usm pemidanaan terhadap pelaku tindak pidana …

65
USM PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMALSUAN SURAT YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA TENTARA NASIONAL INDONESIA (TNI) SKRIPSI Diajukan untuk melengkapi tugas Dan memenuhi syarat-syarat guna menyelesaikan Program Studi S1.Ilmu Hukum Oleh Nama :Umi Fathekah. Nim :A.111.12.0005. FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEMARANG SEMARANG TAHUN 2016

Upload: others

Post on 16-Nov-2021

14 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: USM PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA …

USM

PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMALSUAN SURATYANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA TENTARA NASIONAL INDONESIA (TNI)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas

Dan memenuhi syarat-syarat guna menyelesaikan

Program Studi S1.Ilmu Hukum

Oleh

Nama :Umi Fathekah.

Nim :A.111.12.0005.

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SEMARANG

SEMARANG

TAHUN 2016

Page 2: USM PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA …

i

Page 3: USM PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA …

ii

Page 4: USM PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA …

iii

Page 5: USM PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA …

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah

memberikan rahmat dan hidayat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan

judul : “PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMALSUAN

SURAT YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA TENTARA NASIONAL

INDONESIA MILITER (TNI)”. Yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh

gelar sarjana hukum di Universitas Semarang.

Skripsi ini tidak mungkin terselesaikan tanpa bantuan dari berbagai pihak berupa

dorongan yang sangat berharga bagi penulis. Untuk itu melalui kesempatan ini penulis ingin

mengucapkan banyak terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada :

1. Prof. Dr. H. Pahlawansjah Harahap, S.E., M.E., selaku Rektor Universitas Semarang.

2. Ibu B. Rini Heryanti, S.H., M.H., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Semarnag.

3. Ibu Endah Pujiastuti, S.H., M.H., selaku Ketua Program S1 Ilmu Hukum Fakultas

Hukum Universitas Semarang.

4. Ibu Ani Triwati, S.H.,M.H., selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan

bimbingan kepada penulis dalam pembuatan skripsi ini.

5. Ibu Dewi Tuti Muryati, S.H., M.H., selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan

bimbingan kepada penulis dalam pembuatan skripsi ini.

6. Bapak dan Ibu Dosen, beserta staf dan karyawan di lingkungan Fakultas Hukum

Universitas Semarang.

7. Kedua orang tuaku tercinta yang telah memberikan dukungan penuh sehingga skripsi ini

dapat terselesaikan.

8. Kakakku tersayang yang telah memberikan dukungan penuh sehingga skripsi ini dapat

terselesaikan.

Page 6: USM PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA …

v

Page 7: USM PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA …

vi

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Sebenarnya, Al-Quran itu adalah ayat-ayat yang nyata di dalam dada orang

orang yang diberi ilmu. Dan tidak ada yang mengingkari Ayat-ayat kami

kecuali orang-orang yang zalim.

(Qs.Al-Ankabut : 49)

Kupersembahkan skripsi ini untuk :

1. Allah SWT

2. Keluargaku tercinta

3. Teman-teman Fakultas Hukum Universitas Semarang angkatan 2012

4. Almamaterku Tercinta

Page 8: USM PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA …

vii

ABSTRAK

Pada kenyataannya meskipun banyak peraturan yang mengatur mengenai kejahatan

pemalsuan dan dengan ancaman yang cukup berat, masih banyak anggota masyarakat

termasuk anggota TNI yang memalsukan surat demi tujuan tertentu. Peneliti mengangkat dua

permasalahan yaitu bagaimanakah pemidanaan terhadap pelaku tindak pidana pemalsuan

surat yang dilakukan oleh anggota TNI dan bagaimanakah pertimbangan hakim militer dalam

menjatuhkan putusan terhadap pelaku tindak pidana pemalsuan surat yang dilakukan oleh

anggota TNIdengan studi kasus Putusan Nomor 28-K / PM.II-10 / AD / VII / 2015 di

Pengadilan Militer II-10 Semarang. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini

adalah metode pendekatan yuridis normatif dengan spesifikasi penelitian deskritif analitis,

metode analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif. Pemidanaan terhadap pelaku

tindak pidana pemalsuan surat yang dilakukan oleh anggota TNI dengan studi kasus Putusan

Nomor 28-K / PM.II-10 / AD / VII / 2015 di Pengadilan Militer II-10 Semarang. Pemidanaan

didasarkan pada dakwaan Oditur Militer II-10 Semarang yaitu Pasal 266 ayat (1) KUHP,

pembuktian dalam perkara ini ada 3 (tiga) alat bukti yaitu keterangan saksi, keterangan

Terdakwa GWA, dan3 (tiga) surat-surat. Pada intinya Oditur Militer menuntut terdakwa

pidana penjara selama 7 (tujuh) bulan. Putusan Pengadilan Militer II-10 Semarang mengadili

Terdakwa GWA dengan pidana penjara selama 4 (empat) bulan.Pertimbangan hakim militer

dalam menjatuhkan putusan terhadap Terdakwa GWA meliputi hal yang memberatkan yaitu

perbuatan Terdakwa GWA bertentangan dengan sumpah prajurit ketiga yaitu tunduk kepada

hukum dan memegang teguh disiplin keprajuritan karena menyuruh memasukan keterangan

palsu kepada pejabat yang berwenang demi memenuhi keinginan Terdakwa GWA untuk

menceraikan istri Terdakwa. Sebelum perkara ini Terdakwa GWA telah di pidana penjara

selama 3 (tiga) bulan dengan masa percobaan selama 5 (lima) bulan dalam perkara

menelantarkan keluarga sesuai Putusan Pengadilan Nomor : 14-K/PM II-10/AD/IV/2014,

yang meringankan Terdakwa GWA adalah bahwa Terdakwa GWA mengakui berterus terang

mengakui perbuatan yang dilakukannya dan tidak berbelit-belit sehingga memperlancar

jalannya persidangan.

Kata kunci : pemidanaan, anggota militer, pemalsuan surat

Page 9: USM PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA …

viii

DAFTAR ISI

SURAT PERNYATAAN .....................................................................................................i

HALAMAN PENGESAHAN ...............................................................................................ii

HALAMAN PENGUJIAN ....................................................................................................iii

KATA PENGANTAR ...........................................................................................................iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN .........................................................................................vi

ABSTRAK .............................................................................................................................vii

DAFTAR ISI ..........................................................................................................................viii

BAB IPENDAHULUAN ......................................................................................................1

A. Latar Belakang Penelitian ..................................................................................1

B. Perumusan Masalah ............................................................................................4

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...........................................................................5

D. Sistematika Penulisan .........................................................................................6

BAB IITINJAUAN PUSTAKA ..........................................................................................8

A. Tinjauan tentang Tindak Pidana .........................................................................8

1. Pengertian Tindak Pidana ...........................................................................8

2. Jenis-Jenis Tindak Pidana ...........................................................................11

3. Unsur-Unsur Tindak Pidana .......................................................................14

4. Tindak Pidana Pemalsuan Surat..................................................................15

B. Tinjauan tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) ..........................................17

1. Pengertian Tentara Nasional Indonesia ......................................................17

2. Peran, Tugas dan Fungsi TNI .....................................................................19

3. Tinjauan tentang Sistem Peradilan Militer .................................................20

4. Kode Etik Tentara Nasional Indonesia .......................................................25

BAB IIIMETODE PENELITIAN ......................................................................................29

A. Metode Pendekatan ............................................................................................29

Page 10: USM PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA …

ix

B. Spesifikasi Penelitian .........................................................................................30

C. Metode Penentuan Sampel .................................................................................30

D. Metode Pengumpulan Data ................................................................................31

E. Metode Analisis Data .........................................................................................32

BAB IVHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ....................................................34

A. Pemidanaan terhadap Pelaku Tindak Pidana Pemalsuan Surat

yangdilakukan oleh Anggota TNI berdasarakan Putusan Nomor: 28-

K/PM.II-10/AD / 2015 di Pengadilan Militer II-10 Semarang ..........................34

B. Pertimbangan Hakim Militer dalam Menjatuhkan Putusan terhadap Pelaku

Tindak Pidana Pemalsuan Surat yang dilakukan oleh Anggota TNI

berdasarkan Putusan Nomor : 28-K / PM.II-10 / AD / 2015 di Pengadilan

Militer II-10 Semarang ......................................................................................46

BAB VPENUTUP.................................................................................................................52

A. Simpulan .............................................................................................................52

B. Saran ...................................................................................................................53

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................................x

Page 11: USM PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA …

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. Sebagai

negara yang berdasarkan atas hukum, sudah menjadi kewajiban bersama untuk

menegakkan hukum di segala bidang kehidupan masyarakat. Pasal 27 ayat (1)

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dinyatakan “Setiap

warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintah wajib

menjunjung hukum pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”. Dengan adanya

Pasal 27 ayat (1) tersebut menunjukkan bahwa negara Indonesia memperlakukan

sama semua orang di mata hukum (equality before the law)tanpa mengenal suku,

ras, agama, jabatan dan lain-lain.

Untuk menegakan hukum di Indonesia, diperlukan peraturan hukum,

diantaranya berupa undang-undang. Undang-undang berfungsi sebagai pengatur

tingkah laku masyarakat sehingga tidak berbuat sesuatu yang dapat merugikan

anggota masyarakat lainnya. Tindak kriminal semakin marak terjadi dengan

berbagai macam modus, sehingga dibutuhkan penegak hukum yang berkompeten

dan objektif.

Page 12: USM PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA …

2

Di Indonesia kejahatan dan pelanggaran secara umum telah diatur dalam

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). KUHP dibagi menjadi 3 buku,Buku

Kesatu mengenai ketentuan umum, Buku Kedua mengatur mengenai kejahatan dan

Buku Ketiga mengatur mengenai pelanggaran. KUHP dirasa masih kurang lengkap

dalam membahas mengenai ketentuan umum, kejahatan dan pelanggaran. Dengan

kurang lengkapnya KUHP maka dibuatlah undang-undang khusus yang mengatur

mengenai kejahatan atau pelanggaran yang belum secara khusus dibahas dalam

KUHP.

Tidak seimbangnya antara tenaga kerja dan lapangan pekerjaan, maka angka

kejahatan semakin meningkat. Kejahatan dapat meresahkan dan merugikan, baik

bagi individu, masyarakat ataupun negara. Pelaku tindak kejahatan tidak hanya

masyarakat umum saja tetapi ada pula anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Salah satu contoh tindak pidana yang dilakukan oleh anggota TNI adalah pemalsuan

surat.

Hukum pidana Indonesia masih mengacu pada KUHP, pemalsuan surat

merupakan salah satu bentuk tindak pidana yang telah diatur di KUHP,dalam buku

kedua mengenai kejahatan. Bab XII pada buku tersebut menjelaskan bahwa yang

termasuk dalam pemalsuan surat hanyalah yang berupa tulisan-tulisan saja,

termasuk didalamnya pemalsuan tanda tangan yang diatur dalam Pasal 263 KUHP

sampai dengan Pasal 276 KUHP.Tindak pidana pemalsuan surat sebagian

diantaranya dengan modus membuat surat palsu atau memalsukan surat

Page 13: USM PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA …

3

sebagaimana yang diatur dalam Pasal 263 KUHP. Rumusan Pasal 263 KUHP

menyebutkan :

1. Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapatmenerbitkan atau menimbulkan suatu hak, suatu perikatan atau suatupembebasan hutang, atau yang boleh dipergunakan sebagai keterangan bagisuatu perbuatan, dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh oranglain menggunakan surat-surat itu seolah-olah surat itu asli adanya, maka kalaumempergunakan surat itu dapat mendatangkan suatu kerugian karenapemalsuan surat dan diancam dengan hukuman penjara paling lama enamtahun.2. Diancam dengan hukuman yang sama, barang siapa dengan sengajamemakai surat yang isinya tidak benar seolah-olah surat itu asli dan tidakdipalsukan, kalau mempergunakannya menimbulkan atau mendatangkansuatu kerugian.

Kemudian bentuk/model lainnya berupa memalsukan akta-akta otentik

sebagaimana diatur dalam Pasal 264. Rumusan pemalsuan surat selanjutnya pada

Pasal 264 KUHP, sebagai berikut :

1. Pemalsuan surat diancam dengan pidana penjara paling lama delapantahun, jika dilakukan terhadap :

a) Akta-akta otentik;b) Surat hutang atau sertifikat hutang dari suatu negara atau bagiannya

ataupun dari suatu lembaga hukum ;c) Surat sero atau hutang atau sertifikat sero atau hutang dari sesuatu

perkumpulan , yayasan, perseorangan atau maskapai ;d) Talon, tanda bukti deviden atau bunga dari salah satu surat yang

diterangkan dalam 2 dan 3 atau tanda bukti yang dikeluarkan sebagaipengganti surat-surat itu ;

e) Suatu kredit atau surat dagang yang diperuntukan untuk diedarkan.2. Diancam dengan pidana yang sama barang siapa dengan sengaja memakaisurat tersebut dalam ayat pertama, yang isinya tidak sejati atau yangdipalsukan seolah-olah benar dan tidak dipalsu, jika pemalsuan surat itumenimbulkan kerugian.

Page 14: USM PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA …

4

Bentuk kejahatan pemalsuan surat yang paling sering digunakan adalah

menyuruh memasukkan keterangan palsu kedalam akta otentik yang mana diatur

dalam KUHP pada Pasal 266. Rumusan pemalsuan surat yang terdapat pada Pasal

266 KUHP sebagai berikut :

1) Barang siapa menyuruh memasukan keterangan palsu ke dalam suatu aktaotentik mengenai suatu hal yang kebenarannya harus dinyatakan oleh aktaitu, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain Memakaiakta itu seolah-olah keterangannya sesuai dengan kebenaran, diancam, jikapemakaian itu dapat menimbulkan kerugian, dengan pidana penjara palinglama tujuh tahun.

2) Diancam dengan pidana yang sama barang siapa dengan sengaja memakaisurat tersebut dalam ayat pertama, yang isinya tidak sejati atau yangdipalsukan seolah-olah benar dantidak palsu, jika pemalsuan surat itudapat menimbulkan kerugian.

Pada kenyataannya meskipun banyak regulasi yang mengatur mengenai

kejahatan pemalsuan dan dengan ancaman yang cukup berat, masih banyak anggota

masyarakat termasuk anggota TNI yang memalsukan surat demi tujuan tertentu.

Salah satu contoh pemalsuan surat oleh anggota TNI yang terjadi di wilayah hukum

Pengadilan Militer Semarang dengan no perkara 28-K/PM.II-10/AD/VII/2015.

Pentingnya dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui pemidanaan

terhadap pelaku tindak pidana pemalsuan surat yang dilakukan oleh anggota TNI.

Berdasarkan latar belakang diatas , maka peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian mengenai “PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK

PIDANA PEMALSUAN SURAT YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA

TENTARA NASIONAL INDONESIA (TNI)”

Page 15: USM PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA …

5

B. Perumusan Masalah

Berpijak dari latar belakang penelitian sebagaimana telah diuraikan diatas,

dalam penelitian ini pokok permasalahan yang akan dibahas lebih lanjut

dirumuskan sebagai berikut :

1) Bagaimanakah pemidanaan terhadap pelaku tindak pidana pemalsuan surat

yang dilakukan oleh anggota TNI dengan studi kasus Putusan Nomor 28-

K/PM.II-10/AD/VII/2015 di Pengadilan Militer II-10 Semarang?

2) Bagaimanakah pertimbangan hakim militer dalam menjatuhkan putusan

terhadap pelaku tindak pidana pemalsuan surat yang dilakukan oleh anggota

TNI dengan studi kasus Putusan Nomor 28-K / PM.II-10 / AD / VII / 2015 di

Pengadilan Militer II-10 Semarang?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a) Untuk mengetahui pemidanaan terhadap pelaku tindak pidana pemalsuan

surat yang dilakukan oleh anggota TNI dengan studi kasus di Pengadilan

Militer II-10 Semarang.

b) Untuk mengetahui pertimbangan hakim militer dalam menjatuhkan putusan

terhadap pelaku tindak pidana pemalsuan surat yang dilakukan oleh anggota

TNI dengan studi kasus di Pengadilan Militer II-10 Semarang.

2. Manfaat Penelitian

Dengan dilakukannya penelitian ini, diharapkan dapat memberikan

manfaat, baik manfaat secara teoritis maupun secara praktis.

Page 16: USM PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA …

6

a. Manfaat teoritis

Secara teoritis hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan kajian

lebih lanjut untuk menambah wawasan, yang diharapkan dapat memberikan

masukan bagi perkembangan hukum pidana khususnya di bidang hukum

pidana militer.

b. Manfaat praktis

Secara praktis, hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan :

1) Sebagai bahan kajian dan masukan bagi semua komponen, baik

lembaga eksekutif, lembaga legislatif, maupun lembaga yudikatif yang

menyangkut tentang pemidanaan pelaku tindak pidana pemalsuan surat

yang dilakukan oleh anggota militer.

2) Sebagai bahan kajian dan masukan bagi aparat penegak hukum

khususnya bagi anggotaTNI.

D. Sistematika Penulisan

Untuk lebih memudahkan dalam memahmi keseluruhan dari isi skripsi ini,

maka penulis susun dalam bentuk bab per bab yang terdiri atas lima bab, yaitu:

BAB I : Pendahuluan, terdiri dari latar belakang penelitian, perumusan masalah,

tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.

BAB II : Tinjauan pustaka, terdiri dari tinjauan tindak pidana meliputi pengertian

tindak pidana, jenis-jenis tindak pidana, unsur-unsur tindak pidana,

tindak pidana pemalsuan surat. Dilanjutkan dengan tinjauan tentang

Tentara Nasional Indonesia (TNI) uraiannya meliputi pengertian

Page 17: USM PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA …

7

Tentara Nasional Indonesia (TNI), peran, fungsi dan tugas TNI, serta

tinjauan tentang sistem peradilan militer, dan kode etik TNI.

BAB III : Metode penelitian, terdiri dari metode pendekatan, spesifikasi

penelitian, metode penentuan sampel, sumber dan jenis data, metode

pengumpulan data, dan metode analisis data.

BAB IV : Hasil penelitian dan pembahasan, meliputi pemidanaan terhadap pelaku

tindak pidana pemalsuan surat yang dilakukan oleh anggota TNI

dengan studikasusdi Pengadilan II-10 Semarang, dan pertimbangan

hakim militer dalam menjatuhkan putusan terhadap pelaku tindak

pidana pemalsuan surat yang dilakukan oleh anggota TNI dengan studi

kasus di Pengadilan Militer II-10 Semarang.

BAB V : Bab penutup, yang berisi tentang simpulan dari penulisan skripsi ini dan

saran-saran yang dapat diberikan tarhadap permasalahan yang dihadapi

dalam menjatuhkan hukuman pidana terhadap pelaku tindak pidana

pemalsuan surat yang dilakukan oleh anggota Tentara Nasional

Indonesia (TNI).

Page 18: USM PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA …

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan tentang TindakPidana

1. Pengertian Tindak Pidana

Seperti kita ketahui sumber hukum pidana di Indonesia secara umum

menggunakan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP),sedangkan dalam

KUHP tidak terdapat mengenai pengertian atau penjelasan mengenai tindak

pidana. Tindak pidana dalam ilmu hukum pidana saling erat kaitannya karena

merupakan bagian yang pokok dan penting selain kesalahan dan pidana. Akan

tetapi sampai saat ini belum ada kesepakatan para ahli hukum pidana mengenai

pengertian tindak pidana. Para ahli hukum pidana menggolongkan pidana menjadi

dua golongan yaitu aliran monistis dan aliran dualistis.

Aliran monitis adalah aliran yang melihat kecenderungan syaratuntuk adanya pidana itu, kesemuanya merupakan sifat dari perbuatanatau dengan kata lain tidak memisahkan antara perbuatan pidana(criminal act) dengan pertanggung jawaban pidana (criminalresponsibility). Sedangkan aliran dualistis adalah aliran yangmemisahkan antara pengertian pidana (criminal act) dan pertanggungjawaban pidana (criminal resposibility).1

Istilah tindak pidana atau heit strafbaar feit dalam ilmu hukum memiliki

banyak pengertian maupun terjemahan–terjemahan yang bermakna serupa.

1 Sudarto, Hukum Pidana I, (Semarang : Yayasan Sudarto FH Undip, 1990), halaman 40.

Page 19: USM PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA …

9

Terjemahan atau tafsiran tersebut diantaranya ada yang menyebutkan tindak pidana

(delik) sebagai perbuatan yang dapat atau boleh dihukum.2

Sebenarnya strafbaar feit merupakan istilah asli bahasa Belandayang diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia dengan berbagai artidiantaranya yaitu delik, tindak pidana, perbuatan pidana, peristiwapidana, maupun perbuatan yang dapat dipidana. Kata strafbaar feitterdiri dari tiga suku kata yakni straf, baar dan feit. Berbagai istilahyang digunakan sebagai terjemahan dari strafbaar feit itu ternyatastraf diterjemahkan sebagai pidana dan hukum. Perkataan Baarditerjemahkan dengan artian dapat atau boleh, sedangkan untuk katafeit diterjemahkan dengan tindak, peristiwa, pelanggaran danperbuatan.3

Simons ,menyatakan bahwa strafbaar feit adalah suatu handeling

(tindakan/perbuatan) yang diancam dengan pidana oleh undang-undang,

bertentangan dengan hukum (onrechmatig) dilakukan dengan kesalahan (schuld)

oleh seorang yang mampu bertanggung jawab.4 Selanjutnya Van Hattum juga

berpendapat bahwa “Strafbaar feit adalah tindakan yang karena telah melakukan

tindakan semacam itu membuat seseorang menjadi dapat di hukum”.5 Kedua ahli

tersebut sependapat dengan merujuk penggunaan istilah tindak pidana dalam

merumuskan strafbaar feit.

Moeljatno tidak menggunakan istilah tindak pidana, tetapi menggunakan

kata perbuatan pidana, yang merumuskan bahwa perbuatan yang oleh aturan

hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana barang siapa melanggar

2SR. Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana, (Jakarta : Storia Grafika, 2002), halaman 204.3Adami Chazawi, Pengantar Hukum Pidana Bag I, (Jakarta : Grafindo, 2002), halaman 69.4S.R. Sianturi, Op.Cit., halaman 205.5P.A.F Lamintang, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, (Bandung : Sinar Baru, 1990),

halaman 175.

Page 20: USM PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA …

10

larangan tersebut. Menurut wujudnya atau sifatnya, perbuatan ini adalah

perbuatan-perbuatan yang melawan hukum, perbuatan ini juga merugikan

masyarakat, dalam arti bertentangan atau menghambat akan terlaksananya tata

dalam masyarakat dianggap baik dan adil.6

Menurut Roeslan Saleh, perbuatan pidana adalah perbuatan yangbertentangan dengan tata atau ketertiban yang dikehendaki. Perbuatanpidana hanya menunjukan sifatnya perbuatan yang terlarang. Menurutpandangan tradisional pengertian perbuatan pidana mencakup isi sifatdari perbuatan yang terlarang dan kesalahan terdakwa.7

Pendapat yang berbeda dikemukakan oleh Utrecht yang memberikan definisi

serta menganjurkan pemakaian istilah “peristiwa pidana” untuk menterjemahkan

istilah strafbaar feit tersebut. Menurut beliau pemakaian istilah peristiwa pidana

sudah tepat karena meliputi suatu perbuatan (handelen) ataupun suatu kelalaian

(zerzuim).8

Tindak pidana (delik) atau strafbaar feit pada dasarnya adalah perbuatan

yang melawan hukum yang berlaku. Perbuatan melawan hukum itu dapat

merugikan masyarakat sekitarnya. Berdasarkan istilah-istilah dan pengertian tindak

pidana (delik) atau strafbaar feit tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa

perbedaan-perbedaan istilah seperti ini hanya menyangkut terminologi bahasa yang

6Moeljatno, Hukum Pidana Materiil, Unsur-unsur Subjektif sebagai Dasar Dakwaan, (Jakarta :Sinar Grafika, 1996), halaman 28.

7Roeslan Saleh, Perbuatan Pidana dan Pertanggung Jawaban Pidana, (Jakarta : Aksara Baru,1981), halaman 9.

8SR.Sianturi, Op.Cit., halaman 207.

Page 21: USM PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA …

11

ada serta untuk menunjukan tindakan hukum apa saja yang terkandung

didalamnya.9

2. Jenis-Jenis Tindak Pidana

Berikut adalah klasifikasi tindak pidana yaitu :

a) Kejahatan dan pelanggaran;

Dalam KUHP telah ada klasifikasi tindak pidana (delik), yang mana

klasifikasi itu dibagi menjadi dua bagian yaitu di dalam Buku Kedua

mengenai kejahatan dan Buku Ketiga mengenai pelanggaran. Yang mana di

dalam Buku Kedua dan Ketiga tersebut dibagi lagi menjadi beberapa bab.

Dicoba membedakan bahwa kejahatan merupakan rechtsdelict ataudelik hukum dan pelanggaran merupakan wetsdelict atau delikundang-undang. Delik hukum adalah pelanggaran hukum yangdirasakan melanggar rasa keadilan, misalnya perbuatan sepertipembunuhan, melukai orang lain, mencuri dan sebagainya.Sedangkan delik undang-undang melanggar apa yang telahditentukan di dalam undang-undang, misalnya saja keharusan untukmempunyai SIM (Surat Izin Mengemudi) bagi yang mengendaraisepeda motor, disini tidak ada kaitannya dengan masalah keadilan.10

b) Delik formal dan delik materiil;

Delik formal adalah delik yang mengacu pada perbuatan yang telah

diatur di dalam undang-undang, sehingga pelaku sudah dapat dipidana

terlepas apakah sudah atau belum ada akibatnya, misalnya adalah tindak

9Roeslan Saleh, Perbuatan dan Pertanggung jawaban Pidana, (Jakarta : Aksara Baru cetakan ke3, 1997) halaman 20.

10Teguh Prasetyo, Hukum Pidana, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2010), halaman 56.

Page 22: USM PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA …

12

pidana (penghasutan) Pasal 160 KUHP, (sumpah palsu)Pasal 242 KUHP.

Delik materiil adalah delik yang titik beratnya pada akibat yang dilarang,

delik ini dianggap selesai jika akibatnya sudah terjadi, maksudnya adalah

pelaku baru dapat dipidana apabila perbuatannya tersebut menimbulkan

akibat yang dilarang atau hasil perbuatannya dikehendaki sesuai rencana

pelaku, misalnya Pasal 338KUHP (pembunuhan) dan Pasal 187 KUHP

(pembakaran) .

c) Delik Dolus dan Delik Culpa ;

Delik dolus dan delik culpa pada dasarnya sama-sama merupakan

bentuk kesalahan (schuld). Delik dolus adalah delik yang didalam

perumusannya memuat unsur kesengajaan, maksudnya adalah pelaku dengan

sadar telah merencanakan tindak pidana itu dan mengetahui akibat yang

timbul jika melakukannya. Sebagai contoh untuk delik dolus Pasal 187

KUHP (menimbulkan kebakaran) dan Pasal 338 KUHP (pembunuhan),

sedangkan delik culpa adalah delik yang didalam perumusannya tidak

memuat unsur kesengajaan. Pelaku tidak sengaja atau karena kealpaanya

merugikan orang lain misalnya Pasal 359 dan Pasal 360 KUHP.

d) Delik Commissionis, Delik Omissionis dan Delik Coomissionis per

Omissionis Commissa ;

Pelanggaran hukum itu dapat berbentuk berbuat sesuatu yang

dilarang atau tidak berbuat sesuatu yang sebenarnya malah

Page 23: USM PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA …

13

diharuskan/diwajibkan. Delik commissionis adalah suatu delik atau tindak

pidana yang dilakukan oleh seseorang dengan cara berbuat sesuatu yang

dilarang oleh undang-undang. Delik ini berupa pelanggaran terhadap

larangan yaitu melakukan perbuatan yang dilarang dalam undang-undang

pidana misalnya Pasal 285 KUHP (pemerkosaan). Delik Ommissionis

adalah suatu delik atau tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang dengan

cara berbuat sesuatu sehingga timbul kejahatan yang melanggar undang-

undang. Delik ini berupa pelanggaran terhadap perintah atau kewajiban

untuk melakukan sesuatu perbuatan yang diatur dalam undang-undang.

Contoh delik ommissionis Pasal 217 KUHP (membuat kegaduhan di

persidangan) Pasal 224 KUHP (panggilan sebagai saksi/juru bahasa). Delik

Coomissionis per Omssionis Commissa adalah delik yang berupa

pelanggaran terhadap larangan yang dilakukan dengan tidak berbuat

sesuatu. Contoh delik ommissionis adalah ibu yang dengan sengaja tidak

memberikan air susunya kepada bayinya sehingga mengakibatkan bayinya

meninggal, penjaga wissel yang menyebabkan kecelakaan kereta api karena

tidak memindahkan wissel (Pasal 194 KUHP).

e) Delik aduan dan Delik Biasa.

Delik aduan (klachtdelict) adalah tindak pidana yang penuntutannya

hanya dilakukan atas dasar adanya pengaduan dari pihak yang

berkepentingan/pihak yang dirugikan, contohnya adalah perzinaan dan

pemerasan. Delik aduan sendiri dibedakan menjadi dua yaitu delik aduan

Page 24: USM PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA …

14

relatif dan delik aduan absolute. Delik aduan absolute adalah delik aduan

yang atas sifatnya hanya dapat dituntut atas dasar pengaduan, contohnya

adalah kejahatan penghinaan (Pasal 310 sampai 319 KUHP). Delik aduan

relatif adalah delik aduan yang bercirikan adanya hubungan khusus antara

pelaku dengan korban. Contoh delik aduan relatif pencurian dalam keluarga

Pasal 367 KUHP, sedangkan delik biasa adalah delik yang dapat diproses

tanpa adanya persetujuan atau laporan dari pihak yang dirugikan atau pihak

korban. Dalam delik biasa walaupun pihak korban telah berdamai dengan

pihak tersangka proses hukum tetap saja berjalan berbeda halnya dengan

delik aduan.

3. Unsur-Unsur Tindak Pidana

Unsur-unsur tindak pidana diperlukan untuk membantu mengetahui ada

tidaknya suatu tindak pidana. Sebagaimana diketahui belum ada kesepakatan

mengenai pengertian tindak pidana oleh para ahli hukum, sehingga tiap ahli hukum

pidana menafsirkan berbeda, begitu pula dengan unsur-unsur tindak pidana. Para

ahli hukum mengemukakan pendapatnya masing-masing mengenai unsur tindak

pidana. Ada begitu banyak rumusan terkait unsur-unsur dari perbuatan pidana.

Lamintang merumuskan pokok-pokok perbuatan pidana menjadi tiga pokok yakni

wederrechtjek(melanggar hukum), aan schuld te wijten (telah dilakukan sengaja

ataupun dengan tidak sengaja) dan strafbaar (dapat dihukum).11

11Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana indonesia,(Bandung : Sinar Baru , 1992), halaman173.

Page 25: USM PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA …

15

Christhine dan Cansil mengemukakan pendapatnya mengenai unsur

tindak pidana. Christhine dan Cansil merumuskan bahwa pokok-pokok perbuatan

pidana selain harus melanggar hukum, perbuatan pidana haruslah merupakan

Handeling (perbuatan manusia), strafbaar gesteld (diancam dengan pidana),

toerekeningsvatbaar (dilakukam oleh seseorang yang dapat bertanggung jawab)

dan adanya schuld (kesalahan).12

Dari beberapa pendapat para ahli diatas, penulis menyimpulkan bahwa

unsur-unsur tindak pidana pada dasarnya hampir sama semua yaitu :

a. Perbuatan manusia (handeling)

b. Melanggar hukum (wederrechtjek)

c. Diancam dengan pidana (strafbaar feit)

d. Dilakukan oleh orang yang dapat dipertanggungjawabkan(toerekeningsvatbaar)

4. Tindak Pidana Pemalsuan Surat

Tindak pidana pemalsuan surat adalah tindak pidana yang mana

didalamnya mengandung sistem ketidakbenaran atau palsu atas suatu hal (objek)

yang mana dengan tujuan seolah-olah itu nampak benar adanya, padahal

sebenarnya bertentangan dengan yang sebenarnya. Dalam ketentuan KUHP

dikenal beberapa bentuk jenis (modus) dalam memalsukan surat.

12Cansil dan Cristhine Cansil, Pokok-pokok Hukum Pidana, (Jakarta : Pradnya Paramita ,2007).Halaman 38.

Page 26: USM PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA …

16

Bentuk modus dalam memalsukan surat antara lain di dalam Pasal263 ayat (1) menyebutkan barang siapa membuat secara tidak benar ataumemalsu surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan ataupembebasan hutang atau yang diperuntukan sebagai bukti dari suatu hal,dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain pakai surattersebut seolah olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam, jikapemakaiannya tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuansurat, dengan di penjara paling lama enam tahum. Dengan kata lain agardapat dihukum maka pada waktu memalsukan surat itu harus denganmaksud akan menggunakannya atau menyuruh orang lain menggunakanseolah-olah surat itu asli dan dapat menimbulkan kerugian. Tindak pidanapada Pasal 263 ayat (1) dinamakan kualifikasi pemalsuan surat (valschheidin geschrift).13

Dengan demikian sesuai bunyi Pasal 263 ayat (1) KUHP tidak setiap

pemalsuan surat dapat dijatuhi pidana, menurut Wirjono Prodjodikoro dalam

pembatasan yaitu dibatasi dua macam surat :

a) Surat yang dapat menertibkan suatu hak atau suatu perikatan atau suatupembebasan hutang.Surat yang dimaksudkan ialah surat perjanjian atau surat kontrak sepertisurat jual beli, sewa menyewa, surat pinjaman uang dan lain-lain. Inisemua mengandung timbulnya hak –hak dan kewajiban dari masing-masing pihak.

b) Surat yang ditujukan untuk membuktikan suatu tindakan .Surat ini harus ditujukan untuk membuktikan sesuatu kejadian dan suratini harus ada kekuatan pembuktian (bewijskracht).14

Penulis menyimpulkan unsur-unsur yang terdapat pada Pasal 263 ayat (1) KUHP

meliputi:

a) Unsur objektif

1. Perbuatan

1) Membuat surat palsu

13“Pemalsuan Surat”(http://daragina.blogspot.co.id/2014/11/pemalsuan-surat-valschheid-in-geschrift.html. diaksestanggal 24 November 2014).

14Wirjono Prodjokuro, Tindak Pidana Tertentu, (Bandung : Refka Aditama, 2002), halaman 184.

Page 27: USM PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA …

17

2) Memalsu

2. Objeknya yakni surat :

1) Yang dapat menimbulkan hak

2) Yang menimbulkan suatu perikatan

3) Yang menimbulkan suatu pembebasan hutang

4) Yang diperuntukan sebagai bukti dari pada sesuatu hal.

3. Dapat menimbulkan akibat kerugian dari pemakaian surat tertentu.

b) Unsur Subyektif

Dengan maksud untuk menggunakannya sebagai surat yang seolah-olah asli

dan tidak dipalsukan.

Adapun penjelasan terhadap Pasal 263 ayat (1) KUHP yang dimaksud

dengan surat adalah segala surat yang baik ditulis tangan, dicetak maupun ditulis

memakai mesin dan lain-lainnya. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

yang semakin maju sekarang ini, surat tidak hanya ditulis, dicetak dan lainnya,

tetapi telah ada pula surat elektronik yang tidak ditulis atau tertera pada selembar

kertas.

B. Tinjauan tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI)

1. Pengertian Tentara Nasional Indonesia (TNI)

Tentara Nasional Indonesia (TNI) merupakan bagian dari masyarakat

umum yang telah dipersiapkan secara khusus untuk melaksanakan tugas

pembelaan negara dan bangsa serta memiliki peran dan fungsi sebagai mana telah

diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2004 tentang

Page 28: USM PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA …

18

Tentara Nasional Indonesia. Menurut Pasal 1 angka 21 Undang-Undang No.34

Tahun 2004,Tentara Nasional Indonesia adalah prajurit yang telah dipersiapkan

dan dipersenjatai untuk tugas-tugas pertahanan negara guna menghadapi ancaman

militer maupun ancaman bersenjata, sehingga dapat menegakkan kedaulatan

negara, mempertahankan keutuhan negara, dan melindungi keselamatan bangsa.

Pasal 4 Undang-Undang Republik Indonesia No 34 Tahun 2004 tentang

Tentara Nasional Indonesia, TNI terdiri atas TNI Angkatan Darat, TNI Angkatan

Laut, TNI Angkatan Udara yang melaksanakan tugasnya secara matra dan

gabungan di bawah pimpinan panglima. Tiap-tiap angkatan tersebut mempunyai

kedudukan yang sama sederajat. Untuk menjadi anggota TNI haruslah yang

mempenuhi persyaratan yang telah ditentukan oleh undang-undang dan diangkat

oleh pejabat yang berwenang untuk mengabdikan diri dalam dinas keprajuritan

sebagaimana diatur dalam Pasal 21 Undang-Undang TNI. Undang-Undang Tentara

Nasional Indonesia Pasal 2 menyebutkan jati diri Tentara Nasional Indonesia:

a. Tentara Rakyat yaitu Tentara yang anggotanya berasal dari warganegara Indonesia.

b. Tentara Pejuang yaitu tentara yang menegakan Negara KesatuanRepublik Indonesia dan tidak mengenal menyerah dalammelaksanakan dan menyelesaikan tugasnya.

c. Tentara Nasional yaitu tentara kebangsaan Indonesia yang bertugasdemi kepentingan negara diatas kepentingan daerah, suku, ras dangolongan agama.

d. Tentara profesional adalah tentara yang terlatih, terdidik,diperlengkapi secara baik, tidak berpolitik praktis, tidak berbisnis, dandijamin kesejahteraanya, serta mengikuti kebijakan politik negarayang menganut prinsip demokrasi, supermasi sipil, hak asasi manusia,ketentuan hukum nasional dan hukum internasional yang telahdiratifikasi.

Page 29: USM PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA …

19

Anggota TNI harus dan wajib untuk mematuhi peraturan dan tata tertib

yang berlaku, serta taat pada atasan selain itu anggota TNI harus menjaga nama

baik ketentaraan dan kesatuannya.

2. Peran, Tugas dan Fungsi TNI

Tentara Nasional Indonesia prajurit yang terlatih diharapkan dapat

menjaga kedaulatan NKRI. Peran TNI dirasa sangat dibutuhkan karena TNI

berperan sebagai alat negara dibidang pertahanan yang dalam menjalankan

tugasnya berdasarkan kebijakan dan keputusan politik negara sesuai dengan Pasal

5 Undang-Undang TNI. Maksud arti dari kebijakan dan keputusan politik negara

adalah kebijakan politik pemerintah bersama-sama Dewan Perwakilan Rakyat

(DPR) yang dirumuskan melalui mekanisme hubungan kerja antara pemerintah

dan Dewan Perwakilan Rakyat.

Adapun tugas pokok dari TNI adalah sebagaimana diatur pada Pasal 7 UU

TNI :

Tugas pokok TNI adalah menegakan kedaulatan Negara,mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesiayang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara RepublikIndonesia Tahun 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruhtumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhanbangsa dan negara.

Undang-Undang Republik Indonesia No. 34 Tahun 2004 tentang TNI

pada Pasal 6 ayat (1) menyebutkan bahwa TNI sebagai alat pertahanan dan

keamanan negara, berfungsi sebagai :

Page 30: USM PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA …

20

a) Penangkal terhadap setiap bentuk ancaman militer dan ancamanbersenjata dari luar dan dalam negeri terhadap kedaulatan,keutuhan wilayah, keselamatan bangsa.

b) Penindak terhadap setiap bentuk ancaman sebagaimana dimaksudpada ayat (1) huruf a.

Peran, tugas dan fungsi TNI yang sangat sentral haruslah ditunjang oleh

prajurit yang berkualitas. Prajurit yang dimaksud adalah prajurit yang bermoral

serta tunduk pada hukum dalam TNI, prajurit di kelompokan dalam golongan

kepangkatan dan kesatuan yang mana sebagai anggota TNI telah diberi wewenang

dan tanggug jawab sesuai undang-undang.

3. Tinjauan tentang Sistem Peradilan Militer.

a. Pengertian sistem peradilan militer.

Pengertian hukum pidana militer tidak dapat dipisahkan dari hukummiliter itu sendiri. Berdasarkan tata hukum di Indonesia tidakditemukannya kualifikasi atas hukum militer karena di Indonesia hanyadikenal Hukum Tata Negara, Hukum Pidana dan Hukum Perdata. Akantetapi bukan karena tidak ditemukannya kualifikasi hukum militer berartitidak ada peraturan mengenai peradilan militer, justru malah sebaliknyabanyak produk hukum yang mengatur mengenai militer atau peradilanmiliter itu sendiri baik berupa Konstitusi, UU, TAP MPR/MPRS, Perpu,UU Darurat, Keppres, Inpres, Peraturan Penguasa tertinggi, DekritPresiden, dan Penetapan Presiden.15

Banyaknya jumlah peraturan di bidang kemiliteran di Indonesia

merupakan kekhususan tersendiri. Peraturan-peraturan yang bersifat khusus hanya

berlaku bagi militer, inilah yang disebut hukum militer. S. Sianturi membagi 3

15Hasan Ashari, “Kewenangan Penyidikan Terhadap tindak Pidana Pembunuhan Oleh AnggotaTNI di Pengadilan Militer II-10 Semarang”, Skripsi, UniversitasSemarang 2012.

Page 31: USM PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA …

21

katagori konstruksi hukum pidana militer, yakni landasan hukum, sumber hukum

formal dan cakupan hukum:

Landasan hukum militer di Indonesia adalah Pancasila, UUD 1945,Sapta Marga, sumpah prajurit dan doktrin militer Indonesia (CaturDarma Eka Karma, Doktrin Opskamdagri, Doktrin Opshan, dll):sementara sumber-sumber hukum formal lainnya adalah UUD, UU, danperaturan lainnya, adat dan kebiasaan-kebiasaan (custom dan usage),perjanjian-perjanjian internasional, putusan hakim, dan doktrin militer diIndonesia. Sedangkan cakupannya meliputi hukum disiplin militer,hukum pidana militer, hukum acara pidana militer, hukum kepenjaraanmiliter, hukum pemerintahan militer atau hukum Tatanegara (darurat)militer, hukum administrasi militer, hukum internasional (hukumperang)/hukum sengketa bersenjata dan hukum perdata militer.16

Ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku bagi setiap anggota TNI yaitu

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (selanjutnya disebut KUHPM),

Kitab Undang-Undang Hukum Disiplin Militer (selanjutnya disebut KUHDM) dan

Peraturan Displin Milter (selanjutnya disebut PDM) serta peraturan-peraturan

lainnya. Semua peraturan hukum diterapkan kepada Tamtama, Bintara maupun

Perwira yang melakukan suatu tindakan yang merugikan negara, kesatuan ataupun

yang merugikan masyarakat.

Apabila ada anggota TNI yang melakukan tindak pidana, baik tindak

pidana umum maupun tindak pidana militer sebagaimana terdapat dalam KUHPM

dapat diadili oleh Peradilan Militer. Pasal 5 Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer menyebutkan bahwa peradilan

militer merupakan pelaksana kekuasaan kehakiman di lingkungan angkatan

16S.R Sianturi, Hukum Pidana Militer di Indonesia, (Jakarta : Alumni, cetakan kedua, 1985),halaman 3.

Page 32: USM PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA …

22

bersenjata untuk menegakkan hukum dan keadilan dengan memperhatikan

kepentingan penyelenggara pertahanan keamanan negara.Undang-Undang No.34

Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, khususnya pada Pasal 65 ayat (2)

menyatakan bahwa prajurit tunduk kepada kekuasaan peradilan militer dalam hal

pelanggaran hukum militer dan tunduk pada kekuasaan peradilan umum dalam hal

pelanggaran hukum pidana umum yang diatur dalam undang-undang.

Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Militer yang merupakan badan

pelaksana kekuasaan kehakiman di lingkungan angkatan bersenjata secara

organisasi dan administratif berada di bawah pembinaan panglimaTNI. Pembinaan

tersebut tidak boleh mengurangi kebebasan hakim dalam memeriksa dan memutus

perkara.

Pasal 12 Undang-Undang Republik Indonesia No. 31 Tahun 1997 disebutkan

macam-macam pengadilan dalam lingkungan peradilan milter, yaitu :

1. Pengadilan Militer

Pengadilan militer bersidang untuk memeriksa dan memutus perkara

pidana pada tingkat pertama dengan satu orang hakim ketua dan dua orang hakim

anggota, dan dihadiri oleh satu orang oditur militer dan dibantu oleh satu panitera.

Hakim ketua paling rendah berpangkat Mayor, sedangkan hakim anggota dan

Oditur militer paling rendah berpangkat Kapten dan Panitera paling rendah

berpangkat Pembantu letnan Dua (Pelda) dan paling tinggi berpangkat kapten.

Page 33: USM PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA …

23

Berdasarkan Pasal 40 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun

1997 tentang kekuasaan Pengadilan Militer adalah memeriksa dan memutus

padatingkat pertama tindak pidana yang terdakwanya adalah:

a) Prajurit yang berpangkat Kapten ke bawah;b) Mereka sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 angka 1 huruf b dan

huruf c yang terdakwanya “termasuk tingkat kepangkatan” kaptenkebawah : dan

c) Mereka yang berdasarkan Pasal 9 angka 1 huruf d harus diadili olehPengadilan Militer.

2. Pengadilan Militer Tinggi

Pengadilan Militer Tinggi bersidang untuk memeriksa dan memutus perkara

pidana pada tingkat banding dengan satu orang hakim ketua dan dua orang hakim

anggota, dan dihadiri oleh satu orang Oditur Militer dan dibantu oleh satu orang

Panitera. Hakim ketua paling rendah berpangkat kolonel, sedangkan hakim

anggota dan Oditur Militer paling rendah berpangkat setingkat dengan terdakwa.

Kekuasaan Pengadilan Militer Tinggi diatur dalam Pasal 41 ayat (1),(2) dan

(3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan

Militer adalah sebagai berikut:

(1) Pengadilan Militer Tinggi pada tingkat pertama :a. memeriksa dan memutus perkara pidana yang terdakwanya adalah:

1) prajurit atau salah satu prajuritnya berpangkat mayor ke atas ;2) mereka sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 angka 1 huruf b

dan huruf c yang terdakwanya atau salah satu terdakwanyatermasuk tingkat kepangkatan mayor keatas dan;

3) mereka yang berdasarkan Pasal 9 angka 1 huruf d harus diadilioleh pengadilan militer tinggi

b. memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata UsahaAngkatan Bersenjata.

Page 34: USM PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA …

24

(2) Pengadilan Militer Tinggi memeriksa dan memutus pada tingkatbanding perkara pidana yang telah diputus oleh pengadilan militerdaerah hukumnya yang dimintakan banding

(3) Pengadilan Militer Tinggi memutus pada tingkat pertama dan terakhirsengketa kewenangan mengadili antara pengadilan militer dalam daerahhukumnya.

3. Pengadilan Militer Utama

Pengadilan militer utama bersidang untuk memeriksa dan memutus

sengketa, dengan majelis hakim yang terdiri satu orang hakim ketua dan dua

orang hakim anggota, dan dibantu oleh satu orang panitera. Hakim ketua paling

rendah berpangkat Brigadir Jendral/Laksamana Pertama atau Marsekal

Pertama, sedangkan hakim anggota paling rendah berpangkat Kolonel.

Kekuasaan Pengadilan Militer Utama diatur dalam Pasal 43ayat (1), (2)

dan (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1997 tentang

Peradilan Militer sebagai berikut:

(1) pengadilan militer utama memutus pada tingkat pertama dan terakhirsemua sengketa tentang wewenang mengadili ;

a. antar pengadilan militer yang berkedudukan di daerah hukumpengadilan militer tinggi yang berlainan;

b. antar pengadilan militer tinggi ; danc. antara pengadilan militer tinggi dan pengadilan militer.

(2) sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terjadi :

a. apabila 2 (dua) pengadilan atau lebih menyatakan dirinyaberwenang mengadili atas perkara yang sama ;

b. apabila 2 (dua) pengadilan atau lebih menyatakan dirinya tidakberwenang mengadili perkara yang sama

(3) pengadilan militer utama memutus perbedaan pendapat antara perwirapenyerah perkara dan oditur tentang diajukan atau tidaknya suatu

Page 35: USM PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA …

25

perkara kepada pengadilan dalam lingkungan peradilan militer ataupengadilan dalam lingkungan peradilan umum.

4. Pengadilan Militer Pertempuran.

Pengadilan Militer pertempuran merupakan pengadilan tingkat pertama

dan terakhir dalam mengadili perkara pidana yang dilakukan oleh prajurit di

daerah pertempuran, yang merupakan pengkhususan (diferensiasi atau

spesialisasi) dari pengadilan dalam lingkungan Peradilan Militer. Pengadilan

ini merupakan organisasi kerangka yang baru berfungsi apabila diperlukan dan

disertai pengisian pejabatnya diatur dalam Pasal 17 Undang-Undang No.31

Tahun 1997.

Pengadilan Militer Pertempuran bersidang untuk memeriksa dan

memutus suatu perkara pidana dengan seorang hakim ketua dan beberapa

hakim anggota yang berjumlah ganjil, dihadiri satu oditur militer/oditur militer

tinggi dan dibantu oleh seorang panitera. Hakim ketua paling rendah

berpangkat Letnan Kolonel sedangkan hakim anggota dan oditur paling rendah

berpangkat Mayor.

4. Kode Etik Tentara Nasional Indonesia (TNI)

a. Pengertian Kode Etik.

Kode etik merupakan suatu tatanan etika yang telah disepakati oleh suatu

kelompok masyarakat tertentu. Kode etik umumnya termasuk dalam norma

Page 36: USM PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA …

26

sosial, namun bila ada kode etik yang memiliki sanksi yang agak berat, maka

termasuk dalam kategori norma hukum yang didasari kesusilaan.

Kode etik juga dapat diartikan sebagai pola aturan, tata cara, tanda

pedoman etis dalam melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan. Kode etik

merupakan pola aturan atau tata cara sebagai pedoman berperilaku dan

berbudaya. Tujuan kode etik agar profesionalisme memberikan jasa sebaik-

baiknya kepada pemakai atau nasabahnya. Adanya kode etik akan melindungi

perbuatan yang tidak professional.17 Kode etik sendiri disusun oleh organisasi

profesi sehingga masing-masing dari profesi mempunyai kode etik tersendiri

termasuk TNI.

b. Fungsi Kode Etik.

Pada dasarnya kode etik memiliki fungsi ganda yaitu sebagai

perlindungan dan pengembangan bagi profesi yang lebih mementingkan pada

kode etik sebagai pedoman pelaksanaan tugas professional dan pedoman bagi

masyarakat sebagai seorang professional. Menurut Biggs dan Blocher

mengemukakan tiga fungsi kode etikyaitu:

1. Melindungi suatu profesi dari campur tangan pemerintah. Dengan adanyakode etik yang jelas terlebih khusus dalam rangka mengatur hubunganantara anggota profesi dengan pihak pemerintah akan memberikankejelasan tentang apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak bolehdilakukan.

2. Mencegah terjadinya pertentangan internal dalam suatu profesi. Denganadanya kode etik hal ini akan memberikan kejelasan tentang caramenjalin hubungan yang baik dengan rekan sejawat yang tentunya akan

17“kodeetik”(https://id.m.wikipedia.org/wiki/kode-etik-profesidiaksestanggal 17 desember2015).

Page 37: USM PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA …

27

sangat mempengaruhi peforma dari masing-masing anggota profesi untukbekerja dengan maksimal tanpa adanya perasaan iri atau ketidaksukaandalam bekerja.

3. Melindungi para praktisi dari kesalahan praktik suatu profesi. Hal iniberkaitan dengan hasil kerja oleh praktisi dalam suatu profesi, dengankode etik tentunya para anggota profesi yang bijaksana tidak akanmemberikan kemudahandan penyelewengan tindakan bekerja, yangnantinya hanya akan merugikan bagi dirinya sendiri dan perusahaan.Selain itu, hal tersebut juga akan memberikan penggambaran lebih baikkepada setiap anggota profesi untuk tidak melakukan kesalahan-kesalahan sekecil apapun itu dalam bekerja.18

Adapun kesimpulan secara umum fungsi kode etik profesi adalah:

1. Memberikan pedoman bagi setiap anggota profesi tentang prinsip

profesionalitas yang digariskan.

2. Sebagai sarana control social bagi masyarakat atas profesi yang

bersangkutan.

3. Mencegah campur tangan pihak di luar organisasi profesi tentang

hubungan etika dalam keanggotaan profesi.

Tentara Nasional Indonesia (TNI) bertugas melaksanakan kebijakan

pertahanan negara untuk menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan

keurtuhan wilayah, dan melindungi bangsanya. Dalam menjalankan tugasnya

angota TNI mempunyai regulasi khusus mengenai kode etik TNI yang terdiri

atas Sapta Marga, Sumpah Prajurit, dan 8 Wajib TNI.

18“FungsiKodeEtik’(http://bayudwiristanto.blogspot.co.id/2015/03/etika-dan-kode-etik-fungsi-kode-etik.html. diaksestanggal03maret 2015).

Page 38: USM PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA …

28

a. Sapta Marga Prajurit.

1. Kami warga Negara Kesatuan Republik Indonesia yangberpendidikan Pancasila.

2. Kami patriot Indonesia pendukung serta pembela ideologi negara,yang bertanggung jawab dan tidak kenal menyerah.

3. Kami ksatria Indonesia yang bertakwa kepada Tuhan Yang MahaEsa serta membela kejujuran, kebenaran, dan keadilan.

4. Kami prajurit Tentara Nasional Indonesia adalah bhayangkari negaradan bangsa Indonesia.

5. Kami prajurit Tentara Nasional Indonesia, memegang teguh disiplin,patut dan taat kepada pimpinan serta menjunjung tinggi sikap dankehormatan prajurit.

6. Kami prajurit Tentara Nasional Indonesia, mengutamakankeperwiraan di dalam melaksanakan tugas serta senantiasa siap sediaberbakti kepada negara dan bangsa.

7. Kami prajurit Tentara Nasional Indonesia setia dan menepati janjiserta Sumpah Prajurit.

b. Sumpah Prajurit

1. Setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkanPancasila dn Undang-Undang Dasar 1945.

2. Tunduk kepada hukum dan memegang teguh disiplin keprajuritan.3. Taat kepada atasan dengan tidak membantah perintah atau putusan.4. Menjalankan segala kewajiban dengan penuh rasa tanggung jawab

kepada Tentara dan Negara Republik Indonesia.5. Memegang segala rahasia tentara sekeras-kerasnya.

c. 8 Wajib TNI.

1. Bersikap ramah tamah tehadap rakyat.2. Bersikap sopan santun terhadao rakyat.3. Menjunjung tinggi kehormatan wanita,.4. Menjaga kehormatan diri di muka umum.5. Senantiasa menjadi contoh dalam sikap dan kesederhanaannnya.6. Tidak sekali-kali merugikan rakyat.7. Tidak sekali menakuti dan menyakiti hati rakyat.8. Menjadi contoh dan mempelopori usaha-usaha untuk mengatasi

kesulitan rakyat sekelilingnya.19

19Kodeetik”(www.tniad.mil.id)

Page 39: USM PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA …

29

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode adalah proses, prinsip-prinsip dan tata cara memecahkan suatu

masalah, sedangkan penelitian adalah pemeriksaan secara hati-hati, tekun dan

tuntas terhadap suatu gejala untuk menambah pengetahuan manusia. Jadi metode

penelitian dapat diartikan sebagai proses prinsip-prinsip dan tata cara untuk

memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dalam melakukan penelitian. Dalam

penelitian Skripsi ini penulis menggunakan metode penulisan sebagai berikut:

A. Metode Pendekatan

Berdasarkan perumusan masalah dan tujuan penelitian, maka metode

pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan

yuridis normatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang

dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka.20

Pendekatan hukum normatif (yuridis normatif)biasa disebut juga sebagai

penelitian hukum doktrinal atau penelitian hukum yang mempergunakan

sumber data sekunder.21

20Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif ( Jakarta : Raja GrafindoPersada, 1990 ), halaman 13.

21 Ronny Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum dan Yurimentri, (Jakarta: GhalliaIndonesia, 1994), halaman 10.

Page 40: USM PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA …

30

B. Spesifikasi penelitian

Spesifikasi penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitis yaitu

pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan keadaan obyek

penelitian pada saat sekarang, berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau

sebagaimana adanya. Bersifat deskriptif karena penelitian ini mempunyai

maksud untuk memberikan gambaran secara rinci, sistematis dan menyeluruh

mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan pemidanaan terhadap

pelaku tindak pidana pemalsuan surat yang dilakukan oleh anggota TNI .

C. Metode Penentuan Sampel

Sampel adalah sebagian individu atau wakil populasi yang teliti

berdasarkan pada asumsi bahwa sumber informan tersebut memahami

permasalahan penelitian yang telah di tetapkan.22

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Non

Random Sampling, dimana dalam hal ini tidak ada ketentuan yang pasti berapa

sampel yang harus diambil agar dapat dianggap mewakili populasinya. Teknik

Non Random Sampling ini dilakukan dengan cara purposive sampling,dimana

penarikan sampel yang dilakukan berdasarkan tujuan tertentu, yaitu sampel

dipilih atau ditentukan sendiri oleh si peneliti, yang mana penunjukan dan

pemilihan sampel didasarkan pertimbangan bahwa sampel telah memenuhi

22Suharmi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta,1998), halaman 109.

Page 41: USM PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA …

31

kriteria dan sifat-sifat atau karakteristik tertentu yang merupakan ciri utama

dari populasinya.23

Sampel yang di pilih dalam penelitian ini adalah beberapa kasus tindak

pidana pemalsuan surat yang dilakukan oleh anggota militer dalam satu tahun

terakhir, dengan ketentuan bahwa tindak pidana pemalsuan surat yang

dilakukan oleh anggota TNI tersebut sudah di putuskan oleh pengadilan dan

telah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht). Selanjutnya, pihak yang

menjadi responden dalam penelitian ini diantaranya satu orang Hakim Militer,

satu orang Oditur Militer, dan satu orang Panitera, yang dapat dimintai

keterangannya tentang pemidanaan terhadap anggota militer yang melakukan

tindak pidana pemalsuan surat di Pengadilan Militer II-10 Semarang.

D. Metode Pengumpulan Data

Secara umum jenis data yang diperlukan dalam suatu penelitian hukum

terarah pada data sekunder dan data primer. Data primer adalah data yang

diperoleh langsung dari sumbernya, sedangkan data sekunder adalah data yang

telah dikumpulkan dan disistematisir oleh pihak lain.24 Karena penelitian ini

yuridis normatif maka sumber dan jenis datanya terfokus pada data sekunder

yang meliputi bahan-bahan hukum yang menjadi pijakan dasar peneliti dalam

rangka menjawab permasalahan dan tujuan penelitian. Bahan-bahan hukum ini

meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum

tersier.

23Ibid.24Soemitro, op.cit., halaman 9.

Page 42: USM PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA …

32

a. Bahan hukum primer, yaitu:

1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

2. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

3. Undang-Undang No.34 Tahun 2004 tentang TNI.

4. Undang-Undang No. 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer

5. Peraturan perundangan dan peraturan pemerintah yang berkaitan

dengan Hukum Pidana Militer Indonesia.:

b. Bahan hukum sekunder, yaitu:

1. Buku-buku, literatur, artikel, makalah, dan tulisan-tulisan yang

berkaitan dengan pemalsuan surat.

c. Bahan Hukum tersier, yaitu:

Ensiklopedi. Kamus, jurnal hukum, media masa, dan lain-lain sebagai

penunjang.

Berkaitan dengan penelitian yuridis normatif yang peneliti ajukan maka

metode pengumpulan data bersandar pada data sekunder yaitu dengan cara

studi pustaka, studi dokumenter, dan masalah-masalah hukum yang telah

dibukukan.

E. Metode Analisis Data

Metode ini tidak dapat dipisahkan dengan pendekatan masalah, spesifikasi

penelitian dan jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian yang dilakukan.

Pada penelitian yuridis normatif ini teknik analisis datanya bersifat analisis

Page 43: USM PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA …

33

data kualitatif normatif. Analisis kualitatif yaitu analisa yang bersifat non

statistik atau non sistematis. Data yang diperoleh akan dianalisa isinya dengan

menggunakan asas-asas hukum, teori-teori hukum, pendapat ahli dan peraturan

perundang-undangan yang ada.

Page 44: USM PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA …

34

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pemidanaan terhadap pelaku tindak pidana pemalsuan surat yang dilakukan

oleh anggota TNI berdasarkan Putusan Nomor : 28-K / PM.II-10 / VII / AD

2015 di Pengdilan Militer II-10 Semarang.

Untuk mengetahui pemidanaan terhadap pelaku tindak pidana pemalsuan

surat, peneliti mendapatkan putusan di Pengadilan Militer II-10 Semarang. Pada

tahun 2015 diadakan sidang pemeriksaan kasus pemalsuan surat yang dilakukan

oleh oknum anggota TNI kesatuan Yonif 400/ Raider atas nama Prajurit Kepala

(Praka) GWA.

Terdakwa GWA diajukan di persidangan Pengadilan Militer II-10 Semarang

karena didakwa dengan dakwaan tunggal yaitu melakukan pemalsuan surat dengan

kronologi kejadian sebagai berikut :

a. Bahwa terdakwa GWA pada tanggal 3 September 2007 menikah secara

sah menurut agama dengan MR (Saksi 1) yang mana pernikahan itu

dilakukan di Kantor Urusan Agama (KUA) Kec. Taman Kab. Pemalang

sesuai kutipan akta nikah Nomor 122/28/IX/2007 melalui kesatuan Yonif

400/ Raider dan telah dikaruniai seorang anak DA umur 6 tahun.

b. Pada tahun 2008 sampai 24 Mei 2012 atas permintaan Ketua Koni Kab.

Semarang terdakwa GWA beserta 3 orang lainnya Serda MK, Serda CR,

Kopda ST mendapat perintah dari Danyonif untuk memperkuat tim

Forki Kab. Semarang dalam rangka mengikuti kejuaraan karate Propinsi

Page 45: USM PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA …

35

Jawa Tengah Terdakwa GWA pindah domisili di Kab. Semarang.

Kemudian pada tanggal 6 November 2012 setelah kejuaraan selesai

terdakwa pindah dari Kabupaten Semarang ke Kota Semarang dengan

alamat Yonif 400/ Raider Rt. 03 Rw.006 Kelurahan Srondol Kulon

Kecamatan Banyumanik tercatat di Disdukcatpil Kota Semarang dengan

berstatus belum kawin.

c. Bahwa pada tahun 2009 Terdakwa GWA mengetahui bila MR (Saksi 1)

kembali memeluk agamanya semula yaitu Kristen Protestan, sehingga

terdakwa melaporkan kejadian tersebut kepada Dan Yonif 400/ Raider

Mayor Inf Feri Irawan dan meminta ijin untuk pergi ke Pemalang untuk

menjemput Saksi 1 dan anaknya sekaligus mengurus domisili ke kota

Semarang dengan tujuan agar bisa memudahkan Terdakwa GWA untuk

membimbing anaknya belajar agama Islam, akan tetapi Saksi 1 menolak

ajakan Terdakwa GWA. Terdakwa GWA melaporkan kejadian itu ke

Danyonif 400/ Raider kemudian memanggil kedua belah pihak untuk

menyatukan keutuhan rumah tangganya namun tak pernah menemukan

titik temu sehingga kedua belah pihak sepakat untuk melakukan

perceraian. Danyonif 400/ Raider akhirnya menyetujui perceraian itu dan

mengeluarkan Surat Ijin Cerai Nomor : SIC/1/VI/2013 tanggal 27 Juni

2013, dan akhir bulan juni 2013 terdakwa pergi menemui Saksi 1 di

Pemalang untuk meminta Akta Nikah Terdakwa EL dan Saksi 1 guna

Page 46: USM PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA …

36

melengkapi persyaratan permohonan gugatan cerai namun Saksi 1 tidak

memberikannya.

d. Pada tanggal 3 Juli 2013 Terdakwa GWA menemui AA (Saksi 2) untuk

meminta bantuan menguruskan duplikat akta nikah selanjutnya atas

permintaan tersebut pada hari itu juga membuat laporan kehilangan akta

nikah Terdakwa EL ke Polsek Taman Polres Pemalang Nomor Pol :

LK/354/VII/12013/ Sek Taman. Berdasarkan laporan kehilangan tersebut

kemudian KUA Kec. Taman mengeluarkan Duplikat akta nikah Nomor :

KK. 11.27.11. PW. 01/436/2013 tanggal 3 Juli 2013 a.n Terdakwa Praka

GWA dan Sdri. MR. Kemudian oleh terdakwa duplikat itu digunakan

sebagai kelengkapan administrasi guna mendaftarkan permohonan

perceraian di Pengadilan Agama Pemalang yang tercatat dalam Register

Perkara Nomor : 1900/Pdt.G/2013/PA. Pml tanggal 4 Juli 2013.

e. Pada tanggal 16 Januari 2014 berdasarkan putusan Pengadilan Agama

Pemalang Nomor 1900/Pdt.G12013/PA. Pml yang amar putusannya

menyatakan mengabulkan permohonan cerai Terdakwa GWA dengan

Saksi 1, atas putusan tersebut Saksi 1 mengajukan banding ke Pengadilan

Tinggi Agama Semarang. Kemudian pada tanggal 25 Agustus 2014

sesuai salinan Putusan Pengadilan Tinggi Agama Semarang Nomor :

164/Pdt. G./2014/PTA. Smg menguatkan putusan Pengadilan Agama

Pemalang tersebut dan menghukum terdakwa membayar Mut’ah sebesar

Rp. 6.000.000 (enam juta rupiah) kepada Saksi 1, memberi biaya

Page 47: USM PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA …

37

pengasuhan anaknya sebesar Rp. 750.000 (tujuh ratus lima puluh ribu

rupiah) setiap bulannya sampai anaknya umur 21 tahun dan menetapkan

hak asuh anak jatuh ke Saksi 1.

f. Sepengetahuan Saksi 1 untuk mengajukan persyaratan permohonan

gugatan cerai Terdakwa GWA telah memalsukan dokumen berupa status

perkawinan di E-KTP Nomor NIK : 3374131601810006 milik Terdakwa

GWA dari sudah kawin menjadi belum kawin dan surat ijin cerai dari

Danyonif 400/ Raider yang belum tercantum nomor register namun

sudah di tanda tangani oleh Danyonif 400/ Raider serta Duplikat akta

nikah yang dikeluarkan dari KUA Kec. Taman Kab. Pemalang Nomor :

KK.11.27 PW . 01/436/2013 tanggal 3 Juli 2013, sehingga pada tanggal

12 Januari 2015 Saksi 1 melaporkannya ke Pomdam IV/Diponegoro.

Dalam kasus ini Terdakwa GWA didakwa dengan dakwaan tunggal,

Terdakwa GWA didakwa telah melanggar Pasal 266 ayat (1) KUHP. Dalam

persidangan dengan Terdakwa GWA, pembuktian dari keterangan saksi-saksi

sebagai berikut:

1. Saksi 1 : MR (Mantan istri terdakwa)

2. Saksi 2 : AZ (Teman terdakwa)

3. Saksi 3 : WW (Pegawai Disdukcaptil terdakwa)

Page 48: USM PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA …

38

Selain alat bukti dari kesaksian para saksi, juga didapati alat bukti berupa

barang dan surat sebagai berikut:

1. E-KTPNIK. 3374313 1601810006 atas nama GWA

2. Duplikat Akta Nikah Nomor KK/11.2711PW01/436/2013

tanggal 3 Juli 2013

3. Akta Nikah Nomor 1225/28/IX/2007 tanggal 03 September

2007 atas nama GWA dan MR.

4. Surat ijin Cerai danYonif 400/Raider NomorSIC/1/VI/2013

tanggal 27 Juni 2013

5. Bukti Laporan Kehilangan berupa Akta Nikah Nomor Polisi:

LK/354/VII/2013/Sek.Taman

Saksi 1 MR pada intinya mengenal dan tahu mengenai Terdakwa GWA

dalam hubungan suami istri. Keterangan Saksi MR membenarkan bahwa dalam

proses perceraian antara Terdakwa GWA dengan saksi, Terdakwa GWA telah

memalsukan surat-surat dalam dalam pengajuan permohonan gugatan pereraian di

Pengadilan Agama Pemalang, karena sepengetahuan saksi, untuk dapat

mengajukan permohonan gugatan cerai harus dilengkapi dengan kutipan akta

nikah yang asli sebagai dasar pengajuan permohonan perceraian. Dalam

pemeriksaan di Pengadilan Agama Pemalang saat pemeriksaan surat-surat, saksi

melihat ada surat tanda laporan kehilangan surat/barang yang diterbitkan oleh

Polres Taman Pelres Pemalang yang isinya berupa kehilangan barang berupa surat

Page 49: USM PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA …

39

nikah Nomor 122/28/IX/2007 padahal sebenarnya surat nikah antara Terdakwa

GWA dan saksi tidak terjadi kehilangan. Pada akhir Agustus 2013 sekira pukul

19.00 wib Terdakwa GWA datang kerumah saksi untuk meminta buku akta nikah

yang dipegang oleh saksi untuk digunakan Terdakwa GWA mengajukan

permohonan cerai di Pengadilan Agama, tetapi berkata pada Terdakwa GWA

besok pagi saja tetapi saksi tidak juga memerikan buku akta nikahnya karena saat

itu sedang capek. Adanya putusan dari Pengadilan Agama Pemalang Nomor :

164/pdt.G/2013/PA tanggal 16 Januari 2014 dan dikuatkan oleh Putusan

Pengadilan Tinggi Agama Semarang Nomor: 64.Pdt. G/PTA.Smg tanggal 25

Agustus 2014 bahwa perkawinan antara Terdakwa GWA dengan saksi telah putus

karena perceraian tetapi menurut saksi yang dijadikan dasar perceraian saksi

dengan Terdakwa GWA adalah adanya cacat hukum secara administrasi karena

Terdakwa GWA telah memalsukan dokumen sehingga Putusan Pengadilan Agama

Semarang Nomor164/Pdt. G/PTA.Smg adalah cacat hukum. Karena perbuatan

Terdakwa GWA yang melanggar hukum, saksi melaporkan tindak pidana

pemalsuan yang dilakukan Terdakwa GWA ke Mapomdam IV/Diponegoro. Selain

memalsukan buku akta nikah, Terdakwa GWA juga memalsukan status Terdakwa

GWA dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga Terdakwa GWA.

Atas keterangan saksi tersebut Terdakwa GWA membenarkan sebagian

dan meluruskan sebagian yaitu bahwa pada saat Terdakwa GWA meminta kutipan

akta nikah kepada saksi, yaitu pertama sekira pukul 15.00 saksi mengatakan “saya

tidak mau kasih”, kemudian sekira pukul 19.00 Terdakwa GWA datang kembali

Page 50: USM PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA …

40

ke rumah saksi untuk meminta kutipan akta nikah saksi tetap mengatakan tidak

mau kasih. Dengan tidak diberikannya kutipan nikah, Terdakwa GWA akhirnya

mempunyai pikiran untuk menduplikat akta nikah.

Saksi 2 AZ pada intinya mengenal dan tahu mengenai Terdakwa GWA

pada saat mengurus pernikahan Terdakwa GWA dengan Saksi 1 dan kebetulan

bertetangga. Berdasarkan keterangan Saksi AZ bahwa pada tanggal 3 Juli 2013

sekira pukul 09.00 wib, Terdakwa GWA menemui Saksi 2 dirumah Saksi 2, dalam

pertemuan tersebut Terdakwa GWA meminta tolong pada Saksi 2 untuk dibuatkan

surat kehilangan buku nikah miliknya. Dengan adanya alasan kehilangan, bisa

dibuatkan duplikat akta nikah terdakwa GWA dengan Saksi 1. Terdakwa GWA

berkeinginan mengajukan gugatan cerai terhadap istri Terdakwa GWA yaitu Saksi

1, Terdakwa GWA meminta kepada Saksi 2 untuk mau membantu dalam proses

pengurusan penggugatan cerai tersebut. Dalam pembicaraan tersebut Terdakwa

GWA tidak memiliki kutipan akta nikah Saksi 1 karena pada saat Terdakwa GWA

meminta kepada Saksi 1, Saksi 1 tidak memberikan akta tersebut, Terdakwa GWA

mengatakan kepada Saksi 2 supaya mau membantu Terdakwa GWA untuk

membuat duplikat akta nikah.

Selanjutnya sekira pukul 09.30 saksi menuju ke kantor desa untuk

meminta pengantar yang isinya adanya kehilangan berupa buku nikah atas nama

Terdakwa GWA, selanjutnya Saksi 2 menuju Polsek Taman Polres Pemalang

untuk membuat laporan kehilangan. Dengan surat pengantar dari kantor desa

tersebut saksi ke Polsek Taman Pemalang untuk mengajukan permohonan untuk

Page 51: USM PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA …

41

menerbitkan surat tanda kehilangan surat/barang tanggal 3juli 2013 Nomor Pol :

LK/354/VIU2013/ Kec.Taman yang ditanda tangani Ka SPK Ru I Aiptu Herry

Apriyanto yang berisikan berupa kehilangan Surat Nikah Nomor 122/28/IX/2007

atas nama Tedakwa GWA dengan Saksi-1. Sekira pukul 10.00 wib saksi menuju

kantor KUA Kec. Taman Kab.Pemalang untuk mengajukan penerbitan duplikat

Akta Nikah sehingga terbit duplikat kutipan akta nikah Nomor

KK.11.27.11/Pw.01/136/103 tanggal 03 Juli 2013. Atas keterangan saksi tersebut

Terdakwa GWA membenarkan seluruhnya.

Saksi 3 WW pada intinya saksi tidak mengenal Terdakwa GWA dan

baru bertemu di persidangan ini dan tidak ada hubungan keluarga. Saksi 3

membenarkan bahwa pada tanggal 6 Nopember 2012 Dinas Kependudukan dan

pencatatan Sipil Kec. Banyumanik mengelurkan E-KTP NIK 337413161810006

atas nama GWA anggota Yonif 400/Raider dengan status belum kawin. Saksi

sebagai Kasi Pengawasan dan Pengendalian Penduduk Disdkcatpil Kota Semarang

sebelumnya sudah meneliti berkas pemohon yaitu GWA dalam membuat E-KTP

di Kec. Banyumanik termasuk tergolong kedatangan yaitu pindah dari

Kab.Semarang ke Kec. Banyumanik Kota Semarang sesuai data dari Semarang

dengan status belum kawin. Atas keterangan saksi tersebut Terdakwa GWA

membenarkan seluruhnya.

Dalam persidangan, Terdakwa GWA juga menerangkan bahwa kondisi

rumah tangganya memang tidak haromonis sehingga terdakwa GWA dan istri

sepakat untuk melakukan perceraian, kemudian Danyonif 400/Raider

Page 52: USM PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA …

42

menyetujuinya dengan mengeluarkan Surat Ijin Cerai No : SIC/1/VI/2013 tanggal

27 Juni 2013.

Setelah mendapat surat ijin cerai Terdakwa GWA bermaksud untuk

mengajukan gugatan cerai di Pengadilan Agama Pemalang akan tetapi ditolak

dengan alasan berkas tidak lengkap karena belum ada kutipan akta nikah.

Terdakwa GWA meminta akta nikah kepada Saksi 1 akan tetapi Saksi 1 tidak

memberikannya. Dengan tidak diberikannya akta nikah, Terdakwa GWA

menemui Saksi 2 untuk meminta bantuan supaya dibuatkan duplikat kutipan akta

nikah.

Setelah mendengar keterangan Terdakwa GWA dan para saki-saksi, Oditur

Militer berpendapat bahwa perbuatan Terdakwa GWA tersebut memenuhi unsur –

unsur tindak pidana sebagaimana dirumuskan dan diancam dengan pidana yang

tercantum dalam Pasal 266 ayat (1) KUHP. Tuntutan Oditur Militer II-10

Semarang 23 Juni 2013 sebagai berikut :

a. Pidana penjara selama 7 (tujuh) bulan.b. Menetapkan barang-barang bukti :

1. E-KTP NIK .3374131601810006 atas nama GWA2. Duplikat akta nikah Nomor KK/11.2711 PW 01/436/2013

tanggal 3 Juli 20133. Akta nikah Nomor : 1225/28/IX/2007 tanggal 3 September

2007 atas nama GA dan MR.4. Surat ijin Cerai danYonif 400/Raider Nomor SIC/1/VI/2013

tanggal 3 Juli 2013.5. Bukti Laporan Kehilangan berupa Akta Nikah Nomor Polisi :

LK/354/VII/2013/Sek.Tamanc. Membayar biaya perkara sebesar Rp. 10.000 (sepuluh ribu rupiah)

Keterangan saksi sebagai berikut :1. Mantan istri terdakwa : MR (saksi 1)2. Pengurus pernikahan GA dengan MR : AA (saksi 2)

Page 53: USM PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA …

43

3. Pegawai Disdukcatpil kota Semarang : WW (saksi 3).25

Atas tuntutan Oditur Militer tersebut, Terdakwa GWA mengajukan

permohonan pembelaan secara lisan yaitu untuk memohon keringanan hukuman

dengan alasan bahwa perbuatan ini dilakukan karena buku kutipan nikah yang

seharusnya dipegang oleh suami di pegang oleh istri karena pada saat di minta

oleh Terdakwa GWA, istri Terdakwa GWA tidak memberikannya sehingga

terdakwa GWA berupaya untuk melengkapi persyaratan perceraian di Pengadilan

Agama. Terdakwa GWA mengakui kesalahannya Terdakwa dan menyesali akan

kesalahan yang telah mengakibatkan Terdakwa GWA berperkara saat ini dan

Terdakwa GWA berjanji tidak akan mengulangi perbuatan yang melanggar

hukum.

Pengadilan Militer II-10 berpendapat bahwa tindak pidana yang

dilakukan oleh Terdakwa GWA melanggar Pasal 266 ayat 1 KUHP yang mana

unsur-unsur yang ada pada Pasal 266 ayat 1 adalah sebagai berikut :

1. Unsur ke-1 : Barang siapa.

2. Unsur ke-2: Menyuruh memasukan keterangan palsu ke dalam

suatu Akta otentik tentang suatu tindakan dimana

seharusnya akta itu menyatakan kebenarannya

dengan maksud untuk menggunakan akta itu atau

menyuruh orang lain untuk menggunakannya

25 Putusan Pengadilan Militer II-10 Semarang, Nomor :28-K/PM.II-10/AD/VII/2015

Page 54: USM PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA …

44

seolah-olah keerangannya itu sesuai dengan

kebenaran.

3. Unsur ke-3: Jika penggunaannya dapat menimbulkan kerugian.

Putusan Pengadilan Militer II-10 Semarang Nomor : 28-K / PM.II-10 /AD

/VII /2015 tanggal 25 Agustus 2015 yang amar lengkapnya sebagai berikut :

1. Menyatakan Terdakwa GWA terbukti secara sah dan meyakinkanbersalah melakukan melakukan tindak pidana : “menyuruhmemasukan suatu keterangan palsu ke dalam suatu akta otentikdengan maksud untuk menggunakan akta itu jika penggunaanyadapat menimbulkan kerugian”

2. Memidana Terdakwa GWA dengan penjara selama 4 (empat)bulan

3. Menetapkan barang bukti berupa:a. E-KTP E-KTP NIK .3374131601810006 atas nama GWAb. 2 eksemplar Buku Kutipan akta nikah Nomor

1225/28/IX/2007 tanggal 3 September 2007 atas nama GWAdan MR.

c. 1 lembar foto copy surat ijin cerai dari Dan Yonif 400/RaiderNomor SIC/1/VI/2013 tanggal 23 Juni 20131 lembar fotocopy Surat Tanda Penerimaan Laporan KehilanganSurat/Barang berupa Akta Nikah Nomor Polisi :LK/354/VII/2013 Sek. Taman tanggal 3 Juli 2013.

d. 1 lembar foto copy duplikat Kutipan Akta Nikah Nomor :Kk.11.2711 / PW.01 /436/ 2013 tanggal 3 Juli 2013.

4. Membebankan biaya perkara kepada terdakwa sebesar Rp. 7.500(tujuh ribu lima ratus rupiah).26

Putusan tersebut diputuskan dalam rapat permusyawaratan Majelis

Hakim pada tanggal 25 Agustus 2015 oleh Hakim ketua Letnan Kolonel

Chk Esron Sinambela , S.S., S.H., M.H. NRP 11950006980270 , hakim

anggota I Siti Alifah, S.H., M.H. NRP 574652, hakim anggota II Niarti S.H.

26 Ibid.

Page 55: USM PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA …

45

NRP 522941 dan Panitera Bety Novita Rindarwati S.H. NRP 535951

masing-masing sebagai Hakim Anggota I dan sebagai Hakim Anggota II,

Oditur Militer Mayor Chk Kemis, S.H.NRP 58855 dan Paniera Kapten Sus

Bety Novita Rindarwat,S.H.NRP 535951.27

Dengan demikian pemidanaan bagi anggota militer yang melakukan

tindak pidana pemalsuan surat dengan studi kasus Putusan Nomor 28-K /

PM.II-10 / AD / VII / 2015 di Pengadilan Militer II-10 Semarang meliputi

dakwaan Oditur Militer II-10 Semarang yaitu Pasal 266 ayat (1) KUHP

pembuktian dalam perkara ini ada 3 (tiga) alat bukti yaitu keterangan saksi,

keterangan Terdakwa GWA, 2 (dus) lembar barang-barang dan 3 (tiga)

surat-surat. Pada intinya Oditur Militer menuntut terdakwa pidana penjara

selama 7 (tujuh) bulan. Putusan Pengadilan Militer II-10 Semarang

mengadili Terdakwa GWA dengan pidana penjara selama 4 (empat) bulan.

Berdasarkan uraian putusan tersebut, peneliti menganalisa bahwa

putusan yang dijatuhkan Pengadilan terhadap Terdakwa GWA sudah adil

karena dalam kasus ini Terdakwa GWA mengakui perbuatan yang

dilakukannya telah melanggar hukum dan Terdakwa GWA juga

menjelaskan alasan-alasannya melakukan tindak pidana pemalsuan akta

nikah tersebut. Sebelum menjatuhkan putusan tersebut pengadilan juga

sudah mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan

27 Ibid.

Page 56: USM PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA …

46

sehingga putusan tersebut dirasa sudah adil dan sudah sesuai dengan

perbuatan yang dilakukan Terdakwa GWA.

B. Pertimbangan hakim militer dalam menjatuhkan putusan terhadap pelaku

tindak pidana pemalsuan surat yang dilakukan oleh anggota TNI berdasarkan

Putusan Nomor : 28-K / PM-II-10 / AD / VII / 2015 di Pengadilan Militer II-10

Semarang.

Manusia sebagai makhluk ciptaan tuhan diciptakan saling berdampingan

dan harus saling menjaga hubungan baik, baik hubungan antara manusia dengan

hewan dan alam ataupun menjaga hubungan antara manusia dengan manusia

karena sesuai dengan kodratnya manusia itu sebagai makhluk sosial. Sebagai

makhluk sosial terkadang secara sadar atau tidak sadar dalam menjalankan

pekerjaan dalam kehidupan sehari-hari terkadang selalu dihadapkan pada posisi

yang mendesak sehingga menjadi bimbang mengenai keputusan yang diambil.

Salah satu contoh pekerjaan yang membutuhkan pemikiran yang matang dan

kejelian dalam menghadapi suatu permasalahan adalah hakim.

Hakim dalam dunia peradilan mempunyai peran yang sentral karena dia

diberikan kewenangan oleh undang-undang untuk memutuskan perkara.

Pertimbangan hakim merupakan aspek terpenting untuk memutuskan sebuah

masalah karena pada dasarnya keputusan hakim harus mengandung nilai keadilan

dan kepastian hukum sehingga menimbulkan banyak manfaat bagi para pihak yang

bersangkutan.

Page 57: USM PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA …

47

Hukuman yang dijatuhkan hakim terhadap Terdakwa GWA sebelumnya

sudah dipertimbangkan secara teliti sesuai fakta dengan persidangan yang ada.

Untuk memberikan keputusan yang adil kepada para pihak yang bersengketa,

hakim seharusnya dapat teliti, baik serta cermat jika dihadapkan dengan kasus-

kasus yang ada. Selain itu hakim dalam melakukan pemeriksaan perlu adanya

pembuktian. Pembuktian adalah tahapan paling penting dalam persidangan,

pembuktian bertujuan untuk memperoleh keyakinan bahwa peristiwa/kronologi

kejadian itu benar-benar terjadi.

Pemidanaan terhadap pelaku tindak pidana pemalsuan surat yang

dilakukan oleh anggota TNI dengan studi kasus di Pengadilan Militer II-10

Semarang, atas nama Terdakwa GWA anggota Yonif 400/Raider. Terdakwa GWA

didakwa oleh Oditur Militer atas Pasal 266 ayat (1) KUHP yang menyatakan bahwa

barang siapa menyuruh memasukkan suatu keterangan palsu ke dalam sebuah akta

otentik mengenai suatu hal yang kebenarannya harus dinyatakan oleh akta itu,

dengan maksud untuk memakai akta itu seolah-olah keterangannya sesuai dengan

kebenaran, diancam jika pemakaian akta itu dapat menimbulkan kerugian.

Adapun dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap

Terdakwa adalah pertimbangan yuridis dan non yuridis :

a. Pertimbangan Yuridis

Pertimbangan yang berkaitan dengan terpenuhinya unsur-unsur

tindak pidana sebagaimana yang didakwakan kepada seseorang. Tidak

terpenuhinya salah satu unsur dari tindak pidana yang didakwakan, maka

Page 58: USM PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA …

48

dapat berakibat bebasnya Terdakwa dari dakwaan dan tuntutan jaksa

penuntut umum. Selain terpenuhinnya unsur-unsur tersebut hakim juga

mempertimbangkan berdasarkan keterangan saksi, Terdakwa dan alat

bukti.

Dalam contoh kasus tersebut telah terpenuhi unsur-unsur tindak

pidana sebagaimana yang didakwakan yaitu tindak pidana pemalsuan

surat sebagaimana diatur dalam Pasal 266 ayat (1) KUHP. Unsur-unsur

tersebut meliputi:

1. Unsur barang siapa, bahwa yang dimaksud dengan barang siapa

menurut UU adalah orang yang tunduk pada perundang-undangan

RI, termasuk pula anggota TNI.

Dalam hal ini terdakwa memenuhi unsur tersebut karena Terdakwa

GWA merupakan warga Negara Indonesia dan Terdakwa GWA juga

merupakan anggota TNI.

2. Unsur menyuruh memasukan suatu keterangan palsu ke dalam suatu

Akta otentik tentang suatu tindakan dimana seharusnya akta itu

menyatakan kebenarannya dengan maksud untuk menggunakan akta

itu atau menyuruh orang lain untuk menggunakannya seolah-olah

keterangannya itu sesuai dengan kebenaran, bahwa yang dimaksud

menyuruh adalah kehendak itu hanya ada pada si penyuruh

(Terdakwa) sedangkan yang disuruh tidak terdapat kehendak untuk

Page 59: USM PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA …

49

memasukan keterangan palsu. Bahwa yang dimaksud akta otentik

adalah akta yang dibuat oleh pejabat berwenang.

Dalam unsur kedua Terdakwa GWA memenuhi unsur karena

Terdakwa GWA menyuruh memasukan keterangan palsu kepada

pejabat berwenang demi memenuhi keinginan Terdakwa GWA

untuk mengajukan gugatan cerai di Pengadilan Agama.

3. Unsur jika penggunaanya dapat menimbulkan kerugian, yang

dimaksud penggunaan dalam hal ini adalah penggunaan terhadap

akta yang dibuat oleh Terdakwa yang mengakibatkan kerugian

kepada pihak lain.

Dalam unsur ketiga Terdakwa GWA memenuhi unsur karena

perbuatan yang dilakukan Terdakwa GWA merugikan Saksi 1,

karena dengan demikian Saksi 1 tidak lagi menjadi tanggung jawab

Terdakwa GWA dan juga anak dari pernikahan Terdakwa GWA

dengan Saksi 1.

Adapun fakta-fakta lain dalam proses persidangan selain

terpenuhinya unsur-unsur tersebut pengadilan telah menghadirkan 3

orang saksi yaitu MR, AA dan WW. Pengadilan juga menetapkan alat

bukti berupa E-KTP E-KTP NIK .3374131601810006 atas nama GWA.

2 eksemplar Buku Kutipan akta nikah Nomor 1225/28/IX/2007 tanggal 3

September 2007 atas nama GWA dan MR. 1 lembar foto copy surat ijin

cerai dari Dan Yonif 400/Raider Nomor SIC/1/VI/2013 tanggal 23 Juni

Page 60: USM PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA …

50

20131 lembar foto copy Surat Tanda Penerimaan Laporan Kehilangan

Surat/Barang berupa Akta Nikah Nomor Polisi : LK/354/VII/2013 Sek.

Taman tanggal 3 Juli 2013. 1 lembar foto copy duplikat Kutipan Akta

Nikah Nomor : Kk.11.2711 / PW.01 /436/ 2013 tanggal 3 Juli 2013.

Berdasarkan fakta persidangan yang ada dan setelah

mendengarkan keterangan para saksi, Terdakwa GWA dinyatakan terbukti

secara sah dan menyakinkan bersalah telah melakukan tindak pidana

pemalsuan surat. Dalam perkara ini hakim memutuskan bahwa Terdakwa

GWA harus dipenjara selama 4 (empat) bulan dan dibebani membayar

biaya perkara sebesar Rp 7.500 (tujuh ribu lima ratus rupiah).

b. Pertimbangan Non Yuridis

Pertimbangan yang bukan hanya dilihat dari aspek non hukum.

Penerapan berat ringannya pidana yang dijatuhkan untuk pelaku, hakim

harus menyesuaikan dengan apa yang menjadi alasan Terdakwa

melakukan tindak pidana pemalsuan surat tersebut. Hal tersebut

merupakan salah satu pertimbangan yang perlu hakim lakukan sebelum

menjatuhkan putusan, sehingga dalam penjatuhan pidana dirasakan adil

oleh semua pihak.

Adapun hal yang meringankan Terdakwa GWA yaitu Terdakwa

GWA mengakui berterus terang mengakui perbuatan yang dilakukannya

dan tidak berbelit-belit sehingga memperlancar jalannya persidangan.

Page 61: USM PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA …

51

Dalam hal ini alasan Terdakwa GWA melakukan pemalsuan duplikat

akta nikah tersebut karena kehidupan rumah tangga dengan Saksi 1 berjalan tidak

harmonis dan ditambah pada tahun 2009 Terdakwa GWA mendengar bahwa

istrinya kembali memeluk agamanya sebelumnya yaitu Kristen Protestan sehingga

dia ingin menggugat cerai istri. Dalam mendaftarkan permohonan cerai berkas

administratif ada yang kurang lengkap yaitu akta nikah, yang mana akta nikah

dipegang oleh saksi dan diminta terdakwa tidak diberikan sehingga terdakwa

memalsukan akta nikah dengan cara berpura-pura akta nikahnya hilang sehingga

dikeluarkannya duplikatnya.

Page 62: USM PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA …

52

BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

1. Pemidanaan terhadap pelaku tindak pidana pemalsuan surat yang dilakukan

oleh anggota TNI berdasarkan Putusan Nomor : 28-K / PM.II-10 / AD 2015

di Pengadilan Militer Semarang, dalam hal ini contohnya dilakukan oleh

Praka GWA di Pengadilan II-10 Semarang. Pemidanaan meliputi dakwaan

oditur militer Pasal 266 ayat (1), tuntutan Oditur Militer agar Terdakwa GWA

dijatuhi pidana penjara 7 (tujuh) bulan. Selanjutnya pembuktian dalam

perkara ini meliputi keterangan saksi ada 3 (tiga) orang dan barang bukti ada

2 buah alat bukti sura. Terdakwa mengajukan pledoi secara lisan. Pengadilan

Militer II-10 Semarang menjatuhkan pidana penjara terhadap Terdakwa

GWA selama 4 (bulan). Putusan Pengadilan Militer Semarang II-10 tersebut

sudah adil dan sudah sesuai dengan perbuatan yang dilakukan Terdakwa

GWA.

2. Pertimbangan hakim militer dalam menjatuhkan putusan terhadap pelaku

tindak pidana pemalsuan surat yang dilakukan oleh Anggota TNI berdasarkan

Putusan Nomor : 28-K / PM.II-10 AD / VII / 2015 di Pengadilan Militer II-10

Semarang Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan Putusan meliputi

pertimbangan yuridis dan non yuridis. Yuridis memenuhi Pasal 266 ayat (1)

Page 63: USM PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA …

53

Barang siapa menyuruh memasukan keterangan palsu ke dalam suatu akta

otentik mengenai suatu hal yang kebenarannya harus dinyatakan oleh akta itu,

dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain Memakai akta itu

seolah-olah keterangannya sesuai dengan kebenaran, diancam, jika

pemakaian itu dapat menimbulkan kerugian, dengan pidana penjara paling

lama tujuh tahun”. Dan pertimbangan non yuridis Bahwa Terdakwa GWA

berterus terang dan mengakui perbuatannya sehingga memperlancar jalannya

persidangan.

B. Saran

Dari kesimpulan tersebut maka disarankan kepada para penegak hukum

khususnya para hakim militer lebih mempertimbangkan latar belakang dari

pelaku dalam melakukan tindak pidana dengan mempertimbangkan hak asasi

manusia.

Page 64: USM PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA …

x

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Adami Chazawi. Pengantar Hukum Pidana Bag I. Jakarta : Grafindo, 2002.

Cansil dan Cristhine Cansil. Pokok-pokok Hukum Pidana. Jakarta : Pradnya Paramita ,2007.

Hasan Ashari. Kewenangan Penyidikan Terhadap tindak Pidana Pembunuhan Oleh Anggota

TNI di Pengadilan Militer II-10 Semarang. Skripsi, Semarang 2012.

Lamintang. Dasar-Dasar Hukum Pidana indonesia. Bandung : Sinar Baru , 1992.

Moeljatno. Hukum Pidana Materiil, Unsur-unsur Subjektif sebagai Dasar Dakwaan. Jakarta :

Sinar Grafika, 1996.

P.A.F Lamintang. Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia. Bandung : Sinar Baru, 1990.

Roeslan Saleh. Perbuatan Pidana dan Pertanggung Jawaban Pidana. Jakarta : Aksara Baru,

1981.

Ronny Hanitijo Soemitro. Metodologi Penelitian Hukum dan Yurimetri. Jakarta : Ghalia

Indonesia, 1990.

S.R Sianturi. Hukum Pidana Militer di Indonesia. Jakarta : Alumni, cetakan kedua, 1985.

SR. Sianturi.Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta : Storia Grafika, 2002.

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif . Jakarta : Raja Grafindo

Persada, 1990.

Sudarto. Hukum Pidana I. Semarang : Yayasan Sudarto FH Undip, 1990.

Suharmi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta,

1998), halaman 109.

Teguh Prasetyo. Hukum Pidana. Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2010.

Wirjono Prodjokuro. Tindak Pidana Tertentu. Bandung : Refika Aditama, 2002.

B. PeraturanPerundang-undangan.

Sekretariat Negara RI. Undang-UndangDasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945.Jakarta, 1945.

Page 65: USM PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA …

xi

Sekretariat Negara RI.Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 1946 tentangKitabUndang-

UndangHukumPidana. Jakarta, 1981.

Sekretariat Negara RI.Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1997

tentangPeradilanMiliter.Jakarta, 1997.

Sekretariat Negara RI.Undang-Undang RI Nomor 34 Tahun 2004 tentangTentaraNasional

Indonesia. Jakarta, 2004.

C. Website

http://daragina.blogspot.co.id/2014/11/pemalsuan-surat-valschheid-in-geschrift.html.

diaksestanggal 24 November 2014 .

https://id.m.wikipedia.org/wiki/kode-etik-profesidiaksestanggal 17 desember 2015.

http://bayudwiristanto.blogspot.co.id/2015/03/etika-dan-kode-etik-fungsi-kode-etik.html.

diaksestanggal 03 maret 2015.

www.tniad.mil.id