[www.indowebster.com]-bab i landasan teori kuantum lanjut
DESCRIPTION
fisika kuantumTRANSCRIPT
Fisika kuantum Untuk universitas BAB I Dari fisika indonesia
Untuk memperoleh buku yang lainnya silahkan kunjungi blog kami di http://www.fisika-indonesia.co.cc, blog kami juga menyediakan berbagai macam materi tentang fisika mulai smp, sma, universitas dan umum.
Gunakanlah buku ini seperlunya,dilarang keras mengdistribusikan buku ini untuk keperluan komersial!
Fisika Kuantum 2
Max Planck (1858 – 1947). Warga Jerman, karyanya dalam bidang distribusi spectrum radiasi yang
membuka jalan ke teori kuantum, dihargai dengan
penganugrahan hadiah Nobel tahun 1918. Dalam tahun-tahun terakhirnya, ia banyak menulis
tentang agama dan filsafat.
1.1. Pendahuluan
Fisika yang berkembang sampai akhir abad sembilan
belas dikenal sebagai fisika klasik dan mempunyai dua cabang utama yaitu mekanika Newtonian dan teori medan elektromagnetik Maxwellian. Mekanika klasik dicirikan oleh kehadiran partikel sebagai sesuatu yang terkurung di dalam ruang. Istilah terkurung secara sederhana dapat dikatakan sebagai adanya batas yang jelas antara materi dan sesuatu di luar dirinya atau lingkungannya. Fenomena yang ada dalam mekanika klasik adalah fenomena tumbukan antara partikel yang memungkinkan terjadinya transfer momentum dan energi. Sedangkan medan elektromagnetik dicirikan oleh kuantitas medan dari gelombang yang menyebar dalam ruang. Medan tersebar di dalam ruang bagai kabut dengan ketebalan yang berbeda-beda dan menipis sampai akhirnya benar-benar lenyap. Batas antara ruang bermedan dan ruang tanpa medan tidak jelas atau kabur.
Ciri utama fisika klasik adalah sifatnya yang common sense dan deterministik.
Sampai menjelang abad kedua puluh, kedua teori tersebut ditambah termodinamika dipandang sebagai teori puncak (ultimate theory) yang mampu menjelaskan semua fenomena fisika. Sedangkan secara praktis, teori-teori tersebut telah memicu timbulnya revolusi industri.
Fisika terus berkembang dan temuan baru terus didapatkan. Tetapi, beberapa fenomena fisis yang ditemukan di akhir abad sembilan belas berikut ini tidak dapat dijelaskan oleh teori klasik. Karenanya, orang mengatakan bahwa fisika klasik mengalami krisis !
Fisika Kuantum 4
1.2. Radiasi Termal
Pertanda pertama yang menunjukkan bahwa gambaran
gelombang klasik tentang radiasi elektromagnet (yang berhasil baik menerangkan percobaan Young dan Hertz pada abad kesembilan belas dan dapat dianalisis secara tepat dengan Persamaan Maxwell) tidak seluruhnya benar, tersimpulkan dari kegagalan teori gelombang untuk menerangkan spektrum radiasi termal yang diamati–jenis radiasi elektromagnet yang dipancarkan oleh berbagai benda semata-mata karena suhunya.
Susunan percobaan khasnya diperlihatkan pada Gambar 1.1 berikut. Sebuah objek dipertahan-kan pada suhu T1. Radiasi yang dipancarkan objek kemudian diamati dengan suatu peralatan yang peka terhadap panjang gelombang radiasi. Sebagai contoh, zat perantara dispersif (penyebar cahaya) seperti prisma dapat digunakan untuk pengamatan ini karena panjang gelombang berbeda yang menembusnya akan teramati pada sudut yang berbeda pula.
Objek pada suhu T1
Gambar 1.1. Pengukuran spektrum radiasi termal. Perangkat prisma digunakan untuk memisahkan berbagai panjang gelombang
yang dipancarkan objek.
Dengan menggerakkan detektor radiasi ke sudut yang berbeda-beda, kita dapat mengukur intensitas radiasi pada suatu titik geometris (akan sangat tidak efektif !), tetapi mengapit suatu selang sudut d yang sempit. Jadi yang sebenarnya yang diukur adalah jumlah radiasi dalam selang d pada .
Besaran ini kita sebut intensitas radiant (radiant intensity), R, sehingga hasil percobaannya adalah sederetan nilai berbeda yang dipilih untuk diukur. Apabila setelah selesai, maka hasilnya akan tampak seperti pada Gambar 1.2. Bila percobaannya kemudian diulangi tetapi dengan temperatur yang lebih tinggi, maka akan diperoleh hasil seperti yang tampak pada Gambar 1.2.
Dengan mengulangi percobaan ini berkali-kali, maka
dapat disimpulkan dua sifat penting dari radiasi termal berikut : 1. Intensitas radiant total terhadap seluruh rentang panjang
gelombang sebanding dengan suhu T berpangkat empat
R ()
(m)
max.
max.
1250 K
1000 K
Gambar 1.2. Hasil pengamatan intensitas radiant yang mungkin terhadap panjang gelombang.
Fisika Kuantum 6
(R () T 4) ; karena intensitas total tak lain adalah luas daerah di bawah kurva-kurva intensitas radiant pada Gambar 1.2, maka dapat dituliskan :
0
4TdR (1.1)
di mana telah diperkenalkan sebuah tetapan banding . Persamaan (1.1) ini dikenal sebagai hukum Stefan dan tetapan banding dikenal sebagai tetapan Stefan – Boltzmann. Dari sejumlah percobaan seperti yang dilukiskan pada Gambar 1.1, nilai tetapan banding diperoleh sebesar : = 5,6703 x 10-8 W/m2.K4
2. Panjang gelombang di mana masing-masing kurva mencapai nilai maksimumnya, yang disebut maks. (walau ia bukanlah suatu panjang gelombang maksimum), menurun jika suhu pemancar ditingkatkan, ternyata sebanding dengan kebalikan suhu, sehingga maks. 1/T. Dari percobaan diperoleh bahwa nilai tetapan bandingnya adalah :
maks. T = 2,898 x 10-3 mK (1.2) Hasil ini dikenal sebagai hukum Pergeseran Wien ; “Pergeseran” merujuk kepada kenyataan bahwa puncak kurva intensitas bergeser jika suhu berubah.
1.3. Rumusan Teoritis Radiasi Benda Hitam
Radiasi yang dipancarkan benda biasa tidak hanya bergantung pada suhu, tetapi juga pada sifat – sifat lainnya, seperti rupa benda, permukaannya, dan bahan pembuatnya. Radiasinya juga bergantung pada apakah benda memantulkan atau tidak memantulkan radiasi dari lingkungan sekitar yang jatuh padanya. Untuk menghilangkan beberapa hambatan ini, kita tidak akan meninjau benda biasa, melainkan yang permukaannya sama sekali hitam (benda hitam). Jika sebuah benda sama sekali hitam, maka cahaya yang jatuh padanya
tidak ada yang dipantulkan sehingga sifat – sifat permukaannya dengan demikian tidak dapat teramati. Namun demikian, perluasan ini masih belum cukup menyederhanakan persoalan untuk memungkinkan menghitung spektrum radiasi yang terpancarkan. Karena itu, kita memperluasnya lebih lanjut ke suatu jenis benda hitam istimewa – sebuah rongga, misalnya bagian dalam dari sebuah kotak logam, dengan sebuah lubang kecil pada salah satu dindingnya. Lubang kecil itulah, bukan kotaknya, yang berperan sebagai benda hitam. Radiasi dari luar kotak yang menembus lubang ini akan lenyap pada bagian dalam kotak dan kecil kemungkinan untuk keluar dari lubang tersebut ; jadi tidak ada pantulan yang terjadi pada benda hitam (lubang) tersebut.
1.3.1. Teori Rayleigh – Jeans
Perhitungan klasik bagi energi radiant yang dipancarkan untuk tiap – tiap panjang gelombang sekarang terbagi menjadi beberapa tahap perhitungan.
Kotak berisi gelombang – gelombang bediri elektromagnetik. Jika semua didinding kotak adalah logam, maka radiasi dipantulkan bolak–balik dengan simpul (node) medan listrik terdapat pada tiap–tiap dinding (medan listrik haruslah nol di dalam sebuh koduktor). 1. Jumlah gelombang berdiri dengan panjang gelombang
antara dan + d adalah :
VdN 8
(1.3)
V adalah volume kotak. Persamaan (1.3) merupakan perluasan gelombang elektromagnetik tiga dimensi.
Fisika Kuantum 8
2. Tiap – tiap gelombang memberikan saham energi kT bagi radiasi di dalam kotak. Hasil ini diperoleh dari termodinamika klasik.
3. Untuk memperoleh intensitas radiant dari kerapatan energi (energi pesatuan waktu), kalikan dengan c/4. Hasil ini juga diperoleh dari teori elektromagnetik dan termodinamika klasik.
Dengan menggabungkan unsur – unsur di atas, maka intensitas radiant yang kita perkirakan adalah : Intensitas radiant = ( jumlah gelombang per satuan volume) X (energi per gelombang) X (energi radiant per rapat energi)
4
8,4cR T k T
(1.4)
Hasil ini dikenal sebagai rumus Rayleigh–Jeans. Penurunannya menggunakan teori klasik elektromagnet dan termodinamika, yang merupakan usaha maksimal kita dalam menerapkan fisika klasik untuk memahami persoalan radiasi benda hitam..
R ()
(m)
max.
Gambar 1.3. Distribusi energi radiasi klasik.
Pada Gambar 1.3, diperlihatkan perbandingan hasil perhitungan intensitas radiasi dengan menggunakan hukum Rayleigh–Jeans terhadap data hasil percobaan yang telah kita bahas sebelumnya
Intensitas radiant yang dihitung dengan menggunakan Persamaan (1.3) tampak menghampiri data percobaan untuk daerah panjang gelombang yang panjang, tetapi pada daerah panjang gelombang pendek, teori klasik ternyata gagal sama sekali.
Kegagalan hukum Rayleigh–Jeans pada daerah panjang gelombang pendek ini dikenal sebagai bencana ultra violet (ultra violet catastrophe), yang memperlihatkan suatu permasalahan serius yang dihadapi fisika klasik, mengingat teori gelombang, teori elektromagnet dan termodinamika, yang mendasari hukum Rayleigh–Jeans, telah diuji secara seksama dalam berbagai percobaan dan didapati sangat sesuai dengan hasil pengamatan percobaan. Untuk kasus radiasi benda hitam ini, tampak bahwa teori klasik tidak berhasil menjelaskannya, sehingga diperlukan suatu teori fisika yang baru.
1.3.2. Teori Max Planck
Untuk mengatasi kesulitan–ksulitan analisis klasik, digunakan fakta bahwa gelombang elektomagnetik yang merupaka radiasi di dalam rongga (cavity with a small aperture – sebagai realisasi praktis konsep benda hitam), dapat dianalisis sebagai superposisi dari karakteristik mode normal rongga. Dalam setiap mode nomal, medan bervariasi secara harmonis. Dengan demikian, setiap mode normal ekivalen dengan osilator harmonik dan radiasi membentuk ensemble osilator harmonik.
Berdasarkan pemahaman tersebut, Max Planck mengajukan hipotesis radikal sebagai berikut :
Fisika Kuantum 10
1. Osilator di dalam benda hitam tidak memancarkan cahaya secara kontinu melainkan hanya berubah amplitudenya – taransisi amplitudo besar ke kecil menghasilkan emisi cahaya sedangkan transisi dari amplitudo kecil ke besar dihasilakan dari absorbsi cahaya.
2. Osilator hanya bisa memancarkan atau menyerap energi dalam satuan energi yang disebut kuanta sebesar h, dengan adalah frekuensi osilator sedangkan h adalah konstanta baru yang diperkenalkan oleh Max Planck. Konstanta ini benilai h = 6.625 x 10-34 J.s.
Uraian hipotesis Planck di atas dapat dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut. Distribusi energi dari osilator tidak kontinu, melainkan terkuantisasi :
hnEn (1.5) Dengan n bilangan bulat (1,2,3,….). Unsur utama dari kuantisasi Persamaan (1.5), untuk frekuensi tertentu yang diberikan maka selisih energi antara tingkat energi dua osilator berurutan adalah : hhnhnEE nn 11 (1.6) Selanjutnya, kita hitung energi rata – rata setiap osilator. Fungsi distribusi untuk osilator di dalam kotak bertemperatur T adalah diskrit. TkE
nneCf / , (1.7)
Energi rata – rata osilator adalah :
(1.8)
Untuk menghitung energi rata – rata di atas, lakukan pemisalan
(1.9a) dan xez (1.9b) maka penyebut pers. (1.8) dapat diuraikan menjadi
00 nn
Tkhn
ze
......1 2 zz (1.10)
z
1
1
Sedangkan untuk menghitung pembilang Persamaan (1.8), kita gunakan
Sehingga
(1.11)
Fisika Kuantum 12
Substitusi Persamaan (1.10) dan (1.11) ke Persamaan (1.8) serta mengingat pemisalan (1.9a) dan (1.9b), diperoleh
11 /
Tkheh
zzhE
(1.12)
Sedangkan jumlah gelombang berdiri yang bebas dengan frekuensi di dalam kubus L3 per satuan volume
3
28c
g (1.13)
Kerapatan foton sebagai kuanta dari osilator harmonik adalah EgTu , (1.14) Dengan demikian
1
18, 3
3
Tkch
ec
Tu
1
184 4
Tkch
e
chc
(1.15)
Contoh soal 1.1 : Tinjau sepotong bahan pada temperatur 1500 K. Misalkan pada frekuensi relatif tinggi selisih energi antar tingkat osilator adalah 1 eV. Hitung energi rata – rata per osilator !
Penyelesaian : Pada temperatur 1500 K, kT = 0,13 eV
jumlah atom dalam keadaan dasar No sebanding dengan TkEo
e
dengan Eo adalah energi keadaan dasar osilator. Menurut hipotesis Planck, Eo = 0 Maka
Selanjutnya, jumlah atom dengan tingkat energi
berikutnya E1 = 1 eV adalah N1,
Dengan cara serupa, jumlah atom dengan energi E2 = 2 eV adalah N2
Dan seterusnya. Energi rata – rata osilator,
Contoh Soal 1.2 : Sebuah rongga pemancar pada 6000 K mempunyai lubang berdiameter 0,1 mm pada dindingnya. Hitunglah daya radiasi melalui lubang tersebut untuk panjang gelombang 5500 Å sampai dengan 5510 Å.
Fisika Kuantum 14
Penyelesaian : Diketahui : = 5500 Å = 5,5 x 10-7 m R = d / 2 = 0,1 mm / 2 = 0,05 mm = 0,05 x 10-3 m h = 6,63 x 10-34 J.s k = 1,38 x 10-23 J/K
313
32
16
4
/1060,99,77100,5
1074,3
1
184
)(
mW
e
chcUTk
ch
Luas pemancar (A) = r2
= (0,05 x 10-3)2 = 7,85 x 10-9 m2. = (5510 – 5500) Å = 10 Å = 1,0 x 10-9 m. Daya pancar : P = R (5500) A = 9,60 x 1013 x 7,85 x 10-9 x 10 x 10-9 mW
= 0,00075 mW = 0,75 W.
1.4. Efek Fotolistrik Pada tahun 1887, Heinrich Hertz melakukan eksperimen
penyinaran pelat katoda dengan aneka macam cahaya dan sebagai hasilnya elektron-elektron dipancarkan dari pelat katoda. Eksperimen yang lebih dikenal sebagai efek fotolistrik ini dapat digambarkan sebagai berikut.
Di dalam eksperimen ini, intensitas dan frekuensi cahaya serta beda potensial antara kedua pelat diubah-ubah. Laju elektron diukur sebagai arus listrik pada rangkaian luar dengan menggunakan sebuah ammeter, sedangkan energi kinetik elektron ditentukan dengan menggunakan sebuah sumber potensial penghambat (retarding potential) pada anoda sehingga elektron tidak mempunyai energi cukup untuk “memanjati”bukit potensial yang terpasang. Secara eksperimen, tegangan perlambat terus ditingkatkan hingga pembacaan arus pada ammeter menurun menjadi nol. Tegangan yang bersangkutan ini disebut potensial henti (stopping–potential) VS. Karena elektron yang berenergi tertinggi tidak dapat melewati potensial henti ini, maka pengukuran VS merupakan suatu cara untuk menentukan energi kinetik maksimum elektron, Kmaks :
Kmaks = e VS (1.16) e adalah muatan elektron. Nilai khas VS adalah dalam orde beberapa volt saja.
V
A
Gambar 1.4. Bagan Eksperimen Efek Fotolistrik
Katoda Anoda
Fisika Kuantum 16
Dari berbagai percobaan, kita pelajari fakta-fakta terinci efek fotolistrik sebagai berikut. 1. Laju pemancaran elektron bergantung pada intensitas
cahaya. 2. Laju pemancaran elektron tak bergantung pada panjang
gelombang cahaya di bawah suatu panjang gelombang tertentu ; di atas nilai ini, arus secara berangsur-angsur menurun hingga menjadi nol pada suatu panjang gelombang ambang (cutoff – wavelength) C. Ini biasanya terdapat pada spektrum daerah biru dan ultraviolet.
3. Nilai C tidak bergantung pada intensitas sumber cahaya,
tetapi hanya bergantung pada jenis logam yang digunakan sebagai permukaan fotosensitif. Di bawah C, sebarang sumber cahaya, selemah apapun, akan menyebabkan terjadinya pemancaran fotoelektron; di atas C, tidak satu-pun cahaya, sekuat apapun, yang dapat menyebabkan terjadinya pemancaran fotoelektron.
4. Energi kinetik maksimum elektron yang dipancarkan tidak bergantung pada intensitas cahaya, tetapi hanya ber-gantung pada frekuensi atau panjang gelombangnya; energi kinetik ini didapati bertambah secara linier terhadap frekuensi sumber cahaya.
5. Apabila sumber cahaya dinyalakan, arus akan segera mengalir (dalam selang waktu 10-9 s).
Marilah kita perhatikan terlebih dahulu bagaimana
analisis teori gelombang cahaya gagal menjelaskan fakta-fakta efek fotolistrik ini. Menurut teori gelombang cahaya, sebuah atom akan menyerap energi dari gelombang elektromagnetik datang yang sebanding dengan luasnya yang menghadap ke gelombang datang. Sebagai tanggapan terhadap medan listrik gelombang, elektron-elektron akan bergetar, hingga tercapai cukup energi untuk melepaskan sebuah elektron dari ikatan dengan atomnya. Penambahan kecerahan (intensitas) dari sebuah sumber cahaya memperbesar laju penyerapan energi, karena medan listriknya bertambah, yang sesuai dengan hasil
pengamatan percobaan. Tetapi, penyerapan ini terjadi pada semua panjang gelombang, sehingga keberadaan panjang gelombang ambang sama sekali bertentangan dengan gambaran gelombang cahaya. Pada panjang gelombang yang lebih besar dari panjang gelombang ambang C pun, teori gelombang mengatakan bahwa seharusnya masih mungkin bagi suatu gelombang elektromagnetik memberikan energi yang cukup guna melepaskan elektron.
Kita dapat menaksir secara kasar yang diperlukan sebuah atom untuk menyerap energi secukupnya guna melepaskan sebuah elektron. Sebagai sumber cahaya kita pilih sebuah laser berintensitas sedang, seperti laser Helium – Neon yang telah kita kenal di laboratorium. Keluaran daya yang dihasilkan laser jenis ini, paling tinggi 10-3 W, yang penampang berkasnya terbatasi pada luas sekitar beberapa millimeter persegi (10-5 m2). Diameter khas atom adalah dalam orde 10-10 m, jadi luasnya dalam orde 10-20 m2. Karena itu, fraksi intensitas sinar laser yang jatuh pada atom adalah sekitar 10-20 m2/10-5 m2 10-15. Jadi, hanya 10-18 W=10-18 J/s 6 eV/s daya yang dapat diserap atom, dan untuk menyerap energi sebanyak beberapa eV diperlukan waktu sekitar satu detik. Dengan demikian, menurut teori gelombang cahaya, kita memperkirakan tidak akan melihat fotoelektron terpancarkan hingga beberapa detik setelah sumber cahaya dinyalakan; dalam eksperimen diperoleh bahwa berkas fotoelektron pertama dipancarkan dalam selang waktu 10 -9 s.
Dengan demikian, teori gelombang cahaya gagal meramalkan keberadaan panjang gelombang ambang dan waktu tunda (delay – time) yang teramati dalam eksperimen.
Teori efek fotolistrik yang benar barulah dikemukakan Einstein pada tahun 1905. Teorinya ini didasarkan pada gagasan Planck tentang kuantum energi, tetapi ia mengembangkannya satu langkah lebih ke depan. Einstein menganggap bahwa kuantum energi bukanlah sifat istimewa dari atom-atom rongga radiator, tetapi merupakan sifat radiasi itu sendiri. Energi radiasi elektromagnetik bukannya diserap dalam bentuk aliran kontinyu gelombang, melainkan dalam
Fisika Kuantum 18
buntelan diskrit kecil atau kuanta, yang kita sebut foton. Sebuah foton adalah satu kuantum. Energi elektromagnet yang diserap atau dipancarkan, dan sejalan dengan usulan Planck, tiap-tiap foton dari radiasi berfrekuensi memiliki energi.
E = h (1.17) di mana h adalah konstanta Planck. Dengan demikian, foton-foton berfrekuensi tinggi memiliki energi yang lebih besar– energi foton cahaya biru lebih besar daripada energi foton cahaya merah. Karena suatu gelombang elektromagnet klasik berenergi U memiliki momentum p = U/c, maka foton haruslah pula memiliki momentum, dan sejalan dengan rumusan klasik, momentum sebuah atom berenergi E adalah:
cEp (1.18)
Dengan menggabungkan Persamaan (1.17) dan Persamaan (1.18) diperoleh hubungan langsung berikut antara panjang gelombang dan momentum foton :
hp (1.19)
Teori Einstein segera terbukti dapat menjelaskan fakta efek fotolistrik yang diamati. Andaikanlah kita menganggap bahwa sebuah elektron terikat dalam logam dengan energi W, yang dikenal sebagai fungsi kerja (work–function). Logam yang berbeda memiliki fungsi kerja yang berbeda pula. Untuk mengeluarkan sebuah elektron dari permukaan suatu logam, kita harus memasok energi sekurang-kurangnya sebesar W. Jika h < W, tidak terjadi efek fotolistrik ; jika h < W, maka elektron akan terpental keluar dan kelebihan energi yang dipasok berubah menjadi energi kinetik elektron. Energi kinetik maksimum KMaks yang dimiliki elektron yang terpental keluar dari permukaan logam adalah : WhKmaks (1.20)
Untuk elektron yang berada jauh di bawah permukaan logam, dibutuhkan energi yang lebih besar daripada W dan beberapa di antaranya keluar dengan energi kinetik yang lebih rendah. Sebuah foton yang memasok energi sebesar W, yang adalah tepat sama dengan energi yang dibutuhkan untuk melepaskan sebuah elektron, berkaitan dengan cahaya yang panjang gelombangnya sama dengan panjang gelombang pancung C. Pada panjang gelombang ini, tidak ada kelebihan energi yang tersisa bagi energi kinetik fotoelektron, sehingga Persamaan (1.20) dapat disederhanakan menjadi :
C
chhW
(1.21)
dan dengan demikian:
W
chC (1.22)
Karena kita memperoleh satu fotoelektron untuk setiap foton yang terserap, maka peningkatan intensitas sumber cahaya akan berakibat semakin banyak fotoelektron yang dipancarkan, namun demikian semua fotoelektron ini akan memiliki energi kinetik yang sama, karena semua foton memiliki energi yang sama.
Terakhir, waktu tunda sebelum terjadi pemancaran fotoelektron diperkirakan singkat–begitu foton pertama diserap, arus fotolistrik akan mulai mengalir. Jadi, semua fakta eksperimen efek fotolistrik sesuai dengan perilaku kuantum dari radiasi elektromagnet. Robert Millikan memberikan bukti yang lebih meyakinkan tentang kesesuaian ini dlam serangkaian percobaan yang dilakukannya pada tahun 1915. Contoh Soal 1.3 : Fungsi kerja logam tungsten adalah 4,52 eV. (a) Berapakah panjang gelombang ambang C bagi tungsten ? (b) Berapakah energi kinetik maksimum elektron-elektron yang dipancarkan apabila digunakan radiasi dengan panjang gelombang 200,0 nm ? (c) Berapakah potensial henti untuk kasus ini ?
Fisika Kuantum 20
Penyelesaian : (a) Dari Persamaan (1.22) diperoleh
nmeV
nmeVW
chC 274
53,41240
yang berada dalam daerah ultraviolet. (b) Pada panjang gelombang yang lebih pendek, berlaku
WchWhKmaks
eVnm
nmeV 52,4200
1240
eV68,1 (c) Potensial hentinya tidak lain adalah tegangan yang
berkaitan dengan Kmaks,
Ve
eVe
KV maksS 68,168,1
1.5. Efek Compton Cara lain radiasi berinteraksi dengan atom adalah
melalui efek Compton, di mana radiasi dihamburkan oleh elektron hampir bebas yang terikat lemah pada atomnya. Sebagian energi radiasi diberikan kepada elektron, sehingga terlepas dari atom; energi radiasi yang tersisa diradiasikan kembali sebagai radiasi elektromagnet. Menurut gambaran gelombang, energi radiasi yang dipancarkan itu lebih kecil daripada energi radiasi yang datang (selisihnya berubah menjadi energi kinetik elektron), namun panjang gelombang keduanya tetap sama. Kelak akan kita lihat bahwa konsep foton meramalkan hal yang berbeda bagi radiasi yang dihamburkan.
Proses hamburan ini dianalisis sebagai suatu interaksi (“tumbukan”, dalam pengertian partikel secara klasik) antara sebuah foton dengan sebuah elektron, yang kita anggap diam. Gambar 1.5 menunjukkan peristiwa tumbukan ini.
Pada keadaan awal, foton memiliki energi E yang
diberikan oleh
chhE (1.23)
dan momentumnya adalah
cEp (1.24)
Elektron, pada keadaan diam, memiliki energi diam me c 2. Setelah hamburan foton memiliki energi E’ dan momentum p’ dan bergerak pada arah yang membuat sudut terhadap arah foton datang. Elektron memiliki energi total Ee dan momentum pe dan bergerak pada arah yang membuat sudut terhadap foton datang. (agar analisisnya mencakup pula foton datang berenergi–tinggi yang memberikan energi sangat besar pada elektron yang dihamburkan maka kita membuat kinematika
E, p
Ee , pe
E’ , p’
Foton datang
Foton hambur
Elektron hambur
Gambar 1.5. Geometri hamburan Compton
Fisika Kuantum 22
relativistik bagi elektron). Dalam interaksi ini berlaku persyaratan kekekalan energi dan momentum, yaitu : akhirawal EE
ee EEcmE '2 (1.25a) akhirxawalx pp
cos'cos ppp e (1.25b)
akhiryawaly pp
sin'sin0 ppe (1.25c) Kita mempunyai tiga Persamaan dengan empat besaran tidak diketahui, (, , Ee, E ‘ ; pe dan p ‘ saling bergantungan) yang tidak dapat dipecahkan untuk memperoleh jawaban tunggal. tetapi kita dapat menghilangkan (eliminasikan) dua dari keempat besaran ini dengan memecahkan Persamaannya secara serempak. Jika kita memilih untuk mengukur energi dan arah foton hambur, maka kita menghilangkan Ee dan . Sudut dihilangkan dengan menggabungkan Persamaan – Persamaan momentum :
sinsin
cos'cos'pp
ppp
e
e
Kuadratkan dan kemudian jumlahkan, memberikan :
222 'cos'2 pppppe (1.26)
Dengan menggunakan hubungan reltivistik antara energi dan momentum :
42222 cmpcE eee
maka dengan meyisipkan Ee dan pe, kita peroleh
422''222'2 cos2 cmppppcEcmE ee (1.27)
dan lewat sedikit aljabar, kita dapati
cos11112'
cmEE e
(1.28)
Persamaan (1.28) dapat pula dituliskan sebagai berikut :
cos1' cm
h
e
(1.29)
adalah panjang gelombang foton datang dan ’ panjang gelombang hambur. Besaran h / mec dikenal sebagai panjang gelombang Compton dari elektron yang memiliki nilai 0,002426 nm; namun perlu diingat bahwa ini bukanlah suatu panjang gelombang dalam arti sebenarnya, melainkan semata – semata suatu perubahan panjang gelombang. Persamaan (1.28) dan (1.29) memberikan perubahan dalam energi atau panjang gelombang foton, sebagai fungsi dari sudut hamburan . Karena besaran di ruas kanan tidak pernah negatif, maka E’ selalu lebih kecil daripada E – foton hambur memiliki energi yang lebih kecil daripada foton datang ; selisih E–E’ adalah energi kinetik yang diberikan kepada elektron, (Ee – mec2). Begitu pula, ’ selalu lebih kecil daripada -foton hambur memiliki panjang gelombang yang lebih panjang daripada milik foton datang; perubahan panjang ini merentang dari 0 pada = 00 hingga dua kali panjang gelombang Compton pada = 1800. Tentu saja deskripsi foton dalam energi dan panjang gelombang adalah setara, dan pilihan mengenai mana yang digunakan hanyalah masalah kemudahan belaka. Peragaan eksperimen pertama dari jenis hamburan ini dilakukan oleh Arthur Holly Compton pada tahun 1923. Pada percobaan ini seberkas sinar–X dijatuhkan pada suatu sasaran hamburan, yang oleh Compton dipilih unsur karbon. (Meskipun tidak ada sasaran hamburan yang mengandung elektron yang benar-benar bebas, elektron terluar atau elektron valensi dalam
Fisika Kuantum 24
kebanyakan materi terikat sangat lemah pada atomnya sehingga berperilaku seperti elektron hampir “bebas”. Energi kinetik elektron ini dalam atom sangatlah kecil dibandingkan terhadap energi kinetik Ke yang diperoleh elektron dalam proses hamburan ini). Energi dari sinar–X yang terhambur diukur dengan sebuah detektor yang dapat berputar pada berbagai sudut . Contoh 1.4 : Sinar–X dengan panjang gelombang 0,2400 nm dihamburkan secara Compton dan berkas hamburnya diamati pada sudut 60,00 relatif terhadap arah berkas datang. Carilah : (a) panjang gelombang sinar – X hambur, (b) energi foton sinar – X hambur, (c) energi kinetik elektron hambur, dan (d) arah gerak elektron hambur. Penyelesaian : (a) ’ dapat dicari secara langsung dari Persamaan (1.29) :
cos1' cm
h
e
060cos100243,02400,0 nmnm
nm2412,0
(b) Energi E ‘ dapat diperoleh langsung dari ‘ :
eVnmnmeVchE 5141
2412.01240
''
(c) Dari Persamaan (1.25a) bagi kekekalan energi, diperoleh
22' cmKcmEEE eeee 'EEK e
Energi E dari foton awal adalah : ,5167 eVch
jadi
eVeVeVK 2651415167 (d) Dengan memecahkan Persamaan (1.25b) dan (1.25c) untuk
pe cos dan pe sin seperti yang kita lakukan untuk menurunkan Persamaan (1.26), maka dengan membagi keduanya (bukannya menjumlahkan dan mengalikan), diperoleh
cos'
sin'tanpp
p
kalikan penyebut dan pembilangnya dengan c, dan mengingat bahwa E = pc dan E ‘ = p ‘c, diperoleh
0
0
60cos5141516760sin5141
cos'sin'
taneVeV
eVEE
E
= 1,715
= 59,70.
1.6. Teori Atom Bohr Setelah Rutherford mengemukakan bahwa massa dan
muatan positif atom terhimpun pada suatu daerah kecil di pusatnya, fisikawan Denmark, Niels Bohr, pada tahun 1913 mengemukakan bahwa atom ternyata mirip sistem planet mini, dengan elektron-elektron mengedari inti atom seperti planet-planet mengedari matahari. Dengan alasan yang sama bahwa sistem tata surya tidak runtuh karena tarikan gravitasi antara matahari dan tiap planet, atom juga tidak runtuh karena tarikan elektrostatik Coulomb antara inti atom dan tiap elektron. Dalam kedua kasus ini, gaya tarik berperan memberikan percepatan sentripetal yang dibutuhkan untuk mempertahankan gerak edar.
Untuk sederhananya, kita tinjau atom hidrogen yang terdiri dari satu elektron yang mengedari sebuah inti atom dengan bermuatan positif satuan, seperti pada Gambar 1.6 berikut.
Fisika Kuantum 26
Jari-jari orbit lingkarannya adalah r, dan elektron (bermassa m) bergerak dengan laju singgung tetap v. Gaya tarik Coulomb
berperan memberikan percepatan sentripetal : r
v 2
,
jadi
rvm
re
rqqF
oo
2
2
2
221
41
41
(1.30)
Dengan mengutak-atik Persamaan di atas, dapat diperoleh energi kinetik elektron (dengan anggapan inti atom diam),
revmK
o
22
81
21
(1.31)
Energi potensial sistem elektron–inti adalah energi potensial Coulomb :
r
eV2
041
(1.32)
Dengan demikian, energi total sistem adalah:
F v
- e
r + Ze
Gambar 1.6. Model Atom Bohr (Z = 1 bagi hidrogen)
r
er
eVKE2
0
2
0 41
81
r
eE2
081
(1.33)
Sejauh ini kita telah mengabaikan salah satu kesulitan utama yang berhubungan dengan model ini. Fisika klasik meramalkan bahwa sebuah muatan listrik yang mengalami percepatan, seperti elektron yang mengorbit dalam model ini, harus meradiasikan energi elektromagnetik secara kontinu. Ketika energi ini dipancarkan, energi totalnya menurun, dan elektron akan berspiral menuju inti atom sehingga inti atom akhirnya runtuh. Untuk mengatasi kesulitan ini, Bohr mengusulkan gagasan keadaan “mantap stasioner”–yaitu keadaan gerak tertentu dalam mana elektron tidak meradiasi-kan energi elektromagnet. Dari sini Bohr menyimpulkan bahwa dalam keadaan ini momentum sudut orbital elektron bernilai kelipatan bulat dari ħ. Vektor momentum sudut dalam fisika klasik didefinisikan sebagai l = r x p. Untuk momentum sudut elektron yang beredar mengelilingi inti atom, r tegak lurus p, sehingga kita dapat menyederhanakannya menjadi : l = r p = m v r. Jadi postulat Bohr adalah nrvm (1.34) di mana n adalah sebuah bilangan bulat (n = 1, 2, 3, ….). Dengan menggunakan pernyataan ini dan hubungan (1.31) bagi energi kinetik,
r
erm
nmvmo
222
81
21
21
(1.35)
kita peroleh deretan nilai jari-jari r yang diperkenankan, yaitu :
Fisika Kuantum 28
222
24nan
emr o
on
((1.36)
di mana didefinisikan jari-jari Bohr ao,
nmem
a oo 0529,0
42
2
(1.37)
Hasil penting ini ternyata berbeda sekali dari yang kita perkirakan menurut fisika klasik. Sebuah satelit dapat ditempatkan dalam orbit Bumi pada sebarang jari-jari orbit dengan mendorongnya ke ketinggian memadai dan kemudian memberikannya laju singgung yang tepat. Sedangkan bagi orbit elektron, hal ini tidak berlaku–karena hanya jari-jari orbit tertentu saja yang perkenankan oleh model Bohr. Jari-jari orbit elektron hanya dapat bernilai ao, 4ao,9ao,16ao, dan seterusnya, tidak pernah bernilai 3ao atau 5,3 ao. Dengan menggabungkan pernyataan r yang kita peroleh di atas dengan Persamaan (1.33), diperoleh
2222
4 132 n
emEo
n (1.38)
Jelas n pada eergi E mencirikan tingkat energi. Dengan menghitung semua nilai tetapannya, diperoleh
2
6,13n
eVE n (1.39)
n =
n = 4
n = 3
n = 2 E = - 3,4 eV
E = - 1,5 eV
E = - 0,8 eV
E = 0
Semua tingkat energi ini ditunjukkan secara skematis pada Gambar 1.7. Jadi energi elektron terkuantisasikan– artinya, hanya nilai-nilai energi tertentu yang diperkenankan, seperti yang diperlihatkan pada Gambar 1.7.
Pada tingkat terendahnya, dengan n = 1, elektron memiliki energi E1 = - 13,6 eV dan beredar dengan jari-jari edar sebesar 0,0529 nm. Ini adalah keadaan dasar. Semua keadaan yang lebih tinggi (n = 2 dengan E2 = - 3,4 eV, n = 3 dengan E3 = - 1,5 eV, dan seterusnya) adalah keadaan eksitasi.
Apabila elektron dan inti atom terpisah jauh sekali, yaitu untuk n = , maka kita peroleh E = 0. Jadi kita dapat memulai dengan elektron dan inti atom yang berjarak pisah takhingga dan kemudian elektronnya kita dekatkan ke inti hingga ia berada pada garis edar dalam suatu keadaan tertentu n. Karena keadaan ini memiliki energi yang lebih kecil daripada energi awal E = 0, maka kita “peroleh” tambahan jumlah energi sebesar En. Sebaliknya, jika memiliki sebuah elektron dalam keadaan n, maka elektronnya dapat kita bebaskan dari “intinya” dengan memasok energi sebesar En. Energi ini dikenal sebagai energi ikat keadaan n. jika energi yang kita pasok pada elektron itu melebihi En, maka kelebihan energi ini akan muncul sebagai energi kinetik elektron yang kini bebas.
Energi eksitasi suatu keadaan eksitasi n adalah energi di atas keadaan dasar, En – E1. Jadi, keadaan eksitasi pertama (n = 2) memiliki enegi eksitasi sebesar :
eVeV 6,134,3 eV2,10
keadaan eksitasi kedua memiliki energi eksitasi 12,1 eV, dan seterusnya.
Bahasan kita tentang barbagai spektrum pancar dan serap atom hydrogen, dan model Bohr di atas tidaklah lengkap tanpa pemahaman mengenai terjadinya semua spektrum ini. Bohr mempustulatkan bahwa meskipun elektron tidak memancarkan radiasi elektromagnet ketika beredar pada suatu tingkat tertentu, ia dapat berpindah dari satu tingkat ke tingkat yang lain yang lebih rendah.
Fisika Kuantum 30
Pada tingkat yang lebih rendah, energi yag dimiliki elektron lebih rendah daripada di tingkat sebelumnya. Beda energi ini muncul sebagai sebuah kuantum radiasi berenergi h yang sama besar dengan beda energi antara kedua tingkat tersebut. Artinya, jika elektron melompat dari n = n1 ke n = n2, seperti pada Gambar 1.8 berikut, maka akan terpancar sebuah foton dengan energi : 21 nn EEh (1.40) atau
2
122
323
4 1164 nn
em
o (1.41)
Jadi panjang gelombang radiasi yang dipancarkan adalah
22
21
22
21
4
32364nn
nnem
cc o
h n = n1
n = n2
Gambar 1.8. Sebuah elektron melompat dari keadaan n1 ke keadaan n2, dan memancarkan radiasi elektromagnet (sebuah foton cahaya)
22
21
22
211
nnnn
R (1.42)
Tetapan R, yang dikenal sebagai tetapan Rydberg, bernilai 1,0973731 x 10 – 7 m -1. Contoh 1.5. Carilah panjang gelombang transisi dari n1 = 3 ke n2 = 2 dan dari n1 = 4 ke n2 = 2. Peyelesaian : Persamaan (142) memberikan
nm1,65623
23100973731,1
122
22
7
dan
nm0,48624
24100973731,1
122
22
7
Hasil dari kedua contoh di atas dekat sekali dengan kedua panjang gelombang terpanjang deret Balmer. Dan memang, jika kita menghitung panjang gelombang untuk berbagai transisi dari n1 ke n2 = 2, diperoleh
4
5,364 21
21
nnnm
satuan adalah dalam nm dan n hanya bernilai bulat mulai dari 3. Rumus ini sekarang dikenal sebagai rumus Balmer dan deretan garis spektrum yang cocok dengannya disebut deret Balmer. Panjang gelombang 364,5 nm, yang berhubungan dengan n , disebut batas deret. Dengan segera ditemukan bahwa semua kelompok garis spektrum dalam spektrum
Fisika Kuantum 32
hydrogen dapat dicocokkan dengan rumus serupa sebagai berikut.
20
2
2
lim nnn
it (1.43)
dengan limit adalah panjang gelombang deret batas yang sesuai, dengan n mengambil nilai bulat mulai dari n0 + 1 (untuk deret Balmer, n0 = 2). Deret lainnya sekarang dikenal sebagai deret Lyman (n0 = 1), Paschen (n0 = 3), Bracket (n0 = 4), dan Pfund (n0 = 5). Ciri menarik lainnya dari panjang gelombang spektrum hydrogen terangkum dalam azas Ritz (Ritz Combination Principle). Jika kita ubah panjang gelombang spektrum pancar hydrogen ke dalam frekuensi, kita jumpai sifat menarik berikut : jumlah sepasang frekuensi tertentu memberikan frekuensi lain yang juga terdapat dalam spektrum hydrogen. Dengan demikian, setiap model atom hydrogen yang berhasil haruslah dapat menerangkan keteraturan aritmetik yang menarik ini dalam berbagai spektrum pancarnya.
Jadi kita melihat bahwa semua transisi yang dicirikan sebagai deret Balmer adalah yang dari semua tingkat lebih tinggi ke tingkat n = 2. Pencirian serupa dapat pula dilakukan bagi deret transisi lainnya. Rumus Bohr juga menerangkan azas gabung Ritz. Marilah kita tinjau transisi dari suatu keadaan n3 ke keadaan n2, yang kemudian disusul dengan transisi dari n2 ke n1. Dengan menggunanakan Persamaan (1.41) bagi kasus ini, diperoleh
2
223
2311nn
Rcnn
2
122
1211nn
Rcnn
dengan demikian
2
122
22
23
12231111nnnn
Rcnnnn
2
123
11nn
Rc
Tetapi ini tidak lain daripada frekuensi sebuah foton yang dipancarkan dalam transisi langusung dari n3 ke n1, jadi 131223 nnnnnn Dengan demikian, model Bohr taat azas dengan azas gabung Ritz. (Karena frekuensi sebuah foton yang dipancarkan berhubungan dengan energinya melalui hubungan E = h, maka penjumlahan frekuensi di atas sama dengan penjumlahan energi. Dengan demikian, kita dapat menyatakan kembali azas gabung Ritz dalam ungkapan energi. Energi sebuah foton yang dipancarkan dalam transisi dari suatu tingkat ke tingkat lain dengan melewati satu atau beberapa tingkat antara adalah sama dengan jumlah energi transisi bertahap dari masing-masing tingkat berurutan). Dengan meninjau ulang penurunan teori Bohr, kita dapati bahwa muatan inti atom hanya muncul pada satu tempat – yaitu dalam pernyataan bagi gaya elektrostatik antara inti atom dan elektron, Persamaan (1.30). Jika muatan inti atom adalah Ze, gaya Coulomb yang bekerja pada elektron adalah
2
2
41
reZF
o (1.44)
Jadi, faktor e 2 semula, kini diganti dengan Ze 2. Dengan melakukan penyisipan ini pada hasil akhir, diperoleh bahwa jari-jari edar yang diperkenankan adalah :
Fisika Kuantum 34
Zna
nemZ
r oon
22
2
24
(1.45)
dan energinya menjadi
2
2
2222
22
6,13132 n
ZeVn
eZmEo
n
(1.46)
Jadi garis edar pada atom dengan nilai Z yang lebih tinggi, letaknya lebih dekat ke inti atom, dan memiliki energi yang lebih besar (negatif) ; yang berarti bahwa elektronnya terikat lebih kuat pada inti atomnya. Contoh 1.6. Hitunglah kedua panjang gelombang terpanjang deret Balmer ion berilium terionisasi tiga kali (Z = 4). Penyelesaian : Karena semua radiasi deret Balmer berakhir pada tingkat n = 2, kedua panjang gelombang terpanjang tersebut adalah radiasi yang berkaitan dengan transisi n = 3 n = 2, dan n = 4 n = 2. Energi dan panjang gelombang radiasi yang bersangkutan adalah
eVeVEE 2,3041
9146,13 2
23
nmeV
nmeVEch 0,41
2,30.1240
eVeVEE 8,4041
16146,13 2
24
nmeV
nmeVEch 4,30
8,40.1240
kedua radiasi ini berada dalam daerah ultraviolet.
1.7. Prinsip Korespondensi
Telah kita lihat bahwa model Bohr memungkinkan kita untuk menghitung panjang gelombang berbagai transisi dalam atom hydrogen yang kesesuaiannya dengan panjang gelombang yang diamati dalam berbagai spektrum pancar dan serap sangatlah mengesankan. Namun, untuk memperoleh kesesuaian ini, Bohr “terpaksa” harus mengajukan dua postulat yang merupakan suatu loncatan yang radikal dari fisika klasik. Terutama postulat yang mengatakan bahwa sebuah elektron dalam model atom Bohr, yang mengalami percepatan sewaktu beredar dalam garis edar lingkaran, tidak meradiasikan energi elektromagnet (kecuali ia berpindah ke garis edar lainnya). Ini melanggar hokum fisika klasik, yang mengatakan bahwa sebuah partikel bermuatan meradiasikan energi elektromagnet bila mengalami percepatan. Perhatikan bahwa di sini kita melakukan suatu hal yang sangat berbeda dari yang kita lakukan dalam kajian mengenai teori relativitas khusus. Teori relativitas khusus menyatakan bahwa energi kinetic dalam bentuk K = E – Eo, sedangkan fisika klasik memberi bentuk yang berbeda K = ½ m v 2 ; tetapi telah ditunjukkan bahwa E – Eo tersederhanakan menjadi ½ m v 2 apabila v << c. Jadi, kedua pernyataan ini sebenarnya tidaklah terlalu berbeda – yang satu merupakan hal khusus dari yang lainnya. Dilema yang berkaitan dengan elektron yang dipercepat bukanlah semata-mata persoalan fisika atom (sebagai satu contoh dari fisika
Fisika Kuantum 36
kuantum) sebagai suatu hal khusus dari fisika klasik, melainkan apakah elektron yang dipercepat meradiasikan energi elektromagnet atau tidak !!! Dilema ini dipecahkan oleh Bohr dengan mengajukan azas persesuaian (Correspondence – Principle), yang mengatakan bahwa hukum fisika klasik hanya berlaku dalam ranah klasik, sedangkan hokum fisika kuantum berlaku dalam ranah atom ; pada ranah di mana keduanya bertumpah tindih, kedua himpunan hokum fisika itu harus memberikan hasil yang sama. Mari kita lihat bagaimana azas ini dapat diterapkan pada atom Bohr. Menurut fisika klasik, sebuah partikel bermuatan listrik yang bergerak sepanjang sebuah lingkaran meradiasikan gelombang elektromagnet dengan frekuensi yang sama dengan frekuensi gerak melingkarnya. Untuk gerak edar elektron dalam atom, periode gerak melingkar adalah jarak tempuh satu gerak edar, 2 r, dibagi dengan laju edar
mKv 2
, dengan K adalah energi kinetik. Jadi, dengan
menggunakan pernyataan (1.31) bagi energi kinetik, periode T diberikan oleh
ermr
mKrT o 82/2
2 (1.47)
Karena frekuensi adalah kebalikan dari periode T, maka
3
0316
1rm
eT
(1.48)
Dengan menggunakan pernyataan (1.36) bagi jari-jari orbit yang diperkenankan, diperoleh
3222
4 132 n
em
on
(1.49)
Sebuah elektron “klasik” yang bergerak dalam orbit lingkaran berjari-jari rn akan meradiasikan gelombang elektromagnet dengan frekuensi n ini. Jika kita perbesar jari-jari atom Bohr menjadi sangat besar mulai dari objek berukuran – kuantum (10-10 m) hingga ke ukuran laboratorium (10-3 m), dapatlah kita harapkan bahwa atomnya berperilaku secara klasik. Karena jari-jari bertambah dengan pertambahan n seperti n2, kita harapkan bahwa untuk n pada rentang 103 – 104, atomnya berperilaku secara klasik. Karena itu, marilah kita hitung frekuensi radiasi yang dipancarkan oleh atom yang demikian apabila elektron meloncat turun dari orbit n ke n – 1. Menurut Persamaan (1.41), frekuensinya adalah
2
12323
4 11
164 nn
em
o
22323
4
112
64 nnnem
o (1.50)
Jika n besar sekali, kita dapat hampiri n – 1 dengan n dan 2n – 1 dengan 2n, yang memberikan
4323
4 264 n
nem
o
3323
4 164 n
em
o (1.51)
Ini identik dengan Persamaan (1.49) bagi frekunesi klasik. Elektron “klasik” berspiral secara mulus menuju inti atom, sambil meradiasi dengan frekuensi yang diberikan oleh Persamaan (1.49), sedangkan elektron “kuantum” meloncat dari orbit n ke (n – 1) dan kemudian ke orbit (n – 2), dan seterusnya,
Fisika Kuantum 38
meradiasi dengan frekuensi yang diberikan oleh Persamaan (1.51). Dalam rentang n besar, di mana fisika klasik dan kuantum bertumpang – tindih, pernyataan kuantum dan klasik bagi frekuensi radiasi keduanya identik. Ini adalah salah satu contoh penerapan azas persesuaian Bohr. Penerapan azas ini tidak hanya berlaku bagi atom Bohr. Azas ini juga penting dalam memahami bagaimana kita beranjak dari ranah di mana berlaku hokum-hukum fisika klasik ke ranah di mana berlaku hokum-hukum fisika kuantum.
*************************** ***************
A. Pemahaman Konsep 1. Menurut pendapat anda apa yang dimaksud dengan ”benda
hitam”? 2. Sebutkan bidang studi fisika klasik apa saja yang mendasari
perumusan teori radiasi benda hitam klasik? 3. Mengapa hakekat gelombang dari cahaya tidak dapat men-
jelaskan sifat-sifat efek fotolistrik? 4. Kemukakan prinsip Max Planck mengenai Radiasi Benda
Hitam 5. Kemukakan prinsip kerja efek fotolistrik dan berikan contoh
aplikasinya 6. Mengapa dalam efek fotolistrik, beberapa elektron memiliki
energi kinetik yang lebih kecil daripada Kmaks? 7. Mengapa efekfotolistrik tidak berlaku bagi elektron bebas? 8. Arus listrik didefinisikan sebagai muatan per satuan waktu.
Jika kita mempertinggi energi kinetik fotoelektron (dengan menaikkan energi foton datang), apakah arusnya harus pula bertambah karena muatannya kini mengalir lebih cepat? Mengapa tidak terjadi demikian?
9. Pengaruh apakah yang terjadi pada percobaan efek fotolistrik jika kita melipatduakan frekuensi cahaya datang? Jika panjang gelombangnya kita lipatduakan? Jika kita lipat-duakan intensitasnya?
10. Rumus hamburan Compton mengemukakan bahwa benda yang diamati dari sudut yang berbeda akan memantulkan cahaya dengan panjang gelombang berbeda. Mengapa kita mengamati adanya perubahan warna cahaya dari benda pemantul bila kita melihatnya dari sudut yang berbeda?
11. Seringkali kita mendengar tentang masalah pemancaran sinar-X oleh pesawat TV. Dari manakah sinar-X itu berasal?
12. Kemukakan kelemahan-kelemahan model atom berikut ini: a. Model atom Thomson b. Model atom Rutherford c. Model atom Bohr d. Model atom Sommerfield
Fisika Kuantum 40
B. Aplikasi Konsep 1. Tinjau sepotong bahan pada temperatur 1600 K. Misalkan
pada frekuensi relatif tinggi selisih energi antar tingkat osilator adalah 1 eV. Hitung energi rata – rata per osilator !
2. Suatu cavity radiator bersuhu 400K mempunyai lubang berdiamter 0.20 mm di dindingnya. Hitunglah daya pancaran melalui lubang ini dalam selang panjang gelombang 6600 s.d 6620 A0.
3. 02. Rongga suatu pemancar sempurna hitam berbentuk kubus dengan rusuk 2 cm, suhunya 1600K. Hitunglah jumlah moda vibrasi per satuan volume dalam rongga itu yang panjang gelombangnya ada dalm selang 6600 s.d 6620 A0.
4. Suatu bola yang terbuat dari wolfram memiliki jari-jari sebesar 010 cm. Bola itu digantung dalam ruang hampa udara dan dinding yang bersuhu 400K. Daya pancar bola itu hanya 45% bila dibandingkan dengan benda sempurna hitam. Berapa daya yang harus disalurkan ke bola waolfram itu agar suhunya dapat dipertahankan pada 500K. Abaikanlah energi kalor yang mengalir melalui kawat penggantungnya.
5. Alam semesta ini dipenuhi radiasi thermal yang memiliki spektrum benda sempurna hitam bersuhu 8.4 K.
(a). Berapa besar panjang gelombang pada puncak intensitas radian ini ?
(b). Berapa besarkah energi foton untuk panjang gelombang yang dimaksud dalam butir (a).
(c), Dalam daerah manakah dari spektrum radiasi elektromagnetik panjang gelombang ini terjadi.
6. Andaikanlah bahwa permukaan matahari bersuhu 8600K. Diameter dan massa dari matahari tercamtum di bawah ini.
(a). Gunakan hukum Stefan-Bolztmann untuk menghitung daya radiasi thermal yang dipancar matahari.
(b). Berapa banyakkah matahari kehilangan massa per detik karena pemancaran ini.
(Diameter matahari = 1.4x109 m, masa = 2.0x1030kg
7. Berangkat dari radiasi spektral RT() tentukanlah kaedah pergeseran Wien.
8. Hitunglah besarnya energi pada eksitasi elektronik dengan periode geraknya adalah 10-20 s , suatu molekul yang bergetar dengan peride 10-12s, dan pendulum dengan periode 2s.
9. Hitunglah energi rata-rata osilator dengan frekuensi : (a) 10 Hz; (b) 1010Hz pada temperatur : (i) 1000K; (ii) 10.000K. Bandingkan hasilnya dengan nilai prediksi prinsip eqipartisi energi.
10. Suatu bintang memancarkan sianr dengan panjang gelombang seperti pada table berikut :
No Panjang gelombang (nm) 01 40 02 50 03 60 04 30
Berdasarkan dari hasil observasi diatas berapakah
temperatur bintang tersebut dengan menggunakan teori Wien.
11. BerdasArkan hasil perhitungan dari soal no. 10. Berapakah kerapatan energi bintang tersebut menurut Stefan Boltzmann.
12. Suatu medan magnet transversal yang menyebabkan elektron-elektron foto akan bergerak dalam suatu lingkaran yang berjari-jari 20 cm. Cahaya yang digunakan berpanjang gelombang 4000 Å dan emitternya adalah barium dengan fungsi kerja 2,5 eV. Berapakah kuat medan magnet tersebut ?
13. Fungsi kerja logam tungsten adalah 5,62 eV. (a) Berapakah panjang gelombang ambang C bagi tungsten ? (b) Berapakah energi kinetik maksimum elektron-elektron yang dipancarkan apabila digunakan radiasi dengan panjang gelombang 100,0 nm ? (c) Berapakah potensial henti untuk kasus ini ?
Fisika Kuantum 42
14. Tunjukkan bahwa efek fotolistrik tidak akan terjadi seandainya elektronnya bebas (tidak terikat) !
15. Foton sinar – X yang berenergi 0,3 MeV membuat tumbukan sentral dengan elektron yang mula-mula diam. Gunakan hukum kekekalan energi dan momentum untuk menentukan laju elektron setelah tumbukan.
16. Sinar–X dengan panjang gelombang 0,2500 nm dihambur-kan secara Compton dan berkas hamburnya diamati pada sudut 45,00 relatif terhadap arah berkas datang. Carilah : (a) panjang gelombang sinar – X hambur, (b) energi foton sinar – X hambur, (c) energi kinetik elektron hambur, dan (d) arah gerak elektron hambur.
17. Jika energi maksimum yang diperoleh elektron dalam hamburan Compton adalah 45 keV, berapa panjang gelombang foton yang datang mula-mula ?
18. Tentukan (dalam angstrom), panjang gelombang yang terpendek dan terpanjang dari deret-deret Lyman untuk atom hidrogen !
19. Carilah panjang gelombang foton yang dipancarkan ketika atom hidrogen mengalami transisi n = 5 ke n = 2 !
20. Atom hodrogen mengalami transisi dari suatu keadaan eksitasi ke tingkat eksitasi 10,19 eV. Dalam proses ini atom hidrogen akan memancarkan foton sebesar 4890 Å. Hitunglah energi ikat elektron pada tingkat eksitasi mula-mula !
21. Menurut teori Bohr, berapa kali sebuah elektron mengelilingi inti pada tingkat energi eksitasi pertama dari hidrogen, jika waktu hidup dalam keadaan ini adalah 10-8 s ?
22. Carilah panjang gelombang transisi dari n1 = 4 ke n2 = 3 dan dari n1 = 5 ke n2 = 3.
23. Hitunglah kedua panjang gelombang terpanjang deret Balmer ion berilium terionisasi tiga kali (Z = 5).