z - case report session - demensia vaskular - ana yessi santika sari - 18
DESCRIPTION
crsTRANSCRIPT
Case Report Session
DEMENSIA VASKULER
Oleh
Ana Yesi Santika Sari - 0810311016
Preseptor
Prof. Dr. dr. Darwin Amir, Sp. S (K)
BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAFFAKUKLTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RS DR M DJAMILPADANG
2012
DEMENSIA VASKULER
I. Definisi
Demensia adalah kumpulan gejala kronik yang disebabkan oleh berbagai latar
belakang penyakit dan ditandai oleh hilangnya memori jangka pendek, gangguan global
fungsi mental, termasuk fungsi bahasa, mundurnay kemampuan berpikir abstrak, kesulitan
merawat diri sendiri, perubahan perilaku, emosi labil, dan hilangnya pengenalan waktu dan
tempat, tanpa adanya gangguan dalam pekerjaan, aktivitas harian, dan sosial.1,2
II. Etiologi
- Penyakit degeneratif
Penyakit alzheimer (AD), demensia dengan badan lewy (DLB), demensia akibat
penyakit parkinson
- Penyebab vaskuler
Demensia multi infark (MID), infark lakunar, penyakit binswanger
- Trauma
Cedera kepala berat, perdarahan subdural
- Tumor intrakranial
Tumor primer, metastasis tumor
- Infeksi
Infeksi bakteri, virus, agen infeksius lain ( Creutzfeldt Jacob, neurocysticercosis)
- Penyebab hidrostatik
Hidrosefalus (komunikasn dan non komunikasn), hidrosefalus tekanan normal (NPH)
III. Klasifikasi
Demensia dapat dibagi menjadi demensia yang reversibel dan ireversibel yaitu3 :
1. Reversibel :
- Alkoholisme
- Gangguan pasikiatri
- Normal pressure Hydrocephalus
- Demensia Vaskular
2. Ireversibel :
- Demensia Alzheimer
- Pick’s Disease
- Parkinson’s Disease Dementia
DEMENSIA VASKULER
Penyakit vaskuler merupakan penyebab kedua demensia, setelah penyakit Alzheimer.
Penyakit vaskuler dapat dicegah dan ditangani, dengan peningkatan kewaspadaan dan
pengendalian faktor-faktor vaskuler , sehingga insidensi demensia dapat diturunkan3. Baru
sedikit diketahui tentang penyebab yang mendasari penyakit vaskuler ini. Beberapa penelitian
di Amerika melaporkan adanya gambaran insidensi spesifik untuk penyakit vaskuler, dan
telah dapat mengidentifikasikan faktor-faktor resiko yang berhubungan.4
Insiden dan Prevalensi
Insidensi dan prevalensi VaD yang dilaporkan berbeda-beda menurut populasi studi,
metode pendeteksian, kriteria diagnosa yang dipakai dan periode waktu pengamatan.
Diperkirakan demensia vaskuler memberi kontribusi 10 % - 20 % dari semua kasus
demensia3. Data dari negara-negara Eropa dilaporkan prevalensi 1,6% pada kelompok usia
lebih dari 65 tahun dengan insidensi 3,4 tiap 1000 orang per tahun. Penelitian di Lundby di
Swedia memperlihatkan angka resiko terkena VaD sepanjang hidup 34,5% pada pria dan
19.4% pada wanita bila semua tingkatan gangguan kognisi dimasukkan dalam
perhitungan4.Sudah lama diketahui bahwa defisit kognisi dapat terjadi setelah serangan
stroke. Penelitian terakhir memperlihatkan bahwa demensia terjadi pada rata-rata seperempat
hingga sepertiga dari kasus-kasus stroke7.
Prevalensi dari semua bentuk demensia termasuk demesia vaskuler, naik seiring
dengan bertambahnya usia. Di Eropa, prevalensi demensia vaskuler diperkirakan sekitar 1,5-
4,8 % pada individu berusia antara 70 hingga 80 tahun8.
Faktor resiko
Faktor-faktor resiko telah diteliti oleh beberapa ilmuwan dalam 4 tahun terakhir ini.
Mereka membagi faktor-faktor resiko itu dalam 4 kategori :
1. Faktor demografi, termasuk diantaranya adalah usia lanjut, ras dan etnis (Asia,
Africo-American), jenis kelamin (pria), pendidikan yang rendah, daerah rural.
2. Faktor aterogenik, termasuk diantaranya adalah hipertensi, merokok cigaret, penyakit
jantung, diabetes, hiperlipidemia, bising karotis, menopause tanpa terapi penggantian
estrogen, dan gambaran EKG yang abnomal.
3. Faktor non-aterogenik, termasuk diantaranya adalah genetik, perubahan pada
hemostatis, konsumsi alkohol yang tinggi, penggunaan aspirin, stres psikologik,
paparan zat yang berhubungan dengan pekerjaan (pestisida, herbisida, plastik), sosial
ekonomi.
4. Faktor yang berhubungan dengan stroke yang termasuk diantaranya adalah volume
kehilangan jaringan otak, serta jumlah dan lokasi infark4.
Riwayat dari stroke terdahulu adalah faktor resiko yang penting pada demensia
vaskuler. Tidak hanya berhubungan dengan luas dan jumlah infark, tetapi juga lokasi dan
bahkan lesi tunggal yang strategis sudah dapat menyebabkan demensia3.
Depresi merupakan suatu sindroma premonitor untuk VaD pada pasien-pasien stroke,
dan juga merupakan suatu penanda yang penting bagi kerusakan pada otak. Demensia
Vaskuler (VaD) merupakan suatu kelompok kondisi heterogen yang meliputi semua
sindroma demensia akibat iskemik, perdarahan, anoksik atau hipoksik otak dengan penurunan
kognisi mulai dari yang ringan sampai paling berat dan meliputi semua domain, tidak harus
dengan gangguan memori yang menonjol6
Secara garis besar VaD terdiri dari tiga subtipe yaitu :
1. VaD paska stroke yang mencakup demensia infark strategis, demensia multi-infark,
dan stroke perdarahan. Biasanya mempunyai korelasi waktu yang jelas antara stroke
dengan terjadinya demensia.
2. VaD subkortikal, yang meliputi infark lakuner dan penyakit Binswanger dengan
kejadian TIA atau stroke yang sering tidak terdeteksi namun memiliki faktor resiko
vaskuler.
3. Demensia tipe campuran, yaitu demensia dengan patologi vaskuler dalam kombinasi
dengan demensia Alzheimer (AD).
Sedangkan pembagian VaD secara klinis adalah sebagai berikut :
1. VaD pasca stroke
2. Demensia infark strategis : lesi di girus angularis, thalamus, basal forebrain, teritori
arteri serebri posterior, dan arteri serebri anterior.
3. Multiple Infark Dementia (MID)
4. Perdarahan intraserebral
5. VaD subkortikal
a. -Lesi iskemik substansia alba
b. -Infark lakuner subkortikal
c. -Infark non-lakuner subkortikal
6. VaD tipe campuran Alzheimer Disease dan Cerebrovascular Disease.
Etiologi
Baru–baru ini diketahui, bahwa demesia vaskuler bukan hanya disebabkan oleh
discret infark (multi-infark demensia), tapi juga oleh keadaan serebrovaskuler. Beberapa
kelainan vaskuler yang dapat menyebabkan demensia antara lain tercantum dalam tabel di
halaman selanjutnya ini5.
Diagnosis
Kriteria diagnosis yang digunakan saat ini adalah NINDS-AIREN (National Institute
of Neurological Disorders and Stroke, and L’Association Internationale pour la Recherche et
L’Enseignmement en Neurosciences).
1. Diagnosis klinis probable VaD meliputi semua hal dibawah ini :
a. Demensia
b. Penyakit serebrovaskuler (CVD) yang ditandai dengan adanya defisit neurologik
fokal pada pemeriksaan fisik seperti hemiparese, kelumpuhan otot wajah bawah,
refleks Babinski, defisit sensorik, hemianopsia, disartria, dll. Yang konsisten dengan
stroke (dengan atau tanpa riwayat stroke), dan bukti yang relevan adanya CVD
dengan pemeriksaan pencitraan otak (CT-scan atau MRI) meliputi stroke multipel
pembuluh darah besar atau infark tunggal tempat strategis (girus angularis, talamus,
basal forebrain, teritori arteri serebri posterio dan anterior), atau infark lakuner
multipel di basal ganglia dan substantia alba atau lesi substantia alba periventrikuler
luas atau kombinasi dari kelainan-kelainan di atas.
c. Terdapat hubungan antara kedua gangguan diatas dengan satu atau lebih keadaan
dibawah ini : Awitan demensia berada dalam kurun waktu 3 bulan pasca stroke.-
Deteriorasi fungsi kognisi yang mendadak atau berfluktuasi, defisit kognisi yang
progresif..
2. Kriteria diagnosis probable VaD subkortikal :
A. Sindroma kognisi yang meliputi kedua-duanya :
Sindroma disexecution : gangguan formulasi tujuan, inisiasi, perencanaan,
pengorganisasian, sekuensial, eksekusi, set-shifting, mempertahankan kegiatan dan
abstraksi.
Deteriorasi fungsi memori yang menyebabkan gangguan fungsi okupasi dan sosial
yang tidak disebabkan oleh gangguan fisik karena stroke.
B. CVD :
CVD yang dibuktikan dengan neuroimaging
Adanya riwayat defisit neurologis sebagai bagian dari CVD : hemiparese, parese
otot wajah, refleks Babinski positif, gangguan sensorik, disartri, gangguan berjalan,
gangguan ekstrapiramidal yang berhubungan dengan lesi subkortikal otak6.
Gambaran Klinis
Sesuai dengan NINDS-AIREN maka didapatkan gambaran klinis VaD sebagai berikut :
A. Gambaran klinis yang konsisten dengan diagnosis probable VaD :
1. Gangguan berjalan (langkah-langkah kecil, atau marche a petit-pas, magnetic,
apraxic-ataxic atau parkinson gait)
2. Riwayat miksi dini dan keluhan kemih yang bukan disebabkan oleh kelainan urologi.
Perubahan kepribadian dan suasana hati, abulia dan depresi. Inkontinesia emosi,
gejala defisit subkortikal meliputi retardasi psikomotor dan gangguan fungsi
eksekusi3.
B. Gambaran klinis yang tidak menyokong diagnosis VaD:
1. Defisit memori pada tahap dini, perburukan fungsi memori dan gangguan kognisi lain
seperti bahasa (ataxia transkortikal sensorik ), ketrampilan motorik (apraksia) dan
persepsi ( agnosia) tanpa adanya lesi yang sesuai pada pencitraan otak.
2. Tidak ditemukannya defisit neurologik fokal selain gangguan kognisi. Tidak
ditemukan lesi pada CT-scan atau MRI kepala5.
C. Gambaran klinis yang menyokong diagnosis VaD subkortikal :
1. Episode gangguan lesi upper motor neuron (UMN) ringan seperti kelumpuhan ringan,
refleks asimetri, dan inkoordinasi.
2. Gangguan berjalan pada tahap dini demensia.
3. Riwayat gangguan keseimbangan, sering jatuh, tanpa sebab
4. Urgensi miksi yang dini yang tidak disebabkan oleh kelainan urologi
5. Disartri, disfagi dan gejala ekstrapiramidal
6. Gangguan perilaku dan psikis seperti depresi, perubahan kepribadian, emosi labil, dan
retardasi psikomotor.
D. Gambaran yang tidak menyokong diagnosis VaD subkortikal
1. Awitan dini gangguan memori yang progresif memburuk dan gangguan kognisi lain
seperti disfasia, dispraksi, dan agnosia.
2. Tidak ditemukan lesi fokal yang berhubungan pada pencitraan
3. Tidak ditemukannya relevansi lesi serebral pada CT-scan atau MRI1.7.
Pemeriksaan Pemeriksaan VaD secara umum antara :
A. Riwayat medis meliputi
1. Riwayat medik umum. Wawancara meliputi gangguan medik yang dapat
menyebabkan demensia seperti penyakit jantung koroner, gangguan katup jantung,
penyakit jantung kolagen, hipertensi, hiperlipidemia, diabetes, arteriosklerosis perifer,
hipotiroidisme., neoplasma, infeksi kronik ( sifilis, AIDS )
2. Riwayat Neurologi umum. Wawancara riwayat neurologi seperti riwayat stroke, TIA,
trauma kapitis, infeksi susunan saraf pusat, riwayat epilepsi dan operasi otak karena
tumor atau hidrosefalus. Gejala penyerta demensia seperti gangguan motorik sensorik,
gangguan berjalan, koordinasi dan gangguan keseimbangan yang mendadak pada fase
awal menandakan defisit neurologik fokal yang mengarah pada VaD.
3. Riwayat Neurobehaviour. Informasi dari keluarga mengenai penurunan fuingsi
kognisi, kemampuan intelektual dalama aktivitas sehari-hari dan perubahan tingkah
laku adalah sangat penting dalam diagnosis demensia.
4. Riwayat psikiatrik. Riwayat psikiatrik penting untuk menentukan apakah pasien
mengalami depresi, psikosis, perubahan kepribadian, tingkah laku agresif, delusi,
halusinasi, pikiran paranoid, dan apakah gangguan ini terjadi sebelum atau sesudah
awitan demensia.
5. Riwayat keracunan, nutrisi, obat-obatan. Keracunan logam berat, pestisida, lem dan
pupuk, defisiensi nutrisi , pemakaian alkohol kronik dapat menyebabkan demensia
walaupun tidak spesifik untuk VaD. Pemakaian obat-obatan antidepresan,
antikolinergik dan herbal juga dapat mengganggu fungsi kognisi.
6. Riwayat keluarga. Pemeriksa harus menggali semua insidensi demensia pada
keluarga.
B. Pemeriksaan obyektif meliputi :
1. Pemeriksaan fisik umum. Meliputi observasi penampilan, tanda-tanda vital,
arteriosklerosis, faktor resiko vaskuler.
2. Pemeriksaan neurologis. Gangguuan berjalan, gangguan kekuatan, tonus atau kontrol
motorik, gangguan sensorik dan lapangan visual gangguan saraf otak, gangguan
keseimbangan dan gangguan refleks.
3. Pemeriksaan status mental. Pemeriksaan kognisi status mental meliputi memori,
orientasi, bahasa, fungsi kortikal, terkait dengan berhitung, menulis, praksis, gnosis,
visuospasial, dan visuopersepsi.
4. Pemeriksaan aktivitas fungsional. Merupakan pemeriksaan performa nyata penderita
dalam aktivitas kehidupan sehari-hari saat premorbid atau saat ini.
5. Pemeriksaan psikiatrik. Pemeriksaan ini untuk menentukan kondisi mental
penyandang demensia, apakah ia menderita gangguan depresi, delirium, cemas atau
mengalami gejala psikotik8.
Manajemen Terapi
A. Terapi farmakologik.
Penderita dengan faktor resiko penyakit serebrovaskuler misalnya hipertensi, diabetes
melitus, penyakit jantung, arterosklerosis, arteriosklerosis, dislipidemia dan merokok, harus
mengontrol penyakitnya dengan baik dan memperbaiki gaya hidup. Kontrol teratur terhadap
penyakit primer dapat memperbaiki fungsi kognisinya. Terapi simptomatik pada demensia
vaskuler kolinergik sehinggaadalah pemberian kolinesterase inhibitor karena terjadi
penurunan neurotransmiter. Penelitian-penelitian terakhir menunjukkan obat golongan ini
dapat menstabilkan fiungsi kognisi dan memperbaiki aktivitas harian pada penderita
demensia vaskuler ringan dan sedang. Efek samping kolinergik yang perlu diperhatikan
adalah mual, muntah, diare, bradikardi dan gangguan konduksi supraventrikuler. Terapi non-
farmakologis bertujuan untuk memaksimalkan/mempertahankan fungsi kognisi yang masih
ada.
Program harus dibuat secara individual mencakup intervensi terhadap pasien sendiri,
pengasuh dan lingkungan, sesuai dengan tahapan penyakit dan sarana yang tersedia.
Intervensi terhadap pasien meliputi :
1. Perilaku hidup sehat
2. Terapi rehabilitasi, dilakukan orientasi realitas, stimulasi kognisi, reminiscent, gerak
dan latih otak serta olahraga lain, edukasi, konseling, terapi musik, terapi wicara dan
okupasi.
3. Intervensi lingkungan, dilakukan melalui tata ruang, fasilitasi aktivitas, penyediaan
fasilitas perawatan, day care center, nursing home.
Gangguan mood dan perilaku yang ditemukan pada pasien demensia vaskuler dapat
bervariasi sesuai dengan lokasi fungsi otak yang rusak. Gejala yang sering muncul adalah
depresi, agitasi, halusinasi, delusi, ansietas, perilaku kekerasan, kesulitan tidur dan wandering
(berjalan ke sana kemari). Sebelum memulai terapi farmakologis, terapi non-farmakologis
harus dilakukan dulu untuk mengontrol gangguan ini namun dalam prakteknya sering
diperlukan kombinasi kedua metode terapi ini. Penting untuk selalu menganalisa dengan
seksama setiap gejala yang timbul, adakah hubungan gejala perilaku atau psikiatrik dengan
kondisi fisik (nyeri), situasi (ramai, dipaksa, dll) atau semata-mata akibat penyakitnya. Pasien
demensia vaskuler dengan depresi memperlihatkan gangguan fungsional yang labih berat
dibanding pasien demensia Alzheimer tanpa depresi. Obat antidepresan dapat memperbaiki
gejala depresi, mengurangi disabilitas tetapi tidak memperbaiki gangguan kognisi.
Penanganan non-farmakologis :
1. Memberi dorongan aktivitas.
2. Menghindari tugas yang kompleks.
3. Bersosialisasi untuk mengurangi depresi.
4. Konseling dengan psikiater.
Manajemen terapi farmakologis :
1. Semua antidepresan mampunyai efektivitas yang sama dan onset of action dalam
jangka waktu tertentu ( sekitar 2 minggu ) dalam terapi depresi.
2. Pemilihan obat yang tepat berdasarkan riwayat respon obat sebelumnya, efek samping
obat dan interaksi obat .
3. Antidepresan yang dapat dipakai pada pasien demensia vaskuler antara lain
a. Golongan Selective Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRI). Golongan ini
mempunyai tolerabilitas tinggi pada pasien lansia karena tanpa efek
antikolinergik dan kardiotoksik, efek hipotensi ortostatik yang minimal
b. Golongan Reversible MAO-A Inhibitor (RIMA)
c. Golongan trisiklik. Tidak dianjurkan untuk lanjut usia karena efek
sampingnya. Ansietas dan agitasi. Sebagian pasien demensia vaskuler dapat
hipersensitif terhadap peristiwa sekitarnya.
Manajemen terapi non-farmakologi:
1. Usahakan lingkungan rumah yang tenang dan stabil.
2. Tanggapi pasien dengan sabar dan penuh kasih
3. Buatlah aktivitas konstruktif untuk penyaluran gelisahnya.
4. Hindari minuman berkafein untuk membantu mengurangi gejala cemas dan gelisah.
ILUSTRASI KASUS
Seorang pasien laki-laki 76 tahun datang ke poliklinik Neurologi RSUP Dr M Djamil tanggal
10 Agustus 2013 dengan:
Keluhan Utama :
Mudah lupa
Riwayat Penyakit Sekarang :
Mudah lupa sejak 4 bulan yang lalu. Awalnya pasien lupa tanggal dan hari, kesulitan
mengingat nama orang terutama yang baru dikenal maupun teman yang telah lama
dikenal, sering lupa tempat meletakkan barang-barang yang baru dipakainya dan
sering mengulang pertanyaan dan pekerjaan yang telah dilakukan sebelumnya.
Kemudian pasien kadang-kadang sering tersesat di jalan yang sudah sering dilaluui,
seing BAK di sembarang tempat, juga cenderung merasa cemas, mudah marah, dan
tersinggung. Pasien tidak dapat melakukan kegiatan sehari-hari dengan baik
Tidak ada riwayat trauma, pemakaian obat-obatan sebelum pasien mengalami gejala
ini.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat stroke 7 bulan yang lalu, lemah anggota gerak kiri, dirawat di RSUP dr. M.
Djamil padang selama 1 minggu dan pulang dengan berjalan menyeret.
Riwayat menderita hipertensi sejak 10 tahun yang lalu, kontrol tidak teratur
Tidak pernah menderita sakit seperti ini sebelumnya
Riwayat penyakit jantung dan diabetes melitus tidak ada
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga pasien yang menderita sakit yang sama
Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit jantung, hipertensi, diabetes melitus,
dan stroke.
Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien adalah seorang pedagang. Pasien merokok sejak 40 tahun yang lalu, kira-kira 15
batang perhari, sudah berhenti 2 tahun ini.
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : sedang
Kesadaran : CMC
Tekanan Darah : 160/100 mmHg
Nadi : 86x/menit, teraba kuat, teratur
Nafas : 20x/menit, teratur, thorakoabdominal
Suhu : 36,5oC
Status Internus
Kulit : tidak ada kelainan
KGB : tidak teraba pembesaran KGB
Mata : pupil isokor, reflek cahaya (+), diameter 3mm/3mm, gerak mata bebas ke
segala arah
konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Telinga : pendengaran baik
Hidung : tidak ada kelainan
Tenggorokan : tidak hiperemis
Mulut : caries tidak ada
Leher : JVP 5-2 cmH20
Thoraks : I : gerakan simetris pada statis dan dinamis
P : fremitus kiri sama dengan kanan
P : sonor kiri dan kanan
A : vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
Jantung : I : iktus kordis tidak terlihat
P : iktus kordise teraba 1 jari medial LMCS RIC V
P : batas jantung dalam batas normal
A : bunyi jantung murni, teratur, bising -, gallop –
Abdomen : I : tidak tampak membuncit
P : supel, hepar dan lien tidak teraba
P : timpani
A : bising usus normal
Status Neurologis
GCS : E4M6V5
Tanda Rangsang Meningeal
Kaku kuduk : (-)
Brudzinsky I : (-)
Brudzunsky II : (-)
Tanda Kernig : (-)
Tanda Peningkatan tekanan intra kranial
Muntah proyektil tidak ada
Sakit kepala progresif tidak ada
N. Kranialis
N. Kranialis Pemeriksaan
N.I (olfaktorius)
Penciuman Baik
N.II
Lapangan pandang Dalam batas normal
Tajam Penglihatan Dalam batas normal
N III, IV, VI
Pupil Isokor
Refleks cahaya +/+
Diameter 3 mm/3mm
N V
Membuka mulut Dapat dilakukan
Menggerakkan rahang Dapat dilakukan
N.VII
Pliknasolabialis Kanan sama dengan kiri
Menutup mata Dapat dilakukan
N.VIII
Fungsi pendengaran Baik
N. IX dan X
Refleks Muntah dan menelan +
Arkus faring Simetris
Uvula Ditengah
N.XI
Mengangkat bahu Dapat dilakukan
Melihat ke kiri dan kanan Dapat dilakukan
N.XII
Deviasi lidah Tidak ada
Motorik
Motorik Kanan Kiri
Ekstremitas Superior 555 555
Eutonus eutonus
Ekstremitas Inferior 555 555
Eutonus eutonus
Sensorik : baik
Otonom : neurogenic bladder (+)
Refleks Fisiologis Kanan Kiri
Bisep ++ ++
Trisep ++ ++
KPR ++ ++
APR ++ ++
Refleks Patologis Kanan Kiri
Babinski - -
Chaddock - -
Oppenheim - -
Schaefer - -
Gordon - -
Hoffman Tromner - -
Fungsi Luhur – refleks Demensia
Refleks glabela (+)
Refleks snout (+)
Reflek menghisap (+)
Refleks memegang (+)
Refleks palmomental (+)
Mini Mental State Examination : Skor 12
Kesan : definit Gangguan Kognitif
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Hb 12,9
Leu
Kosit 9.500/mm3
Ht 40%
Trombosit 312.000/mm3
GDR 102
Ureum 45
Creatinin 0,8
Natrium 142
K 3,9
Chlorida 111
DIAGNOSIS
Diagnosis klinis : Demensia Vaskuler
Diagnosis topik : Subkorteks cerebri hemisfer dextra
Diagnosis etiologi : Pasca Stroke
Diagnosis banding : Hemiparese Sinistra
Hipertensi Stage II
Pemeriksaan Anjuran
- EKG
- Brain CT Scan tanpa kontras
TERAPI
Umum
Memberi dorongan aktivitas
Menghindari tugas yang kompleks
Bersosialisasi untuk mengurangi depresi
Konseling dengan psikiater
Usahakan lingkungan rumah yang tenang dan stabil
Tanggapi pasien dengan sabar dan penuh kasih
Buatlah aktivitas konstruktif untuk penyaluran gelisahnya
Hindari minuman berkafein untuk membantu mengurangi gejala cemas dan gelisah
Program harian yang sistematis dan teratur
Orientasi realitas
Khusus
a. Donepezil 1 x 10 mg (p.o)
b. Aspilet 2 x 80 mg (p.o)
c. Captopril 2 x 25 g (p.o)
DISKUSITelah dirawat seorang pasien laki-laki 76 tahun yang datang ke poliklinik Neurologi RSUP
Dr M Djamil dengan diagnosis klinik demensia vaskuler, diagnosis topik subkorteks serebri
hemisfer dekstra, dan diagnosis etiologi pasca stroke, dan diagnosis ekunder hemiparesis
sinistra dan hipertensi stage II. Diagnosis ditegakkan berdasarkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Dari anamnesis diketahui mudah lupa sejak 4 bulan yang lalu baik tanggal
dan hari, kesulitan mengingat nama orang terutama yang baru dikenal maupun teman yang
telah lama dikenal, sering lupa tempat meletakkan barang-barang yang baru dipakainya dan
sering mengulang pertanyaan dan pekerjaan yang telah dilakukan sebelumnya. Hal ini
menunjukkan pasien mengalami gangguan memori jangka pendek dan jangka panjang.
Dari pemeriksaan fisik ditemukan tekanan darah 160/100 mmHg, kelemahan pada
anggota gerak kiri, refleks regresi yang positif menunjukkan adanya regresi, serta gangguan
kognitif melalui pemeriksaan mini mental state examination.
Pada kasus ini, demensia kemungkinan disebabkan oleh proses degenerasi otak dan
hipertensi yang merupakan salah satu faktor resiko demensia karena menimbulkan kerusakan
pada pembuluh darah otak. Setelah pasien mngalami stroke, tidak menutup kemungkinan
bahwa gejala yang dialami, menjadi bertambah berat, sesuai dengan teori bahwa demensi
berhubungan dengan infark pembuluh darah otak.
Penatalaksanaan umum pada pasien ini yaitu program aktivitas harian penderita
(kegiatan harian teratur dan sistematis, misalnya aktifitas fisik yang baik, melaksanakan latih,
ulang, perhatikan, dan asosiasi), serta orientas realitas (penderita diingatkan akan waktu dan
tempat, beri tanda khusus untuk suatu tempat tertentu). Untuk terapi khusus pasien diberikan
donepezil hidroklorida yang berfungsi untuk memperlambat gejala kognitif, diberikan satu
kali sehari sebelum tidur dengan dosis 10 mg. Asam asetil salisilat yang berfungsi sebagai
anti agregasi serta sebagai disease modifying agent pada demensia dengan dosis 2x80 mg.
Untuk terapi hipertensi diberikan captopril 2 x 25 mg.