ukd 3 iad makalah
TRANSCRIPT
MELIHAT PERBEDAAN DAN PERBANDINGAN ANTARA
EKOSISTEM PEMUKIMAN KOTA DENGAN EKOSISTEM
PEMUKIMAN DESA DARI SUDUT PANDANG SOSIOLOGI
DI SUSUN OLEH:
TRIANA RAHMAWATI D0311068
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kehidupan ini pada dasarnya saling bergantung dan berpengaruh antara
yang satu dengan yang lain, seperti manusia yang bergantung dengan alam
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari begitu juga alam yang
bergantung dengan manusia untuk menjaga dan melestarikan kehidupan
alam, maupun antara manusia yang satu dengan yang lain yang juga memiliki
hubungan timbale balik diantara keduanya dan ini berlaku juga untuk
tumbuhan dan hewan, inilah makna dari ekosistem itu sendiri jika dikaitkan
dengan ilmu social khususnya ilmu sosiologi. Dari hubungan ini, yang
terjalin terus-menerus dan tak akan pernah putus sampai kapanpun, tanpa kita
sadari akan membentuk ekosistem-ekosistem yang tidak terbatas pada
ekosistem alami yang memang murni tercipta dari alam namun akan
membentuk pula ekosistem buatan seperti ekosistem pemukiman kota dan
desa yang memiliki ketimpangan dianatara keduanya, memiliki dampak yang
berbeda-beda dalam kehidupan seperti kehidupan dengan social dan budaya
yang baragam maupun penyakit yang ditimbulkan hingga perbedaan dengan
begitu jelas terlihat dan dapat di analis dengan ilmu sosiologi. Dari
menganalisis perbedaan-perbedaan ini, akan kita pahami dengan baik bahwa
perkotaan tidak selamanya membawa dampak baik dan positif untuk manusia
karena perbandingan antara luas lahan pemukiman dengan jumlah penduduk
yang tidak sebanding. Sedangkan di pedesaan memiliki dampak baik yang
tidak kita sadari karena terlalu berambisi dan berparadigma yang salah seperti
fikiran bahwa hidup di kota pasti membawa kesuksesan tanpa dibekali
ketrampilan dan ilmu pengetahuan yang bisa bersaing dengan penduduk kota
yang sudah memiliki tekhnologi lebih canggih, ilmu yang lebih maju dan
kehidupan yang lebih terbuka padahal di desa yang dimana luas lahannya
yang kekurangan sumber daya manusia untuk mengelola dan memajukan
kehidupan desa.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang ada, maka rumusan masalah
yang dibahas adalah :
1. Hal apa yang menyebabkan terbentuknya sebuah ekosistem?
2. Bagaimana gambaran kehidupan ekosistem pemukiman kota?
3. Bagaimana penyakit dapat berkembangbiak di kehidupan kota yang sudah
maju?
4. Mengapa terjadi perbedaan yang timpang antara ekosistem kehidupan
kota dengan ekosistem kehidupan desa?
5. Seberapa timpang perbedaan diantara keduanya tersebut?
6. Bagaimana penyelesaian dari ketimpangan yang muncul.
C. Tujuan Penilitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam program ini adalah:
1. Mengetahui penyebab terbentuknya sebuah ekosistem.
2. Mengetahui gambaran kehidupan ekosistem pemukiman kota.
3. Mengetahui penyakit dapat berkembangbiak di kehidupan kota yang sudah
maju.
4. Mengetahui perbedaan yang timpang antara ekosistem kehidupan kota
dengan ekosistem kehidupan desa.
5. Mengetahui seberapa timpang perbedaan diantara keduanya.
6. Mengetahui solusi penyelesaian dari ketimpangan yang muncul.
D. Manfaat Penelitian
1. Melalui program ini pembaca dapat memahami
ekosistem dari sudut pandang ilmu social khususnya sosiologi.
2. Meningkatkan kualitas hidup masyarakat Indonesia
baik di ekosistem pemukiman desa maupun kota dengan menambah
wawasan mereka
BAB II
LANDASAN TEORI
E. GAMBARAN EKOSISTEM SECARA UMUM
Ekosistem adalah suatu system ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal
balik yang tidak bisa dipisahkan antara lingkungan dengan makhluk hidup
(organisme) dengan kata lain ekosistem adalah suatu tatanan kesatuan secara utuh
dan menyeluruh antara segenap unsur lingkungan hidup yang saling memengaruhi
antara satu dengan yang lainnya
Dalam ekosistem, organisme dalam komunitas berkembang bersama-sama dengan
lingkungan fisik sebagai suatu system dimana organisme akan beradaptasi dengan
lingkungan fisik juga memengaruhi lingkungan fisik untuk keperluan hidup.
Kehadiran, kelimpahan dan penyebaran suatu spesies dalam ekosistem ditentukan
oleh tingkat ketersediaan sumber daya serta kondisi faktor kimiawi dan fisis yang
harus berada dalam kisaran yang dapat ditoleransi oleh spesies tersebut, inilah
yang disebut dengan hukum toleransi.Misalnya seperti panda memiliki toleransi
yang luas terhadap suhu, namun memiliki toleransi yang sempit terhadap
makanannya, yaitu bambu dengan demikian, panda dapat hidup di ekosistem
dengan kondisi apapun asalkan dalam ekosistem tersebut terdapat bambu sebagai
sumber makanannnya. Berbeda dengan makhluk hidup yang lain, manusia seperti
kita dapat memperlebar kisaran toleransinya karena kemampuannya untuk
berpikir, mengembangkan tekhnologi yang tidak dianugerahkan untuk ciptaan
Tuhan lainnya.
Bicara ekosistem, maka kita tahu bahwa ekosistem terbagi menjadi dua yakni,
ekosistem alami dan ekosistem buatan. Yang membedakan keduanya adalah dari
proses pembentukannya. ekosistem alami dibagi lagi menjadi dua yaitu Abiotik
dan Biotik. komponen tak hidup atau Abiotik adalah komponen fisik dan kimia
tempat berlangsungnya kehidupan. Sebagian besar komponen abiotik bervariasi
dalam ruang dan waktunya. Komponen abiotik dapat berupa bahan organik,
senyawa anorganik, dan faktor yang memengaruhi distribusi organisme, yaitu:
1. Suhu . Proses biologi dipengaruhi suhu seperti mamalia dan unggas yang
membutuhkan suhu untuk meregulasi temperature dalam tubuhnya.
2. Air . Ketersediaan air memengaruhi distribusi organisme. Organisme di
gurun beradaptasi terhadap ketersediaan air di gurun.
3. Garam . Konsentrasi garam memengaruhi kesetimbangan air dalam
organisme. Beberapa organism harus beradaptasi dengan lingkungan yang
berkadar garam tinggi.
4. Cahaya matahari . Intensitas dan kualitas cahaya memengaruhi proses
fotosintesis.
5. Tanah dan batu. Beberapa karakteristik tanah yang meliputi struktur fisik,
pH, dan komposisi mineral membatasi penyebaran organisme berdasarkan
pada kandungan sumber makanannya di tanah.
6. Iklim . Iklim adalah kondisi cuaca dalam jangka waktu lama dalam suatu
area. Iklim dibagi lagi menjadi dua yakni Iklim makro meliputi iklim
global, regional dan lokal. Iklim mikro meliputi iklim dalam suatu daerah
yang dihuni komunitas tertentu.
Biotik adalah istilah yang digunakan untuk menyebut sesuatu yang hidup
(organisme). Komponen biotik adalah komponen yang menyusun suatu ekosistem
selain komponen abiotik (tidak bernyawa). Berdasarkan peran dan fungsinya,
makhluk hidup dibedakan menjadi:
Komponen heterotrof terdiri dari organisme yang memanfaatkan bahan-bahan
organik yang disediakan oleh organism lain sebagai makanannya. Disebut juga
konsumen makro atau fatograf karena makanan yang dimakan berukuran lebih
kecil. Yang tergolong heterotrof adalah manusia, hewan, jamur, dan mikroba.
Pengurai atau dekomposer adalah organisme yang menguraikan bahan yang
berasal dari organisme mati. Pengurai disebut juga konsumen makro (sapotrof)
karena makanan yang dimakan berukuran lebih besar. Organisme pengurai
menyerap sebagian hasil penguraian tersebut dan melepaskan bahan-bahan yang
sederhana yang dapat digunakan kembali oleh produsen. Yang tergolong pengurai
adalah bakteri dan jamur. Ada pula pengurai yang disebut detritivor, yaitu hewan
pengurai yang memakan sisa-sisa bahan organik, contohnya adalah kutu kayu.
Dari hubungan yang saling bergantungan dan timbale balik inilah terjadi
ketergantungan yang membentuk suatu rantai makanan yaitu perpindahan materi
dan energi melalui proses makan dan dimakan dengan urutan tertentu.
Ketergantungan pada ekosistem dapat terjadi antar komponen biotik atau antara
komponen biotik dan abiotik.
Ekosistem buatan adalah ekosistem yang diciptakan manusia untuk memenuhi
kebutuhannya. Ekosistem buatan mendapatkan subsidi energi dari luar, tanaman
atau hewan peliharaan didominasi pengaruh manusia, dan memiliki
keanekaragaman rendah.[1] Contoh ekosistem buatan adalah:
bendungan
hutan tanaman produksi seperti jati dan pinus
agroekosistem berupa sawah tadah hujan
sawah irigasi
perkebunan sawit
ekosistem pemukiman seperti kota dan desa
ekosistem ruang angkasa.
Ekosistem kota memiliki metabolisme tinggi sehingga butuh energi yang banyak.
Kebutuhan materi juga tinggi dan tergantung dari luar, serta memiliki pengeluaran
yang eksesif seperti polusi dan panas. Apa yang menyebabkan ini semua? Kita
akan membahasnya dalam bab ekosistem pemukiman kota.
F. EKOSISTEM PEMUKIMAN KOTA
Ekosistem permukiman dalam hal ini adalah sebuah ekosistem kota. Ekosistem
kota adalah lingkungan buatan yang seutuhnya diciptakan oleh manusia termasuk
hubungan sosial budayanya yang diciptakan untuk mereka sendiri. Ekosistem kota
merepresentasikan ekpresi tertinggi dari perkembangan teknologi dan evolusi
budaya manusia yang sudah lebih maju daripada sebelumnya. Komponen yang
mudah dikenali sebagai ciri bagian dari ekosistem kota adalah bangunan gedung,
komplek perumahan dan jaringan sarana transportasi. Juga termasuk di dalamnya
sejumlah jenis tanaman dan binatang yang ditempatkan pada tempat hidup yang
spesifik. Karakteristik dasar dari ekosistem kota secara umum tidak berbeda
dengan ekosistem agrikutur. Di kedua ekosistem tersebut terjadi interaksi antara
komponen hayati dan non hayati, kedua-duanya memang dipengaruhi oleh
manusia itu sendiri. Namun dominansi peran manusia pada ekosistem kota jauh
lebih tinggi, karena manusia mengendalikan komponen utama dalam lingkungan
kota, yang terdiri dari manusia itu sendiri, komponen non-manusia, dan struktur
fisiknya.
Manusia mengharapkan penyusun ekosistem kota bekerja bersama-sama untuk
mendukung kehidupannya dan meningkatkan kualitas hidupannya. Namun
demikian, komponen-komponen itu dan interaksi antar mereka seringkali
menimbulkan masalah dalam pandangan manusia (antrophosentris). Kita tilik dari
sejarah perkembangan kota sejak awal.
G. SEJARAH PERKEMBANGAN KOTA
Sejarah pekembangan kota menunjukkan bahwa pada awal tahun 1800
masyarakat yang hidup di ekosistem perkotaan diperkirakan hanya 1,7% dari
seluruh populasi dunia. Pada saat itu masyarakat hidup di pedesaan dengan
lingkungan hidup agraris. Hadirnya masyarakat industri yang ditandai dengan
revolusi Industri di Inggris dengan ditemukannya mesin pemintal pada akhir tahun
1800-an yang mengubah kehidupan dari bertani menjadi industry dan memulai
kecenderungan terjadinya urbanisasi secara global karena banyak alasan yang
sangat mendukung ketika itu. Pada tahun 1950 populasi masyarakat kota
meningkat menjadi 28%, pada tahun 1985 mencapai 42%, dan pada tahun 2000-
an akibat pertumbuhan pesat dari penduduk kota menyebabkan setengah
penduduk dunia akan tinggal pada kota-kota besar maka tidak heran jika pada
saat ini disebut sebagai urban millineum (dikutip dari www.google.com)
Seperti halnya perkembangan kota-kota lainnya di dunia, perkembangan kota-kota
di Indonesia pun mengalami percepatan pertumbuhan penduduk yang sangat
tinggi. Sebagai contoh misalnya Kota Jakarta sebagai Ibu Kota Negara, diduga
akan mengalami pertambahan ganda (doubling-time) dari apa yang terjadi pada
saat ini. Jumlah penduduk kota ini akan meningkat dari 9.842.800 jiwa menjadi
19.773.875 jiwa sehingga kepadatan penduduk akan meningkat dari 14.851
jiwa/km2 menjadi 29.870 jiwa/km2. Di samping itu perkembangan megapolitan
Jakarta dengan wilayah sekitarnya telah menyatu membentuk kawasan
megapolitan Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi).
Kawasan ini juga pada akhirnya mengalami pertumbuhan jumlah penduduk yang
sangat tinggi, dari 16 juta jiwa pada tahun 1990, meningkat menjadi 19 juta jiwa
pada tahun 1996 dan diperkirakan pada tahun 2020-an akan mencapai 30,2 juta
jiwa. Demikian halnya dengan apa yang terjadi pada perkembangan kota-kota lain
di Jawa, Sumatera, Sulawesi dan Kalimantan. Perkembangan metropolis Surabaya
telah menyebabkan meningkatnya urbanisasi sehingga jumlah penduduk Kota
Surabaya juga diduga akan mengalami peningkatan dari 2.599.796 jiwa pada
tahun 2005 menjadi hampir 4 juta jiwa pada tahun 2010. Peningkatan laju
pertumbuhan kota Surabaya diikuti oleh perkembangan kota-kota seperti Sidoarjo,
Gresik, dan Pasuruan.
Peningkatan jumlah penduduk di ekosistem perkotaan dimbangi dengan
pertumbuhan ekonomi kawasan dan aset pembangunan seperti infrastruktur kota,
jaringan jalan, gedung-gedung perkantoran, apartemen, dan lain-lain. Namun
demikian terjadi pula peningkatan perubahan bentang alam, konversi lahan,
peningkatan ketidakteraturan, berkurangnya kebersihan dan meningkatnya volume
sampah serta pencemaran udara serta air. Di samping itu, muncul permasalahan
yang berkaitan dengan hadirnya organisme-organisme vektor penyakit (hama
permukiman). Kehadiran organisme vektor penyakit ini merupakan bagian dari
masalah yang muncul pada ekosistem kota .
Berbagai vektor penyakit yang sebagian besar dari kelompok serangga mampu
beradaptasi pada lingkungan yang khas dan kondisi yang diciptakan oleh manusia
dan menjadi toleran terhadap kondisi suhu serta kelembaban tertentu yang
merupakan karakteristik lingkungan hidup manusia.
H. EKOSISTEM KOTA DAN BERBGAI PENYAKIT YANG
BERKEMBANGBIAK
Bagian terbesar dari organisme yang berperan sebagai vektor penyakit adalah
kelompok serangga (antropoda). Tidak mengherankan karena serangga dapat kita
jumpai dimana saja dan merupakan kelompok terbesar dari kingdom animalia
(dunia binatang). Keragamannya yang sangat besar menunjukkan kemampuan
dari kelompok binatang ini untuk bertahan hidup termasuk pada lingkungan yang
diciptakan oleh manusia. Terdapat beberapa alasan mengapa serangga mampu
hidup sukses dalam ekosistem perkotaan. Seperti banyak serangga yang mudah
dilihat karena ukuran yang besar namun sangat sukar mencari kutu busuk karena
ukurannya yang kecil bahkan banyak pula serangga lain yang ukurannya jauh
lebih kecil sehingga sangat sukar dilihat dengan mata telanjang. Sebagai contoh
ratusan individu lalat dapat berkembang hanya pada kotoran kecil hewan
berukuran besar. Ribuan kecoa dapat ditemukan pada retakan dan lubang-lubang
kecil di dapur, sepanjang ada makanan dan air tersedia bagi populasinya. Nyamuk
bahkan mampu bertelur, jentiknya hidup hanya pada tutup-tutup botol, kaleng
bekas, atau pelepah daun palmae dimana terdapat genangan air yang sangat
sedikit. Kemampuan mengekloitasi habitat inilah yang menyebabkan serangga
dapat dijumpai dimana-mana di sekitar kita terutama di pemukiman perkotaan
yang mendukung sekali berkembangbiaknya serangga-serangga itu. Selain itu
serangga walaupun berukuran kecil tetapi kelimpahan atau jumlahnya banyak
dalam sekali bereproduksi dan mampu mencapai usia dewasa dengan cepat untuk
bereproduksi kembali contohnya Kecoa Amerika (Periplaneta americana) dan
keturunannya mampu menghasilkan 800 ekor kecoa dalam setahun. Kedua faktor
ini (jumlah dan reproduksi) mengantarkannya menuju kemampuan penyesuaian
diri (adaptasi) dengan lingkungannya.
Kemampuan beradaptasi karena adanya variasi genetik dan siklus hidupnya yang
pendek merupakan alasan kemampuan hidup serangga dalam lingkungan hidup
perkotaan. Serangga yang berukuran kecil dan memiliki luas permukaan yang
besar sangat rentan mengalami penguapan, namun karena berpenutup tubuh yang
unik maka ia mampu mengatasi masalah dan bertahan hidup. Serangga merupakan
hewan pertama yang mengembangkan kemampuan untuk terbang dan
kemampuan ini sangatlah berperan penting dalam kesuksesannya berkompetisi
dengan manusia. Kemampuan terbang ini menjadi modal perjuangan serangga
untuk berkompetisi dengan manusia dan lingkungannya. Serangga yang lainnya
selain kecoa adalah nyamuk, lalat dan semut.
Disamping kelompok serangga, vektor penyakit yang sukses hidup pada
ekosistem kota adalah tikus. Tikus sebagai hewan rodentia sukses dalam
beradaptasi di berbagai lingkungan, baik lingkungan yang nyaman maupun di
lingkungan paling ekstrim sekalipun, seperti di daerah kering, kotor dan tandus.
Di ekosistem kota, tikus hidup dan bersarang di saluran/sistem drainase, di rumah-
rumah, di gudang-gudang tempat penyimpanan bahan pangan, di gedung-gedung
perkantoran, di daerah perdagangan, atau di hotel-hotel dan bangunan gedung
lainnya.
I. PERBEDAAN EKOSISTEM KEHIDUPAN KOTA DENGAN DESA DITILIK
DARI KACAMATA SOSIOLOGI
Ada beberapa ciri yang dapat dipergunakan sebagai petunjuk untuk membedakan
antara desa dan kota. Ciri-ciri tersebut antara lain :
1) jumlah dan kepadatan penduduk
2) lingkungan hidup;
3) mata pencaharian;
4) corak kehidupan sosial;
5) stratifikasi sosial;
6) mobilitas .sosial;
7) pola interaksi sosial;
8) solidaritas sosial; dan
9) kedudukan dalam hierarki sistem administrasi nasional.
Meskipun tidak ada ukuran pasti, kota memiliki penduduk yanag jumlahnya lebih
banyak dibandingkan desa. Hal ini mempunyai kaitan erat dengan kepadatan
penduduk, yaitu jumlah penduduk yang tinggal pada suatu luas wilayah tertentu,
misalnya saja jumlah per KM " (kilometer persegi) atau jumlah per hektar.
Kepadatan penduduk ini mempunyai pengaruh yang besar terhadap pola
pembangunan perumahan. Di desa jumlah penduduk sedikit, tanah untuk
keperluan perumahan cenderung ke arah horisontal, jarang ada bangunan rumah
bertingkat. Jadi karena pelebaran samping tidak memungkinkan maka untuk
memenuhi bertambahnya kebutuhan perumahan, pengembangannya mengarah ke
atas.
Lingkungan hidup di pedesaan sangat jauh berbeda dengan di perkotaan.
Lingkungan pedesaan terasa lebih dekat dengan alam bebas. Udaranya bersih,
sinar matahari cukup, tanahnya segar diselimuti berbagai jenis tumbuh¬tumbuhan
dan berbagai satwa yang terdapat di sela-sela pepohonan, di permukaan tanah, di
rongga-rongga bawah tanah ataupun berterbangan di udara bebas. Air yang
menetes, merembes atau memancar dari sumber¬sumbernya dan kemudian
mengalir melalui anak-anak sungai mengairi petak¬petak persawahan. Semua ini
sangat berlainan dengan lingkungan perkotaan yang sebagian besar dilapisi beton
dan aspal. Bangunan-bangunan menjulang tinggi saling berdesak-desakan dan
kadang-kadang berdampingan dan berhimpitan dengan gubug-gubug liar dan
pemukiman yang padat.
Udara yang seringkali terasa pengap, karena tercemar asap buangan cerobong
pabrik dan kendaraan bermotor. Hiruk-pikuk, lalu lalang kendaraan ataupun
manusia di sela-sela kebisingan yang berasal dariberbagai sumber bunyi yang
seolah-olah saling berebut keras satu sama lain. Kota sudah terlalu banyak
mengalami sentuhan teknologi, sehingga penduduk kota yang merindukan alam
kadang-kadang memasukkan sebagian alam ke dalam rumahnya, baik yang
berupa tumbuh-tumbuhan, bahkan mungkin hanya gambarnya saja.
Perbedaan paling menonjol adalah pada mata pencaharian. Kegiatan utama
penduduk desa berada di sektor ekonomi primer yaitu bidang agraris. Kehidupan
ekonomi terutama tergantung pada usaha pengelolaan tanah untuk keperluan
pertanian, peternakan dan termasuk juga perikanan darat. Sedangkan kota
merupakan pusat kegiatan sektor ekonomi sekunder yang meliputi bidang industri,
di samping sektor ekonomi tertier yaitu bidang pelayanan jasa. Jadi kegiatan di
desa adalah mengolahalam untuk memperoleh bahan-bahan mentah, baik bahan
kebutuhan pangan, sandang maupun lain-lain bahan mentah untuk memenuhi
kebutuhan pokok manusia. Sedangkan kota mengolah bahan-bahan mentah yang
berasal dari desa menjadi bahan-bahan asetengah jadi atau mengolahnya sehingga
berwujud bahan jadi yang dapat segera dikonsumsikan. Dalam hal distribusi hasil
produksi ini pun terdapat perbedaan antara desa dan kota. Di desa jumlah ataupun
jenis barang yang tersedia di pasaran sangat terbatas. Di kota tersedia berbagai
macam barang yang jumlahnya pun melimpah. Bahkan tempat penjualannya pun
beraneka ragam. Ada barang-barang yang dijajakan di kaki-lima, dijual di pasar
biasa di mana pembeli dapat tawar-menawar dengan penjual atau dijual di
supermarket dalam suasana yang nyaman dan harga yang pasti. Bidang produksi
dan jalur distribusi di perkotaan lebih kompleks bila dibandingkan dengan yang
terdapat di pedesaan, hal ini memerlukan tingkat teknologi yang lebih canggih.
Dengan demikian memerlukan tenaga-tenaga yang memilki keahlian khusus
untuk melayani kegiatana produksi ataupun memperlancar arus distribusinya.
Corak kehidupan sosial di desa dapat dikatakan masih homogen. Sebaliknya di
kota sangat heterogen, karena di sana saling bertemu berbagai suku bangsa,
agama, kelompok dan masing-masing memiliki kepentingan yang berlainan.
Beranekaragamnya corak kegiatan di bidang ekonomi berakibat bahwa sistem
pelapisan sosial (stratifikasi sosial) kota jauh lebih kompleks daripada di desa.
Misalnya saja mereka yang memiliki keahlian khusus dan bidang kerjanya lebih
banyak memerlukan pemikiran memiliki kedudukan lebih tinggi dan upah lebih
besar daripada mereka yang dalam sistem kerja hanya mampu menggunakan
tenaga kasarnya saja. Hal ini akan membawa akibat bahwa perbedaan antara pihak
kaya dan miskin semakin menyolok.
Mobilitas sosial di kota jauh lebih besar daripada di desa. Di kota, seseorang
memiliki kesempatan lebih besar untuk mengalami mobilitas sosial, baik vertikal
yaitu perpindahan kedudukan yang lebih tinggi atau lebih rendah, maupun
horisontal yaitu perpindahan ke pekerjaan lain yang setingkat.
Pola-pola interaksi sosial pada suatu masyarakat ditentukan oleh struktur sosial
masyarakat yang bersangkutan. Sedangkan struktur sosial sangat dipengaruhi oleh
lembaga-lembaga sosial (social institutions) yang ada pada masyarakat tersebut.
Karena struktur sosial dan lembaga-lembaga sosial yang ada di pedesaan sangat
berbeda dengan di perkotaan, maka pola interaksi sosial pada kedua masyarakat
tersebut juga tidak sama. Pada masyarakat pedesaan, yang sangat berperan dalam
interaksi dan hubungan sosial adalah motif-motif sosial.
Dalam interaksi sosial selalu diusahakan agar supaya kesatuan sosial (social unity)
tidak terganggu, konflik atau pertentangan sosial sedapat mungkin dihindarkan
jangan sampai terjadi. Bahkan kalau terjadi konflik, diusahakan supaya konflik
tersebut tidak terbuka di hadapan umum. Bila terjadi pertentangan, diusahakan
untuk dirukunkan, karena memang prinsip kerukunan inilah yang menjiwai
hubungan sosial pada masyarakat pedesaan, karena masyarakat ini sangat
mendambakan tercapainya keserasian (harmoni) dalam kehidupan berinteraksi
lebih dipengaruhi oleh motif ekonomi daripada motif-motif sosial. Di samping
motif ekonomi, maka motif-motif nasional lainnya misalnya saja politik,
pendidikan, kadang-kadang juga dalam hierarki sistem administrasi nasional,
maka kota memiliki kedudukan yang lebih tinggi daripada desa. Di negara kita
misalnya, urut-urutan kedudukan tersebut adalah : ibukota negara, kota propinsi,
kota kabupaten, kota kecamatan, dan seterusnya. Semakin tinggi kedudukan suatu
kota dalam hierarki tersebut, kompleksitasnya semakin meningkat, dalam arti
semakin banyak kegiatan yang berpusat di sana. Kompleksitas di bidang
administrasi nasional atau kenegaraan ini biasanya sejajar dengan kompleksitas di
bidang kemasyarakatan lainnya, misalnya saja bidang ekonomi atau politik. Jadi
ibukota Negara di samping menjadi pusat kegatan pemerintahan, biasanya
sekaligus menjadi pusat kegiatan ekonomi, politik dan bidang-bidang
kemasyarakatan lainnya. Belum ada angka yang pasti mengenai jumlah
pengangguran penuh di Indonesia, tetapi jumlah setengah pengangguran semakin
tahun semakin merisaukan.Untuk mengatasi ketimpangan masalah ini ada
beberapa cara yang dapat dilakukan seperti:
1. membendung arus urbanisasi.
2. mengalihkan pusat pembangunan pabrik (industri) ke pinggiran kota.
3. memaksimalkan potensi baik sumber daya alam maupun sumber daya
manusia untuk kemajuan desa.
4. Transmigrasi untuk pemerataan penduduk dan mengurangi warga miskin
yang hidup menganggur tidak memiliki pekerjaan.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
Dari kajian yang telah ditulis dengan uraian yang panjang dan padat, dapat ditarik
kesimpulan bahwa pada dasarnya perbedaan antara masyarakat desa dan kota
yang mendasar ialah:
Masyarakat desa:
~ Hubungan kekerabatan-nya masih erat
~ Orang akan percaya pada hal-hal gaib apabila sudah kehabisan akal
~ Bersifat agraris
Masyarakat kota:
~ Masyarakatnya individualistis
~ Kepercayaan tradisional sudah hilang
~ Bersifat industri
Dari perbedaan-perbedaan ini di tambah dengan perbedaan lainnya yang telah
kami uraikan sebelumnya seperti pola pemukiman, pola interaksi social antar
masyarakat, dan sebagainya menyebabkan ekosistem pemukiman yang berbeda
pula tentunya dengan segala kekurangan dan kelebihan yang membawa dampak
baik dan dampak buruk untuk ekosistem pemukiman disekitarnya yang harus
menjadikan kita belajar lebih bijak dari alam sekitar, jika tidak maka sesuai
dengan hukum ekosistem yaitu intinya hubungan timbal balik maka akan
berdampak yang sama seperti apa yang telah kita perbuat yang berakibat
berkembangbiaknya penyakit, rusaknya ekosistem disekitar kita dan kerugian
untuk diri kita sendiri tentunya. Jika kita bekerjasama membangun ekosistem
pemukiman desa dan menjaga ekosistem ekosistem pemukiman kota, maka
terciptalah Indonesia yang bersih, nyaman dan produktif.
DAFTAR PUSTAKA
www.google.com
www.wikipedia.com
www.google.com (dalam buku Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi)