v. hasil dan pembahasan - repository.ipb.ac.id · peta rth setiap kecamatan di jakarta timur tahun...
TRANSCRIPT
31
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Analisis Spasial Ruang Terbuka Hijau
5.1.1. Identifikasi Perubahan Luas RTH di Jakarta Timur
Identifikasi penyebaran dan analisis perubahan Ruang Terbuka Hijau di
kawasan Jakarta Timur dilakukan berdasarkan data RTH Dinas Tata Kota pada
tahun 2002 dan 2007. Tabel 6menunjukkan dinamika perubahan luas dan proporsi
Ruang Terbuka Hijau setiap kecamatan di Jakarta Timur pada periode tahun 2002
sampai 2007.
Tabel 6. Dinamika Luasan RTH Kawasan Jakarta Timur
Kecamatan RTH 2002
(ha )
% RTH 2007
(ha)
%
Cakung 67,7
8,15 94,7
8,96
Cipayung 172,9
20,82 159,1
15,06
Ciracas 6,.2
0,75 80,0
7,57
Duren Sawit 52,1
6,27 45,2
4,28
Jatinegara 39,5
4,76 42,2
3,99
Kramat Jati 7,0
0,84 90,3
8,55
Makasar 17,7
2,13 309,0
29,24
Matraman 0,1
0,01 1,4
0,13
Pasar Rebo 182,6
21,98 128,5
12,16
Pulo Gadung 162,7
19,59 106,4
10,07
Jumlah 830,6 100 1.056,7 100
Sumber : Analisis Peta Penggunaan Lahan Kawasan Jakarta Timur (2002 dan 2007)
Dari Tabel 6 diketahui luasan RTH tahun 2002 sebesar 830,6 ha,
sedangkan luas RTH tahun 2007 sebesar 1.056,7 ha. Sejak tahun 2002 hingga
tahun 2007 luasan RTH meningkat seluas 226,1 ha. Peningkatan RTH dari tahun
2002 ke tahun 2007 salah satunya dikarenakan banyaknya lahan kosong milik
pemerintah yang dijadikan sebagai kawasan RTH seperti jalur hijau dan lapangan
golf di Jakarta Timur.
Hasil identifikasi luas RTH berdasarkan digitasi ulang data RTH Dinas
Tata Kota berbeda dengan data RTH yang resmi dikeluarkan oleh Dinas Tata
32
Kota (Tabel 4).Adanya perbedaan luas RTH Tahun 2007 antara hasil klasifikasi
sebesar 1.056,7 ha (Tabel 6) dengan data Dinas Tata Kota (Tabel 4) sebesar
1.052,37 ha, salah satunya dikarenakan adanya perbedaan koreksi geometri,
sehingga luas total administrasi Jakarta Timur hasil klasifikasi sebesar 19.023 ha
(Tabel 7) sedangkan menurut BPS DKI Jakarta sebesar 18.775 ha (Tabel 3).
5.1.2. Luas dan Penyebaran RTH Setiap Kecamatan di Jakarta Timur
Proses perkembangan yang pesat di wilayah DKI Jakarta terjadi juga di
Jakarta Timur. Proses perkembangan tersebut mempengaruhi luas RTH di
beberapa wilayah kecamatan di Jakarta Timur. Gambar 3 menunjukkan Peta RTH
per Kecamatan di Jakarta Timur Tahun 2002, sedangkan Gambar 4 menunjukkan
Peta RTH Setiap Kecamatan di Jakarta Timur Tahun 2007.
Gambar 3. Peta RTH Setiap Kecamatan di Jakarta Timur Tahun 2002
Pada tahun 2002 RTH di Jakarta Timur seluas 830,6 ha. Kecamatan yang
memiliki RTH terbesar adalah Kecamatan Pasar Rebo, yaitu seluas 182,6 ha,
sedangkan yang memiliki RTH terkecil adalah Kecamatan Matraman sebesar 0,1
ha. Kecamatan Pasar Rebo memiliki RTH paling luas karena selain masih banyak
33
RTH yang dilestarikan, juga karena jumlah penduduknya yang relatif sedikit
dibandingkan wilayah kecamatan lain. Lokasinya yang berada di area terluar dan
berbatasan dengan wilayah Bogor menyebabkan laju perkembangan wilayah yang
tidak sepesat wilayah lain dan berimplikasi pada pertumbuhan fasilitas yang tidak
terlalu cepat. Kecamatan Matraman memiliki luas terkecil di Jakarta Timur,
sehingga luas agregat lahan yang dijadikan sebagai RTH pun relatif kecil.
Disamping itu, posisinya yang berbatasan dengan wilayah Jakarta Pusat
menyebabkan laju perkembangan yang tinggi dan pertumbuhan fasilitas yang
relatif lebih cepat dibandingkan dengan wilayah Jakarta Timur lainnya.
Gambar 4. Peta RTH Setiap Kecamatan di Jakarta Timur Tahun 2007
Luas RTH di Jakarta Timur tahun 2007 sebesar 1.056,7 ha meningkat dari
kondisi di tahun 2002. Proporsi RTH yang terbesar adalah di Kecamatan
Makassar seluas 309,0 ha, dan terkecil di Kecamatan Matraman seluas 1.4 ha.
Kecamatan Makasar memiliki potensi lahan kosong cukup luas di tahun 2002.
Peningkatan RTH di tahun 2007 umumnya berasal dari penataan lahan kosong
dan dimanfaatkan menjadi RTH. Kecamatan Matraman di tahun 2007 tetap
34
memiliki RTH relatif tersempit. Posisinya yang strategis berdekatan dengan
Jakarta Pusat menyebabkan tumbuh suburnya perkantoran dan pusat perbelanjaan
dan memperkecil peluang bertambahnya RTH sejak tahun 2002 ke 2007.
Gambar 5 menunjukkan RTH yang bertambah di Jakarta Timur, diperoleh
dari hasil pengecekan lapang. Gambar 5a merupakan gambar lapangan Sarwo
Edhie Wibowo di Kecamatan Pasar Rebo; Gambar 5b adalah persawahan di
Kecamatan Cipayung; Gambar 5c merupakan gambar jalur hijau di Kecamatan
Cipayung, Gambar 5d merupakan Lapangan Golf Halim Perdana Kusuma II di
Kecamatan Makasar; Gambar 5e adalah Lapangan Golf Royale Jakarta di
Kecamatan Makasar; dan Gambar 5f merupakan gambar Tempat Pemakaman
Umum Tanah Merah di Kecamatan Duren Sawit.
Gambar 6a merupakan gambar Korea World Center di Kecamatan Pulo
Gadung; Gambar 6b adalah Gedung Putih di Kecamatan Pasar Rebo; Gambar 6c
merupakan Gambar Kantor Sekretariat di Kecamatan Pasar Rebo; Gambar 6d
adalah perumahan Cijantung II di Kecamatan Pasar Rebo; Gambar 6e merupakan
gambar rumah susun Komplek Kopassus di Kecamatan Pasar Rebo; dan Gambar
6f adalah gambar perumahan Calista Residence di Kecamatan Cipayung.
Dari Gambar 7 diketahui bahwa dari tahun 2002 ke tahun 2007
peningkatan luas RTH terjadi di Kecamatan Makassar sebesar 291,3 ha,
sedangkan penurunan luas RTH terbesar di Kecamatan Pulo Gadung sebesar 56,2
ha. Kecamatan Makasar merupakan Kecamatan dengan peningkatan RTH paling
luas karena banyaknya lahan kosong yang dijadikan sebagai lokasi RTH,
sedangkan Pulo Gadung mengalami penurunan RTH terluas karena
perkembangan kawasan industri dan perumahan.
35
a. Pasar Rebo (705.302; 9.301.426) b. Cipayung (711.521; 9.303.082)
c. Cipayung ( 708.534; 9.302.642) d. Makasar (709.369; 9.305.470)
e. Makasar ( 710.219; 9.306.884) f. Duren Sawit (714.841; 9.311.098)
Gambar 5. Penggunaan Saat Ini di Lokasi Penambahan RTH dari Lahan Kosong di Jakarta Timur
36
Gambar 6 menunjukkan RTH yang berkurang menjadi penggunaan lain di Jakarta
Timur, diperoleh dari hasil pengecekan lapang.
a. Pulo Gadung (709.323; 9.316.494) b. Pasar Rebo (705.294; 9.301.436)
c. Pasar Rebo (705.781; 9.301.650) d. Pasar Rebo (705.830; 9.301.686)
e. Pasar Rebo (706.679; 9.309.338) f. Cipayung (709.567; 9.297.782)
Gambar 6. Penggunaan saat ini dari perubahan RTH menjadi lahan terbangun di Jakarta Timur
37
Gambar 7. Perubahan RTH Tahun 2002 dan 2007
5.1.3. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Jakarta Timur
RTRW merupakan wujud kebijakan pemerintah terkait rencana alokasi
ruang di masa depan. Peta RTRW yang digunakan dalam analisis adalah Peta
RTRW Jakarta Timur Tahun 2005-2010. Pada Tabel 7 disajikan luasan
penggunaan lahan dalam RTRW di Jakarta Timur. Penggunaan lahan terbesar
dalam RTRW adalah perumahan sebesar 7.568,0 ha, sedangkan yang terkecil
adalah alokasi untuk jaringan jalan sebesar 191,7 ha.
Tabel 7. Luas Penggunaan Lahan menurut RTRW di Jakarta Timur
No Penggunaan Lahan Luas (ha) %
1 Jaringan Jalan 191,7 1.01
2 Rel Kereta 270,0 1.42
3 Tata Air 363,0 1.91
4 Bangunan Umum dan Perumahan 370,6 1.95
5 Bangunan Umum Berkepadatan Rendah 1.243,2 6.53
6 B angunan Umum 1.374,8 7.23
7 Perindustrian dan Pergudangan 1.616,2 8.50
8 Perumahan Berkepadatan Rendah 2.532,8 13.31
9 Ruang Terbuka Hijau 3.493,3 18.36
10 Perumahan 7.568,0 39.78
Jumlah 19.023,8 100,00
‐100,0
‐50,0
0,0
50,0
100,0
150,0
200,0
250,0
300,0
350,0
ha
Kecamatan
38
Berdasarkan Tabel 7 diketahui alokasi luas RTH dalam RTRW sebesar
3.493,3 ha atau 18,36 %. Sementara itu, berdasarkan identifikasi luas RTH tahun
2002 diketahui seluas 830,6 ha dan tahun 2007 sebesar 1.056,7 ha. Proporsi RTH
tahun 2002 dan 2007 lebih kecil dari proporsi RTH dalam RTRW. Hal ini
menunjukkan belum tercapainya rencana alokasi ruang untuk RTH sesuai yang
diamanatkan dalam RTRW 2010. Ketetapan RTH menurut UU adalah sebesar
19.845,6 ha untuk wilayah DKI Jakarta, sedangkan menurut PEMDA DKI Jakarta
adalah sebesar 9.195,1 ha. Ketetapan RTH menurut PEMDA untuk wilayah
Jakarta Timur sendiri adalah sebesar 3.122,3 ha. Kondisi riil RTH di Jakarta
Timur Tahun 2007 2.436,6 ha lebih rendah dari luas RTH yang sudah
diamanatkan dalam RTRW.Masih belum tercapainya target yang ditetapkan oleh
PEMDA DKI, menuntut upaya antara lain dengan memanfaatkan ketersediaan
lahan kosong yang masih ada yang akan dijelaskan lebih rinci pada pembahasan
berikutnya. Gambar 8 merupakan peta RTRW Jakarta Timur tahun 2000-2010.
5.2. Identifikasi Perubahan Luas Lahan Kosong di Jakarta Timur
Luas lahan kosong di Jakarta Timur dari tahun 2002 ke tahun 2007
menurun cukup drastis. Pada Tahun 2002 luas lahan kosong di Jakarta Timur
sebesar 4.395,4 ha, sedangkan pada tahun 2007 menjadi 2.910,8 ha atau terjadi
penurunan sebesar 1.484,6 ha.Dinamika luasan lahan kosong di Jakarta Timur
ditunjukkan pada Tabel 8.
Luas lahan kosong yang paling besar pada tahun 2002 adalah di
Kecamatan Makasar seluas 1.407,2 ha, sedangkan yang terkecil seluas 21,1 ha di
Kecamatan Matraman. Pada tahun 2007 kecamatan dengan luas lahan kosong
terbesar adalah Kecamatan Cakung, yaitu seluas 1.160,1 ha, sedangkan yang tidak
memiliki lahan kosong lagi adalah Kecamatan Matraman.
Gambar 9 menunjukkan perubahan luas lahan kosong tahun 2002 dan
2007. Diketahui bahwa dari tahun 2002 ke tahun 2007 luas lahan kosong di
semua kecamatan cenderung menurun.
Penurunan luas lahan kosong paling besar terjadi di Kecamatan Makasar
seluas 1259.019 ha, salah satunya dikarenakan perubahan menjadi lapangan golf
dan jalur hijau Bandara Halim Perdana Kusuma.
39
Gambar 8. Peta RTRW Jakarta Timur Tahun 2000-2010
Tabel 8. Dinamika Luasan Lahan Kosong di Jakarta Timur
Kecamatan
Lahan Kosong
Tahun 2002
(ha)
Lahan Kosong
Tahun 2007
(ha)
Cakung 1.282,4 1.160,1
Cipayung 780,3 596,5
Ciracas 197,7 119,6
Duren Sawit 307,8 177,4
Jatinegara 72,4 26,5
Kramat Jati 131,8 64,5
Makasar 1.407,2 581,0
Matraman 21,1 0
Pasar Rebo 136,5 129,7
Pulo Gadung 58,2 55,6
Jumlah 4.395,4 2.910,8
40
Gambar 9. Perubahan Luas Lahan Kosong Tahun 2002 dan 2007
5.3.Analisis Laju Pertumbuhan Penduduk dan Pendatang Tahun 2002-2008
Berdasarkan penelitian Aurelia (2010) diketahui bahwa pertumbuhan
penduduk menjadi faktor penting yang mempengaruhi terjadinya perubahan luas
RTH di suatu wilayah. Tabel 9 menunjukkan jumlah penduduk di Jakarta Timur
dari tahun 2002 sampai tahun 2008.
Berdasarkan Tabel 9 nampak bahwa jumlah penduduk tiap tahun di
Jakarta Timur dari tahun 2002 sampai 2007 cenderung meningkat. Pada tahun
2002 sebanyak 2.083.099 jiwa penduduk yang menempati wilayah Jakarta Timur,
sedangkan 2.195.300 jiwa penduduk pada tahun 2008. Kecamatan Duren Sawit
merupakan Kecamatan yang paling padat penduduknya, sebaliknya Kecamatan
Cipayung merupakan yang paling jarang penduduknya. Berkembangnya jumlah
dan jenis fasilitas seperti pusat perbelanjaan, perkantoran, sarana pendidikan yang
ada merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi meningkatnya jumlah
penduduk di Jakarta Timur.
Gambar 10 menunjukkan bahwa laju pertumbuhan penduduk Jakarta
Timur pada periode tahun 2002 sampai 2008 secara umum sebesar 0.9 % per
tahun. Tumbuhnya penduduk Jakartasecara umum disebabkan oleh pertumbuhan
alamiah maupun karena banyaknya migran. Dalam konteks Jakarta, pertumbuhan
melalui proses migrasi disinyalir lebih besar dibandingkan dari proses kelahiran.
Oleh karena itu, dalam menganalisis pertumbuhan penduduk Jakarta Timur,
‐1400,000
‐1200,000
‐1000,000
‐800,000
‐600,000
‐400,000
‐200,000
0,000
ha
Kecamatan
41
informasi dan analisis data migran (pendatang) sangat dibutuhkan. Pada Tabel
10disajikan banyaknya jumlah pendatang di Jakarta Timur dari tahun 2002 sampai
2007.
Tabel 9. Jumlah Penduduk Jakarta Timur
Kecamatan Penduduk (Jiwa)
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Pasar Rebo 143815 146568 149405 153536 158147 162747 164755
Ciracas 195765 198119 198135 199482 200806 202815 204107
Cipayung 113905 115571 117164 119342 122151 125716 137253
Makasar 168497 170455 171903 174192 177158 180581 182441
Kramat Jati 200543 200750 201024 202041 204178 206327 209960
Jatinegara 263595 263447 263254 265246 263706 263949 264371
Duren Sawit
312323 313771 314188 315463 317862 320925 321991
Cakung 209390 211477 213972 218106 224001 232140 237185
Pulo Gadung
280096 279564 279959 279704 279519 280147 279623
Matraman 195170 194864 194521 194168 193700 193254 193614
Jumlah 2083099 2094586 2103525 2121280 2141228 2168601 2195300
Sumber : BPS DKI Jakarta (2009)
Gambar 10. Laju Pertumbuhan PendudukTahun 2002-2008
Jumlah pendatang yang masuk ke Jakarta Timur tahun 2002 sebanyak
21.686 jiwa, sedangkan pada tahun 2008 sebanyak 21.677 jiwa sebagaimana
ditunjukkan pada Tabel 10.
0,000
0,002
0,004
0,006
0,008
0,010
0,012
0,014
2002‐2003
2003‐2004
2004‐2005
2005‐2006
2006‐2007
2007‐2008
Laju Pertumbuhan
Penduduk
Tahun
42
Tabel 10. Jumlah Pendatang Jakarta Timur
No
Kecamatan
Pendatang(Jiwa)
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
1 Pasar Rebo 1.958 1.452 2.197 2.732 3.335 2.396 2.188
2 Ciracas 1.994 3.515 1.423 1.733 1.632 2.912 2.046
3 Cipayung 1.563 1.856 1.693 2.031 1.945 1.696 1.874
4 Makassar 2.179 2.202 2.307 1.805 2.300 2.304 1.953
5 Kramat Jati 2.616 1.503 3.336 1.973 2.613 3.646 2.562
6 Jatinegara 1.740 2.044 2.052 1.737 1.854 1.770 1.764
7 Duren Sawit 2.840 2.726 2.109 2.301 3.381 3.269 3.441
8 Cakung 3.196 2.274 1.834 1.609 2.227 2.545 2.568
9 Pulo Gadung 2.268 2.301 755 890 2.338 2.303 2.007
10 Matraman 1.332 1.622 1.622 980 929 983 1.274
Jumlah 21.686 21.495 19.328 17.791 22.554 23.824 21.677
Sumber : BPS DKI Jakarta (2009)
Dari tahun 2002 sampai tahun 2008 terjadi fluktuasi jumlah pendatang di
Jakarta Timur. Kecamatan yang memiliki jumlah pendatang terbanyak adalah
Kecamatan Duren Sawit, sedangkan yang paling sedikit adalah Kecamatan
Matraman. Kecamatan Duren Sawit memiliki jumlah pendatang terbanyak karena
lokasinya berdekatan dengan Kecamatan Cakung yang merupakan kawasan
industri dan adanya konsentrasi sarana ekonomi seperti pusat perbelanjaan, dan
pertokoan. Kondisi ini menyebabkan peluang berusaha dan alternatif untuk
memilih mata pencaharian bagi para pendatang cukup besar di lokasi tersebut.
Menurunnya jumlah pendatang antara 2004-2005 di Jakarta Timur salah satunya
disebabkan oleh adanya peraturan pemerintah yang mengharuskan pendatang
untuk memenuhi persyaratan yang diberlakukan, salah satunya seperti harus
memiliki kartu tanda penduduk (KTP) DKI Jakarta. Gambar 11 menunjukkan
bahwa laju pertumbuhan pendatang pada periode 2002 sampai 2006 secara umum
sebesar 0.7 % per tahun.
43
Gambar 11.Laju Pertumbuhan Pendatang Tahun 2002-2008
5.4. Hirarki, Luas RTH dan Perkembangan Wilayah di Jakarta Timur Tahun 2003 dan 2006
Penetapan hirarki pusat-pusat pertumbuhan dan pelayanan dengan
menggunakan metode skalogram didasarkan pada jumlah jenis dan jumlah unit
sarana-prasarana pembangunan dan fasilitas pelayanan sosial ekonomi yang
tersedia. Metode ini menghasilkan hirarki atau peringkat yang lebih tinggi pada
pusat pertumbuhan yang memiliki jumlah jenis dan jumlah unit sarana-prasarana
pembangunan yang lebih banyak. Distribusi penduduk dan luas jangkauan
pelayanan sarana-prasarana pembangunan secara spasial tidak dipertimbangkan
secara spesifik.Tingkat perkembangan suatu wilayah dinyatakan dalam
bentukHirarki I, II, dan III. Pada Gambar 12 ditunjukkan Peta Hirarki Wilayah
Jakarta Timur Tahun 2003.
Di Jakarta Timur, pada tahun 2003 kelurahan yang berhirarki III
berjumlah 40. Kelurahan yang berhirarki II berjumlah 18, sedangkan yang
berhirarki I berjumlah 7 kelurahan. Kelurahan yang berhirarki I berada berdekatan
dengan jalan utama, dan memiliki fasilitas yang paling banyak dan lengkap
dibandingkan dengan kelurahan pada kelompok hirarki lain.
‐0,150
‐0,100
‐0,050
0,000
0,050
0,100
0,150
0,200
0,250
0,300
2002‐2003
2003‐2004
2004‐2005
2005‐2006
2006‐2007
2007‐2008
Laju Pertumbuhan
Pendatan
g
Tahun
44
Gambar 12. Peta Hirarki Wilayah Jakarta Timur Tahun 2003
Pada Gambar 13 disajikan Peta Hirarki Wilayah Jakarta Timur Tahun
2006.Kelurahan yang berhirarki I berjumlah 11, jumlah kelurahan yang berhirarki
II adalah 19, sedangkan yang berhirarki III berjumlah 35 kelurahan. Adanya jalan
utama di kelurahan berhirarki I mempermudah penduduk mencapai fasilitas yang
dibutuhkan. Sementara itu kelurahan yang berhirarki III berdekatan dengan jalan
tol nasional. Nampaknya keberadaan jalan tol tidak memberikan dampak terhadap
tumbuhnya fasilitas di kelurahan tersebut. Hal ini bisa terjadi karena
pembangunan jalan tol tersebut juga masih relatif baru, sehingga dampaknya
belum dirasakan bagi wilayah di sekitarnya. Akibatnya fasilitas yang tersedia di
kelurahan-kelurahan berhirarki III paling sedikit dan tidak lengkap. Berikutnya
pada Gambar 14 disajikan perubahan jumlah desa berhirarki I, II dan III pada
periode tahun 2003 dan 2006.
45
Gambar 13. Peta Hirarki Wilayah Jakarta Timur Tahun 2006
Kelurahan berhirarki I jumlahnya meningkat sebanyak 4 kelurahan dari 7
kelurahan pada tahun 2003 menjadi 11 kelurahan pada tahun 2006. Jumlah
kelurahan yang berhirarki II pada tahun 2003 sebanyak 18 kelurahan dan pada
tahun 2006 sebanyak 19 kelurahan, sehingga terjadi peningkatan jumlah
kelurahan berhirarki II sebanyak 1 kelurahan, sedangkan jumlah kelurahan yang
berhirarki III menurun menjadi 35 kelurahan pada tahun 2006 dari tahun 2003
yang jumlahnya 40 kelurahan atau menurun sebanyak 5 kelurahan.
Penurunan jumlah kelurahan berhirarki III seiring dengan peningkatan
jumlah kelurahan berhirarki II dan I. Hal ini berarti banyak kelurahan berhirarki
III yang telah berkembang dari segi jumlah serta kelengkapan fasilitasnya menjadi
kelurahan berhirarki II dan I.
46
Gambar 14. Perubahan Jumlah Kelurahan Berhirarki I, II dan III Tahun 2003 dan 2006
Sejalan dengantarget utama penelitian ini, yaitu perubahan luas
RTH di Jakarta Timur, pada bagian berikut disajikan luas RTH untuk setiap kelas
hirarki wilayah per Kecamatan (Tabel 11) dan pada setiap kelas hirarki pada
Tabel 12. Pada tahun 2002 luas RTH yang paling besar dimiliki di kelompok
wilayah hirarki III sebesar 572,3 ha, sedangkan yang terkecil kelompok wilayah
berhirarki I sebesar 58,5 ha. Pada tahun 2007 kelompok wilayah berhirarki III
memiliki luas RTH terluas sebesar 727,2 ha, sedangkan kelompok wilayah
berhirarki II memiliki luas RTH terkecil seluas 162,6 ha.
Perubahan RTH pada tahun 2002 dan 2007 yang meningkat paling besar
berada pada hirarki III sebesar 154,9 ha, salah satunya dikarenakan pada daerah
berhirarki III fasilitas yang ada belum berkembang, sehingga masih banyak lahan
yang dapat dijadikan RTH. Penurunan luas RTH terluas berada pada hirarki II
sebesar 37,2 ha, salah satunya disebabkan karena wilayah pada hirarki II sudah
relatif lebih berkembang sehingga banyak fasilitas yang dibangun. Oleh karena
itu, luas lahan yang dijadikan RTH juga semakin kecil.
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
Hirarki I Hirarki II Hirarki III
Jumlah Desa
Hirarki
2003
2006
47
Tabel 11. Luas RTH setiap Hirarki per Kecamatan Tahun 2002 dan 2007
Kecamatan
Luas RTH Tahun 2002 (ha) Luas RTH Tahun 2007 (ha)
Hirarki I Hirarki II Hirarki III Hirarki I Hirarki II Hirarki III
Cakung 38.6 14.5 14.6 48.8 38.1 7.7
Cipayung 2.3 8.0 162.6 8.8 17.9 132.3
Ciracas 0 56.4 7.9 0 20.5 59.5
Duren Sawit 0 2.7 49.4 0 4.6 40.6
Jatinegara 0 1.6 37.9 1.7 20.1 20.4
Kramat Jati 0 26.9 44.2 10.2 22.2 58.0
Makasar 0 0.1 17.6 0 3.6 305.4
Matraman 0 0 0.1 0 1.4 0
Pasar Rebo 0 89.6 93.0 0 25.1 103.3
Pulo Gadung 17.6 0.0 145.1 97.3 9.1 0
Jumlah 58.5 199.8 572.3 166.9 162.6 727.2
Tabel 12. Luas RTH Setiap Hirarki
Hirarki RTH
Perubahan (ha) 2002 (ha) 2007 (ha) I 58,5 166,9 108,4 II 199,8 162,6 -37,2 III 572,3 727,2 154,9
Jumlah 830,6 1.056,7 226,1
Berkembangnya suatu wilayah umumnya ditandai dengan perkembangan
jumlah sarana-prasarana di wilayah tersebut. Sarana-prasarana yang dimaksud
adalah fasilitas ekonomi, fasilitas pendidikan dan fasilitas kesehatan. Pada
Gambar 15 disajikan laju pertumbuhan setiap fasilitas di Jakarta Timur Tahun
2003 dan 2006.
Dari Gambar 15 diketahui bahwa laju pertumbuhan fasilitas ekonomi dan
kesehatan meningkat masing-masing sebesar 1.1 % dan 6.4 % per tahun,
sedangkan laju fasilitas pendidikan menurun sebesar 1.5 % per tahun. Fasilitas
ekonomi di Jakarta Timur meningkat salah satunya disebabkan meningkatnya
jumlah warnet dan pusat perbelanjaan seperti toko, dan supermarket.
Meningkatnya laju pertumbuhan fasilitas kesehatan juga ditandai dengan makin
banyaknya rumah sakit, tempat praktek dokter dan bidan, posyandu, apotik dan
toko obat yang dibangun. Fasilitas pendidikan yang semakin menurun salah
48
satunya disebabkan banyak lembaga-lembaga kursus yang berubah menjadi lahan
industri. Gambar 15 menunjukkan perkembangan setiap fasilitas di Jakarta Timur.
Gambar 15. Laju Perkembangan Setiap Fasilitas di Jakarta Timur Tahun 2003 dan 2006
Fasilitas perekonomian terdiri dari wartel, warnet, toko, supermarket,
hotel, industri kecil dan menengah, serta bank. Pada Gambar 16 disajikan jumlah
fasilitas perekonomian pada tahun 2003 dan 2006 di Jakarta Timur.
Gambar 16. Jumlah Fasilitas Perekonomian Tahun 2003 dan 2006 di Jakarta Timur
‐2,0‐1,00,01,02,03,04,05,06,07,0
Fasilitas Ekonomi Fasilitas Pendidikan
Fasilitas Kesehatan
Laju Pertumbuhan
Fasilitas
Fasilitas
0500
10001500200025003000350040004500
CAKUNG
CIPAYU
NG
CIRACAS
DUREN
SAWIT
JATINEG
ARA
KRAMAT JATI
MAKASA
R
MATR
AMAN
PASA
R REB
O
PULO
GADUNG
Jumlah Fasilitas
Pereko
nomian
Tahun 2003
Tahun 2006
49
Pada tahun 2003 jumlah fasilitas perekonomian di Jakarta Timur sebesar
20.344 unit, sedangkan pada tahun 2006 sebanyak 21.026 unit atau terjadi
peningkatan sebesar 682 unit. Kecamatan yang mengalami peningkatan jumlah
fasilitas perekonomian terbanyak adalah Kramat Jati yaitu sejumlah 1477 unit.
Peningkatan tersebut terutama karena dibangunnya pasar induk sayur dan buah-
buahan serta dibangunnya pusat perbelanjaan sehingga banyak dibangun juga
bank sebagai penunjang proses transaksi jual-beli. Kecamatan Pulo Gadung
merupakan Kecamatan dengan fasilitas perekonomian yang mengalami penurunan
paling banyak sebesar 1147 unit.
Sekolah-sekolah negeri dan swasta serta lembaga-lembaga kursus
merupakan fasilitas pendidikan yang banyak menurun jumlahnya di Jakarta
Timur. Pada tahun 2003 jumlah fasilitas pendidikan di Jakarta Timur sebanyak
2570 unit berkurang 114 unit menjadi 2456 unit pada tahun 2006. Gambar 17
menunjukkan Jumlah Fasilitas Pendidikan Pada Tahun 2003 dan 2006 di Jakarta
Timur.
Gambar 17. Jumlah Fasilitas Pendidikan Tahun 2003 dan 2006 di Jakarta Timur
Peningkatan jumlah fasilitas pendidikan paling besar terjadi di Kecamatan
Duren Sawit sebanyak 17 unit, sedangkan yang menurun paling banyak adalah
Kecamatan Cakung sebesar 78 unit. Di Kecamatan Cakung penurunan fasilitas
050100150200250300350400450
CAKUNG
CIPAYU
NG
CIRACAS
DUREN
SAWIT
JATINEG
ARA
KRAMAT JATI
MAKASA
R
MATR
AMAN
PASA
R REB
O
PULO
GADUNG
Jumlah Fasilitas
Pendidikan
Tahun 2003
Tahun 2006
50
pendidikan terbesar salah satunya dikarenakan banyak lahan lembaga-lembaga
khursus yang berubah menjadi lahan industri dan perumahan, atau dtutupnya
sekolah karena tidak sesuai dengan standar pemerintah.
Fasilitas kesehatan terdiri dari rumah sakit, rumah bersalin, puskesmas,
tempat praktek dokter, tempat praktek bidan, posyandu, polindes, apotik, dan toko
obat. Pada Gambar 18 menunjukkan jumlah fasilitas kesehatan pada tahun 2003
dan 2006 di Jakarta Timur.
Gambar 18. Jumlah Fasilitas Kesehatan Tahun 2003 dan 2006 di Jakarta Timur
Tahun 2003 jumlah fasilitas kesehatan di Jakarta Timur sebanyak 2450
unit, sedangkan tahun 2006 menjadi 2920 unit sehingga terjadi peningkatan
sebanyak 470 unit. Peningkatan jumlah fasilitas kesehatan yang paling besar
terjadi di Kecamatan Kramat Jati sebanyak 176 unit, sedangkan yang mengalami
penurunan paling banyak adalah Kecamatan Pulo Gadung sebanyak 42 unit.
Kecamatan Kramat Jati mengalami banyak peningkatan karena selain merupakan
salah satu kecamatan yang padat penduduknya, jumlah fasilitas ekonominya juga
yang paling banyak meningkat sehingga pembangunan fasilitas kesehatan lebih
dibutuhkan.
050100150200250300350400450500
CAKUNG
CIPAYU
NG
CIRACAS
DUREN
SAWIT
JATINEG
ARA
KRAMAT JATI
MAKASA
R
MATR
AMAN
PASA
R REB
O
PULO
GADUNG
Jumlah Fasilitas
Kesehatan
Tahun 2003
Tahun 2006
51
5.5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perubahan RTH
Seiring dengan tingginya pertambahan penduduk di perkotaan, baik akibat
proses migrasi dari desa ke kota maupun akibat pertumbuhan penduduk kota itu
sendiri secara alamiah, maka peningkatan kebutuhan akan ruang pun semakin
meningkat. Hal ini berdampak langsung terhadap pergeseran fungsi lahan RTRW
yang telah ditetapkan dan mengakibatkan tingginya intensitas perubahan lahan.
Pendekatan yang dilakukan untuk menduga faktor-faktor yang
mempengaruhi terjadinya perubahan RTH adalah dengan menggunakan model
analisis regresi berganda dengan prinsip stepwise. Tabel 13 menunjukkan hasil
analisis regresi tersebut.
Tabel 13. Hasil Analisis Regresi untuk Identifikasi Faktor Penentu Perubahan RTH di Jakarta Timur
Variabel Koefisien T P-level
Pertambahan Jumlah
Fasilitas Kesehatan
0.107 1.560 0.163
Pertambahan Lahan Kosong -0.394 -10.840 0.000
R-square (R²) 0.94
Koefisien determinasi (R²) yang dihasilkan dari analisis regresi untuk
mengidentifikasi faktor penentu perubahan luas RTH di Jakarta Timur tersebut
adalah sebesar 94 %. Nilai R² yang mendekati 1 menunjukkan bahwa pemilihan
variabel penduga sebagai variabel yang mempengaruhi variabel tujuan relatif
tepat. Berdasarkan Tabel 13 dapat diketahui bahwa variabel yang berpengaruh
sangat nyata dengan tingkat kepercayaan ±95% (p-level < 0.05) adalah perubahan
lahan kosong tahun 2002 dan 2007 dan alokasi RTH dalam RTRW, sedangkan
yang merupakan variabel yang potensial berpengaruh nyata adalah pertambahan
jumlah fasilitas kesehatan tahun 2003 dan 2006. Secara ringkas penjelasan hasil
regresi tersebut adalah sebagai berikut:
52
Koefisien regresi pertambahan lahan kosong dan alokasi RTH dalam RTRW
bernilai negatif. Hal ini menunjukkan bahwa semakin kecil pertambahan
lahan kosong, maka perubahan luas RTH di kelurahan tersebut semakin
besar. Hal ini mengindikasikan bahwa pertambahan RTH di Jakarta Timur
sebagian besar berasal dari revitalisasi lahan kosong.
Koefisien regresi untuk variabel pertambahan jumlahfasilitas kesehatan tahun
2003 dan 2006 bernilai positif. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar
pertumbahan jumlah fasilitas kesehatan, maka pertambahan luas RTH
semakin besar. Kondisi ini mengisyaratkan pembangunan fasilitas kesehatan
umumnya selalu mengalokasikan sebagian lahannya untuk RTH.