viona pramayang - digilib.unila.ac.iddigilib.unila.ac.id/55646/3/skripsi tanpa bab pembahasan...
TRANSCRIPT
ANALISIS PENDAPATAN DAN NILAI TAMBAH
AGROINDUSTRI TEMPE
Skripsi
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
(Studi Kasus di Kecamatan Punggur Kabupaten Lampung Tengah)
OlehViona Pramayang
ABSTRAK
ANALISIS PENDAPATAN DAN NILAI TAMBAH AGROINDUSTRI
TEMPE DI KECAMATAN PUNGGUR KABUPATEN LAMPUNG
TENGAH
Oleh
Viona Pramayang
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat pendapatan dan nilai tambah
agroindustri tempe. Penelitian ini menggunakan metode studi kasus. Lokasi
penelitian dipilih secara purposive di Kecamatan Punggur Kabupaten Lampung
Tengah, dengan pertimbangan bahwa Kabupaten Punggur memiliki jumlah
produsen tempe terbanyak di Kabupaten Lampung Tengah. Sampel dipilih
dengan metode accidental sampling di tiga desa. Jumlah responden adalah 42
responden. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan
sekunder. Hasil penelitian menunjukkan bahwa agroindustri tempe di Kecamatan
Punggur Kabupaten Lampung Tengah menguntungkan dan layak karena R/C > 1
dan nilai tambah positif.
Keywords: agroindustri tempe, nilai tambah, pendapatan
ABSTRACT
ANALYSIS OF INCOME AND ADDED VALUE OF
TEMPE AGROINDUSTRY IN PUNGGUR DISTRICT CENTRAL
LAMPUNG REGENCY
By
Viona Pramayang
This study aims to analyze the level of income and added value of tempe
agroindustry. This study uses a case study method. The research location is
chosen purposively in Punggur Subdistrict, Central Lampung Regency, with the
consideration that Punggur District has the highest number of tempe producers in
Central Lampung Regency. The sample chosen by accidental sampling method in
three villages. The number of respondents is 42 respondents. The data used in this
study are primary and secondary data. The results show that the tempe
agroindustry in Punggur District, Central Lampung Regency profitable and
feasible because R / C> 1 and positive added value.
Keywords : added value, income, tempe agroindustry
ANALISIS PENDAPATAN DAN NILAI TAMBAH
AGROINDUSTRI TEMPE
(Studi Kasus di Kecamatan Punggur Kabupaten Lampung Tengah)
Oleh
Viona Pramayang
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA PERTANIAN
Pada
Jurusan Agribisnis
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Palembang pada tanggal 18 Mei 1996 dari
pasangan Bapak Suprayogi, S.E. dan Ibu Rahmawati.
Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara.
Penulis menyelesaikan pendidikan taman kanak-kanak di
TK Cinta Manis di Palembang pada tahun 2002, tingkat
Sekolah Dasar di SDN 1 Sawah Brebes pada tahun 2008,
tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Yayasan Kartika II-2 Bandar
Lampung pada tahun 2011, dan tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMAN
12 Bandar Lampung pada tahun 2014. Penulis terdaftar sebagai mahasiswi di
Universitas Lampung, Fakultas Pertanian, Jurusan Agribisnis pada tahun 2014
melalui jalur mandiri.
Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Srimulyo Kecamatan
Kalirejo Kabupaten Lampung Tengah selama 40 hari pada bulan Januari hingga
Februari 2017. Selanjutnya, pada bulan Juli 2017 penulis melaksanakan Praktik
Umum (PU) di PTPN VII Unit Usaha Pematang Kiwah Natar Lampung Selatan.
Penulis berperan aktif dalam organisasi kemahasiswaan yaitu menjadi anggota
Himpunan Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian (Himaseperta) Universitas
Lampung di bidang IV yaitu bidang Kewirausahaan pada periode tahun 2014
hingga tahun 2018.
SANWACANA
Bismillahirahmannirrahim,
Alhamdullilahirabbil’alamin, segala puji bagi Allah SWT atas segala berkat,
limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul “Analisis Pendapatan dan Nilai Tambah Agroindustri Tempe
(Studi Kasus di Kecamatan Punggur Kabupaten Lampung Tengah)”. Penulis
menyadari bahwa dalam penyelesaian skripsi ini tidak akan terealisasi dengan
baik tanpa adanya dukungan, bantuan, dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu pada kesempatan ini dengan segala ketulusan hati penulis
menyampaikan ucapan terimakasih kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si., sebagai Dekan Fakultas Pertanian
Universitas Lampung.
2. Dr. Teguh Endaryanto, S.P, M.Si., selaku Ketua Jurusan Agribisnis, atas
arahan, bantuan, dan nasihat yang telah diberikan.
3. Dr. Ir. Dwi Haryono, M.S., sebagai Dosen Pembimbing Pertama atas
ketulusan hati, bimbingan, arahan, nasihat, perhatian, serta ilmu yang
bermanfaat yang telah diberikan kepada penulis dari awal hingga akhir
perkuliahan dan selama proses penyelesaian skripsi.
4. Dr. Ir. Ktut Murniati, M.T.A., sebagai Dosen Pembimbing kedua yang telah
memberikan ketulusan hati dan kesabaran, bimbingan, arahan, motivasi,
perhatian, nasihat, saran dan ilmu yang bermanfaat kepada penulis selama
proses penyelesaian skripsi.
5. Dr. Ir. Sudarma Widjaya, M.S., selaku Dosen Pembahas atas ketulusannya
memberikan masukan, arahan, motivasi, bimbingan, nasihat, saran dan ilmu
yang bermanfaat yang telah diberikan untuk penyempurnaan skripsi ini.
6. Dr. Ir. Wuryaningsih Dwi Sayekti, M.S., sebagai Dosen Pembimbing
Akademik atas arahan, bantuan, dan nasihat yang telah diberikan.
7. Ir. Indah Nurmayasari, M.Sc, selaku Sekertaris Jurusan Agribisnis, atas
arahan, bantuan, motivasi dan nasihat yang telah diberikan.
8. Teristimewa untuk kedua orangtuaku, Ayahanda tercinta Alm. Suprayogi,
S.E, dan Ibunda tersayang Rahmawati, yang selalu memberikan restu,
kasih sayang, perhatian, semangat, motivasi, nasihat, saran, serta doa yang
tak pernah terputus hingga tercapainya gelar Sarjana Pertanian ini.
9. Kedua kakakku tercinta Yudha Meihendra,S.T dan Leo Adhe Krisna,
S.TP. yang selalu memberikan semangat, dukungan, arahan dan motivasi
kepada penulis.
10. Kedua Kakak iparku Laras Anggita Wn, S.E. dan Kusnul Khotimah yang
selalu memberi dukungan, semangat, dan perhatian kepada penulis.
11. Seluruh Dosen dan Karyawan di Jurusan Agribisnis (Mba Ayi, Mba Iin,
Mas Boim, dan Mas Bukhari) atas semua bantuan yang telah diberikan
selama penulis menjadi mahasiswi di Universitas Lampung.
12. Sahabat-sahabatku dikampus yaitu Yudia Anggun Kirana, S.P, Shofia
Salsabilla, S.P, Rizky Marliani Putri, S.P, Tiara Shinta Anggraeni, S.P,
Ellenia Dafri, S.P, Rosi Jayanti, dan Vania Liandra, atas saran, nasihat,
bantuan, dukungan dan semangat berjuang untuk penulis, serta sahabat-
sahabat lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
13. Sahabat-sahabat terkasih Arci Tamara, Sendy Maulana, Md Hilman Dzikri
yang sudah memberi dukungan, bantuan, dan menemani penulis selama
menyelesaikan skripsi ini.
14. Sahabat-sahabat terbaik sejak dulu kala yaitu Muslimah, Aulia, Grecitha,
Irma, Vina, Kiting, Cahya, Ditha, dan Chichi terimakasih atas dukungan,
nasihat, hiburan, dan pertemanan yang selama ini selalu memberikan
kebahagian dikala kesedihan.
15. Teman seperjuangan KKN yaitu Uchi, Gita, Tyas, Enda, Rico, Bang anto,
Bang yodhi, dan Tommy terimakasih telah memberi kecerian selama ini.
16. Teman-teman seperjuangan Agribisnis 2014 Syendita , Selvi, Mamat,
Yudi, Yohana, Shelma, Kidal, Rosi, Vita, Sita, Septi, Yazid, Tegar, Sabel,
Vero, Kia, Rosita, Rohayani serta teman-teman lainnya yang tidak dapat
penulis sebutkan satu persatu. terimakasih atas nasihat, kebersamaan, dan
bantuan yang diberikan kepada penulis selama ini.
17. Atu dan Kiyai Agribisnis 2013 atas dukungan dan bantuan kepada
penulis.
18. Almamater tercinta dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan
satu per satu yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, dengan
segala kekurangan yang ada, penulis berharap semoga skripsi ini tetap
bermanfaat bagi kita semua. Mohon maaf atas segala kesalahan dan kekhilafan
selama proses penulisan skripsi ini. Semoga ALLAH SWT memberikan balasan
terbaik atas segala bantuan yang telah diberikan. Aamiin ya Rabbalalaamiin.
Bandar Lampung, 18 November 2018
Penulis, Viona Pramayang
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ......................................................................................
DAFTAR GAMBAR .................................................................................
I. PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang ........................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................. 8
C. Tujuan Penelitian ................................................................................... 9
D. Manfaat Penelitian ................................................................................. 9
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN .................. 11
A. Tinjauan Pustaka .................................................................................... 11
1. Kedelai ............................................................................................ 11
2. Tempe .............................................................................................. 12
3. Ekonomi Tempe .............................................................................. 16
4. Konsep Agribisnis dan Agroindustri ............................................... 18
5. Teori Pendapatan ............................................................................. 21
6. Teori Nilai Tambah ......................................................................... 23
7. Kajian Penelitian Terdahulu ........................................................... 26
B. Kerangka Pemikiran .............................................................................. 28
III. METODE PENELITIAN ......................................................................... 37
A. Metode Penelitian .................................................................................. 37
B. Konsep Dasar dan Definisi Operasional ................................................ 37
C. Lokasi, Responden, dan Waktu Penelitian ............................................. 40
D. Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data ........................................... 42
E. Metode Analisis ...................................................................................... 42
1. Analisis Pendapatan ........................................................................... 42
2. Analisis Nilai Tambah ...................................................................... 43
IV. GAMBARAN UMUM DAN LOKASI PENELITIAN................. 46
A. Keadaan umum Kabupaten Lampung Tengah............................. 46
1. Keadaan geografis.................................................................. 46
2. Kondisi fisik........................................................................... 47
3. Kependudukan....................................................................... 48
4. Visi dan Misi Kabupaten Lampung Tengah.......................... 48
5. Deskripsi Kelembagaan Pemerintah...................................... 50
6. Sosial Budaya dan Agama..................................................... 51
7. Ekonomi dan Politik............................................................... 52
B. Kecamatan Punggur ........................................................................
53
83
LAMPIRAN.............................................................................................. 87
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................
V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.................................. 55
A. Karakteristik Responden Pengrajin Tempe.................................. 55
1. Umur responden.................................................................... 55
2. Tingkat pendidikan responden.............................................. 56
3. Jumlah tanggungan keluarga responden................................ 57
4. Jenis kelamin......................................................................... 58
B. Pengadaan Sarana Produksi pada Agroindustri Tempe.............. 58
1. Pengadaan bahan baku.......................................................... 58
2. Pengadaan bahan baku penunjang......................................... 59
3. Penggunaan peralatan............................................................ 61
4. Tenaga kerja.......................................................................... 64
C. Proses Pengolahan Pada Agroindustri Tempe............................. 65
1. Proses pembuatan tempe........................................................ 65
2. Produksi tempe....................................................................... 73
3. Analisis pendapatan............................................................... 75
4. Analisis nilai tambah.............................................................. 78 VI. KESIMPULAN DAN SARAN....................................................... 81
A. Kesimpulan ................................................................................ 81 B. Saran ............................................................................................ 81
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Perkembangan produksi kedelai di Provinsi Lampung
tahun 2014-2016 ..........................................................................................
2
2. Perkembangan harga kedelai di Provinsi Lampung ................................... 3
3. Komposisi zat gizi tempe per 100 gram ..................................................... 4
4. Jumlah agroindustri tempe di Provinsi Lampung
tahun 2017 ....................................................................................................
5
5. Jumlah agroindustri tempe di Kabupaten Lampung Tengah tahun
2017 .............................................................................................................
6
6. Kajian penelitian terdahulu .......................................................................... 31
7. Jumlah populasi agroindustri tempe di Kecamatan Punggur
Kabupaten Lampung Tengah .......................................................................
41
8. Prosedur perhitungan nilai tambah metode Hayami .................................... 44
9. Luas wilayah Kecamatan di Kabupaten Lampung Tengah............... 47
10. Jumlah Desa/Kelurahan menurut Kecamatan di Kabupaten
Lampung Tengah...............................................................................
51
11. Sebaran jumlah tanggungan keluarga responden pengrajin tempe
di Kecamaan Punggur Kabupaten Lampung Tengah........................
57
12. Kebutuhan, harga beli, dan biaya bahan-bahan penunjang pada
bulan Maret di agroindustri tempe Kecamatan Punggur Kabupaten
Lampung Tengah...............................................................................
60
13. Penyusutan peralatan per bulan pada agroindustri tempe di
Kecamatan Punggur Kabupaten Lampung Tengah...........................
62
14. Banyaknya penggunaan tenaga kerja dan upah tenaga kerja per
bulan pada agroindustri tempe di Kecamatan Punggur Kabupaten
Lampung Tengah...............................................................................
64
15. Produksi tempe per bulan di Agroindustri tempe Kecamatan
Punggur Kabupaten Lampung Tengah..............................................
74
16. Perhitungan pendapatan dan R/C rasio pada agroindustri tempe di
Kecamatan Punggur Kabupaten Lampung Tengah selama satu
bulan..................................................................................................
77
17. Analisis nilai tambah pada agroindustri tempe di Kecamatan
Punggur Kabupaten Lampung Tengah selama satu bulan, tahun
2018...................................................................................................
79
18. Identitas responden agroindustri tempe Kecamatan Punggur
Kabupaten Lampung Tengah............................................................
87
19. Biaya penyusutan peralatan agroindustri tempe Kecamatan
Punggur Kabupaten Lampung Tengah..............................................
89
20. Tenaga kerja pada agroindustri tempe Kecamatan Punggur
Kabupaten Lampung Tengah per bulan............................................
117
21. Rata-rata penerimaan agroindustri tempe Kecamatan Punggur
Kabupaten Lampung Tengah per bulan............................................
137
22. Biaya saprodi pada agroindustri tempe Kecamatan Punggur
Kabupaten Lampung Tengah per bulan............................................
141
23. Sumbangan input lain pada agroindustri tempe Kecamatan
Punggur Kabupaten Lampung Tengah per kilogram bahan baku.....
143
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Tahap-tahap proses pembuatan tempe ......................................................... 16
2. Sistem agribisnis .......................................................................................... 18
3. Kerangka pemikiran Analisis Pendapatan dan Nilai Tambah
Agroindustri Tempe Kecamatan Punggur Kabupaten Lampung
Tengah .........................................................................................................
30
4 Sebaran responden di Kecamatan Punggur Kabupaten Lampung
Tengah menurut golongan umur.....................................................
55
5 Tingkat pendidikan formal responden di Kecamatan Punggur
Kabupaten Lampung Tengah............................................................
56
6 Peralatan yang digunakan dalam proses pengolahan tempe............. 63
7 Tahap-tahap proses pembuatan tempe pada Agroindustri tempe di
Kecamatan Punggur Kabupaten Lampung Tengah...........................
66
8 Tahap perebusan kedelai di Agroindustri tempe Kecamatan
Punggur Kabupaten Lampung Tengah..............................................
68
9 Tahapan penirisan dan pendinginan di Agroindustri tempe
Kecamatan Punggur Kabupaten Lampung Tengah...........................
69
10 Mesin pemecah biji kedelai yang dimiliki agroindustri tempe di
Kecamatan Punggur Kabupaten Lampung Tengah...........................
70
11 Ragi yang digunakan pengrajin tempe di Kecamatan Punggur
Kabupaten Lampung Tengah............................................................
71
12 Proses pengemasan pada agroindustri tempe di Kabupaten
Kecamatan Punggur Kabupaten Lampung Tengah...........................
72
13 Proses fermentasi pada agroindustri tempe di Kecamatan Punggur
Kabupaten Lampung Tengah............................................................
72
14 Penyusunan tempe di rak tempe........................................................ 73
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tanaman pangan merupakan salah satu komoditas penting sebagai kebutuhan
dasar setiap manusia. Menurut Subekti, Effendi, dan Syfruddin (2007),
tanaman pangan merupakan berbagai jenis tumbuhan yang telah lama
dimanfaatkan dan dapat dimakan atau dikonsumsi oleh manusia. Salah satu
komoditas pertanian tanaman pangan yang mempunyai peluang pasar cukup
baik, dan produksi yang cukup besar adalah komoditas kedelai.
Kedelai merupakan sumber protein nabati paling populer bagi masyarakat
Indonesia pada umumnya. Rata-rata kebutuhan kedelai per tahun adalah 2,2
juta ton. Ironisnya pemenuhan kebutuhan kedelai sebanyak 67,99 persen
harus diimpor dari luar negeri. Hal ini terjadi karena produksi dalam negeri
tidak mampu mencukupi permintaan produsen tempe dan tahu. Indonesia
merupakan negara produsen tempe terbesar di dunia dan menjadi pasar
kedelai terbesar di Asia (Kementerian Pertanian, 2017).
Tanaman kedelai menyebar hampir secara merata di seluruh wilayah
Indonesia salah satunya yaitu Provinsi Lampung, meskipun Provinsi
Lampung bukan merupakan sentra penghasil kedelai di Indonesia. Hal ini
2
disebabkan oleh ketidaksesuaian lahan dan iklim dalam mengembangkan
tanaman kedelai. Perkembangan produksi kedelai di Provinsi Lampung tahun
2014-2016 dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Perkembangan produktivitas kedelai di Provinsi Lampung tahun
2014-2016
Kabupaten
2014 2015 2016
Produksi Produksi Produksi
(ton) (ton) (ton)
L. Barat 48 477 127
Tanggamus 3.095 1.258 1562
L. Selatan 2.582 1.205 307
L. Timur 1.085 1.693 3345
L. Tengah 2.479 1.331 431
L. Utara 1.754 462 335
Way Kanan 903 272 114
T. Bawang 1.307 803 405
Pesawaran 45 6 -
Pringsewu 120 405 181
Mesuji 218 1.635 906
T.B. Barat - 12 -
P. Barat 41 254 2.247
B. Lampung - - -
Metro 100 1 -
Lampung 13.777 9.815 9.960
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung, 2017a
Tabel 1 menunjukkan bahwa Kabupaten Lampung Tengah mengalami
penurunan produksi sebesar 1,47 persen. Penurunan produksi tersebut
disebabkan oleh iklim yang tidak sesuai dengan tanaman kedelai serta lahan
kedelai yang semakin berkurang. Penurunan produksi kedelai di Kabupaten
Lampung Tengah menyebabkan para pengrajin tempe mengalami kesulitan
dalam mendapatkan kedelai sebagai bahan baku utama, sehingga dalam
mengatasi masalah tersebut para pengrajin tempe harus mengimpor dari
negara lain seperti China dan Amerika. Selain sulitnya mencari kedelai para
pengrajin tempe juga mengeluh mengenai harga kedelai yang selalu
3
berfluktuasi, walaupun harga yang berfluktuasi tersebut tidak terlalu besar
selisihnya namun akan mempengaruhi terhadap biaya total produksi yang
mereka keluarkan dalam proses pembuatan tempe. Rata perkembangan harga
kedelai selama lima tahun di Provinsi Lampung secara lengkap dapat dilihat
pada Tabel 2.
Tabel 2. Perkembangan harga kedelai di Provinsi Lampung tahun 2012-2016
Tahun Harga kedelai (Rp/kg)
2012 8.500
2013 8.800
2014 8.300
2015 7.200
2016 7.500
Rata-rata 8.060
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung, 2017b
Tabel 2 menunjukkan bahwa rata-rata harga kedelai dari tahun 2012-2016
sebesar Rp8.060,00, sedangkan jika dilihat dari lima tahun terakhir harga
kedelai mengalami fluktuasi. Harga kedelai tertinggi terjadi pada tahun 2013
sedangkan harga kedelai terendah terjadi pada tahun 2015. Harga yang ada
tersebut juga merupakan harga kedelai impor yang ditetapkan oleh
Pemerintah.
Kedelai diperuntukkan bagi konsumsi manusia sebagai makanan atau
minuman, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan,
pengolahan, atau pembuatan makanan dan minuman. Kedelai banyak
dimanfaatkan oleh masyarakat untuk diolah menjadi tempe karena kedelai
memiliki kandungan zat gizi yang banyak apalagi jika diolah menjadi tempe.
4
Komposisi zat gizi tempe dari kedelai per 100 gram bahan yang dimakan
secara lengkap disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Komposisi zat gizi tempe per 100 gram
Zat gizi Jumlah
Air 64 gram
Energi 149 kkal
Protein 18,3 gram
Lemak 4,0 gram
Karbohidrat 12,7 gram
Abu 129 gram
Kalsium 129 mg
Fosfor 154 mg
Besi 10 mg
Sumber: Daftar Komposisi Bahan Makanan (2005)
Tabel 3 menunjukkan bahwa tempe hampir memiliki semua kandungan gizi
yang dibutuhkan oleh masyarakat yang setara dengan kandungan daging
ayam. Kandungan zat gizi tempe yang cukup besar yaitu energi sebesar 149
kkal. Tempe juga merupakan bahan pangan yang penting sebagai makanan
sehari-hari bagi masyarakat dan mempunyai permintaan yang tinggi, selain
itu harga tempe yang terjangkau yang membuat masyarakat tidak pernah
bosan untuk memakan tempe.
Proses pembuatan tempe yang sangat mudah menyebabkan masyarakat
banyak yang berprofesi sebagai pengarajin tempe dengan memanfaatkan
kedelai yang ada. Berikut dapat dilihat jumlah agroindustri tempe di Provinsi
Lampung tahun 2017 pada Tabel 4. Tabel 4 menunjukkan bahwa jumlah
agroindustri tempe di Provinsi Lampung sebanyak 3.463 orang dengan
kebutuhan kedelai sebanyak 4.604.046 kg per bulan yang tersebar di 12
kabupaten/kota di Provinsi Lampung.
5
Tabel 4. Jumlah agroindustri tempe di Provinsi Lampung tahun 2017
No. Kabupaten Jumlah Pengrajin
Tempe (orang)
Kebutuhan Kedelai
per Bulan (kg)
Jumlah
Kecamatan
1. Bandar Lampung 542,00 786.950,00 10
2. Lampung
Tengah
667,00 827.410,00 26
3. Lampung Utara 95,00 192.500,00 4
4. Lampung Selatan 472,00 585.050,00 16
5. Pesawaran 177,00 369.900,00 6
6. Lampung Timur 226,00 417.000,00 20
7. Lampung Barat 101,00 97.675,00 9
8. Way Kanan 321,00 396.315,00 13
9. Tanggamus 212,00 88.691,00 8
10. Tulang Bawang 207,00 378.920,00 12
11. Metro 138,00 179.050,00 5
12. Pringsewu 305,00 284.585,00 7
Jumlah 3.463,00 4.604.046,00 136
Sumber: Data Primkopti Provinsi Lampung, 2017a
Tabel 4 menunjukkan bahwa Kabupaten Lampung Utara memiliki jumlah
pengrajin tempe yang paling sedikit yaitu berjumlah 95 orang, sedangkan
Kabupaten Lampung Tengah merupakan kabupaten yang memiliki jumlah
pengrajin terbanyak yaitu 667 orang. Kebutuhan kedelai per bulan paling
sedikit terdapat di Kabupaten Tanggamus yaitu sebanyak 88.691 kg/bulan,
sedangkan kebutuhan kedelai per bulan paling banyak terdapat di Kabupaten
Lampung Tengah yaitu sebanyak 827.410 kg/bulan. Agroindustri tempe di
Kabupaten Lampung Tengah tersebut tersebar di berbagai kecamatan dan
desa. Jumlah agroindustri tempe di Kabupaten Lampung Tengah tahun 2017
dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 menunjukkan bahwa Kecamatan Punggur merupakan kecamatan
yang memiliki jumlah pengrajin terbanyak yaitu sebesar 69 orang yang
tersebar di sembilan desa.
6
Tabel 5. Jumlah agroindustri tempe di Kabupaten Lampung Tengah tahun
2017
No. Kecamatan Jumlah Pengrajin Tempe (orang) Jumlah Desa
1 Timurjo 57 7
2 Punggur 69 9
3 Kota Gajah 32 6
4 Seputih Banyak 49 6
5 B.Surabaya 17 4
6 Gunung Sugih 7 3
7 Putra Rumbia 2 1
8 Seputih Raman 37 7
9 S. Mataram 18 2
10 S. Surabaya 38 8
11 Seputih Agung 41 9
12 Way Seputih 22 2
13 TR. Nyunyai 18 3
14 Terbanggi Besar 23 1
15 Bangun Rejo 36 7
16 Bekri 19 1
17 Sendang 22 2
18 Pubian 35 4
19 Anak Ratu Aji 6 1
20 Padang Ratu 11 3
21 Kali Rejo 46 8
22 B.Mataram 13 1
23 Rumbia 16 3
24 Bumi Nabung 10 3
25 B.Ratu Nuban 20 2
26 Selagai Lingga 3 1
Sumber: Data Primkopti Provinsi Lampung, 2017b
Agroindustri tempe merupakan kegiatan pengolahan kedelai dalam upaya
meningkatkan nilai tambah produk, menghasilkan produk yang dapat
dipasarkan, dapat digunakan atau dapat dimakan, dan menambah pendapatan
dan keuntungan bagi produsen. Berdasarkan hasil survei, pengrajin tempe di
Kecamatan Punggur dalam proses produksinya tentu akan membutuhkan
jumlah kedelai yang berbeda-beda yaitu berkisaran 550-2.500 kg per bulan.
Para pengrajin tempe memanfaatkan kedelai impor yang ada disekitar lokasi
usaha untuk kegiatan pengolahan kedelai menjadi tempe. Hal tersebut
7
dikarenakan produksi kedelai lokal tidak mampu mencukupi kebutuhan para
pengrajin, serta kualitas kedelai impor lebih bagus dibandingkan kedelai
lokal. Pengolahan merupakan suatu proses transformasi atau perubahan suatu
bentuk komoditas menjadi suatu produk yang memiliki nilai tambah.
Pengolahan juga merupakan salah satu dari lima subsistem agribisnis. Proses
pengolahan kedelai menjadi tempe tersebut akan menghasilkan pendapatan
bagi para pengrajin.
Pendapatan merupakan selisih antara penerimaan total dengan biaya total.
Pendapatan dapat dicerminkan dalam bentuk imbalan untuk jasa pengelolaan
yang menggunakan lahan, tenaga kerja, dan modal yang dimiliki dalam
beragroindustri. Proses pengolahan kedelai juga akan menghasilkan nilai
tambah bagi produk utamanya yaitu kedelai. Menurut Hayami (1987) dalam
Anggraeni (2017) nilai tambah adalah penambahan nilai suatu komoditas
karena adanya input fungsional yang diberlakukan pada komoditas yang
bersangkutan, dengan nilai tambah juga dapat diketahui keuntungan bahan
baku per kilogramnya.
Pengolahan hasil yang baik dilakukan oleh produsen dapat meningkatkan
nilai tambah dari hasil pertanian yang diproses. Menurut Soekartawi (2010)
komponen pengolahan hasil pertanian menjadi penting karena pertimbangan
diantaranya: a) meningkatkan nilai tambah, b) meningkatkan kualitas hasil, c)
meningkatkan penyerapan tenaga kerja, d) meningkatkan keterampilan
produsen, e) meningkatkan pendapatan produsen.
8
B. Rumusan Masalah
Kabupaten Lampung Tengah merupakan kabupaten yang produksi kedelainya
mengalami penurunan sedangkan memiliki jumlah pengrajin terbanyak di
Provinsi Lampung. Penurunan produksi kedelai tersebut menyebabkan para
pengrajin tempe memanfaatkan kedelai impor yang ada disekitar lokasi
usaha. Hal tersebut dikarenakan produksi kedelai lokal tidak mampu
mencukupi kebutuhan para pengrajin, serta kualitas kedelai impor yang lebih
bagus dibandingkan kedelai lokal. Hasil penelitian Anggraeni (2017)
menunjukkan bahwa kualitas kedelai impor memiliki kelebihan yang lebih
baik daripada kedelai lokal, yaitu harga yang relatif murah dan memiliki
ukuran biji kedelai yang lebih besar sehingga saat direbus kedelai akan
mengembang dan tempe yang dihasilkan akan lebih padat.
Kedelai impor yang digunakan oleh agroindustri tempe di Kecamatan
Punggur tentu akan mempengaruhi kualitas tempe yang dihasilkan seperti
bentuk, ukuran, dan rasa. Penggunaan kedelai impor tentunya akan
mempengaruhi pendapatan dan nilai tambah dari agroindustri tempe di
Kecamatan Punggur apakah akan meningkatkan pendapatan dan nilai tambah
atau tidak.
Harga kedelai di Provinsi Lampung dari tahun 2012-2016 mengalami
fluktuasi. Harga yang berfluktuasi tersebut tidak akan mempengaruhi harga
jual tempe dipasaran, dimana harga tempe yang ditawarkan kepada konsumen
bermacam-macam mulai dari harga Rp500,00-Rp4.000,00.
9
Agroindustri tempe di Kecamatan Punggur dengan kondisi yang ada tersebut
tidak dapat meningkatkan harga jual tempe karena kondisi pasar dan
konsumen yang tidak memungkinkan untuk menaikkan harga jual meskipun
biaya produksi yang dikeluarkan terkadang cukup besar. Hal tersebut akan
mempengaruhi pendapatan dan nilai tambah dari agroindustri itu sendiri.
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat diidentifikasi permasalahan penelitian
sebagai berikut:
1) Berapakah besarnya pendapatan agroindustri tempe di Kecamatan
Punggur Kabupaten Lampung Tengah?
2) Berapakah besarnya nilai tambah agroindustri tempe di Kecamatan
Punggur Kabupaten Lampung Tengah?
C. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Menganalisis tingkat pendapatan agroindustri tempe di Kecamatan
Punggur Kabupaten Lampung Tengah.
2) Menganalisis nilai tambah agroindustri tempe di Kecamatan Punggur
Kabupaten Lampung Tengah.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk:
1) Bagi produsen tempe, agar lebih mengembangkan produknya dan
meningkatkan nilai tambah.
10
2) Pemerintah, sebagai bahan informasi dan pertimbangan bagi pemerintah
dalam mengambil keputusan kebijakan pertanian yang berhubungan
dengan pengembangan agroindustri tempe.
3) Peneliti lain, sebagai bahan pembanding atau pustaka untuk peneliti lain
yang berhubungan dengan masalah-masalah relevan dalam penelitian ini.
11
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PENELITIAN
A. Tinjauan Pustaka
1. Kedelai
Perkembangan kedelai pertama kali di Indonesia ditemukan pada
publikasi oleh Rumphius dalam Herbarium Amboinense yang
diselesaikan pada tahun 1673 dan menyebutkan bahwa kedelai ditanam
di Amboina (Ambon). Menurut Suprapto (2002), kedudukan tanaman
kedelai dalam sistematik tumbuhan (taksonomi) diklasifikasikan sebagai
berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub Divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Rosales
Famili : Leguminoceae
Sub Famili : Papilionoideae
Genus : Glycine
Species : Glycine max L. Merrill
Kedelai mempunyai nilai guna yang cukup tinggi karena bisa
dimanfaatkan sebagai bahan pangan, pakan, dan bahan baku industri,
12
baik skala kecil maupun besar. Kedelai mengandung kadar protein lebih
dari 40 persen dan lemak 10-15 persen. Produk pangan berbahan baku
kedelai ini dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu dalam bentuk hasil
nonfermentasi dan fermentasi (Adisarwanto, 2002).
2. Tempe
Pada awalnya tempe hanya terkenal di pulau Jawa dan merupakan
makanan yang biasa dimakan dan dihidangkan setiap hari. Seiring
dengan berjalannya waktu, tempe tidak hanya dikenal dipulau Jawa,
melainkan hampir seluruh pelosok Indonesia dan biasa disebut sebagai
makan Nasional (Wirakusuma dan Sari 2005). Hingga saat ini kedelai
masih merupakan bahan utama untuk pembuatan tempe (Sarwono, 2005).
Menurut Hidayat (2009) dalam Anggraeni (2017), proses pembuatan
tempe terdapat beberapa tahapan yaitu sebagai berikut :
a. Tahap sortasi
Menurut Supriono (2003), sebelum melakukan proses produksi
diperlukan sortasi bahan baku berdasarkan standarisasi kedelai,
membuang biji kedelai cacat dan muda, membuang kotoran, serangga
dan bahan leguminosa lainnya (beras dan jagung).
b. Tahap Pencucian
Pencucian bertujuan untuk menghilangkan kotoran yang melekat
maupun tercampur diantara biji kedelai. Diperlukan cukup banyak air
13
dalam proses produksi tempe baik untuk sanitasi, medium penghantar
panas, maupun pada proses pengolahan.
c. Tahap Perebusan I
Perebusan bertujuan untuk melunakkan biji kedelai dan memudahkan
dalam pengupasan kulit serta bertujuan untuk menonaktifkan tripsin
inhibitor yang ada dalam biji kedelai. Selain itu perebusan I ini
bertujuan untuk mengurangi bau langu dari kedelai dan dengan
perebusan akan membunuh bakteri yang kemungkinan tumbuh.
Perebusan dilakukan selama 30 menit atau ditandai dengan mudah
terkelupasnya kulit kedelai jika ditekan dengan jari tangan.
d. Tahap Perendaman
Perendaman bertujuan untuk melunakkan biji dan mencegah
pertumbuhan bakteri pembusuk selama fermentasi. Ketika
perendaman pada kulit biji kedelai telah berlangsung proses
fermentasi oleh bakteri yang terdapat di air terutama oleh bakteri asam
laktat. Perendaman juga betujuan untuk memberikan kesempatan
kepada keping-keping kedelai menyerap air sehingga menjamin
pertumbuhan kapang menjadi optimum. Menurut Cahyadi (2006),
perendaman dilakukan selama ± 24 jam agar air dapat berdifusi ke
dalam biji kedelai.
e. Tahap Pengupasan
Tahap pengupasan kulit dapat dilakukan dengan dua cara yaitu cara
kering dan cara basah. Pengupasan cara kering yaitu dengan
14
mengeringkan kedelai terlebih dahulu pada suhu 104oC selama 10
menit atau dengan pengeringan sinar matahari selama 1-2 jam.
Pengupasan secara basah dapat dilakukan setelah biji mengalami
hidrasi yaitu setelah perebusan atau perendaman. Biji yang telah
mengalami hidrasi lebih mudah dipisahkan dari bagian kulitnya,
biasanya dengan meremas-remas biji kedelai hingga kulitnya
terkelupas (Hidayat, 2009).
f. Tahap Perebusan II
Tahap perebusan II ini bertujuan untuk membunuh bakteri-bakteri
kontaminan, mengaktifkan senyawa tripsin inhibitor, dan membantu
membebaskan senyawa-senyawa dalam biji yang diperlukan untuk
pertumbuhan jamur. Menurut Dwinaningsih (2010), pada perebusan
II ini biji kedelai direbus pada suhu 100oC selama 20-30 menit supaya
menjadi lunak sehingga dapat ditembus oleh miselia kapang yang
menyatukan biji dan tempe menjadi kompak.
g. Tahap Penirisan dan Pendinginan
Tahapan ini bertujuan untuk mengurangi kandungan air dalam biji,
mengeringkan permukaan biji dan menurunkan suhu biji sampai
sesuai dengan kondisi pertumbuhan jamur, air yang berlebihan dalam
biji dapat menyebabkan penghambatan pertumbuhan jamur dan
menstimulasi pertumbuhan bakteri-bakteri kontaminan sehingga
menyebabkan pembusukan terhadap kedelai dan mempercepat proses
pembuatan tempe (Hidayat, 2009).
15
h. Tahap Inokulasi (Peragian)
Inokulasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu (1) penebaran
inokulum pada permukaan kacang kedelai yang sudah dingin dan
dikeringkan lalu dicampur merata sebelum pembungkusan; atau (2)
inokulum dapat dicampurkan langsung pada saat perendaman,
dibiarkan beberapa lama, lalu dikeringkan. Menurut Astuti (2009),
inokulum yang ditambahkan sebanyak 0,5 persen dari berat bahan
baku.
i. Tahap Pengemasan
Pengemasan merupakan suatu cara dalam memberikan kondisi
sekeliling yang tepat bagi bahan pangan dan dengan demikian
membutuhkan perhatian yang lebih besar secara nyata. Pengemasan
akan berperan sangat penting dalam mempertahankan bahan tersebut
dalam keadaan bersih dan higienis. Berbagai bahan pembungkus atau
wadah dapat digunakan, seperti daun pisang, daun waru, daun jati, dan
plastik.
j. Tahap Inkubasi (Fermentasi)
Saat kacang kedelai dicampur ragi tempe atau Rhizopus sp, maka
langsung dimulailah proses fermentasi ini. Menurut Hidayat (2006),
inkubasi dilakukan pada suhu 25oC-37
oC selama 36-48 jam. Selama
inkubasi terjadi proses fermentasi yang menyebabkan perubahan
komponen-komponen dalam biji kedelai. Tahapan fermentasi
merupakan tahapan terakhir dalam proses pembuatan tempe.
16
Adapun tahap-tahap proses pembuatan tempe disajikan pada Gambar
1.
Gambar 1. Tahap-tahap proses pembuatan tempe
3. Ekonomi Tempe
Tempe merupakan makanan tradisional yang telah lama dikenal di
Indonesia, di dalam SNI No. 01-3144-1992 tempe didefiniskan sebagai
produk makanan hasil fermentasi biji kedelai oleh kapang tertentu,
berbentuk padatan kompak dan berbau khas serta berwarna putih atau
Sortasi
Pencucian
Perebusan I
Perendaman
Pengupasan
Perebusan II
Penirisan
Penginokulasi
Pengemasan
Fermentasi
17
sedikit keabu-abuan. Melalui proses fermentasi, komponen-komponen
nutrisi yang kompleks pada kedelai dicerna oleh kapang dengan reaksi
enzimatis dan dihasilkan senyawa-senyawa yang lebih sederhana
(Cahyadi, 2007).
Sudah sejak lama tempe merupakan salah satu makanan favorit rakyat
Indonesia karena harganya yang relatif murah, makanan berbahan dasar
kedelai ini akhirnya menjadi salah satu alternatif makanan untuk
memenuhi protein selain daging, ikan, dan telur. Harganya yang murah
menjadikan tempe melekat dengan julukan makanan rakyat.
Tidak jelas sejak kapan masyarakat Indonesia mulai mengkonsumsi
tempe. Namun, banyak literatur sejarah yang menyatakan bahwa
masyarakat Pulau Jawa sudah mengenal tempe sejak abad XVI. Dari
pulau Jawa, tempe kemudian menyebar ke seluruh penjuru Nusantara
hingga ke Eropa. Penyebaran tempe ke Eropa dipelopori oleh warga
negara Belanda. Walaupun penyebaran tempe pertama kali berasal dari
Indonesia, sayangnya saat ini Jepang sudah mendaftarkan paten untuk
tempe di tingkat Internasional. Sehingga jika salah satu produsen tempe
Indonesia akan mengekspor tempe keluar negeri harus membayar royalti
ke Jepang (Agromedia, 2007).
Pembuatan tempe membutuhkan bahan baku kedelai, dalam hal ini,
Indonesia masih memerlukan impor kedelai. Diperkirakan separuh lebih
produksi kedelai dan kedelai impor diolah menjadi tahu dan tempe
(Santoso,1993). Pemakaian kedelai impor untuk pembuatan tempe ini
selain mutunya yang bagus, juga persediaannya selalu ada di pasaran.
18
Hal ini berbeda dengan kedelai lokal yang persediaannya hanya
musiman, sehingga menyulitkan para pembuat tempe (Agromedia, 2007).
4. Konsep Agribisnis dan Agroindustri
Agribisnis merupakan suatu kegiatan yang utuh dan tidak dapat terpisah
antara satu kegiatan dan kegiatan lainnya, mulai dari proses produksi,
pengolahan hasil, pemasaran dan aktifitas lain yang berkaitan dengan
kegiatan pertanian (Soekartawi, 2001). Agribisnis adalah suatu kesatuan
sistem yang terdiri dari beberapa subsistem yang saling terkait erat, yaitu
subsistem pengadaan dan penyaluran sarana produksi (subsistem
agribisnis hulu), subsistem usahatani atau pertanian primer, subsistem
pengolahan, subsistem pemasaran, serta subsistem jasa dan penunjang.
Secara luas agribisnis adalah kegiatan usaha yang menunjang kegiatan
pertanian dan kegiatan usaha yang ditunjang oleh kegiatan pertanian.
Secara jelas sistem agribisnis dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Sistem Agribisnis (Soekartawi, 2001 dalam Anggraeni, 2017)
Subsistem
input dan
sarana
produksi
Subsistem
Pemasaran
Subsistem lembaga penunjang
Subsistem
Pengolahan
Subsistem
usahatani
19
Menurut Saragih (2000), agribisnis merupakan suatu cara lain untuk
melihat pertanian sebagai suatu sistem yang terkait antar satu dengan
yang lain. Keempat subsistem tersebut adalah:
1. Subsistem agribisnis hulu, mencakup semua kegiatan untuk
memproduksi dan menyalurkan input-input pertanian antara lain:
pupuk, bibit unggul, dan pestisida.
2. Subsistem agribisnis usahatani merupakan kegiatan di tingkat petani,
antara lain: lahan, tenaga kerja, modal, teknologi, dan lain-lain yang
menghasilkan produk pertanian.
3. Subsistem agribisnis hilir sering disebut sebagai kegiatan agroindustri
yang merupakan kegiatan industri yang menggunakan produk
pertanian sebagai bahan baku.
4. Subsistem lembaga penunjang yaitu kegiatan jasa yang melayani
pertanian seperti kebijakan pemerintah, perbankan, penyuluhan,
pembiayaan, dan lain-lain.
Strategi pembangunan yang berwawasan agribisnis pada dasarnya
menunjukan arah bahwa pengembangan agribisnis merupakan suatu
upaya yang sangat penting untuk mencapai beberapa tujuan yaitu:
menarik dan mendorong munculnya industri baru di sektor pertanian,
menciptakan struktur pertanian yang tangguh, efesien dan fleksibel,
menciptakan nilai tambah, meningkatkan devisa, menciptakan lapangan
pekerjaan dan memperbaiki pembagian pendapatan (Soekartawi, 2001).
Agroindustri merupakan suatu kegiatan atau usaha yang mengolah bahan
baku yang berasal dari tanaman dan atau hewan melalui proses
20
tranformasi dengan menggunakan perlakuan fisik dan kimia,
penyimpanan, pengemasan, dan distribusi. Ciri penting dari agroindustri
adalah kegiatannya tidak tergantung musim, membutuhkan manajemen
usaha yang modern, pencapaian skala usaha yang optimal dan efisien,
serta mampu menciptakan nilai tambah yang tinggi (Hasyim dan Zakaria,
1995).
Beberapa tujuan dari agroindustri antara lain: 1) Memanfaatkan
komoditas pertanian semaksimal mungkin, 2) Memberikan nilai tambah
dan dapat meningkatkan nilai ekonomi pada suatu komoditas, 3)
Memperpanjang masa simpan hasil panen dan menciptakan bentuk
produk yang lebih awet, 4) Meningkatkan jangkauan pemasaran karena
bentuk dan sifatnya lebih praktis dan menarik serta 5) Mendukung
pengembangan budidaya bagi komoditas tersebut.
Saragih (2001) menyatakan, agroindustri adalah industri yang memiliki
keterkaitan ekonomi (baik langsung maupun tidak langsung) yang kuat
dengan komoditas pertanian. Keterkaitan langsung mencakup hubungan
komoditas pertanian sebagai bahan baku (input) bagi kegiatan
agroindustri maupun kegiatan pemasaran dan perdagangan yang
memasarkan produk akhir agroindustri. Keterkaitan tidak langsung
berupa keterkaitan ekonomi lain yang menyediakan bahan baku (input)
lain diluar komoditas pertanian, seperti bahan kimia, bahan kemasan, dan
lain-lain beserta kegiatan ekonomi yang memasarkan dan
memperdagangkannya.
21
Agroindustri adalah kegiatan yang memanfaatkan hasil pertanian sebagai
bahan baku, merancang dan menyediakan peralatan serta jasa untuk
kegiatan tersebut (Soekartawi, 2001). Secara eksplisit agroindustri
adalah perusahaan yang memproses bahan nabati (yang berasal dari
tanaman) atau hewani (yang dihasilkan oleh hewan). Proses yang
digunakan mencakup pengubahan dan pengawetan melalui perlakuan
fisik atau kimiawi, penyimpanan, pengemasan dan distribusi.
Produk agroindustri ini dapat merupakan produk akhir yang siap
dikonsumsi ataupun sebagai produk bahan baku industri lainnya.
Agroindustri merupakan bagian dari kompleks industri pertanian sejak
produksi bahan pertanian primer, industri pengolahan atau transformasi
sampai penggunaannya oleh konsumen. Agroindustri merupakan
kegiatan yang saling berhubungan (interlasi) produksi, pengolahan,
pengangkutan, penyimpanan, pendanaan, pemasaran dan distribusi
produk pertanian.
5. Teori Pendapatan
Salah satu indikator utama untuk mengukur kemampuan masyarakat
adalah dengan mengetahui tingkat pendapatan masyarakat. Pendapatan
menunjukkan seluruh uang atau hasil material lainnya yang dicapai dari
penggunaan kekayaan atau jasa yang diterima oleh seseorang atau rumah
tangga selama jangka waktu tertentu pada suatu kegiatan ekonomi
(Winardi, 1998). Setiap orang yang bekerja menginginkan pendapatan
atau keuntungan yang maksimal supaya dapat memenuhi kebutuhan
hidupnya. Menurut Arsyad (2004), pendapatan seringkali digunakan
22
sebagai indikator pembangunan suatu negara selain untuk membedakan
tingkat kemajuan ekonomi antara negara maju dengan negara
berkembang.
Pendapatan dapat dibedakan menjadi dua yaitu pendapatan usahatani dan
pendapatan rumah tangga. Pendapatan merupakan pengurangan dari
penerimaan dengan biaya total. Pendapatan rumah tangga yaitu
pendapatan yang diperoleh dari kegiatan usahatani ditambah dengan
pendapatan yang berasal dari kegiatan luar usahatani. Pendapatan
usahatani adalah selisih antara pendapatan kotor (output) dan biaya
produksi (input) yang dihitung per bulan, per tahun, dan per musim
tanam. Menurut Gustiyana (2004), pendapatan luar usahatani adalah
pendapatan yang diperoleh sebagai akibat melakukan kegiatan di luar
usahatani seperti berdagang, mengojek, dan lain-lain. Pendapatan dapat
dirumuskan sebagai berikut:
Y = TR – TC………..……………(1)
Keterangan:
Y = keuntungan/pendapatan (Rp)
TR = total penerimaan (Rp)
TC = total biaya (Rp)
Ada dua unsur yang digunakan dalam pendapatan usahatani yaitu unsur
penerimaan dan pengeluaran dari usahatani tersebut. Penerimaan
usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga
jual. Menurut Soekartawi (1995), penerimaan adalah perkalian antara
produksi yang diperoleh dengan harga jual. Pengeluaran total usahatani
23
adalah nilai semua masukan yang habis terpakai atau dikeluarkan di
dalam produksi tetapi tidak termasuk tenaga kerja keluarga petani.
Secara ekonomi usaha dikatakan menguntungkan atau tidak
menguntungkan dapat dianalisis dengan menggunakan perbandingan
antara penerimaan total dan biaya total yang disebut dengan Revenue
Cost Ratio (R/C).
R/C = (Py . Y) / (FC + VC)…………………...(2)
atau
R/C = PT / BT……………………...........….. (3)
Keterangan:
Py = harga produksi
Y = produksi
FC = biaya tetap
VC = biaya variabel
PT = produksi total
BT = biaya total
Ada tiga kriteria dalam perhitungan ini, yaitu:
1. Jika R/C < 1, maka usahatani yang dilakukan secara ekonomi belum
menguntungkan.
2. Jika R/C > 1, maka usahatani yang dilakukan secara ekonomi
menguntungkan.
3. Jika R/C = 1, maka usahatani berada pada titik impas (Break Event
Point).
6. Teori Nilai Tambah
Suatu agroindustri diharapkan mampu menciptakan nilai tambah yang
tinggi selain mampu untuk memperoleh keuntungan yang berlanjut.
24
Nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan merupakan selisih antara
nilai komoditas yang mendapat perlakuan pada suatu tahap dengan nilai
korbanan yang harus dikeluarkan selama proses produksi terjadi. Nilai
tambah yang diperoleh lebih dari 50 persen maka nilai tambah dikatakan
besar dan sebaliknya, nilai tambah yang diperoleh kurang dari 50 persen
maka nilai tambah dikatakan kecil (Sudiyono, 2004).
Menurut Soekartawi (2010) dalam Anggraeni (2017), komponen
pengolahan hasil pertanian menjadi penting karena pertimbangan
diantaranya: a) meningkatkan nilai tambah, b) meningkatkan kualitas
hasil, c) meningkatkan penyerapan tenaga kerja, d) meningkatkan
keterampilan produsen, e) meningkatkan pendapatan produsen.
Proses pengolahan hasil pertanian memberikan nilai tambah yang jauh
lebih besar dibandingkan dengan produk pertanian itu sendiri sehingga
mampu memberikan kontribusi nilai ekonomis yang tinggi.
Pada beberapa peranan pengolahan hasil baik pengolahan hasil pertanian
maupun penunjang dapat meningkatkan pendapatan pelaku agribisnis,
mampu menyerap banyaknya tenaga kerja, meningkatkan devisa negara,
dan mendorong tumbuhnya industri lain (Soekatawi, 1999). Nilai
tambah berbeda dengan keuntungan karena nilai tambah merupakan
produksi barang akhir dikurangi biaya bahan mentah sedangkan
keuntungan adalah nilai produksi barang akhir atau disebut juga hasil
penjualan barang akhir dikurangi biaya produksi, baik bahan mentah
maupun sewa, upah, bunga dan lain-lain (Zakaria, 2006).
25
Sudiyono (2004) menyatakan nilai tambah dapat dilihat dari dua sisi
yaitu nilai tambah untuk pengolahan dan nilai tambah untuk pemasaran.
Nilai tambah untuk pengolahan dipengaruhi oleh faktor teknis yang
meliputi kapasitas produksi, jumlah bahan baku, dan tenaga kerja, serta
faktor pasar yang meliputi harga output, harga bahan baku, upah tenaga
kerja dan harga bahan baku lain selain bahan bakar dan tenaga kerja.
Besarnya nilai tambah suatu hasil pertanian karena proses pengolahan
adalah merupakan pengurangan biaya bahan baku dan input lainnya
terhadap nilai produk yang dihasilkan, tidak termasuk tenaga kerja. Bisa
dikatakan bahwa nilai tambah merupakan gambaran imbalan bagi tenaga
kerja, modal dan manajemen (Sudiyono, 2004 dalam Budhisatyarini,
(2008). Nilai tambah suatu produk dapat dianalisis melalui Metode
Hayami. Metode analisis nilai tambah Hayami lebih cocok digunakan
untuk menghitung nilai tambah dalam subsistem pengolahan.
Menurut Tarigan (2004) dan Rahmawati (2009), Nilai tambah didapatkan
dari nilai produk akhir dikurangi biaya antara (intermediate cost) yang
terdiri dari biaya bahan baku dan bahan penolong dalam melakukan
proses produksi (besarnya nilai dari proses pengolahan). Besarnya nilai
tambah ini tidak seluruhnya menyatakan keuntungan yang diperoleh oleh
perusahaan, karena masih mengandung imbalan terhadap pemilik faktor
produksi lain dalam proses pengolahan yaitu sumbangan input lain.
Besarnya nilai output produk dipengaruhi oleh besarnya bahan baku,
sumbangan input lain, dan keuntungan.
26
Menurut Hayami (1987) tujuan dari analisis nilai tambah adalah untuk
menaksir balas jasa yang diterima oleh tenaga kerja langsung dan
pengelola. Analisis nilai tambah Hayami memperkirakan perubahan
bahan baku setelah mendapatkan perlakuan. Analisis nilai tambah
Hayami mempunyai kelebihan dan kekurangan.
Kelebihan dari metode Hayami yaitu:
1) Dapat diketahui besarnya nilai tambah dan output.
2) Dapat diketahui besarnya balas jasa terhadap pemilik faktor-faktor
produksi, seperti tenaga kerja, modal, sumbangan input lain dan
keuntungan.
3) Prinsip nilai tambah menurut Hayami dapat digunakan untuk
subsistem lain selain pengolahan, seperti analisis nilai tambah
pemasaran.
Kelemahan dari metode Hayami yaitu :
1) Pendekatan rata-rata tidak tepat jika diterapkan pada unit usaha yang
menghasilkan banyak produk dari satu jenis bahan baku.
2) Tidak dapat menjelaskan nilai output produk sampingan.
3) Sulit menentukan pembanding yang dapat digunakan untuk
menyatakan apakah balas jasa terhadap pemilik faktor produksi
sudah layak atau belum.
7. Kajian Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai agroindustri tempe sudah banyak dilakukan, namun
penelitian tentang pendapatan dan nilai tambah agroindustri tempe dapat
27
dikatakan jarang. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin
mengkaji analisis pendapatan dan nilai tambah agroindustri tempe di
Kecamatan Punggur Kabupaten Lampung Tengah.
Persamaan penelitian Anggraeni (2017) dan dengan penelitian ini yaitu
sama-sama meneliti pendapatan dan nilai tambah serta komoditas yang
digunakan sama, sedangkan perbedaan terletak pada lokasi penelitian,
selain itu penelitian Anggraeni (2017) tidak hanya meneliti pendapatan
dan nilai tambah tetapi juga meneliti pengadaan bahan baku, saluran
pemasaran, dan marjin pemasaran, sedangkan penelitian ini hanya
meneliti pendapatan dan nilai tambah saja.
Penelitian Aldhariana (2016) sama-sama menghitung pendapatan dan
nilai tambah, hanya saja komoditas yang digunakan berbeda. Penelitian
Arum (2016) yaitu sama-sama meneliti nilai tambah serta komoditas
yang digunakan sama, namun penelitian Arum (2016) menghitung
kelayakan usaha pada agroindustri tempe sedangkan penelitian ini tidak.
Penelitian Wiyono (2015) dan Tunggadewi (2009) sama-sama
menghitung pendapatan dan nilai tambah, namun komoditas yang
digunakan berbeda dengan penelitian ini yaitu agroindustri tahu.
Penelitian Sinaga (2008) meneliti nilai tambah dan daya saing industri
tempe sedangkan pada penelitian ini meneliti pendapatan dan nilai
tambah agroindustri tempe.
Penelitian Zulfikar (2012), Asfia (2013), dan Praptiwi (2015) sama-sama
menghitung pendapatan dan nilai tambah, namun tempat penellitian dan
28
komoditas yang digunakan berbeda dengan penelitian ini. Untuk
mendukung penelitian ini penulis mengambil beberapa penelitian
terdahulu yang memiliki kesamaan dan perbedaan dalam hal tempat,
tujuan, komoditas maupun metode analisis yang digunakan seperti yang
sudah dijelaskan diatas. Kajian-kajian penelitian terdahulu tersebut dapat
dilihat pada Tabel 6.
B. Kerangka Pemikiran
Kabupaten Lampung Tengah mengalami penurunan produksi sebesar 1,47
persen. Penurunan produksi kedelai di Kabupaten Lampung Tengah
menyebabkan para pengrajin tempe mengalami kesulitan dalam mendapatkan
kedelai sebagai bahan baku utama, sehingga dalam mengatasi masalah
tersebut para pengrajin tempe harus mengimpor dari negara lain seperi China
dan Amerika.
Kedelai impor yang digunakan oleh agroindustri tempe di Kecamatan
Punggur tentu akan mempengaruhi kualitas tempe yang dihasilkan seperti
bentuk, ukuran, dan rasa. Penggunaan kedelai impor tentunya akan
mempengaruhi pendapatan dan nilai tambah dari agroindustri tempe di
Kecamatan Punggur apakah akan meningkatkan pendapatan dan nilai tambah
atau tidak. Salah satu industri dari pengolahan kedelai yang memiliki
peluang untuk dikembangkan adalah agroindustri tempe.
Kabupaten Lampung Tengah merupakan kabupaten yang memiliki jumlah
pengrajin terbanyak yaitu 667 orang. Kecamatan Punggur merupakan
kecamatan yang memiliki jumlah pengrajin terbanyak yaitu sebesar 69 orang
29
yang tersebar di sembilan desa. Agroindustri tempe merupakan kegiatan
pengolahan kedelai dalam upaya meningkatkan nilai tambah produk,
menghasilkan produk yang dapat dipasarkan, dapat digunakan atau dapat
dimakan, dan menambah pendapatan bagi produsen.
Agroindustri tempe di Kecamatan Punggur akan menghasilkan pendapatan
dan mampu memberikan nilai tambah terhadap komoditas kedelai. Harga
kedelai yang berfluktuasi tidak akan mempengaruhi harga jual tempe
dipasaran, dimana harga tempe yang ditawarkan kepada konsumen
bermacam-macam mulai dari harga Rp500,00-Rp4.000,00. Agroindustri
tempe di Kecamatan Punggur dengan kondisi yang ada tersebut tidak dapat
meningkatkan harga jual tempe karena kondisi pasar dan konsumen yang
tidak memungkinkan untuk menaikkan harga jual meskipun biaya produksi
yang dikeluarkan terkadang cukup besar. Hal tersebut akan mempengaruhi
pendapatan dan nilai tambah dari agroindustri itu sendiri. Secara rinci
kerangka berfikir penelitian ini disajikan pada Gambar 3.
30
Gambar 3. Kerangka pemikiran Analisis Pendapatan dan Nilai Tambah
Agroindustri Tempe di Kecamatan Punggur Kabupaten Lampung
Tengah.
Kegiatan Pengolahan
Input:
1. Bahan baku
2. Bahan
tambahan
3. Mesin
4. Tenaga kerja
5. Peralatan
6. Bahan bakar
Kedelai
Nilai
tambah
Tempe
(Output)
Penerimaan
Pendapatan
Biaya produksi
Harga
input
Harga output
Agroindustri Tempe
Metode
Hayami
Π = TR – TC
55
30
Tabel 6. Kajian penelitian terdahulu
No. Judul Penelitian, Peneliti, Tahun Tujuan Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian
1. Analisis Keragaan Agroindustri
Tempe, Manfaat Ekonomi Koperasi,
dan Tingkat Partisipasinya sebagai
Anggota Primkopti (Primer Koperasi
Produsen Tahu Tempe Indonesia)
Kabupaten Pesawaran (Anggraeni,
2017)
1. Menganalisis
keragaan
agroindustri tempe
anggota Primkopti
Kabupaten
Pesawaran.
2. Menganalisis
manfaat ekonomi
yang diterima oleh
anggota Primkopti
Kabupaten
Pesawaran.
3. Menganalisis tingkat
partisipasi anggota
Primkopti
Kabupaten
Pesawaran.
1. Analisis data
pengadaan bahan
baku.
2. Analisis pendapatan
dan analisis nilai
tambah.
3. Analisis bauran
pemasaran, analisis
rantai pemasaran, dan
analisis marjin
pemasaran.
4. Analisis data jasa
layanan pendukung.
5. Analisis manfaat
ekonomi koperasi.
6. Analisis partisipasi
anggota koperasi.
1. a. Pengadaan bahan baku belum sesuai
dengan tepat waktu, tepat jenis, tepat
tempat, tepat kualitas, tepat kuantitas,
dan tepat harga karena komponen
tersebut tidak sesuai harapan.
b. Nilai R/C rasio atas biaya tunai dan atas
biaya total yang diperoleh lebih dari
satu dan memiliki nilai tambah yang
positif sehingga menguntungkan dan
layak diusahakan.
c. Strategi pemasaran sudah menggunakan
komponen marketing mix. Rantai
pemasaran terdiri dari dua yaitu
produsen langsung ke konsumen dan
produsen ke padagang lalu langsung ke
konsumen. Sistem pemasaran pada
agroindustri tempe ini belum efisien
karena nilai marjin pemasaran dan
Ratio Profit Margin yang tidak
menyebar merata.
d. Jasa layanan pendukung yang
menunjang agroindustri tempe yaitu
teknologi informasi dan komunikasi,
sarana transportasi, dan pasar.
2. Primkopti Kabupaten Pesawaran dalam
menjalankan unit usaha Penyaluran Kedelai
belum sepenuhnya memberikan manfaat
31
31
No. Judul Penelitian, Peneliti, Tahun Tujuan Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian
ekonomi kepada anggota.
3. Tingkat partisipasi anggota Primkopti
dalam menghadiri RAT dan membayar
simpanan wajib termasuk dalam kategori
sedang, sedangkan partisipasi anggota
Primkopti dalam memanfaatkan unit usaha
termasuk dalam kategori rendah.
2. Analisis Keragaan Agroindustri
Beras Siger Studi Kasus pada
Agroindustri Toga Sari (Kabupaten
Tulang Bawang) dan Agroindustri
Mekar Sari (Kota Metro)
(Aldhariana, 2016)
1. Mengetahui proses
pengadaan bahan
baku yang sesuai
dengan enam tepat
pada agroindustri
beras siger.
2. Menganalisis
kegiatan pengolahan
dalam menghasilkan
pendapatan dan nilai
tambah produk pada
agroindustri beras
siger.
3. Mengetahui bauran
pemasaran, rantai
pemasaran, dan
marjin pemasaran
dalam kegiatan
pemasaran produk
beras siger pada
agroindustri beras
siger.
4. Mengetahui peranan
1. Analisis data
pengadaan bahan baku
2. Analisis pendapatan
dan analisis nilai
tambah
3. Analisis bauran
pemasaran, analisis
rantai pemasaran, dan
analisis marjin
pemasaran
4. Analisis data jasa
layanan pendukung
1. Komponen 6T (tepat waktu, tepat tempat,
tepat harga, tepat jenis, tepat kualitas, dan
tepat kuantitas) pada Agroindustri Toga
Sari sudah tepat karena sudah sesuai
dengan harapan. Komponen harga pada
Agroindustri Mekar Sari belum tepat atau
tidak sesuai dengan harapan.
2. Pendapatan per bulan dan per jumlah
produksi yang diperoleh Agroindustri Toga
Sari lebih besar dibandingkan dengan
agroindustri mekar sari. Akan tetapi, ke dua
agroindustri ini dinilai sudah cukup
menguntungkan karena nilai R/C rasio atas
biaya tunai dan atas biaya total rata-rata
yang diperoleh lebih dari satu. Ke dua
agroindustri beras siger ini memiliki nilai
tambah yang positif.
3. Strategi pemasaranpada agroindustri toga
sari dan mekar sari menggunakan
komponen marketing mix. Rantai
pemasaran ke dua agroindustri terdiri dari
dua yaitu secara langsung kepada
konsumen dan dengan melibatkan
Tabel 6. (lanjutan) 32
32
No. Judul Penelitian, Peneliti, Tahun Tujuan Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian
jasa layanan
pendukung terhadap
agroindustri beras
siger.
pedagang pengecer. Sistem pemasaran
pada ke dua agroindustri beras siger ini
belum efisien karena nilai marjin
pemasaran dan ratio profit margin yang
tidak menyebar merata.
4. Jasa layanan pendukung yang menunjang
Agroindustri Toga Sari dan Agroindustri
Mekar Sari adalah lembaga penyuluhan,
sarana transportasi, kebijakan pemerintah,
serta teknologi dan komunikasi.
3. Evaluasi Kelayakan Usaha Dan Nilai
Tambah Agroindustri Tempe
(Studi Kasus pada Agroindustri
Tempe di Pekon Podomoro dan
Kelurahan Pringsewu Selatan,
Kecamatan Pringsewu, Kabupaten
Pringsewu) (Arum, 2016)
1. Mengevaluasi
kelayakan usaha
agroindustri tempe.
2. Menganalisis nilai
tambah agroindustri
tempe.
1. Analisis Evaluasi
Kelayakan
2. Analisis Nilai Tambah
1. Ketiga agroindustri tempe pada berbagai
skala produksi (besar, menengah, kecil)
secara keseluruhan menguntungkan dan
layak untuk dikembangkan.
2. Nilai tambah yang dihasilkan oleh ketiga
agroindustri tempe cukup besar walaupun
masih menggunakan teknologi yang
tergolong sederhana dan modal terbatas.
4. Analisis Pendapatan Dan Nilai
Tambah Agroindustri
Tape Singkong Di Kota Pekanbaru
(Praptiwi, 2015)
1. Mengetahui
besarnya biaya,
penerimaan,
keuntungan, dan
profitabilitas dari
agroindustri tape
singkong.
2. Mengetahui tingkat
efisiensi dari
agropindustri tape
singkong.
3. Mengetahui
1. Analisis Pendapatan
2. Analisis Nilai
Tambah
3. Anaisis Efisiensi
Usaha
1. Usaha agroindustri tape singkong sudah
efisien karena nilai R/C rasio lebih dari
satu yaitu sebesar 1,59 yang berarti
menguntungkan.
2. Nilai tambah yang diperoleh dari tape
singkong adalah sebesar Rp2.079,13/kg.
3. Dengan adanya agroindustri pengolahan
ubi kayu menjadi tape singkong
memberikann keuntungan tersendiri bagi
petani ubi kayu.
Tabel 6. (lanjutan) 33
33
No. Judul Penelitian, Peneliti, Tahun Tujuan Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian
besarnya nilai
tambah produk dari
agroindustri tape
singkong di Kota
Pekanbaru.
5. Analisis Pendapatan Dan Nilai
Tambah Usaha Tahu Pada Industri
Rumah Tangga “Wajianto” Di Desa
Ogurandu Kecamatan Bolano
Lambunu Kabupaten Parigi Moutong
(Wiyono, 2015)
Mengetahui besarnya
pendapatan dan nilai
tambah dari usaha tahu
“WAJIANTO” di Desa
Ogurandu Kecamatan
Bolano Lambunu
Kabupaten
Parigi Moutong.
1. Analisis Pendapatan
2. Anaisis Nilai Tambah
1. Industri tahu didapat pendapatan sebesar
Rp. 10.414.786,6. Hal ini berarti industri
tahu tersebut cukup baik untuk diusahakan.
2. Besarnya nilai tambah tahu yang diperoleh
sebesar Rp10.337,72/kg.
6. Analisis Pendapatan, Nilai Tambah,
Dan Prospek
Pengembangan Industri Kecil
Tapioka Di Jawa Barat (Asfia, 2013)
1. Menganalisis tingkat
pendapatan usaha
dan titik impas
industri kecil
tapioka.
2. Menganalisis
besarnya nilai
tambah yang
diperoleh industri
kecil tapioka beserta
kontribusinya
terhadap pendapatan
usaha.
3. Menganalisis
prospek
pengembangan
usaha industri kecil
1. Analisis pendapatan
2. Analisis Nilai Tambah
1. Pendapatan per tahun per orang yaitu Rp7
283 470dengan R/C ratio ratarata yaitu
sebesar 1.06.
2. Nilai tambah yang diperoleh dari adanya
kegiatan industri kecil tapioka yaitu Rp21
913/kuintal bahan baku dengan rasio nilai
tambah dari pengolahan yaitu 17.09%.
3. Potensi dan prospek pasar tepung tapioka
bagi industri kecil di masa depan akan
sangat cerah, mengingat semakin
berkembangnya industri-industri olahan
makanan di daerah Jawa Barat dan di
Indonesia.
Tabel 6. (lanjutan) 34
34
No. Judul Penelitian, Peneliti, Tahun Tujuan Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian
tapioka di Jawa
Barat dilihat dari sisi
input dan peluang
pasar yang ada
7. Analisis Pendapatan Dan Nilai
Tambah Pada Agroindustri Keripik
Ubi Di Kecamatan Tanah Luas
Kabupaten Aceh Utara (Zulkifli,
2012)
1. Mengetahui
besarnya
pendapatan dari
usaha pengolahan
ubikayu menjadi
keripik ubikayu.
2. Mengetahui
besarnya nilai
tambah dari usaha
pengolahan ubikayu
menjadi keripik
ubikayu.
1. Analisis pendapatan
2. Analisis Nilai Tambah
1. Agroindustri pengolahan keripik ubikayu
memberikan keuntungan sebesar
Rp4.340.625 per lima kali proses produksi
selama satu bulan.
2. Nilai tambah agroindustri sebesar
Rp5.495,00 per kilogram bahan baku yang
dimanfaatkan.
8. Analisis Profitabilitas Serta Nilai
Tambah Usaha Tahu dan Tempe
(Studi Kasus di Kecamatan Tegal
Gundil dan Cilendek Timur Kota
Bogor) (Tunggadewi, 2009)
1. Menganalisis
keragaan usaha tahu
dan tempe.
2. Menjelaskan
langkah-langkah
penyesuaian yang
dilakukan usaha
tahun dan tempe.
3. Menganalisis
profitabilitas usaha
tahu dan tempe.
4. Menganalisis nilai
tambah usaha tahu
dan tempe.
1. Analisis Biaya
Produksi
2. Analisis Titik Impas
3. Profitabilitas Usaha
4. Analisis Nilai Tambah
Usaha tahu dan tempe menghasilkan output
per periode produksi sebanyak 810 kilogram
untuk tahu dan 868,45 kilogram untuk tempe.
Solusi menangani kenaikan harga kedelai yaitu
menetapkan harga jual yang berbeda pada
beberapa konsumen, menggunakan bahan
bakar alternatif, menghasilkan sendiri sebagian
bahan baku penunjang untuk produksi, dan
membuat sendiri sebagian peralatan produksi.
Usaha tahu mampu menghasilkan laba atau
profit lebih besar sebesar 37 persen, dibanding
usaha tempe sebesar 26 persen. Usaha tahu
memiliki nilai tambah lebih besar Rp6.881,00
dibanding usaha tempe Rp4.947,00.
Tabel 6. (lanjutan)
35
35
No. Judul Penelitian, Peneliti, Tahun Tujuan Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian
9. Analisis Nilai Tambah Dan Daya
Saing Serta Dampak Kebijakan
Pemerintah Terhadap Industri Tempe
Di Kabupaten Bogor (Sinaga, 2008)
1. Menghitung besaran
nilai tambah yang
dihasilkan industri
tempe..
2. Menganalisis
keunggulan
komparatif dan
kompetitif industri
tempe.
3. Menganalisis
dampak kebijakan
pemerintah pada
industri tempe.
1. Analisis Nilai Tambah
2. Policy Analysis Matrix
3. Analisis Sensitivitas
1. Analisis nilai tambah pada industri
pengolahan kedelai menjadi tempe sebesar
Rp 2.198,91 per kilogram input kedelai.
3. Industri tempe di desa Citeureup layak
untuk dijalankan baik berdasarkan
perhitungan pada analisis finansial
maupun analisis ekonomi.
4. Kenaikan harga input kedelai sebesar 60
persen diimbangi pula dengan kenaikan
harga output sebesar 46 persen, industri
tempe di Desa Citeureup ternyata layak
untuk diteruskan baik secara finansial
maupun ekonomi.
Tabel 6. (lanjutan)
36
37
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Dasar Penelitian
Metode dasar penelitian yang digunakan pada penelitian Analisis Pendapatan dan
Nilai Tambah Agroindustri Tempe Kecamatan Punggur Kabupaten Lampung
Tengah adalah metode studi kasus. Menurut Arikunto (2004) metode studi kasus
merupakan salah satu metode penelitian yang dilakukan secara intensif, terperinci
dan mendalam terhadap suatu organisme (individu), lembaga atau gejala tertentu
dengan daerah atau subjek yang sempit selama kurun waktu tertentu. Metode studi
kasus digunakan untuk memperoleh data secara lengkap dan rinci pada agroindustri
tempe di Kecamatan Punggur Kabupaten Lampung Tengah mengenai pendapatan
dan nilai tambah.
B. Konsep Dasar dan Definisi Operasional
Konsep ini mencakup pengertian yang digunakan untuk menunjang dan
menciptakan data akurat yang akan dianalisis sehubungan dengan tujuan penelitian.
Kedelai adalah salah satu jenis tanaman pangan yang banyak dimanfaatkan dalam
proses pengolahan, seperti tempe, tahu, kecap, dan tauco.
38
Agroindustri adalah suatu kegiatan untuk mengolah dan memanfaatkan hasil
pertanian sebagai bahan baku dalam proses pengolahan untuk mendapatkan
penghasilan dan nilai tambah.
Agroindustri tempe adalah suatu industri yang mengolah bahan baku berupa
kedelai menjadi produk tempe.
Pengrajin tempe adalah seseorang atau keluarga yang melakukan pengolahan
bahan baku kedelai menjadi tempe.
Tempe adalah makanan tradisional yang dapat dijadikan lauk makan sehari-hari,
terbuat dari kedelai dan diolah dengan melewati proses fermentasi
Proses produksi adalah proses interaksi antara berbagai faktor produksi untuk
menghasilkan tempe dalam jumlah tertentu yang diukur dalam satuan minggu.
Bahan baku adalah bahan utama yang digunakan dalam proses pengolahan dalam
hal ini yaitu kedelai yang diukur dalam satuan rupiah per kilogram (Rp/kg).
Harga bahan baku adalah nilai yang dikeluarkan untuk memperoleh kedelai sebagai
bahan baku utama diukur dalam satuan rupiah per kilogram (Rp/kg).
Bahan tambahan adalah bahan-bahan yang digunakan dalam proses pengolahan
tempe, dapat berupa ragi dan plastik pembungkus yang dapat diukur dalam satuan
rupiah per kilogram (Rp/kg).
39
Ragi adalah bahan tambahan utama dalam pembuatan tempe diukur dalam satuan
rupiah per bungkus (Rp/bungkus).
Mesin pengupas kedelai adalah alat yang digunakan untuk mengupas kulit kedelai
agar mempermudah proses pengolahan.
Tenaga kerja adalah sejumlah orang yang membantu memperlancar proses produksi
tempe. Tenaga terdiri dari tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) dan tenaga kerja
luar keluarga (TKLK) diukur dalam satuan harian orang kerja (HOK).
Peralatan adalah alat-alat yang digunakan untuk memperlancar proses pembuatan
tempe.
Bahan bakar adalah bahan-bahan yang digunakan untuk merebus kedelai dan
kegiatan pengemasan tempe. Bahan bakar tersebut terdiri dari bahan bakar kayu
diukur dalam satuan rupiah per kubik (Rp/kubik) dan bahan bakar minyak tanah
diukur dalam satuan rupiah per liter (Rp/liter).
Input adalah faktor-faktor produksi yang digunakan untuk menghasilkan tempe
berupa kedelai, tenaga kerja, bahan bakar, peralatan, dan biaya-biaya.
Output adalah hasil yang diperoleh dari suatu kegiatan seperti kegiatan pengolahan
kedelai yang menghasilka tempe.
Harga input adalah nilai dari faktor-faktor produksi yang digunakan untuk
menghasilkan tempe berupa harga kedelai, tenaga kerja, bahan bakar, peralatan, dan
biaya-biaya. Harga input diukur dalam satuan rupiah (Rp).
40
Biaya tetap adalah biaya yang dikeluarkan dalam agroindustri tempe dimana besar
kecilnya biaya tersebut tidak akan tergantung pada volume produksi. Biaya tetap
diukur dalam satuan rupiah (Rp).
Biaya variabel adalah biaya yang dikeluarkan dalam agroindustri tempe dimana
besar kecilnya biaya tersebut akan mempengaruhi pada volume produksi. Biaya
variabel diukur dalam satuan rupiah (Rp).
Biaya total adalah biaya yang diperoleh dari penjumlahan biaya tetap dan biaya
variabel. Biaya total diukur dalam satuan rupiah (Rp).
Pengolahan adalah suatu kegiatan atau transformasi dari bahan baku mentah
menjadi produk atau makanan lain yang dapat dikonsumsi oleh manusia.
Penerimaan adalah nilai yang diperoleh dari produksi dikalikan dengan harga.
Penerimaan diukur dalam satuan rupiah (Rp).
Pendapatan adalah penerimaan dikurangi dengan biaya-biaya yag dikeluarkan oleh
agroindustri. Pendapatan diukur dalam satuan rupiah (Rp).
R/C adalah nilai yang menunjukkan suatu usaha untung atau tidaknya, dimana nilai
tersebut diperoleh dari penerimaan dibagi dengan biaya.
C. Lokasi Penelitian, Responden, dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di agroindustri tempe yang berada di Kecamatan Punggur
Kabupaten Lampung Tengah. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan secara
41
sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Kecamatan Punggur memiliki
jumlah pengrajin tempe terbanyak di Kabupaten Lampung Tengah. Populasi
sasaran penelitian ini sebanyak 69 orang pengrajin tempe yang tersebar disembilan
desa di Kecamatan Punggur Kabupaten Lampung Tengah. Jumlah populasi sasaran
pengrajin tempe di Kecamatan Punggur Kabupaten Lampung Tengah dapat dilihat
pada Tabel 7.
Tabel 7. Jumlah populasi agroindustri tempe di Kecamatan Punggur Kabupaten
Lampung Tengah
Desa Jumlah Populasi (orang)
Sidomulyo 26
T.Angin 4
Nunggal Rejo 5
Punggur 9
Astomulyo 6
Badran Sari 3
Mulya Katon 4
Sidorahayu 7
Sidokerto 5
Total jumlah 69
Sumber: Data primer, 2017a (diolah)
Tabel 7 menunjukkan jumlah populasi dari sembilan desa di Kecamatan Punggur
yaitu sebanyak 69 Orang. Pengambilan sampel menggunakan accidental sampling
ditiga desa yang memiliki jumlah pengrajin terbanyak di Kecamatan Punggur.
Jumlah pengrajin terbanyak terdapat di Desa Sidomulyo, Punggur, dan Sidorahayu.
Waktu pengambilan data dilakukan pada bulan Maret 2018.
42
D. Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data
primer diperoleh dari hasil wawancara secara langsung kepada responden melalui
pengamatan secara langsung dengan menggunakan daftar pertanyaan yaitu berupa
kuisioner untuk mengetahui gambaran umum agroindustri tempe dan pendapatan.
Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari literatur seperti Badan
Pusat Statistik (BPS), lembaga/instansi terkait, laporan-laporan, dan pustaka
lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini.
E. Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah metode analisis
deskriptif kuantitatif. Berikut merupakan metode analisis data yang digunakan
pada setiap tujuan dalam penelitian.
1. Analisis Pendapatan
Analisis pendapatan agroindustri tempe digunakan untuk menjawab tujuan
pertama yang dilakukan dengan cara menghitung pendapatan di agroindustri
tempe dalam hitungan per bulan yaitu pada bulan Maret 2018. Cara yang
digunakan untuk menghitung pendapatan sama seperti yang dilakukan Sari,
Haryono, dan Rosanti (2014).
π = TR – TC.....................................................(1)
π = Y. PY – ∑ Xi.PXi – BTT............................(2)
43
Keterangan:
π = Pendapatan (Rp)
Y = Produksi tempe (kg)
Py = Harga tempe (Rp)
Xi = Faktor produksi (i = 1,2,3,.....,n)
Pxi = Harga faktor produksi ke-i (Rp)
BTT = Biaya tetap total (Rp)
Analisis data berikutnya adalah R/C rasio untuk mengetahui kelayakan usaha
pada agroindustri tempe yang dapat dirumuskan sebagai berikut.
R/C = TR / TC....................................................(3)
Keterangan:
R/C = Nisbah penerimaan dan biaya
TR = Total revenue atau penerimaan total (Rp)
TC = Total cost atau biaya total (Rp)
Kriteria pengambilan keputusan adalah:
1) Jika R/C > 1, maka suatu usaha mengalami keuntungan.
2) Jika R/C < 1, maka suatu usaha mengalami kerugian.
3) Jika R/C = 1, maka suatu usaha mengalami impas.
2. Analisis Nilai Tambah
Besarnya nilai tambah yang dihasilkan dari pengolahan kedelai menjadi tempe
pada agroindustri tempe di Kecamatan Punggur Kabupaten Lampung Tengah
44
dapat dihitung dengan menggunakan metode analisis nilai tambah Hayami.
Metode analisis nilai tambah Hayami disajikan pada Tabel 8.
Kriteria nilai tambah:
1. Jika NT > 0, berarti pengembangan agroindustri pengolahan tempe
memberikan nilai tambah (positif).
2. Jika NT < 0, berarti pengembangan agroindustri pengolahan tempe
memberikan nilai tambah (negatif).
Tabel 8. Prosedur perhitungan nilai tambah metode Hayami
No. Variabel Formula
Output, Input, Harga
1 Hasil produksi (kg/bulan) A
2 Bahan baku (kg/bulan) B
3 Tenaga kerja (HOK) C
4 Faktor konversi D = A/B
5 Koefisien tenaga kerja E = C/B
6 Harga produk F
7 Upah rata-rata Tenaga Kerja G
Pendapatan dan Keuntungan (Rp/kg) 8 Harga bahan baku H
9 Sumbangan input lain I
10 Nilai Output J = D x F
11 a. Nilai tambah K = J-1-H
b. Rasio nilai tambah L% = (K/J) x 100%
12 a. Imbalan tenaga kerja M = E x G
b. Bagian tenaga kerja N% = (M/K) x 100%
13 a. Keuntungan O = K – M
b. Tingkat keuntungan P% = (O/K) x 100%
Balas Jasa untuk Faktor Produksi
14 Margin Keuntungan Q = J – H
a. Keuntungan R = O/Q x 100%
b. Tenaga Kerja S = M/Q x 100%
c. Pendapatan T = I/Q x 100%
Sumber: Hayami (1987)
45
Keterangan:
A = Ouput/total produksi tempe yang dihasilkan oleh agroindustri.
B = Input/bahan baku berupa kedelai yang digunakan dalam proses produksi.
C = Tenaga kerja yang digunakan dalam memproduksi tempe dihitung dalam
bentuk HOK (Hari Orang Kerja) dalam satu periode analisis.
F = Harga produk yang berlaku pada satu periode analisis.
G = Jumlah upah rata-rata yang diterima oleh pekerja dalam setiap satu
periode produksi yang dihitung berdasarkan per HOK (Hari Orang Kerja).
H = Harga input bahan baku utama per kilogram (kg) pada suatu periode
analisis.
I = Sumbangan/biaya input lainnya yang terdiri dari biaya bahan baku
penolong, biaya penyusutan, dan biaya packing.
46
IV. GAMBARAN UMUM DAN LOKASI PENELITIAN
A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Tengah
1. Keadaan Geografis
Kabupaten Lampung Tengah meliputi areal seluas 4.789,62 km2 terletak
pada bagian tengah Propinsi Lampung dengan Ibukota di Gunung Sugih.
Secara geografis terletak pada kedudukan 104°35' sampai dengan 105°50'
Bujur Timur dan 4°30' sampai dengan 4°15' Lintang Selatan, dan berbatasan
dengan :
a. Sebelah Utara : berbatasan dengan Kabupaten Tulang Bawang dan
Kabupaten Lampung Utara
b. Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kabupaten Pesawaran
c. Sebelah Timur : berbatasan dengan Kabupaten Lampung Timur dan
Kota Metro
d. Sebelah Barat : berbatasan dengan Kabupaten Tanggamus dan
LampungBarat
Wilayah administrasi Kabupaten Lampung Tengah terdiri dari 28 wilayah
kecamatan. Berdasarkan data dari Badan Perencanaan dan Pembangunan
Daerah Kabupaten Lampung Tengah dapat dilihat luas wilayah pada Tabel
9.
47
Tabel 9. Luas wilayah Kecamatan di Kabupaten Lampung Tengah
No. Kecamatan Luas (km²) Persentase (%)
1 Padang Ratu 204.44.00 04.27
2 Selagai Lingga 308.52.00 06.44
3 Pubian 173.88 0,16875
4 Anak Tuha 161.64 03.37
5 Anak Ratu Aji 68.39.00 01.43
6 Kali Rejo 101.31.00 02.12
7 Sendang Agung 108.89 02.27
8 Bangun Rejo 132.63 0,1368056
9 Gunung Sugih 130.12.00 0,1333333
10 Bekri 93.51.00 0,1076389
11 Bumi Ratu Nuban 65.14.00 01.36
12 Trimurjo 68.43.00 01.43
13 Punggur 118.45.00 02.47
14 Kota Gajah 68.05.00 01.42
15 Seputih Raman 146.65 03.06
16 Terbanggi Besar 208.65 04.36
17 Seputih Agung 122.27.00 02.55
18 Way Pengubuan 210.72 04.40
19 Terusan Nunyai 302.05.00 06.31
20 Seputih Mataram 120.01.00 02.51
21 Bandar Mataram 1 055.28 22.03
22 Seputih Banyak 145.92 03.05
23 Way Seputih 77.84 0,0854167
24 Rumbia 106.09.00 02.21
25 Bumi Nabung 108.94 02.27
26 Putra Rumbia 95.02.00 0,1097222
27 Seputih Surabaya 144.60 03.02
28 Bandar Surabaya 142.39.00 0,1506944
Sumber: BAPPEDA Kabupaten Lampung Tengah
2. Kondisi Fisik
Kabupaten Lampung Tengah dapat dibagi dalam 4 unit topografi, yaitu :
a. Daerah berbukit sampai bergunung.
b. Daerah dataran aluvial.
c. Daerah rawa pasang surut
d. Daerah river basin, yaitu daerah aliran sungai (DAS) Way Seputih
danWay Sekampung.
48
Secara umum Lampung Tengah beriklim Tropis Humid dengan angin laut
bertiup dari samudra Indonesia dengan kecepatan angin rata-rata 5,83
Km/Jam, memiliki temperatur rata-rata berkisar antara 26° C - 28° C pada
daerah dataran dengan ketinggian 30-60 meter. Temperatur maksimum yang
sangat jarang dialami adalah 33° C dan juga temperatur minimum 22° C.
Sebagian besar wilayahnya berada pada ketinggian 15-65 meter dpl dan
memiliki kemiringan lereng antara 0-2% (92,29%). Jenis tanah didominasi
oleh jenis latosol dan podsolik merah-kuning.
3. Kependudukan
Penduduk Kabupaten Lampung Tengah terdiri dari penduduk etnis
Lampung dan Pendatang yang berbaur serasi dan harmonis. Penduduk asli
yang bermukim di Kabupaten Lampung Tengah terdiri dari masyarakat
Kebuaian Abung Siwo Migo dan masyarakat Pubian. Sedangkan penduduk
pendatang tediri dari kelompok masyarakat Semendo, Banten, Jawa Tengah,
Yogyakarta, Jawa Timur, Jawa Barat/ Sunda, Bali, Batak dan berbagai suku
yang ada di Indonesia. Jumlah penduduk pada tahun 2007 dengan komposisi
593.746 jiwa penduduk laki-laki dan 566.475 jiwa penduduk perempuan.
Kepadatan penduduk rata-rata sebesar 242 jiwa per Km2. Rata-rata
pertumbuhan penduduk sebesar 4,86 % per tahun. Komposisi penduduk
berdasarkan kelompok umur 0-14 tahun = 30 %,15-64 tahun = 65 % dan 65
tahun ke atas 5%.
4. Visi dan Misi Kabupaten Lampung Tengah
Visi dan misi Pemerintah Kabupaten Lampung Tengah adalah terwujudnya
Lampung Tengah sebagai kawasan Agribisnis yang berwawasan lingkungan
49
religius dan keragaman Budaya. Visi pembangunan yang dirumuskan itu
mengandung pemahaman bahwa seluruh masyarakat menginginkan
Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Tengah sebagai daerah yang
mampu memanfaatkan segenap potensinya, membentuk keunggulan yang
berdaya saing hingga mampu mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh
warganya. Dalam proses tersebut seluruh masyarakat tetap memegang teguh
nilai-nilai luhur budaya warisan nenek moyang dan memiliki landasan
spiritual yang kokoh, sehingga pembangunan yang dicapai itu dapat
dipertanggungjawabkan.
Sejalan dengan misi masa depannya, Pemerintah Kabupaten Lampung
Tengah berbenah diri dengan pemanfaatan segala potensi sumber daya yang
ada berusaha mewujudkan sejumlah misi perubahan yang menyeluruh, luhur
dan berorientasi mutu, yaitu:
a. Mengembangkan sistem pertanian berbasis agribisnis dan perekonomian
kerakyatan yang didukung dunia usaha.
b. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang unggul dan berdaya
saing.
c. Meningkatkan kesadaran beragama, politik, ketertiban dan keamanan
dalam rangka persatuan dan kesatuan secara demokratis dan berkeadilan .
d. Mengembangkan dan melestarikan nilai-nilai luhur seni dan budaya
daerah
e. Meningkatkan pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian lingkungan.
f. Meningkatkan pembangunan infrasutruktur wilayah terutama pada
wilayah perkampungan, sentra produksi dan pusat pertumbuhan baru
secara seimbang, selaras dan serasi .
g. Mewujudkan pemerintahan daerah yang baik dan bertanggung jawab
serta mampu memberikan pelayanan prima kepada masyarakat sesuai
standar pelayanan minimal.
50
5. Deskripsi Kelembagaan Pemerintah
Untuk mewujudkan misi dan sejumlah tugas sebagaimana dikemukakan di
atas, serta meningkatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat yang
lebih baik, maka dilakukan penataan pemerintahan secara bertahap sesuai
dengan skala prioritas kebutuhan pemerintah dan pembangunan
Pemerintaah Kabupaten Lampung Tengah. Berdasarkan Undang-undang
Nomor 12. tahun 1999. Pemerintah Kabupaten Lampung Tengah ditetapkan
sebagai daerah otonom yang memiliki seluruh kewenangan wajib serta
kewenangan lainnya.
Sebagaimana Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Tengah Nomor 12
Tahun 2007 tentang Pembentukan Organisasi Perangkat Pemerintah
Kabupaten Lampung Tengah dengan menggunakan organisasi pola
maksimal, susunan organisasi perngkat daerah Pemerintah Kabupaten
Lampung Tengah yang ditetapkan adalah: (a) Sekretariat Daerah. Terdiri
dari; 1 Sekretaris Daerah; 4 Asisten Bidang; dan 12 Bagian; (b) Lembaga
Teknik Daerah, terdiri dari 6 badan dan 3 Kantor; (c) Dinas Daerah
sebanyak 17 buah; dan (d) 28 Kecamatan; 16 Kelurahan; dan 298 Kampung
(desa). Sesuai dengan struktur organisasi dan tata kerja yang sudah
ditetapkan untuk pelaksanaan pemerintah, pembangunan dan pelayanan
kepada masyarakat, pegawai yang ada adalah 13.621 orang dengan rincian
(a) pegawai Laki-laki 8.105 orang perempuan 5.515 orang termasuk guru.
Jumlah Desa/Kelurahan Menurut Kecamatan di Kabupaten Lampung
Tengah dapat dilihat pada Tabel 10.
51
Tabel 10. Jumlah Desa/Kelurahan Menurut Kecamatan di Kabupaten
Lampung Tengah
No. Kecamatan Desa Kelurahan Jumlah
1 Padang Ratu 15 - 15
2 Selagai Lingga 14 - 14
3 Pubian 20 - 20
4 Anak Tuha 12 - 12
5 Anak Ratu Aji 6 - 6
6 Kalirejo 16 1 17
7 Sendang Agung 9 - 9
8 Bangun Rejo 16 1 17
9 Gunung Sugih 13 2 15
10 Bekri 8 - 8
11 Bumi Ratu Nuban 10 - 10
12 Trimurjo 14 - 14
13 Punggur 7 2 9
14 Kota Gajah 4 3 7
15 Seputih Raman 14 - 14
16 Terbanggi Besar 6 4 10
17 Seputih Agung 10 - 10
18 Way Pengubuan 7 1 8
19 Terusan Nunyai 5 2 7
20 Seputih Mataram 12 - 12
21 Bandar Mataram 12 - 12
22 Seputih Banyak 13 - 13
23 Way Seputih 6 - 6
24 Rumbia 9 - 9
25 Bumi Nabung 7 - 7
26 Putra Rumbia 10 - 10
27 Seputih Surabaya 13 - 13
28 Bandar Surabaya 10 - 10
Sumber: BPS Kabupaten Lampung Tengah
6. Sosial Budaya dan Agama
Kabupaten Lampung Tengah memunculkan interaksi adat dan kebudayaan
yang dibawa pendatang maupun penduduk asli, sehingga mendorong
terjadinya asimilasi dan akulturasi kebudayaan sekaligus merupakan potensi
untuk perubahan dan kemajuan pembangunan tanpa harus meninggalkan
nilai-nilai luhur budaya bangsa yang telah dimiliki.
52
Jumlah penduduk yang cukup besar dengan kepadatan yang relatif tinggi
menyebabkan Kabupaten Lampung Tengah mengalami keterbatasan daya
tampung, penduduk yang setiap tahunnya semakin bertambah, sehingga
pertumbuhan penduduk yang menuntut selain tersedianya sarana dan
prasarana dasar seperti perumahan, juga diperlukan fasilitas umum dan
fasilitas sosial lainnya. Karena Kabupaten Lampung Tengah sebagian
wilayahya digunakan untuk kawasan industri, maka daerah ini menarik
kaum migran untuk datang dan menjadi pekerja di daerah kabupaten ini.
Prosentase mata pencarian penduduk terbesar tedapat pada tahun 2009 di
sektor industri (13%) diikuti oleh sektor perdagangan 24,5%, sedangkan
penduduk yang bergerak di sektor primer sekitar 61,7 %. Untuk
mengantisipasi tuntutan pertumbuhan penduduk sebagai penganut agama
tertentu dan terhindar dari gejolak masalah sosial yang mungkin muncul di
masa mendatang.
7. Ekonomi dan Politik
Sebagai Pemerintah Daerah Kabupaten yang terhitung baru, Kabupaten
Lampung Tengah belum menunjukkan struktur perekonomian yang kokoh
dalam kurun waktu 5 tahun (2005-2008). Product Domestic Regional Bruto
(PDRB) Kabupaten Lampung Tengah berdasarkan harga berlaku mengalami
peningkatan sebesar 18,64% per tahun, sedangkan PDRB perkapitanya
meningkat sebesar 16,85% per tahun. Jika dilihat dari harga konstan maka
pertumbuhan ekonomi cenderung meningkat yaitu sebesar 5,66 % per tahun,
bahkan PDRB perkapitanya mengalami pertumbuhan negatif sebesar -4,86
% per tahun. Hal ini terkait dengan krisis ekonomi yang menimpa semua
53
sektor perekonomian secara nasional yang berimbas kepada sektor ekonomi
yang ada di Kabupaten Lampung Tengah.
B. Kecamatan Punggur
Kecamatan Punggur merupakan Kecamatan yang terletak di Kabupaten Lampung
Tengah Provinsi Lampung. Kecamatan ini terletak pada 114.350 BB sampai
dengan 114.400 BT dan 5.000 LU sampai dengan 5.050 LS dengan ketinggian dari
permukaan laut antara 25 sampai 50 m. Suhu udara rata-rata di Kecamatan
Punggur sendiri berkisar antara 20° C sampai 32° C dengan curah hujan setiap
tahunnya berkisar 870 mm. Jarak dari Ibukota Kabupaten Lampung Tengah
kurang lebih 14 km, dari Ibukota Provinsi Lampung kurang lebih 70 km, dan
hanya berjarak kurang lebih 10 km dari Ibukota Metro.
Kecamatan Punggur memiliki luas wilayah sebesar 118,45 km2 dengan jumlah
penduduk 35.920 jiwa dengan kepadatan 303 jiwa/km2. Secara geografis
Kecamatan Punggur :
Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Gunung Sugih
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Trimurjo dan Kota Metro
Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Gunung Sugih
Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Kota Gajah
Kecamatan Pungur merupakan salah satu dari 28 Kecamatan yang ada di
Kabupaten Lampung Tengah Provinsi Lampung. Kecamatan ini mulai dibuka pada
tahun 1954, kemudian berdasarkan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1964, maka
54
dibentuklah pemerintahan Kecamatan Punggur dengan ibukota Tanggulangin dan
secara administratif Kecamatan ini membawahi 15 desa, yaitu sebagai berikut:
1. Mojopahit 9. Sritejo Kencono
2. Ngestirahayu 10. Saptomulyo
3. Astomulyo 11. Nambahrejo
4. Tanggulangin 12. Sidomulyo
5. Tanggul Rejo 13. Sumberjo
6. Totokaton 14. Purworejo
7. Badransari 15. Kota Gajah
8. Srisawahan
Pada awalnya Kecamatan Punggur terdiri dari 15 desa, namun dengan beberapa
pertimbangan, saat ini Kecamatan Punggur hanya terdiri dari 9 desa, yaitu:
1. Punggur 6. Badran Sari
2. Sidomulyo 7. Mulya Katon
3. T.Angin 8. Sidorahayu
4. Nunggal Rejo 9. Sidokerto
5. Astomulyo
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1. Tingkat pendapatan agroindustri tempe di Kecamatan Punggur Kabupaten
Lampung Tengah sudah menguntungkan dalam kategori SRT, dilihat
berdasarkan UMP yang telah ditetapkan.
2. Agroindustri tempe di Kecamatan Punggur Kabupaten Lampung Tengah
menguntungkan dan memiliki nilai tambah yang positif sehingga layak
untuk diusahakan.
B. Saran
Saran yang dapat diberikan pada penelitian ini adalah:
1. Produsen tempe sebaiknya menyediakan cadangan peralatan agar proses
produksi dapat terus berjalan. Selain itu para pengrajin sebaiknya
melakukan pencatatan pendapatan dari setiap proses produksi, sehingga
akan memudahkan para pengrajin dalam melihat keuntungan yang
diperoleh.
82
2. Bagi pemeritah dan dinas-dinas terkait hendaknya mewujudkan
swasembada kedelai, agar kedelai impor dapat digantikan dengan kedelai
lokal.
3. Bagi peneliti lain, sebaiknya melakukan penelitian mengenai analisis
finansial dan kesejahteraan pada agroindustri tempe di Kecamatan
Punggur Kabupaten Lampung Tengah .
83
DAFTAR PUSTAKA
Adisarwanto, T. 2002. Budidaya Kedelai Tropika. Penebar Swadaya. Jakarta.
Agromedia, R. 2007. Membuat Tahu dan Tempe. Jakarta.
Anggraeni, T.S. 2017. Analisis Keragaan Agroindustri Tempe, Manfaat
Ekonomi Koperasi, dan Tingkat Partisipasinya sebagai Anggota Primkopti
(Primer Koperasi Produsen Tahu Tempe Indonesia) Kabupaten Pesawaran.
Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Aldhariana, S.F, D.A.H Lestari, dan R.Hismono. 2016. Analisis keragaan
agroindustri beras siger studi kasus pada Agroindustri Toga Sari
(Kabupaten Tulang Bawang) dan Agroindustri Mekar Sari (Kota Metro).
JIIA: 4 (3). Universitas Lampung. Bandar Lampung.
http://jurnal.fp.unila.ac.id/index.php/JIA/article/view/1507/1361. Diakses
pada 08 November 2017 pukul 10:00 WIB.
Arikunto, S. 2004. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Rineka
Cipta. Bandung.
Arum, W.P, S.Widjaya, dan L.Marlina. 2017. Kelayakan Usaha Dan Nilai
Tambah Agroindustri Tempe. Jurnal Imu-Ilmu Agribisnis, Volume 5
Nomor 2.
http://jurnal.fp.unila.ac.id/index.php/JIA/article/view/1649/1475. Diakses
pada 08 November 2017 pukul 10:25 WIB.
Arsyad, L. 2004. Ekonomi Pembangunan. Edisi Keempat. STIE YKPN.
Yogyakarta.
Asfia, N. dan R.Pambudy. 2013. Analisis Pendapatan, Nilai Tambah, Dan
Prospek Pengembangan Industri Kecil Tapioka Di Jawa Barat.Skripsi.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Astuti, N. P. 2009. Sifat Organoleptik Tempe Kedelai Yang Dibungkus Plastik,
Daun Pisang Dan Daun Jati. Karya Tulis Ilmiah Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah. Surakarta.
84
Badan Pusat Statistik. 2017a. Perkembangan produktivitas kedelai di Provinsi
Lampung tahun 2014-2016. Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung.
Lampung.
. 2017b. Perkembangan harga kedelai di Provinsi Lampung
tahun 2012-2016. Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung. Lampung.
Budhisatyarini, T. 2008. Seminar Nasional Dinamika Pembangunan Pertanian
Dan Pedesaan: Tantangan dan Peluang Bagi Peningkatan Kesejahteraan
Petani; Nilai Tambah Diversifikasi Hasil Usahatani Bawang Merah
Menjadi Bawang Goreng. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan
Pertanian Departemen Pertanian. Bogor.
Cahyadi, W. 2006. Kedelai Khasiat dan Teknologi. Bumi Aksara. Bandung.
Cahyadi, W. 2007. Kedelai : Khasiat dan Teknologi. Bumi Aksara. Jakarta.
Agromedia, R. 2007. Membuat Tahu dan Tempe. Jakarta.
DKBM. 2005. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Persatuan Ahli Gizi
Indonesia. Jakarta.
Dwinaningsih, E.A. 2010. Karakteristik Kimia dan Sensori Tempe dengan
Variasi Bahan Baku Kedelai/Beras dan Penambahan Angkak serta Variasi
Lama Fermentasi. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret.
Surakarta. http://eprints.uns.ac.id/210/1/170422411201010311.pdf. Diakses
pada 05 November 2017 pukul 23.09 WIB.
Gustiyana, H. 2004. Analisis Pendapatan Usahatani untuk Produk Pertanian.
Salemba Empat. Jakarta.
Hayami, Y. 1987. Agricultural Marketing and Processing in Upland Java, a
Perspective From Sunda Village. CGPRT Center. Bogor.
Hasyim, H dan W.A.Zakaria. 1995. Pengembangan Agribisnis di Provinsi
Lampung dalam Era Pasca GATT. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas
Lampung. Bandar Lampung. Digilib.unila.ac.id. Diakses pada 05
November 2017 pukul 23.09 WIB.
Hidayat, N. 2006. Mikrobiologi Industri. Penerbit Andi. Yogyakarta.
Hidayat, N. 2009. Tahapan Proses Pembuatan Tempe. Universitas Brawijaya.
Malang.
Kementerian Pertanian. 2017. Outlook Komoditas Pertanian Subsektor Tanaman
Pangan Komoditas Kedelai. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian.
Jakarta.
Mantra, I. B. 2004. Demografi Umum. Penerbit Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
85
Organisasi Primkopti Provinsi Lampung. 2017a. Perkembangan agroindustri
tempe di Provinsi Lampung tahun 2017. Bandar Lampung. Lampung.
. 2017b. Perkembangan agroindustri
tempe di Kabupaten Lampung Tengah tahun 2017. Bandar Lampung.
Lampung.
Praptiwi, A.N, E.Tety, dan J.Yusri. 2015. Analisis Pendapatan Dan Nilai
Tambah Agroindustri Tape Singkong Di Kota Pekanbaru. Jurnal Jom
Faperta, Volume 2 Nomor 1.
https://jom.unri.ac.id/index.php/JOMFAPERTA/article/view/5472/535.
Diakses pada 08 November 2017 pukul 09:17 WIB.
Rahmawati, E. 2009. Kajian Nilai Tambah Produk Agribisnis. Fakultas
Pertanian UNLAM. Banjarbaru.
Santoso, H. B. 1993. Pembuatan Tempe dan Tahu Kedelai Bahan Makanan
Bergizi. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Saragih, B. 2000. Agribisnis Berbasis Peternakan Pustaka Wirausaha Muda.
PT. Loji Grafika Griya Sarana. Bogor.
. 2001. Agribisnis Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis
Pertanian Pustaka Wirausaha Muda. PT. Loji Grafika Griya Sarana. Bogor.
Sari DK, D.Haryono, dan N.Rosanti. 2014. Analisis pendapatan dan tingkat
kesejahteraan rumah tangga petani jagung di Kecamatan Natar Kabupaten
Lampung Selatan. Jurnal Imu-Ilmu Agribisnis, Volume 2 Nomor 1.
http://jurnal.fp.unila.ac.id/index.php/JIA/article/view/562/524. Diakses pada
06 November 2017 pukul 00:54 WIB.
Sarwono. 2005. Membuat Tempe dan Oncom Cetakan 29. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Sinaga, M.S, dan Y.K.Wagiono. 2008. Analisis Nilai Tambah dan Daya Saing
Serta Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Industri Tempe di
Kabupaten Bogor. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Soekartawi. 1995. Analisis Usahatani. Universitas Indonesia Press. Jakarta.
. 1999. Agribisnis: Teori dan Aplikasinya. Raja Grafindo Persada.
Jakarta.
. 2001. Pengantar Agroindustri. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.
. 2010. Agribisnis Teori dan Aplikasinya. PT Raja Grafindo Persada.
Jakarta.
86
Subekti, N.A, R.Effendi, dan Syfruddin. 2007. Morfologi Tanaman dan Fase
Pertumbuhan Jagung. Balai Penelittian Tanaman Serealia. Maros.
http://pustaka.litbang.deptan.go.id/bbpi/lengkap/bpp10232.pdf. Diakses
pada 2 November 2017 pukul 09:17 WIB.
Sudiyono, A. 2004. Pemasaran Pertanian. UMM Press. Malang.
Sugiarto, dkk. 2003. Teknik Sampling. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Suprapto. 2001. Bertanam Kedelai. Penebar Swadaya. Jakarta.
Supriono. 2003. Pembuatan Tempe. Kanisius. Yogyakarta.
Tunggadewi, A.T. 2009. Analisis Profitabilitas Serta Nilai Tambah Usaha Tahu
Dan Tempe (Studi Kasus di Kecamatan Tegal Gundil dan Cilendek Timur
Kota Bogor). Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Winardi, 1998. Pengantar Ilmu Ekonomi. Tarsito. Bandung.
Wirakusuma dan E.Sari. 2005. Tempe Makanan “Segar” Asli Indonesia.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Wiyono, T, dan R Baksh. 2015. Analisis Pendapatan Dan Nilai Tambah Usaha
Tahu Pada Industri Rumah Tangga “Wajianto” Di Desa Ogurandu
Kecamatan Bolano Lambunu Kabupaten Parigi Moutong.E-Journal
Agrotekbis, Volume 3 Nomor 3. Jurnal.untad.ac.id. Diakses pada 08
November 2017 pukul 09:14 WIB.
Zakaria, W. A. 2006. Ekonomi Makro Buku Ajar. Universitas lampung. Bandar
Lampung.
Zulkifli. 2012. Analisis Pendapatan Dan Nilai Tambah Pada Agroindustri
Keripik Ubi Di Kecamatan Tanah Luas Kabupaten Aceh Utara. Skripsi.
Universitas Malikussaleh. Aceh.