urgensi pemikiran kritis dalam pengembangan kriminologi

14
M. Abdul Khollq. Urgensi Pemikiran Kritis dalam Pengembangan ... Urgensi Pemikiran Kritis dalam Pengembangan Kriminologi Indonesia di Masa Mendatang M. Abdul Kholiq Abstract Crime is as social phenomena which is interesting to be discussed in order to overcome a comprehensive solution. The science of criminology is a significant study, which is especially aimed to examine the cause and effect of crime (etiology) and the criminal policy. There are threeprominent theories which have been taken into consideration inthe current of criminology development These Include Classics theory, Positive theory and Critical theory. Ail ofthese theories, the critical theory Isthemost comprehensive and valid approach in responding to formulate the essence of crime and criminals.For the future of Indonesian Criminology development, itIs very significant to adoptthe critical theory. This argument is supported by the fact that crime can nofonlybe definedas such as law, but also needs a wider of understanding ofsocialphenomena, cultural and constructed con cept of government. Pendahuluan Hal pertama yang harus dikemukakan representatif sebagai tempat menampung untuk menguraikan tema tulisan di atas iaiah pemiklran-pemikiran kriminologis ala Indonesia^ bahwa "memotret" secara tepat perkembangan Menimbang realita di atas, maka paparan pemikiran kriminologi di Indonesia bukaniah dalam tulisan ini tidak bisa tidak tiarus pekerjaan mudah. la memerlukan "penglihatan" "mengambil" khasanah kepustakaan mengenai yang cermat, mendaiam serta berslfat kontinyu teori-teorl kriminologi yang selama ini telah terhadap tulisan-tullsan para ahli yang dibentangkan oleh paraahlinya di dunia barat. memlliki kompetensi sebagai kriminolog. Tentu saja agar supaya analisis dan hasil Dalam konteks Indonesia sampal sekarang inl kesimpulannya tidak terlepas dari akar belum ada suatu forum/wadah yang kriminologi Indonesia (sesuai dengan tema). ^Lahlmya organlsasi b.emama ASPEHUKI (Asosjasi Pengajar Hukum Pidanadan Kriminologi) di Indone siaselama in! tampaknya belum mencerminkan suatu kinerja yang efektif. Sehingga belum sah kiranya untuk dijadikan referensi dalam melihat pemiklran-pemikiran kriminologis Indonesia. 161

Upload: others

Post on 11-Nov-2021

11 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Urgensi Pemikiran Kritis dalam Pengembangan Kriminologi

M. Abdul Khollq. Urgensi Pemikiran Kritis dalam Pengembangan ...

Urgensi Pemikiran Kritis dalam PengembanganKriminologi Indonesia di Masa Mendatang

M. Abdul Kholiq

Abstract

Crime is as socialphenomena which is interesting to be discussed in order to overcomea comprehensive solution. The science of criminology is a significant study, which isespecially aimed to examine the cause and effect of crime (etiology) and the criminalpolicy. There are threeprominent theories which havebeen taken into consideration inthecurrent of criminology development These Include Classics theory, Positive theory andCritical theory. Ail ofthese theories, the critical theory Isthemost comprehensive andvalidapproach in responding to formulate the essence ofcrime and criminals.For the future ofIndonesian Criminology development, itIs very significant toadoptthe critical theory. Thisargument is supported by the fact that crime can nofonlybe definedas such as law, butalso needs a wider of understanding ofsocialphenomena, cultural and constructed concept of government.

Pendahuluan

Hal pertama yang harus dikemukakan representatif sebagai tempat menampunguntuk menguraikan tema tulisan di atas iaiah pemiklran-pemikiran kriminologis ala Indonesia^bahwa "memotret" secara tepat perkembangan Menimbang realita di atas, maka paparanpemikiran kriminologi di Indonesia bukaniah dalam tulisan ini tidak bisa tidak tiaruspekerjaan mudah. la memerlukan "penglihatan" "mengambil" khasanah kepustakaan mengenaiyang cermat, mendaiam serta berslfat kontinyu teori-teorl kriminologi yang selama ini telahterhadap tulisan-tullsan para ahli yang dibentangkan oleh paraahlinya di dunia barat.memlliki kompetensi sebagai kriminolog. Tentu saja agar supaya analisis dan hasilDalam konteks Indonesia sampal sekarang inl kesimpulannya tidak terlepas dari akarbelum ada suatu forum/wadah yang kriminologi Indonesia (sesuai dengan tema).

^Lahlmya organlsasi b.emama ASPEHUKI (Asosjasi PengajarHukum Pidanadan Kriminologi) di Indonesiaselama in! tampaknya belum mencerminkan suatukinerja yang efektif. Sehingga belum sah kiranya untukdijadikan referensi dalam melihat pemiklran-pemikiran kriminologis Indonesia.

161

Page 2: Urgensi Pemikiran Kritis dalam Pengembangan Kriminologi

maka mutlak pula kiranya apabila kajiannyamesti "membuka" pemikiran kriminolog Indonesia sebagal mana tersebar dalam berbagaitulisan (buku).

Dalam rangka memahami hakekat aiiran/pemikiran kritis itu dan bagaimana pulaurgensinya bagi pengembangan "sosok"kriminologi Indonesia pada masa mendatang,diperlukan telaah historis perkembanganpemikiran teoritik kriminologi pada umumnya.Lahimya pemikiran kritis tentu bukan sesuatuyang tiba-tiba muncul begitu saja.Eksistensinya melalui suatu proses "benturan"argumentasi panjang dengan aliran-aliran/pemikiran yang sebeiumnya telah eksisterlebih dahulu dalam khasanah "rimba" ilmu

kriminologi, seperti pemikiran klasik danpositivis.

Aiiran kritis dalam kriminologi yang seringpula "kriminologi baru", "kriminologi radikal","kriminologi sosialis", "kriminologi sayap kiri"atau bahkan sering. dituduh puia sebagal"kriminologi marxis", pernah menjadi temadiskusi panjang di kalangan ilmuwan sosialIndonesia.

Akademisi yang pro terhadap pemikirankritis tersebut yang di antaranya diwakili olehkriminolog muda Mulyana W. Kusuma, dalamberbagai forum maupun tulisan-tulisan yangtersebar sering beradu pikiran secara tajamdengan akademisi yang kontra yang antaralain diwakili oleh J, E. Sahetapy.^ Dalam

sejarah, pada sekitar akhir 1970-an atau awal1980-an disebabkan oleh karena label Marxis

tersebut (suatu paham yang dalam konteksorde baru dianggap "haram" karena diidentikkandengan komunis), pernah terjadi penguasamenerapkan suatu kebijakan yang"menyembelih" kebebasan-kebebasanakademik di kalangan ilmuwan yangdianggapterlalu kritis di dalam menganalisa fenomena-fenomena sosial yang "pincang" sebagalakibat dari penerapan kebijakan publik olehpenguasa.^

Realita kontroversialitas terhadapkeberadaan pemikiran kritis di atas secaraakademik tentu menarik untuk dikaji dalamrangka mencari jawab apakah sesungguhnyapemikiran tersebut dan bagaimana prospekserta urgensinya dalam konteks kriminologiIndonesia. Analisis terhadap persoalandiatasdimaksudkan agar "sosok" pemikiran kritisdapat ditempatkan dan disikapi secaraproporsional dalam arti tidak didramatisir.Apalagi harus dicurigai secara negatif.

Pemikiran Kritis sebagal UpayaAlternatif Pengembangan Kriminologi

Dalam perspektif sejarah setidaknyasampai dengan tahun 1960-an, stud! kriminologimasih ditekankan pada kajian tentang sebabmusabab kejahatan (etiology criminal) danpemberantasan/kontrol terhadap fenomena

^Lihat antara lain karya Sahetapy. 1992. Teori Kriminologi: Suatu Pengantar.Ban^ung: PenerbitPTCItra Aditya Bakti. Him. 47-58.

^Lihat has!! wawancara dengan I.S. Susanto. Termuatdalam Buletin FOKUS. Edisi No. l/SPP/XV/Desember1996.

162 JURNAL HUKUM. NO. 15 VOL 7. DESEMBER 2000: 161 -174

Page 3: Urgensi Pemikiran Kritis dalam Pengembangan Kriminologi

M. Abdul Kholiq. Urgensi Pemiklran Kritis dalam Pengembangan...

kejahatan tersebut {politik kriminal).^ Padawaktu itu kejahatan umumnya dipandangsebagai tindakan yang immorii dan merugikanmasyarakat. Oleh karenanya, dengan sadarditentang oleh negara. Perbuatan yangdimaksud dituangkan secara formal dalamaturan perundang-undangan hukum pidanasebagai perbuatan yang terlarang danpembangkangan terhadap aturan perundang-undangan tersebut diancam dengan reakslformal yang tegas dalam bentuk pemberianpenderitaaii tertentu {sanksi pidana).

Pandangan tersebut dl atas Ituiah yangdinamakan sebagai aliran/pemikiran klaslkdalam kiimlnologi. Dalam perspektif aliran Inl.kejahatan dan penjahat umumnya hanyadipandang dari sudut yuridls. Kejahatanadalah perbuatan yang dllarang oleh undang-undang pidana, sedangkan penjahat adalahorang yang melakukan kejahatan menuruthukum pidana. Kejahatan dipandang sebagaihasllpillhan bebas (freewill) dari Indivldu yangmenilai untung ruglnya melakukan kejahatan.Tanggapan raslonal yang diberlkan olehmasyarakat adalah agar indivldu tidakmelakukan pllihan dengan berbuat kejahatanyaltu dengancara menlngkatkan keruglan yangharus dibayar dan sebaliknya denganmenurunkan keuntungan yangdapatdlperolehdari melakukan kejahatan. Dalam hubunganinl, maka tugas kriminologi adalah membuatpola dan menguji sistem hukuman

(pemldanaan) yang akan memlnlmaikantindak kejahatan.^ ^

JadI,,menurut pandangan klaslk Inl,pemldanaan adalah suatu solusi/cara untukmenanggulangi kajahatan (control ofcrime) yangdapat dlbenarkan dan sekallgus jugapembenaran untuk ekslstensi hukum pidanadan sistem peradllan pidana.

Secara teoritis, latar belakang pemiklranInl dilandasi suatu asumsl bahwa hukum

pidana yang mengatur tentang kejahatan Ituhakekatnya adalah refleksl dari suatukonsensus/kesepakatan masyarakat mengenalperilaku atau perbuatan yang oleh masyarakatdirasakan sebagai ha! paling memglkan danoleh karenanya, maka tldak boleh dibiarkan.Menurut Romll,® teori/model konsensussebagai salah satu perspektif yang berfungsluntuk menjelaskan hubungan antaraekslstensi hukum dan masyarakat (teori/modellalnnya antara lain iaiah model piuralis danmodel konfllk), dipengaruhl oleh postulat-postulat sebagai berlkut: (1) masyarakatmerupakan suatu struktur yang relatif stabll;(2) pada dasarnya masyarakat telahterlntegrasi secara baik; (3) fungsl struktursoslaldidasarkan pada kesepakatan atas nllal-nilal; (4) dalam konteks kelahlran hukum,dipandang hukum adalah merupakan cerminkehendak masyarakat banyak. Semuaanggotamasyarakattelahsepakat tentangapayang benar dan apa yang tidak benar dan

'HenkleLiklikuwata. 1990.Sos/o/og/Hukum Pidana, Kejahatan dan Penjahat: Suatu Sketsa Jakarta:PenerbltlNDHlLLCO.HIm.3.

®I.S. Susanto.1993. Kriminologi. Semarang: Baglan Penerbitan Fakuitas Hukum Unlversitas Diponegoro.Him. 13.

®Romll Atmasasmita. 1984. BungaRampaiKriminologi. Jakarta: CV. Rajawali. Him. 89-90.

163

Page 4: Urgensi Pemikiran Kritis dalam Pengembangan Kriminologi

hukum hanyalah semata-mata suatu bentukpemyataan tertulis dari kesepekatah tersebut;(5) hukum melayani berbagai kepentingandalam masyarakat secara adil/sama. Olehkarena ia mencerminkan kehendak masyarakatbanyak, makaiatidak menekan atau melayanikepentingan hanya kepada salah satu darikelompok-kelompok tadi; dan (6) parapeianggar hukum hakekatnya adalahmewakilisuatu kelompok yang bersifat unik. Olehkarena sebagian besar masyarakat telahsepakat tentang apa yang benardan apa yangtidak benar, kelompok kecil yang melanggarhukum tadi dipandang memiliki ciri-ciritersendiri yang berbeda dengan kelompokterbesar yang taat pada hukum.

Apabila diperhatikan dengan seksamabeberapa ha! yang mendasari teori konsensuspemikiran klasik di atas, terlihatmenggambarkan bahwa untuk kontekssekarang aliran pemikiran ini tampak penuhdengan ideallta-idealita yang nyaris menjadisuatu Utopia. Semua yang dijelaskan seolahmengisyaratkan bahwa realitas kehidupansosial yang sangat kcmpleks dan heterogen initidak mencerminkan adanya persoalan karenamekanisme hukum diasumsikan telah

sedemikain mantap bekerjanya. Tentu sajasecara hakiki, dalam hubungan ini sangat sahkiranya apabila diajukan suatu "gugatan"mendasar berkaitan dengan realita yangsesungguhnya. Maksudnya bahwa dalamkenyataan, sepanjang sejarah kehidupanmasyarakat manusia belumiah ada terciptasuatu realitas kehidupan sosial yang betul-betul stabil di mana individu-individunya sama

sekali tidak memiliki perbedaan interestsehingga selalu dapat melahirkan kosensus-konsensus. Hal demikian ini mengingat bahwapada hakekatnya tiap-tiap individu itumempunyai karakteristik sikap dan perilakusendiri-sendiri dalam merespon realitas yangada di sekitar kehidupannya.

Sebagai keslmpulan, aliran pemikiranklasik ini kiranya belum dapat menjawabrealitas yang sesungguhnya dari problemkejahatan. Kajiannya terhadap masalahkriminaiitas (berdasarkan postulat-postulatyang menjadi landasannya), seolah hanyaterjebak pada gagasan-gagasan teoritik yangnyaris teiiepas darikenyataankejahatan yangsebenamya terjadi dalam kehidupan ditengah-tengah masyarakat.

Merespon terhadap ketidakpuasan atasgagasan-gagasan yang diberikan oleh pemikiranklasik di atas, maka dalam perkembangannyailmu kriminologi lahir suatu aliran pemikiranyang disebut dengan mazhab positivis. Aliraninilah yang pertamakali mendekati kategori"ilmiah" dalam upaya memahami problemkejahatan. Melalui studi ilmiah tentang kejahatanyang dipandang sebagai gejala sosial, parapositivis mencoba menemukan hubungansebab akibat fcause and effect relationship)dengan cara melakukan analisis terhadapperilaku kriminal yakni dengan mempelajarikarakteristik fisik para peianggar hukum(pelaku kejahatan). Mazhab ini berkeyakinanbahwa perilaku manusia ditentukan sebagianoleh faktor-faktor biologis, tetapi sebagianbesar merupakan pencerminan karakteristikdunia sosiokultural di mana ia hidup.^

^T. Seliin dalam "Culture'Conflict and Crime" sebagaimana dikutip Mardjorio Reksodiputro.1994.Kriminologidan Sistem Peradilan Pidana. Jakarta: Penerbit Lembaga Kriminologi. Universitas Indonesia;Him. 30.

164 JURNAL HUKUM. NO. 15 VOL 7. DESEMBER 2000: 161 - 174

Page 5: Urgensi Pemikiran Kritis dalam Pengembangan Kriminologi

M. Abdul Khollq. Urgensi Pemikiran Kritis dalam Pengembangan...

Dalam. hubungan ini- secara lebihtransparan, I.S. Susanto, juga menyatakanbahwa aliran pemikiran positif bertolak daripandangan bahwa perilaku manusiaditentukan oleh faktor-faktordi luarkontrolnya,baik yang berupa faktor biologis maupunkultural. Ini berarti bahwa manusia bukan

makhluk yang bebas untuk berbuat menurutidorongan keinginannya dan inteligensinya,tetapi makhluk yang dibatasi dan ditentukanoleh perangkat biologis dan situasi kulturalnya.Manusia berubah dan berkembang bukansemata-matakarenainteligensinya akantetapimelalul proses yang berjalan secara pelan-pelan dari aspek biologisnya atau evolusikultural.®

Aliran positivis ini sangat menentangpendapat aliran klasik yang melihat manusiaitu sebagai makhluk yang mempunyaikebebasan penuh dalam menentukanperilakunya ffree will) dan selalu bersikaprasionalhedonist. Karenapandangan free willitulah aliran klasik berpendapat bahwa satu-satunya solusi yang terbaik bagi upayapenanggulangan terjadinya pelanggaranhukum pidana (kejahatan) ialah denganmeningkatkan efektivitas sanksi pidana yangdiharapkan minimal akan memiliki deferenceeffect fpenjeraan). Tidak perlu dengan pendekatan-pendekatan lain yang bersifat non penal.Perbuatan melanggar hukum pidana ataukejahatan dianggap sebagai kesengajaan pilihansi pelaku atas dasar kehendak bebas tadi.

Sebaliknya, dalam perspektif positiviskarena kuathya pengaruh determinismebiologis maupun determinisme sosio kulturaldalam melihat perilaku/ perbuatan manusia,maka dldalam memandang problem kejahatandan upaya untuk mengatasinya'cenderungmengarah kepada usaha-usaha untukmenganalisis sebab-sebab perilaku kejahatantersebut melalui studi ilmiah tentang ciri-ciripenjahatbaik ditinjau dariaspek fisik/biologis,sosial maupun kulturalnya.® Jadi, menanggulangikejahatan tidaklah cukup dengan melaluipenjatuhan pidana saja, melainkan harusdilakukan dengan menyelesaikan causa (sebab-sebab)-nya teiieblh dahulu yang menlmbulkankejahatan itu sendiri.

Secara komparatif, pemikiran positivisdapat dikatakan beberapa langkah lebih majudibandingkan dengan pemikiran klasik. Studitentang sebab-sebab kejahatan (EtiologyCriminal) yang dapat berubah dan berbeda-beda wujudnya di setiap tempat dan waktu,akan mendorong perkeinbangan kriminologidan sekaligu's mencegah terjadinya stagnasiilmu.

Urgensi pengkajian terhadap faktor-faktorpenyebab timbulnya kejahatan ini jugadirekomendasikan oleh Kongres PBB ke-7tahun 1985 di Milan, Italia. Dalam dokumen A/CONF121/L/9 mengenai Critfie Prevention inthe Context of Development antara Iainditegaskan bahwa upaya penghapusansebab-sebab dan kondisi yang menlmbulkan

®I.S. Susanto. 1995. Kejahatan Korporasi. Semarang Badan Penerbit Universitas DIponegoro. Hlm.7.®Sebagai perbandingan lihat Stephan Hurwitz. dalam Ny. Lamya Moeljatno. 1986. Kriminologi. Jakarta;

FT Bina Aksara. Him. 35-102.

165

Page 6: Urgensi Pemikiran Kritis dalam Pengembangan Kriminologi

kejahatan harus merupakan strategipencegahan kejahatan yang mendasar.Kebijakan-kebijakan mengenai pencegahankejahatan harus mempertimbangkari sebab-sebab struktural, termasuk sebab-sebabketidakadilan yang bersifat sosio-ekonomisdimana kejahatan sering hanya merupakansuatu gejala/sympfom.''®

Dalam konflgurasi pemikiran positivis inipula gagasan "embrionaf tentangpenanggulangan kejahatan dengan melaluiupaya-upaya non penal mulai tumbuh danmendapat perhatian. Apablla sebelumnyapemikiran kiasik hanya meiihat problemkejahatan dan upaya penanganannya melaluijalur penal semata di mana ini 'berarti iebihmenitikberatkan pada sifat represif sesudahkejahatan teijadi, maka dalamjalur non penaltitik beratnya adalah pada sifat preventifsebelum kejahatan terjadi.

Menurut Barda Nawawi Arief, mengingatupaya penanggulangan kejahatan lewatjalurnon penal Iebih bersifat tindakan pencegahanuntuk terjadinya kejahatan, maka sasaranutamanya adalah penanganan faktor-faktorkondusif penyebab terjadinya kejahatan.Faktor-faktor kondusif itu antara lain berpusatpada masalah-masalah atau kondisi-kondisisosial yang secara langsung maupun tidaklangsung dapat menimbulkan atau bahkanmenumbuhsuburkan kejahatan.^^

Terlepas dari perkembangan yangkonstruktif darl pemikiran' positivis di atas(setidaknya dibandingkan dengan pemikirankiasik), bagaimanapun aliran ini masih belummampu menguak secara Iebih transparanberbagal proses sosial yang sebenarnya turutmendasari dan bahkan membentuk dunia

realltas (c.q kejahatan). Hal demikian inikarena pemikiran positivis cenderung masihdalam taraf"eksplorasi" (penjajakan) terhadapapa yang disebut sebagal realitas sosial yangsesungguhnya tentang kejahatan. indikatornyaantara lain iaiah masih terbelenggunya aliranini dalam bingkai determinisme blologis dansosio-kultural dalam menganallsis sebabkejahatan. Aspek-aspek penentu lainnyaseperti kebijakan di bidang politik, kebijakan,dan di bidang hukum masih belum "terjamah"secara benar oleh mereka, sehingga secarakeseluruhan pemikiran positivis masih belumdapat menunjang perkembangan kriminoiogisebagal suatu llmu yang memiliki perananpenting dalam qaendukung operasionallsasibidang-bidang llmu yang lain seperti ilmuhukum pidana.

Dalam rangka menjawab kemungkinanterjadinya kejumudan serta kemandekanpei1(embangan ilmu kriminoiogi di atas, makahadirnya new criminology, atau yang Iebihpopular dengan sebutan "kriminoiogi kritis"dapat dipandang sebagal alternatif yang

^"Sevent United Nations Congress onthePrevention ofCrime andTreatmentofOffenders. Report, 1986,hal94.

Barda Nawawi Arief. 1996. Bunga RampaiKebijakan Hukum Pidana. Bandung: Penerbit PI CitraAdityaBakti.Hlm.49.

166 JURNAL HUKUM. NO. 15 VOL 7. DESEMBER 2000: 161 - 174

Page 7: Urgensi Pemikiran Kritis dalam Pengembangan Kriminologi

M. Abdul Kholiq. Urgensi Pemikiran Kritis dalam Pengembangan...

sangat urgensif. Daiam aliran/pemikiran kritisinl, kriminalitas sebagai suatu socialphenomenon ditatap secara iebih tajam danmendalam, sesuai dengan namanya, analisispemikiran ini dapat menghasiikan suatusolusibag! problema kejahatan secara Iebih jelasdan operasiona! (karena pandangannyatentang kejahatan yang integralkomprehensif).

Dalam mazhabkritis inl, tidak lag! dianggappenting persoalan mengenal apakah manusiaitu hakekatnya memiliki kebebasan dalammemllih perilakunya meliputi perllaku jahat/kriminal (mazhab klasik) ataukah la terikatpada faktor-faktor biologis, sosial dan kultural(seperti pandangan mazhab positivis).Pendekatan yang dipergunakan oleh mazhabini daiam.upaya untuk memahami problem

-kejahatan Iebih diarahkan pada kajian-kajlanterhadapproses-prosessosialyang "dicurigai"sebagai "iaten" dan potensial bagi terjadinyakejahatan. Secara global, pemikiran kritismenilai bahwa jumlah kejahatan yang tegadimaupun karakteristik para pelaku kejahatannyaditentukan terutama oleh bagalmana hukum,pidana yang memandang suatu perbuatansebagai kriminal itu dlrumuskan dan bagaimanapula praktik pelaksanaannya (proseskriminalisasi dan proses law enforcement).Dalam konteks inilah pemikiran kritis. mulai"menggugat"dan sekaligus menggarisbawahibahwa politik hukum tidak selamanya "lurus"dan "bebas" dari kepentlngan non yuridls.Dalam kasus-kasus tertentu dari aliran ini

kadang kala timbul suatu pandangan bahwajustru hukum dalam arti perundang-undanganpidana itu sendiri sebenamya dapat menjadifaktor kriminogenik. Hal demikian Ini karenaundang-undang yang ada substanslnya Iebihberorientasi dan memihak pada kepentlngan

golongan tertentu penguasadan padasaat yangsama mengabaikan atau bahkan menindasgolongan lainnya. Jadi hukum dipergunakansebagai alat. Hukum telah dikebirf. Hukumtelah dipolitisir oleh mereka yang memilikikekuasaan bagi kepentingan status quo.mereka sendiri.

Dalam hubungan ini menarik untukdisimak contoh dari proses kriminalisasiterhadap perbuatan menggelandang dalamundang-undang penggelandangan di Inggristahun1849yang ternyata sangat kriminogenik.Pada saat itu dunia usaha industri di Inggrissangat membutuhkan tenaga kerja (buruh)yang murah sesuai prinsip ekonomi yaltu:memperoleh keuntungan yang sebesar-besamya pengorbanan yangsekecil-kecilnya.Tenaga buruh di Inggris saat itu banyakyangtidak berkeinginan bekerja pada usaha-usahabidang industri, karena upah sebagai imbalantenaga kerja yang diberikan tidak seimbang(murah). Mereka, Iebih memilih melakukankegiatan-kegiatan menguntungkan tanpa kerjakeras seperti: mengemis/menggelandang,bertaruh, beijudi, dan lain sebagainya. Untukmengatasi keadaan yang tidak menguntungkan dunia industri ini, para pengusahamengusulkan untuk membuat Undang-undang yang melarang mereka (buruh) ber-gelandangan dan pert}uatan lain sejenisnyadisertai sanksi pidana yangkeras bagimerekayang melanggarnya. Perundang-undangan inimengakibatkan mempersempit ruangpenghidupan, dan memaksa mereka bekerjadi bidang industri, meskipun dengan upahyang murah. Yang meriarik'dari Undang-undangitu adalah bahwa pengertian gelandangan

. mencakup halyangsangat luas.Selain mereka•yang mengumpulkan sedekah, pemulung,Juga mereka yang'meninggalkan .istri dan

167

Page 8: Urgensi Pemikiran Kritis dalam Pengembangan Kriminologi

anak-anak, keluyuran, menginap di gudang,atau alamterbuka, dan orang-orang yangtidakmempunyai identitas. Mereka yang melakukanperbuatan-perbuatan ini, oleh undang-undangdigolongkan sebagai penjahat.^^

• Berdasarkan deskripsi di atas, tentunyahams diambil sikap waspada dan cermatdalam mendefinlsikan serta memvonis:

"apakah kejahatan itu" dan "siapakah penjahatitu". Sebab dari uralan diatas terlihat bagaimanakepenb'ngan tertentu dari suatugolongan dalammasyarakat dapat .mempengaruhi prosespembentukan aturan hukum pidana.

Dalam perkembangannya, stud! kritis yang"menyoal" hubungan antara perundang-undangan pidana dari masuknya'kepentingan-kepentingan tertentu dalam suatu golonganmasyarakat tersebut, tidak berhenti padatataran proses kriminalisasi saja, melainkantelah meluas sampai pada proses peradiianpidana (law en/brcemen/j. Setidaknya ada duahal yang mendorong perlunya ada pengkajianterhadap masalah proses peradiian pidanadikaitkan dengan kejahatan, yaitu: (1) hubunganantara proses peradiian pidana denganpelanggar hukum. Menumt pengalaman, parapelanggar hukum terutama yang telahdijatuhipidana dan sedang rnenjalani pidananya,walaupun di muka sidang pengadilan telahmenyatakan menerima putusanhakim, riamunjika kemudian ditanyakan kembali kepadanyamereka memberikan jawaban seoiah-olahmereka tidak bersalah. (2) Bidang proses

peradiian pidana ini perlu diperhatikan, karenahukum pidana tidak hanya diwujudkan dalambentuk aturan perundang-undangan (lawin thebooks) tetapi juga berbentuk suatu prosesdalam praktik peradiian (criminal law in action).^^Dalam praktik peradiian itulah seringkali teijadiproses-proses penyimpangan/pemaksaan imagetentang realitas kejahatan sebagaimanadikehendaki oleh perekayasa, yang padagilirarinya realitas sosiai tentang kejahatan danpenjahat yang constnjcted tersebut seringkalimengaburkan terhadap apakahsesungguhnya yang dimaksud dengankejahatan dan siapakah yang sebenarnyamenjadi penjahat.

Dalam konteks Indonesia kasus-kasus

sepertitewasnya Udin wartawan harian BernasYogyakarta, tewasnya Marsinah, dantewasnyaTjetje Tadjudin di Kepolisian Resor Bogorcukup representatif untuk dijadikan contohbahwa dalam proses peradiian pidanatemyataapa yang dinamakan sebagai realitas sosiaitentang kejahatan dan penjahat seringkaliadalah hasil dari suatukonstruksi yang diarahkan,bukan cermin dari keadaan sesungguhnya.

Secara teoritik, latar belakang dari sikap"curiga'VselaiU' mempertanyakan terhadaprealitas sosiai tentang kejahatan dan penjahatyang dikesankan oleh studi/pemikiran kritis diatas, dapat ditelusuri dan dijelaskan melaluiperspektif teori konflik.

Menumt teori konflik sebagai salah satumodel tentang'studi mengenai hubungan

"Chambliss William J.1980. "A Sociological Analysis ofThe Law ofVagrancy". Dalam Satjipto Rahardjo.Hukum dan Masyarakat Bandung: Penerbit Angkasa. Him. 39.

"Hankie LIkllkuwata. Op OIL Him. 10-11. Untuk dapat lebih memahami pentngnyastudi kritis dalam prosesbekerjanya hukum/proses peradiian pidana, antara lain dapat dibaca buku karangan Roeslan Saleh. 1983.Mengadlll Sebagai Pergulatan Kemanusiaan. Jakarta: FT. Aksara Baru. Him. 16-27.

168 JURNAL HUKUM. NO. 15 VOL 7. DESEMBER 2000: 161 - 174

Page 9: Urgensi Pemikiran Kritis dalam Pengembangan Kriminologi

M. Abdul Kholiq. ilrgensi Pemikiran Kritis dafam Pengembangan...

antara hukum dan masyarakat; hukumdipandang sebagai suatu mekanisme^ bagiyang memiliki kekuasaan politik untukmencapai tujuan mereka. Hakekatnya hukumddaklah selalu mencerminkan konsensustentang nilai-nilai maupun persetujuan atascara penyelesaian sengketa. Hukum dipandangcerminan kepentingan mereka yang memilikikekuasaan untuk membuat dan menerapkanhukum, dengan mengabaikan terhadapkepentingan kelompok lain dalam masyarakatyang tidak memiliki kekuasaan tersebut.Sebagai aklbatnya, maka undang-undangtidak hanya melayani kepentingan tertentu darimereka yang berkuasa, tetapi juga untukmempertahankan kekuasaan yang dimilikinya.Penjahat bagi mereka yang berkuasa adalahmereka yang memiliki tingkah laku yangbertentangan dengan kepentingan kekuasaanmereka."

Dalam perspektifteori konfiik diatas,merekayang mempunyai kekuasaan yang lebih besarakan lebih mudah untuk menentukan danmengendalikan perbuatan-perbuatan yangbertentangan dengan kepentingannya sebagaiperilaku yang peiiu diancam dengan sanksipidana melaiui riimusan undang-undang.Mereka juga lebih memiliki peluang(kekuasaan) untuk mempengaruhi pelaksanaan(penegakan) hukum sesuai yang diinginkannya(realitas sosial yang constructed}.

Berdasarkan konstruksi teoritis di atas,maka tepat sekali analisis I.S. Susanto yangmenyatakan bahwa: sehubungan dengan

asumsi undang-undang adalah realitas sosialyang constructed, maka perlu diingat bahwaundang-undang hanyalah sekedar "janji-janji".Ini berarti bahwa undang-undang bisa berbedadengan kenyataan yang sesungguhnya;sehingga dalam mengahalisis hukum(undang-undang) kedua aspek tersebut harusdiperhatikan. Artinya analisis kritis harusdilakukan baik terhadap proses pembuatanundang-undangnya maupun terhadap prosesbekerjanya undang-undang itu sendiri dalamtahap law enforcement. Terhadap perundang-undangan perlu dikaji tentang substansinya,yaitu seberapa jauh "cacat" yang dimilikinya,seperti kepentlngan-kepentingan apa yangadadibalik undang-undang, slapa atau kelompokmasyarakat mana yang akan diuntungkan daripengaturan undang-undang atau sebaiiknyasiapa yang akan dirugikan, apakah undang-undang tersebut cukup adil, apakah sanksinyamemadai. dan manusiawi dan sebagainya.Mengenai penegakan hukum, paling tidak adaempat aspek yang dapat mempengaruhikualitasnya, yaitu di samping undang-undangnya, juga pelanggar hukum, korban(masyarakat), dan aparat penegak hukuhinya,di mana semuanya itu saling berhubunganserta mempengaruhi dan. berlangsung dalamwadah struktur-politik, sosial, ekonorrii danbudaya pada suatu situasi tertentu.^®

Memperhatikan terhadap seluruh halsebagaimana telah diuraikan di muka (khususnyasepanjang.yang menyangkut tentang pemikirankritis), dibanding dengan dua aliran/pemikiran

" Romli Atmasasmita. Op C/f. Him. 93.^®I.S. Susanto. "Pemahaman Kritis terhadap Realitas Sosial." Artlkel dalam Majalab Il/lasalah-li/lasalah

Hukum. Fakultas Hukum UNDIP Semarang. Edisi No. QTahun 1992.

169

Page 10: Urgensi Pemikiran Kritis dalam Pengembangan Kriminologi

sebelumnya (klasik dan positivis) kiranyapemikiran kritis memiliki beberapa nilaitambah yang menjadikannya betul-betuisebagai alternatif inti bagi upayapengembangan.ilmu kriminologi. Beberapamanfaat sebagai niiai tambah tersebut antaralain iaiah: pertama, dengan motlvasi"penelanjangan dan penisbian realitas" tentangkejahatan,^®pemikiran kritis akan dapatmempertajam penglihatan bahwa realitassosial sebenarnya merupakan cermin darikonstruksi sosial. Hukum sebagai kenyataantidak harus diyakini secara-apriori sebagaisuatu hasil intemalisasi nilai-nilai sosial yangada, melainkan lebih merupakan cerminkepentingan poiitik, sosial, budaya, hankamdan Iain-Iain. Dalam pandangan yangdemikian, statistik kriminal misalnya bukanlahsuatu gambaran dari kejahatan yangsesungguhnya akan tetapi lebih merupakansuatu fenomena yangdibuat/direkayasa untuktarget-target tertentu. Kedua, dengan landasanmotif "kurang hormaf dalam art!'tidak pemahmenerima sesuatu sebagaimana adanya,pemikiran kritis akan dapat membukapemahaman kita mengenai proses-prosesterbentuknya realitas karena sifatnya yangselalu mempertanyakan. Hal ini perludibedakan dengan mencurigai realitas.Sekallpun konsekuensi yang dapatditimbulkannya bisa jadi sama yaitu tidakdisukai o\eh.status quo (penguasa). Ketiga,dengan bermotif kosmopolitan dalam art!

selalu terbuka terhadap kemungkinan-kemungkinan baru dalam rangka pemilihanaltematif yang terbaik, maka pemikiran kritisakan dapat merupakan suatu sarana untukmengembangkan masyarakat yang demokratisdan transparan. Dengan sikap selalumempertanyakan akan membuat perumusdan pemutus kebijakan sosial merasadituntutlebih terbuka serta dialogis.

Nilai tambah seperti teiah diidentifikasi diatas, setidaknya representatif untuk menjadidasarbagi penarikan suatu kesimpulan bahwapemikiran kritis memang sangat urgensif bagiupaya mengembangkan ilmu kriminologi.Proyeksi tentang "sosok" kriminologi di masamendatang iaIah sebuah ilmu yang mampumerekam dan merespon realitas sosial tentangkejahatan dalam artian yang sebenarnyamaupun dalam artian yang constructed.

Betapapun juga eksistensi pemikiran kritisini secarasaiahseringkaii pula divonis sebagaipemikiran yang terlalu membela Marxisms.Karena latar belakang filosofisnya yang"dipayungi" oleh teori konflik di atas. Orientasidan aplikasi teori konflik pada umumnyaadalah bertalian erat dengan masalah poiitikdimana dalam konteks Marxisms maknanyaiaiah "perjuangan kelas" kaum proletarterhadap kemapanan kaiangan penguasayang pada umumnya terdiri dari kaum tiran/borjuis/konglomerat dengan sejumlahkepentingan-kepentingannya.^^

lihat Peter L. Berger. 1974. Invitation to Sociology: AHumanistic Perspecf/Ve.'̂J.E. Sahetapy. Op Cit. Him. 51. Untuk memahami secara tepat dan proporsional tentang sejauhmana

pemikiran tersebut identik ataukah tidak dengan Marxisme, setidaknya tulisan kriminolog l.S. Susanto dalambukunya berjudul Kejahatan Korporasi kiranya dapat menjadi jembatan menuju problem solving. Lihat pulasebagai perbandingan Romli Atmasasmlla. 1992. Teori dan Kapita Selekta Kriminologi. Bandung: PTEresco.Hlm. 42-51.

170 JURNAL HUKUM. NO. 15 VOL. 7. DESEMBER 2000: 161 - 174

Page 11: Urgensi Pemikiran Kritis dalam Pengembangan Kriminologi

M. Abdul Kholiq. Urgensi Pemikiran Kritis dalam Pengembangan...

Gambaran Kriminologi dalam KonteksIndonesia

. Pada dasarnya pemikiran-pemikirankriminologis yang berkembang dalamkhasanah kepustakaan barat seperti telahdiuraikan terdahulu juga merambah dalamcakrawala piklr para krimlnolog Indonesia.Karena akar dan asal berkembangnya ilmukriminologi memang di Barat khususnya diAmerika Serikat. Pemikiran kriminologIndonesia setidaknya sebagaimanaterlihat dalam karya-karya mereka dalamberbagai buku, sebagian besar adaiah hasildari konsumsi di barat. Sekalipun dalam hal-hal tertentu tetap ada analisis konteks Indonesia. Konsekuensinya berbagai aliran pemikirankriminologi yang berkembang di barat (sepertiklasik, positivis dan kritis) jugaturut mewamaikriminologi Indonesia.

Namun demikian di antara ketiga aliran/pemikiran tersebut apabila diamati denganseksama, maka tampak bahwa kriminologiIndonesisf ternyata masih di bawah"cengkeraman" kuat dari pengaruh aliranklasik dan positivis.

Untuk fnenggambarkan pengaruh aliranklasik misalnya, dalamberbagai tulisan terlihatdengan jelas keprihatinan terhadapmeningkatnya kejahatan disertai dengantuntutan diberikannya ancaman pidana yanglebih berat terhadap pelakunya, sepertimaraknya kejahatan perkosaan ataukejahatan pembunuhan secara sadisbeberapa waktu yang lalu. Dua kejahatantersebut sangat gencar mendapatkan analisisdari kalangan ilmuwan dengan soiusi akhirberupa usulan agar para pemerkosa ataupembunuh tersebut dihukum seberat-beratnya. Bahkan, mantan Menteri Negara

Urusan Peranan Wanita pada masa OrdeBaru, Ny. Mien Sugandhi pemah mengusulkanagar para pemerkosa dipidana mati saja.

Dalam perspektif kriminologis, adanyakeyakinan bahwa ancaman pidana yang berat,praktik penegakan hukum yang tidakdiskriminatif serta kepastian dalampenyelenggaraan sistem peradllan pidanasecara keseluruhan akan dapat menanggulangimeningkatnya kriminaiitas, adaiah mencerminkansuatu pemikiran dari mazhab/aliran klasik yangmelihat problem kejahatan hanya dengankacamata yuridis (undang-undang hukumpidana) dan lebih mengutamakan perbaikanpada adfbinitration of justice sebagai upayapenangkalan kejahatan.

Selanjutnya pengaruh pemikiran positivisdalam kriminologi Indonesia setidaknya juga-diperlihatkan dari banyaknya karya-karyakriminolog Indonesia yang terlalu mengkiblatkananalisisnya padatesis-tesis kriminolog positivisdi barat. Dalam hubungan ini MardjonoReksodiputro, mengemukakan hasilpengamatarinya sebagai berikut: Padadasarnya kriminologi di Indonesia masihbertitik tolak padapengertian sebab kejahatandalam arti sempit (dalam arti mazhab positivis).Buku kecil Bonger dan buku teks Sutherlanddapatdikatakan mendasari banyak tulisan dananalisis kejahatan, meskipun tidak selalu haltersebut diungkapkan secara jelas. Pengaruh .Bonger terutama terlihat dalam pengertiankejahatan-yang digambarkan dengan dualingkaran bertitik pusatsatu {immoral and illega!danillegalbutnotimmoral), dan keyakinan akankuatnya pengaruh lingkungan (terutama yangberhubungan dengan faktor-faktor ekonomi).Dengan pendekatan differential associationdari Sutherland, maka faktor pengaruhlingkungan inl diperiuas pengertiannya dengan

171

Page 12: Urgensi Pemikiran Kritis dalam Pengembangan Kriminologi

membawa aspek "proses belajar" daiamberkenalan dengan kejahatan. PengaruhSutherland (kriminolog Amerika) jugamembuka pintu pemahaman bahwa aparatpenegak hukum pidana {police, courts andcorrection) termasuk faktor lingkungan yangperlu diperhatlkan dalam mempelajari sebabkejahatan. Perkembangan seianjutnya adalahmasuknya pemikiran Sellin {Culture Conflicf),Merton {Anomie), Cohen {Delinquent Subculture), Cloward dan Ohlin {Illegitimate Opportunity Structure), Matza {Delinquencyand Drift)dan Iain-Iain. Sebagaimana diketahuikesemuanya mereka ini dapat digolongkandalam pemikir-pemikir mazhab positivis.^®

Gambaranselintastentangmaslhkuatnyapengaruh pemikiran-pemikiran klasik danpositivis dalam kriminoiogi Indonesia di atasbukan berarti di Indonesia selama ini sama

sekali tidak mengenal peitiikiran kritis.Meskipun sedikit terlambat, menurutMardjono,^® pada dasawarsa 1960-ansebenarnya sudah mulai timbul kesadarandalam kriminoiogi Indonesia bahwa masalahkejahatan atau sebab kejahatan tIdak cukuphanya dipelajari melaiui perbuatannya(mazhab klasik) dan juga tidak cukup melaiuipelakunya (mazhab positivis) saja. Padawaktuitu di Indonesia sudah mulai dikenal buku-

buku yang mencerminkan pemikiran kritisseperti Schur dalam Cn'mes Without Victims:Deviant Behaviorand Public Policy{t%b) danbuku Becker dalam Outsiders-Studies in

Sociology of Dewance (1963). Dampakkedua buku ini tidak terialu besar, atau pun

^®Mardjono Reksodiputro. OpCit Him. 32-33."/WdHlm. 35.

pesan yang ingin disam'paikan oleh keduabuku itu masih kurang dipahami. Barukemudian dengan dikenalnya buku Quienneydalam The Social Reality of Crime (1970) danbuku Chambliss and Seidman dalam Law,Order and Power (1971), mulai timbulpemahaman tentang proses kriminalisasi {TheProcess of Defining Specific People and Action as Criminal), yang merupakan dasarpemikran/mazhab kritis. Tulisan-tulisan yangmempergunakan analisis kritis ini padawaktuitu memang belum banyak. Namun beberapatulisan yang sudah dapat dikategorikansebagai dalam kerangka pemikiran kritisantara lain adalah analisis yang menggugatluasnya masalah korupsi danpenyaiahgunaan kekuasaan.

Dibandingkan dengan era 1960-an diatas, padaera sekarang ini (akhir1990-an dan2000), perkembangan kriminoiogi Indonesiadapatdikatakan menunjukkan kemajuan yangmenggembirakan. Artinya telah cukup banyakdewasa ini tulisan-tulisan yang mencerminkananalisis pemikiran kritis. Seperti sudah seringdiseminarkannya masalah white collar crime(WOO), corporate crime, organized crime, danIain-Iain yang kemudian disusul denganterbitnya beberapa karya tulis (buku) tentangmasalah-masalah tersebut. Selain itu

kejanggalan-kejanggalan yang terjadi dalampraktik peradilan di Indonesia akhir-akhir inijuga cukup tajam mendapat sorotan/analisisdari beberapa ahli yang kompeten. Sebagaicontoh misalnya kasus putusan MahkamahAgung yang menerima pengajuan PK

172 JURNAL HUKUM. NO. 15 VOL 7. DESEMBER 2000: 161 - 174

Page 13: Urgensi Pemikiran Kritis dalam Pengembangan Kriminologi

M. Abdul Kholiq. Urgensi Pemikiran Kritis dalam Pengembangan...

(Peninjauan Kembali) oleh Jaksa PenuntutUmum dalam kasus Muchtar Pakpahan,proses, peradilan kasus Marsinah dan lainsebagainya.

Pendek kata dengan pendekatan melaluipemikiran kritis ini akan iebih dapatmemperkaya wawasan dalam memahamiproblem kejahatan. Sebab di daiafnnya akandilihat pula proses-proses yang beriangsungdalam keseiuruhan gerak sistem peradilanpidana. Bahkan proses-proses pada saatkrimlnaiisasi suatu perbuatan dalam undang-undang hukum pidana yang menjadi landasanbekeijanya sistem peradilan pidana.

Simpulan

Sifat p.emikiran kritis yang selalu"menggugat" hakekat atas realitas yangtampak tentang apa yang disebut sebagaikejahatan dan penjahat, menunjukkan adanyaproses dinamisasi berpikir dalam rnazhab iniyang terus beriangsung. Daiarn konteks

• kriminoiogi, dinamika pemikiran kritis di atassangat penting untuk memahami proses-proses yang menjadikan suatu perbuatansebagai kejahatan dan proses-proses yangmenjadikan seseorang mengalami ritual labeling sebagai penjahat. Sehingga daripemahaman yang benar tentang proses-proses tersebut, selanjutnya dapat dijadikandasar untuk menetapkan strategi kebijakanyang tepat dalam menanggulangi kejahatan.

Daiam konteks Indonesia, mengingat sifatserta fungsi dari pemikiran kritis sebagaimanaditegaskan dalam kesimpuian di atas, makamazhab pemikiran kritis dipandang sangaturgen daiam upaya-upaya pengembanganiimu kriminoiogi di masa mendatang. Hakekat,pengembangan adaiah suatu dinamika,

sedangkan di antara ketiga pemikiran besardalarri kriminoiogi yang teiah diuraikan di atas,,tampaknya hanya mazhab kritis yangmemenuhi kriteria sebutan sebagai pemikiranyang dinamis terutama karena sifatnya yangselalu,"mempertanyakan" hakekatdarirealitasyang tampak.a'

Daftar Pustaka

Barda Nawawi Arief. 1996. Bunga RampalKebijakan Hukum Pidana. Bandung:Penerbit FTCitra Aditya Bakti.

Chambliss Wiiiiam J. 1980. A SosiologicalAnalysis of the Law of Vagrancydaiam Satjipto Rahardjo. Hukum danMasyarakat Bandung: PenerbitAngkasa.

Henkie Liklikuwata. 1990. Sosiologi HukumPidana, Kejahatan dan Penjahat:Suatu Sketsa. Jakarta: Penerbit IND-

HiLL CO.

i.S. Susanto. 1995.Ke/a/iafan Korporasi.Semarang: Badan Penerbit UNDiP.

," Pemahaman Kritis Terhadap RealitasSosial." Artikei dalam MajalahMasalah-Masalah Hukum. FakuitasHukum UNDiP. Semarang. Edisi No. 9/Th 1992.

, 1993. Kriminoiogi. Semarang: BagianPenerbitan Fakuitas Hukum UNDiP.

, "Lebih Jauh Tentang Stud! Hukum. Kritis." Wawancara termuat daiam

Buletin Fokus. Edisi No. i/SPP/XV/

Desember 1996.

J.E.Sahetapy. 1992. TeoriKriminoiogi: SuatuPengantar. Bandung: PT Citra Aditya

^ Bakti.

173

Page 14: Urgensi Pemikiran Kritis dalam Pengembangan Kriminologi

Mardjono. Reksodiputro.1994. Kriminologidan. Sistem Peradilah Pidana.

Jakarta; Penerbit Lembaga Kriminologi'Unlversitas Indonesia. .

Roeslan Saleh. 1983. Mengadiii sebagaiPergulatan Kemanusiaan. Jakarta.Penerbit AksaraBaru.

Romli Atmasasmita. 1984. Bunga RampaiKriminologi Jakarta: Penerbit CVRajawali.

1992.Teon dan Kapita-Selekta^ . Kriminologi Bandung: PT-Eresco.

Seventh United Nations Congresson ThePrevention of Crime and The Treatment ofOffenders. Reporf. 1986.

Stephan Hurwitz dalam Ny. Lamya Moeljatno..,1986. Kriminologi Jakarta: PT BinaAksara.

174 JURNAL HUKUM. NO. 15 VOL 7. DESEMBER 2000:161 • 174