library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/ecolls/ethesisdoc/bab1doc/2015-1... · web viewhal ini...
TRANSCRIPT
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Saat ini perkembangan bisnis retail di Indonesia sangat pesat. Hal terebut berawal
dari keberadaan pasar tradisional yang mulai tergeser oleh muncul nya berbagai
jenis pasar modern, sehingga berbagai macam pusat perbelanjaan eceran
bermunculan dengan berbagai macam bentuk dan ukuran. Dalam beberapa Tahun
terakhir usaha ritel mulai banyak di Jakarta, mulai dari minimarket, supermarket
hingga hypermarket. Hal ini dikarenakan perihal kemajuan teknologi dan
tuntutan kebutuhan konsumen yang terus meningkat yang menjadi pendorong
orientasi bisnis dalam lingkup bisnis ritel (Utami, 2008).
Perkembangan bisnis ritel juga disebabkan oleh semakin banyaknya konsumen
yang ingin berbelanja dengan mudah dan nyaman (Arvinia dkk., 2013). Salah
satu peritel lokal yang mampu mempertahankan eksistensinya dalam persaingan
bisnis ritel di Kota Jakarta ialah Alfamart dan Indomaret. Tidak dapat disangkal
bahwa kedua Convenience Store ini memiliki pertumbuhan yang pesat dan
mempunyai reputasi yang sangat menonjol di Tanah Air. Berdasarkan Tabel 1.1
Alfamart yang memiliki 10.149 Cabang dan Indomaret yang memiliki 10.621
Cabang Indomaret di seluruh Indonesia, kedua Convenience Store ini telah
menunjukan persaingan yang ketat dan pertumbuhan yang signifikan dalam
lingkup bisnis retail modern.
Untuk itu, ritel modern dituntut untuk lebih fokus dalam memberikan pilihan
keragaman produk, layanan pelanggan secara prima, kemampuan untuk
memajang barang dagangan, dan aspek-aspek lain yang menyebabkan pelanggan
mendapatkan kenyamanan dalam berbelanja (Utami, 2008). Hal terpenting saat
ini, menurut Philip Kotler (2005) adalah kenyataan bahwa pasar berubah lebih
cepata daripada pemasaran. Kegiatan pemasaran ini tidak bisa lepas dari perilaku
konsumen yang menjadi target pasar suatu perusahaan. Momen-Momen tertentu
pun dimanfaatkan sedemikian rupa untuk menarik konsumen sebanyak mungkin,
dan pembelian yang dilakukan oleh konsumen sebanyak mungkin.
1
2
Sumber : Berdasarkan Data Nielsen Retail Audit 2015
Tidak semua masyarakat melakukan pembelian, maka upaya yang dilakukan
terlebih dahulu adalah membuat masyarakat itu mau berkunjung ke lokasi ritel.
Tabel 1. 1 Perkembangan Jumlah Gerai Ritel Modern 2014 – 2015
3
Untuk itu perital menerapkan startegi promosi demi menyampaikan informasi
kepada masyarakat. Promosi di buat semenarik mungkin sehingga masyarakat
benar-benar berkunjung. Setelah berada di dalam ritel konsumen akan di suguhi
dengan informasi tambahan lainnya dan suasana yang nyaman sehingga mereka
rela untuk berlama-lama di dalam lokasi ritel.
Tidak hanya sampai di situ, tentunya tujuan utama ritel harus tercapai yaitu
konsumen atau pengunjung ini melakukan pembelian. Pembelian dilakukan oleh
konsumen tersebut bias saja dilakukan secara spontan, tanpa pertimbangan yang
rasional, dan konsumen merasa barang tersebut perlu dibeli. Harga yang
diberlakukan, promosi dan suasana dalam ritel telah memainkan peranan penting
dalam pembelian tak terencana yang di lakukan oleh konsumen (impulse buying)
Pembelian tak terencana (impulse buying) merupakan tindakan pembelian yang
dilakukan konsumen dimana sebelumnya belum ada rencana untuk membeli
produk tersebut. Menurut ( AB.Susanto,2007 ), sebagian besar konsumen
Indonesia memiliki karakter unplanned. Mereka biasanya suka bertindak ”last
minute”. Jika berbelanja, mereka sering menjadi impulse buyer. Dengan
karakteristik tersebut, perusahaan di harapkan dapat mengeluarkan strategi
pemasaran yang dapat menunjang perusahaanya. Impulse buying atau biasa di
sebut juga unplanned purchase, adalah perilaku orang dimana orang tersebut
tidak merencanakan sesuatu dalam berbelanja. Konsumen melakukan impulse
buying tidak berpikir untuk membeli suatu produk atau merek tertentu. Mereka
langsung melakukan pembelian karena ketertarikan pada merek atau produk saat
itu juga.
Tabel 1. 2 Consumer Purchase Planning
4
Sumber : Berdasarkan Data Nielsen Retail Audit 2015
Menurut Utami (2010:54) ada tiga jenis proses pengambilan keputusan belanja
konsumen, yaitu: (1) Pemecahan masalah secara luas, (2) Pemecahan masalah
5
secara terbatas, dan (3) Pengambilan keputusan yang bersifat kebiasaan. Dari
ketiga jenis proses pengambilan keputusan belanja konsumen, salah satunya
terdapat proses keputusan belanja secara terbatas yang biasa disebut impulse
buying. Menurut Levy dan Weitz (2012:92) impulse buying merupakan
keputusan pembelian yang dibuat oleh konsumen di tempat setelah melihat
barang.
Jennie et al. dalam Keshvari et al. (2012) mengatakan bahwa bagi perusahaan,
keputusan pembelian yang dilakukan oleh konsumennya dapat dipengaruhi oleh
alat pemasaran yang disebut dengan bauran pemasaran 4P. Christina (2010:69)
menjelaskan bahwa salah satu penyebab terjadinya pembelian impulsif ialah
pengaruh stimulus dari tempat belanja tersebut, dan menurut Maymand &
Mostafa (2011) lingkungan stimulasi termasuk dalam rangsangan eksternal
dimana rangsangan eksternal pembelian impuls mengacu pada rangsangan
pemasaran yang dikontrol dan dilakukan oleh pemasar melalui kegiatan
merchandising, promosi, dan penciptaan suasana lingkungan toko. Faktor-faktor
yang mempengaruhi impulse buying ada dua yaitu faktor dari internal dan
eksternal. Faktor dari internal terdiri dari emosi, hedonic pleasure, kognitif dan
afektif. Sedangkan dari faktor eksternal berupa stimulus yang diciptakan di dalam
lingkungan toko, seperti promosi insentif, harga, fasilitas fisik berupa:
pencahayaan, musik, dan aroma (Karbasivar dan Yarahmadi, 2011).
Faktor internal muncul salah satunya berupa emosi positif yang akan memotivasi
konsumen dalam melakukan pembelian, sedangkan emosi negatif justru akan
menghambat proses pembelian. Emosi pada umumnya dipicu oleh peritiwa
lingkungan, menurut Solomon (dalam Sukma, 2012) suasana hati atau emosi
seseorang atau kondisi psikologis pada saat pembelian dapat memiliki dampak
besar pada apa yang dia beli atau bagaimana ia menilai pembeliannya. Ketika
seorang konsumen merasakan suasana yang baik ketika berbelanja maka
konsumen tersebut akan merasa nyaman dan timbullah emosi positif dalam
dirinya. Menurut Utami (2010:66) manusia mengeskpresikan emosi dalam tiga
dimensi. Pertama, menyenangkan–tidak menyenangkan (pleasure – displeasure).
Kedua, menggairahkan – tidak menggairahkan (arousal – nonarousal). Ketiga,
dominan – patuh (dominance – submissivennes).
6
Menurut Rossiter and Bellman (dalam Sukma, 2012), internal suasana ritel dari
outlet ritel dikodekan langsung oleh para konsumen dalam hal dua dimensi
emosional, yaitu kesenangan (pleasure) dan gairah (arousal). Kedua emosional
ini memilik pengaruh besar pada kesediaan konsumen untuk menghabiskan
waktu di toko dan juga untuk membeli lebih banyak (Donovan dan Rossister
dalam Sukma, 2012). Hal tersebut kemudian mendorong untuk meningkatkan
pembelian tidak terencana. Adapun indikator pengukuran shopping emotion
dalam penelitian ini diukur berdasarkan penelitian Kurniawan (2013) dan
Kurniawati (2014) dengan indikator kesenangan (pleasure) dan gairah (arousal).
Faktor eksternal berupa stimuli yang diciptakan para peritel merupakan salah satu
strategi pemasaran yang disebut retailing marketing mix (bauran pemasaran
eceran). Retailing marketing mix pada dasarnya mempunyai konsep yang sama
dengan bauran pemasaran, namun faktor yang ditekankan berlainan. Menurut
Utami (2010:86) bauran pemasaran ritel terdiri atas produk, harga, promosi,
layanan, dan fasilitas fisik.
Promosi merupakan salah satu elemen dari retailing marketing mix yang
mempunyai peranan penting dalam pemasaran. Dalam bauran promosi di dalam
ritel yang sangat penting terhadap keputusan belanja adalah promosi penjualan.
Promosi penjualan adalah bentuk persuasi langsung melalui penggunaaan alat-
alat insentif yang beragam untuk mendorong pembelian suatu produk atau jasa
tertentu secara cepat dan meningkatkan jumlah barang yang dibeli konsumen
(Tjiptono, 2008:229). Adapun bentuk-bentuk promosi penjualan di dalam ritel
modern menurut Tjiptono (2008:230) adalah kupon, deals, premium (diskon),
kontes, undian, sampel, trading stamps, point-of-purchase display dan potongan
rabat. Adapun pengukuran promosi penjualan dalam penelitian ini diukur dengan
indikator dari diskon, bonus pack, dan purchase with purchase.
7
Sumber : Berdasarkan Data Nielsen Retail Audit 2015
Selain faktor promosi penjualan yang termasuk dalam bauran promosi ritel, store
atmosphere salah satu unsur dari retailing marketing mix juga sangat
berpengaruh pada keputusan berbelanja, khususnya impulse buying. Menurut
Utami (2010:279) tentang penciptaan suasana berarti rancangan lingkungan
melalui komunikasi visual, pencahayaan, warna, musik, dan wangi-wangian
untuk merancang respons emosional dan perseptual konsumen dan untuk
memengaruhi konsumen dalam membeli barang. Dengan demikian, apabila
peritel dapat menciptakan store atmosphere yang baik dan menyenangkan bagi
konsumen, maka secara tidak langsung akan meningkatkan peluang pembelian
yang dilakukan oleh konsumen. Menurut Berman & Evan (2007:545), store
atmosphere dapat dibagi menjadi empat elemen yaitu exterior, general interior,
store layout dan POP interior display yang nantinya akan dijadikan indikator
dalam pengukuran store atmosphere dalam penelitian ini.
Tabel 1. 3 Consumer Purchase Planning VS Real Purchase
8
Dalam bisnis ritel terutama pada ritel modern, Visual Merchandising and Display
juga sangat di perhatikan. Dikarenakan Merchandising juga termasuk dalam
bagian dari ritail mix dimana perusahaan melakukan kegiatan pengadaan produk-
produk yang sesuai dengan bisnis yang dijalani toko untuk disediakan dalam
jumlah, waktu dan harga yang sesuai untuk mencapai sasaran toko atau
perusahaan ritel (Hendri, 2005:135). Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Ceballos (2010) memperlihatkan bahwa faktor stimuli terpenting dalam
pembelian impulsif adalah produk pelengkap.
Visual merchandising merupakan alat pemasaran sebagai penarik perhatian yang
paling ampuh, yang saat ini masih sering terlupakan dan belum dioptimalkan
untuk meningkatkan penjualan dan pangsa pasar. Alat pemasaran sebagai penarik
perhatian tersebut dapat menarik pembelian tak terduga (impulse buying).
Impulse buying adalah pembelian tanpa perencanaan yang diwarnai oleh
dorongan kuat untuk membeli yang muncul secara tiba-tiba dan seringkali sulit
untuk ditahan yang dipicu secara spontan saat berhadapan dengan produk
(Berman & Evans, 2007: 648).
Konsumen sebagai pengambil keputusan pembelian atau yang berpengaruh
dalam proses pengambilan keputusan tersebut, perlu dipahami melalui suatu
penelitian yang teratur. Strategi yang tepat dan trik khusus perlu dimiliki,
tentunya faktor - faktor yang mempengaruhi konsumen dalam melakukan
impulse buying perlu di ketahui oleh pemasar supaya pengorbanan yang besar
terutama untuk biaya promosi bisa terbayar dan tidak menjadi sia-sia. Oleh
karena itu perilaku konsumen pada Minimart sangat penting untuk dipelajari
peritel karena dengan mempelajari hal tersebut para peritel dapat mengetahui apa
kemauan dan keinginan konsumen. Salah satunya dengan mempelajari dan
menganalisis perilaku belanja konsumen dapat memberi masukan bagi
perencanaan strategi perusahaan.
9
Sumber : Berdasarkan Data Nielsen Retail Audit 2015
Tabel 1. 4 Most Attractive Of In-Store Communication
10
Namun terdapat perbedaan hasil penelitian terdahulu dengan teori diatas
mengenai pengaruh Store Atmosphere, Sales Promotion dan Visual
Merchandising and Display terhadap perilaku impulse buying melalui Shopping
Emotion. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kurniawan (2013) yang
menyatakan bahwa promosi dan store atmosphere berpengaruh terhadap impulse
buying dengan shopping emotion sebagai variabel intervening. Sedangkan
penelitian lain seperti Kurniawati (2014) menyatakan bahwa sales promotion dan
store atmosphere tidak berpengaruh terhadap impulse buying, namun shopping
emotion berpengaruh positif dan signifikan terhadap impulse buying. Begitu pula
dengan Hasil penelitian yang dilakukan oleh Indry Septenawati (2007), Fachtur
(2009), dan Hadjali et al. (2011) memperlihatkan bahwa kegiatan merchandising
yang dilakukan peritel dapat meningkatkan impulse buying, namun penelitian
yang dilakukan oleh Soesono (2011) memperlihatkan bahwa kegiatan
merchandising yang tergabung dalam variabel stimulus dalam toko tidak
berpengaruh signifikan terhadap belanja impulsif.
Penelitian yang dilakukan oleh Feng et al. (2012), Hadjali et al. (2012), Denny &
Yohanes (2012) dan Khoirun (2010) menunjukan bahwa kegiatan promosi yang
dilakukan oleh peritel dapat meningkatkan impulse buying, namun penelitian
yang dilakukan oleh Indry Septenawati (2007) menunjukan bahwa kegiatan
promosi tidak berpengaruh signifikan terhadap perilaku impulse buying. Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Manik Yistiani dkk. (2012), Denny dan Yohanes
(2012) dan Aditya dkk. (2012) memperlihatkan bahwa suasana atmosfir toko
dapat meningkatkan impulse buying, namun penelitian yang dilakukan oleh
Hadjali et al. (2012) menunjukan bahwa suasana lingkungan pembelian tidak
berpengaruh signifikan terhadap perilaku pembelian impuls.
Ada perbedaan penelitian yang beraneka ragam yang dilakukan untuk
mengetahui pengaruh dari faktor internal dan eksternal pada seseorang yang
menyebabkan mereka terdorong untuk melakukan pembelian secara impuls. Dari
uraian tersebut, maka dalam penelitian ini dipilih judul : “Analisa Pengaruh
Store Atmosphere, Sales Promotion, dan Visual Merchandising and Display
terhadap Impulse Buying dengan Shopping Emotion sebagai Variabel
Intervening di Convenience Store di Jakarta” pada pelanggan Alfamart dan
11
Indomaret, karena mempertimbangkan adanya perbedaan hasil-hasil penelitian
sebelumnya dengan penggunaan variabel yang sama.
1.2 Perumusan Masalah
Persaingan yang ketat yang terjadi di toko ritel modern akibat dari semakin
tumbuhnya ritel modern menyebabkan perusahaan perlu menggunakan strategi
yang tepat untuk memenangkan persaingan agar dapat tetap bertahan hidup
terutama di masa resesi dimana konsumen sebagian besar beralih ke toko
tradisional sebagai solusi uang ketat, yang imbasnya paling dirasakan oleh toko –
toko ritel besar.
Toko – toko retail besar tentunya perlu melakukan strategi yang baik untuk
mempertahankan bisnisnya terutama pada masa resesi. Strategi yang tepat bagi
toko ritel modern adalah melalui pemahaman pada pemasaran yang berorientasi
pada pasar yang mensyaratkan pemahaman yang baik mengenai perilaku
konsumen.
Impulse buying merupakan hal yang perlu di pertahankan terutama dimasa
resesi yang menyebabkan berkurangnya jumlah produk yang dibelanjakan oleh
konsumen. Pembeli akan berupaya menghemat pembelian mereka dan
mengurangi pembelian impuls dimasa resesi. Maka peritel mesti terus
mengupayakan untuk meningkatkan stimulan didalam toko untuk semakin
meningkatkan pembelian impuls. Sehingga perusahaan tetap survive dan unggul
dalam persaingan.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dalam mengungkapkan
hubungan internal dan eksternal dalam diri seseorang yang mampu mendorong
terjadinya pembelian impuls. Terdapat perbedaan hasil yang diperoleh oleh
beberapa peneliti. Beberapa peneliti menemukan korelasi positif antara faktor –
faktor (Store Atmosphere, Sales Promotion and Visual Merchandising & Display)
yang dapat mempengaruhi pembelian Impulse.
Berdasarkan uraian dan latar belakang masalah dalam penelitian ini, maka
dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut:
12
1. Apakah Store Atmosphere mempunyai pengaruh terhadap Shopping
Emotion konsumen Indomaret dan Alfamart di Jakarta?
2. Apakah Sales Promotion mempunyai pengaruh terhadap Shopping
Emotion konsumen Indomaret dan Alfamart di Jakarta?
3. Apakah Visual Merchandising & Display mempunyai pengaruh
terhadap Shopping Emotion konsumen Indomaret dan Alfamart di
Jakarta?
4. Apakah Store Atmosphere mempunyai pengaruh terhadap Impulse
Buying konsumen Indomaret dan Alfamart di Jakarta?
5. Apakah Sales Promotion mempunyai pengaruh terhadap Impulse
Buying konsumen Indomaret dan Alfamart di Jakarta?
6. Apakah Visual Merchandising & Display mempunyai pengaruh
terhadap Impulse Buying konsumen Indomaret dan Alfamart di
Jakarta?
7. Apakah Shopping Emotion mempunyai pengaruh terhadap Impulse
Buying konsumen Indomaret dan Alfamart di Jakarta?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian menurut Suharsimi Arikunto (2006) adalah rumusan kalimat
yang menunjukan adanya sesuatu hal yang diperoleh setelah penelitian selesai.
Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk menganalisis dan mengetahui pengaruh Store Atmosphere terhadap
Shopping Emotion konsumen Indomaret dan Alfamart di Jakarta?
2. Untuk menganalisis dan mengetahui pengaruh Sales Promotion terhadap
Shopping Emotion konsumen Indomaret dan Alfamart di Jakarta?
3. Untuk menganalisis dan mengetahui pengaruh Visual Merchandising &
Display terhadap Shopping Emotion konsumen Indomaret dan Alfamart di
Jakarta?
4. Untuk menganalisis dan mengetahui pengaruh Store Atmosphere terhadap
Impulse Buying konsumen Indomaret dan Alfamart di Jakarta?
5. Untuk menganalisis dan mengetahui pengaruh Sales Promotion terhadap
Impulse Buying konsumen Indomaret dan Alfamart di Jakarta?
13
6. Untuk menganalisis dan mengetahui pengaruh Visual Merchandising &
Display terhadap Impulse Buying konsumen Indomaret dan Alfamart di
Jakarta?
7. Untuk menganalisis dan mengetahui pengaruh Shopping Emotion
terhadap Impulse Buying konsumen Indomaret dan Alfamart di Jakarta?
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari Penelitian ini adalah :
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Manfaat bagi Perusahaan (PT. Nielsen Indonesia, PT. Indomarco
Prismatama dan PT. Sumber Alfaria Trijaya)
a. Dapat menjadi dasar pertimbangan bagi Pihak Manajemen
Perusahaan untuk menetukan langkah-langkah startegi dalam
upaya mempengaruhi konsumen dalam hal melakukan tindakan
impulse buying & mebuat keputusan rencana pemasaran yang
efektif
b. Menjadi Masukan dan Informasi bagi Perusahaan untuk
mengetahui faktor apa yang berpengaruh paling dominan terhadap
perilaku impulse buying konsumen
2. Manfaat bagi peneliti:
a. Mendapatkan pengalaman dalam mengaplikasikan pengetahuan
dalam melakukan penelitian di bidang pemasaran dan consumer
behavior.
b. Membandingkan pengetahuan teori – teori yang diperoleh saat
kuliah dengan kenyataan yang ada.
3. Manfaat bagi pihak lain:
a. Menambah wawasan mengenai pengaplikasian rencana pemasaran
yang efektif
b. Sebagai bahan referensi dan pertimbangan untuk penelitian
selanjutnya.
14
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup yang digunakan untuk membatasi penelitian ini adalah:
Lingkup Penelitian adalah Mini Market (Alfamart dan Indomaret) di
Jakarta. Alfamart dan Indomaret diputuskan sebagai lingkup penelitian
karena dibandingkan dengan Mini Mart yang lainnya Alfamart dan
Indomaret merupakan Mini Mart yang berkembang pesat dan memiliki
banyak cabang di Jakarta. Dalam penelitian ini objek penelitian yang
digunakan adalah para konsumen yang melakukan pembelian di luar
perencanaan belanja mereka.
15
1.6 State of Art
No Peneliti Judul Tahun Hasil Penelitian
1. M.
Mohammad
Mahmoudi
and A.
Mostafa
Impulse buying:
the role of store
environmental
stimulation and
situational factors
(An empirical
investigation)
2011 Promosi dan iklan memiliki
efek yang paling atas Impulse
Buying Tendency pelanggan,
karena promosi dan iklan
adalah faktor yang berpengaruh
pada dorongan pembelian
masyarakat, manajer dan
pembuat kebijakan dari toko
ritel dapat memfasilitasi
kondisi pembelian dengan
menjalankan undian antara
pelanggan, diskon untuk
produk berbeda dan
mengeksploitasi beberapa
personil efisien sehingga
pelanggan menjadi didorong
untuk membeli.
2. Wong Ai Jean
& Rashad
Yazdanifard.
How Sales
Promotion Change
the Consumer’s
Perception and
Their Purchasing
Behavior of a
Product
2015 Konsumen memahami
hubungan antara perilaku
pembelian mereka selama
promosi penjualan dan
kepuasan mental mereka
pribadi dan persepsi diri.
Sebagian besar konsumen saat
ini dirasakan bahwa penjualan
promosi hanya akan
menguntungkan konsumen
dalam segi keuangan saja
namun mental kesejahteraan
konsumen lebih mungkin yang
16
ditingkatkan melalui promosi
penjualan juga. Konsumen
menjadi bijaksana untuk
membeli lebih selama
penjualan periode promosi,
yang pada gilirannya
membantu pemasar untuk
mencapai agenda promosi
penjualan.
3. Geetha
Mohan and
Piyush
Sharma
Impact of store
environment on
impulse
buying behavior
2013 Secara khusus, ditemukan
bahwa store environment
mendorong perilaku pembelian
impuls melalui dorongan
impulsif. Di antara semua
elemen Store Environment, tata
letak (layout) memiliki efek
tertinggi pada pembelian
impulsif.
4. Khurram
L.Bhatti and
Seemab Latif
The Impact of
Visual
Merchandising on
Consumer Impulse
Buying Behaviour
2013 Hasil penelitian menunjukan
bahwa perilaku impulse buying
konsumen secara signifikan
dipengaruhi oleh window
display, forum display, floor
merchandising atau dengan
nama merek toko. Studi ini
menunjukkan bahwa perilaku
impulse buying konsumen
memiliki hubungan yang kuat
dengan window display karena
penelitian mengatakan kepada
kita bahwa ketika konsumen
memvisualisasikan produk
yang ditampilkan menarik
17
pelanggan dan membangkitkan
dorongan mereka untuk
melakukan impulse buying.
5. Changjo Yoo,
Jonghee Park
And Deborah
J. MacInnis
Effects of Store
Characteristics and
In-Store Emotional
Experiences on
Store Attitude
1998 Hasil menunjukkan bahwa
karakteristik toko memotivasi
emosi pembeli di toko . Lokasi
toko juga akan mempengaruhi
sikap emosi positif pembeli,
karakteristik toko dipengaruhi
suasana toko, dan efek dari
beberapa karakteristik toko
yang langsung (lokasi),
sementara efek lain
(bermacam-macam produk,
nilai jual, layanan pembeli, dan
fasilitas toko) yang dimediasi
melalui respon emosional yang
disebabkan oleh karakteristik
ini.
18