja bisa mencapai Rp817 juta. Lebih dari 50
persen dana desa tersebut digunakan untuk pembangunan sarana prasarana
desa. (Kompas.com 3/10/2017)
Semakin besarnya dana yang mengalir ke Desa, harus semakin
diperkuat akuntabilitasnya. Peningkatan kapasitas pengelola keuangan Desa
menjadi suatu keharusan. Dalam implementasinya, Dana Desa di Provinsi
Jawa Tengah belum bisa dikatakan sudah optimal, karena masih terdapat
beberapa permasalahan yang ditemukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan
18
(BPK). Selain memberikan opini atas kewajaran penyajian atas laporan
keuangan, BPK juga menilai sistem pengendalian intern dan kepatuhan
entitas terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan. Salah satunya
adalah pemeriksaaan terhadap Dana Desa, pada semester II tahun 2016, BPK
telah melaksanakan pemeriksaan atas pengelolaan keuangan desa pada 4
(empat) pemda, yaitu Pemerintah Kabupaten Brebes, Pemerintah Kabupaten
Grobogan, Pemerintah Kabupaten Jepara, dan Pemerintah Kabupaten
Temanggung.
Pemeriksaan pengelolaan keuangan desa meliputi pengelolaan
keuangan desa yang berasal dari APBN dan/atau APBD TA 2015 dan
semester I tahun 2016, yang terdiri atas perencanaan (penganggaran dan
alokasi), pelaksanaan (penyaluran), pelaporan dan monitoring serta evaluasi.
Tujuan pemeriksaan pengelolaan keuangan desa adalah untuk menilai
apakah pengelolaan keuangan desa yang berasal dari APBN dan/atau APBD
telah mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Hasil pemeriksaan menyimpulkan bahwa, pengelolaan keuangan
desa yang berasal dari APBN dan/atau APBD pada 4 pemda di Jawa Tengah
belum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Simpulan tersebut didasarkan atas kelemahan-kelemahan yang terjadi baik
pada aspek pengendalian intern maupun ketidakpatuhan terhadap ketentuan
peraturan perundang-undangan. Kelemahan tersebut diuraikan lebih lanjut
sebagai berikut:
Tabel 1
Permasalahan Utama Sistem Pengendalian Intern Atas Pengelolaan Keuangan
Desa Pada Beberapa Pemerintah Daerah di Jawa Tengah
Permasalahan utama Kabupaten
Penyimpangan terhadap peraturan
tentang pendapatan dan belanja
Pemkab Brebes
Pemkab Grobogan
Pemkab Temanggung
Perencanaan kegiatan tidak memadai Pemkab Jepara
Lain-lain Kelemahan SPI Pemkab Brebes
Pemkab Grobogan
Sumber: Hasil Pemeriksaan Semester II BPK, 2016
Dari tabel 1 di atas dapat diketahui bahwa, permasalahan utama yang
paling banyak adalah tentang penyimpangan terhadap peraturan tentang
pendapatan dan belanja, semua permasalahan tersebut bisa terjadi karena
belum adanya pedoman/peraturan yang lengkap terkait pengelolaan dana
desa di antaranya petunjuk teknis pembinaan, pemantauan dan evaluasi atas
19
pelaksanaan pengelolaan keuangan desa. Pada sisi perangkat desa seperti
kepala desa, sekretaris desa dan bendahara desa serta tim pengelola kegiatan
belum memahami pengelolaan keuangan desa serta tidak cermat dalam
mengawasi dan mengendalikan pelaksanaan kegiatan pekerjaan fisik, dan
Pemda juga belum optimal dalam melakukan pembinaan, monitoring desa,
dan evaluasi atas pengelolaan keuangan desa.
Selanjutnya pada pemeriksaan kepatuhan terhadap ketentuan
peraturan perundang-undangan ditemukan permasalahan utama dari
ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan dalam
pengelolaan keuangan desa antara lain kekurangan volume pekerjaan dan/
atau barang, belanja tidak sesuai atau melebihi ketentuan, bukti
pertanggungjawaban tidak lengkap/ tidak valid, dan lain-lain permasalahan
ketidakpatuhan, permasalahan tersebut akan digambarkan pada tabel sebagai
berikut :
Tabel 2
Permasalahan Utama Ketidakpatuhan Terhadap Peraturan
Perundang-undangan Atas Pengelolaan Keuangan Desa Pada Beberapa
Pemerintah Daerah di Jawa Tengah
Permasalahan Utama Nilai (Rp
miliar)
Kabupaten
Kekurangan volume pekerjaan dan/atau
barang
1,83 Pemkab Jepara
Belanja tidak sesuai atau melebihi ketentuan 0,62 Pemkab Grobogan
Pemkab Jepara
Bukti pertanggungjawaban tidak lengkap/
tidak valid -
Pemkab
Temanggung
Pemkab Brebes
Lain-lain permasalahan ketidakpatuhan 2,00 Pemkab Grobogan
Pemkab Jepara
Sumber: Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II BPK, 2016
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa permasalahan utama dari
ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang paling besar
nominal temuan permasalahannya adalah pada lain-lain permasalahan
ketidakpatuhan, seperti kelebihan pembayaran dan pemborosan ataupun
pajak yang belum dipungut namun belum disetorkan, hal tersebut bisa terjadi
karena seperti permasalahan Sistem Pengendalian Intern (SPI) sebelumnya
karena belum adanya pedoman/peraturan yang lengkap terkait pengelolaan
dana desa di antaranya petunjuk teknis pembinaan, pemantauan dan evaluasi
atas pelaksanaan pengelolaan keuangan desa, kurang pahamnya para
20
perangkat desa, dan pemda belum optimal dalam melakukan pembinaan,
monitoring dan evaluasi atas pengelolaan keuangan desa.
Dari kedua kriteria permasalahan di atas yaitu SPI dan kepatuhan
terhadap peraturan perundang-undangan, mengakibatkan Provinsi Jawa
Tengah terjadi pemborosan dan kelebihan pembayaran atas beberapa
pekerjaan yang dibiayai dari dana desa, adanya kekurangan penerimaan
negara dari PPN dan PPh yang belum disetor, dan penatausahaan yang tidak
tertib. Serta kurang optimalnya monitoring dan evaluasi, sehingga
menimbulkan potensi penyalahgunaan keuangan desa.
Tabel 3
Jumlah Dana Desa ke Kab/ Kota se-Jawa Tengah
Entitas 2015 2016 2017
Kab Kendal 74.239.102.000 166.412.671.356 212.762.778.000
Kab Semarang 57.840.951.000 129.797.974.000 165.688.573.000
Kab Demak 73.852.473.000 165.814.611.000 211.595.493.000
Kab Jepara 55.540.072.000 124.669.832.000 158.765.096.000
Kab Kudus 36.117.678.200 81.283.079.000 103.687.281.000
Kab Biora 74.816.870.000 167.873.329.000 214.102.024.000
Kab Grobogan 80.175.760.000 179.971.455.000 229.625.434.000
Kab Pati 110.946.620.000 248.952.687.000 317.453.410.000
Kab Rembang 79.709.975.000 178.863.338.000 228.013.715.000
Kab Sragen 56.174.163.000 126.080.582.000 160.952.196.000
Kab Karanganyar 46.196.873.000 103.686.344.000 133.065.748.000
Kab Wonogiri 69.330.086.000 155.565.696.000 198.745.821.000
Kab Sukoharjo 43.045.054.000 96.619.355.000 123.576.433.000
Kab Klaten 108.674.969.000 243.866.425.000 311.087.447.000
Kab Boyolali 72.548.977.000 162.801.074.000 207.823.645.000
Kab Magelang 101.155.122.000 226.980.301.000 289.613.899.000
Kab Purworejo 124.419.463.000 279.101.050.000 355.968.664.000
Kab Temanggung 72.423.652.000 162.495.600.000 207.451.723.000
Kab Wonosobo 66.862.280.000 150.053.469.000 191.496.626.000
Kab Banjarnegara 74.810.054.000 167.884.303.000 214.470.940.000
Kab Kebumen 125.844.565.000 282.142.736.800 359.998.061.000
Kab Purbalingga 66.606.973.000 149.527.020.000 191.224.910.000
Kab Banyumas 89.291.645.000 200.450.575.000 255.734.553.000
Kab Cilacap 81.060.083.000 181.985.398.000 232.084.054.000
Kab Brebes 94.563.325.000 212.385.910.000 270.922.338.000
Kab Tegal 81.620.159.000 183.211.736.000 234.026.299.000
Kab Batang 66.579.163.000 149.403.922.000 190.962.224.000
Kab Pekalongan 77.762.725.000 174.527.576.000 222.535.590.000
Kab Pemalang 66.619.532.000 149.607.350.000 191.002.083.000
Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah
21
Berdasarkan data di atas dapat dilihat porsi anggaran dana desa dimulai dari
yang tertinggi yaitu pada Kabupaten Kebumen sampai yang terendah yaitu
Kabupaten Kudus, secara rinci perkembangan dan implementasai Dana Desa
akan dikaji secara mendalam berdasarkan pengelompokkan Daerah
Pemilihan (Dapil) Jawa Tengah secara terperinci pada bagian berikut:
25
1. Daerah Pemilihan Jateng I (Kab. Kendal, Kota Semarang, Kab.
Semarang, Kota Salatiga)
a. Kab Semarang
Kabupaten Semarang merupakan kabupaten yang terletak di
sebelah utara Kota Semarang yang memiliki luas wilayah sebesar 950,21
km2, dan jumlah penduduk sebesar 1.040.161 jiwa, dengan wilayah
administrasi yang terdiri dari 19 Kecamatan, 28 Kelurahan dan 208 Desa.
Dari besaran alokasi formula tersebut, Kabupaten Semarang memperoleh
porsi anggaran dana desa sebesar Rp57,84 miliar pada tahun 2015, dan
naik di tahun 2016 sebesar Rp129,80 miliar. Hal ini dapat dilihat pada
grafik dibawah ini:
Grafik 3.
Perkembangan Dana Desa di Kab. Semarang
Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah
Dari grafik diatas dapat dilihat, anggaran dana desa di tahun 2016
naik sebesar 124% dari tahun sebelumnya atau sebesar Rp71,96 Miliar,
dengan rata-rata per desa mendapatkan kucuran dana desa sebesar
Rp624,03 juta dari yang sebelumnya hanya sebesar Rp278,08 juta. Di
tahun 2017, Kabupaten Semarang mendapatkan porsi anggaran dana desa
sebesar Rp165,69 Miliar atau naik sebesar 28% dari tahun sebelumnya,
dengan rata-rata per desa mendapatkan dana sebesar Rp796,58 juta.
26
Grafik 4.
Porsi Dana Desa Kab. Semarang
dibandingkan dengan Dana Desa se-Jawa Tengah (dalam Jutaan rupiah)
Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah
Dari grafik di atas dapat dilihat, selama tiga tahun berturut-turut,
Kab. Semarang mendapatkan porsi dana desa sebesar 2,5% dari proporsi
dana desa se-Jawa Tengah.
Dengan luas wilayah dan kepadatan jumlah penduduk
diharapkan dana desa yang disalurkan ke desa dapat meningkatkan
pertumbuhan pembangunan infrastruktur dan kesejahteraan masyarakat
desa.
b. Kabupaten Kendal
Kabupaten Kendal berbatasan dengan Laut Jawa di utara, Kota
Semarang dan Kabupaten Semarang di timur, Kabupaten Temanggung
di selatan, serta Kabupaten Batang di barat. Luas wilayah Kabupaten
Kendal 1.002,23 km2 dengan jumlah penduduk sebanyak 1.063.194 jiwa.
Kabupaten Kendal terdiri atas 20 kecamatan, 285 kelurahan dan 266
desa. Porsi anggaran dana desa di Kabupaten Kendal selama dua tahun
berturut-turut adalah Rp74,2 Miliar pada tahun 2015, dan naik 124% di
tahun 2016 sebesar Rp166,4 Miliar. Hal ini dapat dilihat pada grafik
dibawah ini:
27
Grafik 5.
Perkembangan Dana Desa di Kab Kendal
Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah
Dari grafik di atas dapat dilihat, anggaran dana desa dari tahun
2016 naik sebesar 124% dari tahun sebelumnya atau sebesar Rp111,2
miliar, dengan rata-rata per desa mendapatkan kucuran dana desa
sebesar Rp665,94 juta dari yang sebelumnya hanya sebesar Rp296,65
juta. Dengan kucuran dana tersebut diharapkan dapat meningkatkan
kesejahteraan desa di Kabupaten Kendal. Tahun 2017, Kabupaten
Kendal mendapatkan porsi anggaran dana desa sebesar Rp212,76 miliar
atau naik sebesar 28% dari tahun sebelumnya, dengan rata-rata per desa
mendapatkan dana sebesar Rp720,44juta. Kab. Kendal selama tiga tahun
berturut mendapatkan porsi dana desa yang cukup besar yaitu sebesar
3% dari proporsi dana desa se-Jawa Tengah. Hal tersebut dapat dilihat
pada grafik dibawah ini:
Grafik 6.
Porsi Dana Desa Kab Kendal
dibandingkan dengan Dana Desa se-Jawa Tengah (dalam Jutaan rupiah)
Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah
28
Jika dilihat di LKPD Pemkab Kendal tahun 2015, terdapat sisa
dana desa sebesar Sisa Dana Desa di Kab. Kendal sebesar
Rp2.487.538.910,00 atau 3% dari realisasi anggaran dana desa yang
masuk ke SiLPA tahun anggaran 2015.
Namun di dalam pelaksanaannya masih ditemukan adanya
kelemahan. Pada Laporan Hasil Pemeriksaan Semester I tahun 2017,
BPK RI menemukan adanya kelemahan di dalam sistem pengendalian
internalnya, yakni adanya Penyampaian Laporan Pertanggungjawaban
Penggunaan Dana Desa dan Alokasi Dana Desa Tidak Tepat Waktu
dimana diketahui bahwa dari 266 desa pada 19 Kecamatan di wilayah
Kabupaten Kendal baru terdapat 127 desa atau 47,74% yang telah
menyampaikan pertanggungjawaban Dana Desa. Hal tersebut
mengakibatkan pertanggungjawaban Dana Desa belum dapat diyakini
kebenaran penggunaannya. Dalam hal ini, penyampaian Surat
Pertanggungjawaban (SPJ) dibawah 50% menunjukkan bahwa
pembinaan dan fasilitasi kepada Desa dari Pendamping Desa, dan
Kecamatan masih lemah. Selain itu pengawasan dari Dinas
Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) masih belum optimal.
Kepala Desa sebagai pemangku jabatan tertinggi di desa dan penerima
dana desa belum bisa memenuhi tanggungjawabnya secara vertikal
kepada Pemerintah Pusat dan tanggungjawabnya horizontal terhadap
masyarakat desa sebagai penerima manfaat dana desa tersebut.
Hal ini tidak sesuai dengan teori Turner dan Hulme, (1997) bahwa
akuntabilitas adalah keharusan lembaga-lembaga sektor publik untuk
lebih menekan pada pertanggungjawaban horizontal (masyarakat) bukan
hanya pertanggungjawaban vertikal (otoritas yang lebih tinggi).
31
2. Daerah Pemilihan Jateng II (Kab. Demak, Kab. Jepara, Kab. Kudus)
a. Kabupaten Demak
Kabupaten Demak terletak di sebelah barat Kota Semarang dan
memiliki luas 900,12 km², dan jumlah penduduk sebesar 1.183,499 jiwa.
Kabupaten Demak terdiri atas 14 kecamatan yaitu Kecamatan Demak,
Wonosalam, Karangtengah, Bonang, Wedung, Mijen, Karanganyar,
Gajah, Dempet, Guntur, Sayung, Mranggen, Karangawen dan
Kebonagung, yang dibagi lagi atas sejumlah 245 desa dan 6 kelurahan.
Grafik 7.
Perkembangan Dana Desa di Kab. Demak
Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah
Dari besaran alokasi formula tersebut, Kabupaten Demak
memperoleh porsi anggaran dana desa sebesar Rp73,85 miliar pada tahun
2015, dan naik di tahun 2016 sebesar Rp165,81 miliar. Hal ini dapat
dilihat pada grafik di bawah ini:
Dari grafik diatas dapat dilihat, anggaran dana desa di tahun 2016
naik sebesar 124% dari tahun sebelumnya atau sebesar Rp91,96 Miliar,
dengan rata-rata per desa mendapatkan kucuran dana desa sebesar
Rp676,79 juta dari yang sebelumnya hanya sebesar Rp301,44 juta. Di
tahun 2017, Kabupaten Demak mendapatkan porsi anggaran dana desa
sebesar Rp211,59 Miliar atau naik sebesar 28% dari tahun sebelumnya,
dengan rata-rata per desa mendapatkan dana sebesar Rp863,65 juta.
32
Grafik 8.
Porsi Dana Desa Kab. Demak
dibandingkan dengan Dana Desa se-Jawa Tengah (dalam Jutaan rupiah)
Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah
Dari grafik di atas dapat dilihat Kab. Demak selama tiga tahun
berturut mendapatkan porsi dana desa sebesar 3,3% dari proporsi dana
desa se-Jawa Tengah.
b. Kabupaten Jepara
Kabupaten ini berbatasan dengan Laut Jawa di barat dan utara,
Kabupaten Pati dan Kabupaten Kudus di timur, serta Kabupaten Demak
di selatan. Kabupaten Jepara memliki luas wilayah 1.004,16 km2 dan
jumlah penduduk sebanyak 1.188.289 jiwa, dengan wilayah administrasi
yang terdiri dari 16 Kecamatan, 183 Desa dan 11 Kelurahan.
Dari besaran alokasi formula tersebut, Kabupaten Jepara
memperoleh porsi anggaran dana desa sebesar Rp55,54 miliar pada tahun
2015, dan naik di tahun 2016 sebesar Rp124,67 miliar. Hal ini dapat
dilihat pada grafik di bawah ini:
33
Grafik 9.
Perkembangan Dana Desa di Kab. Jepara
Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah
Grafik 10.
Porsi Dana Desa Kab. Jepara
dibandingkan dengan Dana Desa se-Jawa Tengah
(dalam Jutaan rupiah)
Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah
Dari grafik di atas dapat dilihat, Kab. Jepara selama tiga tahun
berturut-turut mendapatkan porsi dana desa sebesar 2,4% dari proporsi
dana desa se-Jawa Tengah.
Dari grafik diatas dapat dilihat, anggaran dana desa di tahun 2016
naik sebesar 124% dari tahun sebelumnya atau sebesar Rp69,13 Miliar,
dengan rata-rata per desa mendapatkan kucuran dana desa sebesar
Rp681,26 juta dari yang sebelumnya hanya sebesar Rp303,50 juta. Di
tahun 2017, Kabupaten Jepara mendapatkan porsi anggaran dana desa
sebesar Rp158,77 Miliar atau naik sebesar 28% dari tahun sebelumnya,
dengan rata-rata per desa mendapatkan dana sebesar Rp867,57 juta.
34
c. Kabupaten Kudus
Kabupaten Kudus berbatasan dengan Kabupaten Pati di timur,
Kabupaten Grobogan dan Kabupaten Demak di selatan, serta Kabupaten
Jepara di barat. Memliki luas wilayah 425,2 km2 dengan jumlah
penduduk sebanyak 821.136 jiwa. Kudus dikenal sebagai kota penghasil
rokok (kretek) terbesar di Jawa Tengah. Kabupaten Kudus terdiri atas 9
kecamatan, yang dibagi lagi atas 123 desa dan 9 kelurahan.
Grafik 11.
Perkembangan Dana Desa di Kab. Kudus
Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah
Pada tahun 2015 Kabupaten Kudus memperoleh porsi anggaran
dana desa sebesar Rp36,12 miliar, dan meningkat 124% di tahun 2016
sebesar Rp81,28 miliar. Hal ini dapat dilihat pada grafik di bawah ini :
Dari grafik diatas dapat dilihat, anggaran dana desa tahun 2017
untuk Kab. Kudus sebesar Rp103,69 miliar atau naik sebesar 28% dari
tahun sebelumnya, dengan rata-rata per desa mendapatkan dana sebesar
Rp842,98 juta. Kab. Kudus selama tiga tahun berturut-turut
mendapatkan porsi dana desa sebesar 1,64% dari proporsi dana desa se-
Jawa Tengah. Hal tersebut dapat dilihat pada grafik di bawah ini :
35
Grafik 12.
Porsi Dana Desa Kab. Kudus
dibandingkan dengan Dana Desa se-Jawa Tengah (dalam Jutaan rupiah)
Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah
Namun di dalam pelaksanaannya masih ditemukan adanya
kelemahan. Pada Laporan Hasil Pemeriksaan Semester I tahun 2017,
BPK RI menemukan adanya kelemahan di dalam sistem pengendalian
internalnya, yakni adanya Pertanggungjawaban Realisasi ADD dan DD
Belum Dilakukan Sesuai Ketentuan dimana diketahui Penyampaian LPJ
Dana Desa tidak tepat waktu dan terdapat ketidaksesuaian antara LPJ
dengan bukti pendukung. Permasalahan tersebut mengakibatkan
terjadinya resiko penyalahgunaan keuangan desa karena ketidaktertiban
pengelolaan keuangan desa dan membebani keuangan desa pada
Realisasi Dana Desa (DD) senilai Rp112.589.106,00. Hal ini tidak
sejalan dengan teori Smyth (2007) yang menyatakan bahwa pengelolaan
dana desa harus mempertimbangkan aspek politik dan manajerial dalam
mempertanggungjawabkan akuntabilitasnya. Political Accountability
adalah tanggung jawab yang dilakukan pada forum-forum publik
(politik) kepada masyarakat, sementara managerial accountability
adalah tanggung jawab yang dilakukan berdasarkan birokrasi sebuah
organisasi berdasarkan peraturan yang berlaku.
39
3. Daerah Pemilihan Jateng III (Kab. Blora, Kab.Grobogan, Kab. Pati,
Kab. Rembang)
a. Kabupaten Blora
Kabupaten Blora terletak di bagian timur Jawa Tengah, yang
berbatasan dengan Kabupaten Rembang di utara, Kabupaten Bojonegoro
di timur, Kabupaten Ngawi di selatan, serta Kabupaten Grobogan di
barat. Kabupaten ini memiliki luas wilayah sebesar 1.821,59 km2, dan
jumlah penduduk sebesar 941.379 jiwa, dengan wilayah administrasi
yang terdiri dari 16 Kecamatan, 271 Desa dan 24 Kelurahan.
Grafik 13.
Perkembangan Dana Desa di Kab. Blora
Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah
Dari besaran alokasi formula tersebut, Kabupaten Blora
memperoleh porsi anggaran dana desa sebesar Rp74,81 miliar pada tahun
2015, dan naik di tahun 2016 sebesar Rp167,87 miliar. Hal ini dapat
dilihat pada grafik di bawah ini:
Dari grafik diatas dapat dilihat, anggaran dana desa di tahun 2016
naik sebesar 124% dari tahun sebelumnya atau naik sebesar Rp93,06
miliar, dengan rata-rata per desa mendapatkan kucuran dana desa
sebesar Rp631,102 juta dari yang sebelumnya hanya sebesar Rp281,27
juta. Di tahun 2017, Kabupaten Kebumen mendapatkan porsi anggaran
dana desa sebesar Rp214,102 miliar atau naik sebesar 28% dari tahun
sebelumnya, dengan rata-rata per desa mendapatkan dana sebesar
Rp804,89 juta.
40
Kabupaten Kebumen selama tiga tahun berturut mendapatkan
porsi dana desa sebesar 5,3% dari dana desa se-Jawa Tengah. Hal
tersebut dapat dilihat pada grafik dibawah ini:
Grafik 14.
Porsi Dana Desa Kab. Blora
dibandingkan dengan Dana Desa se-Jawa Tengah (dalam Jutaan rupiah)
Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah
Namun di dalam pelaksanaannya masih ditemukan adanya
kelemahan. Pada Laporan Hasil Pemeriksaan Semester I tahun 2016,
BPK RI menemukan adanya kelemahan di dalam sistem pengendalian
internalnya, yakni adanya Belanja Bantuan Hibah dan Bantuan
Keuangan belum di pertanggung jawabkan penggunaan dananya sebesar
Rp1.635.289.800 dimana diketahui dana desa untuk Desa Jipang Kec.
Cepu sebesar Rp54.569.800,00 belum dipertanggungjawabkan, bantuan
keuangan sebesar tersebut diatas tidak dapat diyakini realisasi
penggunaannya. Permasalahan tersebut mengakibatkan
pertanggungjawaban Dana Desa belum dapat diyakini kebenaran
penggunaannya. Hal ini tidak sesuai dengan teori Smyth (2007) yang
menyatakan bahwa pengelolaan dana desa harus mempertimbangkan
aspek politik dan manajerial dalam mempertanggungjawabkan
akuntabilitasnya. Political Accountability adalah tanggung jawab yang
dilakukan pada forum-forum publik (politik) kepada masyarakat,
sementara managerial accountability adalah tanggung jawab yang
dilakukan berdasarkan birokrasi sebuah organisasi berdasarkan peraturan
yang berlaku.
41
b. Kabupaten Grobogan
Grafik 15.
Perkembangan Dana Desa di Kab. Grobogan
Kabupaten Grobogan merupakan kabupaten terluas kedua di Jawa
Tengah setelah Kabupaten Cilacap yaitu dengan luas wilayah 1.976 km2
dan jumlah penduduk sebanyak 1,325 juta jiwa, dengan wilayah
administrasi yang terdiri dari 19 Kecamatan, 7 Kelurahan dan 273 Desa.
Dari besaran alokasi formula tersebut, Kabupaten Grobogan memperoleh
porsi anggaran dana desa sebesar Rp80,18 miliar pada tahun 2015, dan
naik kembali di tahun 2016 sebesar Rp179,97 miliar. Hal ini dapat dilihat
pada grafik di bawah ini:
Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah
Dari grafik diatas dapat dilihat, anggaran dana desa di tahun 2016
naik sebesar 124% dari tahun sebelumnya atau naik sebesar Rp99,79
miliar, dengan rata-rata per desa mendapatkan kucuran dana desa
sebesar Rp659,24 juta dari yang sebelumnya hanya sebesar Rp293,68. Di
tahun 2017, Kabupaten Kebumen mendapatkan porsi anggaran dana desa
sebesar Rp229,63 miliar atau naik sebesar 28% dari tahun sebelumnya,
dengan rata-rata per desa mendapatkan dana sebesar Rp841,12 juta.
42
Grafik 16.
Porsi Dana Desa Kab. Grobogan
dibandingkan dengan Dana Desa se-Jawa Tengah (dalam Jutaan rupiah)
Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah
Dari grafik di atas dapat dilihat, selama tiga tahun berturut, Kab.
Grobogan mendapatkan porsi dana desa sebesar 3,6% dari proporsi dana
desa se-Jawa Tengah.
c. Kabupaten Pati
Kabupaten ini berbatasan dengan Laut Jawa di utara, Kabupaten
Rembang di timur, Kabupaten Blora dan Kabupaten Grobogan di selatan,
serta Kabupaten Kudus dan Kabupaten Jepara di barat. Kabupaten ini
memiliki luas wilayah 1.489 km2 dan jumlah penduduk sebanyak 1.206
juta jiwa, dengan wilayah administrasi yang terdiri dari 21 Kecamatan, 5
Kelurahan dan 401 Desa.
Dari besaran alokasi formula tersebut, Kabupaten Pati
memperoleh porsi anggaran dana desa sebesar Rp110,9 miliar pada
tahun 2015, dan naik kembali di tahun 2016 sebesar Rp249,95 miliar.
Hal ini dapat dilihat pada grafik di bawah ini:
43
Grafik 17
Perkembangan Dana Desa di Kab. Pati
Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah
Grafik 18.
Porsi Dana Desa Kab. Pati
dibandingkan dengan Dana Desa se-Jawa Tengah (dalam Jutaan rupiah)
Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah
sebelumnya, dengan rata-rata per desa mendapatkan dana sebesar
Rp791,65 juta.
Dari grafik di atas dapat dilihat, anggaran dana desa di tahun 2016
naik sebesar 124% dari tahun sebelumnya atau naik sebesar Rp138,01
miliar, dengan rata-rata per desa mendapatkan kucuran dana desa
sebesar Rp620,83 juta dari yang sebelumnya hanya sebesar Rp276,67
juta. Di tahun 2017, Kabupaten Pati mendapatkan porsi anggaran dana
desa sebesar Rp317,45 miliar atau naik sebesar 28% dari tahun
44
Dari grafik di atas dapat dilihat, selama tiga tahun berturut-turut,
Kab. Pati mendapatkan porsi dana desa sebesar 5% dari dana desa se-
Jawa Tengah. Dari besaran porsi tersebut, menempatkan Kabupaten Pati
sebagai penerima dana desa terbesar ke-3 (tiga) di Provinsi Jawa Tengah.
d. Kabupaten Rembang
Kabupaten Rembang adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa
Tengah yang berbatasan dengan Teluk Rembang (Laut Jawa) di utara,
Kabupaten Tuban (Jawa Timur) di timur, Kabupaten Blora di selatan,
serta Kabupaten Pati di barat. Kabupaten ini memiliki luas wilayah
887,13 km2 dengan jumlah penduduk sebanyak 645,637 jiwa, dengan
wilayah administrasi yang terdiri dari 14 Kecamatan, 7 Kelurahan dan
290 Desa.
Grafik 19.
Perkembangan Dana Desa di Kab. Rembang
Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah
Desa. Dari besaran alokasi formula tersebut, Kabupaten Rembang
memperoleh porsi anggaran dana desa sebesar Rp79,71 miliar pada
tahun 2015, dan naik kembali di tahun 2016 sebesar Rp178,86 miliar.
Hal ini dapat dilihat pada grafik di bawah ini:
Dari grafik diatas dapat dilihat, anggaran dana desa di tahun 2016
naik sebesar 124% dari tahun sebelumnya atau naik sebesar Rp99,15
miliar, dengan rata-rata per desa mendapatkan kucuran dana desa
sebesar Rp616,77 juta dari yang sebelumnya hanya sebesar Rp274,86
juta. Di tahun 2017, Kabupaten Kebumen mendapatkan porsi anggaran
45
dana desa sebesar Rp228,01 miliar atau naik sebesar 28% dari tahun
sebelumnya, dengan rata-rata per desa mendapatkan dana sebesar
Rp786,25 juta.
Grafik 20.
Porsi Dana Desa Kab. Rembang
dibandingkan dengan Dana Desa se-Jawa Tengah (dalam Jutaan rupiah)
Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah
Dari grafik di atas dapat dilihat, selama tiga tahun berturut-turut,
Kab. Rembang mendapatkan porsi dana desa sebesar 3,5% dari proporsi
dana desa se-Jawa Tengah.
49
4. Daerah Pemilihan Jateng IV (Kab. Sragen, Kab. Karanganyar,
Kab. Wonogiri)
a. Kabupaten Sragen
Kabupaten Sragen merupakan sebuah kabupaten di Provinsi Jawa
Tengah yang berbatasan dengan Kabupaten Grobogan di utara,
Kabupaten Ngawi (Jawa Timur) di timur, Kabupaten Karanganyar di
selatan, serta Kabupaten Boyolali di barat. Kabupaten ini memiliki luas
wilayah sebesar 941,55 km2, dan jumlah penduduk sebesar 883.464 jiwa,
dengan wilayah administrasi yang terdiri dari 20 Kecamatan, 196 Desa
dan 12 Kelurahan.
Dari besaran alokasi formula tersebut, Kabupaten Sragen
memperoleh porsi anggaran dana desa sebesar Rp56,17 miliar pada
tahun 2015, dan naik di tahun 2016 sebesar Rp126,08 miliar. Hal ini
dapat dilihat pada grafik di bawah ini:
Grafik 21.
Perkembangan Dana Desa di Kab Sragen
Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah
Secara ringkas dapat dilihat dari grafik diatas, anggaran dana desa
di tahun 2016 naik sebesar 124% dari tahun sebelumnya atau naik
sebesar Rp69,91 miliar, dengan rata-rata per desa mendapatkan
kuncuran dana desa sebesar Rp643,27 juta dari yang sebelumnya hanya
sebesar Rp286,6 juta.
Di tahun 2017, Kabupaten Sragen mendapatkan porsi anggaran
dana desa sebesar Rp160,95 miliar atau naik sebesar 28% dari tahun
50
sebelumnya, dengan rata-rata per desa mendapatkan dana sebesar
Rp821,18 juta.
Grafik 22.
Porsi Dana Desa Kab. Sragen
dibandingkan dengan Dana Desa se-Jawa Tengah (dalam Jutaan rupiah)
Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah
Dari grafik di atas dapat dilihat, Kabupaten Sragen selama tiga
tahun berturut-turut mendapatkan porsi dana desa sebesar 2,5% dari
proporsi dana desa se-Jawa Tengah.
b. Kabupaten Karanganyar
Kabupaten Karanganyar merupakan sebuah kabupaten di Provinsi
Jawa Tengah yang berbatasan dengan Kabupaten Sragen di utara,
Provinsi Jawa Timur di timur, Kabupaten Wonogiri dan Sukaharjo di
selatan, serta Kabupaten Surakarta dan Boyolali di barat. Memiliki
karakteristik umum daerah agraris, sebagian besar wilayah Kabupaten
Karanganyar digunakan sebagai lahan pertanian. Selain semakin tumbuh
berkembangnya perekonomian di Kabupaten Karanganyar, sektor
industri, jasa dan perbankan juga mulai tumbuh.
Kabupaten Karanganyar memiliki luas wilayah sebesar 800,20
km2, dan jumlah penduduk sebesar 870.679 jiwa, dengan wilayah
administrasi yang terdiri dari 17 Kecamatan, 162 Desa dan 15 Kelurahan.
Dari besaran alokasi formula berdasarkan luas wilayah jumlah desa
dan kepadatan penduduk, Kabupaten Karanganyar memperoleh
porsi anggaran dana desa sebesar Rp46,19 Miliar pada tahun 2015, dan
naik di tahun 2016 sebesar Rp103,68 Miliar. Hal ini dapat dilihat pada
grafik di bawah ini:
51
Grafik 23.
Perkembangan Dana Desa di Kab Karanganyar
Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah
Secara ringkas dapat dilihat dari grafik diatas, anggaran dana desa
di tahun 2016 naik sebesar 124% dari tahun sebelumnya atau sebesar
Rp57,49 miliar, dengan rata-rata per desa mendapatkan kuncuran dana
desa sebesar Rp640,03 juta dari yang sebelumnya hanya sebesar
Rp285,16 juta. Di tahun 2017, Kabupaten Karanganyar mendapatkan
porsi anggaran dana desa sebesar Rp133,06 miliar atau naik sebesar 28%
dari tahun sebelumnya, dengan rata-rata per desa mendapatkan dana
sebesar Rp821,39 juta.
Grafik 24.
Porsi Dana Desa Kab. Karanganyar
dibandingkan dengan Dana Desa se-Jawa Tengah
(dalam Jutaan rupiah)
Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah
52
Dari grafik di atas dapat dilihat, Kabupaten Karanganyar selama
tiga tahun berturut-turut mendapatkan porsi dana desa sebesar 2,09% dari
proporsi dana desa se-Jawa Tengah.
c. Kabupaten Wonogiri
Kabupaten Wonogiri secara geografis berlokasi di bagian tenggara
Grafik 25.
Perkembangan Dana Desa di Kab Wonogiri
Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah
Secara ringkas dapat dilihat dari grafik diatas, anggaran dana desa
di tahun 2016 naik sebesar 124% dari tahun sebelumnya atau sebesar
Rp86,23 miliar, dengan rata-rata per desa mendapatkan kuncuran dana
desa sebesar Rp619,78 juta dari yang sebelumnya hanya sebesar
Rp276,21 juta. Di tahun 2017, Kabupaten Wonogiri mendapatkan porsi
anggaran dana desa sebesar Rp133,06 miliar atau naik sebesar 28% dari
tahun sebelumnya, dengan rata-rata per desa mendapatkan dana sebesar
Rp791,81 juta.
Provinsi Jawa Tengah memiliki luas wilayah sebesar 1.822,37 km2, dan
jumlah penduduk sebesar 940.297 jiwa, dengan wilayah administrasi
yang terdiri dari 25 Kecamatan, 251 Desa dan 297 Kelurahan. Dari
besaran alokasi formula tersebut, Kabupaten Wonogiri memperoleh porsi
anggaran dana desa sebesar Rp69,33 miliar pada tahun 2015, dan naik di
tahun 2016 sebesar Rp155,56 miliar. Hal ini dapat dilihat pada grafik
di bawah ini:
53
Grafik 26.
Porsi Dana Desa Kab. Wonogiri
dibandingkan dengan Dana Desa se-Jawa Tengah (dalam Jutaan rupiah)
Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah
Dari grafik di atas dapat dilihat, Kabupaten Wonogiri selama tiga
tahun berturut mendapatkan porsi dana desa sebesar 3,1% dari proporsi
dana desa se-Jawa Tengah.
57
5. Daerah Pemilihan Jateng V (Kab. Sukoharjo, Kab. Klaten, Kab.
Boyolali)
a. Kabupaten Sukoharjo
Grafik 27.
Perkembangan Dana Desa di Kab. Sukoharjo
Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah
Kabupaten Sukoharjo merupakan salah satu Kabupaten di Jawa
Tengah yang memperoleh porsi anggaran dana desa yang relatif besar
selama tiga tahun berturut. Kabupaten Sukoharjo memiliki luas wilayah
sebesar 466,66 km2, dan jumlah penduduk sebesar 885.832 jiwa, dengan
wilayah administrasi yang terdiri dari 12 Kecamatan, 17 Kelurahan dan
150 Desa. Dari besaran alokasi formula tersebut, Kabupaten Sukoharjo
memperoleh porsi anggaran dana desa sebesar Rp43,04 miliar pada tahun
2015, dan naik di tahun 2016 sebesar Rp96,62 miliar. Hal ini dapat dilihat
pada grafik di bawah ini:
Secara ringkas dapat dilihat dari grafik di atas, anggaran dana desa
di tahun 2016 naik sebesar 124% dari tahun sebelumnya atau sebesar
Rp53,57 miliar, dengan rata-rata per desa mendapatkan kucuran dana
desa sebesar Rp644,13 juta dari yang sebelumnya hanya sebesar
Rp286,96 juta. Di tahun 2017, Kabupaten Sukoharjo mendapatkan porsi
anggaran dana desa sebesar Rp123,57 Miliar atau naik sebesar 28% dari
tahun sebelumnya, dengan rata-rata per desa mendapatkan dana sebesar
Rp823,84 juta.
58
Grafik 28.
Porsi Dana Desa Kab. Sukoharjo
dibandingkan dengan Dana Desa se-Jawa Tengah
(dalam Jutaan rupiah)
Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah
Dari grafik di atas dapat dilihat, Kabupaten Sukoharjo selama tiga
tahun berturut mendapatkan porsi dana desa sebesar 1,94% dari dana
desa se-Jawa Tengah
b. Kabupaten Boyolali
Grafik 29.
Perkembangan Dana Desa di Kab. Boyolali
Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah
Kabupaten Boyolali secara geografis berlokasi di sebelah barat
Kota Surakarta memiliki luas wilayah sebesar 1.015,10 km2, dan jumlah
penduduk sebesar 930.531 jiwa, dengan wilayah administrasi yang terdiri
dari 19 Kecamatan, 261 Desa dan 7 Kelurahan. Dari besaran alokasi
formula tersebut, Kabupaten Boyolali memperoleh porsi anggaran dana
desa sebesar Rp72,54 miliar pada tahun 2015, dan naik di tahun 2016
sebesar Rp162,80 miliar. Hal ini dapat dilihat pada grafik di bawah ini:
59
Grafik 30.
Porsi Dana Desa Kab. Boyolali
dibandingkan dengan Dana Desa se-Jawa Tengah (dalam Jutaan rupiah)
Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah
Dari grafik di atas dapat dilihat, Kabupaten Boyolali selama tiga
tahun berturut mendapatkan porsi dana desa sebesar 3,27% dari dana desa
se-Jawa Tengah.
c. Kabupaten Klaten
Secara ringkas dapat dilihat dari grafik di atas, anggaran dana desa
di tahun 2016 naik sebesar 124% dari tahun sebelumnya atau sebesar
Rp90,25 miliar, dengan rata-rata per desa mendapatkan kuncuran dana
desa sebesar Rp623,75 juta dari yang sebelumnya hanya sebesar
Rp277,96 juta. Di tahun 2017, Kabupaten Boyolali mendapatkan porsi
anggaran dana desa sebesar Rp133,06 miliar atau naik sebesar 28% dari
tahun sebelumnya, dengan rata-rata per desa mendapatkan dana sebesar
Rp796,259 juta.
Kabupaten Klaten merupakan salah satu Kabupaten di Jawa
Tengah yang memperoleh porsi anggaran dana desa yang relatif besar
selama tiga tahun berturut. Kabupaten Klaten memiliki luas wilayah
sebesar 655 km2, dan jumlah penduduk sebesar 1.144.040 jiwa, dengan
wilayah administrasi yang terdiri dari 26 Kecamatan, 10 Kelurahan dan
391 Desa. Dari besaran alokasi formula tersebut, Kabupaten Klaten
memperoleh porsi anggaran dana desa sebesar Rp108,67 miliar pada
tahun 2015, dan naik kembali di tahun 2016 sebesar Rp243,87 miliar.
Hal ini dapat dilihat pada grafik di bawah ini:
60
Grafik 31.
Perkembangan Dana Desa di Kab. Klaten
Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah
Secara ringkas dapat dilihat dari grafik di atas, anggaran dana desa
di tahun 2016 naik sebesar 124% dari tahun sebelumnya atau sebesar
135,19 miliar, dengan rata-rata per desa mendapatkan kuncuran dana
desa sebesar Rp623,69 juta dari yang sebelumnya hanya sebesar
Rp277,94 juta. Di tahun 2017, Kabupaten Klaten mendapatkan porsi
anggaran dana desa sebesar Rp311,08 miliar atau naik sebesar 28% dari
tahun sebelumnya, dengan rata-rata per desa mendapatkan dana sebesar
Rp795,62 juta. Kabupaten Klaten selama tiga tahun berturut
mendapatkan porsi dana desa sebesar 4,6% dari proposi dana desa se-
Jawa Tengah. Hal tersebut dapat dilihat pada grafik di bawah ini:
Grafik 32.
Porsi Dana Desa Kab. Klaten
dibandingkan dengan Dana Desa se-Jawa Tengah (dalam Jutaan rupiah)
Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah
61
Namun di dalam pelaksanaannya masih ditemukan adanya
kelemahan. Kajian yang dilakukan oleh KPK tentang Dana Desa,
mengungkapkan regulasi dan petunjuk teknis pelaksanaan yang
diperlukan dalam pengelolaan keuangan desa masih belum disusun
secara lengkap. Beberapa petunjuk teknis yang belum lengkap tersebut
antara lain seperti mekanisme pengangkatan Pendamping PNPM. Pada
tahun 2015 pengangkatan tenaga pendamping di Kabupaten Klaten
belum dianggarkan dalam APBD, karena belum dikeluarkannya
petunjuk teknis dari pusat.
Petunjuk teknis terkait mekanisme rekrutmen pendamping PNPM
ini menjadi penting untuk diselesaikan segera oleh pemerintah pusat
mengingat kebutuhan pendamping dibutuhkan terutama pada awal
proses penganggaran dan perencanaan, dan daerah membutuhkan
informasi dari Pemerintah Pusat terkait porsi pembiayaan pendamping
yang menjadi tugas daerah, dan standar biaya pendampingan yang
diperlukan sehingga daerah dapat mengalokasikan anggaranya untuk
kebutuhan tersebut. Fungsi strategis pendamping dalam pengelolaan
keuangan desa menuntut pendamping yang direkrut adalah personil yang
berkualitas dan berintegritas.
65
6. Daerah pemilihan Jateng VI (Kab. Magelang, Kab. Purworejo,
Kab. Temanggung)
a. Kabupaten Magelang
Grafik 33.
Perkembangan Dana Desa di Kab. Magelang
Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah
Kabupaten Magelang merupakan salah satu Kabupaten di Jawa
Tengah yang memperoleh porsi anggaran dana desa yang relatif besar
selama tiga tahun berturut. Kabupaten Magelang memiliki luas wilayah
sebesar 1.086 km2, dan jumlah penduduk sebesar 1.219.371 jiwa, dengan
wilayah administrasi yang terdiri dari 21 Kecamatan, 5 Kelurahan dan
367 Desa. Dari besaran alokasi formula tersebut, Kabupaten Magelang
memperoleh porsi anggaran dana desa sebesar Rp101,15 miliar pada
tahun 2015, dan naik kembali di tahun 2016 sebesar Rp226,98 miliar.
Hal ini dapat dilihat pada grafik di bawah ini:
Secara ringkas dapat dilihat dari grafik di atas, anggaran dana desa
di tahun 2016 naik sebesar 124% dari tahun sebelumnya atau sebesar
125,8 miliar, dengan rata-rata per desa mendapatkan kuncuran dana desa
sebesar Rp 618,5 juta dari yang sebelumnya hanya sebesar Rp275,6 juta.
Di tahun 2017, Kabupaten Magelang mendapatkan porsi anggaran dana
desa sebesar Rp289,6 miliar atau naik sebesar 28% dari tahun
sebelumnya, dengan rata-rata per desa mendapatkan dana sebesar 789,13
juta. Kab Magelang selama tiga tahun berturut mendapatkan porsi dana
desa sebesar 4,3% dari dana desa se-Jawa Tengah. Hal tersebut dapat
dilihat pada grafik dibawah ini:
66
Grafik 34.
Porsi Dana Desa Kab. Magelang
dibandingkan dengan Dana Desa se-Jawa Tengah (dalam Jutaan rupiah)
Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah
Namun di dalam pelaksanaannya masih ditemukan adanya
kelemahan. Pada Laporan Hasil Pemeriksaan Semester 1 tahun 2016,
BPK RI menemukan adanya kelemahan di dalam sistem pengendalian
intern, yakni Belum tertibnya pelaksanaan dan pertanggungjawaban
Dana Desa, yang mengakibatkan efektivitas pelaksanaan kegiatan yang
dibiayai dengan Dana Desa belum dapat dievaluasi. Hal tersebut
disebabkan karena belum optimalnya Kepala Bagian Tata Pemerintahan
dan Camat dalam melakukan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan
Dana Desa, serta kurangnya pemahaman pemerintah desa atas peraturan
berlaku dalam menyampaikan pertanggungjawaban Dana Desa.
Selain itu, Kajian yang dilakukan oleh KPK tentang Dana Desa
juga menemukan permasalahan bahwa alokasi formula pembagian Dana
Desa yang ditetapkan belum mengacu pada aspek pemerataan. Hal ini
terjadi pada Kecamatan Pakis Kabupaten Magelang.
Tabel 4.
Porsi Dana Desa di Kecamatan Pakis, Kab. Magelang
Indikator Desa Banyusidi Desa Kajangkoso
Luas Desa 7,5 km2 1,5 km2
Jumlah Dusun 21 3
Jumlah Pemilih yang terdaftar dalam Pildes 2014 + 7.400 orang + 512 orang
Dana Desa sesuai formula PP. 60 tahun 2014 Rp437.242.237 Rp41.633.297
Dana Desa sesuai formula PP. No 22 tahun 2015 Rp312.636.000 Rp263.578.000
Sumber: Laporan Audit Investigasi dana desa oleh KPK, 2015.
67
Dari Tabel diatas dapat dilihat, Desa Banyusidi menerima jumlah
dana desa yang nyaris sama dengan Desa Kajangkoso meski memiliki
wilayah 6 kali lebih luas dan jumlah penduduk yang jauh lebih besar dari
Desa Kejangkoso. Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh KPK,
diketahui bahwa desa dengan wilayah yang luas, jumlah penduduk yang
miskin yang besar dan infrastruktur yang sulit seperti Desa Banyusidi
merasa dirugikan dengan formula yang berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 22 tahun 2015 tersebut.
b. Kabupaten Purworejo
Grafik 35.
Perkembangan Dana Desa di Kab Purworejo
Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah
Secara ringkas dapat dilihat dari grafik diatas, anggaran dana desa
di tahun 2016 naik sebesar 124% dari tahun sebelumnya atau sebesar
154,7 miliar, dengan rata-rata per desa mendapatkan kuncuran dana desa
sebesar Rp595,09 juta dari yang sebelumnya hanya sebesar Rp265,28
juta. Di tahun 2017, Kabupaten Purworejo mendapatkan porsi anggaran
Kabupaten Purworejo merupakan Kabupaten di Jawa Tengah
yang memperoleh porsi anggaran dana desa terbesar kedua selama tiga
tahun berturut. Kabupaten Purworejo memiliki luas wilayah sebesar
1.034 km2, dan jumlah penduduk sebesar 948.000 jiwa, dengan wilayah
administrasi yang terdiri dari 16 Kecamatan, 25 Kelurahan dan 469
Desa. Dari besaran alokasi formula tersebut, Kabupaten Purworejo
memperoleh porsi anggaran dana desa sebesar Rp124,41 miliar pada
tahun 2015, dan naik kembali di tahun 2016 sebesar Rp279,1 miliar. Hal
ini dapat dilihat pada grafik dibawah ini:
68
Grafik 36.
Porsi Dana Desa Kab. Purworejo
dibandingkan dengan Dana Desa se-Jawa Tengah (dalam Jutaan rupiah)
Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah
Namun di dalam pelaksanaannya masih ditemukan adanya
kelemahan. Pada Laporan Hasil Pemeriksaan Semester I tahun 2017,
BPK RI menemukan adanya kelemahan di dalam sistem pengendalian
intern yakni Laporan realisasi penggunaan Dana Desa yang disampaikan
kepada Pemerintah Kabupaten Purworejo belum sepenuhnya sesuai
dengan kondisi sebenarnya.
Pada tahun anggaran 2016, penyaluran Dana Desa di Kabupaten
Purworejo sebesar Rp279.101.050.000,00, yang telah disalurkan ke 469
desa di 16 kecamatan. Berdasarkan hasil pemeriksaan atas penyaluran
dan penggunaan Dana Desa tahun 2016, diketahui bahwa terdapat
sebagian desa yang belum membuat Laporan realisasi penggunaan Dana
Desa di akhir tahun anggaran. Disamping itu, beberapa kegiatan yang
bersumber dari Dana Desa baik yang baru selesai, belum selesai
dikerjakan, atau belum dikerjakan sama sekali, namun laporan realisasi
penyaluran dan penggunaan Dana Desa telah disampaikan kepada
Bupati, yang mengakibatkan laporan realisasi penggunaan Dana Desa
belum dapat dijadikan dasar pencapaian pelaksanaan kegiatan. Hal
tersebut disebabkan karena pemda belum memilki ketentuan terkait
dana desa sebesar Rp355,96 miliar atau naik sebesar 28% dari tahun
sebelumnya, dengan rata-rata per desa mendapatkan dana sebesar
Rp758,99 juta. Kab. Purworejo selama tiga tahun berturut-turut
mendapatkan porsi dana desa sebesar 5,4% dari dana desa se-Jawa
Tengah. Hal tersebut dapat dilihat pada grafik dibawah ini:
69
mekanisme penyusunan laporan realisasi penggunaan Dana Desa dan
tidak adanya sanksi yang tegas bila belum mempertanggungjawabkan
laporan realisasi tersebut.
Hal ini tidak sesuai dengan teori Smyth (2007) yang menyatakan
bahwa pengelolaan dana desa harus mempertimbangkan aspek politik
dan manajerial dalam mempertanggungjawabkan akuntabilitasnya.
Political Accountability adalah tanggung jawab yang dilakukan pada
forum-forum publik (politik) kepada masyarakat, sementara managerial
accountability adalah tanggung jawab yang dilakukan berdasarkan
birokrasi sebuah organisasi berdasarkan peraturan yang berlaku.
c. Kabupaten Temanggung
Kabupaten Temanggung terletak di tengah-tengah Propinsi Jawa
Tengah berbatasan dengan Kabupaten Kendal di utara, Kabupaten
Semarang di timur, Kabupaten Magelang di selatan, serta Kabupaten
Wonosobo di barat. Memiliki luas wilayah sebesar 870,25 km2, dan
jumlah penduduk sebesar 733.418 jiwa, dengan wilayah administrasi
yang terdiri dari 20 Kecamatan, 251 Desa dan 266 Kelurahan. Dari
besaran alokasi formula tersebut, Kabupaten Temanggung memperoleh
porsi anggaran dana desa sebesar Rp72,42 miliar pada tahun 2015, dan
naik di tahun 2016 sebesar Rp162,49 miliar. Hal ini dapat dilihat pada
grafik dibawah ini:
Grafik 37.
Perkembangan Dana Desa di Kab Temanggung
Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah
Secara ringkas dapat dilihat dari grafik diatas, anggaran dana desa
di tahun 2016 naik sebesar 124% dari tahun sebelumnya atau sebesar
70
Rp90,07 Miliar, dengan rata-rata per desa mendapatkan kuncuran dana
desa sebesar Rp647,39 juta dari yang sebelumnya hanya sebesar
Rp288,54 juta. Di tahun 2017, Kabupaten Temanggung mendapatkan
porsi anggaran dana desa sebesar Rp133,06 Miliar atau naik sebesar 28%
dari tahun sebelumnya, dengan rata-rata per desa mendapatkan dana
sebesar Rp826,50 juta.
Grafik 38.
Porsi Dana Desa Kab. Temanggung
dibandingkan dengan Dana Desa se-Jawa Tengah
(dalam Jutaan rupiah)
Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah
Dari grafik di atas dapat dilihat, Kabupaten Temanggung selama
tiga tahun berturut mendapatkan porsi dana desa sebesar 3,25% dari
dana desa se-Jawa Tengah.
d. Kabupaten Wonosobo
Kabupaten Wonosobo merupakan salah satu kabupaten di
Provinsi Jawa Tengah yang berbatasan dengan Kabupaten Temanggung
dan Kabupaten Magelang di timur, Kabupaten Purworejo di selatan,
Kabupaten Kebumen dan Kabupaten Banjarnegara di barat, serta
Kabupaten Batang dan Kabupaten Kendal di utara. Memiliki luas
wilayah sebesar 981 km2 yang sebagian besar merupakan dataran tinggi
yang dikelilingi pegunungan dan jumlah penduduk sebesar 900.653 jiwa,
dengan wilayah administrasi yang terdiri dari 29 Kecamatan, 15
Kelurahan dan 236 Desa, Kabupaten Wonosobo memperoleh porsi
anggaran dana desa sebesar Rp66,86 miliar pada tahun 2015, dan naik
kembali di tahun 2016 sebesar Rp150,05 miliar. Hal ini dapat dilihat
pada grafik dibawah ini:
71
Grafik 39.
Perkembangan Dana Desa di Kab. Wonosobo
(dalam Jutaan rupiah)
Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah
Secara ringkas dapat dilihat dari grafik diatas, anggaran dana desa
di tahun 2016 naik sebesar 124% dari tahun sebelumnya atau sebesar
Rp83,19 miliar, dengan rata-rata per desa mendapatkan kuncuran dana
desa sebesar Rp635,82 juta tahu 2017 dari yang sebelumnya hanya
sebesar Rp283,14 juta pada tahun 2016.
Di tahun 2017, Kabupaten Wonosobo mendapatkan porsi
anggaran dana desa sebesar Rp191,49 miliar atau naik sebesar 28% dari
tahun sebelumnya. Rata-rata dana yang diperoleh desa sebesar Rp811,43
juta. Dengan kucuran dana tersebut diharapkan tiga sektor pembangunan
yang menjadi prioritas, yaitu pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur
dapat dapat meningkat.
Pada tahun 2017, Kabupaten Wonosobo dijadikan Percontohan
Open Data Keuangan Desa Nasional oleh Kementerian Dalam Negeri.
Informasi keuangan dapat diakses oleh masyarakat secara terbuka
melalui portal http://datadesa.wonosobokab.go.id. Dengan ini
masyarakat dapat melihat besaran dana yang dikelola oleh desa secara
langsung.
72
Grafik 40.
Porsi Dana Desa Kab. Wonosobo
dibandingkan dengan Dana Desa se-Jawa Tengah
(dalam Jutaan rupiah)
Dari grafik di atas dapat dilihat, Kabupaten Wonosbo selama tiga
tahun berturut mendapatkan porsi dana desa sebesar 2,9% dari dana desa
se-Jawa Tengah.
75
7. Daerah pemilihan Jateng VII (Kab. Kebumen, Kab. Banjarnegara,
Kab. Purbalingga)
a. Kabupaten Kebumen
Grafik 41.
Perkembangan Dana Desa di Kab. Kebumen
Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah
Kabupaten Kebumen merupakan Kabupaten di Jawa Tengah yang
memperoleh porsi anggaran dana desa tertinggi se-Jawa Tengah selama
tiga tahun berturut. Kabupaten Kebumen memiliki luas wilayah sebesar
1.581 km2, dan jumlah penduduk sebesar 1.155.437 jiwa, dengan
wilayah administrasi yang terdiri dari 26 Kecamatan, 11 Kelurahan dan
449 Desa. Dari besaran alokasi formula tersebut, Kabupaten Kebumen
memperoleh porsi anggaran dana desa sebesar Rp125,84 miliar pada
tahun 2015, dan naik kembali di tahun 2016 sebesar Rp282,14 miliar.
Hal ini dapat dilihat pada grafik di bawah ini:
Secara ringkas dapat dilihat dari grafik di atas, anggaran dana desa
di tahun 2016 naik sebesar 124% dari tahun sebelumnya atau sebesar
Rp156,29 miliar, dengan rata-rata per desa mendapatkan kuncuran dana
desa sebesar Rp628,38 juta dari yang sebelumnya hanya sebesar
Rp280,27 juta. Di tahun 2017, Kabupaten Kebumen mendapatkan porsi
anggaran dana desa sebesar Rp359,99 miliar atau naik sebesar 28% dari
tahun sebelumnya, dengan rata-rata per desa mendapatkan dana sebesar
Rp801,77 juta. Kabupaten Kebumen selama tiga tahun berturut
76
Grafik 42.
Porsi Dana Desa Kab. Kebumen
dibandingkan dengan Dana Desa se-Jawa Tengah (dalam Jutaan rupiah)
125.845
282.143
359.998
2.198.399
5.002.015
6.384.437
- 2.000.000 4.000.000 6.000.000 8.000.000
2015
2016
2017
Jawa Tengah Kab Kebumen
Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah
Namun di dalam pelaksanaannya masih ditemukan adanya
kelemahan. Pada Laporan Hasil Pemeriksaan Semester I 2017, BPK RI
menemukan adanya kelemahan di dalam sistem pengendalian internal
yakni Belum Disampaikannya Laporan Pertanggungjawaban Bantuan
Keuangan Dana Desa, Alokasi Dana Desa (ADD), Bagi Hasil Pajak
(BHP) dan Bagi Hasil Retribusi (BHR), yang mengakibatkan efektivitas
pelaksanaan kegiatan yang dibiayai dengan Dana Desa, ADD, BHP dan
BHR belum dapat dievaluasi. Hal tersebut disebabkan karena Kepala
Desa penerima dana transfer tidak tertib dalam menyampaikan LPj.
Hal ini tidak sesuai dengan teori Smyth (2007) yang menyatakan
bahwa pengelolaan dana desa harus mempertimbangkan aspek politik
dan manajerial dalam mempertanggungjawabkan akuntabilitasnya.
Political Accountability adalah tanggung jawab yang dilakukan pada
forum-forum publik (politik) kepada masyarakat, sementara managerial
accountability adalah tanggung jawab yang dilakukan berdasarkan
birokrasi sebuah organisasi berdasarkan peraturan yang berlaku.
b. Kabupaten Banjarnegara
Kabupaten Banjarnegara merupakan salah satu kabupaten di
wilayah Provinsi Jawa Tengah yang berbatasan dengan Kabupaten
Pekalongan dan Kabupaten Batang di Utara, Kabupaten Wonosobo di
Timur, Kabupaten Kebumen di Selatan, dan Kabupaten Banyumas dan
mendapatkan porsi dana desa sebesar 5,3% dari dana desa se-Jawa
Tengah. Hal tersebut dapat dilihat pada grafik di bawah ini:
77
Grafik 43.
Perkembangan Dana Desa di Kab. Banjarnegara
Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah
Kabupaten Purbalingga di Barat. Memiliki luas wilayah sebesar 1.069
km2, dan jumlah penduduk sebesar 916.875 jiwa, dengan wilayah
administrasi yang terdiri dari 20 Kecamatan, 12 Kelurahan dan 266
Desa, Kabupaten Banjarnegara memperoleh porsi anggaran dana desa
sebesar Rp74,81 miliar pada tahun 2015, dan naik kembali di tahun 2016
sebesar Rp167,88 miliar. Hal ini dapat dilihat pada grafik di bawah ini:
Secara ringkas dapat dilihat dari grafik di atas, anggaran dana desa
di tahun 2016 naik sebesar 124% dari tahun sebelumnya atau sebesar
Rp93,07 miliar. Kenaikan dana desa ini tidak lepas dari bertambahnya
jumlah desa dari tahun ke tahun karena adanya pemekaran. Rata-rata per
desa mendapatkan kuncuran dana desa sebesar Rp631,14 juta pada tahun
2017 dari yang sebelumnya hanya sebesar Rp281,24 juta tahun 2016. Di
tahun 2017, Kabupaten Banjarnegara mendapatkan porsi anggaran dana
desa sebesar Rp214,47 miliar atau naik sebesar 28% dari tahun
sebelumnya, dengan rata-rata per desa mendapatkan dana sebesar
Rp806,28 juta. Kab. Banjarnegara selama tiga tahun berturut
mendapatkan porsi dana desa sebesar 3,2% dari dana desa se-Jawa
Tengah. Hal tersebut dapat dilihat pada grafik di bawah ini:
78
Grafik 44.
Porsi Dana Desa Kab. Banjarnegara
dibandingkan dengan Dana Desa se-Jawa Tengah (dalam Jutaan rupiah)
Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah
Namun di dalam pelaksanaannya masih ditemukan adanya
kelemahan. Pada Laporan Hasil Pemeriksaan Semester I tahun 2017,
BPK RI menemukan adanya kelemahan di dalam sistem pengendalian
internal yaitu Pengendalian Penyampaian Laporan Pertanggungjawaban
Realisasi Pelaksanaan APBDes belum memadai. Berdasarkan hasil
pemeriksaan, diketahui bahwa ikhtisar laporan pertanggungjawaban
realisasi pelaksanaan APBDes TA 2016 yang disampaikan ke BPK
hanya merangkum laporan sebanyak 117 desa. Sehingga sebanyak 149
desa lainnya belum tercatat dan belum ada ikhtisar laporan
pertanggungjawabannya. Diantaranya terdapat seluruh desa (17 desa)
yang berasal dari satu kecamatan yaitu kecamatan Banjarmangu, yang
belum ada ikhtisar laporan pertanggungjawabannya. Hal tersebut
mengakibatkan Pemerintah Kabupaten Banjarnegara tidak dapat
melakukan evaluasi atas pelaksanaan kegiatan dan realisasi bantuan
keuangan ke desa.
79
c. Kabupaten Purbalingga
Grafik 45.
Perkembangan Dana Desa di Kab. Purbalingga
Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah
Kabupaten Purbalingga memiliki luas wilayah sebesar 678 km2,
dan jumlah penduduk sebesar 1.013.084 jiwa, dengan wilayah
administrasi yang terdiri dari 18 Kecamatan, 15 Kelurahan dan 224
Desa. Dari besaran alokasi formula tersebut, Kabupaten Purbalingga
memperoleh porsi anggaran dana desa sebesar Rp66,61 miliar pada
tahun 2015, dan naik kembali di tahun 2016 sebesar Rp149,53 miliar.
Hal ini dapat dilihat pada grafik di bawah ini:
Secara ringkas dapat dilihat dari grafik di atas, anggaran dana desa
di tahun 2016 naik sebesar 124% dari tahun sebelumnya atau sebesar
Rp82,92 miliar, dengan rata-rata per desa mendapatkan kuncuran dana
desa sebesar Rp665,94 juta dari yang sebelumnya hanya sebesar
Rp667,53 juta. Di tahun 2017, Kabupaten Purbalingga mendapatkan
porsi anggaran dana desa sebesar Rp191,24 miliar atau naik sebesar 28%
dari tahun sebelumnya, dengan rata-rata per desa mendapatkan dana
sebesar Rp853,68 juta.
80
Grafik 46.
Porsi Dana Desa Kab. Purbalingga
dibandingkan dengan Dana Desa se-Jawa Tengah (dalam Jutaan rupiah)
Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah
Dari grafik di atas dapat dilihat, Kab Purbalingga selama tiga
tahun berturut-turut mendapatkan porsi dana desa sebesar 2,9% dari
dana desa se-Jawa Tengah.
83
8. Daerah Pemilihan Jateng VIII (Kab. Banyumas, Kab. Cilacap)
a. Kabupaten Banyumas
Grafik 47.
Perkembangan Dana Desa di Kab. Banyumas
Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah
Secara ringkas dapat dilihat dari grafik diatas, anggaran dana desa
Kabupaten Banyumas merupakan salah satu Kabupaten di Jawa
Tengah memiliki luas wilayah sebesar 1.329,02 km2, dan jumlah
penduduk sebanyak 1.578.129 jiwa, dengan wilayah administrasi yang
terdiri dari 27 Kecamatan, 331 Kelurahan dan 201 Desa. Kabupaten
Banyumas memperoleh porsi anggaran dana desa selama tiga tahun
berturut-turut yang relatif besar yakni Rp 89,3 miliar pada tahun 2015,
dan naik kembali di tahun 2016 sebesar Rp200,5 miliar. Hal ini dapat
dilihat pada grafik di bawah ini:
di tahun 2016 naik sebesar 124% dari tahun sebelumnya atau sebesar
Rp111,2 miliar, dengan rata-rata per desa mendapatkan kuncuran dana
desa sebesar Rp665,94 juta dari yang sebelumnya hanya sebesar
Rp296,65 juta. Di tahun 2017, Kabupaten Banyumas mendapatkan porsi
anggaran dana desa sebesar Rp255,72 miliar atau naik sebesar 28% dari
tahun sebelumnya, dengan rata-rata per desa mendapatkan dana sebesar
Rp849,61 juta. Kab Banyumas selama tiga tahun berturut mendapatkan
porsi dana desa sebesar 3,9% dari dana desa se-Jawa Tengah. Hal
tersebut dapat dilihat pada grafik di bawah ini:
84
Grafik 48.
Porsi Dana Desa Kab. Banyumas
dibandingkan dengan Dana Desa se-Jawa Tengah
(dalam Jutaan rupiah)
Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah
Namun di dalam pelaksanaannya masih ditemukan adanya
kelemahan. Pada Laporan Hasil Pemeriksaan Semester I tahun 2017,
BPK RI menemukan adanya kelemahan di dalam sistem pengendalian
intern yakni Belum disusunnya Ikhtisar Laporan Pertanggungjawaban
Realisasi Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa
(APBDes), yang mengakibatkan LKPD Pemerintah Banyumas belum
memuat secara rinci atas realisasi transfer bantuan keuangan kepada
pemerintah desa, yang didalamnya terdapat dana desa. Permasalahan
tersebut disebabkan karena kurangnya koordinasi dan monitoring yang
dilakukan antara Kepala Bidang Akuntansi DPPKAD dengan Kepala
Badan Pemberdayaan Masayarakat, Perempuan dan Keluarga
Berencana.
Hal ini tidak sesuai dengan teori Smyth (2007) yang menyatakan
bahwa pengelolaan dana desa harus mempertimbangkan aspek politik
dan manajerial dalam mempertanggungjawabkan akuntabilitasnya.
Political Accountability adalah tanggung jawab yang dilakukan pada
forum-forum publik (politik) kepada masyarakat, sementara managerial
accountability adalah tanggung jawab yang dilakukan berdasarkan
birokrasi sebuah organisasi berdasarkan peraturan yang berlaku.
85
b. Kabupaten Cilacap
Grafik 49.
Perkembangan Dana Desa di Kab. Cilacap
Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diola
Kabupaten Cilacap merupakan salah satu kabupaten di wilayah
Provinsi Jawa Tengah yang berbatasan dengan Kabupaten Banyumas di
sebelah utara, Samudra Hindia di sebelah selatan, Kabupaten Kebumen
di timur dan Kabupaten Ciamis di sebelah barat. Kabupaten Cilacap
memiliki luas wilayah sebesar 2.124 km2 dengan luas wilayahnya sekitar
6,2% dari total wilayah Jawa Tengah. Jumlah penduduk di Kabupaten
Cilacap sebanyak 1.910.314 jiwa, dengan wilayah administrasi yang
terdiri dari 24 Kecamatan, 15 Kelurahan dan 269 Desa. Dari besaran
alokasi formula dana desa, Kabupaten Cilacap memperoleh porsi
anggaran dana desa sebesar Rp81,06 miliar pada tahun 2015, dan naik
kembali di tahun 2016 sebesar Rp181,99 miliar. Hal ini dapat dilihat
pada grafik di bawah ini:
Secara ringkas dapat dilihat dari grafik di atas, anggaran dana desa
di tahun 2016 naik sebesar 124% dari tahun sebelumnya atau sebesar
Rp100,92 miliar, dengan rata-rata per desa mendapatkan kuncuran dana
desa sebesar Rp676,52 juta dari yang sebelumnya hanya sebesar
Rp301,34 juta. Di tahun 2017, Kabupaten Cilacap mendapatkan porsi
anggaran dana desa sebesar Rp232,08 miliar atau naik sebesar 28% dari
tahun sebelumnya, dengan rata-rata per desa mendapatkan dana sebesar
Rp862,76 juta.
86
Grafik 50.
Porsi Dana Desa Kab. Cilacap dibandingkan dengan Dana Desa se-Jawa Tengah
(dalam Jutaan rupiah)
Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah
Dari grafik di atas dapat dilihat, Kabupaten Cilacap selama tiga
tahun berturut-turut mendapatkan porsi dana desa sebesar 3,5% dari
dana desa se-Jawa Tengah. Dari besaran porsi tersebut, Kabupaten
Kebumen menjadi salah satu Kabupaten di Jawa Tengah yang
memperoleh porsi anggaran dana desa tertinggi se-Jawa Tengah.
89
9. Daerah Pemilihan Jateng IX (Kab. Tegal, Kab. Brebes)
a. Kabupaten Tegal
Grafik 51.
Perkembangan Dana Desa di Kab. Tegal
Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah
Kabupaten Tegal merupakan salah satu Kabupaten di Jawa
Tengah yang memperoleh porsi anggaran dana desa yang relatif besar
selama tiga tahun berturut. Kabupaten Tegal memiliki luas wilayah
sebesar 879 km2, dan jumlah penduduk sebesar 1.396.982 jiwa, dengan
wilayah administrasi yang terdiri dari 18 Kecamatan, 6 Kelurahan dan
281 Desa. Dari besaran alokasi formula tersebut, Kabupaten Tegal
memperoleh porsi anggaran dana desa sebesar Rp81,6 miliar pada tahun
2015, dan naik kembali di tahun 2016 sebesar Rp183,2 miliar. Hal ini
dapat dilihat pada grafik di bawah ini:
Secara ringkas dapat di lihat dari grafik diatas, anggaran dana desa
di tahun 2016 naik sebesar 124% dari tahun sebelumnya atau sebesar
Rp101,59 miliar, dengan rata-rata per desa mendapatkan kuncuran dana
desa sebesar Rp651,99 juta dari yang sebelumnya hanya sebesar
Rp290,46 juta. Di tahun 2017, Kabupaten Tegal kembali mendapatkan
porsi anggaran dana desa sebesar Rp234,02 miliar atau naik sebesar 28%
dari tahun sebelumnya, dengan rata-rata per desa mendapatkan dana
sebesar Rp832,83 juta. Kab. Tegal selama tiga tahun berturut
mendapatkan porsi dana desa sebesar 3,5% dari dana desa se-Jawa
Tengah. Hal tersebut dapat dilihat pada grafik di bawah ini:
90
Grafik 52.
Porsi Dana Desa Kab. Tegal
dibandingkan dengan Dana Desa se-Jawa Tengah (dalam Jutaan rupiah)
Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah
Namun di dalam pelaksanaannya masih ditemukan adanya
kelemahan. Pada Laporan Hasil Pemeriksaan Semester I tahun 2017,
BPK RI menemukan adanya kelemahan pada kepatuhan terhadap
peraturan perundang-undangan, yakni Pertanggungjawaban Belanja
Transfer Bantuan Keuangan Dana Desa Terlambat senilai
Rp25.008.998.390,00. Pemerintah Kabupaten Tegal telah
menganggarkan Transfer Bantuan Keuangan ke Desa sebesar
Rp344.381.641.000,00 dengan realisasi sebesar Rp342.020.840.961,00
atau sebesar 99,31%, dengan rincian dalam Tabel berikut:
Tabel 5.
Anggaran dan Belanja Bantuan Keuangan ke Desa No Jenis Belanja Anggaran Belanja
1 Dana Desa 183.211.735.997,00 183.211.735.997,00
2 Alokasi Dana Desa 120.409.104.964,00 120.409.104.964,00
3 Program Daerah Pemberdayaan
Masyarakat (PDPM)
28.100.000.000,00 28.100.000.000,00
4 Rumah Tidak Layak Huni 10.150.000.000,00 9.650.000.000,00
5 Kursus Kewirausahaan Desa (KKD) 150.000.000,00 150.000.000,00
6 Penataan Lingkungan Berbasis
Komunitas (PLBK)
2.360.800.000,00 500.000.000,00
Jumlah 344.381.641.000,00 342.020.840.961,00
Sumber: LHP BPK RI Semester I 2017
Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan BPK ditemukan adannya
keterlambatan penyampaian laporan pertanggungjawaban belanja transfer
91
Dana Desa tahap I dan II yang terlambat disampaikan senilai
Rp25.008.998.390,00 oleh Pemerintah Desa di Kabupaten Tegal, yang
mengakibatkan realisasi Dana Desa tersebut belum dapat diketahui
efektivitas penggunaannya. Permasalahan tersebut disebabkan karena
Kepala DPPKAD sebagai SKPD pengampu tidak melakukan penagihan
atas laporan penggunaan dana desa yang telah dicairkan, serta belum
adanya koordinasi yang baik yang dilakukan Kepala BPMD sebagai Tim
Koordinasi Kabupaten dan Camat selaku Tim Koordinasi dari
Kecamatan.
Hal ini tidak sesuai dengan teori Smyth (2007) yang menyatakan
bahwa pengelolaan dana desa harus mempertimbangkan aspek politik dan
manajerial dalam mempertanggungjawabkan akuntabilitasnya. Political
Accountability adalah tanggung jawab yang dilakukan pada forum-forum
publik (politik) kepada masyarakat, sementara managerial accountability
adalah tanggung jawab yang dilakukan berdasarkan birokrasi sebuah
organisasi berdasarkan peraturan yang berlaku.
b. Kabupaten Brebes
Grafik 53.
Perkembangan Dana Desa di Kab. Brebes
Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah
Kabupaten Brebes merupakan salah satu Kabupaten di Jawa
Tengah yang memperoleh porsi anggaran dana desa yang relatif besar
selama tiga tahun berturut. Kabupaten Brebes memiliki luas wilayah
sebesar 1.902 km2, dan jumlah penduduk sebesar 2.102.960 jiwa, dengan
wilayah administrasi yang terdiri dari 17 Kecamatan, 5 Kelurahan dan
292 Desa. Dari besaran alokasi formula tersebut, Kabupaten Brebes
memperoleh porsi anggaran dana desa sebesar Rp94,56 miliar pada
tahun 2015, dan naik di tahun 2016 sebesar Rp212,39 miliar. Hal ini
dapat dilihat pada grafik di bawah ini:
92
Secara ringkas dapat dilihat dari grafik diatas, anggaran dana desa
di tahun 2016 naik sebesar 124% dari tahun sebelumnya atau sebesar
Rp117,82 miliar, dengan rata-rata per desa mendapatkan kuncuran dana
desa sebesar Rp727,35 juta dari yang sebelumnya hanya sebesar
Rp323,35 juta. Di tahun 2017, Kabupaten Brebes kembali mendapatkan
porsi anggaran dana desa sebesar Rp270,92 miliar atau naik sebesar 28%
dari tahun sebelumnya, dengan rata-rata per desa mendapatkan dana
sebesar Rp927,82 juta.
Grafik 54.
Porsi Dana Desa Kab. Brebes
dibandingkan dengan Dana Desa se-Jawa Tengah (dalam Jutaan rupiah)
Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah
Dari grafik di atas dapat dilihat, Kab Brebes selama tiga tahun
berturut mendapatkan porsi dana desa sebesar 4,1% dari dana desa se-
Jawa Tengah.
95
10. Daerah Pemilihan Jateng X (Kab. Pekalongan, Kab. Pemalang,
Kab. Batang)
a. Kabupaten Pekalongan
Grafik 55.
Perkembangan Dana Desa di Kab. Pekalongan
Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah
Kabupaten Pekalongan merupakan kabupaten yang memiliki luas
wilayah sebesar 837 km2, dan jumlah penduduk sebesar 981.146 jiwa.
Dengan wilayah administrasi yang terdiri dari 19 Kecamatan, 14
Kelurahan dan 272 Desa. Dari besaran alokasi formula tersebut,
Kabupaten Pekalongan memperoleh porsi anggaran dana desa sebesar
Rp77,8 miliar pada tahun 2015, dan naik kembali di tahun 2016 sebesar
Rp174,5 miliar. Hal ini dapat dilihat pada grafik di bawah ini:
Secara ringkas dapat dilihat dari grafik diatas, anggaran dana desa
di tahun 2016 naik sebesar 124% dari tahun sebelumnya atau sebesar
Rp96,76 miliar, dengan rata-rata per desa mendapatkan kuncuran dana
desa sebesar Rp641,64 juta dari yang sebelumnya hanya sebesar
Rp285,89 juta. Di tahun 2017, Kabupaten Pekalongan kembali
mendapatkan porsi anggaran dana desa sebesar Rp222,53 miliar atau
naik sebesar 28% dari tahun sebelumnya, dengan rata-rata per desa
mendapatkan dana sebesar Rp818,15 juta. Kab Pekalongan selama tiga
tahun berturut mendapatkan porsi dana desa sebesar 3,4% dari dana desa
se-Jawa Tengah. Hal tersebut dapat dilihat pada grafik di bawah ini:
96
Grafik 56.
Porsi Dana Desa Kab. Pekalongan
dibandingkan dengan Dana Desa se-Jawa Tengah (dalam Jutaan rupiah)
Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah
Namun di dalam pelaksanaannya masih ditemukan adanya
kelemahan. Pada Laporan Hasil Pemeriksaan Semester I tahun 2017,
BPK RI menemukan adanya kelemahan di dalam sistem pengendalian
internalnya, yakni adanya Realisasi belanja transfer yang terlambat
dipertanggungjawabkan senilai Rp113,54 Miliar.
Pemerintah Kabupaten Pekalongan telah menganggarkan Transfer
Bantuan Keuangan ke Desa sebesar Rp313.875.625.100,00 dengan
realisasi sebesar Rp313.525.616.990,00 atau sebesar 99,89%, dengan
rincian dalam Tabel berikut:
Tabel 6.
Anggaran dan Belanja Bantuan Keuangan ke Desa No Jenis Belanja Anggaran Belanja %
1 Dana Desa 174.527.576.000,00 174.527.567.900,00 100,00
2 Alokasi Dana Desa 95.905.199.100,00 95.905.199.090,00 100,00
3 Pembangunan fisik sarana
dan prasarana
38.712.800.000,00 38.362.800.000,00 99,10
4 Bantuan keuangan lainnya 4.730.050.000,00 4.730.050.000,00 100,00
Jumlah 313.875.625.100,00 313.525.616.990,00 99,89
Sumber: LHP BPK RI Semester I 2017
Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan BPK ditemukan adannya
keterlambatan penyampaian laporan pertanggungjawaban belanja transfer
Dana Desa tahap II yang terlambat disampaikan senilai
Rp59.117.563.200,00, yang mengakibatkan realisasi Dana Desa tersebut
97
belum dapat diketahui efektivitas penggunaannya. Hal tersebut
disebabkan karena Kepala Desa penerima dana transfer tidak mematuhi
kewajiban dalam menyampaikan laporan pertanggungjawaban secara
tepat waktu.
Hal ini tidak sesuai dengan teori Smyth (2007) yang menyatakan
bahwa pengelolaan dana desa harus mempertimbangkan aspek politik dan
manajerial dalam mempertanggungjawabkan akuntabilitasnya. Political
Accountability adalah tanggung jawab yang dilakukan pada forum-forum
publik (politik) kepada masyarakat, sementara managerial accountability
adalah tanggung jawab yang dilakukan berdasarkan birokrasi sebuah
organisasi berdasarkan peraturan yang berlaku.
b. Kabupaten Pemalang
Grafik 57.
Perkembangan Dana Desa di Kab. Pemalang
Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah
Secara ringkas dapat dilihat dari grafik diatas, anggaran dana desa
Kabupaten Pemalang merupakan kabupaten yang memiliki luas
wilayah sebesar 996 km2 dan jumlah penduduk sebesar 1.261.049 jiwa.
Dengan wilayah administrasi yang terdiri dari 14 Kecamatan, 11
Kelurahan dan 211 Desa. Dari besaran alokasi formula tersebut,
Kabupaten Pemalang memperoleh porsi anggaran dana desa sebesar
Rp66,6 miliar pada tahun 2015, dan naik di tahun 2016 sebesar Rp149,6
miliar. Hal ini dapat dilihat pada grafik di bawah ini:
di tahun 2016 naik sebesar 124% dari tahun sebelumnya atau sebesar
Rp82,98 miliar, dengan rata-rata per desa mendapatkan kucuran dana
desa sebesar Rp709,04 juta dari yang sebelumnya hanya sebesar
Rp315,73 juta. Di tahun 2017, Kabupaten Pemalang kembali
mendapatkan porsi anggaran dana desa sebesar Rp191 miliar atau naik
sebesar 28% dari tahun sebelumnya, dengan rata-rata per desa
98
Grafik 58.
Porsi Dana Desa Kab. Pemalang
dibandingkan dengan Dana Desa se-Jawa Tengah (dalam Jutaan rupiah)
66.620
149.607
191.002
2.198.399
5.002.015
6.384.437
- 2.000.000 4.000.000 6.000.000 8.000.000
2015
2016
2017
Jawa Tengah Kab Pemalang
Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah
Namun di dalam pelaksanaannya masih ditemukan adanya
kelemahan. Pada Laporan Hasil Pemeriksaan Semester I tahun 2017,
BPK RI menemukan adanya kelemahan di dalam kepatuhan terhadap
peraturan perundang-undangan, yakni adanya Pertanggungjawaban
belanja transfer yang belum dipertanggungjawabkan oleh Pemerintah
Desa atas Bantuan Keuangan Dana Desa sebesar Rp9,98 miliar.
Pemerintah Kabupaten Pemalang telah menganggarkan Transfer Bantuan
Keuangan ke Desa sebesar Rp317.096.704.000,00 dengan realisasi
sebesar Rp315.141.062.840,00 atau sebesar 99,38%, dengan rincian
dalam Tabel berikut:
Tabel 7.
Anggaran dan Belanja Bantuan Keuangan ke Desa No Jenis Belanja Anggaran Belanja
1 Dana Desa 174.527.576.000,00 174.527.567.900,00
2 Alokasi Dana Desa 95.905.199.100,00 95.905.199.090,00
Jumlah 313.875.625.100,00 313.525.616.990,00
Sumber: LHP BPK RI Semester I 2017
mendapatkan dana sebesar Rp905,22 juta. Kab Pemalang selama tiga
tahun berturut-turut mendapatkan porsi dana desa sebesar 2,9% dari
dana desa se-Jawa Tengah. Hal tersebut dapat dilihat pada grafik
di bawah ini:
99
Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan BPK, diketahui terdapat
pertanggungjawaban belanja transfer bantuan keuangan Dana Desa yang
terlambat dan belum dipertanggungjawabkan oleh pemerintah desa
kepada Bupati. Dari permasalahan tersebut, diketahui terdapat 73 desa
penerima bantuan Dana Desa senilai Rp53.443.310.000,00 terlambat
dipertanggungjawabkan oleh pemerintah desa dan 15 desa yang belum
mempertanggungjawabkan laporan realisasi penggunaan Dana Desa
senilai Rp9.977.036.000,00 yang mengakibatkan realisasi Dana Desa
tersebut belum dapat diyakini efektivitas penggunaannya sebesar
Rp9.977.036.000,00. Hal tersebut disebabkan karena kurangnya
koordinasi antara Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga
Berencana dengan Kepala DPPKAD, serta Kepala Desa penerima dana
transfer yang tidak mematuhi kewajiban dalam menyampaikan laporan
pertanggungjawaban secara tepat waktu.
Hal ini tidak sesuai dengan teori Smyth (2007) yang menyatakan
bahwa pengelolaan dana desa harus mempertimbangkan aspek politik dan
manajerial dalam mempertanggungjawabkan akuntabilitasnya. Political
Accountability adalah tanggung jawab yang dilakukan pada forum-forum
publik (politik) kepada masyarakat, sementara managerial accountability
adalah tanggung jawab yang dilakukan berdasarkan birokrasi sebuah
organisasi berdasarkan peraturan yang berlaku.
c. Kabupaten Batang
Kabupaten Batang merupakan salah satu kabupaten di Provinsi
Jawa Tengah yang berbatasan dengan Laut Jawa di utara, Kabupaten
Kendal di timur, Kabupaten Banjarnegara di selatan, serta Kota
Pekalongan dan Kabupaten Pekalongan di barat. Kabupaten Batang
memiliki luas wilayah sebesar 789 km2 dan jumlah penduduk sebesar
827.685 jiwa dengan wilayah administrasi yang terdiri dari 15
Kecamatan, 9 Kelurahan dan 239 Desa. Dari besaran alokasi formula
tersebut, Kabupaten Pemalang memperoleh porsi anggaran dana desa
sebesar Rp66,58 miliar pada tahun 2015, dan naik kembali di tahun 2016
sebesar Rp149,4 miliar. Hal ini dapat dilihat pada grafik di bawah ini:
100
Grafik 59.
Perkembangan Dana Desa di Kab. Batang
Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah
Secara ringkas dapat dilihat dari grafik diatas, anggaran dana desa
di tahun 2016 naik sebesar 124% dari tahun sebelumnya atau sebesar
Rp82,82 miliar, dengan rata-rata per desa mendapatkan kuncuran dana
desa sebesar Rp555,4 juta dari yang sebelumnya hanya sebesar
Rp247,51 juta. Di tahun 2017, Kabupaten Batang kembali mendapatkan
porsi anggaran dana desa sebesar Rp190,96 miliar atau naik sebesar 28%
dari tahun sebelumnya, dengan rata-rata per desa mendapatkan dana
sebesar Rp709,89 juta.
Grafik 60.
Porsi Dana Desa Kab. Batang
dibandingkan dengan Dana Desa se-Jawa Tengah
(dalam Jutaan rupiah)
66.579
149.404
190.962
2.198.399
5.002.015
6.384.437
- 2.000.000 4.000.000 6.000.000 8.000.000
2015
2016
2017
Jawa Tengah Kab Batang
Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah
Dari grafik di atas dapat dilihat, Kab. Batang selama tiga tahun
berturut-turut mendapatkan porsi dana desa sebesar 2,9% dari dana desa
se-Jawa Tengah.
101
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
Sebagai provinsi dengan jumlah desa terbesar di Indonesia, Jawa
Tengah adalah salah satu provinsi yang mendapatkan jumlah dana desa
terbesar di Indonesia dengan jumlah dana desa yang diterima oleh 29
kabupaten di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2015 sebesar
Rp2.228.889.296.000. Jumlah dana tersebut mengalami kenaikan yang
cukup signifikan sebesar 124% pada tahun 2016 yaitu Rp5.002.426.341.000.
Kondisi ini menjadi sebuah peluang yang baik untuk meningkatkan taraf
hidup masyarakat desa di Provinsi Jawa Tengah melalui pembangunan yang
sifatnya partisipatif melibatkan seluruh masyarakat desa dimana pada tahun
2017 jumlah dana desa yang diterima mengalami kenaikan 28% dengan
jumlah total dana yang diterima Rp6.384.442.058.000. Namun demikian,
jumlah dana desa yang besar ini rupanya masih belum diimbangi dengan
pengendalian internal dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-
undangan yang memadai.
Berdasarkan kajian di atas, pokok-pokok kelemahan yang menjadi
temuan BPK pada sistem pengendalian internal dan kepatuhan terhadap
peraturan perundang-undangan antara lain karena belum adanya pedoman
atau petunjuk teknis penggunaan dana desa yang memadai, penyampaian
laporan pertanggungjawaban yang tidak tepat waktu, dan pelaksanaan
pertanggungjawaban yang belum tertib. Ditinjau dari teori akuntabilitas
publik, masih terdapat berbagai jenis pelanggaran prinsip akuntabilitas
publik terutama prinsip managerial accountability dalam pelaksanaan
kebijakan dana desa (termasuk pelaksanaan dana desa di Provinsi Jawa
Tengah). Kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku
atas suatu kebijakan menjadi faktor esensial pelaksanaan prinsip managerial
accountability.
Ditinjau dari prinsip akuntabilitas publik, masih terdapat kelemahan
pelaksanaan akuntabilitas publik dalam hal:
1. Kurangnya partisipasi publik dalam pengawasan implementasi dana
desa. Masyarakat belum dilibatkan secara maksimal dalam pengawasan
pelaksanaan kebijakan dana desa. Hal ini karena belum adanya
“saluran” pengaduan yang memadai bagi masyarakat, dan masih
rendahnya kepekaan masyarakat mengenai pentingnya kebijakan dana
desa untuk kelangsungan hidup masyarakat desa.
2. Delegasi otoritas kepada pemerintah daerah belum maksimal. Secara
jelas peraturan perundang-undangan mengenai dana desa telah
102
menekankan pentingnya peran pemerintah daerah (provinsi dan
kabupaten/kota) dalam pelaksanaan kebijakan dana desa. Namun
otoritas pengawasan dana desa ini belum dilaksanakan secara maksimal.
Hal ini terbukti dengan masih terjadinya berbagai temuan kelemahan
pengendalian internal dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-
undangan akibat belum kuatnya pengawasan dari Aparat Pengawas
Intern Pemerintah (APIP) daerah.
3. Terdapat kesulitan implementasi format laporan dana desa yang
ditetapkan oleh pemerintah. Dalam detail paparan temuan BPK atas
pelaksanaan kebijakan dana desa di Provinsi Jawa Tengah, masih
terdapat kasus yang menunjukkan pelaporan dan pertanggungjawaban
yang belum memadai (Kabupaten Kebumen). Hal ini menegaskan
berbagai macam pendapat dan penelitian yang menyebutkan bahwa
pelaporan dana desa masih belum sederhana. Kondisi ini semakin buruk
karena masih rendahnya kompetensi aparatur desa dalam membuat
laporan pertanggungjawaban.
Atas kesimpulan di atas, Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara
Badan Keahlian DPR RI menyarankan agar :
1. Kementerian Keuangan bekerjasama dengan kementerian-
kementerian terkait, harus merumuskan peraturan dan sistem
pelaporan yang mudah dilaksanakan dan dilaporkan. Peraturan
teknis yang mudah dilaksanakan ini untuk memudahkan pelaksanaan
kebijakan dana desa, sehingga implementasi konsep managerial
accountability dapat dipenuhi. Pada sisi yang lain, walaupun
peraturan ini mudah dilaksanakan, peraturan ini juga harus tetap
memenuhi asas-asas akuntabilitas publik agar tetap dapat menjaga
kebijakan dana desa terbebas dari tindakan yang merugikan
keuangan negara.
2. Kementerian Keuangan bekerjasama dengan kementerian-
kementerian terkait harus berpartisipasi langsung untuk memberikan
pemahaman kepada pemerintah provinsi, pemerintah
kabupaten/kota, dan aparatur desa terkait pelaksanaan kebijakan
dana desa. Pemahaman atas peraturan menjadi unsur yang sangat
penting untuk mencegah terjadinya penyimpangan kebijakan dana
desa. Bentuk partisipasi yang cukup sesuai dengan kegiatan
pengembangan potensi sumber daya manusia pelaksana kebijakan
dana desa adalah dengan melaksanakan kegiatan bimbingan teknis
(bimtek) secara berkelanjutan untuk aparatur utama pelaksana
kebijakan dana desa yaitu: 1) Kepala Desa dan jajarannya, 2) APIP
Kabupaten/Kota, 3) APIP Provinsi, dan 4) Pendamping desa.
103
3. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan seluruh pemerintah daerah
kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah harus aktif dalam
pengawasan kebijakan dana desa sesuai dengan peraturan-
perundang-undangan yang berlaku. Apabila dirasa terdapat
kekurangan sumberdaya (kemampuan dan jumlah SDM) dalam
pengawasan pelaksanaan kebijakan dana desa, pemerintah daerah
harus berusaha untuk memenuhi kekurangan sumberdaya tersebut
dengan menambah personel APIP dan melakukan pelatihan-
pelatihan untuk meningkatkan kemampuan APIP dalam mengawasi
penggunaan dana desa.
4. Pemerintah pusat, pemerintah daerah dan aparatur desa harus secara
aktif mengedukasi dan mendorong agar masyarakat menjadi barisan
terdepan pengawasan pelaksanaan kebijakan dana desa. Penguatan
kesadaran masyarakat ini merupakan bagian pelaksanaan prinsip
akuntabilitas publik yaitu memaksimalkan peran masyarakat dalam
pengawasan pelaksanaan kebijakan dana desa. Mengacu pada
rekomendasi poin 2, pemerintah pusat dan daerah harus melakukan
sosialisasi kepada masyarakat agar memahami kebijakan dana desa.
Setelah pemberian sosialisasi kepada masyarakat, pemerintah juga
harus menyediakan sarana pengaduan untuk menjamin keterlibatan
masyarakat dalam pengawasan dana desa.
5. Anggota DPR RI dapat berperan penting dalam mendorong proses
akuntabilitas pengelolaan dana desa melalui fungsi pengawasan
yang dimilikinya. Dengan melihat implementasi dana desa di
Provinsi Jawa Tengah, dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi untuk
perbaikan sistem dan tata kelola dana desa yang akan datang melalui
fungsi-fungsi perwakilan di lembaga legislatif.
105
Daftar Pustaka
ADB.2016. “Toward Mainstreaming and Sustaining Community-Driven
Development in Indonesia: Understanding Local Initiatives And The
Transition From The National Rural Community Empowerment Program
To The Village Law”. Diakses dari:
https://www.adb.org/sites/default/files/publication/178696/mainstreaming-
cdd-indonesia.pdf. Diakses tanggal: 18 Januari 2018
Australasian Council of Auditors-General (ACAG). 2005. Diakses dari
http://www.acag.org.au/epsa.htm. Diakses pada: 10 Maret 2016.
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2016. Laporan Hasil Pemeriksaan
BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten
Banjarnegara Tahun Anggaran 2015
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2017. Laporan Hasil Pemeriksaan
BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten
Banjarnegara Tahun Anggaran 2016
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2016. Laporan Hasil Pemeriksaan
BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Banyumas
Tahun Anggaran 2015
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2017. Laporan Hasil Pemeriksaan
BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Banyumas
Tahun Anggaran 2016
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2016. Laporan Hasil Pemeriksaan
BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Batang
Tahun Anggaran 2015
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2017. Laporan Hasil Pemeriksaan
BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Batang
Tahun Anggaran 2016
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2016. Laporan Hasil Pemeriksaan
BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Blora
Tahun Anggaran 2015
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2017. Laporan Hasil Pemeriksaan
BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Blora
Tahun Anggaran 2016
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2016. Laporan Hasil Pemeriksaan
BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Boyolali
Tahun Anggaran 2015
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2017. Laporan Hasil Pemeriksaan
BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Boyolali
Tahun Anggaran 2016
106
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2016. Laporan Hasil Pemeriksaan
BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Brebes
Tahun Anggaran 2015
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2017. Laporan Hasil Pemeriksaan
BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Brebes
Tahun Anggaran 2016
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2016. Laporan Hasil Pemeriksaan
BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Cilacap
Tahun Anggaran 2015
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2017. Laporan Hasil Pemeriksaan
BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Cilacap
Tahun Anggaran 2016
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2016. Laporan Hasil Pemeriksaan
BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Demak
Tahun Anggaran 2015
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2017. Laporan Hasil Pemeriksaan
BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Demak
Tahun Anggaran 2016
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2016. Laporan Hasil Pemeriksaan
BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Grobogan
Tahun Anggaran 2015
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2017. Laporan Hasil Pemeriksaan
BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Grobogan
Tahun Anggaran 2016
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2016. Laporan Hasil Pemeriksaan
BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Jepara
Tahun Anggaran 2015
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2017. Laporan Hasil Pemeriksaan
BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Jepara
Tahun Anggaran 2016
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2016. Laporan Hasil Pemeriksaan
BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten
Karanganyar Tahun Anggaran 2015
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2017. Laporan Hasil Pemeriksaan
BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten
Karanganyar Tahun Anggaran 2016
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2016. Laporan Hasil Pemeriksaan
BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Kebumen
Tahun Anggaran 2015
107
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2017. Laporan Hasil Pemeriksaan
BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Kebumen
Tahun Anggaran 2016
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2016. Laporan Hasil Pemeriksaan
BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Kendal
Tahun Anggaran 2015
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2017. Laporan Hasil Pemeriksaan
BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Kendal
Tahun Anggaran 2016
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2016. Laporan Hasil Pemeriksaan
BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Klaten
Tahun Anggaran 2015
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2017. Laporan Hasil Pemeriksaan
BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Klaten
Tahun Anggaran 2016
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2016. Laporan Hasil Pemeriksaan
BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Kudus
Tahun Anggaran 2015
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2017. Laporan Hasil Pemeriksaan
BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Kudus
Tahun Anggaran 2016
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2016. Laporan Hasil Pemeriksaan
BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Magelang
Tahun Anggaran 2015
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2017. Laporan Hasil Pemeriksaan
BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Magelang
Tahun Anggaran 2016
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2016. Laporan Hasil Pemeriksaan
BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Pati Tahun
Anggaran 2015
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2017. Laporan Hasil Pemeriksaan
BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Pati Tahun
Anggaran 2016
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2016. Laporan Hasil Pemeriksaan
BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Pekalongan
Tahun Anggaran 2015
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2017. Laporan Hasil Pemeriksaan
BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Pekalongan
Tahun Anggaran 2016
108
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2016. Laporan Hasil Pemeriksaan
BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Pemalang
Tahun Anggaran 2015
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2017. Laporan Hasil Pemeriksaan
BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Pemalang
Tahun Anggaran 2016
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2016. Laporan Hasil Pemeriksaan
BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten
Purbalingga Tahun Anggaran 2015
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2017. Laporan Hasil Pemeriksaan
BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten
Purbalingga Tahun Anggaran 2016
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2016. Laporan Hasil Pemeriksaan
BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Purworejo
Tahun Anggaran 2015
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2017. Laporan Hasil Pemeriksaan
BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Purworejo
Tahun Anggaran 2016
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2016. Laporan Hasil Pemeriksaan
BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Rembang
Tahun Anggaran 2015
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2017. Laporan Hasil Pemeriksaan
BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Rembang
Tahun Anggaran 2016
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2016. Laporan Hasil Pemeriksaan
BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Semarang
Tahun Anggaran 2015
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2017. Laporan Hasil Pemeriksaan
BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Semarang
Tahun Anggaran 2016
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2016. Laporan Hasil Pemeriksaan
BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Sragen
Tahun Anggaran 2015
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2017. Laporan Hasil Pemeriksaan
BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Sragen
Tahun Anggaran 2016
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2016. Laporan Hasil Pemeriksaan
BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Sukoharjo
Tahun Anggaran 2015
109
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2017. Laporan Hasil Pemeriksaan
BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Sukoharjo
Tahun Anggaran 2016
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2016. Laporan Hasil Pemeriksaan
BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Tegal
Tahun Anggaran 2015
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2017. Laporan Hasil Pemeriksaan
BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Tegal
Tahun Anggaran 2016
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2016. Laporan Hasil Pemeriksaan
BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten
Temanggung Tahun Anggaran 2015
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2017. Laporan Hasil Pemeriksaan
BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten
Temanggung Tahun Anggaran 2016
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2016. Laporan Hasil Pemeriksaan
BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Wonogiri
Tahun Anggaran 2015
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2017. Laporan Hasil Pemeriksaan
BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Wonogiri
Tahun Anggaran 2016
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2016. Laporan Hasil Pemeriksaan
BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Wonosobo
Tahun Anggaran 2015
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2017. Laporan Hasil Pemeriksaan
BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Wonosobo
Tahun Anggaran 2016
Bovens et al. 2014. “The Oxford Handbook of Public Accountability”. Diakses dari:
https://www.researchgate.net/profile/T_Schillemans/publication/277331657_The_O
xford_Handbook_of_Public_Accountability/links/559bd8c208ae0035df2333e8/The-
Oxford-Handbook-of-Public-Accountability.pdf. Diakses tanggal: 27 Januari 2018.
Broadbent,Jane & Laughlin,Richard. 2003. “Control and Legitimation in
Government Accountability Processes: The Private Finance Initiative in the UK“.
Diakses dari:
http://citeseerx.ist.psu.edu/viewdoc/download?doi=10.1.1.200.9669&rep=rep1&typ
e=pdf. Diakses tanggal: 29 Januari 2018
Eko,Sutoro.2008. “Masa Lalu, Masa Kini, dan Masa Depan Otonomi Desa”.
Yogyakarta: IRE.
Komisi Pemberantasan Korupsi. 2015. “Laporan Kajian Sistem Pengelolaan
Keuangan Desa: Alokasi Dana Desa dan Dana Desa”. Diakses dari:
110
https://www.kpk.go.id/id/berita/siaran-pers/2731-kpk-. Diakses tanggal: 19
Januari 2018
Lembaga Administrasi Negara. 2008. “Pemberdayaan Sumber Daya Manusia:
Modul Diklatpim Tingkat III”. Diakses dari:
http://diklat.jogjaprov.go.id/v2/download-materi/category/10-diklat-pim-iii. Diakses
tanggal: 29 Januari 2018.
Paramita,Rastri, et al.2017.”Transfer ke Daerah dan Dana Desa Dalam APBN”.
Jakarta: Pusat Kajian Anggaran, Badan Keahlian Dewan Perwakilan
Rakyat Republik Indonesia
Pellini et al.2014. “Working Politically: A Story of Change about the
contribution of research evidence to the new Village Law in Indonesia”. Diakses
dari: http://www.ksi-indonesia.org/files/1419316551$1$8LB545D$.pdf. Diakses
tanggal 18 Januari 2018
Priyanto, JA, 2017. Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Dana Desa.
Makalah FGD BPK dengan Badan Keahlian DPR RI. Tanggal 22 Agustus
Ramadhan, Fajri. 2016. Penerapan e-budgeting sebagai wujud Penerapan
Good Public Governance : Studi Kasus Provinsi DKI Jakarta. Skripsi Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia.
Republik Indonesia. 2014. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014. Jakarta
Republik Indonesia. 2014. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014. Jakarta
Republik Indonesia. 2016. Peraturan Menteri Keuangan (PMK)
No.49/PMK.07/2016. Jakarta
Salim et al. 2017. “Indonesia’s Village Law: Enabler or Constraint for more
Accountable Governance?”. Diakses dari:
https://opendocs.ids.ac.uk/opendocs/bitstream/handle/123456789/13324/Vi
llage_law_Indonesia_Final.pdf. Diakses tanggal: 17 Januari 2018
Sanur, Debora. 2017. “Pengawasan Dana Desa”. Diakses dari:
http://berkas.dpr.go.id/puslit/files/info_singkat/Info%20Singkat-IX-15-I-P3DI-
Agustus-2017-212.pdf. Diakses tanggal: 17 Januari 2018
Smyth,Stewart. 2007. "Public accountability: a critical approach”. Diakses dari:
https://www.researchgate.net/profile/Stewart_Smyth/publication/241483288_Public
_Accountability_A_Critical_Approach/links/54e9f8300cf27a6de112b4f3.pdf.
Diakses tanggal: 27 Januari 2018
www.djpk.go.id
http://datadesa.wonosobokab.go.id.
111
DAFTAR SINGKATAN DAN AKRONIM
A
APBD Anggaran Pendapatan Belanja Daerah
APBDes Anggaran Pendapatan Belanja Desa
APBN Anggaran Pendapatan Belanja Negara
APIP Aparat Pengawas Internal Pemerintah
B
BHP Bagi Hasil Pajak
BHR Bagi Hasil Retribusi
BPD Badan Pemusyawaratan Desa
BPK Badan Pemeriksa Keuangan
BPMD Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa
C
CDD Community Driven-Development
D
Dapil Daerah Pemilihan
DD Dana Desa
DJPK Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
DPPKAD Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Aset
Daerah
DPR Dewan Perwakilan Rakyat
I
ICW Indonesia Corruption Watch
IHPS Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester
IRE Institute for Research and Empowerment
K
KKD Kursus Kewirausahaan Desa
KPK Komisi Pemberantasan Korupsi
KPPN Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara
L
LHP Laporan Hasil Pemeriksaan
112
LKPD Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
LPJ Laporan Pertanggungjawaban
LSM Lembaga Swadaya Masyarakat
P
PDPM Program Daerah Pemberdayaan Masyarakat
PKAKN Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara
PLBK Penataan Lingkungan Berbasis Komunitas
PNPM Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat
PP Peraturan Pemerintah
PPH Pajak Penghasilan
PPN Pajak Pertambahan Nilai
PROLEGNAS Program Legislasi Nasional
R
RAB Rencana Anggaran Biaya
RAPBD Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah
RKD Rekening Kas Desa
RKUD Rekening Kas Umum Daerah
RKUN Rekening Kas Umum Negara
RUU Rancangan Undang-undang
S
SDM Sumber Daya Manusia
SiLPA Sisa Lebih Penggunaan Anggaran
SP2D Surat Perintah Pencairan Dana
SPI Sistem Pengendalian Intern
T
TA Tahun Anggaran
U
UU Undang-undang
W
WDP Wajar Dengan Pengecualian
WTP Wajar Tanpa Pengecualian
•Kab. Kendal
•Kab. Salatiga
•Kota Semarang
•Kab. Semarang
Dapil 1
•Kab. Demak
•Kab. Jepara
•Kab. Kudus
Dapil 2
•Kab. Biora
•Kab. Grobogan
•Kab. Pati
•Kab Rembang
Dapil 3
•Kab. Karanganyar
•Kab. Sragen
•Kab. Wonogiri
Dapil 4
•Kab. Boyolali
•Kab. Klaten
•Kota Surakarta
•Kab. Sukoharjo
Dapil 5
•Kota Magelang
•Kab. Magelang
•Kab. Purworejo
•Kab. Temanggung
•Kab. Wonosobo
Dapil 6
2014 2015 2016 WDP WDP WTP WDP WDP WTP WTP WTP WTP
WTP-DPP WTP WTP WDP WDP WTP
2014 2015 2016 WTP WTP WTP WDP WTP WDP WTP WTP WTP WDP WTP WTP
2014 2015 2016 WTP WTP WTP WDP WTP WTP WDP WTP WTP
2014 2015 2016 WTP-DPP WTP WTP
WDP WTP WTP WDP WTP WTP WDP WDP WDP
2014 2015 2016 WDP WDP WTP
WTP-DPP WTP WTP WTP-DPP WTP WTP
2014 2015 2016 WDP WDP WTP WDP WDP WTP WDP WDP WTP WTP WTP WTP
•Kab. Banjarnegara
•Kab. Kebumen
•Kab. Purbalingga
Dapil 7
•Kab. Banyumas
•Kab. Cilacap
Dapil 8
•Kab. Brebes
•Kota Tegal
•Kab. Tegal
Dapil 9
•Kab. Batang
•Kota Pekalongan
•Kab. Pekalongan
•Kab. Pemalang
Dapil 10
2014 2015 2016 WDP WDP WTP
WDP WTP WTP
WDP WTP WTP
WDP WDP WTP
2014 2015 2016 WDP WDP WDP
WDP WDP WDP WDP WDP WTP
2014 2015 2016
WTP-DPP WTP WTP WDP WDP WTP
2014 2015 2016
WTP WTP WTP
WDP WTP WDP
WDP WDP WTP
O P I N I L K P D 2 0 1 4 – 2 0 1 6 SELURUH KABUPATEN DAN KOTA DI PROV JAWA TENGAH
LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN BPK RI
ATAS LKPD
GAMBARAN
UMUM
115
Tabel 1
Temuan BPK atas Kelemahan dalam Sistem Pengendalian Internal
Terkait Dana Desa pada Dapil 1-10
Dapil Entitas Temuan
2015 2016
3 Kab. Blora
Belanja Bantuan Hibah dan
Bantuan Keuangan belum di
pertanggungjawaban
penggunaan dananya sebesar
Rp1.635.289.800
-
6
Kab Magelang
Pelaksanaan dan
Pertanggungjawaban Dana
Desa dan Alokasi Dana
Desa(ADD) Belum Tertib
-
Kab Purworejo -
Laporan Realisasi Penggunaan
Dana Desa Yang Disampaikan
Kepada PemerintahKabupaten
Purworejo Belum Sepenuhnya
Sesuai Dengan Kondisi
Sebenarnya
7
Kab
Banjarnegara -
Pengendalian Penyampaian
Laporan Pertanggungjawaban
Realisasi Pelaksanaan
APBDesa belum memadai
Kab Kebumen -
Laporan Pertanggungjawaban
Bantuan Keuangan Dana Desa,
Alokasi Dana Desa (ADD),
Bagi Hasil Pajak (BHP) dan
Bagi Hasil Retribusi (BHR)
Belum Disampaikan
8 Kab.Banyumas -
Pemerintah Kabupaten
Banyumas belum menyusun
Ikhtisar Laporan
Pertanggungjawaban Realisasi
Pelaksanaan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Desa
10 Kab
Pekalongan -
Realisasi Belanja Transfer
Terlambat
Dipertanggungjawabkan
Senilai
Rp113.542.304.514,00 dan
Belum
Dipertanggungjawabkan
Senilai Rp1.975.078.120,00
116
Tabel 2
Temuan BPK atas Kelemahan dalam Ketidakpatuhan Terhadap Ketentuan
Peraturan Perundangan-Undangan Terkait Dana Desa pada Dapil 1-10
Pada Tahun Anggaran 2016
Dapil Entitas Temuan
1 Kab Kendal Penyampaian Laporan Pertanggungjawaban Penggunaan
Dana Desa dan Alokasi Dana Desa Tidak Tepat Waktu
2 Kab Kudus Pertanggungjawaban Realisasi ADD dan DD Belum
Dilakukan Sesuai Ketentuan
9 Kab Kendal Pertanggungjawaban Belanja Transfer Bantuan Keuangan
Dana Desa Terlambat senilai Rp25.008.998,390 dan
Belum Dipertanggungjawabkan Senilai
Rp67.627.934.876,80
10 Kab Pemalang Pertanggungjawaban Belanja Transfer belum
dipertanggungjawabkan oleh Pemerintah Desa atas
Bantuan Keuangan Dana Desa dan Bantuan Keuangan
Alokasi Dana Desa
117
Tabel 3
Alokasi Dana Desa
Tahun Anggaran 2015-2017
(dalam ribuan rupiah)
Entitas Tahun Anggaran
2015 2016 2017
Prov. Aceh 1.707.817.995 3.829.751.986 4.829.571.795
Prov. Sumater Utara 1.461.156.834 3.293.282.206 4.197.972.490
Prov. Sumatera Barat 267.003.839 598.637.609 796.538.971
Prov. Riau 445.646.965 999.278.616 1.269.305.925
Prov. Jambi 381.560.156 856.771.029 1.090.942.601
Prov. Sumatera Selatan 775.043.818 1.780.769.519 2.267.261.445
Prov. Bengkulu 362.962.239 813.896.546 1.035.340.413
Prov. Lampung 684.727.653 1.536.762.050 1.957.487.721
Prov. Jawa Barat 1.589.711.596 3.568.437.985 4.547.513.838
Prov. Jawa Tengah 2.228.889.296 5.002.426.341 6.384.442.058
Prov. DI. Yogyakarta 128.076.618 287.695.629 368.567.559
Prov. Jawa Timur 2.214.014.855 4.969.123.651 6.339.556.181
Prov. Kalimantan Barat 537.066.678 1.241.607.506 1.616.725.259
Prov. Kalimantan Tengah 403.351.015 904.370.668 1.148.904.929
Prov. Kalimantan Selatan 501.119.950 1.125.244.835 1.430.375.412
Prov. Kalimantan Timur 240.542.413 540.759.158 692.420.247
Prov. Sulawesi Utara 402.546.360 911.498.499 1.161.358.872
Prov. Sulawesi Tengah 500.301.180 1.124.644.395 1.433.826.019
Prov. Sulawesi Selatan 635.355.795 1.425.595.011 1.820.518.240
Prov. Sulawesi Tenggara 496.077.234 1.126.867.317 1.482.032.772
Prov. Bali 185.428.984 416.264.690 537.258.505
Prov. Nusa Tenggara Barat 301.797.520 677.494.427 865.014.066
Prov. Nusa Tenggara Timur 812.875.565 1.849.353.802 2.360.353.320
Prov.Maluku 334.004.517 754.638.987 961.602.798
Prov. Papua 1.433.226.742 3.385.116.457 4.300.947.518
Prov. Maluku Utsra 291.071.202 653.455.314 832.406.416
Prov. Banten 352.516.368 791.252.019 1.009.506.961
Prov. Bangka Belitung 91.927.560 206.293.612 261.661.579
Prov. Gorontalo 179.957.839 403.677.978 513.958.123
Prov. Kep. Riau 79.199.724 177.766.079 228.182.536
Prov. Papua Barat 449.326.962 1.074.690.239 1.364.412.395
Prov. Sulawesi Barat 162.019.634 363.558.853 461.094.687
Prov. Kalimatan Utara 129.874.894 291.096.987 369.983.349
Jumlah 20.766.200.000 46.982.080.000 60.000.000.000
Sumber : Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, Kementerian Keuangan, Diolah.
118
Tabel 4
Realisasi Dana Desa
Kabupaten Se-Jawa Tengah
Tahun Anggaran 2015-2017
(dalam ribuan rupiah)
Entitas Tahun Anggaran
2015 2016 2017
Kab Kendal 74.239.102 166.412.617 212.762.778
Kab Semarang 57.840.951 129.797.974 165.688.573
Kab Demak 73.852.473 165.814.611 211.595.493
Kab Jepara 55.540.072 122.669.832 158.765.096
Kab Kudus 36.117.678 81.283.079 103.687.281
Kab Blora 74.816.870 167.873.329 214.102.024
Kab Grobogan 80.175.760 179.971.455 229.625.434
Kab Pati 110.946.620 248.952.687 317453.410
Kab Rembang 79.709.975 178.863.338 228.013.715
Kab Sragen 56.174.163 126.080.582 160.952.196
Kab Karanganyar 46.196.873 103.686.344 133.065.748
Kab Wonogiri 69.330.086 155.565.696 198.745.821
Kab Sukoharjo 43.045.054 96.619.355 123.576.433
Kab Klaten 108.674.969 243.866.425 311.087.447
Kab Boyolali 72.548.977 162.801.074 207.823.645
Kab Magelang 101.155.122 226.980.301 289.613.899
Kab Purworejo 124.419.463 279.101.050 355.968.664
Kab Temanggung 72.423.652 162.495.600 207.451.723
Kab Wonosobo 66.862.280 150.053.469 191.496.626
Kab. Banjarnegara 74.810.054 167.884.303 214.470.940
Kab Kebumen 125.844.565 282.142.739 359.998.061
Kab. Purbalingga 66.606.973 149.527.020 191.224.910
Kab. Banyumas 89.291.645 200.450.575 255.734.553
Kab Cilacap 81.060.083 181.985.398 232.084.054
Kab Brebes 94.563.325 212.385.910 270.922.338
Kab Tegal 81.620.159 183.211.736 234.026.299
Kab Batang 66.579.163 149.403.922 190.962.224
Kab Pekalongan 77.762.725 174.527.576 222.535.590
Kab Pemalang 66.615.532 149.607.350 191.002.083
Jumlah 2.228.828.364 5.002.015.399 6.384.437.058
Sumber : LHP BPK RI Semester I 2016 dan I 2017, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, Kementerian Keuangan, Diolah.
119
Tabel 5
Realisasi Dana Perimbangan
Kabupaten Se-Jawa Tengah
Tahun Anggaran 2014-2016
Entitas
Dana Perimbangan
Dana Alokasi
Umum
Dana Alokasi Khusus Dana Bagi Hasil
Kab Kendal 2016 972.952.576.000 228.131.891.000 62.908.768.657
2015 884.901.572.000 58.360.304.000 53.310.296.245
2014 852.170.849.000 47.886.615.000 64.347.674.040
Kab Semarang 2016 968.848.031.000 310.780.221.524 46.151.509.596
2015 876.672.925.000 40.654.310.000 34.923.732.517
2014 848.736.010.000 67.407.340.000 39.852.319.272
Kota Salatiga 2016 456.079.561.000 83.698.193.202 30.072.083.681
2015 400.176.755.000 33.981.288.000 21.824.580.940
2014 399.083.343.000 24.042.788.000 26.626.367.951
Kota Semarang 2016 1.211.708.204.000 246.886.746.970 185.682.778.746
2015 1.126.847.634.000 46.661.150.000 96.862.487.674
2014 1.104.739.473.000 29.236.965.000 140.790.952.279
Kab Demak 2016 908.643.744.000 306.941.212.573 51.315.790.629
2015 833.041.455.000 100.060.600.000 42.836.070.922
2014 795.874.748.000 74.599.670.000 51.123.044.748
Kab Jepara 2016 1.000.373.359.000 339.310.214.684 43.932.231.816
2015 935.771.120.000 136.519.050.000 32.960.277.896
2014 887.768.694.000 887.768.694.000 43.097.774.239
Kab Kudus 2016 822.153.771.000 228.303.262.665 240.510.038.401
2015 784.919.177.000 61.238.184.000 187.347.767.258
2014 795.851.851.000 41.391.675.000 175.108.008.176
Kab Blora 2016 943.325.498.000 277.435.119.000 110.850.744.558
2015 848.823.612.000 98.119.410.000 72.722.131.124
2014 823.874.089.000 61.140.660.000 89.559.359.181
Kab Grobogan 2016 1.110.337.027.000 322.988.008.150 56.510.215.649
2015 1.008.901.500.000 131.245.950.000 46.067.092.310
2014 977.675.512.000 85.838.690.000 67.231.012.336
Kab Pati 2016 1.207.508.997.000 327.576.149.212 44.349.751.185
2015 1.086.645.667.000 92.717.380.000 35.611.941.666
2014 1.043.498.355.000 79.852.630.000 40.580.008.710
Kab Rembang 2016 785.380.985.000 107.558.652.000 43.004.058.312
2015 723.091.447.000 98.419.408.000 31.211.494.235
2014 700.774.721.000 46.206.000.000 28.882.462.184
Kab Sragen 2016 1.067.774.278.000 333.935.980.704 40.870.465.967
2015 977.443.589.000 149.737.340.000 26.875.051.941
2014 946.826.641.000 76.469.300.000 28.213.906.538
Kab Karanganyar 2016 996.164.049.000 352.752.915.080 41.236.369.287
2015 906.446.527.000 98.090.620.000 27.243.362.616
2014 870.001.752.000 57.238.710.000 57.238.710.000
120
Entitas
Dana Perimbangan
Dana Alokasi
Umum
Dana Alokasi Khusus Dana Bagi Hasil
Kab Wonogiri 2016 1.145.434.277.000 289.121.067.975 35.612.991.283
2015 1.031.393.472.000 86.117.520.000 28.589.690.063
2014 1.001.378.439.000 59.392.120.000 27.868.669.342
Kab Sukoharjo 2016 922.624.169.000 287.044.558.458 37.286.042.435
2015 854.457.636.000 68.771.690.000 68.771.690.000
2014 826.891.481.000 56.904.480.000 23.475.992.411
Kab Klaten 2016 1.204.344.586.098 318.994.589.110 50.275.933.273
2015 1.164.196.398.000 77.379.170.000 38.414.990.283
2014 1.142.586.588.000 66.576.420.000 41.463.345.033
Kab Boyolali 2016 1.032.744.010.000 279.575.054.900 46.125.444.420
2015 968.089.632.000 88.962.940.000 35.288.695.915
2014 943.220.456.000 81.095.720.000 36.002.551.801
Kab Surakarta 2016 841.536.122.000 46.186.439.000 65.599.599.264
2015 713.300.856.000 3.750.100.000 38.677.463.465
2014 710.803.934.000 43.848.110.000 42.642.973.689
Kab Magelang 2016 1.078.981.977.000 83.510.170.410 50.834.584.009
2015 996.070.014.000 50.907.384.000 33.120.454.660
2014 965.124.427.000 48.736.118.000 33.580.069.157
Kab Purworejo 2016 940.778.244.000 339.417.614.546 35.510.298.310
2015 875.528.049.000 85.821.190.000 25.192.547.903
2014 777.989.499.000 57.267.330.000 33.120.213.877
Kab Temanggung 2016 807.995.010.000 199.009.572.278 55.551.255.813
2015 731.733.741.000 72.728.590.000 45.507.112.934
2014 708.764.753.000 56.702.810.000 43.511.964.761
Kab Wonosobo 2016 841.407.175.000 198.974.002.000 38.789.323.015
2015 748.447.761.000 56.541.744.000 31.393.027.154
2014 724.245.009.000 59.423.010.000 40.988.318.009
Kota Magelang 2016 447.909.575.000 89.394.073.463 30.333.059.082
2015 418.257.922.000 25.774.760.000 18.772.034.465
2014 417.211.449.000 22.365.783.000 38.028.909.448
Kab. Banjarnegara 2016 976.642.965.000 252.046.683.715 35.379.420.897
2015 862.810.552.000 133.441.500.000 27.425.449.207
2014 826.044.419.000 61.066.040.000 28.672.247.561
Kab Kebumen 2016 1.256.068.249.000 480.415.539.065 43.287.944.721
2015 1.146.008.708.000 166.313.240.000 30.994.004.370
2014 1.125.568.884.000 80.709.170.000 27.498.627.950
Kab. Purbalingga 2016 897.337.823.000 243.675.426.820 36.099.689.040
2015 805.222.229.000 72.251.830.000 23.891.824.755
2014 777.989.499.000 57.267.330.000 33.120.213.877
Kab. Banyumas 2016 1.398.539.653.000 412.853.809.576 57.703.885.214
2015 1.277.833.796.000 87.526.800.000 46.326.481.480
2014 1.224.710.992.000 82.519.140.000 51.305.275.338
Kab Cilacap 2016 1.384.695.514.000 483.813.446.054 72.636.973.831
2015 1.332.536.848.000 173.385.700.000 57.045.195.187
2014 1.291.121.704.000 110.203.960.000 66.480.735.255
121
Entitas
Dana Perimbangan
Dana Alokasi
Umum
Dana Alokasi Khusus Dana Bagi Hasil
Kab Brebes 2016 1.339.381.605.000 361.801.358.000 45.826.698.841
2015 1.234.338.079.000 118.191.060.000 34.592.771.800
2014 1.186.969.845.000 97.975.310.000 52.809.044.863
Kab Tegal 2016 1.162.102.111.000 290.589.280.983 40.792.559.417
2015 1.085.549.293.000 68.489.256.000 32.554.722.696
2014 957.576.304.000 63.646.823.000 41.743.816.550
Kota Tegal 2016 490.772.001.000 165.828.134.725 31.599.100.468
2015 405.831.088.000 74.377.832.000 20.641.047.265
2014 390.732.536.000 22.933.763.000 23.777.788.261
Kab Batang 2016 790.848.003.000 203.972.546.139 36.645.424.250
2015 706.782.246.000 79.498.400.000 28.619.261.043
2014 682.182.894.000 52.176.600.000 32.222.748.761
Kab Pekalongan 2016 926.571.243.000 222.507.471.000 33.291.841.011
2015 862.011.706.000 89.642.610.000 26.500.021.307
2014 831.579.000.000 60.380.950.000 28.705.392.098
Kab Pemalang 2016 1.197.916.501.000 270.426.675.208 39.469.913.885
2015 1.058.982.530.000 110.616.990.000 31.418.194.717
2014 1.016.813.333.000 54.018.555.000 29.567.028.758
Kota Pekalongan 2016 457.085.256.000 109.412.669.154 32.123.238.676
2015 421.276.527.000 45.408.120.000 24.493.648.665
2014 412.871.094.000 34.173.710.000 28.224.678.764
Sumber : LHP BPK RI Semester I 2016 dan I 2017, Diolah