virologi medik.doc
DESCRIPTION
KuliahTRANSCRIPT
BAHAN AJAR
VOROLOGI MEDIK
PenyusunNing Rintiswati
Fakultas kedokteran Universitas gadjah mada
Yogyakarta2008
TINJAUAN MATAKULIAH
Judul mata kuliah : Mikrobiologi
No. Kode/ SKS : ......../2/1
Deksripsi mata kuliah
Mata kuliah ini diajarkan sebagai lanjutan dari mata kuliah Mikrobiologi 1.
Penyampaian kuliah ini adalah dengan tatap muka selama 1 semester, dalam 28
jam atau 2 x 50 menit per minggu. Adapun teori yang diberikan meliputi teori
tentang
Tujuan Instruksional Umum
Setelah mengikuti kuliah dan membaca ahan ajar ini, mahasiswa dapat
memahami sifar-sifat dan peran mikroorganisme dalam kaitannya dengan
kesehatan umum.
Susunan Bahan Ajar
1. Sifat umum virus2. Klasifikasi virus3. Proses infeksi viral4. Interaksi virus-hospes5. Obat anti viral dan vaksin viral6. Pemeriksaan lab viral7. Virus DNA8. Virus RNA
Cara Menggunakan Bahan Ajar
Di dalam setiap bab dari bahan ajar ini terdapat beberapa perangkat yakni materi
perkuliahan latihan dan tes formatif beserta jawabannya. Untuk dapat
mempelajari masing-masing bab pada bahan ajar, semua perangkat setiap bab
hendaknya dikerjakan dengan seksama.
Tahap 1 Bacalah seluruh isi materi pada bab yang bersangkutan
Tahap 2 Kerjakan latihan. Jawaban latihan akan dibicarakan pada
perkuliahan berikutnya. Materi perkuliahan merupakan
pengembangan dan pendalaman materi bab yang bersangkutan.
Tahap 3 Untuk mengukur pemahaman anda pada materi bab tersebut,
kerjakannlah tes formatif yang disediakan pada akhir setiap bab,
kemudian cocokkan jawaban anda pada kunci jawaban.
Bab I
Sifat-sifat umum virus
Pendahuluan
Virus adalah penyebab infeksi terkecil dengan diameter 20-300 nm,
mengandung hanya salah satu asam nukleat RNA atau DNA sebagai genom.
Asam nukleat diselubungi oleh protein, dan kadang-kadang dibungkus oleh
membran yang mengandung lipid. Seluruh unit yang infektif ini disebut virion.
Virus tidak aktif di lingkungan ekstra sel, hanya akan bereplikasi pada sel hidup
tingkat genetik. Asam nukleat virus mengandung informasi genetik yang
diperlukan untuk memprogram sel hospes membentuk sejumlah makromolekul
bahan genetik viral. Selama tahap replikasi, sejumlah besar kopi DNA viral dan
protein selunung viral dibentuk. Protein selunung dibentuk bersama
pembentukan kapsid yang berfungsi melindungi virus dari lingkungan eksrtasel
dan memungkinkan perlekatan dan diduga berperan pada penetrasi pada
permukaan sel yang baru.
Asam nukleat, bila didolasi dan virion dapat dihidrolisis oleh ribo atau
deoksiribonuklease. Virus dapat menginfeksi organisme uniseluler seperti
mikriplasma, bakteri, dan algae juga tumbuhan dan hewan tingkat tinggi.
Beberapa Definisi
Kapsid
Selubung protein yang membungkus genom asam nukleat.
Nukleokapsid
Kapsid bersama-sama dengan asam nukleat.
Unit Struktural
Protein dasar pembentuk selubung, biasanya terdiri dari beberapa polipeptida
yang berbeda.
Kapsomer
Unit morfologik yang teramati di bawah mikroskop elektron di bawah
permukaan partikel ikosahedral virus.
Pembungkus
Membrane mengandung lipid yang membungkus beberapa jenis partikel virus
dibentuk selama proses maturasi dengan proses pertunasan melalui membran sel
hospes. Glikoprotein yang disandi oleh virus ditambahkan pada permukaan
pembungkus
Virion
Partikel virus lengkap
Virus Defekctive
Partikel yang mengalami defisiensi dalam beberapa aspek replikasi Virus
defective mengalami gangguan replikasi.
TEORI EVOLUSI TERBENTUKNYA VIRUS
Ada 2 Hipotesis :
1. Virus berasal dari komponen sel hospes yang menjadi otonom. Koponen
tersebut menyerupai gen yang telah mendapat kemampuan hidup yang
tidak bergantung pada hospes.
2. Virus berasal dari sel yang hidup bebas
KOMPOSISI VIRUS
Protein
Fungsi utama protein viral:
1. Mempermudah transfer asam nukleat virus dari sel hospes ke sel hospes
lainnya.
2. Melindungi genom virus dari inaktivasi oleh nuklease (hospes).
3. Ikut berperan pada perlekatan dengan sel hospes, serta memberi struktur
partikel virus. Menentukan sifat antigenik virus. Respon imum hospes
ditujukan bagi determinan antigenik virus.
4. Aktivitas khusus: Pada beberapa virus terdapat protein tertentu misalnya,
Hemaglutinin v. Influenza : Mampu mengaglutinasi eritrosis.
Ensim : Untuk mengalami siklus replikasi reverse transkriptase yang
mampu menyalin DNA dari RNA
Contoh : Poxvirus memiliki 15 ensim
Asam Nukleat
Virus hanya mengandung 1 jenis asam nukleat yakni DNA atau RNA,
merupakan informasi genetik yang diperlukan untuk replikasi. Sedangkan
genom dapat beruntai ganda atau tunggal, berbentuk melingkar atau untaian dan
bersegmen atau tanpa segmen.
Lemak
Komposisi fosfolipid khusus selubung virion ditentukan oleh sel hospes yang
terlibat pada proses budding (pertunasan).
Virus Herpes : Bertunas melalui selaput ini hospes, komposisi fosfolipid virus
mirip komposisi lemak selaput ini sel hospes. Virus yang mengandung lemak
peka eter. Bila terpapar agen tersebut kemampuan infeksi virus akan hilang.
Karbo hidrat
Selubung virus mengandung glikoprotein, disandi sendiri oleh virus. Gula yang
ditambahkan mencerminkan hospesnya. Glokoprotein pada permukaan memiliki
selubung yang melekatkan partikel virus pada sel hospes, dengan berikatan pada
reseptor. Glikoprotein merupakan antigen penting.
REAKSI VIRUS TEHADAP AGEN FISIK DAN KIMIA
Panas dan dingin
Stabilitas virus terhadap temperatur sangat bervariasi tergantung strukturnya.
Virus ikosahedral lebih stabil sedangkan virus terselubung jauh lebih peka
terhadap panas. Kemampuan infeksi umumnya hilang pada suhu 50-60 C 30
menit (kecuali Hepatitis, papova virus, penyebab Scrapie).
Virus adapat diawetkan pada suhu dibawah titik beku atau liofilisasi, pada suhu
4 C (kering). Virus berselubung kehilangan kemampuan infeksi setelah
penyimpangan lama.
Garam
Kebanyakan virus stabil pada garam 1 mol/L tetap aktif walaupun dipanaskan
pada 50 derajat celsius selama 1 jam.
- MgCL2 1 mol/1 diperlukan bagi Pikorna dan Reovirus
- Mg SO 1 mol/1 diperlukan untuk orthomiksovirus dan paramikso virus
- Na2 So4 mol/ 1 diperlukan bagi Herpes virus
Vaksin : vaksin polio harus disimpan dalam angin digin dengan penambahan
garam (lebih tahan)
PH
Pada umumnya akantetap stabil pada pH 5.0-9.0
Virus-virus tertentu misalnya Enterovirus resisten asam. Semua virus hancur
pada basa.
Radiasi
Di bawah perlakuan sinar UV dan sinar X : virus non aktif
Deterjen
Deterjen nonionik P40 nonidat dan Triton K 100 dapat melarutkan unsur lemak
pada selubung virus. Sodium dodesil sulfat: melarutkan selubung dan memecah
kapsid
Formaldehid
Bereaksi denganasam nukleat virus sehingga kemampuan infeksi menurun. Pada
genom ganda lebih sulit dinonaktifkan dengan formaldehid.
Antibiotik dan antibakteri lain.
Tidak berefek terhadap virus, demikian pula alkohol, formalin, yodium organik.
Klor berperan menginaktifkan virus, tetapi dosis yang diperlukan lebih tinggi
daripada dosis untuk bakteri.
BAB II
KLASIFIKASI VIRUS
Dasar-dasar klasifikasi:
1. Jenis asam nukleat : RNA atau DNA
Beruntai tunggal, atau ganda, bersegmen atau tidak, cara replikasi.
2. Ukuran dan morfologi, jenis simetri, jumlah kapsomer, ada atau tidaknya
selubung.
3. Ketahanan terhadap pengaruh fisik dan kemik, terutama eter
4. Adanya ensim khusus
- polimerase DNA/RNA yang berhubungan dengan replikasi genom
- Neuramidase, berhubungan dengan pelepasan partikel virus tertentu
(influenza) dari sel hospes
5. Sifat imunologik
6. Metode penularan
7. Jenis hospes, jaringan
8. Patologi: Pembentukan badan inklusi
9. Simtomatologi
Klasifikasi berdasar Simtomatologi
Klasifikasi virus pada mulanya didasarkan pada penyakit yang ditimbulkan, hal
ini memudahkan bagi klinisi. Namun banyak ahli biologi tidak setuju dengan
klasifikasi tersebut karena sering terjadi virus yang sama dapat menyebankan
penyakit yang berbeda atau sebaliknya penyakit yang sama disebabkan oleh
virus yang berbeda.
A. Penyakit Sistemik : penyakit menyebar ke seluruh tubuh melalui aliran
darah, dan berpengaruh pada berbagai organ. Contoh : Vaksinia, campak,
rubella, cacar air, demam kuning, dengue, enterevirus, dll.
B. Penyakit Primer : Virus dapat mencapai organ tertentu memalui aliran darah,
saraf perifer, atau jalur lain dan predileksi di organ tertentu.
1. Penyakit saluran nafas
Influenza, parainfluenza, pneumonia viral, bronkiolitis, faringitis
adenovirus, salesma.
2. Penyakit mata
Konyungtivitis adenovirus, keratokonyungtivitis, herpes dan konyungtiva
hemoragik epidemik.
3. Penyakit kulit atau mukosa
Herpes simpleks tipe 1 (oral) dan tipe 2 (genital), moluskum
kontagiosum, kutil herpangina, herpes zoster, dll.
4. Penyakit susunan saraf
Poliomielitis, meningitis aseptik (polio, koksaki, ekovirus), rabies,
ensefalitis yang ditularkan artropoda, herpes simpleks, meningo-
ensefalitis, gondong, campak, vaksinia, infeksi virus lambat, dll.
5. Penyakit kelenjar ludah
Gondong dan sitomegalovirus
6. Penyakit saluran pencernaan
Rotavirus, virus Norwalk, adenovirus enterik, dll
7. Penyakit hati
Hepatitis A (H. Infeksiosa), tipeB (hepatitis serum), tipe C, demam
kuning, entero virus, herpes virus, virus rubella, dll.
8. Penyakit lewat hubungan seks
Virus moluskum kontagiosum, herpes simpleks tipe 2, hepatitis B,
papiliomavirus, retrovirus: AIDS
Klasifikasi berdasar atas sifat biologi, kimia, fisika :
VIRUS DNA
1. Parvovirus
Sangat kecil, ukuran 20 nm, terdiri atas 32 kapsomer, tidak terselubung.
Parvovirus bereplikasi hanya pada sel yang membelah. Infeksi virus ini
hanya pada manusia.
2. Papovavirus
Kecil, 45-53 nm, tahan panas, resisten eter. DNA: untai ganda. Simetri
Kubik dengan 72 kapsomer. Pada manusia papiloma (kutil), pada
penderita leukoensefalopati multivokal progresif, pada urin penderita
cankok ginjal.
1. Adenovirus
70-90 nm, simetri kubik dengan 252 kapsomer, tidak
berselubung, DNA: untai ganda. Terdapat 41 jenis yang
menginfeksi manusia: mukosa, limfoid, ada yang dapat
menginduksi tumor. Beberapa adenovirus manusia : berkaitan
dengan pernapasan akut, faringitis, konyungtivitis, gastroenteritis.
2. Herpes virus
Diameter nukleokapsid : 100 nm.
DNA : Untai ganda, simetri kubik, 162 kapsomer, selubung
berlemak, diameter 150-200 nm. Terdiri dari atas Herpes
simpleks 1 dan 2, Varicella zoster, Sitomegalovirus. Virus
Epstein Barr (mononukleosis infeksiosa)-----neoplasma pada
manusia. Herpes virus 6 dan 7 (limfotropik T)
3. Poxvirus
Viris berukuran besar, DNA untai ganda (230-400). Berselubung
mengandung lemak, mengandung polimerase RNA yang
tergantung DNA. Menyebabkan lesi kulit. Sebagian patogen pada
manusia : cacar vaksinia, moluskum kontagiosum.
4. Hepadna virus
Kecil, 42 nm, DNA sebagian beruntai ganda, berselubung lemak.
Salah satu anggota virus ini aadlah Hepatitis akut dan kronik,
infeksi menetap beresiko menyebabkan kanker hati.
VIRUS RNA
1. Picornavirus
Kecil 20-30 nm, resisten eter, RNA untai tunggal, simetri kubuk. Infeksi
pada manusia : rhinovirus (lebih dari 100 serotipe, menyebabkan
salesma)dan enterovirus (polio koksakie, ekovirus). Rhinovirus: tidak
tahan asam, enterovirus: tahan asam.
2. Kalisivirus
Mirip pikornavirus (35-39 nm), genom untai tungga RNA positif sense
Patogen manusia: Norwalk, penyebab gastroenteritik akut epidemik,
virus lain: menginfeksi kucing & primata singa laut.
3. Reovirus
Sedang (60-88 nm), resisten eter, RNA untai ganda bersegmen, simetri
kubik. Rotavirus, demam colorado.
4. Arbovirus
Diameter lebih dari 350 nm. Memiliki siklus hidup kompleks, Artropoda
sebagai vektor, dengan cara gigitan virus ditularkan pada hospes
(mamalia, manusia, burung, ular). Contoh: dengue, demam kuning,
ensefalitis. Meliputi: Toga, Flavi, Bunya, Rhabdo, Arena. Reovirus.
5. Togavirus
Patogen Manusia: RUBELA. Berselubung lemak, peka eter. Memiliki
geom beruntai tunggal, 50-70 nm.
6. Flavivirus
Berselubung virion mature dalam E.R Diameter 45-50 nm, termasuk:
virus demam kuning. Untai tunggal, sebagian besar angotanya ditularkan
melalui artropoda (virus hepatitis C-belum diketahui vektornya).
7. Areanvirus
Berselubung, genom: RNA, beruntai tungga. Ukuran 50-300 nm. Dapat
ditemukan didaerah tropis Amerika, penyebab demam lassa Afrika.
Arenavirus patogen pada manusia dan hewan mengerat.
8. Rhabdovirus
Virion berselubung, 75-180 nm seperti peluru. Memiliki selubung
berduri, RNA beruntai tungga, patrikel dibentuk melaui pertunasan dari
selaput sel. Contoh: virus Rabies.
9. Retrovirus
Berselubung, diameter 90-120 nm. Virion mengandung ensim DNA-
transkriptase Virus bereplikasi dari salinan DNA-provirus. Contoh virus
penyebab sindroma immunodefisiensi (AIDS).
10. Bunyavirus
Partikel sferik, 90-100 nm. Terselubung didapat dengan pertunasan/
budding Apparatus golgi. Hospesnya merupakan penyebab: Demam
hemoragik, neuropati, sindroma paru yang berat. Contoh: Hantavirus:
pada hewan mengerat, sebagian ditularkan lewat Artropoda.
11. Orthomiksovirus
Ukuran sedang, berselubung mengandung genom RNA bersegmen, untai
tunggal, simetri heliks. Bagian permukaan mempunyai tonjolan yang
beraktivitas hemaglutinim atau neuromidase. Contoh : virus influenza:
bersegmen memberi peluang penyusunan ulang materi genetik secara
cepat. Bila 2 macam virus menginfeksi sel yang sama, maka variasi
alami akan tinggi.
12. Paramiksovirus
Mirip Orthomiksovirus, hanya ukurannya lebih besar 150-300 nm. Gena
beruntai tunggan tidak bersegmen contoh : virus Gondong, Campak,
parainfluenza, V. sinsial pernafasan. Virus ini secara genetik stabil.
13. Coronavirus
Berselubung, 80-160 nm, mengandung RNA beruntai tunggal.
Mempunyai tonjolan seperti daun bunga. Dapat diisolasi dari salesma.
Contoh : Torovirus, penygastroenteritis.
14. Deltavirus
Hepatitis delta virus (HDV) merupakansatu-satunya anggotanya
merupakan virus berselubung dengan nukleokapsid heliks. Genom RNA
tunggal, polaritas negatif. Merupakan virus cacat karena hanya
bereplikasi bila terdapat Hepatitis B (HBV) pada sel yang sama. HBV
diperlukan karena mengkode antigen permukaan Hepatitis B yang
berperan sebagai protein selubung HDV. Genom RNA HDV hanya
mengkode satu protein yang merupakan bagian internal core disebut
antigen delta.
AGEN SEPERTI VIRUS (Atipik)
1. Viroid
Molekul tungga, RNA sirkuler tanpa selubung, ada homologi diantara
basa pada viroid RNA. Sifat RNA: kecil (BM 1 x 105), tampaknya tidak
mengkode satu protein. Mekanisme replikasi belum jelas. Menyebabkan
penyakit tanaman, tidak berimplikasi pada kesehatan manusia.
2. Virus cacat (defective virus)
Terdiri dari asam nukleat dan protein, tetapi tidak bereplikasi tanpa virus
’helper’ (ada fungsi yang hilang). Terjadinya kecacatan: karena mutasi
atau delesi materi genetik selama pertumbuhan kebanyakan virus
manusia lebih banyak diproduksi virus cacat dari pada virus infectif,
rasio 100;1
Berhubung partikel defectif dapat menginterferensi pada proses
pertumbuhan partikel virus infektif, maka terdapat hipotesa: virus cacat
membantu penyembuhan suatu proses infeksi dengan menghambat atau
membatasi pertumbuhan partikel infektif.
3. Pseudovirion
Terdiri atas DNA sel hospes menggantikan DNA viral di dalam kapsid.
Terbentuk selama proses infeksi virus tertentu ketika DNA hospes
terfragmentasi dan kemudian potongannya menyatu dengan protein
kapsid. Pseodovirus dapat menginfeksi sel, tetapi tidak bereplikasi.
4. Prion
Partikel terdiri atas protein saja, tidak terdeteksi adanya asam nukleat.
Berkaitan dengan slow disease: Cretzfield Jacobs, Kuru (di New
Guinea), Scrapie (pada biri-biri). Agen ini tidak mengandung RNA/
DNA hanya terdapat filamen-filamen (pada mikroskop elektron), sehinga
tidak dianggap virus ataupun bakteri. Resisten terhadap: UV, panas,
formalin, nuklease, Inaktif pada: otoklaf, hipoklorit dan NAOH
Prion terdiri atas molekil glikoprotein tungga, BM 27.000-30.000 dikode
oleh gena seluler tungga (pada Scrapie).
Jumlah gen sel terinfeksi = Jumlah gen sel yang tidak terinfeksi
Jumlah mRNA sel terinfeksi = Jumlah mRNA sel yang tidak terinfeksi
Protein prion pada sel normal; sensitif protease
Protein prion pada sel terinfeksi : resisten protease
Karena protein prion berhubungan dengan membran sel, diduga
patogenitasnya berkaitan dengan perubahan fungsi membran sel.
Terdapat vacoalisasi (spongiform) pada sel yang terinfeksi.
Terdapat beberapa hipotesa: Protein prion merupakan produk guna
seluler normal. Hal ini dikemukakan karena pada infeksi yang timbul:
tidak terbentuk respon imun (toleran?), tidak terdapat proses inflamasi
pada jaringan otak yang terinfeksi.
Protein prion pada jaringan otak yang terinfeksi membentuk partikel
bebentuk batang. Secara morfologi dan histokimia mirip amiloid yakni
substansi yang biasa ditemukan pada jaringan otak pada individu dengan
penyakit SSP.
Bab III
PROSES INFEKSI DAN PERTUMBUHAN VIRAL
Tahap-tahap pertumbuhan virus
1. Penempelan dan penetrasi virion parental
2. Pelepasan selubung vital
3. Sintesa mRNA awal
4. Sintesa protein awal
5. Replikasi genom
6. Sistesa m RNA akhr
7. Sisntesa protein akhir
8. Pengemasan progeni virion
9. Virion lepas dari sel
Siklus pertumbuhan virus oleh beberapa ahli dibagi dalam 3 tahap:
- Tahap awal : penempelan, penertrasi, pelepasan selubung
- Tahap tengah : ekspresi gena dan replikasi gena
- Tahap akhir : pengemasan/ assembling dan pelepasan virion
1. Pengenalan sel targer sebagai hospes
Semua virus mempunyai protein luar yang merupakan ‘receptor’ binding
site’ yang dapat berikatan dengan reseptor protein spesifik pada
permukaan sel hospes. Ikatan keduanya bersifat lemah dan merupakan
ikatan nonkovalen. Spesifitas ikatan antara reseptor permukaan viral dan
reseptor poermukaan sel hospes menentukan kisaran hospes (hospes
range) yang dapat diinfeksi virus. Kebanyakan virus memiliki kisaran
hospes sempit, tetapi ada pula y6ang memiliki kisaran hospes yang luas.
AIDS, HIV-1 mengenal dan berkaitan dengan reseptor pada lomfosit
tertentu kemudian menyerang dan terjadilah infeksi. Virus poliomielitis
hanya berkaitan hanya berkaitan dengan reseptor sel manusia dan
primata dan tidak menginfeksi sel dari spesies lain.
Virus rabies dapat menginfeksi semua sel mamalia. Spesifitas organ yang
diinfeksi ditentukan pula oleh kemampuan interkasi antara virus dengan
reseptor jaringan.
Reseptor sel yakni berupa protein permukaan sel berperan banyak hal:
Herpes simpleks tipe 1. menempel pada reseptor faktor tumbuh fibroblast
Virus rabies menempel pada reseptor asetikholin
Virus AIDS menempel pada protein CD4 limfosit T helper.
2. Penempelan dan penetrasi virion parental
Setelah menempel pada sel hospes, virus akan berpenetrasi pada
membran plasma kemudian itu melepas genom, masuk lingkungan
seluler untuk bereplikasi. Terdapat 3 cara masuknya virus ke dalam sel
hospes:
1. Fusi : Selubung viral menempel pada membran plasma eksterna,
kemudian melepas asam nukleat virus.
2. Viropeksis atau pinositosis: internalisasi seluruh virion
Di sini terjadi fusi membran vakuola internal, kemudian asam
nukleat virus diepas.
3. Virus tanpa membran akan langsung masuk plasma eksterna pH
rendah dalam vesikula akan mendukung pelepasan selubung luar
virus. Robeknya membran vesikula akan membenamkan inti/ core
virion ke dalam sitoplasma sel hospes.
Contoh: prose penetrasi virus ke dalam sel hospes dapat diamati
pada bakteriofaga (virus bakteri): bakteriofaga yang menginfeksi
E.coli memiliki cara penetrasi yang unik.
- Bakteriofaga menempelkan beberapa serabut ekornya pada permukaan
sel hospes (E.coli).
- Dengan menggunakan lizozim di ekor bakteriofaga, meliliskan dinding
sel bakteri. Pada titik yang lisis tersebut, kemudian selubung ekor
bakteriofaga berkontraksi menusukkan ujung core masuk sel bakteri.
- DNA bakteriofaga masuk sel bakteri
- Protein kapsid tetap berada di luar sel bakteri.
Replikasi Genom dan Ekspresi Gena
Tahap pertama dari ekspresi gena viral adalah sintesis mRNA. Tahap
selanjutnya berbeda jalurnya tergantung pada sifat asam nukleat yang dimiliki
setiap virus. Virus DNA, bereplikasi di nukleus dan menggunakan ensim
polimerase RNA miliki sel hospes (ensim ini tergantung DNA) untuk
mensintesis m-RNA viral).
Poxvirus bereplikasi di ditoplasma, virus tidak memiliki akses pada
polimerase sel hospes. Namun virus ini membawa sendiri ensim polimerse di
dalam patrikel virus. Genom semua virus DNA mengandung untai ganda,
kecuali parvovirus yang hanya memiliki genom DNA untai ganda.
Virus RNA, biasanya bereplikasi di ditoplasma, kecuali virus influenza.
Virus ini melakukan replikasi utama di nukleus untuk mensintesa progeni virus
RNA, tetapi untuk penyempurnaan replikanya dilakukan di sitoplasma.
Virus RNA dibagi 4 golongan, berdasar cara sintesis m-RNA:
1. Cara sintesis sederhana, contohnya pada poliovirus yang memiliki RNA
untai tunggal bersifat polaritas positif sebagai materi genetiknya. Virus
ini menggunakan genom RNA langsung sebagai m-RNA.
2. Virus memiliki RNA untai tunggal dengan polaritas negatif sebagai
materi genetiknya. Untuk mendapatkan m-RNA, dilakukan transkripsi
RNA negatif sebagai sentakan/ template. Karena sel hospes tidak
memiliki polimerase RNA dengan polaritas negatif yang memiliki satu
potong RNA, contohnya virus cmpak (termasuk dalam parayxvirus) atau
rabies (merupakan rhabdovirus) dan yang memiliki banyak potongan
RNA, contohnya virus influenza (myxovirus).
3. Virus memiliki RNAA untai ganda sebagai materi genetika. Karena sel
hospes tidak memiliki ensim yang mampu mentraskrip RNA ini menjadi
m-RNA, virus membawa ensim polimerase sendiri. Contoh: Reovirus
yang memiliki 10 segmen dari RNA untai tunggal.
4. Virus memiliki RNA untai tunggal yang bersifat polaris positif yang
dapat di transkripsi menjadi DNA untai ganda dengan bantuan
polimerase DNA (RNA-dependent) atau disebut reverse transkriptase.
Kopi DNA kemudian ditranskripsi menjadi mRNA dengan bantuan
polimerase RNA miliki sel hospes.
Pelepasan Virion dari sel hospes
Setelah mature, protein-protein viral ditransport, pertunasan (budding)
diinsertasikan pada membran plasma eksterna sel hospes. Virus yang dilepas
dapat mencapai 10.000 persel/per 6 jam.
Pada stadium prebudding, virus dapat diserang oleh immune
surveillance. Untuk mengatasi keadaan tersebut virus menghindari dengan
beberapa strategi antara lain : virus tidak muncul ke permukaan sel tetapi
menyebar lewat connecting pores (antara sel yang berdekatan) atau dengan fusi
membran.
Beberapa virus (polivirus) diassembling lengkap pada sitoplasma hospes
dan dilepas setelah sel hospes tersebut lisis.
BAB IV
INTERAKSI ANTARA VIRUS DAN HOSPES
Penyakit akibat infeksi virus dapat dipandang dari 2 sisi, yakni :
terjadinya perubahan yang terjadi didalam sel yang terinfeksi virus, dan proses
yang terjadi pada pasien terinfeksi.
Perubahan pada sel yang terinfeksi
Terdapat 4 macam akibat yang ditimbulkan karena infeksi dalam sel :
a. Kematian sel.
b. Fusi sel-sel membentuk sel berinti banyak (multinucleated cells).
c. Trasformasi malignant
d. Tidak tampak adanya perubahan morfologi dan fugsi.
Kematian sel diduga karena terdapat hambatan sintesis makromolekul.
Hambatan terhadap sintesis protein biasanya terjadi pada awal dan merupakan
efek utama / primer hambatan terhadap sintesis protein seluler terhambat tetapi
sintesis protein viral tetap berjalan. Dasar molekul selektivitas ini belum
diketahui secara pasti.
Sel terinfeksi sering mengandung ”inclusion bodies”, merupakan area
yang mengandung protein viral atau partikel virus. Daerah ini memiliki lokasi
karakteristik intranuklear atau intrasitoplasmik, dan tampaknya tergantung pada
jenis virus. Contohnya ”inclusion bodies” yang dapat membantu diagnosis
adalah negri bodies, yang eosinofil, sitoplasmik ditemukan pada neuron otak
terinfeksi virus rabies. Dengan menggunakan mikroskop elektron inclusion
bodies im dapat membantu diagnosis, jika partikel virus yang memiliki
karakteristik morfologik dapat diamati.
Fusi sel-sel terinfeksi virus Bering menghasilkan sel raksasa berinti
banyak (multinucleated giant cells), merupakan karakteristik yang terjadi setelah
sel terinfeksi oleh virus herpes dan paramyxovirus. Fusi terjadi sebagai akibat
dari perubahan membran sel yang diduga diakibatkan oleh penyelipan / insersi
protein viral pada membran. Diagnosis klinik kulit yang terinfeksi herpesvirus
dapat dibantu dengan ditemukannya sel raksasa berinti banyak dengan inklusi
intranuklear eosinofil pada kerokan kulit.
Tanda infeksi viralpadasel adalah 'cytophatic effect' (CPE). Merupakan
perubahan dari sel terinfeksi yang diawali dengan perubahan menjadi membulat
dan lebih gelap dan puncaknya sel akan lisis (desintegrasi) atau pembentukan sel
raksasa. Deteksi virus dari spesimen klinik biasanya didasarkan atas pengamatan
CPEpadakultur sel. CPE merupakan dasar pada uji plak ('plaque assay),
merupakan metode untuk menghitung jumlah virus pada sampel.
Infeksi virus tertentu akan menyebabkan transformasi malignant, dengan
ciri pertumbuhan tanpa henti, umur sel lebih panjang dan perubahan morfologik
seperti area fokal yang membulat.
Infeksi yang terjadi pada sel dapat tidak menimbulkan perubahan
morfologi dan fungsi utama sel, walaupun produksi virus tetap terjadi. Hal
tersebut dapat diartikan bahwa terjadi variasi luas pada interaksi antara sel
hospes dan virus, dengan kisaran berupa kerusakan cepat pada sel sampai
hubungan simbiotik. Sel tetap hidup dan bermultiplikasi sementara virus
bereplikasi didalam sel tersebut.
Patogenesis penyakit pada tubuh pasien yang terinfeksi
Patogenesispadapasien terinfeksi meliputi :
1. Penularan virus dan cara masuk kedalam tubuh hospes
2. Replikasi virus dan kerusakan sel
3. Penyebaran virus ke sel dan organ lainnya
4. Respon imun hospes
5. Virus menetap
Penularan
Virus ditularkan pada individu melalui berbagai jalur. Contohnya
penularan dari orang ke orang terjadi dari sekresi respiratorik, saliva, darah, atau
semen dan lewat kontaminasi fekal pada makanan dan minuman. Penularan
dapat pula terjadi antara ibu dan janin dalam utero melalui placenta, pada saat
dilahirkan, atau pada saat menyusui. Penularan dari hewan ke manusia dapat
dengan cara gigitan dari sumber infeksi seperti pada rabies atau secara tidak
langsung oleh vektor insekta. Dapat pula terjadi aktivasi infeksi laten. Hal ini
terjadi pada virus yang tidak bereplikasi menjadi bentuk aktif, replikasi dapat
terjadi didalam tubuh individu tanpa ads penularan dari sumber eksternal.
Portal of entry dan menyebar
Infeksi viral dapt terlokaliser pada pintu masuk (portal of entry) atau
menyebar secara sistemik didalam tubuh. Contoh: demam merupakan infeksi
lokal yang hanya melibatkan traktus respirasi atas. Sedangkan infeksi sistemik
viral contohnya pliomyelitis, setelah virus polio tertelan, akan menginfeksi usus
halus kemudian menyebar ke nodus limfatikus mesenterikus, bermultiplikasi
kembali. Jika terbawa aliran darah akan menjalar ke sistem syaraf pusat, disini
kan menyebabkan kerusakan pada horn cells anterior yang mengakibatkan
paralisis. Selama terjadi viremia IgG dalam sirkulasi yang di induksi oleh vaksin
polio akan menghalangi virus untuk menginfeksi sistem syaraf pusat. Replikasi
viral di traktus gastrointestinal menyebabkan dapat ditemukannya virus didalam
feses.
Patogenesis dari aspek molekuler dapat ditunjukkan pada infeksi
reovirus, pada tikus, percobaan. Virus ini memiliki 3 macam protein kapsid,
setiap macam protein memiliki ftingsi yang berbeda. Satu protein berikatan
dengan reseptor pada permukaan sel diduga menentukan 'tissue tropism'. Protein
kedua menghambat RNA seluler dan sintesis protein, berakibat matinya sel.
Protein ketiga berperan pada proses awal infeksi viral.
Imunopatogenisitas
Kebanyakan gejala penyakit viral yang timbul merupakan akibat dari
kematian sel karena hambatan sintesis makromolekul. Namun terdapat beberapa
penyakit yang ditimbulkan dari kematian sel sebagai akibat adanya serangan
imunologik ('immunologic attack') dalam patogenesis penyakit tersebut.
Pada percobaan dengan mencit pada LCM (lymphocytic
choriomenngitis). Jika virus LCM diinokulasikan pada otak mencit dewasa,
terjadi replikasi virus dan kemudian timbul kematian. Namun bila virus LCM
diberikan pada mencit dengan sistem imun tertekan (immunosuppresed), hewan
tetap sehat, sementara virus tetap bereplikasi. Jika kemudian limfosit imun
diinokulasikan pada infeksi ini, tikus sehat akan mati. Diduga kematian
disebabkan karena immune attack oleh sel T-sitotoksik terhadap antigen baru
viral pada membran sel, bukan karena hambatan fungsi sel oleh viral.
Contoh lain patogenesis yang disebabkan respon sistem imun adalah
pada peristiwa pembentukan kompleks virus-antibodi-komplemen yang
terdeposit pada berbagai jaringan. Ini terjadi pada infeksi virus hepatitis-B,
disini kompleks imun berperan dalam pembentukan hepatitis kronik dan artritis
yang karakteristik pada penyakit ini.
Virulensi
Strain virus berbeda dalam kemampuan menyebabkan sakit. Sebagai
contoh beberapa strain virus polio ada yang mengalami mutasi sehingga
kehilangan kemampuan menyebbkan polio pada inaividu imunokompeten
(anttenuated), strain ini kemudian digunakan untuk vaksin. Gena pengontrol
virulensi pada virus belum dapat dipastikan, dan proses virulensinya belum
diketahui secara pasti.
Pada awal 1990 banyak perhatian tertuju pada beberapa virus yang
mengkode reseptor terhadap berbagai mediator imunitas seperti interleukin-1
dan tumor necrosis factor. Ketika lepas dari sel yang terinfeksi virus, reseptor
tersebut mengikat mediator imunitas dan memblokir kemampuannya
berinteraksi dengan reseptor targetnya. Dengan adanya penurunan daya
pertahanan, virulensi virus akan meningkat. Beberapa virus (mis: HIV) akan
mengurangi ekspresi protein MHC klas I, dengan demikian akan menurunkan
kemampuan T-sitoksik membunuh sel terinfeksi virus.
Infeksi persisten
Pada kebanyakan infeksi viral, virus tidak akan tinggal di tubuh penderita
sampai pada periode tertentu setelah sembuh secara klinik. Namun pada keadaan
tertentu virus masih persisten untuk periode cukup panjang dapat dalam keadaan
intak atau komponen viral saja (mis: genom). Mekanisme yang terlibat dalam
persistensi viral antara lain :
1. Integrasi DNA provirus pada DNA hospes, seperti pada retrovirus.
2. Toleransi imunologik, karena antibodi netrahsasi tidak terbentuk.
3. Pembentukan Ikompleks antigen-antibodi, yang masih infeksius,
4. Lokasi yang tersembunyi secara imunologik, contoh otak
5. Variasi antigenik dalam waktu singkat
6. Menyebar dari 1 sel ke sel tanpa mengalami face ekstraseluler, sehingga
virus tidak terpapar antibodi
7. Imunosupresi, seperti pada AIDS
Terdapat 3 tipe infeksi persisten yang penting :
a. Infeksi karier-kronik : Beberapa pasien yang terinfeksi virus tertentu
memproduksi virus dalam jumlah banyak untuk waktu. panjang. Keadaan
ini dapat dlikuti dengan infeksi asimtomatik dapat pula mengalami penyakit
kronik. Contoh:karier hepatitis B.
b. Infeksi laten
c. Infeksi virus lambat: membutuhkan waktu panjang dari mulai infeksi
sampai penyakit onset, yang dapat terjadi beberapa tahun. Contohnya
panensefalitis skerosis subakut vans setelah beberaDa tahun infeksi virus
campak, leukoenselofati multifokal progresif (PML) disebabkan salah satu
papopavirus, Creutzfeldt – Jakob dan kuru karena prion.
Pertahanan tubuh hospes terhadap infeksi virus
a. Pertahanan non spesifik
1. Interferon :
Interferon adalah glikoprotein heterogen yang diproduksi oleh manusia
dan sel hewan setelah mengalami infeksi viral atau setelah terinduksi
oleh induktor tertentu. Substansi ini menghambat pertumbuhan virus
dengan memblokir translasi protein viral. Interferon dibagi dalam 3 grup
sesuai asal sel pembentuk yakni fibroblast, lekosit dan limfosit, juga
disebut sebagai alpha, gams, dan beta. Interferon alpha dan beta
diinduksi oleh virus.
Induksi interferon alfa dan beta :
Induktor kuat untuk interferon ini adalah virus dan RNA untai ganda
Interferon menghambat replikasi intraseluler pada berbagai macam virus
tetapi berefek sangat kecil terhadap metabolisms sel normal, jadi
menunjukkan adanya hambatan selektif. Aktifitas interferon adalah
menginduksi sintesis 3 protein yang menghambat translasi mRNA viral,
tanpa berpengaruh terhadap translasi mRNA seluler. Tiga protein
itersebut adalah
2.5-oligonukleotida sintetase yang mensintesa, adenin trinukleotida
{12,5-oligo(A)}
Endonuklease yang diaktivasi oleh 2,5-oligo (A) dan mendegradasi viral
tetapi tidak terhadap mRNA seluler
Proteinkinase yang memfosforilasi faktor initial sintesis protein(elF-2).
Interferon tidak berefek langsung terhadap partikel virus ekstraseluler.
Karena interferon diproduksi dalam beberapa jam pada tahap awal
replikasi virus, diduga interferon bekeria pada fase awal penyakit viral
untuk menghambat penyebaran virus. Sedangkan antibodi mulai muncul
dalam darah beberapa hari setelah infeksi. Interferon alfa telah digunakan
untuk terapi condiloma acuminate dan kronik aktif hepatitis C. Interferon
gams mengurangi kasus rekurensi infeksi pada penyakit granuloma
kronik. Interferon juga telah digunakan pada kanker sarcoma Kaposi.
2. Fagositosis: makrofag terutama yang terdapat pada SRE dan makrofag
alveolar dapat membatasi infeksi virus
3. Demam : Peningkatan temperatur tubuh berperan sebagai daya
pertahanan. Demam memiliki 2 daya :
Dengan meningkatnya panas tubuh dapat mengakibatkan partikel virus
inaktif, terutama virus berseluburng, yang lebih tidak tahan panas
dibanding virus tanpa selubung. Replikasi beberapa virus akan terhambat
pada temperatur yang meningkat.
4. Mekanisme pembersih mukosilier: Mekanisme ini melindungi hospes
dari infeksi viral di traktus respiratorius. Kerusakan mekanisme im
misalnya oleh rokok akan meningkatkan resiko infeksi di trakt.
Respiratori terutama influenza.
5. Faktor lain
b. Pertahanan spesifik
Imunitas aktif
Imunitas pasif (lihat Imunologi)
BAB VI
OBAT ANTI VIRAL
Obat antiviral berkembang sangat lambat dibanding dengan obat
antibakteri, sebab sangat sulit memperoleh obat dengan toksisitas selektif
melawan virus, mengingat bahwa replikasi viral terjadi dan melibatkan sel
terinfeksi. Disamping itu obat-obat antiviral pada umumnya kurang efektif
karma bebrapa siklus perkembangan virus terjadi selamam masa inkubasi
sedangkan pada saat itu kondisi pasien masih sehat, atau belum merasakan
gejala infeksi. Pada saat pasien telah mengenali gejala infeksi , virus telah
menyebar secara sistemik, terlambat untuk diatasi. Beberapa virus seperti herpes
virus menjadi latent didalam sel, tidak satupun antiviral dapat membasmi virus
tersebut. Obatobat antiviral yang berkembang saab biasanya ditujukan
untuk :Herpes Simplex Tipe 1; Herpes Simplex Tipe 2; Herpes
Encephalitis;Herpes Simplex Keratisis;Herpes Simplex Cutaneus;Herpes
Zoster:,Influenza Prophylaxis - A; AIDS.
Hambatan pada stadium awal
Amantidine (alpha -adamantanamine, Symemetrel) adalah gugusan trisiklik
yang digunakan mencegah infeksi influenza - A. Pada hambatan virus telanjang
(tanpa selubung) yakni absorpsi dan penetrasi terjadi secara normal, tetapi
transkripasi oleh polimerase RNA virion tidak terjadi. Obat ini hanya
menghambat influenza-A, tidak berpengaruh influenza-13 dan influenza-C.
Rimantidin juga merupakan obat dengan aktifitas sama, dengan efek samping
sedikit.
PENGHAMBAT SINTESIS ASAM NUKLEAT VIRAL
Penghambat Virus Herpes.
a.acyclovir (acycloguanosine, Zovirax) adalah analog nukleosid dengan atom C-
3 menggantikan gula ribose. Acyclovir aktif terhadap herpes simpleks tipe 1 dan
2 serta varicella-zoster. Relatif non toksik, karena hanya berikatan pada sel
terinfeksi virus. Hal ini disebabkan karena timidin kinase yang disandi oleh viral
yang memfosforilasi acyclovir lebih efektif daripada timidin kianse seluler.
Hanya virus herpes simpleks dan varicella -zoster yang mengkode kinase yang
memfosforilase obat ini . Tiadak aktif terhadap cytomegalovirus. Obat akan
difosforilase menjadi acyclovir monofosfat oleh timidin kinase, kinase selluler
akan mensintesis acyclovir trifosfat, dan subsatnasi ini menghambat polimerase
DNA viral secara lebih efektif dibanding hambatannya terhadap polimerase
DNA seluler.
Per Oral, Acyclovir Side Effect : mual, muntah dan sakit kepala
Terbaik untuk Herpes Labialis
Dosis Tinggi IV → Herpes Enchephalitis
b. Ganciclovir (dihydropropoxymethylguanine) merupakan analog guanosin
dengan carbon 4 diganti dengan gula ribose. Strukturnya sma dengan acyclovir
namun lebih aktif melawan cytomegalovirus diabnding acyclovir. Efektif bagi
pengobatan retinitis karena CMV pada pasien AIDS dan dapat digunakan pada
infeksi sitemik oleh virus tersebut.
c.Vidarabin (Adenin Arabinosida atau ara-A) merupakan analog dengan
arabinose menggantikan ribose pada saat masuk kedalam sel obat akan
difosforilasi oleh kinase seluler menjadi trifosfat, yang lebih menghambat
polimerase DNA yang disandi oleh
virus dinbanding plimerase DNA milik sel hospes. Vidarabin efektif untuk
herpes simpleks tipe 1 seperti ensefalitis dan keratitis tetapi lebih toksik
dibanding acyclovir. Vidarabin dengan kombinasi Interveron sexing digunakan
untuk pengobatan Hepatitis B kronis
d.ldoxuridin (lododeoxyuridine, IDU, IUDR) Analog Tmidin
Berupa tetes mats dan salep digunakan untuk Herpes simpleks keratitis, Herpes
simpleks labialis. Analog nukleoside dimana atom iodin menggantikan gugus
metil dari timidin. Obat ini difosforilasi menjadi trifosfat oleh kinase seluler dan
digandengkan dengan DNA. Karena IDU memililki frekuensi tinggi berikatan
dengan guanin menyebabkan teriadi formasi salah pada progeni DNA dan m-
RNA. Walupun demikian IDU dapat bergandengan dengan DNA sel normal
disamping dapat bergandeng dengan DNA virqal sehingga bile digunakan secara
sistemik sangat toksik. Secara klinik hanya digunakan untuk obat topikal bagi
pengbbatan konyungtivitis herpes simpleks.
e. Triflourothymidine adalah analog nukleoside diamna gugus metil dari
timidin mengandung 3 flourine menggantikan atom 3 hidrogen. Mekanisme
kerjanya same dengan IDU. seperti IDU obat ini toksik untuk sistemik namun
dapat diguankan untuk pengobatan secara topikal bagi keratokonyungtivitis
herpes simpleks.
f. Fosearnet (trisodium phosphonoformate, Foscavir) Obat ini analog pirofosfat
yang mampu menghambat polimerase DNA bagi semua virus herpes, teruatma
HSV dan CMV. Tidak memerlukan aktivasi oleh timidin kinase. Foscarnet juga
menghambat reverse transkriptase dari HIV.
PENGHAMBAT RETROVIRUS
a. Azidothymidine (zidovudine, retrovir,AZT) merupakan analog nukleoside
menyebabkan hambatan selama sintesis DNA, gugus asido menggantikan gugus
hidroksil pada ribose. Terutama efektif terhadap sintesis DNA oleh reverse
transkriptase pada HIV dan menghambat pertumbuhan virus pada kultur sel
merupakan obat pilihan bagi pasien AIDS.
b. Dideoxynosine (didanosin, Videx,ddl) analog nukleosid menyebabkan
perubahan ikatan selama sintesis DNA, dengan hilangnya gugus hidroksil pada
ribose. Pada pengobatan ddl akan dimetaboliser menjadi gugus ddATP yang
merupakan komponen aktif Efektif terhadap sintesis DNA melalui reverse
transkriptase dari HIV. Digunakan pada pasien yang tidak toleran atau resisten
terhadap pengobatan AZT.
c. Dideoxycytidine (zalcitabliie, HividC)
Pada penggunaan obat ini ddC dimetaboliser menjadi ddCTP yang merupakan
komponen aktif. Komponen ini efektif pada sintesis DNA melalui reverse
transkriptase pada HIV dan digunakan pada pasien yang tidak toleran atau
resisten terhadap pengobatan AZT.
PENGHAMBAT VIRUS LAIN
Ribavirin (Virazole) analog nukleosid dimana triasol-karboksamid ditambahkan
pada presursor punnaminotmidasol-karboksamid. Obat ini menghambat sintesis
guanin yang esensial baik pada RNA atau DNA virus. Aerosol ribavirin secara
klinik digunakan untuk pengobatan pneumonitis yang disebabkan oleh virus
sinsisial respiratorik pada bayi dan untuk pengobatan infeksi oleh influensa -B.
PENGHAMBAT SINTESIS PROTEIN VIRAL
a. Interferon Rekombinan interferon efektif pada, pengobatan dengan infeksi
Hepatitis-B kronik dan Hepatitis C. Juga dapat menyebabkan regresi pada, lesi
kondiloma sakuminata.
b. Methisazone (N-methylisatin-beta-thiosemicarbazone) secara spesifik
menghambat sintesis protein Poxvirus seperti smallpox dan virus vaksinia
dengan memblokir translasi m-RNA. Obat ini dapat digunakan untuk
mengurangi efek samping vaksinasi smallpox seperti disseminated vaccinia.
LATIHAN
1. Mengapa obat antiviral lebih sedikit dibanding obat antibiotika?
2. Bagaimana dasar selektifitas pada, acyclovir?
3. Sebutkan mekanisme kerja dan spektrum aktivitas obat : gancyclovir,
amantidine dan Retrovir.
BAB.VI
PEMERIKSAAN LABORATORIK VIRAL
Terdapat 3 pendekatan diagnosis penyakit viral dengan menggunakan
spesimen klinik, yakni identifikasi virus dalam kultur sel, identifikasi langsung
secara mikroskopik, dan metode serologik untuk mendeteksi tingginya titer
antibodi atau adanya IgM.
KULTUR SEL
Untuk menumbuhkan virus diperlukan kultur sel karena virus hanya
bereplikasi didalam sel hidup. Kebanyakan virus inaktif pada temperatur kamar,
untuk itu spesimen hares segera diinokulasi kedalam kultur. Transportasi segera
mungkin atau dapat disimpan dalam temperatur 4C. Virus yang ditumbuhkan
dalam biakan sel wring menimbulkan 'cytophatic effecf (CPE) yang dapat
digunakan untuk diagnosis awal. Jika virus tidak menimbulkan CPE,
keberadaannya dapat dideteksi dengan:
1. Hemadsorpsi adalah penempelan eritrosit pada permukaan sel teninfeksi-
virus. Teknik ini hanya digunakan bagi virus-virus yang memiliki protein
hemaglutinin pada permukaan sefubung, seperti virus gondong,
parainfluenza dan influenza.
2. Adanya interferensi pembentukan CPE oleh virus kedua. Contohnya
adalah virus rubella tidak menimbulkan CPE, namun dapat dideteksi dengan
pembentukan CPE oleh virus enterik tertentu misalnya echovirus atau virus
coxachie.
3. Penurunan produksi asam. Penurunan produksi asam pada sel terinfeksi
atau sel yang coati. Hal ini dapat diamati dari perubahan warns dengan
menggunakan fenol merah pada medium kultur. Indikator akan tetap merah
(alkalis) pada set terinfeksi virus namun akan berubah menjadi kuning bila
terdapat metabolisms set normal sebagai tanda adanya produksi asam. Cara
ini dapat digunakan bagi deteksi enterovirus.
Identifikasi pertumbuhan virus didalam kultur set dapat dilakukan
dengan menggunakan antibodi yang telah diketahui melalui beberapa tes. Tes
yang biasa dilakukan adalah fiksasi komplemen, inhibisi hemagglutinasi,
netralisasi CPE. Prosedur lain seperti antibodi floresens, ELISA (enzyme linked
immunosorbent assay) dan immunoelectron microscopy dapat pula dilakukan.
Fiksasi komplemen
Jika antigen (virus yang tidak diketahui dalam larutan kultur) dan
antibodi yang telah diketahui ternyata homolog, maka komplemen akan terikat
pada kompleks antigenantibodi. Hal ini mengakibafkan tidak dapat melisiskan
sistem'Indikator, yang berisi set darah merah yang 'sensitized'.
Uji Inhibisi Hemaglutinasi
Jika virus dan antibodi homolog, virus akan memblokir penempelan pada
eritrosit dan tidak terjadi hemaglutinasi. Hanya virus yang menaglutinasi set
darah merah saja yang dapat diuji dengan cars ini.
Uji Netrlisasi
Bila virus dan antibodi adalah homolog, antibodi akan terikat pada
permukaan set dan memblokir jalan masuk kedalam set. Ini menetralkan
infektifitas virus karena mencegah replikasi viral, sehingga menghalangi
timbulnya CPE atau infeksi pada hewan
Antibodi floresens
Jika sel terinfeksi viral dan antibodi yang telah dilabel dengan flouresein
adalah homolog maka akan terbentuk warns hijau apel flouresens dibawah
mikroskop ultraviolet (UV).
ELISA
Pada awalnya antibodi akan menempel di permukaan plat berlubang. Jika
virus homolog maka akan menempel pula. Sampel dari antibodi yang telah
dilabel dengan ensim ditambahkan , jumlah ensim dapat dianalisa.
Immunoelectron microscopy
Jika antibodi homolog dengan virus maka agregat dari kompleks virus -
antibodi akan tampak dibawah mikroskop elektron.
IDENTIFIKASI MIKROSKOPIK
Pendekatan lain uantuk mendeteksi dan identifikasi virus adalah
pengamatan mikroskop terhadap spesimen klinik seperti biopsi atau lesi kulit.
Prosedur untuk pendekatan ini adalah :1. Dengan mikroskop cahaya untuk
mendeteksi badan inklusi atau sel raksasa berinti banyak. Misalnya Pengecatan
Tzank dapat menunjukkan adanya sel raksasa berinti banyak yang diinduksi
virus herpes pada lesi vesikuler kulit.2. Dengan mikroskop UV menggunakan
antibodi floresens terhadap virus pada sel tennfeksi.3. Mikroskop elektron untuk
mendeteksi partikel virus yang memilki ukuran dan morfologi karakteristik .
PROSEDUR SEROLOGIK
Pendekatan ketiga menggunakan pengamatan adanya peningkatantiter
antibodi terhadap virus untuk menentukan infeksi yang sedang terjadi. Sampel
serum harus dikoleksi segera setelah dicurigai etiologi viral (fase akut) dan
sampel berikutnya diambil setelah 10-14 hari kemudian (fase konvalesen).
Apabila titer fase konvalesen adalah 4 kali dibanding titer antibodi pada sampel
fase akut, maka pasien tersebut dapat dinyatakan sedang terinfeksi. Kenyataan
menunjukkan bahwa sampel tunggal tidak dapat memberikan petunjuk infeksi
yang terjadi telah berlalu atau sedang dalam proses. Titer antibodi dapat
dikonfirmasi dengan uji-uji lain seperti yang telah disebutkan diatas. Uji
immunologi harus dilakukan secara retrospektif
Pada infeksi viral tertentu adanya IgM dapat digunakan untuk
mendiagnosi infeksi yang sedang terjadi. Sebagai contoh adalah adanya IgM
terhadap antigen core menunjukkan adanya infeksi virus Hepatitis-B.
Uji serologik non spesifik dapat pula dilakukan , misalnya uji antibodi
heterofil (Monospot) untuk mendiagnosis mononukleosis.
Latihan
1. Bedakan antara, CPE dan hemadsorpsi pada diagnosis laboratorik viral.
2. Apa yang dimaksud ELISA?
3. Pada diagnosis serologik viral mengapa perlu dilakukan pemeriksaan 2 kali
dengan 2 sampel berurutan pada fase akut dan fase konvalesens?
Latihan :
1. Apa yang dimaksud dengan CPE pada penyakit viral?
2. Jelaskan tentang 'immune attack', apa kaitannya dengan gejala penyakit
akibat infeksi viral?
VIRUS TUMOR
Pendahuluan
Dari berbagai penelitian telah ditemukan kenyataan bahwa virus dapat
menyebabkan tumor jinak maupun malignan pada berbagai spesies hewan
seperti katak, ikan, Burung dan mamalia. Meskipun banyak virus tumor pada
hewan, namun hanya beberapa yang dapat dihubungkan dengan tumor manusia
dengan sedikit bukti-bukti yang mengarahkan bahwa virus merupakan agen
penyebab. Beberapa virus dapat dihubungkan secara epidemiologik dengan
tumor manusia. Virus tumor adalah suatu agen yang dapat menyebabkan tumor
bila menginfeksi hewan yang cocok.
Virus tumor tidak memilki karakteristik tertentu dalam hal bentuk,
ukuran ataupun komposisi kemik. Ada yang berukuran besar, kecil, berselubung
atau tanpa selubung. Demikian pula dalam hal materi genetik ada virus tumor
yang mengandung DNA ada yang mengandung RNA
Virus penyebab tumor dapat diklasifikasi dalam 2 kelompok utama
berdasar sifat-sifat fisik, kimiawi, dan biologik yang berbeda yakni virus yang
mengandung RNA sebagai bahan genetik dan virus yang mengandung DNA
sebagai bahan genetik.
Virus tumor banyak digunakan dalam penelitian mengenai kanker dengan
beberapa alasan. Alasan pertama merupakan produser tumor dengan sifat lebih
cepat, efisien dibanding efek radiasi atau agen kimia. Contohnya: beberapa virus
dapat menyebabkan tumor pada semua hewan yang peka dalam 1 sampai 2
minggu. Sedangkan dalam biakan sel dapat menghasilkan transformasi malignan
dalam waktu beberapa hari. Alasan lain adalah virus tersebut mengandung gena
yang berjumlah sedikit dibanding sel manusia, sehingga perannya sebagai
penyebab kanker dapat segera dianalisis diketahui. Saat ini genom berbagai
virus tumor sedang di Mon dan diurutkan. Jumlah gena dan fungsinya sedang
diteliti pula.
Transformasi seluler oleh virus
Proses karsinogenik merupakan proses bertahap yang menghasilkan
perubahan genetik dan mampu mengubah sel normal menjadi malignan. Untuk
terjadinya perubahan tersebut dibutuhkan waktu yang relatif panjang. Dari
beberapa penelitian dapat ditunjukkan bahwa virus tumor bekerja sebagai
kofaktor yang memerlukan beberapa tahapan untuk mengubah sel normal
menjadi sel malignan. Virus dapat menyebabkan timbulnya transformasi seluler
yakni perubahan tetap yang diwariskan, proses ini mengakibatkan sel hospes
dengan pertumbuhan yang tidak terkontrol Perubahan genetik akibat
transformasi virus pada sel hospes ini akan menyebabkan pula timbulnya
perubahan morfologik, metabolik ataupun antigenik. Keadaan demikian dapat
disebut transformasi malignansi.
Transformasi malignansi adalah proses perubahan sifat peftm- bub-an,
bentuk dan sifat-sifat lain suatu sel. Transformasi malignansi dapat diinduksi
oleh virus tidak hanya dalam tubuh hewan tetapi dapat pula pada biakan sel.
Didalam biakan terdapat berbagai perubahan ketika sel mengalami transformasi
malignansi. Sel yang mengalami malignansi akan berubah sifat karakteristik
bentuknya, membulat dan 'refractile'. Hal ini dapat diamati dibawah mikroskop.
Pembulatan sel akibat dari disagregasi filamen aktin dan kehilangan kemampuan
melekat pada permukaan tabung biakan. Diduga karena perubahan muatan
permukaan sel.
Perubahan yang terjadi pada sel hasil transfont.n.asi dapat digolongkan
sebagai berikut:
1. Perubahan poly pertumbuhan
- Sintesis DNA diinduksi. Bila sel yang sedang istirahat pada fase GI
diinfeksi virus tumor, sel tersebut akan menjadi fase S, mensitesis DNA
kemudian membelah dan tumbuh menjadi sel dengan densitas gang
tinggi
- laju pertumbuhan meningkat
- kebutuhan akan faktor pertumbuhan berkurang
- mempertinggi daya tumbuh pada medium semi solid
- kehilangan kontak inhibisi
2. Perubahan penrukaan sel
- transport nutrien sel meningkat
- sekresi proteasa-atau protein aktivator meningkat
- daya aglutinasi oleh lektin tanaman. Lektin adalah glikoprotein tumbuhan
yang dapat berikatan secara spesifik dengan gula tertentu pada
permukaan membran sel. Peningkatan aglutinasi oleh sel malignana
diduga karena penggabungan beberapa reseptor.
- terjadi perubahan komposisi glikoprotein dan glikolipid
- antigen tidak sama dengan pada sel normal. Antigen baru dapat berupa
protein yang dikode oleh viral atau protein selular yang mengalami
modifikasi, atau protein slular yang sebelumnya ditekan sekarang
disintesis. Beberapa antigen baru dipermukaan sel akan dimusnah-kan
oleh antibodi atau respon selular . Bahkan sel tumor akan dimatikan oleh
respon selular. Antigen-antigen baru dapat dikenali oleh imun survelan
tubuh.
3. Perubahan komponen intraseluler dan proses biokemik
- Laju metabolisms meningkat
- Aktivasi atau penekanan gene seluler karena virus DNA, mRNA dan
protein yang dikode oleh virus, Berta oleh perubahan sitoskeleton
sehingga mengakibatkan bentuk sel membulat-.
- Perubahan pada tingkat 'cyclic nucleotides'
- Pengurangan level cAMP(AMP siklik) pada sel malignan. Penambahan
cAMP dapat mennyebabkan sel malignan berubah sifat seperti semula
dengan sifat pertumbuhan seperti sel normal
- Sel malignan mensekresi lebih banyak aktivator plasminogen daripada
sel normal. Aktivator ini adalah protease yang mengubah plasminogen
mejadi plasmin, ensim ini melarutkan jendalan fibrin.
- Peningkatan glikolisis anaerob sehingga produksi asam laktat meningkat.
- Terdapat pengurangan glikoprotein yang beret molekulnya tinggi yakni
fibronektin. Efek kehilangan substansi mi belum diketahui
- Inti set dapat mengalami perubahan : misalnya berubah dalam hat jumlah
dan bentuk kromosom sebagai akibat dari delesi, insersi, duplikasi dan
translokasi.
4. Tumoriginitas
Terjadi produksi tumor bila set yang telah mengalami transformasi
diinjeksikan pada hewan uji yang sesuai terutama yang telah mengalami
imunodefisiensi. Beberpa set transformasi menunjukkan perubahan perilaku
pertumbuhan secara in vitro tetapi tidak ditransplantasi in vivo.
Interaksi virus tumor dengan sel hospes
Akibat dari infeksi virus tergantung dari jenis virus dan jenis set yang
diinfeksi. Beberapa virus tumor masuk kedalam set langsung menjalankan siklus
replikasi dan memproduksi virus progeni. Sedangkan virus lain mungkin akan
mengalami interupsi siklus replikasi atau ada yang mengalami lisogeni. Pada
keadaan demikian DNA proviral terintegrasi pada DNA selular dan ekspresi
gena proviral terjadi namun terbatas. Walaupun sebenarnya transformasi
malignan dapat terjadi tanpa ada produksi virus progeni. Kebanyakan virus
tumor melakukan transformasi dengan insersi DNA proviral dan menyebabkan
aktivasi onkogen selular.
Pada banyak kasus virus DNA tumor seperti papovavirus melakukan
transformasi terhadap sel namun tidak ter adi replikasi. Sel tersebut disebut
"nonpermissive" karena tidak mendukung replikasi viral. Sel-sel yang
mendukung replikasi viral disebut “permissive”, disini virus bereplikasi dan
biasanya sel terbunuh, tidak teiU'adi tumor. Khususnya bagi virus DNA, sel
'permissive' tidak mengalami transformasi, kecuali bila siklus replikasi virus
(biasanya menyebabkan kematian sel hospes) mengalami hambatan. Pada sel
'non permissive' kemungkinan akan mengalami transformasi. SV40 virus
bereplikasi pada monyet hijau Afrika dan menyebabkan efek sitopathik, tidak ter
adi tumor. Namur pada sel rodensia virus tidak bereplikasi, yang diekspresi
hanya gena awal, menyebabkan transformasi malignansi. Pada transformasi sel
yang donproduktif, DNA viral akan terintegrasi pada kromosom hospes dan
menetap, sampai t0adi pembelahan sel. Konsep yang mendasari virus tumor
RNA dan DNA bahwa hanya ekspresi gena viral, tidak tei adi replikasi genom
viral atau produksi viral progeni yang diperlukan bagi transformasi.
Transformasi malignan merupakan perubahan sifat yang permanen pada
perilaku sel. Penelitian terhadap mutant virus sarkoma Rous menunjukkan
bahwa mutant tersebut tidak mampu melakukan transformasi secara optimal,
bila temperatur ditingkatkan menjadi 39C. Ketika sel -sel ayam diinfeksi pada
temperatur 35°C, transformasi terjadi seperti harapan, tetapi saat temperatur
dinaikkan menjadi 39°C ternyata kembali ke morfologi dan sifat normal dalam
beberapa jam. Setelah beberapa hari atau minggu berikutnya, bila sel dipelihara
dengan temperatur 35°C, fenotip hasil transformasi muncul kembali. Diduga
diperlukan protein fungsional yang dikode oleh virus untuk mengatur tahapan
transformasi.
Pada virus SV40 yang merupakan virus DNA tumor, transformasi
malignansi terjadi setelah 'gena awal' dan' virus diekspresi. Gena ini diekspresi
dalam rangka mendukung replikasi bahan genetik viral. Gena awal mengkode
protein-protzain yang disebut antigen -T. Antigen-T yang besar menginduksi
transformasi dengan berpqran pada proses penggabungan DNA virus SV40
dengan titik awal sintesis DNA. Secara biokemik antigen-T besar adalah protein
kinase dan aktif sebagai ATP-ase. Hampir semua antigen-T berlokasi di nukleus
sel, tetapi beberapa, berada di membran sel. Pada lokasi tersebut dapat dideteksi
sebagai 'tumor specific transplantation antigen' (TSTA). Antigen ini
menginduksi respon imun terhadap transplantasi sel yang mengalami
transformasi viral. Tidak diperoleh banyak informasi mengenai antigen-T yang
kecil, namun terbukti bahwa bila antigen ini tidak disintesis, efetivitas
transformasi akan menurun. Pada sel yang terinfeksi virus polioma, antigen -T
sedang berperan sama dengan T-antigen besar SV40.
Pada sel terinfeksi virus RNA tumor, diperlukan gena yang memiliki
berbeda tergantung jenis retrovirus. Onkogene dan sarcoma Rous dan virus-
virus lain, mengkode protein kinase yang memfosforilasi tirosin.
Proses Onkogenesis
Terdapat 2 konsep utama terjadinya tumor oleh virus. Bahwa tumor
terjadi karena 'provirus' dan 'onkogen'. Pada konsep 'provirus' gena masuk sel
pada saat infeksi oleh virus tumor. Sedangkan pada konsep 'onkogen' gena
malignansi telah berada dalam tubuh secara alamiah atau pada awal
pembentukan sperms dan ovum. Onkogen ini mengkode protein yang berperan
pada pertumbuhan set, misalnya faktor pertumbuhan fibroblast. Pada konsep
'onkogen', karsinogen seperti bahan kimia, radiasi, dan virus tumor
mengaktifkan onkogen selular untuk memproduksi secara besar-besaran faktor
tumbuh. Hal ini akan memicu pertumbuhan set dan transformasi selular.
Keduanya baik 'provirus ataupun 'onkogen' dapat berperan pada
transformasi malignansi. Bukti-bukti yang menunjang konsep provirus misalnya
ditemukannya salinan DNA yang terintegrasi pada DNA hospes hanya jika set
hospes telah terinfeksi oleh virus tumor. Sedangkan set yang tidak terinfeksi
tidak memiliki salinan DNA viral.
Bukti petama bahwa onkogen terdapat pada set normal adalah berdasar
riset yang menunjukkan salinan DNA pada gen one di retrovirus ayam, virus
sarcoma Rous yang digunakan sebagai 'probe'. DNA normal dari set embrional
di'hibrid' dengan 'probe', menunjukkan bahwa bahwa set tersebut mengandung
gen homoleg dengan gen viral. Merupakan hipotesa bahwa onkogen selular
(proto-onkogen) dapat merupakan presursor onkogen viral. Walaupun onkogen
selular dan onkogen viral sama,tetapi tidak identik. Aterdapat perbedaan dalam
urutan bass pada beberapa titik, onkogen selular memiliki ekson-ekson dan
intron-intron. Tampaknya onkogen viral diperoleh dari penggabungan onkogen
selular pada gen retrovirus yang terpotong. Retrovirus dianggap merupakan agen
tranduktor, membawa onkogen dari set yang satu ke set yang lain.
Dari penelitian diketahui bahwa terdapat lebih dari 20 onkogen selular
telah diidentifikasi menggunakan 'probe' DNA sarcoma virus Rous atau 'probe'
yang dibuat dari viral onkogen lain. Beberapa set mengandung sejumlah
onkogen selular yang berbeda. Onkogen selular yang sama telah ditemukan pada
beberapa spesies manusia, rodensia, talat bush. Beberapa gena tersebut diketahui
telah diekspresikan selama fase perkembangan embrional.
Tanda tanda adanya diversitas pada fungsi onkogen telah diketahui.
Diantranya mengkode suatu protein kinase yang secara spesifik memfosforilasi
asam amino tirosin.Berbeda dengan protein kinase yang biasa terdapat pada set
mernfosforilasi serinOnkogen yang lain yang memilki urutan hampir sama
dengan gen selular untuk faktor tumbuh (yakni faktor tumbuh epidermal).
Beberapa protein yang dikode oleh onkogen ternyata berefek pada membran set
(yakni onkogen ras yang mengkode protein G), ada pula yang aktif pada nukleus
dengan cars berikatan dengan DNA(yakni onkogen myc).
Dengan berdasar pada beberapa onkogen, dapat dibuat suatu model
kontrol pertumbuhan. Setelah faktor tumbuh melekat pada receptor di membaran
set, maka protein-G yang menempel pada membran dan tirosin kinase akan aktif
Kemudian akan berinteraksi dengan protein sitoplasmik atau menghasilkan
'second messenger' yang ditransport ke nukleus dan berinteraksi dengan faktor-
faktor nuklei. Sintesis DNA dimulai dan terjadi pembelahan set . Produksi yang
berlebihan atau ekspresi yang tidak diinginkan dari faktor-faktor diatas dalam
bentuk suatu yang merugikan dapat menghasilkan transformasi malignansi.
Tidak semua virus tumor dari Retrovirus memiliki gen onc. Virus menghasilkan
transformasi malignansi dengan dugaan salinan DNA viral RNA berintegrasi
didekat onkogen selular, menyebabkan timbul tanda untuk peningkatan ekspresi.
Ekspresi berlebihan dari onkogen selular dapat merupakan peran kunci
terjadinya transformasi malignan oleh virus.
Beberapa bukti yang menunjukkan onkogen viral dapat menyebabkan
transformasi maliganansi adalah sbb:
1. DNA mengandung onkogen selular yang diisolasi dari sel tumor tertentu
dapat metransformasi sel-sel normal dalanm kultur sel. Jika urutan basa
dari onkogen selular yang berfungsl transformasi ini dianalisis maka
diketahui bahwa gena tersebut mengandung satu basa yang telah berubah
dari onkogen selular, yakni dengan cara, mutasi.
2. Pada tumor tertentu dapat terlihat adanya translokasi spesifik pada
segmen kromosomal. pada limfoma 'Burkitt' translokasi terjadi dengan
mengubah onkogen selular (c-myc) dari posisi normal di kromososm 8 ke
posisi barn yang berdekatan yakni pada gena imunoglobulin ('heavy-
chain) pada kromosom 14. Perubahan ini menyebabkan peningkatan
ekspresi gena c-myc.
3. Beberapa tumor memilki beragai salinan dari onkogen selular, baik dari
kromosom yang sama maupun berbagai potongan kromosom yang
bervariasi. Amplifikasi genagena tersebut mengakibatkan ekspresi
berlebihan dari mRNA dan protein.
4. Insersi salinan DNA dari RNA retroviral (DNA proviral) ke lokasi yang
berdekatan dengan onkogen akan menstimulasi ekspresi dari gena c-onc
5. Onkogen selular tertentu yang diisolasi dari sel normal dapat
menyebabkan transformasi malignan jika gena tersebut dimodifikasi
untuk diekspresi secara berlebihan pada sel resipien.
Terdapat mekanisme karsinogensis yakni mutasi pada gena supresor.
Sebagai contoh adalah gena penyandi suseptibilitas terhadap retinoblastoma,
secara normal gena ini berperan sebagai gena, supresor pembentukan
retinoblastoma. Karena, kedua alel anti onkogen mengalami mutasi sehingga
tidak berfungsi, maka terjadilah retiniblastoma. Papilomavirus manusia dan
SV40 menghasilkan protein yang mengikat protein yang dikode oleh gena
retinoblastoma . Papilomavirus manusia juga menghasilkan protein yang
mengikat pada protein yang dikode oleh gena p53 yang merupakan gena
pengendali pertumbuhan pada sel manusia. Inaktivasi dari gena supresor tumor
ter adi pule pada kanker lain misalnya kanker payu dare, kolon dan berbagai
sarkoma . pada kanker kolon terdapat 2 gena yang mengalami inaktivasi yakni
gena p53 dan gena DCC('deleted in colon carcinoma')
Virus RNA penyebab turner
Virus RNA penyebab tumor diklasifikasikan sebagai retrovirus karena
mengandung transkriptase balik. Virus ini sexing menyebabkan tumor pada
sistem retikuloendotelial dan sistem hemopoitik(leukemia,limfoma),atau
jaringan ikat (sarkoma).Struktur virus ini terdiri atas RNA beruntai tunggal,
mengandung ensim polimerase yang mengubah RNA menjadi DNA
(transkripatase balik)) yang penting bagi replikasinya. Mengandung pertikel
ikosahedral yang berisi ribonukleoprotein, diselubungi oleh pembungkus yang
mengandung glikoprotem dan lipid.
Familia virus ini terdiri atas 3 subfamili yakm Onkovirinae,
Spumavirinae, Lentivirinae. Hospes alamiah retrovirus adalah semua spesies
Vertebrate. Retrovirus yang menginfeksi manusia adalah Retrovirus limfotropik
sel-T (HTLV) merupakan penyebab limfoma sel kutaneus pada prang dewasa .
HTLV II dan V telah dapat diisolasi tetapi belum dapat disimpulkan
hubungannya dengan penyakit tertentu.
Virus DNA penyebab tumor
Terdapat 5 familia virus DNA yang dapat menginduksi tumor atau
transformasi yakni :
a. Papopavirus: Virus ini berukuran kecil, mengandung DNA beruntai ganda ,
tidak
berselubung , berbentuk simetri ikosahedral. Golongan ini terdiri atas 2
genera:
1. Poliomavirus: menyebabkan berbagai tipe tumor setelah diinjeksikan
pada tikus yang barn lahir. Merupakan virus yang spesifik karena
mengandung jumlah gena yang kecil (6-7 gena).
2. Papilomavirus: virus ini agak besar dibanding poliomavirus, mempunyai
afinitas terhada sel epitel kulit dan membrana mukosa. Perkembangan
penelitian virus ini lambat karena sulit dibiakkan in vitro. Hal ini diduga
karena terdapat ketergantungan virus ini terhadap hospesna. Virus ini
merupakan penyebab kutil kulit, kutil telapak tangan, condyloma
genitalia, dan papiloma laringeal. Terdapat bukti yang mendukung
adanya hubungan antara HPV dengan premalignan dan malignan pada
vulva, serviks, penis dan anus.
b. Adenovirus : berukuran besar, memiliki genom liner, DNA beruntai ganda.
Sering menginfeksi manusia, menyebabkan penyakit akut, biasanya pada
traktus respiratorius dan traktus, gastrointestinalis. Virus im dapat
mentransformasi sel rodent dan menginduksi sintesis antigen spesifik virus.
Belum ada bukti bahwa Adenovirus dapat menyenbabkan neoplasms
c. Herpesvirus: merupakan virus berukuran besar, memiliki genom liner DNA
beruntai ganda , memiliki kapsid dengan simetri ikosahedral dan terdapat
pembungkus lipid. Beberapa herpesvirus (herpes simpleks -1 dan herpes
simpleks -2, serfs cytomegalovirus) dapat mentransformasi sel dalam biakan
tetapi dengan frekwensi sangat rendah. Sel tupai yang telah ditransformasi
dapat menghasilkan tumor bila diinjeksikan pada tupai percobaan. Terdapat
beberapa, virus herpes yang Bering dihubungkan dengan tumor pada hewan
rendah, contohnya penyakit merek pada ayam yang merupakan penyakit
limfotproliferatif yang sangat menular. Penyakit tersebut dapt dicegah dengan
pemberian vaksin. Hal tersebut memberi kemungkinan bagi prefentif
timblnya kanker dengan vaksinasi. Hal im, dapat dilakukan bila, telah
terbukti bahwa virus merupakan penyebab timbulnya kanker. Pada manusia
herpesvirus telah dihubungkan secara epidemiologik dengan timbulnya
beberapa tumor tertentu. Dapat ditunjukkan bahwa karsinoma serviks ada
hubungannya dengan herpersvirus tipe-2, walaupun hubungan tersebut tidak
seperti HPV dengan kanker serviks. Kemungkinan herpesvirus menginduksi
onkogenesis dengan mutagenesis insersi bukan transformasi. Epstein Barr
(EB) menyebabkan infeksi akut mononukleosis jika menginfeksi limfosit B
pada manusia yang peka. Beberapa anak yang mengalami imunodefisiensi,
infeksi virus EB akan berlanjut menjadi limfoma, sel-B.
d. Poxvirus : merupakan virus besar , DNA beruntai ganda . Virus Yaba
menyebabkan tumor pada hospes alamiahnya. Yakni kera(histositoma).
Molluscum contagiosum menyebabkan tumor jinak pada manusia, poxvirus
mengkode gena faktor tumbuh yang berhubungan dengan pertumbuhan
epidermal, mungkin gena ini ditransformasikan pada hospesnya.
e. Virus Hepatitis : virus hepatitis -B merupakan anggota, hepadnaviridae,
memiliki genom sirkuler, DNA beruntai ganda dan memiliki DNA
polimerase. Virus Hepatitis - B merupakan faktor resiko bagi perkembangan
kanker hati pada manusia. Secara epidemiologi dan studi laboratorik dapat
ditunjukkan bahwa infeksi virus ini mempunayai hubungan dengan penyakit
kronik hati dan berimplikasi kuat dengan perkembangan karsinoma
hepatoselular. Sel tumor dari pasien karier hepatitis-B sering mengandung
virus hepatitis. Mekanisme onkogenesis diduga berupa, mutagenesis insersi
atau mekanisme transaktivasi virus hepatitis.
Tabel. Virus-virus yang bersifat onkogenik
Virus Tumor KofaktorHepatitis-B
Epstein Barr
Sitomegalovirus
Papiloma(HPV)Polyoma (BK,JC)
HTLV-1
HTLV-2
Karsinoma virus
Limfoma BurkittKarsinoma nasofaringLimfoma imunoblastik
Sarkoma kaposi
Neoplasia serviksTumor neural
Adult T-Cell leukemiaLimfoma
hairy T-cell leukemia
Umur, aflatoksin,alkohol,rokok
malaria,nitrosamingenotip, HLA,
imunodefisiensiimunodefisiensi,
genotip HLArokok, infeksi
???
Sasaran Utama. : Reverse Transkriptase (RT) Zipovidine (Azidothymidine)
Analog Nukleosidt↓
Sec Spesifik menghambat Reverse Transkriptase (RT)Dideoxynosine penghambatAlpha Interferon Replikasi Virus Timidin Kinase ↓
memiliki afinitas tinggi terhadap Acyclovir Virus
Set →Timidin KinaseTymidine kinase +Acyclovir→Acyclovir Monofastit
↓Acyclovir Difostat
↓Acyclovir Trifosfat
↓menghambat DNA Polimerse Virus
Hambatan Early Event : Amantidin
Spesifik Untuk Influinza AMenghambat pelapisan virus setelah virus masuk sel penderitaEfek samping : Gangguan ssp, kadang Xerostomia ataksia & udem
Zidovudin : Azidotimidin : AztUnt. Pent'. ImunodefisiensiZidovudin bergabung dengan DNA Virus
↓pemanjangan rantai DNA dihentikan
Zidovudin : Azidothymidine, Retrovir, AZTAIDS, CD 4 Limfosit < 500/mm3Menyebabkan ikatan tertninas pada sintesis DNA, Hidroksil Grup Diribose - diganti Azido GrupInhibitor : RetrovirusDidanosin, Didexynosine : Videx, dllMenyebabkan ikatan terminasi pada sintesis DNA kehilangan grup Hidrolitsil Unt. Inf. HIV yang tidak toleran terhadap ZidovudinEfek Samping : Neuropathy Peripheral dan Gangguan Pankeas1. Ganciclovir Hambatan As Nukleat Viarl
Analog Purin dikonfersi→ TrifosfatOleh ensim-ensim seluler
↓Ganci Clovir Trifosfat
↓menghambat DNA Polimerse
Aktifasi terhadap : Virus Herpes & Cytomegalovirus2. Trifluoro Thymidine .-. (Trifluridine)
Topical Treatment - H. SimpleksSasaran Utama : Reverse Transkriptase (RT) Zipovidine (Azidothymidine)Analog NukleosidtSec Spesifik menghambat Reverse Transkriptase (RT)Dideoxynosine penghambatAlpha Interferon Replikasi Virus
Hambatan Early Event : Amantidin
Spesifik Untuk Influinza AMenghambat pelapisan virus setelah virus masuk sel penderita Efek samping : Gangguan ssp, kadang Xerostomia ataksia & udem
Zidovudin : Azidotimidin : AztUnt. Peny. ImunodefisiensiZidovudin bergabung dengan DNA Virus
↓pemanjangan rantai DNA dihentikanZidovudin : Azidothymidine, Retrovir, AZT
AIDS, CD 4 Limfosit < 500/mm3Menyebabkan ikatan terminal pada sintesis DNA, Hidroksil Grup Diribose diganti Azido GrupInhibitor : RetrovirusDidanosin, Didexynosine : Videx, dllMenyebabkan ikatan terminasi pada sintesis DNA kehilangan grup Hidrolitsil Unt. Inf. HIV yang tidak toleran terhadap ZidovudinEfek Samping : Neuropathy Peripheral dan Gangguan Pankeas3. Ganciclovir Hambatan As Nukleat Viarl
Analog Purin dikonfersi→ Trifosfat
Oleh ensim-ensim seluler↓
Ganci Clovir Trifosfat↓
menghambat DNA Polimerse Aktifasi terhadap : Virus Herpes & Cytomegalovirus4. Trifluoro Thymidine .-.(Trifluridine)
Topical Treatment - H. Simpleks
• Ribavirin (Virazole)
Analog Nukleosid → dimana Triazol Carboxamide di substitusi pengganti
Precursor Purin Amiro Im1&7,ol Carbaxamide;
• Menghambat : Sintesa Nukleotid : Guannin
Yang esensial bagi virus DNA / RNA
* Aerosol : Riabavirin digunakan untuk treatment Pneumonitis oleh Virus
Respiratory Scncytial pada bayi
• Treatment bagi infeksi Influenza Tipe B
Inhibitor Sintesis Protein Viral
A. Interferon :
- Rekombinan Interferon → Efektif untuk Treatment dengan Hepatitis B
Kronik den Hepatitis C Kronik
- Menyebabkan Regresi : Lesi Condyloma. Acuminate
B. Methisazone :
- N. Methylisatin. R. Thiogemicarbazone
- Menghambat : Sintesis Protein : Poxvirus → Smallpax → Vaccinia dengan
memblokir translansi M. RNA akhir
- Digunakan untuk mengatasi Side Effect Vaccin Smallpax → Disseminated
Vaccinia
EPIDEMIOLOGI PENYAKIT VIRAL
Epidemiologi penyakit infeksi berkaitan dengan keadaan-keadaan dimana
infeksi dan penyakit infeksi terjadi pada populasi serta faktor-faktor yang
mempengaruhi frekuensi, penyebaran dan distribusinya.Konsep ini membedakan
antara infeksi dan penyakit infeksi karena faktor-faktor yang mempengaruhi
kejadiannya bisa berbeda dan infeksi tanpa disertai penyakit merupakan hal
yang biasa terjadi untuk virus.
Batasan-batasan :
1. Insidensi : jumlah kasus suatu penyakit yang te4riadi dalam satuan waktu.
Tingkat insidensi merupakan jumlah kasus baru dibagi jumlah populasi
yang memiliki resiko (biasanya total populasi dalam suatu, area geografik
tertentu).
2. Prevalensi : jumlah kasus yang terdapat pada suatu waktu. Tingkat
prevalensi untuk jumlah kasus dibagi jumlah populasi yang beresiko. Pada
survei serologik, prevalensi menunjukkan adanya antibodi, antigen atau
komponen senyawa lain dalam sampel darah yang berasal dari populasi
tertentu. Tingkat prevalensi adalah jumlah serum yang positif dibagi jumlah
sampel yang diperiksa. Untuk infeksi viral, prevalensi antibodi
menunjukkan tingkat infeksi kumulatif selama ber-tahun-tahun tergantung
lama antibodi berada di dalam darah.
3. Epidemi : suatu epidemi penyakit terjadi jika jumlah kasus jauh melebihi
jumlah yang diperkirakan berdasarkan pengalaman sebelumnya. Istilah
'melebihi' tidak menunj A angka yang tegas dan tergantung konsentrasi
kasus yang terjadi padaa tempat, periode waktu dan kelompok populasi
tertentu. Untuk penyakit -penyakit yang bersifat kronik, epidemi harus
ditentukan setelah pengamatan bertahun-tahun.
Terdapat 3 syarat untuk terjadinya epidemi penyakit viral, yaitu adanya
individu yang sedang terinfeksi, orang-orang yang rentan dan cara kontak dan
transmisi yang efektif diantara mereka. Bila virus penyebab tidak bersifat
endemik maka adanya orang yang terinfeksi dan vektor penularan diperlukan
untuk mengawali suatu epidemi. Hal ini penting terutama untuk daerah terpencil
atau populasi terasing dimana lenyap setelah tidak ada lagi orang yang rentan
atau tidak terjadi ekskresi virus yang persisten untuk memungkinkan infeksi
pada bayi baru lahir.
Jumlah kumulatif orang yang kebal terhadp suatu penyakit dalam suatu
komunitas disebut tingkat imunitas kelompok. Jika tingkat imunitas ini cukup
tinggi maka epidemi dianggap tidsak mungkin terjadi.
Untuk penyakit yang sangat mullah menular (mis: rubella atau measles)
tingkat imunitas ii harus mencapai 95% atau lebih agar tidak terjadi epidemi.
AGEN VIRUS PENYEBAB
Ciri-ciri utama virus yang penting dalam menyebabkan infeksi pada
manusia adalah faktor-faktor yang memudahkan penularan dalam lingkungan.
Kemampuan memasuki satu atau lebih port of entry
Kemampuan menginfeksi dan replikasi dalam pelbagai sel inang
Ekskresi partikel virus yang infeksius kedalam lingkungan
Kemampuan mengembangkan mekanisme pertahanan terhadap antibodi
dan komponen - komponen sel sistem imun, agen antiviral, interferon
dan elemen yang lain yang tidak menguntungkan.
Penyebaran virus tergantung pada
stabilitas virus dalam lingkungan fisik yang diperlukan untuk
penularannya
banyaknya virus yang terdapat pada wahan untuk penularan
virulensi dan infektivitas virus
ketersediaan medium atau vektor untuk penularan
Survival jangka panjang dalam populasi manusia tergantng pada
kemampuannya menimbulkan infeksi kronik tanpa menyebabkan kematian sel
atau cara pelepasan virus yang efektif yang menjamin transportnya menuju
individu yang rentan.
LINGKUNGAN
Lingkungan ekstemal berpengaruh terhadap virus secara langsung,
terhadap cara penebarannya serta pada respon inang terhadap infeksi. Untuk
infeksi yang memerlukan vektor serangga, lingkungan'dengan temperatur dan
kelembaban yang sesuai serta tumbuhan dan hewan yang mendukung
pertumbuhan vektor akan sangant berperan dalam penyebaran infeksi. Untuk
penyakit penyakit viral yang ditularkan lewat air seperti hepatitis A maka
lingkungan dengan sanitasi yang buruk meningkatkan paparan dan efisiensi
penularan
Pengaruh iklim yang paling utama terhadap penyakit- penyakit viral
adalah mengenai tingkah laku sosial masyarakat. Didaerah tropik dan saat
musim panas (di negara 4 musim), kemungicinan penularan penyakit
gastrointestinal meningkat melalui kontak dengan air, misainya di kolam renang
yang mengalami polusi. Iklim panas juga mendekatkan hubungan antara
manusia dengan serangga yang menjadi vektor arbovirus. Pada musim dingin
kecenderungan orang untuk berkumpul dalam satu ruangan akan meningkatkan
penularan infeksi melalui udara (airborne dan droplet). Disamping itu
lingkungan di dalam rumah atau gedung cenderung menjadi panas dan keying
(karena pemakaian alat pemanas sehingga dapat mengganggu mekanisme
proteksi permukaan mukosa saluran nafas.
Faktor-faktor yang mempengaruhi respon klinik infeksi virus
Faktor-faktor yang mempengaruhi infeksi terutaina adalah paparan
terhadap agen penyebab dan kerentanan individu yang terinfeksi. Perkembangan
penyakit infeksi selanjutnya dipengaruhi oleh:
1. Dosis, virulensi dan tempat masuk virus
2. Umur pada saat infeksi
3. Tingkat imunitas yang ada sebelumnya
4. Tingkat respon imun
5. Status nutrisi
6. Penyakit yang ada sebelumnya
7. Kebiasaan ( merokok, alkohol, obat-obatan)
8. Faktor psikologik ( krisis emosi, motivasi, sikap terhadap penyakit)
Masa Inkubasi
Virus-virus yang tidak perlu penyebaran jauh tetapi mampu mengadakan
replikasi dan menyebabkan penyakit ditempat masuknya, memiliki masa
inkubasi yang pendek (2-5 hari), misalnya virus saluran napas, -Virus yang perlu
penyebaran per hematogen dan melibatkan infeksi organ lain memiliki masa
inkubasi antara 2-3minggu.
Pada AIDS masa inkubasi bisa sampai 4-7 th atau lebih tergsntung waktu
yang diperlukan untuk distribusi limfosit T yang memungkinkan teriadinya
infeksi oportunistik atau reaktivasi infeksi laten.
Pengetahuan tentang masa inkubasi dapat membantu menentukan periode
infeksius. Seorang pasien biasanya tidak infeksius sampai mendekati munculnya
gejala klinik. Pengetahuan tentang masa inkubasi rata-rata, masa inkubasi
minimum dan maksimum dapat dipakai untuk menentukan kemungkinan saat
paparan dengan sumber infeksi.
Disamping virus yang menyebabkan infeksi akut terdapat virus yang
menimbulkan pengaruh setelah bertahun-tahun. Virus measles ynag menginfeksi
saat bayi dihubungkan dengan sklerosing panensefalitis yang terjadi setelah 5-10
tahun kemudian. Virus-virus onkogenik sulit diperkirakan masa inkubasinya
karena untuk sampai pada terjadinya kankbr masih terdapat faktor-faktor lain
yang berperan dalam proses karsinogenik.
Respon inang
Respon inang terhadap infeksi viral bisa bervariasi dari infeksi yang tidak
nyata tanpa, gejala sampai infeksi dengan gambaran klinik ayng sangat berat
atau bahkan sampai kematian. Rasio antara infeksi yang tidak nyata (subklinik)
dengan infeksi yang nyata (klinik) juga bervariasi diantara virus yang berbeda
(tabel 1)
Gradien biologik untukinfeksi HIV lebih sulit ditentukan karena adanya
beberapa fase perjalanan penyakit (akut, laten, dan kronk). Infeksi oleh virus
Epstein Barr menimbulkan gejala yang ringan atau asimtomatik bila terjadi pada
anak, tetapi infeksi dengan gejala yang jelas dan berat lebih mungkin bila terjadi
pada saat dewasa.