unesco education 2009

13

Click here to load reader

Upload: mas-abi

Post on 16-Jun-2015

155 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

An Education Reviews in 2009

TRANSCRIPT

Page 1: UNESCO Education 2009

EDUCATION - 2008 List of Titles Source Topics related to

UNESCO

Disusun Panduan Pendidikan Kesetaraan

Kompas 15-7-2009 Education Policy

Hari Aksara Internasional Dipusatkan di Cilegon

Suara Merdeka 5-9-2009 Literacy Day

Indonesia to Miss Literacy Goal JakartaGlobe 7-9-2009 Literacy Day – Indonesia

Keselarasan Perlu Diutamakan Kompas 13-8-2009 Higher Education

Malaysia Allocates 25 of expenditure for Education

Bernama 24-3-2009 Education - Malaysia

Pendidikan Tanamkan Nilai Perdamaian

Kompas 30-9-2009 Peace Education

PERINGATAN HARI AKSARA INTERNASIONAL 2009 DIPUSATKAN DI CILEGON

Depkominfo 4-9-2009 Literacy Day

Peringatan Hari Aksara Internasional Ke 44 2009 dipusatkan di Cilegon

Go.id Diknas 7-9-2009

Literacy Day

Presiden SEAMEO Resmikan Pusat Pelatihan Guru di Indonesia

Antara 14-7-2009 SEAMEO - Teacher Education

Tahun 2009, Satu juta orang menganggur

Suara Pembaruan 18-6-2009 Education Quality - Indonesia

UNESCO Sarankan BOS ke Dunia Detik.com 26-5-2009 School - Budget

UNESCO-SIKIB dan pembelajaran daerah tertinggal

Kompas 7-8-2009

Education - Indonesia

Top -------------------------------------

Page 2: UNESCO Education 2009

Source: Kompas 15-7-2009 Disusun Panduan Pendidikan Kesetaraan Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO) sedang menyempurnakan panduan pendidikan kesetaraan untuk regional Asia-Pasifik. Panduan itu berisi sistem pendidikan kesetaraan, termasuk perencanaan, evaluasi, dan akreditasi. ”Kami harapkan, setelah melalui penyempurnaan dan evaluasi, panduan siap diluncurkan akhir tahun ini atau paling lambat awal 2010,” kata Hameed A Hakeem, Penasihat dan Koordinator Asia-Pacific Programme of Education for All UNESCO Bangkok, Thailand, saat studi lapangan di Sekolah Alternatif Qaryah Thayyibah di Kota Salatiga, Jawa Tengah, Selasa (14/7). (GAL) Top -------------------------------------

Source: Suara Merdeka 5-9-2009

http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2009/09/05/35835

05 September 2009 | 22:22 wib | Nasional

Hari Aksara Internasional Dipusatkan di Cilegon Jakarta, CyberNews. Puncak peringatan Hari Aksara Internasional (HAI) ke-44 2009, akan digelar pada Selasa (8/9) dan dipusatkan di halaman Hotel Mangkuputra, Cilegon Provinsi Banten. Agenda tahunan ini akan dihadiri oleh Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Bambang Sudibyo, Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Meutia Farida Hatta Swasono, dan Menteri Dalam Negeri Mardiyanto. Peringatan HAI mengambil tema Hari Aksara Internasional ke-44 Mewujudkan Pendidikan Keaksaraan sebagai Gerakan Pemberdayaan Masyarakat. Pada kesempatan tersebut Mendiknas akan menyerahkan penghargaan Anugerah Aksara kepada enam gubernur, 19 bupati, dan delapan walikota yang berprestasi tindalam menyukseskan program pemberantasan buta aksara.. Penghargaan juga akan diberikan kepada tutor, tokoh pendidikan nonformal, wartawan, dan masyarakat umum. Menurut Direktur Jenderal Pendidikan Nonformal dan Informal (Dirjen PNFI) Depdiknas Hamid Muhammad, peringatan HAI ke-44 dirangkai dengan berbagai kegiatan yaitu pameran keaksaraan pada 7-8 September 2009 di Hotel Mangkuputra, Cilegon; talkshow di TVRI; dan temu nasional pada Minggu, (6/9) di Hotel Permata Krakatau, Cilegon. "Hari Aksara Internasional pada tahun ini merupakan tonggak pembatas karena kita punya target Renstra tahun 2009 ini minimal sisa penduduk buta aksara lima persen," katanya dalam siaran persnya, Sabtu (5/9). Hamid menyebutkan, berdasarkan perhitungan sementara dari Pusat Statistik Pendidikan (PSP) diproyeksikan pada tahun 2009 ini angka prosentasi buta aksara tidak bisa persis lima persen. "Masih sisa 5,03 persen. Ini masih nanti kemungkinan bisa berkembang karena kami masih menunggu laporan resmi dari setiap provinsi, kabupaten, dan kota yang melaksanakan program ini," katanya. Namun demikian, lanjut Hamid, mulai tahun ini program pemberantasan buta aksara tidak lagi hanya sekedar menghitung angka-angka prosentase dan angka capaian sesuai dengan Renstra, tetapi lebih dari itu yaitu mengadopsi program Literacy Initiative for Empowerment yang dirintis oleh UNESCO.

Page 3: UNESCO Education 2009

Program ini ditujukan bagi negara-negara yang angka buta aksaranya tinggi. "Indonesia baru masuk pada tahap ketiga untuk melaksanakan (program) ini bersama-sama dengan Cina dan beberapa negara lainnya,” jelasnya. Hamid mengatakan, inti dari program ini adalah bahwa program pemberantasan buta aksara harus memberdayakan dan bisa memberikan pencerahan dan pemberdayaan kepada masyarakat. Bukan hanya sekedar melek aksara saja, tetapi diupayakan setelah melek aksara ada upaya-upaya pemberdayaan yang arahnya adalah pemberdayaan secara ekonomi untuk kesejahteraan. "Pemberdayaan di bidang sosial budaya dalam rangka melestarikan aspek-aspek sosial budaya dan komunalitas yang berkembang di masyarakat termasuk di dalam menjaga kelestarian lingkungan," imbuhnya. Hamid mengatakan, pemberantasan buta aksara akan difokuskan di 142 kabupaten yang angka buta aksaranya di atas lima persen. Fokus lainnya adalah menangani komunitas khusus seperti masyarakat Badui dan pemberdayaan perempuan. Dia menyebutkan, dari sisa penduduk buta aksara sekira delapan juta orang sebanyak 76 persen adalah penduduk usia 45 tahun ke atas. Untuk itu, kata dia, diperlukan strategi lain. "Bukan belajar keaksaraan yang dipentingkan, tetapi lebih banyak kepada kelompok belajar usaha. Jadi life skill dulu yang kita berdayakan ke mereka," tukasnya. Beberapa praktek terbaik program pemberantasan buta aksara seperti yang dilakukan di Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat dengan program inova kreatif keaksaraan sistem 32 hari bisa baca, tulis, dan hitung juga akan dikembangkan. "Sistem yang dikembangkan di Karawang ini akan diadopsi oleh Nusa Tenggara Barat. Seluruh kabupaten di NTB akan mengadopsi," tuturnya. Sementara Direktu Pendidikan Masyarakat Direktorat Jenderal PNFI Depdiknas Ella Yulaelawati mengatakan, kendala pemberantasan penduduk buta aksara usia 15-44 tahun adalah mereka kebanyakan dari etnis terpencil dan pedalaman, sedangkan kedala makro adalah penduduk usia 45 tahun ke atas. "Masalahnya sudah kurang motivasi belajar dan masalah fisik," katanya. Untuk mengatasi kendala tersebut, kata Ella, adalah melalui program pemberdayaan perempuan seperti penerbitan Koran Ibu sebagai media menulis dari perempuan, oleh perempuan, dan untuk perempuan. "Orang-orang tua dan dewasa memperoleh bahan ajar dari mereka sendiri, sehingga tidak merasa digurui," ujarnya. Ella menambahkan, unit cost anggaran untuk pemberantasan buta aksara bagi 1,2 juta sasaran adalah Rp 400.000,00 per sasaran. "Sekitar 600 miliar. Tahun 2010 tentu berkurang karena sasarannya berkurang," tandasnya. Adapun Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Banten Eko Endang Koswara menyampaikan, pada awalnya provinsi-yang sembilan tahun lalu adalah bagian dari Provinsi Jawa Barat-ini merupakan daerah lumbung buta aksara dan termasuk sepuluh besar provinsi yang buta aksaranya tinggi. "Sekarang Provinsi Banten sudah pada urutan ke tujuh terkecil dari tingkat nasional," ungkapnya. Eko menyebutkan, penderita buta aksara di Provinsi Banten tinggal 155.305 jiwa atau 2,37 persen dan dari delapan kabupaten kota di wilayah ini ada dua kota dan satu kabupaten yang sudah tuntas buta aksaranya yakni Kota Cilegon, Kota Tangerang, dan Kabupaten Serang. "Upaya yang kita lakukan dengan pendekatan dan strategi blok, vertikal, dan horisontal dan juga

Page 4: UNESCO Education 2009

kemitraan dengan organisasi dan lembaga terkait," tegasnya. ( Saktia Andri Susilo / CN08 ) Top ------------------------------------- Anita Rachman Source: The JakartaGlobe 7-9-2009 http://thejakartaglobe.com/news/indonesia-to-miss-literacy-goal/328604 Indonesia to Miss Literacy Goal The government is likely to fall short of its mark in efforts to reduce the illiteracy rate to 5 percent by the end of the year — and officials are blaming a lack of motivation among those who can’t read and problems in reaching remote areas. Ella Yulaelawati, the director of community education at the Ministry of National Education, said boosting literacy in the country was challenging because many of those who needed help lived in remote or isolated areas. She said it was also particularly difficult to teach people who were more than 45 years old. “The problems are lack of motivation and physical barriers” in reaching the out-of-the-way areas, Ella said. Hamid Muhammad, the director general of nontraditional education at the of Education Ministry, said the ministry projected that by end of this year the illiteracy rate would stand at about 5.3 percent, or around 8.3 million people. “This number might change, as we are still waiting for official reports from each province, district and municipality that is running this program,” Hamid said, adding that 76 percent of the illiterate people were 45 years or older, an age range that required a specialized teaching strategy. For years, local organizations such as Prosperity Family Education (PKK), women’s organizations at the district level, mosque councils and Christian institutions have provided intensive courses for illiterate people, particularly women. The government is now adopting a program pioneered by the United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization that not only tackles illiteracy, but also works “toward economic empowerment to develop the people’s welfare.” “It’s not only learning how to read, but includes entrepreneurship learning groups,” Hamid said. “So we give them life skills first to empower them.” He said the illiteracy eradication efforts would focus on 142 districts with rates of more than 5 percent. Unesco has set a target of increasing global literacy rates by 50 percent by 2015, but Indonesia set its sights on reducing illiteracy to 5 percent six years ahead of the Unesco schedule. Today, Indonesia plans to mark the 44th International Literacy Day with a ceremony in Cilegon, West Java. Top -------------------------------------

Page 5: UNESCO Education 2009

Source: Kompas 13-8-2009 Keselarasan Perlu Diutamakan Pembuatan kebijakan serta pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi perlu mengutamakan keselarasan antara manusia dan manusia serta manusia dan alam. Dengan demikian, diharapkan kesenjangan sosial dan kerusakan alam akibat pembangunan bisa dikurangi. Hal ini diungkapkan Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Sudjarwadi dalam World Conference on Science, Education, and Culture 2010 atau Wisdom di UGM, Yogyakarta, Rabu (12/8). Konferensi bertema ”Local Wisdom Inspiring Global Solution” ini dihadiri petinggi dari 19 perguruan tinggi terkemuka se-Indonesia, perwakilan perguruan tinggi asing, dan perwakilan UNESCO. (IRE) Top -------------------------------------

Source: Bernama 24-3-2009

Malaysia Allocates 25% Of Expenditure For Education

By D. Arul Rajoo BANGKOK, March 24 (Bernama) -- Malaysia had the highest allocation of total public expenditure for education at 25 per cent, and is making good progress towards the Education for All (EFA) goals, according to a report released by UNESCO Tuesday. The share of total government expenditure devoted to education ranged from nine per cent in Japan to 25 per cent in Malaysia and Thailand, said the '2009 EFA Global Monitoring Report - Overcoming inequality: Why Governance Matters'. The median percentage of gross national product (GNP) devoted to education was 3.6 per cent in East Asia in 2006, with Cambodia allocating 1.8 per cent, compared with 6.6 per cent in Malaysia and Australia 4.7 per cent. Unesco director-general Koichiro Matsuura said when financial systems failed, the consequences were highly visible and governments acted, compared to the impact when education failed. "...but no less real. Unequal opportunities for education fuel poverty, hunger and child mortality, and reduce prospects for economic growth. That is why governments must act with a greater sense of urgency," he said. Malaysia has also one of the highest teaching staff increase in the region, with an increase of more than 30 per cent since 1999. Unesco said East Asia and the Pacific accounted for nearly 13 per cent of the world's out-of-school population in 2006 -- equivalent to 9.5 million non-enrolled children, an increase of 3.5 million since 1999. It said 75 million children of primary school age were not in school throughout the world, including just under one-third of the relevant age group in sub-Saharan Africa. These children are being deprived of the opportunity to get their feet on the first rung of a ladder that could give them the skills and knowledge to climb out of poverty and break the transmission of disadvantage across generations.

Page 6: UNESCO Education 2009

Malaysia, along with Cambodia, Myanmar and South Korea, made extraordinary progress in reducing the number of children not enrolled, but the number of out-of-school children increased in the Cook Islands, Fiji, the Philippines and Vanuatu. The report also showed that almost all children reached the last grade of primary education in Malaysia, Brunei and Korea, as compared to Cambodia and Laos which had the survival rates of 55 per cent and 62 per cent, respectively. On children who completed the primary education cycle, Unesco said girls were at a disadvantage for entering secondary education, adding that the transition rate from primary to secondary education was about 90 per cent in Malaysia, Fiji, the Philippines and Korea. Unesco said a recent monitoring work underlined the appalling and unequal state of education infrastructure and quality in 11 developing countries, including Malaysia and the Philippines. "While Malaysia was found to have the best resourced schools, half or more of school heads in the Philippines said their 'school needs complete rebuilding' or 'some classrooms need major repairs," it said. In terms of fundamental resources for learning, only 20 per cent or less attending schools with no libraries in Malaysia, as compared to the Philippines where half of students attend schools with no libraries and about the same percentage, have no textbooks. -- BERNAMA

Top ------------------------------------- Source: Kompas 30-9-2009 http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/09/30/04221381/pendidikan..tanamkan.nilai.perdamaian Pendidikan Tanamkan Nilai Perdamaian Rabu, 30 September 2009 | 04:22 WIB Serang, Kompas - Pendidikan memiliki peran penting untuk menanamkan pemahaman dan nilai perdamaian bagi generasi muda. Langkah ini penting untuk menciptakan kehidupan bersama yang jauh dari kekerasan. Demikian antara lain disampaikan Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia di UNESCO Arief Rahman seusai pembukaan Konferensi Pemuda Internasional bertajuk ”The Role of Youth to Establish Peace, Toward a Future World without Violent Radicalization,” di Provinsi Banten, Selasa (29/9). Konferensi pemuda yang dihadiri 150 pemuda dari 20 negara di Kabupaten Serang, Provinsi Banten, itu untuk berbagi informasi serta pengalaman di negaranya masing-masing dalam menghadapi tindak kekerasan. Konferensi ini dibuka Menteri Negara Pemuda dan Olahraga Adhyaksa Dault di Banten, Selasa (29/9). Konferensi yang digagas UNESCO (Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa) bekerja sama dengan Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga serta Pemerintah Provinsi Banten ini merupakan wujud keprihatinan terhadap pemuda dan anak-anak yang sering menjadi korban kekerasan. Pemuda dari lima benua tersebut mendiskusikan rekomendasi yang akan dibawa dalam Sidang Tahunan UNESCO di Paris pada Jumat (2/10) mendatang. Rekomendasi yang disebut sebagai Deklarasi Banten ini diharapkan bisa menjadi masukan pada sidang tahunan tersebut. ”Indonesia dipilih sebagai tempat konferensi karena dianggap sebagai laboratorium kehidupan manusia di dunia karena memiliki kebhinekaan kultur, agama, dan keragaman lainnya,” ujar Arief Rahman. Indonesia juga dinilai memiliki prestasi karena memiliki Undang-Undang (UU) Kepemudaan yang akan dijadikan masukan bagi negara-negara di dunia yang belum memiliki UU serupa.

Page 7: UNESCO Education 2009

Arief mengatakan bahwa ada empat tema yang melandasi rekomendasi Deklarasi Banten, yakni peranan pendidikan, peranan pemuda dan olahraga, peranan media, dan peranan masyarakat. Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Provinsi Banten Iin Mansyur mengatakan, Deklarasi Banten merupakan hasil pembahasan dan kesepakatan peserta konferensi, yang ingin mencegah kekerasan dan radikalisme di dunia. Serta keinginan agar pemuda dapat berperan dalam menjaga dan meningkatkan perdamaian dunia. ”Itulah yang akan dirumuskan dalam konferensi pemuda ini,” katanya. Konferensi ini juga diikuti wakil dari Komite Nasional Pemuda Indonesia, organisasi pemuda, perwakilan dari beberapa provinsi di Indonesia, unsur perguruan tinggi, dan individu yang peduli masalah kepemudaan dan internasional. Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah mengapresiasi penyelenggaraan konferensi yang bertujuan mendorong kehidupan damai di seluruh dunia. Dipilihnya Banten sebagai tempat konferensi diharapkan dapat memperkenalkan Banten dan ragam potensinya kepada dunia internasional. (CAS) Top ------------------------------------- Source: Depkominfo 4-9-2009 http://www.depkominfo.go.id/2009/09/04/peringatan-hari-aksara-internasional-2009-dipusatkan-di-cilegon/ PERINGATAN HARI AKSARA INTERNASIONAL 2009 DIPUSATKAN DI CILEGON Jakarta, 4/9/2009 (Kominfo-Newsroom) - Puncak peringatan Hari Aksara Internasional (HAI) ke-44 2009 yang akan digelar pada Selasa (8/09/2009) akan dipusatkan di Hotel Mangkuputra, Cilegon, Provinsi Banten, kata Direktur Jenderal Pendidikan Nonformal dan Informal (Dirjen PNFI) Depdiknas Hamid Muhammad di Jakarta, Jumat (4/9). Agenda tahunan ini akan dihadiri oleh Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Bambang Sudibyo, Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Meutia Farida Hatta Swasono, dan Menteri Dalam Negeri Mardiyanto. Peringatan HAI mengambil tema Hari Aksara Internasional ke-44 Mewujudkan Pendidikan Keaksaraan sebagai Gerakan Pemberdayaan Masyarakat. Pada kesempatan tersebut Mendiknas akan menyerahkan penghargaan Anugerah Aksara kepada enam gubernur, 19 bupati, dan delapan walikota yang berprestasi dalam menyukseskan program pemberantasan buta aksara. Penghargaan juga akan diberikan kepada tutor, tokoh pendidikan nonformal, wartawan, dan masyarakat umum. Dirjen Pendidikan Nonformal dan Informal (Dirjen PNFI) Depdiknas Hamid Muhammad mengatakan, peringatan HAI ke-44 dirangkai dengan berbagai kegiatan yaitu pameran keaksaraan pada 7-8 September 2009 di Hotel Mangkuputra, Cilegon, kemudian talkshow di TVRI dan temu nasional pada Minggu (6/09/2009) di Hotel Permata Krakatau, Cilegon. “Hari Aksara Internasional pada tahun ini merupakan tonggak pembatas karena Depdiknas memiliki target Renstra tahun 2009 ini minimal sisa penduduk buta aksara lima persen,” katanya. Hamid menyebutkan, berdasarkan perhitungan sementara dari Pusat Statistik Pendidikan (PSP) diproyeksikan pada tahun 2009 ini angka prosentasi buta aksara tidak bisa persis lima persen. “Masih sisa 5,03 persen. Ini nanti kemungkinan bisa berkembang karena masih menunggu laporan resmi dari setiap provinsi, kabupaten, dan kota yang melaksanakan program ini,” katanya. Namun demikian, lanjut Hamid, mulai tahun ini program pemberantasan buta aksara tidak lagi hanya sekedar menghitung angka-angka prosentase dan angka capaian sesuai dengan Renstra, tetapi lebih dari itu yaitu mengadopsi program Literacy Initiative for Empowerment yang dirintis oleh UNESCO. Program ini ditujukan bagi negara-negara yang angka buta aksaranya tinggi. “Indonesia baru masuk pada tahap ketiga untuk melaksanakan (program) ini bersama-sama dengan China dan beberapa negara lainnya,” katanya. Hamid mengatakan, inti dari program ini adalah bahwa program pemberantasan buta aksara harus memberdayakan dan bisa memberikan pencerahan dan pemberdayaan kepada masyarakat. Bukan hanya sekedar melek aksara saja, tetapi diupayakan setelah melek aksara ada upaya-upaya pemberdayaan yang arahnya

Page 8: UNESCO Education 2009

adalah pemberdayaan secara ekonomi untuk kesejahteraan. ”Pemberdayaan di bidang sosial budaya dalam rangka melestarikan aspek-aspek sosial budaya dan komunalitas yang berkembang di masyarakat, termasuk dalam menjaga kelestarian lingkungan,” katanya. Ia mengatakan, pemberantasan buta aksara akan difokuskan di 142 kabupaten yang angka buta aksaranya di atas lima persen. Fokus lainnya adalah menangani komunitas khusus seperti masyarakat Badui dan pemberdayaan perempuan. Dia menyebutkan, dari sisa penduduk buta aksara sekitar delapan juta orang, sebanyak 76 persen adalah penduduk usia 45 tahun ke atas. Untuk itu, kata dia, diperlukan strategi lain. “Bukan belajar keaksaraan yang dipentingkan, tetapi lebih banyak kepada kelompok belajar usaha. Jadi life skill dulu yang kita berdayakan ke mereka,” katanya. Beberapa praktik terbaik program pemberantasan buta aksara seperti yang dilakukan di Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat dengan program inova kreatif keaksaraan sistem 32 hari bisa membaca, tulis, dan hitung, juga akan dikembangkan. “Sistem yang dikembangkan di Karawang ini akan diadopsi oleh Nusa Tenggara Barat. Seluruh kabupaten di NTB akan mengadopsi,” katanya. Sementara itu Direktur Pendidikan Masyarakat Direktorat Jenderal PNFI Depdiknas Ella Yulaelawati mengatakan, kendala pemberantasan penduduk buta aksara usia 15-44 tahun adalah kebanyakan dari etnis terpencil dan pedalaman, sedangkan kendala makro adalah penduduk usia 45 tahun ke atas. “Masalahnya karena kurangnya motivasi belajar dan masalah fisik,” katanya. Untuk mengatasi kendala tersebut, kata Ella, pihaknya langkah-langkah melalui program pemberdayaan perempuan, seperti penerbitan Koran Ibu sebagai media menulis dari perempuan, oleh perempuan, dan untuk perempuan. “Orangtua dan dewasa memperoleh bahan ajar dari mereka sendiri, sehingga tidak merasa digurui,” katanya. Ella menambahkan, unit cost anggaran untuk pemberantasan buta aksara bagi 1,2 juta sasaran adalah Rp400.000 per sasaran. “Sekitar Rp600 miliar. Tahun 2010 tentu berkurang karena sasarannya berkurang,” katanya. Sementara itu Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Banten Eko Endang Koswara menyampaikan, pada awalnya provinsi yang sembilan tahun lalu adalah bagian dari Provinsi Jawa Barat ini merupakan daerah lumbung buta aksara dan termasuk sepuluh besar provinsi yang buta aksaranya tinggi. “Sekarang Provinsi Banten sudah pada urutan ke tujuh terkecil dari tingkat nasional,” katanya. Eko menyebutkan, penderita buta aksara di Provinsi Banten tinggal 155.305 jiwa atau 2,37 persen, dan dari delapan kabupaten kota di wilayah ini ada dua kota dan satu kabupaten yang sudah tuntas buta aksaranya yakni Kota Cilegon, Kota Tangerang, dan Kabupaten Serang. “Upaya yang kita lakukan dengan pendekatan dan strategi blok, vertikal, dan horisontal dan juga kemitraan dengan organisasi dan lembaga terkait,” katanya. (T.Ad/ysoel) Top ------------------------------------- Source: Diknas.go.id 7-9-2009 http://diknas.go.id/pers.php?id=50 Peringatan Hari Aksara Internasional Ke-44 2009 Dipusatkan di Cilegon 07-09-2009 16:42:46 Jakarta, Jumat (4 September 2009)--Puncak peringatan Hari Aksara Internasional (HAI) ke-44 2009 yang akan digelar pada Selasa (8/09/2009) akan dipusatkan di halaman Hotel Mangkuputra, Cilegon, Provinsi Banten. Agenda tahunan ini akan dihadiri oleh Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Bambang Sudibyo, Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Meutia Farida Hatta Swasono, dan Menteri Dalam Negeri Mardiyanto. Peringatan HAI mengambil tema Hari Aksara Internasional ke-44 Mewujudkan Pendidikan Keaksaraan sebagai Gerakan Pemberdayaan Masyarakat. Pada kesempatan tersebut Mendiknas akan menyerahkan penghargaan Anugerah Aksara kepada enam gubernur, 19 bupati, dan delapan walikota yang berprestasi tindalam menyukseskan program pemberantasan buta aksara.. Penghargaan juga akan diberikan kepada tutor, tokoh pendidikan nonformal, wartawan, dan masyarakat umum. Direktur Jenderal Pendidikan Nonformal dan Informal (Dirjen PNFI) Depdiknas Hamid

Page 9: UNESCO Education 2009

Muhammad mengatakan, peringatan HAI ke-44 dirangkai dengan berbagai kegiatan yaitu pameran keaksaraan pada 7-8 September 2009 di Hotel Mangkuputra, Cilegon; talkshow di TVRI; dan temu nasional pada Minggu, (6/09/2009) di Hotel Permata Krakatau, Cilegon. "Hari Aksara Internasional pada tahun ini merupakan tonggak pembatas karena kita punya target Renstra tahun 2009 ini minimal sisa penduduk buta aksara lima persen," katanya saat memberikan keterangan pers di Gerai Informasi dan Media, Depdiknas, Jakarta, Jumat (4/09/2009). Hamid menyebutkan, berdasarkan perhitungan sementara dari Pusat Statistik Pendidikan (PSP) diproyeksikan pada tahun 2009 ini angka prosentasi buta aksara tidak bisa persis lima persen. "Masih sisa 5,03 persen. Ini masih nanti kemungkinan bisa berkembang karena kami masih menunggu laporan resmi dari setiap provinsi, kabupaten, dan kota yang melaksanakan program ini," katanya. Namun demikian, lanjut Hamid, mulai tahun ini program pemberantasan buta aksara tidak lagi hanya sekedar menghitung angka-angka prosentase dan angka capaian sesuai dengan Renstra, tetapi lebih dari itu yaitu mengadopsi program Literacy Initiative for Empowerment yang dirintis oleh UNESCO. Program ini ditujukan bagi negara-negara yang angka buta aksaranya tinggi. "Indonesia baru masuk pada tahap ketiga untuk melaksanakan (program) ini bersama-sama dengan Cina dan beberapa negara lainnya. Hamid mengatakan, inti dari program ini adalah bahwa program pemberantasan buta aksara harus memberdayakan dan bisa memberikan pencerahan dan pemberdayaan kepada masyarakat. Bukan hanya sekedar melek aksara saja, tetapi diupayakan setelah melek aksara ada upaya-upaya pemberdayaan yang arahnya adalah pemberdayaan secara ekonomi untuk kesejahteraan. "Pemberdayaan di bidang sosial budaya dalam rangka melestarikan aspek-aspek sosial budaya dan komunalitas yang berkembang di masyarakat termasuk di dalam menjaga kelestarian lingkungan," katanya. Hamid mengatakan, pemberantasan buta aksara akan difokuskan di 142 kabupaten yang angka buta aksaranya di atas lima persen. Fokus lainnya adalah menangani komunitas khusus seperti masyarakat Badui dan pemberdayaan perempuan. Dia menyebutkan, dari sisa penduduk buta aksara sekira delapan juta orang sebanyak 76 persen adalah penduduk usia 45 tahun ke atas. Untuk itu, kata dia, diperlukan strategi lain. "Bukan belajar keaksaraan yang dipentingkan, tetapi lebih banyak kepada kelompok belajar usaha. Jadi life skill dulu yang kita berdayakan ke mereka," katanya. Beberapa praktek terbaik program pemberantasan buta aksara seperti yang dilakukan di Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat dengan program inova kreatif keaksaraan sistem 32 hari bisa baca, tulis, dan hitung juga akan dikembangkan. "Sistem yang dikembangkan di Karawang ini akan diadopsi oleh Nusa Tenggara Barat. Seluruh kabupaten di NTB akan mengadopsi," katanya. Direktur Pendidikan Masyarakat Direktorat Jenderal PNFI Depdiknas Ella Yulaelawati mengatakan, kendala pemberantasan penduduk buta aksara usia 15-44 tahun adalah mereka kebanyakan dari etnis terpencil dan pedalaman, sedangkan kedala makro adalah penduduk usia 45 tahun ke atas. "Masalahnya sudah kurang motivasi belajar dan masalah fisik," katanya. Untuk mengatasi kendala tersebut, kata Ella, adalah melalui program pemberdayaan perempuan seperti penerbitan Koran Ibu sebagai media menulis dari perempuan, oleh perempuan, dan untuk perempuan. "Orang-orang tua dan dewasa memperoleh bahan ajar dari mereka sendiri, sehingga tidak merasa digurui," katanya.. Ella menambahkan, unit cost anggaran untuk pemberantasan buta aksara bagi 1,2 juta sasaran adalah Rp400.000,00 per sasaran. "Sekitar 600 miliar. Tahun 2010 tentu berkurang karena sasarannya berkurang," katanya.

Page 10: UNESCO Education 2009

Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Banten Eko Endang Koswara menyampaikan, pada awalnya provinsi-yang sembilan tahun lalu adalah bagian dari Provinsi Jawa Barat-ini merupakan daerah lumbung buta aksara dan termasuk sepuluh besar provinsi yang buta aksaranya tinggi. "Sekarang Provinsi Banten sudah pada urutan ke tujuh terkecil dari tingkat nasional," katanya. Eko menyebutkan, penderita buta aksara di Provinsi Banten tinggal 155.305 jiwa atau 2,37 persen dan dari delapan kabupaten kota di wilayah ini ada dua kota dan satu kabupaten yang sudah tuntas buta aksaranya yakni Kota Cilegon, Kota Tangerang, dan Kabupaten Serang. "Upaya yang kita lakukan dengan pendekatan dan strategi blok, vertikal, dan horisontal dan juga kemitraan dengan organisasi dan lembaga terkait," katanya.*** Top -------------------------------------

Source: Antara 14-7-2009

Presiden SEAMEO Resmikan Pusat Pelatihan Guru di Indonesia Selasa, 14 Juli 2009 06:06 WIB | Peristiwa | Pendidikan/Agama | Dibaca 114 kali Jakarta (ANTARA News) - Presiden Organisasi Menteri Pendidikan Asean (SEAMEO/South East

Asian Ministers of Education Organization") Jurin Laksanavisit, di Jakarta, Senin. meresmikan

tiga pusat pelatihan guru di Indonesia menjadi "regional center SEAMEO"

Ketiga pusat pelatihan guru tersebut yakni pusat pelatihan bidang sains di Bandung, pusat

pelatihan bidang matematika di Yogyakarta, serta pusat pelatihan bidang bahasa di Jakarta.

"Dengan bertambahnya tiga lagi `regional center SEAMEO` di Indonesia diharapkan kualitas

guru dan kualitas pendidikan di Asean menjadi lebih baik," kata Jurin Laksanavisit yang juga

Menteri Pendidikan Nasional Thailand.

Sementara Menteri Pendidikan Nasional, Bambang Sudibyo mengatakan, dengan diresmikannya

tiga pusat pelatihan guru menjadi regional center SEAMEO maka SEAMEO secara keseluruhan

memiliki 18 regional center, enam di antaranya ada di Indonesia.

Menurut dia, dengan diresmikannya tiga lagi "regional center SEAMEO" di Jakarta, Bandung, dan

Yogyakarta menunjukkan bahwa mutu pendidikan di Indonesia tidak kalah dengan mutu

pendidikan di negara-negara Asean.

Setelah menjadi "regional center SEAMEO", kata dia, tiga pusat pelatihan guru tersebut tidak

hanya memberikan pelatihan terhadap guru-guru di Indonesia juga guru-guru dari negara lain di

Asean.

Page 11: UNESCO Education 2009

"Ini akan menjadi pembanding kualitas pendidikan di Indonesia dengan kualitas pendidikan di

negara-negara lainnya di Asean," katanya.

Pada peresmian tiga "regional center SEAMEO" tersebut juga dilakukan telekonferensi dari

gedung Departemen Pendidikan Nasional di Jakarta dengan pengelola dan peserta pelatihan

guru di tiga regional center SEAMEO yakni di Jakarta, Bandung, dan Yogyakarta, yang

pesertanya dari Indonesia dan 10 negara lain anggota Asean (anggota baru dalam organisasi

pendidikan ini Timor Leste).

Ketika ditanya Menteri Pendidikan Nasional Bambang Sudibyo, seorang guru dari Malaysia,

Azwah, yang menjadi peserta pelatihan sains di Bandung mengatakan, ia merasa bangga bisa

mengikuti pelatihan guru tingkat Asean di "regional center SEAMEO" di Bandung.

Dalam pelatihan ini ia mendapat pengetahuan bagaimana mengajarkan matematika dengan cara

sederhana dan mudah terima murid.

"Pengetahuan ini akan saya terapkan setelah saya kembali ke Malaysia," katanya.

Seorang guru dari Thailand yang mengikuti pelatihan matematika di regional "center SEAMEO" di

Yogyakarta, Chong Chili, juga memberikan jawaban relatif sama.

Chong mengatakan, ia banyak mendapat pengetahuan baru soal bagaimana mengajar

matematika tepat. Pengetahuan tersebut akan diterapkannya kepada murid-muridnya setelah

kembali ke Thailand.(*)

COPYRIGHT © 2009

Top ------------------------------------- Source: Suara Pembaruan 18-6-2009 Tahun 2009, Satu Juta Orang Menganggur [JAKARTA] Jumlah pengangguran tingkat sarjana di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2007, jumlahnya sekitar 740.000, dan awal tahun 2009 bertambah mendekati angka satu juta atau lebih dari 900.000 sarjana yang menganggur. Hal itu disampaikan Rektor Universitas Katolik Atma Jaya, FG Winarno, saat pengukuhan guru besar fakultas teknik Unika Atma Jaya, Prof Hadi Sutanto, di Jakarta, Rabu (17/6). Prof Winarno

Page 12: UNESCO Education 2009

mengaku prihatin dengan kondisi sarjana yang menganggur saat ini, yang menurutnya memiliki tren kenaikan rata-rata sebesar 20 persen setiap tahun. Berdasarkan informasi yang diperoleh SP, pada 2005, sarjana yang menganggur sebanyak 183.629 orang. Setahun kemudian, yakni 2006 tercatat 409.890 lulusan tidak memiliki pekerjaan, tahun 2007 menjadi 740.000, dan awal tahun 2009 melonjak mendekati angka satu juta sarjana pengangguran. Hal ini harus diwaspadai, mengingat setiap tahunnya Indonesia memproduksi sekitar 300.000 sarjana dari 2.900 perguruan tinggi. Menurutnya, makin banyaknya sarjana yang menganggur disebabkan oleh rendahnya soft skill atau keterampilan di luar kemampuan utama dari sarjana yang bersangkutan. "Data itu baru dua minggu lalu saya dapat dari Dikti (Pendidikan Tinggi)," ujarnya. Dia menjelaskan, untuk mengatasi persoalan pengangguran, perlu hendaknya dikembangkan secara maksimal komitmen wirausaha (entrepreneurship) khususnya di kalangan pemuda. Suatu entrepreneur, kata Prof Winarno, idealnya sedikitnya 2 persen dari jumlah penduduk. Disebutkan, jumlah entrepreneur di Amerika Serikat telah mencapai angka 2,14 persen pada tahun 1983. Singapura, berdasarkan Global Entrepreneurship Moneter (2005) melaporkan pada tahun 2001 telah mencapai jumlah entrepreneur 2,1 persen, dan menjadi 7,2 persen tahun 2005. "Bandingkan dengan Indonesia yang pada tahun 2006 baru mencapai 0,18 persen atau hanya memiliki 400.000 entrepreneur dari jumlah penduduk 220 juta," ujarnya. Dia melanjutkan, untuk mencapai negara yang dianggap makmur, Indonesia perlu meningkatkan jumlah entrepreneur menjadi 1,1 persen atau menjadi 4,4 juta entrepreneur. Riset Sementara itu, selain persoalan sarjana yang menganggur, masalah lain yang masih mendera pendidikan di Tanah Air, yakni lemahnya daya saing riset dalam menunjang ekonomi nasional. Prof Hadi Sutanto dalam pidato saat dikukuhkan sebagai guru besar fakultas teknik Unika Atma Jaya, mengatakan, jumlah anggaran riset yang disediakan pemerintah hanya 0,07 dari GDP (gross domestic product) tahun 2009. Angka ini, tutur Prof Hadi, sangat di bawah standar yang disyaratkan badan PBB untuk pendidikan, UNESCO, yakni sebesar 3 persen dari GDP. Sebagai pembanding, katanya, negara tetangga Malaysia mempunyai anggaran riset sebesar satu persen GDP, Singapura 2,2 persen GDP, serta Korea dan Jepang sebagai negara industri lebih dari 3 persen GDP. "Ketertinggalan ini secara langsung telah menghambat perkembangan iptek di Indonesia dan semakin meningkatkan ketergantungan kita terhadap produk negara lain," katanya. [E-7] Top ------------------------------------- Source: Detik.com 26-5-2009 Selasa, 26/05/2009 11:04 WIB UNESCO Sarankan BOS ke Dunia Luhur Hertanto - detikNews Bandung - Kalangan internasional memberi penghargaan pada berbagai program pemerintah di bidang pendidikan. Program itu sukses meningkatkan angka partisipasi murni pendidikan dasar dan menengah.

Page 13: UNESCO Education 2009

Program tersebut adalah Bantuan Operasional Sekolah (BOS), BOS buku, Bantuan Khusus Murid (BKM) dan Bantuan Operasional Manajemen Mutu (BOMM). Termasuk berbagai beasiswa dan wajib belajar 9 tahun. "UNESCO telah mengakuinya sebagai best practice yang patut dicontoh oleh negara-negara lain," tutur Mendiknas Bambang Sudibyo dalam puncak peringatan nasional Hardiknas, di Sabuga, Bandung, Selasa (26/5/2009). Jumlah siswa SD dan MI se-Indonesia saat ini mencapai 28 juta orang serta SMP dan MTs 12 juta. Untuk angka partisipasi masing-masing adalah sebesar 95,14% dan 96,18%. Sementara jumlah siswa SMA, SMK dan MA lebih dari 5,1 juta orang. Jumlah mahasiswa mencapai 4,3 juta orang. "Persentase buta aksara di atas usia 15 tahun turun dari 10,21% pada 2004 menjadi 5,97% pada 2008," imbuh Mendiknas. Semua prestasi itu tidak lepas dari upaya pemerintah daerah melaksanakan program wajib belajar 9 tahun. Sebagai bentuk apresiasi, Presiden SBY menyerahkan penghargaan Widyakrama pada 10 kepala daerah yang berhasil menuntaskan program itu dengan baik. Untuk tingkat provinsi, penghargaan diberikan pada Gubernur Bangka Belitung, Sumsel dan Kepulauan Riau. Tingkat kab/kota, diberikan pada Pasaman Barat, Pangkep, Bengkulu Selatan, Depok, Banjarmasin, Batam dan Tasikmalaya. Top ------------------------------------- Source: Kompas 7-8-2009 UNESCO-SIKIB dan Pembelajaran Daerah Tertinggal Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO bekerja sama dengan Solidaritas Istri Kabinet Indonesia Bersatu (SIKIB), Kamis (6/8) di Depdiknas, Jakarta, menggelar lokakarya untuk menyusun strategi pengembangan bahan ajar dan media pembelajaran Mobil Pintar untuk daerah tertinggal, daerah pascakonflik, dan daerah rawan bencana. Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO Prof Dr Arief Rachman mengatakan, keberadaan program edukasi ini sangat penting mengingat daerah tertinggal, pascakonflik, dan rawan bencana memerlukan strategi penanganan edukasi yang berbeda. Okke Hatta Rajasa dari SIKIB mengatakan, program Indonesia Pintar diharapkan dapat membentuk manusia Indonesia dengan tingkat intelektual, mental, emosional, dan spiritual tinggi guna membangun bangsa yang sejahtera dan bermartabat. Implementasi Indonesia Pintar diwujudkan melalui program Mobil Pintar, Motor Pintar, Kapal Pintar, dan Rumah Pintar. (NAL) Top -------------------------------------