ulasan pustaka

7
Nama : Fuad Ma’mun Imron NIM : F1A012079 Judul tulisan Bisnis Jilbab Pasmina: Jelang Lebaran Kapasitas Produksi Naik 3 Kali Lipat. Sumber tulisan http://entrepreneur.bisnis.com/read/20140724/263/245801/ bisnis-jilbab-pasmina-jelang-lebaran-kapasitas-produksi-naik- 3-kali-lipat. Diakses 30 Oktober 2014 Bisnis.com, JAKARTA - Bisnis jilbab merupakan usaha yang ramai sepanjang tahun.Setiap hari, Nunik dan Mira selalu mendapat order dari konsumen yang ingin membeli kerudung. Jelang Lebaran, keduanya makin kebanjiran orderan. “Permintaan menjelang puasa naik 3 kali lipat dibandingkan hari biasa. Jika sebelumnya saya memproduksi 400 - 500 potong pasmina per bulan, sekarang kapasitas produksi mencapai 1.500 potong pasmina per bulan,” tuturnya. Untuk mengantisipasi lonjakan pesanan, Nunik sudah mempersiapkan produksi pasmina sejak sebelum puasa. Dia berbelanja bahan di Pasar Mayestik, Pasar Tanah Abang, dan Pasar Baru. Jenis bahan yang dia beli yaitu sifon cerutti. Setelah membeli bahan, dia memberikan material tersebut ke tukang jahit. Dia memanfaatkan jasa konveksi dari pihak luar (makloon) untuk menangani produksi pasmina Savana Hijab. 1

Upload: fuad-mamun-imron

Post on 12-Nov-2015

215 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Ulasan Pustaka

TRANSCRIPT

Nama: Fuad Mamun ImronNIM: F1A012079Judul tulisan Bisnis Jilbab Pasmina: Jelang Lebaran Kapasitas Produksi Naik 3 Kali Lipat.Sumber tulisan http://entrepreneur.bisnis.com/read/20140724/263/245801/bisnis-jilbab-pasmina-jelang-lebaran-kapasitas-produksi-naik-3-kali-lipat. Diakses 30 Oktober 2014Bisnis.com, JAKARTA - Bisnis jilbab merupakan usaha yang ramai sepanjang tahun.Setiap hari, Nunik dan Mira selalu mendapat order dari konsumen yang ingin membeli kerudung. Jelang Lebaran, keduanya makin kebanjiran orderan. Permintaan menjelang puasa naik 3 kali lipat dibandingkan hari biasa. Jika sebelumnya saya memproduksi 400 - 500 potong pasmina per bulan, sekarang kapasitas produksi mencapai 1.500 potong pasmina per bulan, tuturnya.Untuk mengantisipasi lonjakan pesanan, Nunik sudah mempersiapkan produksi pasmina sejak sebelum puasa. Dia berbelanja bahan di Pasar Mayestik, Pasar Tanah Abang, dan Pasar Baru. Jenis bahan yang dia beli yaitu sifon cerutti. Setelah membeli bahan, dia memberikan material tersebut ke tukang jahit. Dia memanfaatkan jasa konveksi dari pihak luar (makloon) untuk menangani produksi pasmina Savana Hijab. Jumlah tukang jahit ada 4 orang. Biaya jasa mereka saya hitung per potong pasmina, tutur Nunik.Skema produksi tersebut tak di jalankan oleh Mira. Alih-alih menggunakan jasa makloon, Mira memiliki tempat konveksi sendiri di Bandung, Jawa Barat. Selain membuat jilbab, dia juga memproduksi pakaian untuk anak muda yang dikenal dengan sebutan distributor clothing (distro). Proses pembuatan pasmina ini terbilang sederhana. Setelah membeli bahan di pasar, tukang jahit memotong bahan menjadi ukuran 180cm x 75cm. Bagian pinggir potongan bahan tersebut lalu dijahit supaya rapi.Terkait Lebaran, Mira mengaku bisnisnya mengalami peningkatan signifikan. Kenaikannya mencapai 3 kali lipat. Jika biasanya dia memproduksi 700-an kerudung, kini dia mampu menghasilkan 2000-an pasmina aneka corak dan warna setiap 2 minggu.Melihat tingginya permintaan konsumen, khususnya menjelang Lebaran, Mira menuturkan bisnis jilbab pasmina memiliki masa depan cerah. Selain produksinya mudah, pangsa pasar pengguna jilbab pun terus meningkat. Namun, dia tak menampik bahwa persaingan di bisnis ini sangat ketat. Penjual jilbab pasmina terus bertambah bak jamur di musim hujan. Oleh karena itu, dia berusaha mempertahankan kualitas dan memaksimalkan pemasaran. Memiliki barang bagus saja tidak cukup. Pelaku usaha harus bisa memasarkan barangnya secara maksimal. Salah satu saluran yang bisa digunakan adalah media sosial di dunia maya, tuturnya.Senada dengan Mira, Nunik juga optimis dengan bisnis jilbab yang digelutinya saat ini. Selain memproduksi produk berkualitas dan memaksimalkan saluran pemasaran, dia juga menggandeng reseller. Saya memperlakukan reseller layaknya teman agar mereka nyaman bekerja sama dan setia memasarkan produk Savana Hijab, ujar Nunik. Ulasan PustakaMenjelang hari lebaran di Tanah Air, masyarakat identik dengan tingkah laku konsumtif. Beberapa tahun belakangan, ketika konsumerisme sudah melanda kota-kota besar di Indonesia, bulan suci umat Islam itu menjelma sebagai perayaan komodifikasi ritual keagamaan. Semarak menyambut hari kemenangan tersebut sudah terasa ketika memasuki awal bulan puasa. Dalam kehidupan nyata sehari-hari, arus konsumsi selama bulan Ramadhan sudah terlihat semakin nyata. Keriuhan di pusat perbelanjaan, mal, atau pasar bisa menggambarkan betapa masyarakat makin getol belanja bersamaan dengan datangnya puasa.Berbagai mal menyambut peluang ini dengan sangat cekatan. Misalnya mall yang menempelkan tulisan di setiap eskalator: belanja sambil berbuka, belanja sambil beramal. Saking giatnya masyarakat dalam kegiatan belanja, beberapa jalan raya di sekitar mal sampai macet total pada akhir pekan sebelum Ramadhan. Bulan suci umat Islam itu kini jadi ajang strategis untuk memasarkan berbagai produk industri. Kapitalisme yang semakin lihai berusaha menangkap peluang memanfaatkan ikon atau simbol agama demi mengeruk keuntungan bisnis. Bulan Ramadhan sekarang memang telah menjadikan komodifikasi agama secara besar-besaran. Segala sesuatu yang terkait ritual puasa disulap jadi komoditas untuk diperjualbelikan. Sadar atau tidak, masyarakat masuk dalam pusaran arus konsumsi itu.Komodifikasi menurut perbendaharaan kata dalam istilah marxis adalah suatu bentuk transformasi dari hubungan, yang awalnya terbebas dari hal-hal yang sifatnya diperdagangkan menjadi hubungan yang sifatnya komersil. Dalam artian bahwa hubungan sosial terreduksi menjadi hubungan pertukaran. Komodifikasi juga merupakan istilah yang hanya ada dalam konsep jual-beli di tahun 1977, namun mengekspresikan konsep fundamental atas penjelasan Karl Marx tentang bagaimana kapitalisme terbangun.Karl Marx dalam bukunya Communist Manifesto, mendefinisikan komodifikasi sebagai Callous Cash Payment, yakni pembayaran tunai yang tidak berperasaan. Ia menggambarkan bahwa kaum kapitalis yang mempunyai kontrol atas apapun telah mengubah nilai-nilai personal menjadi nilai tukar, mengubah hubungan dalam keluarga menjadi hubungan yang mempergunakan uang. Sehingga segala sesuatu tidak akan bernilai jika tidak mempunyai nilai tukar. Secara praktis komodifikasi agama merupakan transformasi nilai guna agama sebagai pedoman hidup dan sumber nilai-nilai normatif yang berlandaskan pada keyakinan ketuhanan menjadi nilai tukar, dengan menggunakan fungsi-fungsi ini disesuaikan dengan kebutuhan manusia atas agama. Secara teoritis, komodifikasi agama membuat kita mendefinisikan ulang agama sebagai komoditas pasar untuk dipertukarkan. Dalam perspektif Habermas, peningkatan komodifikasi hidup termasuk kebudayaan dan agama dijadikan oleh korporasi raksasa untuk mengubah manusia dari masyarakat rasional menjadi masyarakat tidak rasional.Menjamurnya simbol-simbol agama semakin terlihat dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat, terutama di bulan Ramadhan. Banyaknya simbol agama yang dikonsumsi serta dipakai namun tidak disertai dengan pemahaman akan simbol yang dipakai tersebut Semakin derasnya arus pemakaian simbol agama seperti pakaian muslimah, jilbab maupun kerudung adalah sebagian dari akibat dari arus konsumerisme pada era postmodern yang tidak bisa dibendung lagi.Sekarang ini memang abad kapitalisme. Kapitalisme adalah sebuah sistem yang memproduksi komoditas-komoditas, dan secara natural penciptaan komoditas adalah inti dari praktek ideologi kapitalisme. Kerangka kerja kapitalisme memahami keinginan-keinginan dalam kerangka komoditas-komoditas yang diproduksi berkaitan dengannya. Komoditas tersebut senantiasa menjadi pendukung utama dari ide mengenai kapitalisme. Dalam logika kapitalisme, sesuatu yang dianggap bernilai dan berharga tidak lebih komoditas yang diperdagangkan. Logika ini tidak hanya menyentuh benda-benda ekonomi saja, namun juga menyusup kedalam relasi-relasi sosial kehidupan manusia.Kapitalisme sudah merambah pada ranah keagamaan dan menciptakan manusia-manusia saleh secara simbolik. Bisa dilihat bagaimana kapitalisme telah sukses memoles simbol dan artefak keagamaan sekarang ini. Bahkan tidak terlalu berlebihan bahwa keagamaan dewasa ini dipraktekkan hanya melalui simbol-simbol yang tampak saja, belum menyentuh ke dalam hati, atau bisa dikatakan banyak orang dewasa ini melakukan agama hanya di kulit luarnya saja. Semangat agama dalam tataran simbol-simbol inilah yang menjadi incaran baru industri kapitalisme. Banyak orang dewasa ini berpikir bahwa suatu kesalehan dapat dikejar dengan kepuasan simbolik semata, karena memang konsumsi massa mampu menciptakan kepuasan lahir yang begitu melekat. Secara sadar industri kapitalisme ini telah memperalat agama untuk merauk keuntungan yang sebesar-besarnya.Puasa yang semestinya mengajarkan hidup sederhana akhirnya dijadikan momen pentas gaya hidup yang boros dan glamor. Kesalehan dipamerkan lewat artefak simbolis yang instan, seperti jilbab atau kerudung yang beraneka variasi. Spiritualitas Ramadhan jadi spiritualitas bersenang-senang. Puasa dimaknai lewat kemeriahan yang dangkal.

Daftar PustakaRitzer, George. 2002. Ketika Kapitalisme Berjingkrang: Telaah Kritis Terhadap Gelombang McDonaldisasi Yogyakarta: Pustaka PelajarGiddens, Anthony, 1986. Kapitalisme dan Teori Sosial Modern. Suatu Analisis Karya Tulis Marx, Durkheim dan Max Weber. Jakarta. UI Press

1