uji daya hambat ekstrak daun belimbing wuluh (averrhoa
TRANSCRIPT
Uji Daya Hambat Ekstrak Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa
bilimbi L.) terhadap Streptococcus pyogenes secara In
Vitro
TUGAS AKHIR
Untuk Memenuhi Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
Oleh:
Tri Kurnia Lestari
NIM : 145070107121008
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2016
i
Uji Daya Hambat Ekstrak Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa
bilimbi L.) terhadap Streptococcus pyogenes secara In
Vitro
TUGAS AKHIR
Untuk Memenuhi Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
Oleh:
Tri Kurnia Lestari
NIM : 145070107121008
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2016
iii
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
bimbingan dan anugerah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir
dengan judul “Uji Daya Hambat Ekstrak Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa Blimbi
L) Terhadap Streptococcus pyogenes Secara In Vitro” Tugas akhir ini dibuat untuk
memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Kedokteran umum.
Dengan selesainya Tugas Akhir ini, penulis mengucapkan terima kasih
yang tak terhingga kepada:
1. Dr. dr. Sri Andarini, M.Kes., yang telah memberikan penulis kesempatan
menuntut ilmu di Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya
2. dr. Triwahju Astuti, M.Kes., Sp.P(K), sebagai Ketua Program Studi
Kedokteran yang telah membimbing penulis menuntut ilmu di Program
Studi Kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya.
3. dr. Dewi Erikawati, M.Si. sebagai pembimbing pertama yang telah
memberikan banyak bantuan untuk penelitian ini, yang dengan sabar dan
sepenuh hati membimbing untuk bisa menulis dengan baik, dan senantiasa
memberikan semangat serta doa, sehingga penulis dapat menyelesaikan
Tugas Akhir ini.
4. dr. Aulia Abdul Hamid Abdullah, M. Biomed.Sc.,spM sebagai pembimbing
kedua yang telah membimbing penulis, memberi semangat serta doa
sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini.
5. dr. Mahono Widayat DAPE, M.Kes sebagai penguji satu yang telah menguji
dan memimpin seminar hasil penelitian dengan sangat baik.
iv
6. Segenap anggota Tim Pengelola Tugas Akhir FKUB, khususnya Dr.Dra.
Sri Winarsih, Apt,M.Si yang telah membantu penulis dalam penyelesaian
Proposal Tugas Akhir ini.
7. Kepala laboratorium dan jajaran staff di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas
Kedokteran Universitas Brawijaya.
8. Yang tercinta orang tua serta, Tonny Aribawanto, Wiwiek Sri Widayati, dan
kakak tercinta Dhisa Ari Dwiyanto serta seluruh keluarga besar atas
seluruh kasih sayang dan dukungan selalu kepada penulis, yang selalu
mendoakan penulis.
9. Teman-temanku, Anindita Gatiningrum, Emeralda Mulia Rachma, Anissa
Paranoan, Gati Lingga Kiwari, Priscilla Maiselina, Elisha Destianie, Mita
Permatasari, Nur Amalia, Rizky Paw, Dian Angelina, dan teman-teman
lainnya yang turut membantu dan mendukung dalam penelitian ini.
10. Teman-teman pendidikan dokter angkatan 2014 yang berjuang bersama-
sama dalam pendidikan yang tiada henti ini. Terutaman PD KBI 2014.
11. Semua pihak yang telah membantu dan menyelesaikan Tugas Akhir ini
yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa penulis ini masih jauh dari sempurna, oleh karena
itu penulis membuka diri untuk segala saran dan kritik yang membangun.
Akhirnya, semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi yang membutuhkan.
Malang, 09 Januari 2017
Penulis
v
ABSTRAK
Lestari, T.K. 2017. Uji Daya Hambat Ekstrak Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa
Bilimbi L) Terhadap Streptococcus pyogenes Secara In Vitro. Tugas
Akhir, Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas
Brawijaya. Pembimbing: (1) dr. Dewi Erikawati, M.Si. (2) dr. Aulia Abdul
Hamid Abdullah, M. Biomed.Sc.,spM
Streptococcus pyogenes merupakan salah satu mikroba patogen
penyebab penyakit infeksi salah satunya pada manusia. Infeksi yang ditimbulkan
oleh bakteri Streptococcus pyogenes ini dapat terjadi karena adanya interaksi
faktor-faktor virulensi bakteri dengan sel host. Bakteri ini dapat menyebabkan
berbagai macam penyakit, seperti faringitis, impetigo, erysipelas, demam purpura,
scarlet fever. Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek
pemberian antimikroba ekstrak daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.)
terhadap pertumbuhan bakteri Streptococcus pyogenes. Daun belimbing wuluh
mengandung zat-zat aktif antara lain flavonoid, saponin, tanin, steroid/triterpenoid
yang mempunyai kemampuan untuk menghambat pertumbuhan bakteri.
Penelitian ini menggunakan rancangan eksperimental menggunakan difusi
sumuran dengan konsentrasi ekstrak daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L)
0%, 3,125%, 6,25%, 12.5%, 25%, 50%, dan 100%. Berdasarkan hasil penelitian
didapatkan zona hambat terkecil terbentuk pada konsentrasi 3,125% dengan
diameter 6,5 mm sedangkan zona hambat terbesar pada konsentrasi 100%
dengan diameter 18,6mm. Hasil uji statistik One-Way ANOVA didapatkan nilai
yang signifikan sebesar 0,000 (p< 0,05) yang menunjukkan adanya perbedaan
efek yang signifikan diantara ketujuh kelompok perlakuan. Berdasarkan hasil
penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa pemberian konsentrasi ekstrak daun
belimbing wuluh memiliki efek yang signifikan dalam menghambat pertumbuhan
bakteri Streptococcus pyogenes.
Kata kunci: Streptococcus pyogenes, Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.), efek
antimikroba
vi
ABSTRACT
Lestari, T.K. 2017. Effect of Starfruit Leaves Extract (Averrhoa bilimbi L)
Against Bacteria Streptococcus pyogenes In Vitro. Final Assignment,
Medical Doctor Education Program Faculty of Medicine Brawijaya University.
Supervisor: (1) dr. Dewi Erikawati, M.Si. (2) dr. Aulia Abdul Hamid Abdullah,
M. Biomed.Sc., SpM
Streptococcus pyogenes is one of pathogenic microbes that cause infectious
diseases which also occurs in humans. Infection which caused by Streptococcus
pyogenes bacteria can occur due to the interaction of bacterial virulence factors
with host cells. These bacteria can cause various diseases, such as pharyngitis,
impetigo, erysipelas, purpura fever, scarlet fever. The purpose of this study was to
determine the effect of antimicrobial extract of starfruit leaves (Averrhoa bilimbi L.)
on the growth of Streptococcus pyogenes bacteria. Starfruit leaves (Averrhoa
bilimbi L.) contains active substances such as flavonoids, saponins, tannins,
steroids / triterpenoids that have the ability to inhibit bacterial growth. This research
used experimental design using disc diffusion test with concentration of starfruit
leaves (Averrhoa bilimbi L) extract 0%, 3,125%, 6,25%, 12,5%, 25%, 50%, and
100%. Based on the research results obtained the smallest inhibition zone formed
at concentrations of 3.125% with a diameter of 6.5 mm while the largest inhibition
zone at 100% concentration with a diameter of 18.6mm. One-Way ANOVA
statistical test results obtained a significant value of 0.000 (p <0.05) which showed
a significant effect difference among the seven concentration groups. Based on
the results of this study, it can be concluded that the concentration of starfruit
leaves extract has a significant effect in inhibiting the growth of Streptococcus
pyogenes bacteria.
Keywords: Streptococcus pyogenes, Starfruit leaf (Averrhoa bilimbiL),
antimicrobial effect
vii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................................... ii
KATA PENGANTAR .............................................................................................. iii
ABSTRAK ................................................................................................................. v
ABSTRACT ............................................................................................................. vi
DAFTAR ISI ........................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ...................................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ xi
DAFTAR SINGKATAN ........................................................................................... xii
BAB 1. PENDAHULUAN ........................................................................................1
1.1 Latar Belakang .................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................3
1.3 Tujuan Penelitian ..............................................................................................3
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................................3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ...............................................................................5
2.1 Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) .............................................................5
2.1.1 Taksonomi Tanaman Belimbing Wuluh ................................................5
2.1.2 Tanaman Belimbing Wuluh dalam Masyarakat ....................................6
2.1.3 Kandungan Belimbing Wuluh ................................................................6
2.2 Streptococcus pyogenes ..................................................................................8
2.2.1 Taksonomi .............................................................................................8
2.2.2 Morfologi ................................................................................................9
2.2.3 Struktur Antigen ...................................................................................10
2.2.4 Epidemiologi dan Transmisi Penyakit .................................................10
2.2.5 Patogenesis .........................................................................................11
2.2.6 Manifestasi Klinis .................................................................................11
2.2.7 Kultur ....................................................................................................12
2.2.8 Obat Antibiotik......................................................................................13
viii
2.2.8.1 Obat Antibiotika sebagai Antimikroba ....................................14
2.2.8.2 Amoxicillin ...............................................................................15
2.2.8.3 Resistensi Mikroba terhadap Obat .........................................16
2.2.9 Uji Kepekaan terhadap Mikroba ..........................................................17
BAB 3. KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN .........................19
3.1 Kerangka Konsep ...........................................................................................19
3.2 Hipotesis Penelitian ........................................................................................20
BAB 4. METODE PENELITIAN ............................................................................21
4.1 Desain Penelitian ............................................................................................21
4.2 Sampel ............................................................................................................21
4.2.1 Jumlah Sampel ....................................................................................21
4.2.2 Jumlah Pengulangan ...........................................................................22
4.3 Tempat dan Waktu Penelitian.........................................................................22
4.3.1 Tempat Penelitian ................................................................................22
4.3.2 Waktu Penelitian ..................................................................................23
4.4 Variabel Penelitian ..........................................................................................23
4.4.1 Variabel Bebas.....................................................................................23
4.4.2 Variabel Tergantung ............................................................................23
4.5 Definisi Operasional ........................................................................................23
4.6 Alat dan Bahan................................................................................................24
4.6.1 Pembuatan Ekstrak Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L) ......24
4.6.2 Identifikasi Bakteri ................................................................................25
4.6.3 Uji Kepekaan Ekstrak Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L) ...25
4.7 Prosedur Penelitian .........................................................................................26
4.7.1 Pembuatan Bahan Uji ..........................................................................26
4.7.2 Identifikasi Bakteri Streptococcus pyogenes ......................................27
4.7.3 Suspensi Bakteri Uji .............................................................................28
4.7.4 Pembuatan Konsentrasi Ekstrak Daun Belimbing Wuluh ...................29
4.7.5 Penelitian Pendahuluan .......................................................................30
4.7.6 Metode Pengujian Efek Antimikroba (Difusi Sumuran) .......................31
4.7.7 Pengamatan dan Pengukuran .............................................................33
4.8 Skema Prosedur Penelitian ............................................................................34
ix
4.9 Analisis Data ...................................................................................................35
4.10Jadwal Kegiatan ..............................................................................................36
BAB 5. HASIL PENELITIAN DAN ANALISA DATA ...........................................37
5.1 Hasil Penelitian ...............................................................................................37
5.1.1 Identifikasi Bakteri Streptococcus pyogenes ......................................37
5.1.1.1 Pewarnaan Gram ..................................................................37
5.1.1.2 Penanaman pada Media BAP ..............................................38
5.1.1.3 Tes Bacitracin........................................................................39
5.1.1.4 Hasil Penelitian Pendahuluan Menggunakan Metode Difusi
Sumuran ................................................................................39
5.1.1.5 Hasil Penelitian Inti Menggunakan Metode Difusi Sumuran 41
5.1.1.6 Hasil Pengukuran Diameter Zona Hambat Pertumbuhan
Bakteri ...................................................................................43
5.2 Analisis Data ...................................................................................................45
5.2.1 Hasil Pengujian Normalitas Data dan Homogenitas ...........................46
5.2.2 Hasil Uji One-Way ANOVA Zona Hambat Pertumbuhan
Bakteri pada Pemberian Ekstrak Daun Belimbing Wuluh 47
5.2.3 Hasil Uji Post Hoc Tukey .....................................................................48
5.2.4 Hasil Uji Korelasi Pearson ...................................................................49
5.2.5 Hasil Uji Regresi ..................................................................................50
BAB 6. PEMBAHASAN ....................................................................................... 52
BAB 7. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 58
7.1 Kesimpulan .................................................................................................... 58
7.2 Saran .............................................................................................................. 58
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 59
LAMPIRAN ........................................................................................................... 62
x
DAFTAR TABEL
Tabel 5.1 Hasil Pengukuran Diameter zona Hambat Pertumbuhan Bakteri
Ekstrak Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) terhadap bakteri
Streptococcus pyogenes .....................................................................44
Tabel 5.2 Hasil Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov pada Ekstrak Daun
Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) ................................................46
Tabel 5.3 Hasil Uji Homogenitas Levene pada Ekstrak Daun Belimbing Wuluh
(Averrhoa bilimbi L.) .............................................................................47
Tabel 5.4 Uji One-Way ANOVA antara Ekstrak Daun Belimbing Wuluh
(Averrhoa bilimbi L) terhadap Diameter Zona Hambat Pertumbuhan
Bakteri Streptococcus pyogenes.........................................................48
Tabel 5.5 Hasil Uji Post Hoc Tukey .....................................................................49
Tabel 5.6 Hasil Uji Korelasi Pearson Antara peningkatan Ekstrak Daun
Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) terhadap Diameter Zona
Hambat Pertumbuhan Bakteri Streptococcus pyogenes ....................50
Tabel 5.7 Tabel Hasil Regresi .............................................................................51
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa Blimbi L.) .....................................6
Gambar 2.2 Streptococcus dengan Pewarnaan Gram Perbesaran 100x ............9
Gambar 2.3 Struktur Kimia Amoksisilin ...............................................................16
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Ekstrak Daun Belimbing Wuluh sebagai
Antibakteri ........................................................................................19
Gambar 4.1 Cara Pengukuran Diameter Zona Inhibisi .......................................33
Gambar 4.2 Skema Prosedur Penelitian .............................................................34
Gambar 5.1 Pengecatan Gram Bakteri Streptococcus pyogenes dengan
Perbesaran 100x .............................................................................37
Gambar 5.2 Hasil Tes Katalase Streptococcus pyogenes ..................................38
Gambar 5.3 Penanaman Bakteri Streptococcus pyogenes pada Media BAP ...38
Gambar 5.4 Tes Sensitifitas Cakram Basitrasin terhadap S. pyogenes pada
Media BAP .......................................................................................39
Gambar 5.5 Difusi Sumuran dengan Berbagai Konsentrasi Ekstrak Daun
Belimbing Wuluh ..............................................................................40
Gambar 5.9 Hasil Penelitian Inti Difusi Sumuran Konsentrasi Ekstrak Daun
Belimbing Wuluh 100%, 50%, 25%, 12,5%, 6,25%, 3,125%, 0% . 42
xii
DAFTAR SINGKATAN
BAP : Blood Agar Plate
BHI : Brain Heart Infusion
KBM : Kadar Bunuh Minimal
KHM : Kadar Hambat Minimum
MRSA : Methicillin Resistance Staphylococcus Aureus
NB : Nutrient Broth
OD : Optical Density
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Streptococcus pyogenes merupakan salah satu patogen yang banyak
menginfeksi manusia terutama ketika pertahanan tubuh inang menurun atau ketika
organisme tersebut mampu berpenetrasi melewati pertahanan inang yang ada.
Bakteri ini merupakan mikroorganisme yang memiliki kemampuan untuk
menyebabkan berbagai penyakit seperti faringitis, impetigo, endokarditis,
erisipelas, pioderma, demam purpura, necrotizing fasciitis, toxic shock syndrome
dan selulitis (Todar, 2002). Infeksi-infeksi ini dapat berlanjut pada penyakit seperti
scarlet fever, jantung, rematik dan glomerulonephritis akut (Muhaimin et al., 2003).
Di negara-negara berkembang termasuk Indonesia kasus infeksi oleh S. pyogenes
masih menjadi masalah kesehatan penting. Faringitis dan pyoderma adalah jenis
penyakit yang paling banyak dijumpai pada anak-anak usia sekolah. Puncak
insiden penyakit ini terdapat pada kelompok usia 5-15 tahun. Karditis dan
glomerulonephritis dilaporkan terjadi pada kurang lebih 5% populasi, terutama jika
pengobatan dengan antibiotik tidak dilakukan (Muhaimin et al., 2003).
Pengobatan terhadap infeksi S. pyogenes yang dilakukan selama ini
adalah menggunakan antibiotik golongan Penicillin, akan tetapi penggunaan
antibiotik menghadapi permasalahan baru dengan ditemukannya galur bakteri
yang resisten terhadap antibiotik tersebut dan kendala lain yang menjadi
hambatan adalah adanya efek samping dari beberapa antibiotik sehingga untuk
mengatasi hal ini dilakukan usaha untuk mencari senyawa baru dalam mengatasi
2
infeksi S. Pyogenes (Muhaimin et. al.,2003). Tanaman obat telah memainkan
peran penting dalam dunia kesehatan. Terlepas dari kemajuan besar yang diamati
dalam kedokteran modern dalam beberapa dekade terakhir, tanaman masih
membuat kontribusi penting untuk perawatan kesehatan (Calixto et al., 2000).
Penggunaan tanaman obat dan formulasi herbal menjadi pertimbangan untuk
mengurangi efek toksik dan memiliki efek samping yang minimal dibandingkan
dengan obat-obat sintetik (Harlbeistin, 2005).
Indonesia merupakan negara yang kaya akan tanaman yang memiliki
banyak manfaat, belimbing wuluh termasuk dalam spesies dari keluarga averrhoa.
Populasi tanaman ini sangat melimpah, karena pada umumnya belimbing wuluh
ditanam dalam bentuk kultur pekarangan sebagai usaha sambilan atau tanaman
peneduh di halaman rumah. Kelebihan tanaman ini adalah salah satu jenis
tanaman tropis yang dapat berbuah sepanjang tahun (Mukhlisoh, 2010).
Daun belimbing wuluh secara umum dapat dijadikan obat sebagai obat
encok, diabetes, sakit perut, rematik, penurun panas dan obat gondok karena di
dalamnya terdapat zat-zat aktif yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri
(Monalisa, 2012). Zat-zat aktif yang terkandung dalam daun belimbing wuluh
antara lain flavonoid, saponin, tanin, steroid/triterpenoid. Zat-zat aktif ini
berdasarkan beberapa hasil penelitian mempunyai kemampuan untuk
menghambat pertumbuhan bakteri (Lidyawati et. al.,2006)
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk melihat aktivitas
antibakteri yang dimiliki ekstrak daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.)
terhadap Streptococcus pyogenes.
3
1.2. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan suatu masalah
yaitu :
Apakah pengaruh pemberian ekstrak daun belimbing wuluh (Averrhoa
bilimbi L.) memiliki efek antimikroba terhadap bakteri Strreptococcus pyogenes
secara in vitro?
1.3. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan umum :
Untuk mengetahui efek pemberian antimikroba ekstrak daun belimbing wuluh
(Averrhoa bilimbi L.) terhadap pertumbuhan bakteri Streptococcus pyogenes
Tujuan khusus :
Untuk mengetahui hubungan antara kenaikan konsentrasi ekstrak daun belimbing
wuluh (Averrhoa bilimbi L.) dengan pertumbuhan bakteri Streptococcus pyogenes
1.4. MANFAAT PENELITIAN
Manfaat umum :
1. Menambah wawasan dan pengetahuan tentang pemanfaatan
ekstrak daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) terhadap
Streptococcus pyogenes
4
2. Menambah ilmu pengetahuan dalam bidang kesehatan tentang
pengunaan bahan alam sebagai antimikroba.
Manfaat khusus :
1. Memberi sumber informasi pada masyarakat luas, tentang manfaat daun
belimbing wuluh sebagai pengobatan alternatif.
2. Mengembangkan potensi pendayagunaan tanaman obat berkhasiat
yang ada di Indonesia
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L)
2.1.1 Taksonomi Tanaman Belimbing Wuluh
Klasifikasi ilmiah tanaman belimbing wuluh adalah:
Kingdom : Plantae,
Subkingdom : Tracheobionta,
Superdivisio : Spermatophyta,
Divisio : Magnoliophyta,
Kelas : Magnoliopsida,
Sub-kelas : Rosidae,
Ordo : Geraniales,
Familia : Oxalidaceae,
Genus : Averrhoa,
Spesies : Averrhoa bilimbi L
(Parikesit, 2011)
6
Gambar 2.1 Daun Belimbing Wuluh
(Djamaludin, 2011)
2.1.2 Tanaman Belimbing Wuluh dalam Masyarakat
Tanaman di Indonesia banyak yang bisa memberi manfaat untuk
kehidupan, salah satu diantaranya adalah daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi
L.). Belimbing wuluh merupakan salah satu spesies dalam famili Averrhoa yang
tumbuh di daerah ketinggian hingga 500 m di atas permukaan laut dan dapat
ditemui di tempat yang banyak terkena sinar matahari langsung tetapi cukup
lembab. Pada umumnya belimbing wuluh ditanam dalam bentuk tanaman
pekarangan yaitu diusahakan sebagai usaha sambilan atau tanaman peneduh di
halaman rumah, Belimbing wuluh juga merupakan tanaman obat tradisional yang
sudah sangat dikenal dalam masyarakat dan tanaman ini mudah didapatkan.
(Parikesit, 2011).
2.1.3 Kandungan Belimbing Wuluh
Kandungan kimia yang bisa didapatkan pada daun belimbing wuluh antara
lain flavonoid, saponin, tanin, steroid/triterpenoid yang memiliki khasiat sebagai
7
antibakteri dan kadar senyawa aktif tertinggi terdapat pada bagian daun (Lidyawati
et al.,2006).
Senyawa aktif flavonoid di dalam daun belimbing wuluh memiliki
kemampuan membentuk kompleks dengan protein bakteri melalui ikatan hidrogen.
Keadaan ini menyebabkan struktur dinding sel dan membran sitoplasma bakteri
yang mengandung protein menjadi tidak stabil sehingga sel bakteri menjadi
kehilangan aktivitas biologinya. Selanjutnya, fungsi permeabilitas sel bakteri akan
terganggu dan sel bakteri akan mengalami lisis yang berakibat pada kematian sel
bakteri (Mukhlisoh, 2010).
Mekanisme saponin sebagai agen antibakteri adalah dengan cara
berinteraksi dengan kolesterol pada membran sel dan menyebabkan membran sel
mengalami modifikasi lipid yang akan mengganggu kemampuan bakteri untuk
berinteraksi dengan membran yang sudah mengalami modifikasi tersebut.
Terganggunya interaksi antara bakteri dengan membrane selnya akan
menyebabkan kemampuan bakteri untuk merusak atau berinteraksi dengan host
akan terganggu. Ketika membran sel terganggu, zat antibakteri akan dapat dengan
mudah masuk ke dalam sel dan akan mengganggu metabolisme hingga akhirnya
terjadilah kematian bakteri (Karlina, 2013).
Senyawa tanin merupakan senyawa turunan fenol yang secara umum
mekanisme antimikrobanya dari senyawa fenol. Tanin merupakan growth inhibitor,
sehingga banyak mikroorganisme yang dapat dihambat pertumbuhannya oleh
tanin. Tanin mempunyai target pada polipeptida dinding sel (Mukhlisoh, 2010).
Mekanisme aktivitas antimikroba dari triterpenoid dengan merusak fraksi
lipid membran sitoplasma, sehingga akan mengganggu proses terbentuknya
8
membran atau dinding sel. Sebagai akibatnya membran atau dinding sel tidak
terbentuk atau terbentuk tidak sempurna (Mukhlisoh, 2010). Pada sel daun
belimbing wuluh terdapat cairan vakuola dimana pada vakuola tersebut
terkandung air, zat seperti gula, garam, protein, alkaloid dan zat warna. Selain itu,
secara ilmiah daun belimbing wuluh juga mengandung senyawa peroksida yang
dapat berguna sebagai antipiretik, dimana peroksida merupakan senyawa
pengoksidasi dan bekerja tergantung pada pelepasan oksigen aktif (Lidyawati,
et.al., 2006).
2.2 Streptococcus pyogenes
2.2.1 Taksonomi
Streptococcus merupakan bakteri gram-positif berbentuk bulat, dengan
susunan rantai. Beberapa Streptococcus merupakan flora normal manusia tetapi
lainnya bisa bersifat patogen pada manusia. Ada 20 spesies diantaranya ;
Streptococcus pyogenes, Streptococcus agalactiae, dan jenis Enterococcus
(Brooks,2010).
Berikut dibawah ini taksonomi dari Streptococcus pyogenes ;
Kingdom : Bacteriae
Filum : Firmicutes
Kelas : Bacilli
Bangsa : Lactobacillales
Suku : Streptococcaceae
Marga : Streptococcus
Spesies : Streptococcus pyogenes
(Brooks, 2010)
9
2.2.2 Morfologi
Streptococcus pyogenes merupakan bakteri Gram positif, berbentuk kokus
dengan diameter 0.5-1 μm dan tersusun seperti rantai. Streptococcus sp. dibagi 3
golongan berdasarkan hemolisisnya dalam darah (1) alfa hemolitik yang
merupakan hemolisis sebagian, (2) beta hemolitik (hemolysis seluruhnya), (3)
gamma hemolitik yang tidak menghemolisis. Streptococcus pyogenes bersifat β
hemolitik dan menghasilkan zona hemolisis total di sekitar koloni dan membentuk
zona terang bila ditanam pada media agar darah. Streptococcus pyogenes bersifat
anaerob fakultatif, nonmotil, tidak berspora, dan tumbuh optimum pada suhu 37ºC
dengan pH 7,4-7,6. Bakteri ini akan mati dalam suhu 50ºC dalam waktu 10 menit
dan dapat hidup dalam waktu 10-14 hari pada media biasa dengan suhu ruangan
dan dapat tetap hidup bertahun-tahun tanpa berubah sifat virulensinya (Staf
pengajar FKUI, 1994)
Gambar 2.2 Streptococcus yang ditumbuhkan dalam kultur darah memperlihatkan bentuk
kokus gram-positif yang tersusun dalam susunan seperti rantai dengan pewarnaan Gram
perbesaran 100x
(Brooks, 2010)
10
2.2.3 Strukur Antigen
Struktur antigen pada Streptococcus pyogenes, antara lain :
a. Protein M
Merupakan faktor virulensi terbesar pada Streptococcus pyogenes.
Berbentuk seperti rambut-rambut halus pada dinding sel. Saat protein M
ada pada dinding sel, bakteri ini menjadi virulen dan dapat menahan
fagositosis dari sel-sel polimorfonuklear.
b. Substansi T
Substansi T bersifat labil terhadap asam dan panas. Substansi T dihasilkan
oleh Streptococcus melalui pencernaan protein proteolitik yang dengan
cepat menghancurkan protein M. Substansi T memungkinkan diferensiasi
tipe Streptococcus tertentu.
c. Nukleoprotein
Ekstraksi streptococcus dengan basa lemah menghasilkan
campuran protein dan substansi lain dengan spesifisitas serologis yang
rendah, dikenal sebagai substansi P yang mungkin menyusun sebagian
besar badan sel Streptococcus. (Brooks, 2010)
2.2.4 Epidemiologi dan Transmisi Penyakit
Streptococcus pyogenes merupakan salah satu patogen yang banyak
menginfeksi manusia. Diperkirakan 5-15% individu normal memiliki bakteri ini dan
biasanya terdapat pada saluran pernafasan, namun tidak menimbulkan gejala
penyakit. S. pyogenes dapat menginfeksi ketika pertahanan tubuh inang menurun
atau ketika organisme tersebut mampu berpenetrasi melewati pertahanan inang
11
yang ada. Bila bakteri ini tersebar sampai ke jaringan yang rentan, maka infeksi
supuratif dapat terjadi. Infeksi ini dapat berupa faringitis, tonsilitis, impetigo dan
demam scarlet. Streptococcus pyogenes juga dapat menyebabkan penyakit
invasif seperti infeksi tulang, necrotizing fasciitis, radang otot, meningitis dan
endokarditis (Cunningham, 2000).
2.2.5 Patogenesis
Streptococcus pyogenes tersebar luas pada manusia, Streptococcus
pyogenes berkolonisasi di tenggorokan dan kulit manusia dimana bakteri tersebut
membentuk mekanisme virulensi yang kompleks untuk melawan sistem
pertahanan tubuh. Streptococcus pyogenes dapat menyebabkan infeksi
superfisial atau sistemik berdasarkan toksin dan respon imun yang memerantarai
mekanisme timbulnya penyakit. Selain itu Streptococcus pyogenes juga berkaitan
dengan infeksi sistemik dan invasif khususnya bakterimia, sepsis, infeksi jaringan
lunak dalam seperti erysipelas, selulitis, dan fasciitis nekrotik. Manifestasi yang
lebih jarang yaitu myositis, osteomyelitis, septic arthritis, pneumonia, meningitis,
endocarditis, pericarditis dan infeksi neonatal berat akibat transmisi intrapartum.
Komplikasi nonsupuratif dapat terjadi berupa poststreptococcal glomerulonephritis
dan acute rheumatic fever, yang terjadi setelah infeksi faringitis dan infeksi kulit
akibat Streptococcus pyogenes (Mukti, 2008).
2.2.6 Manifestasi Klinis
Beberapa penyakit yang ditandai karena adanya invasi oleh bakteri Group
A Beta-haemolitic Streptococcus pyogenes adalah sebagai berikut :
12
1) Erysipelas
Erysipelas merupakan bentuk selulitis superfisial yang mengenai
pembuluh limfe dan disebabkan oleh bakteri Streptococcus yang masuk melalui
kulit, dapat disertai pembengkakan edema massif yang keras dan tepi infeksi yang
cepat meluas.
2) Selulitis
Selulitis merupakan inflamasi supuratif yang terjadi karena invasi bakteri
Streptococcus. Infeksi dapat terjadi karena trauma ringan, luka bakar atau luka
bedah. Tanda-tandanya nyeri, keras, bengkak dan erythema. Selulitis dapat
dibedakan dari erysipelas dengan dua tanda klinis yaitu pada selulitis lesi tidak
menonjol dan batas antara jaringan yang terinfeksi dengan jaringan yang tidak
terinfeksi tidak tampak / tidak jelas.
3) Demam Puerperal
Bakteri Streptococcus yang masuk melalui uterus menimbulkan
demam puerperal yang secara esensial merupakan suatu septicemia yang berasal
dari luka yang terinfeksi (endometritis).
4) Sepsis
Sepsis merupakan infeksi yang bisa disebabkan akibat trauma atau luka
setelah pembedahan (surgical scarlet fever), sepsis dapat dipicu oleh infeksi di
bagian manapun dari tubuh, namun daerah infeksi yang paling sering
menyebabkan sepsis adalah paru-paru, saluran kemih, perut, dan panggul. Sepsis
dapat mengarah pada sepsis berat (disfungsi organ akut pada curiga infeksi) dan
syok septik. Sepsis biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri oleh Streptococcus.
13
5) Demam rematik
Demam rematik merupakan salah satu kelainan yang paling berat dari
infeksi Streptococcus group A. Kondisi demam rematik biasanya didahului oleh
infeksi Streptococcus group A yang terjadi selama 1-4 minggu sebelumnya. Jika
tidak diobati dengan baik, bakteri ini dapat masuk ke dalam katub-katub jantung
dan menyebabkan kelainan jantung.
6) Faringitis
Faringitis ialah infeksi yang paling sering terjadi disebabkan
oleh Streptococcus pyogenes. Bakteri ini melekat pada kulit epitel faring dengan
bantuan asam lipoteikoat yang terdapat pada permukaan pili.
7) Glomerulonefritis akut
Penyakit ini terkadang timbul 1-4 minggu setelah infeksi kulit oleh S.
pyogenes. Glomerulonefritis dapat dipicu oleh kompleks antigen-antibodi pada
membran basal glomerulus. Antigen terpenting mungkin terdapat di dalam
membran protoplasma Streptococcus.
(Brooks, 2010)
2.2.7 Kultur
Pertumbuhan Streptococcus cenderung buruk pada medium padat atau
dalam kaldu, kecuali diperkaya dengan darah atau cairan jaringan. Kebutuhan
nutritif bervariasi, patogen pada manusia adalah yang memiliki kebutuhan nutrisi
paling banyak, memerlukan beragam faktor pertumbuhan. Sebagian besar
Streptococcus hemolitik patogen tumbuh paling baik pada suhu 37oC dan
14
sebagian besar merupakan organisme anaerob fakultatif, serta tumbuh pada
kondisi aerobik dan anaerobik (Brooks, 2010).
2.2.8 Obat Antibiotik
Antibiotik merupakan komponen yang dapat digunakan untuk mengobati
penyakit termasuk yang disebabkan oleh mikroba, dalam penggunaan sistemik
diperlukan sifat toksisitas selektif yang tinggi, dimana antibiotik tersebut toksik
terhadap mikroba, tetapi relatif tidak toksik terhadap tubuh inang/hospes.
Berdasarkan daya kerjanya terdapat dua penggolongan, yaitu Bakterisidal,
antibiotika yang secara aktif mematikan kuman/mikroba (penisilin, sefalosporin,
kotrimoksazol, dll) dan Bakteriostatika, antibiotika yang bekerja dengan mencegah
atau menghambat pertumbuhan kuman, namun tidak membunuhnya, sehingga
lebih mengandalkan sistem pertahanan tubuh (sulfonamida, tetrasiklin,
kloramfenikol, eritromisin, dll). Selain itu, penggolongan antibiotik juga dibedakan
berdasarkan spektrum kerjanya yaitu spektrum luas dan spektrum sempit.
Antimikroba spektrum luas bersifat aktif bekerja terhadap banyak jenis mikroba
yaitu bakteri gram positif dan gram negative sedangkan antimikroba spektrum
sempit bersifat aktif bekerja hanya terhadap beberapa jenis mikroba saja, bakteri
gram positif atau gram negatif saja. (Muniz et. al., 2007)
2.2.8.1 Obat Antibiotika sebagai Antimikroba
Obat antimikroba yang digunakan untuk mengatasi infeksi oleh bakteri
terbagi menjadi beberapa golongan, yaitu;
15
Golongan Penisilin
Senyawa penisilin merupakan senyawa yang bersifat bakteriosidik, yang aktif
terhadap berbagai jenis bakteri aerob dan anaerob. Penisilin G merupakan obat
pilihan terhadap bakteri kokus Gram positif seperti Streptococcus, pneumokokus,
Clostridium, dan Spirokheta.
Golongan Sefalosporin
Sefalosporin merupakan golongan yang bersifat bakterisidik dan memiliki
spektrum luas. Sefalosporin generasi I seperti Sefaleksin, sefradin, sefalotin
merupakan salah satu generasi yang sangat aktif terhadap kokus Gram positif.
Selain itu juga terdapat Sefalosporin generasi II, III, dan IV yang juga memiliki
aktivitas antibakteri.
Golongan Imipenem
Senyawa golongan karbapenem aktif terhadap hampir semua bakteri aerob dan
anaerob, tetapi inakif terhadap MRSA dan Xantomonas maltophilla, biasanya
digunakan hanya untuk bakteri yang multiresisten.
Golongan Vankomisin
Senyawa golongan vankomisin hanya aktif terhadap bakteri Gram positif, dan
termasuk dalam obat pilihan untuk infeksi MRSA (Noorhamdani et al., 2015).
2.2.8.2 Amoxicillin
Amoksisilin adalah salah satu senyawa antibiotik golongan beta-laktam
dan memiliki nama kimia alfa-amino-hidroksilbenzil-penisilin. Obat ini awalnya
dikembangkan memiliki keuntungan lebih dibandingkan ampisilin yaitu dapat
16
diabsorpsi lebih baik di traktus gastrointestinal. Obat ini tersedia dalam bentuk
amoksisilin trihidrat untuk administrasi oral dan amoksisilin sodium untuk
penggunaan parenteral (Grayson, 2010). Secara kimiawi, amoksisilin adalah asam
(2S,5R,6R)-6-[[(2R)-2-Amino-2-(4-hidroksifenil) asetil] amino]- 3,3 - dimetil- 7-
okso - 4- tia - 1 - aza - bisiklo [3.2.0]heptan-2 karboksilat (Kaur et al., 2011).
Gambar 2.3 Struktur Kimia Amoksisilin (Kaur et al., 2011)
2.2.8.3 Resistensi Mikroba terhadap Obat
Penggunaan antibiotik sebagai antimikroba juga dapat menimbulkan
beberapa mekanisme yang menyebabkan populasi bakteri menjadi resisten,
antara lain;
1. Mikroba memproduksi enzim yang merusak obat, sebagai contoh kemampuan dari
bakteri memproduksi enzim beta laktamase yang memecah cincin beta laktam dari
obat golongan penisilin
2. Mikroba merubah permeabilitas membran sel
3. Mikroba merubah struktur target terhadap obat, sebagai contoh saat adanya
resistensi terhadap obat golongan aminoglikosida, eritromisin oleh karena terjadi
perubahan pada struktur ribosom.
17
4. Mikroba mengembangkan enzim yang tetap berfungsi untuk metabolismenya,
tetapi tidak dipengaruhi oleh obat.
5. Mikroba memperbesar produksi bahan metabolit. (Noorhamdani et. al., 2015)
Penggunaan obat antimikroba yang resisten dapat diinduksi oleh beberapa
hal praktis, seperti overuse atau misuse oleh para dokter, penggunaan antibiotik
secara bebas untuk pengobatan common cold, kegagalan penderita
menyelesaikan regimen pengobatan, penggunaan dalam waktu lama, dan lain-lain
(Noorhamdani et al., 2015).
2.2.9 Uji Kepekaan terhadap Antimikroba
Uji kepekaan bakteri bertujuan untuk mengetahui obat antimikroba yang
masih dapat digunakan untuk mengatasi infeksi oleh mikroba tersebut. Uji
kepekaan terhadap antimikroba dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu :
1. Metode dilusi tabung
2. Metode difusi cakram
Metode Dilusi
Metode ini digunakan untuk menentukan KHM (Kadar Hambat Minimum)
dan KBM (Kadar Bunuh Minimal) dari obat antimikroba. Prinsip yang digunakan
adalah dengan menggunakan satu seri tabung reaksi yang diisi media cair dan
sejumlah tertentu sel mikroba yang diuji. Masing-masing tabung diisi dengan obat
yang telah diencerkan secara serial dengan inkubasi pada suhu 37oC selama 18-
24 jam dan diamati terjadinya kekeruhan pada tabung yang ditunjukkan dengan
hasil biakan yang mulai tampak jernih atau tidak ada pertumbuhan mikroba adalah
18
KHM dari antibakteri. Selanjutnya biakan diinokulasi pada media agar padat lalu
diamati. Konsentrasi obat pada biakan padat yang ditunjukkan dengan tidak
adanya pertumbuhan koloni mikroba adalah KBM dari obat terhadap bakteri uji
(Noorhamdani et al., 2015).
Metode Difusi Cakram
Prinsip dari metode difusi cakram adalah dengan menjenuhkan obat ke
dalam kertas saring (cakram kertas). Cakram kertas yang mengandung obat
tertentu ditanam pada media pembenihan agar padat yang telah dicampur dengan
mikroba yang diuji, kemudian diinkubasi 37oC selama 18-24 jam, kemudian
perhatikan area zona jernih yang menunjukkan tidak adanya pertumbuhan
mikroba. Untuk mengevaluasi hasil uji kepekaan tersebut dapat dilakukan dua cara
yaitu cara Kirby Bauer dan Joan-Stokes (Noorhamdani et. al., 2015).
19
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Konsep
Gambar 3.1 Kerangka konsep ekstrak daun belimbing wuluh sebagai antibakteri
Keterangan :
: Menghambat atau merusak
Tegangan
dinding sel Permeabilitas
sel
Proses pembentukan
dinding sel
Daun belimbing wuluh
Ekstrak daun belimbing wuluh
Tanin Saponin Flavonoid steroid/ triterpenoid
Permeabilitas
sel
Pertumbuhan bakteri Streptococcus
pyogenes
20
Zat dalam ekstrak daun belimbing wuluh yang mempunyai aktivitas
antimikroba adalah flavonoid, saponin, tanin, steroid/triterpenoid. Flavonoid
memiliki mekanisme yang memberikan efek antibakteri, dengan cara mengganggu
fungsi struktur dinding sel bakteri sehingga menjadi tidak stabil, dan menyebabkan
dinding sel bakteri mengalami penurunan permeabilitas sel. Saponin dapat
menekan pertumbuhan dari bakteri karena senyawa tersebut dapat menurunkan
tegangan permukaan dinding sel, maka saat tegangan permukaan bakteri
terganggu zat antibakteri akan masuk dengan mudah ke dalam sel dan akan
mengganggu metabolisme hingga akhirnya lisis dan terjadi kematian pada bakteri.
Tanin berperan dalam mengerutkan dinding sel bakteri yang dapat mengganggu
permeabilitas sel sehingga aktivitas hidup tidak dapat dilakukan sehingga sel akan
terhambat pertumbuhannya. Steroid/Triterpenoid bekerja sebagai antibakteri
dengan cara mengganggu proses terbentuknya membran atau dinding sel
sehingga dinding sel pun tidak terbentuk secara sempurna.
3.2 Hipotesis Penelitian
Ekstrak daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) dapat menghambat
pertumbuhan bakteri Streptococcus pyogenes
21
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Pada penelitian ini digunakan metode true experimental design dengan post
test only control group design terhadap pertumbuhan Streptococcus pyogenes
setelah perlakuan pemberian ekstrak daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.).
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak daun
belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) terhadap bakteri Streptococcus pyogenes
secara in vitro dan perbandingannya dengan amoxicillin sebagai medikamentosa
dengan metode difusi sumuran.
4.2 Sampel
Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah bakteri Streptococcus
pyogenes yang diambil dari stok bakteri milik Laboratorium Mikrobiologi Fakultas
Kedokteran Universitas Brawijaya.
4.2.1 Jumlah Sampel
Peneliti menggunakan ekstrak dengan konsentrasi 0%, 3,125%, 6,25%,
12,5%, 25% 50%, dan 100%
22
4.2.2 Jumlah Pengulangan
Jumlah pengulangan yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan
rumus (Solimun, 2001) :
p(n-1) ≥ 15
Keterangan
p = jumlah perlakuan yang dilakukan
n = jumlah pengulangan tiap perlakuan
Dalam penelitian ini digunakan 7 konsentrasi berbeda dari ekstrak daun
belimbing (Averrhoa bilimbi L.), maka :
p (n-1) ≥ 15
7 (n-1) ≥ 15
7n – 7 ≥ 15
7n ≥ 22
n ≥ 3,14 ( dibulatkan keatas menjadi 4)
Jumlah perlakuan ulang (n) yang digunakan dalam penelitian ini adalah 4 kali
pengulangan.
4.3 Tempat dan Waktu Penelitian
4.3.1 Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Universitas
Brawijaya Malang.
23
4.3.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan februari-juni 2017.
4.4 Variabel Penelitian
4.4.1 Variabel Bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah konsentrasi ekstrak daun
belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) yaitu 0%, 3,125%, 6,25%, 12,5%, 25%, 50%,
dan 100%.
4.4.2 Variabel tergantung
Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah diameter zona inhibisi yang
tampak di sekitar lubang sumuran yang telah diinokulasi oleh bakteri
Streptococcus pyogenes.
4.5 Definisi Operasional
Di dalam penelitian ini ada beberapa hal yang perlu diketahui, yaitu:
a. Sediaan ekstrak daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) yang diekstrak
melalui metode maserasi dengan pelarut etanol di Batu Materia Medika
(BMM) berwarna hijau gelap, pekat, dan keruh.
b. Streptococcus pyogenes yang digunakan di dalam penelitian ini adalah
bakteri Streptococcus pyogenes yang dimiliki oleh Laboratorium
Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya. Streptococcus
pyogenes merupakan bakteri gram positif, nonmotil, tidak berspora,
membentuk coccus, susunan rantai, berdiameter 0,6-1,0 mm dan
24
digolongkan ke dalam bakteri hemolitik β sehingga membentuk zona
terang bila ditumbuhkan dalam media agar darah.
c. Konsentrasi ekstrak daun belimbing wuluh yang digunakan dalam
penelitian ini adalah 0%, 3,125%, 6,25%, 12,5%, 25%, 50%, 100%,
d. Kontrol positif pada penelitian adalah kelompok perlakuan yang dengan
pemberian antibiotik Amoxicillin, sedangkan kontrol negatif adalah
kelompok perlakuan tanpa pemberian konsentrasi ekstrak antibakteri
(Aquades).
4.6 Alat dan Bahan
4.6.1 Pembuatan Ekstrak Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa Bilmbi L)
Blender
Penimbang
Kertas Saring
Tabung ekstraksi
Pengaduk
Rotary evaporator
Alat pemanas air
Labu penampung hasil evaporasi
Tabung pendingin
Pompa sirkulasi air dingin
Bak penampung air dingin
Pipa plastik
Pipa vakum
Penampung hasil penguapan
25
Oven
Labu penampung ekstrak
4.6.2 Identifikasi Bakteri
1. Alat
Ose
Tabung reaksi
Mikroskop
Kertas penghisap
Minyak emersi
Lampu spirtus
2. Bahan
Isolat Streptococcus pyogenes
BHI broth
Object Glass
Kristal violet
Akuades
Larutan lugol
Alkohol 96%
Safranin
4.6.3 Uji Kepekaan Ekstrak Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa Bilimbi L)
1. Alat
Plate kosong dan steril
Mikropipet steril ukuran 10μl
Inkubator
26
Lampu spirtus
Vorteks
Pelubang sumuran
Jangka Sorong
2. Bahan
Perbenihan cair bakteri Streptococcus pyogenes
Ekstrak daun belimbing wuluh
Akuades
BHI Agar
4.7 Prosedur Penelitian
4.7.1 Pembuatan Bahan Uji
Bahan uji diperoleh melalui proses ekstraksi, sebagai berikut :
Daun belimbing wuluh dihaluskan menggunakan blender. Setelah
halus, ditimbang lalu dibungkus menggunakan kertas saring.
Isi kertas saring kemudian dimasukkan ke dalam tabung ekstraktor.
Menuangkan etanol ke dalam tabung ekstraksi sampai tumpah ke
dalam labu lalu ditambah lagi etanol setengahnya.
Labu yang telah berisi pelarut etanol dipanaskan hingga mendidih
dengan suhu 78,5°C.
Proses terjadinya sirkulasi kontinyu pelarut etanol diamati hingga
semua ekstraksi dianggap telah terekstraksi.
Hasil ekstraksi lalu dievaporasi. Dari proses tersebut didapatkan
ekstrak daun belimbing wuluh.
27
4.7.2 Identifikasi Bakteri Streptococcus pyogenes
Sebelum digunakan dalam penelitian, Streptococcus pyogenes yang akan
digunakan harus diidentifikasi ulang. Identifikasi yang dilakukan meliputi
pewarnaan Gram, kultur diferensiasi pada media Blood Agar Plate (BAP), tes
katalase, tes bacitracin.
A. Prosedur pewarnaan Gram :
1. Dibuat sediaan (slide), dikeringkan di udara kemudian dilakukan fiksasi.
2. Sediaan dituangi Kristal violet dan dibiarkan selama 1 menit.
3. Sisa bahan pewarna dibuang dan dibilang dengan air.
4. Sediaan dituangi larutan lugol sebagai mordant, dibiarkan selama 1 menit.
5. Sisa lugol dibuang dan dibilas dengan air.
6. Sediaan dituangi alkohol 96% sebagai peluntur selama 5-10 detik.
7. Sisa alkohol dibuang dan dibilas dengan air.
8. Sediaan dituangi safranin sebagai warna pembanding selama 30 detik.
9. Sisa safranin dibuang dan dibilas dengan air.
10. Sediaan dikeringkan dengan kertas penghisap, ditetesi minyak imersi .dan
dilihat di bawah mikroskop dengan lensa obyektif pembesaran 100x.
11. Streptococcus pyogenes akan menghasilkan gram positif dengan bentuk
kokus berderet seperti rantai. (Jason, 2009).
B. Tes Katalase
1. Meletakkan koloni kuman pada gelas objek.
2. Sediaan tersebut ditetesi H₂O₂ 3%.
3. Memperhatikan ada tidaknya gelembung udara yang terjadi. Bila terjadi
gelembung udara, maka katalase positif.
28
4. Streptococcus pyogenes menunjukkan reaksi katalase negatif karena tidak
adanya gelembung-gelembung udara. (Steven, 2004).
C. Prosedur penanaman pada medium BAP
1. Bakteri yang diuji di-streaking pada meda BAP untuk melihat hemolytic
type, diinkubasi pada suhu 37o C selama 18-24 jam.
2. Dari inkubasi tersebut amati koloni bakteri, akan terbentuk zona bening di
sekeliling koloninya, tak ada sel darah merah yang masih utuh,
menandakan tipe hemolitik β (betha), yang merupakan sifat dari
Streptococcus pyogenes. (Ruoff, 1999).
D. Tes Bacitracin
1. Media Blood Agar Plate (BAP) yang telah diinokulasi bakteri ditempeli
cakram basitrasin, kemudian diinkubasi pada suhu 37o C selama 18-24
jam.
2. Zona inhibisi di sekitar cakram menunjukan adanya pertumbuhan koloni
bakteri Streptococcus pyogenes.(Winn, 2006).
4.7.3 Suspensi Bakteri Uji
Persiapan suspensi uji Streptococcus pyogenes ( 106 CFU/ml ) adalah sebagai
berikut :
1. Suspensi bakteri pada Mueller Hinton Broth Dilakukan spektrofotometri dengan
panjang gelombang 625 nm untuk mengetahui OD (Optical Density) dari
suspensi tersebut.
29
2. Dilakukan spektrofotometri dengan panjang gelombang 625 nm untuk
mengetahui OD (Optical Density) dari suspensi.
3. Untuk mendapatkan konsentrasi bakteri sebesar 108 CFU/ml (sesuai standar
McFarland 0.5) yang setara dengan OD=0.1 maka dilakukan perhitungan
sebagai berikut :
Keterangan :
N1 = hasil spektrofotometri
V1 = Volume bakteri yang akan ditambah pengencer
N2 = OD ( 0,1 setara 108 CFU/ml)
V2 = volume suspensi bakteri uji ( 10ml)
Hasil yang didapat dari spektrofotometri (108 CFU/ml) selanjutnya diencerkan
sebanyak 100x dengan menggunakan NB (nutrient broth) sehingga diperoleh
suspensi dengan konsentrasi bakteri 106 CFU/ml.
4.7.4 Pembuatan Konsentrasi Ekstrak Daun Belimbing Wuluh
Cara menentukan konsentrasi ekstrak daun belimbing wuluh adalah :
𝑋 = 𝑉 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘
𝑉 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘 + 𝑉 𝑎𝑔𝑎𝑟
X = konsentrasi daun belimbing wuluh yang digunakan dalam BHI Broth
V = volume
N1 X V1 = N2 X V2
30
Diasumsikan volume total dari BHI broth sebesar 10 ml. Konsentrasi
ekstrak yang digunakan dalam percobaan adalah 0%, 3,125%, 6,25%, 12,5%,
25%, 50% dan 100% dengan studi eksplorasi lebih lanjut.
1. Untuk mendapatkan konsentrasi akhir ekstrak daun belimbing wuluh 3,125%
dibutuhkan 0,3125 ml ekstrak daun belimbing wuluh dan 9,6875 ml BHI Broth
2. Untuk mendapatkan konsentrasi akhir ekstrak daun belimbing wuluh 6,5%
dibutuhkan 0,625 ml ekstrak daun belimbing wuluh dan 9,375 ml BHI Broth
3. Untuk mendapatkan konsentrasi akhir ekstrak daun belimbing wuluh 12,5%
dibutuhkan 1,25 ml ekstrak daun belimbing wuluh dan 8,75 ml BHI Broth
4. Untuk mendapatkan konsentrasi akhir ekstrak daun belimbing wuluh 25%
dibutuhkan 2.5 ml ekstrak daun belimbing wuluh dan 7.5 ml BHI Broth
5. Untuk mendapatkan konsentrasi akhir ekstrak daun belimbing wuluh 50%
dibutuhkan 5 ml ekstrak daun belimbing wuluh dan 5 ml BHI Broth
6. Untuk mendapatkan konsentrasi akhir ekstrak daun belimbing wuluh 100%
dibutuhkan 10 ml ekstrak daun belimbing wuluh dan 0 ml BHI Broth
4.7.5 Penelitian Pendahuluan
Penelitian ini digunakan metode difusi sumuran dengan melakukan
pengukuran zona inhibisi yang diukur menggunakan jangka sorong di sekitar
sumuran yang berisi ekstrak daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L). Cawan
petri yang terinokulasi dengan Streptococcus pyogenes pada media kemudian
diberi bahan uji konsentrasi 3.125%, 6.25%, 12.5%, 25%, 50%,100%, dan
akuades sebagai kontrol negatif. Tahapan yang digunakan adalah sebagai berikut:
31
1. Sebanyak 1 ml bakteri diambil dengan menggunakan mikropipet kemudian
dituangkan pada cawan petri sebanyak 14 ml dan plate diputar secara perlahan
agar bakteri dan media menjadi homogen.
2. Setelah suspensi bakteri dan media bercampur dengan baik dan medium telah
mengeras, pada cawan petri dibuat 7 lubang sumuran dengan diameter 5 mm
menggunakan perforator steril.
3. Masing-masing lubang sumuran pada cawan petri diisi dengan konsentrasi yang
berbeda berisi 40µl akuades sebagai kontrol negatif, larutan ekstrak daun
belimbing wuluh dengan konsentrasi 3.125%, 6.25%, 12.5%, 25%, 50%, 100%,
dan antibiotik amoxicillin 10µl sebagai kontrol positif
4. Setelah semua lubang berisi larutan perlakuan, cawan petri dimasukkan
kedalam inkubator dan diinkubasi selama 18-24 jam pada suhu 37ºC. Setelah
inkubasi, zona inhibisi yang terbentuk dapat diukur dengan menggunakan jangka
sorong
4.7.6 Metode Pengujian Efek Antimikroba (Difusi Sumuran)
Penelitian ini digunakan metode difusi sumuran dengan melakukan
pengukuran zona inhibisi yang diukur menggunakan jangka sorong di sekitar
sumuran yang berisi ekstrak daun belimbing wuluh.
Empat cawan petri yang terinokulasi dengan Streptococcus pyogenes
kemudian diberi bahan uji konsentrasi 3,125%, 6,25%, 12,5%, 25%, 50%, 100%,
dan akuades sebagai kontrol negatif, dan Amoxicillin sebagai kontrol positif adalah
sebagai berikut:
32
1. Sebanyak 1 ml bakteri diambil dengan menggunakan mikropipet kemudian
dituangkan pada cawan petri sebanyak 14 ml dan plate diputar secara perlahan
agar bakteri dan media menjadi homogen.
2. Setelah suspensi bakteri dan media bercampur dengan baik dan medium telah
mengeras, pada setiap cawan petri dibuat maksimal 6 lubang, kemudian di cawan
petri lainnya dibuat sisa lubang untuk konsentrasi lainnya, lubang sumuran dengan
diameter 5 mm menggunakan perforator steril.
3. Masing-masing lubang sumuran pada cawan petri diisi dengan konsentrasi
berbeda dimana pada lubang pertama berisi 40µl akuades, lubang kedua berisi
ekstrak daun belimbing wuluh 3,125%, lubang ketiga berisi ekstrak daun belimbing
wuluh 6,25%, lubang keempat berisi ekstrak daun belimbing wuluh 12,5%, lubang
kelima berisi ekstrak daun belimbing wuluh 25%, lubang keenam berisi ekstrak
daun belimbing wuluh 50%, lubang ketujuh berisi ekstrak daun belimbing wuluh
100% dan lubang kedelapan berisi antibiotik amoxicillin,setiap lubang sumuran
mewakili 4 pengulangan dan masing-masing diberi label.
4. Setelah semua lubang berisi larutan perlakuan, cawan petri dimasukkan
kedalam inkubator dan diinkubasi selama 18-24 jam pada suhu 37ºC.
5. Setelah inkubasi, zona inhibisi yang terbentuk dapat diukur dengan
menggunakan jangka sorong
33
4.7.7 Pengamatan dan Pengukuran
Larutan yang diteteskan pada setiap sumuran akan memberikan zona
bebas bakteri pada sekeliling daerah sumuran. Luas zona inhibisi berbanding lurus
pada kekuatan sampel dalam menghambat bakteri. Zona inhibisi yang dihasilkan
mempunyai bentuk lingkaran dan diukur menggunakan jangka sorong dengan
ketelitian 0,1 satuan milimeter (mm). Pengukuran diameter zona inhibisi dilakukan
sebanyak 4 kali (arah vertikal, horizontal dan dua arah diagonal) dan dihitung rata-
ratanya. Diameter diukur dari batas terluar dari zona inhibisi dari satu sisi ke sisi
lainnya.
Gambar 4.1 Cara Pengukuran Diameter Zona Inhibisi
X= (A+B+C+D)/4
X = diameter zona inhibisi (mm)
34
Konsentrasi
100%
1 ml
Konsentrasi 50% +
Aquades
1 ml
Konsentrasi 25% +
Aquades
1 ml
Konsentrasi 12,5% + Aquades
1 ml
Konsentrasi 6,25% + Aquades
1 ml
Konsentrasi 3,125% + Aquades
1 ml
Konsentrasi 0% +
Aquades
1 ml
4.8 Skema Prosedur Penelitian
Tahap I
Tahap II
Tahap III
Gambar 4.2 Skema Prosedur Penelitian
Ekstrak daun belimbing wuluh konsentrasi 100%
Cawan petri dilubangi (d= 5mm) diberikan berbagai konsentrasi
ekstrak daun belimbing wuluh di tiap sumuran
Dimasukkan ke dalam inkubator selama 18-24 jam suhu 37ºC.
Pengukuran diameter zona inhibisi Streptococcus pyogenes
menggunakan jangka sorong dengan ketelitian 0,1 mm
Kultur Bakteri Streptococcus pyogenes
Didapatkan pengenceran 106 CFU/ml
Diambil 1 ml dan dicampurkan ke dalam 15 ml BHI Agar pada cawan petri
15 ml BHI Agar
35
4.9 Analisis Data
Data hasil pengujian antimikroba dianalisis dengan memakai uji statistik
sebagai berikut (Nisbet, et al.,2009) :
1. Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov (Uji K-S) untuk mendeteksi normalitas dari
suatu data
2. Uji Homogenitas (Levene) untuk mengetahui kesamaan atau homogenitas
varian dari beberapa populasi.
Apabila hasil menunjukkan data berdistribusi normal dan homogen, maka
data digolongkan sebagai data parametrik. Selanjutnya dilakukan uji komparasi,
uji post hoc, uji korelasi, dan uji regresi sebagai berikut:
1. Uji analisis varian satu arah (ANOVA), untuk melihat perbedaan efek
antimikroba ekstrak daun belimbing wuluh terhadap pertumbuhan bakteri
Streptococcus pyogenes
2. Uji Post Hoc Tukey HSD Test, untuk membandingkan perbedaan antara
pemberian dua konsentrasi ekstrak daun belimbing wuluh.
3. Uji Korelasi (Pearson) untuk mengetahui hubungan jumlah konsentrasi ekstrak
daun belimbing wuluh terhadap pertumbuhan bakteri Streptococcus pyogenes
4. Uji Regresi untuk mengetahui besarnya hubungan dan efek antimikroba ekstrak
daun belimbing wuluh terhadap pertumbuhan bakteri Streptococcus pyogenes.
Apabila hasil menunjukkan data berdistribusi tidak normal dan atau tidak
homogen, maka dilakukan transformasi data terlebih dahulu. Apabila hasil
transformasi masih menghasilkan data yang tidak tersebar normal dan atau tidak
homogen, maka data tersebut diuji sebagai data non-parametrik. Uji yang
36
dilakukan untuk data non-parametrik meliputi uji komparasi, uji post-hoc dan uji
korelasi:
1. Uji Komparasi Kruskal-Wallis kemudian dilanjutkan uji Post Hoc Mann Whitney
untuk melihat perbedaan efek antimikroba ekstrak daun belimbing wuluh terhadap
pertumbuhan bakteri Streptococcus pyogenes.
2. Uji Korelasi (Spearman) untuk mengetahui hubungan jumlah konsentrasi
ekstrak daun belimbing wuluh terhadap pertumbuhan bakteri Streptococcus
pyogenes
4.10 Jadwal Kegiatan
No Kegiatan Des Jan Feb Mei April Jun Agust Oct Nov Des
1 Penyusunan
Proposal
2 Seminar
Proposal
3 Pengujian
Data
4 Analisis Data
5 Penyusunan
Tugas Akhir
6 Seminar
Hasil
37
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA
5.1 Hasil Penelitian
5.1.1 Identifikasi Bakteri Streptococcus pyogenes
Sampel bakteri Streptococcus pyogenes yang digunakan dalam penelitian
ini berasal dari Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas
Brawijaya. Sebelum bakteri digunakan untuk penelitian, dilakukan identifikasi
bakteri meliputi pewarnaan Gram, tes katalase, penanaman bakteri di medium
BAP, dan tes uji cakram basitrasin.
5.1.1.1 Pewarnaan Gram
Gambar 5.1 Pengecatan Gram bakteri Streptococcus pyogenes dengan perbesaran 100x
Pada pengecatan Gram (Gambar 5.1), ditemukan bakteri berbentuk bulat,
berwarna ungu yang menandakan bahwa bakteri merupakan bakteri Gram positif.
38
Gambar 5.2 Hasil Tes Katalase Streptococcus pyogenes
Identifikasi bakteri Streptococcus pyogenes pada uji katalase menunjukkan
tidak adanya gelembung udara pada tanda panah yang menandakan bahwa hasil
tes katalase negatif. Dari uji identifikasi tersebut dapat disimpulkan bahwa isolat
bakteri yang digunakan pada penelitian ini adalah benar bakteri genus
Streptococcus.
5.1.1.2 Penanaman pada Media BAP
Gambar 5.3 Penanaman bakteri Streptococcus pyogenes pada media BAP
Tampak koloni Streptococcus pyogenes membuat media BAP tampak
berwarna translusen atau bening yang menandakan bakteri S. pyogenes
merupakan bakteri Group A Beta Hemolytic (Gambar 5.2)
39
5.1.1.3 Tes Bacitracin
Gambar 5.4 Tes sensitifitas cakram basitrasin terhadap S. pyogenes pada media BAP
Identifikasi dilanjutkan dengan uji cakram basitrasin. Bakteri dengan
hemolisis tipe beta yang sebelumnya telah diidentifikasi dengan penanaman diatas
BAP, diuji dengan pemberian antibiotik basitrasin yang diletakkan di atas
permukaan agar darah yang telah diinokulasi oleh kuman, kemudian diinkubasi
selama 18-24 jam pada suhu 370C. Hasil uji cakram basitrasin ini menunjukkan
ditemukan zona inhibisi di sekitar cakram basitrasin yang berarti bakteri yang
diinokulasikan sensitif terhadap basitrasin, menandakan bahwa bakteri tersebut
adalah S. pyogenes.
5.1.1.4 Hasil Penelitian Pendahuluan Menggunakan Metode Difusi Sumuran
Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui konsentrasi ekstrak
daun belimbing wuluh yang akan digunakan pada penelitian difusi sumuran yaitu
100%, 50%, 25%, 12.5%, 6.25%, dan 3.125% memiliki daya antibakteri dengan
ditandai adanya zona hambat pertumbuhan bakteri di sekeliling sumuran.
Penelitian pendahuluan menghasilkan zona hambat pada keenam konsentrasi
40
tersebut. Hasil ini dapat dapat diamati pada gambar 5.6, sehingga untuk penelitian
selanjutnya dilakukan pengulangan dengan konsentrasi yang sama.
Gambar 5.5 Difusi sumuran dengan berbagai konsentrasi ekstrak daun belimbing wuluh
Keterangan gambar :
1 : Konsentrasi ekstrak daun belimbing wuluh 100% dengan rerata zona hambat
25,5 mm
2 : Konsentrasi ekstrak daun belimbing wuluh 50% dengan rerata zona hambat
23,5 mm
3 : Konsentrasi ekstrak daun belimbing wuluh 25% dengan rerata zona hambat
11,5 mm
4 : Konsentrasi ekstrak daun belimbing wuluh 12.5% dengan rerata zona hambat
11 mm
5 : Konsentrasi ekstrak daun belimbing wuluh 6.25% dengan rerata zona hambat
9 mm
1 2
3
4
5
6
k
41
6 : Konsentrasi ekstrak daun belimbing wuluh 3.125% dengan rerata zona hambat
5,75 mm
K : Konsentrasi ekstrak daun belimbing wuluh 0% dengan rerata zona hambat 0
mm
5.1.1.5 Hasil Penelitian Inti Menggunakan Metode Difusi Sumuran
Penentuan zona hambat menggunakan difusi sumuran pada penelitian ini
dilakukan dengan mengamati terbentuknya zona hambat pertumbuhan bakteri
yang ada disekeliling sumuran. Zona hambat yang dihasilkan mempunyai bentuk
lingkaran dan diukur menggunakan jangka sorong. Konsentrasi ekstrak daun
belimbing wuluh yang digunakan adalah 100%, 50%, 25%, 12.5%, 6.25%, dan
3.125% Hasil difusi sumuran dapat diamati pada Gambar 5.6
42
Gambar 5.6 Hasil Penelitian Inti Difusi Sumuran Konsentrasi Ekstrak Daun Belimbing Wuluh
100%, 50%, 25%, 12,5%, 6,25%, 3,125% dan 0%
Keterangan Gambar
1. : Konsentrasi ekstrak daun belimbing wuluh 100% dengan rerata zona
hambat 18,6 mm
2. : Konsentrasi ekstrak daun belimbing wuluh 50% dengan rerata zona
hambat 15,7 mm
3. : Konsentrasi ekstrak daun belimbing wuluh 25% dengan rerata zona
hambat 12,6 mm
43
4. : Konsentrasi ekstrak daun belimbing wuluh 12,5% dengan rerata zona
hambat 10,2 mm
5. : Konsentrasi ekstrak daun belimbing wuluh 6,25% dengan rerata zona
hambat 7,6 mm
6. : Konsentrasi ekstrak daun belimbing wuluh 3,125% dengan rerata zona
hambat 6,5 mm
7 : Konsentrasi ekstrak daun belimbing wuluh 0% dengan rerata zona
hambat 0 mm
8 : Kontrol positif antibiotik Amoxicillin dengan rerata zona hambat 35,2 mm
A : Pengulangan Pertama Uji Difusi Sumuran
B : Pengulangan Kedua Uji Difusi Sumuran
C : Pengulangan Ketiga Uji Difusi Sumuran
D : Pengulangan Keempat Uji Difusi Sumuran
Gambar 5.6 menunjukkan adanya variasi ukuran diameter besar zona
hambat pertumbuhan bakteri setelah diinkkubasi selama 18-24 jam. Dapat
disimpulkan bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak daun belimbing wuluh
maka semakin besar zona hambat yang terbentuk.
5.1.1.6 Hasil Pengukuran Diameter Zona Hambat Pertumbuhan Bakteri
Penelitian ini dilakukan dengan beberapa konsentrasi ekstrak daun
belimbing wuluh dengan konsentrasi 100%,50%,25%,12,5%,6,25%,3,125%, dan
0%). Efektivitas antimikroba ekstrak daun belimbing wuluh terhadap pertumbuhan
44
bakteri Streptococcus pyogenes dengan metode difusi sumuran. Perbedaan daya
antibakteri ditentukan dengan besar diameter zona hambat pertumbuhan bakteri
yang terbentuk dan telah dicampur dengan isolat bakteri Streptococcus pyogenes,
yang kemudian dilubangi dengan perforator steril untuk membentuk sumur dengan
diameter 6 mm. Zona hambat yang terbentuk pada masing-masing konsentrasi
memiliki rata-rata diameter yang berbeda-beda. Semakin besar diameter zona
hambat yang terbentuk, maka semakin besar daya antibakterinya. Hasil
perhitungan zona hambat ekstrak daun belimbing wuluh disajikan dalam Tabel 5.1.
Tabel 5.1 Hasil Pengukuran Diameter zona Hambat Pertumbuhan Bakteri Ekstrak Daun
Belimbing Wuluh (Averrhoa Bilimbi L) terhadap bakteri Streptococcus pyogenes
Konsentrasi
(%)
Zona Hambat Ekstrak Daun
Belimbing Wuluh (mm)
Rerata
(mm)
Standar
Deviasi
(+ mm) Pengulangan (mm) I II III IV
100%
19
18,3
18,3
18,8
18,6
0,4
50% 15,8 15,5 16 15,5 15,7 0,2
25% 11,5 13,5 12,8 12,5 12,6 0,8
12,5% 9 11,3 10,5 10,2 10,2 0,9
6,25% 7,3 7,5 8 7,8 7,6 0,3
3,125% 6 6,5 6,8 6,8 6,5 0,4
0% 0 0 0 0 0 0,0
Amoxicillin 34,5 35 35,8 35,5 35,2 0,6
45
Gambar 5.7 Grafik Rerata Diameter Zona Hambat Pertumbuhan Bakteri Streptococcus
pyogenes setelah Pemberian Ekstrak Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa BlimbliL)
Berdasarkan Tabel 5.1 dan Gambar 5.7 di atas dapat dilihat adanya perbedaan
rerata diameter zona hambatan yang menunjukkan adanya perbedaan daya
antibakteri masing-masing perlakuan. Kelompok kontrol akuades tidak
menunjukkan adanya daya antibakteri. Kelompok perlakuan 100 % menunjukkan
zona hambatan yang terbesar dengan rerata 18,5 mm, dan kontrol positif
Amoxicillin menunjukkan rerata 35,2 mm.
5.2 Analisis Data
Analisa data dilakukan dengan menggunakan uji statistik yang diperoleh
berdasarkan hasil perhitungan zona hambat pertumbuhan bakteri dengan One-
Way ANOVA, uji korelasi Pearson dan uji regresi. Sebelum dilakukan uji statistik
tersebut, data harus berdistribusi normal dan varian data sama atau homogen.
Kelompok
Amoxicill in100%50%25%12.5%6.25%3.125%K Neg
Me
an
of Z
on
a In
hib
isi
40
30
20
10
0
35,2
15,7
12,6 10,2
7,6 6,5
18,6
X
Y
46
5.2.1 Hasil Pengujian Normalitas Data dan Homogenitas
Data Hasil penelitian diuji dengan uji normalitas sebagai syarat untuk
melakukan uji One Way ANOVA. Untuk menguji apakah sampel penelitian
merupakan jenis sampel dengan distribusi normal maka digunakan pengujian
Kolmogorov-Smirnov.
Tabel 5.2 Hasil Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov pada Ekstrak Daun Belimbing
Wuluh (Averrhoa Bilimbi L.)
Tabel 5.2 menunjukkan bahwa nilai zona hambat signifikansi adalah 0.166
(p>0.05), sehingga dapat disimpulkan bahwa data rerata diameter zona hambat
pertumbuhan bakteri ekstrak daun belimbing wuluh berdistribusi normal.
Setelah dilakukan uji Kolmogorov Smirnov, dilakukan uji homogenitas
varians data untuk mendeteksi apakah sampel dalam penelitian merupakan
sampel yang homogen.
Konsentrasi Ekstrak
Rerata Diameter Zona
Hambatan (mm)
Ekstrak Daun
Belimbing Wuluh
Uji Kolmogorov
Smirnov
Angka Signifikansi
Zona Hambat
0%
3,125%
6,25%
12,5%
25%
50%
100%
0
6,5
7,625
10,25
12,5625
15,6875
18,5625
0,166
47
Tabel 5.3 Hasil Uji Homogenitas Levene pada Ekstrak Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa
Bilimbi L.)
Konsentrasi Ekstrak
Rerata Diameter Zona
Hambatan (mm)
Ekstrak Daun
Belimbing Wuluh
Uji Homogenitas
Angka Signifikansi
Zona Hambat
0%
3,125%
6,25%
12,5%
25%
50%
100%
0
6,5
7,625
10,25
12,5625
15,6875
18,5625
0,134
Keterangan Tabel :
p = 0.134 : homogen ( p > 0.05)
Tabel 5.3 menunjukkan bahwa nilai signifikansi adalah 0.134 (p>0.05),
sehingga dapat disimpulkan bahwa ragam data rerata diameter zona hambat
pertumbuhan bakteri ekstrak daun belimbing wuluh homogen.
5.2.2 Hasil Uji One-Way ANOVA Zona Hambat Pertumbuhan Bakteri pada
Pemberian Ekstrak Daun Belimbing Wuluh
Data hasil penelitian yang berupa diameter zona hambatan dianalisis
dengan menggunakan uji One-Way ANOVA, untuk mengetahui adanya
perbedaan efek dari pemberian berbagai konsentrasi ekstrak daun belimbing
wuluh terhadap pertumbuhan S.pyogenes.
48
Tabel 5.4 Uji One-Way ANOVA antara Ekstrak Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa Bilimbi L)
terhadap Diameter Zona Hambat Pertumbuhan Bakteri Streptococcus pyogenes
Konsentrasi
Ekstrak
Rerata Diameter Zona Hambatan
Ekstrak Daun Belimbing Wuluh
Uji One-Way ANOVA
Angka Signifikansi
Zona Hambat
0%
3,125%
6,25%
12,5%
25%
50%
100%
0
6,5
7,625
10,25
12,5625
15,6875
18,5625
0,000
Keterangan Tabel
p = 0.000 : Signifikan ( p < 0.05)
Tabel 5.4 menunjukkan bahwa nilai signifikansi adalah 0.000 (p=<0.05),
sehingga dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan efek yang signifikan antara
ketujuh kelompok perlakuan, yaitu antara konsentrasi ekstrak daun belimbing
wuluh 100%, 50%, 25%, 12,5%, 6,25%, 3,125% dan aquades (0%).
5.2.3 Hasil Uji Post Hoc Tukey
Setelah dilakukan uji One-Way ANOVA, analisis dilanjutkan dengan
menggunakan Post Hoc Tukey untuk membandingkan efek pada dua sampel
(kelompok perlakuan atau konsentrasi dan zona hambat) apakah terdapat
perbedaan yang signifikan ( p <0.05).
49
Tabel 5.5 Hasil Uji Post Hoc Tukey
Konsentrasi 0% 3,125% 6,25% 12,5% 25% 50% 100% Amoxicillin
0% 0.000* 0.000* 0.000* 0.000* 0.000* 0.000* 0.000*
3,125% 0.000* 0.101 0.000* 0.000* 0.000* 0.000* 0.000*
6,25% 0.000* 0.101 0.000* 0.000* 0.000* 0.000* 0.000*
12,5% 0.000* 0.000* 0.000* 0.000* 0.000* 0.000* 0.000*
25% 0.000* 0.000* 0.000* 0.000* 0.000* 0.000* 0.000*
50% 0.000* 0.000* 0.000* 0.000* 0.000* 0.000* 0.000*
100% 0.000* 0.000* 0.000* 0.000* 0.000* 0.000* 0.000*
Amoxicillin 0.000* 0.000* 0.000* 0.000* 0.000* 0.000* 0.000*
Keterangan Tabel : * = Terdapat perbedaan signifikan
Tabel 5.5 menunjukkan bahwa ekstrak daun belimbing wuluh (Averrhoa
Bilimbi L.) dengan konsentrasi 0% memiliki perbedaan yang signifikan terhadap
semua konsentrasi, yaitu 3.125%, 6.25%, 12.5%, 25%, 50%, 100%, dan
Amoxicillin. Efek yang dihasilkan ekstrak daun belimbing wuluh pada konsentrasi
100% juga memiliki perbedaan yang signifikan terhadap semua konsentrasi.
5.2.4 Hasil Uji Korelasi Pearson
Uji Korelasi Pearson dilakukan untuk mengetahui hubungan dari
pemberian ekstrak daun belimbing wuluh dengan beberapa konsentrasi yang
berbeda terhadap besarnya diameter zona hambat pertumbuhan bakteri
Streptococcus pyogenes. Data hasil uji Korelasi Pearson terlihat pada tabel 5.6
50
Tabel 5.6 Hasil Uji Korelasi Pearson Antara peningkatan Ekstrak Daun Belimbing Wuluh
(Averrhoa Bilimbi L) terhadap Diameter Zona Hambat Pertumbuhan Bakteri Streptococcus
pyogenes
Konsentrasi
Ekstrak
Rerata Diameter Zona
Hambatan (mm)
Ekstrak Daun
Belimbing Wuluh
Uji One-Way ANOVA
Angka
Signifikansi
Zona Hambat
Hubungan
Korelasi
0%
3,125%
6,25%
12,5%
25%
50%
100%
0
6,5
7,625
10,25
12,5625
15,6875
18,5625
0.000
0.855
Keterangan Tabel : R = 0.855 : korelasi sangat kuat dan bernilai positif
Berdasarkan hasil uji Korelasi Pearson, dapat diketahui bahwa terdapat
hubungan (korelasi) yang signifikan antara pemberian ekstrak daun belimbing
wuluh terhadap diameter zona hambat pertumbuhan bakteri Streptococcus
pyogenes (R = 0.855, p= 0.000) dan kekuatan korelasi adalah sangat kuat (nilai
0.855) dengan arah korelasi positif (karena korelasi bernilai positif). Hal tersebut
mempunyai makna bahwa peningkatan konsentrasi ekstrak daun belimbing wuluh
akan memperbesar diameter zona hambat pertumbuhan bakteri Streptococcus
pyogenes.
5.2.5 Hasil Uji Regresi
Dalam penelitian ini uji regresi digunakan untuk mengetahui seberapa
besar distribusi konsentrasi ekstrak daun belimbing wuluh (Averrhoa Bilimbi L)
terhadap zona hambat pertumbuhan bakteri Streptococcus pyogenes. Uji regresi
51
(Tabel 5.7) didapatkan dari nilai R Square (R2) sebesar 0.731 yang berarti bahwa
pengaruh ekstrak daun belimbing wuluh terhadap terbentuknya zona hambat pada
pertumbuhan bakteri Streptococcus pyogenes adalah sebesar 73.1%. Sisa dari
nilai tersebut sebesar 26.9% dapat disebabkan faktor-faktor lain yang tidak diteliti.
Hal ini menunjukkan hubungan konsentrasi terhadap pembentukan zona hambat
positif, yaitu semakin besar konsentrasi maka semakin besar zona hambat yang
terbentuk.
Tabel 5.7 Tabel Hasil Regresi
Model R R Square Adjusted R Square
Std. Error of The Estimate
1 0.855a 0.731 0.721 3.09266
Keterangan Tabel : aPredictors = (Constant), Konsentrasi
52
BAB VI
PEMBAHASAN
Penelitian ini menggunakan sampel bakteri yang diidentifikasi untuk
membuktikan bahwa bakteri yang digunakan adalah Streptococcus pyogenes.
Beberapa tes identifikasi yang dilakukan antara lain; pengecatan Gram, uji
katalase, penanaman pada media BAP, dan tes Bacitracin. Hasil identifikasi pada
pengecatan Gram didapatkan koloni berbentuk bulat, berwarna ungu, dengan
susunan rantai panjang, yang merupakan bakteri Gram positif, pada uji katalase
menunjukkan tidak adanya gelembung udara menandakan bahwa hasil tes
katalase negatif, pada penanaman media BAP didapatkan zona bening yang
berarti bakteri merupakan Streptococcus tipe Beta Hemolytic, pada uji tes
Bacitracin didapatkan zona inhibisi di sekitar cakram bacitracin yang menunjukkan
bahwa bakteri sensitif terhadap Bacitracin, maka dapat disimpulkan bahwa bakteri
yang digunakkan terbukti bakteri Streptococcus pyogenes.
Pada penelitian ini dilakukan metode difusi sumuran untuk mengetahui
efektivitas dari antibakteri ekstrak belimbing wuluh dalam menghambat
pertumbuhan dari bakteri Streptococcus pyogenes. Metode difusi sumuran ini
dipilih karena konsistensi dari ekstrak daun belimbing wuluh yang berwarna keruh,
dan gelap sehingga tidak memungkinkan untuk dilakukan dilusi tabung atau dilusi
agar. Zona hambat merupakan wilayah jernih yang didapat di sekitar lubang
sumuran yang menandakan bahwa ekstrak daun belimbing wuluh mampu
menghambat pertumbuhan dari Streptococcus pyogenes. Hasil penelitian ini
diperoleh dengan cara mengukur diameter zona hambat dari setiap lubang
53
sumuran yang telah diisi oleh berbagai konsentrasi dengan menggunakan jangka
sorong pada satuan mm.
Pemberian berbagai konsentrasi ekstrak daun belimbing wuluh
menghasilkan zona hambat yang berbeda. Didapatkan rata-rata zona hambat
pada konsentrasi 3,125% adalah 6,5 mm, pada konsentrasi 6,25% adalah 7,6 mm,
pada konsentrasi 12,5 % adalah 10,2 mm, pada konsentrasi 25% adalah 12,5 mm,
pada konsentrasi 50% adalah 15,6 mm, dan pada konsentrasi 100% adalah 18,5
mm, sedangkan untuk antibiotik amoxicillin adalah 35,2 mm. Maka dapat dilihat
bahwa besar konsentrasi yang diberikan berpengaruh terhadap pertumbuhan dari
bakteri Streptococcus pyogenes. Hal ini membuktikan bahwa semakin tinggi
konsentrasi ekstrak daun belimbing wuluh maka daya hambat terhadap
pertumbuhan bakteri Streptococcus pyogenes akan semakin meningkat.
Sebelum dilakukan pengujian dengan menggunakan ANOVA, dilakukan uji
normalitas data dengan Kolmogorov-Smirnov terlebih dahulu dan didapatkan hasil
yang menunjukkan bahwa nilai zona hambat signifikan 0.166 (p>0.05), sehingga
dapat disimpulkan bahwa data rerata diameter zona hambat pertumbuhan bakteri
ekstrak daun belimbing wuluh berdistribusi normal. Selanjutnya, dilakukan uji
homogenity of variance, hasil uji tersebut menunjukkan bahwa nilai signifikansi
adalah 0.134 (p>0.05), sehingga dapat disimpulkan bahwa ragam data rerata
diameter zona hambat pertumbuhan bakteri homogen dan dapat dilanjutkan uji
statistik parametrik. Berdasarkan hasil uji statistik One-Way ANOVA didapatkan
nilai signifikansi sebesar 0,000 (p< 0,05) yang menandakan bahwa ada perbedaan
efek yang signifikan diantara ketujuh kelompok perlakuan. Hasil ini ditunjang
dengan uji Post Hoc Tukey, untuk membandingkan antara dua sampel sehingga
menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi ekstrak daun belimbing wuluh
54
(Averrhoa Bilimbi L) dapat menimbulkan efek yang signifikan dalam menghambat
pertumbuhan bakteri Streptococcus pyogenes secara in vitro dengan metode
difusi sumuran di setiap konsentrasi.
Uji Korelasi Pearson digunakan untuk mengetahui karakteristik hubungan
antara pemberian esktrak daun belimbing wuluh dengan diameter zona hambat
pertumbuhan bakteri Streptococcus pyogenes. Uji korelasi menunjukkan angka
signifikansi 0,000 (p< 0,01) serta nilai R= 0.855 positif sehingga menunjukkan
bahwa korelasi sangat kuat dan bernilai positif, mempunyai makna bahwa
peningkatan konsentrasi ekstrak daun belimbing wuluh akan memperbesar
diameter zona hambat pertumbuhan bakteri Streptococcus pyogenes.
Selanjutnya, dilakukan uji regresi yang bertujuan untuk mengetahui seberapa
besar distribusi konsentrasi ekstrak daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L)
terhadap zona hambat pertumbuhan bakteri Streptococcus pyogenes.
Pada peningkatan pemberian konsentrasi ekstrak daun belimbing wuluh
didapatkan bahwa daya antibakteri terhadap Streptococcus pyogenes juga
semakin meningkat seiring dengan meningkatnya diameter zona hambat di sekitar
lubang sumuran. Maka dapat dikatakan bahwa ekstrak daun belimbing wuluh
(Averrhoa bilimbi L) memiliki daya hambat yang efektif terhadap pertumbuhan
Streptococcus pyogenes karena seiring dengan meningkatnya pemberian
konsentrasi ekstrak daun belimbing wuluh, zona hambat yang dihasilkan juga
meningkat. Berdasarkan semua hasil uji statistik di atas diperoleh hasil yang
signifikan, sehingga hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa ekstrak daun
belimbing wuluh mempunyai efek antibakteri terhadap Streptococcus pyogenes
secara in vitro dapat diterima.
55
Ekstrak daun belimbing wuluh mampu menghambat pertumbuhan
Streptococcus pyogenes disebabkan karena adanya senyawa aktif dari ekstrak
daun belimbing wuluh yang dapat berfungsi sebagai antimikroba. Menurut
Lidyawati dkk.(2006) zat-zat aktif yang terkandung dalam daun belimbing wuluh
antara lain flavonoid, saponin, tanin, steroid/triterpenoid. Zat-zat aktif ini dibuktikan
dari beberapa hasil penelitian mempunyai kemampuan untuk menghambat bakteri
Streptococcus pyogenes. Pada penelitian Zakaria dkk(2007) disebutkan bahwa
salah satu zat antibakteri yaitu flavonoid memiliki kemampuan sebagai antibakteri
yang mampu mengganggu fungsi membran sitoplasma bakteri. Hal ini
dikarenakan kemampuan flavonoid yang dapat membentuk senyawa kompleks
dengan protein ekstraseluler sehingga dapat merusak membran sel bakteri dan
diikuti dengan keluarnya senyawa intraseluler bakteri mengakibatkan
permeabilitas sel terganggu (Bobbarala, 2012).
Senyawa saponin, zat yang juga terkandung dalam daun belimbing wuluh
merupakan senyawa aktif permukaan yang kuat karena mampu menurunkan
tegangan permukaan dan merusak dinding sel. Saponin memiliki mekanisme kerja
dengan cara mendenaturasi protein dan merusak sitoplasma sel bakteri sehingga
tegangan permukaan dinding sel terganggu (Razak et al., 2013). Kerusakan pada
dinding sel mengakibatkan membran sel tidak lagi mempunyai pelindung,
sehingga kerusakan tersebut akan menghilangkan sifat semi-permeabilitas dari
membran sel dan mengakibatkan keluar masuknya zat menjadi tidak terseleksi,
pembentukan ATP pada akhirnya akan terganggu sehingga pertumbuhan sel pun
juga akan terhambat. (Astuti et al., 2011).
Senyawa tanin, zat antibakteri dengan gugus fenol merupakan senyawa
yang banyak terkandung dalam tanaman, mampu digunakan untuk membunuh
56
bakteri dengan mekanismenya menghambat sintesis dinding sel bakteri kuman
gram positif atau gram negatif (Siswantoro, 2006). Mekanisme penghambatan
tanin terhadap bakteri juga dilakukan dengan cara merusak membran sel,
inaktivasi enzim-enzim esensial, dan dekstruksi fungsi material genetik yang
berakhir kepada penurunan permeabilitas sel (Brannen dan Davidson, 1993).
Mekanisme steroid sebagai antibakteri berhubungan dengan membran
lipid dan sensitivitas terhadap komponen steroid yang menyebabkan kebocoran
pada liposom (Madduluri et al., 2013). Steroid dapat berinteraksi dengan membran
fosfolipid sel yang bersifat permeabel terhadap senyawa-senyawa lipofilik
sehingga menyebabkan integritas membran menurun serta morfologi membran sel
berubah yang menyebabkan sel rapuh, gagal membentuk dinding sel, dan lisis
(Ahmed, 2007). Sedangkan, senyawa triterpenoid yang mempunyai daya polaritas
sama dengan golongan fenol memiliki mekanisme kerja yaitu mengganggu proses
transportasi ion penting ke dalam sel bakteri. Triterpenoid mampu berikatan
dengan lemak dan karbohidrat yang akan menyebabkan permeabilitas dan
pertumbuhan dinding sel bakteri terganggu (Rachmawati et al., 2009).
Keterbatasan dari penelitian ini adalah tidak dapat mengetahui persentase
kandungan bahan-bahan aktif dalam ekstrak daun belimbing wuluh dan tidak bisa
mengetahui zat mana yang paling efektif dalam menghambat pertumbuhan dari
Streptococcus pyogenes. Selain itu juga tidak diketahui apakah waktu
penyimpanan ekstrak berpengaruh terhadap efektifitas dari zat-zat aktif yang
terkandung di dalam ekstrak daun belimbing wuluh dalam menghambat
pertumbuhan dari bakteri Streptococcus pyogenes, sehingga untuk mengetahui
hal-hal tersebut diperlukan penelitian lebih lanjut. Penelitian lanjut ini penting
dilakukan untuk mendasari aplikasi klinis pada manusia untuk mengetahui dosis
57
efektif, toksisitas, dan efek samping yang mungkin dapat disebabkan oleh ekstrak
daun belimbing wuluh.
58
BAB VII
PENUTUP
7.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Ekstrak daun belimbing wuluh (Averrhoa Bilimbi L) dapat menghambat
pertumbuhan bakteri Streptococcus pyogenes.
2. Peningkatan konsentrasi ekstrak daun belimbing wuluh (Averrhoa Bilimbi
L) mampu meningkatkan daya hambat terhadap pertumbuhan bakteri
Streptococcus pyogenes.
7.2 Saran
Adapun saran yang dapat peneliti berikan dari penelitian ini adalah :
1. Perlu penelitian lebih lanjut untuk mengetahui bahan aktif apa yang paling
berperan sebagai antibakteri pada ekstrak daun belimbing wuluh.
2. Perlu penelitian lebih lanjut untuk mengetahui prosentase masing-masing
bahan aktif yang terkandung di dalam ekstrak daun belimbing wuluh
(Averrhoa Bilimbi L).
3. Perlu penelitian lebih lanjut untuk melihat efektivitas dan efek samping
ekstrak daun belimbing wuluh (Averrhoa Bilimbi L) pada hewan coba dan
uji klinik sebelum digunakan sebagai alternatif pengobatan di masyarakat.
59
4. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan metode lain, untuk lebih
mengetahui kemampuan ekstrak daun belimbing wuluh (Averrhoa Bilimbi
L) sebagai antibakteri terhadap Streptococcus pyogenes.
59
DAFTAR PUSTAKA
Ahmed, Bahar., 2007. Chemistry Of Natural Products, Department of Pharmaceutical Chemistry Faculty of Science Jamia Hamdard, New Delhi.
Bobbarala V.,2012. Antimicrobial agents, Intech, Croatia.
Branen LA, Davidson PM. 1993. Antimicrobial in Foods, Marcel Dekker, New York.
Brannen AL., 1993. Introduction to use of antimicrobials; Antimicrobial in Food, 2nd
Ed., Marcel Dekker Inc., New York..
Brooks GF., Carrol KC., Butel JS., Morse SA., Mietzner TA., Jawetz., Melnick., and Adelberg’s ., 2010. Medical Microbiology Atlanta, Mc Graw Hill.
Calixto, JB and Barz, J., 2000. Efficacy, Safety, Quality Control, Marketing and Regulatory Guidelines for Herbal Medicines (Phytotherapeutic Agents), Med Biol Res, 33., p. 179-189.
Cunningham MW., 2000. Phatogenesis of Group A Streptococcal Infection, Clin Microbiol Rev., 13(3), p. 470-511.
Djamaludin. 2011. 1001 Pengobatan Tradisional Herbal, JAL Publishing, Jakarta.
Grayson ML., 2010. Kucers’ The Use of Antibiotics, 6th Ed., London: Edward
Arnold Ltd.
Harlbeistin RA., 2005, Medicinal Plants: Historical and Cross Cultural usage patt ern. Ann Epidemiol.
Jason., 2009. The Gram Stainning, (online), (http://astro.temple.edu/~jasoncg/ID/ microreporting.html diakses pada tanggal 30 November 2017).
Jawetz, Melnick, Adelberg. 2008. Jawetz Melnick & Adelberg’s Medical Microbiology, 25th Edition by Geo F. Brooks, et al.
Karlina CY, Ibrahim M, Trimulyono G., 2013. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Herba Krokot (Portulaca oleracea L.) terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Lentera Bio, 2 (1):87-93.
Kaur SP, Rao R and Nanda S, 2011. Amoxicillin : A Broad Spectrum Antibiotic. International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences, 3(3): 30-
37.
Lidyawati, S dan Ruslan, K., 2006, Karakterisasi Simplisia dan Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa Bilimbi, L). Skripsi Farmasi ITB, Bandung.
60
Madduluri, S., Rao, BK., and Taram, S. B., 2013. In Vitro Evaluation of Antibacterial Activity of Five Indigenous Plants Extract Againts Five Bacterial Pathogens of Human. International Journal of Pharmacy and Pharmaceuticals Science, 5(4): 683-684.
Monalisa, P., 2012, Pengaruh Sari Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi Linn.) terhadap Bakteri. STKIP PGRI, Sumatra Barat.
Muhaimin, M., Liang, OB., Ratnaningsih, E., Purwantini, E., dan Retnoningrum, DS., 2003. Optimasi Proses Overproduksi, Pemurnian dan Karakterisasi Protein Mga Sebagai Molekul Target Untuk Pencegahan Infeksi Oleh Streptococcus pyogenes. Jurnal Matematika dan Sains, 8 (3): 117-123.
Mukhlisoh W., 2010. Pengaruh Ekstrak Tunggal dan Gabungan Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi Linn) terhadap Efektivitas Antibakteri secara In Vitro. Skripsi. Tidak diterbitkan, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim, Malang.
Parikesit, Mario., 2011. Khasiat dan manfaat belimbing wuluh. Penerbit stomata,
Surabaya.
Rachmawati F., Maulita CN., Sumantri., 2009. Uji Aktivitas Antibakteri serta Indentifikasi Senyawa Aktifnya, J Unwahas, p.7-13.
Razak A, Djamal A, Revilla G. 2013. Uji daya hambat air perasan buah jeruk nipis (Citrus aurantifolia.) terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus secara in vitro .Jurnal Kesehatan Andalas, 2(1): 5-8.
Ruoff, Whiley and Beighton., 1999. In Murray, Baron, Pfaller, Tenover and Yolken, Manual of clinical microbiology, 7th Ed, American Society for Microbiology, Washington, D.C.
Siswantoro D., 2006. Kajian Aktivitas Tanin dengan Penisilin Terhadap Bakteri Streptococcus pyogenes dan Pasteurella mulcotida Secara in vitro. Skripsi. Tidak diterbitkan, Universitas Airlangga, Surabaya.
Staf Pengajar FKUI., 1994. Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran Jawetz, PT. Binarupa Aksara, Jakarta.
Steven K. Alexander, Dennis Strere, Mary Jane Niles et al., 2004. Laboratory Exercises in Organismal and Molecular Microbiology, Mc Graw Hill, USA.
Todar, K . 2011. Streptococcus pyogenes. Todar’s Textbook of Bacteriology, (online), (http://textbookofbacteriology.net/streptococcus.html diakses pada tanggal 10 November 2017).
Winn, W., Allen, S., Janda, W., Koneman, E., Procop, G., Schreckenberger, P., & Woods, G., 2006. Koneman's Color Atlas and Textbook of Diagnostic Microbiology, 6th Ed, Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
61
Zakaria, ZA., Zaiton, H., Henie, EFP., Mat, JMA., 2007. In vitro Antibacterial Activity of Averrhoa bilimbi L. Leaves and Fruits Extracts, International Journal of Tropical Medicine, 2 (3): 96-100.