wrapup pbl sk1 emergensi

64
BLOK EMERGENSI SKENARIO I “PERDARAHAN PERSALINAN” Kelompok : A –13 Ketua : Abdul Halim Gazali (1102012001) Sekertaris : Iqbal Hakkiki (1102012132) Anggota : Erni Vuspita Dewi (1102011090) Arum Sekar Latih (1102012029) Bella Amelia Sefilla A (1102012043) Farah Hayati Hadrani (1102012082) Ghea Ghaisany (1102012096) Heny Silviana (1102012114) Ilham Noeryosan (1102012119)

Upload: anonymous-ppcz4nkaph

Post on 11-Dec-2015

279 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

sk1

TRANSCRIPT

Page 1: Wrapup Pbl Sk1 Emergensi

BLOK EMERGENSI

SKENARIO I

“PERDARAHAN PERSALINAN”

Kelompok : A –13

Ketua : Abdul Halim Gazali (1102012001)

Sekertaris : Iqbal Hakkiki (1102012132)

Anggota : Erni Vuspita Dewi (1102011090)

Arum Sekar Latih (1102012029)

Bella Amelia Sefilla A (1102012043)

Farah Hayati Hadrani (1102012082)

Ghea Ghaisany (1102012096)

Heny Silviana (1102012114)

Ilham Noeryosan (1102012119)

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS YARSI

2015/2016

Page 2: Wrapup Pbl Sk1 Emergensi

Skenario 1

Perdarahan Persalinan

Seorang pasien 37 tahun datang ke IGD RSUD dengan hamil keempat dan keluhan keluar darah dari kemaluan dan disertai nyeri perut.Pasien pernah melakukan antenatal care (ANC) satu kali sebelumnya di Puskesmas pada usia kehamilan 14 minggu. Pasien mengaku hamil 38 minggu dihitung dari haid pertama haid terakhir (HPHT).

Pasien mengalami kenaikan berat badan sampai 17 kg selama kehamilan ini dan tidak ada edema tungkai. Pasien tidak pernah mengkonsumsi suplemen besi atau vitamin lainnya.

Daririwayat penyakit keluarga diketahui tidak ada riwayat penyakit jantung, ginjal, DM dan hipertensi dikeluarganya.

Dilakukan pemeriksaan fisik dengan hasil : keadaan umum tampak sakit sedang, tekanan darah 120/85 mmHg; frekuensi nadi 102x/ menit; frekuensi nafas: 26x/ menit; suhu afebris. Dari status obstetrik didapatkan tinggi fundus uteri 39 cm; denyut jantung janin tidak jelas. Dilakukan pemeriksaan inspekulo tampak darah berwarna kehitaman mengalir dari OUI, pembukaan tidak ada.

Selanjutnya dilakukan pemeriksaan penunjang USG dengan hasil: kehamilan tunggal letak sungsang dan hasil pemeriksaan laboratorium urin didapatkan protein +3. Dilakukan pemeriksaan CTG didapatkan tanda-tanda gawat janin.

2

Page 3: Wrapup Pbl Sk1 Emergensi

Kata Sulit

1. Cardiotocography (CTG) adalah pemeriksaan denyut jantung janin & kontraksi uterus yang dilakukan pada kehamilan trimester 3.

2. Antenatal care (ANC) adalah pemeriksaan kehamilan untuk mengoptimalkan kesehatan fisik dan mental Ibu hamil hingga menghadapi persalinan.

3

Page 4: Wrapup Pbl Sk1 Emergensi

Pertanyaan

1. Apakah umur mempengaruhi terjadinya perdarahan ?2. Berapakalikah pemeriksaan ANC dilakukan ?3. Apa tanda gawat janin?4. Kenapa terjadi proteinuria ?5. Kenapa darahnya berwarna kehitaman ?6. Adakah hubungan asupan nutrisi dengan kasus tersebut?7. Kenapa perutnya terasa nyeri?8. Kenapa keluar darah tetapi tidak ada pembukaan9. Apakah tindakan awal yang harus dilakukan?10. Apakah letak sungsang mempengaruhi perdarahan?11. Kenapa tekanan darahnya normal tetapi terjadi proteinuria?

Jawaban

1. Mempengaruhi karena umur yang lebih dari 35th organnya sudah tidak berfungsi dengan baik.

2. 4 kali selama kehamilan ( Trimester 1 = 1 kali, Trimester 2 = 1 kali, Trimester 3 = 2 kali ).

3. DJJ > 160 x/ menit, DJJ tidak teratur, Hipoksia.4. Karena terjadi kerusakan glomerulus sehingga meningkatkan permeabilitas membran

basal sehingga terjadi kebocoran protein.5. Karena yang terlepas adalah desidua basalis dan telah tercampur dengan cairan

amnion.6. Ada, karena jika kekurangan suplemen besi dan vitamin maka janin akan kekurangan

suplai oksigen.7. Karena solusio (+) = Ruptur plasenta, Pengaruh hormon, Mediator inflamasi.8. Karena letak janinnya sungsang9. Berikan oksigen, infus RL koloid, Saturasinya diperbaiki, bayinya dikeluarkan bisa

dengan seksio atau vacum.10. Tidak11. Karena meningkatnya permeabilitas membran basal sehingga terjadi kebocoran

protein terjadilah proteinuria

4

Page 5: Wrapup Pbl Sk1 Emergensi

Hipotesis

Pasien wanita hamil tunggal letak sungsang usia kehamilan 37 minggu, mengalami preeclampsia. Pasien tidak pernah konsumsi suplemen besi dan vitamin serta tidak pernah melakukan antenatal care. Keluhan disertai nyeri perut diduga karena ruptur plasenta, mediator inflamasi dan mungkin pengaruh hormon. Pasien juga mengalami perdarahan berwarna hitam dari OUI karena terdapat hematom desidua. Perdarahan dari OUI menyababkan hipoksia janin sehingga menyebabkan kondisi gawat janin.

5

Page 6: Wrapup Pbl Sk1 Emergensi

Sasaran Belajar

LI.1 Memahami dan Menjelaskan Perdarahan Antepartum

1. Definisi2. Etiologi3. Klasifikasi4. Epidemiologi5. Patofisiologi6. Manifestasi klinis7. Diagnosis dan Diagnosis banding8. Penatalaksanaan9. Komplikasi10. Prognosis11. Pencegahan

LI.2 Memahami dan Menjelaskan Hipertensi Pada Kehamilan

1. Definisi2. Klasifikasi3. Cara diagnosis4. Penatalaksanaan

LI.3 Memahami dan Menjelaskan Eclampsia dan Preeclampsia

1. Definisi2. Etiologi3. Klasifikasi4. Epidemiologi5. Patofisiologi6. Manifestasi klinis7. Diagnosis dan Diagnosis banding8. Penatalaksanaan9. Komplikasi10. Prognosis11. Pencegahan

LI.4 Memahami dan Menjelaskan Pemeriksaan Kesejahteraan Janin

6

Page 7: Wrapup Pbl Sk1 Emergensi

LI.1 Memahami dan Menjelaskan Perdarahan Antepartum

1.1 DefinisiPendarahan antepartum adalah perdarahan pervaginam pada kehamilan diatas 28

minggu atau lebih. Dan disebut atau digolongkan pendarahan pada trismester ketiga.1.2 Etiologi

Faktor Determinaa. UmurUmur yang lebih tua dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya perdarahan antepartum. Dalam kurun reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 20-35 tahun. Wanita pada umur kurang dari 20 tahun memiliki resiko yang lebih tinggi untuk mengalami perdarahan antepartum karena alat reproduksi belum sempurna atau matang untuk hamil. Selain itu, kematangan fisik, mental dan fungsi sosial dari calon ibu yang belum cukup menimbulkan keragu- raguan jaminan bagi keselamatan kehamilan yang dialaminya serta perawatan bagi anak yang dilahirkannya. Sedangkan umur di atas 35 tahun merupakan faktor yang dapat meningkatkan kejadian perdarahan antepartum karena proses menjadi tua dari jaringan alat reproduksi dari jalan lahir, cenderung berakibat buruk pada proses kehamilan dan persalinannya. Perdarahan antepartum lebih banyak pada usia di atas 35 tahun. Wanita yang berumur 35 tahun atau lebih mempunyai resiko besar untuk terkena dibandingkan dengan wanita yang lebih muda.

a. PendidikanIbu yang mempunyai pendidikan relatif tinggi, cenderung memperhatikan kesehatannya dibandingkan ibu yang tingkat pendidikannya rendah. Dengan pendidikan yang tinggi, diharapkan ibu mempunyai pengetahuan dan mempunyai kesadaran mengantisipasi kesulitan dalam kehamilan dan persalinannya, sehingga timbul dorongan untuk melakukan pengawasan kehamilan secara berkala dan teratur.

c. ParitasParitas dikelompokkan menjadi empat golongan yaitu:a) nullipara, yaitu golongan ibu yang belum pernah melahirkannb) primipara, yaitu golongan ibu yang pernah melahirkan 1 kalic) multipara, yaitu golongan ibu yang pernah melahirkan 2-4 kali.d) grandemultipara, yaitu golongan ibu yang pernah melahirkan ≥5 kali

Frekuensi perdarahan antepartum meningkat dengan bertambahnya paritas. Perdarahan antepartum lebih banyak pada kehamilan dengan paritas tinggi. Wanita dengan paritas persalinan empat atau lebih mempunyai resiko besar untuk terkena dibandingkan dengan paritas yang lebih rendah. Pada paritas yang tinggi kejadian perdarahan antepartum semakin besar karena endometrium belum sempat sembuh terutama jika jarak antara kehamilan pendek. Selain itu kemunduran daya lentur (elastisitas) jaringan yang sudah berulang kali direnggangkan, kehamilan cenderung menimbulkan kelainan letak atau kelainan pertumbuhan plasenta. Akibatnya terjadi

7

Page 8: Wrapup Pbl Sk1 Emergensi

persalinan yang disertai perdarahan yang sanngat berbahaya seperti plasenta previa dan solusio plasenta.

d. Riwayat kehamilan dan persalinan terdahuluRiwayat kehamilan dan persalinan yang dialami oleh seorang ibu juga merupakan resiko tinggi dalam terjadinya perdarahan antepartum. Cedera dalam alat kandungan atau jalan lahir dapat ditimbulkan oleh proses kehamilan terdahulu dan berakibat buruk pada kehamilan yang sedang dialami. Hal ini dapat berupa keguguran, bekas persalinan berulang dengan jarak pendek, bekas operasi (seksio cesarea) atau bekas kuretase.e. Kadar HbPada kehamilan anemia relatif terjadi karena volume darah dalam kehamilan bertambah secara fisiologik dengan adanya pencairan darah yang disebut hidremia. Volume darah tersebut mulai bertambah jelas pada minggu ke-16 dan mencapai puncaknya pada minggu ke-32 sampai ke-34 yaitu kira-kira 25%. Meskipun ada peningkatan dalam volume eritrosit secara keseluruhan, tetapi penambahan volume plasma jauh lebih besar sehingga konsentrasi haemoglobin dalam darah menjadi lebih rendah.f. Tekanan darahHipertensi yang disebabkan oleh kehamilan atau yang kronik tidak jarang ditemukan pada wanita hamil. Hipertensi pada kehamilan adalah apabila tekanan darahnya antara 140/90 mmHg sampai 160/100 mmHg. Hipertensi dalam kehamilan merupakan komplikasi kehamilan sebagai salah satu trias klasik yang merupakan penyebab kematian ibu. Selain itu, pasien dengan penyakit hipertensi kehamilan memiliki resiko pelepasan plasenta premature.

1.3 Klasifikasi

Plasenta Previa

Plasenta previa terjadi karena adanya plasenta yang tertanam di dekat kanalis servikalis interna. Ada beberapa kondisi yang dapat terjadi pada plasenta previa, antara lain adalah:

Plasenta previa total       : ostium uteri interna tertutup lengkap oleh plasenta. Plasenta previa parsial   : ostium uteri interna tertutup sebagian oleh plasenta. Plasenta previa marginal: ujung plasenta terdapat pada tepi ostium interna Long lying total plasenta: Plasenta tertanam pada segmen bawah uterus sehingga tepi

plasenta tidak mencapai ostium interna, tetapi berada pada dekatnya. Vasa previa                         : Pembuluh darah janin melalui membran dan muncul pada

ostium serviks.Angka kematian pada kasus plasenta previa pada abad 20 sudah berkurang, tetapi masih menjadi penyebab penting dari kematian dan kecacatan pada wanita hamil. Sementara itu, kelahiran prematur pada plasenta previa menjadi penyebab utama kematian perinatal.

8

Page 9: Wrapup Pbl Sk1 Emergensi

Penyebab dari perdarahan pada kasus plasenta previa adalah karena plasenta terletak pada ostium internal, pembentukan segmen bawah uterus dan dilatasi ostium interna, menyebabkan terjadinya robekan pada tempat pelekatan dari plasenta. Perdarahan tersebut ditingkatkan dengan ketidakmampuan dari serat miometrium dari segmen bawah uterus untuk berkontraksi secara adekuat. Akibatnya tidak terjadi konstriksi dari pembuluh darah.

Pada plasenta previa, terdapat karakteristik khusus berupa perdarahan yang tidak nyeri. Perdarahan tersebut umumnya tidak akan muncul hingga trimester kedua. Meskipun begitu, aborsi dan perdarahan dapat terjadi lebih dini karena adanya abnormalitas lokasi plasenta yang sedang berkembang tersebut.  Pada banyak kasus previa, perdarahan dapat terjadi secara tiba-tiba tanpa ada tanda-tanda sebelumnya. Namun, perdarahan yang terjadi jarang bersifat fatal karena umumnya berkurang sendiri, tetapi dapat muncul kembali. Jika plasenta tertanam di dekat ostium serviks tetapi tidak tepat di atasnya, perdarahan bisa saja tidak terjadi hingga onset persalinan. Perdarahan dapat bersifat ringan hingga berat dan menyerupai kasus abrupsio plasenta.

Perdarahan dari tempat implantasi di uterus bawah dapat berlanjut sesudah kelahiran plasenta karena segmen bawah uterus berkontraksi dengan buruk. Perdarahan juga dapat terjadi akibat laserasi serviks dan segmen bawah uterus yang friable, terutama jika dilakukan manual plasenta.

Plasenta previa  berhubungan pula dengan plasenta accreta yang terkait dengan buruknya perkembangan desidua pada segmen bawah uterus. Koagulopati cukup jarang terjadi pada plasenta previa.

Kita patut mencurigai adanya plasenta previa maupun abrupsio plasenta pada wanita yang mengalami perdarahan dari rahim selama pertengahan akhir dari masa kehamilan. Pemeriksaan sonografi harus dilakukan untuk menyingkirkan adanya plasenta previa. Pemeriksaan serviks dengan jari tidak boleh dilakukan kecuali wanita tersebut berada di ruang operasi dengan semua persiapan persalinan cesar. Hal tersebut dikarenakan dapat terpicunya perdarahan torrential akibat pemeriksaan dengan jari tersebut. Juga, pemeriksaan serviks tidak boleh dilakukan kecuali jika persalinan direncanakan karena perdarahan dapat menyebabkan diperlukannya persalinan segera.

Kita dapat menggolongkan wanita yang mengalami plasenta previa menjadi 4 kriteria, yaitu

Fetus preterm dengan tanpa indikasi lain untuk persalinan Fetus sudah matur Persalinan telah terjadi Perdarahan begitu berat sehingga diperlukan terminasi kehamilan berapapun usia

kehamilan.Pada wanita dengan fetus preterm tanpa perdarahan uterus yang aktif dan persisten, dapat

dilakukan monitoring ketat. Jika diperlukan, pasien dirawat inap. Jika perdarahan sudah berkurang dan janin sudah diketahui dalam keadaan sehat, pasien dapat dipulangkan. Namun,

9

Page 10: Wrapup Pbl Sk1 Emergensi

pasien dan keluarganya perlu diberitahukan kemungkinan adanya komplikasi dan perlu dipersiapkan transportasi untuk segera membawa ke rumah sakit.

Persalinan secara cesar diperlukan pada semua wanita dengan plasenta previa. Namun, perlu diperhatikan adanya perdarahan yang tidak terkontrol setelah pelepasan plasenta. Hal tersebut dikarenakan buruknya kontraktilitas alamiah dari segmen bawah uterus. Pada area implantasi dapat dilakukan penjahitan dengan 0-chromic suture untuk hemostasis. Pada beberapa wanita dapat dilakukan ligasi arteri uterina bilateral atau iliaka interna. Jika upaya konservatif gagal dan perdarahan terjadi terus menerus, histerektomi perlu dilakukan.

Solusio Plasenta Definisi solusio plasenta

Solusio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau keseluruhan plasenta dari implantasi normalnya (korpus uteri) setelah kehamilan 20 minggu dan sebelum janin lahir . Cunningham dalam bukunya mendefinisikan solusio plasenta sebagai separasi prematur plasenta dengan implantasi normalnya korpus uteri sebelum janin lahir (2). Jika separasi ini terjadi di bawah kehamilan 20 minggu maka mungkin akan didiagnosis sebagai abortus imminens (5). Sedangkan Abdul Bari Saifuddin dalam bukunya mendefinisikan solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat implantasi normalnya sebelum janin lahir, dan definisi ini hanya berlaku apabila terjadi pada kehamilan di atas 22 minggu atau berat janin di atas 500 gram .

Gambar 2.Solusio Plasenta (Placental abrubtion).

Epidemiologi solusio plasenta Insiden solusio plasenta bervariasi antara 0,2-2,4 % dari seluruh kehamilan. Literatur lain menyebutkan insidennya 1 dalam 77-89 persalinan, dan bentuk solusio plasenta berat 1 dalam 500-750 persalinan . Slava dalam penelitiannya melaporkan insidensi solusio plasenta di dunia adalah 1% dari seluruh kehamilan. Di sini terlihat bahwa tidak ada angka pasti untuk insiden solusio plasenta, karena adanya perbedaan kriteria menegakkan diagnosisnya (8). Penelitian Cunningham di Parkland Memorial Hospital melaporkan 1 kasus dalam 500 persalinan. Tetapi sejalan dengan penurunan frekuensi ibu dengan paritas tinggi, terjadi pula penurunan kasus solusio plasenta menjadi 1 dalam 750 persalinan (2). Menurut hasil penelitian yang dilakukan Deering didapatkan 0,12% dari semua kejadian solusio plasenta di Amerika Serikat menjadi sebab kematian bayi . Penelitian retrospektif yang dilakukan oleh Ducloy di Swedia melaporkan dalam 894.619 kelahiran didapatkan 0,5% terjadi solusio plasenta .

Klasifikasi solusio plasenta

10

Page 11: Wrapup Pbl Sk1 Emergensi

Gambar 3. Klasifikasi solusio plasenta Klasifikasi solusio placenta antara lain:a. Solusio plasenta parsialis : bila hanya sebagian saja plasenta terlepas dari tempat

perlengkatannya.b. Solusio plasenta totalis ( komplek ) : bila seluruh plasenta sudah terlepas dari

tempat perlengketannya.c. Prolapsus plasenta : kadang-kadang plasenta ini turun ke bawah dan dapat teraba

pada pemeriksaan dalam.

Manifestasi solusio plasentaGambaran klinis dari kasus-kasus solusio plasenta diterangkan atas pengelompokannya menurut gejala klinis:

a. Solusio plasenta ringanSolusio plasenta ringan ini disebut juga ruptura sinus marginalis, dimana terdapat pelepasan sebagian kecil plasenta yang tidak berdarah banyak. Apabila terjadi perdarahan pervaginam, warnanya akan kehitam-hitaman dan sedikit sakit. Perut terasa agak sakit, atau terasa agak tegang yang sifatnya terus menerus. Walaupun demikian, bagian-bagian janin masih mudah diraba. Uterus yang agak tegang ini harus selalu diawasi, karena dapat saja menjadi semakin tegang karena perdarahan yang berlangsung. Salah satu tanda yang menimbulkan kecurigaan adanya solusio plasenta ringan ini adalah perdarahan pervaginam yang berwarna kehitam-hitaman.

b. Solusio plasenta sedangDalam hal ini plasenta telah terlepas lebih dari satu per empat bagian, tetapi belum dua per tiga luas permukaan. Tanda dan gejala dapat timbul perlahan-lahan seperti solusio plasenta ringan, tetapi dapat juga secara mendadak dengan gejala sakit perut terus menerus, yang tidak lama kemudian disusul dengan perdarahan pervaginam. Walaupun perdarahan pervaginam dapat sedikit, tetapi perdarahan sebenarnya mungkin telah mencapai 1000 ml. Ibu mungkin telah jatuh ke dalam syok, demikian pula janinnya yang jika masih hidup mungkin telah berada dalam keadaan gawat. Dinding uterus teraba tegang terus-menerus dan nyeri tekan sehingga bagian-bagian janin sukar untuk diraba. Apabila janin masih hidup, bunyi jantung sukar didengar. Kelainan pembekuan darah dan kelainan ginjal mungkin telah terjadi, walaupun hal tersebut lebih sering terjadi pada solusio plasenta berat.

c. Solusio plasenta beratPlasenta telah terlepas lebih dari dua per tiga permukaannnya. Terjadi sangat tiba-tiba. Biasanya ibu telah jatuh dalam keadaan syok dan janinnya telah meninggal.

11

Page 12: Wrapup Pbl Sk1 Emergensi

Uterusnya sangat tegang seperti papan dan sangat nyeri. Perdarahan pervaginam tampak tidak sesuai dengan keadaan syok ibu, terkadang perdarahan pervaginam mungkin saja belum sempat terjadi. Pada keadaan-keadaan di atas besar kemungkinan telah terjadi kelainan pada pembekuan darah dan kelainan/gangguan fungsi ginjal.

Patofisiologi solusio plasenta1) Perdarahan dapat terjadi dari pembuluh darah plasenta atau uterus yang membentuk

hematoma pada desidua,sehingga plasenta terdesak dan akhirnya terlepas. Apabila perdarahan sedikit,hematoma yang kecil itu hanya akan mendesak jaringan plasenta,pedarahan darah antara uterus dan plasenta belum terganggu,dan tanda serta gejala pun belum jelas. Kejadian baru diketahui setelah plasenta lahir,yang pada pemeriksaan di dapatkan cekungan pada permukaan maternalnya dengan bekuan darah yang berwarna kehitam-hitaman.

Biasanya perdarahan akan berlangsung terus-menerus karena otot uterus yang telah meregang oleh kehamilan itu tidak mampu untuk lebih berkontraksi menghentikan perdarahannya. Akibatnya hematoma retroplasenter akan bertambah besar,sehingga sebagian dan seluruh plasenta lepas dari dinding uterus. Sebagian darah akan menyeludup di bawah selaput ketuban keluar dari vagina atau menembus selaput ketuban masuk ke dalam kantong ketuban atau mengadakan ektravasasi di antara serabut-serabut otot uterus.

Apabila ektravasasinya berlangsung hebat,maka seluruh permukaan uterus akan berbercak biru atau ungu. Hal ini di sebut uterus Couvelaire (Perut terasa sangat tegang dan nyeri). Akibat kerusakan jaringan miometrium dan pembekuan retroplasenter,maka banyak trombosit akan masuk ke dalam peredaran darah ibu,sehinga terjadi pembekuan intravaskuler dimana-mana,yang akan menghabiskan sebagian besar persediaan fibrinogen. Akibatnya terjadi hipofibrinogenemi yang menyebabkan gangguan pembekuan darah tidak hanya di uterus tetapi juga pada alat-alat tubuh yang lainnya.

Keadaan janin tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dari dinding uterus. Apabila sebagian besar atau seluruhnya terlepas,akan terjadi anoksia sehingga mengakibatkan kematian janin. Apabila sebagian kecil yang terlepas,mungkin tidak berpengaruh sama sekali,atau juga akan mengakibatkan gawat janin. Waktu sangat menentukan beratnyaa gangguan pembekuan darah,kelainan ginjal,dan keadaan janin. Makin lama penanganan solusio plasenta sampai persalinan selesai,umumnya makin hebat komplikasinya.

2) Pada solusio plasenta,darah dari tempat pelepasan akan mencari jalan keluar antara selaput janin dan dinding rahim hingga akhirnya keluar dari serviks hingga terjadilah perdarahan keluar atau perdarahan terbuka. Terkadang darah tidak keluar,tetapi berkumpul di belakang plasenta membentuk hematom retroplasenta. Perdarahan semacam ini disebut perdarahan ke dalam atau perdarahan tersembunyi.

Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi menimbulkan tanda yang lebih khas karena seluruh perdarahan tertahan di dalam dan menambah volume uterus.Umumnya lebih berbahaya karena jumlah perdarahan yang keluar tidak sesuai

12

Page 13: Wrapup Pbl Sk1 Emergensi

dengan beratnya syok. Perdarahan pada solusio plasenta terutama berasal dari ibu,namun dapat juga berasal dari anak.

Perdarahan keluar Perdarahan tersembunyi

1. Keadaan umum penderita relative lebih baik.

2. Plasenta terlepas sebagian atau inkomplit.

3. Jarang berhubungan dengan hipertensi.

1. Keadaan penderita jauh lebih jelek.

2. Plasenta terlepas luas,uterus keras/tegang.

3. Sering berkaitan dengan hipertensi.

Terlepasnya plasenta sebelum waktunya menyebabkan timbunan darah antara plasenta dan dinding uterus yang menimbulkan gangguan penyulit terhadap ibu dan janin.

Penyulit terhadap ibu Penyulit terhadap janin1. Berkurangnya darah dalam sirkulasi

darah umum2. Terjadi penurunan tekanan

darah,peningkatan nadi dan pernapasan

3. Ibu tampak anemis4. Dapat timbul gangguan pembekuan

darah,karena terjadi pembekuan intravaskuler diikuti hemolisis darah sehingga fibrinogen makin berkurang dan memudahkan terjadinya perdarahan (hipofibrinogenemia)

5. Dapat timbul perdarahan packapartum setelah persalinan karena atonia uteri atau gangguan pembekuan darah

6. Dapat timbul gangguan fungsi ginjal dan terjadi emboli yang menimbulkan komplikasi sekunder

7. Timbunan darah yang meningkat dibelakang plasenta dapat menyebabkan uterus menjadi keras,padat dan kaku.

1. Tergantung pada luasnya plasenta yang lepas dapat menimbulkan asfiksia ringan sampai kematian dalam uterus.

Diagnosis solusio plasentaKeluhan dan gejala pada solusio plasenta dapat bervariasi cukup luas. Sebagai contoh, perdarahan eksternal dapat banyak sekali meskipun pelepasan plasenta belum begitu luas sehingga menimbulkan efek langsung pada janin, atau dapat juga terjadi perdarahan eksternal tidak ada, tetapi plasenta sudah terlepas seluruhnya dan janin meninggal sebagai akibat langsung dari keadaan ini. Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi mengandung ancaman bahaya yang jauh lebih besar bagi ibu, hal ini bukan saja terjadi akibat

13

Page 14: Wrapup Pbl Sk1 Emergensi

kemungkinan koagulopati yang lebih tinggi, namun juga akibat intensitas perdarahan yang tidak diketahui sehingga pemberian transfusi sering tidak memadai atau terlambat.

Tatalaksana solusio plasentaPenanganan kasus-kasus solusio plasenta didasarkan kepada berat atau ringannya gejala klinis, yaitu:

a. Solusio plasenta ringan- Ekspektatif, bila usia kehamilan kurang dari 36 minggu dan bila ada perbaikan

(perdarahan berhenti, perut tidak sakit, uterus tidak tegang, janin hidup) dengan tirah baring dan observasi ketat, kemudian tunggu persalinan spontan.

- Bila ada perburukan (perdarahan berlangsung terus, gejala solusio plasenta makin jelas, pada pemantauan dengan USG daerah solusio plasenta bertambah luas), maka kehamilan harus segera diakhiri. Bila janin hidup, lakukan seksio sesaria, bila janin mati lakukan amniotomi disusul infus oksitosin untuk mempercepat persalinan.

b. Solusio plasenta sedang dan berat- Apabila tanda dan gejala klinis solusio plasenta jelas ditemukan, penanganan di

rumah sakit meliputi transfusi darah, amniotomi, infus oksitosin dan jika perlu seksio sesaria.

- Apabila diagnosis solusio plasenta dapat ditegakkan berarti perdarahan telah terjadi sekurang-kurangnya 1000 ml. Maka transfusi darah harus segera diberikan.

- Amniotomi akan merangsang persalinan dan mengurangi tekanan intrauterin. Keluarnya cairan amnion juga dapat mengurangi perdarahan dari tempat implantasi dan mengurangi masuknya tromboplastin ke dalam sirkulasi ibu yang mungkin akan mengaktifkan faktor-faktor pembekuan dari hematom subkhorionik dan terjadinya pembekuan intravaskuler dimana-mana. Persalinan juga dapat dipercepat dengan memberikan infus oksitosin yang bertujuan untuk memperbaiki kontraksi uterus yang mungkin saja telah mengalami gangguan.

- Gagal ginjal sering merupakan komplikasi solusio plasenta. Biasanya yang terjadi adalah nekrosis tubuli ginjal mendadak yang umumnya masih dapat tertolong dengan penanganan yang baik. Tetapi bila telah terjadi nekrosis korteks ginjal, prognosisnya buruk sekali. Pada tahap oliguria, keadaan umum penderita umumnya masih baik. Oleh karena itu oliguria hanya dapat diketahui dengan pengukuran pengeluaran urin yang teliti yang harus secara rutin dilakukan pada penderita solusio plasenta sedang dan berat, apalagi yang disertai hipertensi menahun dan preeklamsia. Pencegahan gagal ginjal meliputi penggantian darah yang hilang, pemberantasan infeksi yang mungkin terjadi, mengatasi hipovolemia, menyelesaikan persalinan secepat mungkin dan mengatasi kelainan pembekuan darah.

- Kemungkinan kelainan pembekuan darah harus selalu diawasi dengan pengamatan pembekuan darah. Pengobatan dengan fibrinogen tidak bebas dari bahaya hepatitis, oleh karena itu pengobatan dengan fibrinogen hanya pada penderita yang sangat memerlukan, dan bukan pengobatan rutin. Dengan

14

Page 15: Wrapup Pbl Sk1 Emergensi

melakukan persalinan secepatnya dan transfusi darah dapat mencegah kelainan pembekuan darah.

- Persalinan diharapkan terjadi dalam 6 jam sejak berlangsungnya solusio plasenta. Tetapi jika itu tidak memungkinkan, walaupun sudah dilakukan amniotomi dan infus oksitosin, maka satu-satunya cara melakukan persalinan adalah seksio sesaria.

- Apoplexi uteroplacenta (uterus couvelaire) tidak merupakan indikasi histerektomi. Akan tetapi, jika perdarahan tidak dapat dikendalikan setelah dilakukan seksio sesaria maka tindakan histerektomi perlu dilakukan

Komplikasi solusio plasentaKomplikasi yang dapat terjadi pada Ibu:a. Syok perdarahan

Pendarahan antepartum dan intrapartum pada solusio plasenta hampir tidak dapat dicegah, kecuali dengan menyelesaikan persalinan segera. Bila persalinan telah diselesaikan, penderita belum bebas dari perdarahan postpartum karena kontraksi uterus yang tidak kuat untuk menghentikan perdarahan pada kala III persalinan dan adanya kelainan pada pembekuan darah. Pada solusio plasenta berat keadaan syok sering tidak sesuai dengan jumlah perdarahan yang terlihat. Titik akhir dari hipotensi yang persisten adalah asfiksia, karena itu pengobatan segera ialah pemulihan defisit volume intravaskuler secepat mungkin. Angka kesakitan dan kematian ibu tertinggi terjadi pada solusio plasenta berat. Meskipun kematian dapat terjadi akibat nekrosis hipofifis dan gagal ginjal, tapi mayoritas kematian disebabkan syok perdarahan dan penimbunan cairan yang berlebihan. Tekanan darah tidak merupakan petunjuk banyaknya perdarahan, karena vasospasme akibat perdarahan akan meninggikan tekanan darah. Pemberian terapi cairan bertujuan mengembalikan stabilitas hemodinamik dan mengkoreksi keadaan koagulopathi. Untuk tujuan ini pemberian darah segar adalah pilihan yang ideal, karena pemberian darah segar selain dapat memberikan sel darah merah juga dilengkapi oleh platelet dan faktor pembekuan .

b. Gagal ginjalGagal ginjal merupakan komplikasi yang sering terjadi pada penderita solusio plasenta, pada dasarnya disebabkan oleh keadaan hipovolemia karena perdarahan yang terjadi. Biasanya terjadi nekrosis tubuli ginjal yang mendadak, yang umumnya masih dapat ditolong dengan penanganan yang baik. Perfusi ginjal akan terganggu karena syok dan pembekuan intravaskuler. Oliguri dan proteinuri akan terjadi akibat nekrosis tubuli atau nekrosis korteks ginjal mendadak (2,5). Oleh karena itu oliguria hanya dapat diketahui dengan pengukuran pengeluaran urin yang harus secara rutin dilakukan pada solusio plasenta berat. Pencegahan gagal ginjal meliputi penggantian darah yang hilang secukupnya, pemberantasan infeksi, atasi hipovolemia, secepat mungkin menyelesaikan persalinan dan mengatasi kelainan pembekuan darah.

c. Kelainan pembekuan darah

15

Page 16: Wrapup Pbl Sk1 Emergensi

Kelainan pembekuan darah pada solusio plasenta biasanya disebabkan oleh hipofibrinogenemia. Dari penelitian yang dilakukan oleh Wirjohadiwardojo di RSUPNCM dilaporkan kelainan pembekuan darah terjadi pada 46% dari 134 kasus solusio plasenta yang ditelitinya. Kadar fibrinogen plasma normal pada wanita hamil cukup bulan ialah 450 mg%, berkisar antara 300-700 mg%. Apabila kadar fibrinogen plasma kurang dari 100 mg% maka akan terjadi gangguan pembekuan darah.

1.4 EpidemiologiDistribusi Frekuensi

Perdarahan antepartum terjadi kira-kira 3% dari semua persalinan, yang terdiri dari plasenta previa, solusio plasenta, dan perdarahan yang belum jelas sumbernya.Seperti yang dikutip oleh D.Anurogo, Insidence Rate (IR) plasenta previa di Amerika Serikat terjadi pada 0,3-0,5% dari semua kelahiran. Menurut FG Cuningham di Amerika Serikat (1994) ditemukan IR perdarahan antepartum yang disebabkan oleh plasenta previa 0,3% atau 1 dari setiap 260 persalinan.Di Indonesia, plasenta previa terjadi pada kira-kira 1 diantara 200 persalinan (IR 0,5%). Menurut penelitian HR Soedarto di RSU Uli Banjarmasin tahun 1998-2001 tercatat proporsi plasenta previa 82,9% atau 92 kasus dari 111 perdarahan antepartum. Di RS Santa Elisabeth Medan (1999-2003), ME Simbolon menemukan 90 kasus plasenta previa dari 116 kasus perdarahan antepartum (proporsi 77,6%)dengan kematian perinatal 4,4%.

1.5 Patofisiologi

16

Page 17: Wrapup Pbl Sk1 Emergensi

1.6 Manifestasi KlinisPada umumnya penderita mengalami perdarahan pada trimester ketiga atau setelah

kehamilan 28 minggu. Perdarahan antepartum yang bersumber pada kelainan plasenta, yang secara klinis biasanya tidak terlampau sukar untuk menentukannya ialah plasenta previa dan solusio plasenta.

Perdarahan antepartum tanpa rasa nyeri merupakan tanda khas plasenta previa, apalagi jika disertai tanda-tanda lainnya seperti bagian terbawah janin belum masuk ke dalam pintu panggul atas atau kelainan letak janin. Karena tanda pertamanya adalah perdarahan, pada umumnya penderita akan segera datang untuk mendapatkan pertolongan. Beberapa penderita yang mengalami perdarahan sedikit-sedikit, mungkin tidak akan tergesa-gesa datang untuk mendapatkan pertolongan karena dianggap sebagai tanda persalinan biasa. Setelah perdarahannya berlangsung banyak, mereka datang untuk mendapatkan pertolongan.

Lainnya halnya dengan solusio plasenta, kejadiannya tidak segera ditandai oleh perdarahan pervaginam sehingga penderita tidak segera datang untuk mendapatkan pertolongan. Gejala pertamanya adalah rasa nyeri pada kandungan yang makin lama makin hebat dan berlangsung terus menerus. Rasa nyeri yang terus-menerus ini sering kali diabaikan atau dianggap sebagai tanda permulaan persalinan biasa. Setelah penderita pingsan karena perdarahan retroplasenter yang banyak, atau setelah tampak perdarahan pervaginam, mereka datang untuk mendapatkan pertolongan. Pada keadaan demikian biasanya janin telah meninggal dalam kandungan.

Perdarahan antepartum yang disebabkan oleh sinus marginalis, biasanya tanda dan gejalanya tidak khas. Vasa previa baru menimbulkan perdarahan setelah pecahnya selaput ketuban. Perdarahan yang bersumber pada kelainan serviks dan vagina biasanya dapat diketahui apabila dilakukan pemeriksaan dengan spekulum yang seksama. Kelainan-kelainan yang mungkin tampak adalah erosio portionis uteris, carcinoma portionis uteris, polypus cervicis uteri, varices vulva, dan trauma.Keluhan dan gejala pada solusio plasenta dapat bervariasi cukup luas. Sebagai contoh, perdarahan eksternal dapat banyak sekali meskipun pelepasan plasenta belum begitu luas sehingga menimbulkan efek langsung pada janin, atau dapat juga terjadi perdarahan eksternal tidak ada, tetapi plasenta sudah terlepas seluruhnya dan janin meninggal sebagai akibat langsung dari keadaan ini. Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi mengandung ancaman bahaya yang jauh lebih besar bagi ibu, hal ini bukan saja terjadi akibat kemungkinan koagulopati yang lebih tinggi, namun juga akibat intensitas perdarahan yang tidak diketahui sehingga pemberian transfusi sering tidak memadai atau terlambat.Menurut penelitian retrospektif yang dilakukan Hurd dan kawan-kawan pada 59 kasus solusio plasenta dilaporkan gejala dan tanda pada solusio plasenta:

17

Page 18: Wrapup Pbl Sk1 Emergensi

Tabel 2. 2 Tanda dan Gejala Pada Solusio Plasenta

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa perdarahan pervaginam merupakan gejala atau tanda dengan frekuensi tertinggi pada kasus-kasus solusio plasenta.

Berdasarkan kepada gejala dan tanda yang terdapat pada solusio plasenta klasik umumnya tidak sulit menegakkan diagnosis, tapi tidak demikian halnya pada bentuk solusio plasenta sedang dan ringan. Solusio plasenta klasik mempunyai ciri-ciri nyeri yang hebat pada perut yang datangnya cepat disertai uterus yang tegang terus menerus seperti papan, penderita menjadi anemia dan syok, denyut jantung janin tidak terdengar dan pada pemeriksaan palpasi perut ditemui kesulitan dalam meraba bagian-bagian janin.

1.7 Diagnosis dan Diagnosis BandingDiagnosis1) anamnesis : riwayat perdarahan per vaginam (tidak menggambarkan beratnya

solusio !! hati-hati, mungkin juga tidak ada tanda perdarahan !!), nyeri dan mules terus-menerus (menjadi tanda / kecurigaan UTAMA), gerakan janin dirasakan berkurang atau menghilang.

2) pemeriksaan fisis : keadaan umum dapat baik sampai buruk (syok), uterus tegang terus menerus, nyeri tekan pada uterus, denyut jantung janin bradikardia atau menghilang.Inspeksi pasien gelisah pucat, sianosis, keringat dingin perdarahan pervaginamPalpasi Fundus uteri tampak naik karena terjadi hematoma retroplasenter; uterus tidak

sesuai dengan tuanya kehamilan Uterus teraba tegang dan keras seperti papan yang disebut uterus in bois (wooden

uterus) baik waktu his maupun diluar his.

18

No.

Tanda atau Gejala Frekuensi (%)

1. Perdarahan pervaginam 78

2. Nyeri tekan uterus atau nyeri pinggang 66

3. Gawat janin 60

4. Persalinan prematur idiopatik 22

5. Kontraksi berfrekuensi tinggi 17

6. Uterus hipertonik 17

7. Kematian janin 15

Page 19: Wrapup Pbl Sk1 Emergensi

Nyeri  tekan terutama di tempat plasenta terlepas Bagian-bagian janin sulit teraba, karena uterus tegang.Auskultasi Sulit karena uterus tegang. Bila denyut jantung janin terdengar biasanya diatas

140/menit, kemudian menurun dibawah 100 dan akhirnya hilang bila plasenta yang terlepas lebih dari sepertiga.

Pemeriksaan Dalam Serviks dapat terbuka atau masih tertutup.Kalau telah terbuka maka ketuban dapat

teraba menonjol dan tegang, baik sewaktu his maupun diluar his.Diagnosis Banding

a) Plasenta PreviaPlasenta Previa adalah keadaan dimana plasenta berimplantasi pada tempat abnormal, yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan rahir (ostium uteri internal). Klasifikasi antara lain adalah plasenta previa totalis, plasenta previa parsialis, dam plasenta previa marginalis.Gejala Klinis dari plasenta previa ialah perdarahan pada kehamilan diatas 20 minggu, tanpa nyeri (painless), dan berulang (recurrent). Sebab perdarahan ialah karena ada plasenta yang robek yang berada pada segmen bawah rahim. Perdarahan bergantung pada banyak pembuluh darah yang robek dan plasenta yg lepas. Pada sebagian kasus, terutama pada mereka yang plasentanya tertanam dekat tetapi tidak menutupi ostium serviks, perdarahan mungkin belum terjadi sampai persalinan dimulai. Perdarahan ini bervariasi dari ringan sampai berat dan dapat menyerupai solusio plasenta.b) Ruptura Uteri

Gejala klinis dari ruptur uteri ialah rasa nyeri yang luar biasa saat datangnya his, terlihat tanda-tanda syok hipovolemia, pernapasan dangkal dan cepat, karena partus lama terjadi menyebabkan dehidrasi, tampak lingkaran retraksi patologis Bandl. Setelah terjadinya ruptur uteri biasanya rasa nyeri menghilang sementara dan setelah itu penderita mengeluh adanya rasa nyeri yang merata disertai dengan gawat janin, bagian terendah janin mudah di dorong ke atas, bagian janin mudah diraba dengan palpasi abdomen, dan countour janin terlihat melalui inspeksi abdomen. Pada ruptur uteri jika dilakukan pemeriksaan dalam (vaginal toucher) kadang-kadang kita dapat meraba robekan di dinding uterus yang dapat dilewati oleh jari untuk mencapai rongga peritoneum. Tidak terdeteksinya robekan buka berarti bahwa tidak terjadi ruptur uteri.Pada ruptur uteri spontan atau ruptur yang jelas sewaktu partus percobaan setelah seksio sesarea, sering dilakukan histerektomi. Ligasi arteri iliaka interna kadang-kadang mengurangi perdarahan secara bermakna.

1.8 PenatalaksanaanPenanganan kasus-kasus solusio plasenta didasarkan kepada berat atau ringannya gejala klinis, yaitu:a. Solusio plasenta ringan

Ekspektatif, bila usia kehamilan kurang dari 36 minggu dan bila ada perbaikan (perdarahan berhenti, perut tidak sakit, uterus tidak tegang, janin hidup) dengan tirah baring dan observasi ketat, kemudian tunggu persalinan spontan.

19

Page 20: Wrapup Pbl Sk1 Emergensi

Bila ada perburukan (perdarahan berlangsung terus, gejala solusio plasenta makin jelas, pada pemantauan dengan USG daerah solusio plasenta bertambah luas), maka kehamilan harus segera diakhiri. Bila janin hidup, lakukan seksio sesaria, bila janin mati lakukan amniotomi disusul infus oksitosin untuk mempercepat persalinan.b. Solusio plasenta sedang dan berat

Apabila tanda dan gejala klinis solusio plasenta jelas ditemukan, penanganan di rumah sakit meliputi transfusi darah, amniotomi, infus oksitosin dan jika perlu seksio sesaria.Apabila diagnosis solusio plasenta dapat ditegakkan berarti perdarahan telah terjadi sekurang-kurangnya 1000 ml. Maka transfusi darah harus segera diberikan. Amniotomi akan merangsang persalinan dan mengurangi tekanan intrauterin. Keluarnya cairan amnion juga dapat mengurangi perdarahan dari tempat implantasi dan mengurangi masuknya tromboplastin ke dalam sirkulasi ibu yang mungkin akan mengaktifkan faktor-faktor pembekuan dari hematom subkhorionik dan terjadinya pembekuan intravaskuler dimana-mana. Persalinan juga dapat dipercepat dengan memberikan infus oksitosin yang bertujuan untuk memperbaiki kontraksi uterus yang mungkin saja telah mengalami gangguan.

PRINSIP : 1) mencegah kematian ibu, 2) menghentikan sumber perdarahan, 3) jika janin masih hidup, mempertahankan dan mengusahakan janin lahir hidup.

1) optimalisasi keadaan umum ibu : transfusi darah, infus2) terminasi kehamilan : persalinan segera, pervaginam atau bila perlu perabdominam

(sectio cesarea). Diharapkan dapat menyelamatkan nyawa janin, dan, dengan lahirnya plasenta, diharapkan dapat menghentikan perdarahan. Namun jika diputuskan sectio cesarea, tidak perlu menunggu sampai darah tersedia, karena tindakan terbaik sesungguhnya adalah menghentikan perdarahan.

3) Untuk mengurangi tekanan intrauterin yang dapat menyebabkan nekrosis ginjal (refleks utero-renal), selaput ketuban segera dipecahkan, meskipun belum tentu persalinan akan dilakukan pervaginam.

1.9 Komplikasi1) Koagulopati konsumtif

Koagulopati konsumtif dalam bidang obstetri terutama disebabkan oleh solusio plasenta. Hipofibrinogenemia ( < 150 mg/dL plasma) yang disertai dengan peningkatan kadar FDP dan penurunan berbagai faktor pembekuan darah terjadi pada 30% penderita solusioplasenta berat yang disertai dengan kematian janin.

Mekanisme utama dalam kejadian ini adalah terjadinya koagulasi intravaskular akibat masuknya “tromboplastin” yang berasal dari uterus kedalam darah dan sebagian kecil merupakan akibat dari pembekuan darah retroplasenta.

Akibat penting dari terjadinya koagulasi intravaskular adalah aktivasi plasminogen menjadi plasmin yang diperlukan untuk melakukan lisis mikroemboli dalam mekanisme untuk menjaga keutuhan mikrosirkulasi.

20

Page 21: Wrapup Pbl Sk1 Emergensi

Hipofibrinogenemia berat tidak selalu bersamaan dengan trombositopenia, trombositopenia umumnya baru terjadi setelah tranfusi darah yang berulang.

Hipofibrinogenemia jarang terjadi pada keadaan dimana solusio plasenta tidak disertai dengan kematian janin intra uterin.

 2) Gagal ginjal

Gagal ginjal akut sering terlihat pada solusio plasenta berat dan sering disebabkan oleh penanganan renjatan hipovolemia yang terlambat atau kurang memadai.

Drakeley dkk (2002) menunjukkan bahwa penelitian terhadap 72 orang wanita dengan gagal ginjal akut, 32 kasus disebabkan oleh solusio plasenta

Gangguan perfusi renal yang berat disebabkan oleh perdarahan masif.  75% kasus gagal ginjal akut akibat nekrosis tubuler akut bersifat tidak permanenLindheimer dkk (2000) nekrosis kortikal akut dalam kehamilan selalu disebabkan oleh solsuio plasenta.

3) Uterus couvelaireEkstravasasi darah kedalam miometrium menyebabkan apopleksia uterus yang disebut sebagai uterus couvelair.Ekstravasasi dapat terlihat pada pangkal tuba, ligamentum latum atau ovarium.Jarang menyebabkan gangguan kontraksi uterus, jadi bukan merupakan indikasi untuk melakukan histerektomi.

1.10 PrognosisPrognosis ibu : tergantung dari :1) luas daerah plasenta yang mengalami solusio2) jumlah perdarahan3) derajat gangguan hemostasis yang terjadi4) ada-tidaknya faktor pemberat lain (pre-eklampsia, infeksi, dan sebagainya), serta,

terutama,5) waktu antara terjadinya solusio dengan pengeluaran isi uterus.

Prognosis bayi : tergantung dari :1) keadaan pada saat ditegakkan diagnosis solusio : sebagian besar janin meninggal

dalam waktu yang sangat cepat.2) jika janin masih hidup, tergantung waktu antara terjadinya solusio dengan

pengeluaran / persalinan.3) ada tidaknya fasilitas / kemampuan resusitasi dan perawatan intensif yang baik

pascapersalinan.

1.11 Pencegahan1. Pencegahan Primer

Pencegahan primer adalah upaya untuk mempertahankan kondisi orang sehat agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat menjadi sakit.

Pengawasan antenatal memegang peranan yang sangat penting untuk mengetahui dan

21

Page 22: Wrapup Pbl Sk1 Emergensi

mencegah kasus-kasus dengan perdarahan antepartum. Beberapa pemeriksaan dan perhatian yang biasa dilakukan pada pengawasan antenatal yang dapat mengurangi kesulitan yang mungkin terjadi ialah pemeriksaan kehamilan, pengobatan anemia kehamilan, menganjurkan ibu untuk bersalin di rumah sakit ataudi fasilitas kesehatan lainnya, memperhatikan kemungkinan adanya kelainan plasenta dan mencegah serta mengobati penyakit hipertensi menahun dan preeklamsia.

Program kesehatan ibu di Indonesia menganjurkan agar ibu hamil memeriksakan kehamilannya paling sedikit 4 kali, dengan jadwal 1 kunjungan pada trimester pertama, 1 kunjungan pada trimester kedua, dan 2 kunjungan pada trimester ketiga. Tetapi apabila ada keluhan, sebaiknya petugas kesehatan memberikanpenerangan tentang cara menjaga diri agar tetap sehat dalam masa hamil. Perlu juga memberikan penerangan tentang pengaturan jarak kehamilan, serta cara mengenali tanda-tanda bahaya kehamilan seperti : nyeri perut, perdarahan dalam kehamilan, odema, sakit kepala terus-menerus, dan sebagainya.

Para ibu yang menderita anemia dalam kehamilan akan sangat rentan terhadapinfeksi dan perdarahan. Kematian ibu karena perdarahan juga lebih sering terjadipada para ibu yang menderita anemia kehamilan sebelumnya. Anemia dalam kehamilan, yang pada umumnya disebabkan oleh defisiensi besi, dapat dengan mudah diobati dengan jalan memberikan preparat besi selama kehamilan. Oleh karena itu,pengobatan anemia dalam kehamilan tidak boleh diabaikan untuk mencegah kematianibu apabila nantinya mengalami perdarahan.

Walaupun rumah sakit yang terdekat letaknya jauh, para ibu hamil yangdicurigai akan mengalami perdarahan antepartum hendaknya diusahakan sedapatmungkin untuk mengawasi kehamilannya dan bersalin dirumah sakit tersebut.

Untuk kehamilan dengan letak janin yang melintang dan sukar diperbaiki ataubagian terbawah janin belum masuk pintu atas panggul pada minggu-minggu terakhirkehamilan, dapat juga dicurigai kemungkinan adanya plasenta previa.Preeklamsia dan hipertensi menahun sering kali dihubungkan denganterjadinya solusio plasenta. Apabila hal ini benar, diperlukan pencegahan danpengobatan secara seksama untuk mengurangi kejadian solusio plasenta.

2. Pencegahan SekunderPencegahan sekunder adalah upaya untuk mencegah orang yang telah sakitmenjadi

semakin parah dan mengusahakan agar sembuh dengan melakukan tindakanpengobatan yang cepat dan tepat.

Setiap perdarahan pada kehamilan lebih dari 28 minggu yang lebih banyak dariperdarahan yang biasa, harus dianggap sebagai perdarahan antepartum. Apapunpenyebabnya, penderita harus segera dibawa ke rumah sakit yang memiliki fasilitasuntuk transfusi darah dan operasi. Jangan melakukan pemeriksaan dalam di rumahatau di tempat yang tidak memungkinkan tindakan operatif segera, karenapemeriksaan itu dapat menambah banyaknya perdarahan.

22

Page 23: Wrapup Pbl Sk1 Emergensi

Pemasangan tampon dalam vagina tidak berguna sama sekali untukmenghentikan perdarahan, tetapi akan menambah perdarahan karena sentuhan padaserviks sewaktu pemasangannya.Perdarahan yang terjadi pertama kali jarang sekali atau boleh dikatakan tidakpernah menyebabkan kematian, asalkan sebelumnya tidak dilakukan pemeriksaandalam. Biasanya masih terdapat cukup waktu untuk mengirimkan penderita ke rumahsakit sebelum terjadi perdarahan berikutnya yang hampir selalu akan lebih banyakdaripada sebelumnya.

Ketika penderita belum jatuh ke dalam syok, infus cairan intravena harussegera dipasang dan dipertahankan terus sampai tiba di rumah sakit. Memasang jaruminfus ke dalam pembuluh darah sebelum syok akan jauh lebih memudahkan transfusedarah apabila sewaktu-waktu diperlukan.Segera setelah tiba di rumah sakit, usaha pengadaan darah harus segeradilakukan, walaupun perdarahannya tidak seberapa banyak. Pengambilan contohdarah penderita untuk pemeriksaan golongan darahnya dan pemeriksaan kecocokandengan darah donornya harus segera dilakukan. Dalam keadaan darurat pemeriksaanseperti itu mungkin terpaksa ditunda karena tidak sempat dilakukan sehingga terpaksalangsung mentransfusikan darah yang golongannya sama dengan golongan darahpenderita, atau mentransfusikan darah golongan O rhesus positif, dengan penuhkesadaran akan segala bahayanya.

Pertolongan selanjutnya di rumah sakit tergantung dari paritas, tuanyakehamilan, banyaknya perdarahan, keadaan ibu, keadaan janin, sudah atau belummulainya persalinan dan diagnosis yang ditegakkan.

Apabila pemeriksaan baik, perdarahan sedikit, janin masih hidup, beluminpartum, kehamilan belum cukup 37 minggu, atau berat janin masih dibawah 2500gram, maka kehamilan dapat dipertahankan dan persalinan ditunda sampai janindapat hidup di luar kandungan dengan lebih baik lagi. Tindakan medis pada pasiendilakukan dengan istirahat dan pemberian obat-obatan seperti spasmolitika, progestin, atau progesterone.

Sebaliknya jika perdarahan yang telah berlangsung atau yang akan berlangsungdapat membahayakan ibu dan/atau janinnya, kehamilan juga telah mencapai 37minggu, taksiran berat janin telah mencapai 2500 gram, atau persalinan telah mulai,maka tindakan medis secara aktif yaitu dengan tindakan persalinan segera harusditempuh. Tindakan persalinan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu persalinanpervaginam dan persalinan perabdominam dengan seksio cesarea.

Pada plasenta previa, persalinan pervaginam dapat dilakukan pada plasentaletak rendah, plasenta marginalis, atau plasenta previa lateralis anterior (janin dalampresentasi kepala). Sedangkan persalinan perabdominam dengan seksio cesareandilakukan pada plasenta previa totalis, plasenta previa lateralis posterior, dan plasentaletak rendah dengan janin letak sungsang.

Pada solusio plasenta, dapat dilakukan persalinan perabdominam jikapembukaan belum lengkap. Jika pembukaan telah lengkap dapat dilakukan persalinanpervaginam dengan

23

Page 24: Wrapup Pbl Sk1 Emergensi

amniotomi (pemecahan selaput ketuban), namun bila dalam 6jam belum lahir dilakukan seksio cesarea.

Persalinan pervaginam bertujuan agar bagian terbawah janin menekan plasentadan bagian plasenta yang berdarah selama persalinan berlangsung, sehinggaperdarahan berhenti. Seksio cesarea bertujuan untuk secepatnya mengangkat sumberperdarahan, dengan demikian memberikan kesempatan kepada uterus untukberkontraksi menghentikan perdarahan dan untuk menghindari perlukaan serviks darisegmen bawah uterus yang rapuh.

3. Pencegahan TersierPencegahan tersier meliputi rehabilitasi (pemulihan kesehatan) yang

ditujukanterhadap penderita yang baru pulih dari perdarahan antepartum meliputi rehabilitasimental dan sosial, yaitu dengan memberikan dukungan moral bagi penderita agartidak berkecil hati, mempunyai semangat untuk terus bertahan hidup dan tidak putusasa sehingga dapat menjadi anggota masyarakat yang berdaya guna.

LI.2 Memahami dan Menjelaskan Hipertensi Pada Kehamilan

2.1 Definisi

Hipertensi dalam kehamilan adalah adanya tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih setelah kehamilan 20 minggu pada wanita yang sebelumnya normotensif, atau kenaikan tekanan sistolik 30 mmHg dan atau tekanan distolik 15 mmHg di atas nilai normal.

2.2 KlasifikasiKlasifikasi yang dipakai di Indonesia adalah berdasarkan Report of the National High Blood Pressure Education Program Working Group on High Blood Pressure in Pregnancy tahun 2001, ialah:

1. Hipertensi kronik2. Preeclampsia-eklamsia3. Hipertensi kronik dengan superimposed preeklamsia4. Hipertensi gestasional.

Penjelasan pembagian klasifikasi

1. Hipertensi kronik adalah hipertensi yang timbul sebelum umur kehamilan 20 minngu atau hipertensi yang pertama kali didiagnosis setelah umur kehamilan 20 minggu dan hipertensi menetapsampai 12 minggu persalinan.

2. Preeklamsia adalah hypertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai dengan proteinuria

3. Eklamsia adalah preeklamsi yang disertai dengan kejang-kejang dan/atau koma4. Hipertensi kronik dengan superimposed preeklamsia adalah hipertensi kronik

disertai tanda-tanda preeklamsia atau hipertensi kronik disertai proteinuria5. Hipertensi gestasional( disebut juga transient hypertension) adalah hipertensi yang

timbul pada kehamilan tanpa disertai dengan proteinuria dan hypertensi

24

Page 25: Wrapup Pbl Sk1 Emergensi

menghilang setelah 3 bulan pasca persalinan atau kehamilan dengan tanda-tanda preeklamsia tetapi tanpa proteinuria.

2.3 Cara Diagnosis

Diagnosis dini harus diutamakan bila diinginkan angka morbiditas dan mortalitas rendah bagi ibu dan anaknya. Walaupun terjadinya preeklamsi sukar dicegah, tetapi berat dan terdinya eklamsi biasanya dapat dihindari dengan mengenal secara dini penyakit tersebut dan dengan penanganan secara sempurna.12

Tekanan darah sebaiknya diukur pada posisi duduk dengan posisi cuff setinggi jantung. Adanya penekanan vena kava inferior oleh uterus gravid pada posisi berbaring dapat mengganggu pengukuran sehingga terjadi pengukuran yang lebih rendah. Sebelum pengukuran, wanita hamil dianjurkan untuk duduk tenang 5-10 menit.5,7,10

Hipertensi didiagnosa apabila tekanan darah pada waktu beristirahat 140/90 mmHg atau lebih besar, fase ke V Korotkoff digunakan untuk menentukan tekanan darah diastolik.. Pada masa lalu, telah dianjurkan agar peningkatan tambahan tekanan diastolik 15 mmHg atau sistolik 30 mmHg digunakan sebagai kriteria diagnostik, bahkan apabila tekanan darah saat diukur di bawah 140/90 mmHg. Kriteria tersebut sekarang ini tidak lagi dianjurkan karena bukti menunjukkan bahwa wanita tersebut tidak memiliki kecenderungan untuk mengalami efek samping merugikan saat kehamilan. Sebagai tambahan, tekanan darah biasanya menurun pada trimester ke-II kehamilan dan tekanan diastolik pada primigravida dengan kehamilan normotensi kadang-kadang naik sebesar 15 mmHg. Oedem telah ditinggalkan sebagai kriteria diagnostik karena hal tersebut juga banyak terjadi pada wanita hamil yang normotensi.Oedem dianggap patologis bila menyeluruh dan meliputi tangan, muka, dan tungkai. Sebagai catatan, oedem tidak selalu terdapat pada pasien preeklamsi maupun eklamsi.

2.4 Penatalaksanaan

Laporan NHBPEP Working Group, menyediakan 3 panduan penatalaksanaan :

1. Persalinan merupakan terapi yang paling tepat untuk ibu, tetapi tidak demikian untuk janin. Dasar terapi di bidang obstetrik untuk preeklamsi berdasarkan apakah janin dapat hidup tanpa komplikasi neonatal serius baik dalam uterus maupun dalam perawatan rumah sakit.

2. Perubahan patofisiologi pada preeklamsi berat menunjukkan bahwa perfusi yang buruk merupakan sebab utama perubahan fisiologis maternal dan meningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal. Kesempatan untuk mengatasi preeklamsi dengan diuretik atau dengan menurunkan tekanan darah dapat menimbulkan perubahan patofisiologis.

3. Perubahan patogenik pada preeklamsi telah ada jauh sebelum diagnostik klinis timbul. Penemuan ini menunjukkan bahwa perubahan ireversibel terhadap kesejahteraan janin dapat terjadi sebelum diagnosis klinis. Jika ada pertimbangan konservatif daripada persalinan, maka ditujukan untuk memperbaiki kondisi ibu agar janin dapat menjadi matur.9

25

Page 26: Wrapup Pbl Sk1 Emergensi

LI.3 Memahami dan Menjelaskan Eclampsia dan Preeclampsia

3.1.1 Definisi

Preeklampsia Preeklampsia adalah sindrom spesifik kehamilan berupa berkurangnya perfusi organ

akibat vasospasme dan aktivasi endotel (Cunningham, 2005). Penyakit ini merupakan penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema dan proteinuria yang timbul akibat kehamilan yang biasanya terjadi pada triwulan ketiga kehamilan tetapi dapat timbul juga sebelum triwulan ketiga seperti pada pasien mola hidatidosa (Wiknjosastro, 2006). Preeklampsia merupakan penyulit kehamilan yang akut dan dapat terjadi ante, intra, dan postpartum. Dari gejala-gejala klinik preeklampsi dapat dibagi menjadi preeklampsi ringan dan berat. Pembagian preeklampsi ringan dan berat tidaklah berarti adanya dua penyakit yang jelas berbeda, sebab seringkali penderita demgan preeklampsi ringan dapat mendadak mengalami kejang dan jatuh dalam koma. (Sarwono, 2010:542).

3.1.2 Etiologi

Apa yang menjadi penyebab terjadinya preeklampsia hingga saat ini belum diketahui. Terdapat banyak teori yang ingin menjelaskan tentang penyebab dari penyakit ini tetapi tidak ada yang memberikan jawaban yang memuaskan. Teori yang dapat diterima harus dapat menjelaskan tentang mengapa preeklampsia meningkat prevalensinya pada primigravida, hidramnion, kehamilan ganda dan mola hidatidosa. Selain itu teori tersebut harus dapat menjelaskan penyebab bertambahnya frekuensi preeklampsia dengan bertambahnya usia kehamilan, penyebab terjadinya perbaikan keadaan penderita setelah janin mati dalam kandungan, penyebab jarang timbul kembali preeklampsia pada kehamilan berikutnya dan penyebab timbulnya gejala-gejala seperti hipertensi, edema, proteinuria, kejang dan koma (Wiknjosastro, 2006).

3.1.3 Klasifikasi

Preeklampsi Ringan a. DefinisiAdalah suatu sindroma spesifik kehamilan dengan menurunnya perfusi organ yang berakibat terjadinya vasospasme pembuluh darah dan aktivasi endotel.Preeklampsi Berata. DefinisiPreeklampsi berat ialah preeklampsi dengan tekanan darah sistolik ≥160 mmhg dan tekanan diastoik ≥110 mmhg disertai proteinuria lebih 5 g/24jam.

3.1.4 EpidemiologiKejadian preeklampsia di Amerika Serikat berkisar antara 2 – 6 % dari ibu hamil

nulipara yang sehat. Di negara berkembang, kejadian preeklampsia berkisar antara 4 – 18 %. Penyakit preeklampsia ringan terjadi 75 % dan preeklampsia berat terjadi 25 %. Dari seluruh kejadian preeklampsia, sekitar 10 % kehamilan umurnya kurang dari 34 minggu. Kejadian preeklampsia meningkat pada wanita dengan riwayat preeklampsia, kehamilan ganda,

26

Page 27: Wrapup Pbl Sk1 Emergensi

hipertensi kronis dan penyakit ginjal (Lim, 2009). Pada ibu hamil primigravida terutama dengan usia muda lebih sering menderita preeklampsia dibandingkan dengan multigravida (Wiknjosastro, 2006). Faktor predisposisi lainnya adalah ras hitam, usia ibu hamil dibawah 25 tahun atau diatas 35 tahun, mola hidatidosa, polihidramnion dan diabetes (Pernoll, 1987).

3.1.5 PatofisiologiPreeklampsia telah dijelaskan oleh Chelsey sebagai “disease of theories” karena

penyebabnya tidak diketahui. Banyak teori yang menjelaskan patogenesis dari preeklampsia, diantaranya adalah (1) fenomena penyangkalan yaitu tidak adekuatnya produksi dari blok antibodi, (2) perfusi plasenta yang tidak adekuat menyebabkan keadaan bahaya bagi janin dan ibu, (3) perubahan reaktivitas vaskuler, (4) ketidakseimbangan antara prostasiklin dan tromboksan, (5) penurunan laju filtrasi glomerulus dengan retensi garam dan air, (6) penurunan volume intravaskular, (7) peningkatan iritabilitas susunan saraf pusat, (8) penyebaran koagulasi intravaskular (Disseminated Intravascular Coagulation, DIC), (9) peregangan otot uterus (iskemia), (10) faktor-faktor makanan dan (11) faktor genetik. Dari teori-teori yang telah dijelaskan sebelumnya, belum ada satupun yang dapat membuktikan proses patogenesis preeklampsia yang sebenarnya (Pernoll, 1987).

Faktor Resiko Primigravida Riwayat preeklampsi Riwayat preeklampsi pada keluarga Tekanan darah yang meningkat di awal kehamilan dan badan yang gemuk Adanya riwayat darah tinggi pada maternal Kehamilan ganda Diabetes pregestasional Sindroma antifosfolipid Usia maternal yang ekstrem <15 tahun atau >35 tahun

3.1.6 Manifestasi KlinisGejala klinis pre eklampsia ringan meliputi :

1. Kenaikan tekanan darah sistol 30 mmHg atau lebih; diastol 15 mmHg atau lebih dari tekanan darah sebelum hamil pada kehamilan 20 minggu atau lebih atau sistol 140 mmHg sampai kurang 160 mmHg; diastol 90 mmHg sampai kurang 110 mmHg.2. Proteinuria : secara kuantitatif lebih 0,3 gr/liter dalam 24 jam atau secara kualitatif positif 2

3. Edema pada pretibia, dinding abdomen, lumbosakral, wajah atau tangan.

3.1.7 Diagnosis dan Diagnosis Banding a. Kriteria diagnosa preeklampsia ringan

Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg < 160/110 mmHg. Tekanan darah sistolik 140 atau kenaikan 30 mmHg dengan interval pemeriksaan 6 jam. Tekanan darah diastolik 90 atau kenaikan 15 mmHg dengan interval pemeriksaan 6 jam.

Proteinuria : proteinuria ≥300 mg/24 jam atau dipstick ≥ 1 + dipstik.

27

Page 28: Wrapup Pbl Sk1 Emergensi

Edema : edema lokal pada tungkai tidak dimasukkan dalam kriteria diagnostik preeklampsia kecuali pada lengan, muka dan perut, edema generalisata.

Kenaikan berat badan 1 kg atau lebih dalam seminggu. b. Kriteria diagnose preeklampsia berat

Preeklamsia disrtai salah satu atau lebih gejala dan tanda :1. Tekanan darah ≥160/110 mmHg. Tekanan darah ini tidak menurun meskipun ibu

hamil sudah dirawat di rumah sakit dan sudah menjalani tirah baring.2. Proteinuria : proteinuria ≥ 5 gram/24 jam atau 4 + dalam pemeriksaan kualitatif.3. Oliguria : produksi urine < 400 – 500cc/24 jam.4. Kenaikan kadar kreatinin plasma.5. Edema paru dan sianosis.6. Nyeri epigastrum dan nyeri kuadran kanan atas abdomen : disebabkan teregangnya

kapsula Gilsone. Nyeri dapat sebagai gejala awal rupture hepar.7. Gangguan otak dan visus : perubahan kesadaran, nyeri kepala, skotomata, dan

pandangan kabur.8. Gangguan fungsi hepar : peningkatan SGOT dan SGPT9. Hemolisis mikroangiopatik10. Trombositopenia: < 100.000 sel/mm311. Sindroma HEELP (Hemolysis, Elevated Liver Enzyme, Low Platele Count)

Diagnosis banding1)      Kehamilan dengan sindrom nefrotik2)      Kehamilan dengan payah jantung5

3)      Hipertensi Kronis4)      Penyakit Ginjal5)      Edema Kehamilan6)      Proteinuria Kehamilan1

8.1.3 PenatalaksanaanPreeklampsia Ringan1. Rawat jalan (ambulatoir)Ibu hamil dengan preeklampsia ringan dapat dirawat secara rawat jalan. Dianjurkan ibu hamil banyak istirahat (berbaring/tidur miring), Tetapi tidak harus mutlak selalu tirah baring.

Pada umur kehamilan di atas 20 minggu, tirah baring dengan posisi miring menghilangkan tekanan rahim pada vena kava inferior, sehingga meningkatkan aliran darah balik dan akan menambah curah jantung. Hal ini berarti pula meningkatkan aliran darah ke organ-organ vital. Penambahan aliran darah ke ginjal akan meningkatkan filtrasi glomeruli dan meningkatkan diuresis. Diuresis dengan sendiriya meningkatkan ekskresi natrium, menurunkan reaktivitas kardiovaskular, sehingga mengurangi vasospasme. Peningkatan curah jantung akan meningkatkan pula aliran darah rahim, menambah oksigenasi plasenta, dan memperbaiki kondisi janin dalam rahim.

28

Page 29: Wrapup Pbl Sk1 Emergensi

Pada preeklampsia tidak perlu dilakukan restriksi garam sepanjang fungsi ginjal masih normal. Pada preeclampsia, ibu hamil umumnya masih muda, berarti fungsi ginjal masih bagus, sehingga tidak perlu restriksi garam.

Diet yang mengandung 2 g natrium atau 4-6 g NaCl (garam dapur) adalah cukup. Kehamilan sendiri lebih banyak membuang garam lewat ginjal, tetapi pertumbuhan janin justru membutuhkan lebih banyak konsumsi garam. Bila konsumsi garam hendak dibatasi, hendaknya diimbangi dengan konsumsi cairan yang banyak, berupa susu atau air buah. Diet diberikan cukup protein, rendah karbohidrat, lemak, garam secukupnya, dan robonsia prenatal. Tidak diberikan obat-obat diuretik, antihipertensi, dan sedative. Dilakukan pemeriksaan refleks, kondisi janin, laboratorium Hb, hematokrit, fungsi hati, urin lengkap, dan fungsi ginjal.

2. Rawat inap (dirawat di rumah sakit)Pada keadaan tertenTu ibu hamil dengan preeclampsia ringan perlu dirawat di rumah sakit. Kriteria preeklampsiaringan dirawat di rumah sakit, ialah (a) bila tidak ada perbaikan: tekanan darah, kadar proteinuria selama 2 minggu; (b) adanya satu atau lebih gejala dan tanda-tanda preeklampsi berat. Selama di rumah sakit dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorik. Pemeriksaan kesej lebih gejala dan tanda-tanda preeklampsi berat. Selama di rumah sakit dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorik. Pemeriksaan kesejahteraan janin, berupa pemeriksaan USG dan Doppler khususnya unahteraan janin, berupa pemeriksaan USG dan Doppler khususnya untuk evaluasi pertumbuhan janin dan jumlah cairan amnion. Pemeriksaaan nonstress test dilakukan 2 kali seminggu dan konsultasi dengan bagian mata, jantung, dan lain-lain.

3. Penanganan Obstetrik Kehamilan < 37 minggu: kehamilan dipertahankan sampai aterm Kehamilan > 37 minggu: jika serviks sudah matang, dilakukan amniotomi dan

kemudian induksi persalinan dengan oksitosin atau prostaglandin, jika serviks belum matang, dilakukan pematangan dengan prostaglandin, atau sectio caesarea.

Preeklampsia BeratTerapi Medikamentosa:

· Penderita eklamsia berat harus segera masuk rumah sakit untuk rawat inap dan dianjurkan tirah baring miring kesatu sisi (kiri). Perawatan yang penting pada preeklamsia berat ialah pengelolaan cairan. Karena penderita eklamsia dan preeklamsia mempunyai resiko tinggi untuk terjadinya edema paru dan oliguria. Sebab terjadinya dua keadaan tersebut belum jelas, tetapi factor yang sangat menetukan terjadinya edema paru dan oliguria adalah hipovolemia, vasospasme, kerusakan sel endosel. Penurunan gradient tekanan onkoik koloid/pulmonarycapilarry wedge pressure. Oleh karena itu, monitoring input cairan (melalui oral ataupun infuse)dan output (melalui urin) menjadi sangat penting.Artinya harus dilakuakan pengukuran secara tepat berapa jumlah cairan yang dimasukan dan dikeluarkan melalui urin .

29

Page 30: Wrapup Pbl Sk1 Emergensi

· Bila terjadi tanda-tanda edema paru, segera dilakukan tindakan koreksi cairan yang diberikan dapat berupa :

5% Ringer Dextrose atau cairan garam yang faali jumlah tetesan :< 125 cc/jam atau Infus Dextrose 5% yang tiap 1 liternya diselingi dengan infuse ringer laktat (60-125

cc/jam)500 cc. Dipasang foley catheter untuk mengukur pengeluaran urin.Oliguria terjadi bila produksi urin <30 cc/jam dalam 2-3 jam atau,500cc/24 jam.Diberikan antasida untuk menetralisir asam lambung sehingga bila mendadak kejang ,dapat menghindari resiko aspirasi asam lambung yang sangat asam. Diet yang cukup yaprotein, rendah karbohidrat, lemak dan garam.

· Pemberian obat anti kejang Obat anti kejang adalah: MgSO4 Contoh obat-obat lain yang dipakai untuk anti kejang :

1. Diasepam2. Fenitoin

Difenihidantoin obat antikejang untuk epilepsy telah banyak dicoba pada penderita eklamsia. Beberapa peneliti telah memakai bermacam-macam regimen. Fenitoin sodium mempunyai

khasiat stabilisasi membrane neuron, cepat masuk jaringan otak dan efek antikejang terjadi 3 meniit setelah injeksi intravena. Fenitoinsodium diberikan dalam 15mg/kg berat badan dengan pemberian intravena 50 mg/menit. Hasilnya tidak lebih baik dari magnesium sulfat. Pengalaman pemakaian fenitoin dibeberapa senter didunia masih sedikit .

Pemberian Magnesium Sulfat sebagai antikejang lebih efektif disbanding fenitoin, berdasarkan cochranhe review terhadap enam uji klinik, yang melibatkan 897 penderita eklamsia. Obat antikejang yang banyak dipakai di Indonesia adalah magnesium (MgSO4).

Magnesium Sulfat menghambat atau menurunkan kadar asetilkolin pada rangsang serat saraaf dengan menghamat transmisi neuromuscular. Transimisi neuromuscular membutuhkan kalsium pada sinaps.

Pada pemberian Magnesium sulfat, magnesium akan menggeser kalsium dan ion magnesium sulfat. Magnesium sulfat sampai saa ini tetap menjadi pilihan pertama untuk antikejang pada preeklamsia dan eklamsia. Banyak cara pemberian magnesium sulfat.

Cara pemberian : Magnesium sulfat regimen

Loading dose :initial dose 4 gram MgSO4 :intravena (40% dalam 10 cc)selama 15 menit

Maintance dose: Diberikan infuse 6 gram dalam larutan ringer/6 jam atau diberikan 4 atau 5 gram i.m selanjutnya maintance dose diberikan 4 gram i.m tiap 4-6 jam.

Syarat-syarat Pemberian MgSO4a. Harus tersedia antidotum MgSO4, bila terjadi intoksikais yaitu kalsium

glukonas 10%= 1g (10% dalam 10 cc)diberikan iv 3 menit.

30

Page 31: Wrapup Pbl Sk1 Emergensi

b. Reflek patella (+)c. Frekwensi pernafasan >16x/menit, tidak ada tanda-tanda distress nafas.

Magnesium sulfat dihentikan bila:1. Ada tanda-tanda intoksikasi2. Setelah 24 jam pascapersalinan atau 24 jam setelah kejang berakhir.

Dosis terapeutik dan toksis MgSO4 1. Dosis Terapeutik 4-7 mEq/liter 4,8-8,4 mg/dl2. Hilangnya reflex tendon 10 m Eq/liter 12 mg/dl3. Terhentinya pernafasan 15 mEq/liter 18 mg/dl4. Terhentinya Jantung >30 mEq/liter>36 mg/dl

Pemberian magnesium sulfat dapat menurunkan resiko kematian ibu dan didapatkan 50% dari pemberiannnya menimbulkan efek flushes (rasa panas).

Bila terjadi refrakter terhadap pemberian MgSO4, maka diberikan secara rutin, kecuali bila ada edema paru-paru, paying jantung kongestif atau anasarka.

3.1.9 KomplikasiPreeklampsia dapat menyebabkan kelahiran awal atau komplikasi pada neonatus

berupa prematuritas. Resiko fetus diakibatkan oleh insufisiensi plasenta baik akut maupun kronis. Pada kasus berat dapat ditemui fetal distress baik pada saat kelahiran maupun sesudah kelahiran (Pernoll, 1987). Komplikasi yang sering terjadi pada preklampsia berat adalah (Wiknjosastro, 2006) :

1. Solusio plasenta. Komplikasi ini biasanya terjadi pada ibu hamil yang menderita hipertensi akut. Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo 15,5 % solusio plasenta terjadi pada pasien preeklampsia.

2. Hipofibrinogenemia. Pada preeklampsia berat, Zuspan (1978) menemukan 23% hipofibrinogenemia.

3. Hemolisis. Penderita dengan preeklampsia berat kadang-kadang menunjukan gejala klinik hemolisis yang dikenal karena ikterus. Belum diketahui dengan pasti apakah ini merupakan kerusakan sel-sel hati atau destruksi sel darah merah. Nekrosis periportal hati yang sering ditemukan pada autopsi penderita eklampsia dapat menerangkan mekanisme ikterus tersebut.

4. Perdarahan otak. Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal.

5. Kelainan mata. Kehilangan penglihatan untuk sementara yang berlangsung selama seminggu dapat terjadi. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina, hal ini merupakan tanda gawat dan akan terjadi apopleksia serebri.

6. Nekrosis hati. Nekrosis periportal hati pada pasien preeklampsia-eklampsia diakibatkan vasospasmus arteriol umum. Kerusakan sel-sel hati dapat diketahui dengan pemeriksaan faal hati.

7. Sindroma HELLP, yaitu hemolysis, elevated liver enzymes dan low platelet.

31

Page 32: Wrapup Pbl Sk1 Emergensi

8. Kelainan ginjal. Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus berupa pembengkakan sitoplasma sel endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya. Kelainan lain yang dapat timbul ialah anuria sampai gagal ginjal.

9. Prematuritas, dismaturitas dan kematian janin intrauterin.

10. Komplikasi lain berupa lidah tergigit, trauma dan fraktur karena terjatuh akibat kejang, pneumonia aspirasi dan DIC.

3.1.10 PrognosisKematian ibu antara 9.8%-25.5%, kematian bayi 42.2% -48.9%.

3.1.11 PencegahanPemeriksaan antenatal yang teratur dan teliti dapat menemukan tanda-tanda dini

preeklampsia, dalam hal ini harus dilakukan penanganan preeklampsia tersebut. Walaupun preeklampsia tidak dapat dicegah seutuhnya, namun frekuensi preeklampsia dapat dikurangi dengan pemberian pengetahuan dan pengawasan yang baik pada ibu hamil.

Pengetahuan yang diberikan berupa tentang manfaat diet dan istirahat yang berguna dalam pencegahan. Istirahat tidak selalu berarti berbaring, dalam hal ini yaitu dengan mengurangi pekerjaan sehari-hari dan dianjurkan lebih banyak duduk dan berbaring. Diet tinggi protein dan rendah lemak, karbohidrat, garam dan penambahan berat badan yang tidak berlebihan sangat dianjurkan.

Mengenal secara dini preeklampsia dan merawat penderita tanpa memberikan diuretika dan obat antihipertensi merupakan manfaat dari pencegahan melalui pemeriksaan antenatal yang baik (Wiknjosastro, 2006).

Pencegahan UmumYang dimaksud pencegahan ialah upaya untuk mencagah terjadinya preeklampsia pada perumpuan hamil yang mempunyai risiko terjadinya preeclampsia. Preeclampsia adalah suatu sindroma dari proses implantasi sehingga tidak secara keseluruhan dapat dicegah. Pencegahan dapat dilakukan dengan nonmedical dan medikal.

Pencegahan dengan nonmedicalPencegahan nonmedikal ialah pencegahan dengan tidak memberikan obat.

Cara yang paling sederhana ialah melakukan tirah baring. Di Indonesia tirah baring masih diperlukan pada mereka yang mempunyai resiko tinggi terjadinya preeclampsia meskipun tirah baring tidak terbukti mencegah terjadinya preeklampsia dan mencegah persalinan preterm. Restriksi garam tidak terbukti dapat mencegah terjadinya preeclampsia.

Hendaknya diet ditambah suplemen yang mengandung (a) minyak ikan yang kaya dengan asam lemak tidak jenuh, misalnya omega-3 PUFA, (b) antioksidan: vitamin C,

32

Page 33: Wrapup Pbl Sk1 Emergensi

vitamin E, β-karoten, CoQ10, NAsetilsistein, asam lipoik, dan (c) elemen logam berat: zinc, magnesium, kalsium.

Pencegahan dengan medicalPencegahan dapat pula dilakukan dengan pemberian obat meskipun belum ada bukti yang kuat dan sahih. Pemberian diuretic tidak terbukti mencegah terjadinya pre-eklampsia bahkan memperberat hipovolemia. Antihipertensi tidak terbukti mencegah terjadinya preeclampsia.

Pemberian kalsium: 1500-2000 mg/hari dapat dipakai sebagai suplemen pada risiko tinggi terjadinya preeclampsia. Selain itu dapat pula diberikan zinc 200 mg/hari, magnesium 365/hari. Obat antitrombotik yang dianggap dapat mencegah preeklampsia ialah aspirin dosis rendah rata-rata di bawah rata-rata di bawah 100 mg/hari, atau dipiridamole. Dapat juga diberikan obat-obat antioksidan, misalnya vitamin C, vitamin E, β-karoten, CoQ10, N-Asetilsistein, asam lipoik.

Eklampsia

3.2.1 .Definisi

Eklampsia merupakan kasus akut pada penderita preeklampsi, yang disertai kejang menyeluruh dan koma. Sama halnya preeklampsia, eklampsia dapat timbul ante, intra, dan postpartum. Eklampsia postpartum umumnya terjadi 24 jam pasca persalinan. Pada penderita preeklamsia yang akan kejang,umumnya memberi gejala-gejala atau tanda-tanda khas, yang dapat dianggap sebagai tanda prondoma akan terjadinya. Preeklampsia yang disertai dengan tanda-tanda prodoma ini disebut sebagai impending eclampsia atau imminent eclamsia.3.2.2 Etiologi

Eklamsia dapat terjadi apabila pre-eklampsia tidak ditangani, sehingga penyebab dari eklampsia sama dengan penyabab pre-eklampsia. Ada beberapa factor resiko predisposisi tertentu yang dikenal, antara lain:- Status primigravida- Riwayat keluarga pre-eklamsia atau eklamsia- Pernah eklamsia atau pre-eklamsia- Suami baru- Usia ibu yang ekstrem (<> 35 tahun)- Sejak awal menderita hipertensi vascular, penyakit ginjal atau autoimun- Diabetes Mellitus- Kehamilan ganda3.2.3 Klasifikasi

Pada wanita yang menderita eklampsia timbul serangan kejang yang diikuti dengan koma. Pembagian Eklampsia berdasarkan waktu terjadinya:1. Eklampsia gravidarum (kejadian 50%-60%, serangan terjadi dalam keadaan hamil).2. Eklampsia parturientum (kejadian sekitar 30-35%, saat sedang in partu, batas dengan eklampsia gravidarum sukar ditentukan terutama saat mulai in partu).

33

Page 34: Wrapup Pbl Sk1 Emergensi

3. Eklampsia puerperium (kejadian jarang (10%), terjadi serangan kejang atau koma setelah persalinan berakhir).3.2.4 Epidemiologi

Eklampsia umumnya terjadi pada wanita kulit berwarna, nulipara, dan golongan sosial ekonomi rendah. Insiden tertinggi pada usia remaja atau awal 20-an, tetapi prevalensinya meningkat pada wanita diatas 35 tahun. Eklampsia jarang terjadi pada usia kehamilan dibawah 20 minggu, dapat meningkat pada kehamilan mola atau sindroma antifosfolipid. Insiden eklampsia secara keseluruhan relatif stabil, 4-5 kasus /10.000 kelahiran hidup di negara maju. Di negara berkembang, insiden bervariasi luas antara 6-100/ 10.000 kelahiran hidup.3.2.5 Patofisiologi

Kejang pada eklampsia harus dipikirkan kemungkinan kejang karena penyakit lain. Oleh karena itu, diagnosa banding eklampsia menjadi sangat penting, misalnya perdarahan otak, hipertensi, lesi kronis, kelainan metabolik, meningitis, epilepsi iatrogenik. Eklampsia selalu didahului oleh preeklampsi. Kejang-kejang dimulai dengan kejang tonik. Tanda-tanda kejang tonik adalah dengan dimulainya gerakan kejang berupa twitching dari otot-otot muka khususnya sekitar mulut, yang beberapa detik kemudia disusul kontraksi otot-otot tubuh yang menegang, sehingga seluruh tubuh menjadi kaku. Pada keadaan ini wajah penderita mengalami distorsi, bola mata menonjol, kedua lengan fleksi, tangan menggenggam, kedua tungkai dalam posisi inverse. Semua otot tubuh saat ini dalam kondisi kontraksi tonik. Keadaan ini berlangsung 15-30 detik. Kejang tonik ini segera disusul dengang kejang klonik. Kejang klonik dimulai dengan terbukanya rahang secara tiba-tiba dan tertutup kembali dengan kuat disertai pula dengan terbuka dan menutupnya kelopak mata. Kemudian disusul dengan kontraksi intermitten pada otot-otot muka dan otot-otot seluruh tubuh. Begitu kuat kontraksi otot-otot tubuh ini sehingga seringkali penderita terlempar keluar dari tempat tidur. Seringkali pula lidah tergigit akibat kontraksi otot rahang yang terbuka dan menutup dengan kuat. Dari mulut keluar liur berbusa yang kadang-kandang disertai bercak darah. Wajah tampak membengkak karena kongesti dan pada konjungtiva mata dijumpai bintik-bintik perdarahan. Pada saat kejang diafragma terfiksir sehingga pernafasan tertahan. Kejang klonik berlangsung selama 1 menit. Setelah itu berangsur-angsur kejang melemah dan akhirnya berhenti serta penderita jatuh dalam keadaan koma. Pada saat timbul kejang, tekanan darah dengan cepat meningkat. Demikian juga suhu badan meningkat oleh karena gangguan srebral. Penderita mengalami inkontensia didertai dengan oliguri atau anuria dan kadang-kadang terjadi aspirasi bahan muntah. Koma yang terjadi setelah kejang berlangsung bervariasi, bila tidak segera diberi obat antikejang maka akan segera disusul episode kejang berikutnya.3.2.6 Manifestasi Klinis

Diagnosis eklampsia ditegakkan berdasarkan gejala-gejala preaklampsia disertai kejang atau koma, sedangkan bila terdapat gejala preeklampsia berat diserta salah satu / beberapa gejala nyeri kepala hebat, gangguan virus, muntah-muntah, nyeri epigastrium dan kenaikan tekanan darah yang progesif, dikatakan pasien tersebut menderita impending preklamsia. Impending preeklampsia ditangani sebagai kasus eklamspia 3.2.7 Diagnosis dan Diagnosis Banding

34

Page 35: Wrapup Pbl Sk1 Emergensi

Didahului tanda dan gejala yang tidak khas malaise, lemah, nyeri kepala, mual, muntah (semuanya ini mirip gejala infeksi virus).

Adanya tanda dan gejala preeclampsia Tanda-tanda heolisis intravaskular (kenaikan LDH, AST, dan bilirubin indirek. Tanda kerusakan/disfungsi sel hepatoit hepar (kenaikan ALT, AST, LDH) Trombositopenia (trombosit ≤ 150.000/ml) Semua perempuan hamil dengan keluhan nyeri pada daerah kuadran atas abdomen,

tanpa memandang ada tidaknya gejala preeclampsia harus dipertimbangkan syndroma HELLP.

Diagnosis BandingDiagnosis banding dari kehamilan yang disertai kejang-kejang adalah:1. Febrile convulsion ( panas +)2. Epilepsi ( anamnesa epilepsi + )3. Tetanus ( kejang tonik atau kaku kuduk)4. Meningitis atau encefalitis ( pungsi lumbal)

3.2.8 PenatalaksanaanEklampsia merupakan kelanjutan dari preeklampsia berat disertai semakin

tingginya angka kematian maternal dan perinatal. Tambahan gejala eklampsi aadalah menurunnya kesadaran sampai dengan koma dan terjadi konvulsi. Terapi eklampsia dengan konvulsi bertujuan untuk mencegah terjadi konvulsi terlalulama, mencegah agar konvulsi berkurang, menyelamatkan jiwa maternal dengan pengobatan Magnesium sulfat. 2,3,10

Prinsip pengobatan :- Menghentikan dan mencegah kejang-kejang- Memperbaiki keadaan umum ibu/janin seoptimal mungkin- Mencegah komplikasi- Terminasi kehamilan/ persalinan dengan trauma seminimal mungkin pada

ibu.a. Obat untuk anti kejang

Mg SO4- Dosis awal : 4 g 20% IV pelan-pelan selama 3 menit atau lebih,disusul 8 g

40% IM terbagi pada bokong kanan dan kiri. Dosis ulangan : tiap 6 jam diberikan 4 g 40% IM diteruskan sampai 24 jam paska persalinan atau 24 jam bebas kejang.

- Apabila ada kejang lagi, diberikan 2 g MgSO4 20% IV pelan-pelan.Pemberian IV ulangan ini hanya sekali, apabila timbul kejang lagi, berikan pentotal 5 mg/KgBB/IV pelan-pelan

- Bila ada tanda-tanda keracunan MgSO4 diberikan anti dotumGlukonas Kalsikus 10g%, 10ml IV pelan-pelan selama 3 menit.

- Apabila sudah diberikan pengobatan diazepam diluar maka : diberikan MgSO4 secara hati-hati terutama jika ada kelainan jantung.

Perawatan jika kejang :

35

Page 36: Wrapup Pbl Sk1 Emergensi

- Kamar isolasi yang cukup terang- Pasang sadep lidah ke dalam mulut- Kepala dierandahkan dan orofaring dihisap- Oksigenisasi yang cukup

- Fiksasi badan di tempat tidur harus cukup longgar agar jangan fraktur -Perawatan kalau koma : antikejang tidak diberikan

- Monitor kesadaran dan dalamnya koma dan tentukan skor tanda vital

- Perlu diperhatikan pencegahan dekubitus dan makanan penderita- Pada koma yang lama bila nutrisi parenteral tidak mungkin maka

berikan dalam bentuk NGTb. Memperbaiki keadaan umum ibu

- Infus D5%- Pasang CVP untuk : pemantauan keseimbangan cairan, pemberian kalori,

koreksi keseimbangan asam basa, koreksi keseimbangan elektrolitc. Mencegah komplikasi

- Obat-obat antihipertensi; Diberikan pada penderita TD 160/110 mmHG atau lebih(nifedipine,catapres)

- Diuretika : hanya diberikan atas indikasi edema paru dan kelainan fungsiginjal

- Kardiotonika : diberikan atas indikasi ada tanda-tanda payah jantung,edema paru, dan nadi > 120x/m, sianosis diberikan digitalis cepat dengan cedilanid.

- Antibiotika diberikan ampicilin 3x1 g/IV- Antipiretika : xylomidon 2 ml/IM dan atau kompres alkohol-Kortikosteroid

d. Penanganan pada edema paru akut :- Oksigen-Morfin-Furosemid- Bila TD 160/100 mmHg diberikan antihipertensi

e. Terminasi kehamilanStabilisasi : 4-8 jam setelah salah satu atau lebih keadaan di bawah ini:

- Setelah kejang terakhir - Setelah pemberian anti kejang terakhir - Setelah pemberiaan anti hipertensi terakhir - Penderita mulai sadar - Untuk koma tentukan skor tanda vital STV > 10 boleh terminas, STV

<9 tunda 6 jam kalau ada perubahanterminasi- Cara pengakhiran kehamilan dan persalinan sama dengan PEB

3.2.9 Komplikasi

36

Page 37: Wrapup Pbl Sk1 Emergensi

Komplikasi yang terberat adalah kematian ibu dan janin, usaha utama ialah melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita pre eklampsia dan eklampsia. Komplikasi yang tersebut di bawah ini biasanya terjadi pada pre eklampsia berat dan eklampsia :

1. Solusio plasenta

Karena adanya takanan darah tinggi, maka pembuluh darah dapat mudah pecah, sehingga terjadi hematom retropalsenta yang dapat menyebabkan sebagian plasenta dapat terlepas.

2. Hipofibrinogenemia

Adanya kekurangan fibrinogen yang beredar dalam darah , biasanya di bawah 100 mg persen. Sehingga pemeriksaan kadar fibrinogen harus secara berkala.

3. Hemolisis

Kerusakan atau penghancuran sel darah merah karena gangguan integritas membran sel darah merah yang menyebabkan pelepasan hemoglobin. Menunjukkan gejala klinik hemolisis yang dikenal karena ikterus.

4. Perdarahan otak

Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal pada penderita eklampsia.

5. Kelainan mata

Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung sampai seminggu. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina yang merupakan tanda gawat akan terjadinya apopleksia serebri.

6. Edema paru – paru

7. Nekrosis hati

Nekrosis periportal hati pada eklampsia merupakan akibat vasopasmus arteriol umum. Kerusakan sel-sel hati dapat diketahui dengan pemeriksaan faal hati, terutama penentuan enzim-enzimnya.

8. Sindroma HELLP

Merupakan suatu kerusakan multisistem dengan tanda-tanda : hemolisis, peningkatan enzim hati, dan trombositopenia yang diakibatkan disfungsi endotel sistemik. Sindroma HELLP dapat timbul pada pertengahan kehamilan trimester dua sampai beberapa hari setelah melahirkan.

9. Kelainan ginjal

37

Page 38: Wrapup Pbl Sk1 Emergensi

Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan sitoplasma sel endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya. Kelainan lain yang dapat timbul ialah anuria sampai gagal ginjal.

10. Kopmlikasi lain yaitu lidah tergigit, trauma dan fraktur karena jatuh akibat kejang - kejang pneumonia aspirasi, dan DIC.

11. Prematuritas, dismaturitas, dan kematian janin intra uterin.

3.2.10 Prognosis

Bila penderita tidak terlambat dalam pemberian pengobatan, maka gejala perbaikan akan nampak jelas setelah kehamilan diakhiri. Segera setelah persalinan berakhir, perubahan patofisiologikpun akan segera mengalami perbaikan. Diuresis terjadi 12 jam setelah persalinan. Keadaan ini merupakan tanda prognosis yang baik, karena hal ini merupakan gejala pertama penyembuhan. Tekanan darah kembali normal dalam beberapa jam kemudian.

Eklampsia tidak mempengaruhi kehamilan selanjutnya, kecuali pada janin dengan ibu yang sudah mempunyai hipertensi kronik. Prognosis janin pada penderita eklampsia juga tergolong buruk. Seringkali janin mati intrauterin atau mati pada fase neonatal karena memang kondisi bayi sudah sangat inferior.3.2.11 Pencegahan

1. Meningkatkan jumlah balai pemeriksaan antenatal dan mengusahakan agar semua wanita hamil memeriksakan diri sejak hamil muda.

2. Mencari pada setiap pemeriksaan tanda-tanda preeklampsia dan mengobatinya segera apabila ditemukan

3. Mengakhiri kehamilan sedapat-dapatnya pada kehamilan 37 minggu keatas apabila setelah dirawat tanda-tanda preeklampsia tidak juga dapatdihilangkan.

4. Berdasarkan teori iskemik plasenta, radikal bebas dan disfungsi endotel yang dapat menyebabkan hipoksia dan iskemik plasenta, yang pada akhirnya menghasilkan oksidan (radikal bebas) dalam tubuh, sehingga untuk mencegahnya bisa diberikan antioksidan, yang dibagi menjadi 3 golongan :a. Antioksidan primer

Antioksidan primer berperan untuk mencegah pembentukan radikal bebas baru dengan memutus reaksi berantai dan mengubahnya menjadi produk yang lebihstabil. Contoh antioksidan primer, ialah enzimsuperoksida dimustase (SOD), katalase,dan glutation dimustase.

b. Antioksidan SekunderAntioksidan sekunder berfungsi menangkap senyawa radikal serta mencegah terjadinya reaksi berantai. Contoh antioksidan sekunder diantaranya yaitu vitamin E, Vitamin C, dan β-karoten.

c. Antioksidan TersierAntioksidan tersier berfungsi memperbaiki kerusakan sel dan jaringan yang disebabkan oleh radikal bebas. Contohnya yaitu enzim yang memperbaiki DNA pada inti sel adalah metionin sulfoksida reduktase.8

38

Page 39: Wrapup Pbl Sk1 Emergensi

LI.4 Memahami dan Menjelaskan Pemeriksaan Kesejahteraan Janin

 Konsep Dasar Pemantauan Kesejahteraan JaninPemantauan kesejahteraan janin merupakan bagian penting dalam penatalaksanaan

kehamilan dan persalinan. Teknologi yang begitu cepat berkembang memberikan banyak harapan akan semakin baiknya kualitas pelayanan kesehatan bagi ibu hamil, melahirkan dan nifas. Kemajuan ini tidak mudah untuk diikuti oleh Negara yang sedang berkembang seperti Indonesia, selain mahalnya harga peralatan, juga terbatasnya sumber daya manusia yang handal dalam pengoperasionalan alat canggih tersebut.

Tata cara Pemantauan Kesejahteraan JaninBanyak cara yang dapat dipakai untuk melakukan pemantauan kesejahteraan janin,

dari cara sederhana hingga yang canggih. Pembahasan ini memang dibuat sederhana agar mudah dipahami.

Beberapa hal yang diperiksa selama pemantauan kesejahteraan janin (aktifitas fisik janin) :1.      Gerakan Janin-   Vindla dan James (1995): aktivitas janin pasif tanpa rangsangan sudah dimulai sejak minggu ke-7 dan menjadi lebih canggih dan terkoordinasi pada akhir kehamilan.-   De Vries dkk., (1985): mulai 8 minggu setelah haid terakhir, gerakan janin tidak pernah berhenti dengan periode waktu lebih dari 13 menit.-   Soronkin, dkk., (1982) antara minggu ke-20 sampai 30, gerakan tubuh umum menjadi lebih teratur & janin mulai memperlihatkan siklus istirahat-aktivitas.-     Pada trimester ketiga pematangan gerakan janin terus berlanjut sampai sekitar 36 minggu, pada saat ini, 80 % janin normal sudah dapat diketahui keadaan perilakunya.-     Nijhuis dkk. (1982) mempelajari pola frekuensi  denyut jantung janin, gerakan tubuh umum, dan gerakan mata serta menjelaskan 4 keadaan perilaku janin :1F : keadaan diam (tidur tenang), dengan variasi frekuensi DJJ yg sempit.2F : gerakan kasar tubuh janin yg sering, gerakan mata kontinu, dan variasi frekuensi DJJ yg lebih lebar. Analog dengan REM pada neonatus3F : gerakan mata kuntinu tanpa gerakan tubuh & tdk ada akselarasi denyut jantung4F : gerakan kasar tubuh disertai gerakan mata kontinu dan akselarasi DJJ. Setara dengan terjaga pada neonatus.

USG(Ultrasonography)USG merupakan alat bantu diagnostic yang semakin penting didalam pelayanan

kesehatan ibu hamil, bahkan mungkin saja suatu saat alat USG ini menjadi sepertis tetoskop bagi dokter spesialis obstetric dan ginekologi. Salah satu fungsi penting dari alat ini adalah menentukan usia gestasi dan pemantauan keadaan janin (deteksidinianomali). Pemeriksaan panjang kepala-bokongjanin(CRL= crown-rumplength) yang dilakukan pada kehamilan trimester pertama memiliki akurasi dengan kesalahan kurang dari satu minggu dalam hal penentuan usia gestasi. Pengukuran CRL ini juga merupakan satu-satunya parameter tunggal untuk penentuan usia gestasi dengan kesalahan terkecil. Pengukuran diameter biparietal

39

Page 40: Wrapup Pbl Sk1 Emergensi

(DBP)  atau panjang femur memiliki kesalahan lebih dari satu minggu. Manfaat lain dari pemeriksaan USG adalah penapisan anomaly congenital yang dilakukan rutin pada kehamilan 10–14 minggu dan 18–22 minggu. Janin-janin dengan kelainan bawaan, terutama system saraf pusat dan jantung akan memberikan perubahan dalam pola gerak janin dan hasil kardiotokografi. Jangan sampai kesalahan interpretasi kardiotokografi terjadi akibat tidak terdeteksinya cacat bawaan pada janin.

2.      Observasi Gerak JaninPemantauan gerak janin sudah lama dilakukan dan banyak tata cara yang

diperkenalkan, tetapi tidak ada satu pun yang lebih superior dibanding lainnya. Gerak janin ini dipantau sejak kehamilan 28 minggu setelah system susunan saraf pusat dan autonom berfungsi dengan optimal. Pemantauan ini terutama dilakukan pada kehamilan resiko tinggi terhadap terjadinya kematian janin atau asfiksia. Misalnya pada kasus pertumbuhan janin terhambat. Ada dua cara pemantauan, yaitu cara :

a.   Cara CardiffPemantauan dilakukan mulai jam 9 pagi, tidur miring kekiri atau duduk, dan menghitung

berapa waktu yang diperlukan untuk mencapai 10 gerakan janin. Bila hingga jam 9 malam tidak tercapai 10 gerakan, maka pasien harus segera kedokter/ bidan untuk penanganan lebih lanjut.

b.   Cara SadovskyPasien tidur miring kekiri, kemudian hitung gerakan janin. Harus dapat dicapai 4 gerakan

janin dalam satu jam, bila belum tercapai, waktunya ditambah satu jam lagi, bila ternyata tetap tidak tercapai 4 gerakan, maka pasien harus segera berkonsultasi dengan dokter/ bidan.3.      Pernafasan

Gambaran pada respirasi janin adalah gerakan dinding pada paradoks.Selama inspirasi dinding dada justru kolaps dan abdomen menonjol (Jhonson dkk., 1988). Ada 2 jenis gerakan pernapasan: 1.    Nafas tersengal-sengal (gasps atau sighs) yg terjdi dgn frekuensi 1-4/mnt 2.    Letupan gerakan nafas irreguler (irreguler bursts of breathing) yg terjadi dgn laju sampai 240 siklus/mnt (Dawes, 1974)4.      Produksi Cairan Ketuban

Pemeriksaan cairan amnion - pengkajian antepartum - resiko kematian janin - ↓ perfusi uteroplasenta  - aliran darah ginjal janin- ↓ frekuensi berkemih - oligohidramion.5.      Frekuensi Denyut jantung

DJJ dipengaruhi oleh faktor anatomis, biomedis, farmakologis, kemoreseptor dalam arteri karotik & arkus aortik. Reaktifitas DJJ dipengaruhi oleh usia gestasi janin. Minggu ke-24 sampai ke-28 kira-kira 50% dari uji nonstres akan nonreaktif, dan pada minggu ke-32 15% dari uji nonstres tetap nonreaktif (Druzim dan Gabbe, 1996).

EFM (Electronic Fetal Monitoring)EFM merupakan metode untuk memeriksa kondisi bayi dalam rahim dengan mencatat

setiap perubahan yang tidak biasa dalam denyut jantung nya. Menggunakan dua elektrode yang dipasang pada fundus (untuk menilai aktifitas uterus) dan pada lokasi punctum

40

Page 41: Wrapup Pbl Sk1 Emergensi

maximum denyut jantung janin pada perut ibu. Dapat menilai aktifitas jantung janin pada saat his / kontraksi maupun pada saat di luar his / kontraksi. Menilai juga hubungan antara denyut jantung dan tekanan intrauterin.

Tujuan EFM :•     Denyut jantung janin mengalami penyesuaian konstan karena menanggapi lingkungan dan rangsangan lainnya.•     Monitor janin mencatat detak jantung bayi yang belum lahir dan grafik pada selembar kertas.•     Pemantauan janin elektronik biasanya disarankan untuk kehamilan berisiko tinggi, saat bayi berada dalam bahaya kesusahan.•     Alasan khusus untuk EFM meliputi: bayi dalam posisi sungsang, persalinan premature.Indikasi Pemeriksaan EFM :

•        Oligohidramnion Hipertensi•        FHR abnormal•        Malpresentasi dalam persalinan•        DM, Kehamilan ganda•        Persalinan bekas SC•        Trauma abdomen•        Ketuban pecah lama•        Air ketuban kehijauan•        Kehamilan resiko tinggi•        Induksi persalinan.•        Persalinan prematur

Kriteria Hasil EFMa.      Hasil Normal•      Detak jantung bayi yang belum lahir ini biasanya berkisar 120-160 denyut per menit

(bpm)•      Seorang bayi yang menerima cukup oksigen melalui plasenta akan bergerak di

sekitarnya.•      Strip monitor akan menunjukkan detak jantung bayi meningkat sebentar saat ia bergerak

(seperti denyut jantung orang dewasa meningkat ketika iabergerak).•      Strip monitor bayi dianggap reaktif ketika detak jantung bayi meningkat setidaknya 20

bpm di atas denyut jantung dasar minimal 20 detik.•      Hal ini harus terjadi setidaknya dua kali dalam periode 20 menit.•      Pelacak denyut jantung reaktif (juga dikenal sebagai tes non-stres reaktif) dianggap

sebagai tanda baik bayi.

b.      Hasil Tidak Normal•      Jika denyut jantung bayi turun sangat rendah atau naik sangat tinggi, hal ini menandakan

masalah serius. Dalam kedua kasus ini jelas bahwa bayi dalam kesusahan dan harus disampaikan segera. Namun, banyak bayi yang mengalami masalah tidak memberikan tanda-tanda yang jelas seperti itu.

41

Page 42: Wrapup Pbl Sk1 Emergensi

•      Selama kontraksi, aliran oksigen (dari ibu) melalui plasenta (untuk bayi) untuk sementara dihentikan. Seolah-olah bayi harus menahan napas selama setiap kontraksi. Baik plasenta dan bayi yang dirancang untuk menahan kondisi ini. Antara kontraksi, bayi harus menerima lebih dari oksigen yang cukup untuk melakukannya dengan baik selama kontraksi.

•      Tanda pertama bahwa bayi tidak mendapatkan cukup oksigen antara kontraksi seringkali penurunan detak jantung bayi setelah kontraksi (deselerasi akhir). Detak jantung bayi pulih ke tingkat normal antara kontraksi, hanya untuk drop lagi setelah kontraksi berikutnya. Ini juga merupakan tanda lebih halus dari marabahaya.

•      Bayi-bayi ini akan melakukannya dengan baik jika mereka disampaikan dalam waktu singkat. Kadang-kadang, tanda-tanda berkembang jauh sebelum pengiriman diharapkan. Dalam kasus itu, C-section mungkin diperlukan.

DAFTAR PUSTAKA

42

Page 43: Wrapup Pbl Sk1 Emergensi

Cunningham, Garry F., M. D. et al: Antepartum Assesment, Williams Obstetrics, 22nd

ed, Connecticut: Appleton & Lange, 2002. Jim Belinda, et al. Hypertension in Pregnancy A Comprehensive Update. Cardiology

in Review. Volume 18. Number 4. 2010.

Prawirodihardjo, S . 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.

Obstetri William : panduan ringkas / Kenneth J. Lereno, Egi Komara Yudha, Nike Budhi Subekti, Jakarta EGC 2009.

Mochtar, Rustam. 1998.Sinopsis Obstetri. Obstetri Fisiologi Dan Obstetri Patologi. Jilid 1. Jakarta: EGC. Hlm: 198-208.

Norwitz, Errol. 2007. At a Glance Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: Erlangga. Hlm: 88-89.

Artikasari, K 2009, ‘Hubungan antara primigravida dengan angka kejadian preeklamsia/eklamsia di RSUD Dr. Moewardi Surakarta periode 1 Januari – 31 Desember 2008’, skripsi S.Ked, Universitas Muhammadiyah Surakarta, dilihat 27 Januari 2011, < http://etd.eprints.ums.ac.id/4063/>

Basuki, B 2000, Aplikasi metode kasus-kontrol, FKUI, Jakarta.

43