vascular streak dieback (vsd) pada tanaman kakao

15
Perspektif Vol. 18 No. 2 /Des 2019. Hlm 128-142 DOI: http://dx.doi.org/10.21082/psp.v18n2.2019. 128 -142 ISSN: 1412-8004 128 Volume 18 Nomor 2, Des 2019 :128 - 142 PENYAKIT VASCULAR STREAK DIEBACK (VSD) PADA TANAMAN KAKAO, PERKEMBANGAN TEKNOLOGI PENGENDALIAN DAN STRATEGI PENERAPANNYA Current Research Progress and Strategy to Control Vascular Streak Dieback (VSD) Disease of Cacao RITA HARNI 1) , DONO WAHYUNO 2) , dan IWA MARA. TRISAWA 3) 1) Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar Indonesian Research Institute for Industrial and Beverage Crops Jalan Raya Pakuwon Km 2 Parungkuda, Sukabumi 43357, Indonesia E-mail: [email protected] 2) Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Indonesian Spice and Medicinal Crops Research Institute 3) Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan Indonesian Center for Estate Crops Research and Development ABSTRAK Vascular streak dieback (VSD) merupakan penyakit penting pada tanaman kakao. Penyakit ini telah berkembang luas di sentra produksi kakao di Indonesia dan menyebabkan kerugian 30-45% dari produksi. Luas serangan VSD di Indonesia pada tahun 2007 adalah 70.000 ha dengan kehilangan hasil sebesar Rp 405 643 680 000/tahun, dan kerugian terus meningkat dari tahun ke tahun. Tujuan dari revieu ini adalah menginformasikan tentang penyakit VSD dan perkembangan teknologi pengendaliannya. Penyakit VSD adalah penyakit pembuluh kayu yang menyerang tanaman kakao. Gejala serangan ditunjukkan oleh daun yang mengalami klorosis, gugur dan meranting, hingga akhirnya tanaman tidak berproduksi. Penyakit VSD disebabkan oleh cendawan Ceratobasidium theobromae, yang bersifat obligat parasit, tersebar melalui spora udara (basidiospora), melalui bahan tanam atau bibit kakao yang telah terinfeksi. Keberhasilan spora untuk berkecambah dan melakukan penetrasi jaringan daun sangat tergantung pada kondisi lingkungan. Karakteristik C theobromae yang sulit diperbanyak pada medium buatan menjadikan penelitian VSD sangat tergantung dengan kondisi inokulum di lapang. Komponen pengendalian yang telah dikembangkan berupa varietas atau klon kakao tahan VSD, aplikasi fungisida, agens hayati dan kultur teknis. Pengembangan kakao tahan VSD perlu disertai dengan pengembangan komponen teknologi pengendalian lainnya. Penanaman klon tahan VSD disertai dengan penerapan kultur teknis budidaya kakao yang tepat disertai aplikasi komponen pengendalian yang sesuai dianggap sebagai strategi untuk menekan penyebaran VSD yang efisien, efektif dan ramah lingkungan. . Kata kunci: Ceratobasidium theobromae, kakao, pengendalian, VSD, ABSTRACT Vascular Streak Dieback (VSD) is a main disease in cacao. It has been widely spread in cacao producing centers in Indonesia which has caused 30-40% production loss. Infested plant showed symptoms such as clorosis on its leaves which then fall off and die back. eventually stop producing. VSD is caused by a obligate parasite fungus Ceratobasidium theobromae , , spread through basidiospora, plant materials, or infected seedlings. Since this fungus is difficult to be cultured in artificial media causes the research on VSD highly depends on the availability of inoculum at the field The ability of spora to germinate and penetrate leaves tissue is determined by environment conditions. Components of control which have been developed are varieties or cacao clones, fungicide application, biocontrol agents, and technical culture. Developing VSD resistant cacao also necessitates the development of control technology components. Planting VSD resistant clones combines with sugested cultural practices are considered efficient and effective for controlling VSD as well as an environmental friendly control strategy. Keywords: Ceratobasidium theobromae, cacao, management, VSD

Upload: others

Post on 02-Oct-2021

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: VASCULAR STREAK DIEBACK (VSD) PADA TANAMAN KAKAO

Perspektif Vol. 18 No. 2 /Des 2019. Hlm 128-142 DOI: http://dx.doi.org/10.21082/psp.v18n2.2019. 128 -142

ISSN: 1412-8004

128 Volume 18 Nomor 2, Des 2019 :128 - 142

PENYAKIT VASCULAR STREAK DIEBACK (VSD) PADA TANAMAN

KAKAO, PERKEMBANGAN TEKNOLOGI PENGENDALIAN DAN

STRATEGI PENERAPANNYA

Current Research Progress and Strategy to Control Vascular Streak Dieback (VSD)

Disease of Cacao

RITA HARNI1), DONO WAHYUNO2), dan IWA MARA. TRISAWA3)

1) Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar

Indonesian Research Institute for Industrial and Beverage Crops

Jalan Raya Pakuwon Km 2 Parungkuda, Sukabumi 43357, Indonesia

E-mail: [email protected] 2) Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat

Indonesian Spice and Medicinal Crops Research Institute 3) Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan

Indonesian Center for Estate Crops Research and Development

ABSTRAK

Vascular streak dieback (VSD) merupakan penyakit

penting pada tanaman kakao. Penyakit ini telah

berkembang luas di sentra produksi kakao di

Indonesia dan menyebabkan kerugian 30-45% dari

produksi. Luas serangan VSD di Indonesia pada tahun

2007 adalah 70.000 ha dengan kehilangan hasil sebesar

Rp 405 643 680 000/tahun, dan kerugian terus

meningkat dari tahun ke tahun. Tujuan dari revieu ini

adalah menginformasikan tentang penyakit VSD dan

perkembangan teknologi pengendaliannya. Penyakit

VSD adalah penyakit pembuluh kayu yang

menyerang tanaman kakao. Gejala serangan

ditunjukkan oleh daun yang mengalami klorosis,

gugur dan meranting, hingga akhirnya tanaman tidak

berproduksi. Penyakit VSD disebabkan oleh cendawan

Ceratobasidium theobromae, yang bersifat obligat parasit,

tersebar melalui spora udara (basidiospora), melalui

bahan tanam atau bibit kakao yang telah terinfeksi.

Keberhasilan spora untuk berkecambah dan

melakukan penetrasi jaringan daun sangat tergantung

pada kondisi lingkungan. Karakteristik C theobromae

yang sulit diperbanyak pada medium buatan

menjadikan penelitian VSD sangat tergantung dengan

kondisi inokulum di lapang. Komponen pengendalian

yang telah dikembangkan berupa varietas atau klon

kakao tahan VSD, aplikasi fungisida, agens hayati dan

kultur teknis. Pengembangan kakao tahan VSD perlu

disertai dengan pengembangan komponen teknologi

pengendalian lainnya. Penanaman klon tahan VSD

disertai dengan penerapan kultur teknis budidaya

kakao yang tepat disertai aplikasi komponen

pengendalian yang sesuai dianggap sebagai strategi

untuk menekan penyebaran VSD yang efisien, efektif

dan ramah lingkungan. .

Kata kunci: Ceratobasidium theobromae, kakao,

pengendalian, VSD,

ABSTRACT

Vascular Streak Dieback (VSD) is a main disease in

cacao. It has been widely spread in cacao producing

centers in Indonesia which has caused 30-40%

production loss. Infested plant showed symptoms such

as clorosis on its leaves which then fall off and die

back. eventually stop producing. VSD is caused by a

obligate parasite fungus Ceratobasidium theobromae , ,

spread through basidiospora, plant materials, or

infected seedlings. Since this fungus is difficult to be

cultured in artificial media causes the research on VSD

highly depends on the availability of inoculum at the

field The ability of spora to germinate and penetrate

leaves tissue is determined by environment

conditions. Components of control which have been

developed are varieties or cacao clones, fungicide

application, biocontrol agents, and technical

culture. Developing VSD resistant cacao also

necessitates the development of control technology

components. Planting VSD resistant clones combines

with sugested cultural practices are considered

efficient and effective for controlling VSD as well as an

environmental friendly control strategy.

Keywords: Ceratobasidium theobromae, cacao,

management, VSD

Page 2: VASCULAR STREAK DIEBACK (VSD) PADA TANAMAN KAKAO

129 Penyakit Vascular Streak Dieback (VSD) pada Tanaman Kakao, Perkembangan Teknologi Pengendalian dan

Strategi Penerapannya (RITA HARNI, DONO WAHYUNO, dan IWA MARA TRISAWA)

PENDAHULUAN

Kakao (Teobromae cacao) merupakan salah

satu tanaman perkebunan yang sebagian besar

(97,55%) diusahakan dalam bentuk perkebunan

rakyat, sedangkan sisanya (1,59% dan 0,85%)

masing-masing dalam bentuk perkebunan besar

swasta dan negara (Ditjenbun 2017). Tanaman

kakao bukan tanaman asli Indonesia, tetapi

tanaman ini dapat tumbuh, berkembang dan

memiliki peranan penting dalam perekonomian

nasional. Kakao merupakan produk perkebunan

Indonesia yang tercatat sebagai penghasil kakao

ketiga terbesar dunia setelah Pantai Gading dan

Ghana. Ditjenbun (2017) mencatat bahwa pada

tahun 2018 volume dan nilai ekspor kakao

Indonesia (dalam berbagai bentuk) sebesar

354.752 ton dengan nilai US $ 1.120.252.807.

Kakao digunakan sebagai bahan baku dalam

berbagai industri makanan, minuman, dan lain-

lain.

Sentra pertanam kakao di Indonesia

terutama terdapat di Sulawesi dan Sumatera.

Total luas areal kakao Indonesia pada tahun 2017

diperkirakan 1.730.002 ha dengan produksi

659.776 ton. Luas areal dan produksi pada 5

tahun terakhir (2012-2016) cenderung mengalami

penyusutan. Penurunan luas areal terutama

terjadi pada perkebunan besar negara yang turun

16,52% dan perkebunan besar swasta turun

8,38%, sementara luas areal perkebunan rakyat

naik 0,52% per tahun (Pusdatin 2016; Ditjenbun

2017). Di antara faktor penyebabnya adalah

kondisi perekonomian nasional dan dunia, situasi

politik dan keamanan serta harga kakao. Kondisi

tersebut ditambah dengan teknik budidaya yang

minimal menyebabkan produksi tanaman kakao

menurun. Jika penurunan produksi terus

berlanjut, ICCO (International Cocoa

Organization) memprediksi bahwa Indonesia

akan digeser oleh Ekuador sebagai negara

produsen kakao dunia (Agro Farm 2018)

Salah satu kendala penurunan produksi

kakao adalah gangguan hama dan penyakit.

Penurunan produktivitas akibat serangan hama

dan penyakit sebesar 660 kg/ha/tahun atau

sebesar 40% dari produktivitas yang pernah

dicapai (1.100 kg/ha/tahun). Total kehilangan

hasil secara nasional sebesar 198.000 ton/tahun

(Manggabarani 2011 dalam Topae et al. 2016). Di

antara penyakit tanaman kakao yang sering

menimbulkan kerugian adalah penyakit

pembuluh kayu (Vascular Streak Dieback = VSD)

yang disebabkan oleh cendawan Ceratobasidium

theobromae (Samuels et al. 2012). Penyakit ini

mampu menurunkan produksi antara 30-45%

(Anita-Sari dan Soesilo 2013). Namun demikian,

menurut Halimah dan Sri-Sukamto (2006)

kehilangan hasil akibat penyakit VSD

diperkirakan mencapai 100% pada klon-klon

yang rentan dan 15% pada klon-klon yang tahan.

Saat ini tanaman kakao di hampir seluruh

propinsi di Indonesia sudah terserang penyakit

VSD. Serangan dapat terjadi baik pada

perbenihan, tanaman muda, maupun pada

tanaman dewasa dan berproduksi (Syarif et al.

2016). Di Sulawesi sebagai salah satu sentra

kakao, gejala VSD pertama kali dilaporkan terjadi

pada tahun 1987 di Kolaka (Sulawesi Tenggara)

dan pada tahun 2002 ditemukan di daerah

Polmas dan Pinrang (Sulawesi Selatan). Saat ini

penyakit tersebut tersebar hampir di seluruh

wilayah Sulawesi (Rosmana 2005). Sementara di

sentra kakao lain yaitu di Sumatera seperti di

Sumatera Barat, gejala VSD pada tahun 2016 telah

tersebar luas dengan insidensi penyakit berkisar

antara 58,82 - 100%, dengan keparahan penyakit

24,29 - 44,71% (Trisno et al. 2016). Di provinsi

Sumatera Utara, penyebaran penyakit VSD

terjadi pada tahun 2013 (Dhana et al. 2013).

Penyebaran penyakit ini terjadi melalui bantuan

angin yaitu basidiospora yang diterbangkan dan

menempel pada tunas daun muda, kemudian

berkecambah dan melakukan penetrasi,

berkoloni pada jaringan xilem dan menyebabkan

jaringan xilem terinfeksi serta berwarna

kecokelatan (Samuels et al. 2012). Gejala akan

muncul pada daun kedua dan ketiga dari pucuk

dalam waktu 6-16 minggu, tergantung pada

umur dan varietas kakao. Cendawan akan

tumbuh baik pada suhu 26OC dan kelembapan di

atas 95% (Harni 2013; Harni and Baharuddin,

2014).

Pengendalian penyakit VSD sangat penting

mengingat dampak negatif yang ditimbulkannya.

Secara umum, pengendalian penyakit ini dapat

dilakukan melalui pendekatan ekologi baik dari

faktor biotik maupun abiotik, kemudian

Page 3: VASCULAR STREAK DIEBACK (VSD) PADA TANAMAN KAKAO

130 Volume 18 Nomor 2, Des 2019 :128 - 142 Volume 17 Nomor 2, Des 2018 :85 - 100

menetapkan taktik pengendalian yang paling

mungkin dan efektif . Menurut Khaerati (2015)

faktor ekologi yang berkaitan dengan epidemi

penyakit VSD adalah penutupan tajuk, jarak

tanaman kakao dari sungai, kandungan unsur K,

Mg, dan Zn di dalam tanah.

Tulisan ini mengulas tentang penyakit VSD

dan perkembangan cara pengendaliannya pada

tanaman kakao. Cara pengendalian yang telah

dilakukan dan konsep pengendalian yang dapat

dilakukan, menjadi pegangan dalam menekan

insidensi dan keparahan penyakit serta

kehilangan hasil kakao.

PENYAKIT VSD Gejala

Tanaman yang meranting secara intensif

merupakan petunjuk paling mudah untuk

mendapatkan tanaman yang terserang cendawan

C. theobromae dari suatu populasi tanaman di

lapang. Serangan yang berat dari cendawan ini

menyebabkan tanaman menggugurkan daunnya

lebih awal dan dalam jumlah yang banyak

sehingga terlihat meranting (Gambar 1C,D).

Daun muda yang berada di nomor dua atau tiga

dari ujung ranting yang terinfeksi biasanya

menunjukkan gejala klorosis (warna kuning yang

intensif), dengan bercak-bercak kecil (spot)

warna hijau (Gambar 1A). Pada stadium lebih

lanjut daun yang terinfeksi gugur. Pada stadium

ini, cendawan tumbuh di dalam jaringan xylem,

dicirikan terbentuknya garis warna cokelat pada

petiole, dan juga terdapat noktah berwarna

cokelat-gelap pada bagian petiole daun yang

gugur (Gambar 1B).

Gejala klorosis hingga daun gugur

memerlukan masa inkubasi yang lama, bahkan

lebih dari 2 bulan. Ranting yang terinfeksi sering

terlihat tanpa daun pada ruas ketiga hingga

kelima dari ujung. Daun-daun baru di dekat

pucuk, walau mungkin telah terinfeks tapi belum

mengekspresikan gejala, akibat lamanya masa

inkubasi.

Diskripsi gejala di atas merupakan gejala

yang umum dan banyak dilaporkan pada

tanaman kakao (Semangun 2000). Tetapi akhir-

Gambar 1. Tanaman kakao dengan gejala VSD (A) daun klorosis, (B) noktah pada bekas petiole daun,

(C dan D) keragaan tanaman di lapangan (Harni et al. 2017)

Page 4: VASCULAR STREAK DIEBACK (VSD) PADA TANAMAN KAKAO

131 Penyakit Vascular Streak Dieback (VSD) pada Tanaman Kakao, Perkembangan Teknologi Pengendalian dan

Strategi Penerapannya (RITA HARNI, DONO WAHYUNO, dan IWA MARA TRISAWA)

akhir ini pada daun kakao, selain gejala

meranting dengan daun mengalami klorosis, juga

ditemukan gejala nekrosis pada tepi dan ujung

daun (McMahon and Purwantara 2016).

Munculnya gejala tersebut diduga akibat adanya

perbedaan jenis cendawan yang menginfeksi,

kondisi tanaman dan banyak faktor lainnya yang

terlibat di dalamnya, sehingga gejala VSD

menjadi semakin komplek untuk dikenali.

Petunjuk yang lain, tanaman terserang VSD

adalah ditemukannya lapisan miselium berupa

koloni, menyerupai beludru berwarna putih

pada bekas petiole daun yang gugur atau tulang

daun. Lapisan miselium tersebut umumnya

banyak ditemukan selama musim hujan atau

pada tanaman kakao yang tumbuh di tempat

yang lembap (Guest dan Keane 2007).

Organisme Penyebab.

Penyebab VSD adalah cendawan dari

kelompok basidiomisete, yaitu Ceratobasidium

theobromae. Cendawan ini sebelumnya dikenal

dengan nama Oncobasidum theobromae atau

Thanatephorus theobromae (Semangun 2000;

Baloiloi dan Akanda 2013; Soetanto 2008;

McMahon dan Purwantara 2016). Samuels et al.

(2012) berdasarkan analisis molekuler

menggunakan DNA mendapatkan C theobromae

dan C. ramicola dari sampel kakao yang diperoleh

dari berbagai lokasi di Indonesia. Gejala yang

ditemukan juga bervariasi, beberapa di antaranya

berupa nekrosis pada jaringan daun tanpa

menunjukkan gejala nekrosis pada jaringan

pembuluh (vascular browning). McMahon dan

Purwantara (2016) beranggapan bahwa

penamaan yang didasarkan pada hasil penelitian

Samuels et al. (2012) merupakan nama yang

sesuai untuk cendawan penyebab penyakit VSD,

meskipun berdasarkan karakteristik biologi dan

patogenisitasnya cendawan ini dimasukkan ke

dalam kelompok Rhizoctonia, yang umumnya

dianggap banyak hidup sebagai saprofit

(Oberwinkler et al. 2013).

Biologi

Keberhasilan untuk menumbuhkan

cendawan Ceratobasidium pada medium buatan

masih banyak diperdebatkan. Musa (1983)

melaporkan dapat menumbuhkan pada medium

yang mengandung air kelapa, tetapi Keane et al.

(1972) meragukannya karena hasil yang

diperoleh amat tidak stabil. Samuels et al. (2012)

berhasil mengisolasi dan menumbuhkannya

pada medium agar dengan cara menyertakan

potongan ranting yang terinfeksi yang dapat

menjamin bahwa koloni tersebut akan hidup saat

dipindah ke medium yang baru. Tetapi, koloni

tersebut tidak dapat berkembang lebih lanjut saat

dipindahkan ke medium yang baru. Baloiloi dan

Akanda (2013), menggunakan potongan

miselium yang ditumbuhkan pada medium

untuk melakukan seleksi ketahanan secara in

vitro dengan menggunakan daun kakao.

Siklus Hidup

Cendawan masuk ke dalam jaringan

tanaman melalui basidiopsora yang berkecambah

dan kemudian masuk ke dalam jaringan daun

dengan cara mempenetrasi epidermis, mesofil

dan miselium berkembang di sekelilingnya

menuju tulang daun (Semangun 2000; McMahon

dan Purwantara 2016). Pada awal infeksi jarang

ditemukan adanya jaringan daun yang

menunjukkan nekrosis dan daun yang terinfeksi

akan gugur setelah sekitar 3 bulan dari terjadinya

infeksi. Miselium berkembang hingga akhirnya

masuk ke dalam jaringan pembuluh xilem dan

tumbuh di dalamnya hingga sampai petiole

daun. Cendawan ini terus tumbuh di dalam

xilem dan menuju ranting utama sehingga

mematikan ranting di atasnya (Samuels et al.

2012). Pada kondisi lingkungan yang lembap

koloni berwarna putih akan tumbuh ke luar dari

jaringan bekas petiole daun atau tulang daun

yang telah terinfeksi. Pada saat itu,

Ceratobasidium membentuk banyak basidium

pada permukaan koloni yang sebenarnya

berfungsi sebagai tubuh buah tetapi tidak

berbentuk khusus (resupinate) dan menghasilkan

basidiopsora yang akan menginfeksi daun lain

yang ada di sekitarnya. Sporanya yang lembut,

berukuran kecil dan tidak mempunyai dinding

sel yang tebal, mengindikasikan bahwa spora ini

(basidiospora) mudah terbawa angin, dapat

segera berkecambah dan peka pada kondisi

lingkungan yang kering untuk keberhasilan

terjadinya infeksi. Karakteristik sporanya yang

Page 5: VASCULAR STREAK DIEBACK (VSD) PADA TANAMAN KAKAO

132 Volume 18 Nomor 2, Des 2019 :128 - 142 Volume 17 Nomor 2, Des 2018 :85 - 100

unik tersebut, menjadikan pada tahap awal

sebaran penyakit tanaman yang terinfeksi

cenderung berkelompok. Basidium dan spora

yang dihasilkan dapat berasal dari daun dan

ranting dari tanaman yang telah terinfeksi

sebelumnya.

Kisaran Inang

Sedikit informasi terkait sebaran tanaman

inang dari C. theobromae. Di Indonesia, sampai

saat ini informasi sebaran inang C. theobroame

masih terbatas pada tanaman kakao. Wahyu

Soesilo dan Anita-Sari (2011) melaporkan ada

beberapa aksesi kakao hasil persilangan yang ada

di Indonesia menunjukkan respon tahan

terhadap C. theobromae. Wahyu Soesilo et al.

(2016) juga menyatakan adanya indikasi

ketahanan pada klon kakao berdasarkan pada

karakter kepadatan stomata. Klon yang tahan

biasanya mempunyai kerapatan stomata yang

rendah. Karakteristik adanya kekhususan inang

yang tinggi dapat dijadikan pertimbangan

penting untuk mengendalikan Ceratobasidium di

lapang. Tetapi Anderson (1989) mendapat

cendawan yang diidentifikasi sebagai O.

theobromae menyerang tanaman avocado muda di

pembibitan. Sampai saat ini sebaran dari C.

theobromae masih terbatas di Asia Tenggara dan

sekitarnya, Samuels et al. (2012) menduga bahwa

cendawan ini sebenarnya berasal dari Asia

Tenggara dan telah menginfeksi tanaman asli

yang tumbuh di hutan di Asia Tenggara, yang

belum diketahui jenisnya dengan gejala yang

tidak spesifik. Asumsi ini juga didasarkan pada

temuan bahwa banyak tanaman kakao yang

menunjukkan gejala terserang VSD adalah

tanaman yang banyak tumbuh di tepi hutan di

Papua Nugini.

Epidemi

Di lapang, gejala meranting akibat serangan

C. theobromae ditemukan hampir di semua

perkebunan kakao di Indonesia, baik tanaman

yang tumbuh di dataran rendah maupun tinggi

dengan kejadian dan keparahan penyakit yang

bervariasi, tergantung pada kondisi tanaman,

klon kakao yang ditanam, kondisi lingkungan

dan perawatan tanaman yang diberikan.

Kejadian dan keparahan penyakit pada kebun-

kebun kakao yang tidak dirawat cenderung lebih

tinggi dibanding kebun yang terawat baik.

Kondisi lingkungan yang lembap, jarak tanam

rapat, jenis klon yang ditanam dan ketersediaan

inokulum di lapang, berperan besar atas kejadian

penyakit.

Gejala VSD cenderung terlihat lebih parah di

musim kemarau dibanding pada musim hujan.

Gangguan pada jaringan pembuluh xilem akibat

adanya infeksi menyebabkan tanaman menjadi

peka akan kekurangan air selama musim

kemarau. Daun yang terinfeksi dapat bertahan

pada ranting untuk waktu yang lama sehingga

dapat menjadi sumber inokulum bagi daun atau

ranting yang masih sehat (McMahon dan

Purwantara 2016). Pada kondisi lingkungan yang

lembap, koloni berupa hifa akan keluar dari

bekas petiole atau tulang-tulang daun yang telah

terinfeksi, membentuk basidium dan

menghasilkan basidiospora. Basidium yang

terbentuk hanya akan melepaskan basidiospore

apabila basidium terbasahi selama lebih dari 5

jam, dengan suhu udara maksimum 26 oC dan

kondisi gelap (Dennis et al. 1992)

C. theobromae yang hanya dapat tumbuh di

jaringan tanaman yang hidup menyebabkan

cendawan ini tidak dapat berkompetisi dengan

mikroba lainnya saat ada di ranting yang jatuh di

tanah. Beberapa kegiatan budidaya anjuran tidak

dapat diabaikan untuk menekan kerusakan

tanaman kakao lainnya akibat infeksi C

theobromae.

PENGENDALIAN VSD

Kebutuhan akan adanya cara pengendalian

yang efektif semakin mendesak seiring

meningkatnya kerugian yang disebabkan oleh

penyakit ini dari tahun ke tahun. Penanganan

penyakit ini menjadi penting mengingat luas

perkebunan rakyat mencapai 97% dari luas areal

kakao Indonesia.

Cendawan yang menyelesaikan sebagian

besar hidupnya di dalam jaringan pembuluh

xilem menyebabkan aplikasi pestisida menjadi

kurang efektif. Di samping itu bioekologi

cendawan C.theobromae belum banyak diketahui

sehingga penelitian-penelitian tentang cendawan

Page 6: VASCULAR STREAK DIEBACK (VSD) PADA TANAMAN KAKAO

133 Penyakit Vascular Streak Dieback (VSD) pada Tanaman Kakao, Perkembangan Teknologi Pengendalian dan

Strategi Penerapannya (RITA HARNI, DONO WAHYUNO, dan IWA MARA TRISAWA)

ini masih bergantung pada infeksi alami di

lapangan.

Beberapa metode pengendalian yang sudah

dicoba di antaranya adalah sanitasi

(pemangkasan ranting yang terserang) (Varghese

et al. 1992), fungisida sistemik (Varghese et al.

1992), pestisida nabati, biologi, dan senyawa

penginduksi ketahanan (Wahyu Soesilo dan

Anita-Sari 2011; Sri-Soekamto et al. 2008; Harni

dan Khaerati 2013; Harni dan Baharuddin, 2014;

Harni et al. 2016; Rosmana et al. 2015).

Saat ini telah dicanangkan program

pengendalian penyakit VSD. Pengendalian

jangka pendek diarahkan kepada menekan

jumlah sumber inokulum di lapang dan

mengurangi penyebaran penyakit, dengan cara

kultur teknis, pestisida nabati, biologi, dan

kimia. Sedangkan pengendalian jangka panjang

diarahkan pada perakitan bahan tanaman tahan,

yang lebih mengarahkan pada kelangsungan

budidaya kakao yang ekonomis, ramah

lingkungan dan berkelanjutan.

Varietas Tahan

Penggunaan varietas tahan merupakan cara

yang efektif dan ekonomis dalam mengendalikan

penyakit VSD, selain reltif efektif juga

aplikasinya yang cukup mudah di lapangan, dan

dapat menekan biaya produksi. Hasil pemuliaan

telah mendapatkan sejumlah klon kakao tahan

VSD antara lain Sulawesi 1, Sulawesi 2, Sca 6 dan

DRC 15 yang telah dilepas sebagai bahan tanam

anjuran untuk mengatasi masalah penyakit VSD

di Indonesia (Wahyu Soesilo and Anita-Sari

2011). Klon Sulawesi 1 dan Sulawesi 2

merupakan hasil pemuliaan partisipatif di

Sulawesi yang terbukti efektif mengendalikan

VSD. Saat ini kedua klon tersebut sudah

dikembangkan secara luas melalui Gernas Kakao

yang bertujuan untuk meningkatkan produksi

dan pengendalian VSD. Selain Sulawesi 1 dan 2

juga telah diperoleh beberapa klon tahan VSD

antara lain KW162, KW163, KW165, dan KEE2

yang digunakan sebagai sumber genetik untuk

sifat ketahanan terhadap VSD.

Mekanisme ketahanan tanaman kakao

terhadap VSD belum diketahui. McMahon and

Purwantara (2016) menduga mekanisme

berhubungan dengan respon inang pada xilem

dan sel parenkim seperti akumulasi senyawa dan

unsur tertentu seperti peningkatan sulfur pada

xilem atau senyawa tertentu di daun yang

mencegah spora berkecambah dan menghalangi

penetrasi epidermis. Sedangkan Anita-Sari and

Wahyu Soesilo (2013) menjelaskan bahwa

genotip tahan berhubungan dengan jumlah

stomata. Selanjutnya McMahon dan Purwantara

(2016) menjelaskan bahwa ada beberapa klon

yang ketahanan terhadap VSD bersifat parsial

dan tahan lama seperti PBC123 dan KA2-101,

sifat ketahanan kedua klon tersebut dikaitkan

dengan ketahanan horizontal yang melibatkan

beberapa gen.

Kultur Teknis

Pengendalian kultur teknis dapat dilakukan

dengan pemangkasan cabang yang terinfeksi

secara berkala. Pemangkasan bertujuan untuk

menghilangkan ranting atau cabang yang sakit

dan harus terukur untuk meminimalisasi stres

akibat pemangkasan. Hasil penelitian

Jayawardena et al. (1980) dan Prior (1980),

pemangkasan dengan interval setiap bulan lebih

efektif dibanding interval 3 bulan, tetapi

menurut McMahon and Purwantara (2016)

frekuensi ini mungkin sulit dilakukan oleh petani

kecil yang mengandalkan tenaga kerja keluarga

karena usaha sanitasi cukup mahal. Selanjutnya

Pawirosoemardjo and Purwantara (1992)

menjelaskan bahwa interval pemangkasan

tergantung pada iklim suatu daerah, pada daerah

basah (tipe curah hujan B seperti Sumatera Utara

dan Jawa Barat, pangkasan dilakukan setiap 2

minggu tetapi di daerah kering (tipe curah hujan

D seperti di Jawa Timur) dengan interval 1-3

bulan (Tabel 1).

Menurut Sri-Soekamto et al. (2008) strategi

pengendalian penyakit pembuluh kayu (VSD)

melalui kultur teknis dilakukan berdasarkan

tingkat keparahan yang ada: berat, sedang dan

ringan. Kategori keparahan: 1) ringan apabila

jumlah ranting yang sakit <10% dan cendawan

hanya menyerang sampai cabang tersier, 2)

kategori sedang adalah bila jumlah ranting sakit

10-30% dan serangan sampai pada cabang

sekunder, 3) berat, apabila jumlah ranting sakit >

30% dan cendawan menyerang sampai pada

cabang primer atau pokok. Pemangkasan

Page 7: VASCULAR STREAK DIEBACK (VSD) PADA TANAMAN KAKAO

134 Volume 18 Nomor 2, Des 2019 :128 - 142 Volume 17 Nomor 2, Des 2018 :85 - 100

cabang/ranting yang terinfeksi dilakukan sampai

pada batas tidak ditemukan garis cokelat pada

jaringan pembuluh kayu, ditambah 30 cm. Hasil

pangkasan ranting yang terinfeksi tidak perlu

dibakar atau diangkut dari kebun, karena C

theobromae tidak dapat berkembang dan

membentuk tubuh buah pada ranting yang sudah

dipotong (Keane 1981). Tetapi keberadaan

stadium C. theobromae di lapang mungkin

bervariasi sehingga penanganan pangkasan perlu

tetap dilakukan, juga untuk mencegah apabila

ranting tersebut juga telah terparasit cendawan

patogen lainnya.

Pengendalian penyakit VSD dengan cara

sanitasi pada tanaman kakao telah diterapkan di

sebagian besar lahan yang terinfeksi di daerah

Jawa pada tahun 1980 an. Teknologi ini dapat

mengurangi intensitas penyakit ketingkat yang

sangat rendah. Tetapi untuk perkebunan plasma

teknologi ini tidak dapat diterapkan karena itu

perlu pengembangan bahan tanam yang lebih

tahan terhadap VSD (Pawirosoemardjo et al.

1990). Penelitian lain di Malaysia menjelaskan

bahwa pemangkasan dapat meningkatkan

kejadian penyakit VSD jika sumber inokulum

tetap ada di sekitarnya.

Pestisida Nabati

Berbagai tanaman dapat menghasilkan

bahan alami yang bersifat fungisida dan telah

dimanfaatkan untuk mengendalikan penyakit

tanaman, di antaranya adalah minyak cengkeh

dan serai wangi (El-Zemiti and Ahmed 2005;

(Deng et al. 2013; Nakahara et al. 2003; Harni and

Khaerati 2013).

Penggunaan fungisida nabati untuk

mengendalikan penyakit VSD sudah dilaporkan

oleh Harni and Khaerati (2013), minyak serai

wangi, cengkeh dan ekstrak bawang putih dapat

menekan intensitas penyakit pada bibit kakao

sebesar 50%; 50.83% dan 51.66 % lebih rendah

dibanding perlakuan fungisida kimia.

Selanjutnya Harni and Baharuddin (2014) juga

mendapatkan minyak cengkeh, serai wangi dan

ekstrak bawang putih dapat menekan intensitas

serangan VSD di lapangan antara 16,3-38,6%.

Penekanan tertinggi pada perlakuan minyak

cengkeh dan serai wangi yaitu 38,6% dan 31,6%.

Berdasarkan tingkat efikasi dari bahan yang diuji

maka hanya minyak cengkeh dan serai wangi

yang tergolong efektif untuk mengendalikan VSD

dengan tingkat efektifitasnya lebih dari 30%,

sebanding dengan fungisida sintetik

ditiokarbamat (Tabel 2). Hasil penelitian

Noveriza et al. (2018) menggunakan nano emulsi

minyak serai wangi dengan dosis 0,1% efektif

menekan penyakit VSD pada tanaman kakao.

Penggunaan minyak cengkeh dan serai

wangi untuk mengendalikan VSD pada tanaman

kakao hanya dapat menekan perkembangan

penyakit VSD, namun tidak dapat

mengendalikan secara tuntas karena kedua

fungisida nabati tersebut hanya dapat

Tabel 1. Interval waktu pemangkasan untuk

pengendalian VSD di daerah beriklim

basah dan kering

Intensitas

keparahan

Interval pemangkasan

Iklim basah Iklim kering

Ringan 8 minggu 4 minggu

Sedang 4 minggu 2 minggu

Berat Eradikasi Eradikasi

Sumber: Syahnen (2011)

Tabel 2. Pengaruh minyak cengkeh dan serai wangi, serta ekstrak bawang putih terhadap intensitas

kejadian penyakit VSD pada tanaman kakao

No. Perlakuan Intensitas serangan (%) Penurunan intensitas

serangan (%)

Penilaian

tingkat efikasi

1. Kontrol 32,6 a - -

2. Cengkeh 20,0 c 38,6 Efektif

3. Serai wangi 22,3 bc 31,6 Efektif

4. Cengkeh + Serai wangi 27,3 ab 16,3 Tidak efektif

5. Bawang putih 26,2 ab 19,6 Tidak efektif

6. Fungisida kimia (ditiokarbamat) 22,3 bc 31,6 Efektif

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada setiap kolom tidak berbeda nyata pada taraf 5%.

Sumber : Harni dan Baharuddin (2014)

Page 8: VASCULAR STREAK DIEBACK (VSD) PADA TANAMAN KAKAO

135 Penyakit Vascular Streak Dieback (VSD) pada Tanaman Kakao, Perkembangan Teknologi Pengendalian dan

Strategi Penerapannya (RITA HARNI, DONO WAHYUNO, dan IWA MARA TRISAWA)

membunuh spora atau hifa C. theobromae yang

berada di permukaan daun atau ranting sehingga

dapat mencegah infeksi spora pada daun-daun

muda. Untuk hifa yang telah masuk ke dalam

jaringan pembuluh sulit terjangkau karena

mekanisme dari formula cengkeh dan serai

wangi yang ada bersifat kontak. Oleh karena itu,

perlu dicari formula fungisida nabati agar dapat

mencapai ke dalam jaringan pembuluh xilem.

Biologi

Pengendalian penyakit VSD dengan

menggunakan agens hayati belum banyak diteliti

di Indonesia. Agens hayatiyang banyak diteliti

adalah Trichoderma dan cendawan ataupun

bakteri endofit. Sejumlah cendawan endofit

telah diidentifikasi pada tanaman kakao di

Panama dan Brazil seperti Colletotrichum,

Botryospharia, Nectria dan Trichoderma (Mejía et al.

2008). Rubini et al. (2005) juga menemukan

beberapa isolat endofit dari tanaman kakao yaitu

Acremonium, Blastomyces, Botryosphaeria,

Cladosporium, Colletotrichum, Cordyceps, Diaporthe,

Fusarium, Geotrichum, Gibberella, Gliocladium,

Lasiodiplodia, Monilochoetes, Nectria, Pestalotiopsis,

Phomopsis, Pleurotus, Pseudofusarium, Rhizopycnis,

Syncephalastrum, Trichoderma, Verticillium

danXylaria. Selain itu, Amin et al. (2014)

menemukan Curvularia, Fusarium, Geotrichum,

Aspergillus, Gliocladium, Colletotrichum dari

tanaman kakao yang tahan dan rentan VSD.

Pengujian agens hayati untuk pengendalian

VSD pada tanaman kakao telah dilaporkan oleh

Rosmana et al. (2015) yang menggunakan

Trichoderma asperellum yang bersifat endofit pada

tanaman kakao. Aplikasi T. asperellum dilakukan

melalui akar, selanjutnya bibit diinokulasi

dengan miselium C. theobromae. Hasil

penelitiannya menunjukkan tidak ada gejala VSD

yang muncul pada daun. Tetapi bila inokulasi

tanaman dilakukan dengan cara pennyambungan

tanaman yang sakit pada bibit, setelah 12 minggu

dengan kejadian penyakit 33,3 - 56,0% sedangkan

pada kontrol 88,9%. Rosmana et al. (2016) juga

mendapatkan bahwa Trichoderma yang

diaplikasikan pada penyambungan kakao bukan

hanya menekan kejadian penyakit VSD tetapi

juga mampu memacu pertumbuhan bibit kakao.

Di sampingTrichoderma, Giyanto et al. (2016) juga

sedang mencari endofit dari kelompok bakteri

yang efektif untuk menekan VSD.

Selanjutnya Harni et al. (2016)

menggunakan beberapa agens hayati dan

metabolit Trichoderma yang diisolasi dari tanaman

kakao dan diuji terhadap C. theobromae pada bibit

kakao. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

agens hayati dan metabolit Trichoderma yang diuji

dapat menekan intensitas penyakt VSD pada

bibit sebesar 5,0-35%, yang diinokulasi C

theobromae secara alami. Harni et al. (2017) juga

menguji beberapa metabolit sekunder dari

Trichoderma spp. (T. virens LP1, T. hamatum LP2,

T. amazonicum LP3, T viride, dan T. atroviride)

pada bibit kakao. Hasil penelitiannya

menunjukkan metabolit sekunder T. virens LP1,

dan T. amazonicum LP3 lebih efektif menekan

kejadian penyakit dibanding Trichoderma yang

lain.

Kimia

Pengendalian menggunakan fungisida kimia

merupakan teknik pengendalian yang banyak

digunakan petani pada saat ini karena mudah

dan murah didapat. Beberapa fungisida kimia

telah digunakan untuk pengendalian VSD di

antaranya adalah golongan triazole,

organoklorida (Holderness 1990). Kedua

fungisida tersebut bersifat sistemik yang dapat

menghambat sintesis ergosterol, dan

efektifitasnya tinggi dalam menekan

perkembangan VSD, baik sebagai pencegah

maupun pengendalian, walaupun fungisida ini

bersifat fitotoksisitas (Holderness 1990). Hasil

pengujian 15 jenis fungisida sistemik yang di

lakukan di Malaysia oleh Singh (1989), fungisida

dengan bahan aktif triadimefon yang

diaplikasikan dengan cara penyiraman ke tanah

merupakan fungisida terbaik dalam

mengendalikan VSD pada tanaman kakao.

Sebelum tahun 1987 fungisida bahan aktif

propikonazol banyak digunakan di lapangan

dengan cara dioles pada kulit kayu dan

disemprot melalui daun. Tetapi cara tersebut

kurang efektif dibanding aplikasi pada akar

karena bahan kimia tidak mudah didistribusikan

kembali melalui floem ke jaringan tumbuh (Prior

1977). Penggunaan fungisida sistemik baru

mampu memberikan pengurangan intensitas

Page 9: VASCULAR STREAK DIEBACK (VSD) PADA TANAMAN KAKAO

136 Volume 18 Nomor 2, Des 2019 :128 - 142 Volume 17 Nomor 2, Des 2018 :85 - 100

penyakit pada tahap pembibitan Prospek

pengendalian VSD secara kimiawi tidak begitu

efektif karena fungisida hanya melindungi

jaringan muda, sumber inokulum masih ada di

lapang, dan apabila terjadi anomali iklim maka

fungisida mudah tercuci, selain mahal bagi petani

kecil.

TEKNOLOGI PENGENDALIAN

TERBARU

Induksi Ketahanan

Pengembangan metode baru untuk

menurunkan tingkat kejadian VSD agar tidak

melebihi batas ambang ekonomi adalah dengan

melakukan induksi ketahanan tanaman kakao.

Induksi ketahanan bertujuan meningkatkan

kemampuan tanaman untuk mempertahankan

diri dari serangan C. theobromae. Menurut Sri-

Sukamto et al. (2008) beberapa unsur dapat

meningkatkan ketahanan tanaman seperti Si, K,

Ca, Mn, dan B.

Silikon merupakan unsur mikro yang sangat

dibutuhkan untuk pertumbuhan dan

perkembangan tanaman dan dapat digunakan

untuk pengendalian penyakit. Silikon berfungsi

sebagai penghalang mekanik, mencegah

penetrasi cendawan karena silikon terakumulasi

pada dinding sel inang dan memicu produksi

senyawa anti cendawan seperti fitoaleksin,

senyawa kitinase, fenol dan PR protein (Kaiser et

al. 2010). Aplikasi silikon dengan kosentrasi 50

ppm disemprotkan pada daun muda pada pagi

hari efektif menekan kejadian VSD (Sri-

Soekamto et al. 2008)

Boron dimanfaatkan oleh tanaman untuk

pembentukan dinding sel, aktivitas meristem,

translokasi gula, sintesis protein, pembentukan

akar, buah dan biji. Defisiensi Boron

menyebabkan kemunduran fungsi dinding sel

parenkim yang ditandai dengan terbentuknya

nekrosis dalam beberapa jenis tanaman (Sri-

Soekamto et al. 2008). Kandungan Boron dalam

daun kakao berkisar 25-70 ppm sedang kadar

yang dinyatakan defisien berkisar 8,5-11,0 ppm

(Wessel 2008).

Metabolit Sekunder Agens Hayati

Metabolit sekunder adalah senyawa alami

dengan berat molekul rendah (<3 kDa), yang

dihasilkan oleh mikroorganisme dan tumbuhan

yang disintesis dari metabolit primer (Vinale et

al. 2014). Metabolit sekunder yang banyak diteliti

untuk pengendalian penyakit tanaman adalah

metabolit sekunder Trichoderma. Menurut

Soetanto (2008) dan Vinale et al. (2014) metabolit

sekunder dapat menjadi elisitor yang berfungsi

dalam ketahanan tanaman terhadap serangan

organisme penganggu tanaman. Beberapa

senyawa yang terkandung dalam metabolit

sekunder adalah antibiotik, enzim, toksin, dan

hormon. Senyawa antibiotik yang dihasilkan

Trichoderma di antaranya adalah viridins,

kininginins, cytosperone, trichodermol, manitol, 2-

hidroksimalonate acid (Vinale et al. 2014). Enzim

yang terdapat di dalam metabolit sekunder

Trichoderma spp. di antaranya adalah protease,

selulase, selobiase, kitinase, dan 1,3-ß-glukanase

(Soetanto 2008; Dubey et al. 2011), yang berperan

penting di dalam pengendalian penyakit

tanaman.

Pengunaan metabolit sekunder Trichoderma

untuk mengendalikan penyakit VSD dilaporkan

oleh Harni et al. (2017). Pengunaan metabolit

sekunder T. virens LP1 dan T. amazonicum LP3

efektif menekan intensitas kejadian VSD pada

bibit kakao. Metabolit dari T. virens LP1 dan T.

amazonicum LP3 diuji pada tanaman kakao yang

terinfeksi VSD di lapangan melalui infus akar;

efektif menekan intensitas serangan VSD pada

tanaman kakao dengan pengurangan intensitas

penyakit lebih dari 30%.

Pengendalian Terpadu

Pengendalian secara terpadu dilakukan

dengan menggabungkan beberapa teknik

pengendalian yang saling kompatibel seperti

varietas tahan, pengendalian biologi, kimia dan

pestisida nabati. Pengendalian penyakit VSD

yang sudah diteliti adalah sanitasi dengan

pemangkasan, pemupukan dan pengunaan

metabolit sekunder Trichoderma cukup efektif

dalam menekan intensitas serangan VSD > 30%

dan dapat meningkatkan produksi kakao 58,2%

(Harni et al. 2017).

Page 10: VASCULAR STREAK DIEBACK (VSD) PADA TANAMAN KAKAO

137 Penyakit Vascular Streak Dieback (VSD) pada Tanaman Kakao, Perkembangan Teknologi Pengendalian dan

Strategi Penerapannya (RITA HARNI, DONO WAHYUNO, dan IWA MARA TRISAWA)

STRATEGI PENERAPAN PENGENDALIAN

VSD

Penerapan berbagai inovasi teknologi

pengendalian penyakit VSD memerlukan

pemahaman yang mendasar tentang berbagai

aspek biologi dan ekologi penyebab penyakit

tersebut. Hasil-hasil penelitian sebelumnya

menjadi landasan upaya pengembangan lebih

lanjut terhadap pengendalian penyakit VSD.

Sejauh ini penerapan komponen teknologi

pengendalian VSD secara tunggal atau kombinasi

di antaranya dianggap belum memberikan hasil

yang memuaskan. Oleh karena itu masih

diperlukan dukungan komponen pengendalian

lainnya, misalnya mencegah lintas penyebaran

penyakit, baik dalam satu kawasan lokal daerah

maupun antar provinsi. Pencegahan dapat

dilakukan mulai di pembenihan sampai tanaman

kakao di lapangan. Penggunaan benih yang

bebas penyakit dan tahan VSD merupakan

langkah awal dalam pengamanan mitigasi

kehilangan hasil akibat penyakit VSD. Evaluasi

terhadap klon-klon yang sudah ada perlu terus

dilakukan. Adanya anomali iklim dan variasi di

dalam populasi C. theobromae mungkin akan

menyebabkan patahnya ketahanan. Penyesuaian

jenis klon dengan kondisi agroekologi ataupun

jenis C. theobromae dapat dijadikan pertimbangan

untuk menggunakan klon kakao tertentu pada

daerah tertentu.

Dalam proses perbenihan selanjutnya,

tindakan monitoring secara rutin tetap dilakukan

sehingga kehadiran penyakit VSD secara dini

dapat diketahui demikian juga tindakan untuk

mengendalikannya. Tindakan pemantauan terus

dilakukan sampai benih ditanam, tumbuh dan

berkembang di lapangan. Pelaksanaannya dapat

dilakukan bersama-sama dengan kegiatan rutin

petani di kebun, seperti saat penyiangan gulma

atau pemangkasan tanaman kakao.

Komponen pengendalian penyakit VSD

yang ada dapat diterapkan baik secara tunggal

maupun terpadu dengan mengkombinasikan di

antara komponen pengendalian yang sesuai.

Mengacu pada anjuran budidaya kakao

(Puslitbangbun 2010) pengendalian terpadu VSD

dapat dilakukan berdasarkan tingkatan infeksi.

Untuk Infeksi ringan diterapkan (1) pangkasan

sanitasi dengan interval 2 – 3 bulan sekali, (2)

pemupukan yang berimbang, (3) perbaikan

pohon penaung, dan (4) pembuatan saluran

pembuangan air pada lokasi yang sering

tergenang air. Pada Infeksi sedang diterapkan

(1) rehabilitasi tanaman kakao dengan sambung

samping atau sambung pucuk menggunakan

klon tahan VSD, dan (2) sambung samping hanya

dapat dilakukan pada tanaman kakao yang

batangnya sehat dan tidak terinfeksi kanker

batang. Untuk infeksi berat diterapkan (1)

penanaman kembali tanaman kakao yang

terinfeksi berat dan berumur tua, (2) rehabilitasi

tanaman kakao dengan sambung samping atau

sambung kanopi pada tanaman muda, dan (3)

aplikasi fungisida golongan triazole.

Dalam pengendalian terpadu di atas,

pada tiap tingkatan keparahan infeksi dapat

disertai dengan aplikasi agens hayati, misalnya

Trichoderma. Penggunaan cendawan antagonis

yang sudah beradaptasi pada lingkungan

pertanaman kakao dapat menjadi agens

pengendali yang efektif. Menurut Rosmana et al.

(2015) Trichoderma endofit yang diinokulasikan

pada perakaran kakao dapat mengurangi

kejadian VSD di pembibitan.

Penggunaan fungisida sintetik digunakan

sebagai pilihan terakhir jika sumber inokulum

dianggap dalam jumlah yang berlebih. Aini

(2014) mendapatkan stadium pertumbuhan dari

tanaman kakao menentukan efektivitas

pengendalian penyakit VSD. Ditjen PSP (2016)

juga telah membuat daftar beberapa jenis

fungisida yang dapat digunakan untuk

mengendalikan penyakit VSD pada tanaman

kakao.

Sifat C. theobromae yang mempunyai

kisaran inang terbatas dan penyebaran lewat

spora (basidiospora) yang sangat tergantung

pada kondisi lingkungan, merupakan informasi

yang penting dalam menerapkan arah

pengendalian selanjutnya. Demikian juga

dengan usaha untuk mengembangkan komponen

pengendalian yang telah dilakukan yang selaras

dengan pedoman budidaya kakao. Usaha yang

mendesak untuk menekan VSD adalah

mengurangi sumber inokulum di lapang, baik

dengan melakukan pemangkasan tanaman yang

terukur, dilakukan pada musim yang tepat, dan

Page 11: VASCULAR STREAK DIEBACK (VSD) PADA TANAMAN KAKAO

138 Volume 18 Nomor 2, Des 2019 :128 - 142 Volume 17 Nomor 2, Des 2018 :85 - 100

disertai tindakan monitoring. Pemusnahan

tanaman yang terinfeksi parah mungkin harus

dilaksanakan setelah dilakukan dan inventarisasi.

Juga tindakan karantina perlu dilakukan untuk

pencegahan masuknya patogen pada daerah

yang bebas VSD.

Aplikasi cara budidaya kakao anjuran

yang diintegrasikan dengan usaha untuk

meningkatkan keragaan tanaman perlu terus

dilakukan dengan menyertakan komponen

pengendalian yang ramah lingkungan yang telah

ditemukan. Guest and Keane (2018) menekankan

pentingnya karantina, pengembangan tanaman

tahan, tindakan budidaya, mengembangkan

agens hayati, dan aplikasi fungisida dalam

pengelolaan penyakit VSD. Syarif et al. (2016)

menyarankan pemerintah untuk melakukan

pendampingan, pemangkasan secara berkala,

memusnahkan tanaman yang terserang dan

menanam klon-klon yang tahan.

Pemetaan lokasi lokasi yang terinfeksi C

tehobromae, dengan kategori keparahannya perlu

dipertimbangkan guna menentukan tindakan

pencegahan dan pengendalian yang efisien dan

efektif.

Untuk sentra produksi yang telah terserang

berat dan luas, mengganti klon-klon kakao yang

ada dan diketagorikan pekar dengan klon yang

dikategorikan tahan atau toleran. Seleksi klon-

klon kakao yang akan ditanam di daerah tersebut

juga perlu diawasi guna keberhasilan memutus

siklus dan mengurangi inokulum C theobromae.

Komponen teknologi pengendalian yang

menjadi fokus pengembangan selanjutnya harus

ditekankan pada aspek yang lebih mudah

diaplikasikan dan diterima oleh petani kakao,

antara lain varietas atau klon tahan, dan cara

perbanyakannya yang efisien dengan dukungan

komponen agens hayati yang dapat diaplikasikan

pada daun atau tanaman yang terserang ringan.

PENUTUP

Perkembangan teknologi pengendalian

penyakit VSD pada tanaman kakao memberikan

gambaran, peran, dan kontribusinya dalam

menekan kehilangan hasil. Implementasinya

dalam skala luas di lahan petani perlu dilakukan

melalui sebuah pengkajian, karena hal ini dapat

memberikan informasi penting tentang cara

pengendalian yang dikembangkan yang

mungkin akan sedikit berbeda antara satu lokasi

dengan yang lainnya. Informasi yang diperoleh

dari implementasi tersebut akan menjadi acuan

teknik pengendalian VSD selanjutnya.

Penerapan teknologi pengendalian penyakit

tanaman, termasuk VSD pada kakao di tingkat

petani masih terbatas. Selain karena motivasi dan

pengetahuan teknik pengendalian yang terbatas,

juga karena pertimbangan pembiayaan. Perlu ada

dukungan kebijakan yang terus menerus dari

steakholder seperti pemangku kebijakan, pelaku

usaha, dan perbankan yang memudahkan dalam

pengembangan budidaya kakao yang berdaya

saing dan nilai tambah tinggi. Hal ini mengingat

97% perkebunan kakao diusahakan dalam

bentuk perkebunan rakyat. Secara umum

pengendalian penyakit VSD dapat dilakukan

dengan cara memutus siklus hidup disertai

pengurangan sumber inokulum dan tindakan

kultur teknis anjuran, berupa pemangkasan

ranting terinfeksi, pemupukan, aplikasi fungisida

nabati atau senyawa metabolit.

DAFTAR PUSTAKA

Agro Farm. (2018). ICCO: Indonesia Bakal Disalip

Equador Sebagai Produsen Kakao Ketiga

Dunia.

www.agrofarm.co.id/2018/02/4852-2/ [7

November 2018].

Aini, F.N. (2014). Pengendalian penyakit

pembuluh kayu (Vascular Streak Dieback)

pada tanaman kakao menggunakan

fungisida flutriafol. Pelita Perkebunan

30(3): 229-239.

Amin, N., Salam, M., Junaid, M., Asman & Baco,

M.S. (2014). Isolation and identification of

endophytic fungi from cocoa plant

resistante VSD M.05 and cocoa plant

Susceptible VSD M.01 in South Sulawesi,

Indonesia. Int.J.Curr.Microbiol.App.Sci

3(2): 459-467.

Anderson, R. D. (1989). Avocado, an alternate

host for Oncobasidium theobromae. In

Australasian Plant Pathology (Vol. 18, Issue

4, pp. 96–97). https://doi.org/10.1071/

APP9890096

Page 12: VASCULAR STREAK DIEBACK (VSD) PADA TANAMAN KAKAO

139 Penyakit Vascular Streak Dieback (VSD) pada Tanaman Kakao, Perkembangan Teknologi Pengendalian dan

Strategi Penerapannya (RITA HARNI, DONO WAHYUNO, dan IWA MARA TRISAWA)

Anita-Sari, I. & Soesilo, A.W. (2013). Investigation

of different characters of stomata on three

cocoa clones with resistance level

difference to VSD (vascular streak

dieback) disease. J Agr Sci Tech.3:703-710.

Baloiloi, D.S. & Akanda, A. (2013). Screening of

cocoa seedlings for resistance to vascular

streak dieback through leaf disc

inoculation. Niugini Agrisaiens. 2013(5):

19-27

Deng, J., Li, W., Peng, X. L., & Hao, X. H. (2013).

Study on the potential of antifungal

activity of essential oils against fungal

pathogens of fruits and vegetables.

Journal of Chemical and Pharmaceutical

Research, 5(12), 443–446.

Dennis, J. J. C., Holderness, M., & Keane, P. J.

(1992). Weather patterns associated with

sporulation of Oncobasidium theobromae

on cocoa. Mycological Research, 96(1), 31–

37. https://doi.org/10.1016/S0953-

7562(09)80993-3

Dhana, N.P., Lubis, L., & Lisnawita (2013). Isolasi

cendawan Oncobasidium theobromae

(Talbot & Keane) penyebab penyakit

vascular streak dieback pada tanaman

kakao di Laboratorium. Agroekoteknologi

2(1):288-293.

Dirjenbun. (2017). Tree Crop Estate Statistics of

Indonesia 2016-2018. In Ministry of

Agriculture.

Ditjen PSP. (2016). Pestisida Pertanian dan

Kehutanan. Ditjen Prasarana dan Sarana

Pertanian. Kementerian Pertanian.

Dubey, S. C., Tripathi, A., Dureja, P., & Grover,

A. (2011). Characterization of secondary

metabolites and enzymes produced by

Trichoderma species and their efficacy

against plant pathogenic fungi. Indian

Journal of Agricultural Sciences, 81(5), 455–

461.

El-Zemiti, S.R. & Ahmed, S.M. (2005). Antifungal

activity of some essential oils and their

major chemical constituents against some

phytopathogenic fungi. J. Pest. & Environ.

Sci., 13(1), 61–72.

Giyanto, Sastrini, T., Wahyuno, D., & Wartono.

(2016). Eksplorasi bekteri endofit pemicu

pertumbuhan tanaman kakao pada

daerah endemik penyakit VSD (Vascular

streak dieback). Prosid Sem. Nas.

Perlindungan Tan Perkebunan. Fak.

Pertanian, IPB, Bogor 25 Oktober 2016.

201-211

Guest, D., & Keane, P. (2007). Vascular-streak

dieback: A new encounter disease of

cacao in Papua New Guinea and

Southeast Asia caused by the obligate

basidiomycete Oncobasidium

theobromae. Phytopathology.

https://doi.org/10.1094/PHYTO-97-12-

1654

Guest, D.I. & Keane, P.J. (2018). Cacao diseases:

vascular-streak dieback. (Ed) P

Umaharan. Achieving sustainable

cultivation of cocoa. Burleigh Dodds

Science Publishing 1-15 p.

http://dx.doi.org/10.19103/AS.2017.0021.1

8

Halimah & Sri-Sukamto. (2006). Sejarah dan

perkembangan penyakit vascular streak

dieback (VSD) di Indonesia. Warta Pusat

Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia

22(3):107-119

Harni, R., Amaria, W., Khaerati, K., & Taufiq, E.

(2016). Isolasi dan Seleksi Jamur Endofit

Asal Tanaman Kakao Sebagai Agens

Hayati Phytophthora palmivora Butl.

Jurnal Tanaman Industri Dan Penyegar.

https://doi.org/10.21082/jtidp.v3n3.2016.p

141-150

Harni, R., Amaria, W., Syafaruddin, &

Mahsunah, A.H. (2017). Potensi metabolit

sekunder Trichoderma spp. untuk

mengendalikan penyakit vascular streak

dieback (VSD) pada bibit kakao. J.

Tanaman Industri dan Penyegar 4(2), 57-64.

Harni, R., & Baharuddin, B. (2014). Keefektifan

Minyak Cengkeh, Serai Wangi, dan

Ekstrak Bawang Putih terhadap Penyakit

Vascular Streak Dieback (Ceratobasidium

theobromae) Pada Kakao. Jurnal Tanaman

Industri Dan Penyegar.

https://doi.org/10.21082/jtidp.v1n3.2014.p

167-174

Harni, R. & Khaerati. (2013). Potensi beberapa

fungsisida nabati untuk mengendalikan

penyakit vascular streak dieback (VSD)

Page 13: VASCULAR STREAK DIEBACK (VSD) PADA TANAMAN KAKAO

140 Volume 18 Nomor 2, Des 2019 :128 - 142 Volume 17 Nomor 2, Des 2018 :85 - 100

pada bibit kakao. Prosiding Seminar dan

Kongres Perhimpunan Fitopatologi Indonesia

ke XXII. Padang 10 Oktober 2013: 178-186.

Harni, R. (2013). Penyakit vascular streak dieback

pada tanaman kakao dan strategi

pengendaliannya. Prosiding Seminar dan

Kongres Perhimpunan Fitopatologi Indonesia

ke XXII. Padang 10 Oktober 2013:178-186.

Holderness, M. (1990). Control of vascular‐streak

dieback of cocoa with triazole fungicides

and the problem of phytotoxicity. Plant

Pathology. https://doi.org/10.1111/j.1365-

3059.1990.tb02505.x

Jayawardena, M. P. G. S., Patmanathan, M., &

Ramadasan, K. (1980). Thinning and

vascular streak dieback control in high-

density cocoa plantings under coconuts.

Proceedings of the International Conference

on Cocoa and Coconuts, 21-24 June 1978

Kuala Lumpur, Malaysia.

Kaiser, C., Vander Merwe, R., Bekker, T.F., &

Labuschagne, N. (2010). In-vitro

inhibition of mycelial growth of several

phytopathogenic fungi, including

Phytophthora cinnamomi by solluble

silicon. South African Avocado Growers’

Association Yearbook 28, 2005.

Keane, P. J. (1981). Epidemiology of vascular‐

streak dieback of cocoa. Annals of Applied

Biology. https://doi.org/ 10.1111/j.1744-

7348.1981.tb00756.x

Keane, P. J., Flentje, N. J., & Lamb, K. P. (1972).

Investigation of vascular-streak dieback

of cocoa in papua new guinea. Australian

Journal of Biological Sciences.

https://doi.org/10.1071/BI9720553

Khaerati. (2015). Faktor Ekologi dan Teknik

Budidaya yang Berkaitan dengan Epidemi

Penyakit Vascular Streak Dieback (VSD)

pada Tanaman Kakao. Tesis. Sekolah

Pascasarjana IPB. 34 hal.

McMahon, P., & Purwantara, A. (2016). Vascular

streak dieback (ceratobasidium

theobromae): History and biology. In

Cacao Diseases: A History of Old Enemies

and New Encounters.

https://doi.org/10.1007/978-3-319-24789-

2_9

Mejía, L. C., Rojas, E. I., Maynard, Z., Bael, S. Van,

Arnold, A. E., Hebbar, P., Samuels, G. J.,

Robbins, N., & Herre, E. A. (2008).

Endophytic fungi as biocontrol agents of

Theobroma cacao pathogens. Biological

Control.

https://doi.org/10.1016/j.biocontrol.2008.0

1.012

Musa, M. J. (1983). Coconut water as culture

medium for Oncobasidium theobromae.

MARDI-Research-Bulletin. 1983, 11: 1, 107-

110; 6 Ref., 3 Fig.

Nakahara, K., Alzoreky, N. S., Yoshihashi, T.,

Nguyen, H. T. T., & Trakoontivakorn, G.

(2003). Chemical Composition and

Antifungal Activity of Essential Oil from

Cymbopogon nardus (Citronella Grass).

Japan Agricultural Research Quarterly.

https://doi.org/10.6090/jarq.37.249

Noveriza, R., Trisno, J., Rahma, H., Yuliani, S,

Reflin, & Martinius. (2018). IOP Conf.

Series: Earth Environmental Science

122(2018) 012028.

Oberwinkler, F., Riess, K., Bauer, R., Kirschner,

R., & Garnica, S. (2013). Taxonomic re-

evaluation of the Ceratobasidium-

Rhizoctonia complex and Rhizoctonia

butinii, a new species attacking spruce.

Mycological Progress.

https://doi.org/10.1007/s11557-013-09360

Pawirosoemardjo, S., & Purwantara, A. (1992).

Occurrence and control of VSD in Java

and South East Sulawesi. In Cocoa pest and

disease management in Southeast Asia and

Australasia. FAO Protection Paper No. 112.

Pawirosoemardjo, S., Purwantara, A., & Keane, P.

J. (1990). Vascular-streak dieback of cocoa

in Indonesia. Cocoa Growers’ Bulletin.

Prior, C. (1977). Growth of Oncobasidium

theobromae Talbot & Keane in Dual

culture with callus tissue of Theobroma

cacao L. Journal of General Microbiology.

https://doi.org/10.1099/00221287-99-1-219

Prior, C. (1980). Vascular streak dieback. Cocoa

Growers’ Bulletin.

Pusdatin. (2016). Outlook Kakao. Pusat Data dan

Sistem Informasi Pertanian. Sekretaris

Jenderal Kementerian Pertanian. 73 hal.

Puslitbangbun. (2010). Budidaya dan Pascapanen

kakao. Pusat Penelitian dan

Page 14: VASCULAR STREAK DIEBACK (VSD) PADA TANAMAN KAKAO

141 Penyakit Vascular Streak Dieback (VSD) pada Tanaman Kakao, Perkembangan Teknologi Pengendalian dan

Strategi Penerapannya (RITA HARNI, DONO WAHYUNO, dan IWA MARA TRISAWA)

Pengembangan Perkebunan. Badan

Litbang Pertanian. 94 hal.

Rosmana, A. (2005). Vascular streak dieback:

Penyakit baru pada tanaman kakao di

Sulawesi. Prosiding Seminar Ilmiah dan

Pertemuan Tahunan PEI dan PFI XVI

Komda Sul-Sel, 2005:1-7

Rosmana, A., Nasaruddin, N., Hendarto, H.,

Hakkar, A. A., & Agriansyah, N. (2016).

Endophytic association of Trichoderma

asperellum within Theobroma cacao

suppresses vascular streak dieback

incidence and promotes side graft

growth. Mycobiology. https://doi.org/

10.5941/MYCO.2016.44.3.180

Rosmana, A., Samuels, G. J., Ismaiel, A., Ibrahim,

E. S., Chaverri, P., Herawati, Y., &

Asman, A. (2015). Trichoderma

asperellum: A Dominant Endophyte

Species in Cacao Grown in Sulawesi with

Potential for Controlling Vascular Streak

Dieback Disease. Tropical Plant Pathology.

https://doi.org/10.1007/s40858-015-0004-1

Rubini, M. R., Silva-Ribeiro, R. T., Pomella, A. W.

V., Maki, C. S., Araújo, W. L., Dos Santos,

D. R., & Azevedo, J. L. (2005). Diversity of

endophytic fungal community of cacao

(Theobroma cacao L.) and biological

control of Crinipellis perniciosa, causal

agent of Witches’ Broom Disease.

International Journal of Biological Sciences.

https://doi.org/10.7150/ijbs.1.24

Samuels, G. J., Ismaiel, A., Rosmana, A., Junaid,

M., Guest, D., Mcmahon, P., Keane, P.,

Purwantara, A., Lambert, S., Rodriguez-

Carres, M., & Cubeta, M. A. (2012).

Vascular Streak Dieback of cacao in

Southeast Asia and Melanesia: in planta

detection of the pathogen and a new

taxonomy. Fungal Biology, 116(1), 11–23.

https://doi.org/10.1016/j.funbio.2011.07.00

9

Semangun, H. (2000). Penyakit-penyakit tanaman

perkebunan di Indonesia. Gadjah Mada

University Press. 807 hal.

Singh, G. (1989). Evaluation of fungicides against

vascular streak dieback, white thread

blight and pink disease of cocoa. Journal

of Plant Protection in the Tropics.

Sri-Sukamto, Susilo, A.W., Abdoellah, S., Santoso,

T.I. & Yuliasmara, F. (2008).

Perkembangan teknik pengendalian

penyakit pembuluh kayu (VSD) pada

tanaman kakao. Prosiding Simposium

Kakao. Denpasar 28-30 Oktober 2008.

Soetanto, L. (2008). Pengantar Pengendalian Hayati

Penyakit Tanaman. Raja Grafindo Persada.

Syahnen. (2011). Pengendalian penyakit vascular

streak dieback (VSD) secara terpadu.

http://ditjenbun.deptan.go.id [21 November

2019]

Syarif, M., Anshary, A., & Umrah. (2016).

Identifikasi penyakiy vascular streak

dieback (VSD) dan tingkat serangan serta

pengaruhnya pada pertumbuhan kakao

di tiga desa Kecamatan Palolo Kabupaten

Sigi. Jurnal Sains dan Teknologi Tadulako

5(2): 64-76.

Topae, F. N. H., Lakani, I., & Panggeso, J. (2016).

Intensitas Serangan Penyakit VSD pada

Beberapa Klon Kakao di Desa Sidondo

III. Agrotekbis, 4(2), 134–141.

Trisno, J., Reflin, & Martinius. (2016). Vascular

streak dieback: Penyakit baru tanaman

kakao di Sumatera Barat. J Fitopatol

Indones 12(4): 142-147

DOI:10.14692/jfi.12.4.142

Varghese, G., Zainal Abidin, M., & Lam, C.H.

(1992). Prospect for chemical control of

vascular streak dieback of cocoa. Cocoa

Pest and Disease Management in Southeast

Asia and Australia. FAO Protection Paper

No. 112

Vinale, F., Manganiello, G., Nigro, M., Mazzei, P.,

Piccolo, A., Pascale, A., Ruocco, M.,

Marra, R., Lombardi, N., Lanzuise, S.,

Varlese, R., Cavallo, P., Lorito, M., &

Woo, S. L. (2014). A novel fungal

metabolite with beneficial properties for

agricultural applications. Molecules.

https://doi.org/10.3390/molecules1907976

0

Wahyu Soesilo, A. & Anita-Sari, I. (2011).

Respons ketahanan beberapa hibrida

kakao (Theobroma cacao L.) terhadap

serangan penyakit pembuluh kayu

(vascular streak dieback). Pelita

Perkebunan 27(2):77-87

Page 15: VASCULAR STREAK DIEBACK (VSD) PADA TANAMAN KAKAO

142 Volume 18 Nomor 2, Des 2019 :128 - 142 Volume 17 Nomor 2, Des 2018 :85 - 100

Wahyu Soesilo, A., Arisandy, P., Sari, I. A., &

Harimurti, R. (2016). Relationship

Analysis Between Leaf-Stomata

Characteristics with Cocoa Resistance to

Vascular-Streak Dieback. Pelita

Perkebunan (a Coffee and Cocoa Research

Journal).

https://doi.org/10.22302/iccri.jur.pelitaper

kebunan.v32i1.220

Wessel, M. (2008). Shade and Nutrition. In Cocoa.

https://doi.org/10.1002/9780470698983.ch7