uji daya hambat sari daun komba-komba chromolaena … uji daya hambat hil… · judul “uji daya...
TRANSCRIPT
-
i
UJI DAYA HAMBAT SARI DAUN KOMBA-KOMBA
(Chromolaena odorata)TERHADAP PERTUMBUHAN
BAKTERI Staphylococcus aureus
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk menyelesaikan Pendidikan
Diploma III Analis Kesehatan Politeknik Kesehatan Kendari
OLEH :
MUH. HILMAN AL KASMIN
P00341015023
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN KENDARI
JURUSAN ANALIS KESEHATAN
2018
-
ii
-
iii
-
iv
-
v
RIWAYAT HIDUP
A. Identitas Diri
Nama :Muh. Hilman Al Kasmin
NIM : P00341015023
Tempat, dan Tgl, Lahir : Lipu, 31 Oktober 1996
Suku / Bangsa : Buton / Indonesia
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Agama : Islam
B. Pendidikan
1. SD Negeri 15 Kulisusu, tamat tahun 2009
2. SMP Negeri 6 Kulisusu, tamat tahun 2012
3. SMA Negeri 1 Kulisusu, tamat tahun 2015
4. Sejak tahun 2015 melanjutkan pendidikan di Politeknik Kesehatan
Kemenkes Kendari Jurusan Analis Kesehatan.
-
vi
MOTTO
Sukses itu gampang,
Tergantung kita ingin mencapainya dengan cara apa,
Tukang cukur bisa sukses dengan bermodalkan alat cukur,
Petinju bisa sukses dengan bermodalkan kekuatan,
Pemain bola bisa sukses dengan bermodalkan keahlian,
Sule bisa sukses dengan bermodalkan bicara
Jadi suskses itu gampang tergantung diri anda ingin mencapainya seperti apa,
Hidup itu simpel jangan di bawa susah,
Sekarang waktunya diri kamu untuk menunjukan kepada dunia kalau kamu bisa,
Salam sukses
Kupersembahkan untuk almamaterku
Ayah dan ibuku tercinta
Keluargaku tersayang
Doa dan Nasehat Untuk Kesuksesanku
-
vii
ABSTRAK
Muh. Hilman Al Kasmin Uji Daya Hambat Sari Daun Komba-Komba
(Chromolaena odorata) Terhadap Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus
aureus.Jurusan D III Analis Kesehatan Poltekkes Kemenkes Kendari. Yang
dibimbing oleh ibu Reni Yunus dan ibu Satya Darmayani. (xii + 72 halaman
+ 9 gambar + 1 tabel + 7 lampiran). Komba-komba (Chromolaena odorata)
adalah tanaman yang memiliki kandungan sebagai antibakteri karena mengandung
senyawa alkaloid, flavonoid, tannin, fenol, triterpenoid, saponin dan steroid dan
digunakan sebagai obat luka infeksi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
daya hambat sari daun komba – komba (Chromolaena odorata) terhadap
pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan untuk mengetahui daya hambat
paling besar terdapat pada konsentrasi berapa. Jenis penelitian ini adalah
eksperimental laboratories. Metode yang digunakan adalah difusi agar dengan 5
perlakuan konsentrasi yaitu konsentrasi sari daun komba-komba (Chromolaena
odorata) 20%, 40%, 60%, 80% dan 100% dan kontrol positif (tetrasiklin) dan
kontrol negatif (aquadest) dengan pengujian dilakukan 2 kali pengulangan. Hasil
penelitian didapatkan zona hambat sari daun komba – komba (Chromolaena
odorata) terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus pada konsentrasi
20% sebesar 2 mm, konsentrasi 40% sebesar 3,7 mm, konsentrasi 60% sebesar 4,7
mm, konsentrasi 80% sebesar 6,2 mm dan konsentrasi 100% sebesar 8 mm.
Kesimpulan adalah sari daun komba-komba (Chromolaena odorata) dapat
menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus zona hambat yang
paling besar terdapat pada konsentrasi 100% namun besar daya hambat yang
terbentuk masih tergolong resisten atau lemah tetapi efektif dalam menghambat
pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus.. Disarankan untuk dapat melakukan
penelitian lanjutan tentang uji daya hambat dengan menggunakan variasi
konsentrasi yang lebih tinggi untuk mendapatkan hasil uji daya hambat yang besar
atau efektif.
Kata Kunci : Chromolaena odorata, S. aureus, aktivitas antibakteri
Daftar Pustaka : 37 buah (1986-2017)
-
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dengan
judul “Uji Daya Hambat Sari Daun Komba – Komba (Chromolaena odorata)
Terhadap Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus aureus”. Penelitian ini disusun
dalam rangka melengkapi salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan
program diploma III (DIII) pada Politeknik Kesehatan Kemenkes Kendari Jurusan
Analis Kesehatan.
Rasa hormat, terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ayahanda Alwi dan
ibunda tercinta Hasmin atas semua bantuan moral maupun material, motivasi,
dukungan dan cinta kasih yang tulus serta doanya demi kesuksesan studi yang
penulis jalani selama menuntut ilmu sampai selesainya karya tulis ini.
Proses penulisan karya tulis ilmiah ini melewati perjalanan panjang dan
penulis banyak mendapat petunjuk dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu pada kesempatan kali ini penulis menghanturkan rasa terima kasih
kepada ibu Reni Yunus, S.Si.,M.Sc selaku pembimbing I dan ibu Satya
Darmayani, S.Si., M.Eng selaku pembimbing II yang telah meluangkan waktu
dan pikirannya dengan penuh kesabaran dan tanggung jawab guna memberikan
bimbingan serta petunjuk kepada penulis dalam proses penyusunan karya tulis
ilmiah hingga dapat terselesaikan. Ucapan terima kasih penulis juga tunjukan
kepada:
1. Askrening, SKM.,M.Kes, Selaku Direktur Poltekkes Kemenkes Kendari
2. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi (BALITBANG) yang
telah memberikan izin penelitian kepada penulis dalam penelitian ini.
3. Anita Rosanty, SST.,M.Kes, Selaku Ketua Jurusan Analis Kesehatan
Poltekkes Kemenkes Kendari dan Penguji I dan Supiati, STP.,MPH.,
Penguji II yang telah membimbing dan mengarahkan saya dalam penyusunan
KTI ini.
-
ix
4. Dosen Poltekkes Kemenkes Kendari Jurusan Analis Kesehatan atas segala
fasilitas dan pelayanan akademik yang diberikan selama penulis menuntut
ilmu.
5. Seluruh rekan-rekan mahasiswa Politeknik Kesehatan Kendari khususnya
Jurusan Anlis Kesehatan 2015 penulis yang tak bisa sebutkan satu persatu
atas motivasinya masukan, dukungan selama mengikuti pendidikan di
Politeknik Kesehatan Kendari Jurusan Analis Kesehatan.
Ahir kata, penulis berharap kepada Tuhan Yang Maha Esa agar berkenan
membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu penulis. Semoga
Karya Tulis Ilmiah ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.
Kendari, 04 Juli 2018
Penulis
-
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................. ii
HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................ iii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. iv
RIWAYAT HIDUP .............................................................................................. v
MOTTO .............................................................................................................. vi
ABSTRAK .......................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... viii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ x
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xii
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xiii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ....................................................................................... 3 C. Tujuan Penelitan .......................................................................................... 3 D. Manfaat Penelitian ....................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Daun Komba-Komba .......................................... 4 B. Tinjauan Umum Tentang Staphylococcus aureus ......................................... 8 C. Tinjauan Umum Tentang Aktifitas Antibakteri .......................................... 10 D. Tinjauan Umum Tentang Pemeriksaan Uji Daya Hambat .......................... 12 E. Tinjauan Umum Tentang Uji Daya Hambat Antibakteri ............................ 16
BAB III KERANGKA KONSEP
A. Dasar Pemikiran ........................................................................................ 19 B. Bagan Kerangka Pikir ............................................................................... 20 C. Variabel Penelitian .................................................................................... 21 D. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif ................................................. 21
BAB IV METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian .......................................................................................... 22 B. Waktu dan Tempat Penelitian .................................................................... 22 C. Subjek Penelitian ....................................................................................... 22 D. Bahan Uji .................................................................................................. 22 E. Prosedur Kerja ........................................................................................... 23 F. Analisis Data ............................................................................................. 28 G. Pengolahan Data ........................................................................................ 28 H. Penyajian Data........................................................................................... 28
-
xi
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian .......................................................... 29 B. Hasil Penelitian ......................................................................................... 29 C. Pembahasan .............................................................................................. 31
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan .............................................................................................. 35 B. Saran ........................................................................................................ 35
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN - LAMPIRAN
-
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Komba-komba (Chromolaena odorata) ............................................. 4
Gambar 1.2 Morfologi tumbuhan Komba-komba (Chromolaena
odorata) ............................................................................................ 5
Gambar 1.3 Staphylococcus aureus ...................................................................... 8
Gambar 1.4 Rumus dan penentuan zona hambat ................................................. 18
Gambar 1.5 Kontrol positif dan negatif zona hambat .......................................... 30
Gambar 1.6 Konsentrasi 20%, 40% dan 60% daya hambat pada P1 .................... 30
Gambar 1.7 Konsentrasi 80% dan 100% daya hambat pada P1 ........................... 30
Gambar 1.8 Konsentrasi 20% dan 40% daya hambat pada P2 ............................. 31
Gambar 1.9 Konsentrasi 60%, 80% dan 100% pada P2 ....................................... 31
-
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 5.1 Hasil Pengukuran zona hambat sari daun komba-komba
(Chromolaena odorata) terhadap pertumbuhan bakteri
Staphylococcus aureus ................................................................. 29
-
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Izin Penelitian dari Poltekkes Kemenkes Kendari
Lampiran 2 Surat Izin dari Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah
Provinsi Sulawesi Tenggara
Lampiran 3 Surat Keterangan Bebas Pustaka
Lampiran 4 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian
Lampiran 5 Lembar Tabel Hasil Penelitian
Lampiran 6 Lembar Tabulasi Data
Lampiran 7 PerhitunganPembuatanKonsentrasi
Lampiran 8 Dokumentasi Penelitian
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki keanekaragaman
hayati yang tinggi sehingga menjadikan Indonesia memiliki banyak tanaman
yang digunakan oleh masyarakat sebagai obat tradisional. Di Indonesia
terdapat sekitar 30.000 jenis tanaman dan 7000 diantaranya memiliki khasiat
sebagai obat. Keanekaragaman sumberdaya hayati Indonesia menempati
urutan kedua setelah Brasil (Jumiarni, 2017).
Semua jenis tanaman telah lama menjadi sasaran sebagai pencarian obat
baru. Perkembangan penggunaan obat khususnya dari tumbuh-tumbuhan
untuk membantu meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Salah satu
manfaat penggunaan obat dari tanaman-tanaman tersebut adalah tanaman
komba-komba atau kirinyuh (Chromolaena odorata) yang digunakan sebagai
antibakteri (Awoyinka, 2007).
Komba - komba (Chromolaena odorata) atau biasa disebut dengan
kirinyuh atau tekelan adalah gulma berbentuk semak berkayu yang dapat
berkembang cepat atau pertumbuhannya yang cepat sehingga sulit
dikendalikan. Tumbuhan ini berfungsi sebagai bahan insektisida nabati untuk
mengendalikan beberapa jenis mikroorganisme karena mengandung
Pryrrolizidine alkaloids yang bersifat racun terhadap serangga dan tumbuhan
ini sering digunakan diberbagai masyarakat sebagai obat luka infeksi
(Thamrin, 2013).
Indonesia merupakan negara tropis sehingga prevalensi penyakit infeksi
yang disebabkan oleh bakteri sampai saat ini masih tetap tinggi. Salah satu
bakteri yang menginfeksi luka pada kulit adalah bakteri Staphylococcus
aureus. Bakteri Staphylococcus aureus menginfeksi luka, jerawat, bisul dan
lain-lain. Luka tersebut biasanya diobati dengan antibiotik yang dapat
menghambat inflamasi dan membunuh bakteri, contohnya tetrasiklin,
eritromisin, cloromfenicol, doksisiklin dan klindamisin. Namun obat-obat ini
-
2
memiliki efek samping yaitu membuat iritasi kulit pada luka atau pada
jerawat, sementara penggunaan antibiotik jangka panjang selain dapat
menimbulkan resistensi juga dapat menimbulkan kerusakan organ dan imuno
hipersensitivitas (Djajadisastra, 2009).
Prevalensi kejadian infeksi penyakit kulit semakin meningkat.
Berdasarkan hasil penelitian Nindya Nugerahdita 2009 tentang prevalensi
penyakit kulit dan pengobatan pada daerah Petamburan Jakarta pusat
didapatkan hasil penelitian menunjukan prevalensi penyakit kulit sebesar
(47,57%) dari 103 keluarga yang diamati di kelurahan Petamburan Jakarta
pusat dengan penyakit kulit terbanyak disebabkan oleh jamur sebesar
(71,43%) dan sisanya disebabkan oleh bakteri sebesar (28,57%).
Di era sekarang ini banyak tanaman yang dapat digunakan sebagai obat
tradisional untuk mengatasi berbagai penyakit termasuk infeksi, karena
banyak orang beranggapan bahwa penggunaan obat tradisional relatif lebih
aman dibandingkan dengan obat yang berasal dari bahan kimia. Salah satu
diantara tanaman yang dapat digunakan sebagai obat adalah tanaman komba-
komba atau kirinyuh. Daun komba-komba atau kirinyuh (Chromolaena
odorata) mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, tanin, fenol, triterpenoid,
saponin dan steroid yang memiliki fungsi masing-masing dalam menghambat
pertumbuhan mikroorganisme atau antibakteri (Dalimartha, 2000).
Penelitian sebelumnya menunjukan bahwa salep ekstrak daun komba-
komba atau kirinyuh pada konsentrasi 20% memiliki efek dalam
mempercepat penyembuhan luka sayat ayam petelur (Rahman, 2017).
Berdasarkan kandungan antibiotik yang terdapat pada sari daun komba-
komba (Choromolaena odorata) yang mempunyai khasiat sebagai
antibakteri, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “uji daya
hambat sari daun komba-komba (Choromolaena odorata) terhadap
pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus”.
-
3
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah sari daun
komba - komba (Chromolaena odorata) efektif dalam menghambat
pertumbuhan Staphylococcus aureus?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui daya hambat sari daun komba-komba
(Chromolaena odorata) terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui daya hambat sari daun komba - komba
(Chromolaena odorata) terhadap pertumbuhan bakteri
Staphylococcus aureus pada konsentrasi 20%, 40%, 60%, 80% dan
100%.
b. Untuk mengetahui konsentrasi yang efektif dari sari daun komba-
komba (Chromolaena odorata) terhadap pertumbuhan bakteri
Staphylococcus aureus.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis Penelitian
Manfaat Teoritis Penelitian yaitu menambah informasi bagi ilmu
pengetahuan, khususnya dalam bidang Analis Kesehatan dan Farmasi
mengenai kandungan sari daun komba-komba (Chromolaena odorata)
yang bisa menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus.
2. Manfaat Praktis Penelitian
a. Penelitian ini dapat meningkatkan kualitas ilmu dalam bidang
mikrobiologi dan pengembangan profesi Analis Kesehatan.
b. Dapat digunakan sebagai landasan dalam pembuatan antibiotik
c. Dapat digunakan sebagai landasan riset penelitian selanjutnya
d. Dapat digunakan sebagai obat tradisional untuk penyembuhan luka.
-
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Tanaman Komba-Komba
1. Pengertian
Komba-komba (Chromolaena odorata) atau biasa disebut dengan
Kirinyuh atau Tekelan adalah gulma berbentuk semak berkayu yang
dapat berkembang cepat atau pertumbuhannya yang cepat sehingga sulit
dikendalikan. Tumbuhan ini dapat digunakan sebagai obat luka tanpa
menimbulkan bengkak, tumbuhan ini berfungsi juga sebagai bahan
insektisida nabati untuk mengendalikan beberapa jenis mikroorganisme
karena mengandung Pryrrolizidine alkaloids yang bersifat racun terhadap
serangga (Thamrin, 2013).
Gambar1.1 Komba-Komba (Chromolaena odorata) Medicinal
Plants (Koehler, 1887)
2. Klasifikasi Tumbuhan Komba-Komba (Chromolaena odorata)
Kingdom : Plantae
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub Kelas : Asteridae
Ordo : Asterales
Famili : Asteraceae
Genus : Chromolaena
Spesies : Chromolaena odorata (L.) King & H. E. Robins.
-
5
3. Morfologi
Gambar 1.2 Morfologi Tumbuhan Komba-Komba (Chromolaena
odorata)Medicinal-Plants (Koehler, 1887)
Komba-Komba (Chromolaena odorata) atau Tekelan atau
Kirinyuh merupakan tumbuhan obat luka dan daunnya juga mempunyai
khasiat sebagai peluruh air seni. Tumbuhan tersebut merupakan jenis
eksotik yang berasal dari Meksiko. Jenis ini mempunyai kemampuan
beradaptasi yang baik terhadap kondisi lingkungannya karena tidak
memerlukan syarat kesuburan tanah yang tinggi. Penyebarannya dengan
bantuan angin karena bijinya ringan dan banyak (Thamrin, 2013).
Tumbuhan komba-komba atau kirinyuh (Chromolaena odorata)
bersinonim dengan Eupatorium odoratum di Buton Utara tanaman ini
dikenal sebagai komba-komba, di Sunda tanaman ini dikenal sebagai
kirinyuh, di Bugis tanaman ini dikenal sebagai lahuna dan di Jawa
tanaman ini dikenal sebagai tekelan tetapi tanaman ini lebih familiar
dengan nama kirinyuh (Choromolaena odorata) (Sagala, 2009).
Tumbuhan komba-komba atau kirinyuh (Chromolaena odorata)
memiliki bentuk daun oval dan bagian bawahnya lebar makin keujung
makin runcing seperti bangun segitiga. Panjang daun 6-10 cm dan
lebarnya 3-6 cm, tepi daun bergerigi menghadap ke pangkal dan warna
daun hijau tua dan memiliki permukaan daun yang berbulu halus dan
rapat. Jenis daun majemuk menyirip genap, dimana terdapat dua anak
helaian daun yang berpasang – pasangan di kanan-kiri ibu tangkai,
-
6
namun daun tumbuhan ini juga merupakan majemuk gasal ganda tidak
sempurna (Apriani, 2012).
4. Kandungan Daun Komba-Komba (Choromolaena odorata)
Bagian tumbuhan komba-komba atau kirinyuh (Chromolaena
adorata) yang bagus dalam pengujian daya hambat adalah daun yang
masih muda dn berwarna hijau karena mengandung senyawa kimia
seperti tannin, flavonoid, saponin, alkaloid¸ triterpenoid, steroid, fenol,
dan essential oil dari daun komba-komba atau kirinyuh memiliki
kandungan α-pinene, cadine, camphora, limonene, β-caryophyllene dan
candinol isomer (Dalimartha, 2000).
Tannin bekerja dengan cara mengerutkan dinding sel, membran sel
bakteri dan denaturasiprotein dan faktor-faktor yang dapat menghambat
pertumbuhan bakteri meliputi temperatur, Ph, cahaya dan nutrisi yang
terdapat dalam media pertumbuhan bakteri. Tannin menurut Robinson
(1995) berfungsi sebagai adstringen yang dapat menyebabkan penciutan
pori-pori kulit, menghentikan eksudat dan pendarahan yang ringan,
sehingga mampu menutupi luka dan mencegah pendarahan yang biasa
timbul pada luka. Menurut Ajizah (2007) tannin diduga dapat
mengkerutkan dinding sel sehingga mengganggu permeabilitas sel.
Flavonoid berfungsi sebagai bakteriostatik dan mekanisme
kerjanya mendenaturasi protein sel bakteri dan dapat merusak membran
sitoplasma (Aulia, 2008). Aktifitas farmakologi dari flavonoid adalah
sebagai anti inflamasi, analgesi, anti oksidan. Mekanisme anti inflamasi
terjadi melalui efek penghambatan pada jalur metabolisme asam
arakhidona, pembentukan prostaglandin, pelepasan histamin pada radang
(Loggia dkk, 1986). Flavonoid berfungsi sebagai anti bakteri dengan cara
membentuk senyawa kompleks terhadap protein ekstraseluler yang
mengganggu integritas sel bakteri. Flavonoid merupakan senyawa fenol
sementara senyawa fenol dapat bersifat koagulator protein
(Dwidjoseputro D, 1994).
-
7
Saponin menurut Harbone (1987) bekerja sebagai antimikroba.
Saponin memiliki kemampuan sebagai pembersih dan antiseptik yang
berfungsi membunuh atau mencegah pertumbuhan mikroorganisme yang
biasa timbul pada luka sehingga luka tidak mengalami infeksi yang berat.
Senyawa saponin dapat bekerja sebagai bakteriostatik dengan cara
merusak membran sitoplasma (Aulia, 2008).
Alkaloid berfungsi sebagai antibakteri dengan mengganggu
komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri sehingga lapisan
dinding sel tidak terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian sel
(Kurniawan 2015).
Triterpenoid berfungsi sebagai antibakteri dengan cara
menghambat pertumbuhan bakteri dengan membentuk ikatan polimer
yang kuat sehingga mengakibatkan rusaknya porin yang akan
menyebabkan bakteri kekurangan nutrisi (Dalimartha, 2000).
Steroid sebagai anti radang yang mampu mencegah kekakuan dan
nyeri. Walaupun senyawa steroid dan flavonoid ini sama-sama bersifat
anti inflamasi namun flavonoid lebih mempercepat penyembuhan luka
dibandingkan steroid. Hal ini disebabkan karena kemampuan flavonoid
mencegah oksidasi dan menghambat zat yang bersifat racun yang bisa
timbul pada luka (Simanjutak, 2008).
Fenol berfungsi sebagai anti oksidan yaitu mampu menghambat
dan mencegah proses pertumbuhan sel mikroba karena mempunyai
tingkat keasaman yang tinggi sehingga dapat mendenaturasi atau
merusak sruktur sel bakteri (Dwidjoseputro D, 1994). Menurut Hadi dkk
(2000), bahwa dalam ekstrak daun komba-komba atau kirinyuh terdapat
%66 senyawa monoterpene dan %28 sesquiterpene. Selain itu, kirinyuh
juga mengandung %1711 α-pinene, %8,245,12 cymene, dan %6,10
thymylacetate.
-
8
B. Tinjauan Umum Tentang Staphylococcus aureus
1. Pengertian
Staphylococcus aureus merupakan bakteri pathogen penting pada
manusia yang dapat menimbulkan berbagai kasus penyakit seperti infeksi
kulit, keracunan makanan, endokarditis, pneumonia, osteomiolitis, sepsis
arthritis dan encephalitis. Staphylococcus aureus dapat ditemukan
dilingkungan masyarakat seperti udara, debu, kotoran, air, susu,
makanan, tempat makan, manusia dan hewan. Manusia dan hewan
merupakan tempat berkumpulnya bakteri tersebut. Kebanyakan pada
individu yang sehat Staphylococcus aureus dapat ditemukan dalam
saluran pernafasan, rambut dan kulit (Brooks GF, 2005).
Gambar 1.3 Staphylococcua aureus (Apriyadi, 2018).
2. Klasifikasi Staphylococcus aureus
Klasifikasi Staphylococcus aureus adalah (Brooks dkk. 2005). :
Domain : Bacteria
Kingdom : Eubacteria
Phylum : Firmicutes
Class : Bacilli
Ordo : bacillales
Family : Staphylococcaceae
Genus : Staphylococcus
Spesies : Staphylococcus aureus
-
9
3. Morfologi
Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif berbentuk
bulat (kokus) yang tersusun dalam bentuk tandan (kelompok-kelompok)
tidak teratur seperti buah anggur. Bentuk ini berkaitan dengan
kemampuannya untuk berkembang dalam beberapa media. Pada biakan
cair kadang berbentuk kokus tunggal, berpasangan, tetrad, atau rantai.
Staphylococcus aureus tidak membentuk spora, tidak bergerak, dan
beberapa strain memiliki kapsul. Habitat Staphylococcus aureus adalah
kulit manusia. Penularannya melalui udara dan debu, terutama pada
lingkungan rumah sakit sering menjadi karier (carrier) utama
Staphylococcus aureus. Selain itu, dapat bertransmisi melalui tangan dan
ujung-ujung jari (Samaranayake, 2012).
Staphylococcus aureus tumbuh dengan baik pada berbagai media
bakteri dalam suasana aerobik atau mikroaerofilik. Genus
Staphylococcus aureus tahan terhadap kondisi kering, panas (dapat tahan
pada temperatur 500c selama 30 menit), tumbuh dengan cepat pada
temperatur 370c. Namun pembentukan pigmen yang terbaik adalah pada
temperatur kamar (20-350c). Pada media padat, koloni berbentuk bulat,
lembut, dan mengilat. Staphylococcus sp aktif melakukan metabolisme,
melakukan fermentasi karbohidrat, menghasilkan asam laktat dan
menghasilkan bermacam-macam pigmen dari warna putih, abu-abu,
kuning gelap atau keemasan, serta tidak menghasilkan gas. Sebagian
Staphylococcus aureus merupakan flora normal kulit dan mukosa
manusia. Staphylococcus aureus yang patogen sering menghemolisis
darah, mengkoagulasi plasma dan menghasilkan berbagai enzim
ekstraseluler dan toksin. Akibat pengaruh obat seperti penisilin,
Staphylococcus mengalami lisis (Brooks, 2005).
Staphylococcus aureus biasanya tumbuh dalam bentuk koloni
warna abu-abu atau kuning atau keemasan. Berbagai macam tingkat
hemolisis dihasilkan oleh Staphylococcus aureus dan kadang oleh spesies
lain. Staphylococcus aureus menghasilkan katalase positif sehingga
-
10
membedakannya dengan Streptococcus sp yang menghasilkan katalase
negatif. Setelah itu, Staphylococcus aureus menghasilkan koagulasi
positif sehingga membedakannya dari spesies lain (Brooks GF dkk,
2005).
4. Patofisiologi
Prototipe lesi Staphylococcus aureus merupakan furunkel yang
terlokalisasi kelompok-kelompok Staphylococcus aureus menetap pada
folikel rambut yang ada pada permukaan kulit sehingga menimbulkan
nekrosis jaringan. Koagulase dihasilkan dan membekukan fibrin di
sekeliling lesi dan didalam limfatik, mengakibatkan pembentukan suatu
dinding yang membatasi proses dan diperkuat melalui akumulasi sel-sel
inflamasi, dan kemudian jaringan fibrosa. Didalam pusat lesi, terjadi
pencairan jaringan nekrotik dan abses menunjuk kearah area yang
resistensinya paling sedikit. Drainase pusat cairan jaringan nekrotik
diikuti oleh pengisian lambat kavitas dengan jaringan granulasi dan
penyembuhan akhirnya.
Abses merupakan khas infeksi Staphylococcus aureus. Dari setiap
fokus, organisme dapat menyebar melalui limfatik dan aliran darah
kebagian lain tubuh. Staphylococcus aureus dapat menyebabkan
pneumonia, meningitis, empiema, endokarditis, atau sepsis (Jawetz,
2010).
C. Tinjauan Umum Tentang Aktivitas Antibakteri
1. Pengertian
Aktivitas antibakteri adalah kadar terkecil yang dibutuhkan oleh agen
antibakteri untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Nilai dari
aktivitas tersebut disebut Kadar Hambat Minimum (KHM). Agen
antibakteri di klasifikasikan sebagai bakteriostatik, bakterisid, dan
bakteriolisis bergantung dari efek yang di timbulkan terhadap kultur
bakteri. Bakteriostatik biasanya menghambat sintesis protein dan berikatan
dengan ribosom bakteri. Banyak antibiotik bekerja dengan mekanisme
tersebut. Sedangkan agen bakteriosid akan berikatan kuat dengan target
-
11
dan tidak hilang bila diencerkan, membunuh bakteri tanpa merusak sel.
Agen bakteriosid biasanya juga merupakan bakteriolisis, membunuh
dengan melisiskan sel dan melepaskan komponen sitoplasma. Agen
bakteriolisis termasuk pula antibiotik yang menghambat sintesis dinding
sel seperti penisilin dan bahan kimia seperti detergen yang dapat memecah
membran sitoplasma bakteri. Pada umumnya bakteri gram positif dapat
dipengaruhi dan bakteri gram negatif mudah resisten. Hanya kurang dari
satu persen dari ribuan antibiotik digunakan secara klinis. Hal ini
disebabkan karena toksisitas atau kurangnya kemampuan Uptake host.
Namun antibiotik alami dapat digunakan dan dimodifikasi untuk
meningkatkan efikasi (Madigan, 2009).
Setiap jenis antibakteri memiliki mekanisme kerja tersendiri dalam
menghambat pertumbuhan mikroorganisme, mekanisme kerja antibakteri
adalah sebagai berikut :
a. Menghambat Sintesis Dinding Sel
Bakteri memiliki lapisan luar yang kaku, yaitu dinding sel. Dinding
sel menjaga bentuk dan ukuran mikroorganisme, yang memiliki
tekanan osmosis internal yang tinggi. Kerusakan pada dinding sel atau
inhibisi dari pembentukannya akan menyebabkan lisisnya sel. Contoh
antibakteri dengan mekanisme kerja ini adalah penisilin, sefalosporin,
vankomisin, basitrasin, sikloserin, dan ampisilin.
b. Menghambat Fungsi Membran Sel
Sitoplasma semua sel hidup dibatasi oleh membran sitoplasma
yang berfungsi sebagai sawar permeabilitas yang selektif, melakukan
transport aktif, sehingga mengontrol komposisi di dalam sel. Jika
integritas dari membran plasma terganggu, makromolekul dan ion
akan keluar dari sel, menyebabkan kerusakan atau kematian sel.
-
12
c. Menghambat Sintesis Protein
Untuk kelangsungan hidupnya bakteri membutuhkan protein.
Sintesis protein berlangsung didalam ribosom. Bakteri memiliki
ribosom 70S yang terdiri dari 2 sub unit, yaitu 30S dan 50S. Gangguan
pada sub unit ribosom tersebut dapat mengganggu proses protein.
d. Menghambat Sintesis Asam Nukleat
Contoh obat yang bekerja dengan mekanisme ini adalah kuinolon,
primetamin, rifampin, sulfonamid, trimethoprim, dan trimetrexate.
Rifampin menghambat pertumbuhan bakteri dengan berikatan kuat
dengan RNA bakteri. Golongan kuinolon dan fluorokuinolon
menghambat sintesis DNA bakteri dengan menghambat DNA girase.
Untuk banyak mikroorganisme, p-aminobenzoic acid (PABA)
merupakan metabolit yang esensial. PABA merupakan prekursor untuk
sintesis asam nukleat. Sulfonamid merupakan struktur analog dari
PABA dan menghambat dihydropteroate synthetase (Jawetz, 2007).
2. Pengukuran Zona Hambat
Aktivitas antibakteri dinyatakan positif apabila terbentuk zona
hambat bening disekeliling kertas cakram. Bagian yang dihitung dengan
mistar adalah diameter dari zona hambat yang terbentuk (Pratiwi, 2008).
Berdasarkan zona hambat yang terbentuk maka aktivitas antibakteri
dapat digolongkan menjadi beberapa golongan yaitu antibakteri yang
tergolong resisten (zona hambat ≤ 12 mm), intermediate (zona hambat
antara 13-17 mm), sensitifitas (zona hambat antara ≥ 18 mm) (Bachtiar,
2012).
D. Tinjauan Umum Tentang Pemeriksaan Uji Daya Hambat
1. Media Pertumbuhan
Media adalah bahan yang terdiri dari campuran zat-zat makanan
(nutrisi) baik bahan alami atau pun buatan yang diperlukan
mikroorganisme untuk perkembangbiakan di Laboratorium secara
invitro. Mikroorganisme dapat memanfaatkan nutrisi media berupa
molekul-molekul kecil yang dirakit untuk menyusun komponen sel.
-
13
Syarat media yang baik harus berupa molekul-molekul rendah dan
mudah larut dalam air, nutrient dalam media harus memenuhi kebutuhan
dasar mikroorganisme yang meliputi air, karbon, energi, mineral dan
faktor tumbuh, tidak mengandung zat-zat penghambat dan media harus
steril (Yuniarti, 2012).
Tujuan menggunakan media yaitu dengan media pertumbuhan
dapat dilakukan isolasi mikroorganisme menjadi kultur murni, dapat
menginokulasikan mikroorganisme dari sampel pemeriksaan dan
digunakan sebagai tempat untuk menyimpan stok mikroorganisme.
Mikroorganisme untuk kehidupannya membutuhkan bahan-bahan
organik dan anorganik dari lingkungannya. Bahan-bahan disebut
nutrient (zat gizi) sedangkan proses penyerapanya disebut proses nutria.
Peran utama nutrient adalah :
a. Sumber energi
b. Bahan pembangun sel
c. Sebagai aseptor elektron dalam reaksi bioenergenetik (Yuniarti,
2012).
Medium harus mengandung nutrient yang memenuhi kebutuhan
dasar makhluk hidup yang meliputi air, karbon, energi, mineral dan
faktor tumbuh. Faktor tumbuh yang mendukung pertumbuhan
mikroorganisme, selain nutrient adalah tekanan osmosis, derajat
keasaman (pH), temperatur, serta sterilitas (Capucino, 2013).
2. Perkembangbiakan Bakteri atau Penanaman Bakteri (Kultur Bakteri)
Pembiakan bakteri diperlukan untuk mempelajari sifat bakteri
untuk dapat mengidentifikasi, determinasi atau diferensiasi jenis-jenis
yang ditemukan. Pertumbuhan ketahanan bakteri tergantung pada
pengaruh luar, seperti makanan (nutrisi), atmosfer, suhu, konsentrasi, ion
hydrogen, cahaya dan berbagai zat kimia yang dapat menghambat atau
membunuh.
Media kultur bakteri adalah suatu bahan yang terdiri atau
campuran nutrisi yang digunakan untuk menumbuhkan mikroorganisme
-
14
diatas atau didalamnya. Selain itu, media kultur mikroba dapat di
pergunakan pula untuk isolasi, perbanyakan, pengujian sifat-sifat
fisiologis dan perhitungan jumlah mikroorganisme.
Medium pembiakan yang digunakan untuk mengembangbiakan
bakteri di laboratorium dapat dibedakan dalam beberapa medium yaitu:
a. Medium Pembiakan Dasar
Medium pembiakan dasar adalah medium pembiakan
sederhana yang mengandungzat-zat umum yang diperlukan oleh
sebagian besar mikroorganisme dan dipakai juga sebagai komponen
dasar untuk membuat pembiakan lain seperti media Nutrient Agar
(NA) merupakan suatu media yang berbentuk padat, yang merupakan
perpaduan antara alamiah dan senyawa-senyawa kimia. Nutrient
Agar (NA) merupakan suatu media yang mengandung sumber
nitrogen dalam jumlah yang cukup yang dapat digunakan untuk
budidaya bakteri, untuk perhitungan mikroorganisme dalam air,
limbah, kotoran, dan bahan lainnya. Komposisi Nutrient Agar (NA)
terdiri ekstra daging sapi 3 gram, pepton 5 gram dan Agar 15 gram.
Pada Nutrient Agar (NA) ekstrak daging sapi dan pepton
digunakan sebagai bahan dasar karena merupakan sumber protein,
nitrogen, vitamin, serta karbohidrat yang sangat dibutuhkan oleh
mikroorganisme untuk tumbuh dan berkembang. Ekstrak daging sapi
mengandung senyawa-senyawa yang larut dalam air termasuk
karbohidrat, vitamin, nitrogen organik dan juga garam. Pepton
merupakan sumber utama dari nitrogen organik, yang sebagian
merupakan asam amino dan peptida rantai panjang. Dalam hal ini
agar digunakan sebaai bahan pemadat karena sifatnya yang mudah
membeku dan mengandung karbohidrat sehingga tidak mudah
diuraikan oleh mikroorganisme.
Nurient Agar (NA) merupakan suatu media berwarna kuning
muda yangmemiliki konsentrasi yang padat dimana media untuk
menumbuhkan bakteri. Di Indonesia sendiri Nutriet Agar (NA) sudah
-
15
banyak dipakai oleh industri produk susu dan juga di pengolahan air
limbah pabrik. Tidak semua bakteri dapat dibiakan pada media
karena ini hanya mengisolasi bakteri Antraks dan Staphylococcus
aureus.
Prosedur pembuatan Nutrient Agar (NA) adalah melarutkan
media sebanyak 3,36 gram Nutrient Agar (NA) dilarutkan dalam 120
mL air aquadest setelah itu dihomogenkan dengan cara dipanaskan
diatas hot plate dan diaduk menggunakan spatula hingga mendidih.
Selanjutnya media yang telah selesai dibuat kemudian disterilkan
dengan autoclave suhu 1210c selama 15 menit dengan tekanan 1 atm.
b. Media Pembiakan Penyubur
Media pembiakan penyubur dibuat dari medium pembiakan
dasar dengan penambahan zat-zat lain untuk mempersubur
pertumbuhan bakteri tertentu, yang pada medium pembiakan dasar
tidak dapat tumbuh dengan baik. Untuk keperluan ini medium
pembiakan dasar sering ditambahkan darah atau serum.Seperti media
BHIB (Braind Heart Infussion Broth) yaitu media pertumbuhan dari
bakteri Staphylococcus aureus karena mengandung nutrisi seperti
pepton, karbohidrat, protein, vitamin, mineral, air dan lain-lain.
c. Medium Pembiakan Selektif
Medium pembiakan selektif digunakan untuk menyeleksi
bakteri yang diperlukan dari campuran dengan bakteri-bakteri lain
yang terdapat dalam bahan pemeriksaan. Dengan penambahan zat-zat
tertentu bakteri yang dicari dapat dipisahkan dengan mudah. Seperti
media BAP (Blood Agar Plate) yaitu media selektif dari bakteri
Staphylococcus aureus karena hanya bakteri ini saja dapat tumbuh
pada media selektif BAP. Media ini mengandung nutrisi seperti
pepton, karbohidrat, protein, vitamin, mineral, air, dan lain-lain.
-
16
E. Tinjauan Umum Tentang Uji Daya Hambat Antibakteri
Uji daya hambat antibakteri adalah diperolehnya suatu sistem pengobatan
yang efektif dan efisien. Pengujian terhadap aktivitas antibakteri dapat
dilakukan dengan berbagai cara, yaitu :
1. Difusi Agar
Media yang dipakai adalah Agar Mueller Hinton. Pada metode difusi
ini ada beberapa cara, yaitu :
a. Cara Kirby Bauer
Beberapa koloni kuman dari pertumbuhan 24 jam diambil,
disuspensikan ke dalam 0,5 mL BHIB, diinkubasi 5-8 jam diambil
pada suhu 370c. Suspensi ditambah aquadest steril hingga kekeruhan
tertentu sesuai dengan standar konsentrasi bakteri 108 CFU/mL.
Kapas lidi steril dicelupkan ke dalam suspensi bakteri lalu di
tekan pada dinding tabung hingga kapasnya tidak terlalu basah,
kemudian dioleskan pada permukaan media agar hingga rata.
Kemudian diletakkan kertas samir (disc) yang mengandung
antibakteri diatasnya, diinkubasi pada 370c selama 1x24 jam.
Hasilnya dibaca :
1) Zona Radikal
Suatu daerah disekitar paper disc dimana sama sekali tidak
ditemukan adanya pertumbuhan bakteri. Potensi antibakteri
diukur dengan mengukur diameter dari zona radikal.
2) Zona Iradikal
Suatu daerah disekitar paper disc dimana pertumbuhan
bakteri dihambat oleh antibakteri, tetapi tidak dimatikan.
b. Cara Sumuran
Beberapa koloni kuman dari pertumbuhan 24 jam pada media
Agar diambil disuspensikan ke dalam 0,5 mL BHIB, diinkubasi 5-8
jam pada 370c. Suspensi ditambah aquadest steril hingga kekeruhan
tertentu sesuai dengan standar konsentrasi bakteri 108 CFU/mL.
Kapas lidi steril dicelupkan kedalam suspensi bakteri lalu ditekan-
-
17
tekan pada dinding tabung hingga kapasnya tidak terlalu basah,
kemudian dioleskan pada permukaan media Agar hingga rata. Media
Agar dibuat sumuran diteteskan larutan antibakteri, inkubasi suhu
370c selama 1x24 jam. Hasil bacanya seperti cara Kirby Bauer.
c. Cara Pour Plate
Kultur murni bakteri disuspensi 0,5 mL ke dalam BHIB inkubasi 5-
8 jam suhu 370c. Suspensi ditambah aquadest steril hingga kekeruhan
tertentu sesuai dengan standart konsentrasi bakteri 108 CFU/mL.
Suspensi bakteri diambil satu mata ose dan dimasukan ke dalam 4 mL
Agar Base 1,5% suhu 500c. Suspensi kuman tersebut homogen,
dituang pada media Agar Mueller Hinton, ditunggu sebentar sampai
memadat, letakkan disc diatas media selama 15-20 jam suhu 370c
hasil bacanya sesuai standar masing-masing antibakteri.
Nilai zona hambat diukur dengan rumus :
𝐃𝐕−𝐃𝐂 + (𝐃𝐇−𝐃𝐂)
𝟐
Keterangan :
DV : Diameter Vertikal
DH : Diameter Horizontal
DC : Diameter Cakram
Gambar 1.4 Gambar dan rumus penentuan zona hambat (Torar, 2015)
2. Dilusi Cair
Pada prinsipnya antibakteri diencerkan sampai diperoleh beberapa
konsentrasi. Pada dilusi cair masing-masing konsetrasi obat ditambah
suspensi kuman dalam media. Sedangkan pada dilusi padat tiap
konsentrasi obat dicampur dengan media agar, kemudian ditanam bakteri.
Metode dilusi cair adalah metode untuk menentukan konsentrasi
minimal dari suatu antibakteri yang dapat menghambat atau dapat
membunuh mikroorganisme. Konsentrasi terendah yang dapat
-
18
menghambat pertumbuhan bakteri ditunjukan dengan tidak adanya
kekeruhan disebut Kadar Hambat Minimal (KHM) atau Minimal
Inhibitory Concentration (MIC) (Tedy, 2005).
Kadar Hambat Minimal (KHM) adalah konsentrasi minimal dari
suatu antimikroba yang ditentukan dengan terbentuknya zona bening
disekitar daerah Papper disc dalam konsentrasi rendah dan sedangkan
KBM (Kadar Bunuh Minimal) adalah konsentrasi minimal yang dapat
membunuh mikroorganisme dari pengulangan hasil KHM (Kadar Hambat
Minimal) yang di inokulasi untuk diujikan seagai KBM (Kadar Bunuh
Minimal) (Aisyah, 2015).
-
19
BAB III
KERANGKA KONSEP
A. Dasar Pemikiran
Tumbuhan komba-komba atau kirinyuh (Chromolaena odorata) adalah
salah satu tanaman liar yang sifatnya parasit atau merugikan terhadap
tumbuhan lain.Tumbuhan ini sangat berkhasiat dalam penyembuhkan luka
karena daun komba-komba (Chromolaenaodorata) mengandung senyawa
kimia seperti flavonoid, triterpenoid, alkaloid, fenol, saponin, steroid dan
tanin.
Untuk memperoleh sari daun komba-komba (Chromolaena odorata)
yaitu dengan memilih daun yang masih muda lalu di petik dan dicuci bersih
lalu di keringkan dan ditimbang sebanyak 500 gram dengan timbangan digital
lalu diblender, diperas dan disaring dengan kertas saring dan masukan dalam
erlenmeyer yang diharapkan sari yang keluar sebanyak 150 mL untuk dibuat
konsentrasi 20%,40%, 60%, 80% dan 100% dalam 50 mL lalu dilakukan
pengujian daya hambat sari daun komba-komba (Chromolaena odorata)
terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus dengan metode Difusi Agar
(Disc Diffusion Method) atau kyrbi-Bauer. Dilakukan suspensi bakteri dengan
ose bulat untuk disebar dimedia Nutrient Agar (NA) lalu dimasukan paper
disc yang telah dicelupkan didalam larutan sari daun komba-komba
(Chromolaena odorata) kemudiansimpan di permukaan media Nutrient Agar
(NA) lalu ditutup dan inkubasi selama 1 x 24 jam suhu 370c di dalam
inkubator.
Hasil akan dibandingkan dengan kontrol positif (Tetrasiklin).Untuk
daerah zona hambat di kelompokan menjadi tiga kategori yaitu zona hambat
resisten (zona hambat ≤ 12 mm), intermediate (zona hambat antara 13-17
mm), sensitifitas (zona hambat antara ≥ 18 mm), sehingga dapat disimpulkan
apakah daun komba-komba (Chromolaena odorata) efektif dalam
menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus atau tidak.
-
20
B. Bagan Kerangka Pikir
Keterangan : Variabel diteliti :
Variabel tidak diteliti :
Daun komba-komba
(Choromolaena odorata)
Memiliki kandungan kimia
yaitu tanin, alkaloid,
triterpenoid, flavonoid, fenol
5000 gram daun komba-komba dihaluskan
dengan blender untuk memperoleh sari yang
pekat
Sari daun komba-komba dibuat
konsentrasi 20%, 40%, 60%,
80%, 100%
Menghambat pertumbuhan
Staphylococcus aureus
Temperatur
pH
Media
Nutrisi
Cahaya
Di uji dengan metode
Kirby Bauer
Diinkubasi selama 1x24 jam
Pengukuran zona hambat
Negatif (-) Tidak
terbentuk zona hambat
Positif (+) Terbantuk
zona hambat
Sensitif ≥18 mm Intermediate 13-17 mm Resisten ≤ 12 mm
-
21
C. Variabel Penelitian
1. Variabel bebas (independen) adalah sari daun komba-komba
(Chromolaena odorata)
2. Variabel terikat (dependen) adalah zonahambat terhadap pertumbuhan
Staphylococcus aureus.
D. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif
1. Definisi Operasional
a. Sari daun komba-komba (Chromolaena odorata) adalah sari yang
diperoleh dari daun komba-komba (Chromolaena odorata) yang telah
dihaluskan menggunakan blender pada penelitian sari daun komba-
komba (Choromolaena odorata) terhadap pertumbuhan bakteri
Staphylococcus aureus.
b. Staphylococcus aureus yang digunakan merupakan biakan murni yang
diperoleh dari Laboratorium Analis Kesehatan Poltekkes Kendari.
c. Zona hambat adalah diameter zona dimana bakteri tidak tumbuh,
ditandai dengan zona bening yang diukur dengan mistar dengan
satuan milimeter (mm).
d. Media pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus adalah Nutrient
Agar (NA) diinkubasi suhu 370c selama 1x24 jam
2. Kriteria Objektif
a. Positif (+) apabila menunjukan daerah zona bening atau zona hambat,
besarnya zona hambat terdiri dari tiga kategori yaitu:
1) Zona hambat dalam batas resisten : ≤ 12 mm
2) Zona hambat dalam batas intermediate : 13-17 mm
3) Zona hambat dalam batas sensitif : ≥ 18 mm
b. Negatif (-) apabila tidak menunjukan daerah zona hambat.
-
22
BAB IV
METODEOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah eksperimental laboratories, dengan
menggunakan desain One-shot Case Study yaitu desain penelitian dengan
perlakuan terhadap variabel independen (Sugiyono, 2011).
B. Waktu dan Tempat Penelitian
1. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan mulai tanggal 6 Maret s/d 25 Juni 2018
2. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Jurusan Analis Kesehatan
Poltekkes Kemenkes Kendari
C. Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah daun komba-komba (Choromolaena odorata).
Sedangkan obyek penelitian ini adalah bakteri Staphylococcus aureus.
D. Bahan Uji
Bahan uji dari penelitian ini adalah tumbuhan komba-komba
(Chromolaena odorata), daun komba-komba (Chromolaena odorata) yang
digunakan adalah daun muda, daun dipetik secara manual dan dicuci lalu
dikeringkan dan ditimbang sebanyak 500 gram dengan timbangan digital
kemudian dipotong-potong lalu kemudian diblender dan disaring dengan
kertas saring. Sehingga diharapkan mendapatkan air perasan daun komba-
komba (Choromolaena odorata) yang pekat sebanyak 150 mL dan dimasukan
dalam erlenmeyer kemudian sari daun komba-komba (Choromolaena
odorata) dibuat dalam 5 variasi konsentrasi yaitu pada konsentrasi 20%,40%,
60%, 80% dan 100% yang akan di uji terhadap pertumbuhan Staphylococcus
aureus.
-
23
E. Prosedur Kerja
Prosedur kerja pada uji daya hambat sari daun komba-komba
(Choromolaena odorata) terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus
aureus pada penelitian ini, yaitu :
1. Pra Analitik
a. Persiapan Alat dan Bahan
1) Alat
a. Neraca Digital
b. Sendok Tanduk
c. Erlenmeyer
d. Batang Pengaduk
e. Pipet Ukur
f. Ball Filler
g. Gelas Ukur
h. Lampu Spiritus
i. Kaki Tiga
j. Kawat Kasa
k. Inkubator
l. Autoclave
m. Cawan Porselin
n. Tabung Reaksi
o. Rak Tabung
p. Kawat Ose
q. Pinset
r. Botol Semprot
s. Blender
t. Kertas Saring
u. Pipet Tetes
v. Mistar/Penggaris
w. Corong
x. Gelas Kimia
2) Bahan
a. Daun komba-komba (Chromolaena odorata)
b. Antibiotik Tetrasiklin
c. Paper disc Blank
d. Media Nutrien Agar (NA)
e. Aquadest
f. Kertas Saring
g. Kertas label
h. Aluminium Foil
i. Biakan murni Staphylococcus aureus
-
24
b. Sterilisasi Alat Penelitian
Alat yang terbuat dari bahan gelas atau kaca sebelum digunakan
harus dicuci terlebih dahulu, kemudian dikeringkan setelah itu di
bungkus dengan kertas HVS lalu dimasukan ke dalam Autoclave suhu
1210c selama 15 menit pada tekanan 1 atm setelah selesai di dinginkan
dan disimpan ditempat yang telah disiapkan.
c. Pembuatan Media Nutrient Agar (NA)
Sebanyak 3,36 gram Nutrien Agar (NA) dilarutkan dalam 120
mLaquadest lalu di homogenkan dengan cara dipanaskan diatas lampu
spiritus hingga bubuk media larut dalam aquadest setelah homogen
kemudian di ukur pH media yaitu pH 7 lalu di autoclave suhu 1210c
selama 15 menit kemudian di dinginkan simpan didalam kulkas.
d. Pembuatan Stok Bakteri
Media Nutrient Agar (NA) yang telah dibuat dan telah disterilkan
dari autoclave segera dimasukan kedalam tabung reaksi sebanyak 5ml
lalu dimiringkan hingga memadat. Bakteri uji yang digunakan atau
bakteri yang akan dimurnikan adalah Staphylococcus aureus. Pembuatan
stok bakteri dilakukan dengan menggunakan ose dan pengerjaanya harus
di belakang lampu spiritus caranya dengan mengambil bakteri dengan
menggunakan ose kemudian ditanam atau diinokulasikan dengan
menggoreskan pada media NA yang sudah dimiringkan tadi lalu
diinkubasi didalam inkubator suhu 370c selama 1 x 24 jam.
e. Pembuatan Suspensi Bakteri Uji.
Pembuatan suspensi bakteri diambil bakteri uji dengan menggunakan
kawat ose steril kemudian disuspensikan dalam 2 mL NaCl 0,9% dalam
tabung reaksi steril dan dihomogenkan sesuai standar Mc. Farland 0,5
yang ditandai dengan terbentuknya kekeruhan setelah disuspensikan.
-
25
f. Pembuatan Antibiotik Tetrasiklin (Control Positif).
Tetrasiklin 250 mg dibuat konsentrasi 5% dengan menimbang 0,5
gram tetrasiklin kemudian dilarutkan dengan aquadest steril sebanyak 5
mL sehingga diperoleh konsentrasi 5%.
g. Pembuatan Sari Daun Komba-Komba (Chromolaena odorata)
Ditimbang 500 gram daun komba-komba (Chromolaena odorata)
dengan menggunakan timbangan digital kemudian diblender dan diperas
dan disaring, sehingga diharapkan mendapatkan sari daun komba-komba
(Choromolaena odorata) sebanyak 150 mL.
Langkah berikutnya sari daun komba-komba (Chromolaena
odorata) dibuat dalam 5 variasi konsentrasi yaitu pada variasi konsentrasi
20%, 40%, 60%, 80%, dan 100%. Volume sari daun komba-komba
(Choromolaena odorata) yang diambil dihitung dengan rumus
pengenceran sebagai berikut :
Rumus Pengenceran :
(Purwiyanto, 2013)
Keterangan :
V1 ..: Volume Larutan Stok
M1 : Konsentrasi Larutan Stok
V2 : Volume Larutan Perlakuan
M2 : Konsentrasi Larutan yang Diinginkan
V1 . M1 = V2 . M2
-
26
Berdasarkan rumus pengenceran, maka cara pembuatan sari dibagi
menjadi 5 macam konsentrasi dengan tiap-tiap konsentrasi berjumlah
50mL yaitu pada konsentrasi 20%, 40%,60%, 80% dan 100% adalah
sebagai berikut :
1) Konsentrasi 20% yaitu 10mL sari dan ditambahkan 40 mL aquadest
kemudian dihomogenkan.
2) Konsentrasi 40% yaitu 20mL sari dan ditambahkan 30 mL aquadest
kemudian dihomogenkan.
3) Konsentrasi 60% yaitu 30 mL sari dan ditambahkan 20 mL aquadest
kemudian dihomogenkan.
4) Konsentrasi 80% yaitu 40 mL sari dan ditambahkan 10 mL aquadest
kemudian dihomogenkan.
5) Konsentrasi 100% yaitu memipet 50 mL sari kemudian
dihomogenkan. }}
2. Analitik
1. Uji Daya Hambat Sari Daun Komba-Komba (Chromolaena odorata)
Terhadap Bakteri Uji
Tujuan : Untuk mengetahui aktivitas antibakteri dari sari daun komba-
komba (Chromolaena odorata) diujikan terhadap bakteri
Staphylococcus aureus.
Metode : Metode Difusi Agar (Disk Diffusion Method) dari Kirby-
Bauer.
Cawan petri yang sudah disterilkan di simpan diatas meja, media
Nutrient Agar (NA) yang sudah memadat dipanaskan terlebih dahulu
dengan lampu spiritus sampai media Nutrient Agar (NA) mencair lalu
media Nutrient Agar (NA) dituang didalam cawan petri yang sudah
disiapkan di sterilkan lalu tunggu sampai memadat kemudian dilakukan
suspensi bakteri Staphylococcus aureus dengan NaCl. Setelah media
Nutrient Agar (NA) memadat maka ambil suspensi bakteri sebanyak 0,1
mL lalu di sebar dipermukaan media Nutrient Agar (NA) dengan
-
27
menggunakan drigel ski kemudian ambil paper disc dan dicelupkan di
dalam sari daun komba-komba (Chromolaena odorata) pada masing-
masing konsentrasi 20%, 40%, 60, 80% dan 100% dengan menggunakan
pinset disimpan diatas permukaan media Nutrient Agar (NA) lalu dilabeli
dengan menggunakan kertas label. Kemudian dibuat kontrol positif
dengan menggunakan tetrasiklin paper disc dicelupkan di dalam
tetrasiklin untuk kontrol positif dan di tanam di atas permukaan media
Nutrient Agar (NA) lalu diinkubasi selama 1x24 jam suhu 370c. Jika
terbentuk daerah bening di sekitar paper disc itu menunjukan daerah
zona hambat.
3. Pasca Analitik
a. Pencatatan Hasil Penelitian
Pencatatan hasil penelitian merupakan hasil penelitian yang
dilakukan dengan pencatatan suatu aktifitas dalam bentuk tulisan baik di
ketik maupun di tulis tangan atau dalam bentuk grafik atau gambar dari
hasil pengukuran atau pengamatan yang telah dilakukan.
Pencatatan hasil penelitian ditentukan dengan rumus :
DV−DC + (DH−DC )
2
Keterangan :
DV : Diameter Vertikal
DH : Diameter Horizontal
DC : Diameter Cakram
b. Dokumentasi Hasil Penelitian
Kegiatan pengambilan hasil dalam bentuk foto atau gambar dar hasil
pengukuran, pengamatan, pengambilan sampel dan lain lain yang
berhubungan dengan hasil penelitian mulai dari pra analitik, analitik
sampai pasca analitik.
-
28
c. Pelaporan Hasil Penelitian.
Pelaporan hasil penelitian adalah kegiatan melaporkan hasil
penelitian setelah dilakukan pengukuran dan pengamatan, hasil penelitian
itu dilaporkan berdasarkan hasil pengukuran yang dijadikan sebagai hasil
penelitian.
F. Analisis Data
Analisis data dari penentuan hasil penelitian dengan menggunakan rumus
zona hambat. Adapun rumus zona hambat adalah sebagai berikut:
DV − DC + (DH − DC)
2
Keterangan :
DV : Diameter Vertikal
DH : Diameter Horizontal
DC : Diameter Cakram
G. Pengolahan Data
Pengolahan data yang telah diperoleh dari hasil penelitian dikerjakan
melalui beberapa proses dengan tahapan sebagai berikut :
1. Pemeriksaan data (editing) bertujuan untuk meneliti data yang telah
diperoleh dari pengukuran dengan cara memeriksa kelengkapan dan
konsistensi data yang ada.
2. Pengkodean data (coding) betujuan untuk memudahkan dalam menganalisa
data dengan cara memberikan kode atau atribut pada data.
3. Mentabulasi (tabulating) tabulasi merupakan lanjutan langkah coding untuk
mengelompokan data kedalam suatu data tertentu menurut sifat-sifat yang
dimiliki sesuai dengan tujuan penelitian.
H. Penyajian Data
Data yang telah dianalisis disajikan dalam bentuk tabel dan kemudian
dijelaskan dalam bentuk narasi.
-
29
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Penelitian uji daya hambat sari daun komba-komba (chromolaena
odorata) terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dilakukan dengan
menggunakan metode difusi agar atau metode sebar yang dilakukan di
Laboratorium Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Kemenkes Kendari
penelitian uji daya hambat di mulai tanggal 6 Maret s/d 25 Juni 2018.
B. Hasil Penelitian
Hasil penelitian berbagai konsentrasi sari daun komba-komba
(Chromolaena odorata) terhadap daya hambat pertumbuhan bakteri
Staphylococcus aureus dengan menggunakan metode difusi agar secara invitro
di Laboratorium Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Kendari diperoleh zona
hambat yang disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut.
Tabel 5.1 Hasil Pengukuran zona hambat sari daun komba-komba
(Chromolaena odorata) terhadap pertumbuhan bakteri
Staphylococcus aureus
No Konsentrasi Waktu
Pengamatan
Diameter Hona
Hambat (mm) Rata-rata Interpretasi
P1 P2
1 20% 24 jam 1,5 mm 2,5 mm 2 mm Resisten
2 40% 24 jam 4,5 mm 3 mm 3,7 mm Resisten
3 60% 24 jam 5,5 mm 4 mm 4,7 mm Resisten
4 80% 24 jam 7,5 mm 5 mm 6,2 mm Resisten
5 100% 24 jam 10,5 mm 5,5 mm 8 mm Resisten
6 Kontrol (+) 24 jam 19 mm 19 mm Sensitif
7 Kontrol (-) 24 jam - - - -
Keterangan:
Resisten : ≤12 mm P1 : Pengulangan Pertama (1)
Intermediate : 13-17 mm P2 : Pengulangan Kedua (2)
Sensitifitas : ≥18 mm
-
30
Pengamatan hasil penelitian dilakukan dengan melihat daerah bening yang
dikelilingi paper disc yang menunjukan daerah daya hambat pertumbuhan bakteri
Staphylococcus aureus dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
a.
b.
Keterangan :
a. Kontrol positif (+) b. Kontrol negatif (-)
Gambar 1.5 Kontrol (+) tetrasiklin dan kontrol (-) aquadest
b.
P1 c.
a.
Keterangan :
a. Konsentrasi sari daun komba-komba 20% b. Konsentrasi sari daun komba-komba 40% c. Konsentrasi sari daun komba-komba 60% P1 Pengulangan pertama
Gambar 1.6 Hasil uji daya hambat sari daun komba-komba (Chromolaena odorata)
konsentrasi 20%, 40% dan 60%
P1 a.
b.
Keterangan :
a. Konsentrasi sari daun komba-komba 100% b. Konsentrasi sari daun komba-komba 80% P1 Pengulangan pertama
Gambar 1.7 Hasil uji daya hambat sari daun komba-komba (Chromolaena odorata)
konsentrasi 80%dan 100%
-
31
a.
P2 b.
Keterangan :
a. Konsentrasi sari daun komba-komba 20% b. Konsentrasi sari daun komba-komba 40% P2 Pengulangan kedua
Gambar 1.8 Hasil uji daya hambat sari daun komba-komba (Chromolaena odorata)
konsentrasi 20%dan 40%.
a.
b.
P2 c.
Keterangan :
a. Konsentrasi sari daun komba-komba 60% b. Konsentrasi sari daun komba-komba 80% c. Konsentrasi sari daun komba-komba 100% P2 Pengulangan kedua
Gambar 1.9 Hasil uji daya hambat sari daun komba-komba (Chromolaena odorata)
konsentrasi 60%, 80%dan 100%.
C. Pembahasan
Pada penelitian uji daya hambat sari daun komba-komba (Chromolaena
odorata) yang akan diujikan pada bakteri Staphylococcus aureus dengan
menggunakan metode difusi agar atau metode sebar dengan pengujian sari daun
komba-komba (Chromolaena odorata) dibuat dalam 5 variasi konsentrasi yaitu
konsentrasi 20%, 40%, 60%, 80% dan 100% yang dilakukan di Laboratorium
Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Kendari.
-
32
Pengujian daya hambat sari daun komba-komba (Chromolaena odorata)
terhadap petumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dilakukan beberapa tahap
yaitu mulai dari tahap pemilihan daun sampai dengan pengujian daya hambat
bakteri. Tahap pemilihan daun dilakukan dengan cara memilih daun yang masih
muda dan di ambil dengan cara manual kemudian dilakukan sampai tahap
pembuatan konsentrasi untuk pengujian daya hambat.
Pengujian daya hambat terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus
aureus dengan menggunakan metode difusi agar di inkubasi selama 1 x 24 jam
di dalam inkubator dengan zona hambat ditandai dengan terbentuknya daerah
bening disekitar paper discpengujian dilakukan dengan 2 kali pengulangan
dengan menggunakan obat tetrasiklin sebagai kontrol positif dan aquadest
sebagai kontrol negatif.
Daya hambat sari daun komba-komba (Chromolaena odorata) pada
konsentrasi 20% zona hambat yang terbentuk pada pengulangan pertama (P1)
sebesar 1,5 mm dan pada pengulangan kedua (P2) sebesar 2,5 mm dengan` rata-
rata 2 mm. Konsentrasi 40% zona hambat yang terbentuk pada pengulangan
pertama (P1) sebesar 4,5 mm dan pada pengulangan kedua (P2) sebesar 3 mm
dengan rata-rata 3,7 mm. Konsentrasi 60% zona hambat yang terbentuk pada
pengulangan pertama (P1) sebesar 5,5 mm dan pada pengulangan kedua (P2)
sebesar 4 mm dengan rata-rata 4,7 mm. Konsentrasi 80% zona hambat yang
terbentuk pada pengulangan pertama (P1) sebesar 7,5 mm dan pada pengulangan
kedua (P2) sebesar 5 mm dengan rata-rata 6,2 mm. Konsentrasi 100% zona
hambat yang terbentuk pada pengulangan pertama (P1) sebesar 10,5 mm dan
pada pengulangan kedua (P2) sebesar 5,5 mm dengan rata-rata 8 mm. Sehingga
dari ke 5 konsentrasi terbentuk daerah bening disekitar paper disc yang di sebut
sebagai zona hambat. Zona hambat yang terbentuk masih dikategorikan resisten
(lemah) karna besarnya zona hambat yang terbentuk kurang dari 12 mm tetapi
pada konsentrasi 100% dalam pengujian ini walaupun termasuk dalam kategori
resisten tetapi efektif dalam menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus
aureus karna memiliki daya hambat paling besar pada pengujian daya hambat
ini.
-
33
Pada pengulangan pertama (P1) dan kedua (P2) baik pada konsentrasi 20%
sampai pada konsentrasi 100% pengulangan pertama (P1) dan kedua (P2) terjadi
perbedaan besarnya daya hambat yaitu sebesar 1 – 5 mm. Hal ini disebabkan
karna penyaringan sari daun komba-komba (Chromolaena odorata) belum baik
sehingga masih ada sisa-sisa penyaringan berupa endapan serbuk-serbuk dari
daun komba-komba (Chromolaena odorata) yang belum tersaring dengan
sempurna sehingga menyebabkan kandungan sari daun komba-komba
(Chromolaena odorata) tidak berfungsi dengan baik dalam mendenaturasi
membran sel bakteri sehingga dalam menghambat pertumbuhan bakteri
Staphylococcus aures menjadi kurang efektif dengan demikian ukuran daya
hambat pada setiap konsentrasi pengulangan pertama (P1) dan kedua (P2) terjadi
perbedaan.
Hal ini sejalan dengan penelitian Purwati dan Undri Rastuti (2009)
menerangkan Ekstrak etil asetat daun Euphatorium odoratum berdasarkan
skrining senyawa metabolit sekunder mengandung senyawa flavonoid, dengan
senyawa metabolit sekunder dalam ekstrak etil asetat daun Euphatorium
odoratum memiliki aktivitas antioksidan dengan urutan aktivitas penghambat
sebesar 0,15% (b/v). Flavonoid mendenaturasi protein sel bakteri dan dapat
merusak membran sitoplasma bakteri sehingga dapat menghambat pertumbuhan
bakteri Staphylococcus aureus pada pengujian daya hambat.
Dalam penelitian lain (Rahman, 2017) juga menggunakan ekstrak daun
komba-komba (Chromolaena odorata) untuk penyembuhan luka sayat pada
ayam petelur yang mana dalam penelitiannya menunjukan bahwa konsentrasi
yang efektif dalam penyembuhan luka sayat pada ayam petelur adalah pada
konsentrasi 20%.
Adapun penelitian terdahulu oleh Vital dan Rivera (2009) dalam
penelitiannya dilakukan pengujian terhadap aktivitas antimikroba ekstrak daun
kirnyuh, hasilnya menunjukkan positif terhadap bakteri Bacillus subtillis,
Staphyloccus aureus dan Salmonella typhimurium. Serta dalam penelitian
sebelumnya juga telah dilakukan pengujian terhadap ekstrak etanol daun
kirinyuh untuk pengobatan luka pada mencit jantan dengan konsentrasi 2,5%,
-
34
5%, 10%, kontrol dan pembanding, hasilnya menunjukkan bahwa ekstrak etanol
daun kirnyuh konsetrasi10% memberikan efek penyembuhan luka lebih cepat
dibandingkan dengan dosis lain (Afrianti, 2010).
Berdasarkan hal ini setelah dibandingkan dengan penelitian sebelumnya
ternyata konsentrasi yang efektif dalam menghambat petumbuhan bakteri
Staphylococcus aureus adalah dengan menggunakan ekstrak daun komba –
komba (Chromolaena odorata).
-
35
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian uji daya hambat yang saya lakukan, dari dua kali
pengulangan uji daya hambat sari daun komba-komba (Chromolaena odorata)
terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dapat disimpulkan bahwa :
1. Pada konsentrasi 20% daya hambat yang terbentuk sebesar 2 mm,
konsentrasi 40% daya hambat yang terbentuk sebesar 3,7 mm, konsentrasi
60% daya hambat yang terbentuk sebesar 4,7 mm, konsentrasi 80% daya
hambat yang terbentuk sebesar 6,2 mm dan konsentrasi 100% daya hambat
yang terbentuk sebesar 8 mm.
2. Dari konsentrasi 20% sampai konsentrasi 100% dapat menghambat
pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus tetapi masih tergolong resisten
(lemah). Daya hambat yang efektif atau daya hambat yang paling besar
tebentuk terdapat pada konsentrasi 100% hasilnya dapat menghambat
pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus.
B. Saran
1. Bagi institusi dapat digunakan sebagai referensi, ilmu pengetahuan, sebagai
acuan atau panduan untuk mahasiswa dalam praktiukm tentang uji daya
hambat di Laboratorium Analis Kesehatan.
2. Bagi peneliti dapat digunakan sebagai riset penelitian lanjutan tentang uji
daya hambat khususnya dalam bidang mikrobiologi dengan menggunakan
konsentrasi sari yang lebih besar lagi untuk mendapatkan hasil daya hambat
yang efektif.
-
36
DAFTAR PUSTAKA
Afrianti, R, R. Yenti, dan L. Afriani, 2010., Studi pendahuluan etanol daun kirinyuh
terhadap penyembuhan luka, Laporan Penelitian STIFL, Padang.
Aisyah. 2015. Daya Hambat Ekstrak Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius
Roxb.) Terhadap Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus aureus. Fakultas
Kedokteran Gigi UNHAS makassar. Hal. 23
Ajizah, Aulia; Thihana; Mirhanuddin. 2007. Potensi Ekstrak Kayu Ulin
(Eusideroxylonzwageri) Dalam Menghambat Pertumbuhan Bakteri
Staphylococcus aureus Secara In Vitro.On_line. Tersedia
di:http://bioscientiae.unlam.ac.id/v4n1/v4n1_ajizah.pdf.Skripsi (Diakses,
5 januari 2018).
Apriani. 2012. Tinjauan Pustaka Tumbuhan Komba-Komba (Chromolaena odorata).
Diakses pdf tanggal 2 Agustus 2017.
Apriyadi Tri Erza. 2010. Risiko Staphylococcus aureus Pada Pangan Tradisional
Siap Santap dan Evaluasi Keberadaannya Dalam Nasi Uduk. Fakultas
Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor hal. 6.
Aulia, Ismi Arsyi. 2008. Uji aktivitas Antibakteri Fraksi Etil Asetat Ekstrak Etanolik
Daun Arbenan (duchesnea indica (andr.) Focke) Terhadap
Staphylococcus aureus danPseudomonas aeruginosa Multiresisten
Antibiotik Beserta Profil Kromatografi LapisTipisnya. On_line. Tersedia
di:http://etd.eprints.ums.ac.id/1517/1/K100040115.pdf. Skripsi (Diakses,
5 januari 2018)
Awoyinka. 2007. Tanaman Tradisional Sebagai Antibakteri Untuk Pengobatan.
Penebar Swadaya : Jakarta.
Bachtiar Subhchan Yusuf, Tjahjaningsih, Nanik Sianita. 2012. Pengaruh Ekstrak
Alga Coklat (Sargasus sp) Terhadap Pertumbuhan Bakteri Escherichia
coli. Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga. Journal of
Marine and Coastal Science, 1 (1) hal 53-60.
Brooks GF, Butel JS, Morse SA. Mikrobiologi kedokteran buku 1. Alih bahasa:
Mudihardi E, dkk, editor. Jakarta: Salemba medika; 2005, hal. 317-22
Brooks GF, Carroll C, Butel JS, Morse SA, Mietzner A. Melnick & adelberg’s
medical microbiology 25th
ed. USA: Mc Graw Hill; 2010, pp. 617
http://etd.eprints.ums.ac.id/1517/1/K100040115.pdf
-
37
Cappuccino, J.G & Natalie, S. 2013. Manual Laboratorium biologi; alih bahasa, Nur
Miftahurrahmah. Jakarta: EGC.
Dalimartha, S., 2000. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Edisi 2. Jakarta: Trubus
Agiwidya.
Djajadisastra, Joshita, dkk., 2009.Formulasi Gel Tropika Dari Ekstrak Nerii Folium
Dalam Sediaan Anti Jerawat. Jurnal Farmasi Indonesia Vol.4 No.4 Juli
2009 : 210-216. Universitas Indonesia Fakultas MIPA.
Dwidjoseputro D. 1994. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambatan, Jakarta.
Hadi, M., J.W. Hidayat, K. Baskoro. 2000. Uji Potensi Ekstrak Daun Eupatorium
odoratum sebagai Bahan Insektisida Alternatif: Toksisitas dan
EfekAntimakan Terhadap Larva Heliothis armigera. Hubner. Jurnal
Sainsdan Matematika. Fakultas MIPA Undip. Semarang
Harbone, J.B, 1987., Metode Fitokimia Penentuan Cara Modern Menganalisa
Tumbuhan, Diterjemahkan oleh Kosasih, Padmawinata,Terbitan ITB,
Bandung.
Jawetz, dkk., 2010. Mikrobiologi Kedokteran. diterjemahkan Mudihardi, E.,
Kuntaman, Wasito, E.B., Mertaniasih, N.M., Harsono., S., Alim
sardjono, L., Edisi XXV, 198, Penerbit Salemba Medika, Jakarta.
Jumiarni Wa Ode, Oom Komalasari. 2017. “Esploitasi Jenis dan Pemanfaatan
Tumbuhan Obat Pada Masyarakat Suku Muna di Pemukiman Kota
Muna” Traditional Medicine Journal, 22 (1) 2017 hal. 45
Kurniawan, B., Aryana, W.F., 2015. Binahong (Cassia alata L)as Inhibitor of
Escherichia coli Growth. Majority, 4(4), 100-104.
Kusuma, I.W., Kuspradini, H., Arung, E.T., Aryani, F., Min, Y.H., Kim, J.S.,Kim,
Y.U., 2011. Biological Activity and Phytochemical Analysis of
ThreeIndonesian Medicinal Plants, Murraya koenigii, Syzygium
polyanthum andZingiber purpurea. Journal of Acupuncture and
Meridian Studies, 4(1), 7579.
Loggia, R. D., Tubaro A., Dri P., Zilli C., and Del Negro P. 1986. The role of
flavonoids in the antiinflammatory activity of Chamoliarecutita. Plant
flavonoids in biology and medicine: biochemical, pharmaceutical and
structure-activity relationships. Alan R. Liss, Inc. p. 481-4.
-
38
Madigan, M. T., J.M., et al. 2009.Brock Biology of Microorganisms, Pearsons
enjamin Cummings, San Fransisco, pp. 779
Nugerahdita Nindya. 2009. Prevalensi Penyakit Kulit dan Pengobatannya Pada
Beberapa RW di Kelurahan Petamburan Jakarta Pusat. Universitas
Indonesia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Departemen
Farmasi Depok 2009.
Pratiwi ST. Mikrobiologi farmasi. Jakarta: Erlangga; 2008, hal. 42-3, 188-91
Purwati dan Undri R. 2009. Skrining Senyawa Metabolit Sekunder dan Uji Aktivitas
Antioksidan Ekstrak Etilasetat Daun Wedusan (Euphatorium odoratum)
Molekul, program studi kimia, jurusan MIPA, Fakultas Sains dan Teknik
UNSOED vol. 4.No. 2. November, 2009:94-104.
Purwiyanto Anna I.S. M.Si. 2013. Modul Praktikum Oseanografi Kimia. Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sriwijaya.
Rahman Aminul. 2017. Efek Salep Ekstrak Daun Kirinyuh (Euphatorium odaratum)
Terhadap Penyembuhan Luka Sayat Pada Ayam Petelur (Gallus
leghorn). Program Studi Kedokteran Hewan Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin Makassar 2017.
Robinson, T, 1995., Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi, Edisi VI, ITB, Bandung.
Sagala, N.S. 2009. Pemanfaatan Semak Bunag Putih (Chromolena odarata)
Terhadap Pertumbuhan dan IOFC Dalam Ramsun Burung Puyuh
(Cortunix-cortunix japonica) Umur 1 sampai 42 Hari. USU, Medan.
Samaranayake. 2012. Essential Microbiology For Dentistry 4th ed. China : Elsevier ;
2012, pp. 125
Simanjuntak, M.R. 2008. Ekstraksi dan Fraksinasi Komponen Ekstrak Daun
Tumbuhan Senduduk (melastoma malabathricum. L) Serta Pengujian
Efek Sediaan Krim terhadap Penyembuhan Luka Bakar.
Skripsi.Universitas Sumatera Utara. Medan. 85 hlm.
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif (Cetakan No. 14).
Bandung : Alfabeta
Tedy Nurwalidin Aka. 2005. Efektifitas Antibakteri Ekstrak Etanol dan Etil Asetat
Daun Ketapang (Terminalia catappa l.) Terhadap Salmonella Typhy dan
Staphylococcus epidermidis. Skripsi Fakultas SAINS dan Teknologi
Sunan Kalijaga.
-
39
Thamrin, M., S. Asiklin and M. Willis. 2013.“Tumbuhan Kirinyuh (Chromolaena
odorata) Sebagai Insektisida Nabati Untuk Mengendalikan Ulat Grayak
(Spodoptera litura)”. Jurnal insektisida nabati, 22 (7) 2013 hal. 113
Toy Torar S.S., Benedictus S. Lampus, Bernat S.P. Hutagalung. 2015. Uji Daya
Hambat Ekstrak Rumput Laut Gracilaria sp Terhadap Pertumbuhan
Bakteri Staphylococcus aureus. Jurnal e-GiGi (eG). Volume 3 Nomor 1
Januari – Juni 2015. Hal. 156.
Vital, P. G., and W. L, Rivera, 2009.Antimicrobacterial activity and citoxicity of
chromolaena odorator (L.F) King and Robinson and Uncaria perrottetii
(A. Rich) merr. Extracts, Available online at
http;//www.academicjournal.org/JMPR Journal of Medicial Plant
Research vol. 3 (7), pp. 5511-518.
Yuniarti Tuty. 2012. Media dan Reagensia Bahan Ajar Jurusan Analis Kesehatan
Poltekkes Kementerian Keshatan Kendari.
-
40
LAMPIRAN
-
41
-
42
-
43
-
44
-
45
-
46
TABULASI DATA
Proses Penelitian Uji Daya Hambat Sari Daun Komba-Komba (Chromolaena
odorata) Terhadap Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus aureus
Kesensitifitas sari daun komba-komba (Chromolaena odorata) di tentukan
pada ukuran zona hambat yang terbentuk. Interpretasi hasil dalam pengukuran zona
hambat terbagi atas 3 kategori yaitu:
1. Resisten : ≤ 12 mm
2. Intermediate : 13-17 mm
3. Sensitifitas : ≥18 mm (Bachtiar 2012)
No Konsentrasi Waktu
Pengamatan
Diameter Hona
Hambat (mm) Rata-rata Interpretasi
P1 P2
1 20% 24 jam 1,5 mm 2,5 mm 2 mm Resisten
2 40% 24 jam 4,5 mm 3 mm 3,7 mm Resisten
3 60% 24 jam 5,5 mm 4 mm 4,7 mm Resisten
4 80% 24 jam 7,5 mm 5 mm 6,2 mm Resisten
5 100% 24 jam 10,5 mm 5,5 mm 8 mm Resisten
6 Kontrol (+) 24 jam 19 mm 19 mm Sensitif
7 Kontrol (-) 24 jam - - - -
-
47
Perhitungan Pembuatan Konsentrasi
1. Pembuatan konsentrasi 20% dalam 50 mL pada konsentrasi 100%.
Dik : M1 = 100%, M2 = 20%, V2 = 50 mL : V1 = ...
V1 . M1 = V2 . M2
V1 . 100% = 50 mL . 20%
V1 . 100% = 1000 mL%
V1 = 1000 𝑚𝐿%
100%
V1 = 10 mL
2. Pembuatan konsentrasi 40% dalam 50 mL pada konsentrasi 100%
Dik : M1 = 100%, M2 = 40%, V2 = 50 mL : V1 = ...
V1 . M1 = V2 . M2
V1 . 100% = 50 mL . 40%
V1 . 100% = 2000 mL%
V1 = 2000 𝑚𝐿%
100%
V1 = 20 mL
3. Pembuatan konsentrasi 60% dalam 50 mL pada konsentrasi 100%
Dik : M1 = 100%, M2 = 60%, V2 = 50 mL: V1 = ...
V1 . M1 = V2 . M2
V1 . 100% = 50 mL . 60%
V1 . 100% = 3000 mL%
V1 = 3000 𝑚𝐿%
100%
V1 = 30 mL
4. Pembuatan konsentrasi 80% dalam 50 mL pada konsentrasi 100%
Dik : M1 = 100%, M2 = 80%, V2 = 50 mL: V1 = ...?
V1 . M1 = V2 . M2
V1 . 100% = 50 mL . 80%
V1 . 100% = 4000 mL%
V1 = 4000 𝑚𝐿%
100% = 40 mL
-
48
5. Pembuatan konsentrasi 100% dalam 50 mL pada konsentrasi 100%
Dik : M1 = 100%, M2 = 100%, V2 = 50 mL: V1 = ...?
V1 . M1 = V2 . M2
V1 . 100% = 50 mL . 100%
V1 . 100% = 5000 mL%
V1 = 5000 𝑚𝐿%
100%
V1 = 50 mL
-
49
DOKUMENTASI HASIL PENELITIAN
Penimbangan Media Nutrient Agar (NA)
Pemanasan, Strilisasi dan Penuangan Media NA (Nutrient Agar) Kedalam Cawan
Petri
-
50
Pembuatan Bacl2 dan H2SO4
Pembuatan Larutan Strandart Mac Farland dengan Larutan H2SO4 dan BaCl2
Larutan Standart Mac Farland
-
51
Pencucian Daun Komba-Komba (Chromolaena odorata)
Penimbangan Daun Komba-Komba (Chromolaena odorata)
-
52
Pemerasan Sari Daun Komba-Komba (Chromolaena odorata) Dengan
Menggunakan Kain Halus dan Tipis
Hasil Perasan Sari Komba-Komba (Chromolaena odorata)
Pembuatan Konsentrasi Sari Daun Komba-Komba (Chromolaena odorata) 20%
40% 60% 80% dan 100%
-
53
Kontrol Positif Tetrasiklin dan Kontrol Negatif Aquadest
Pengulangan Pertama (P1)
v
Pengulangan Kedua (P2)