asepfirman17.files.wordpress.com  · web viewkomunikasi. pengertian komunikasi. pengertian...

74
1. Komunikasi Pengertian Komunikasi Pengertian komunikasi sudah banyak didefinisikan oleh banyak orang, jumlahnya sebanyak orang yang mendifinisikannya. Dari banyak pengertian tersebut jika dianalisis pada prinsipnya dapat disimpulkan bahwa komunikasi mengacu pada tindakan, oleh satu orang atau lebih, yang mengirim dan menerima pesan yang terdistorsi oleh gangguan (noise), terjadi dalam suatu konteks tertentu, mempunyai pengaruh tertentu, dan ada kesempatan untuk melakukan umpan balik. Komponen Komunikasi a. Lingkungan komunikasi Lingkungan (konteks) komunikasi setidak- tidaknya memiliki tiga dimensi: 1. Fisik, adalah ruang dimana komunikasi berlangsung yang nyata atau berwujud. 1. Sosial-psikoilogis, meliputi, misalnya tata hubungan status di antara mereka yang terlibat, peran yang dijalankan orang, serta aturan budaya masyarakat di mana mereka berkomunikasi. Lingkungan atau konteks ini juga mencakup rasa persahabatan

Upload: duongkhuong

Post on 25-May-2018

241 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1. Komunikasi

Pengertian Komunikasi

Pengertian komunikasi sudah banyak didefinisikan oleh banyak orang,

jumlahnya sebanyak orang yang mendifinisikannya. Dari banyak pengertian

tersebut jika dianalisis pada prinsipnya dapat disimpulkan bahwa komunikasi

mengacu pada tindakan, oleh satu orang atau lebih, yang mengirim dan

menerima pesan yang terdistorsi oleh gangguan (noise), terjadi dalam suatu

konteks tertentu, mempunyai pengaruh tertentu, dan ada kesempatan untuk

melakukan umpan balik.

Komponen Komunikasi

a. Lingkungan komunikasi

Lingkungan (konteks) komunikasi setidak-tidaknya memiliki tiga

dimensi:

1. Fisik, adalah ruang dimana komunikasi berlangsung yang nyata

atau berwujud.

1. Sosial-psikoilogis, meliputi, misalnya tata hubungan status di

antara mereka yang terlibat, peran yang dijalankan orang, serta

aturan budaya masyarakat di mana mereka berkomunikasi.

Lingkungan atau konteks ini juga mencakup rasa persahabatan

atau permusuhan, formalitas atau informalitas, serius atau senda

gurau,

2. Temporal (waktu), mencakup waktu dalam hitungan jam, hari,

atau sejarah dimana komunikasi berlangsung.

Ketiga dimensi lingkungan ini saling berinteraksi; masing-masing

mempengaruhi dan dipengaruhi oleh yang lain. Sebagai contoh,

terlambat memenuhi janji dengan seseorang (dimensi temporal),

dapat mengakibatkan berubahnya suasana persahabatan-permusuhan

(dimensi sosial-psikologis), yang kemudian dapat menyebabkan

perubahan kedekatan fisik dan pemilihan rumah makan untuk makan

malam (dimensi fisik). Perubahan-perubahan tersebut dapat

menimbulkan banyak perubahan lain. Proses komunikasi tidak

pernah statis.

b. Sumber-Penerima

Kita menggunakan istilah sumber-penerima sebagai satu kesatuan

yang tak terpisahkan untuk menegaskan bahwa setiap orang yang

terlibat dalam komunikasi adalah sumber (atau pembicara) sekaligus

penerima (atau pendengar). Anda mengirimkan pesan ketika anda

berbicara, menulis, atau memberikan isyarat tubuh. Anda menerima

pesan dengan mendengarkan, membaca, membaui, dan sebagainya.

Tetapi, ketika anda mengirimkan pesan, anda juga menerima pesan.

Anda menerima pesan anda sendiri (anda mendengar diri sendiri,

merasakan gerakan anda sendiri, dan melihat banyak isyarat tubuh

anda sendiri) dan anda menerima pesan dari orang lain (secara

visual, melalui pendengaran, atau bahkan melalui rabaan dan

penciuman). Ketika anda berbicara dengan orang lain, anda

memandangnya untuk mendapatkan tanggapan (untuk mendapatkan

dukungan, pengertian, simpati, persetujuan, dan sebagainya). Ketika

anda menyerap isyarat-isyarat non-verbal ini, anda menjalankan

fungsi penerima.

c. Enkoding-Dekoding

Dalam ilmu komunikasi kita menamai tindakan menghasilkan pesan

(misalnya, berbicara atau menulis) sebagai enkoding (encoding).

Dengan menuangkan gagasan-gagasan kita ke dalam gelombang

suara atau ke atas selembar kertas, kita menjelmakan gagasan-

gagasan tadi ke dalam kode tertentu. Jadi, kita melakukan enkoding.

Kita menamai tindakan menerima pesan (misalnya, mendengarkan

atau membaca) sebagai dekoding (decoding). Dengan

menerjemahkan gelombang suara atau kata-kata di atas kertas

menjadi gagasan, anda menguraikan kode tadi. Jadi, anda melakukan

dekoding.

Oleh karenanya kita menamai pembicara atau penulis sebagai

enkoder (encoder), dan pendengar atau pembaca sebagai dekoder

(decoder). Seperti halnya sumber-penerima, kita menuliskan

enkoding-dekoding sebagai satu kesatuan yang tak terpisahkan untuk

menegaskan bahwa anda menjalankan fungsi-fungsi ini secara

simultan. Ketika anda berbicara (enkoding), anda juga menyerap

tanggapan dari pendengar (dekoding).

d. Kompetensi Komunikasi

Kompetensi komunikasi mengacu pada kemampuan anda untuk

berkomunikasi secara efektif (Spitzberg dan Cupach, 1989).

Kompetensi ini mencakup hal-hal seperti pengetahuan tentang peran

lingkungan (konteks) dalam mempengaruhi kandungan (content) dan

bentuk pesan komunikasi (misalnya, pengetahuan bahwa suatu topik

mungkin layak dikomunikasikan kepada pendengar tertentu di

lingkungan tertentu, tetapi mungkin tidak layak bagi pendengar dan

lingkungan yang lain). Pengetabuan tentang tatacara perilaku

nonverbal (misalnya kepatutan sentuhan, suara yang keras, serta

kedekatan fisik) juga merupakan bagian dari kompetensi

komunikasi.

Dengan meningkatkan kompetensi anda, anda akan mempunyai

banyak pilihan berperilaku. Makin banyak anda tahu tentang

komunikasi (artinya, makin tinggi kompetensi anda), makin banyak

pilihan, yang anda punyai untuk melakukan komunikasi sehari-hari.

Proses ini serupa dengan proses mempelajari perbendaharaan kata:

Makin banyak kata anda ketahui (artinya, makin tinggi kompetensi

perbendaharaan kata anda), makin banyak cara yang anda miliki

untuk mengungkapkan diri.

e. Pesan

Pesan komunikasi dapat mempunyai banyak bentuk. Kita

mengirimkan dan menerima pesan ini melalui salah satu atau

kombinasi tertentu dari panca indra kita. Walaupun biasanya kita

menganggap pesan selalu dalam bentuk verbal (lisan atau tertulis),

ini bukanlah satu-satunya jenis pesan. Kita juga berkomunikasi

secara nonverbal (tanpa kata). Sebagai contoh, busana yang kita

kenakan, seperti juga cara kita berjalan, berjabatan tangan,

menggelengkan kepala, menyisir rambut, duduk, dan. tersenyum.

Pendeknya, segala hal yang kita ungkapkan dalam melakukan

komunikasi.

f. Saluran

Saluran komunikasi adalah media yang dilalui pesan. Jarang sekali

komunikasi berlangsung melalui hanya satu saluran, kita

menggunakan dua, tiga, atau empat saluran yang berbeda secara

simultan. Sebagai contoh, dalam interaksi tatap muka kita berbicara

dan mendengarkan (saluran suara), tetapi kita juga memberikan

isyarat tubuh dan menerima isyarat ini secara visual (saluran

visual). Kita juga memancarkan dan mencium bau-bauan (saluran

olfaktori). Seringkali kita saling menyentuh, ini pun komunikasi

(saluran taktil).

g. Umpan Balik

Umpan balik adalah informasi yang dikirimkan balik ke sumbernya.

Umpan balik dapat berasal dari anda sendiri atau dari orang lain.

Dalam diagram universal komunikasi tanda panah dari satu sumber-

penerima ke sumber-penerima yang lain dalam kedua arah adalah

umpan balik. Bila anda menyampaikan pesan misalnya, dengan cara

berbicara kepada orang lain anda juga mendengar diri anda sendiri.

Artinya, anda menerima umpan balik dari pesan anda sendiri. Anda

mendengar apa yang anda katakan, anda merasakan gerakan anda,

anda melihat apa yang anda tulis.

Selain umpan balik sendiri ini, anda menerima umpan balik dari

orang lain. Umpan balik ini dapat datang dalam berbagai bentuk:

Kerutan dahi atau senyuman, anggukan atau gelengan kepala,

tepukan di bahu atau tamparan di pipi, semuanya adalah bentuk

umpan balik.

h. Gangguan

Gangguan (noise) adalah gangguan dalam komunikasi yang

mendistorsi pesan. Gangguan menghalangi penerima dalam

menerima pesan dan sumber dalam mengirimkan pesan. Gangguan

dikatakan ada dalam suatu sistem komunikasi bila ini membuat

pesan yang disampaikan berbeda dengan pesan yang diterima.

Gangguan ini dapat berupa gangguan fisik (ada orang lain berbicara),

psikologis (pemikiran yang sudah ada di kepala kita), atau semantik

(salah mengartikan makna). Tabel dibawah menyajikan ketiga

macam gangguan ini secara lebih rinci.

Macam Definsi Contoh

Fisik Interferensi dengan

transmisi fisik isyarat

atau pesan lain

Desingan mobil yang lewat,

dengungan komputer, kacamata

Psikollogis Interferensi kognitif

atau mental

Prasangka dan bias pada sumber-

penerima, pikiran yang sempit

Semantik Pembicaraan dan

pendengar memberi

arti yang berlainan

Orang berbicara dengan bahasa yang

berbeda, menggunakan jargon atau

istilah yang terlalu rumit yang tidak

dipahami pendengar

Gangguan dalam komunikasi tidak terhindarkan. Semua komunikasi

mengandung gangguan, dan walaupun kita tidak dapat

meniadakannya samasekali, kita dapat mengurangi gangguan dan

dampaknya. Menggunakan bahasa yang lebih akurat, mempelajari

keterampilan mengirim dan menerima pesan nonverbal, serta

meningkatkan keterampilan mendengarkan dan menerima serta

mengirimkan umpan balik adalah beberapa cara untuk

menanggulangi gangguan.

i. Efek Komunikasi

Komunikasi selalu mempunyai efek atau dampak atas satu atau lebih

orang yang terlibat dalam tindak komunikasi. Pada setiap tindak

komunikasi selalu ada konsekuensi. Sebagai contoh, anda mungkin

memperoleh pengetahuan atau belajar bagaimana menganalisis,

melakukan sintesis, atau mengevaluasi sesuatu; ini adalah efek atau

dampak intelektual atau kognitif. Kedua, anda mungkin

memperoleh sikap baru atau mengubah sikap, keyakinan, emosi, dan

perasaan anda; ini adalah dampak afektif. Ketiga, anda mungkin

memperoleh cara-cara atau gerakan baru seperti cara melemparkan

bola atau melukis, selain juga perilaku verbal dan noverbal yang

patut; ini adalah dampak atau efek psikomotorik.

j. Etik dan Kebebasan Memilih

Karena komunikasi mempunyai dampak, maka ada masalah etik di

sini. Karena komunikasi mengandung konsekuensi, maka ada aspek

benar-salah dalam setiap tindak komunikasi. Tidak seperti prinsip-

prinsip komunikasi yang efektif, prinsip-prinsip komunikasi yang

etis sulit dirumuskan.

Seringkali kita dapat mengamati dampak komunikasi, dan

berdasarkan pengamatan ini, merumuskan prinsip-prinsip

komunikasi yang efektif. Tetapi, kita tidak dapat mengamati

kebenaran atau ketidakbenaran suatu tindak komunikasi.

Dimensi etik dari komunikasi makin rumit karena etik begitu

terkaitnya dengan falsafah hidup pribadi seseorang sehingga sukar

untuk menyarankan pedoman yang berlaku bagi setiap orang.

Meskipun sukar, pertimbangan etik tetaplah merupakan bagian

integral dalam setiap tindak komunikasi. Keputusan yang kita ambil

dalam hal komunikasi haruslah dipedomani oleh apa yang kita

anggap benar di samping juga oleh apa yang kita anggap efektif.

Apakah komunikasi itu etis atau tidak etis, landasannya adalah

gagasan kebebasan memilih serta asumsi bahwa setiap orang

mempunyai hak untuk menentukan pilihannya sendiri. Komunikasi

dikatakan etis bila menjamin kebebasan memilih seseorang dengan

memberikan kepada orang tersebut dasar pemilihan yang akurat.

Komunikasi dikatakan tidak etis bila mengganggu kebebasan

memilih seseorang dengan menghalangi orang tersebut untuk

mendapatkan informasi yang relevan dalam menentukan pilihan.

Oleh karenanya, komunikasi yang tidak etis adalah komunikasi yang

memaksa seseorang (1) mengambil pilihan yang secara normal tidak

akan dipilihnya atau (2) tidak mengambil pilihan yang secara normal

akan dipilihnya. Sebagai contoh, seorang pejabat rekruting

perusahaan mungkin saja membesar-besarkan manfaat bekerja di

Perusahaan X dan dengan demikian mendorong anda untuk

menentukan pilihan yang secara normal tidak akan anda ambil (jika

saja anda mengetahui fakta-fakta sebenarnya).

Dalam etik yang didasarkan atas kebebasan memilih ini, ada

beberapa persyaratan. Kita mengasumsikan bahwa orang-orang ini

sudah cukup umur dan berada dalam kondisi mental yang

memungkinkan mereka melaksanakan pilihan secara bebas.

Selanjutnya, kita mengasumsikan bahwa kebebasan memilih dalam

situasi mereka tidak akan menghalangi kebebasan memilih orang

lain. Sebagai contoh, anak-anak berusia 5 atau 6 tahun tidak akan

siap untuk menentukan pilihan sendiri (memilih menu mereka

sendiri, memilih waktu untuk tidur, memilih jenis obat), sehingga

harus ada orang lain yang melakukannya untuk mereka. Begitu juga,

seseorang yang menderita keterbelakangan mental membutuhkan

orang lain untuk mengambilkan keputusan tertentu bagi mereka.

Di samping itu, situasi lingkungan kehidupan seseorang dapat

membatasi kebebasan memilih ini. Sebagai contoh, anggota tentara

seringkali harus melepaskan kebebasan memilih dan makan nasi

bungkus, bukan roti keju, mengenakan seragam militer, bukan jins,

lari pagi, bukan tidur. Dengan menjadi tentara, seseorang setidak-

tidaknya harus melepaskan sebagian hak mereka untuk menentukan

pilihan sendiri. Akhirnya, kebebasan memilih yang kita miliki tidak

boleh menghalangi orang lain untuk menentukan pilihan mereka

sendiri.

Kita tidak bisa membiarkan seorang pencuri memiliki kebebasan

untuk mencuri, karena dengan memberikan kebebasan ini kita

menghalangi korban pencurian untuk menikmati kebebasan memilih

mereka—hak untuk memiliki barang dan hak untuk merasa aman

dalam rumah mereka.

3. Tujuan Komunikasi

Ada empat tujuan atau motif komunikasi yang perlu dikemukakan di

sini. Motif atau tujuan ini tidak perlu dikemukakan secara sadar, juga

tidak perlu mereka yang terlibat menyepakati tujuan komunikasi mereka.

Tujuan dapat disadari ataupun tidak, dapat dikenali ataupun tidak.

Selanjutnya, meskipun. teknologi komunikasi berubah dengan cepat dan

drastis (kita mengirimkan surat elektronika, bekerja dengan komputer,

misalnya) tujuan komunikasi pada dasarnya tetap sama, bagaimanapun

hebatnya revolusi elektronika dan revolusi-revolusi lain yang akan

datang. (Arnold dan Bowers, 1984; Naisbit.1984).

a. Menemukan

Salah satu tujuan utama komunikasi menyangkut penemuan diri

(personal discovery) Bila anda berkomunikasi dengan orang lain,

anda belajar mengenai diri sendiri selain juga tentang orang lain.

Kenyataannya, persepsi-diri anda sebagian besar dihasilkan dari apa

yang telah anda pelajari tentang diri sendiri dari orang lain selama

komunikasi, khususnya dalam perjumpaan-perjumpaan antarpribadi.

Dengan berbicara tentang diri kita sendiri dengan orang lain kita

memperoleh umpan balik yang berharga mengenai perasaan,

pemikiran, dan perilaku kita. Dari perjumpaan seperti ini kita

menyadari, misalnya bahwa perasaan kita ternyata tidak jauh berbeda

dengan perasaan orang lain. Pengukuhan positif ini membantu kita

merasa "normal."

Cara lain di mana kita melakukan penemuan diri adalah melalui

proses perbandingan sosial, melalui perbandingan kemampuan,

prestasi, sikap, pendapat, nilai, dan kegagalan kita dengan orang lain.

Artinya, kita mengevaluasi diri sendiri sebagian besar dengan cara

membanding diri kita dengan orang lain.

Dengan berkomunikasi kita dapat memahami secara lebih baik diri

kita sendiri dan diri orang lain yang kita ajak bicara. Tetapi,

komunikasi juga memungkinkan kita untuk menemukan dunia luar—

dunia yang dipenuhi objek, peristiwa, dan manusia lain. Sekarang

ini, kita mengandalkan beragam media komunikasi untuk

mendapatkan informasi tentang hiburan, olahraga, perang,

pembangunan ekonomi, masalah kesehatan dan gizi, serta produk-

produk baru yang dapat dibeli. Banyak yang kita peroleh dari media

ini berinteraksi dengan yang kita peroleh dari interaksi antarpribadi

kita. Kita mendapatkan banyak informasi dari media,

mendiskusikannya dengan orang lain, dan akhirnya mempelajari atau

menyerap bahan-bahan tadi sebagai hasil interaksi kedua sumber ini.

b. Untuk berhubungan

Salah satu motivasi kita yang paling kuat adalah berhubungan

dengan orang lain (membina dan memelihara hubungan dengan

orang lain). Kita ingin merasa dicintai dan disukai, dan kemudian

kita juga ingin mencintai dan menyukai orang lain. Kita

menghabiskan banyak waktu dan energi komunikasi kita untuk

membina dan memelihara hubungan sosial. Anda berkomunikasi

dengan teman dekat di sekolah, di kantor, dan barangkali melalui

telepon. Anda berbincang-bincang dengan orangtua, anak-anak, dan

saudara anda. Anda berinteraksi dengan mitra kerja.

c. Untuk meyakinkan

Media masa ada sebagian besar untuk meyakinkan kita agar

mengubah sikap dan perilaku kita. Media dapat hidup karena adanya

dana dari iklan, yang diarahkan untuk mendorong kita membeli

berbagai produk. Sekarang ini mungkin anda lebih banyak bertindak

sebagai konsumen ketimbang sebagai penyampai pesan melalui

media, tetapi tidak lama lagi barangkali anda-lah yang akan

merancang pesan-pesan itu—bekerja di suatu surat kabar, menjadi

editor sebuah majalah, atau bekerja pada biro iklan, pemancar

televisi, atau berbagai bidang lain yang berkaitan dengan

komunikasi. Tetapi, kita juga menghabiskan banyak waktu untuk

melakukan persuasi antarpribadi, baik sebagai sumber maupun

sebagai penerima. Dalam perjumpaan antarpribadi sehari-hari kita

berusaha mengubah sikap dan perilaku orang lain. Kita berusaha

mengajak mereka melakukan sesuatu, mencoba cara diit yan baru,

membeli produk tertentu, menonton film, membaca buku,

rnengambil mata kuliah tertentu, meyakini bahwa sesuatu itu salah

atau benar, menyetujui atau mengecam gagasan tertentu, dan

sebagainya. Daftar ini bisa sangat panjang. Memang, sedikit saja dari

komunikasi antarpribadi kita yang tidak berupaya mengubah sikap

atau perilaku.

d. Untuk bermain

Kita menggunakan banyak perilaku komunikasi kita untuk bermain

dan menghibur diri. Kita mendengarkan pelawak, pembicaraan,

musik, dan film sebagian besar untuk hiburan. Demikian pula banyak

dari perilaku komunikasi kita dirancang untuk menghibur orang lain

(menceritakan lelucon mengutarakan sesuatu yang baru, dan

mengaitkan cerita-cerita yang menarik). Adakalanya hiburan ini

merupakan tujuan akhir, tetapi adakalanya ini merupakan cara untuk

mengikat perhatian orang Iain sehingga kita dapat mencapai tujuan-

tujuan lain.

Tentu saja, tujuan komunikasi bukan hanya ini; masih banyak tujuan

komunikasi yang lain. Tetapi keempat tujuan yang disebutkan di atas

tampaknya merupakan tujuan-tujuan yang utama. Selanjutnya tidak

ada tindak komunikasi yang didorong hanya oleh satu faktor; sebab

tunggal tampaknya tidak ada dunia ini. Oleh karenanya, setiap

komunikasi barangkali didorong oleh kombinasi beberapa tujuan

bukan hanya satu tujuan.

B. Prinsip-prinsip komunikasi

Dalam pembahasan yang lalu kita mendefinisikan komunikasi dan

menjelaskan beberapa komponen komunikasi. Selanjutnya kita akan menggali

sifat atau hakikat atau karakteristik komunikasi dengan menyajikan delapan

prinsip komunikasi. Memahami prinsip-prinsip ini sangat penting untuk

memahami komunikasi dalam segala bentuk dan fungsinya.

1. Komunikasi Adalah Paket Isyarat

Perilaku komunikasi, apakah ini melibatkan pesan verbal, isyarat tubuh,

atau kombinasi dari keduanya, biasanya terjadi dalam "paket". Biasanya,

perilaku verbal dan nonverbal saling memperkuat dan mendukung. Semua

bagian dari sistem pesan biasanya bekerja bersama-sama untuk

mengkomunikasikan makna tertentu. Kita tidak mengutarakan rasa takut

dengan kata-kata sementara seluruh tubuh kita bersikap santai. Kita tidak

mengungkapkan rasa marah sambil tersenyum. Seluruh tubuh—baik

secara verbal maupun nonverbal—bekerja bersama-sama untuk

mengungkapkan pikiran dan perasaan kita.

Dalam segala bentuk komunikasi, apakah antarpribadi, kelompok kecil,

pidato di muka umum, atau media masa, kita kurang memperhatikan sifat

paket dari komunikasi. Ia berlalu begitu saja. Tetapi bila ada

ketidakwajaran---bila jabatan tangan yang lemah menyertai salam verbal,

bila gerak-gerik gugup menyertai pandangan yang tajam, bila kegelisahan

menyertai ekspresi nyaman dan santai—kita memperhatikannya. Selalu

saja kita mulai mempertanyakan ketulusan, dan kejujuran orang yang

bersangkutan.

Pesan yang Kontradiktif

Bayangkanlah seseorang yang mengatakan "Saya begitu senang bertemu

dengan anda," tetapi. berusaha menghindari kontak mata langsung dan

melihat kesana-kemari untuk mengetahui siapa lagi yang hadir. Orang ini

mengirimkan pesan yang kontradiktif. Kita menyaksikan pesan yang

kontradiktif (juga dinamai "pesan berbaur" oleh beberapa penulis) pada

pasangan yang mengatakan bahwa mereka saling mencintai tetapi secara

nonverbal melakukan hal-hal yang saling menyakiti, misalnya datang

terlambat untuk suatu janji penting, mengenakan pakaian yang tidak

disukai pasangannya, menghindari kontak mata, atau tidak saling

menyentuh.

Pesan-pesan tersebut ada juga yang mengatakan sebagai "diskordansi"

(discordance) merupakan akibat dari keinginan untuk mengkomunikasikan

dua emosi atas perasaan yang berbeda. Sebagai contoh, anda mungkin

menyukai seseorang dan ingin mengkomunikasikan perasaan positif ini,

tetapi anda juga tidak menyukai orang itu dan ingin mengkomunikasikan

perasaan negatif ini juga. Hasilnya adalah anda mengkomunikasikan kedua

perasaan itu, satu secara verbal dan lainnya secara nonverbal.

2. Komunikasi Adalah Proses Penyesuaian

Komunikasi hanya dapat terjadi bila para komunikatornya menggunakan

sistem isyarat yang sama. Ini jelas kelihatan pada orang-orang yang

menggunakan bahasa berbeda. Anda tidak akan bisa berkomunikasi

dengan orang lain jika sistem bahasa anda berbeda. Tetapi, prinsip ini

menjadi sangat relevan bila kita menyadari bahwa tidak ada dua orang

yang menggunakan sistem isyarat yang persis sama. Orang tua dan anak,

misalnya, bukan hanya memiliki perbedaan kata yang berbeda, melainkan

juga mempunyai arti yang berbeda untuk istilah yang mereka gunakan.

Sebagian dari seni komunikasi adalah mengidentifikasikan isyarat orang

lain, mengenali bagaimana isyarat-isyarat tersebut digunakan, dan

memahami apa artinya. Mereka yang hubungannya akrab akan menyadari

bahwa mengenali isyarat-isyarat orang lain memerlukan waktu yang

sangat lama dan seringkali membutuhkan kesabaran. Jika kita ingin benar-

benar memahami apa yang dimaksud seseorang, bukan sekadar mengerti

apa yang dikatakan atau dilakukannya, kita harus mengenal sistem isyarat

orang itu.

3. Komunikasi Mencakup Dimensi Isi Dan Hubungan

Komunikasi, setidak-tidaknya sampai batas tertentu, berkaitan dengan

dunia nyata atau sesuatu yang berada di luar (bersifat ekstern bagi)

pembicara dan pendengar. Tetapi, sekaligus, komunikasi juga menyangkut

hubungan di antara kedua pihak. Sebagai contoh, seorang atasan mungkin

berkata kepada bawahannya, "Datanglah ke ruang saya setelah rapat ini."

Pesan sederhana ini mempunyai aspek isi (kandungan, atau content) dan

aspek hubungan (relational).

Aspek isi mengacu pada tanggapan perilaku yang diharapkan—yaitu,

bawahan menemui atasan setelah rapat. Aspek hubungan menunjukkan

bagaimana komunikasi dilakukan. Bahkan penggunaan kalimat perintah

yang sederhana sudah menunjukkan adanya perbedaan status di antara

kedua pihak Atasan dapat memerintah bawahan. Ini barangkali akan lebih

jelas terlihat bila kita membayangkan seorang bawahan memberi perintah

kepada atasannya. Hal ini akan terasa janggal dan tidak layak karena

melanggar hubungan normal antara atasan dan bawahan.

Dalam setiap situasi komunikasi, dimensi isi mungkin tetap sama tetapi

aspek hubungannya dapat berbeda, atau aspek hubungan tetap sama

sedangkan isinya berbeda. Sebagai contoh, atasan dapat mengatakan

kepada bawahan "Sebaiknya anda menjumpai saya setelah rapat ini" atau

"Dapatkah kita bertemu setelah rapat ini?" Dalam kedua hal, isi pesan

pada dasarnya sama—artinya, pesan dikomunikasikan untuk mendapatkan

tanggapan perilaku yang sama—tetapi dimensi hubungannya sangat

berbeda. Dal kalimat pertama, jelas tampak hubungan atasan-bawahan,

bahkan terasa kesan merendahkan bawahan. Pada yang kedua, atasan

mengisyaratkan hubungan yang lebih setara dan memperlihatkan

penghargaan kepada bawahan.

Ketidakmampuan Membedakan Dimensi Isi dan Hubungan

Banyak masalah di antara manusia disebabkan oleh ketidakmampuan

mereka mengenali perbedaan antara dimensi isi dan hubungan dalam

komunikasi. Perbedaan/perselisihan yang menyangkut dimensi isi relatif

mudah dipecahkan: Relatif mudah untuk memeriksa fakta yang

dipertengkarkan. Sebagai contoh, kita dapat memeriksa buku atau bertanya

kepada seseorang tentang apa yang sesungguhnya terjadi. Tetapi,

pertengkaran yang menyangkut dimensi hubungan jauh lebih sulit

diselesaikan, sebagian karena kita jarang sekali mau mengakui bahwa per

tengkaran itu sesungguhnya menyangkut soal hubungan, bukan soal isi.

4. Komunikasi Melibatkan Transaksi Simetris dan Komplementer

Hubungan dapat berbentuk simetris atau komplementer. Dalam hubungan

simetris dua orang saling bercermin pada perilaku lainnya. Perilaku satu

orang tercermin pada perilaku yang lainnya. Jika salah seorang

mengangguk, yang lain mengangguk, jika yang satu menampakkan rasa

cemburu, yang lain memperlihatkan rasa cemburu; jika yang satu pasif,

yang lain pasif. Hubungan ini bersifat setara (sebanding), dengan

penekanan pada meminimalkan perbedaan di antara kedua orang yang

bersangkutan.

Cara lain melihat hubungan simetris adalah dalam bentuk persaingan dan

perebutan pengaruh di antara dua orang. Masing-masing orang dalam

hubungan simetris perlu menegaskan kesebandingan atau keunggulannya

dibanding yang lain. Hubungan simetris bersifat kompetitif; masing-

masing pihak berusaha mempertahankan kesetaraan atau keunggulannya

dari yang lain. Jika, misalnya, salah satu pihak mengatakan bahwa sesuatu

itu harus dilakukan dengan cara tertentu, pihak yang lain akan

menangkapnya sebagai pernyataan bahwa ia tidak cukup kompeten untuk

memutuskan bagaimana sesuatu itu harus dilakukan. Terjadilah perebutan

pengaruh. Tentu saja, kericuhan ini sebenarnya tidak menyangkut tentang

bagaimana sesuatu itu harus dilakukan. Kericuhan lebih menyangkut

tentang siapa yang berhak memutuskan. Kericuhan ini lebih menyangkut

siapa pihak yang lebih kompeten. Seperti dapat dengan mudah dipahami,

tuntutan pengakuan akan kesetaraan (atau keunggulan) seringkali

menimbulkan pertengkaran dan permusuhan.

Dalam hubungan komplementer kedua pihak mempunyai perilaku yang

berbeda. Perilaku salah seorang berfungsi sebagai stimulus perilaku

komplementer dari yang lain. Dalam hubungan komplementer perbedaan

di antara kedua pihak dimaksimumkan. Orang menempati posisi yang

berbeda; yang satu atasan, yang lain bawahan; yang satu aktif, yang lain

pasif; yang satu kuat, yang lain lemah . Pada masanya, budaya membentuk

hubungan seperti ini —misalnya, hubungan antara guru dan murid, atau

antara atasan dan bawahan—. Walaupun hubungan komplementer

umumnya produktif di mana perilaku salah satu mitra melengkapi atau

menguatkan perilaku yang lain, masih ada masalah. Salah satu masalah

dalam hubungan komplementer, yang dikenal baik oleh banyak

mahasiswa, adalah yang disebabkan oleh kekakuan yang berlebihan.

Sementara hubungan komplementer antara seorang ibu yan melindungi

dan membimbing dengan anaknya yang sangat bergantung kepadanya

pada suatu saat sanglt penting dan diperlukan untuk kehidupan si anak,

hubungan yang sama ketika anak ini beranjak dewasa menjadi penghambat

bagi pengembangan anak itu selanjutnya. Perubahan yang begitu penting

untuk pertumbuhan tidak dimungkinkan terjadi.

5. Rangkaian Komunikasi Dipunkuasi

Peristiwa komunikasi merupakan transaksi yang kontinyu. Tidak ada awal

dan akhir yang jelas. Sebagai pemeran serta atau sebagai pengamat tindak

komunikasi, kita membagi proses kontinyu dan berputar ini ke dalam

sebab dan akibat, atau ke dalam stimulus dan tanggapan. Artinya, kita

mensegmentasikan arus kontinyu komunikasi ini ke dalam potongan-

potongan yang lebih kecil. Kita menamai beberapa di antaranya sebagai

sebab atau stimulus dan lainnya sebagai efek atau tanggapan.

Setiap tindakan merangsang tindakan yang lain. Masing-masing tindakan

berfungsi sebagai stimulus bagi yang lain. Tetapi, tidak ada stimulus awal.

Masing-masing kejadian dapat dianggap sebagai stimulus dan masing-

masing kejadian dapat pula dianggap sebagai efek, tetapi tidak bisa

ditentukan mana yang stimulus dan mana yang tanggapan. Jika kita

menghendaki komunikasi efektif—jika kita ingin memahami maksud

orang lain—maka kita harus melihat rangkaian kejadian seperti yang

dipunktuasi orang lain. Selanjutnya, kita harus menyadari bahwa punktuasi

kita tidaklah mencerminkan apa yang ada dalam kenyataan, melainkan

merupakan persepsi kita sendiri yang unik dan bisa keliru.

Komunikasi adalah proses transaksional

Komunikasi adalah transaksi. Dengan transaksi dimaksudkan bahwa

komunikasi merupakan suatu proses, hahwa komponen-komponennya

saling terkait, dan bahwa para komunikatornya beraksi dan bereaksi

sebagai suatu kesatuan atau keseluruhan.

Komunikasi adalah Proses

Komunikasi merupakan suatu proses, suatu kegiatan. Walaupun kita

mungkin membicarakan komunikasi seakan-akan ini merupakan suatu

yang statis, yang diam, komunikasi tidak pernah seperti itu. Segala hal

dalam komunikasi selalu berubah —kita, orang yang kita ajak

berkomunikasi, dan lingkungan kita—.

Komponen-komponen Komunikasi Saling Terkait

Dalam setiap proses transaksi, setiap komponen berkaitan secara integral

dengan setiap komponen yang lain. Komponen komunikasi saling

bergantung, tidak pernah independen: Masing-masing komponen dalam

kaitannya dengan komponen yang lain. Sebagai contoh, tidak mungkin ada

sumber tanpa penerima, tidak akan ada pesan tanpa sumber, dan tidak akan

umpan balik tanpa adanya penerima. Karena sifat saling bergantung ini,

perubahan pada sembarang komponen proses mengakibatkan perubahan

pada komponen yang lain. Misalnya, anda sedang berbincang-bincang

dengan sekelompok teman, kemudian ibu anda datang masuk ke

kelompok. Perubahan "khalayak" ini akan menyebabkan perubahan-

perubahan lain. Barangkali anda atau teman-teman anda akan mengubah

bahan pembicaraan atau mengubah cara membicarakannya. Ini juga dapat

mempengaruhi berapa sering orang tertentu berbicara, dan seterusnya. Apa

pun perubahan yang pertama, perubahan-perubahan lain akan menyusul

sebagai akibatnya.

Komunikator bertindak sebagai satu kesatuan

Setiap orang yang terlibat dalam komunikasi beraksi dan bereaksi sebagai

satu kesatuan yang utuh. Secara biologis kita dirancang untuk bertindak

sebagai makhluk yang utuh. Kita tidak dapat bereaksi, misalnya, hanya

pada tingkat emosional atau intelektual saja, karena kita tidak demikian

terkotak-kotak. Kita pasti akan bereaksi secara emosional dan intelektual,

secara fisik dan kognitif. Kita bereaksi dengan tubuh dan pikiran.

Barangkali akibat terpenting dari karakteristik ini adalah bahwa aksi dan

reaksi kita dalam komunikasi ditentukan bukan hanya oleh apa yang

dikatakan, melainkan juga oleh cara kita menafsirkan apa yang dikatakan.

Reaksi kita terhadap sebuah film, misalnya, tidak hanya bergantung pada

kata-kata dan gambar dalam film tersebut melainkan pada semua yang ada

pada kita —pengalaman masa lalu kita, emosi kita saat itu, pengetahuan

kita, keadaan kesehatan kita, dan banyak lagi faktor lain. Jadi, dua orang

yang mendengarkan sebuah pesan seringkali menerimanya dengan arti

yang sangat berbeda. Walaupun kata-kata dan simbol yang digunakan

sama, setiap orang menafsirkannya secara berbeda.

6. Komunikasi Tak Terhindarkan

Anda mungkin menganggap bahwa komunikasi berlangsung secara

sengaja, bertujuan, dan termotivasi secara sadar. Dalam banyak hal ini

memang demikian. Tetapi, seringkali pula komunikasi terjadi meskipun

seseorang tidak merasa berkomunikasi atau tidak ingin berkomunikasi.

Dalam situasi interaksi, anda tidak bisa tidak berkomunikasi. Tidaklah

berarti bahwa semua perilaku merupakan komunikasi; misalnya, jika sang

murid melihat ke luar jendela dan guru tidak melihatnya, komunikasi tidak

terjadi.

Selanjutnya, bila kita dalam situasi interaksi, kita tidak bisa tidak

menanggapi pesan dari orang lain. misalnya, jika kita melihat seseorang

melirik ke arah kita, kita pasti bereaksi dengan cara tertentu.

Seandainyapun kita tidak bereaksi secara aktif atau secara terbuka,

ketiadaan reaksi ini sendiri pun merupakan reaksi, dan itu berkomunikasi.

Kita tidak bisa tidak bereaksi. Sekali lagi, jika kita tidak menyadari lirikan

itu, jelas bahwa komunikasi tidak terjadi.

7. Komunikasi Bersifat Tak Reversibel

Anda dapat membalikkan arah proses beberapa sistem tertentu. Sebagai

contoh, anda dapat mengubah air menjadi es dan kemudian

mengembalikan es menjadi air, dan anda dapat mengulang-ulang proses

dua arah ini berkali-kali sesuka anda. Proses seperti ini dinamakan proses

reversibel. Tetapi ada sistem lain yang bersifat tak reversibel (irreversible).

Prosesnya hanya bisa berjalan dalam satu arah, tidak bisa dibalik. Anda,

misalnya, dapat mengubah buah anggur menjadi minuman anggur (sari

anggur), tetapi anda tidak bisa mengembalikan sari anggur menjadi buah

anggur. Komunikasi termasuk proses seperti ini, proses tak reversibel.

Sekali anda mengkomunikasikan sesuatu, anda tidak bisa tidak

mengkomunikasikannya. Tentu saja, anda dapat berusaha mengurangi

dampak dari pesan yang sudah terlanjur anda sampaikan; anda dapat saja,

misalnya, mengatakan, "Saya sangat marah waktu itu; saya tidak benar-

benar bermaksud mengatakan seperti itu." Tetapi apa pun yang anda

lakukan untuk mengurangi atau meniadakan dampak dari pesan anda,

pesan itu sendiri, sekali telah dikirimkan dan diterima, tidak bisa

dibalikkan. (Ada pepatah Indonesia yang mengatakan, nasi telah menjadi

bubur.) l

Prinsip ini mempunyai beberapa implikasi penting komunikasi dalam

segala macam bentuknya. Sebagai contoh, dalam interaksi antarpribadi,

khususnya dalam situasi konflik, kita perlu hati-hati untuk tidak

mengucapkan sesuatu yang mungkin nantinya ingin kita tarik kembali.

Pesan yang mengandung komitmen—pesan "aku cinta kepadamu" dengan

segala macam variasinya— juga perlu diperhatikao , lika tidak, kita

mungkin terpaksa mengikatkan diri kita pada suatu posisi yang mungkin

nantinya kitt sesali. Dalam situasi komunikasi publik atau komunikasi

masa, di mana pesan-pesan didengar oleli ratusan, ribuan, bahkan jutaan

orang, sangatlah penting kita menyadari bahwa komunikasi kita bersifat

tak reversibel.

2. Konflik

Konflik berasal dari kata kerja  configere yang artinya saling memukul.

Dilihat dari sisi sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara

dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha

menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak

berdaya. Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa

individu. Hal itu lalu menimbulkan perbedaan yang menyangkut ciri fisik,

kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya.

Karena ciri-ciri individu dibawa dalam hal interaksi sosial, konflik

merupakan hal yang wajar. Dalam kehidupan sehari-hari tidak satu

masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau

dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan

dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.

Definisi konflik menurut para ahli:

1. Nardjana (1994), konflik adalah akibat situasi dimana keinginan atau

kehendak yang berbeda atau berlawanan antara satu dengan yang lain,

sehingga salah satu atau keduanya saling terganggu.

2. Killman dan Thomas (1978), konflik adalah kondisi terjadinya

ketidakcocokan antar nilai atau tujuan-tujuan yang ingin dicapai, baik

yang ada dalam diri individu maupun dalam hubungannya dengan orang

lain. Kondisi yang telah dikemukakan tersebut dapat mengganggu bahkan

menghambat tercapainya emosi atau stres yang mempengaruhi efisiensi

dan produktivitas kerja.

3. Wood, Walace, Zeffane, Schermerhorn, Hunt, dan Osborn (1998), yang

dimaksud dengan konflik (dalam ruang lingkup organisasi) yaitu : Conflict

is a situation which two or more people disagree over issues of

organisational substance and/or experience some emotional antagonism

with one another. Yang artinya, konflik adalah suatu situasi dimana dua

atau banyak orang saling tidak setuju terhadap suatu permasalahan yang

menyangkut kepentingan organisasi dan/atau dengan timbulnya perasaan

permusuhan satu dengan yang lainnya.

4. Stoner, konflik organisasi ialah mencakup ketidaksepakatan soal alokasi

sumberdaya yang langka atau peselisihan soal tujuan, status, nilai,

persepsi, atau kepribadian.

5. Daniel Webster, mendefinisikan konflik sebagai:

1. Persaingan atau pertentangan antara pihak-pihak yang tidak cocok

satu sama lain.

2. Keadaan atau perilaku yang bertentangan.

3. Robbins, merumuskan konflik sebagai sebuah proses dimana

sebuah upaya sengaja dilakukan oleh seseorang untuk menghalangi

usaha yang dilakukan oleh orang lain dalam berbagai bentuk

hambatan yang menjadikan orang lain tersebut merasa frustasi

dalam usahanya mancapai tujuan yang diinginkan atau merealisasi

minatnya.

6. Selanjutnya, setiap konflik dalam organisasi konflik selalu diasosiasikan

dengan antara lain, oposisi (lawan), kelangkaan, dan blokade. Di

asumsikan pula bahwa ada dua pihak atau lebih yang tujuan atau

kepentingannya tidak saling menunjang. Kita semua mengetahui pula

bahwa sumber daya dana, daya reputasi, kekuasaan, dan lain-lain, dalam

kehidupan dan dalam organisasi tersedianya terbatas. Setiap orang, setiap

kelompok atau setiap unit dalam organisasi akan berusaha memperoleh

sumber daya tersebut secukupnya dan kelangkaan tersebut akan

mendorong perilaku yang bersifat menghalangi oleh setiap pihak yang

punya kepentingan yang sama. Pihak-pihak tersebut kemudian bertindak

sebagai oposisi terhadap satu sama lain. Bila ini terjadi, maka status dari

situasi dapat disebut berada dalam kondisi konflik.

a. Jenis dan Sumber Konflik

Jenis Konflik

1. Konflik antara atau dalam (intrapribadi), misalnya antara peranan-peranan

dalam keluarga atau profesi (konflik peran (role)).

Misalnya saat seseorang menerima perintah yang berbeda dari dua

atasannya. Atasan yang satu menyatakan harus menjaga jarak antar

karyawan supaya kinerja tidak terganggu, sementara atasan yang lain

meminta agar semua karyawan mengutamakan kerja tim, sehingga ia

kesulitan menjalankan perannya.

2. Konflik antara kelompok-kelompok sosial (antar keluarga, antar gank).

Misalnya tawuran yang terjadi antar sma 6 dan 70.

3. Konflik kelompok terorganisir dan tidak terorganisir (polisi melawan

massa).

Misalnya segerombolan pendemo di depan gedung dpr yang

mengakibatkan timbulnya tawuran antar polisi yang bertugas keamanan di

sana.

4. Konflik antar satuan nasional (kampanye, perang saudara).

5. Konflik antar atau tidak antar agama.

Misalnya kita sering mendengar perbedaan pendapat antar kelompok islam

fpi dan muhammadiyah.

6. Konflik antar politik.

Kubu anas dan kubu sby.

Sumber Konflik

1. Faktor komunikasi

Misalnya pegawai lini memiliki wewenang dalam proses pengambilan

keputusan sementara staff lebih pada memberikan rekomendasi atau saran.

Sering pegawai lini merasa lebih penting, sementara staff merasa lebih

ahli. Ujung-ujungnya miss understanding di kalangan pelaku organisasi

karena informasi yang diterima kurang jelas atau bertentangan dengan

tujuan yang sebenarnya.

2. Faktor struktur tugas maupun struktur organisasi

Misalnya dalam hubungan kerja, bagian pemasaran ingin agar produknya

cepat laku. Kalau perlu dijual murah dan dengan cara kredit. Sebaliknya,

bagian keuangan menghendaki pembayaran harus tunai agar posisi

keuangan perusahaan tetap stabil. 

3. Faktor yang bersifat personal

Misalnya di waktu yang sama, seseorang harus membuat pilihan menerima

promosi jabatan yang sudah lama didambakan atau pindah tempat tugas ke

tempat lain dengan iming-iming gaji yang besar.

4. Faktor lingkungan

Misalnya seseorang yang harus menjual produk dengan harga tinggi,

padahal dia sadar bahwa calon konsumennya membutuhkan keuangan

untuk ongkos sekolahnya.

b. Strategi Penyelesaian Konflik

1. Kompetisi

Penyelesaian konflik yang menggambarkan satu pihak mengalahkan atau

mengorbankan yang lain. Penyelesaian bentuk kompetisi dikenal dengan

istilah win-lose orientation.

2. Akomodasi

Penyelesaian konflik yang menggambarkan kompetisi bayangan cermin

yang memberikan keseluruhannya penyelesaian pada pihak lain tanpa ada

usaha memperjuangkan tujuannya sendiri. Proses tersebut adalah taktik

perdamaian.

3. Sharing

Suatu pendekatan penyelesaian kompromi antara dominasi kelompok dan

kelompok lain untuk berdamai. Satu pihak memberi dan yang lain

menerima sesuatu. Kedua kelompok berpikiran positif, dengan alasan yang

tidak lengkap, tetapi memuaskan.

4. Kolaborasi

Bentuk usaha penyelesaian konflik yang memuaskan kedua belah pihak.

Usaha ini adalah pendekatan pemecahan problem (problem-solving

approach) yang memerlukan integrasi dari kedua pihak.

5. Penghindaran

Menyangkut ketidakpedulian dari kedua kelompok. Keadaaan ini

menggambarkan penarikan kepentingan atau mengacuhkan kepentingan

kelompok lain.

Terdapat juga cara bersikap untuk penyelesaian konflik:

1) Bersikap proaktif

Setiap   anggota   tim  harus  turut  aktif dalam menyelesaian konflik

secara proaktif.

2) Komunikasi

Komunikasi yang lancar dapat menghindari  diri dari kesalahpahaman

sehingga lebih mudah dalam menyelesaikan konflik yang timbul.

3) Keterbukaan

Setiap  anggota  harus  terbuka supaya konflik tidak berlarut-larut dan

dapat diselesaikan dengan baik. Dengan keterbukaan konflik yang terjadi

dapat ditangani sehingga menjadi konflik yang fungsional.

3. Loby dan negosiasi

Pengertian dan tujuan lobi

Pada awalnya lobi hanya dikatakan sebagai sebuah serambi sebelum masuk ke

ruang utama. Lobi adalah sebuah tempat yang nyaman dan tenang terletak di

hotel-hotel dan tempat-tempat pertemuan. Tempat tersebut sesuai sebagai tempat

untuk mengadakan pembicaraan dan pendekatan antara pihak-pihak yang

melakukan pertemuan.

Dalam perkembangannya lobi dimaknai sebagai pendekatan (approach). Lobi

adalah pendekatan awal yang menjurus ke suatu tujuan yang menguntungkan,

baik satu ataupun kedua belah pihak. Kegiatan lobi tidak hanya diperlukan oleh

individu untuk memperoleh apa yang menguntungkan dari pihak lain, tetapi juga

diperlukan bagi kepentingan suatu organisasi. Bagi suatu organisasi kegiatan

melobi diperlukan demi suksesnya pelaksanaan rencana-rencana. Disini fungsi

agensi-agensi pemerintah sangat diperlukan dalam memberikan izin usaha, hak

paten yang sifatnya memudahkan dan menguntungkan organisasi.

Dalam kondisi ini lobi adalah proses penyampaian argumentasi–argumentasi yang

bersifat mendukung posisi organisasi kepada pejabat. Dalam sebuah bisnis, lobi

merupakan permulaan dari sebuah negosiasi. Tetapi dalam proses negosiasi, lobi

sering digunakan untuk mengatasi tahap-tahap negosiasi yang mengalami jalan

buntu dan tidak menemukan kata sepakat. Jika negosiasi sampai pada tahap ini,

saat jeda bisa dimanfaatkan negosiator untuk melakukan pendekatan-pendekatan

ulang, agar menemukan titik temu ke arah sepakat.

Lobi dilakukan dengan tujuan untuk mempengaruhi secara persuasive agar pihak

lain mau memenuhi keinginan dan tujuan pihak yang melobi. Kegiatan lobi ini

bisa menambah jaringan koneksi di beberapa sector, sekaligus keberhasilan lobby

dipengaruhi seberapa banyak dan luas jaringan yang dimiliki. Lobi lebih efektif

jika dilakukan dalam suasana informal, karena itu lobi diartikan juga sebagai

kegiatan yang bersifat informal dan tidak resmi.

Kegiatan lobi dapat dilakukan secara individual maupun kelompok dengan

sasaran lobi juga bisa individu yang berpengaruh, kelompok, lembaga

pemerintahan (legislative, eksekutif maupun yudikatif) dan lembaga/organisasi

non pemerintah dan, perusahaan swasta. Lobi memiliki manfaat untuk

memberikan pengertian yang menyeluruh mengenai sebuah tujuan baik individu

maupun perusahaan, kegiatan ini bisa dimanfaatkan untuk menyamakan persepsi

mengenai banyak hal yang berkaitan dengan keinginan dan tujuan masing-masing.

Dari lobi kemudian juga bisa ditemukan peluang-peluang yang bisa dimanfaatkan

kedua belah pihak yang diteruskan lewat kegiatan negosiasi yang akhirnya bisa

menguntungkan bagi kedua belah pihak.

Definisi lain mengenai Lobi adalah suatu kegiatan dari orang-orang yang berusaha

untuk mempengaruhi orang lain untuk suatu tujuan tertentu, baik itu sebuah

lembaga pemerintahan maupun suatu organisasi tertentu. Tiap aktifitas lobi

mengandung dua elemen utama, yakni kontak dan pengaruh, dimana pada tiap

lobi selalu diawali dan diakhiri dengan “kontak”.

Menjadi pelobi memerlukan keterbukaan wawasan, pengetahuan, dan pengalaman

cukup yang kesemuanya diperoleh melalui proses pengembangan yang

berkesinambungan yang pada awalnya mencakup pengembangan kompetensi

untuk mengelola kombinasi “kontak-target-waktu-tempat” secara efektif dan

efisien. Hal ini dapat diwujudkan secara nyata apabila pelobi membekali diri

dengan keterampilan membangun hubungan dengan orang lain (interpersonal) dan

kemampuan untuk menjadi active listener dan assertive presenter. Seorang pelobi

juga harus meluangkan waktu untuk mendalami topic lobbying sehingga tidak

terjebak dalam kondisi yang tidak menguntungkan dan membahayakan misi lobi

yang sebenarnya. Intuisi, fleksibilitas, dan sensitivitas dalam mengelola situasi

merupakan elemen pendukung kesuksesan lobi.

Fungsi Lobi

Fungsi lobi adalah untuk melindungi kepentingan organisasi/lembaga bisnis

dengan membuka komunikasi pada pihak pengambil keputusan, diantaranya:

membangun koalisi dengan organisasi-organisasi lain, mengumpulkan informasi

dan mempersiapkan laporan untuk legislator yang mewakili posisi organisasi

dalam isu-isu kunci. Ada tiga jenis lobi, yakni:

1. Lobi tradisional, pelobi mendekati pengambil keputusan.

2. Lobi akar rumput, menggunakan masyarakat untuk mempengaruhi

pengambil keputusan.

3. Lobi political action committee, komite-komite yang dibentuk perusahaan-

perusahaan besar agar wakilnya dapat duduk di parlemen/pemerintah.

Langkah-langkah lobi dilakukan dengan:

1. Mengetahui motif-motif orang yang terlibat dalam lobi.

2. Mewaspadai jebakan.

3. Menetralisir sikap lawan.

4. Memperbesar situasi media dan menyusun rancangan pendekatan media.

Lobi memiliki beberapa karakteristik yaitu bersifat informal dalam berbagai

bentuk, pelakunya juga beragam, dapat melibatkan pihak ketiga sebagai perantara,

tempat dan waktu fleksibel dengan pendekatan satu arah oleh pelobi. Ada

beberapa cara untuk melakukan lobi baik yang legal maupun ilegal, secara terbuka

maupun tertutup/rahasia, secara langsung ataupun tidak langsung. Sebagai contoh:

upaya penyuapan dapat dikategorikan sebagai lobi secara langsung, tertutup dan

ilegal. Lobi semacam ini jelas melanggar hukum, namun karena bersifat

tertutup/rahasia, agak sulit untuk membuktikannya (contoh: kasus-kasus lobi

pemenangan tender dengan pendekatan gula-gula/wanita, seperti yang sering

diberitakan diberbagai mass media).

Macam-macam istilah lobi

Pelobi adalah orang yang berusaha mempengaruhi pembuat undang-undang

(legislasi) maupun pendapat umum. Biasanya mereka dibayar untuk melakukan

pekerjaan ini. Dalam istilah yang lebih halus, pelobi adalah orang yang terlibat

dalam hubungan masyarakat.

Dalam politik, pelobian diartikan sebagai bentuk partisipasi politik yang

mencakup usaha individu atau kelompok untuk menghubungi pejabat pemerintah

atau pemimpin politik dengan tujuan mempengaruhi keputusan tentang suatu

masalah yang dapat menguntungkan sejumlah orang.

Melobi adalah bentuk aktif dari kegiatan lobi, dimana pendekatan-

pendekatan dilakukan secara tidak resmi. Melobi pada dasarnya merupakan usaha

yang dilaksanakan untuk mempengaruhi pihak-pihak yang menjadi sasaran agar

terbentuk sudut pandangan positif terhadap topik lobi, dengan demikian

diharapkan memberikan dampak positif bagi pencapaian tujuan.

Lobi juga dilihat sebagai sebuah (bentuk) tekanan oleh sekelompok orang

yang mempraktekkan seni mendapatkan teman yang berguna dan mempengaruhi

orang lain

Pihak-pihak yang terlibat dalam lobi

Pelobi

o Pelobi melakukan kegiatan lobi dengan tujuan mempengaruhi mereka

yang menjadi sasaran lobi. Dalam melakukan kegiatannya pelobi bisa

dilakukan oleh individual atau kelompok.

o Pelobi biasanya melakukan tekanan pada saat kegiatan lobi tengah

berlangsung, kepada sasaran lobi, untuk memperoleh hal-hal yang

diinginkan secara halus.

Pihak yang dilobi

Pihak yang dilobi, atau sering juga disebut sebagai sasaran lobi, biasanya

merupakan individu berpengaruh, kelompok, lembaga pemerintahan,

maupun lembaga/ organisasi pemerintah, ataupun pihak swasta.

Pihak yang dilobi juga bisa jadi merupakan bagian dari usaha untuk

memperoleh teman yang berguna, bagi pelobi, maupun organisasi/

perusahaan tempat pelobi bergabung/ bekerja.

Contoh

- Golongan masyarakat yang memiliki wawasan dan pengetahuan cukup

luas dengan reputasi baik pada kecakapannya di bidang tersebut.

- Anggota organisasi yang memiliki kontak yang paling penting dengan

pihak-pihak legislatif, eksekutif, maupun yudikatif.

- Tokoh masyarakat/ LSM yang sudah dikenal.

- Kalangan jurnalis (wartawan, reporter, redaktur) yang berpengaruh dan

memiliki kekuatan untuk membentuk opini

- Pembuat undang-undang, pejabat pemerintahan, pimpinan partai politik,

dan lain sebagainya.

Kegiatan-kegiatan dalam melobi

- Melakukan pertemuan-pertemuan guna menggalang koalisi dengan

organisasi-organisasi lain, dimana koalisi ini membawa berbagai

kepentingan dan tujuan-tujuan dalam mengintegrasikan langkah

menghadap wakil-wakil legislatif.

- Mengumpulkan informasi dan mempersiapkan laporan untuk legislator

yang mewakili posisi organisasi dalam isu-isu kunci.

- Melakukan kontak dengan individu-individu yang berpengaruh dan wakil-

wakil dari badan-badan yang menyatu.

- Mempersiapkan pengamat dan pembicara ahli untuk mewakili posisi

organisasi terhadap legislator.

- Memusatkan debat pada isi kunci, fakta, dan bukti-bukti yang mendukung

organisasi.

Lobi di kalangan bisnis

Lobi di kalangan bisnis berguna untuk memastikan kelancaran usaha dan

dalam mengupayakan tindakan saling menguntungkan. Tujuan lain dari pelobian

di dalam bisnis adalah untuk mendapatkan kepercayaan dari berbagai mitra bisnis.

Bermitra dilakukan dengan pelanggan, pemasok, distributor ataupun pemegang

otoritas kebijakan secara individu/ kelompok/ kelembagaan.

Walaupun begitu lobi dikalangan bisnis tidak saja dilakukan dengan mitra

bisnis, tetapi juga dengan kompetitor.

- Contoh: lobi yang dilakukan Telkom terhadap Indosat dalam menentukan

penggunaan frekwensi, penempatan dan pengaturan wilayah BTS (Base

Transceiver Station).

Di kalangan bisnis, lobi juga dilakukan dengan orang-orang perbankan,

diantaranya untuk pertambahan modal kerja dalam mengembangkan usaha

mereka dan untuk mendapatkan kepercayaan sehingga organisasi mendapatkan

kucuran kredit.

Masalah lobi

Keberhasilan lobi pada satu pihak sama artinya dengan kerugian pada pihak

lain. Pihak lain disini bisa jadi: kompetitor, masyarakat, ataupun mitra bisnis.

Sebagai profesi, pelobi masih dianggap negatif bagi sebagian masyarakat

kita karena ada anggapan bahwa fungsi lobi untuk mewujudkan kepentingan

pelobi saja dan bukan untuk kepentingan masyarakat banyak. Menurut Tarmudji

(1993), karena sasaran pelobi sebagian besar adalah pejabat pemerintah, hal ini

membuka peluang pejabat tersebut melakukan penyalahgunan wewenang, dimana

satu pihak diuntungkan dan pihak lain dikalahkan dengan mendapatkan imbalan

atau kompensasi tertentu berupa fasilitas, kemudahan, dan kemewahan.

Asesoris tradisional dengan kecenderungan negatif lobi didalamnya

termasuk "uang suap", "uang semir", pertemuan di hotel mewah dengan wanita

cantik sebagai pendamping lobi, fasilitas seperti mobil, dan lainnya. Walaupun

begitu lobi kini juga sudah bergeser ke dalam wujud yang lebih abstrak seperti

"peluang", janji keuntungan, kepercayaan, dan bahkan segala sesuatu yang masih

bersifat potensi dan belum nyata.

Lobi kadang-kadang dilakukan oleh organisasi yang juga memberikan

sumbangan kampanye. Hal demikian telah menyebabkan kecurigaan atas dugaan

korupsi dari pihak yang menentang lobi.

Beberapa politikus sering diketahui menghasilkan keputusan yang buruk.

Ada beberapa yang juga diketahui melakukan posisi tawar-menawar karena

mereka membutuhkan sokongan dana dari pihak yang melobi. Pengkritik pun

menganggap bahwa politikus bertindak atas dasar kepentingan pihak-pihak yang

memberikan sumbangan untuk mereka, dan meningkatkan persepsi publik atas

kecurigaan tindak korupsi.

Kebanyakan perusahaan besar dan kelompok kepentingan politik

mempunyai pelobi atau menyewa pelobi profesional untuk mempromosikan

kepentingan-kepentingan mereka. Yang lainnya lagi membentuk kantor-kantor

khusus atau kantor hubungan masyarakat untuk tugas tersebut.

Pengertian Negosiasi

Negosiasi (Negotiation) dalam arti harfiah adalah negosiasi atau perundingan.

Negosiasi adalah komunikasi timbal balik yang dirancang untuk mencapai tujuan

bersama. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia. Negosiasi memiliki dua arti,

yaitu:

1. Proses tawar menawar dengan jalan berunding untuk memberi atau

menerima guna mencapai kesepakatan antara satu pihak (kelompok atau

organisasi) dan pihak (kelompok atau organisasi) yang lain;

2. Penyelesaian sengketa secara damai melalui perundingan antara pihak-

pihak yang bersangkutan.

Menurut Stephen Robbins dalam bukunya “ Organizational Behavior” ( 2001),

negosiasi adalah proses pertukaran barang atau jasa antara 2 pihak atau lebih, dan

masing-masing pihak berupaya untuk menyepakati tingkat harga yang sesuai

untuk proses pertukaran tersebut. Sedang dalam komunikasi bisnis, negosiasi

adalah suatu proses dimana dua pihak atau lebih yang mempunyai kepentingan

yang sama atau bertentangan, bertemu dan berbicara untuk mencapai suatu

kesepakatan. Kapan sebenarnya diperlukan upaya negosiasi ? Upaya negosiasi

diperlukan manakala :

1. Tidak mempunyai kekuasaan untuk memaksakan suatu hasil yang

diinginkan.

2. Terjadi konflik antar para pihak, yang masing-masing pihak tidak

mempunyai cukup kekuatan atau mempunyai kekuasaan yang terbatas

untuk menyelesaikannya secara sepihak.

3. Keberhasilan kita dipengaruhi oleh kekuasaan atau otoritas dari pihak lain.

4. Tidak mempunyai pilihan yang lebih baik untuk menyelesaikan masalah

yang kita hadapi atau mendapatkan sesuatu yang kita inginkan.

Kapan upaya negosiasi sebenarnya tidak diperlukan ?

Menurut Arbono Lasmahadi (2005), upaya negosiasi tidak diperlukan manakala :

1. Persetujuan atau kesepakatan bukanlah tujuan yang ingin dicapai oleh para

pihak.

2. Salah satu atau kedua belah pihak berniat untuk merugikan atau

menghancurkan pihak lain.

3. Negosiator dari salah satu pihak mempunyai kekuasaan yang terbatas atau

tidak mempunyai kekuasaan sama sekali untuk mewakili kelompoknya

dalam negosiasi.

Menurut Marjorie Corman Aaron dalam tulisannya tentang negosiasi di Harvard

Review, dalam melakukan negosiasi, seorang perunding yang baik harus

membangun kerangka dasar yang penting tentang negosiasi yang akan

dilakukannya agar dapat berhasil menjalankan tugasnya tersebut. Kerangka dasar

yang dimaksud antara lain : Apakah alternatif terbaik untuk menerima atau

menolak kesepakatan dalam negosiasi?

Berapa besar nilai atau penawaran minimum yang akan dapat diterima sebagai

sebuah kesepakatan? Seberapa lentur proses negosiasi akan dilakukan dan

seberapa akurat pertukaran yang ingin dilakukan?

Untuk membangun kerangka dasar tersebut di atas, ada 3 konsep penting yang

harus dipahami oleh seorang negosiator, yaitu :

1. BATNA ( Best Alternative to a Negotiated Agreement) , yaitu langkah-

langkah atau alternatif-alternatif yang akan dilakukan oleh seorang

negosiator bila negosiasi tidak mencapai kesepakatan.

2. Reservation Price, yaitu nilai atau tawaran terendah yang dapat diterima

sebagai sebuah kesepakatan dalam negosiasi.

3. ZOPA (Zone of Possible Agreement), yaitu suatu zona atau area yang

memungkinkan terjadinya kesepakatan dalam proses negosiasi.

Dengan pemahaman yang baik terhadap 3 konsep dasar tersebut diatas , maka

para perunding diharapkan dapat menentukan hal-hal yang ingin dicapainya dalam

negosiasi, menentukan besarnya konsesi yang ingin didapat dan dapat diberikan,

menentukan perlu tidaknya melanjutkan negosiasi, dan melakukan langkah lain

yang lebih menguntungkan.

Secara ringkas dapat dirumuskan, bahwa negosiasi adalah suatu proses

perundingan antara para pihak yang berselisih atau berbeda pendapat tentang

sesuatu permasalahan.

Negosiasi adalah merupakan salah satu fungsi utama dari para Diplomat. Oleh

karena itu, dalam pergaulan internasional hampir setiap negara menempatkan

diplomat-diplomatnya di negara-negara sahabat. Meskipun istilah dan praktik

negosiasi berawal dari dunia diplomasi, namun dewasa ini sudah menjadi sarana

pada berbagai aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, baik

dalam dimensi eksternal maupun dimensi domestik.

 

Kata kunci negosiasi adalah seperti di bawah ini:

1. Negosiasi diplomatik

2. Negosiasi perdagangan internasional (bilateral maupun multilateral)

3. Negosiasi global (seperti negosiasi sengketa utara & selatan)

4. Negosiasi antara buruh dan majikan

5. Negosiasi antara penjual dan pembeli

6. Negosiasi antara dua korporasi yang ingin melakukan merger atau aliansi

strategik.

7. Negosiasi pembentukan joint venture

8. Negosiasi mengenai investasi langsung (direct investment)

9. Negosiasi pilkada

10. Negosiasi pemenangan tender, dan sebagainya.

Model Negosiasi

Negosiasi juga terdapat dua model, yaitu :

- Negosiasi distributif (kompetitif), negosiasi ini lebih menekankan pada

prinsip kalah dan menang bagi kedua belah pihak yang terlibat pada

kegiatan negosiasi. Tidak peduli terhadap kepentingan atau kepuasan

orang lain; mengorbankan orang lain, dan berorientasi pada hubungan

jangka pendek. Ciri-ciri negosiator distributif antara lain :

a. Tawaran awal tidak masuk akal (ekstrem)

b. Kewenangan terbatas

c. Mempermainkan emosi lawan

d. Pantang memperlihatkan kelemahan

e. Hampir tidak memberikan kelonggaran

f. Mengabaikan batas waktu

- Negosiasi integratif (kooperatif), negosiasi ini lebih mengedepankan

prinsip menang dan menang antara kedua belah pihak yang terlibat pada

kegiatan negosiasi. Kegiatan ini lebih memperhatikan kepentingan dan

kepuasan orang lain dan berorientasi pada hubungan jangka panjang.

Adapun ciri-ciri negosiator integratif antara lain:

a. Menyesuaikan diri dengan kebutuhan orang lain

b. Mencari titik temu dari setiap perbedaan

c. Menyelaraskan setiap perbedaan.

Strategi Dalam Bernegosiasi

Dalam melakukan negosiasi, kita perlu memilih strategi yang tepat, sehingga

mendapatkan hasil yang kita inginkan. Strategi negosiasi ini harus ditentukan

sebelum proses negosiasi dilakukan. Ada beberapa macam strategi negosiasi yang

dapat kita Pilih, sebagai berkut :

1. Win-win. Strategi ini dipilih bila pihak-pihak yang berselisih

menginginkan penyelesaian masalah yang diambil pada akhirnya

menguntungkan kedua belah pihak. Strategi ini juga dikenal sebagai

Integrative negotiation.

2.  Win-lose. Strategi ini dipilih karena pihak-pihak yang berselisih ingin

mendapatkan hasil yang sebesar-besarnya dari penyelesaian masalah yang

diambil. Dengan strategi ini pihak-pihak yang berselisih saling

berkompetisi untuk mendapatkan hasil yang mereka inginkan.

3.  Lose-lose. Strategi ini dipilih biasanya sebagai dampak kegagalan dari

pemilihan strategi yang tepat dalam bernegosiasi. Akibatnya pihak-pihak

yang berselisih, pada akhirnya tidak mendapatkan sama sekali hasil yang

diharapkan.

4.  Lose-win. Strategi ini dipilih bila salah satu pihak sengaja mengalah untuk

mendapatkan manfaat dengan kekalahan mereka.

Taktik Dalam Negosiasi

Dalam proses negosiasi, pihak-pihak yang berselisih seringkali menggunakan

berbagai taktik agar dapat memperoleh hasil negosiasi yang diinginkan. Ada

beberapa taktik yang umum dilakukan oleh para negosiator:

1. Membuat agenda. Taktik ini harus digunakan karena dapat memberikan

waktu kepada pihak-pihak yang berselisih setiap masalah yang ada secara

berurutan dan mendorong mereka untuk mencapi kesepakatan atas

keseluruhan paket perundingan.

2. Bluffing. Taktik klasik yang sering digunakan oleh para negosiator yang

bertujuan untuk mengelabui lawan berundingnya dengan cara membuat

distorsi kenyataan yang ada dan membangun suatu gambaran yang tidak

benar.

3. Membuat tenggat waktu (deadline). Taktik ini digunakan bila salah pihak

yang berunding ingin mempercepat penyelesaian proses perundingan

dengan cara memberikan tenggat waktu kepada lawannya untuk segera

mengambil keputusan.

4. Good Guy Bad Guy .Taktik ini digunakan dengan cara menciptakan tokoh

“jahat’ dan “baik” pada salah satu pihak yang berunding. Tokoh “jahat” ini

berfungsi untuk menekan pihak lawan sehingga pandangan-pandangannya

selalu ditentang oleh pihak lawannya , sedangkan tokoh “baik” ini yang

akan menjadi pihak yang dihormati oleh pihak lawannya karena

kebaikannya. Sehingga pendapat-pendapat yang dikemukakannya untuk

menetralisir pendapat Tokoh “jahat”, sehingga dapat diterima oleh lawan

berundingnya.

5. The art of Concesión .Taktik ini diterapkan dengan cara selalu meminta

konsesi dari lawan berunding atas setiap permintaan pihak lawan

berunding yang akan dipenuhi .

6. Intimidasi. Taktik ini digunakan bila salah satu pihak membuat ancaman

kepada lawan berundingnya agar menerima penawaran yang ada, dan

menekankan konsekuensi yang akan diterima bila tawaran ditolak.

Perangkap Dalam Negosiasi

Menurut Leight L. Thompson dalam bukunya “The Mind and the Heart of

Negotiation”, para perunding sering terperangkap pada 4 (empat) perangkap

utama, yaitu :

1. Leaving money on table (dikenal juga sebagai “lose-lose” negotiation,

yang terjadi saat para perunding gagal mengenali dan memanfaatkan

potensi yang ada untuk menghasilkan “win-win” solution.

2. Setting for too little ( atau dikenal sebagai “kutukan bagi si pemenang”),

yang terjadi saat para perunding memberikan konsesi yang terlalu besar,

kepada lawan berundingnya dibandingkan dengan yang mereka peroleh.

3. Meninggalkan meja perundingan , yang terjadi saat para perunding

menolak tawaran dari pihak lain yang sebenarnya lebih baik dari semua

pilihan yang tersedia bagi mereka. Biasanya hal ini terjadi karena terlalu

mempertahankan harga diri atau salah perhitungan.

4. Setting for terms that worse than the alternative terjadi saat para

perunding merasa berkewajiban untuk mencapai kesepakatan, padahal

hasil kesepakatan yang dibuat tidak sebaik alternatif yang lain.

Proses Negosiasi

Berikut proses negosiasi :

Persiapan

Memulai

Langkah strategis

Diskusi dan komunikasi

Melakukan pengukuran : a) Diri b) Lawan c) Situasi d) Pengembangan

strategi

Penutup dan kesepakatan

Pasca kesepakatan

4. Pengambilan Keputusan

Pengertian Pengambilan Keputusan

Stoner (2003:205) memandang pengambilan keputusan sebagai proses pemilihan

suatu arah tindakan sebagai cara untuk memecahkan sebuah masalah tertentu.

Siagian (1993:24) mengartikan pengambilan keputusan sebagai usaha sadar untuk

menentukan satu alternatif dari berbagai alternatif untuk memecahkan masalah.

Salusu (1996:47) mendefinisikan pengambilan keputusan sebagai proses memilih

suatu alternatif cara bertindak dengan metode yang efisien sesuai situasi untuk

menemukan dan menyelesaikan masalah organisasi. Handoko (2001:129) melihat

pengambilan keputusan sebagai proses di mana serangkaian kegiatan dipilih

sebagai penyelesaian suatu masalah tertentu.

Dari beberapa pengertian tentang pengambilan keputusan yang dikemukakan oleh

para ahli dapat disimpulkan bahwa pengambilan keputusan merupakan proses

pemilihan satu alternatif dari beberapa alternatif untuk pemecahan masalah.

Dasar-dasar Pengambilan Keputusan

Menurut George Terry (dalam Hasan, 2002:12-13) dasar-dasar pengambilan

keputusan adalah :

a) Intuisi. Keputusan berdasarkan perasaan subjektif dari pengambil

keputusan. Sehingga sangat dipengaruhi oleh sugesti dan faktor

kejiwaan.

b) Rasional. Pengambilan keputusan bersifat objektif, logis,

transparan dan konsisten karena berhubungan dengan tingkat

pengetahuan seseorang.

c) Fakta. Pengambilan keputusan yang didasarkan pada kenyataan

objektif yang terjadi sehingga keputusan yang dimabil dapat lebih

sehat, solid dan baik.

d) Wewenang. Pengambilan keputusan ini didasarkan pada

wewenang dari manajer yang memiliki kedudukan lebih tinggi dari

bawahannya.

e) Pengalaman. Pengambilan keputusan yang didasarkan pada

pengalaman seorang manajer.

Proses Pengambilan Keputusan

Simon (1957) mengemukakan proses pengambilan keputusan pada dasarnya

terdiri atas tiga langkah (Reksohadiprodjo & Handoko, 2001:144-145; Hasan,

2002:24), yaitu : (1) Kegiatan Intelejen, menyangkut pencarian berbagai kondisi

lingkungan yang diperlukan bagi keputusan; (2) Kegiatan desain, merupakan

pembuatan, pengembangan dan penganalisaan berbagai rangkaian kegiatan yang

mungkin dilakukan; (3) Kegiatan pemilihan, yakni memilih serangkain kegiatan

tertentu dari alternatif-alternatif yang tersedia.

Proses pengambilan keputusan secara rasional dan ilmiah pada dasarnya meliputi

tahapan sebagai berikut (Handoko, 2001:134-138) : (1) pemahaman

danperumusan masalah, (2) pengumpulan dan analisa data yang relevan, (3)

pengembangan alternatif-alternatif, (4) evaluasi alternatif-alternatif, (5) pemilihan

alternatif terbaik, (6) implementasi keputusan, (7) evaluasi hasil-hasil keputusan.

Teknik Partisipasi Dalam Pengambilan Keputusan

Ada beberapa teknik peran serta sebagai bentuk partisipasi dalam pengambilan

keputusan yang dapat dilakukan oleh kepala sekolah bersama dengan guru dan

staf sekolah. Menurut Lunenburg & Ornstein (1991:178-182) dan Salusu

(1996:235-260), teknik partispasi antara lain, yaitu : Brainstorming, teknik delphi,

kelompok mutu, konsep zone of acceptance.

Brainstorming adalah teknik sumbang saran dari semua anggota organisasi.

Teknik ini mengutamakan demokrasi dalam menyampaikan pendapat melalui

persidangan yang relatif kecil.

Teknik delphi dikembangkan oleh Dalkey dan Helmer (1963). Teknik ini

menghindari tatap muka antara peserta dalam proses pengambilan keputusan.

Selain itu juga mencegah adanya pembicara vokal yang sering menguasai waktu

lebih banyak daripada pserta lainnya. Teknik ini biasanya dipakai pada

manajemen puncak yang biasanya tidak mempunyai cukup waktu untuk bertemu

satu dengan yang lain. Teknik ini menghindari perdebatan akan tetapi tetap ada

komunikasi dan pertukaran gagasan dan informasi.

Teknik kelompok mutu biasa dipakai pada sektor implementasi. Teknik ini

biasanya merupakan suatu kelompok kecil yang terdiri atas pengawas dengan

sejumlah karyawan yang bekerja di bagian tertentu. Kelompok mini adalah

kelompok sukarela. Mereka bertemu secara reguler untuk membicarakan berbagai

masalah dan pengambilan keputusan.

Teknik zone of acceptance adalah teknik dimana terjadi suatu situasi seseorang

dapat menerima suatu keputusan secara otomatis. Konsep ini mencoba menjawab

pertanyaan :”Dalam kondisi apa bawahan harus diikutsertakan dalam

pengambilan keputusan ?”. Jadi bisa saja bawahan tidak terlibat dalam proses

pengambilan keputusan.

Jenis-jenis Pengambilan Keputusan

Secara umum jenis pengambilan keputusan dapat dikategorikan dalam dua

bentuk, yakni keputusan terprogram dan keputusan tidak terprogram (Siagian,

1987:25-26; Salusu, 1996:63).

b) Keputusan terprogram

Keputusan terprogram adalah tindakan menjatuhkan pilihan yang

berlangsung berulang kali dan diambil secara rutin dalam

organisasi. Keputusan terprogram biasanya menyangkut

pemecahan masalah-masalah yang sifatnya teknis serta tidak

memerlukan pengarahan dari tingkat manajemen yang lebih tinggi.

c) Keputusan tidak terprogram

Keputusan tidak terprogram muncul sebagai akibat dari suatu

situasi di mana ada suatu kemendesakan untuk segera mengambil

tindakan dan memecahkan masalah yang timbul. Biasanya

keputusan ini bersifat repetitif, tidak terstruktur dan sukar

mengenali bentuk, hakekat dan dampaknya.

5. Dasar-dasar Membangun Relasi

Manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat melepaskan diri dari hubungan

dengan sesama. Tidak ada seorang pun manusia yang dapat hidup sendiri. Kata

“saling” tersebut paling tidak menunjukkan hubungan antara dua orang atau lebth.

Coba renungkan! Apakah setiap orang mampu membuat pakaian, kursi, meja, alat

tulis maupun buku sendiri tanpa bantuan orang lain. Tentu tidak!

Pakaian, kursi, meja, alat tulis dan buku yang kita gunakan adalah hasil karya

orang lain.

Tuhan memberikan manusia keahlian masing-masing. Perbedaan keahlian

tersebut merupakan sebuah sarana untuk saling melengkapi dan membantu

kebutuhan orang lain. Kelebihan seseorang akan melengkapi kekurangan orang

lain. Demikian pula sebaliknya sehingga tercipta hubungan timbal balik.

Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan ketika seseorang menjalin

relasi dengan orang lain, yaitu faktor dan dalam (Aku), faktor dan luar (Kau),

dan faktor citra baku (stereotip=pandangan klise).

1. Faktor dan dalam (Aku)

Terjadinya relasi yang baik pada dasamya dimulai dan diri sendiri (Aku). “Aku”

mampu membuat relasi menjadi baik atau tidak. Relasi akan menjadi baik ketika

“Aku” mampu mempunyai prinsip win-win thinking (berpikir menang-

menang), bukan lose-lose thinking (berpikir kalah-kalah) atau win-lose

thinking” (menang-kalah). Dengan kata lain “yang penting aku”. Ungkapan

“yang penting aku” menunjukkan sikap mementingkan diri sendiri

dan tidak peduli kepada orang lain. Apabila prinsip ini diterapkan dalam relasi,

lambat-laun relasi yang dibangun akan menjadi runtuh.

Sedangkan win-win thinking merupakan pola pikir yang membuat aku dan kamu

menjadi pemenang. Dengan kata lain, semua pihak merasa untung, mendapat

penghargaan (dihargai) keberadaannya oleh pihak lain. Dengan demikian, tidak

ada orang yang merasa kalah, dirugikan, tidak dihargai atau kecewa. Untuk itu,

zvin-zvin thinking harus diterapkan untuk menjalmn relasi.

2. Faktor dan luar (Kau)

Ketika “aku” menerapkan “win-win thinking” dan orang lain juga menerapkan

prinsip yang sama, relasi yang baik sangat besar kemungkinannya untuk terjadi.

Namun, prinsip win-win thinking yang kita miliki menjadi tidak seimbang ketika

orang lain menerapkan prinsip-pninsip win-lose thinking. ini ‘ berarti relasi yang

baik akan terjadi apabila semua pihak menerapkan win- win thinking. Sulitnya,

tidak semua orang dengan mudah menerima dan menerapkan prinsip ini.

3. Faktor citra baku (stereotip)

Citra baku (stereotip) merupakan suatu pandangan yang ada pada seseorang atau

masyarakat tentang suatu hal dan pandangan tersebut sudah melekat secara

mendalam dalam pola pikimya sehingga sulit untuk diubah. Misalnya, banyak

orangtua yang melarang anak perempuan pulang ke rumah melebihi pukul 22.00,

karena akan dianggap perempuan yang kurang baik. Namun, bagi anak-anak laki-

laki sedikit lebih bebas. Pulang melebihi jam tersebut dianggap hal yang biasa.

Stereotip tersebut membuat diskriminasi antara laki-laki dan perempuan. Relasi

yang terjadi antara perempuan dan laki-laki sering kali dalam keadaan atas—

bawah atau subyek—objek. Laki-laki selalu menduduki tempat terutama dan

teratas dalam statusnya. Sedangkan perempuan harus lebih rendah daripada laki-

kaki. Keadaan ini berdampak pada relasi yang teijadi di antara mereka.

Perempuan selalu dijadikan pelengkap saja sehingga harus selalu tunduk kepada

laki-laki. Artinya, laki-laki selalu berada pada posisi win. Sedangkan perempuan

pada posisi lose. Keadaan ini meruntuhkan relasi antara laki-laki dengan

perempuan dalam keadaan sejajar dan sederajat di hadapan Tuhan. Padahal Tuhan

menciptakan laki-laki dan perempuan dalam keadaan sederajat (Kejadian 2:18-

25).

Di samping ketiga faktor tersebut terdapat satu faktor penunjang yang juga cukup

penting, yaitu komunikasi. Tanpa komunikasi yang baik, relasi tidak akan berjalan

baik. Karena dengan komunikasi yang balk, hal-hal yang menjadi penghambat

relasi akan dapat dibongkar. Komunikasi menjadi baik apabila terjadi sikap

mengerti dan memahami apa yang menjadi pesan dari pihak lain walaupun

memiliki paham atau pendapat yang berbeda.

B. Macam-Macam Relasi

1. Pribadi-pribadi

Bagi remaja relasi pribadi dengan pribadi ini sangat tampak. Pada umumnya,

remaja memiliki seorang sahabat. Dengan sahabatnya, Ia akan membangun relasi

untuk mencapai tujuan tertentu.

Seorang sahabat selalu mengerti suka duka din kita. Reläsi yang baik dengan

sahabat akan tetap terus terjadi walaupun sahabat kita mengalami kesusahan.

Inilah yang disebut sahabat sejati.

Hubungan antarpribadi juga terjadi antara seseorang dengan kekasihnya, ayah—

ibu dengan anaknya dan suami dengan istrinya. Hubungan antara pribadi dengan

pribadi akan lebih mudah dikelola. Maksudnya, lebth mudah dikembangkan dan

dikendalikan menjadi baik ketika terjadi konflik karena hanya sedikit orang yang

terlibat. Walaupun memang tidak selalu dengan

sedikitnya orang yang terlibat, relasi yang terjadi akan lebih mudah dikelola.

Semuanya tergantung pada tiga faktor yang sudah dibahas pada poin A (factor 1,

2, dan 3).

2. Pribadi-kelompok

Relasi pribadi dengan kelompok biasanya pada sebuah organisasi tertentu.

Misalnya, relasi antara kamu dengan pengurus, anggota kelompok karang taruna

atau persekutuan pemuda gereja.

Kamu masuk atau begabung pada kelompok tertentu tentu mempunyai motivasi

tertentu. Misalnya, menjadi anggota persekutuan pemuda gereja. Tujuanmu untuk

mendekatkan

diri kepada Tuhan. Namun, di sisi lain organisasi juga mempunyai kepentingan

sendiri. Antara kepentinganmu dengan kepentingan organisasi tentunya harus

selaras. Apabila kehadiranmu tidak jelas dalam organisasi tersebut, kehadiranmu

menjadi tak berguna dan sia-sia. Namun, sering kali kepentingan organisasi

dibangun atas kesepakatan orang-orang yang mempunyai kepentingan-

kepentingan berbeda. Orang orang tersebut berniat menyatukan kepentingan-

kepentingan yang berbeda untuk dapat mencapai visi dan misi yang sama.

3. Kelompok-kelompok

Relasi antara kelompok dengan kelompok dapat dilihat dan relasi antara

komunitas Kristen dengan komunitas Muslim, pemerintah dengan lembaga

keagamaan, sekolahmu dengan sekolah yang lain.

Membangun relasi antara kelompok dengan kelompok bukan suatu hal yang

mudah, apabila dibandingkan dengan membangun relasi yang sebelumnya. Ini

terjadi karena banyak pribadi yang terlibat di dalamnya. Setiap pribadi pasti

mempunyai pemikiran yang berbeda. Perbedaan ini mempunyai dampak yang

baik bagi sebuah kelompok karena dapat memperkaya fungsi relasi dalam

kelompok. Namun, di sisi lain juga sangat rawan konflik.

Sisi yang kurang baik bisa saja terjadi pada kelompok yang berdiri membawa

panji-panji nama dan ideologi tertentu. Misalnya, banyak konifik yang

berkembang di dunia saat ini adalah konflik antar agama dan antarpartai politik.

Konflik yang terjadi karena salah satu kelompok merasa superior, paling baik dan

menganggap kelompok lain salah, tidak baik.

Sebenarnya konflik dapat diredam dengan cara-cara yang lebih baik. Misalnya

mengadakan dialog dengan kelompok-kelompok yang bertentangan. Cara ini

menunjukkan jati din sebagai manusia dewasa, karena lebih menggunakan akal

sehat dalam menyelesaikan masalah.

Di samping itu juga konflik dapat diminimalkan karena setiap pribadi dalam

kelompok mempunyai prinsip aku dan kamu sama-sama ciptaan Tuhan dan

diciptakan menurut gambar Allah sehingga perlu dihargai baik pendapatnya,

agamanya, sukunya maupun latar belakangnya. Sama seperti kita menghargai

Tuhan.

C. Ajaran Yesus Tentang Membangun Relasi

Sebagai pengikut Yesus Kristus kita perlu belajar dari pribadi-Nya yang mampu

menjalin relasi dengan siapapun. Banyak cerita yang dapat kita saksikan dan Injil

tentang perjalanan hidup Yesus. Dalam keadaan apa pun, Dia mampu membangun

relasi dengan sesamanya.

Beberapa diantaranya adalah cerita tentang percakapan Yesus dengan perempuan

Samaria. Orang Samaria adalah musuh orang Yahudi, sehingga orang Yahudi

dilarang bercakap-cakap dan bergaul dengan orang Samaria. Karena, orang-orang

Samaria dianggap orang kafir oleh orang Yahudi Sehingga harus dijauhi. Yesus

sebagai orang Yahudi memberi contoh yang baik.

Orang Samaria bukan kelompok yang perlu dijauhi karena mereka adalah manusia

yang juga akan mendapat keselamatan dari Tuhan apabila mau menerima

keselamatan tersebut (Yohanes 4:42). Di sampmg itu, dalam cerita orang Samaria

yang baik hati dalam Lukas 10:25-37 ditunjukkan bahwa mereka tidak perlu

dijauhi.

Ada beberapa orang lain yang harus dijauhi menurut ajaran Yahudi, yaitu orang

yang sakit kusta dan perempuan yang diketahui berbuat zinah. Tetapi Yesus

datang ke dunia untuk mengubah tindakan-tindakan orang-orang Yahudi yang

salah supaya menjadi benar. Kedatangan Yesus memberi jaminan keselamatan

dalam kehidupan kekal kepada manusia yang berdosa. Tentu saja mereka yang

percaya kepada Yesus menunjukkannya dengan mengasihi

dan menjalankan semua perintah-Nya.

Bagaimana dengan kita? Mampukah kita membangun relasi yang baik dengan

siapa saja? Baik mereka yang berbeda pendapat, agama, suku, bangsa, bahasa

maupun latar belakang budaya dan ekonomi. Yesus telah mengajarkan hal yang

baik. Kita pun juga harus mampu meneladani tindakan Yesus tersebut.