upaya promotif dan preventif menurut leavel and clark
DESCRIPTION
upaya promotif dan preventifTRANSCRIPT
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Allah SWT berfirman :
�ر� �غ�ي ل ه�ل�� أ و�م�ا �ز�ير� ن �خ� ال �ح�م� و�ل و�الد�م� �ة� �ت �م�ي ال �م� �ك �ي ع�ل م�ت� ح�ر
و�م�ا �ط�يح�ة� و�الن �ة� د ي �ر� �م�ت و�ال �م�و�ق�وذ�ة� و�ال �ق�ة� ن �خ� �م�ن و�ال �ه� ب �ه� الل
�ن� و�أ .ص�ب� الن ع�ل�ى �ح� ذ�ب و�م�ا �م� �ت �ي ذ�ك م�ا �ال� إ �ع� ب الس� �ل� ك� أ
�ذ�ين� ال �س� �ئ ي �و�م� �ي ال ف�س�ق> �م� �ك ذ�?ل � م ال� ز�� �األ� م�واب �ق�س� ت �س� �ت �
�ت� �م�ل ك� أ �و�م� �ي ال و�ن� و�ه�م�و�اخ�ش� �خ�ش� ت ف�ال� �م� �ك د�ين م�ن� وا �ف�ر� �ك
ف�ي اض�ط�ر� ف�م�ن� Iا م�د�ين ال� �س� اإل� �م� �ك ل ض�يت� و�ر� �ي �ع�م�ت ن �م� �ك �ي ع�ل �م�م�ت� ت� و�أ �م� �ك د�ين �م� �ك �ل
م� ح�ي ر م ف�و ر� ر� �� ر ال ر�� ح�� ر� � م� ث� �ح� �ح �م ح� ر � ر! ف" ر# ثي ر� م$ ر% ر& ث' ر"
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barangsiapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang" (QS. Al-Maidah, 5: 3).
Islam adalah agama yang diturunkan Allah SWT untuk kepentingan dan
keselamatan, kebahagian serta kesejahteraan umat manusia lahir dan bathin, di
dunia maupun di akhirat. Oleh karena itu Islam sebagai yang sanggup mengantar
dan memberikan keselamatan hidup secara utuh, memiliki ajaran secara lengkap,
yang mencakup segala aspek kehidupan umat manusia termasuk didalamnya
masalah kesehatan, secara khusus kesehatan yang dikehendaki Islam meliputi
kesehatan fisik, mental dan sosial.
Kesehatan merupakan salah satu rahmat dan karunia Allah yang sangat
besar yang diberikan kepada umat manusia, karena kesehatan adalah modal
pertama dan utama dalam kehidupan manusia. Tanpa kesehatan manusia tidak
dapat melakukan kegiatan yang menjadi tugas serta kewajibannya yang
menyangkut kepentingan diri sendiri, kelurga dan masyarakat mapun tugas dan
kewajiban melaksanakan ibadah kepada Allah SWT.
Selain merupakan rahmat dan karunia Allah SWT, kesehatan merupakan
amanah yang wajib kita syukuri dengan cara menjaga, memelihara, merawat dan
harus dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk hal-hal yang diridhoi Allah SWT.
Mensyukuri nikmat kesehatan berarti menjadikan kesehatan sebagai modal utama
dalam melaksankan serta meningkatkan amal shaleh dan ketaatan kepada Allah
SWT. Oleh karena itu upaya peningkatan kesehatan masarakat perlu dilakukan
untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan masyarakat.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana ajaran islam dalam upaya meningkatkan kesehatan masayarakat?
2. Apa saja upaya promotif dan preventif menurut Leavel And Clark?
3. Bagaimana upaya Health Promotion menurut ajaran islam?
4. Bagaimana upaya Spesific Protection menurut ajaran islam?
5. Bagaimana upaya Ealy Diagnosys and Prompt Treatment menurut ajaran
islam?
6. Bagaimana upaya Disability Limitation menurut ajaran islam?
7. Bagaimana upaya Rehabilitation menurut ajaran islam?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui ajaran islam dalam upaya meningkatkan kesehatan
masayarakat.
2. Untuk mengetahui upaya promotif dan preventif menurut Leavel And Clark.
3. Untuk mengetahui upaya Health Promotion menurut ajaran islam.
4. Untuk mengetahui upaya Spesific Protection menurut ajaran islam.
5. Untuk mengetahui upaya Ealy Diagnosys and Prompt Treatment menurut
ajaran islam.
6. Untuk mengetahui upaya Disability Limitation menurut ajaran islam.
7. Untuk mengetahui upaya Rehabilitation menurut ajaran islam.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kesehatan dalam Islam
Definisi kesehatan yaitu suatu keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan
sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan
ekonomis. Islam sejak dari awal sangat mementingkan hidup sehat melalui
tindakan promotif-preventif-kuratif-rehabilitatif. Organisasi Kesehatan se-Dunia
(WHO, 1984) menyatakan bahwa aspek agama (spiritual) merupakan salah satu
unsur dari pengertian kesehatan seutuhnya. Islam menanamkan nilai-nilai tauhid
dan manifestasi dari tauhid itu sendiri pada diri manusia. Nilai-nilai tersebut
mampu merubah persepsi-persepsi tentang kehidupan manusia di dunia yang pada
gilirannya tentu saja secara merubah perilaku manusia. Dan perilaku yang
diharapkan dari manusia yang bertauhid adalah perilaku yang merupakan
realisasinya dari ketaatan terhadap perintah dan larangan Allah.
Empat faktor utama yang mempengaruhi kesehatan adalah lingkungan
(yang utama), perilaku, pelayanan kesehatan, dan genetik. Bila ditilik semuanya
tetaplah bemuara pada manusia. Faktor lingkungan (fisik, sosek, biologi) yang
mempunyai pengaruh paling besar terhadap status kesehatan tetap saja ditentukan
oleh manusia. Manusialah yang paling memiliki kemampuan untuk
memperlakukan dan menata lingkungan hidup.
B. Kesehatan Masyarakat Dijamin Oleh Islam
Islam merupakan agama yang rahmatan lil alamin, artinya adalah
kehadiran Islam membawa kebaikan yang besar bagi seluruh umat manusia.
Sebelum turunnya agama Islam, dunia berada pada kejahiliyahan yang ditandai
dengan penyembahan berhala dan manusia yang tidak menggunakan akal untuk
berfikir serta merenungi nikmat Allah SWT melainkan akal mereka telah
ditundukkan hawa nafsu.
Akan tetapi, semenjak Rasulullah SAW membawa Islam hadir di tengah
kerusakan, akhirnya munculah pencerahan. Perkembangan ilmu dan pengetahuan
semakin pesat salah satunya di bidang kesehatan. Tidak bisa dipungkiri
bagaimana Islam berhasil melahirkan ilmuwan seperti Ibnu Sina, Ali bin Isa,
Ammar bin Ali Al-Mosuli, Al-Zahrawi, dan lainnya yang berkontribusi besar di
dunia kesehatan. Semua itu tidak lepas dari Al Qur’an sebagai kitab suci yang
memuat berbagai pengetahuan, peringatan, dan petunjuk. Buktinya adalah ayat-
ayat yang menerangkan tentang kewajiban manusia untuk memelihara kebersihan
diri:
اء� الن س� �وا �ز�ل ف�اع�ت ذIى� أ ه�و� ق�ل� �م�ح�يض� ال ع�ن� �ك� �ون �ل أ �س� �و�ي
ن� �ط�ه�ر� ت �ذ�ا ف�إ ن� �ط�ه�ر� ي �ى? ت ح� �وه�ن� ب �ق�ر� ت و�ال� �م�ح�يض� �ف�يال �
�ين� �و�اب الت �ح�ب. ي ه� ـ� الل �ن� إ ه� ـ� الل �م� ك م�ر�� أ �ث� ح�ي م�ن� �وه�ن� ت
� �ف�أ
�ط�ه ر�ين� �م�ت ال �ح�ب. و�ي
“Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah suatu kotoran". Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri. (QS Al Baqarah: 222)”
Berdasarkan bukti di atas, jelas bahwa Islam merupakan agama yang
sangat menjunjung tinggi kesehatan di masyarakat. Bukan hanya kebersihan
lingkungan dan perorangan, akan tetapi kesehatan secara luas baik rohani maupun
ragawi. Sehingga, mutlak hukumnya untuk mempelajari Islam bagi manusia agar
terwujud kesehatan yang paripurna.
BAB 3
PEMBAHASAN
A. Ajaran Islam dalam Upaya Meningkatkan Kesehatan Masayarakat
Islam merupakan agama yang sangat sempurna, islam berbeda dengan
agama yang datang sebelumnya. Islam datang sebagai agama untuk
kepentingan duniawi dan ukhrawi secara menyeluruh. Tidak terbatas jalur
hubungan antara hamba dengan Tuhannya (horisontal) saja tetapi Islam juga
mengatur hubungan secara vertikal. Islam sangat memperhatikan kondisi
kesehatan sehingga dalam Al Quran dan Hadits ditemui banyak referensi
tentang sehat. Misalnya Hadits Bukhari yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas,
Rasulullah bersabda :
“Dua nikmat yang sering tidak diperhatikan oleh kebanyakan manusia yaitu kesehatan dan waktu luang.” (HR. Bukhari)
Kosa kata “sehat wal afiat” dalam Bahasa Indonesia mengacu pada
kondisi ragawi dan bagian-bagiannya yang terbebas dari virus penyakit. Sehat
Wal Afiat ini dapat diartikan sebagai kesehatan pada segi fisik, segi mental
maupun kesehatan masyarakat.
Sesuai dengan Sunnah Nabi inilah maka umat Islam diajarkan untuk
senantiasa mensyukuri nikmat kesehatan yang diberikan oleh Allah SWT.
Bahkan bisa dikatakan Kesehatan adalah nikmat Allah SWT yang terbesar
yang harus diterima manusia dengan rasa syukur. Bentuk syukur terhadap
nikmat Allah karena telah diberi nikmat kesehatan adalah senantiasa menjaga
kesehatan. Firman Allah dalam Al Quran :
�ك�م �ز�يد�ن مال� � �رت نش�ك �Y �ٮ ل �م .ك �ذ�ن�ر�ب �ا �ذت مذمنرميمذمنرميمذمنرميمذمنرميمذمنرميمذمنرميمذمنرميمذمنرميمذمنرميمذمنرميمذمنرميمذمنرميمذمنرميمو�ا مي نر م > ذ �ش�د�يد ىل � ع�ذ�اب �ن� �ما �ف�رت نك �Y �ٮ نرمىينرمىينرمىينرمىينرمىينرمىينرمىينرمىينرمىينرمىينرمىينرمىينرمىيو�ل ىي م 14:7نر ﴾“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih” (Surah Ibrahim [14]:7).
Umat Islam diajarkan untuk selalu mensyukuri nikmat kesehatan
yang diberikan oleh Allah SWT. Bentuk syukur terhadap Allah SWT karena
telah diberi nikmat berupa kesehatan adalah dengan senantiasa menjaga
kesehatan dirinya. Oleh sebab itu diperlukan suatu upaya promotif dan
preventif dalam rangka peningkatan derajat kesehatan masyarakat,
khususnya masyarakat muslim. (Alfiani, Fatimah, 2015).
B. Upaya Promotif dan Preventif Menurut Leavel And Clark (1965)
Dalam perkembangannya, untuk mengatasi masalah kesehatan termasuk
penyakit di kenal tiga tahap pencegahan:
a. Pencegahan primer: dilakukan pada masa individu belum menderita sakit,
upaya yang dilakukan ialah:
1) Promosi kesehatan (health promotion) yang ditujukan untuk
meningkatkan daya tahan tubuh terhadap masalah kesehatan.
2) Perlindungan khusus (specific protection): upaya spesifik untuk mencegah
terjadinya penularan penyakit tertentu, misalnya melakukan imunisasi,
peningkatan ketrampilan remaja untuk mencegah ajakan menggunakan
narkotik dan untuk menanggulangi stress dan lain-lain.
b. Pencegahan sekunder: dilakukan pada masa individu mulai sakit
1) Diagnosa dini dan pengobatan segera (early diagnosis and prompt
treatment), tujuan utama dari tindakan ini ialah a) mencegah penyebaran
penyakit bila penyakit ini merupakan penyakit menular, dan b) untuk
mengobati dan menghentikan proses penyakit, menyembuhkan orang sakit
dan mencegah terjadinya komplikasi dan cacat.
2) Pembatasan cacat (disability limitation) pada tahap ini cacat yang terjadi
diatasi, terutama untuk mencegah penyakit menjadi berkelanjutan hingga
mengakibatkan terjadinya cacat yang lebih buruk lagi.
c. Pencegahan tersier: dilakukan pada tahap penyembuhan.
1) Rehabilitasi, pada proses ini diusahakan agar cacat yang di derita tidak
menjadi hambatan sehingga individu yang menderita dapat berfungsi
optimal secara fisik, mental dan sosial.
Leavel dan Clark (1965) dalam bukunya “Preventive Medicine for the
doctor in his community” membagi usaha pencegahan penyakit dalam 5 tingkatan
yang dapat dilakukan pada masa sebelum sakit dan pada masa sakit. Usaha-usaha
pencegahan itu adalah :
a. Masa sebelum sakit
1) Mempertinggi nilai kesehatan (health promotion)
2) Memberikan perlindungan khusus terhadap suatu penyakit (specific
protection)
b. Pada masa sakit
1) Mengenal dan mengetahui jenis penyakit pada tingkat awal, serta
mengadakan pengobatan yang tepat dan segera (early diagnosis and
prompt treatment)
2) Pembatasan kecacatan dan berusaha untuk menghilangkan gangguan
kemampuan bekerja yang diakibatkan suatu penyakit (disability
limitation)
3) Rehabilitasi (rehabilitation)
Rahmadiyanti, Siska, 2012, Leavel and Clark, viewed on 5 maret 2015, http://chik144.blogspot.com/2012/06/leavel-dan-clark.html
1. Mempertinggi Nilai Kesehatan (Health Promotion)
Agama Islam sangat menganjurkan keselamatan umat manusia di dunia
maupun di akhirat. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak lepas dari
ancaman-ancaman yang akan membahayakan diri dan keluarga. Sebagaimana
firman Allah dalam surat at-Taghabun: 11:
ء] ي� ش� �ل �ك ب �ه� و�الل �ه� �ب ق�ل �ه�د� ي �ه� �الل ب �ؤ�م�ن� ي و�م�ن� �ه� الل �ذ�ن� �إ ب �ال إ �ة] م�ص�يب م�ن� ص�اب�� أ م�ا
�يم> ع�ل
Artinya: "Tidak ada sesuatu musibahpun yang menimpa seseorang, kecuali
dengan ijin Allah; Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah,
niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha
Mengetahui segala sesuatu." (QS. at-Taghabun 64:11)
Promosi kesehatan merupakan cabang dari ilmu kesehatan yang
mempunyai dua sisi, yakni sisi ilmu dan sisi seni. Dilihat dari sisi seni, yakni
praktisi atau aplikasi pendidikan kesehatan adalah merupakan penunjang bagi
program-program kesehatan lain. Ini artinya bahwa setiap program kesehatan
yang telah ada misalnya pemberantasan penyakit menular/tidak menular,
program perbaikan gizi, perbaikan sanitasi lingkungan, upaya kesehatan ibu dan
anak, program pelayanan kesehatan dan lain sebagainya sangat perlu ditunjang
serta didukung oleh adanya promosi kesehatan.
Dalam hal ini organisasi kesehatan dunia WHO telah merumuskan suatu
bentuk definisi mengenai promosi kesehatan :
“ Health promotion is the process of enabling people to increase control
over, and improve, their health. To reach a state of complete physical, mental,
and social, well-being, an individual or group must be able to identify and realize
aspirations, to satisfy needs, and to change or cope with the environment “.
(Ottawa Charter,1986).
Jadi, dapat disimpulkan dari kutipan diatas bahwa Promosi Kesehatan
adalah proses untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam memelihara
dan meningkatkan kesehatannya. Selain itu untuk mencapai derajat kesehatan
yang sempurna, baik fisik, mental, dan sosial, maka masyarakat harus mampu
mengenal serta mewujudkan aspirasinya, kebutuhannya, dan mampu mengubah
atau mengatasi lingkungannya (lingkungan fisik, sosial budaya dan sebagainya).
Selanjutnya, Australian Health Foundation merumuskan batasan lain pada
promosi kesehatan adalah sebagai berikut :
“ Health promotion is programs are design to bring about “change”within
people, organization, communities, and their environment ”.
Artinya bahwa promosi kesehatan adalah program-program kesehatan
yang dirancang untuk membawa perubahan (perbaikan), baik di dalam
masyarakat sendiri, maupun dalam organisasi dan lingkungannya.
Dengan demikian bahwa promosi kesehatan adalah kombinasi berbagai
dukungan menyangkut pendidikan, organisasi, kebijakan dan peraturan
perundangan untuk perubahan lingkungan dan perilaku yang menguntungkan
kesehatan (Green dan Ottoson,1998).
Pendidikan kesehatan yang diperlukan antara lain : Meningkatnya gizi
melalui penyediaan makanan sehat cukup kualitas maupun kuantitasnya,
perbaikan sanitasi lingkungan seperti penyediaan air rumah tangga yang baik,
perbaikan cara pembuangan sampah dan kotoran serta air limbah, hygiene
perorangan, pendidikan ysng bersifat umum, nasihat perkawinan, penyuluhan
kehidupan sex seperti persiapan memasuki kehidupan pra nikah dan persiapan
menopause, usaha kesehatan jiwa agar tercapai perkembangan kepribadian yang
baik seperti olahraga dan kebugaran jasmani, pemeriksaan secara berkala,
meningkatnya standar hidup dan kesejahteraan keluarga, nasihat tentang
keturunan, penyuluhan tentang PMS, penyuluhan AIDS. Usaha ini merupakan
pelayanan terhadap pemeliharaan kesehatan pada umumnya.
Ruang Lingkup Promosi Kesehatan Menurut Prof.Dr. Soekidjo
Notoadmodjo, ruang lingkup promosi kesehatan dapat dilihat dari 2 dimensi
yaitu:
a. Dimensi aspek pelayanan kesehatan.
b. Dimensi tatanan (setting) atau tempat pelaksanaan promosi kesehatan.
Sedangkan ahli lainnya membagi menjadi hanya dua aspek saja, yakni :
a. Aspek promotif dengan sasaran kelompok orang sehat.
b. Aspek preventif (pencegahan) dan kuratif (penyembuhan) dengan sasaran
kelompok orang yang memiliki resiko tinggi terhadap penyakit dan
kelompok yang sakit.
Dengan ini maka ruang lingkup promosi kesehatan di kelompok menjadi
dua yaitu:
a. Pendidikan kesehatan pada aspek promotif.
b. Pendidikan kesehatan pada aspek pencegahan dan penyembuhan.
Ruang lingkup promosi kesehatan, yaitu :
a. Pendidikan Kesehatan (Health education)
b. Pemasaran sosial (sosial marketing)
c. Penyuluhan
d. Upaya peningkatan (Promotif)
e. Advokasi di bidang kesehatan
f. Pengorganisasian, pengembangan, pergerakan, pemberdayaan
masyarakat.
Ruang lingkup promosi kesehatan berdasarkan tatanan pelaksanaan,
yaitu:
a. Promosi kesehatan tatanan keluarga
b. Pendidikan kesehatan pada tatanan sekolah
c. Pendidikan kesehatan di tempat kerja
d. Pendidikan kesehatan di tempat-tempat umum
e. Pendidikan kesehatan pada fasilitas pelayanan kesehatan
Tujuan promosi kesehatan meliputi :
a. Membangun kebijakan masyarakat sehat
b. Membangun keterampilan personal
c. Memperkuat partisipasi komunitas
d. Menciptakan lingkungan yang mendukung
�ا �ي الد.ن م�ن� �ك� �ص�يب ن �س� �ن ت و�ال ة� اآلخ�ر� الد�ار� �ه� الل �اك� آت ف�يم�ا �غ� �ت و�اب
�ن� إ األر�ض� ف�ي اد� �ف�س� ال �غ� �ب ت و�ال �ك� �ي �ل إ �ه� الل �ح�س�ن� أ �م�ا ك ن� �ح�س� و�أ
د�ين� �م�ف�س� ال �ح�ب. ي ال �ه� الل
Artinya: "Dan carilah, pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi, dan berbuat baiklah (kepada orang lain), sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan." – (QS. Al-Qashash 28:77)
e. Reorientasi pelayanan kesehatan
Dengan kata lain promosi kesehatan bertujuan untuk meningkatkan,
memajukan dan membina koordinasi sehat hingga dipertahankan dan dijauhkan
dari ancaman penyebab penyakit atau agent secara umum.
Tindakan pencegahan diantaranya :
a. Perlindungan balita, ibu hamil
b. Pemberian makanan
م* ي ح+ي ف" م�, ف- ر. ث� ف/ رل ف� �� ر ح�ا ح� ر�0 ثي ر�1 ال ح2 روا ف0 ف3 ف4وا ح+ !� ر ر5 ��ر, ب+� يي ر8 ��ر�لا ح; ث �أ �ا ح�ي ر�&� ح" ف�وا ف< ف? ر�@� ال �Aر Bف� رأا را
Artinya : "Hai manusia, makanlah yang halal, lagi baik, dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya, syaitan adalah musuh yang nyata bagimu." – (QS Al-baqarah.2:168)
Tata makanan dalam Islam melarang berlebih-lebihan dalam hal
makanan, makan bukan karena lapar hingga kekenyangan, memerintahkan
berkuasa agar perut besar dan usus beristirahat.
و�ال �وا ب ر� و�اش� �وا �ل و�ك ج�د] م�س� �ل ك �د� ن ع� �م� �ك �ت ز�ين خ�ذ�وا آد�م� �ي �ن ب �ا ير�ف�ين� �م�س� ال �ح�ب. ي ال �ه� �ن إ ر�ف�وا �س� ت
Artinya : "Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, dan jangan berlebih-lebihan. Sesungguhnya, Allah tidak menyukai, orang-orang yang berlebih-lebihan." – (QS. Al-A’raaf 7:31)
c. Perlindungan terhadap ancaman akibat kerja
d. Perlindungan khusus yang bersifat karsinogenik
e. Menghindari terhadap zat-zat alergi
f. Menghindari minuman berakohol
g. Menghindari merokok
Terdapat beberapa jaminan didalam islam yang berhubungan dengan
keselamatan manusia, diantaranya adalah :
Jaminan keselamatan jiwa ( ةظفاحملا ىلع ( سفنلا ialah jaminan
keselamatan atas hak hidup yang terhormat dan mulia. Termasuk dalam cakupan
pengertian ini ialah keselamatan nyawa, anggota badan dan terjaminnya
kehormatan manusia.
Jaminan keselamatan akal ( ةظفاحملا ىلع ialah terjaminnya akal (لقعلا
pikiran dari kerusakan yang menyebabkan orang yang bersangkutan tak berguna
di masyarakat, sumber kejahatan bahkan menjadi sampah masyarakat. Upaya
pencegahan yang bersifat preventif yang dilakukan syariat Islam ditujukan untuk
meningkatkan daya nalar dan menjaganya dari hal-hal yang membahayakan.
Keselamatan keluarga dan keturunan ( ةظفاحملا ىلع (لسنلا ialah
jaminan kelestarian populasi umat manusia agar tetap hidup berkembang, sehat
dan kokoh, baik pekerti dan agamanya.
Maryati, Dwi. dkk. 2009. Buku Ajaran Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta: Nuha medika
Soekidjo Notoatmodjo. 2010. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Jakarta : Rineka Cipta
http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/05/upaya-pencegahan-preventive-menurut.html#ixzz3TTvT0Sri. Diposkan tanggal : 14 Mei 2012. Diunduh tanggal : 5 Maret 2015
Ramadiyani, siska. 2012. http://chik144.blogspot.com/2012/06/leavel-dan-clark.html, Diposkan tanggal : 11 Juni 2012.
Lestari, widhia. 2012. http://widhialestari.blogspot.com/2012/09/makalah-upaya-promotif-dan-preventif_25.html. Diposkan tanggal 25 September 2012, Diunduh tanggal : 5 Maret 2015
2. Memberikan Perlindungan Khusus Terhadap Suatu Penyakit (Specific Protection)
Rasulullah bersabda: “Jagalah lima perkara sebelum datang lima perkara; muda sebelum tua, sehat sebelum sakit, kaya sebelum miskin, lapang sebelum sempit, dan hidup sebelum mati” (HR. Muslim)
Salah satu karunia yang sangat berharga dalam hidup manusia adalah
kesehatan. Menjadi orang yang sehat tanpa ada gangguan penyakit
memungkinkan seseorang untuk menjadi lebih produktif dalam bekerja, lebih
banyak beribadah dan lebih berbahagia. Oleh karena itu diperlukan specific
protection atau perlindungan khusus terutama pada kelompok yang rentan
Spesific Protection (Memberikan Perlindungan Khusus Terhadap Suatu
Penyakit) merupakan tindakan pencegahan terhadap penyakit-penyakit tertentu.
Beberapa usaha diantaranya adalah : Imunisasi untuk mencegah penyakit-
penyakit tertentu, Isolasi penderita penyakit menular, dan Pencegahan terjadinya
kecelakaan baik di tempat-tempat umum maupun di tempat kerja. Adapun
penjelasan sebagai berikut :
a. Imunisasi untuk mencegah penyakit tertentu
Imunisasi berasal dari kata imun, kebal atau resisten. Anak diimunisasi
berarti diberikan kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu. Anak kebal atau
resisten terhadap suatu penyakit, tetapi belum tentu kebal terhadap penyakit lain
(Notoatmodjo, 2007). Atau dengan kata lain, imunisasi merupakan usaha
memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan memasukkan vaksin ke dalam
tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk mencegah terhadap penyakit tertentu.
Vaksin adalah bahan yang dipakai untuk merangsang pembentukan zat antibody
yang dimasukkan ke dalam tubuh melalui suntikan seperti vaksin BCG, DPT,
Campak dan melalui mulut seperti vaksin polio (Hidayat, 2002).
Imunisasi dalam pandangan syariat islam
Upaya-upaya pencegahan penyakit seperti yang anjurkan agama,
sesungguhnya membuka ruang yang sangat luas terhadap berbagai pilihan-
pilihan. Imunisasi adalah salah satu pilihan. Sebab sebagaimana diketahui
imunisasi dimaksudkan agar tubuh memiliki kekebalan terhadap jenis-jenis
penyakit tertentu. Dengan melakukan cara ini, dimungkinkan seseorang akan
kebal terhadap beberapa macam penyakit yang berbahaya. Tujuan imunisasi ini
tentu sangat singkron dengan prinsip-prinsip kesehatan Islam dimana ajaran Islam
menghendaki ummatnya selalu dalam kondisi sehat dan terjauh dari penyakit.
Namun, beberapa jenis vaksin (seperti polio) diduga mengandung enzim
yang berasal dari babi. Babi jelas najis hukumnya dan termasuk hewan yang
haram dikonsumsi. Oleh karena itu beberapa ulama menyatakan imunisasi adalah
haram hukumnya karena memasukkan benda yang najis ke dalam tubuh.
Tripsin yang diambil dari babi berfungsi sebagai enzim katalisator pada
vaksin. Jumlah tripsin yang ditambahkan konsentrasinya sangat rendah. Tripsin
ini nantinya akan hilang, tidak tersisa lagi.
Dalam bab fikih, masalah ini ada sisi kelonggaran yaitu tidak mengapa
menggunakan yang najis (jika memang cairan tersebut dinilai najis). Namun
sebenarnya cairan najis tersebut telah mengalami istihlak (melebur) karena
bercampur dengan zat suci yang berjumlah banyak. Dan di antara tujuan syari’at
adalah menggapai maslahat dan manfaat serta menghilangkan mafsadat dan
bahaya. Berikut penjelasannya:
1) Perubahan Benda Najis atau Haram Menjadi Suci
Kemudian ada istilah (استحالة) “istihalah” yaitu perubahan benda
najis atau haram menjadi benda yang suci yang telah berubah sifat dan
namanya. Contohnya adalah kulit bangkai yang najis dan haram jika disamak
menjadi suci atau ataupun khamr jika menjadi cuka maka menjadi suci
misalnya dengan penyulingan. Pada enzim babi vaksin tersebut telah berubah
nama dan sifatnya atau bahkan hanya sebagai katalisator pemisah, maka yang
menjadi patokan adalah sifat benda tersebut sekarang.
Ibnu Qoyyim Al-Jauziyah rahimahullah (ahli fiqih bermazhab Hambali pada
abad ke-13) menjelaskan masalah istihalah,
م�ن� – – �يث� ب �خ� و�ال �يث� ب �خ� ال م�ن� الط�ي ب� �خ�ر�ج� ي �ى �ع�ال ت �ه� �لل و�ا
ف�ي ي�ء� الش� �و�ص�ف� ب �ل� ب ، ص�ل�� �األ� ب ة� �ر� ب ع� و�ال� ، الط�ي ب�
م�ه� اس� ال� ز� و�ق�د� �ث� ب �خ� ال � �م ح�ك �ق�اء� ب �ع� �ن �م�م�ت ال و�م�ن� ه�، �ف�س� ن
�و�و�ص�ف�ه
“dan Allah Ta’ala mengeluarkan benda yang suci dari benda yang najis dan mengeluarkan benda yang najis dari benda yang suci. Patokan bukan pada benda asalnya, tetapi pada sifatnya yang terkandung pada benda tersebut (saat itu). Dan tidak boleh menetapkan hukum najis jika telah hilang sifat dan berganti namanya.” (I’lamul muwaqqin ‘an rabbil ‘alamin)
2) Percampuran benda najis atau haram dengan benda suci
Kemudian juga ada istilah (استحالك) “istihlak” yaitu bercampurnya
benda najis atau haram pada benda yang suci sehingga mengalahkannya sifat
najis baik rasa, warna dan baunya. Misalnya hanya beberapa tetes khamr pada
air yang sangat banyak. Maka tidak membuat haram air tersebut.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Cم ثي Dر ف� Eف ي ر@ Bف ��ر م فAو ر8 Cر ر&� ثل را �� ر ح�ا
“Air itu suci, tidak ada yang menajiskannya sesuatu pun.” (Bulughul Maram, Bab miyah no.2)
�ان� �م�اء� ك �ل �ن� ا �ي �ت �م� ق�ل �ح�م�ل� ل �ث� ي ب �خ� �ل �ف�ظ] و�ف�ي – ا �م�: – ل �ج�س� ل �ن ي
“jika air mencapai dua qullah tidak mengandung najis –diriwayat yang lain- tidak najis” (Bulughul Maram, Bab miyah no.5)
Maka enzim babi vaksin yang hanya sekedar katalisator yang sudah
hilang melalui proses pencucian, pemurnian dan penyulingan sudah minimal
terkalahkan sifatnya.
Berobat dengan yang Haram
Jika kita masih berkeyakinan bahwa vaksin haram, mari kita kaji lebih
lanjut. Bahwa ada kaidah fiqhiyah,
المحظورات تبيح الضرورة
“Darurat itu membolehkan suatu yang dilarang”
Kaidah ini dengan syarat:
a) Tidak ada pengganti lainnya yang mubah
b) Digunakan sekadar mancukupi saja untuk memenuhi kebutuhan
Inilah landasan yang digunakan MUI, jika kita kaji sesuai dengan syarat:
Saat itu belum ada pengganti vaksin lainnya.
Bahraen, Raehanul, 2013, Imunisasi dalam Pandangan Syariat, viewed on 5 maret 2015, < http://kesehatanmuslim.com/imunisasi-dalam-pandangan-syariat/>
b. Isolasi Penderita Penyakit Menular
Dalam hal kesehatan, kita jumpai begitu banyak arahan di seputar masalah
ini dari hadits-hadits Rasulullah. Baik yang bersifat qauliy (ucapan) ataupun fi’liy
(perbuatan). Salah satu arahan mengenai bagaimana cara menghindari
penyakit/wabah, adalah sebagai berikut:
Rasulullah pernah melarang para sahabat mendekati daerah yang
terjangkit wabah penyakit menular. Pada kesempatan lain Rasulullah berpesan:
“Larilah (jauhilah) penyakit menular seperti kalian lari dari (serangan) singa”. Dalam hadist lain disebutkan sebagai berikut: “Larilah dari penderita lepra sebagaimana kamu lari dari harimau.” (HR. Bukhari).
Islam juga mengajarkan prinsip-prinsip dasar pencegahan dan
penanggulangan berbagai penyakit infeksi yang membahayakan masyarakat
misalnya wabah kolera dan cacar yang banyak dibahas di ilmu epidemiologi
penyakit.Sesuai dengan sabda Rasulullah SAW :
“Janganlah engkau masuk ke dalam suatu daerah yang sedang terjangkit wabah, dan bila dirimu berada di dalamnya janganlah pergi meninggalkannya.” (HR. Bukhari).
Hal ini dimaksudkan agar wabah tersebut tidak menyebar ke daerah lain,
karena apabila seseorang berada di daerah yang sedang terjangkit wabah maka
kemungkinan besar ia juga telah terserang infeksi yang dapat ia tularkan ke
masyarakat sekitar.
Bahkan hanya melalui cara-cara yang biasa dilakukan untuk tujuan ini,
Rasulullah juga mengajarkan kepada kita cara mencegah penyakit yang bersifat
ruhiy-tabbudiy (cara-cara spiritual) yaitu dengan senantiasa membaca doa wirid
pagi dan sore yang isinya permohonan agar Allah senantiasa memberi kesehatan
badan, pendengaran dan penglihatan kita. Sebab kesehatan adalah karunia yang
sangat berarti bagi manusia.
c. Pencegahan Kecelakaan Baik Di Tempat Umum Atupun Di Tempat
Kerja
Agama Islam sangat menganjurkan keselamatan umat manusia di dunia
maupun di akhirat. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak lepas dari
ancaman-ancaman yang akan membahayakan diri dan keluarga. Sebagaimana
firman Allah dalam surat at-Taghabun: 11:
م� ح�ي ر. Cم ثي Dر Fي ف/ Gح ف� �� ر ر,ال ف� ر+ ث� Hر ح- Aث Bر ح� �� ر ح�Gل ث* ح" Iث Bف ث* ر" ر, ح� �� ر ال ح� Jث ح�� Gح ��ح�ا م$ ر+ ح%ي ف" ث* ح" Kر �Lر رأا ر"�
"Tidak ada sesuatu musibahpun yang menimpa seseorang, kecuali dengan ijin Allah; Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu." – (QS.64:11)
Kajian empiris menyatakan bahwa prinsip-prinsip sosial dalam hukum al-
Qur’an terfokus pada terealisasinya kemaslahatan bagi mayoritas umat dan
mencegah sarana-sarana yang akan mengganggu keselamatannya. Masyarakat
yang kokoh berkepentingan untuk melestarikan dan merealisasikannya dan
mencegah bentuk-bentuk penyakit sosial yang mengancam eksistensi lima aspek
maqasid syari’ah. Karena itulah syari’at Islam sangat mendorong dua hal:
1. Mengupayakan kemaslahatan ( بلج (ةعفنملا
2. Mencegah bahaya ( عفد (ررضلا
Syari’at Islam menegaskan bahwa mencegah bahaya lebih diprioritaskan
ketimbang mengupayakan kemaslahatan, apabila kemaslahatan seimbang dengan
bahaya keterpautan keduanya tidak jelas. (Abu Zahrah, 1994).
Untuk menjamin keselamatan kerja dalam berkarya di berbagai sektor
industri, menjaga keselamatan jiwa (سفنلا) manusia dan lingkungan kerja
merupakan usaha melestariakan kehidupan.
Pembangunan usaha industri haruslah berwawasan lingkungan. Para
majikan sebagai pengusaha industri harus secara sadar dan berencana
menggunakan dan mengolah sumber daya secara bijaksana dan efisien agar
pembangunan industri tersebut berkelanjutan. Tujuannya adalah untuk
meningkatkan mutu hidup dan kesejahteraan pengusaha dan para karyawan,
masyarakat sekitar dan keseimbangan serta kelestarian sumberdaya. Usaha
industri harus mencegah timbulnya kerusakan dan pencemaran terhadap
lingkungan hidup. Jadi wujud suatu usaha industri bukan saja untuk kepentingan
pribadi tapi juga untuk memaksimalkan dampak positif dan meminimalkan atau
menghilangkan dampak negatif terhadap pengusaha, karyawan dan lingkungan
sekitar.
Di dalam Al-qur’an disebutkan bahwa untuk mencegah terjadinya dampak
negatif berupa bahaya keselamatan bekerja, kerusakan dan pencemaran maka
manusia dalam berfikir dan berbuat haruslah berpegang pada prinsip ikhsan,
berorientasi kepada yang paling baik dan benar, karena semua amal ditujukan
untuk pengabdian pada Allah. (Ahmad Gojali, 1995).
Hubungan Islam dengan keselamatan dan kesehatan kerja adalah sama-
sama mengingatkan umat manusia agar senantiasa berperilaku (berpikir dan
bertindak) yang aman dan sehat dalam bekerja di tempat kerja (di kantor, di
pabrik, di tambang, dan dimana tempat anda bekerja). Dengan berperilaku aman
dan sehat akan tercipta suatu kondisi atau lingkungan yang aman dan sehat.
Dengan bekerja yang aman ditempat kerja, akan membawa keuntungan bagi diri
sendiri maupun perusahaan tempat kerja. Perusahaan sehat pekerja pun akan
tenang dalam bekerja. Karena di situ tempat pekerja mencari nafkah. Pekerja
bekerja untuk mencari nafkah, bukan bekerja untuk mendapat kecelakaan,
penyakit dan masalah.
3. Diagnosis dini dan pengobatan segera (Early Diagnosis and Prompt
Treatment)
Tujuan utama dari usaha diagnosis dini dan pengobatan segera (Early
Diagnosis and Prompt Treatment) adalah :
a) Pengobatan yang setepat-tepatnya dan secepat-cepatnya dari setiap jenis
penyakit sehingga tercapai penyembuhan yang sempurna dan segera.
b) Pencegahan penularan kepada orang lain, bila penyakitnya menular.
c) Menyembuhkan orang sakit dan mencegah terjadinya kecacatan yang
diakibatkan sesuatu penyakit.
Karena rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap
kesehatan dan penyakit, maka sering sulit mendeteksi penyakit-penyakit yang
terjadi di masyarakat. Kadang-kadang masyarakat sulit atau tidak mau diperiksa
dan diobati penyakitnya. Diantaranya ada yang mengatasnamakan agama dalam
menolak upaya pengobatan ini. Mereka beranggapan bahwa kesembuhan datang
dari Allah Ta’ala sehingga mereka merasa tidak perlu untuk berobat kepada yang
lebih ahli. Hal ini dapat menyebabkan masyarakat tidak memperoleh pelayanan
kesehatan yang tepat, sehingga dapat berakibat buruk bagi dirinya sendiri maupun
pada orang lain.
Di antara nama-nama Allah adalah Asy Syaafii (اف�ي .( الش� Dalil yang
menunjukkan hal ini adalah hadits dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau
mengatakan : “ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah meminta perlindungan
kepada Allah untuk anggota keluarganya. Beliau mengusap dengan tangan
kanannya dan berdoa :
� �ال إ ف�آء� ش� � ال اف�ي الش� �ت� ن� وأ ف�ه و�اش� س�
� �أ �ب ال �ذ�ه�ب� أ �اس� الن ب� ر� �ه�م� اللق�مIا س� �غ�اد�ر� ي � ال Iف�اء ش� ف�اؤ�ك� ش�
“ Ya Allah, Rabb manusia, hilangkanlah kesusahan dan berilah dia kesembuhan, Engkau Zat Yang Maha Menyembuhkan. Tidak ada kesembuhan kecuali kesembuhan dari-Mu, kesembuhan yang tidak meninggalkan penyakit lain” (HR Bukhari 535 dan Muslim 2191).
Dalam hadits yang lain dari Abdul Aziz bin Shahib, beliau mengatakan :
Aku dan Tsabit datang menemui Anas bin Malik , kemudian Tsabit berkata : “
Wahai Abu Hamzah (kunyah dari Anas bin Malik), aku tersengat binatang. Anas
mengatakan : “ Maukah kamu saya bacakan ruqyah dengan ruqyah yang dibaca
oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ? Tsabit berkata : “Tentu”.
Kemudian Anas bin Malik membaca doa :
, , � �ال إ ف�آء� ش� � ال اف�ي الش� �ت� ن� أ ف� اش� �س �أ �ب ال مذ�ه�ب� �اس� الن ب� ر� �ه�م� الل
ق�مIا س� �غ�اد�ر� ي � ال Iف�اء ش� ف�اؤ�ك� ش�
“ Ya Allah, Rabb manusia Yang Menghilangkan kesusahan, berilah kesembuhan, Engkaulah Zat Yang Maha Menyembuhkan. Tidak ada yang mampu menyembuhkan kecuali Engkau, kesembuhan yang tidak meninggalkan penyakit lain” (HR Bukhari 541).
Makna dari Asy Syaafii adalah Zat yang mampu memberikan kesembuhan,
baik kesembuhan penyakit hati maupun penyakit jasmani. Kesembuhan hati dari
penyakit syubhat, keragu-raguan, hasad, serta penyakit-penyakit hati lainnya, dan
juga kesembuhan jasmani dari penyakit-penyakit badan. Tidak ada yang mampu
memberikan kesembuhan dari penyaki-penyakit tersebut selain Allah Ta’ala.
Tidak ada kesembuhan kecuali kesembuhan yang berasal dari-Nya. Tidak ada
yang mampu menyembuhkan kecuali Dia. Hal ini seperti dikatakan Nabi
Ibrahim ‘alaihis salaam dalam Al Qur’an :
ف�ين� �ش� ي ف�ه�و� م�ر�ض�ت� �ذ�ا و�إ
“Dan apabila aku sakit. Dialah (Allah) yang menyembuhkanku” (As Syu’araa: 80).
Maksudnya, Allah semata yang memberikan kesembuhan, tidak ada
sekutu bagi-Nya dalam memberikan kesembuhan. Oleh karena itu wajib bagi
hamba memiliki keyakinan yang mantap bahwasanya tidak ada yang mampu
menyembuhkan kecuali Allah.
Keimanan dan keyakinan bahwasannya yang mampu menyembuhkan
hanyalah Allah semata bukan berarti menjadi penghalang seorang hamba untuk
mengambil sebab kesembuhan dengan melakukan pengobatan. Terdapat banyak
hadits dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang perintah untuk berobat dan
penyebutan tentang obat-obat yang bermanfaat. Hal tersebut tidaklah bertentangan
dengan tawakal seseorang kepada Allah dan keyakinan bahwasanya kesembuhan
berasal dari Allah Ta’ala.
Dari sahabat Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
الله� �ذ�ن� �إ ب� أ �ر� ب الد�اء� د�و�اء� �ب� ص�ي
� أ �ذ�ا ف�إ د�و�اء>، د�اء] �ل �ك ل
“ Semua penyakit ada obatnya. Jika sesuai antara penyakit dan obatnya, maka akan sembuh dengan izin Allah” (HR Muslim 2204)
Dalam hadits yang lain dari sahabat Abu Hurairah Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda :
Cب � ر� Dح ف� رل ل Nر ث� رأا �� ر � ح�ا Cب ا Oر ف� � ل ا رل Nر ث� رأا � ر"“Tidaklah Allah menurukan suatu penyakit, kecuali Allah juga menurunkan obatnya” HR Bukhari 5354).
Disebutkan pula dalam Musnad Imam Ahmad dan yang lainnya, dari Usamah bin
Syariik radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan : “Aku berada di samping
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian datang seseorang dan berkata : “ Ya
Rasulullah, apakah aku perlu berobat?” Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa
sallam berdabda :
غير Iف�اء ش� �ه� ل و�ض�ع� �ال� إ Iد�اء �ض�ع� ي �م� ل �ه� الل �ن� ف�إ �د�او�و�ا ت �ه� الل �اد� ب ع� �ا ي �ع�م� نم� �ه�ر� ال ق�ال� ه�و� و�م�ا �ه� الل ول� س� ر� �ا ي �وا ق�ال واحد داء
“ Ya. Wahai hamba Allah, berobatlah ! Sesungguhnya Allah tidak memberikan penyakit, kecuali Allah juga memberikan obatnya, kecuali untuk satu penyakit. Orang tersebut bertanya : “Ya Rasulullah, penyakit apa itu?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “ Penyakit tua”
Dalam riwayat lain disebutkan :
م�ن� �ه� ه�ل ج� و �م�ه� ع�ل م�ن� �م�ه� ع�ل ،Iف�اء �ه�ش� ل ل �ز� ن� و�أ � �ال إ Iد�اء �ز�ل� �ن ي �م� ل الله� �ن� إ
�ه� ه�ل ج�
“ Sesungguhnya Allah tidak menurunkan penyakit, kecuali Allah juga menurunkan obatnya. Ada orang yang mengetahui ada pula yang tidak mengetahuinya.” (HR Ahmad 4/278 dan yang lainnya, shahih)
Hadits-hadits di atas mengandung penetapan antara sebab dan pemberi
sebab, serta terdapat perintah untuk berobat, dan hal tersebut tidaklah meniadakan
tawakal seseorang kepada Allah. Hakekat tawakal kepada Allah adalah
bersandarnya hati kepada Allah dalam usaha mendapatkan mafaat dan menghindar
dari mudharat baik perkara dunia maupun akherat. Penyandaran hati tersebut harus
disertai juga dengan mengambil sebab. Seperti halnya untuk menghilangkan rasa
lapar dan haus dengan makan dan minum tidak meniadakan iman dan tawakal,
demikian pula menghilangkan sakit dengan berobat juga tidak meniadakan
tawakal seorang hamba. Bahkan tidak sempurna hakekat tawakal seseorang
sehingga dia mengambil sebab yang diperbolehkan secara syar’i maupun kauni.
(http://muslim.or.id/aqidah/asy-syaafii-zat-yang-maha-menyembuhkan.html)
Sesungguhnya Allah Ta’ala telah menyediakan obat yang baik. Semua
orang dapat memperolehnya jika ia yakin dengan sepenuhnya. Inilah yang disebut
dengan “berobat dengan wahyu.” Allah lah yang telah menciptakan penyakit,
maka tentu Dia lebih tahu apa penawar dan obatnya. Oleh karena ada dua jenis
penyakit, maka berikut adalah masing-masing obat yang ditawarkan syariat.
Al ‘Allamah Ibnu Qayyimil Jauziyyah rahimahullah berkata, “Siapa yang
tidak dapat disembuhkan oleh Al Quran, berarti Allah tidak memberikan
kesembuhan kepadanya. Dan siapa yang tidak dicukupkan oleh Al Quran, Allah
tidak akan memberikan kecukupan kepadanya.” (Zaadul Ma’ad fi Hady Khairil
‘Ibad)
a. Obat hati.
Sebagaimana yang telah diterangkan di atas bahwa penyakit hati haruslah
lebih utama untuk diperhatikan dan ditangani secara serius karena jika tidak ia
akan berakibat kebinasaan abadi, di dunia maupun di akhirat. Maka obat untuk
penyakit yang satu ini hanya didapat di dalam Al Quran Al Karim dan hadits-
hadits yang sah dari Nabi. Allah Ta’ala berfirman,
�ن� �ي �م�ؤ�م�ن �ل ل ح�م�ة> ر� و� ف�اء> ش� ه�و� م�ا آن� الق�ر� م�ن� ل� �ز �ن ن و�
Dan Kami turunkan dari Al Quran (sesuatu) yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang beriman.” (QS Al Isra’: 82)
Juga firman-Nya, “Katakanlah, Al Quran adalah petunjuk dan penawar bagi
orang-orang mukmin.” [QS Fushshilat: 44]
Imam Abul Fida’ Ibnu Katsir rahimahullah berkata ketika menafsirkan ayat
�ن� �ي �م�ؤ�م�ن �ل ل ح�م�ة> ر� و� ف�اء> ش�
menghilangkan apa yang ada di dalam hati dari penyakit-penyakit berupa
keraguan, kemunafikan, kesyirikan, keberpalingan, dan kecondongan (kepada
kebatilan). Maka Al Quran dapat menyembuhkan dari semua (penyakit) itu.”
(Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 9: 70)
Syaikh ‘Abdurrahman As Sa’di rahimahullah berkata, “Obat penawar yang
dikandung Al Quran itu umum untuk penawar hati berupa syubhat, kebodohan,
pemikiran rusak, penyelewengan yang rusak, dan tujuan-tujuan buruk.” (Taisirul
Karimirrahman)
Kesembuhan hati dari penyakit-penyakit ini ditandai dengan hilangnya
penyelewengan dan kerusakan yang ditimbulkan penyakit tersebut. Dan Al Quran
yang Allah turunkan ini dapat menghilangkan kebodohan, keraguan, kesesatan,
pemikiran nyeleneh, dan penyakit-penyakit non fisik (abstrak) lainnya. Maka siapa
saja yang memiliki uneg-uneg buruk dalam dirinya, akan segera dapat ia hilangkan
manakala ia mengambil obatnya dalam Al Quran dan juga sunnah. “Yang
demikian itu tidak untuk setiap orang, namun hanya untuk orang-orang beriman
kepadanya, membenarkan ayat-ayatnya, dan yang mengamalkannya.” (Taisirul
Karimirrahman)
Adapun syahwat, maka janji (targhib) dan ancaman (tarhib) di dalam Al
Quran dan As Sunnah adalah obatnya. Apabila ada seseorang yang hendak
condong kepada dunia, hendaknya ia memikirkan kehidupan yang lebih baik di
akhirat kelak. Rasulullah pernah bersabda,
�ه� م�ن ا Iر� ي خ� الله� ع�و�ض�ه� �له� ل Iا �ئ ي ش� ك� �ر� ت م�ن�
“Siapa yang meninggalkan sesuatu (yang haram) karena Allah, Allah akan menggantikannya dengan yang lebih baik darinya.” (HR. Abu Nu’aim dalam Al Hilyah dan Ibnu ‘Asakir)
Rasulullah sendiri apabila ditakjubkan oleh kesenangan dunia, segera berdoa,
ة� خ�ر� األ� �ش� ع�ي �ش� �ع�ي ال �ن� إ ، �ك� �ي �ب ل
“Aku memenuhi panggilan-Mu ya Allah, sesungguhnya kehidupan (hakiki) adalah kehidupan di akhirat.” (HR. Ibnu Abi Syaibah)
Tentu hadits ini tidak cukup hanya dibaca, namun juga harus dicontoh dan
dipraktekkan. Jika Rasulullah yang jelas-jelas dijamin masuk surga saja masih
khawatir terjerumus ke dalam kenikmatan semu dan menghibur diri dengan
kenikmatan akhirat, bagaimana pula dengan kita yang belum ada yang
menjaminnya, tentu lebih ditekankan lagi.
b. Obat penyakit kongkrit (hissi).
Untuk obat penyakit yang menyerang fisik, syariat telah menyediakan dua
cara pengobatan yang boleh digabungkan sekaligus, yaitu pengobatan yang
bersifat abstrak ruhani dan pengobatan dengan materi-materi tertentu.
Pengobatan pertama adalah dengan membacakan Al Quran dan doa yang
ma’tsur kepada si sakit atau yang lebih dikenal dengan ruqyah. Yang dimaksud
ruqyah di sini tidak hanya sebatas ruqyah untuk orang yang terkena sihir dan guna-
guna, akan tetapi untuk setiap penyakit. Pengobatan macam ini boleh jadi lebih
manjur dan cepat reaksinya.
Ketika Rasulullah mendapati ‘Ali bin Abu Thalib radhiyallahu ‘anhu saat
perang Khaibar dalam keadaan sakit matanya, beliau pun meludahi kedua mata
‘Ali dan mendoakan kesembuhan untuknya, maka seketika itu pula sembuh
seakan-akan tidak ada sakit sebelumnya. [HR Al Bukhari]
Hal yang sama juga dialami oleh sekelompok shahabat radhiyallahu ‘anhum
ajma’in yang ada salah satu di antara mereka yang meruqyah dengan membacakan
surat Al Fatihah kepada penghulu suatu kampung yang tersengat kala jengking,
setelah dibacakan surat Al Fatihah, seketika itu juga sembuh. Berita itu pun
akhirnya diceritakan kepada Rasulullah, lalu beliau berkomentar, “Apa yang
membuatmu tahu bahwa Al Fatihah adalah ruqyah?” (HR. Bukhari)
Yang menarik di sini adalah pengalaman dan pengakuan Ibnul Qayyim
dalam kedua bukunya, Zadul Ma’ad (4: 178) dan Ad Da’ wad Dawa’ (hal. 23),
“Suatu ketika aku pernah jatuh sakit namun aku tidak menemui dokter atau obat
penyembuh. Lantas aku berusaha mengobati diriku dengan surat Al Fatihah, aku
pun melihat pengaruh yang sangat menakjubkan. Aku mengambil segelas air
zamzam dan membacakannya surat Al Fatihah berulang kali, lalu aku
meminumnya sehingga aku mendapatkan kesembuhan total. Selanjutnya aku
bersandar dengan cara seperti itu dalam mengobati berbagai penyakit dan aku
mendapatkan manfaat besar. Kemudian aku beritahukan orang banyak yang
mengeluhkan suatu penyakit dan banyak dari mereka yang sembuh dengan cepat.”
Contoh meruqyah dengan dzikir yang diajarkan Rasulullah
�ا ب ن ر� �ذ�ن� �إ ب �ا �م�ن ق�ي س� ف�ى �ش� ي �ا، �ع�ض�ن ب �ق�ة� �ر�ي ب �ا، ض�ن ر�� أ �ة� ب �ر� ت الله� � م �س� ب
“Dengan menyebut asma Allah, tanah bumi ini dengan air ludah sebagian di antara kami dapat menyembuhkan penyakit di antara kami dengan seizing Robb kami.” (HR. Bukhari).
Doa tersebut dibaca Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam jika ada
seseorang yang mengeluhkan sakit atau luka pada tubuhnya, beliau pun
mengisyaratkan jarinya ke tanah, sebagaimana keterangan Sufyan, kemudian
beliau mengangkatnya kembali lalu diusapkan ke tempat yang sakit.
Pengobatan kedua dengan memanfaatkan berbagai materi tertentu yang
disebutkan oleh syariat. Di antaranya adalah berobat dengan jinten hitam atau
habbatu sauda’. Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya di dalam habbatu sauda’
terdapat obat untuk semua penyakit kecuali kematian.” (HR. Bukhari dan
Muslim).
Begitu juga dengan madu, sebagaimana firman Allah Ta’ala, “Dari perut
lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya
terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia.” (QS. An Nahl: 69)
Selain itu, ada pula pengobatan dengan cara mengeluarkan darah kotor
dengan alat tertentu semacam tanduk atau alat yang modern lagi yang biasa
dikenal dengan bekam (hijamah). Rasulullah pernah bersabda, “Sesungguhnya
sebaik-baik apa yang kalian perbuat untuk mengobati penyakit adalah dengan
berbekam.” (HR Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan lainnya)
(http://muslim.or.id/akhlaq-dan-nasehat/dan-jika-aku-sakit-dialah-yang-
menyembuhkanku.html)
Berobat kepada dokter juga tidak dilarang dalam Islam karena pengobatan
yang terlarang adalah pengobatan yang mengandung kesyirikan dan berobat
dengan sesuatu yang diharamkan. Ikhtiar (usaha) dalam mencari obat tersebut
juga tidak boleh dilakukan dengan cara-cara yang haram dan syirik. Yang haram
ini seperti berobat dengan menggunakan obat yang terlarang atau barang-barang
yang haram karena Allah tidak menjadikan penyembuhan dari barang yang haram.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
[ ام �ح�ر� ب �د�او�و�ا �ت ت � و�ال �د�او�و�ا ف�ت الد�و�اء�، و� الد�اء� �ق� ل خ� الله� �ن� إ
“Sesungguhnya Allah menciptakan penyakit dan obatnya, maka berobatlah dan janganlah berobat dengan (obat) yang haram.” (HR. Ad-Daulabi dalam Al Kuna, dihasankan oleh Syaikh Al Albani dalam Silsilah Al Ahaadits Ash Shahiihah no. 1633)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
[ ام ح�ر� ف�ي� �م� ف�اء�ك ش� �ج�ع�ل� ي �م� ل الله� إن�
“Sesungguhnya Allah tidak menjadikan kesembuhan (dari penyakit) kalian pada hal-hal yang haram.” (hadits riwayat Abu Ya’la VI/104 no..6930, Majma’uz Zawaa-id V/86 dan Ibnu Hibban (no. 1397-Mawaarid), lihat Shahiih Mawaaridizh Zham-aan no. 1172, dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha, hasan lighairihi)
Dan tidak boleh juga berobat dengan hal-hal yang syirik dan haram, seperti;
pengobatan alternatif dengan cara mendatangi dukun, tukang sihir, paranormal,
“orang pintar”, menggunakan jin, pengobatan dengan jarak jauh, atau sebagainya
yang tidak sesuai dengan syariat, sehingga dapat mengakibatkan jatuh dalam syirik
dan dosa besar yang paling besar. Orang yang mendatangi dukun atau orang pintar
tidak akan diterima shalatnya selama 40 hari. Rasullulah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
ب$ ر� ثي رل ر* ثي ح4 Gر ث رأا Pام رل Lر ف� رل Fث ر+ Qث ف5 ث� ر� ل ، Cم ثي Dر ث* ر. ف� رل رأ� Eر ر� � ب� ا ر�# ر. ى ر5 رأا ث* ر" .
“Barangsiapa yang datang kepada dukun/orang pintar/tukang ramal, lalu menanyakan kepadanya tentang sesuatu, maka tidak akan diterima shalatnya selama 40 malam.”(HR. Muslim no.2230 (125), Ahmad IV/68, V/380 dari seorang istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam)
. ى ر5 رأا ث* ر" م- &� ر Tر ف" ى ر� ر. رل Nح ث� فأا � ر& Gح ر# ر� ر< ث- Qر ر� ، فل ثو Qف Bر � ر& Gح ف� Hر ر�- ر% ر� � ب@ Uح ر<� ث, رأا افIا ع�ر�
“Barangsiapa yang mendatangi orang pintar/tukang ramal atau dukun lalu ia membenarkan apa yang diucapkanny, maka sungguh ia telah kafir terhadap apa yang diturunkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. Ahmad II/408, 429,476, al Hakim I/8 Shahiih al-Jaami’ish SShaghiir no.5939 dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, shahih).
(http://muslimah.or.id/aqidah/berobat-tanpa-mengorbankan-aqidah.html)
Untuk itu sebagai seorang muslim yang baik seharusnya ketika sakit kita
harus segera berusaha mencari pengobatan yang diperbolehkan dalam Islam,
sehingga tidak terjadi keterlambatan dalam pengobatan. Pengobatan yang
terlambat akan menyebabkan :
Usaha penyembuhan menjadi lebih sulit,bahkan mungkin tidak dapat
sembuh lagi misalnya pengobatan kanker (neoplasma) yang terlambat.
Kemungkinan terjadinya kecacatan lebih besar.
Penderitaan si sakit menjadi lebih lama.
Biaya untuk perawatan dan pengobatan menjadi lebih besar.
4. Pembatasan cacat (disability limitation)
Usaha ini merupakan lanjutan dari usaha early diagnosis and promotif
treatment yaitu dengan pengobatan dan perawatan yang sempurna agar penderita
sembuh kembali dan tidak cacat (tidak terjadi komplikasi). Bila sudah terjadi
kecacatan maka dicegah agar kecacatan tersebut tidak bertambah berat dan fungsi
dari alat tubuh yang cacat ini dipertahankan semaksimal mungkin beberapa usaha
diantaranya:
1. Pencegahan terhadap komplikasi dan kecacatan
2. Pengadaan dan peningkatan fasilitas kesehatan dengan melakukan
pemeriksaan lanjut yang lebih akurat seperti pemeriksaan laboratorium dan
pemeriksaan penunjang lainnya agar penderita dapat sembuh dengan baik dan
sempurna tanpa ada komplikasi lanjut
3. Penyempurnaan pengobatan agar tidak terjadi komplikasi
Masyarakat diharapkan mendapatkan pengobatan yang tepat dan benar oleh
tenaga kesehatan agar penyakit yang dideritanya tidak mengalami komplikasi.
Selain itu, untuk mencegah terjadinya komplikasi maka penderita yang dalam
tahap pemulihan, dianjurkan untuk berkunjung ke fasilitas kesehatan secara rutin
untuk melakukan pemeriksaan rutin agar penderita sembuh secara sempurna.
Menurut penelitian Imam Ibnul-Qayyim Al-Jauzy upaya yang dilakukan
Islam dalam mewujudkan kesehatan terdiri dari kegiatan sebagai berikut :
1. Memelihara kesehatan.
Atas dasar ini Islam memperbolehan orang tidak berpuasa dalam bulan Ramadhan
karena uzur seperti sakit atau musafir. Bagi orang sakit tujuannya agar cepat
sembuh dan pulih kembali kesehatannya. Bagi musafir agar kondisi fisik dan
kesehatannya tetap stabil, sebab dalam keadaan lapar dan haus disertai
pengeluaran tenaga dalam berpergian dapat menyebabkan badan menjadi lemah
dan jatuh sakit, sesuai dengan firman Allah Swt Surat Al-Baqarah 184:
ر* BVح �ل ر ٱ ر�ى ر. ر, � ر# ر3 فأا Xم �B� ر رأا ث* ي" Pم ر�- ح4 ر� م# ر� Yر ىى ر� ر. ث, رأا ب]� B#ح "� ر ف/� ح"@ ر� ر<� ر&* ر� � م2 Oىر ف-, ث4 "� ر ب"� �B� ر رأاث� ف! ف<@ ح�ا� � ث� ف/ �ل ر م# ثي ر3 ف"واا ف%و ر5 رأا� ر, � ف�ۥ �ل ر م# ثي ر3 رو Aف ر� ب#ا ثي ر3 ر �و ر ر0 ر5 ر&* ر� � م* ح/ي Eث ح" Xف ر�4 ر8 م$ Bر ث- ح� ف�ۥ ر� فQو ح0ي Bف
ر� ف&و ر� ث4 ر5
Artinya : . Maka barang siapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.
2. Menjaga diri agar penyakit tidak semakin parah.
Atas dasar ini Islam memperbolehkan tayamum bagi orang sakit sebagai ganti
dari wudhu’ atau mandi apabila ia kuatir penyakitnya akan bertambah parah bila
terkena air. Hal ini berdasarkan ayat Al-Qur’an surat AN-Nisa 43
ح�ا� �م ر, �نت ض�ى ك ث, م�ر� م# ع�ل�ى رأا ر� Yث, ر د> ر_�C رأا �ح� �ط� ي"* م نك�م أ �غ�آئ ث, ال ف� رأا ف! Eث ر" �ر �
اء ث� الن س� ر� ثا ر� ف-, ح ثا م�اء ر5 ف&و ر�& ري ر! Iا ص�ع�يدIا ر� ثا ط�ي ب فTو Eر ث" ث� ر�� ف/ Uح ف_و فو Gث� ح ف/ B-ح Bث رأا ر�� ر, ر� ح�ا �� ر� ال ر<�
ا ع�ف�وvا Iور�غ�ف
Artinya : Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan kemudian kamu tidak mendapat air maka bertayamumlah kamu
dengan tanah yang baik ; sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pema’af lagi Maha Pengampun.(QS. An-Nisa : 43)
Berdasarkan hal ini maka Islam memberi tuntunan agar orang
membiasakan makan dan minum secara teratur serta memperhatikan gizi, istirahat
dan tidur secukupnya, menjaga stamina badan agar selalu stabil melalui olahraga.
Islam melarang seseorang shalat dalam keadaan sangat mengantuk, menahan
kentut, menahan kencing, menahan buang air, atau terlalu lapar, bahkan apabila
terjadi dua pilihan antara shalat dan makan , maka Islam mengajarkan agar makan
terlebih dahulu, hal ini tentu saja bila waktu shalat masih panjang.
Dengan demikian Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah
sekumpulan perilaku yang kita praktikkan atas dasar kesadaran sebagai hasil
pembelajaran, yang menjadikan seseorang, keluarga, kelompok atau masyarakat
mampu mendorong dirinya sendiri dibidang kesehatan untuk mencapai derajat
kesehatan yang kita harapkan
Ajaran Islam menentukan penganutnya supaya hidup sehat baik jasmani
maupun rohani. Untuk itu umat Islam harus melaksanakan berbagai upaya
pembinaan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) juga upaya memahami ilmu
kesehatan,maupun upaya untuk berobat, memelihara kesehatan, mencegah
terjangkitnya suatu penyakit dan sebagainya.
Takdir sebagai salah satu rukun iman telah disepakati oleh jumhur ulama
sebagai suatu kewajiban setiap muslim untuk meyakininya, namun kita sebagai
umat islam tidak dapat menyerah begitu saja kepada takdir, harus ada upaya
kearah itu. Sebagaimana firman Allah Swt surat Ar-Ra’d ayat 11
م�ا وا �غ�ي ر� ي �ى? ت ح� [ �ق�و�م ب م�ا �غ�ي ر� ي ال� �ه� لل �ن� إ �ه� لل م�ر�� أ م�ن� �ه� �ح�ف�ظ�ون ي �ف�ه� ل خ� و�م�ن� �ه� �د�ي ي �ن� �ي ب م ن �?ت> م�ع�ق ب �ه� اال ٱ � ٱ ۥ ۦ ن� ۥ
مل ر,ا ح"* ح�ۦ ح� ,Oف ي"* �Aف رل ر"� ر, � ف�ۥ رل O� ر ر# ر" رلا ر� بCا وو Yف Xم ثو Qر Gح ف� �� ر ٱل Oر را رأا وا Jر ح�ا ر, � ث� Aح Eح ف� رأ�� Gح
Artinya: Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.(QS: Ar-Ra'd Ayat: 11)
Diantara praktek yang dijumpai dalam sejarah Islam adalah kebijaksanaan
yang dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khatab. Diwatu Umar bin Khatab
menarik tentaranya dari Syiria karena didaerah tersebut berjangkit wabah sampar,
sebahagian sahabat berkeberatan atas kebijaksanaan tersebut, mereka mengangap
Khalifah Umar melarikan diri dari takdir Allah terhadap anggapan tersebut
Khalifah Umar menjawab dengan tegas :
”Ya aku lari dari kehedak Allah, tetapi menuju kehendak Allah”.
Apa yang dilakukan oleh Khalifah Umar tidak berarti menentang takdir Allah,
tetapi justru berusaha supaya terhindar dari musibah yang buruk yakni penyakit
wabah.
Islam menganjurkan dan cendrung mewajibkan seseorang untuk mampu
memelihara kesehatan baik perorangan, keluarga maupun masyarakat. Sesuai
dengan ajaran Islam yang amat memperhatikan kesehatan, Rasullah Saw
memberikan tuntunan agar melakukan upaya penyembuhan apabila sakit yaitu
dengan cara berobat, walaupun yang akan memberikan kesembuhan tersebut
hakikatnya adalah Allah. Nabi Ibrahim As pernah berdialog dengan ayah beserta
kaumnya seperti tercantum dalam Al-Qur’an surat Asy-Syu’ara 78-80,
ن�ي ال�ذ�ي .(78) لق و خ ه� د�ين� ف يه�
(yaitu Tuhan) Yang telah menciptakan aku, maka Dialah yang menunjuki aku,
ين� .(79) ق� يس� و ن�ي ي�ط�ع�م� و ه� ال�ذ�ي و
dan Tuhanku, Yang Dia memberi makan dan minum kepadaku,
ين� .(80) ف� يش� و ه� ف ر�ض�ت� م �ذا إ و
dan apabila aku sakit, Dialah Yang menyembuhkan aku,
Pengobatan penyakit sangat diperlukan. Berulangkali Nabi Muhammad Saw
mengungkapkan pentingnya upaya pengobatan atas dasar keyakinan bahwa Allah
tidak menurunkan suatu penyakit, kecuali dengan obatnya, orang yang menderita
sakit menjadi sembuh, dalam hadist disebutkan :
Mereka bertanya, ya Rasulullah, apakah boleh kita berobat? Rasulullah Saw Menjawab, ya wahai hamba-hamba Allah, berrobatlah, sesungguhnya Allah tidak menurunkan penyakit kecuali menurunkan pula obatnya, kecuali satu penyakit yaitu pikun (HR.Bokhari dan Muslim)
Dalam melakukan upaya pengobatan, perlu dipedomani tuntunan bahwa
Islam hanya membenarkan iktiar pengobatan berdasarkan ilmu kesehatan dan
kedokteran yang telah diakui kebenarannya. Berobat merupakan wasilah, adanya
wasilah tidak boleh bertentangan dengan dasar-dasar aqidah Islam
Artikel Azkiahan, dalil menjaga kesehatan (http://azkiahan.blogspot.com/2013/02/dalil-menjaga- kesehatan.html) diakses 04 Maret 2015
Romauli, dkk. 2009. Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta: Nuha Medika