usulan penelitian dosen pemularesearch.unissula.ac.id/bo/reviewer/210102062/515... · 2020. 9....
TRANSCRIPT
1
USULAN
PENELITIAN DOSEN PEMULA
HUBUNGAN PEMAKAIAN ALAT KONTRASEPSI HORMONAL DENGAN KEJADIAN MATA KERING
TIM PENGUSUL
Ketua:
dr. Nika Bellarinatasari, Sp. M., M. Sc. (0616127501)
Anggota:
dr. Helfi Amalia, Phd
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
FEBRUARI 2020
Kode/ Nama Rumpun Ilmu: 287/Ilmu Penyakit Mata
3
HALAMAN PENGESAHAN PENELITIAN DOSEN
Semarang, 20 April 2020
Mengetahui Dekan
Dr. Setyo Trisnadi, SpF, SH
Menyetujui
Ketua LPPM
Judul Penelitian Hubungan Pemakaian Alat Kontrasepsi dengan Kejadian Mata Kering
Kode/Nama Rumpun Ilmu 287/ Penyakit Mata
Ketua Peneliti
a. Nama Lengkap Dr. Nika Bellarinatasari, SpM,MSc
b. NIDN 0616127501
c. Jabatan Fungsional Asisten ahli
d. Program Studi Pendidikan Sarjana Kedokteran
e. No HP/Surel 08164254503/ [email protected]
Anggota Peneliti
a. Nama Lengkap Dr. Helfi Amalia, Phd
b. NIDN 610017905
c. Perguruan Tinggi Universitas Islam Sultan Agung
Anggota Peneliti
a. Nama Lengkap Mery Wiega Andreani
b. NIM 30101800097
c. Perguruan Tinggi Universitas Islam Sultan Agung
4
5
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI iv ..........................................................................................................
RINGKASAN v .........................................................................................................
BAB 1. PENDAHULUAN 1 .....................................................................................
1. Latar Belakang 1 ..........................................................................................
2. Tujuan Peneli8an 2 ......................................................................................
3. Luaran Peneli8an 2 ......................................................................................
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 4 .............................................................................
BAB 3. METODE PENELITIAN 7 ...........................................................................
1. Rancangan Peneli8an 7 ....................................................................................
2. Populasi dan Sampel Peneli8an 7 ....................................................................
3. Kriteria Inklusi dan Eksklusi Peneli8ian 8 .........................................................
4. Variabel Peneli8an 9 ........................................................................................
5. Tahapan Peneli8an 9 ........................................................................................
6. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data 10 .......................................................
BAB 4. BIAYA DAN JADWAL PENELITIAN 11 ...................................................
1. Anggaran Peneli8an 11 ....................................................................................
2. Jadwal Peneli8an 11 .........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA 12 ............................................................................................
LAMPIRAN 14 ..........................................................................................................
Lampiran 1. Justifikasi Anggaran Penelitian 15 ..................................................
Lampiran 2. Susunan organisasi tim peneliti dan pembagian tugas 17 ...............
Lampiran 3. Biodata ketua dan anggota tim pengusul 18 ...................................
6
RINGKASAN
Sindroma mata kering merupakan suatu keadaan pengurangan komponen lapisan air mata yang menyebabkan keluhan mata gatal, berpasir, sensasi seperti adanya benda asing, pengelihatan kabur, dan terasa perih. Faktor-faktor yang mempengaruhi komponen lapisan air mata antara lain perubahan keseimbangan hormon seks. Hormon seks - estrogen dan androgen - memengaruhi produksi semua komponen film air mata termasuk lapisan air, lipid, dan musin. Berbagai mekanisme seperti penurunan kadar hormon, pergeseran dalam mekanisme umpan balik, dan perubahan dalam interaksi reseptor untuk mengubah homeostasis permukaan okular dan kemudian menghasilkan sindroma mata kering.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemakaian alat kontrasepsi hormonal terhadap kejadian mata kering. Penelitian Observasional Analitik dengan rancangan cross sectional mengambil sampel kemudian dilakukan anamnesis menggunakan kuesioner OSDI (Ocular Surface Disease Index) dan pemeriksaan TUBT (Tear Break Up Time) pada fase folikuler dan fase luteal, kemudian dianalisis menggunakan uji paired T-test.
Kata kunci : sindroma mata kering, kontrasepsi hormonal
1
BAB 1. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Sindroma mata kering merupakan suatu keadaan pengurangan komponen
lapisan air mata sehingga terjadi peningkatan osmolaritas film air mata (Kyei et al.,
2018). Pasien dengan sindroma mata kering mengeluhkan penglihatan buram dan
rasa sakit seperti terbakar (Cai et al., 2017). Secara substansial kondisi ini
berpengaruh terhadap penglihatan dan kualitas hidup, karena gejalanya sering
mengganggu kegiatan sehari-hari, seperti membaca, menulis, mengemudi atau
bekerja pada layar komputer (Rouen and White, 2018).
Sindroma mata kering lebih lazim pada wanita dan secara khusus pada
kelompok usia menopause dan pascamenopause. Prevalensinya sekitar 7%-33%,
tergantung pada populasi yang diteliti dan kriteria yang digunakna untuk
mendefinisikan sindroma mata kering. Sindroma ini diyakini karena perubahan
keseimbangan hormon seks. Hormon seks - estrogen dan androgen - memengaruhi
produksi semua komponen film air mata termasuk lapisan air, lipid, dan
musin. Berbagai mekanisme seperti penurunan kadar hormon, pergeseran dalam
mekanisme umpan balik, dan perubahan dalam interaksi reseptor untuk mengubah
homeostasis permukaan okular dan kemudian menghasilkan sindroma mata kering.
Androgen telah terbukti memiliki efek pada produksi dan fungsi air mata. [ 5 ]
Namun, korelasi antara estrogen sistemik dan testosteron dan sindroma mata kering
kurang jelas.
Sampai saat ini belum pernah dilakukan penelitian yang menilai tentang
pengaruh pemakaian alat kontrasepsi hormonal terhadap kejadian mata kering di
Semarang. Maka perlu dilakukan penelitian tentang hal ini.
1. Rumusan Masalah
Adakah hubungan pemakaian alat kontrasepsi hormonal dengan kejadian
mata kering di Semarang ?
2
2. Tujuan Penelitian
2.1. Tujuan Umum
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemakaian alat
kontrasepsi hormonal terhadap kejadian mata kering.
3. Manfaat Penelitian
3.1. Manfaat Teoritis
Dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat menambah referensi
lebih lanjut di bidang oftalmologis
3.2. Manfaat Praktis
Dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat memberikan
gambaran tentang pengaruh pemakaian alat kontrasepsi hormonal dengan
kejadian mata kering.
3
Rencana capaian dari penelitian ini tercantum pada Tabel 1.
Tabel 1. Rencana Target Capaian
No. Jenis Luaran
Indikator Capaian
1. Publikasi ilmiah di jurnal nasional (ber ISSN) Reviewed
2. Pemakalah dalam temuan ilmiah
Nasional Terdaftar
Lokal Terdaftar
3. Bahan Ajar Tidak ada
4. Luaran lainnya jika ada (Teknologi Tepat Guna, Model/ Purwarupa/ Desain/ Karya seni/ Rekayasa Sosial)
Tidak ada
5. Tingkat Kesiapan Teknologi (TKT) 2
4
5
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
1. Mata Kering
1.1. Definisi
Sindroma mata kering merupakan suatu gangguan multifaktorial pada
lapisan air mata dan permukaan okuli sehingga menyebabkan gejala seperti
gangguan penglihatan, ketidaknyamanan, dan ketidakstabilan air mata
sehingga menyebabkan kerusakan permukaan okuli (Lemp et al., 2007). Mata
kering dapat disebabkan oleh kelainan lapisan air mata karena berkurangnya
produksi air mata atau penguapan air mata berlebih, yang menyebabkan
kerusakan pada permukaan mata serta menimbulkan gejala visual dan
ketidaknyamanan mata (Basak, 2013).
1.2. Air Mata
Film air mata sangat berguna untuk kesehatan mata. Air mata akan
masuk kedalam sakus lakrimal melalui pungtum lakrimal. Bila pungtum
lakrimal tidak menyinggung bola mata, maka air mata akan keluar melalui
margo palpebra yang disebut epifora (Ilyas, 2015).
1.2.1. Lapisan Air Mata
Lapisan air mata atau tear film terdiri atas tiga lapisan, yaitu:
1) Lapisan lipid (superfisial) berfungsi untuk menjaga luapan air
mata, melumasi kelopak mata dalam, dan mencegah
evaporasi. Sekret lapisan ini dihasilkan oleh kelenjar zeiss
dan kelenjar meibomian (Khurana, 2007). Lapisan lipid
bersifat hidrofobik, memperlambat evaporasi dan berfungsi
sebagai lubrikasi (Foulks et al., 2007).
2) Lapisan aqueous merupakan lapisan tengah pada lapisan air
mata yang mengandung garam-garam inorganik, urea,
protein, glukosa, dan glikoprotein yang berfungsi dalam
pengambilan oksigen untuk metabolisme kornea. Lapisan ini
disekresi oleh kelenjar lakrimalis dan kelenjar krause serta
wolfring. Merupakan komponen terbesar dari air mata yang
memiliki ketebalan 6,5 – 7,5 µm (Foulks et al., 2007).
6
3) Lapisan mukus, merupakan lapisan terdalam yang memiliki
ketebalan 0,02 – 0,05 µm. Lapisan ini mengandung sekret
musin yang dihasilkan oleh sel-sel goblet konjungtiva dan
glandula manz. Sifat permukaan kornea dapat diubah oleh
lapisan ini dari hidrofobik menjadi hidrofilik (Khurana,
2007).
1.2.2. Sekresi dan Eliminasi Air Mata
Air mata disekresikan setiap hari oleh glandula lakrimal
acesori (basal secretion) dan glandula lakrimal utama (reflex
secretion). Reflex secretion adalah respon akibat sensitisasi dari
kornea dan konjungtiva yang dihasilkan oleh evaporasi dan TBUT.
Sekresi tersebut diperantarai oleh jalur aferen nervus trigeminus dan
jalur eferen oleh saraf parasimpatis (sekretomotorik) dari kelenjar
lakrimal (Khurana, 2007).
Produksi cairan lakrimal distimulasi oleh impuls parasimpatis
dari N VII. Cairan disekresi melalui 8-12 duktus eksretorius yang
bermuara ke dalam pars lateralis forniks konjungtiva superior pada
sakus konjungtivalis. Cairan mengalir di inferior dalam sakus di
bawah pengaruh gravitasi. Ketika kornea kering, mata berkedip.
Palpebra menyatu dengan urutan lateral ke medial yang mendorong
film cairan di medial pada kornea. Dengan cara tersebut cairan
lakrimal yang mengandung benda asing seperti debu didorong
kearah angulus okuli medialis, yang menumpuk dalam lakus
lakrimalis yang didrainase oleh kerja kapiler melalui pungtum
lakrimal dan kanalikuli lakrimalis ke sakus lakrimalis. Dari sakus
tersebut, air mata berjalan ke meatus nasi inferior kavitas nasi
melalui duktus nasolakrimal. Air mata bermuara di posterior
melewati dasar kavitas nasi ke nasofaring dan akhirnya tertelan.
Selain membersihkan partikel dan iritan dari sakus konjungtivalis,
cairan lakrimal memberikan zat makanan dan oksigen ke kornea
(Moore, Dalley and Agur, 2013).
1.3. Etiologi Mata Kering
7
Menurut Khurana (2007), sindrom mata kering dapat disebabkan oleh
karena:
1. Aqueous tear deficiency.
Aqueous tear deficiency atau dapat juga disebut keratoconjunctivitis
sicca, merupakan suatu kondisi seperti alakrimia kongenital, hiposekresi
paralisis, Sjorgen’s syndrome primer dan sekunder, Riley day syndrome,
dan hiposekresi idiopatik.
2. Mucin deficiency dry eye.
Hal ini terjadi karena adanya kerusakan pada sel goblet yang disebabkan
oleh hipovitaminosis vitamin A (xerophtalmia) dan conjungtival scarring
disease seperti Stevens-Johnsons syndrome, trakoma, bahan kimia,
radiasi, dan ocular pemphigoid.
3. Lipid deficiency and abnormalities.
Keadaan ini terjadi pada beberapa kasus congenital anhidrotic ectodermal
dysplasia disertai dengan tidak adanya glandula meibom dan sering
ditemukan pada kasus blepharitis kronis dan meibomitis kronis.
4. Impaired eyelid function
Impaired eyelid function atau gangguan fungsi kelopak mata. Hal ini terjadi
pada pasien Bell’s palsy, exposure keratitis, dellen, symbleparon,
pterygium, lagoftalmus nokturnal, dan ektropion.
5. Epithelopaties.
Karena permukaan kornea dan lapisan air mata sangat berhubungan erat,
maka adanya perubahan pada epitel kornea akan mempengaruhi
stabilitas lapisan air mata.
1.4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Mata Kering
Menurut DEWS 2007, Faktor risiko terjadinya sindroma mata kering
dibagi menjadi 3 berdasarkan level of evidence:
1. Mostly Consistent*
Usia tua, diet rendah asam lemak omega 3, terapi antihistamin,
bedah refraksi, terapi radiasi, defisiensi vitamin A wanita,
postmenopausal estrogen therapy, connective tissue disorder,
transplantasi hematopoietic stem cell, infeksi hepatitis C, dan defisiensi
8
androgen.
2. Suggestive**
Etnik asia, diuretik, beta bloker dan terapi anti depresan trisiklik,
diabetes mellitus, HIV/AIDS, kemoterapi sistemik, insisi yang terlalu
lebar pada ECCE dan PK, disfungsi ovarium, kelembaban udara,
Sarkoidosis, dan konsumsi isotretinoin.
3. Unclear***
Kehamilan, merokok, kontrasepsi oral, etnis hispanik, gout, terapi
antikolinergik, terapi antipsikotik, jerawat, injeksi botulinum, konsumsi
alkohol, dan Menopause.
Keterangan:
* mostly consistent : adanya bukti penelitian yang dipublikasikan
di jurnal peer reviewed `1dan adanya bukti
data klinis.
** suggestive : menunjukan 1 atau 2 kondisi berikut,
keraguan publikasi peer reviewed atau
adanya keterbatasan informasi yang
mendukung,yang dipublikasikan atau tidak
dipublikasikan dimana saja selain di jurnal
peer reviewed.
*** Unclear : adanya konflik informasi pada jurnal peer
reviewed tetapi tetap didasari dasar rasional
biologis.
Menurut American Optometric Association, sindrom mata kering
dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya yaitu:
a. Usia
Menurut American Academy of Ophthalmology, Sindroma mata
kering terbanyak ditemukan dengan usia rata-rata antara 50 sampai 70
tahun. Sedangkan menurut American Optometric Association, sindroma
mata kering adalah bagian dari proses penuaan, dan mayoritas
penderitanya adalah seseorang dengan dengan usia lebih dari 65 tahun.
b. Jenis Kelamin
9
Sindroma mata kering sering menyerang seseorang dengan
berjenis kelamin perempuan karena perubahan hormonal yang
diakibatkan oleh kehamilan, penggunaan pil kontrasepsi, dan menopause.
c. Obat-obatan
Obat-obatan termasuk antihistamin dan antidepresan dapat
menurunkan jumlah air mata yang diproduksi.
d. Kondisi Lingkungan
Orang yang tinggal di daerah iklim kering lebih berpotensi untuk
terkena sindrom mata kering. Kelembaban udara yang rendah
menyebabkan evaporasi atau penguapan air mata lebih cepat. Debu,
kotoran, dan polusi akan membuat sindroma mata kering menjadi lebih
parah. Sering terpapar asap rokok, AC, dan kegagalan untuk berkedip
secara teratur seperti ketika sedang menatap layar komputer dalam jangka
waktu yang lama dapat meningkatkan penguapan air mata sehingga
mengakibatkan sindroma mata kering.
e. Kondisi Medik
Seseorang dengan penyakit Rheumatoid Arthritis, Diabetes
Melitus serta penyakit Tiroid lebih cenderung memiliki gejala mata
kering. Juga seseorang dengan peradangan palpebra (blepharitis) dan
peradangan mata dapat menyebabkan terjadinya sindroma mata kering.
f. Faktor-faktor lain
Penggunaan lensa kontak dalam jangka waktu yang lama dapat
menjadi faktor terjadinya sindroma mata kering. Operasi mata seperti
LASIK (Laser-Assisted In Situ Keratomileusis) dapat menurunkan
produksi air mata dan juga menyebabkan mata kering.
1.5. Keluhan Mata Kering
Pasien dengan mata kering paling sering mengeluhkan sensasi
tergores (scratchy) atau berpasir (benda asing). Gejala umum lainnya adalah
gatal, sekresi mukus berlebih, ketidakmampuan menghasilkan air mata,
sensasi terbakar, fotosensitivitas, kemerahan, sakit, dan sulit menggerakkan
palpebra. Pada kebanyakan pasien, ciri paling jelas pada pemeriksaan mata
adalah tampilan mata yang secara kasar tampak normal. Ciri paling khas pada
10
pemeriksaan slitlamp adalah terputus atau tiadanya meniskus air mata di
tepian palpebra inferior. Benang-benang mukus kental kekuningan kadang-
kadang terlihat dalam forniks konjungtiva inferior. Pada konjungtiva bulbaris
tidak tampak kilauan yang normal dan mungkin menebal, edema, dan
hiperemis (Riordan-eva and Whitcher, 2007).
1.6. Pemeriksaan Mata Kering
Pada sindroma mata kering, pemeriksaan dapat dilakukan dengan tear
break up time (TBUT), Ocular surface dye staining (fluorosein/rose bengal/
lissamine green test), skor OSDI, schimer test, uji ferning mata, sitologi
impresi, penilaian kadar lisozim air mata, osmlalitas air mata dan lactoferrin
(Riordan-eva and Whitcher, 2007).
A. Tear Break Up Time (TBUT)
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui kestabilan lapisan air
mata. Strip fluorosein yang telah dilembabkan dengan saline diletakan
pada konjungtiva tarsal inferior. Setelah beberapa kedipan, lapisan air
mata dinilai dengan mikroskop slitlamp dengan filter kobalt biru dan
dinilai bercak kering pertama yang muncul. TBUT abnormal bila kurang
dari 10 detik (Khurana, 2007).
TBUT (tear film break-up time) dapat diukur dengan meletakkan
secarik kertas berfluoresein yang sedikit dilembabkan pada konjungtiva
bulbaris dan meminta pasien berkedip. Film air mata kemudian diperiksa
dengan bantuan filter cobalt pada slitlamp, sementara pasien diminta agar
tidak berkedip. Waktu sampai munculnya bintik-bintik kering yang
pertama pada lapisan fluorescein kornea adalah “tear film break-up time”.
Biasanya waktu ini lebih dari 15 detik, tetapi akan berkurang secara nyata
pada penggunaan anestetik lokal, manipulasi mata, atau dengan menahan
palpebra agar tetap terbuka. Waktu ini lebih pendek pada mata dengan
defisiensi air mata dan lebih singkat dari normalnya pada mata dengan
defisiensi musin (Riordan-eva and Whitcher, 2007).
B. OSDI (Ocular Surface Disease Index)
Kuesioner OSDI (Ocular Surface Disease Index) digunakan
11
untuk mengukur gejala mata kering. Subjek ditanya pertanyaan tentang
gejala mata kering yang mereka alami selama satu minggu recall period.
Pertanyaan OSDI diambil dari 3 subskala yang berbeda; gejala okular,
fungsi terkait penglihatan, dan pemicu lingkungan. Setiap jawaban diberi
skor pada skala 4 poin dari nol (menunjukkan tidak ada masalah) hingga
empat (menunjukkan masalah yang signifikan). Tanggapan untuk semua
pertanyaan digabungkan untuk menghasilkan skor OSDI komposit yang
berkisar dari 0 hingga 100, dengan skor OSDI yang lebih tinggi
menunjukkan gejala yang lebih parah. Gejala mata kering, seperti
kekeringan, terbakar, sensasi benda asing, rasa sakit menusuk, fotofobia,
dan fluktuasi visual juga dicatat (Li et al., 2013).
C. Ocular Surface Dye Staining
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui kerusakan
permukaan okuli (Basak, 2013), terdiri atas :
1. Fluorescein Dye Test
Pewarnaan ini menandai kornea dan epitel konjungtiva,
dimana jika ada gangguan pada intercellular junction warna akan
meresap ke jaringan. Strip fluorescein yang dibasahi larutan saline
digunakan untuk menodai lapisan air mata. Setelah diberi pewarna,
permukaan okuler diperiksa melalui mikroskop slitlamp
menggunakan filter kobalt biru. Pewarnaan bisa menjadi lebih jelas
setelah 1-2 menit. Bercak pewarnaan fluorescein diamati pada mata
kering dan pewarnaan lebih mudah divisualisasikan pada kornea
daripada konjungtiva.
2. Rose Bengal Staining
Pemeriksaan ini dilakukan dengan strip yang dibasahi saline.
Penggunaan saline digunakan untuk membasahi strip setidaknya 1
menit agar mencapai konsentrasi maksimal untuk menodai
permukaan okuli. Pewarnaan ini mudah divisualisasikan pada
konjungtiva daripada kornea dan mudah diamati dengan red free
filter.
3. Lissamine Green Test
12
Lissamine green test memiliki profil pewarnaan yang serupa
dengan rose Bengal staining dan lebih berisiko rendah menyebabkan
iritasi pada okuler.
C. Schirmer test
Uji ini dilakukan dengan mengeringkan film air mata dan
memasukkan strip Schirmer (kertas saring) ke dalam cul-de-sac
konjungtiva inferior di perbatasan antara bagian sepertiga tengah dan
temporal palpebra inferior. Bagian basah yang terpajan diukur 5 menit
setelah dimasukkan. Panjang bagian basah kurang dari 10 mm tanpa
anestesi dianggap abnormal. Bila dilakukan tanpa anestesi, uji ini
mengukur fungsi kelenjar lakrimal utama, yang aktivitas sekresinya
dirangsang oleh iritasi kertas saring itu. Uji Schirmer yang dilakukan
setelah anestesi topikal (tetracaine 0,5%) mengukur fungsi kelenjar
lakrimal aksesorius. Kurang dari 5 mm dalam 5 menit adalah abnormal.
Namun, uji Schirmer dengan anestesi dianggap kurang dapat diandalkan.
Uji Schirmer adalah uji penyaring untuk menilai produksi air
mata. Dijumpai hasil “false-positive” dan “false-negative”. Hasil rendah
kadang-kadang ditemukan pada mata normal secara sporadik dan uji
normal dapat dijumpai pada mata kering terutama yang sekunder
terhadap defisiensi musin (Riordan-eva and Whitcher, 2007).
D. Uji Ferning Mata
Sebuah uji untuk meneliti mukus konjungtiva dilakukan dengan
mengeringkan kerokan konjungtiva di atas kaca obyek. Percabangan
seperti pohon (ferning) yang tampak secara mikroskopis terlihat pada
mata normal. Pada pasien konjungtivitis yang menimbulkan parut
(pemfigoid mata, sindrom Stevens-Johnson, parut konjungtiva difus),
percabangan mukus tersebut berkurang atau hilang (Riordan-eva and
Whitcher, 2007).
E. Sitologi Impresi
Sitologi impresi adalah cara menghitung densitas sel goblet di
permukaan konjungtiva. Pada orang normal, populasi sel goblet tertinggi
ada di kuadran infranasal. Hilangnya sel goblet ditemukan pada kasus
13
keratokonjungtivitis sika, trakoma, pemfigoid okular dengan sikatriks,
sindrom Stevens-Johnson, dan Avitaminosis A (Riordan-eva and
Whitcher, 2007).
F. Pemulasan Fluorescein
Menyentuh konjungtiva dengan secarik kertas kering
berfluoresein adalah indikator yang baik untuk derajat basahnya mata,
dan meniskus air mata bisa terlihat dengan mudah. Fruoresein akan
meluas daerah-daerah erosi dan terluka selain defek mikroskopis epitel
kornea (Riordan-eva and Whitcher, 2007).
G. Penilaian Kadar Lisozim Air Mata
Penurunan kadar lisozim air mata umumnya terjadi pada awal
perjalanan sindrom Sjorgen dan berguna untuk mendiagnosis penyakit
tersebut. Air mata ditampung pada kertas Schirmer dan dinilai kadarnya.
Cara paling umum adalah penilaian secara spektrofotometris (Riordan-
eva and Whitcher, 2007).
H. Osmolalitas Air Mata
H i p e r o s m o l a l i t a s a i r m a t a t e l a h d i l a p o r k a n p a d a
keratokonjungtivitis sika dan pemakai lensa kontak dan diduga sebagai
akibat berkurangnya sensitivitas kornea. Berbagai laporan menyebutkan
bahwa h iperosmola l i tas ada lah u j i pa l ing spes i f ik bagi
keratokonjungtivitis sika. Keadaan ini bahkan dapat ditemukan pada
pasien dengan uji Schirmer dan pemulasan Bengal rose yang normal
(Riordan-eva and Whitcher, 2007).
I. Lactoferrin
Lactoferrin dalam air mata akan rendah pada pasien dengan
hiposekresi kelenjar lakrimal. Perangkat penguji tersedia di pasaran
(Riordan-eva and Whitcher, 2007).
1.7. Pengaruh Hormon terhadap Mata Kering
Film air mata memiliki tiga komponen utama - lapisan air yang disekresikan oleh
kelenjar lakrimal, lapisan lipid yang dikeluarkan oleh kelenjar meibom, dan musin
yang disekresikan oleh sel piala konjungtiva. Produksi air mata, penguapan,
14
drainase, kesehatan sel epitel kornea, pleksus saraf subbasal kornea dan inflamasi
dan status imun kornea saling mempengaruhi untuk mempertahankan homeostasis
permukaan okular. Dengan mempengaruhi mekanisme yang disebutkan di atas,
hormon seks berperan dalam patogenesis sindroma mata kering.
Baik androgen dan estrogen memiliki efek yang diketahui pada sintesis dan
komponen film air mata. Reseptor steroid seks terdapat pada kelenjar meibom,
yang merupakan kelenjar sebaceous pada kelopak mata yang bertanggung jawab
untuk memproduksi komponen minyak air mata yang mencegah penguapan. [ 11 ]
Pengikatan androgen menghasilkan sintesis dan sekresi lipid dari kelenjar ini,
sementara estrogen sebenarnya menyebabkan penurunan produksi lipid. [ 12 ]
Karena alasan ini, peningkatan kadar estradiol diyakini sebagai faktor risiko mata
kering.
Namun, hubungan yang tepat antara kadar hormon seks serum dan gejala klinis
mata kering masih belum jelas dan kontroversial. Ablamowicz et al . menemukan
bahwa estrogen dan testosteron keduanya meningkat pada kelompok wanita
dengan mata kering dibandingkan dengan kelompok wanita tanpa mata kering,
tetapi perbedaan ini tidak signifikan. [ 5 ] Sebaliknya, Gagliano et al . menemukan
bahwa wanita pascamenopause dengan mata kering yang mengalami penguapan
yang parah memiliki kadar estradiol dan testosteron yang lebih rendah daripada
kelompok kontrol.
Satu penjelasan yang mungkin adalah bahwa testosteron meningkat akibat
disfungsi mata kering dan kelenjar meibom oleh mekanisme umpan balik. Telah
diamati bahwa kadar testosteron meningkat karena lebih banyak kelenjar
meibomian hilang pada wanita pascamenopause. Selain itu, testosteron telah
terbukti melindungi terhadap kerusakan kelenjar meibom dan drop out pada model
tikus. [ 5 ] Ini mungkin mengapa testosteron, yang diyakini bermanfaat pada
pasien mata kering, seringkali meningkat secara paradoks pada wanita dengan
mata kering.
1.8. Alat Kontrasepsi Hormonal
Ada bermacam-macam alat kontrasepsi hormonal yang beredar di Indonesia
antara lain pil KB, suntik, implan, patch, dan IUD. Kontrasepsi hormonal
15
merupakan metode kontrol kelahiran yang bekerja pada sistem endokrin. Hampir
semua metode terdiri dari hormon estrogen dan progesteron. Pengaruh
penggunaan obat hormon masih diperdebatkan apakah meningkat, menurun, atau
tidak memengaruhi risiko mata kering. Schaumberg et al . menemukan bahwa
obat estrogen plus progesteron secara signifikan meningkatkan risiko
dibandingkan tanpa obat hormon dengan rasio odds 1,29. [ 14 ] Juga telah
dilaporkan bahwa dosis obat yang lebih tinggi baik dari estrogen saja maupun
estrogen plus progesteron menghasilkan peningkatan keparahan gejala mata
kering dibandingkan dengan dosis yang lebih rendah. [ 8 ] Penelitian lain
menemukan bahwa obat hormon sebenarnya mengurangi keluhan mata dan
meningkatkan produksi air mata kuantitatif. [ 15, 16 ] Selanjutnya, Jensen et
al . melaporkan wanita yang menggunakan obat hormon lebih dari 5 tahun
memiliki keluhan mata yang jauh lebih sedikit dan produksi air mata yang lebih
besar dibandingkan wanita yang menggunakan kurang dari 5 tahun. [ 16 ]
Meskipun hubungan yang tepat antara obat hormon dan mata kering masih
diperdebatkan. Efek dari terapi estrogen plus progesteron kurang jelas, tetapi studi
terkontrol terbaru dan terbesar menunjukkan peningkatan risiko gejala mata kering
pada wanita yang menggunakan obat hormon estrogen dan estrogen plus
progesteron.(8)
16
BAB 3. METODE PENELITIAN
1. Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan studi observasional analitik. Rancangan
penelitian ini menggunakan uji cross sectional. Pengambilan sampel dengan cara
consecutive sampling.
2. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi Penelitian
Populasi penelitian adalah setiap subyek yang memenuhi kriteria yang
diinginkan, sedangkan populasi target adalah populasi yang menjadi
sasaran akhir penerapan hasil penelitian. Pada penelitian ini yang menjadi
populasi penelitian adalah semua wanita 30-45 th.
2. Sampel Penelitian
Sampel penelitian adalah bagian dari populasi yang dipilih dengan cara
tertentu sehingga dapat mewakili populasinya. Sampel penelitian ini
meliputi subyek yang memenuhi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi.
Besar Sampel
Besar sampel dihitung berdasarkan rumus beda rerata dengan hipotesis
dua arah
( Zα √ 2PQ + Zβ √P1Q1 + P2Q2 ) 2
N 1 = N 2 = --------------------------------------
( P1 – P2 )2
Keterangan :
N 1 = besar sampel pada kelompok 1
N 2 = besar sampel pada kelompok 2
Zα = 1,64 = kesalahan tipe 1
17
Zβ = 0,84 = kesalahan tipe 2
P2 = proporsi pada kelompok yang sudah diketahui nilainya = 0,91
Q2 = 1 – P2 = 0,09
P1 = proporsi pada kelompok yang nilainya merupakan judgement
peneliti = 1
Q1 = 1 – P1 = 0
P1-P2 = selisih proporsi minimal yang dianggap bermakna = 0,1
P = proporsi total = (P1 + P2)/2 = 0,95
Q = 1 – P = 0,05
Jadi :
N 1 = N 2 = 54,76 = 55
Besar sampel pada penelitian ini yang diambil sebanyak 55 sampel pada
masing-masing kelompok sehingga total sampel yang diambil adalah
110 sampel.
3. Kriteria Inklusi dan Eksklusi Penelitiian
Kriteria Inklusi kelompok kontrasepsi oral
a. Wanita usia 18-40 th
b. Telah menggunakan kontrasepsi pil kombinasi minimal 3 bulan sebelum pemeriksaan
c. Siklus menstruasi teratur antara 2-35 hari
d. Bersedia ikut dalam penelitian dengan menandatangani
surat persetujuan
Kriteria Inklusi kelompok kontrol
a. Wanita usia 18-40 th
b. Tidak menggunakan kontrasepsi pil kombinasi minimal 3 bulan sebelum pemeriksaan
c. Siklus menstruasi teratur antara 2-35 hari
d. Bersedia ikut dalam penelitian dengan menandatangani
surat persetujuan
18
Kriteria Eksklusi
a. Pernah menjalani operasi mata sebelumnya.
b. Memiliki riwayat inflamasi mata dalam 3 bulan sebelum pemeriksaan
c. Konsumsi obat-obatan (antihistamin, antiglaukoma, antihipertensi, OAT, OAD)
d. Riwayat penyakit sistemik (DM, Hipertensi, autoimun)
4. Variabel Penelitian
Variabel yang digunakan pada penelitian ini adalah :
1. Variabel bebas : alat kontrasepsi hormonal
Berupa pil kombinasi yang engandung estrogen dan progesteron selama
minimal 3 bulan.
2. Variabel tergantung : kejadian mata kering 2.1. Kejadian mata kering yang dinilai berdasarkan OSDI.
Kategori :
Normal : 0 - 12 Poin
Mild : 13 – 22 Poin
Moderate : 23 – 32 Poin
Severe : 33 – 100 Poin
2.2. Kejadian mata kering yang dinilai berdasarkan TUBT.
Kategori :
Normal : 0 - 12 Poin
Mild : 13 – 22 Poin
Moderate : 23 – 32 Poin
Severe : 33 – 100 Poin
5. Tahapan Penelitian
1. Peneliti mengajukan surat permohonan ijin penelitian dan ethical
clearance kepada Komisi Etik Fakultas Kedokteran Unissula Semarang.
2. Pasien yang memenuhi kriteria inklusi akan dianamnesis untuk
mendapatkan data dasar yang meliputi usia, jenis kelamin, pekerjaan, dan
19
riwayat penyakit dan penggunaan obat-obatan.
3. Pasien dijelaskan mengenai jalannya penelitian dan bila menyetujui,
diminta menandatangani lembar persetujuan informed consent.
4. Dilakukan pengambilan data subjektif (kuesioner OSDI) dan objektif
(pemeriksaan TUBT).
5. Dilakukan pengumpulan data dan analisa statistik.
6. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data
Dilakukan pengolahan data demografi dengan Student t-test. Perbedaan hasil
pengukuran antara dua kelompok diukur dengan t-test. Perbedaan antara hasil
pengukuran antara fase folikuler dan fase luteal diukur dengan menggunakan
Paired t-tests. Perbedaan antara 4 kelompok dianalisa dengan menggunakan
ANOVA atau Kruskal Wallis test.
11
BAB 4. BIAYA DAN JADWAL PENELITIAN
1. Anggaran Penelitian
2. Jadwal Penelitian
No. Jenis Pengeluaran
Biaya yang Diusulkan (Rp)
1. H o n o r a r i u m u n t u k p e l a k s a n a , p e t u g a s laboratorium, pengumpul data, pengolah data, penganalisis data, honor operator, dan honor pembuat sistem (maksimum 30% dan dibayarkan sesuai ketentuan)
7.500.000,-
2. Pembelian bahan habis pakai untuk ATK, fotocopy, surat menyurat, penyusunan laporan, cetak, penjilidan laporan, publikasi, pulsa, internet, bahan laboratorium, langganan jurnal (maksimum 60%)
13.450.000,-
3. Perjalanan untuk biaya survei/sampling data, seminar/workshop DN-LN, biaya akomodasi- konsums i , pe rd i em/ lumpsum, t r anspo r t (maksimum 40%)
4.050.000,-
4. Sewa untuk peralatan/mesin/ruang laboratorium, kendaraan, kebun percobaan, peralatan penunjang penelitian lainnya (maksimum 40%)
-
Jumlah 25.000.000,-
No.
Jenis Kegiatan Tahun I
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1. Koordinasi tim
2. Pengadaan instrument penelitian
12
3. Pelaksanaan
4. Pengolahan data
5. Penyusunan laporan
6. Penyerahan Laporan
7. Penulisan manuskrip untuk publikasi ilmiah
8. Submission dan review
9. Submit abstrak untuk presentasi seminar
13
DAFTAR PUSTAKA
American Optometric Association, 2014, Dry Eye, Dalam: http://www.aoa.org/patients-and-public/eye-and-visionproblems/glossary-of-eye-and-vision-conditions/dry-eye?sso=y, Dikutip tanggal 15 Agustus 2019
Basak, S. K. (2013) Dry Eye Disease. New Delhi. Edited by Majji and A. Babu. New Delhi.
Cai, W. et al. (2017) ‘Dry eye and corneal sensitivity after small incision lenticule extraction and femtosecond laser-assisted in situ keratomileusis: a Meta-analysis’, International Journal of Ophthalmology, 10(4). doi: 10.18240/ijo.2017.04.21.
Cox, J. et al. (2010) ‘Anatomy of the human corneal innervation Experimental Eye Research Anatomy of the human corneal innervation’, Elsevier, (October 2019), pp. 478–492. doi: 10.1016/j.exer.2009.12.010.
Foulks, G. N. et al. (2007) ‘International Dry Eye 2007 Report of the WorkShop (DEWS)’, The Ocular Surface, 5(2), p. 142.
Ilyas, S. (2015) Ilmu Penyakit Mata. 5th edn. Edited by H. Utama. Jakarta: Balai Penerbit FK UI.
Khurana, A. K. (2007) Comprehensive Opthalmology. 4th edn. New Delhi: New Age International.
Kyei, S. et al. (2018) ‘Association between dry eye symptoms and signs’, Journal Of Current Ophttalmology, 30, pp. 321–325. doi: https://doi.org/10.1016/j.joco.2018.05.002.
Lang, G. K. et al. (2000) Ophthalmology Short Textbook. Edited by D. Ludwigsburg. Germany: Wemding.
Lemp, M. A. et al. (2007) ‘The Definition and Classification of Dry Eye Disease: Report of the Definition and Classification Subcommittee of the International Dry Eye WorkShop (2007)’, The Ocular Surface, 3.
McKinley, M. and O’Loughin, V. D. (2012) Human Anatomy. 3rd edn. Edited by C. H. Wheatley. America, New York: McGraw-Hill Education.
Mescher, A. L. (2013) Junqueira’s Basic Histology Text & Atlas. 13th edn. United States: McGraw-Hill Education.
Moore, K. L., Dalley, A. F. and Agur, A. M. . (2013) Clinically Oriented Anatomy. 7th Editio. Edited by C. Taylor. China: Lippincott Williams & Wilkins, a Wolters Kluwer business.
Murube, E. et al. (2013) New trends in Ophtalmology Medical and Surgical Management (Dry eye and refractive surgery). India: JayPee Highlights Medical Publisher.
14
De Paiva, C. et al. (2006) ‘The Incidence and Risk Factors for Developing Dry Eye After Myopic LASIK’, American Academy Of Ophthalmology, pp. 438–445. doi: 10.1016/j.ajo.2005.10.006.
Riordan-eva, P. and Whitcher, J. P. (2007) Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum. 17th edn. Edited by D. Susanto. Jakarta: EGC.
Rouen, P. A. and White, M. L. (2018) ‘Dry eye Disease, Prevalence, Assessment, and Management’, Wolters Kluwer Health, 36(2), pp. 74–83. doi: DOI:10.1097/NHH.0000000000000652.
Schiffman, R. M. et al. (2000) ‘Reliability and Validity of the Ocular Surface Disease Index’, American Medical Association, 118(May), p. 7.
Sherwood, L. (2016) Fisiologi Manusia, dari sel ke sistem : Susunan saraf tepi; Divisi Aferen; Indera Khusus. 9th edn. Jakarta: EGC.
Smith, J. A. et al. (2007) ‘The Epidemiology of Dry Eye Disease: Report of the Epidemiology Subcommittee of the International Dry Eye WorkShop (2007)’, The Ocular Surface.
Peck, T. et al. (2017) 'Dry Eye Syndrome in Menopause and Perimenopause Age Groups'. J Midlife Health, Apr-Jun; 8(2):51-54
15
LAMPIRAN
Lampiran 1. Justifikasi Anggaran Penelitian
1. HonorariumHonor
Honor/Jam (Rp)
Waktu
Mingg
Honor per Tah
Pen 12. 20 16 4.0Pen 11. 20 16 3.5
Subtotal (Rp) 7.52. Pembelian Bahan Habis Pakai
Materi
Justifi
Kuanti
Harga Satuan
Harga Peralatan Tah
Lembar data hasil anamnesis pasien
Penandatanganan
110 bendel
1000 110.00
Lembar surat persetujuan
Penandatanganan
110 bendel
1000 110.00
Pemeriksaan tekanan darah, gula darah sewaktu dan tekanan
110 pasien
17500 1.925.000,-Alat bedah minor 1 set 1.2
Triamcinolone Untuk 110 40 mL 2.2AnalisisSlitlamp biomikroskopi dan
110 sampel
2.000.
110 paket
4.000.000,-
1 paket obat: salep Xitrol® asam
mefenamat
Keperluan surat menyurat, photo-
1 tahun 1 1.000.000
1.000.000,-
Flash disk 16 GB 1 120.000 120.000,-
Compact-disc untuk penyimpanan data
10 15.000 150.000,-
Kertas HVS 80 gram 3 100.000 300.000,-Alat-alat tulis 1 paket 300.000 300.000,-Entry data data 110 1000 110.000,-Analisis data Data 1 paket 500.000 500.000,-
Subtotal (Rp) 14.075.000,-3. Perjalanan
Materi
Justifikas
Kuanti
Harga Satuan
Biaya per Tahun
Konsumsi rapat 3 kali 3 orang 14. 125.000,-Konsumsi pengarahan pada pasien pada saat
1 kali 110 orang
15.000
1.650.000,-
Konsumsi 1 kali 110 15. 1.650.000,-Subtotal (Rp) 3.425.000,-
4. SewaMateri
Justifikasi Sewa
Kuanti
Harga
Biaya per Tah
-Subtotal (Rp) -
Total (Rp) 25.000.0
Lampiran 2. Susunan organisasi tim peneliti dan pembagian tugas
No Nama/
Instansi Asal
Bidang Ilmu
Alokasi
Uraian Tugas
1. dr. Nika Bellarinatasari, Sp. M., M. Sc./ 061612750
Universitas Islam Sultan
Ilmu Penyakit Mata
20 jam/minggu
Mengkoordinir pengumpulan sampel d a n a l a t / b a h a n medis, pengambilan
2. dr. Menik Sahariyani, M. Sc./
Universitas Islam
Parasitologi
20 jam/ minggu
M e n g k o o r d i n i r pengambilan data, m e n g o l a h d a t a ,
18
Lampiran 3. Biodata ketua dan anggota tim pengusul
1. Biodata Ketua Peneliti
A. Identitas Diri
B. Riwayat Pendidikan
C. Pengalaman Penelitian Dalam 5 Tahun Terakhir
1 Nama Lengkap dr. Nika Bellarinatasari, Sp. M., M. Sc.2 Jabatan Fungsional Asisten Ahli
3 Jabatan Struktural Ketua Program Studi Program Pendidikan Profesi Dokter
4 NIP/NIK/Identitas Lain 2101020625 NIDN 06161275016 Tempat dan Tanggal Lahir Semarang, 16 Desember 19757 Alamat Rumah Jalan Ahmad Yani 1548 Nomor Telepon/Faks/HP 081642545039 Alamat Kantor Jl. Raya Kaligawe Km.4, Semarang10 Nomor Telepon/Faks (024) 658 358411 Alamat e-mail bellarinatasari @gmail.com12 Lulusan yang Telah
DihasilkanS1= ; S2= ; S3=
13 Mata Kuliah yang Diampu 1. Mata2. Metodologi Penelitian3.4.5.
S-1 S-2 S-3Nama Perguruan Tinggi
Universitas Diponego
Uniersitas Gajah Mada
Bidang Ilmu Kedokteran Umum
Master of Science/ spesialis MataTahun Masuk-Lulus
Judul Skripsi/Thesis/DisertasiNama Pembimbing/Promotor
No Tahun Judul PenelitianPendanaan
Sumber Jml (Juta
19
20
D. Pengalaman Pengabdian Kepada Masyarakat Dalam 5 Tahun Terakhir
E. Pengalaman Penulisan Artikel Ilmiah Dalam Jurnal Dalam 5 Tahun Terakhir
F. Pengalaman Penyampaian Makalah Secara Oral Pada Pertemuan / Seminar Ilmiah Dalam 5 Tahun Terakhir
G. Pengalaman Penulisan Buku dalam 5 Tahun Terakhir
1 2014 Analisis Pola Sosial Interaksi Mahasiswa Pada Pembelajaran Interprofesi Kesehatan Berbasis Komunitas
FK UNISSULA
10
2
3
No Tahun Judul Pengabdian kepada Masyarakat
PendanaanSumber Jml (Juta
Rp)1 2014 Penyuluhan Katarak di Panti Wredha Ngaliyan Semarang
FK UNISSULA
4.825
No Judul Artikel Ilmiah Volume/Nomor/Tahun
Nama Jurnal
No Nama Pertemuan
Judul Artikel Ilmiah Waktu & Tempat
No Judul Buku Tahun Jumlah
Penerbit
Dst
20
21
2. Biodata Anggota
A. Identitas Diri
B. Riwayat Pendidikan
C. Pengalaman Penelitian Dalam 5 Tahun Terakhir
1 Nama Lengkap dr. Menik Sahariyani, M. Sc.2 Jabatan Fungsional Asisten Ahli3 Jabatan Struktural Koordinator Evaluasi PPSK4 NIP/NIK/Identitas Lain 2101030745 NIDN 06041175016 Tempat dan Tanggal Lahir Tegal, 4 November 19757 Alamat Rumah Jalan Jangli II D8 Nomor Telepon/Faks/HP 081228065419 Alamat Kantor Jl. Raya Kaligawe Km.4, Semarang10 Nomor Telepon/Faks (024) 658 358411 Alamat e-mail [email protected] Lulusan yang Telah
DihasilkanS1= ; S2= ; S3=
13 Mata Kuliah yang Diampu 1. Tropis2. KPDL
S-1 S-2 S-3Nama Perguruan Tinggi
UNISSULA Universitas Gajah Mada
Bidang Ilmu Kedokteran
Tahun Masuk-LulusJudul Skripsi/Thesis/DisertasiNama Pembimbing/Promotor
No Tahun Judul PenelitianPendanaan
Sumber Jml (Juta
1
2
3
4
22
D. Pengalaman Pengabdian Kepada Masyarakat Dalam 5 Tahun Terakhir
E. Pengalaman Penulisan Artikel Ilmiah Dalam Jurnal Dalam 5 Tahun Terakhir
F. Pengalaman Penyampaian Makalah Secara Oral Pada Pertemuan / Seminar Ilmiah Dalam 5 Tahun Terakhir
G. Pengalaman Penulisan Buku dalam 5 Tahun Terakhir
5
6
7
8
No Tahun Judul Pengabdian kepada Masyarakat
PendanaanSumber Jml (Juta Rp)
No Judul Artikel Ilmiah Volume/Nomor/Tahun
Nama Jurnal
No Nama Pertemuan
Judul Artikel Ilmiah Waktu & Tempat
No Judul Buku Tahun Jumlah
Penerbit
Dst
23
24