utamakan kualitas

2
UTAMAKAN KUALITAS, BUKAN HANYA SEKADAR KUANTITAS LULUSAN Sistem pendidikan di Indonesia telah mengalami pasang surut terhitung sejak awal kemerdekaan Indonesia sampai saat ini. Dahulu, menurut cerita yang beredar di masyarakat, sistem pendidikan kita dinilai cukup maju, terdepan setidaknya di wilayah Asia Tenggara sehingga banyak warga dari negara tetangga belajar di negara kita. Atau kalaupun tidak, tenaga didik kita direkrut ke negara mereka untuk dijadikan sebagai pengajar yang digaji tinggi. Tetapi sekarang, yang terjadi malah sebaliknya. Banyak pelajar Indonesia yang berbondong-bondong menuntut ilmu ke luar negeri. Lalu apa yang salah sehingga keadaan jadi terbalik? Sebagai seorang mahasiswa yang notabene sudah berulangkali mengalami dinamika sistem pendidikan di Indonesia, saya bisa merasakan dan menilai sendiri apa yang sebenarnya menjadi sumber masalah dari kegagalan sistem pendidikan kita saat ini. Ada banyak hal, salah satu di antaranya yang memang sudah menjadi masalah klasik yaitu lemahnya karakter independensi sebagai sosok pembelajar. Sejak dulu, sejauh pengalaman saya menjadi pembelajar, menyontek itu adalah suatu hal yang lazim terjadi, sudah dilarang memang, tetapi pengawasan yang kurang ketat tentu saja menimbulkan celah bagi siswa untuk melakukan kecurangan. Bukan lagi masalah affairness yang urgent dibicarakan dalam hal ini, tetapi dampak jangka panjang yang akan diperoleh siswa pelaku penyontekanlah yang dikhawatirkan. Siswa yang menyontek bukan hanya telah membohongi dirinya sendiri, tetapi juga guru, orangtua, dan masyarakat atas penipuan hasil belajar yang diperoleh. Bisa saja dengan prestasi yang terlihat membanggakan, siswa tersebut masuk kualifikasi untuk masuk jenjang pendidikan di atas level kemampuannya. Akibatnya siswa tersebut tidak bisa mengikuti dengan baik. Pada akhirnya jika masih bisa menyontek, dia akan terus menyontek, dan begitu seterusnya sampai saat keluar dari jenjang pendidikan, dia tidak mempunyai kualifikasi. Implikasinya banyak kita temui lulusan yang mempunyai nilai UNAS bagus (dan dianggap

Upload: sita-gandes-pinasti

Post on 05-Aug-2015

237 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Utamakan kualitas

UTAMAKAN KUALITAS,BUKAN HANYA SEKADAR KUANTITAS LULUSAN

Sistem pendidikan di Indonesia telah mengalami pasang surut terhitung sejak awal kemerdekaan Indonesia sampai saat ini. Dahulu, menurut cerita yang beredar di masyarakat, sistem pendidikan kita dinilai cukup maju, terdepan setidaknya di wilayah Asia Tenggara sehingga banyak warga dari negara tetangga belajar di negara kita. Atau kalaupun tidak, tenaga didik kita direkrut ke negara mereka untuk dijadikan sebagai pengajar yang digaji tinggi. Tetapi sekarang, yang terjadi malah sebaliknya. Banyak pelajar Indonesia yang berbondong-bondong menuntut ilmu ke luar negeri. Lalu apa yang salah sehingga keadaan jadi terbalik?

Sebagai seorang mahasiswa yang notabene sudah berulangkali mengalami dinamika sistem pendidikan di Indonesia, saya bisa merasakan dan menilai sendiri apa yang sebenarnya menjadi sumber masalah dari kegagalan sistem pendidikan kita saat ini. Ada banyak hal, salah satu di antaranya yang memang sudah menjadi masalah klasik yaitu lemahnya karakter independensi sebagai sosok pembelajar.

Sejak dulu, sejauh pengalaman saya menjadi pembelajar, menyontek itu adalah suatu hal yang lazim terjadi, sudah dilarang memang, tetapi pengawasan yang kurang ketat tentu saja menimbulkan celah bagi siswa untuk melakukan kecurangan. Bukan lagi masalah affairness yang urgent dibicarakan dalam hal ini, tetapi dampak jangka panjang yang akan diperoleh siswa pelaku penyontekanlah yang dikhawatirkan. Siswa yang menyontek bukan hanya telah membohongi dirinya sendiri, tetapi juga guru, orangtua, dan masyarakat atas penipuan hasil belajar yang diperoleh. Bisa saja dengan prestasi yang terlihat membanggakan, siswa tersebut masuk kualifikasi untuk masuk jenjang pendidikan di atas level kemampuannya. Akibatnya siswa tersebut tidak bisa mengikuti dengan baik. Pada akhirnya jika masih bisa menyontek, dia akan terus menyontek, dan begitu seterusnya sampai saat keluar dari jenjang pendidikan, dia tidak mempunyai kualifikasi. Implikasinya banyak kita temui lulusan yang mempunyai nilai UNAS bagus (dan dianggap cerdas) tetapi sebenarnya tidak mempunyai kriteria sebagai lulusan yang diharapkan.

Masalah menyontek juga erat kaitannya dengan kebijakan pendidikan di Indonesia yang menilai keberhasilan pendidikan dengan berorientasi mendapatkan skor ujian setinggi-tingginya. Belakangan kebijakan ini telah distandarisasi di tingkat nasional dengan sebutan Ujian Nasional (UNAS). Pemerintah mempunyai tujuan yang bagus, yaitu ingin menyamaratakan kualitas pendidikan di masing-masing daerah, baik yang pembangunannya maju, maupun di daerah yang pembangunannya masih tertinggal. Namun demikian teknis yang dilakukan di lapangan ternyata tidak sejalan dengan tujuan awalnya karena seperti yang kita ketahui tingkat kesulitan soal UNAS termasuk yang rendah, tidak bisa mengukur sejauh mana tingkat pemahaman siswa. Karena lihat saja, tipe soalnya bukanlah tipe soal yang berbasis analisis, melainkan hafalan. Apalagi sistem ujian saat ini dirancang agar mudah dalam hal pengoreksian, yaitu dengan menggunakan tipe soal pilihan ganda. Tentu saja hal ini malah mempermudah siswa untuk menyontek. Sejauh pengamatan saya sebagai obyek percobaan bagi kebijakan ini, UNAS tidak membawa dampak sebaik yang diharapkan, dan sebenarnya malah kurang efektif, tidak sebanding dengan jumlah usaha baik siswa, guru, sekolah, dan juga dana yang dianggar pemerintah yang jumlahnya tidak sedikit. Alasannya adalah bahwa UNAS tidak

Page 2: Utamakan kualitas

membawa kemajuan, bahkan hanya menimbulkan kemunduran secara perlahan bagi pendidikan siswa di Indonesia karena yang diacu adalah hasil akhirnya, bukan proses belajarnya.