urban sprawl di jakarta - ecodesign undip

14
URBAN SPRAWL DI JAKARTA Korelasi antara Ketergantungan Kendaraan Bermotor dengan Perencanaan dan Desain Perkotaan Jakarta Elisa Sutanudjaja 1 ABSTRAKSI Tiap megapolitan memiliki ketergantungan terhadap kendaraan bermotor dalam derajat yang berbeda. Tak jarang, perencanaan dan desain kota menyesuaikan dengan kebutuhan akan kendaraan bermotor, dalam hal ini mengenai ketersediaan mobilitas dan ruang. Disinilah perencanaan kota dan wilayah diuj (RTRW Jakarta 2010 dan Perpres no.54 tahun 2008: Penataan Ruang Kawasan Jakarta Bogor Depok Tangerang Bekasi Puncak dan Cianjur), setelah harus berkompromi dengan kondisi Jakarta sekarang dan yang sedang berjalan, rencana transportasi dan infrastruktur oleh Dinas Pekerjaan Umum maupun Bappenas. Dan apakah korelasi tumpang tindih dari kebijakan tersebut akan membawa Jakarta kepada kehancuran kota atau Jakarta yang berkelanjutan. Kata kunci : megapolitan, urban sprawl/suburbanisasi, transportasi berkelanjutan, perencanaan kota, desain kota PENDAHULUAN Jumlah penduduk Jakarta berdasarkan survei terakhir Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil di bulan Januari 2008 mencapai hampir 8,5 juta orang. Sementara populasi Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Bodetabek) berkisar pada angka 15 juta orang, menjadikan jumlah populasi megapolitan berkisar pada angka 23,5 juta orang. Sementara tingkat urbanisasi ke daerah Bodetabek dalam periode 1990 – 2000 mencapai 3.7% per tahun seperti pada gambar 1 dan 2 berikut. Gambar 1.Kepadatan di tahun 1990 Gambar 2. Kepadatan di tahun 2000 1 Penulis adalah staff pengajar tidak tetap di Departemen Arsitektur, FDTP Universitas Pelita Harapan. Penulis kerap menerbitkan artikel dan jurnal nasional. Dan penulis dapat dihubungi melalui email di: [email protected]

Upload: elisa-sutanudjaja

Post on 08-Jun-2015

2.067 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Urban Sprawl di Jakarta - Korelasi antara Ketergantungan Kendaraan Bermotor dengan Perencanaan danDesain Perkotaan JakartaSeminar Nasional Eco DesignUniversitas Diponegoro23 Oktober 2008

TRANSCRIPT

Page 1: Urban Sprawl Di Jakarta - Ecodesign Undip

URBAN SPRAWL DI JAKARTA Korelasi antara Ketergantungan Kendaraan Bermotor dengan Perencanaan dan

Desain Perkotaan Jakarta

Elisa Sutanudjaja1

ABSTRAKSI

Tiap megapolitan memiliki ketergantungan terhadap kendaraan bermotor dalam derajat yang berbeda. Tak jarang, perencanaan dan desain kota menyesuaikan dengan kebutuhan akan kendaraan bermotor, dalam hal ini mengenai ketersediaan mobilitas dan ruang. Disinilah perencanaan kota dan wilayah diuj (RTRW Jakarta 2010 dan Perpres no.54 tahun 2008: Penataan Ruang Kawasan Jakarta Bogor Depok Tangerang Bekasi Puncak dan Cianjur), setelah harus berkompromi dengan kondisi Jakarta sekarang dan yang sedang berjalan, rencana transportasi dan infrastruktur oleh Dinas Pekerjaan Umum maupun Bappenas. Dan apakah korelasi tumpang tindih dari kebijakan tersebut akan membawa Jakarta kepada kehancuran kota atau Jakarta yang berkelanjutan.

Kata kunci : megapolitan, urban sprawl/suburbanisasi, transportasi berkelanjutan, perencanaan kota, desain kota

PENDAHULUAN

Jumlah penduduk Jakarta berdasarkan survei terakhir Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil

di bulan Januari 2008 mencapai hampir 8,5 juta orang. Sementara populasi Bogor, Depok,

Tangerang, Bekasi (Bodetabek) berkisar pada angka 15 juta orang, menjadikan jumlah

populasi megapolitan berkisar pada angka 23,5 juta orang. Sementara tingkat urbanisasi ke

daerah Bodetabek dalam periode 1990 – 2000 mencapai 3.7% per tahun seperti pada gambar

1 dan 2 berikut.

Gambar 1.Kepadatan di tahun 1990 Gambar 2. Kepadatan di tahun 2000

1 Penulis adalah staff pengajar tidak tetap di Departemen Arsitektur, FDTP Universitas Pelita Harapan. Penulis kerap menerbitkan artikel dan jurnal nasional. Dan penulis dapat dihubungi melalui email di: [email protected]

Page 2: Urban Sprawl Di Jakarta - Ecodesign Undip

Gambar 1 dan 2 menunjukkan bahwa suburbanisasi terjadi dengan cepat dan populasi

penduduk Jakarta melebar ke area Bodetabek dengan berbagai macam alasan: harga tanah di

dalam kota Jakarta yang semakin mahal, mencari kualitas hidup yang lebih baik atau masalah

penyediaan rumah. Penyebaran dan pertambahan penduduk tersebut diikuti pula dengan

kenaikan jumlah kendaraan bermotor seperti yang ditunjukkan pada diagram 3. Diagram 3. Tabel kepemilikan mobil di Jakarta per 1000 orang

Menurut angka dari Polda Jakarta, jumlah sepeda motor yang teregistrasi di tahun 2002

menjadi 2.4 juta meningkat 60% dari jumlah sepeda motor di tahun 1998 (1.5 juta).

Sedangkan jumlah mobil pribadi meningkat dari 1 juta di tahun 1998 menjadi 1.4 juta di

tahun 2002 (SITRAMP, 2004). Sementara di tahun 2003 mencapai 6.506.244 unit. Dari

jumlah itu 1.464.626 di antaranya merupakan jenis mobil berpenumpang,,449.169 mobil

beban (truk), 315.559 bus, dan 3.276.890 sepeda motor.

Perbandingan antara kendaraan pribadi dengan kendaraan umum adalah 98%:2%, padahal

jumlah orang yang diangkut oleh 2% kendaraan umum jauh lebih besar dibandingkan 98%

kendaraan pribadi. Dari total 17 juta orang yang melakukan perjalanan setiap hari, kendaraan

pribadi hanya mengangkut sekitar 49,7% penumpang. Sedangkan 2% kendaraan umum harus

mengangkut sekitar 50,3% penumpang.

Peningkatan kendaraan pribadi bakal terus terjadi mengingat menurut data Polda Metro Jaya

jumlah STNK mobil baru yang dikeluarkan tiap harinya mencapai 300 buah. Sementara luas

total jalan Jakarta hanya 6% dari total luasan wilayah Jakarta menyebabkan daya tampung

jalan mencapai titik jenuh, yaitu 150.000 kendaraan/jam, jauh diatas kondisi ideal yaitu

90.000 – 100.000 kendaraan/jam.

Birokrasi pada Perencanaan

Pemerintah DKI Jakarta memiliki wewenang untuk menyusun Rencana Tata Ruang Wilayah

yang kemudian dituangkan dalam Peraturan DKI Jakarta no. 6 th. 1999 tentang Rencana Tata

Umum Wilayah (RTRW) DKI Jakarta atau yang kerap disebut sebagai Jakarta 2010. Jakarta

Page 3: Urban Sprawl Di Jakarta - Ecodesign Undip

2010 memprioritaskan arah pengembangan Jakarta ke arah koridor Timur, Barat dan Utara

dengan membatasi pengembangan ke arah selatan agar tercapai keseimbangan ekosistem

(pasal 7). Dalam Jakarta 2010 diatur pula mengenai pengembangan prasarana wilayah di

bidang transportasi meliputi prasarana untuk pejalan kaki dan kendaraan bermotor, angkutan

kereta api, angkutan sungai, danau dan penyeberangan, angkutan laut dan angkutan udara

yang dikembangkan sebagai pelayanan angkutan terpadu untuk lalu lintas lokal, regional,

nasional dan internasional (pasal 19).

Sementara itu Dinas Perhubungan Jakarta mengatur perencanaan dan pengelolaan transportasi

Jakarta. Keputusan yang keluar dari Dinas Perhubungan harus mendapat persetujuan

Gubernur Jakarta seteelah melakukan konsultasi terlebih dahulu dengan Bapeda dan DPRD

komisi D. Dinas Perhubungan Jakarta mengatur pola transportasi massal hingga tarif taksi.

Adapun arah pengembangan sistem transportasi Jakarta seperti yang digariskan dalam

Peraturan Gubernur DKI Jakarta no. 103 tahun 2007 tentang Pola Transportasi Makro adalah:

1. Mengoptimalkan pengunaan angkutan umum sebagai tulang punggung sistem dan

menerapkan kebijakan manajemen permintaan (Transport Demand

Management/TDM) serta penyediaan jaringan jalan sebagai pendukungnya

2. Meningkatkan aksesibilitas dan mobilitas di daerah dan sekitarnya, serta menata ulang

moda transportasi secara terpadu

3. Memasyarakatkan sistem angkutan umum massal

4. Meningkatkan jaringan jalan

5. Menggalakkan penggunaan angkutan umum

6. Mengurangi penggunaan kendaraan pribadi

Disatu sisi Jakarta adalah ibukota negara sehingga pemerintah pusat memiliki kendali

diatasnya. Jakarta terintegrasi dalam rencana besar yang baru saja ditetapkan dalam Peraturan

Presiden no. 54 tahun 2008 mengenai Penataan Ruang Kawasan Jakarta Bogor Depok

Tangerang Bekasi Puncak dan Cianjur (Jabodetabekpunjur) meliputi pengembangan sistem

pusat permukiman meliputi upaya untuk mendorong pengembangan Pusat Kegiatan Nasional

Kawasan Perkotaan Jakarta, dengan kota inti adalah Jakarta dan kota satelit adalah Bogor,

Depok, Tangerang, Bekasi, dan kota lainnya. Keputusan Presiden diatas merupakan

rekomendasi dari Badan Koordinasi Tata Ruang Nasional dan dirumuskan oleh Direktorat

Jenderal Penataan Ruang dibawah Departemen Pekerjaan Umum.

Sementara itu pemabangunan infrastruktur transportasi mengacu pada Rencana Induk

Transportasi Terpadu Jabodetabek (SITRAMP), yang dirumuskan dan disusun oleh Direktorat

Transportasi, Deputi Bidang Sarana dan Prasaran, Badan Perencanaan Pembangunan

Nasional.

Page 4: Urban Sprawl Di Jakarta - Ecodesign Undip

Mengenai sarana jalan yang menghubungkan propinsi disusun oleh Departemen Pekerjaan

Umum dibawah Direktorat Jenderal Bina Marga. Sedangkan dalam arahan struktur

transportasi dan ruang termasuk didalamnya pengembangan Jalan Lingkar Luar Jakarta

Kedua (JORR2) dan jalan radialnya sebagai pembentuk struktur ruang Jabodetabekpunjur dan

untuk memberikan pelayanan pengembangan sub pusat perkotaan antara lain Serpong/Kota

Mandiri Bumi Serpong Damai, Cinere, Cimanggis, Cileungsi, Setu, dan Tambun/Cikarang.

Suburbanisasi dan Ketergantungan Kendaraan Bermotor

Istilah ‘Ketergantungan Kendaraan Bermotor’ (Automobile Dependency) pertama kali

diperkenalkan oleh Professor Peter Newman dan Jeff Kenworthy (Newmann & Kenworthy,

1989). Ketergantungan Kendaraan Bermotor adalah kondisi perkotaan dimana kendaraan

bermotor mendominasi moda transportasi – bahkan menjadi satu-satunya pilihan bagi

warganya untuk melakukan perjalanan, sehingga menimbulkan efek ketergantungan yang

akut. Masuk dalam kategori kendaraan bermotor dalam hal ini adalah kendaraan pribadi roda

dua maupun roda empat. Sedangkan kondisi ketergantungan terhadap kendaraan bermotor

dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti suburbanisasi, terbatasnya moda transportasi,

seperti dapat terlihat dalam gambar 4.

Penggunaan kendaraan bermotor (pribadi) secara berlebihan mengakibatkan kongesti lalu

lintas (traffic congestion). Kongesti lalu lintas kemudian diikuti oleh permintaan pelebaran

jalan bahkan penambahan jalan baru yang justru meningkatkan kenyamanan berkendaraan.

Peningkatan tingkat kenyamanan tersebut justru mengundang peningkatan volume kendaraan

bermotor di jalan-jalan.

Lalu apakah kendaraan bermotor menjadi satu-satunya alasan kemunduran pusat kota?

Penciptaan kendaraan bermotor sendiri membantu masyarakat – terutama bagi masyarakat

yang tinggal dan bekerja di kota yang tidak bersahabat, sehingga kendaraan bermotor menjadi

kebutuhan penting untuk menyelamatkan mereka dari berbagai macam ancaman bahaya

(Jacobs, 1961). Kondisi kota yang tidak bersahabat dan diperburuk oleh menurunnya kualitas

hidup dan lingkungan, akhirnya menarik penduduk kota untuk pindah ke periferi kota, yaitu

daerah suburban dan rural kota. Ilustrasi tersebut menjadi salah satu penyebab suburbanisasi.

Sedangkan suburbanisasi (Urban Sprawl) dapat dikatakan sebagai hasil dari ketergantungan

kendaraan bermotor. Namun disisi lain kondisi suburbanisasi bukannya tidak mungkin

menyebabkan ketergantungan kendaraan bermotor, walaupun tidak jarang terjadi anomali

antara hubungan keduanya (Newman & Kenworthy, 2000).

Page 5: Urban Sprawl Di Jakarta - Ecodesign Undip

Gambar 4. Siklus Ketergantungan Kendaraan Bermotor

Suburbanisasi atau Urban Sprawl adalah suatu kondisi penyebaran kota dan penduduknya

secara sporadis hingga menyentuh batas terluar suatu kota (Bruegmann, 2005).

Pengembangan dan kegiatan yang menyebabkan suburbanisasi adalah membangun lahan rural

menjadi perumahan, zoning tunggal, pengembangan ruko (strip malls), keberadaan pusat

perbelanjaan besar maupun outlet rumah makan (Schlosser, 2002).

HASIL STUDI

Mengukur Derajat Ketergantungan terhadap Kendaraan Bermotor

Setiap kota dan bahkan bagian kota memiliki derajat ketergantungan terhadap kendaraan

bermotor. Untuk melihat seberapa jauh ketergantungan tersebut, tidak dapat dilihat dari satu

sisi saja, seperti misalnya mitos yang menyatakan bahwa ketergantungan kendaraan bermotor

merupakan konsekuensi otomatis dari meningkatnya kemakmuran suatu kota: kondisi dimana

masyarakat di kota makmur tersebut selalu membeli mobil dan tanah yang besar (Newman &

Kenworthy, 2000). Mitos-mitos lain meliputi: iklim, luasan kota, umur kota, masalah sosial

dan kesehatan, gaya hidup rural, pelobi proyek jalan, spekulasi tanah dan developer,

Peningkatan Kepemilikan Kendaraan Pribadi

Tersedianya lahan parkir

dalam jumlah besar

SIKLUS KETERGANTUNGAN

KENDARAAN BERMOTOR

Alienisasi Kendaraan masal

Terbatasnya Pilihan Moda Transportasi

Perencanaan Transportasi berbasis kendaraan bermotor

Perencanaan tata kota berbasis kendaraan

bermotor

Pola Pembangunan

Tersebar

SUBURBANISASI/URBAN SPRAWL

dan Degradasi kualias hidup pusat kota

Page 6: Urban Sprawl Di Jakarta - Ecodesign Undip

perencanaan lalu lintas, perencanaan kota. Seberapa benarnya sembilan mitos pertama,

tergantung pada mitos ke sepuluh yaitu perencanaan kota (Newman & Kenworthy, 2000).

Karenanya sangatlah penting untuk menelaah secara holistik, Namun gambaran umum dan

ilustrasi ketergantungan terhadap kendaraan bermotor dapat dilihat dari tabel perbandingan

dibawah ini (Tabel 5).

Tabel 5. Tabel pembanding faktor-faktor yang muncul dari kebijakan yang berdasar pada ketergantungan kendaraan bermotor (Automobile Dependency) dan transportasi berimbang (Balanced Transportation)

Faktor Ketergantungan Kendaraan Bermotor Trasportasi Berimbang

Kepemilikan Kendaraan

Bermotor / per kapita

Tinggi Sedang

Jarak Tempuh Kendaraan Tinggi per jarak tempuh Sedang per jarak tempuh

Kepadatan Rendah dengan area tertentu cenderung

kosong.

Sedang cenderung tinggi/padat.

Guna lahan Single-use development patterns. Mixed-use development.

Lahan untuk sarana

prasarana transportasi

Sebagian besar lahan untuk jalan dan area

parkir.

Rasio antara area pejalan kaki dan

jalan+parkir yang proporsional.

Desain jalan Desain jalan mengutamakan kenyamanan

berkendaraan bermotor

Desain jalan mendukung

keseimbangan antaran moda

transportasi dan pengguna

Skala jalan Jalan dan blok bangunan berskala besar. Jarak dan bangunan berskala kecil

atau sedang

Kecepatan kendaraan Memungkinkan kecepatan maksimun Cenderung lebih rendah

Area Pejalan Kaki Hanya terdapat pada pusat perbelanjaan Terdapat pada jalan umum

Rambu Jalan Dalam bentuk dan skala besar Dalam bentuk dan skala menengah

Parkir Berjumlah banyak dengan tarif parkir

murah bahkan terkadang gratis

Berjumlah terbatas, dengan tarif

parkir menengah hingga mahal.

Desain tapak Parade parkir didepan bangunan Lokasi parkir berada dibalik bangunan

Paradigma perencanaan Penjalan kaki dan pengguna sepeda

dipandang sebagai kaum minoritas.

Kebutuhan dan kepentingan pejalan

kaki dan pengguna sepeda terwakili

dalam setiap keputusan

Apabila pada sebuah komunitas sebagian besar menggunakan kendaraan pribadi sebagai

sarana transportasi, maka akan memarjinalisasi pengguna moda transportasi lain seperti

sepeda dan transportasi massal. Dan pada akhirnya, birokrat dan pembuat keputusan melihat

moda transportasi lain sebagai minoritas dan akhirnya perencanaan dan peraturan semakin

menguntungkan bagi pengguna kendaraan bermotor.

Page 7: Urban Sprawl Di Jakarta - Ecodesign Undip

Konsolidasi Kota dengan Smart Growth (Pengembangan Bijak)

Konsolidasi kota (Urban Consolidation) adalah strategi pengembangan kota yang kompak dan

berdensitas tinggi yang ditujukan pada bagian kota yang mengalami kemunduran. Sasaran

konsolidasi kota adalah area bekas lahan industri, pergudangan hingga pelabuhan. Biasanya

lokasi terpilih memiliki integrasi yang baik dengan sistem transportasi publik, kesempatan

akan lapangan pekerjaan baru hingga infrastruktur sosial baru.

Sedangkan Smart Growth merupakan perencanaan yang berwawasan lingkungan dan

mengintegrasikan antara perencanaan kota dan transportasi. Termasuk diantaranya adalah

kebijakan Transit Oriented Development, pembatasan pengembangan wilayah (Urban

Boundary Growth) dengan pengetatan aturan tata ruang hingga pengembangan lingkungan

kompak, beragam (mixed-use) dan hidup (livable).

Smart Growth membatasi bahkan menolak bentuk desain yang kerap ditemui pada daerah

suburban seperti ruko, rumah tunggal, dan persediaan lahan parkir yang berlebihan.

Jalan Tol Dalam Kota: Apakah sebuah solusi bijak ?

Jalan tol terutama yang melewati bagian dalam kota selama ini dianggap sebagai strategi

transportasi tradisional. Banyak kota (kreatif) mulai meninggalkan paradigm dan strategi

tersebut bahkan menghancurkan jalan tol dalam kota.

Contoh nyata adalah ketika jalan layang sepanjang 6 kilometer di Cheonggyecheon, Seoul

yang justru dihancurkan pada tahun 2003 dan digantikan oleh aliran sungai dengan sarana

rekreasi publik di kiri dan kanannya. Penghancuran jalan dan jalan laying sebesar 16 ruas

tersebut digantikan oleh jalur bus, pedestrian dan jalur sepeda. Sampai saat ini

Cheonggyecheon dikenal sebagai pusat destinasi turis dan menjadi model bagi pembaharuan

kota maupun transportasi berkelanjutan.

Cara kreatif lain ditempuh oleh Hasselts, Belgia. Ketika pemerintah daerah dihadapkan pada

pilihan untuk membuat jalan tol lingkar kota guna mengatasi kemacetan yang berada di dalam

kota, alih-alih pemerintah justru mengambil langkah lain, yaitu dengan mengalihkan dana

pembangunan jalan lingkar itu ke penyediaan transportasi bus gratis mengelilingi kota. Dan

ternyata biaya penyelenggaraan dan pemeliharaan transportasi bus gratis itu hanya 1% dari

total budget. Dan dari hasil studi, ternyata terjadi peningkatan 1200% dalam kurun 5 tahun

transportasi bus gratis itu berjalan (Albrechts, 2008).

Page 8: Urban Sprawl Di Jakarta - Ecodesign Undip

PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN

Kondisi suburbanisasi di Jakarta

Selama ini sistem perencanaan desain kota satelit lebih mengutamakan pada prinsip predict

and provide planning, yaitu perencanaan dengan prediksi akan permintaan dan kebutuhan

sarana dan prasarana transportasi di masa yang akan datang, sehingga perencanaan jalan dan

luasan parkir diharapkan mampu memenuhi prediksi tersebut. Dan tentu saja tendensi

kebijakan semacam itu membawa pada kondisi pembangunan jalan baru, pelebaran jalan baru,

hingga melimpahnya fasilitas parkir. Contoh lain adalah penyediaan akses dan pintu

masuk/keluar tol baru ke daerah suburban yang belum berkembang, dalam hal ini adalah

konstruksi akses pintu tol Tangerang menuju langsung ke perumahan Alam Sutera. Memang

akses baru tersebut diharapkan mampu mengurangi kemacetan yang terjadi di sepanjang pintu

keluar masuk tol Tangerang di Serpong, namun hal tersebut menjadi pendorong ekspansi

developer didekat pintu tol.

Sementara itu, daerah suburbanisasi dipenuhi dengan penataan rumah dengan model cluster

dan gated community – sehingga mengharuskan penghuninya untuk tergantung pada

kendaraan bermotor. Sementara sentra kawasan niaga daerah suburban biasanya didesain

sebagai komplek ruko dengan deretan parkir di halaman depan ruko serta blok hipermarket

dalam ukuran besar. Hadirnya sebuah hipermarket, terutama di daerah yang sedang

berkembang, juga menjadi magnet suburbanisasi, atau yang biasa disebut dengan Wal-Mart

Effect. Terlebih lagi, hipermarket di daerah suburbanisasi turut menyediakan lapangan parkir

dalam jumlah besar – sebagai antisipasi perkembangan dan ekspansi daerah.

Perencanaan Kota & Wilayah dan Perencanaan Transportasi

Jakarta 2010 memiliki strategi pengembangan tata ruang propinsi seperti yang dituangkan

pada pasal 9, antara lain:

1. Mengembangkan pemanfaatan ruang secara terpadu dengan pola penggunaan

campuran di kawasan ekonomi perspektif dan sistem pusat kegiatan kota.

2. Mengembangkan Sentra Primer Baru (SPB) di Timur, Barat dan Utara

3. Mengembangkan sistem angkutan umum massal sebagai moda angkutan utama antar

pusat-pusat kegiatan dan antar bagian-bagian kota.

Untuk SPB Barat (direncanakan 125 hektar) terletak di wilayah Kembangan dimulai dengan

berdirinya Kantor Walikotamadya Jakarta Barat – antara lain menyebabkan pertumbuhan

pengembangan real-estat di daerah tersebut seperti kawasan Puri Kembangan, Semanan,

Karang Tengah hingga Cengkareng. Fungsi SPB Barat ini adalah untuk memecah konsentrasi

perdagangan dan bisnis masyarakat yang saat ini berada di Jakarta. Namun, dengan izin yang

Page 9: Urban Sprawl Di Jakarta - Ecodesign Undip

rumit, para pebisnis masih tetap memilih berada di pusat-pusat perdagangan, seperti di

kawasan Glodok dan Jalan Hayam Wuruk di Jakarta Barat.

SPB Barat sendiri mudah diakses melalui Jalan Tol Kebon Jeruk, sementara lokasi jalur dan

stasiun transportasi massal berada di area Poris (kereta api) dan Daan Mogot (TransJakarta),

sehingga pencapaian termudah dari dan ke SPB Barat dan hunian yang terbentuk di

sekelilingnya adalah melalui Jalan Tol Kebon Jeruk ataupun Jalan Daan Mogot.

Sedangkan SPB Timur terletak di Pulogebang sebagai pusat kegiatan wilayah dan berdekatan

dengan Kantor Walikotamadya Jakarta Timur. Luas total SPB Timur direncanakan sebesar 96

hektar, dan baru 20% terbangun sebagai kantor pemerintahan. Walaupun dalam area SPB

Timur terdapat Terminal Pulogadung, namun kemacetan jalan dituding sebagai salah satu

sebab mandegnya pengembangan SPB Timur. Didekat situ pula terdapat jaringan kereta api

dengan stasiun Cakung yang terbekat, serta Jalan Tol Lingkar Luar (JORR). Namun

sayangnya tidak ada integrasi antara 3 moda transportasi tersebut, yaitu rencana pembangunan

Terminal Pulogadung, stasiun kereta maupun jalan tol – sehingga menyebabkan

pembangunan unit sentra tersebar dan tidak terkoordinasi dengan sarana dan prasarana

transportasi.

Dalam Jakarta 2010 tidak disinggung sama sekali mengenai moda transportasi alternatif dari

dan ke Bandara Soekarno Hatta, yang selama ini hanya bisa diakses oleh Jalan Tol Sedyatmo.

Pasca pembangunan Jalan Tol Sedyatmo membawa pesatnya perkembangan real-estat di

sepanjang kiri dan kanan jalan tol yang tadinya berupa hutan bakau.

Berdasarkan arahan Jakarta 2010, Wilayah Pengembangan Selatan Selatan (WP-SS)

diproritaskan untuk pengembangan pemukiman secara terbatas dengan mempertahan KDB

rendah untuk mempertahankan fungsinya sebagai kawasan resapan air. Namun batas utara

WP-SS dilewati oleh Jalan Tol TB Simatupang yang tersambung dengan JORR dan Jalan Tol

Dalam Kota, menjadikan hal tersebut sebagai salah satu jargon iklan oleh perumahan dan

pengembangan yang muncul di kawasan tersebut.

Sementara itu berdasarkan Peraturan Presiden tahun 54 tahun 2008 mengenai Penataan Ruang

Kawasan Jakarta Bogor Depok Tangerang Bekasi Puncak dan Cianjur (Jabodetabekpunjur),

disitu ditetapkan Pusat Kegiatan Nasional (PKN) baru (gambar 6) yang berupa sub pusat

perkotaan antara lain Serpong/Kota Mandiri Bumi Serpong Damai, Cinere, Cimanggis,

Cileungsi, Setu, dan Tambun/Cikarang.

Page 10: Urban Sprawl Di Jakarta - Ecodesign Undip

Gambar 6. Peta Struktur dan Pola Ruang Penataan Ruang Kawasan

Jakarta Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak dan Cianjur

Uniknya, ada lima sub pusat perkotaan yang terbentuk dari persinggungan antar jalan tol atau

jalan tol – arteri serta minim (tanpa) jalur transportasi publik, antara lain: Bumi Serpong

Damai (Serpong), Cinere, Cimanggis, Cileungsi (dekat rencana rel kereta), dan Setu. Dua

yang pertama, Serpong dan Cinere adalah sub pusat perkotaan berbasis hunian.

Semula dalam Jakarta 2010 merupakan wilayah yang harus dipertahakan kondisi resapan

airnya, dalam Perpress ini sebagian berubah menjadi kategori W1: Perumahan Hunian Padat,

seperti pada area Cinere, Ciputat dan Cileungsi.

Sama halnya dengan Jakarta 2010, Perpres ini pun tidak menyinggung transportasi massal

dari dan ke Bandara – namun menggarisbawahi pentingnya Jalan Tol Lingkar Luar 2 (JORR2

– gambar 7) yang akan menghubungkan bandara ke 8 PKN/sub pusat perkotaan hingga ke

Pelabuhan Tanjung Priok.

Page 11: Urban Sprawl Di Jakarta - Ecodesign Undip

Gambar 7. Jalan Tol Jabodetabek

Sedangkan Komite Kebijakan Percepatan Pembangunan Infrastruktur (KKPPI) sendiri sedang

menyiapkan payung hukum untuk rencana ENAM jalan tol dalam kota yang sedianya

dituangkan dalam Peraturan Presiden. Enam jalan tol dalam kota meliputi:

1. Kemayoran – Kampung Melayu sepanjang 9.66 km (2012)

2. Rawa Buaya – Sunter sepanjang 22.6km (2011)

3. Kampung Melayu – Tanah Abang sepanjang 11.38km (2012)

4. Sunter – Pulo Gebang sepanjang 10.8 km (2011)

5. Pasar Minggu – Casablanca sepanjang 9.5 km (2013)

6. Ulujami – Tanah Abang sepanjang 8.26 km (2012)

Jalan tol baru tersebut akan menjadi jalan tol lingkar terdalam dan akan terkoneksi dengan

jalan tol yang sudah ada dan dalam tahap konstruksi (Jalan Tol Dalam Kota, JORR, dan

JORR2).

Pertambahan jumlah dan panjang ruas jalan bebas hambatan tentu akan memberi keuntungan

dan kemudahan bagi pengendara kendaraan bermotor. Enam jalur yang tadinya harus

ditempuh jalan arteri dalam kondisi padat, kini dapat ditempuh dengan bebas hambatan.

Bahkan beberapa jalur tersebut merupakan jalur yang dilewati TransJakarta.

Desain Urban di Jakarta

Tendensi desain urban Jakarta saat ini bukanlah desain yang bersahabat bagi masyarakat non

pengendara. Kondisi urban dan desain Jakarta saat ini memang seakan memusuhi

penghuninya, dengan terpisahnya jarak antara bangunan publik dengan jalan, tanpa integrasi

Page 12: Urban Sprawl Di Jakarta - Ecodesign Undip

dengan sarana transportasi publik hingga desain lobby masuk yang mementingkan kebutuhan

pengunjung yang berkendaraan pribadi.

Desain dan perencanaan blok bangunan yang besar dan terpisah pun menjadi kontribusi,

apalagi hal tersebut diperparah dengan jaringan pejalan kaki yang tidak memadai. Dimana

seharusnya pejalan kaki menjadi penghubung antara macam-macam bangunan, hal tersebut

malah ditiadakan bahkan dibiarkan terinvasi oleh parkir kendaraan bermotor dan pedagang

kaki lima.

Seperti halnya desain blok suburban, keberadaan deretan ruko pun menjadi pemandangan

yang biasa ditemui di pusat kota maupun berbagai daerah di Jakarta.

Analisa dan Kesimpulan

Dalam kasus Jakarta dan lingkup megapolitan (Bogor, Tangerang, Depok, Bekasi, Puncak dan

Cianjur) telah terjadi hubungan timbal balik sempurna antara suburbanisasi, ketergantungan

kendaraan bermotor serta tendensi perencanaan dan desain kota.

Degradasi kondisi dan lingkungan pusat kota akibat perencanaan dan desain kota yang

bertendensi pada kendaraan bermotor menjadi salah satu faktor pendorong masyarakat untuk

pindah ke pinggiran Jakarta. Di satu pihak perpindahan masyarakat ke tepi (suburban dan

rural) Jakarta tanpa disertai perencanaan transportasi missal yang terintegrasi dengan

perencanaan wilayah ataupun perubahaan pola hidup; yang akhirnya membawa masalah baru

ketika penghuni suburban tetap tergantung pada pusat kota tanpa ada yang mengobati

ketergantungan terhadap kendaraan bermotor.

Di satu sisi pembangunan dan perencanaan sarana transportasi baru (berupa jalan arteri

maupun jalan tol) pada daerah belum atau sedang berkembang juga menjadi akselerasi

kegiatan suburbanisasi; dengan pertambahan dan pelebaran jalan maka kenyamanan

berkendara pun meningkat.

Untuk itu perlu adanya pemutusan mata rantai dan perubahan kebijakan transportasi serta

perencanaan kota secara revolusioner, kreatif, serempak dan pro-aktif. Berdasarkan studi dan

pembahasan diatas, maka langkah-langkah tersebut adalah:

1. Konsolidasi inti kota dengan mempertimbangkan modifikasi Smart Growth yang

sesuai dengan karakter dan kondisi Jakarta.

2. Perlu adanya Urban Boundary Growth untuk membatasi pengembangan eksploratif

sporadis dalam rencana megapolitan.

3. Pembatasan dan/atau penghentian ijin pembangunan dan pengembangan pada area

periferi Jakarta

Page 13: Urban Sprawl Di Jakarta - Ecodesign Undip

4. Peninjauan ulang rencana konstruksi enam lajur tol dalam kota baru sekaligus

perlunya peninjauan ulang terhadap keberadaan tol dalam kota

5. Integrasi antara sarana transportasi publik berkategori HOV (High Occupancy

Vehicle) dan pusat kegiatan kota.

6. Desain urban yang memprioritaskan jalur publik komunal dalam bentuk area pejalan

kaki yang aman, nyaman, serta terintegrasi dengan bangunan dan moda transportasi

publik

7. Meninggalkan kebijakan perencanaan yang using dan bertendensi hanya pada

pemenuhan kebutuhan belaka

8. Dukungan dari berbagai bidang lain di luar bidang perencanaan, dalam bentuk

instrumen hukum dan ekonomi seperti regulasi kendaraan bermotor, insentif pajak dan

lain-lain

9. Peninjauan ulang dan revisi terhadap tata ruang dan zoning megapolitan

Jabodetabekpunjur

Sedangkan strategi untuk menuju transportasi berkelanjutan, dapat dibagi menjadi 3 hal

dibawah ini (tabel 8) Tabel 8. Prinsip Transportation Demand Management menuju transportasi berkelanjutan

Prinsip Pasar Penggunaan Lahan Efisien Transportasi Efisien

Pasar Komprehensif Holistik

Kenaikan tarif parkir

Reformasi institusi

Tinjau Ulang Subsidi BBM

Tinjau Ulang pajak kendaraan

bermotor

Smart Growth

Konsolidasi Urban

New Urbanism

Transit Oriented Development

Peningkatan sarana pejalan kaki dan

sepeda

Peningkatan sarana transit

Prioritas terhadap Transportasi Massal

High Occupancy Vehicle

PENUTUP

Mengingat pertumbuhan dan perkembangan megapolitan Jakarta yang cepat, maka perlu

adanya peninjauan ulang dan revisi terhadap kebijakan perencanaan, baik itu perencanaan

kota maupun transportasi. Perlu adanya paradigma baru dan pandangan kreatif yang

independen dan lepas dari berbagai macam kepentingan dan hanya perlu memperhatikan

kepentingan publik saja.

DAFTAR PUSTAKA

Albrechts L 2008, ‘Enhancing creativity in planning: dynamic visioning as catalyst for change’ in Artepolis 2: creative communities and the making of place, Track F, ITB, Bandung, pp.12-21

Bruegmann, R 2005, Sprawl: a compact history, University of Chicago Press, Chicago.

Page 14: Urban Sprawl Di Jakarta - Ecodesign Undip

Damardono, H 2007, Enam ruas tol bisa atasi kemacetan?, Kompas, 31 Desember, hal.33

Jacobs, J 1961, The death and life of great american cities, Random House, New York.

Newman, PWG & Kenworthy, JR 1989, Cities and automobile dependence: An International Sourcebook, Gower, Aldershot.

Newman, PWG & Kenworthy, JR 1999, Sustainability and cities: overcoming automobile dependence, Island Press, Washington DC.

Newman, PWG & Kenworthy, JR 2000, ’The ten myths of automobile dependence’, World Transport Policy & Practice, vol. 6, no. 1, pp. 15-25.

Newman, PWG & Kenworthy, JR 2006, ’Urban design to reduce automobile dependence’, Opolis:An International Journal of Suburban and Metropolitan Studies , vol. 2, issue 1, article 3, pp. 1-9, Available from: http://repositories.cdlib.org/cssd/opolis/vol2/iss1/art3.

Pemda DKI Jakarta 1999, Jakarta 2010: Peraturan DKI Jakarta no. 6 th. 1999 tentang Rencana Tata Umum Wilayah (RTRW) DKI Jakarta.

Peraturan Presiden no. 54 th.2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak dan Cianjur.

Riddell R 2004, Sustainable urban planning: tipping the balance, Blackwell Publishing Ltd., Oxford.

Schlosser, E 2002, Fast food nation: the dark side of the all-american meal. Houghton Mifflin Company, Boston.