unud-894-605556956-4. bab iv rev.pdf

88
47 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini akan diuraikan mengenai hasil dan pembahasan dari data- data yang diperoleh di lapangan. Data tersebut telah disesuaikan dengan rumusan masalah dari penelitian ini. Sub bab yang akan dibahas pada bab ini adalah, gambaran umum Kecamatan Denpasar Barat, kondisi infrastruktur permukiman kumuh di Kecamatan Denpasar Barat, proses pengadaan infrastruktur dan pihak- pihak yang terkait didalamnya, serta faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi infrastruktur tersebut. 4.1 Gambaran Umum Kecamatan Denpasar Barat Kecamatan Denpasar Barat berada pada bagian barat wilayah Kota Denpasar yang merupakan salah satu kecamatan yang ada di Kotamadya Denpasar, dengan luas wilayah 2.413 Ha. 4.1.1 Kondisi geografis Kecamatan Denpasar Barat Kecamatan Denpasar Barat terletak pada 08036’24”-08041’59” lintang selatan dan 115010’23”-115014’14” bujur timur. Adapun batas-batas Kecamatan Denpasar Barat adalah sebagai berikut: 1) Utara : Kecamatan Denpasar Utara dan Kecamatan Mengwi 2) Barat : Kecamatan Kuta Utara 3) Selatan : Kecamatan Kuta dan Denpasar Selatan 4) Timur : Kecamatan Denpasar Timur dan Denpasar Utara

Upload: retno-kartika-sari

Post on 09-Jul-2016

19 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: unud-894-605556956-4. bab iv rev.pdf

47

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini akan diuraikan mengenai hasil dan pembahasan dari data-

data yang diperoleh di lapangan. Data tersebut telah disesuaikan dengan rumusan

masalah dari penelitian ini. Sub bab yang akan dibahas pada bab ini adalah,

gambaran umum Kecamatan Denpasar Barat, kondisi infrastruktur permukiman

kumuh di Kecamatan Denpasar Barat, proses pengadaan infrastruktur dan pihak-

pihak yang terkait didalamnya, serta faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi

infrastruktur tersebut.

4.1 Gambaran Umum Kecamatan Denpasar Barat

Kecamatan Denpasar Barat berada pada bagian barat wilayah Kota

Denpasar yang merupakan salah satu kecamatan yang ada di Kotamadya

Denpasar, dengan luas wilayah 2.413 Ha.

4.1.1 Kondisi geografis Kecamatan Denpasar Barat

Kecamatan Denpasar Barat terletak pada 08036’24”-08041’59” lintang

selatan dan 115010’23”-115014’14” bujur timur. Adapun batas-batas Kecamatan

Denpasar Barat adalah sebagai berikut:

1) Utara : Kecamatan Denpasar Utara dan Kecamatan Mengwi

2) Barat : Kecamatan Kuta Utara

3) Selatan : Kecamatan Kuta dan Denpasar Selatan

4) Timur : Kecamatan Denpasar Timur dan Denpasar Utara

Page 2: unud-894-605556956-4. bab iv rev.pdf

48

Gambar 4.1 Peta orientasi Kecamatan Denpasar Barat

Sumber : Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kecamatan Denpasar Barat

tahun 2010

Page 3: unud-894-605556956-4. bab iv rev.pdf

49

Gambar 4.2 Peta administrasi Kecamatan Denpasar Barat

Sumber : Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kecamatan Denpasar Barat

tahun 2010

Page 4: unud-894-605556956-4. bab iv rev.pdf

50

Bentuk lahan di Kecamatan Denpasar Barat berupa relief datar dan dataran

fluvial dengan ketinggian tempat antara 0-25 m dpl. Seluruh wilayah Kota

Denpasar beriklim tropis sehingga hanya dikenal dua musim, yaitu musim hujan

bulan Oktober-April dan musim kemarau bulan April-Oktober. Jumlah curah

hujan tahun 2005 sekitar 1819 mm, dengan curah hujan bulanan berkisar antara

3-425 mm dan rata-rata 151,6 mm. Temperatur rata-rata pada tahun 2005 berkisar

antara 25,4 º C-28,7 º C.

Berdasarkan aspek geologi dan tata lingkungan, kawasan ini cukup aman

dari bahaya erosi yang relatif kecil karena wilayahnya relatif datar. Namun karena

kawasan memiliki cekungan terutama di Kawasan Pemecutan Kelod, maka aliran

drainase menumpuk pada kawasan tersebut, sehingga selalu mengalami genangan

bila terjadi hujan. Jenis tanah kawasan terdiri dari latosol coklat kekuningan yang

penyebarannya menempati hampir seluruh kawasan.

Sistem Sungai yang terdapat di Kecamatan Denpasar Barat merupakan

bagian dari sungai di wilayah Kota Denpasar dan wilayah Kabupaten Badung.

Sungai-sungai di Kecamatan Denpasar Barat terdiri atas:

a) Sistem Tukad Mati dengan anak-anak sungainya mencakup Tukad Tebe,

Pangkung Kedompang, Tukad Lebak Muding, Pangkung Subak

Srogsogan, Pangkung Danu.

b) Sistem Tukad Badung dengan anak sungainya mencakup Tukad Jurang,

Tukad Langon, Tukad Medih, Tukad Rarangan.

Berdasarkan peta hidrogeologi Bali, wilayah Kecamatan Denpasar Barat

memiliki kandungan air tanah yang mepunyai kandungan setempat 10 lt/det.

Page 5: unud-894-605556956-4. bab iv rev.pdf

51

Keterdapatan mata air di Kecamatan Denpasar Barat ditemukan di daerah aliran

sungai pada bagian hulu dan tengah Tukad Badung dan bagian hulu Tukad Mati

dengan debit yang relatif kecil namun mempunyai kontribusi yang nyata terhadap

kontinuitas aliran sungai yang mewadahi. Manfaat mata air tersebut terutama

adalah untuk fungsi sebagai pebejian (pemandian), dan pemasok air minum yang

langsung dimanfaatkan oleh lingkungan pemukiman serta untuk pengambilan air

suci di campuhan Tukad Badung dengan Tukad Ayung.

4.1.2 Kondisi demografi Kecamatan Denpasar Barat

Kecamatan Denpasar Barat terdiri dari 3 kelurahan dan 8 desa yaitu,

Kelurahan Padang Sambian, Kelurahan Pemecutan, Kelurahan Dauh Puri, Desa

Pemecutan Klod, Desa Padang Sambian Kaja, Desa Padang Sambian Klod, Desa

Dauh Puri Kangin, Desa Dauh Puri Klod, Desa Dauh Puri Kauh, Desa Tegal

Kerta, dan Desa Tegal Harum. Kecamatan Denpasar Barat juga terbagi atas 98

banjar adat yang tersebar pada masing-masing desa ataupun kelurahan, serta

terdiri dari 111 banjar/dusun/lingkungan.

Tabel 4.1 Jumlah dusun/lingkungan di Kecamatan Denpasar Barat

No Desa/

Kelurahan

Luas

(Ha)

Jumlah

Dusun/Lingkungan

1 Desa Padang Sambian Klod 412 12

2 Desa Pemecutan Klod 450 15

3 Desa Dauh Puri Kauh 190 7

4 Desa Dauh Puri Klod 188 11

5 Kelurahan Dauh Puri 60 8

6 Desa Dauh Puri Kangin 59 5

7 Kelurahan Pemecutan 186 15

8 Desa Tegal Harum 50 8

9 Desa Tegal Kertha 35 8

10 Kelurahan Padang Sambian 374 13

11 Desa Padang Sambian Kaja 409 9

JUMLAH 2,413 111

Sumber : Kecamatan Denpasar Barat dalam Angka, 2012

Page 6: unud-894-605556956-4. bab iv rev.pdf

52

Berdasarkan registrasi penduduk Kecamatan Denpasar Barat tahun 2011,

jumlah penduduk di Kecamatan Denpasar Barat adalah 234.182 jiwa, terdiri dari

119.846 jiwa laki-laki dan 114.336 jiwa perempuan. Kepadatan penduduk di

Kecamatan Denpasar Barat pada tahun 2011 adalah 9.705 jiwa/km². Pertumbuhan

penduduk cukup tinggi terutama disebabkan oleh mutasi penduduk dari luar Kota

Denpasar sebagai kensekuensi dari ditetapkannya kawasan Denpasar Barat

sebagai pusat pengembangan permukiman dan perumahan. Pada Rencana Tata

Ruang Wilayah (RTRW) Kota Denpasar, Kecamatan Denpasar Barat ditetapkan

antara lain sebagai Kawasan Perdagangan Regional, Kawasan Pengembangan

Permukiman (1.358,86 Ha) dan Kawasan Terbuka Hijau (Profil Kecamatan

Denpasar Barat, 2011).

Tabel 4.2 Jumlah penduduk di Kecamatan Denpasar Barat tahun 2011

No. Desa/ Kelurahan

Luas

Wilayah

(km²)

Rumah

Tangga

Jumlah

Penduduk

Kepadatan

Penduduk

per km²

1 Kelurahan Padang Sambian 3,70 10 131 36 404 9 838,92

2 Kelurahan Pemecutan 1,86 5 954 21 536 11 578,49

3 Kelurahan Dauh Puri 0,60 2 712 9 255 15 425,00

4 Desa Pemecutan Klod 4,42 14 777 46 494 10 519,00

5 Desa Padang Sambian Kaja 4,09 5 970 20 923 5 115,65

6 Desa Padang Sambian Klod 4,12 6 994 24 365 5 913,83

7 Desa Dauh Puri Kangin 0,59 1 061 3 671 6 222,03

8 Desa Dauh Puri Kauh 1,90 7 363 22 097 11 630,00

9 Desa Dauh Puri Klod 1,88 4 868 15 445 8 215,43

10 Desa Tegal Kerta 0,35 5 686 20 412 58 320,00

11 Desa Tegal Harum 0,62 3 534 13 580 21 903,23

TOTAL : 24,13 69 050 234 182 9 705,01

Sumber : Denpasar Barat dalam Angka 2012

Berdasarkan RDTR Kecamatan Denpasar Barat tahun 2010, laju

pertumbuhan penduduk Kota Denpasar adalah 1.94%/thn, sedangkan laju

pertumbuhan penduduk Kecamatan Denpasar Barat lebih kecil dari rata-rata Kota

Page 7: unud-894-605556956-4. bab iv rev.pdf

53

Denpasar yaitu 1,86%/thn. Desa/kelurahan yang paling tinggi laju

pertumbuhannya adalah Kelurahan Dauh Puri, Desa Padang Sambian kelod, Desa

Tegal Harum dan Desa Tegal Kertha. Selanjutnya berdasarkan hasil proyeksi,

maka jumlah penduduk Kota Denpasar tahun 2030 adalah 710.212 jiwa dan untuk

Kecamatan Denpasar Barat dipekirakan adalah 131.927 jiwa.

Gambar 4.3 Peta pemanfaatan ruang Kecamatan Denpasar Barat tahun 2010

Sumber : Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kecamatan Denpasar Barat

tahun 2010

Page 8: unud-894-605556956-4. bab iv rev.pdf

54

4.1.3 Kondisi infrastruktur Kecamatan Denpasar Barat

Secara garis besar kondisi infrastruktur di Kecamatan Denpasar Barat

dibagi menjadi beberapa aspek yaitu jaringan transportasi, jaringan air bersih,

jaringan drainase, pengelolaan limbah, serta persampahan. Berikut adalah jabaran

dari masing-masing aspek infrastruktur tersebut:

1. Transportasi

Sistem transportasi di Kecamatan Denpasar Barat merupakan bagian dari

sistem transportasi Kota Denpasar, Kawasan Metropolitan Sarbagita dan Provinsi

Bali. Dengan demikian di wilayah Kecamatan Denpasar Barat terdapat jaringan

jalan nasional, jaringan jalan provinsi dan jaringan jalan kota.

Perkembangan panjang jalan dan kondisi jalan di Kecamatan Denpasar

Barat cukup pesat, hal ini disebabkan antara lain dengan dibukanya land

consolidation di wilayah Kecamatan Denpasar Barat. Seluruh desa/kelurahan

serta dusun/banjar di Kecamatan Denpasar Barat sudah dapat dijangkau oleh

kendaraan dengan kondisi jalan yang cukup baik.

Page 9: unud-894-605556956-4. bab iv rev.pdf

55

Gambar 4.4 Jaringan jalan Kecamatan Denpasar Barat tahun 2010

Sumber : RDTR Kecamatan Denpasar Barat tahun 2010

Page 10: unud-894-605556956-4. bab iv rev.pdf

56

2. Jaringan air bersih

Jaringan air bersih di Kota Denpasar dilayani Perusahaan Daerah Air

Minum (PDAM) Denpasar dan sebagian PDAM Badung. Tingkat pelayanan

PDAM Denpasar tahun 2006 mencapai 44% atau 266.620 jiwa yang meliputi

53.324 Sambungan Rumah dari total 61.887 sambungan. Sisanya masih

menggunakan sumur pompa dan sumur.

Sumber air baku PDAM Denpasar berasal dari Instalasi Pengolahan Air

(IPA) dan sumur dalam. IPA dilayani oleh IPA Ayung-3 dengan kapasitas 550

lt/dt dan IPA Waribang kapasitas 150 lt/dt. Sumur dalam dilayani 14 buah sumur

bor PDAM. Kapasitas total jaringan PDAM Denpasar adalah 1.115 lt/dt.

Kota Depasar sebagai kota yang sangat berkembang, kota Inti dari

Kawasan Metropolitan Sarbagita, dan Kota Pariwisata Internasional akan

membutuhkan tingkat pelayanan air bersih yang mencukupi di masa datang,

sesuai proyeksi peningkatan jumlah penduduk, serta untuk mengakomodasi

kebutuhan penduduk pendatang dan wisatawan yang ada di Kota Denpasar.

Dengan demikian perlu diantisipasi kebutuhan air bersih sampai tahun 2026.

Untuk memperkirakan kebutuhan air bersih penduduk di Kota Denpasar pada

akhir tahun perencanaan dihitung berdasarkan standar dan asumsi kebutuhan air

bersih di kawasan perkotaan dan modifikasi, yaitu:

a) Standar kebutuhan air bersih perkotaan untuk kebutuhan domestik adalah

150 liter/orang/hari.

b) Kebutuhan air untuk kegiatan perdagangan dan jasa/perkantoran

diasumsikan sebesar 10% dari kebutuhan domestik.

Page 11: unud-894-605556956-4. bab iv rev.pdf

57

c) Kebutuhan air untuk kegiatan kepariwisataan diasumsikan sebesar 20%

dari kebutuhan domestik.

d) Kebutuhan air untuk fasilitas sosial diasumsikan sebesar 10% dari

kebutuhan domestik.

e) Faktor kehilangan air bersih akibat kebocoran yaitu 20% dari total

keseluruhan.

3. Jaringan drainase

Sistem drainase di Kecamatan Denpasar Barat terdiri dari 2 sistem

pembuangan utama (primer) yaitu :

a. Sistem I (sistem saluran pembuangan Tukad Badung)

Sistem pembuangan I yaitu sistem Tukad Badung dengan Saluran Induk

Tukad Badung, batas-batas sistem ini adalah sebelah utara adalah batas Kota

Denpasar, sebelah selatan Tukad Klandis dan Pantai Suwung, sebelah timur JI.

Nangka dan Tukad Klandis, sebelah Barat Jl. Cokroaminoto dan JI. Imam Bonjol.

Sistem I (Tukad Badung) ini terdiri dari beberapa sub sistem yaitu:

1) Sub sistem Tukad Klandis, dengan daerah layanan meliputi Desa Sumerta

Kaja, Kelurahan Dangin Puri Kangin, Kelurahan Dangin Puri Kauh,

Kelurahan Dangin Puri Kaja.

2) Sub sistem Tukad Jurang, dengan daerah layanan meliputi Kelurahan

Peguyangan (sebelah Barat Jalan Ahmad Yani), Desa Ubung Kaja,

Kelurahan Dangin Puri Kaja, Desa Pemecutan Kaja.

Page 12: unud-894-605556956-4. bab iv rev.pdf

58

3) Sub sistem, Tukad Medih, dengan daerah layanan meliputi Desa

Peguyangan Kaja, Kelurahan Peguyangan, Kelurahan Tonja, Kelurahan

Dangin Puri kaja, Jalan Gatot Subroto dan sekitarnya.

4) Sub sistem Tukad Badung Hilir, dengan daerah layanan meliputi Desa

Pemecutan, Desa Pemecutan Kelod, Desa Pemogan, Desa Dauh Puri

Kelod, Desa Dauh Puri.

b. Sistem III (sistem saluran pembuangan Tukad Mati)

Sistem pembuangan III adalah sistem Tukad Mati dengan saluran induk

Tukad Mati dengan sub sistem Tukad Teba, Tukad Mati Hulu dan Tukad Mati

Hilir. Batas sistem ini adalah sebelah utara Jalan Cokroaminoto, sebelah selatan

Pantai Suwung, sebelah timur Jalan Cokroaminoto dan Jalan Imam Bonjol,

sebelah barat adalah batas Kota Denpasar. Sistem III Tukad Mati tediri dari:

1) Sub sistem Tukad Teba dengan daerah layanan Kawasan perumahan

Monang Maning dan sekitarnya, Kelurahan Pemecutan, Desa Ubung.

2) Sub sistem saluran Tukad Padang Sambian, dengan daerah layanan Desa

Padang Sambian dan sekitarnya.

3) Sub sistem saluran Jalan Imam Bonjol, dengan daerah layanan Jalan Imam

Bonjol dan sekitarnya.

4) Sub sistem saluran Padang Sambian Kelod yang melayani daerah Padang

Sambian Kelod dan sekitarnya.

4. Pengolahan limbah

Pengelolaan air limbah rumah tangga saat ini masih berupa penanganan

individual dengan membangun septic tank. Beberapa kegiatan dengan skala besar

Page 13: unud-894-605556956-4. bab iv rev.pdf

59

seperti perkantoran, pusat-pusat perdagangan, kawasan perhotelan, rumah sakit

sudah menggunakan sistem pengolahan terpusat di lingkungannya sendiri.

Pengelolaan air limbah saat ini sedang dalam tahap konstruksi untuk melayani

sebagian wilayah Denpasar (5.326 RT) dan sebagian wilayah Sanur (1.821 RT)

melalui Proyek Denpasar Sawage Development Project (DSDP) dengan

mengembangkan jaringan air limbah terpusat, dengan lokasi pengolahan di

Pemogan seluas 10 Ha.

Pada skala lingkungan atau kolektif, introduksi pengelolaan sanitasi

lingkungan (program Sanimas) yang melayani 150-an rumah tangga telah

diperkenalkan oleh lembaga non pemerintahan di Banjar Pekandelan, Banjar

Balun, serta menyusul di Tegal Kerta.

5. Pengelolaan persampahan

Sumber utama timbulan sampah di kawasan perencanaan yaitu sampah

domestik (rumah tangga) dan sampah non domestik meliputi sampah institusional

(sekolah, kantor dll.), sampah komersial (pasar, toko, dll.), sampah aktivitas

perkotaan (penyapuan jalan, lapangan, dll), sampah klinik, sampah industri,

sampah konstruksi, dan lain sebagainya. Sistem penanganan/pengelolaan sampah

Kota Denpasar pada umumnya melalui urutan kegiatan sebagai berikut:

a) Pengumpulan

b) Tahap pengangkutan

c) Tahap pembuangan-open dumping

Pemerintah Kota Denpasar beserta Pemerintah Kabupaten/Kota Sarbagita

telah mengembangkan kerjasama pengelolaan sampah melalui Badan Pengelola

Page 14: unud-894-605556956-4. bab iv rev.pdf

60

Kebersihan Sarbagita (BPKS), yang saat ini tengah dalam persiapan konstruksi

Instalasi Pengolahan Sampah Terpadu (IPST) dengan memakai lahan Tempat

Pembuangan Akhir (TPA) Suwung seluas 10 Ha.

4.2 Kebijakan Terkait Infrastruktur Perkotaan

Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 27 Tahun 2011 tentang

Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Denpasar Tahun 2011-2031, menyebutkan

mengenai kebijakan infrastruktur perkotaan dan ketentuan umum zonasi sistem

jaringan infrastruktur perkotaan.

4.2.1 Infrastruktur perkotaan

Pada kebijakan mengenai infrastruktur perkotaan yang akan dipaparkan

adalah tentang sistem jaringan jalan, sistem jaringan air minum kota, sistem

pengelolaan air limbah kota, sistem persampahan kota, dan sistem drainase kota.

a. Sistem jaringan jalan

Sistem jaringan jalan dan pengembangannya, sebagaimana disebutkan

dalam pasal 18 terdiri atas, jalan bebas hambatan, jalan arteri primer, jalan

kolektor primer, jalan lokal primer, dan jalan sistem sekunder. Ruang untuk

jaringan jalan merupakan ruang yang digunakan untuk ruang pengawasan jalan

(ruwasja), ruang milik jalan (rumija) dan ruang manfaat jalan (rumaja) sesuai

kriteria dan ketentuan sistem jaringan jalan. Sistem jaringan jalan dikembangkan

melalui peningkatan kualitas dan peningkatan kuantitas jaringan jalan.

Peningkatan kualitas jaringan jalan yang dimaksud adalah, (1) pemeliharaan dan

peningkatan kualitas pelayanan jaringan jalan termasuk jembatan dan

Page 15: unud-894-605556956-4. bab iv rev.pdf

61

perlengkapannya yang telah ada terdiri dari status jalan nasional, jalan provinsi,

dan jalan kota, penegasan fungsi jaringan jalan antara fungsi primer dan fungsi

sekunder; dan (2) perkerasan seluruh jaringan jalan sesuai standar berdasarkan

status dan fungsinya. Sedangkan peningkatan kuantitas jaringan jalan terdiri atas:

(1) rencana pengembangan jaringan jalan baru untuk memperlancar arus lalu

lintas regional dan kawasan perkotaan sarbagita; (2) rencana pengembangan

jaringan jalan baru di dalam wilayah Kota Denpasar; dan (3) rencana

pengembangan jaringan jalan baru untuk membuka kawasan baru atau jalan

penghubung antar lingkungan di dalam wilayah desa/kelurahan.

b. Sistem jaringan air minum kota

Pada pasal 29 mengenai sistem jaringan air minum kota, menyebutkan

bahwa sistem jaringan air minum kota terdiri dari (1) pengembangan kapasitas

terpasang pada sistem penyediaan air minum kota; dan (2) pemerataan jaringan

distribusi ke pelanggan. Pengembangan kapasitas terpasang pada sistem

penyediaan air minum kota, dilaksanakan melalui: (a) peningkatan pelayanan

instalasi pengolahan air (IPA) yang telah ada terdiri atas IPA Ayung 1, 2 dan 3

dan IPA Waribang 1 dan 2 yang dikelola PDAM Kota Denpasar; (b) penyediaan

air baku estuary dam tahap I seluas 35 Ha, dan pengembangan waduk muara

(estuary dam) tahap II seluas 105 Ha Pemogan; dan (c) pengembangan kerjasama

sistem penyediaan air minum (SPAM) Sarbagitaku, melalui integrasi IPA yang

telah ada dengan pengembangan IPA baru terdiri atas IPA Ayung di Blusung dan

Kesiman, IPA Penet di Tabanan dan IPA Petanu di Gianyar.

Page 16: unud-894-605556956-4. bab iv rev.pdf

62

Pemerataan jaringan distribusi ke pelanggan dilaksanakan melalui: (a)

pemeliharaan peningkatan pelayanan jaringan distribusi yang telah ada; (b)

kerjasama dengan PDAM Gianyar, PDAM Badung dan pihak ketiga untuk

melayani kawasan-kawasan yang tidak terjangkau jaringan distribusi PDAM Kota

Denpasar; dan (c) pengembangan jaringan distribusi baru pada seluruh wilayah

kota; dan (d) penyebaran hidrant-hidrant umum pada seluruh wilayah kota.

c. Sistem pengelolaan air limbah kota

Pada Pasal 30, sistem pengelolaan air limbah kota terdiri atas: (1) sistem

pengelolaan air limbah perpipaan terpusat skala kota melalui jaringan pengumpul

dan diolah serta dibuang secara terpusat; (b) sistem pembuangan air limbah

setempat secara individual maupun berkelompok skala kecil; dan (3) penanganan

air limbah industri ditangani secara kolektif pada lingkup kawasan peruntukan

industri.

Pengembangan sistem pembuangan air limbah perpipaan terpusat (off

site), dilakukan melalui pendayagunaan dan pemeliharaan Instalasi Pengolahan

Air Limbah (IPAL) Suwung Denpasar Selatan melayani sebagian Kawasan Pusat

Kota Denpasar, sebagian Kawasan Denpasar Selatan dan Kawasan Sanur, serta

sebagian Kawasan Kuta (wilayah Kabupaten Badung) pada tahap I dan perluasan

pada kawasan lainnya pada tahap II, dan tahap III. Pada kawasan-kawasan yang

tidak terlayani jaringan air limbah perpipaan terpusat skala kota, dikembangkan

jaringan air limbah komunal setempat (on-site) dalam bentuk program sanitasi

masyarakat (Sanimas) dan bentuk lainnya yang dapat dikelola masyarakat atau

kerjasama dengan pihak lain.

Page 17: unud-894-605556956-4. bab iv rev.pdf

63

d. Sistem persampahan kota

Sistem persampahan kota yang disebutkan pada Pasal 31 terdiri atas: (1)

jenis sampah yang dikelola; (2) penyelenggaraan sistem pengelolaan sampah; dan

(3) penanganan sampah. Jenis sampah yang dikelola terdiri atas: sampah rumah

tangga (tidak termasuk tinja); sampah sejenis sampah rumah tangga; dan sampah

spesifik. Penyelenggaraan sistem pengelolaan sampah terdiri atas: (a)

pengurangan sampah untuk sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah

rumah tangga meliputi pembatasan timbulan sampah (reduce), pendauran ulang

sampah (recycle), pemanfaatan kembali sampah (reuse), perubahan pola pikir

(reimagine), dan perubahan disain pengelolaan (redesign); (b) penanganan

sampah untuk sampah rumah tangga dan sejenis dikelola melalui pemilahan,

pegumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan pemrosesan akhir; dan (c)

pengelolaan sampah spesifik termasuk sampah limbah B3, diatur dengan

Peraturan Walikota.

Penanganan sampah dilaksanakan melalui: (1) sampah rumah tangga,

sampah pasar, sampah rumah makan/restoran dan sampah hotel dikumpulkan oleh

penghuninya atau petugas sampah, setelah melalui tahapan pengurangan sampah,

kemudian diangkut ke transfer depo atau ke Tempat Pembuangan Sementara

(TPS); (2) sampah jalanan dan sampah lainnya dikumpulkan pada tepi jalan

kemudian diangkut dengan sarana pengangkut sampah ke transfer depo; (3)

sebelum ke TPA sampah dari transper depo dan TPS dapat dibawa ke tempat

pengomposan dengan pemilahan sampah terlebih dahulu; (4) sampah di transfer

depo dan TPS diangkut dengan truk sampah ke tempat pemrosesan akhir (TPA)

Page 18: unud-894-605556956-4. bab iv rev.pdf

64

di IPST Suwung; dan (5) pengelolaan sampah dikelola oleh dinas terkait, desa

pakraman, masyarakat atau swasta.

e. Sistem drainase kota

Sistem drainase kota yang disebutkan pada pasal 32 terdiri atas: (1) sistem

jaringan drainase primer; (2) sistem jaringan drainase sekunder; dan (3) sistem

jaringan drainase tersier. Sistem jaringan drainase primer terdiri atas sistem

pengendalian banjir kota dan wilayah yang lebih luas, dilaksanakan sesuai dengan

master plan sistem pengendalian banjir berdasarkan kerjasama antar daerah; dan

saluran pembuangan utama (sistem saluran pembuangan Tukad Badung, sistem

saluran pembuangan Tukad Ayung, sistem saluran pembuangan Tukad Mati,

sistem saluran pembuangan Niti Mandala-Suwung, dan sistem saluran

pembuangan Pemogan).

Sistem jaringan drainase sekunder berupa saluran pembuangan air hujan

terintegrasi dari lingkungan perumahan sampai saluran drainase makro (saluran

primer) dilengkapi bangunan pengontrol genangan, pembuatan konstruksi baru

(turap/senderan irigasi), rehabilitasi/perkuatan saluran alam, operasi dan

pemeliharaan. Sistem jaringan drainase tersier terdiri atas saluran sekunder dan

tersier yang meliputi parit, saluran-saluran di tepi jalan utama dan saluran-saluran

kecil pada kawasan perumahan.

Pengembangan dan peningkatan sistem jaringan drainase, dilakukan

dengan cara: (a) normalisasi aliran sungai-sungai utama dengan membuat

sodetan/saluran diversi dilengkapi bangunan pelimpah samping dan pintu-pintu di

bagian hilir, serta penyaringan/penangkapan sampah; (b) perbaikan dimensi

Page 19: unud-894-605556956-4. bab iv rev.pdf

65

penampang bangunan-bangunan pelengkap seperti jembatan dan gorong-gorong;

(c) kawasan permukiman baru yang dikelola secara pribadi maupun massal, wajib

menyiapkan sistem drainase dan sumur resapan; (d) penerapan persyaratan

koefisien dasar hijau (KDH) dan pembuatan sumur resapan pada setiap persil

pemanfaatan ruang terbangun, sebelum disalurkan kepada drainase kota; (e)

menyediakan jalan inspeksi sebagai ruang gerak pengelolaan saluran; dan (f)

Pengembangan retarding basin (kolam penampung) pada sistem saluran

pembuangan Tukad Mati, long storage (wadah penyimpan) pada sistem saluran

pembuangan Niti Mandala-Suwung dan Pemogan sesuai masterplan drainase

kota.

4.2.2 Ketentuan umum peraturan zonasi infrastruktur kota

Pada kebijakan mengenai Ketentuan Umum Peraturan Zonasi akan

dipaparkan Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Sistem Jaringan Transportasi

Darat, Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Sistem Penyediaan Air Minum Kota,

Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Sistem Pengelolaan Air Limbah Kota,

Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Sistem Persampahan Kota, serta Ketentuan

Umum Peraturan Zonasi Sistem Drainase Kota.

a. Ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan jalan

Ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan jalan pada pasal 71,

terdiri atas: (1) pemanfaatan ruang di sepanjang sisi setiap fungsi jaringan jalan

ditentukan berdasarkan arahan rencana pola ruang; (2) penetapan lebar minimal

ruang manfaat jalan (rumaja), ruang milik jalan (rumija) dan ruang pengawasan

jalan (ruwasja) setiap ruas jaringan jalan sesuai status, fungsi dan kondisi setiap

Page 20: unud-894-605556956-4. bab iv rev.pdf

66

ruas jaringan jalan; (3) pengaturan persimpangan tidak sebidang pada kawasan

padat lalu lintas, setelah melalui kajian ekonomi, teknis dan budaya; (4)

kewajiban melakukan Analisis Dampak Lalu Lintas (Andal Lalin) sebagai

persyaratan izin mendirikan bangunan bagi pemanfaatan ruang di sepanjang sisi

jalan yang berpotensi mengganggu arus lalu lintas; (5) ketentuan umum sempadan

jalan ditentukan berdasarkan atas lebar badan jalan, telajakan, dan lebar halaman

depan bangunan yaitu sama dengan setengan lebar ruang milik jalan ditambah

lebar telajakan dan lebar halaman depan; dan (6) pelarangan kegiatan dan

pemanfaatan ruang pada rumaja, rumija dan ruwasja yang mengakibatkan

terganggunya fungsi jalan.

b. Ketentuan umum peraturan zonasi sistem penyediaan air minum kota

Ketentuan peraturan zonasi untuk sistem penyediaan air minum kota pada

pasal 76, terdiri atas: lokasi Instalasi Pengolahan Air (IPA) tidak berdekatan

dengan lokasi pengolahan air limbah dan TPA; lokasi Instalasi Pengolahan Air

(IPA) berdekatan dengan sumber air baku atau berada pada posisi yang cukup

optimal untuk terintegrasi dengan jaringan induk air minum antar sistem; dan

adanya lahan cadangan pengembangan di sekitarnya.

c. Ketentuan umum peraturan zonasi sistem pengelolaan air limbah kota

Pada Pasal 77 ketentuan peraturan zonasi untuk sistem pengelolaan air

limbah kota, terdiri atas: lokasi Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) berada di

luar radius kawasan tempat suci; pengembangan jaringan tidak melewati dan/atau

memotong kawasan tempat suci/pura; pembuangan efluen air limbah ke media

lingkungan hidup tidak melampaui standar baku mutu air limbah; dan penataan

Page 21: unud-894-605556956-4. bab iv rev.pdf

67

lokasi, aktivitas dan teknik pengolahan pada Instalasi Pengolahan Air Limbah

(IPAL) Pemogan; Pengembangan sistem jaringan perpipaan komunal setempat

pada beberapa kawasan yang tidak terjangkau sistem perpipaan kota; pemantapan

pengolahan limbah individu pada kawasan perumahan yang tersebar.

d. Ketentuan umum peraturan zonasi sistem persampahan kota

Pada Pasal 78 Ketentuan peraturan zonasi untuk sistem persampahan kota,

terdiri atas: Ketentuan umum peraturan zonasi Tempat Pemrosesan Sampah

Sementara (TPS); Ketentuan umum peraturan zonasi Tempat Pemrosesan Sampah

Akhir (TPA); dan Ketentuan umum peraturan zonasi pengangkutan sampah.

Ketentuan umum peraturan zonasi TPS terdiri atas: (1) tersedia fasilitas

pemilahan untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam penanganan sampah

serta peningkatan efektivitas program 3R (reuse, reduce, recycle); (2) mudah

dijangkau oleh angkutan sampah; (3) tidak berada pada lahan RTH atau sempadan

badan air; (4) memperhatikan aspek lingkungan dan estetika; (5)

memperhitungkan volume sampah dan jangkauan pelayanan; dan (6) mencegah

perembesan air lindi ke dalam air tanah, mata air dan badan air.

e. Ketentuan umum peraturan zonasi sistem drainase kota

Pada Pasal 79 Ketentuan peraturan zonasi untuk sistem drainase kota,

terdiri atas: (1) pelarangan kegiatan yang mengganggu fungsi pengaliran dan

keamanan lingkungan pada zona sempadan sungai; (2) integrasi sistem jaringan

drainase, untuk menghindari genangan pada beberapa kawasan kota; (3)

pengembangan jaringan drainase pada seluruh jaringan jalan dan terintegrasi

Page 22: unud-894-605556956-4. bab iv rev.pdf

68

dengan jaringan pengumpul; dan (4) pelarangan dan penerapan sanksi denda bagi

kegiatan pembuangan sampah langsung ke sungai.

4.3 Kondisi Eksisting Infrastruktur Permukiman Kumuh

Berdasarkan Keputusan Walikota Denpasar tanggal 23 juli 2012 No.

188.45/509/HK/2012 tentang Penetapan Lokasi Lingkungan Perumahan dan

Permukiman Kumuh di Kota Denpasar, jumlah titik permukiman kumuh yang ada

di Kecamatan Denpasar Barat adalah 9 titik. Seperti yang telah dijelaskan pada

bab sebelumnya, titik permukiman kumuh yang akan diteliti nantinya sebanyak 3

titik yang berlokasi di Banjar Jematang, Desa Dauh Puri Kauh; Banjar

Pekandelan, Desa Pemecutan Klod; serta Banjar Buana Asri, Desa Tegal Kertha.

Infrastruktur yang akan dijabarkan adalah jaringan jalan, jaringan air bersih,

pengelolaan dan pembuangan limbah (limbah rumah tangga baik limbah padat

maupun limbah cair, limbah yang berasal dari air hujan (drainase), serta limbah

sampah), serta sarana mandi cuci kakus (MCK).

Page 23: unud-894-605556956-4. bab iv rev.pdf

69

Gambar 4.5 Tiga titik permukiman kumuh lokasi penelitian

Kasus 1

Permukiman Kumuh di Br. Jematang,

Desa Dauh Puri Kauh

Kasus 2

Permukiman kumuh di Br. Buana

Asri, Desa Tegal Kertha

Kasus 3

Permukiman kumuh di Br.

Pekandelan, Desa Pemecutan

Kelod

DESA

TEGAL KERTHA

Page 24: unud-894-605556956-4. bab iv rev.pdf

70

4.3.1 Permukiman kumuh Banjar Jematang (kasus 1)

Banjar Jematang merupakan salah satu Banjar Adat yang terdapat di Desa

Dauh Puri Kauh. Penduduk di lingkungan Jematang terdiri dari 40% penduduk

asli dan 60% merupakan penduduk pendatang (Dinas Tata Kota dan Bangunan

Kota Denpasar, 2007). Permukiman kumuh di lingkungan Jematang terletak di

Jalan Nusa Kambangan Gang Dahlia yang muncul sekitar tahun 1990-an. Lahan

permukiman merupakan lahan warisan milik warga asli lingkungan Jematang

yang telah dibagi, kemudian disewakan kepada pendatang (pihak pertama), dan

kemudian pihak pertama menyewakan kembali kepada pihak kedua.

Bertambahnya jumlah penghuni terkait dengan beberapa hal seperti (1)

penambahan jumlah penghuni akibat mengajak teman-teman satu profesi dan

berasal dari daerah yang sama, (2) jumlah anggota keluarga bertambah akibat

datangnya kerabat dari kampung asal dan (3) informasi lokasi permukiman dari

teman sehingga pada akhirnya tinggal pada lokasi yang sama. Kondisi inilah yang

menyebabkan sebagian besar penghuni pada permukiman ini mayoritas berasal

dari etnis yang sama yaitu etnis Jawa.

Gambar 4.6 Peta lokasi permukiman kumuh di Banjar Jematang

U

Page 25: unud-894-605556956-4. bab iv rev.pdf

71

1. Jaringan jalan

Jaringan jalan pada permukiman ini berkembang seiring dengan

perkembangan jumlah hunian pada wilayah tersebut. Pada awalnya jalan yang

terdapat pada permukiman kumuh di lokasi ini adalah jalan yang berada di timur

permukiman saat ini. Seiring dengan banyaknya kaum pendatang yang menyewa

lahan di lokasi ini, jaringan jalan juga semakin berkembang. Jalan-jalan

lingkungan dengan lebar yang minim disediakan oleh pemilik lahan untuk

menghubungkan antara hunian satu dengan lainnya.

Gambar 4.7 Perkembangan jaringan jalan pada permukiman kumuh di Banjar Jematang

Permukiman

Penduduk asli

Permukiman

pendatang

Permukiman

Permukiman

Permukiman

Jalan lingkungan pada permukiman

(makro)

Jalan permukiman (mikro)

U

Lahan

kosong

Lahan

kosong

Jalan awal Jalan

lingkungan

Page 26: unud-894-605556956-4. bab iv rev.pdf

72

Terdapat 3 jenis jalan pada permukiman kumuh di Banjar Jematang ini,

antara lain:

a) Jalan lingkungan (makro)

Jalan lingkungan merupakan jalan umum yang ada pada barat

permukiman dekat dengan sungai. Jalan ini memiliki lebar ±4meter

dengan material berupa aspal yang langsung menuju jalan pulau biak dan

jalan nusa kambangan.

Gambar 4.8 Jalan lingkungan pada permukiman kumuh Banjar Jematang

b) Jalan permukiman (gang)

Menurut salah satu pemilik lahan dari permukiman ini, jalan

permukiman di bagian timur permukiman pada awalnya berupa jalan tanah

dengan lebar ±2meter hanya cukup dilalui oleh kendaraan roda dua. Pada

tahun 1998 pemerintah mulai melirik kondisi di permukiman ini dengan

memperbaiki serta memperlebar jalan sehingga, kondisi jalan menjadi

lebih baik yang berupa jalan aspal dengan lebar ±4 meter hingga saat ini.

Gambar 4.9 Jalan permukiman/gang pada permukiman kumuh Banjar Jematang

4 m 4 m

Page 27: unud-894-605556956-4. bab iv rev.pdf

73

c) Jalan kecil/gang (mikro)

Jalan kecil/gang merupakan jalan yang menghubungkan antara rumah

satu dengan lainnya dalam satu wilayah permukiman. Selain merupakan

jalan umum yang bisa dilalui oleh warga, jalan ini juga dimanfaatkan

sebagai ruang yang mendukung aktivitas penghuni permukiman, misalnya

sebagai dapur, tempat mencuci peralatan dapur, tempat meletakkan

barang-barang yang tidak digunakan, tempat parkir kendaraan pribadi,

bahkan ada yang digunakan sebagai tempat melaksanakan usaha-usaha

rumah tangga.

Kondisi jalan permukiman pada permukiman kumuh di Jematang ini

sangat beragam. Terdapat jalan yang sudah menggunakan perkerasan

seperti paving dan semen, serta terdapat juga jalan yang masih berupa

jalan tanah. Lebar jalan berkisar antara 0,8 meter hingga 1,5 meter.

Perkerasan jalan permukiman juga merupakan bantuan dari pemerintah

pada tahun 1998.

Gambar 4.10 Kondisi jalan-jalan kecil pada permukiman kumuh Banjar Jematang

Page 28: unud-894-605556956-4. bab iv rev.pdf

74

2. Air bersih

Sumber air bersih pada permukiman kumuh di Banjar Jematang berasal

dari pompa air, sumur bor, serta sumur gali. Hingga saat ini belum terdapat air

bersih yang bersumber dari PAM. Sebagian besar sumber air bersih yang ada di

permukiman ini dimanfaatkan secara komunal. Berikut merupakan gambaran dari

persebaran lokasi titik-titik sumber air bersih yang berupa pompa air, sumur bor,

serta sumur gali.

Gambar 4.11 Kondisi sumber air bersih pada permukiman kumuh di Banjar Jematang

Berdasarkan hasil observasi di lapangan terdapat 4 pompa air pada

permukiman yang merupakan bantuan dari pemerintah. Kondisi pompa air pada

: Pompa

: Sumur gali

: Sumur bor

: Tangki air

U

Page 29: unud-894-605556956-4. bab iv rev.pdf

75

permukiman ini sudah tidak dapat digunakan lagi. Hal ini disebabkan oleh usia

pompa air yang sudah cukup tua yaitu 31 tahun dihitung sejak tahun 1982, serta

tidak adanya kesadaran masyarakat dalam merawat ataupun memperbaiki pompa

air tersebut.

Sumber air bersih lainnya adalah sumur gali yang masih berfungsi dengan

baik. Air bersih yang diperoleh dari sumur ini dimanfaatkan warga permukiman

untuk mencuci pakaian, perabotan rumah tangga, dan MCK. Selain itu juga

terdapat 13 sumur bor yang letaknya tersebar di wilayah permukiman kumuh ini.

Pada beberapa kasus, air yang diperoleh dari sumur bor ditampung terlebih dahulu

dalam tangki air yang kemudian dialirkan menuju kran pada dapur tiap-tiap

hunian ataupun pada kamar mandi umum.

Gambar 4.12 Sumur pompa

Terdapat beberapa tipe pemanfaatan sumber air bersih pada permukiman

kumuh di lokasi ini, antara lain:

a. Tipe 1, yaitu sumber air bersih yang berupa pompa air yang dapat

digunakan oleh seluruh warga permukiman (komunal).

Mesin pompa

Air tanah dipompa

menuju ke atas dan

disimpan di tangki air

yang ada diatas

Air dari tangki

kemudian dialirkan

menuju kran

Kran air yang

mengalirkan air tanah

sehingga dapat

digunakan

Page 30: unud-894-605556956-4. bab iv rev.pdf

76

b. Tipe 2, yaitu sumber air bersih berupa sumur bor yang juga digunakan

bersama, namun hanya dalam lingkup penghuni kost pada satu lahan

kontrakan.

c. Tipe 3, sumber air bersih yang digunakan secara pribadi oleh satu keluarga

pada satu hunian (kontrakan).

Gambar 4.13 Sistem jaringan air bersih pada permukiman kumuh kasus 1

Sumber air bersih tipe kedua merupakan sumber air bersih yang berupa

sumur bor dan sumur gali yang dimaanfaatkan bersama oleh penghuni kost pada

satu kontrakan. Sumur bor ini terletak pada satu titik yang yaitu di kamar mandi

yang dapat dijangkau oleh penghuni kost. Air dari sumur bor akan dialirkan

menuju kran air yang dimanfaatkan untuk mandi dan mencuci.

1

Tipe 1

2

3

Tipe 2

Tipe 3

U

Page 31: unud-894-605556956-4. bab iv rev.pdf

77

Gambar 4.14 Sistem jaringan air bersih tipe 2

Sumber air bersih tipe yang ketiga juga berasal dari sumur bor. Sumur bor

ini dibuat oleh pengontrak itu sendiri yang kemudian digunakan secara pribadi

oleh satu keluarga. Air yang diperoleh akan dialirkan menuju ruang-ruang yang

membutuhkan seperti dapur dan kamar mandi.

Gambar 4.15 Sumber air bersih tipe 3

3. Pengelolaan limbah

Dalam penelitian ini pengelolaan limbah yang dimaksud adalah

pengelolaan limbah yaitu saluran drainase, limbah rumah tangga, serta

pengelolaan sampah. Berikut akan dijabarkan berdasarkan jenis limbah yang akan

dikelola:

Sumur bor

Kran air

U

Sumur bor yang

digunakan untuk

3 kontrakan

Kran air

Kontrakan

1

Kontrakan

2

Kontrakan

3

U

Page 32: unud-894-605556956-4. bab iv rev.pdf

78

a. Jaringan drainase

Saluran drainase yang terdapat di tengah-tengah permukiman di sepanjang

jalan permukiman memiliki lebar ±20cm dan kedalaman ±30cm, dengan kondisi

yang terbuka sehingga sampah pun dengan mudahnya dibuang ke saluran tersebut

secara tidak bertanggung jawab oleh penghuni permukiman itu sendiri. Hal ini

mengakibatkan pada saat hujan turun aliran air menjadi macet sehingga terjadi

banjir. Sementara saluran drainase pada jalan lingkungan memiliki lebar ± 40cm

dan beberapa terlihat dengan kondisi yang tertutup. Seluruh saluran drainase ini

dialirkan melalui pipa-pipa menuju sungai yang ada pada utara dan barat

permukiman.

Gambar 4.16 Kondisi saluran drainase pada permukiman kumuh kasus 1

U

Page 33: unud-894-605556956-4. bab iv rev.pdf

79

b. Limbah rumah tangga

Limbah rumah tangga pada umumnya dibagi menjadi 2 yaitu limbah padat

dan limbah cair. Pada permukiman kumuh di lokasi ini, sistem pembuangan

limbah padat dan cair yang berasal dari kamar mandi dialirkan menuju septictank

yang terdapat pada masing-masing kamar mandi umum. Limbah cair buangan dari

dapur dialirkan melalui pipa-pipa yang menuju saluran air hujan (got). Selain itu

juga terdapat beberapa kamar mandi yang membuang limbah cair bekas mencuci

ataupun mandi menuju saluran air hujan (got). Saluran ini nantinya akan menuju

ke sungai yang merupakan pembuangan terakhir. Hal ini mengakibatkan

tercemarnya air sungai akibat limbah-limbah tersebut, sehingga air sungai nampak

kotor, tercemar dan berwarna coklat kehitaman. Berbeda dengan kondisi yang ada

di lapangan, menurut Kepala Dusun Jematang, kondisi sungai di permukiman

kumuh pada saat ini justru sudah lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya.

Gambar 4.17 Kondisi pembuangan limbah di permukiman kumuh

kasus 1

ditampung

di SEPTICTANK

Limbah dari

kamar mandi

dialirkan menuju got bermuara ke sungai

Page 34: unud-894-605556956-4. bab iv rev.pdf

80

Secara mikro pembuangan limbah pada hunian di permukiman kumuh ini

dapat dijabarkan sebagai berikut:

1) Pada hunian yang disewakan (kost), hanya terdapat 1 ruang servis

yang digunakan secara komunal.

2) Air limbah yang berasal dari kamar mandi dan dapur dialirkan menuju

saluran yang terdapat di depan kamar mandi berupa got kecil.

3) Air limbah ini nantinya akan dialirkan kembali menuju saluran

drainase pada jalan utama, dan kemudian bermuara ke sungai.

Gambar 4.18 Saluran pembuangan limbah pada hunian 1

4) Untuk hunian yang memiliki fasilitas kamar mandi ataupun dapur

pribadi, limbah dialirkan melalui pipa saluran menuju saluran

pembuangan pada ruas jalan yang terdapat got pada ruas jalan tersebut,

kemudian dialirkan menuju saluran pada jalan utama yang nantinya

bermuara ke sungai.

SUNGAI

Lubang saluran

pembuangan limbah

kamar mandi, dapur,

dan air hujan

Limbah menuju

saluran

pembuangan pada

jalan besar yang

kemudian menuju

sungai

U

Page 35: unud-894-605556956-4. bab iv rev.pdf

81

Gambar 4.19 Saluran pembuangan limbah pada hunian 2

c. Persampahan

Pengelolaan sampah pada lingkungan permukiman ini sebagian dilakukan

secara swadaya dan sebagian dikelola oleh pihak swasta. Secara swadaya, sampah

yang dihasilkan pada tiap-tiap rumah tangga dikumpulkan untuk kemudian

dibakar, serta ada juga yang langsung dibawa ke tempat pembuangan sementara

(TPS) yang berlokasi di Jalan Pulau Biak dekat permukiman. Beberapa dari

masyarakat permukiman kumuh di lokasi ini membayar petugas dari pihak swasta

untuk mengangkut sampah-sampah mereka dan dibawa ke TPS. Namun masih

banyak terlihat masyarakat yang memanfaatkan sungai yang ada dekat

permukiman sebagai tempat membuang sampah secara tidak bertanggung jawab.

Hal ini mengakibatkan kondisi sungai maupun lingkungan sekitar permukiman

menjadi kotor dan menimbulkan polusi udara.

Menuju saluran

pembuangan/got di

jalan besar

Menuju

sungai

U

Page 36: unud-894-605556956-4. bab iv rev.pdf

82

Gambar 4.20 Kondisi persampahan di permukiman kumuh kasus 1

4. Sarana mandi cuci kakus (MCK)

Berdasarkan observasi lapangan, fasilitas kamar mandi yang tersedia di

permukiman kumuh Banjar Jematang ini berjumlah 31 buah. Sebagian besar

kamar mandi yang ada merupakan kamar mandi umum yang disediakan pada satu

kontrakan oleh pemilik kontrakan untuk penyewa kamar pada kontrakan tersebut.

Kondisi sampah yang dibuang di area sekitar sungai

Sampah yang dibuang

di got, sehingga dapat

menyumbat aliran air pada

saluran ini

Lahan kosong dipinggir jalan utama yang dimanfaatkan sebagai tempat

mengumpulkan sampah

U

Page 37: unud-894-605556956-4. bab iv rev.pdf

83

Kondisi fisik dari kamar mandi terlihat kurang baik, dengan lantai yang becek dan

kotor akibat dari tidak adanya saluran pembuangan yang baik. Air bersih pada

kamar mandi bersumber dari sumur pompa yang letaknya dekat dengan kamar

mandi tersebut.

Gambar 4.21 Kondisi kamar mandi pada permukiman kumuh kasus 1

Terdapat tiga tipe sarana MCK di permukiman kumuh ini yaitu kamar

mandi umum/komunal, kamar mandi khusus untuk penghuni kost, serta kamar

mandi pribadi. Kamar mandi umum dibangun oleh pemerintah yang lokasinya

tersebar di empat titik di permukiman ini. Pada masing-masing titik terdapat 2

Kamar mandi umum Kamar mandi khusus

penghuni kost

Kamar mandi pribadi

U

Page 38: unud-894-605556956-4. bab iv rev.pdf

84

buah kamar mandi. Kamar mandi ini juga sudah dilengkapi dengan tangki septik,

sehingga dapat berfungsi secara maksimal. Kamar mandi tipe kedua merupakan

kamar mandi yang disediakan oleh pemilik kost hanya untuk penghuni kost

miliknya. Kamar mandi ini tidak dilengkapi tangki septik, sehingga hanya dapat

digunakan untuk mandi, buang air kecil, dan mencuci. Begitu pula dengan kamar

mandi tipe ketiga yang merupakan kamar mandi pribadi tidak dilengkapi dengan

tangki septik, sehingga warga menggunakan kamar mandi umum terdekat untuk

buang air besar. Warga hanya perlu membayar Rp. 10.000,-/bulan untuk masing-

masing orang untuk operasional kamar mandi umum tersebut.

4.3.2 Permukiman kumuh Banjar Buana Asri (kasus 2)

Permukiman kumuh yang kedua berlokasi di Jalan Resimuka Barat Gang

VII, Banjar Buana Asri, Desa Tegal Kertha. Pada awalnya lahan pada

permukiman kumuh ini merupakan lahan sawah dan tegalan milik dari 2 orang

bersaudara yang merupakan penduduk asli Desa Tegal Kertha. Lahan ini

kemudian disewakan kepada warga pendatang dan mulai berkembang pada tahun

1995. Permukiman kumuh ini terletak berkembang pada satu ruas gang yang

dibatasi oleh jalur sirkulasi di tengah-tengah permukiman. Hingga saat ini sudah

terdapat ±130 rumah pada permukiman ini yang terdiri dari rumah kontrakan yang

digunakan secara pribadi, maupun rumah kontrakan yang kemudian disewakan

kembali berupa kamar kost.

Page 39: unud-894-605556956-4. bab iv rev.pdf

85

Gambar 4.22 Peta lokasi permukiman kumuh Banjar Buana Asri

1. Jaringan jalan

Kondisi jaringan jalan pada permukiman kumuh di Banjar Buana Asri,

Desa Tegal Kertha terlihat cukup tertata, dengan material jalan berupa paving.

Pada awalnya hanya terdapat jalan utama permukiman yaitu Jalan Resimuka Barat

yang merupakan jalan lingkungan, kemudian seiring berkembangnya permukiman

di lingkungan tersebut, maka muncullah jalan-jalan kecil/gang menuju

permukiman-permukiman baru tersebut. Jalan lingkungan merupakan jalan umum

(Jalan Resimuka Barat) yang dapat diakses oleh seluruh warga permukiman

kumuh maupun permukiman disekitarnya. Jalan lingkungan ini adalah akses

utama untuk menuju Gang VII yang merupakan jalan utama pada permukiman

kumuh. Jalan lingkungan memiliki lebar ±3 meter dengan material aspal.

U

Page 40: unud-894-605556956-4. bab iv rev.pdf

86

Gambar 4.23 Kondisi jaringan jalan pada permukiman kumuh kasus 2

Jalan permukiman/gang pada permukiman kumuh ini awalnya disediakan

oleh pemilik lahan dengan kondisi seadanya yang berupa jalan tanah, kemudian

jalan tersebut diperbaiki (dipaving) secara swadaya oleh penyewa lahan pada

permukiman tersebut. Jalan permukiman (gang) memiliki lebar 3 meter dari arah

2 m 3 m

Jalan lingkungan selebar 2-3 meter

merupakan jalan utama (makro) yang

terletak di tengah-tengah permukiman

Jalan-jalan kecil/gang (mikro) yang merupakan

akses menuju kamar kost yang disewakan.

U

Jalan khusus untuk

penghuni pada kost

Jalan lingkungan (jalan

resimuka barat) pada

permukiman kumuh

Page 41: unud-894-605556956-4. bab iv rev.pdf

87

timur dan mengecil ke arah barat dengan lebar 2 meter, hanya cukup untuk

kendaraan roda dua. Jalan pada bagian barat permukiman merupakan jalan buntu

yang langsung menuju sungai. Secara mikro, terdapat jalan kecil dengan lebar ±1

meter dan menggunakan perkerasan berupa semen yang merupakan akses bagi

penghuni kost. Jalan ini dilengkapi dengan saluran drainase dengan lebar 10-15cm

dan kedalaman 5-10cm yang ada pada 1 sisi jalan. Saluran ini langsung terhubung

dengan saluran drainase yang ada pada jalan utama permukiman ini.

2. Air bersih

Sumber air bersih pada permukiman kumuh di lokasi ini menggunakan

sumur bor dan sumur gali. Pada rumah kost sumber air bersih berasal dari sumur

bor yang digunakan secara bersama-sama oleh pemilik kontrakan dan penghuni

kost. Sumur bor ini dibuat oleh pemilik kontrakan yang dalam hal ini adalah

pemilik lahan, untuk kemudian dimanfaatkan oleh penghuni kost. Pada 2 hunian

(kost) yang digunakan sebagai sampel, sumur bor terletak di bagian barat hunian

dengan tangki air yang berada di atas kamar mandi umum pada kost tersebut.

Page 42: unud-894-605556956-4. bab iv rev.pdf

88

Gambar 4.24 Kondisi sumber air bersih pada permukiman kumuh kasus 2

Gambar 4.25 Kondisi sumber air bersih pada permukiman kumuh

kasus 2

Mesin

pompa Tangki air

(sumur

bor)

Sumur bor (kiri);

tangki air yang

digunakan untuk

menampung air dari

sumur bor (kanan)

Sumur gali yang

merupakan

sumber air bersih

pada rumah yang

dihuni oleh pihak

penyewa pertama

U

Jalan

Utama

Permukima

n

Sumur

gali

U

Jalan

utama

permukiman

Page 43: unud-894-605556956-4. bab iv rev.pdf

89

Pada hunian dalam bentuk kontrakan, sumber air bersih yang digunakan

adalah sumur gali. Sumur ini dibuat oleh warga yang menyewa lahan

bersangkutan. Air bersih diangkut secara manual menuju kamar mandi dan dapur

untuk kemudian dimanfaatkan untuk mencuci piring dan pakaian maupun untuk

mandi. Air bersih yang berasal dari sumur bor maupun sumur gali tidak

dimanfaatkan untuk konsumsi oleh warga permukiman, melainkan hanya untuk

aktivitas mencuci dan mandi.

3. Pengelolaan limbah

Seperti pada kasus pertama, limbah yang dimaksud disini adalah drainase,

limbah rumah tangga, serta persampahan, yang akan dijabarkan berdasarkan jenis-

jenis limbah tersebut.

a. Jaringan drainase

Permukiman kumuh di lingkungan Buana Asri ini merupakan daerah yang

rawan banjir. Hal ini disebabkan oleh kondisi lahan yang menurun dari arah timur

ke barat. Kondisi jaringan drainase pada permukiman ini juga kurang baik,

dengan lebar got hanya 20cm pada kanan dan kiri jalan. Menurut kepala

lingkungan di permukiman kumuh ini yaitu Nyoman Diartika, masalah yang

paling sering terjadi di permukiman ini adalah masalah saluran drainase. Jika

terjadi hujan di daerah ini, air hujan yang berasal dari jalan utama (Jalan

Resimuka Barat) akan turun ke saluran drainase di permukiman. Besarnya volume

air hujan dibandingkan dengan saluran drainase permukiman yang memiliki lebar

hanya 20 cm dan kedalaman ±30 cm mengakibatkan saluran ini tidak dapat

Page 44: unud-894-605556956-4. bab iv rev.pdf

90

menampung air hujan dan dialirkan dengan baik, sehingga air hujan akan meluap

dan pada akhirnya akan terjadi banjir di permukiman ini.

Gambar 4.26 Kondisi saluran drainase pada permukiman kumuh

kasus 2

Saluran drainase di lokasi permukiman ini dibuat di bagian kanan dan kiri

jalan utama pada permukiman dengan kondisi yang terbuka. Air yang mengalir

pada saluran ini berasal dari saluran drainase diluar permukiman dan juga berasal

dari saluran drainase di jalan kecil yang ada pada kanan dan kiri jalan utama

permukiman. Setelah terkumpul pada saluran drainase utama di permukiman, air

hujan kemudian dialirkan langsung menuju sungai yang ada di barat permukiman.

Gambar 4.27 Aliran air pada saluran drainase pada permukiman kumuh kasus 2

U

Saluran drainase (got) pada jalan

utama permukiman

Saluran drainase (got) pada jalan

kecil di permukiman

Saluran drainase (got) pada jalan

utama bagian barat

Saluran drainase

(got) kecil

Saluran drainase (got)

utama

Saluran pembuangan

menuju ke sungai

Sungai di ujung barat

permukiman

Page 45: unud-894-605556956-4. bab iv rev.pdf

91

b. Limbah rumah tangga

Pada permukiman kumuh kasus kedua ini, tidak terdapat saluran

pembuangan limbah yang khusus. Secara umum limbah dialirkan pada saluran

drainase (got) yang merupakan saluran pembuangan air hujan. Limbah rumah

tangga yang berasal dari dapur pada masing-masing hunian terlebih dahulu

dialirkan pada saluran drainase (got) kecil di depan hunian, kemudian dari saluran

kecil tersebut akan dialirkan menuju saluran drainase (got) utama di pinggir jalan,

dan bermuara ke sungai. Setiap kamar mandi memiliki septictank masing-masing

yang berfungsi untuk menampung limbah padat yang berasal dari kamar mandi

tersebut.

Gambar 4.28 Saluran pembuangan limbah pada permukiman kumuh

kasus 2

Saluran

pembuangan kecil

menuju ke sungai

Saluran pembuangan

kecil

Saluran

drainase/got

Jalan

utama

permukiman

U

Septictank

Septictank yang terletak pada

jalan kecil yang merupakan

akses bagi penghuni kost

Saluran pembuangan

utama

Page 46: unud-894-605556956-4. bab iv rev.pdf

92

Bagi hunian yang langsung menghadap ke jalan utama, limbah rumah

tangga yang dihasilkan langsung dialirkan menuju saluran drainase (got) utama.

Posisi dapur dan kamar mandi juga berdekatan dengan jalan utama dan saluran

pembuangan yang ada di sepanjang jalan tersebut. Hal ini dapat mempermudah

warga permukiman membuat saluran dari dapur ataupun kamar mandi yang

langsung menuju saluran pembuangan utama. Dari saluran pembuangan utama ini

nantinya akan bermuara ke sungai yang ada di ujung barat permukiman. Kondisi

ini menyebabkan air sungai menjadi tercemar oleh limbah-limbah tersebut.

Gambar 4.29 Saluran pembuangan limbah pada permukiman kumuh

kasus 2

Septictank yang

ada dibawah kamar

mandi

Limbah dapur dialirkan langsung ke

saluran pembuangan utama pada jalan

depan hunian

Saluran pembuangan utama

menuju sungai

Jalan

utama

permukiman

U

SUNGAI

Page 47: unud-894-605556956-4. bab iv rev.pdf

93

c. Persampahan

Kondisi persampahan di lingkungan permukiman kumuh di Banjar Buana

Asri tidak terlalu bermasalah. Pada setiap hunian sudah menyediakan tempat

sampahnya sendiri yang diletakkan di depan rumah masing-masing di pinggir

jalan lingkungan. Sampah yang sudah terkumpul ini nantinya akan dipungut oleh

petugas menuju TPS, warga cukup membayar ke desa setiap bulannya. TPS yang

dimanfaatkan oleh permukiman ini adalah Depo Monang Maning yang terletak di

Desa Monang Maning, ±2km dari permukiman bersangkutan.

Gambar 4.30 Depo Monang Maning yang dimanfaatkan oleh

permukiman kumuh kasus 2

Selain itu terdapat juga warga yang membuang sampahnya di lahan

kosong ataupun langsung ke sungai yang ada di dekat permukiman tersebut. Hal

ini menyebabkan kondisi lingkungan sekitar permukiman dan sungai menjadi

kotor serta polusi udara.

Page 48: unud-894-605556956-4. bab iv rev.pdf

94

Gambar 4.31 Saluran pembuangan limbah pada permukiman kumuh

kasus 2

4. Sarana mandi cuci kakus (MCK)

Terdapat 2 jenis sarana MCK pada permukiman kumuh di Banjar Buana

Asri ini. Jenis yang pertama adalah kamar mandi komunal yang ada pada 1 blok

hunian berupa kontrakan/kost. Kamar mandi ini disediakan oleh pemilik lahan

khusus untuk penghuni kost pada 1 blok hunian tersebut. Kamar mandi ini

biasanya memfasilitasi 5 hingga 6 kamar kost (5-6 KK). Berdasarkan observasi di

lapangan, dengan bentuk blok hunian yang memanjang ke samping, kamar mandi

biasanya diletakkan pada ujung belakang hunian, dalam hal ini pada bagian utara

hunian/kost. Sumber air bersih yang digunakan untuk kegiatan MCK berasal dari

sumur bor yang letaknya dekat dengan kamar mandi. Tangki air untuk

Sungai dan lahan kosong yang

dimanfaatkan sebagai tempat membuang

sampah secara komunal.

Tempat sampah yang ada pada masing-

masing hunian.

Page 49: unud-894-605556956-4. bab iv rev.pdf

95

menampung air sementara diletakkan diatas kamar mandi ataupun diatas bak

kontrol pada hunian.

Gambar 4.32 Sarana MCK pada permukiman kumuh kasus 2

Sarana MCK jenis kedua adalah sarana MCK pribadi yaitu, sarana MCK

pada 1 blok hunian yang berupa rumah kontrakan yang dihuni oleh 1 keluarga.

Sarana MCK dalam hal ini hanya memfasilitasi 1 hunian. Sumber air bersih yang

digunakan untuk kegiatan MCK bersasal dari sumur gali pada hunian tersebut.

Gambar 4.33 Sarana MCK pada permukiman kumuh kasus 2

Jalan

utama

permukiman

U

Jalan

utama

permukiman

U

Sumur gali

yang menjadi

sumber air

bersih untuk

kegiatan MCK

Page 50: unud-894-605556956-4. bab iv rev.pdf

96

4.3.3 Permukiman kumuh Banjar Pekandelan (kasus 3)

Berdasarkan Keputusan Walikota, permukiman kumuh di Banjar

Pekandelan, Desa Pemecutan Klod terletak di Jalan Kertapura Gang Segina VI.

Pada awalnya lahan permukiman ini merupakan lahan milik banjar yang

disewakan kepada pendatang. Lahan ini disewakan dengan tujuan memperoleh

keuntungan, sehingga uang hasil dari sewaan tersebut dapat dipergunakan untuk

kegiatan-kegiatan sosial yang diadakan oleh banjar. Jumlah KK pada lingkungan

permukiman ini adalah 196 KK dengan total jumlah warga sebanyak 448 jiwa.

Gambar 4.34 Peta lokasi permukiman kumuh Banjar Pekandelan

1. Jaringan jalan

Terdapat 3 tipe jalan pada permukiman ini, yaitu jalan lingkungan dan

jalan permukiman/gang, serta jalan kecil pada 1 blok hunian (kost). Jalan

lingkungan yaitu Jalan Kertapura adalah jalan umum yang menjadi akses utama

U

Page 51: unud-894-605556956-4. bab iv rev.pdf

97

menuju Gang Segina VI, dimana gang ini merupakan jalan pada permukiman

kumuh. Jalan lingkungan memiliki lebar ±4 meter dengan material berupa aspal.

Tipe jalan yang kedua adalah jalan permukiman (Gang Segina VI), dengan

kondisi jaringan jalan permukiman/gang ini awalnya masih berupa jalan tanah,

namun sejak tahun 1996 permukiman ini memperoleh bantuan berupa perbaikan

jalan dari pemerintah yang diusulkan oleh pihak banjar. Untuk saat ini kondisi

jalan lingkungan berupa perkerasan semen dengan lebar ±4 meter, sementara ke

arah timur lebar jalan ±3 meter. Jalan pada bagian ujung timur permukiman bisa

dilalui untuk menuju gang yang ada di sebelah selatan, namun bukan merupakan

permukiman dengan kondisi yang kumuh. Jalan ini juga terlihat sudah rusak

dengan adanya bopeng-bopeng pada sebagian jalan.

Gambar 4.35 Kondisi jaringan jalan pada permukiman kumuh

kasus 3

Jalan permukiman selebar 3-4 meter merupakan

jalan utama (makro) yang terletak di tengah-tengah

permukiman

4 m

3 m

3 m 3 m

Jalan menuju permukiman lain (kiri), jalan buntu

(kanan)

U

Page 52: unud-894-605556956-4. bab iv rev.pdf

98

Tipe jalan ketiga adalah jalan kecil yang ada pada 1 blok hunian dalam

bentuk kost. Jalan ini dibangun oleh pemilik kontrakan (penyewa lahan pihak

pertama) yang merupakan akses bagi penghuni kost dengan lebar ±1,5 meter.

Kondisi jalan sudah berupa perkerasan yang menggunakan material semen. Selain

digunakan sebagai akses keluar masuk, jalan ini juga dimanfaatkan sebagai

tempat untuk melakukan aktifitas lainnya seperti mencuci, menjemur pakaian,

serta meletakkan peralatan rumah tangga. Kamar kost yang disewakan terdiri dari

2 deret kamar menghadap ke utara dan selatan yang berhadapan langsung dengan

jalan kecil yang ada di depannya.

Gambar 4.36 Kondisi jaringan jalan kecil pada permukiman kumuh

kasus 3

Jalan umum yang ada pada

hunian dalam bentuk kost

Jalan

utama

permukiman

(3 m)

U

Sebagian badan jalan yang

dimanfaatkan oleh penghuni kost

Page 53: unud-894-605556956-4. bab iv rev.pdf

99

2. Air bersih

Sumber air bersih di lokasi permukiman ini menggunakan sumur bor,

sumur gali, serta ada bebrapa yang sudah menggunakan PAM. Berbeda dengan

kasus permukiman kumuh sebelumnya, sumber air bersih yang digunakan pada

masing-masing hunian tidak berdasarkan pada tipe hunian namun tergantung pada

kemampuan dari masing-masing keluarga. Berdasarkan fungsinya, sumber air

bersih yang digunakan dapat dibagi menjadi 2 jenis yaitu, sumber air bersih yang

digunakan secara komunal serta sumber air bersih yang digunakan secara pribadi.

Gambar 4.37 Kondisi jaringan air bersih pada permukiman kumuh

kasus 3

Berdasarkan pada sampel hunian yang diteliti, sumber air bersih yang

digunakan secara komunal berasal dari sumur gali. Sumur ini dibangun oleh

Sumur gali

Pipa saluran air bersih

menuju kamar mandi

KM/WC

Tempat cuci

Sumur gali

Jalan

utama

permukiman

U

Sumur

Ember untuk

menampung air

Page 54: unud-894-605556956-4. bab iv rev.pdf

100

pemilik kontrakan (penyewa lahan pihak pertama) yang disediakan khusus untuk

penghuni kost dalam 1 blok hunian tersebut. Terdapat 2 sumur gali pada hunian

ini, dimana masing-masing sumur memfasilitasi kebutuhan 1 deret kamar. Air

bersih untuk kamar mandi pada hunian ini juga berasal dari sumur. Air ini

didistribusikan melalui saluran berupa pipa yang dibuat secara manual oleh

pemilik kontrakan. Pada awalnya air yang ditimba ditampung terlebih dahulu

dalam ember pada ujung pipa, kemudian air akan mengalir melalui pipa dengan

kemiringan tertentu menuju penampungan yang ada dikamar mandi.

Selain menggunakan sumur gali sebagai air bersih secara komunal, pada

beberapa hunian juga menggunakan sumur bor, terutama pada 1 blok hunian yang

berupa kost. Sumur bor ini diadakan oleh pemilik kontrakan sebagai penyewa

lahan pihak kedua. Sumur bor juga khusus digunakan bagi penghuni kost pada 1

blok hunian tersebut.

Gambar 4.38 Kondisi jaringan air bersih (sumur bor) pada permukiman kumuh kasus 3

Berbeda dengan permukiman kumuh pada kasus sebelumnya, pada

permukiman kumuh di lokasi ini sudah terdapat beberapa hunian yang

menggunakan PAM sebagai sumber air bersih. Hunian yang digunakan sampel

merupakan rumah dari kepala permukiman.

Tangki air Mesin pompa

Page 55: unud-894-605556956-4. bab iv rev.pdf

101

Gambar 4.39 Kondisi jaringan air bersih (PAM) pada permukiman kumuh kasus 3

3. Pengelolaan limbah

Limbah dibagi menjadi 3 jenis yaitu limbah yang berasal dari air hujan

berupa saluran drainase, limbah rumah tangga, serta limbah sampah.

a. Jaringan drainase

Jaringan drainase pada permukiman di lokasi ini memiliki kondisi dan

fungsi yang cukup baik. Saluran drainase dibuat memanjang di pinggir jalan dari

jalan besar hingga masuk ke jalan permukiman. Lebar saluran ini ±20 cm dengan

kondisi sebagian terbuka pada bagian barat dan sebagian lagi ditutup

menggunakan semen.

Menurut Kepala di lingkungan permukiman ini, saluran drainase berfungsi

dengan baik dikarenakan sudah terdapat Sanimas (sanitasi berbasis masyarakat) di

permukiman ini, sehingga tidak ada lagi warga yang membuang air limbah baik

dari dapur maupun kamar mandi ke saluran drainase. Saluran drainase disini

hanya difungsikan sebagai saluran air hujan yang nantinya akan bermuara ke

sungai yang letaknya agak jauh dengan permukiman.

Meter Air

Distribusi

air bersih

Jalan utama permukiman

U

Kamar mandi

(atas) dan tempat

cuci (bawah) yang

merupakan area

yang difasilitasi

oleh PAM sebagai

sumber air bersih

Page 56: unud-894-605556956-4. bab iv rev.pdf

102

Gambar 4.40 Kondisi saluran drainase pada permukiman kumuh

kasus 3

b. Limbah rumah tangga

Sistem pembuangan limbah di permukiman kumuh ini sudah

menggunakan Sanimas. Sanimas adalah program untuk menyediakan prasarana

air limbah bagi masyarakat di daerah kumuh padat perkotaan. Sanimas merupakan

bantuan dari pemerintah pada tahun 1996. Sanimas merupakan kerjasama antara

Dinas Pekerjaan Umum (PU), Bremen Overseas Research and Development

Agency (BORDA), Badan Lingkungan Hidup (BLH), serta kelompok swadaya

masyarakat. Dengan adanya sanimas ini kondisi pembuangan air limbah menjadi

tertata sehingga tidak dapat mengurangi polusi di sekitar lingkungan permukiman

kumuh ini.

U

Sungai

Permukiman

kumuh (kasus 3)

Sungai

Saluran drainase di sepanjang jalan utama permukiman dari barat

hingga timur permukiman

Saluran drainase bermuara ke sungai

yang letaknya jauh dari permukiman

Page 57: unud-894-605556956-4. bab iv rev.pdf

103

Dalam satu hunian terdapat beberapa bak kontrol dengan jumlah yang

berbeda-beda pada tiap hunian tergantung jumlah pembuangan yang ada pada

hunian tersebut. Pada bak kontrol ini terdapat pipa-pipa saluran yang terhubung

antara hunian satu dengan yang lainnya. Limbah rumah tangga ini nantinya akan

dialirkan menuju saluran komunal yang ada di tepi jalan.

Pada gambar berikut akan ditunjukkan bagaimana keterkaitan antara

sistem pembuangan limbah secara mikro yaitu pada satu hunian yang menuju

sistem pembuangan limbah secara makro atau komunal.

Gambar 4.41 Saluran pembuangan limbah hunian pada permukiman kumuh

kasus 3

Pada contoh hunian yang digunakan sebagai sampel, terdapat 7 buah bak

kontrol yang letaknya tersebar pada area servis di rumah ini. Area servis tersebut

misalnya, tempat cuci, dapur, kamar mandi, serta tempat selip. Menurut kepala

keluarga rumah ini, yang juga merupakan salah satu panitia program pengadaan

Bak kontrol

komunal

Bak kontrol

Septic tank

komunal Jalan utama

permukiman

Saluran

pembuangan

U

Page 58: unud-894-605556956-4. bab iv rev.pdf

104

Sanimas di lingkungan ini, menyebutkan bahwa bak kontrol memang diletakkan

di dekat area-area yang menghasilkan limbah seperti area servis. Limbah rumah

tangga yang dialirkan melalui saluran pembuangan pada masing-masing hunian

ini, kemudian akan dialirkan menuju saluran pembuangan komunal yang ada di

sepanjang jalan utama dan bermuara pada septictank komunal di ujung jalan

permukiman untuk selanjutnya diolah kembali.

Gambar 4.42 Kondisi bak kontrol pada saluran pembuangan limbah

Limbah rumah tangga yang dihasilkan oleh tiap-tiap hunian akan dialirkan

melalui saluran yang ada di pinggir jalan. Limbah tersebut nantinya akan diolah

sedemikian rupa, hingga air limbah ini dapat dibuang ke got tanpa menimbulkan

polusi. Dalam saluran pengolahan limbah ini diberi pemisah berupa sekat-sekat

sebanyak 13 buah yang berfungsi untuk membantu proses pengolahan limbah

tersebut. Terdapat juga 13 buah bak kontrol yang dapat dilihat dari atas

permukaan jalan. Setelah melalui proses pengolahan tersebut, air limbah yang

Bak kontrol 1 Bak kontrol 2 Bak kontrol 3

Bak kontrol 4 Bak kontrol besar

di pinggir jalan

Page 59: unud-894-605556956-4. bab iv rev.pdf

105

sudah bersih akan ditampung pada septictank komunal yang ada di ujung jalan,

dan kemudian air tersebut akan dialirkan menuju got.

Gambar 4.43 Bak kontrol komunal pada saluran pembuangan limbah (sanimas)

c. Persampahan

Pada permukiman ini, sampah dipungut oleh petugas yang dibayar oleh

warga melalui dusun atau banjar. Terdapat juga bak sampah umum yang terdapat

di ujung jalan dekat dengan jalan besar. Selain itu terdapat juga beberapa titik

yang digunakan oleh warga sebagai tempat membuang sampah secara tidak

bertanggung jawab yang menyebabkan kondisi lingkungan permukiman ini

terlihat kotor.

Septictank komunal 13 buah bak kontrol

pengolahan limbah

U

Page 60: unud-894-605556956-4. bab iv rev.pdf

106

Gambar 4.44 Kondisi persampahan di permukiman kumuh kasus 3

4. Sarana MCK

Berdasarkan penggunaannya, sarana MCK dapat dibedakan menjadi 2

jenis yaitu, kamar mandi komunal serta kamar mandi pribadi. Seperti pada kasus

permukiman kumuh lainnya, kamar mandi komunal terdapat pada 1 blok hunian

yang disewakan kembali oleh penyewa lahan dalam bentuk kamar kost. Pada

sampel hunian yang diteliti, dalam 1 blok hunian terdapat 3 kamar mandi yang

disediakan oleh penyewa lahan (pemilik kontrakan) untuk penghuni kost pada

hunian tersebut. Air bersih yang digunakan berasal dari sumur gali yang ada pada

Tumpukan sampah

di pinggir got Bak sampah umum Tumpukan sampah di ujung

timur permukiman

U

Tempat sampah

di depan

masing-masing

hunian

Got yang

dimanfaatkan

sebagai tempat

pembuangan

sampah

Page 61: unud-894-605556956-4. bab iv rev.pdf

107

hunian tersebut. Air ini dialirkan melalui pipa saluran yang dibuat secara manual

oleh pemilik lahan menuju kamar mandi. Kamar mandi diletakkan di bagian

belakang hunian, sehingga mudah diakses oleh seluruh penghuni kost tersebut.

Gambar 4.45 Kondisi sarana MCK di permukiman kumuh kasus 3

Pada sampel hunian berikutnya, sarana MCK digunakan secara pribadi

oleh 1 keluarga pada hunian tersebut. Dalam hal ini penghuni merupakan

penyewa lahan pihak pertama. Sumber air bersih yang digunakan yang

dimanfaatkan untuk aktivitas MCK berasal dari PAM. Berikut adalah gambaran

letak dan kondisi kamar mandi pada hunian yang ditempati oleh 1 keluarga.

KM/WC

U

Sumur sebagai

sumber air bersih

Jalan

utama

permukiman

Kamar mandi pada 1 blok hunian (kost) Lahan kosong yang

dimanfaatkan sebagai

tempat jemur

Page 62: unud-894-605556956-4. bab iv rev.pdf

108

Gambar 4.46 Kondisi sarana MCK di permukiman kumuh kasus 3

KM/WC

U

Jalan utama

permukiman

PAM

sebagai

sumber

air bersih

Kamar mandi pada hunian pribadi

Page 63: unud-894-605556956-4. bab iv rev.pdf

109

Tabel 4.3 Kondisi infrastruktur permukiman kumuh

No. Jenis

Infrastruktur

Kasus

Kasus 1 (Permukiman kumuh

di Br. Jematang)

Kasus 2 (Permukiman kumuh

di Br. Buana Asri)

Kasus 3 (Permukiman kumuh

di Br. Pekandelan)

1 Jalan - Jalan lingkungan (aspal)

- Jalan permukiman/gang (aspal)

- Jalan kecil (paving, semen, tanah)

- Jalan lingkungan (aspal)

- Jalan permukiman/gang (paving)

- Jalan kecil (semen, tanah)

- Jalan lingkungan (aspal)

- Jalan permukiman/gang (semen, tanah)

- Jalan kecil (semen, tanah)

2 Air bersih - Pompa (komunal)

- Sumur bor (komunal & pribadi)

- Sumur Gali (komunal & pribadi)

- Sumur bor

Terdapat pada rumah kontrakan (kost) dan

digunakan secara komunal/bersama

- Sumur Gali

Sumur gali ada yang digunakan bersama dan

ada pula yang terdapat pada masing-masing

hunian dan digunakan secara pribadi

- Sumur bor dan sumur gali terdapat

pada setiap hunian baik rumah

kontrakan (kost) yang digunakan

secara komunal/bersama, maupun pada

rumah kontrakan (pribadi)

- Terdapat beberapa rumah yang sudah

menggunakan PAM

3

Pengelolaan

Limbah

a. Drainase

- Saluran drainase terdapat di sepanjang jalan-jalan

kecil/gang pada permukiman kumuh

- Saluran drainase menuju sungai di utara

permukiman

- Saluran drainase terdapat di sepanjang jalan

lingkungan (1 ruas gang) dan juga langsung

menuju sungai di barat permukiman

- Kondisi saluran drainase cukup baik

dan lancar yang dialirkan ke sungai

yang letaknya cukup jauh dengan

lokasi permukiman

b. Limbah

Rumah

Tangga

- Septictank (off site system)

- Dialirkan ke saluran drainase

- Septictank (off site system)

- Dialirkan ke saluran drainase

- Septictank (off site system)

- Sanimas (on site system)

c. Sampah - Dibawa langsung ke TPS dekat permukiman (Jl.

P.Biak)

- Dikelola oleh pihak swasta

- Dibuang ke sungai dan lingkungan sekitar

- Dikelola oleh desa

- Ada juga yang dibuang ke sungai ataupun di

lahan kosong sekitar permukiman

- Dikelola oleh desa

- Terdapat bak sampah di depan gang

- Ada juga yang dibuang/dikumpulkan

pada lahan kosong di ujung belakang

gang

4 MCK - Kamar mandi bersama

- Kamar mandi pribadi

- Kamar mandi bersama

- Kamar mandi pribadi

- Kamar mandi bersama

- Kamar mandi pribadi

Page 64: unud-894-605556956-4. bab iv rev.pdf

110

4.4 Proses Pengadaan Infrastruktur Permukiman Kumuh

Tabel 4.4 Proses pengadaan infrastruktur permukiman kumuh di Kecamatan Denpasar Barat

Tahap

Pengadaan

Awal

perkembangan Perencanaan Pembiayaan Pelaksanaan Pengelolaan Perbaikan

Pihak Terkait

Pem

ilik

Lah

an

War

ga

per

mu

kim

an

Pem

erin

tah

Des

a

Ban

jar

Sw

asta

Pem

erin

tah

Des

a

War

ga

per

mu

kim

an

Sw

asta

Pem

erin

tah

War

ga

per

mu

kim

an

Ban

jar

Sw

asta

War

ga

per

mu

kim

an

Ban

jar

Sw

asta

Pem

ilik

lah

an

Pem

ilik

lah

an

War

ga

per

mu

kim

an

KASUS 1

(Br. Jematang)

Air

Jalan

Limbah

MCK

KASUS 2

(Br. Buana Asri)

Air

Jalan

Limbah

MCK

KASUS 3

(Br. Pekandelan)

Air

Jalan

Limbah

MCK

1995 1998

1996 2005

1990 1998

Page 65: unud-894-605556956-4. bab iv rev.pdf

111

Proses pengadaan infrastruktur pada permukiman kumuh dibagi menjadi

beberapa tahapan yaitu, tahap pada awal perkembangan, tahap perencanaan, tahap

pembiayaan, tahap pelaksanaan, tahap pengelolaan, serta tahap perbaikan. Pada

masing-masing tahap terdapat pihak-pihak yang terlibat didalamnya. Pihak-pihak

yang terlibat dalam proses pengadaan infrastruktur permukiman kumuh ini

meliputi, pemilik lahan, warga permukiman, pihak pemerintah, pihak banjar,

pihak desa, serta pihak swasta.

4.4.1 Proses pengadaan infrastruktur pada kasus 1

Kasus pertama, yaitu permukiman kumuh yang berlokasi di jalan Nusa

kambangan Gang Dahlia dan Gang Cempaka, Banjar Jematang Desa Dauh Puri

Kauh. Permukiman kumuh yang berada di Banjar Jematang, Desa Dauh Puri

Kauh diperkirakan muncul sekitar tahun 1990-an. Lahan permukiman ini

merupakan lahan warisan milik warga setempat yang telah dibagi-bagi. Pemilik

lahan masih merupakan warga asli dari Banjar Jematang. Pada tahap awal

perkembangan permukiman, proses pengadaan infrastruktur diawali oleh beberapa

pihak-pihak yang terlibat di dalamnya yaitu pemilik lahan dan warga yang ingin

menyewa lahan tersebut.

Jaringan infrastruktur yang pertama kali diadakan adalah jalan umum yang

ada di bagian timur lahan yang disewakan. Jalan ini masih berupa jalan tanah

yang disediakan oleh pemilik lahan untuk pengontrak selebar ±2meter. Sementara

untuk infrastruktur lainnya seperti jaringan air bersih (sumur bor, sumur gali) serta

fasilitas MCK dibuat oleh warga permukiman sebagai penyewa lahan.

Infrastruktur tersebut dibuat seadanya sesuai dengan kemampuan dari masing-

Page 66: unud-894-605556956-4. bab iv rev.pdf

112

masing penyewa lahan. Semakin banyaknya warga pendatang yang menyewa

lahan di lokasi ini, begitu pula dengan hunian yang juga semakin bertambah

banyak. Jumlah hunian yang semakin bertambah dari waktu ke waktu ini secara

tidak langsung membentuk jalan-jalan kecil yang menghubungkan kelompok

hunian satu dengan yang lainnya. Kondisi jalan ini berupa jalan tanah dengan

lebar ±0,8 meter hingga ±1,5 meter. Untuk infrastruktur lainnya seperti listrik,

sumur, saluran drainase, pembuangan limbah serta sarana MCK, diadakan secara

swadaya oleh penyewa lahan (pihak 1), yang kemudian dapat digunakan bersama

oleh penyewa kamar kost (pihak 2). Mereka cukup membayar kepada pemilik

kost (pihak 1) atas pemakaian fasilitas yang disediakan tadi.

Pada tahap berikutnya yaitu perencanaan, pihak yang terkait didalamnya

adalah pemerintah dengan dibantu oleh pihak desa setempat. Menurut Kepala

Dusun/Kelian Banjar Jematang, dahulu pernah terjadi wabah penyakit muntaber

di lingkungan permukiman kumuh ini yang disebabkan oleh kondisi lingkungan

permukiman yang buruk dan air tanah yang tercemar. Melihat kondisi

permukiman yang sangat buruk di lokasi ini, pemerintah merasa perlu untuk turun

langsung mengatasi permasalahan-permasalahan yang ada. Pemerintah mulai

merencanakan pengadaan infrastruktur yang masih diperlukan dan memperbaiki

infrastruktur yang sudah ada pada permukiman tersebut. Pembiayaan pada

perencanaan ini sepenuhnya dibantu oleh pemerintah setempat yaitu Dinas

Pekerjaan Umum Kota Denpasar.

Pada tahap pelaksanaan, dikerjakan oleh petugas dari pemerintah dengan

dibantu oleh pihak banjar serta warga permukiman. Tahap ini mulai dilaksanakan

Page 67: unud-894-605556956-4. bab iv rev.pdf

113

pada tahun 1998 (8 tahun setelah permukiman ini muncul). Infrastruktur yang

dibantu oleh pemerintah adalah sebagai berikut:

a) Pelebaran serta pengaspalan jalan lingkungan yang mengelilingi

permukiman tersebut. Pada awalnya lebar jalan tersebut adalah 2 meter,

dan kini diperlebar menjadi 4 meter dengan mengambil sedikit lahan

permukiman warga asli maupun lahan sewa pada permukiman kumuh

tersebut. Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala dusun, perbaikan ini

diperkirakan dilakukan pada tahun 1998. Selain itu dilakukan juga

pemavingan jalan permukiman yang awalnya merupakan jalan tanah

dengan kondisi yang buruk.

Gambar 4.47 Perbaikan jalan oleh pemerintah (Dinas PU)

b) Pengadaan pompa air sebanyak 4 buah yang dapat digunakan secara

komunal atau bersama pada permukiman kumuh. Berdasarkan angka

tahun yang terdapat pada pompa di permukiman kumuh ini, pompa ini

diperkirakan dibangun oleh pemerintah pada tahun 1992. Letak pompa air

tersebar pada permukiman kumuh ini sehingga dapat dijangkau oleh warga

setempat.

Pemavingan pada jalan/gang

kecil pada permukiman

kumuh

Pengaspalan dan pelebaran

jalan lingkungan

Page 68: unud-894-605556956-4. bab iv rev.pdf

114

c) Pembangunan MCK umum sebanyak 3-4 buah. Pembangunan ini

dilakukan bersamaan dengan pengadaan pompa air pada tahun 1992.

d) Pengadaan saluran drainase sepanjang 15 meter yang dikerjakan pada

tahun 2009 hingga 2010. Pekerjaan ini dilkerjakan oleh pihak pemerintah

dengan dibantu warga permukiman secara bergotong royong.

Pembangunan ini dilakukan karena pada permukiman ini sering terjadi

banjir saat hujan turun akibat dari air sungai yang meluap.

Tahap berikutnya adalah pengelolaan, yang dilakukan oleh pihak pemilik

lahan, warga permukiman, pihak banjar, serta pihak swasta. Kegiatan-kegiatan

yang dilakukan pada tahap ini misalnya, pemakaian infrastruktur yang tersedia

dengan baik, gotong royong di lingkungan permukiman setiap 2 minggu sekali

yang diadakan oleh pihak banjar, serta pemungutan sampah oleh pihak swasta

dengan biaya operasional sebesar Rp. 5000,-/bulan. Selain itu, untuk pengelolaan

kamar mandi/WC umum dikenakan biaya operasional sebesar Rp. 5000,-/bulan

untuk setiap orangnya. Biaya ini dibayarkan ke pemilik kontrakan yang

menyalurkan listrik untuk operasional sumur pompa pada kamar mandi umum

tersebut. Pemilik lahan kurang berperan dalam tahap ini, karena pemilik hanya

menyewakan lahan sedangkan bangunan yang ada adalah milik penyewa lahan

dan merupakan tanggung jawab mereka pula.

Dalam proses pengadaan infrastruktur di lokasi ini khususnya, terdapat

beberapa pihak yang yang terkait antara lain:

Page 69: unud-894-605556956-4. bab iv rev.pdf

115

1) Pemilik lahan

Pemilik lahan dalam hal ini merupakan pihak pertama yang mengadakan

jaringan infrastruktur pada awal lahan mereka disewakan kepada para pendatang.

Jaringan infrastruktur yang diadakan adalah jaringan jalan berupa jalan tanah

selebar ±2 meter pada bagian selatan lahan yang disewakan. Untuk selanjutnya

pemilik lahan menyerahkan sepenuhnya kepada warga yang menyewa lahan

mereka.

2) Penyewa lahan/warga permukiman

Penyewa lahan/warga permukiman memiliki peran penting dalam proses

pengadaan infrastruktur pada hunian masing-masing maupun pada permukiman

itu sendiri. Jalan lingkungan yang ada di tengah-tengah permukiman pada

awalnya dibuat oleh warga permukiman dengan kondisi seadanya yang berupa

jalan tanah dan adapula yang sudah berupa perkerasan. Satu ruas jalan kecil

menjadi tanggung jawab satu ruas permukiman (biasanya terdiri dari beberapa

kontrakan) yang berada di jalan tersebut. Pada hunian masing-masing, warga juga

membuat sarana permukiman seperti kamar mandi yang digunakan sesara pribadi

maupun bersama, serta saluran pembuangan yang dihubungkan dengan saluran

pembuangan makro permukiman ini.

3) Pemerintah

Pihak pemerintah yang berperan dalam pengadaan infrastruktur di

permukiman kumuh ini adalah Dinas PU Kota Denpasar. Pihak pemerintah turun

tangan setelah melihat kondisi lingkungan permukiman kumuh di lapangan,

khususnya di Banjar Jematang yang sangat buruk. Beberapa tahun yang lalu

Page 70: unud-894-605556956-4. bab iv rev.pdf

116

sempat terjadi wabah muntaber di permukiman ini, melihat peristiwa tersebut

pemerintah turun langsung untuk memberi bantuan pada permukiman kumuh ini

dalam bentuk pengadaan dan perbaikan infrastruktur.

Pengadaan infrastruktur yang dilakukan antara lain, pengadaan pompa air

di empat titik pada permukiman yang lokasinya tersebar, pengadaan 8 kamar

mandi umum yang tersebar pada 4 titik. Perbaikan infrastruktur yang dilakukan

pemerintah yakni dalam bentuk pelebaran dan pengaspalan jalan utama

permukiman, pemavingan beberapa jalan lingkungan di permukiman, serta

perbaikan saluran drainase/got. Bantuan ini diharapkan dapat mengatasi

permasalahan yang dihadapi pada permukiman ini.

4) Pihak desa

Kepala desa dalam hal ini berperan sebagai perantara antara pemerintah

dengan warga permukiman kumuh. Selain itu, pihak desa juga memberikan

bantuan berupa pengadaan senderan sungai yang membentang dari arah utara

hingga barat permukiman. Senderan sungai yang dibangun yakni sepanjang 110

meter. Diharapkan nantinya dengan adanya senderan sungai ini, tidak terjadi

banjir lagi pada permukiman yang berada di dekat sungai tersebut seperti

beberapa tahun terakhir.

5) Pihak banjar

Pihak banjar dalam hal ini berperan sebagai pihak yang megajukan

permohonan bantuan kepada desa ataupun pemerintah terkait pengadaan dan

perbaikan infrastruktur di permukiman bersangkutan. Pihak banjar juga tetap

Page 71: unud-894-605556956-4. bab iv rev.pdf

117

mengontrol serta mengawasi kondisi dari permukiman, selain mengurusi masalah

administrasi kependudukan.

6) Pihak swasta

Pihak swasta berperan pada tahap pengelolaan infrastruktur, dalam hal ini

pengelolaan sampah rumah tangga. Beberapa warga permukiman menggunakan

jasa petugas kebersihan untuk mangambil sampah yang mereka hasilkan. Warga

cukup membayar biaya operasional per bulannya, dan petugas pun akan

mengambil sampah secara rutin pada jam-jam tertentu.

4.4.2 Proses pengadaan infrastruktur pada kasus 2

Permukiman kumuh pada kasus kedua berlokasi di Jalan Resimuka Barat

Gang VII, Banjar Buana Asri, Desa Tegal Kertha. Proses pengadaan infrastruktur

pada permukiman kumuh berbeda dengan kasus permukiman kumuh pertama.

Terdapat 3 tahap pada proses pengadaan infrastruktur di permukiman ini yaitu

tahap awal perkembangan, tahap pengelolaan, serta perbaikan. Pada awalnya

lahan permukiman ini merupakan lahan sawah dan tegalan yang kemudian mulai

disewakan oleh pemiliknya pada tahun 1995-an dan terus berkembang hingga

kini.

Pada tahap awal perkembangan pada permukiman ini, infrastruktur yang

yang sudah tersedia adalah jalan pada utara permukiman yaitu jalan resimuka

barat. Pada saat lahan permukiman mulai disewakan, disediakan jalan lingkungan

atau gang oleh pemilik lahan yang berupa jalan tanah. Jalan ini membatasi antara

lahan 1 (utara) dan lahan 2 (selatan) dengan pemilik yang berbeda. Semakin

bertambah padatnya penghuni pada permukiman ini, secara tidak angsung

Page 72: unud-894-605556956-4. bab iv rev.pdf

118

terbentuklah jalan-jalan kecil yang menghubungkan antara jalan utama pada

permukiman dengan hunian warga.

Gambar 4.48 Proses terbentuknya jaringan jalan pada permukiman kumuh

Infrastruktur lainnya seperti sumber air bersih, kamar mandi, saluran

pembuangan dibangun oleh penghuni atau penyewa lahan itu sendiri, karena yang

disewakan dalam hal ini hanya lahan dan bukan bangunan. Pada proses awal,

pihak yang berperan adalah pemilik lahan dan penyewa lahan itu sendiri.

Berbeda dengan proses pengadaan infrastruktur permukiman kumuh yang

pertama, tahap berikutnya pada permukiman kumuh ini adalah tahap pengelolaan.

Hal ini dikarenakan pihak pemerintah belum ada turun langsung dalam proses

pengadaan infrastruktur dalam bentuk apapun. Menurut koordinator pembangunan

Desa Tegal Kertha Bapak Gede Darma Subawa:

”....Tidak adanya bantuan dari pihak Desa maupun pemerintah

dikarenakan lahan tersebut merupakan lahan milik pribadi yang

kemudian disewakan. Untuk memberikan bantuan, harus mengikuti

prosedur yang ada agar tidak menimbulkan protes dari warga lain.

Selain itu lahan ini hanya milik 2 orang pribadi, sehingga peluang

memperoleh bantuan dari Desa maupun pemerintah sangat kecil.”

Lahan sawah/ tegalan

Lahan pemilik 2 yang

disewakan

Lahan pemilik 1 yang

disewakan

Tahap 1 Tahap 2

Tahap 3

Page 73: unud-894-605556956-4. bab iv rev.pdf

119

Berdasarkan penuturan dari salah seorang pihak desa, tidak adanya

bantuan langsung dari pemerintah maupun desa, disebabkan oleh status lahan

yang merupakan lahan pribadi sehingga pada wilayah permukiman kumuh ini

bukan prioritas utama untuk diberikan bantuan dalam hal sarana dan prasarana

umum. Tindakan ini dimaksudkan agar nantinya tidak muncul kecemburuan sosial

dari warga setempat yang juga tidak memperoleh bantuan.

Pada proses pengelolaan infrastruktur pada permukiman ini dilakukan oleh

pemilik serta penyewa lahan, pihak banjar, serta pihak swasta. Secara keseluruhan

proses pengelolaan infrastruktur dilakukan oleh warga permukiman yang

menyewa lahan ini. Terdapat 1 warga yang ditunjuk oleh warga lainnya untuk

menjadi koordinator atau kepala di lingkungan ini. Kepala inilah yang nantinya

akan mengkoordinir pengelolaan jaringan infrastruktur yang ada serta fasilitas

bersama pada permukiman. Kegiatan yang dilakukan secara rutin adalah gotong

royong setiap 1 bulan 1 kali yang melibatkan seluruh warga permukiman. Untuk

pengelolaan sampah, pihak banjar bekerja sama dengan pihak swasta untuk

memungut sampah yang ada pada permukiman ini. Warga cukup membayar biaya

operasional Rp. 10.000/bulan dan meletakkan sampah-sampah mereka didepan

rumah di pinggir jalan lingkungan, agar petugas sampah dapat dengan mudah

mengambil sampah tersebut.

Proses berikutnya adalah perbaikan jaringan infrastruktur yang ada. Pada

tahun 1998 pemilik lahan bekerja sama dengan warga permukiman memperbaiki

jalan lingkungan yang ada pada permukiman tersebut. Kegiatan yang dilakukan

adalah pemavingan jalan lingkungan dari timur permukiman hingga ke barat

Page 74: unud-894-605556956-4. bab iv rev.pdf

120

permukiman yang berbatasan dengan sungai. Untuk pembiayaan pada kegiatan ini

ditanggung oleh pemilik lahan serta warga permukiman yang juga ikut

berpartisipasi. Pihak-pihak yang terlibat dalam proses pengadaan infrastruktur

secara keseluruhan di permukiman kumuh ini dapat dijabarkan sebagai berikut:

1) Pemilik lahan

Pemilik lahan pada permukiman ini berjumlah 2 orang yaitu Bapak Cip

dan Bapak Kembar. Peran dari pemilik lahan dalam proses pengadaan

infrastruktur pada permukiman ini sangat besar, baik pada awal mulai

disewakannya lahan tersebut hingga pada saat dilakukannya perbaikan jaringan

jalan dalam bentuk pemavingan beserta perbaikan saluran drainase. Untuk

pembiayaan pekerjaan tersebut ditanggung oleh pemilik lahan dengan dibantu

oleh penyewa lahan pada permukiman ini.

2) Penyewa lahan/warga permukiman

Penyewa lahan atau warga permukiman merupakan pihak yang ikut

berpartisipasi dalam proses-proses yang ada, baik dari awal perkembangan

permukiman hingga saat ini. Peran penyewa lahan dalam pengadaan infrastruktur

permukiman dilakukan khususnya pada hunian masing-masing yaitu dengan

membuat sarana MCK, mengadakan sumur gali maupun sumur bor sebagai

sumber air bersih, serta membuat saluran-saluran pembuangan limbah rumah

tangga. Penyewa lahan juga ikut serta berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan

perbaikan lingkungan dengan memberikan sejumlah uang untuk biaya operasional

perbaikan jaringan jalan maupun saluran drainase yang digunakan secara

komunal.

Page 75: unud-894-605556956-4. bab iv rev.pdf

121

3) Pihak banjar

Pihak banjar tidak banyak berperan dalam proses pengadaan infrastruktur

pada permukiman ini. Pihak banjar hanya terlibat dalam proses pengelolaan

infrastruktur, khususnya dalam pengelolaan persampahan. Pihak banjar bekerja

sama dengan pihak swasta untuk memungut sampah yang sudah terkumpul pada

permukiman tersebut. Pihak banjar hanya menerima biaya operasional dari warga

permukiman sebesar Rp. 10.000,- / bulan.

4) Pihak swasta

Sama dengan pihak banjar, pihak swasta disini ikut berperan dalam proses

pengelolaan persampahan yang bekerja sama dengan pihak banjar. Sampah-

sampah yang diambil oleh petugas sampah akan dibawa ke TPS yang dekat

dengan lokasi permukiman ini yaitu TPS Monang Maning. Selain mengambil

sampah pada permukiman kumuh ini, petugas juga mengambil sampah pada

permukiman lain disekitar permukiman kumuh.

4.4.3 Proses pengadaan infrastruktur pada kasus 3

Permukiman kumuh pada kasus 3 berlokasi di Jalan Kertapura Gang

Segina VI, Banjar Pekandelan, Desa Pemecutan Kelod. Seperti yang telah

disebutkan pada pembahasan sebelumnya, lahan ini merupakan lahan milik banjar

yang berdasarkan kesepakatan antara pihak-pihak banjar, kemudian disewakan

kepada pendatang. Proses pengadaan infrastruktur pada permukiman kumuh kasus

ketiga ini hampir sama dengan permukiman kumuh kasus pertama yang melewati

beberapa tahapan mulai dari awal perkembangan permukiman, proses

perencanaan, pembiayaan, pelaksanaan, hingga pengelolaan.

Page 76: unud-894-605556956-4. bab iv rev.pdf

122

Pada awal perkembangan permukiman tahun 1995, infrastruktur awal

yang disediakan oleh pemilik lahan, dalam hal ini pihak banjar, adalah jaringan

jalan. Jalan awal masih berupa jalan tanah yang berada di tengah-tengah

sepanjang permukiman. Infrastruktur lain seperti air bersih, sarana MCK, serta

saluran-saluran pembuangan pada masing-masing hunian, dibuat oleh warga

permukiman itu sendiri. Sumber air bersih menggunakan sumur gali dan sumur

bor yang digunakan secara pribadi maupun secara komunal. Demikian pula

halnya dengan sarana MCK. Secara keseluruhan infrastruktur pada permukiman

ini dibuat secara swadaya oleh warga permukiman dengan sedikit bantuan dari

pihak pemilik lahan (banjar).

Proses berikutnya yaitu perencanaan, dalam hal ini adalah perencanaan

program sanitasi berbasis masyarakat (Sanimas) dari Pemerintah Kota Denpasar.

Pada awalnya pemerintah menawarkan program ini ke desa-desa, salah satunya

adalah Desa Pemecutan Klod, dengan sasaran dari program ini adalah kawasan

permukiman padat penduduk di perkotaan. Pihak Banjar Pekandelan kemudian

mengajukan ke desa agar permukiman yang ada di wilayahnya lah yang diberikan

bantuan program Sanimas ini. Berdasarkan atas beberapa pertimbangan, program

Sanimas ini akan diadakan pada permukiman padat penduduk di Gang Segina VI,

Banjar Pekandelan, Desa Pemecutan Klod.

Pelaksanaan Sanimas di lingkungan Segina VI dimulai pada tahun 2005.

Dana pembangunan sebesar Rp 260 juta merupakan bantuan dari Pemerintah Kota

Denpasar, Bremen Overseas Research and Development Agency (BORDA)

melalui lembaga swadaya masyarakat (LSM) Bali Fokus, dan swadaya

Page 77: unud-894-605556956-4. bab iv rev.pdf

123

masyarakat. Pada saat itu warga setempat melakukan urunan sebesar Rp.

45.000/KK.

Masalah yang dihadapi pada saat perencanaan program ini adalah tidak

adanya lahan kosong yang dapat digunakan sebagai tempat untuk ditanami

bangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Lahan yang bisa digunakan

hanyalah badan jalan. Pihak yang bertugas kemudian mengajukan surat

permohonan menggunakan badan jalan sebagai lokasi IPAL kepada Dinas PU

setempat. Berdasarkan beberapa pertimbangan, kemudian permohonan tersebut

disetujui oleh Dinas PU dengan beberapa ketentuan.

Sanimas di lingkungan ini mulai dibangun pada september 2005. Proses

pembangunannya berjalan lancar tanpa menemukan hambatan yang berarti. Pada

proses pelaksanaannya dilakukan oleh pihak-pihak yang ditugaskan oleh Bali

Fokus yang dalam hal ini sebagai pelaksana teknis di lapangan. Januari 2006

fasilitas Sanimas sudah dapat beroperasi dan digunakan oleh masyarakat

setempat. Hingga kini fasilitas Sanimas melayani 196 KK dengan total jumlah

warga sebanyak 448 jiwa.

Tahapan berikutnya adalah proses pengelolaan yang melibatkan pihak

pemerintah dan lembaga-lembaga terkait yaitu BORDA (Bali Fokus) sebagai

pihak yang memonitoring dan mengevaluasi kondisi dari fasilitas Sanimas ini.

Penerapan Sanimas mengharuskan adanya peran serta warga pada program itu.

Selain urunan saat pembangunan, masyarakat juga diwajibkan membayar iuran

sebesar Rp 5.000/KK setiap bulannya untuk biaya perbaikan dan

pemeliharaannya. Pengelolaan Sanimas ini juga dilaksanakan oleh kelompok

Page 78: unud-894-605556956-4. bab iv rev.pdf

124

swadaya masyarakat (KSM) Segina Asri, kelompok yang dibentuk untuk

pengelolaan Sanimas di Segina VI. Kelompok ini bertanggung jawab mengelola

dana iuran dan menggunakannya untuk pemeliharaan. Kegiatan yang dilakukan

secara rutin dan berkala adalah penyedotan pada IPAL yang tertanam di badan

jalan tersebut, agar pada saat musim hujan yang berkepanjangan, air tidak masuk

kembali melalui kloset pada hunian masing-masing.

Sejak diresmikannya fasilitas Sanimas oleh Pemerintah Kota Denpasar,

fasilitas ini mampu memecahkan persoalan sanitasi yang terjadi pada permukiman

ini. Menurut salah seorang warga yaitu Bapak Andi (2013) mengatakan sebagai

berikut:

“....dulu kalau hujan deras, air dari septic tank bisa meluap ke

dalam rumah melalui saluran toilet. Sekarang sudah nggak lagi. Ini

manfaat yang nyata dirasakan masyarakat di sini....”

Sedangkan menurut kepala lingkungan di permukiman ini yaitu Bapak

Gusti (2013) mengatakan:

”....adik bisa liat sekarang, air yang mengalir di got hanya air

hujan. Air limbah dari rumah tangga sudah tidak disalurkan di got

ini lagi....”

Berdasarkan pendapat-pendapat diatas, terlihat bahwa warga permukiman sangat

puas dengan kinerja dari pemerintah dan pihak-pihak terkait dalam menangani

permasalahan yang ada pada permukiman padat penduduk di perkotaan.

1) Pemilik lahan (banjar)

Pemilik lahan dalam hal ini adalah pihak banjar yang menyewakan lahan

milik banjar kepada warga pendatang. Pihak Banjar memiliki peran penting dalam

proses pengadaan infrastruktur di permukiman ini. Pada awal lahan ini disewakan,

Page 79: unud-894-605556956-4. bab iv rev.pdf

125

pemilik lahan/pihak banjar menyediakan jaringan jalan yang masih berupa jalan

tanah beserta saluran drainase.

Pada tahun 1996 pihak banjar/pemilik lahan untuk pertama kalinya

mengajukan permohonan bantuan kepada pemerintah. Bantuan yang diajukan

yakni bantuan untuk memperbaiki jaringan jalan pada permukiman yang awalnya

merupakan jalan tanah. Tahun 2005, pada saat Pemerintah Kota Denpasar sedang

gencar-gencarnya menjalankan program Sanimas, pihak banjar mengajukan agar

wilayahnya memperoleh bantuan tersebut yang kemudian disetujui oleh pihak

pemerintah dengan beberapa pertimbangan sebelumnya. Beberapa alasan wilayah

permukiman ini diajukan untuk memperoleh bantuan adalah, wilayah ini

merupakan permukiman yang padat penduduk, terdapat beberapa masalah dalam

hal sanitasi serta saluran pembuangan rumah tangga, sehingga kondisi di

ingkungan ini terkesan kumuh. Melihat permasalahan tersebut, pihak banjar

bersama warga permukiman antusias agar program ini dapat berjalan dengan baik

dan dapat mengatasi permasalahan yang ada.

2) Penyewa lahan/warga permukiman

Penyewa lahan/warga permukiman berperan dalam pengadaan jaringan

infrastruktur yang bersifat mikro pada hunian masing-masing. Infrastruktur

tersebut misalnya; pengadaan sumber air bersih yang dibuat menggunakan sumur

bor serta sumur gali yang digunakan secara komunal maupun pribadi; pengadaan

sarana MCK pada masing-masing hunian/kontrakan; serta pengadaan saluran

pembuangan limbah rumah tangga yang nantinya disalurkan menuju saluran

drainase/got pada saat itu.

Page 80: unud-894-605556956-4. bab iv rev.pdf

126

Keterbatasan kemampuan dalam hal finansial dan pengetahuan, maka

pengadaan sarana dan prasarana permukiman dilakukan seadanya dengan kondisi

yang tidak baik, sehingga berdampak pada warga itu sendiri dan bagi lingkungan

permukiman.

3) Pemerintah (Pemerintah Kota Denpasar, Dinas PU)

Pihak pemerintah yaitu Pemerintah Kota Denpasar juga memiliki peran

yang sangat penting dalam proses pengadaaan jaringan infrastruktur di

permukiman ini. Tahun 1996 pemerintah Dinas PU memberikan bantuan berupa

perbaikan jalan yang awalnya hanya berupa jalan tanah selebar 4 meter dan

panjang ±200 meter beserta saluran drainase.

Pada tahun 2005, Pemerintah Kota Denpasar mengadakan program

Sanimas yang bekerja sama dengan Dinas PU, BORDA/LSM Bali Fokus.

Permukiman di Banjar Pekandelan, Desa Pemecutan Klod merupakan salah satu

permukiman yang memperoleh bantuan program Sanimas ini. Bantuan ini tidak

semata-mata diberikan begitu saja, namun berdasarkan pada beberapa

pertimbangan dan ketentuan yang sudah ditetapkan.

4) Bremen Overseas Research and Development Agency (BORDA)/

Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Bali Fokus

BORDA merupakan lembaga nirlaba yang berasal dari Jerman yang

banyak membantu dalam bidang sanitasi penanganan air limbah domestik di

wilayah padat hunian perkotaan. BORDA dalam proses pengadaan infrastruktur

ini bekerja sama dengan pihak pemerintah pada program sanimas yang merupakan

kegiatan pengolahan air limbah berbasis masyarakat. BORDA melalui LSM Bali

Fokus berperan penting dalam proses pengerjaan fasilitas Sanimas secara teknis.

Page 81: unud-894-605556956-4. bab iv rev.pdf

127

Pihak ini juga secara rutin melakukan monitoring dan evaluasi terhadap fasilitas

Sanimas di permukiman ini.

4.5 Faktor-faktor Pengaruh Kondisi dan Pengadaan Infrastruktur

Permukiman Kumuh

Pengadaan infrastruktur di perkotaan terutama pada permukiman padat

penduduk, berdasarkan pada kasus yang diteliti terdapat beberapa tahapan dalam

proses pengadaan suatu infrastruktur. Seperti yang telah dipaparkan pada sub bab

sebelumnya, tahapan tersebut dibagi menjadi 6 yaitu, tahap awal perkembangan

permukiman, tahap perencanaan, tahap pembiayaan, tahap pelaksanaan, tahap

pengelolaan, serta tahap perbaikan. Dalam keseluruhan tahapan pengadaan

infrastruktur tersebut, terdapat bebagai pihak/stakeholder yang berperan pada

masing-masing proses. Pihak tersebut yaitu, pemerintah setempat, pihak desa,

pihak banjar, pemilik lahan, penyewa lahan/warga permukiman, serta pihak

swasta.

Infrastruktur maupun fasilitas umum suatu permukiman pada umumnya

tidak serta merta dibangun begitu saja, namun terdapat beberapa dasar

pertimbangan ataupun faktor-faktor yang mempengaruhi infrastruktur tersebut

diadakan oleh pihak-pihak tertentu. Pada 3 kasus permukiman kumuh yang diteliti

yaitu permukiman kumuh di Banjar Jematang (kasus 1), permukiman kumuh di

Banjar Buana Asri (kasus 2), dan permukiman kumuh di Banjar Pekandelan, juga

terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi pengadaan infrastruktur di

permukiman tersebut. Berdasarkan pemaparan pada bagian sebelumnya yaitu

mengenai kondisi infrastruktur pada masing-masing kasus permukiman kumuh,

Page 82: unud-894-605556956-4. bab iv rev.pdf

128

proses pengadaan infrastruktur, serta pihak-pihak yang terlibat didalamnya, dapat

ditarik sebuah kesimpulan berupa faktor-faktor yang mempengaruhi pengadaan

infrastruktur pada ketiga kasus yang diteliti. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai

berikut :

Tabel 4.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi dan pengadaan infrastruktur

Per

ing

ka

t KASUS 1 KASUS 2 KASUS 3

Air

Jala

n

Lim

bah

MC

K

Air

Jala

n

Lim

bah

MC

K

Air

Jala

n

Lim

bah

MC

K

1 Fb Fb Fb Fb Fa Fa Fa Fa Fa Fc Fc Fa

2 Fa Fa Fd Fa Fc Fc Fd Fc Fb Fb

3 Ff Ff Ff Fa Fd

4 Fa Fe

5 Ff

Keterangan :

Fa : Faktor Status lahan

Fb : Faktor Kondisi fisik infrastruktur yang ada

Fc : Faktor Hak milik lahan

Fd : Faktor Potensi pada site

Fe : Faktor Sumber daya manusia

Ff : Faktor Kondisi site permukiman

4.5.1 Status lahan

Faktor pertama yang mempengaruhi pengadaan infrastruktur permukiman

kumuh pada ketiga kasus yang diteliti adalah status lahan. Status lahan

permukiman kumuh pada ketiga kasus yang diteliti merupakan lahan sewa. Status

lahan sewa sangat berperan dalam proses pengadaan infrastruktur terutama bagi

pemerintah. Pada kasus 2 (Br. Buana Asri) terlihat faktor status lahan berada pada

peringkat pertama yang mempengaruhi pengadaan infrastruktur. Pada

permukiman ini, pemerintah belum pernah terlibat dalam pengadaan maupun

Page 83: unud-894-605556956-4. bab iv rev.pdf

129

perbaikan jaringan infrastruktur. Hal ini dikarenakan oleh status lahan seluruh

permukiman yang merupakan lahan sewa, sehingga permukiman ini tidak menjadi

prioritas bagi pemerintah untuk diberikan bantuan. Pemilik lahan dan warga

permukiman mengadakan jaringan infrastruktur secara swadaya, baik pada tahap

perbaikan maupun pengelolaan.

Pada kasus lainnya, yaitu permukiman kumuh kasus 1 (Br. Jematang) dan

kasus 3 (Br. Pekandelan), faktor status lahan bukan merupakan faktor utama

dalam proses pengadaan infrastruktur permukiman tersebut. Status lahan tetap

menjadi dasar pertimbangan dalam pengadaan maupun perbaikan infrastruktur

sehingga, tidak menimbulkan kecemburuan sosial bagi warga lain di sekitar

permukiman ini.

4.5.2 Kondisi fisik permukiman

Faktor berikutnya adalah kondisi fisik permukiman yang juga

mempengaruhi dalam proses pengadaan infrastruktur. Kondisi fisik permukiman

dalam hal ini adalah kondisi lingkungan pada permukiman yang juga terkait

dengan kondisi infrastruktur yang sudah ada sebelumnya. Pada permukiman

kumuh kasus 1 (Br. Jematang), faktor kondisi fisik permukiman menjadi faktor

utama yang mempengaruhi pengadaan jaringan infrastruktur. Awalnya pemerintah

melihat kondisi permukiman (hunian) yang sangat buruk, serta jaringan

infrastruktur yang seadanya dengan memanfaatkan potensi di sekitar permukiman

secara tidak bertanggung jawab. Menurut Kepala Dusun Banjar Jematang, pernah

terjadi wabah muntaber di permukiman ini, akibat tercemarnya air tanah. Melihat

kondisi ini, pemerintah turun langsung memberikan bantuan pada permukiman ini

Page 84: unud-894-605556956-4. bab iv rev.pdf

130

dalam bentuk pengadaan infrastruktur seperti jalan beserta saluran drainasenya,

pompa air, dan kamar mandi/MCK yang digunakan secara komunal.

Pada kasus 3, kondisi fisik permukiman juga berpengaruh pada proses

pengadaan infrastruktur, terutama dalam hal pengadaan saluran pembuangan

limbah. Pada awalnya pembuangan limbah padat pada permukiman ini mengalami

permasalahan. Saat musim hujan air tanah naik sehingga limbah yang ditampung

pada tangki septik ikut meluap naik dan keluar melalui lubang kloset. Kondisi ini

menjadi salah satu pertimbangan bagi pemerintah untuk memerikan bantuan

berupa fasilitas sanimas yang berfungsi untuk mengolah limbah secara komunal.

Pada kasus 2 (Br. Buana Asri), kondisi fisik permukiman tidak termasuk

dalam faktor yang mempengaruhi pengadaan infrastruktur terutama oleh pihak

pemerintah. Pemilik lahan dan warga permukiman yang bertanggung jawab penuh

atas infrastruktur pada permukiman ini.

4.5.3 Hak milik lahan

Hak milik lahan dalam hal ini adalah pihak sebagai pemilik lahan yang

berperan dalam proses pengadaan infrastruktur. Pengaruh dari faktor hak milik

lahan terlihat pada kasus 3 (Br. Pekandelan), dimana lahan permukiman ini

merupakan lahan milik banjar yang kemudian disewakan kepada pendatang. Pihak

banjar yang merupakan pemilik lahan pada permukiman ini, mempermudah

pemilik lahan dan warga permukiman untuk mengajukan permohonan bantuan

kepada pemerintah untuk memperbaiki infrastruktur yang sudah ada sebelumnya.

Lain halnya dengan kasus 2, hak milik lahan permukiman ada pada pihak

perseorangan yang merupakan warga desa tersebut. Salah satu penyebab

Page 85: unud-894-605556956-4. bab iv rev.pdf

131

permukiman ini tidak memperoleh bantuan dari pemerintah adalah pemilik lahan

yang berjumlah 2 orang yang hanya merupakan warga biasa. Namun pemilik

lahan bersama warga permukiman tetap membangun jaringan infrastruktur,

seperti jalan dan saluran drainase secara swadaya.

4.5.4 Potensi pada site

Faktor berikutnya adalah potensi pada site permukiman yang juga

mempengaruhi pengadaan infrastruktur. Potensi pada site yang dimaksud,

misalnya sungai, lahan kosong atau tegalan yang dimanfaatkan untuk mendukung

pembangunan infrastruktur. Secara keseluruhan, potensi site menjadi faktor

pengaruh dalam pengadaan infrastruktur khususnya yang berkaitan dengan

pembuangan limbah, baik limbah cair, padat, maupun sampah. Pada kasus 1 dan

3, lokasi permukiman berada dekat dengan sungai. Tidak hanya saluran drainase

yang bermuara ke sungai dekat permukiman, namun juga saluran pembuangan

limbah cair yang berasal dari dapur dan kamar mandi, juga bermuara ke sungai.

Untuk limbah sampah, selain terdapat pihak swasta yang mengangkut sampah-

sampah tersebut, masih ada sebagian warga yang memanfaatkan potensi site yang

ada seperti sungai dan lahan kosong sebagai tempat pembuangan sampah. Hal ini

tentunya dapat merusak lingkungan yang ada di sekitar permukiman tersebut.

4.5.5 Sumber daya manusia

Faktor sumber daya manusia yang dimaksud adalah peran dari masing-

masing pihak yang terkait dalam proses pengadaan infrastruktur hingga tahap

pengelolaannya. Faktor ini terlihat pada kasus 3 dalam pengadaan fasilitas

Page 86: unud-894-605556956-4. bab iv rev.pdf

132

pengelolaan limbah berbasis masyarakat (Sanimas). Kerjasama antara pihak

pemerintah, pihak swasta, pemilik lahan serta warga permukiman itu sendiri

sangat baik, sehingga program Sanimas yang diadakan oleh pemerintah dapat

berjalan dengan baik hingga saat ini. Pihak pemerintah berperan sebagai pihak

yang menaungi diadakannya program ini, sedangkan pihak swasta berperan dalam

pembangunan fasilitas Sanimas, dan warga permukiman melalui suatu organisasi

berperan dalam mengelola fasilitas tersebut.

4.5.6 Kondisi site

Faktor kondisi site secara keseluruhan terkait dengan proses pengadaan

saluran-saluran drainase serta saluran pembuangan limbah. Pada kasus 2 kondisi

site berpengaruh dalam pengadaan saluran pembuangan limbah. Kondisi

kemiringan site pada permukiman ini lebih rendah pada ujung belakang

permukiman, yang juga merupakan letak dari sungai. Saluran-saluran mikro yang

berasal dari hunian masing-masing bermuara pada saluran makro yang ada di

jalan utama permukiman, kemudian saluran ini mengalir ke bbagian belakang

permukiman yaitu ke sungai. Aliran limbah pada saluran ini berjalan lancar,

namun akibat kemiringan site yang semakin ke belakang semakin rendah,

menyebabkan permukiman ini menjadi daerah aliran air yang berasal dari

permukiman yang berada pada daerah yang lebih tinggi.

Berdasarkan penjabaran diatas, dalam proses pengadaan infrastruktur pada

masing-masing kasus permukiman kumuh memiliki beberapa faktor pengaruh

yang sama, dengan tingkat kepentingan yang berbeda-beda. Pada permukiman

kumuh kasus pertama, faktor yang mempengaruhi pengadaan infrastruktur adalah

Page 87: unud-894-605556956-4. bab iv rev.pdf

133

faktor kondisi fisik infrastruktur yang ada (Fb), kemudian faktor berikutnya

adalah faktor status lahan (Fa), faktor kondisi site permukiman (Ff), serta faktor

potensi pada site (Fd). Faktor pengaruh yang dominan pada kasus 1 adalah faktor

kondisi infrastruktur yang ada (Fb). Pada kasus ini, infrastruktur pada awalnya

dibangun oleh pemilik masing-masing lahan bersama dengan warga permukiman

dengan kondisi yang seadanya. Semakin padatnya hunian pada permukiman ini

dengan kondisi infrastruktur yang sangat minim bahkan dapat dikatakan buruk

mengakibatkan kondisi lingkungan permukiman ini juga menjadi buruk. Kondisi

ini yang menyebabkan pemerintah turun langsung memberikan bantuan dalam

pengadaan maupun perbaikan jaringan infrastruktur pada permukiman ini,

sehingga pada saat ini kondisi lingkungan permukiman menjadi lebih baik dari

sebelumnya.

Pada permukiman kumuh kasus kedua, faktor-faktor yang mempengaruhi

dalam proses pengadaan infastruktur adalah, faktor status lahan (Fa), faktor hak

milik lahan (Fc), faktor potensi pada site (Fd), serta faktor kondisi site

permukiman (Ff). Faktor pengaruh yang paling dominan yaitu faktor status lahan

(Fa). Pada kasus permukiman kumuh yang kedua, status lahan menjadi dasar

pertimbangan yang utama dalam proses pengadaan infrastruktur. Permukiman ini

tidak memperoleh bantuan apapun dari pemerintah terkait dengan infrastruktur.

Hal ini disebabkan oleh status lahan permukiman yang merupakan lahan sewa,

sehingga permukiman ini menjadi prioritas kesekian bagi pemerintah. Oleh karena

itu, warga permukiman bersama dengan pemilik lahan secara swadaya

membangun infrastruktur di permukiman ini.

Page 88: unud-894-605556956-4. bab iv rev.pdf

134

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengadaan infrastruktur pada

permukiman kumuh kasus ketiga adalah, faktor hak milik lahan (Fc), faktor status

lahan (Fa), faktor kondisi fisik infrastruktur yang ada (Fb), faktor potensi pada site

(Fd), faktor sumber daya manusia (Fe), serta faktor kondisi site permukiman (Ff).

Terdapat 2 faktor pengaruh yang paling dominan pada kasus ketiga yaitu faktor

hak milik lahan (Fc), faktor status lahan (Fa). Secara keseluruhan kondisi

permukiman kumuh pada kasus ketiga lebih baik jika dibandingkan dengan

permukiman kumuh pada kasus 1 dan 2. Faktor yang paling berpengaruh dalam

hal ini adalah hak milik lahan permukiman merupakan hak milik banjar yaitu

Banjar Pekandelan. Hal ini mengakibatkan dengan mudahnya permukiman ini

memperoleh bantuan dari pemerintah walaupun status lahan merupakan lahan

sewa, namun tetap berdasar atas pertimbangan-pertimbangan dari pemerintah

dalam memberikan bantuan.

Berdasarkan pemaparan diatas, faktor-faktor pengaruh kondisi dan

pengadaan infrastruktur permukiman kumuh dapat digolongkan menjadi 3 faktor

yang dilihat secara makro yaitu, (1) faktor alam, meliputi kondisi site dan potensi

pada site; (2) faktor buatan, meliputi kondisi fisik permukiman; serta (3) faktor

sosial, meliputi status lahan, hak milik lahan, dan sumber daya manusia.

Keseluruhan faktor ini terkait satu sama lainnya dan memiliki perbedaan pada

setiap kasus permukiman kumuh yang diteliti.