validasi penentuan beban leleh pertama dari kurva …
TRANSCRIPT
30 VALIDASI PENENTUAN BEBAN LELEH PERTAMA DARI KURVA HUBUNGAN GAYA VS DEFLEKSI PADA PENGUJIAN PEMBEBANAN
Vol.14, No.1, Maret 2012: 31- 44
VALIDASI PENENTUAN BEBAN LELEH PERTAMA
DARI KURVA HUBUNGAN GAYA VS DEFLEKSI
PADA PENGUJIAN PEMBEBANAN
Oleh :
Susilahadi
Staf pengajar Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung Jl. Gegerkalong Hilir Ds.Ciwaruga Kotak pos 1234 Bdg 40012
ABSTRAK
Penentuan besar beban leleh ini berbasis dari suatu penelitian tentang pengujian beam-column joint penampang komposit tanpa shear connectoryang dimodelkan secara full-scaled(7).Uji beban dilakukan dengan menggunakan beban quasi-static berkapasitas 100 ton dengan kemampuan simpangan maksimum sebesar 30 cm. Kolom berdimensi (500x500x3200)mm, sedang balok berdimensi (300x500x2300)mm. Tebal pelat baja 4mm dan mutu baja fy=270 MPa. Beton yang digunakan adalah fc’=33 MPa. Berdasarkan kurva hubungan antara gaya dan defleksi, terjadi leleh pertama pada Py=20 tf dalam simpangan 22 mm, atau pada saat momen leleh balok My= 37,4952 tf.m. Sedangkan berdasar reaksi pendel, diperoleh momen leleh My= 37,0258 tf.m
Kata Kunci : Komposit baja beton, full-scaled, beam-column joint, quasi-static
Pendahuluan
Beban leleh pertama adalah besarnya gaya
lateral yang mengakibatkan penampang balok
komposit mencapai kondisi leleh yang pertama
kalinya. Pada pengujian pembebanan,
penentuan besarnya beban ini menjadi hal yang
sangat penting karena menyangkut daktilitas
penampang. Ketika pengujian beban
berlangsung, terkadang tidak mudah untuk
menentukan beban leleh pertama. Hal ini
terkait dengan pembebanan siklik yang tidak
hanya besar dan arahnya saja yang berubah-
ubah tetapi juga karena sistem pembebanannya
yang harus diulang-ulang. Maka dari itu perlu
dilakukan perhitungan atau analisa lain sebagai
validasi kebenaran beban leleh yang dihasilkan
dari kurva hubungan beban vs defleksi
tersebut.
Penelitian ini berdasar pada sebuah
percobaan/pengujian, bukan pemodelan. Maka
dari itu, penelitian ini tidak memerlukan
analisa untuk membuat sebuah prototype.
Secara spesifik penelitian ini antara
bertujuan untuk :
Mengetahui keruntuhan lentur pada balok
komposit
Menentukan beban leleh pertama suatu
penampang lentur berdasarkan kurva
POLBAN
VALIDASI PENENTUAN BEBAN LELEH PERTAMA DARI KURVA HUBUNGAN GAYA VS DEFLEKSI 31 PADA PENGUJIAN PEMBEBANAN (Susilahadi)
hubungan gaya vs defleksi suatu pengujian
beban full-scaled.
Mencari pendekatan lain untuk melakukan
validasi kebenaran penentuan beban leleh
pertama.
Ruang lingkup permasalahan penelitian
ini adalah :
Tinjauan struktur dan uji pembebanan
hanya dalam dua dimensi
Material dianggap isotrop dan homogen
Aspek non-linieritas yang diperhitungkan
hanyalah non-linieritas bahan
Penampang komposit yang menjadi objek
penelitian ini berupa profil baja kotak
yang diisi tengahnya dengan campuran
beton.
Studi Pustaka
Kekuatan suatu penampang sangat
ditentukan oleh sifat material yang digunakan.
Besar tegangan dan regangan sangat
dibutuhkan dalam desain struktur karena
merupakan unsur penting dalam penyusunan
persamaan kesetimbangan gaya maupun
momen. Analisis penampang komposit menjadi
lebih rumit, karena lebih dari satu jenis
material yang digunakan pada penampang.
Oleh karena komposit yang digunakan adalah
komposit baja-beton, maka perlu ditinjau
sekilas tentang sifat material dari kedua bahan
tersebut.
Material Baja dan Beton
Bentuk kurva tegangan dan regangan pada
beberapa jenis baja akan sangat bervariasi,
tergantung dari kandungan material lain yang
ada di dalamnya. Penjelasan akan hal ini dapat
dilihat pada Gambar 1 (Beedle, 1958).
Sedangkan kurva tegangan-regangan dari
material baja berdasarkan American Society of
Testing Material (ASTM), seperti dipaparkan
dalam Steel Structures , Controlling Behavior
Through Design (Englekirk, 1994) dapat
dilihat pada Gambar 2.
Sumber: Plastic Design of Steel Frames (2)
Gambar 1. Stress-Strain Curve of Various Steels
POLBAN
32 VALIDASI PENENTUAN BEBAN LELEH PERTAMA DARI KURVA HUBUNGAN GAYA VS DEFLEKSI PADA PENGUJIAN PEMBEBANAN
Vol.14, No.1, Maret 2012: 31- 44
Sumber: Steel Structures, Controlling Behaviour Through Design (4)
Gambar 2. Stress-Strain Curves for Three ASTM Designation Steels
Tabel 1. Tegangan dan Peregangan Beberapa Jenis Baja
Sumber: Notes on ACI318-77_3rd ed (5)
Gambar 3. Typical Stress-Strain Curves for Concrete
POLBAN
VALIDASI PENENTUAN BEBAN LELEH PERTAMA DARI KURVA HUBUNGAN GAYA VS DEFLEKSI 33 PADA PENGUJIAN PEMBEBANAN (Susilahadi)
Notes on ACI318-77 (3rd ed ,1980)
memaparkan korelasi tegangan dan regangan
beton untuk berbagai harga fc’ seperti tampak
pada Gambar 3.
Untuk kepentingan desain struktur , sifat-
sifat material baja biasanya tidak disajikan
dalam bentuk grafik, tetapi dalam bentuk tabel.
Sebagai contoh, Tabel 1 dari SNI 03–1729–
2002 yang memuat sifat mekanis baja
struktural untuk beberapa jenis baja struktur.
Tentang material komposit, dalam Composite
Steel & Concrete Structural Members
(Oehlers& Bradford, 1995) disebutkan :The
fact that each material (steel or concrete in
Figure 1.1) is used to take advantage of its best
attributes makes composite steel-concrete
construction very efficient and economical.
However, the real attraction of composite
construction is based on having an efficient
connection of the steel to the concrete, and it is
this connection that allows a transfer of forces
and gives composite members their unique
behaviour.
Tidaklah dapat disebut komposit apabila
tidak ada kerja sama antara beton dan baja
sehingga keduanya merupakan sebuah
kesatuan. Pada steel box girder, pemasangan
shear connector umumnya hanya mungkin
dapat dilakukan bila penampang baja cukup
tebal. Pada kondisi ini bidang kontak kedua
material hanyalah pada sisi dalam dari profil
baja karena secara langsung berhubungan
dengan beton. Sedang sisi luar dari profil baja
bukan merupakan bidang kontak.
Namun demikian, selain penampang
tersebut akan mempunyai confinement yang
lebih baik, penampang tersebut akan lebih kaku
karena harga inersianya menjadi lebih besar.
Response Material Terhadap Beban
Bentuk kurva tegangan-regangan
tergantung sifat material dan kondisi percobaan
pembebanan itu sendiri. Pada beban-beban
kecil, antara tegangan dan regangan umumnya
masih linier. Namun pada beban yang cukup
besar, korelasi tersebut akan berubah menjadi
non-linier.
Respons material terhadap beban yang
bekerja dapat diklasifikasikan dalam 4 kondisi,
yaitu :
Elastis
Plastis
Viskoelastis
Viskoplastis
Kondisi-kondisi tersebut akan lebih mudah
dipahami dengan menggunakan kurva
tegangan-regangan pada Gambar 4.
Material dapat disebut elastis bila proses
yang terjadi adalah reversible, dimana loading
path berimpit dengan unloading path (Boresi
and Schmidt, 2003).
Pada deformasi yang kecil inilah kurva
tegangan-regangan umumnya masih berbentuk
garis lurus, yang secara matematik
persamaannya masih linier.
.
POLBAN
34 VALIDASI PENENTUAN BEBAN LELEH PERTAMA DARI KURVA HUBUNGAN GAYA VS DEFLEKSI PADA PENGUJIAN PEMBEBANAN
Vol.14, No.1, Maret 2012: 31- 44
Sumber: Advances Mechanics of Materials_Sixth Edition (3)
Gambar 4. Types of Nonlinear Response (a) Non-linier Elastic, (b) Plastic, (c) Viscoelastic, (d)
Viscoplastic
Gambar 5. Contoh Kurva Gaya Lateral vs Deformasi
Kurva Histeretik
Kurva histeretik antara gaya lateral dan
lendutan dalam uji pembebanan quasi-static
merepresentasikan kinerja sambungan balok
kolom ketika menerima beban luar. Dari kurva
tersebut akan dapat diketahui kinerja dari suatu
sambungan balok-kolom. Berikut ini adalah
beberapa kriteria sambungan balok-kolom
yang baik berdasarkan uji pembebanan quasi-
static :
stiffness degradation kecil
strength degradation kecil
energi disipasi besar
duktilitas besar
pinching effect kecil
Metodologi
Setiap pemodelan struktur pasti bertumpu
pada beberapa asumsi untuk menyederhanakan
permasalahan. Dengan asumsi ini maka
masalah yang sebenarnya kompleks dapat
dibuat lebih sederhana, tanpa banyak
menghilangkan substansi permasalahan. Maka
dari itu setiap model struktur perlu divalidasi
POLBAN
VALIDASI PENENTUAN BEBAN LELEH PERTAMA DARI KURVA HUBUNGAN GAYA VS DEFLEKSI 35 PADA PENGUJIAN PEMBEBANAN (Susilahadi)
untuk mengetahui kebenaran asumsi yang
digunakan.Pengujian beban adalah validasi
terbaik untuk mengetahui baik tidaknya
pemodelan struktur yang diambil.
Metodologi yang digunakan dalam
penelitian ini meliputi 4 langkah berikut :
Pembuatan model struktur danbenda
uji full-scaled
Pengujian pembebanan full-scaled
sampai penampang hancur
Penentuan beban leleh pertama
berdasar kurva hubungan antara gaya
vs defleksi
Validasi atas hitungan beban leleh
pertama.
Model Struktur dan Benda Uji
Secara umum, model struktur yang
digunakan untuk objek penelitian ini
ditentukan berdasarkan pertimbangan
mekanika yang mana bentuk bidang momen
yang terjadi pada benda uji harus menyerupai
bentuk bidang momen dari portal eksterior
ketika menerima beban gempa.
Fiber Model
Fiber model digunakan untuk menghitung
kapasitas penampang secara teoritis. Analisa
penampang komposit lebih mudah dilakukan
secara numerik dengan menggunakan fiber
model analysis. Penggunaan analisa numerik
ini mempunyai 2(dua) tujuan utama, yaitu :
Menentukan kondisi leleh pertama
penampang akibat lentur
Menggambarkan kurva M-Ø
penampang
Fiber model analysis merupakan
pemodelan penampang dengan membagi
penampang menjadi kumpulan banyak
penampang dengan dimensi yang sangat kecil.
Pembagian ini dalam arah yang sejajar dengan
garis netral.Ketebalannya yang sangat kecil
sehingga mirip dengan selembar serat inilah
alasan mengapa sering disebut fiber model
analysis atan analisa serat.
Pada analisa ini penampang balok dibagi
dalam 1001 bagian, sehingga satu elemen
mempunyai ketebalan 0,4995 mm. Pada
ketebalan yang tipis ini secara matematik dapat
ditentukan besar regangan, tegangan, serta
gaya yang bekerja. Karena pada serat tipis
tersebut sebagian besar juga merupakan
penampang komposit, maka harus dipisahkan
mana yang tegangan baja, serta mana yang
tegangan beton.
Dari perhitungan ini diperoleh hasil bahwa
leleh pertama balok komposit akan terjadi
pada harga momen sebesar M = 39,5543 tf.m .
Harga momen ini yang akan dipakai
secara trial and error untuk menentukan beban
actuator serta memeriksa kemampuan alat uji
yang akan digunakan.
Data Final Benda Uji
Tabel 2 adalah perbandingan antara
kondisi awal (sebelum benda uji terwujud) dan
kondisi akhir (setelah benda uji terwujud).
POLBAN
36 VALIDASI PENENTUAN BEBAN LELEH PERTAMA DARI KURVA HUBUNGAN GAYA VS DEFLEKSI PADA PENGUJIAN PEMBEBANAN
Vol.14, No.1, Maret 2012: 31- 44
Gambar 6. Bentuk Struktur dan Beban Quasi Static
Gambar 7. Dimensi Benda Uji
POLBAN
VALIDASI PENENTUAN BEBAN LELEH PERTAMA DARI KURVA HUBUNGAN GAYA VS DEFLEKSI 37 PADA PENGUJIAN PEMBEBANAN (Susilahadi)
Gambar 8. Benda Uji Komposit
Tabel 2. Perubahan Data Benda Uji
Estimasi Defleksi pada Kondisi Leleh
Pertama
Dari analisa fiber model pada waktu
perhitungan kapasitas balok komposit
diperoleh harga Mb= 39,5543 (tf.m). Dengan
demikian maka leleh pertama pada balok akan
terjadi pada beban actuator Py=21.100 kg.
Kondisi ini ekivalen dengan defleksi sebesar
15,87 mm pada actuator.
Pengujian Pembebanan
Untuk mendapatkan gambaran yang lebih
menyeluruh tentang perilaku non- linier balok
pada sambungan eksterior, pengujian
pembebeban menggunakan sistem
displacement control.
Dengan demikian input yang diberikan
pada sistem ini adalah besar displacement yang
timbul dari dorongan actuator pada puncak
kolom. Beberapa aspek penting yang harus
diperhatikan dalam pengujian pembebanan ini
meliputi: persiapan, penempatan benda uji,
instalasi peralatan, evaluasi, dan pengujian
pembebanan.
Penempatan Benda Uji
Berat benda uji sambungan balok kolom
dengan alat sambung las sekitar 4 ton. Benda
POLBAN
38 VALIDASI PENENTUAN BEBAN LELEH PERTAMA DARI KURVA HUBUNGAN GAYA VS DEFLEKSI PADA PENGUJIAN PEMBEBANAN
Vol.14, No.1, Maret 2012: 31- 44
uji tersebut tersimpan di tempat pengujian
dalam posisi rebah, sedangkan nantinya dalam
pengujian benda uji harus dalam posisi tegak
berdiri. Maka dari itu penempatan benda uji
secara tepat tidak dapat berlangsung dengan
cepat, meskipun sudah menggunakan peralatan
mekanis untuk mengangkat dan menggeser
benda uji. Beberapa langkah pekerjaan
pemindahan ini harus dilakukan secara ekstra
hati-hati. Hal ini selain untuk menghindari
rusaknya sambungan balok kolom yang akan
diuji, juga untuk menghindari rusaknya benda
uji lain yang masih dalam waiting list di sekitar
lokasi.
Target Defleksi, Siklus, dan Step
Dalam uji pembebanan ada 3 hal penting
yang terkait dengan output regangan, gaya, dan
perpindahan. Ketiga hal tersebut adalah: target
defleksi, siklus , dan step.
Tanpa pemahaman yang baik akan tiga hal
tersebut maka dapat timbul kesalahan dalam
intepretasi suatu hasil pengujian beban.
a. Target Defleksi (TD)
Target defleksi merupakan defleksi terbesar
yang ingin dicapai untuk suatu tahapan
pembebanan tertentu. Pengujian beban harus
dibagi dalam beberapa TD yang lebih kecil
supaya terjadinya leleh pertama dapat lebih
terpantau dengan baik. Dalam uji beban ini
dipilih target defleksi sebesar : 4 mm, 8 mm,
12 mm, 16 mm, 20 mm, 32 mm, 48 mm, 64
mm , 96 mm, dan defleksi maximum untuk
mengetahui keruntuhan benda uji.
Gambar 9. Penempatan Benda Uji
POLBAN
VALIDASI PENENTUAN BEBAN LELEH PERTAMA DARI KURVA HUBUNGAN GAYA VS DEFLEKSI 39 PADA PENGUJIAN PEMBEBANAN (Susilahadi)
b. Siklus Pembebanan (C)
Satu siklus pembebanan adalah tahapan
pembebanan yang identik dengan tahapan satu
gelombang sinus yang meliputi sekuens
perpindahan actuator sebagai berikut :
Posisi netral
Loading (berupa gaya dorong) sampai
target defleksi yang direncanakan
Unloading sampai posisi netral
Loading (berupa gaya tarik) sampai
target defleksi yang direncanakan
Unloading sampai posisi netral
Pada kondisi dimana leleh pertama belum
terjadi, sebaiknya menggunakan C lebih besar
dari 1, yang artinya ada pengulangan
pembebanan. Hal ini antara lain untuk
menghindari timbulnya kesalahan dalam satu
kali pembebanan sehingga ada kemungkinan
terjadinya leleh pertama tidak teridentifikasi
dengan tepat.
c. Step (S)
Pencatatan data dilakukan menggunakan data
logger, namun instruksi kapan bekerjanya data
logger masih dilakukan oleh operator secara
manual. Untuk itu dibuat rencana pembebanan
yang lebih detail supaya output data logger
secara garis besar dapat mendiskripsikan
perilaku benda uji selama proses pembebanan.
Biasanya ditentukan interval tertentu sehingga
secara periodik operator dapat dengan mudah
memerintahkan data logger mencatat data.
Bila instruksi operator untuk memerintahkan
data logger bekerja ini dikumpulkan menurut
waktu secara sekuensial maka terbentuklah
seperti riwayat pembebanan.
Dengan demikian maka step adalah urutan
pembebanan yang mana 1 set data tercatat oleh
data logger.
Tabel 3 adalah jumlah siklus dan jumlah step
untuk masing-masing target defleksi.
Tabel 3. Target Defleksi, Jumlah Siklus, dan Jumlah Step
POLBAN
40 VALIDASI PENENTUAN BEBAN LELEH PERTAMA DARI KURVA HUBUNGAN GAYA VS DEFLEKSI PADA PENGUJIAN PEMBEBANAN
Vol.14, No.1, Maret 2012: 31- 44
Jumlah siklus pada target defleksi maximum
teoritis sulit diprediksi karena mempunyai
derajat ketidak-pastian yang cukup tinggi.
Namun dalam uji pembebanan, kondisi
tersebut dapat dilihat di layar monitor (yang
terkait dengan data logger) dengan bentuk
kurva beban dan defleksi yang mulai menurun.
Daftar target defleksi, jumlah siklus, dan
jumlah step sebelumnya menjadi pedoman bagi
operator untuk melakukan ijin pembebanan.
Analisa dan Pembahasan
Pada puncak kolom dimana bekerja gaya
lateral ini terpasang transducer (LVDT) untuk
mengetahui perpindahan puncak kolom, baik
yang searah ataupun yang tegak lurus terhadap
gaya P. Notasi y digunakan untuk menyatakan
perpindahan puncak kolom yang searah dengan
P.
Harga P dalam satuan tonf (tf) dan
dinyatakan dalam sumbu vertikal.
Harga y dalam satuan mm dan
dinyatakan dalam sumbu horisontal.
Pengertian TD dan C sebenarnya erat
hubungannya dengan step. Namun supaya
kurva lebih mudah untuk dipahami, step tidak
dimunculkan dalam gambar. Misalnya bila
tertulis TD=12 / C=2 berarti bahwa kurva
tersebut dihasilkan dari pembebanan dengan
target defleksi 12 mm yang berlangsung pada
siklus yang ke 2.
Kurva Hubungan Gaya Lateral dengan
Defleksi
Setiap TD akan terdiri dari banyak step.
Jarak antara step yang satu dengan yang lain
tidak boleh terlalu besar supaya titik yang
dihasilkan cukup banyak sehingga kurva yang
dihasilkan lebih akurat.
Pada TD=8, ada sedikit perbedaan bentuk
kurva antara kondisi dorong dengan kondisi
tarik dimana P terbesar pada kondisi tarik
sedikit lebih besar dari kondisi dorongnya. Hal
tersebut dapat dipahami mengingat bentuk
benda uji sambungan eksterior ini tidak simetri.
Konsekuensinya, benda uji seperti ini tidak
dapat berperilaku secara persis sama antara
kondisi beban dorong dan beban
tariknya.Demikian pula yang terjadi pada
TD=12, TD=16, dan TD=20. Pada kurva
terlihat bahwa harga P masih naik. Hal ini
menunjukkan bahwa beban lelehnya belum
tercapai. Pada TD=12 nampak bahwa beban
yang bekerja sudah berada pada kisaran 50%
dari taksiran beban leleh, namun perilakunya
masih mirip dengan kondisi sebelumnya. Ini
menunjukkan bahwa kondisi benda uji masih
cukup baik dan belum terindikasi ada
kesalahan yang serius baik pada pengerjaannya
maupun alat sambung yang digunakan.
Pada TD=16 kurva masih cenderung naik.
Ini menunjukkan bahwa pada kondisi ini belum
terjadi leleh pada penampang. Dengan
demikian taksiran leleh berdasarkan defleksi
sebesar 15,87 mm, ternyata tidak terbukti.
Kemungkinan yang lain adalah taksiran leleh
berdasarkan gaya lateral, bahwa kondisi leleh
akan terjadi pada beban P=21,1 tf.Meskipun
kemiringan ujung kurva sudah lebih landai,
POLBAN
VALIDASI PENENTUAN BEBAN LELEH PERTAMA DARI KURVA HUBUNGAN GAYA VS DEFLEKSI 41 PADA PENGUJIAN PEMBEBANAN (Susilahadi)
namun kondisi leleh belum tercapai. Harga ini
masih sedikit dibawah taksiran beban leleh
sebesar P=21,1 tf.
Sedangkan pada TD=32, nampak pada
kurva bahwa sudah terjadi leleh. Ini dapat
dilihat dari bentuk kurva yang mulai landai dan
nilai gaya lateral sudah tidak naik lagi.
Pada TD=48, nampak bahwa gaya lateral
pada interval tertentu nilai menurun, kemudian
naik kembali. Ini karena local buckling terjadi
pada sisi atas balok.
Dari TD=48 / C=1 dan TD=64 / C=1
dapat dilihat bahwa makin besar perbedaan
perilaku kurva antara kondisi beban dorong
(kanan) dan kondisi beban tarik (kiri). Ini
mengindikasikan bahwa respons balok ketika
menerima beban tidak lagi sama antara beban
dorong dan beban tarik.
Pada TD=96 makin terlihat bahwa kurva
semakin menunjukkan perilaku penampang
yang tidak sama antara kondisi beban dorong
dan beban tarik. Perilaku menurunnya nilai
gaya lateral, seperti yang ditunjukkan pada
beberapa TD sebelumnya, sebenarnya masih
ada. Hanya saja, pada TD=96 ini penurunannya
tidak begitu kelihatan karena rentang defleksi
lebih besar.
Pada kondisi TD=maximum (Gambar 10),
dalam kondisi beban dorong terlihat bahwa
simpangan yang terjadi mencapai nilai tertinggi
pada 130,38 mm. Beban lateral tertinggi pada
kondisi ini adalah sebesar 22,21 tf, pada saat
defleksi yang terjadi sebesar 108,18 mm.
Karena gaya beban lateral sudah cenderung
turun, maka pada step 1333 ini uji pembebanan
dihentikan.
Menentukan Kondisi Leleh Pertama
Garis A dan garis B (Gambar 11) masing-
masing mewakili kecenderungan dari 2
himpunan data yang berbeda.Garis A mewakili
daerah kanan yang lebih landai, dan garis B
mewakili daerah kiri yang cenderung naik
secara tajam.
Gambar 10. Hubungan Gaya Lateral dengan Defleksi untuk TD=Maximum
POLBAN
42 VALIDASI PENENTUAN BEBAN LELEH PERTAMA DARI KURVA HUBUNGAN GAYA VS DEFLEKSI PADA PENGUJIAN PEMBEBANAN
Vol.14, No.1, Maret 2012: 31- 44
Gambar 11. Penentuan Kondisi Leleh Pertama
Tabel 4. Perhitungan Momen Leleh Balok Berdasarkan Reaksi Pendel
Berdasarkan pertemuan dua garis A dan B,
kondisi leleh pertama terjadi pada :
harga beban lateral, Py = 20 tf
defleksi puncak kolom, y = 22 mm
Nilai Py=20 tf ini teoritis akan terkait dengan
nilai kapasitas momen balok komposit hasil
dari analisa fiber model dimana
Mb=My=39,5543 tf.m.
POLBAN
VALIDASI PENENTUAN BEBAN LELEH PERTAMA DARI KURVA HUBUNGAN GAYA VS DEFLEKSI 43 PADA PENGUJIAN PEMBEBANAN (Susilahadi)
Menentukan Momen Leleh Balok
Berdasarkan Reaksi Pendel
Dengan diketahui harga V maka momen
pada balok tempat terjadinya leleh pertama
dapat dihitung dengan korelasi: M = V. d
Adapun d adalah jarak yang diukur dari
garis kerja V ke titik terjadinya leleh
tersebut.Untuk penyederhanaan maka pengaruh
kemiringan posisi pendel selama uji
pembebanan diabaikan.
Maka dari itu harga d dapat dianggap
konstan, sehingga d = (2000-250-300) mm =
1450 mm = 1,45 m
Perhitungan nilai M dilakukan dengan
mengambil beberapa kondisi ekstrim dimana
beban lateral mencapai nilai tertinggi setelah
kondisi leleh.Dari analisa fiber model
sebelumnya, diperoleh harga momen leleh
pada balok sebesar MB = 39,5543 tf.m.
Kesimpulan
Setelah pengujian pembebanan dan
analisa data selesai dilakukan, beberapa hal
yang dapat disimpulkan adalah :
1. Fiber model cukup baik untuk estimasi
kapasitas momen dari penampang
komposit.
Hal ini didasarkan pada hasil perhitungan
kapasitas penampang momen balok
dimana Mb2=39,5543 tf.m (menggunakan
fiber model) dan Mb3=37,0258 tf.m
(menggunakan reaksi pendel hasil uji
beban). Ternyata pada kedua hasil hitungan
tersebut hanya terdapat perbedaan sebesar
sebesar 6,82 %
2. Keruntuhan struktur adalah keruntuhan
bending pada balok seperti yang
direncanakan
Hal ini didasarkan pada :
Keruntuhan terjadi pada balok, bukan
pada kolom. Hal ini membuktikan
bahwa kriteria kolom kuat balok lemah
terpenuhi
Terjadi local buckling pada balok,
namun local buckling tersebut bukan
merupakan penyebab keruntuhan
struktur. Keruntuhan ditandai dengan
sobeknya pelat baja pada tepi balok,
bukan menekuknya pelat baja akibat
gaya tekan.
3. Slip yang sangat kecil sehingga dapat
diabaikan, meski tanpa shear connector.
Hal ini didasarkan pada fakta bahwa
pinching effect sama sekali tidak dominan,
dan selisih perhitungan momen hanya
6,82% kendatipun dengan mengabaikan
effek slip.
4. Kondisi leleh pertama terjadi pada defleksi
y=22mm atau pada gaya lateral P=20 tf.
Daftar Pustaka
Badan Standardisasi Nasional BSN, “SNI 03-
1729-2002 Tata cara perencanaan struktur baja
untuk bangunan gedung”, Pusat Litbang
Teknologi Pemukiman, 2002.
Beedle, Lynn S, “Plastic design of steel
frames”, USA. John Wiley & Son Inc, 1958.
Boresi, Arthur P & Schmidt, Richard J,
“Advanced Mechanics of materials (Sixth
Edition)”, USA. John Wiley & Son Inc, 2003.
POLBAN
44 VALIDASI PENENTUAN BEBAN LELEH PERTAMA DARI KURVA HUBUNGAN GAYA VS DEFLEKSI PADA PENGUJIAN PEMBEBANAN
Vol.14, No.1, Maret 2012: 31- 44
Englekirk, Robert), “Steel structures-
controlling behavior through design”, Canada,
John Wiley & Son Inc, 1994.
-, “Notes on ACI318-77 (3rd ed.)”, USA.
Portland Cement Association, 1980.
Oehlers, Deric J & Bradford, Mark A,
“Elementary behaviour of composite steel and
concrete structural members”,Woburn.
Butterwoth Heinemann, 1999.
Susilahadi, “Perilaku non-Linier penampang
komposit baja dan beton pada sambungan
eksterior”, Tesis, 2010.
POLBAN